internalisasi nilai karakter dalam pembelajaran...

114
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema Peningkatan Profesionalisme Pendidik di era Revolusi Industri 4.0. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978 Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 125 Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat INTERNALISASI NILAI KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN SAINS BERBASIS MODEL PEMBELAJARAN KARAKTER ESD UNTUK MEMPERSIAPKAN GENERASI EMAS 2045 Amran Amran 1 , Magfirah Perkasa 2 , Muhammad Satriawan 3 dan Ismail Jasin 1 1 Pendidikan Biologi STKIP Bima 2 Pendidikan Kimia STKIP Bima 3 Pendidikan Fisika STKIP Bima e-mail: [email protected] Abstrak: Indonesia pada tahun 2045 akan merayakan 100 tahun kemerdekaan sehingga momentum ini akan menjadi tolak ukur ketercapaian dan keberhasilan pembangunan Indonesia dalam berbagai bidang, salah satunya bidang pendidikan dan pemberdayaan SDM. Bonus demografi dimana usia produktif masyarakat Indonesia yang paling besar akan menjadi bahan baku utama yang harus diberdayakan dengan baik. Pendidikan sebagai salah satu pilar pembangunan SDM perlu melakukan inovasi agar bonus demografi ini dapat diarahkan ke arah yang positif dan dapat mewujudkan cita-cita Indonesia untuk membentuk generasi 2045. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan sikap siswa dan menyisipkan nilai karakter dalam pembelajaran sains berbasis model pembelajaran karakter ESD untuk mempersiapkan generasi emas Indonesia 2045. Nilai karakter yang diukur yaitu karakter abad 21 yang meliputi: kritis, kreatif, kerjasama dan kemampuan komunikasi. Penelitian ini merupakan desk study dengan desain penelitian tindakan kelas dengan satu siklus. Instrumen pengumpulan data meliputi lembar penilaian diri dan lembar observasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat peningkatan sikap dan karakter siswa dalam pembelajaran menggunakan model pembelajaran karakter ESD. Kata Kunci: Karakter, Model Pembelajaran Karakter ESD, Generasi Emas 2045, Pembelajaran Sains PENDAHULUAN Indonesia akan merayakan 100 tahun kemerdekaan pada tahun 2045. Momentum ini akan menjadi tolak ukur ketercapaian dan keberhasilan pembangunan Indonesia dalam berbagai bidang, salah satunya bidang pendidikan dan pemberdayaan SDM. Salah satu bonus yang akan diperoleh Indonesia pada momentum tersebut yaitu bonus demografi dimana jumlah usia produktif Indonesia pada kurun waktu 2010-2045 diprediksi sebagai jumlah paling besar sepanjang sejarah. Jumlah usia produktif ini harus diberdayakan dengan baik sehingga dapat memberikan keuntungan (demographic benefit) dan dapat menjadi sumber daya manusia (SDM) yang menjadi ujung tombak pembangunan Indonesia untuk lebih maju. Jika kesempatan ini dapat dikelola dan diberdayakan dengan baik, maka jumlah usia produktif Indonesia ini akan menjadi bonus demografi yang sangat berharga. Sebaliknya, jika tidak dikelola dengan baik, maka jumlah usia produktif yang dimiliki oleh Indonesia justru akan menjadi bencana demografi (demographic disaster) yang berdampak pada stabilitas negara (Dongoran, 2014). Pendidikan merupakan sebuah pilar yang memiliki peranan stategis dalam mengembangkan sumber daya manusia yang berkualitas. Oleh karena itu, sangat penting untuk merokunstruksi dan mereformulasi desain pendidikan yang dapat mendukung terciptanya generasi emas bangsa Indonesia. Generasi yang berkarakter generasi emas harus memiliki kompetensi, karakter, nilai religius, sikap, pola pikir, konsep, dan berperadaban unggul dengan wawasan yang cerdas serta berpikiran berkelanjutan sehingga menumbuhkan tanggung jawab dan kontribusi nyata dalam mewujudkan lingkungan dan kehidupan yang sehat, damai, bermartabat, dan berkelanjutan seutuhnya. Kemendikbud menguraikan karakter generasi emas sesuai dengan nilai pendidikan karakter memuat nilai sikap religius, jujur, toleransi terhadap keberagaman, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat nasionalisme, cinta tanah air, berprestasi,

Upload: truonghanh

Post on 06-Mar-2019

280 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: INTERNALISASI NILAI KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN …apppintb.org/wp-content/uploads/2018/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · peningkatan sikap dan karakter siswa dalam pembelajaran

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan

Profesionalisme Pendidik di era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 125

Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat

INTERNALISASI NILAI KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN SAINS BERBASIS

MODEL PEMBELAJARAN KARAKTER ESD UNTUK MEMPERSIAPKAN

GENERASI EMAS 2045

Amran Amran1, Magfirah Perkasa

2, Muhammad Satriawan

3 dan Ismail Jasin

1

1 Pendidikan Biologi STKIP Bima

2 Pendidikan Kimia STKIP Bima

3 Pendidikan Fisika STKIP Bima

e-mail: [email protected]

Abstrak: Indonesia pada tahun 2045 akan merayakan 100 tahun kemerdekaan sehingga

momentum ini akan menjadi tolak ukur ketercapaian dan keberhasilan pembangunan Indonesia dalam

berbagai bidang, salah satunya bidang pendidikan dan pemberdayaan SDM. Bonus demografi dimana

usia produktif masyarakat Indonesia yang paling besar akan menjadi bahan baku utama yang harus

diberdayakan dengan baik. Pendidikan sebagai salah satu pilar pembangunan SDM perlu melakukan

inovasi agar bonus demografi ini dapat diarahkan ke arah yang positif dan dapat mewujudkan cita-cita

Indonesia untuk membentuk generasi 2045. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan sikap siswa

dan menyisipkan nilai karakter dalam pembelajaran sains berbasis model pembelajaran karakter ESD

untuk mempersiapkan generasi emas Indonesia 2045. Nilai karakter yang diukur yaitu karakter abad

21 yang meliputi: kritis, kreatif, kerjasama dan kemampuan komunikasi. Penelitian ini merupakan

desk study dengan desain penelitian tindakan kelas dengan satu siklus. Instrumen pengumpulan data

meliputi lembar penilaian diri dan lembar observasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat

peningkatan sikap dan karakter siswa dalam pembelajaran menggunakan model pembelajaran

karakter ESD.

Kata Kunci: Karakter, Model Pembelajaran Karakter ESD, Generasi Emas 2045,

Pembelajaran Sains

PENDAHULUAN

Indonesia akan merayakan 100 tahun kemerdekaan pada tahun 2045. Momentum ini akan

menjadi tolak ukur ketercapaian dan keberhasilan pembangunan Indonesia dalam berbagai bidang,

salah satunya bidang pendidikan dan pemberdayaan SDM. Salah satu bonus yang akan diperoleh

Indonesia pada momentum tersebut yaitu bonus demografi dimana jumlah usia produktif Indonesia

pada kurun waktu 2010-2045 diprediksi sebagai jumlah paling besar sepanjang sejarah. Jumlah usia

produktif ini harus diberdayakan dengan baik sehingga dapat memberikan keuntungan (demographic

benefit) dan dapat menjadi sumber daya manusia (SDM) yang menjadi ujung tombak pembangunan

Indonesia untuk lebih maju. Jika kesempatan ini dapat dikelola dan diberdayakan dengan baik, maka

jumlah usia produktif Indonesia ini akan menjadi bonus demografi yang sangat berharga.

Sebaliknya, jika tidak dikelola dengan baik, maka jumlah usia produktif yang dimiliki oleh Indonesia

justru akan menjadi bencana demografi (demographic disaster) yang berdampak pada stabilitas

negara (Dongoran, 2014).

Pendidikan merupakan sebuah pilar yang memiliki peranan stategis dalam mengembangkan

sumber daya manusia yang berkualitas. Oleh karena itu, sangat penting untuk merokunstruksi

dan mereformulasi desain pendidikan yang dapat mendukung terciptanya generasi emas bangsa

Indonesia. Generasi yang berkarakter generasi emas harus memiliki kompetensi, karakter, nilai

religius, sikap, pola pikir, konsep, dan berperadaban unggul dengan wawasan yang cerdas serta

berpikiran berkelanjutan sehingga menumbuhkan tanggung jawab dan kontribusi nyata dalam

mewujudkan lingkungan dan kehidupan yang sehat, damai, bermartabat, dan berkelanjutan

seutuhnya. Kemendikbud menguraikan karakter generasi emas sesuai dengan nilai pendidikan

karakter memuat nilai sikap religius, jujur, toleransi terhadap keberagaman, disiplin, kerja keras,

kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat nasionalisme, cinta tanah air, berprestasi,

Page 2: INTERNALISASI NILAI KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN …apppintb.org/wp-content/uploads/2018/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · peningkatan sikap dan karakter siswa dalam pembelajaran

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan

Profesionalisme Pendidik di era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 126

Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat

komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial dan bertanggung jawab

(Agus, 2016; Fahmy, et al., 2015; Manullang, 2013).

Permalasahan tentang bergesernya nilai-nilai karakter generasi muda semakin marak akhir-

akhir ini. Beberapa kasus tentang kurangnya kepedulian sosial dan profesionalisme muncul karena

dangkalnya penanaman karakter serta tidak tersisipnya nilai-nilai karakter mulia dalam proses

pembelajaran sejak dini. Media massa saat ini dihiasi oleh pemberitaan tentang karakter dan sikap

generasi muda yang mengarah pada hal-hal negatif. Jika dibiarkan tanpa pengendalian, penanaman,

pengembangan dan penguatan karakter sejak dini, maka permasalahan seperti ini akan menjadi ciri

khas negatif dari generasi yang akan datang.

Hal ini terjadi salah satunya karena tidak tersisipnya nilai-nilai karakter dalam proses

pembelajaran. Berdasarkan hasil wawancara singkat dengan perwakilan guru dan akademisi LPTK

di beberapa kabupaten di Provinsi Nusa Tenggara Barat, pembelajaran berbasis penguatan

pendidikan karakter serta pendidikan untuk pengembangan berkelanjutan yang memuat nilai-nilai

dan wawasan berkelanjutan juga belum diimplementasikan secara luas dalam pendidikan.

Kompetensi tersebut masih dianggap asing dan hampir tidak pernah dinilai dengan baik serta

minim disisipkan dalam proses pembelajaran oleh guru maupun dosen sehingga masih banyak

generasi muda yang belum memiliki kesadaran beretika dan penguasaan emosi, menguasai literasi

digital dan informasi serta keterampilan berkomunikasi dan berkolaborasi dalam proses

pembelajaran maupun kesehariannya. Permasalahan lain yang juga dihadapi oleh pendidik pada

masa sekarang adalah tidak tersedianya inovasi pembelajaran berupa model pembelajaran

berkarakter yang dapat dijadikan landasan penerapan dalam proses pembelajaran untuk

menumbuhkembangkan sikap dan karakter mulia, bahkan di pendidikan dasar.

Pada pembelajaran sains terdapat dimensi yang berkaitan dengan sikap ilmiah. Sikap ilmiah

juga memuat nilai sikap yang selaras dengan nilai pendidikan karakter. Konsep education for

sustainable development juga memuat nilai sikap yang berkaitan dengan pendidikan karakter. HEPS

(2004; 9) menguraikan bahwa seseorang yang memiliki literasi dan wawasan berkelanjutan

diharapkan untuk:

1. Memahami kebutuhan untuk perubahan kehidupan berbasis pembangunan berkelanjutan dalam

setiap hal, baik secara individu maupun bersama. Indikator ini berkaitan dengan nilai sikap

jujur, komunikatif, peduli sosial dan bertanggung jawab.

2. Memiliki pengetahuan dan keterampilan yang cukup untuk memutuskan dan melakukan

perubahan untuk pengembangan berkelanjutan. Pada kompetensi ini, nilai pendidikan karakter

yang dapat terintegrasi yaitu rasa ingin tahu, gemar membaca, kreatif, kritis, komunikasi,

berprestasi, peduli sosial dan peduli lingkungan.

3. Mampu mengenali dan memberi apresiasi pada keputusan dan tindakan orang lain dalam

melakukan perubahan untuk pengembangan berkelanjutan yang bijak dan tepat. Nilai sikap

yang dapat ditumbuhkembangkan pada kompetensi ini yaitu toleransi terhadap keberagaman,

disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat nasionalisme, cinta

tanah air, berprestasi, komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli

sosial dan bertanggung jawab.

Strategi dan model pembelajaran untuk mengintegrasikan nilai pendidikan karakter dan nilai konsep

sustainable development masih terbatas (Perkasa, 2017; Perkasa, 2015; UNESCO, 2002: 5).

Nilai ini dapat disisipkan dalam pembelajaran sains melalui internalisasi nilai pendidikan

karakter melalui strategi dan model pembelajaran yang tepat. Salah satu model pembelajaran yang

direkomendasikan untuk dapat mengitegrasikan nilai pendidikan karakter yaitu model pembelajaran

karakter ESD. Oleh karena itu, studi ini mengkaji tentang internalisasi nilai pendidikan karakter

dalam pembelajaran sains melalui model pembelajaran karakter ESD untuk mempersiapkan

generasi emas 2045.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini merupakan penelitian deskriptif (desk study) dengan perspektif tindakan

kelas dengan satu siklus yang bertujuan untuk mengkaji internalisasi nilai pendidikan karakter

Page 3: INTERNALISASI NILAI KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN …apppintb.org/wp-content/uploads/2018/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · peningkatan sikap dan karakter siswa dalam pembelajaran

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan

Profesionalisme Pendidik di era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 127

Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat

dalam pembelajaran sains melalui model pembelajaran karakter ESD untuk mempersiapkan

generasi emas 2045. Hasil kajian ini berdasarkan hasil need assesment yang telah dilakukan dalam

mengembangkan model pembelajaran karakter ESD. Subjek need assessment yaitu enam SMA

yang berada di wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat. Nilai karakter yang diukur yaitu karakter

abad 21 yang meliputi: kritis, kreatif, kerjasama dan kemampuan komunikasi. Instrumen

pengumpulan data meliputi lembar penilaian diri dan lembar observasi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Need Assesment

Need assesment dilakukan untuk memperoleh data awal sehingga dapat menjadi landasan

kajian studi ini. Need assesment juga dapat memberikan gambaran data yang nyata dalam

pengkajian studi ini. Beberapa sekolah dijadikan lokasi studi pendahuluan dengan melakukan

wawancara singkat dengan guru mata pelajaran kimia, biologi dan fisika yaitu: SMAN 2 Kota

Bima, SMAN 1 Bolo (Kab.Bima), SMAN 1 Dompu (Kab. Dompu), SMAN 2 Dompu (Kab.

Dompu), SMAN 1 Kota Mataram, SMAN 3 Kota Mataram, SMAN 1 Gunungsari (Kab. Lombok

Barat), dan SMAN 1 Narmada (Kab. Lombok Barat). Namun, need assesment hanya dilakukan

pada enam sekolah diantara delapan sekolah tersebut, yaitu SMAN 2 Kota Bima, SMAN 1 Bolo

(Kab.Bima), SMAN 1 Dompu (Kab. Dompu), SMAN 2 Dompu (Kab. Dompu), SMAN 3 Kota

Mataram dan SMAN 1 Narmada (Kab. Lombok Barat). Need assesment juga sebatas sikap yang

dituntut pada kehidupan abad 21 yang berkaitan dengan 4Cs (communication, critical thinking,

collaboration & creativity).

Berdasarkan hasil wawancara, observasi dan need assesment yang dilakukan pada enam

sekolah tersebut, diperoleh informasi bahwa:

1. Model pembelajaran untuk mengimplementasikan konsep pendidikan karakter belum ada dan

belum diajarkan oleh para guru;

2. Sebagian guru belum mengetahui tentang konsep pendidikan berbasis lingkungan, education for

sustainable development dalam implementasi pembelajaran sains;

3. Sebagian para guru masih menitikberatkan evaluasi pembelajaran sains pada penilaian aspek

pengetahuan;

4. Penilaian aspek sikap dan keterampilan khususnya yang berkaitan dengan nilai karakter bangsa

dan pendidikan karakter masih minim dilakukan dalam proses pembelajaran.

Analisis

Analisis siswa dilakukan dengan menganalisis hasil need assesment siswa yang berkaitan

dengan sikap yang dituntut pada kehidupan abad 21 yang berkaitan dengan 4Cs (communication,

critical thinking, collaboration & creativity). Indikator 4Cs diadaptasi dari Partnership for 21st

Century (P21) (Griffin, et al., 2012; P21, 2011). Berdasarkan hasil angket siswa tentang kebiasaan

sehari-hari mereka yang berhubungan dengan karakter dan nilai pendidikan karakter

menggambarkan bahwa siswa memiliki pengetahuan yang cukup baik tentang perilaku sesuai nilai-

nilai pendidikan karakter namun belum terlihat dalam keseharian siswa. Hasil need assesment siswa

ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil Need Assesment Sikap Abad 21

Jumlah

Sampel Tiap

Sekolah (∑)

Sikap Abad 21

Critical Thinking Collaboration Communication Creativity

Ting

gi Cukup

Rend

ah

Tingg

i

Cuku

p

Rend

ah

Tingg

i

Cuk

up

Rend

ah

Ting

gi

Cuku

p

Renda

h

A

(35 siswa) - 8 27 - 11 24 1 13 21 - 8 27

B

(27 siswa) - 6 21 - 2 25 - 17 10 - 11 16

C

(32 siswa) - 4 28 2 7 26 1 11 23 - 3 29

D - 7 23 - 14 16 - 15 15 - 5 25

Page 4: INTERNALISASI NILAI KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN …apppintb.org/wp-content/uploads/2018/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · peningkatan sikap dan karakter siswa dalam pembelajaran

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan

Profesionalisme Pendidik di era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 128

Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat

(30 siswa)

E

(32 siswa) - 8 24 5 15 12 2 13 17 - 5 27

F

(28 siswa) - 6 22 - 10 18 1 7 20 - 4 24

Total 0 39 145 7 59 121 5 76 106 0 36 148

Berdasarkan Tabel 1 diperoleh informasi bahwa sebagian besar siswa pada semua sikap

abad 21 belum mampu mencapai kategori tinggi. Sebaran data siswa masih terbilang banyak pada

kategori rendah. Hal ini menunjukkan bahwa sikap pembelajaran abad 21 dan nilai karakter

memang penting dan urgen untuk disisipkan dalam pembelajaran. Internalisasi nilai pendidikan

karakter melalui pembelajaran ini dapat dilaksanakan dengan menerapkan model pembelajaran

karakter ESD.

Model Pembelajaran Karakter ESD Model Pembelajaran Karakter ESD memiliki tujuan untuk membentuk karakter siswa sesuai

nilai dalam pendidikan karakter dan tuntutan abad 21. Karakter yang diharapkan dapat disisipkan

melalui model pembelajaran karakter ESD yaitu: religius, jujur, toleransi terhadap keberagaman,

disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat nasionalisme, cinta

tanah air, berprestasi, komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial

dan bertanggung jawab.

Berikut diuraikan sintaks model pembelajaran karakter ESD:

1. Kumpulkan

Pada tahap ini, informasi tentang materi pembelajaran dan aplikasinya dalam kehidupan

sehari-hari dibelajarkan melalui metode studi kasus dan brainstorming. Siswa diarahkan untuk

mengumpulkan informasi yang berkaitan dengan materi pembelajaran dari lingkungan sekitar

sekolah maupun tempat tinggal siswa. Informasi tersebut dapat berupa masalah yang sedang

dihadapi masyarakat sekitar maupun yang menjadi gejala masalah yang belum meresahkan

masyarakat. Masalah juga dapat dikumpulkan di lingkungan sekolah. Pada tahap ini, diharapkan

sikap yang muncul yaitu toleransi, kreatif, rasa ingin tahu, komunikatif, peduli sosial, peduli

lingkungan dan tanggung jawab.

2. Rembukkan

Informasi tentang materi pembelajaran dalam bentuk masalah yang telah dikumpulkan

selanjutnya dirembukkan bersama rekan sekelompok. Pada tahap ini juga siswa dapat

merembukkan bersama rekan sekelompok tentang kemungkinan alternatif solusi terhadap isu

permasalahan yang telah dikumpulkan. Sikap yang diharapkan muncul pada tahap ini yaitu:

toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu cinta damai.

3. Analisis

Tahap analisis merupakan tahap untuk menganalisis lebih lanjut dan lebih rasional serta

mengolah informasi tentang kemungkinan alternatif solusi. Pada tahap ini, alternatif solusi yang

disediakan dianalisis lebih lanjut hingga siswa dapat memilih solusi yang paling sesuai untuk

dapat diterapkan sebagai penyelesaian masalah. Sikap yang diharapkan dapat disisipkan melalui

tahapan ini yaitu: jujur, toleransi terhadap keberagaman, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri,

rasa ingin tahu, semangat nasionalisme, cinta tanah air, berprestasi, cinta damai, peduli

lingkungan, peduli sosial dan bertanggung jawab.

4. Komunikasikan

Solusi yang paling sesuai dengan kondisi atau isu permasalahan selanjutnya

dikomunikasikan kepada guru maupun perwakilan masyarakat.yang menjadi target masalah.

Komunikasi yang baik antara guru, rekan sekelompok maupun masyarakat target masalah dapat

merangsang siswa untuk dapat mengembangkan dan menumbuhkan sikap religius, hormat pada

yang lebih tua, jujur, toleransi terhadap keberagaman, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri,

demokratissemangat nasionalisme, cinta tanah air, berprestasi, komunikatif, cinta damai, peduli

lingkungan, peduli sosial dan bertanggung jawab

Page 5: INTERNALISASI NILAI KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN …apppintb.org/wp-content/uploads/2018/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · peningkatan sikap dan karakter siswa dalam pembelajaran

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan

Profesionalisme Pendidik di era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 129

Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat

5. Terapkan

Tahapan terakhir dari sintaks model pembelajaran karakter ESD yaitu “terapkan”. Pada

tahapan ini, alternatif solusi yang telah dipilih tidak hanya dikomunikasikan kepada guru

maupun perwakilan masyarakat target, tetapi juga langsung diterapkan agar keberfungsian

alternatif solusi tersebut dapat dioptimalkan hasilnya. Sikap yang diharapkan muncul yaitu:

religius, jujur, toleransi terhadap keberagaman, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri,

demokratis, rasa ingin tahu, semangat nasionalisme, cinta tanah air, berprestasi, komunikatif,

cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial dan bertanggung jawab.

Gambaran sintaks model pembelaajran karakter ESD ditunjukkan pada Gambar 1.

Gambar 1. Sintaks Model Pembelajaran Karakter ESD

Model pembelajaran karakter ESD memiliki karakteristik dan batasan, yang diuraikan

berikut:

1. Model pembelajaran karakter ESD hanya dapat diterapkan pada materi yang memiliki

karakteristik dapat dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari (kontekstual) dan sesuai dengan

topik dalam konsep pengembangan berkelanjutan yaitu masyarakat, ekonomi dan lingkungan,

2. Bertujuan untuk pembentukan sikap dan karakter sehingga tidak bertujuan langsung untuk

peningkatan aspek pengetahuan maupun keterampilan, walaupun dalam pelaksanaan dan

penilaiannya tetap disisipkan aspek pengetahuan dan keterampilan,

3. Hanya dapat diterapkan untuk mata pelajaran yang eksak (ilmu pengetahuan alam dan

bidangnya),

4. Dapat menjadi salah satu model pembelajaran untuk mengajarkan konsep pendidikan karakter

dan konsep pendidikan untuk pengembangan berkelanjutan (education for sustainable

development).

Kelebihan dan kekurangan dari model pembelajaran karakter ESD diuraikan:

1. Kelebihan

a. Dapat menjadi salah satu model pembelajaran untuk mengajarkan konsep pendidikan

karakter dan konsep pendidikan untuk pengembangan berkelanjutan (education for

sustainable development) yang masih belum tersedia model pembelajaran representatifnya

selama ini,

b. Apabila diterapkan dengan baik serta dinilai dengan baik, diprediksi dapat menjadi langkah

praktis untuk penguatan pendidikan karakter,

c. Melibatkan prinsip reaksi dari berbagai pihak, termasuk masyarakat sekitar sekolah dan

orangtua untuk dapat berpartisipasi dalam pembelajaran sebagai kontrol dan mediator.

d. Dapat menjadi salah satu alternatif model pembelajaran untuk pembelajaran abad 21.

Page 6: INTERNALISASI NILAI KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN …apppintb.org/wp-content/uploads/2018/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · peningkatan sikap dan karakter siswa dalam pembelajaran

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan

Profesionalisme Pendidik di era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 130

Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat

2. Kekurangan

a. Waktu pelaksanaan yang relatif membutuhkan waktu tidak singkat.

b. Kemungkinan terjadinya miskomunikasi antara pihak yang terlibat.

Model pembelajaran karakter ESD dapat diterapkan dalam pembelajaran dengan

menggunakan RPP, LKS dan instrumen penilaian yang sesuai dan telah dianalisis terlebih dahulu

(subject specific pedagogy). RPP merupakan seluruh rangkaian kegiatan pembelajaran untuk

mencapai tujuan pembelajaran yang ditentukan tiap satu kali pertemuan atau lebih. RPP disusun

berdasarkan Kurikulum 2013 yang disusun dengan model pembelajaran karakter yang disesuaikan

dengan pendekatan saintifik. Mendikbud (2013: 6) menyatakan sistematika RPP yang disusun

dengan kurikulum 2013 memiliki muatan yang dijabarkan sebagai berikut: identitas sekolah;

identitas mata pelajaran; kelas/semester; materi pokok; alokasi waktu; tujuan pembelajaran yang

dirumuskan berdasarkan KD; kompetensi dasar dan indikator pencapaian kompetensi; materi

pembelajaran; metode pembelajaran; media pembelajaran; sumber belajar; langkah pembelajaran;

dan penilaian hasil pembelajaran.

RPP memuat tiga kegiatan utama yang mencakup: pendahuluan, inti dan penutup. Kegiatan

pendahuluan berisi hal-hal yang dilakukan untuk memusatkan perhatian siswa melalui apersepsi

dan motivasi serta untuk menyampaikan tujuan yang ingin dicapai kepada siswa pada pertemuan

tersebut. Kegiatan inti memuat pelaksanaan pembelajaran yang berorientasi pada pencapaian tujuan

pembelajaran yang ditentukan. Kegiatan ini memuat beberapa langkah sesuai dengan sintaks model

pembelajaran karakter ESD yaitu: kumpulkan, rembukkan, analisis, komunikasikan dan terapkan.

Pada kegiatan inti, sintaks model pembelajaran karakter ESD disesuaikan dengan sintaks

pendekatan saintifik yang telah ditetapkan yang disebut dengan 5M yaitu: mengamati, menanya,

mengeksperimenkan atau mengeksplorasi, mengasosiasi dan mengkomunikasikan. Kegiatan

penutup bertujuan untuk mengkonfirmasi pelaksanaan pembelajaran dan mengevaluasi ketercapaian

tujuan pembelajaran pada pertemuan tersebut.

LKS disusun dengan menggunakan sintaks model pembelajaran karakter ESD yaitu

kumpulkan, rembukkan, analisis, komunikasikan dan terapkan. Terdapat beberapa sikap (karakter)

yang menjadi objek penilaian dalam penerapan model pembelajaran karakter ESD yaitu: jujur,

toleransi terhadap keberagaman, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu,

semangat nasionalisme, cinta tanah air, berprestasi, komunikatif, cinta damai, gemar membaca,

peduli lingkungan, peduli sosial dan bertanggung jawab.

Internalisasi nilai pendidikan karakter dalam pembelajaran sains dapat dioptimalkan dengan

menerapkan model pembelajaran karakter ESD karena tujuan pengembangan model tersebut sudah

berdasarkan analisis nilai pendidikan karakter, sehingga cita-cita bangsa Indonesia untuk

mewujudkan generasi emas pada tahun 2045 dapat terwujudkan melalui kontribusi penerapan

model pembelajaran karakter ESD.

SIMPULAN

Simpulan

Berdasarkan hasil need assesment, analisis dan pengkajian, dapat disimpulkan bahwa secara

teori diasumsikan terdapat peningkatan sikap dan karakter siswa dalam pembelajaran sains

menggunakan model pembelajaran karakter ESD. Hal ini menunjukkan bahwa internalisasi nilai

pendidikan karakter dalam pembelajaran sains dapat dioptimalkan dengan menerapkan model

pembelajaran karakter ESD untuk mempersiapkan generasi emas 2045.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat,

Kemenritekdikti yang telah membantu pendanaan penelitian ini melalui hibah penelitian strategis

nasional (institusi).

DAFTAR RUJUKAN

Agus, C. (2016, Mei 10). Pendidikan untuk Generasi Emas. Harian Bernas, hal. 4.

Page 7: INTERNALISASI NILAI KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN …apppintb.org/wp-content/uploads/2018/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · peningkatan sikap dan karakter siswa dalam pembelajaran

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan

Profesionalisme Pendidik di era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 131

Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat

Dongoran, F. R. (2014, April). Paradigma Membangun Generasi Emas 2045 Dalam Perspektif

Filsafat Pendidikan. Jurnal Tabularasa PPs UNIMED, 11(1), 61-76.

Fahmy, R., Bachtiar, N., Rahim, R., & Malik, M. (2015). Measuring Student Perceptions to

Personal Characters Building in education: An Indonesian Case in Implementing A New

Curriculum in High School. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 211, 851 – 858.

Griffin, P., McGaw, B., & Care, E. (2012). Assessment and Teaching of 21st Century Skills.

Dordrecht, NL: Springer.

HEPS. (2004). Learning and Skills for Sustainable Development: Developing a sustainability

literate society. London: Severnprint.

Kemendikbud. (2013b). Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI No. 65 Tahun 2013

tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah.

Manullang, B. (2013). Grand Desain Pendidikan Karakter Generasi Emas 2045. Jurnal Pendidikan

Karakter, 3(1), 1-14.

P21. (2011). Framework for 21st Century Learning. Washington DC: Partnership for 21st Century.

Perkasa, M., & Aznam, N. (2016). Pengembangan SSP Kimia Berbasis Pendidikan Berkelanjutan

untuk Meningkatkan Literasi Kimia dan Kesadaran Terhadap Lingkungan. Jurnal Inovasi

Pendidikan IPA, 2(1), 46-57.

Perkasa, M., & Wiraningtyas , A. (2017). Pembelajaran Kimia Berorientasi Sustainable

Development untuk Meningkatkan Kesadaran Siswa Terhadap Lingkungan. Jurnal

Sainsmat, VI(2), 63-72.

UNESCO. (2002). Teaching and Learning for A Sustainable Future. Australia: Griffith University

Publisher.

Page 8: INTERNALISASI NILAI KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN …apppintb.org/wp-content/uploads/2018/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · peningkatan sikap dan karakter siswa dalam pembelajaran

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan

Profesionalisme Pendidik di era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 132

Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat

MODEL REGRESI KUANTIL INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DI INDONESIA

Amyad1; Mustika Hadijati

2

1,2Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Mataram

e-mail: [email protected]

2mustika.hadijati @unram.ac.id

Abstrak: Pembangunan manusia sangat erat kaitannya dengan pertumbuhan ekonomi.

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan salah satu indikator untuk mengukur keberhasilan

pembangunan suatu negara. IPM di Indonesia tergolong lebih rendah apabila dibandingkan dengan

negara-negara lain di dunia. Agar dapat memperkirakan nilai IPM di Indonesia maka perlu dibuat

model IPM di Indonesia berdasarkan variabel-variabel yang mempengaruhinya. Pemodelan IPM

dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan regresi kuantil. Regresi kuantil adalah metode

yang dikembangkan dari metode regresi untuk memodelkan data dengan sebaran heterogen.

Estimasi parameter regresi kuantil merupakan pengembangan dari metode Least Absolute Deviation

(LAD), yaitu meminimumkan jumlah absolut error. Hasil analisis menunjukkan bahwa model IPM

terbaik adalah model kuantil 0,10 10,0Y , dengan nilai koefisien determinasi sebesar 97,20 % dan

nilai Mean Absolute Percentage Error (MAPE) sebesar 3,32%. Hal ini berarti bahwa semua

variabel yang digunakan memiliki pengaruh terhadap nilai IPM sebesar 97,20% dan model yang

diperoleh sangat baik dalam memprediksi data IPM.

Kata Kunci: IPM, Regresi Kuantil, Least Absolute Deviation, Koefisien Determinasi, Mean

Absolute Percentage Error

PENDAHULUAN

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan indikator untuk mengukur keberhasilan

dalam upaya membangun kualitas hidup manusia (masyarakat/ penduduk). IPM menjelaskan

bagaimana penduduk dapat mengakses hasil pembangunan dalam memperoleh pendapatan,

kesehatan, pendidikan, dan sebagainya. IPM dibentuk oleh tiga dimensi dasar, yaitu umur panjang

dan hidup sehat, pengetahuan, dan standar hidup layak. Umur panjang dan hidup sehat digambarkan

oleh Angka Harapan Hidup (AHH) saat lahir. Pengetahuan diukur melalui indikator rata-rata lama

sekolah dan harapan lama sekolah. Standar hidup yang layak digambarkan oleh pengeluaran per

kapita disesuaikan, yang ditentukan dari nilai pengeluaran per kapita dan paritas daya beli (BPS,

2016).

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2016, IPM Indonesia berada pada level

“sedang”, yaitu mencapai angka 70,18 dan menempati urutan ke-113 dari 188 negara di dunia.

Untuk negara kawasan Asia Tenggara, peringkat tersebut masih jauh berada di bawah negara

tetangga yakni Malaysia dan Singapura. Adapun untuk IPM daerah di dalam negeri, setiap provinsi

di Indonesia berada pada kategori yang berbeda-beda, ada yang berada pada kategori tinggi, sedang,

bahkan ada yang masuk level rendah (BPS, 2016). Oleh karena itu, perlu untuk dilakukan penelitian

mengenai IPM di Indonesia, terutama variabel-variabel yang mempengaruhinya secara statistik.

Salah satu analisis statistika yang dapat digunakan adalah analisis regresi. Analisis regresi

merupakan suatu model matematis yang dapat digunakan untuk mengetahui pola hubungan antara

dua atau lebih variabel. Dalam regresi linear terdapat beberapa metode estimasi atau pendugaan

parameter antara lain metode Ordinary Least Square (OLS) dan metode Least Absolute Deviation

(LAD), dengan meminimumkan jumlah absolut error. Prinsip dari metode OLS adalah

meminimumkan jumlah kuadrat error, sedangkan metode LAD menggunakan prinsip

meminimumkan jumlah absolut error. Metode OLS paling banyak digunakan dalam analisis

regresi, namun metode OLS sangat rentan i adanya pencilan. Pencilan dapat menyebabkan hasil

estimasi parameter menjadi tidak stabil. Selain itu, analisis regresi dengan metode OLS didasarkan

pada fungsi distribusi mean. Nilai mean menunjukkan ukuran pemusatan dari suatu distribusi

sehingga hanya sedikit informasi yang diketahui dari keseluruhan distribusi. Oleh sebab itu,

Page 9: INTERNALISASI NILAI KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN …apppintb.org/wp-content/uploads/2018/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · peningkatan sikap dan karakter siswa dalam pembelajaran

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan

Profesionalisme Pendidik di era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 133

Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat

pendekatan dengan metode ini hanya mampu menduga model dari fungsi distribusi mean dan tidak

mewakili keseluruhan data dari distribusi (Buhai, 2005). Pendekatan mean menjadi kurang tepat

digunakan sebagai penduga bagi nilai tengah data, untuk itu metode LAD dapat dijadikan sebagai

alternatif. Namun metode LAD hanya mampu menduga model dari fungsi bersyarat median.

Meskipun rataan dan median adalah dua ukuran pemusatan yang penting dari suatu sebaran, kedua

metode ini tidak dapat menjelaskan tentang perilaku sebaran bersyarat pada ekor suatu sebaran.

Kelemahan dari metode OLS, yaitu peka terhadap penyimpangan asumsi data, sedangkan metode

LAD, yaitu pendekatannya hanya berpusat pada dua kelompok data (Furno, 2007). Di samping itu,

pada kasus penelitian tentang variabel-variabel yang mempengaruhi IPM, regresi linear tidak dapat

mendeteksi kondisi ekstrim. Oleh karena itu, untuk mengatasi keterbatasan tersebut digunakan

pendekatan dengan regresi kuantil (Koenker, 2005).

Regresi kuantil merupakan salah satu metode regresi yang berguna dalam estimasi parameter.

Metode ini tidak mudah terpengaruh oleh adanya pencilan, sehingga tidak mengganggu kestabilan

data yang diperoleh. Metode ini melakukan pendekatan dengan cara memisahkan atau membagi

data menjadi kuantil-kuantil tertentu yang dicurigai menghasilkan nilai dugaan yang berbeda

(Furno, 2007). Dugaan parameter yang digunakan dalam regresi kuantil sama dengan metode LAD,

yaitu meminimumkan jumlah absolute error (Hao dan Naiman, 2007). Kelebihan dari regresi

kuantil salah satunya adalah dapat meminimumkan pengaruh dari pencilan dan memiliki

fleksibilitas dalam memodelkan data dengan syarat memiliki sebaran yang heterogen (Furno, 2007).

Regresi kuantil pertama kali diperkenalkan oleh Koenker dan Basset pada tahun 1978.

Metode ini merupakan perluasan dari model regresi pada kuantil bersyarat dimana distribusi kuantil

bersyarat dari variabel dependent yang dinyatakan sebagai fungsi dari kovariat yang diamati.

Dengan pendekatan ini, dapat memungkinkan menduga fungsi kuantil dari sebaran bersyarat

variabel dependent pada setiap nilai kuantil sesuai dengan kuantil yang diinginkan (Chen, 2005).

Karena sifatnya yang robust terhadap data pencilan maka regresi kuantil sangat dianjurkan untuk

menganalisis sejumlah data yang tidak simestris serta memiliki distribusi yang heterogen dan tidak

simetris, terdapat ekor pada sebaran. pendugaan parameter dalam regresi kuantil tidak dapat

diperoleh secara analitik akan tetapi menggunakan algoritma berdasarkan pemrograman linear.

Metode pendugaan parameter secara iterasi dengan pemrograman linear antara lain metode simplex,

interior point dan smoothing (Hao dan Naiman, 2007). Metode simpleks (simplex) memberikan

hasil estimasi yang konsisten pada data yang berukuran tidak terlalu besar (moderate sample) (Hao

dan Naiman, 1993) . Melakukan simulasi dengan algoritma interior-point dan smoothing dengan

sampel data berukuran besar yaitu 510n dan hasilnya menunjukkan estimasi yang konsisten

(Portnoy, 2003) .Pendugaan interval pada regresi kuantil dapat dilakukan dengan beberapa metode,

yaitu dengan pendekatan direct, rankscore, dan resampling (Koenker, 2005).

Analisis awal mengenai IPM di Indonesia menunjukkan adanya pencilan pada data IPM,

dengan disertai data variabel-variabel yang mempengaruhi IPM yang menyebar secara heterogen.

Oleh karena itu, berdasarkan uraian di atas maka dalam penelitian ini dilakukan pemodelan data

IPM di Indonesia menggunakan metode regresi kuantil dan menentukan nilai prediksi IPM

berdasarkan model regresi kuantil yang diperoleh.

METODE PENELITIAN

Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder berupa publikasi “Data Indeks

Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia Tahun 2016” yang merupakan hasil olah data Survei

Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) yang diselenggarakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS).

Unit observasi dalam penelitian ini adalah variabel-variabel yang mempengaruhi IPM seluruh

Provinsi di Indonesia Tahun 2016 berjumlah 34 data. Selanjutnya digunakan sebagai unit analisis

dalam regresi kuantil untuk mengetahui variabel-variabel yang mempengaruhi IPM di Indonesia

Tahun 2016. Mengacu pada dasar-dasar analisis dan identifikasi IPM BPS maka variabel-variabel

yang digunakan dalam penelitian ini adalah data IPM )(Y sebagai variabel dependent sedangkan

untuk variabel independent terdiri dari persentase kemiskinan 1X , persentase penduduk yang

Page 10: INTERNALISASI NILAI KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN …apppintb.org/wp-content/uploads/2018/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · peningkatan sikap dan karakter siswa dalam pembelajaran

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan

Profesionalisme Pendidik di era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 134

Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat

berpendidikan di atas SLTP 2X , rasio ketergantungan penduduk 3X , peranan sektor industri

atau lapangan usaha dalam PDRB 4X , persentase penduduk yang mengalami keluhan kesehatan

5X , dan rata-rata umur kawin pertama wanita diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) dengan

alamat website www.bps.go.id dan buku Profil Kesehatan Indonesia 2016 yang diterbitkan oleh

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Secara singkat, langkah-langkah yang dilakukan pada penelitian ini dapat dibagi menjadi

beberapa tahap. Berikut tahapan-tahan pada penelitian:

1. Menghimpun data Indeks Pembanunan Manusia (IPM) di Indonesia pada tahun 2016 serta

variabel-variabel yang mempengaruhinya.

2. Memodelkan IPM indonesia Menggunakan Regresi Kuantil, yaitu pada nilai 0,10; 0,20;

0,30; 0,40; 0,50; 0,60; 0,70; 0,80; dan 0,90. Adapun langkah-langkah dalam memodelkan IPM

menggunakan regresi kuantil, yaitu:

a. Menentukan model umum regresi kuantil dengan persaamaan sebagai berikut. niXXY ipipii ,,2,1dengan )()()()( 110

b. Estimasi parameter regresi kuantil

Dilakukan dengan meminimumkan jumlah absolut error dimana pada prosesnya

merupakan proses optimasi menggunakan algoritma simpleks. Adapun fungsi tujuan dan

kendala yang digunakan pada algoritma simpleks ini adalah sebagai berikut.

Bentuk primal:

Fungsi tujuan: ψdT

ψmin dengan kendala 0, yBψ .

Bentuk dual:

Fungsi tujuan: zyT

dmax dengan kendala dzB

T .

Secara sederhana masalah diatas dapat dirumuskan seperti pada persamaan berikut.

},1,0,maxn

zzτ1 1XzX|z{y

TTT

c. Mendapatkan estimator untuk masing-masing kuantil.

3. Membentuk selang kepercayaan pada regresi kuantil dengan menggunakan metode direct fungsi

sparsity dengan persamaan sebagai berikut.

1ˆˆˆˆ2

12

1 jjjjj seZseZP dimana fungsi sparsity

dinotasikan sebagai berikut.

11 FfS

4. Menguji Asumsi Model Regresi Kuantil, yaitu menguji parameter, dan asumsi residual.

5. Melakukan pemilihan model terbaik dengan menggunakan nilai koefisien determinasi 2R .

dan menentukan nilai ketepatan prediksi yang dihitung menggunakan rumus MAPE.

6. Membuat Hasil dan Pembahasan

7. Membuat Kesimpulan dan Saran

HASIL PENELITIAN

Untuk mengetahui kesesuaian pendekatan regresi yang digunakan, maka dibuat plot antara plot

antara IPM sebagai variabel dependent dengan masing-masing variabel independent. Hasilnya dapat

dilihat pada Gambar 1. Selain itu, dibuat juga box plot IPM di Indonesia Tahun 2016 yang hasilnya

tampak pada gambar 2.

Page 11: INTERNALISASI NILAI KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN …apppintb.org/wp-content/uploads/2018/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · peningkatan sikap dan karakter siswa dalam pembelajaran

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan

Profesionalisme Pendidik di era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 135

Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat

Gambar 1. Scatter Plot Antara Masing-masing 1X Sampai 6X Dengan Y

Gambar 2. Box Plot variabel IPM Y

Selanjutnya, dengan menggunakan regresi kuantil diperoleh hasil estimasi parameter model

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia Tahun 2016 seperti pada Tabel 1.

Tabel 1 Hasil Estimasi Parameter Regresi Kuantil

Kuantil

τ

Estimator Nilai ValueP Keputusan Keterangan

τR2

(%)

0 -25,2110 0,6101 Terima 0H Tidak

Signifikan

1 -0,2930 0,0001 Tolak 0H Signifikan

Page 12: INTERNALISASI NILAI KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN …apppintb.org/wp-content/uploads/2018/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · peningkatan sikap dan karakter siswa dalam pembelajaran

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan

Profesionalisme Pendidik di era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 136

Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat

Kuantil

τ

Estimator Nilai ValueP Keputusan Keterangan

τR2

(%)

2 1,0077 0,0574 Terima 0H Tidak

Signifikan

0,10 3 -0,2384 0,0006 Tolak 0H Signifikan 97,20

4 0,2503 0,2590 Terima 0H Tidak

Signifikan

5 0,0428 0,6243 Terima 0H Tidak

Signifikan

6 0,3343 0,00002 Tolak 0H Signifikan

0 -72,6878 0,2139 Terima 0H Tidak

Signifikan

1 -0,2873 0,0005 Tolak 0H Signifikan

2 1,5551 0,0142 Tolak 0H Signifikan

0,20 3 -0,2289 0,0034 Tolak 0H Signifikan 74,88

4 0,1521 0,5536 Terima 0H Tidak

Signifikan

5 -0,1221 0,2371 Tolak 0H Tidak

Signifikan

6 0,2623 0,0017 Tolak 0H Signifikan

0 -49,7081 0,5258 Terima 0H Tidak

Signifikan

1 -0,3427 0,0018 Tolak 0H Signifikan

2 1,3226 0,1113 Terima 0H Tidak

Signifikan

0,30 3 -0,2307 0,0239 Tolak 0H Signifikan 79,59

4 0,1200 0,7295 Terima 0H Tidak

Signifikan

5 -0,0972 0,4835 Terima 0H Tidak

Signifikan

6 0,2935 0,0076 Tolak 0H Signifikan

0 -24,6421 0,7650 Terima 0H Tidak

Signifikan

1 -0,2884 0,0100 Tolak 0H Signifikan

2 1,1111 0,2011 Terima 0H Tidak

Signifikan

0,40 3 -0,3187 0,0041 Tolak 0H Signifikan 89,01

4 -0,2916 0,4283 Terima 0H Tidak

Signifikan

5 -0,0155 0,9154 Terima 0H Tidak

Signifikan

6 0,3075 0,0080 Tolak 0H Signifikan

0 5,7473 0,9150 Terima 0H Tidak

Signifikan

1 -0,2160 0,0037 Tolak 0H Signifikan

Page 13: INTERNALISASI NILAI KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN …apppintb.org/wp-content/uploads/2018/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · peningkatan sikap dan karakter siswa dalam pembelajaran

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan

Profesionalisme Pendidik di era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 137

Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat

Kuantil

τ

Estimator Nilai ValueP Keputusan Keterangan

τR2

(%)

2 0,7865 0,1672 Terima 0H Tidak

Signifikan

0,50 3 -0,3176 0,0001 Tolak 0H Signifikan 68,18

4 -0,2536 0,2938 Terima 0H Tidak

Signifikan

5 -0,0183 0,8468 Terima 0H Tidak

Signifikan

6 0,3798 0,00001 Tolak 0H Signifikan

0 37,9529 0,4897 Terima 0H Tidak

Signifikan

1 -0,1318 0,0672 Terima 0H Tidak

Signifikan

2 0,4770 0,4042 Terima 0H Tidak

Signifikan

0,60 3 -0,4026 0,0000 Tolak 0H Signifikan 74,75

4 -0,3125 0,2052 Terima 0H Tidak

Signifikan

5 0,0322 0,7393 Terima 0H Tidak

Signifikan

6 0,4533 0,0000 Tolak 0H Signifikan

0 33,9521 0,5393 Terima 0H Tidak

signifikan

1 -0,1149 0,1106 Terima 0H Tidak

signifikan

2 0,5269 0,3612 Terima 0H Tidak

signifikan

0,70 3 -0,4161 0,0000 Tolak 0H Signifikan 75,95

4 -0,3394 0,1730 Terima 0H Tidak

signifikan

5 0,0284 0,7710 Terima 0H Tidak

signifikan

6 0,4477 0,0000 Tolak 0H Signifikan

0 80,3228 0,3073 Terima 0H Tidak

Signifikan

1 -0,1691 0,0973 Terima 0H Tidak

Signifikan

2 -0,0369 0,9636 Terima 0H Tidak

Signifikan

0,80 3 -0,2737 0,0084 Tolak 0H Signifikan 94,92

4 -0,5053 0,1521 Terima 0H Tidak

Signifikan

5 0,2405 0,0894 Terima 0H Tidak

Signifikan

6 0,3748 0,0010 Tolak 0H Signifikan

0 67,3221 0,1856 Terima 0H Tidak

Page 14: INTERNALISASI NILAI KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN …apppintb.org/wp-content/uploads/2018/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · peningkatan sikap dan karakter siswa dalam pembelajaran

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan

Profesionalisme Pendidik di era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 138

Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat

Kuantil

τ

Estimator Nilai ValueP Keputusan Keterangan

τR2

(%)

Signifikan

1 -0,1703 0,0120 Tolak 0H Signifikan

2 0,0290 0,9555 Terima 0H Tidak

signifikan

0,90 3 -0,1871 0,0053 Tolak 0H Signifikan 94,92

4 -0,5803 0,0137 Tolak 0H Signifikan

5 0,3190 0,0011 Tolak 0H Signifikan

6 0,4185 0,0000 Tolak 0H Signifikan

Setelah dilakukan estimasi titik untuk masing-masing estimator, selanjutnya dilakukan estimasi

selang kepercaan bagi dengan menggunakan metode direct fungsi sparsity, hasilnya tampak

pada Gambar 3.

Estimator β0

Batas Bawah

β0

Batas Atas

Estimator β1

Batas Bawah

β1

Batas Atas

Estimator β2

Batas Bawah

β2

Batas Atas

Estimator β3

Batas Bawah

β3

Batas Atas

Estimator β4

Batas Bawah

β4

Batas Atas

Estimator β5

Batas Bawah

β5

Batas Atas

Page 15: INTERNALISASI NILAI KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN …apppintb.org/wp-content/uploads/2018/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · peningkatan sikap dan karakter siswa dalam pembelajaran

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan

Profesionalisme Pendidik di era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 139

Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat

Gambar 3 Hasil Selang Kepercayaan Regresi Kuantil Untuk Estimator i

Kemudian dilanjutkan dengan pengujian asumsi residual untuk setiap model dengan ringkasan

hasilnya terlihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Ringkasan Hasil Pengujian Asumsi Residual

Model Pengujian

Asumsi Identik

Pengujian Asumsi

Indepedensi

Pengujian

Asumsi

Kenormalan

Model 1

10,0Y

Terpenuhi Terpenuhi Terpenuhi

Model 2

20,0Y

Terpenuhi Terpenuhi Terpenuhi

Model 3

30,0Y

Terpenuhi Terpenuhi Terpenuhi

Model 4

40,0Y

Terpenuhi Terpenuhi Terpenuhi

Model 5

50,0Y

Terpenuhi Tidak Terpenuhi Terpenuhi

Model 6

60,0Y

Terpenuhi Tidak Terpenuhi Terpenuhi

Model 7

70,0Y

Terpenuhi Tidak Terpenuhi Terpenuhi

Model 8

80,0Y

Terpenuhi Tidak Terpenuhi Terpenuhi

Model 9

90,0Y

Terpenuhi Tidak Terpenuhi Terpenuhi

Setelah dilakukan pemilihan model terbaik, model yang terpilih digunakan untuk memprediksi

data IPM tahun 2017 dan hasilnya nampak pada Gambar 4.

Estimator β6

Batas Bawah

β6

Batas Atas

Page 16: INTERNALISASI NILAI KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN …apppintb.org/wp-content/uploads/2018/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · peningkatan sikap dan karakter siswa dalam pembelajaran

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan

Profesionalisme Pendidik di era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 140

Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat

Gambar 1.4 Plot Data IPM Aktual dan Data IPM Hasil Prediksi

Perhitungan untuk mencari nilai ketepatan prediksi , dengan menggunakan MAPE diperoleh

nilai sebesar 3,3242% dengan perhitungan sebagai berikut.

%3242,3

%10034

1302,1

%10034

05,5805,5805,58

707136,6770

707165,6470

%100

ˆ

1

1

n

i

n

i i

ii

n

yyy

MAPE

PEMBAHASAN

Pada penelitian ini diuraikan pembahasan pemodelan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di

Indonesia dengan menggunakan regresi kuantil. Beberapa tahapan yang disajikan dalam penelitian

ini diantaranya adalah analisis deskriptif dan variabel-variabel dari Indeks Pembangunan Manusia

(IPM), pendugaan parameter dan interval prediksi dengan regresi regresi kuantil, melakukan

pemeriksaan terhadap pencilan atau outlier, pemeriksaan asumsi residual, kebaikan model, dan

ketepatan prediksi.

Tahap awal dalam penelitian ini adalah melakukan analisis statistika secara deskriptif dengan

membuat scater plot antara variabel dependen (IPM) dengan masing-masing variabel independen.

Hal ini dilakukan untuk mengetahui pola sebaran datanya. Berdasarkan Gambar 1 dapat dilihat

bahwa pola sebarannya tidak dapat didekati dengan garis lurus artinya hubungan antara keenam

variabel independent X dengan variabel dependent Y tidak linear terlihat adanya pencilan data

IPM berdasarkan masing-masing variabel yang mempengaruhinya sehingga tepat bila model regresi

didekati dengan regresi kuantil.

Selain itu berdasarkan boxplot data IPM pada Gambar 2 nampak pula adanya beberapa nilai

pencilan, yaitu pada provinsi DKI Jakarta, Di Yogyakarta, Papua Barat, dan Papua dimana hal ini

mendukung digunakannya regresi kuantil.

Selanjutnya dilakukan pemodelan IPM dengan regresi kuantil dengan melakukan estimasi

parameter regresi kuantil pada kuantil-kuantil = 0,10; 0,20; 0,30; 0,40; 0,50; 0,60; 0,70; 0,80;

0,90. Hasil estimasi yang ditunjukkan pada Tabel 1, memberikan model analisis regresi kuantil

untuk masing-masing kuantil sebagai berikut.

65432110,0 3343,00428,02503,02384,00077,12930,0-25,2110.1 XXXXXXY 65432120,0 2623,01221,01521,02289,05551,12873,0-72,6878.2 XXXXXXY

Page 17: INTERNALISASI NILAI KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN …apppintb.org/wp-content/uploads/2018/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · peningkatan sikap dan karakter siswa dalam pembelajaran

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan

Profesionalisme Pendidik di era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 141

Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat

65432130,0 3075,00972,01200,02307,03226,13427,07081,49.3 XXXXXXY

65432140,0 3075,00155,02916,03187,01111,12884,0-24,6421.4 XXXXXXY 65432150,0 3798,00183,02536,03176,07865,02160,05,7473.5 XXXXXXY

65432160,0 4533,00322,03125,04026,04770,01318,037,9529.6 XXXXXXY 65432170,0 4477,00284,03394,04161,05269,01149,033,9521.7 XXXXXXY 65432180,0 3748,02405,05053,02737,00369,01691,080,3228.8 XXXXXXY 65432190,0 4185,03190,05803,01871,00290,01703,067,3221.9 XXXXXXY

Setelah melakukan estimasi dan mendapatkan model pada setiap kuantil dengan

menggunakan regresi kuantil selanjutnya ditentukan selang kepercayaan masing-masing penduga

parameter untuk setiap model. Selang kepercayaan yang diperoleh terlihat pada Gambar 3.

Berdasarkan Gambar 3, selang kepercayaan yang terbentuk pada estimator 0 memiliki selisih

yang berbeda di setiap kuantil. Pada kuantil 10,0 terbentuk selang dengan selisih paling kecil.

Hal ini berarti bahwa terdapat variasi yang kecil bagi penduga 0 keadaan tinggi, sehingga hasil

pendugaan 0 yang tinggi merupakan penduga yang baik. Pada kuantil 40,0 terbentuk selang

dengan selisih lebih besar dibanding dengan selang lainnya pada penduga bagi 0 . Selang dengan

selisih yang besar yakni selang yang lebar ini menunjukkan semakin kurang baik penduga bagi 0

yang sangat tinggi dimana penduga 0 keadaan tinggi memiliki variasi yang besar. Analog untuk

estimator 1 sampai estimator 6 ..

Langkah selanjutnya yakni pengujian parameter regresi dengan cara menguji variabel

independent secara parsial .Hasilnya ditampilkan pada Tabel 1.Berdasarkan hasil Tabel 1 tersebut,

diperoleh hasil uji parsial masing-masing model untuk analisis regresi kuantil, parameter yang

signifikan tersebut menunjukkan bahwa variabel indepedent yang digunakan berpengaruh terhadap

variabel dependent yang diteliti. Sementara itu, parameter yang tidak berpengaruh signifikan tidak

dapat dikeluarkan secara langsung dari variabel, karena akan berpengaruh terhadap proses lainnya.

Oleh karena itu, dalam penelitian ini semua parameter digunakan di dalam model. Variabel

independent yang berpengaruh dapat ditentukan berdasarkan parameter yang signifikan. Apabila

terdapat paling tidak satu parameter yang signifikan untuk setiap variabel independent, maka

variabel independent tersebut dikatakan berpengaruh terhadap variabel dependent (Sari dan

Budiantara, 2012). Oleh karena itu, model tersebut dapat dianalisis lebih lanjut dan dapat dijadikan

model regresi kuantil.

Selain pengujian parameter regresi kuantil, dilakukan pula pengujian asumsi residual yang

nantinya dijadikan dasar untuk menentukan model yang terbaikk. Berdasarkan ringkasan hasil

pengujian asumsi residual pada Tabel 2, dapat diketahui bahwa model 1 10,0Y sampai model 4

40,0Y memenuhi semua asumsi residual, sedangkan pada model 5 50,0Y sampai 9 90,0Y ada

asumsi residual yang tidak terpenuhi.

Berdasarkan regresi kuantil dihasilkan 9 model karena pada setiap kuantil yang digunakan

akan terdapat satu model tertentu. Oleh karena itu perlu dilakukan pemilihan model terbaik, dimana

model yang terbaik dipilih berdasarkan nilai koefisien determinasi, 2R . Koefisien determinasi

menunjukkan seberapa besar keragaman data variable dependent dijelaskan oleh model yang

diperoleh. Semakin besar koefisien determinasi berarti semakin besar keragaman data IPM yang

dijelaskan oleh model sehingga model yang mempunyai koefisien determinasi terbesar adalah moel

yang terbaik. Selain itu ditinjau pula dari terpenuhi atau tidaknya asumsi regresi.

Berdasarkan Tabel 2 diketahui bahwa diketahui bahwa model 1 sampai dengan 4 memenuhi

semua asumsi regresi, sehingga model terbaik dipilih di antara model-model tersebut. Berdasarkan

Tabel 1 diketahui bahwa di antara model 1 sampai dengan model 4 yang memiliki nilai 2R )

Page 18: INTERNALISASI NILAI KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN …apppintb.org/wp-content/uploads/2018/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · peningkatan sikap dan karakter siswa dalam pembelajaran

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan

Profesionalisme Pendidik di era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 142

Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat

terbesar adalah model 1 yaitu model pada kuantil 0,1 10,0 , yaitu sebesar 97,20%. Ini

menunjukkan bahwa model pada kuantil 0,1 menjelaskan keragaman IPM sebesar 97,20% yang

mendekati 100%, berarti model ini adalah model yang terbaik. Sehingga model dari regresi kuantil

yang didapat adalah sebagai berikut.

65432110,0 3343,00428,02503,02384,00077,12930,025,2110 XXXXXXY

Berdasarkan model analisis regresi kuantil pada model 1 dengan menggunakan 10,0 ,

dapat diinterpretasikan sebagai berikut.

Apabila nilai dari semua variabel X konstan maka nilai IPM adalah negatif 25,2110.

Sebaliknya, dengan kenaikan satu persen persentase kemiskinan 1X dan konstan untuk variabel

lainnya maka akan mengurangi IPM sekitar 0,2930. Kenaikan satu persen persentase penduduk

yang berpendidikan di atas SLTP 2X dan konstan untuk variabel lainnya maka akan

meningkatkan IPM sekitar 1,0077. Kenaikan satu persen rasio ketergantungan penduduk 3X dan

konstan untuk variabel lainnya maka akan mengurangi IPM sekitar 0,2384. Kenaikan satu persen

persentase peranan sektor industri atau lapangan usaha dalam PDRB 4X dan konstan untuk

variabel lainnya maka akan meningkatkan IPM sekitar 0,2503. Kenaikan satu persen persentase

penduduk yang mengalami keluhan kesehatan 5X dan konstan untuk variabel lainnya maka akan

meningkatkan IPM sekitar 0,0428. Kenaikan satu persen rata-rata umur kawin pertama wanita 6X

dan konstan untuk variabel lainnya maka akan meningkatkan IPM sekitar 0,3343.

Dari model yang diperoleh, dapat digunakan untuk memprediksi data IPM pada tahun

berikutnya. Berikut ini merupakan hasil prediksi untuk data IPM pada tahun 2017 yang ditampilkan

pada Gambar 4. Gambar 4 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antara nilai data IPM 2017

aktual dengan hasil prediksi berdasarkan model regresi kuantil yang diperoleh, dimana nilai

prediksi lebih besar dari nilai data aktualnya. Namun pola yang ditunjukkan oleh kedua kelompok

data relatif sama.

Untuk mengetahui apakah kesalahan prediksi tersebut masih bisa diterima, maka ditentukan

nilai ketepatan prediksinya berdasarkan nilai MAPE dimana diperoleh nilai MAPE sebesar

3,3242% yang menunjukkan besar persentase kesalahannya sangat rendah atau ketepatan

prediksinya sangat baik.

SIMPULAN

Berdasarkan penerapan regresi kuantil pada data IPM diperoleh hasil pendugaan parameter

yang berbeda-beda disetiap kuantil, sehingga dapat ditarik kesimpulan berdasarkan tujuan adalah

sebagai berikut.

1. Model analisis regresi kuantil pada data IPM di Indonesia tahun 2016 adalah:

65432110,0 3343,00428,02503,02384,00077,12930,0-25,2110 XXXXXXY

dengan data IPM Indonesia sebagai variabel dependent Y sedangkan persentase kemiskinan

1X , persentase penduduk yang berpendidikan di atas SLTP 2X , rasio ketergantungan

penduduk 3X , peranan sektor industri atau lapangan usaha dalam PDRB 4X , persentase

penduduk yang mengalami keluhan kesehatan 5X , dan rata-rata umur kawin pertama

wanita 6X masing-masing provinsi di Indonesia tahun 2016 sebagai variabel independent

X .

2. Prediksi IPM tahun 2017 dengan nilai ketepatan prediksi berdasarkan nilai MAPE diperoleh

nilai sebesar 3,3242%.

DAFTAR RUJUKAN

BPS, 2016, Indeks Pembangunan Manusia 2016 Metode Baru, Jakarta: Badan Pusat Satistik.

BPS, 2016, Berita Resmi Statistik, NTB: Badan Pusat Statistik.

Page 19: INTERNALISASI NILAI KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN …apppintb.org/wp-content/uploads/2018/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · peningkatan sikap dan karakter siswa dalam pembelajaran

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan

Profesionalisme Pendidik di era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 143

Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat

BPS, 2016, Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2016, Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik

Indonesia.

Buhai, S., 2005. Quantile regression: overview and selected applications. Ad-Astra The Young

Romanian Scientists’ Journal, 5(1), 1e17.

Chen, C., dan Wei, Y., 2005. “Computational Issues for Quantile Regression”. The Indian Journal

of Statistics. Vol. 67, No. 2, hal. 399-417.

Davino, C., Furno, M., Vistocco, D., 2014. “Quantile Regression Theory and Aplication”. SPi

Publishers Services, Pondicherry, India.

Furno, M., 2007. Parameter Instability in Kuantil Regressions. Statistical Modelling. 7(4) : 345-

362.

Hao, L., & Naiman, D. Q., 2007. Quantile Regression. Sage Publications, Inc.

Koenker, R., & Bassett, G., 1978. Regression Quantiles. Econometrica: Journal of the Econometric

Society, 46(1), 33e50.

Koenker, R., 2005. Quantile Regression. Cambridge University Press. New York.

Portnoy, S., 2003, Censored Regression Quantiles, Journal of the American Statistical Association.

Vol. 98, No. 464.

Sari, R.S dan Budiantara, I.N., 2012, Pemodelan Penggguran Terbuka di Jawa Timur Dengan

Menggunakan Pendekatan Regresi Spline Multivariabel, Jurnal Sains dan Seni ITS, Vol 1,

No 1, ITS, Surabaya.

Wahyudi, V. E., 2015. Analisis IPM di Pulau Jawa Menggunakan Analisis Regresi Kuantil. Tesis :

Jurusan Statistika, Institut Teknologi Sepuluh Nopember.

Page 20: INTERNALISASI NILAI KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN …apppintb.org/wp-content/uploads/2018/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · peningkatan sikap dan karakter siswa dalam pembelajaran

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan

Profesionalisme Pendidik di era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 144

Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat

PENGARUH STRATEGI MEANS-ENDS ANALYSIS TERHADAP KEMAMPUAN

PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA KELAS VIII

SMP AMIR ISLAM PANYULA KABUPATEN BONE

Andi Trisnowali MS1; Hasanal Mutmainnah

2

1,2Pendidikan Matematika STKIP Muhamaadiyah Bone

e-mail: [email protected]

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Pengaruh Strategi Means-Ends

Analisis Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas VIII SMP Amir

Islam Panyula Kabupaten Bone. Tahun akademik 2016/2017. Penelitian ini menggunakan dua

variabel yaitu variabel bebas (Strategi Means-Ends Analisis) dan variabel terikat (Kemampuan

Pemecahan Masalah Matematika), penelitian ini menggunakan jenis penelitian eksperimen dengan

desain “The randomized post-test only control group design”. Penelitian ini dilaksanakan di SMP

Amir Islam Panyula pada awal bulan agustus 2018 Tahun Pelajaran 2018/2019. Populasi penelitian

ini yaitu seluruh siswa kelas VIII SMP Amir Islam Panyula yang terdiri dari 3 kelas, dengan teknik

pengambilan sampel yaitu dengan cara random sampling atau teknik acak. Kelas yang terpilih

adalah kelas VIII A sebagai kelas eksperimen dan kelas VIII C. Data penelitian ini diperoleh

dengan menggunakan instrumen penelitian berupa tes kemampuan pemecahan masalah matematika,

lembar aktivitas siswa, dan lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran. Data diolah dengan

bantuan SPSS 23 dengan taraf signifikansi (α = 0,05). Penelitian ini dilaksanakan selama 3 kali

pertemuan. Kelas kontrol memperoleh nilai rata-rata 73,82, Standar Deviasi 10,308, dan Varians

adalah 106,251 sedangkan kelas eksperimen memperoleh nilai rata-rata 80,09, Standar Deviasi

10,000, dan Varians adalah 99,991. Dalam proses pengelolaan data dengan SPSS 23 diperoleh nilai

signifikansi 0,047 dan t hitung 2,049. Nilai signifikan yang diperoleh lebih kecil dari nilai

signifikansi uji yaitu 0,05 yakni 0,047 < 0,05 dan nilai t hitung lebih besar dari t tabel yaitu 1,682

yakni 2,049 > 1,682. Hal ini berarti H0 ditolak dan H1 diterima, sehingga dapat disimpulkan bahwa

ada pengaruh strategi Means-Ends Analysis terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika

siswa kelas VIII SMP Amir Islam Panyula Kabupaten Bone.

Kata Kunci: Strategi Means-Ends Analysis, Pemecahan Masalah Matematika

PENDAHULUAN

Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA) mempunyai potensi besar

memainkan strategi untuk menghadapi zaman globalisasi yang penuh dengan persaingan yaitu,

dengan meningkatkan mutu pendidikan Indonesia dalam menyiapkan sumber daya manusia.

Dengan kualitas sumber daya manusia yang bermutu akan menjamin keberhasilan upaya

penguasaan teknologi dan pembangunan di Indonesia. Kualitas tersebut meliputi kemampuan

berfikir siswa yang logis, bersifat kritis, kreatif, inisiatif, dan adaptif terhadap perubahan dan

perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK).

Peningkatan mutu pendidikan tidak lepas dari berbagai upaya perbaikan maupun

pembaharuan kurikulum. Perbaikan dan pembaharuan kurikulum ini dilakukan untuk dapat

mengembangkan potensi pada diri siswa. Dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia

pemerintah telah menetapkan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang dikenal kurikulum

2004, dikembangkan lagi menjadi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pada tahun 2007

dan pemerintah kembali memperbaiki dengan mengubah menjadi Kurikulum 2013. Upaya

pemerintah dalam memperbaiki kurikulum tidak terlepas dari tujuan pendidikan nasional. Dalam

Undang-Undang Republik Indonesia tentang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) No. 20 tahun

2003, pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta

peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan

Page 21: INTERNALISASI NILAI KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN …apppintb.org/wp-content/uploads/2018/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · peningkatan sikap dan karakter siswa dalam pembelajaran

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan

Profesionalisme Pendidik di era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 145

Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat

untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa

kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi

warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Keberhasilan dalam pembelajaran

dipengaruhi oleh faktor-faktor yang terlibat dalam semua kegiatan belajar mengajar. Diantara

faktor-faktor tersebut adalah siswa, guru, dan kebijakan pemerintah dalam membuat kurikulum,

serta dalam proses belajar seperti metode pembelajaran, sarana dan prasarana (media

pembelajaran), model pembelajaran, strategi pembelajaran, dan pendekatan belajar yang digunakan.

Rendahnya mutu pembelajaran dapat diartikan kurang efektifnya proses pembelajaran.

Penyebabnya dapat berasal dari penggunaan strategi yang tidak sesuai dengan pokok bahasan yang

akan disampaikan, sehingga menyebabkan pembelajaran menjadi kurang efektif yang akhirnya

menyebabkan kemampan pemecahan masalah siswa menjadi rendah.

Berdasarkan observasi, kemampuan siswa dalam pemecahan masalah matematika di SMP

Amir Islam Panyula masih jauh dari apa yang diharapkan. Masih banyak siswa yang kesulitan

menyelesaikan soal-soal pemecahan masalah. Berdasarkan wawancara yang dilakukan penulis

dengan guru, penulis memperoleh informasi bahwa kelas yang terdiri dari 22 siswa yang diberikan

soal pemecahan masalah, hanya 5 siswa (23%) yang berhasil mencapai nilai Kriteria Ketuntasan

Minimal (KKM) dan 17 siswa (77%) lainnya tidak berhasil mencapai nilai KKM yaitu 71.

Hal ini terjadi karena penggunaan strategi pembelajaran yang kurang tepat khususnya

dalam materi pemecahan masalah. Selama ini siswa terbiasa diajarkan dengan metode ceramah

yang berpusat pada guru, siswa hanya diam dan pasif, sehingga pembelajaran matematika terasa

tidak menarik. Maka perlu dikembangkan strategi pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif.

Dalam hal ini guru harus mampu memilih strategi pembelajaran yang sesuai dan dapat

memaksimalkan proses dan hasil belajar siswa. Salah satu strategi yang dapat digunakan adalah

strategi Means-Ends Analysis.

Strategi Means-Ends Analysis merupakan suatu strategi untuk menganalisis permasalahan

melalui berbagai cara untuk mencapai tujuan akhir yang diinginkan (Huda, 2013:294), dengan

melalui pendekatan heuristik yaitu berupa rangkaian pertanyaan yang merupakan petunjuk untuk

membantu siswa dalam memecahkan masalah yang dihadapi. Guru hanya berperan sebagai

fasilitator yang memberi kemudahan bagi siswa. Proses pembelajaran dengan strategi Means-Ends

Analysis memotivasi siswa untuk aktif dalam kegiatan pemecahan masalah. Dalam strategi

pembelajaran Means-Ends Analysis ini, siswa tidak hanya dinilai pada hasil pengerjaannya, namun

juga dinilai pada proses pengerjaan. Sehingga siswa yang dominan berperan dalam proses

pembelajaran dan dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Oleh sebab itu penulis tertarik dengan

mengambil penelitian dengan judul Pengaruh Strategi Means-Ends Analysis Terhadap Kemampuan

Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas VIII SMP Amir Islam Panyula Kabupaten Bone.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka rumusan masalah penelitian ini

yaitu:

1. Apakah ada pengaruh strategi Means-Ends Analysis terhadap kemampuan pemecahan masalah

matematika siswa kelas VIII SMP Amir Islam Panyula Kabupaten Bone?

2. Bagaimana keaktifan siswa selama proses pembelajaran yang menggunakan strategi Means-

Ends Analysis?

3. Bagaimana keterlaksanaan proses pembelajaran yang menggunakan strategi Means-Ends

Analysis.

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini adalah

1. Untuk mengetahui apakah ada pengaruh strategi Means-Ends Analysis terhadap kemampuan

pemecahan masalah matematika siswa kelas VIII SMP Amir Islam Panyula Kabupaten Bone.

2. Untuk mengetahui bagaimana keaktifan siswa selama proses pembelajaran yang menggunakan

strategi Means-Ends Analysis?

3. Bagaimana keterlaksanaan proses pembelajaran yang menggunakan strategi Means-Ends

Analysis.

Page 22: INTERNALISASI NILAI KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN …apppintb.org/wp-content/uploads/2018/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · peningkatan sikap dan karakter siswa dalam pembelajaran

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan

Profesionalisme Pendidik di era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 146

Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat

Dalam proses pembelajaran, strategi pembelajaran (Hamzah dan Muhlisrarini, 2014: 141)

merupakan salah satu hal penting dalam mendukung tercapainya tujuan pembelajaran. Strategi

pembelajaran dapat diartikan sebagai suatu perencanaan yang berisi rangkaian kegiatan dan

tindakan pembelajaran yang digunakan guru sesuai dengan karakteristik siswa, kondisi sekolah,

lingkungan sekitar, serta metode untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.

Strategi pembelajaran adalah rangkaian kegiatan dalam proses pembelajaran yang terkait dengan

pengelolaan siswa, pengelolaan guru, pengelolaan kegiatan pembelajaran, pengelolaan lingkungan

belajar, pengelolaan sumber belajar dan penilaian (asesmen) agar pembelajaran lebih efektif dan

efisien sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ditetapkan (Suyono dan Hariyanto, 2014: 20).

Terdapat bermacam-macam strategi pembelajaran, diantaranya adalah strategi Means Ends

Analysis.

Secara etimologis, Means-Ends Analysis terdiri dari tiga unsur kata yaitu Means, Ends, dan

Analysis. Means yang berarti cara, Ends yang berarti tujuan, serta Analysis yang berarti menyelidiki

dengan sistematis (Huda, 2013: 294). Secara keseluruhan, strategi Means-Ends Analysis bisa

diartikan sebagai suatu strategi untuk menganalisis permasalahan melalui berbagai cara untuk

mencapai tujuan akhir yang diinginkan. Means-Ends Analysis merupakan strategi penyelesaian

masalah yang mendorong identifikasi tujuan yang akan dicapai, situasi saat ini, dan apa yang perlu

dilakukan untuk mengurangi perbedaan antara kedua kondisi tersebut (Slavin, 2011: 30). Strategi

Means Ends Analysis, memfokuskan untuk membagi-bagi permasalahan menjadi bagian-bagian

tertentu dari permasalahan tersebut untuk mencapai tujuan (goal state) yang diinginkan.

a. Langkah-langkah Pembelajaran Strategi Means-Ends Analysis

Langkah-langkah proses pembelajaran dengan strategi Means-Ends Analysis:

1) Guru menjelaskan tujuan pembelajaran yang akan dipelajari dan memotivasi siswa agar

terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah yang dipilih;

2) Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang

berhubungan dengan masalah tersebut (menetapkan topik, tugas, dll);

3) Siswa dikelompokan menjadi 4 atau 5 kelompok (kelompok yang dibentuk harus

heterogen), dan memberi tugas/soal pemecahan masalah kepada setiap kelompok;

4) Siswa dibimbing untuk mengidentifikasi masalah, menyederhanakan masalah, hipotesis,

mengumpulkan data, membuktikan hipotesis, menarik kesimpulan;

5) Siswa dibantu untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan

proses-proses yang mereka gunakan;

6) Siswa dibimbing untuk menyimpulkan materi yang telah dipelajari.

Pembelajaran dengan strategi Means-Ends Analysis menuntut siswa untuk berpartisipasi

aktif dalam kegiatan belajar mengajar. Sehingga siswa yang dominan berperan dalam proses

pembelajaran, sedangkan guru hanya berperan sebagai fasilitator dan motivator. Materi

pembelajaran tidak disajikan dalam bentuk jadi, tetapi harus merupakan temuan dari siswa sehingga

pembelajaran akan semakin bermakna.

Ruseffendi (2006: 241) mengatakan bahwa pemecahan masalah adalah pendekatan yang

bersifat umum, yang lebih mengutamakan kepada proses daripada hasilnya (out put). Jadi, aspek

proses merupakan aspek yang utama dalam pembelajaran pemecahan masalah, bukannya aspek

produk. Indikator yang menunjukkan pemecahan masalah menurut Shadiq (2009: 14-15), antara

lain adalah: (1) menunjukkan pemahaman masalah, (2) mengorganisasi data dan memilih informasi

yang relevan dalam pemecahan masalah, (3) menyajikan masalah secara matematika dalam

berbagai bentuk, (4) memilih pendekatan dan metode pemecahan masalah secara tepat, (5)

mengembangkan strategi pemecahan masalah, (6) membuat dan menafsirkan model matematika

dari suatu masalah, serta (7) menyelesaikan masalah yang tidak rutin. Jadi berdasarkan kajian

tersebut, maka yang dimaksud dengan kemampuan pemecahan masalah matematika adalah

kesanggupan seseorang untuk mencari jalan keluar dari masalah yang dihadapi, baik masalah dalam

kehidupan sehari-hari maupun masalah yang tidak rutin dengan mengaplikasikan pengetahuan yang

diperoleh sebelumnya pada situasi yang baru untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Page 23: INTERNALISASI NILAI KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN …apppintb.org/wp-content/uploads/2018/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · peningkatan sikap dan karakter siswa dalam pembelajaran

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan

Profesionalisme Pendidik di era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 147

Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat

Kemampuan pemecahan masalah matematika tersebut ditunjukkan dengan menyelesaikan

soal/masalah matematika berdasarkan indikator pemecahan masalah, yaitu mengidentifikasi

masalah, merencanakan penyelesaian masalah, menyelesaikan masalah, serta menafsirkan

solusinya. Secara garis besar, langkah-langkah pendekatan pemecahan masalah mengacu kepada

empat tahap pemecahan masalah yang diusulkan oleh George Polya (Suherman, 2003: 91) yaitu:

1. Memahami Masalah

Pada tahap ini, kegiatan pemecahan masalah diarahkan untuk membantu siswa menetapkan apa

yang diketahui pada permasalahan dan apa yang ditanyakan.

2. Membuat Rencana untuk Menyelesaikan Masalah

Guru hendaknya mengarahkan siswa untuk mengidentifikasi strategi pemecahan masalah yang

sesuai.

3. Melaksanakan Penyelesaian Soal

Kemampuan siswa memahami substansi materi dan keterampilan melakukan perhitungan

matematika sangat diperlukan dalam melaksanakan tahap ini.

4. Memeriksa Ulang Jawaban yang Diperoleh

Tahap ini penting dilakukan untuk mengecek apakah hasil yang diperoleh telah sesuai dengan

ketentuan.

Kualitas belajar mengajar di kelas menentukan prestasi belajar siswa. Kualitas belajar

mengajar berkaitan erat dengan kompetensi guru dalam mengelola program pembelajaran, kelas,

dan interaksi belajar mengajar dengan baik. Kurangnya kompetensi guru dalam mengelola kelas

khususnya dalam penggunaan strategi pembelajaran dapat menyebabkan kurangnya aktivitas belajar

siswa. Strategi pembelajaran yang digunakan masih bersifat searah sehingga aktivitas siswa seperti

bertanya dan mengemukakan pendapat sangat kurang. Hal ini juga berpengaruh pada kemampuan

pemecahan masalah siswa karena ide/gagasan dan informasi yang diperoleh terbatas, hanya berasal

dari guru (teacher centered). Guru sebagai penanggung jawab utama tercapainya tujuan pendidikan

di bidang pembelajaran dituntut mampu menemukan dan menerapkan strategi pembelajaran yang

mampu memotivasi siswa secara optimal. Untuk mencapai tujuan pembelajaran matematika secara

efektif maka diperlukan penerapan strategi pembelajaran yang tepat. Salah satu strategi

pembelajaran yang dimaksud adalah strategi pembelajaran Means-Ends Analysis.

Strategi pembelajaran Means-Ends Analysis berbeda dengan strategi pembelajaran yang

lain. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari proses pembelajaran yang menekankan kepada siswa

untuk berpartisipasi aktif dalam kegiatan belajar mengajar. Tujuan yang ingin dicapai tidak hanya

kemampuan akademik dalam pengertian penguasaan bahan pelajaran, tetapi juga siswa dituntut agar

lebih dominan berperan dalam proses pembelajaran, sedangkan guru hanya berperan sebagai

fasilitator dan motivator. Materi pembelajaran tidak disajikan dalam bentuk jadi, tetapi harus

merupakan temuan dari siswa sehingga pembelajaran akan semakin bermakna. Melalui Means-Ends

Analysis dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk memecahkan/menyelesaikan soal-soal

pemecahan masalah matematik, berpartisipasi lebih aktif dalam pembelajaran dan sering

mengekspresikan idenya, memiliki kesempatan lebih benyak dalam memanfaatkan pengetahuan dan

keterampilan matematik, serta siswa dengan kemampuan matematika rendah dapat merespon

permasalahan dengan cara mereka sendiri.

Berdasarkan dari tinjauan pustaka diatas dan kerangka pikir, maka dapat dirumuskan sebuah

hipotesis dari permasalahan yang diajukan. Adapun hipotesisnya dijabarkan sebagai berikut :

H0 : Tidak ada pengaruh strategi Means-Ends Analysis terhadap kemampuan pemecahan

masalah matematika siswa kelas VIII SMP Amir Islam Panyula Kabupaten Bone.

H1 : Ada pengaruh strategi Means-Ends Analysis terhadap kemampuan pemecahan masalah

matematika siswa kelas VIII SMP Amir Islam Panyula Kabupaten Bone.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu (Quasi Experimental Design), dimana

didalam penelitian eksperimen variabel-variabel yang ada termasuk variable bebas (independent

variable) dan variabel terikat (dependent variable), sudah ditentukan secara tegas oleh peneliti sejak

Page 24: INTERNALISASI NILAI KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN …apppintb.org/wp-content/uploads/2018/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · peningkatan sikap dan karakter siswa dalam pembelajaran

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan

Profesionalisme Pendidik di era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 148

Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat

awal penelitian (Sukardi, 2003: 178). Variabel bebas merupakan variabel yang dimanipulasi secara

sistematis. Di dalam penelitian ini strategi Means-Ends Analysis merupakan variabel bebas yang

akan digunakan sebagai perlakuan di kelas eksperimen.

Penelitian dengan judul “Pengaruh Strategi Means-Ends Analysis Terhadap Kemampuan

Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas VIII SMP Amir Islam Panyula Kabupaten Bone”

dilakukan di SMP Amir Islam Panyula yang beralamat di Jl. Sungai Musi, Sulawasi Selatan.

Penelitian dilakukan pada tahun ajaran 2016/2017. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh kelas

VIII di sekolah SMP Amir Islam Panyula, Kabupaten Bone. Kelas VIII terdiri dari 3 kelas yaitu

kelas VIIIA: 22 orang, kelas VIIIB: 20 orang, dan kelas VIIIC: 22 orang. Secara rinci digambarkan

pada tabel berikut:

Tabel 1. Populasi Penelitian

No Kelas Jumlah siswa

1 VIIIA 22

2 VIIIB 20

3 VIIIC 22

64

Sumber: SMP Amir Islam Panyula, Kabupaten Bone

Adapun yang menjadi sampel dalam penelitian ini yaitu kelas VIIIA (Kelas eksperimen) dan

VIIIC (kelas kontrol). Kelas ini dijadikan sampel yang dipilih secara random sampling atau teknik

acak dengan pertimbangan semua kelas dalam populasi mempunyai probabilitas atau kesempatan

yang sama untuk dipilih menjadi sampel karena pembagian kelas tidak didasarkan pada ranking,

siswa mendapatkan materi berdasarkan kurikulum sama, siswa duduk di kelas yang sama, buku

sumber yang digunakan sama, serta umur yang relatif sama.

Tabel 2. Sampel Penelitian

No Kelas Jumlah Siswa

1 VIIIA 22

2 VIIIC 22

44

Sumber: SMP Amir Islam Panyula, Kabupaten Bone

Desain penelitian yang digunakan yaitu secara acak dengan tes akhir dan kelompok kontol

(The randomized post-test only control group design), yang artinya menggunakan pengukuran post-

test pada masing-masing kelompok baik kelompok eksperimen maupun pada kelompok kontrol.

Tabel 3. Desain penelitian

Group Variabel terikat Postest

(R) Eksperimen X O1

(R) Kontrol - O2

Ket:

O1 : Hasil post-test kelas eksperimn

X : Pemberian perlakuan (treatment) pada kelas percobaaan.

O2 : Hasil post-test kelas kontrol

Pada desain ini peneliti melakukan pengukuran setelah pemberian perlakuan pada suatu

objek yang diteliti, kemudian peneliti mengukur perbedaan hasil keduanya.

Instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan untuk memperoleh, mengolah, dan

menginterpretasikan informasi yang diperoleh dari para responden yang dilakukan dengan

menggunakan pola ukur yang sama (Siregar, 2014: 75). Instrumen penelitian akan digunakan untuk

melakukan pengukuran dengan tujuan menghasilkan data kuantitatif yang akurat, maka instrumen

harus mempunyai skala. Skala yang digunakan pada penelitian ini adalah skala Guttman. Pada skala

tersebut, jawaban dapat dibuat skor tertinggi satu dan terendah nol. Skala pengukuran tipe ini, akan

didapat jawaban yang tegas. (Sugiono, 2014: 139).

Ada beberapa jenis instrumen yang biasa digunakan dalam penelitian, yaitu:

Page 25: INTERNALISASI NILAI KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN …apppintb.org/wp-content/uploads/2018/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · peningkatan sikap dan karakter siswa dalam pembelajaran

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan

Profesionalisme Pendidik di era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 149

Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat

1. Tes

Menurut Sanjaya (2010: 235) tes merupakan alat ukur yang sering digunakan untuk

mengukur keberhasilan siswa mencapai kompetensi. Tes adalah sederetan pertanyaan atau

latihan/alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengukuran, intelegensi,

kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu maupun kelompok (Arikunto, 2010: 193).

Dalam menggunakan metode tes, peneliti menggunakan instrumen tes berupa soal uraian, yaitu tes

yang berbentuk pertanyaan atau perintah yang menuntut untuk memberikan penjelasan atau

penafsiran yang umumnya cukup panjang, jumlah butir soalnya berkisar antara lima sampai sepuluh

butir. Adapun soal uraian yang digunakan yaitu tes kemampuan pemecahan masalah.

2. Lembar Aktivitas Siswa

Aktivitas siswa merupakan kegiatan atau perilaku yang terjadi selama proses belajar

mengajar baik itu kegiatan fisik hingga kegiatan psikis. Lembar aktivitas siswa digunakan untuk

mengukur aktivitas siswa, karena aktivitas dalam mengikuti proses belajar mengajar sangat

menentukan kemampuan siswa dalam pemecahan masalah.

3. Lembar Observasi Keterlaksanaan Pembelajaran

Lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran merupakan alat bantu yang digunakan

peneliti pada saat proses pembelajaran, yang memuat aspek-aspek pengukuran dari keterlaksanaan

strategi pembelajaran.

Teknik pengumpulan data dalam rencana penelitian ini adalah melalui tes kemampuan

pemecahan masalah dan lembar aktifitas siswa.

1. Tes Kemampuan Pemecahan Masalah

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes kemampuan

pemecahan masalah matematik dalam bentuk uraian yakni post-test yang diberikan kepada masing-

masing kelompok, baik kelas eksperimen maupun kelas kontrol. Tes tersebut dilaksanakan untuk

mengetahui kemampuan peserta didik dalam menyelesaikan permasalahan matematik dengan

langkah-langkah pemecahan menurut Polya (dalam Abdurahman, 2012: 1), serta penguasaan

peserta didik terhadap materi yang telah diberikan. Berdasarkan Pedoman penskoran tes

kemampuan pemecahan masalah yang akan digunakan seperti pada Tabel berikut:

Tabel 4. Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik

Skor Memahami Masalah Merencanakan

Penyelesaian

Melakukan

Perhitungan

Memeriksa

Kembali Hasil

0 Salah

menginterpretasikan/tid

ak memahami

soal/tidak ada jawaban

Tidak ada

rencana strategi

penyelesaian

Tidak ada

penyelesaian

yang sama

Tidak ada

pengecekan

jawaban/hasil

1 Interpretasi soal kurang

tepat/salah

menginterpretasikan

sebagian soal

Merencanakan

strategi

penyelesaian

yang tidak

relevan

Melaksanakan

prosedur yang

benar dan

mungkin

menghasilkan

jawaban benar

tetapi salah

perhitungan/

penyelesaian

tidak lengkap

ada pengecekan

jawaban/hasil tetapi

tidak tuntas

2 memahami soal dengan

baik

Membuat

strategi

penyelesaian

yang kurang

relevan sehingga

tidak dapat

Melakukan

prosedur/prose

s yang benar

dan mendapat

hasil yang

benar

Pengecekan

dilaksanakan untuk

melihat kebenaran

proses

Page 26: INTERNALISASI NILAI KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN …apppintb.org/wp-content/uploads/2018/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · peningkatan sikap dan karakter siswa dalam pembelajaran

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan

Profesionalisme Pendidik di era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 150

Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat

dilaksanakan/sal

ah

3 Membuat

rencana strategi

penyelesaian

yang benar,

tetapi tidak

lengkap

4 Memahami

rencana strategi

penyelesaian

yang benar, dan

mengarah pada

jawaban yang

benar

Skor Maksimal

2

Skor Maksimal

4

Skor Maksimal

2

Skor Maksimal

2

Penilaian aktivitas siswa dilakukan dengan cara mengisi lembaran yang berisi seperangkat

pernyataan. Berdasarkan dari data yang didapatkan akan dilakukan pembandingan bagaimana

pengaruh antara siswa yang aktif dan tidak aktif. Lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran

merupakan lembar pengamatan yang diisi untuk mengetahui terlaksananya suatu strategi

pembelajaran, yang di dalamnya memuat aspek-aspek pengukuran yang sesuai dengan indikator

yang telah ditentukan.

Data yang diperoleh dari penelitian akan dianalisis dengan menggunakan teknik analisis

deskriptif dan statistik inferensial.

1. Analisis Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara

mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagimana adanya tanpa

bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi Sugiyono (2016: 207-

208).

a. Analisis Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika

Data hasil post-test siswa digambarkan mengenai nilai rata-rata, nilai maksimum, nilai

minimum, standar deviasi, dan variansi. Selanjutnya, untuk mengukur hasil post-test siswa,

digunakan pengkategorian dengan skala lima yang ditetapkan oleh Nurkancana dan Badalo

(2012: 16) yaitu:

90% - 100% berada pada tingkat penguasaan “sangat tinggi”

80% - 89% berada pada tingkat penguasaan “tinggi”

65% - 79% berada pada tingkat penguasaan “sedang”

55% - 64% berada pada tingkat penguasaan “rendah”

0% - 54% berada pada tingkat penguasaan “sangat rendah”

Berdasarkan tingkat pengkategorian di atas, jika dikonversiakan ke dalam skor hasil

post-test dengan skor ideal 100 diperoleh:

Tabel 5. Interval Skor Post-test

Persentase Penguasaan Skor Kategori

90 – 100 Sangat Tinggi

80 -89 Tinggi

65 – 79 Sedang

55 – 64 Rendah

0 – 54 Sangat

Rendah

Nurkancana dalam Asrika (2016: 37)

Page 27: INTERNALISASI NILAI KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN …apppintb.org/wp-content/uploads/2018/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · peningkatan sikap dan karakter siswa dalam pembelajaran

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan

Profesionalisme Pendidik di era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 151

Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat

Ketuntasan belajar dapat diartikan sebagai pendekatan dalam pembelajaran yang

mempersyaratkan siswa dalam menguasai secara tuntas seluruh standar kompetensi,

kompetensi dasar dan indikator yang telah ditetapkan. Kriteria seorang siswa dikatakan tuntas

belajar apabila memiliki nilai paling sedikit 71 sesuai dengan KKM yang ditetapkan oleh pihak

sekolah, sedangkan ketuntasan klasikal tercapai apabila ≥ 85% siswa di kelas tersebut

mencapai nilai 71.

Persentase ketuntasan belajar =

Tabel 6. Kategori Standar Ketuntasan Belajar

Skor Kategori Ketuntasan Belajar

0 ≤ x < 71 Tidak Tuntas

71 ≤ x ≤ 100 Tuntas

b. Analisis Aktivitas Siswa

Interpretasi aktivitas belajar dilakukan sebagaimana yang dikemukakan Arikunto

(2008: 251) sebagai berikut:

Tabel 7. Interpretasi Aktivitas Siswa

Persentase Aktivitas Belajar Kategori

0 ≤ nilai < 20 Kurang Sekali

20 ≤ nilai < 40 Kurang

40 ≤ nilai < 80 Cukup

60 ≤ nilai < 80 Baik

80 ≤ nilai ≤ 100 Baik Sekali

Arikunto (2008: 251)

c. Analisis Keterlaksanaan Pembelajaan

Teknik analisis data terhadap keterlaksanaan pembelajaran digunakan analisis rata-

rata. Artinya tingkat kemampuan guru dihitung dengan cara menjumlah nilai tiap aspek

kemudian membaginya dengan banyak aspek yang dinilai. Adapun pengkategorian

keterlaksanaan dalam mengelola pembelajaran digunakan kategori pada tabel berikut:

Tabel 8. Skor dan Kategori Keterlaksanaan Pembelajaran

No Skor Rata-rata Kategori

1 1,0 – 1,4 Tidak Terlaksana

2 1,5 – 2,4 Kurang Terlaksana

3 2,5 – 3,4 Cukup Terlaksana

4 3,5 – 4,4 Terlaksana dengan Baik

5 4,5 – 5,0 Terlaksana dengan sangat Baik

Hasmiati dalam Asrika (2016: 39)

2. Analisis Statistik Inferensial

a. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah sampel yang diteliti berasal dari

populasi berdistribusi normal atau tidak.

Untuk uji normalitas, digunakan uji kolmogorof-Smirnov dengan taraf signifikansi 5%

(0,05). Hipotesis yang diuji adalah:

H0: Data berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal

H1: Data berasal dari populasi yang berdistribusi normal

Kriteria pengambilan keputusan adalah jika nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05,

maka H0 ditolak artinya bahwa data berasal dari populasi yang berdistribusi normal.

Rumus:

S √ ( )

Page 28: INTERNALISASI NILAI KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN …apppintb.org/wp-content/uploads/2018/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · peningkatan sikap dan karakter siswa dalam pembelajaran

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan

Profesionalisme Pendidik di era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 152

Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat

Dengan: Taraf signifikansi 5% (0,05)

Kaidah keputusan :

H0 ditolak jika amaks> atabel

H1 diterima jika amaks≤ atabel (Siregar, 2014: 155)

b. Uji Homogenitas

Jika sampel berdistribusi normal, maka dilanjutkan dengan uji homogenitas varians.

Pengujian variansi atau uji homogenitas adalah keseragaman data yang wajib terpenuhi

sebelum data diolah. Uji homogenitas bertujuan untuk mengetahui apakah objek yang diteliti

mempunyai varian yang sama. Dapat diuji dengan rumus

F =

F =

(Siregar, 2014: 167)

Hipotesis yang diuji adalah:

H0: apabila F hitung < F tabel maka kedua sampel mempunyai variansi yang sama atau

homogen.

H1: apabila F hitung > F tabel maka kedua sampel tidak mempunyai variansi yang sama atau

tidak homogen.

c. Uji-t/Uji Hipotesis

Uji kesamaan dua rata-rata dilakukan untuk menetahui kelas yang berdistribusi normal

dan homogen sebelum dikenai treatmen apakah bertitik awal sama atau tidak. Dapat diuji

dengan rumus uji beda rata-rata tidak berpasangan atau Independent sample t-test.

Uji-t untuk varian yang berbeda (unequal variance) menggunakan rumus Separated

Varians:

(Siregar, 2014: 114)

Keterangan:

t = t skor

= Mean kelas eksperimen

= Mean kelas kontrol

S12 = Varians kelas eksperimen

S22 = Varians kelas kontrol

n1 = Jumlah sampel kelas eksperimen

n2 = Jumlah sampel kelas kontrol

Hipotesis nol diterima jika t hitung < t tabel dan hipotesis nol ditolak jika t hitung > t tabel.

Sebaliknya H1 diterima apabila t hitung > t tabel dan H1 ditolak jika t hitung < t tabel, masing-

masing pada taraf signifikan α = 0,05 %.

H0 : Tidak ada pengaruh strategi Means-Ends Analysis terhadap kemampuan pemecahan

masalah matematika siswa kelas VIII SMP Amir Islam Panyula Kabupaten Bone.

H1 : Ada pengaruh strategi Means-Ends Analysis terhadap kemampuan pemecahan masalah

matematika siswa kelas VIII SMP Amir Islam Panyula Kabupaten Bone.

Page 29: INTERNALISASI NILAI KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN …apppintb.org/wp-content/uploads/2018/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · peningkatan sikap dan karakter siswa dalam pembelajaran

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan

Profesionalisme Pendidik di era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 153

Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat

Apabila t hitung < t tabel, berarti dapat dikatakan bahwa tidak ada pengaruh strategi Means-

Ends Analysis terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas VIII SMP Amir

Islam Panyula Kabupaten Bone, sedangkan apabila t hitung > t tebel, berarti dapat dikatakan bahwa

Ada pengaruh strategi Means-Ends Analysis terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika

siswa kelas VIII SMP Amir Islam Panyula Kabupaten Bone. Dalam penelitian ini data yang

diperoleh akan diolah dengan menggunakan aplikasi SPSS versi 23.

HASIL PENELITIAN

Pada penelitian ini, peneliti melakukan 3 kali pertemuan pada kelas eksperimen dan 3 kali

pertemuan pada kelas kontrol yang kemudian kedua kelas tersebut diberikan post-test (tes akhir)

berupa tes kemampuan pemecahan masalah matematika, setelah proses pembelajaran selesai.

Berikut ini akan disajikan data hasil tes kemampuan pemecahan masalah matematika siswa.

1) Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Kelas Eksperimen

Dalam penelitian ini, data hasil tes akhir kemampuan pemecahan masalah matematika siswa

pada kelas eksperimen yang menggunakan strategi pembelajaran Means-Ends Analysis dihitung

menggunakan SPSS 23. Lebih lanjut mengenai data hasil tes akhir kemampuan pemecahan masalah

matematika siswa pada kelas eksperimen dapat dilihat pada tabel statistik deskriptif sebagai berikut:

Tabel 9. Statistik Deskriptif Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Kelas Eksperimen

Kelas Eksperimen

Jumlah Sampel 22

Mean 80,09

Standar Deviasi 10,000

Varians 99,991

Minimum 56

Maximum 96

Jumlah Nilai 1762

Dari data pada tabel tersebut dapat dilihat bahwa dari 22 siswa diperoleh rata-rata nilai post-test

pada kelas eksperimen adalah 80,09, Standar Deviasi 10,000, Variansi 99,991, nilai terendah 56,

nilai tertinggi 96, dan jumlah nilai post-test adalah 1762. Apabila nilai kemampuan pemecahan

masalah matematika siswa dikelompokkan dalam 5 kategori, maka akan diperoleh distribusi dan

persentase seperti pada tabel 10 berikut:

Tabel 10. Distribusi Frekuensi, Persentase dan Pengkategorian Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematika Kelas Eksperimen

Interval Nilai Kelas Kontrol

Kategori Frekuensi Persentase %

90 - 100 3 13,6 Sangat Tinggi

80 -89 11 50 Tinggi

65 - 79 6 27,3 Sedang

55 – 64 2 9,1 Rendah

0 - 54 0 0 Sangat Rendah

Jumlah 22 100

Dari tabel diatas menjelaskan bahwa terdapat 3 siswa berada pada kategori “sangat tinggi”

dengan persentase 13,6%, 11 siswa berada pada kategori “tinggi” dengan persentase 50%, 6 siswa

berada pada kategori “sedang“ dengan persentase 27,3%, 2 siswa berada pada kategori “rendah”

dengan persentase 9,1%, dan tidak ada siswa yang berada pada kategori “sangat rendah”.

Selanjutnya jika kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dianalisis dengan ketuntasan

belajar, maka gambaran ketuntasan kelas eksperimen dapat dilihat pada tabel 11 berikut:

Tabel 11. Kategori Ketuntasan Post-test Siswa Kelas Eksperimen

Skor Kategori Ketuntasan Belajar Frekuensi Persentase (%)

0 ≤ x < 71 Tidak Tuntas 4 18,2

71 ≤ x ≤ 100 Tuntas 18 81,8

Jumlah 22 100

Page 30: INTERNALISASI NILAI KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN …apppintb.org/wp-content/uploads/2018/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · peningkatan sikap dan karakter siswa dalam pembelajaran

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan

Profesionalisme Pendidik di era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 154

Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat

Sumber: SMP Amir Islam Panyula

Berdasarkan tabel 11 menunjukkan bahwa 18,2% siswa tidak tuntas dan 81,8% siswa yang

tuntas.

2) Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Kelas Kontrol

Data hasil tes akhir kemampuan pemecahan masalah matematika siswa pada kelas kontrol

dapat dilihat pada tabel statistik deskriptif sebagai berikut:

Tabel 12. Statistik Deskriptif Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Kelas Kontrol

Kelas Kontrol

Jumlah Sampel 22

Mean 73,82

Standar Deviasi 10,308

Varians 106,251

Minimum 46

Maximum 92

Jumlah Nilai 1624

Dari data pada tabel tersebut dapat dilihat bahwa dari 22 siswa diperoleh rata-rata nilai post-

test pada kelas kontrol adalah 73,82, Standar Deviasi 10,308, Variansi 106,251, nilai terendah 46,

nilai tertinggi 92, dan jumlah nilai post-test adalah 1624.

Apabila nilai kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dikelompokkan dalam 5

kategori, maka akan diperoleh distribusi dan persentase seperti pada tabel 4.5 berikut:

Tabel 13. Distribusi Frekuensi, Persentase dan Pengkategorian Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematika Kelas Kontrol

Interval Nilai Kelas Kontrol

Kategori Frekuensi Persentase %

90 – 100 1 4,5% Sangat Tinggi

80 -89 7 31,8% Tinggi

65 - 79 10 45,5% Sedang

55 – 64 3 13,6% Rendah

0 - 54 1 4,5% Sangat Rendah

Jumlah 22 100%

Dari tabel diatas menjelaskan bahwa terdapat 1 siswa berada pada kategori “sangat tinggi”

dengan persentase 4,5%, 7 siswa berada pada kategori “tinggi” dengan persentase 31,8%, 10 siswa

berada pada kategori “sedang“ dengan persentase 45,5%, 3 siswa berada pada kategori “rendah”

dengan persentase 13,6%, dan 1 siswa berada pada kategori “sangat rendah” dengan persentase

4,5%. Selanjutnya jika kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dianalisis dengan

ketuntasan belajar, maka gambaran ketuntasan kelas kontrol dapat dilihat pada tabel 14 berikut

Tabel 14. Kategori Ketuntasan Post-test Siswa Kelas Kontrol

Skor Kategori Ketuntasan Belajar Frekuensi Persentase (%)

0 ≤ x < 71 Tidak Tuntas 7 31,8

71 ≤ x ≤ 100 Tuntas 15 68,2

Jumlah 22 100

Sumber: SMP Amir Islam Panyula

Berdasarkan tabel 14 menunjukkan bahwa 31,8% siswa tidak tuntas dan 68,2% siswa yang

tuntas.

0

10

20

30

Pertemuan 1

Pertemuan 2

Page 31: INTERNALISASI NILAI KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN …apppintb.org/wp-content/uploads/2018/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · peningkatan sikap dan karakter siswa dalam pembelajaran

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan

Profesionalisme Pendidik di era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 155

Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat

0

1

2

3

4

5

Aktivitas8

Pertemuan 1

Pertemuan 2

Gambar 1. Diagram Perbandingan Persentase Aktivitas Siswa yang Sesuai dengan Pembelajaran

Berdasarkan diagram 1 perbandingan aktivitas siswa yang sesuai dengan pembelajaran di

atas maka nilai rata-rata persentase keaktifan siswa dengan menggunakan strategi Means-Ends

Analysis terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika siswa sebesar 64,93%. Dengan

demikian menurut kriteria aktivitas siswa pada BAB III dapat dikategorikan “baik”. Selanjutnya

persentase aktivitas siswa yang tidak sesuai dengan pembelajaran (aktivitas 8) pada pertemuan 1

dan 2 dapat dilihat pada diagram berikut:

Gambar 2. Diagram Perbandingan Persentase Aktivitas Siswa yang Tidak Sesuai dengan

Pembelajaran

Berdasarkan hasil analisis observasi aktivitas siswa yang tidak sesuai dengan pembelajaran

pada pertemuan 1 dan 2, diperoleh persentase nilai rata-rata adalah 16%. Untuk selengkapnya

aktivitas siswa dalam pembelajaran dapat dilihat pada lampiran C1.

Data hasil keterlaksanaan pembelajaran matematika diperoleh melalui pengamatan dengan

Lembar Observasi Keterlaksanaan Pembelajaran (LOKP). Aspek yang diamati antara lain: (A)

Presentasi/ Penyampaian Pembelajaran; (B) Metode Pembelajaran/Pelaksanaan Pembelajaran; dan

(C) Karakteristik Pribadi Guru. Analisis deskriptif skor hasil pengamatan keterlaksanaan

pembelajaran matematika siswa kelas VIII A SMP Amir Islam Panyula Kabupaten Bone setelah

diterapkan strategi Means-Ends Analysis dapat dilihat pada tabel 15 berikut:

Tabel 15. Hasil Observasi Keterlaksanaan Pembelajaran

Pertemuan Skor Rata-rata Per Aspek Rata-rata Keseluruhan

Aspek A B C

1 4,5 4,2 4,2 4,3

2 4,8 4,5 4,5 4,6

Rata-rata Keseluruhan Pengamatan 4,5

Hasil keterlaksanaan pembelajaran yang diperoleh berdasarkan pengamatan menunjukkan

bahwa nilai rata-rata keseluruhan aspek pada pertemuan ke 1 yaitu 4,3, bila nilai tersebut

dikelompokkan dalam kategori standar keterlaksanaan pembelajaran pada BAB III, maka dapat

dikatakan bahwa keterlaksanaan pembelajaran pada pertemuan ke 1 terlaksana dengan “baik”. Pada

pertemuan ke 2 dengan nilai 4,6 menunjukkan peningkatan dari pertemuan ke 1, jika

dikelompokkan dalam kategori dapat dikatakan pertemuan ke 2 terlaksana dengan “sangat baik”.

Secara keseluruhan untuk pengamatan keterlaksanaan pembelajaran pada pertemuan 1 dan 2

menghasilkan nilai rata-rata keseluruhan aspek, yakni dengan nilai 4,5 Bila dikelompokkan dalam

kategori standar keterlaksanaan, maka dapat disimpulkan pelaksanaan pembelajaran terlaksana

dengan “sangat baik”. (Lampiran C5)

1. Deskriptif Inferensial

Sebelum melakukan uji hipotesis dengan menggunakan uji-t, diperlukan pengujian prasyarat

yaitu uji normalitas dan uji homogenitas dari kelas eksperimen dan kelas kontrol.

a. Uji Normalitas Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa

Dalam penelitian ini, uji normalitas yang digunakan adalah uji kolmogorof-

Smirnov dengan bantuan SPSS 23. Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah

Page 32: INTERNALISASI NILAI KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN …apppintb.org/wp-content/uploads/2018/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · peningkatan sikap dan karakter siswa dalam pembelajaran

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan

Profesionalisme Pendidik di era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 156

Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat

data berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Data dikatakan berasal

dari populasi yag berdistribusi normal memiliki taraf signifikansi > α, dengan taraf

signifikansi 5% (0,05).

Tabel 16. Hasil Uji Normalitas Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas

Eksperimen dan Kelas Kontrol

Kolmogorov-Smirnova

Statistik df Signifikan

kelas eksperimen 0.167 22 0.115

kelas control 0.112 22 0.200

Pada tabel di atas, dapat dilihat nilai signifikansi untuk data pada kelas eksperimen adalah

0,115 dan nilai signifikansi untuk data pada kelas kontrol adalah 0,200. Kedua nilai tersebut lebih

besar dari nilai signifikansi uji yaitu 0,05. Karena nilai signifikansi pada kelas eksperimen maupun

pada kelas kontrol lebih besar dari nilai signifikansi uji α = 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa

sampel kedua kelas tersebut berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Untuk data

selengkapnya dapat dilihat pada lampiran (D5) hasil uji normalitas.

b. Uji Hipotesis

Setelah persyaratan normalitas telah terpenuhi, maka pengujian dilanjutkan

dengan uji homogenitas varians.

Tabel 17. Tabel Uji Homogenitas Varians

Levene Statistic df1 df2 Signifikan

0,001 1 42 0,976

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat hasil pengujian homogenitas memperoleh nilai

signifikansi sebesar 0,884. Nilai tersebut lebih besar dari nilai signifikansi uji yaitu 0,05, sehingga

dapat disimpulkan bahwa data dari kedua distribusi populasi mempunyai varians yang sama atau

homogen. Untuk data selengkapnya dapat dilihat pada lampiran (D6) hasil uji homogenitas varians.

Dari hasil pengujian normalitas dan homogenitas yang telah dijelaskan sebelumnya, dapat

disimpulkan bahwa data berdistribusi normal dan homogen. Setelah dilakukan uji prasyarat dan

terpenuhi bahwa kelas eksperimen dan kelas kontrol berdistribusi normal dan homogen, selanjutnya

dilakukan pengujian hipotesis. Pengujian hipotesis digunakan untuk mengetahui apakah rata-rata

kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang diajarkan menggunakan strategi Means-

Ends Analysis lebih tinggi dibandingkan rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematika

siswa yang tidak menggunakan strategi Means-Ends Analysis. Pengujian hipotesis yang dilakukan

dalam penelitian ini menggunakan uji-t yang dilakukan dengan bantuan SPSS 23.

Pada penelitian ini, rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematika siswa pada kelas

eksperimen yang diajarkan dengan strategi Means-Ends Analysis lebih tinggi dibandingkan dengan

kelas kontrol atau H0 ditolak dan H1 diterima, jika hasil nilai signifikansi < α, dengan nilai

signifikansi uji α = 0,05 dan jika nilai t hitung > t tabel atau t tabel < t hitung. Setelah dilakukan

perhitungan menggunakan SPSS 23, hasil pengujuian homogenitas dan pengujian hipotesis

menggunakan uji-t mengenai perlakuan yang diberikan terhadap kemampuan pemecahan masalah

matematika dapat dilihat pada tabel 11 berikut ini:

Tabel 11.Tabel Uji Hipotesis dengan Uji-t

t df

Signifikan

(2-tailed)

Kemampuan Pemecahan

Masalah Matematika 2,049 42 0.047

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat hasil pengujian dengan uji-t diperoleh nilai

signifikansi 0,047 dan t hitung 2,049. Nilai signifikan yang diperoleh lebih kecil dari nilai

signifikansi uji yaitu 0,05 yakni 0,047 < 0,05 dan nilai t hitung lebih besar dari t tabel yaitu 1,682

yakni 2,049 > 1,682. Hal ini berarti H0 ditolak dan H1 diterima, sehingga dapat disimpulkan bahwa

Page 33: INTERNALISASI NILAI KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN …apppintb.org/wp-content/uploads/2018/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · peningkatan sikap dan karakter siswa dalam pembelajaran

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan

Profesionalisme Pendidik di era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 157

Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat

ada pengaruh strategi Means-Ends Analysis terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika

siswa. Jika dilihat dari rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematika siswa pada kelas

eksperimen yang diajarkan dengan menerapkan strategi Means-Ends Analysis sebesar 80,09

sedangkan rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematika siswa pada kelas kontrol yakni

sebesar 73,82. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematika

siswa yang diajar menggunakan strategi Means-Ends Analysis lebih tinggi dibandingkan

kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang diajar tanpa menggunakan strategi Means-

Ends Analysis.

PEMBAHASAN

Setelah dilakukan penelitian dan dianalisis ditemukan adanya perbedaan yang signifikan

antara hasil post-test kelas kontrol dan hasil post-test kelas eksperimen dengan faktor pendukung

lembar aktivitas siswa dan lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran. Dapat dilihat bahwa nilai

rata-rata pada kelas eksperimen lebih tinggi daripada kelas kontrol yakni dengan selisih 6,27 (80,09

- 73,82). Kemudian pencapaian persentase ketuntasan belajar pada kelas kontrol, siswa yang tuntas

adalah 15 dari 22 siswa atau sekitar 68,2%. Sedangkan pada kelas eksperimen, siswa yang tuntas

adalah 18 dari 22 siswa atau sekitar 81,8%. Hal ini berarti ada pengaruh strategi Means-Ends

Analysis terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika kelas VIII SMP Amir Islam

Panyula.

Analisis aktivitas siswa yang sesuai dengan pembelajaran dari pertemuan 1 dan 2, diperoleh

nilai rata-rata persentase keaktifan siswa adalah 64,93% dalam kategori “baik”. Sedangkan hasil

analisis aktivitas siswa yang tidak sesuai dengan pembelajaran dari pertemuan 1 dan 2 diperoleh

nilai rata-rata persentase keaktifan siswa adalah 16%

Keterlaksanaan pembelajaran yang diobservasi adalah keterlaksanaan dalam pengelolaan

pembelajaran. Adapun observasi terhadap keterlaksanaan pembelajaran dalam penelitian ini

mengacu pada rencana pelaksanaan pembelajaran.

Observasi dalam proses pembelajaran selama dua kali pertemuan mengacu pada 5 kategori

sebagai berikut: (1) tidak terlaksana, (2) kurang terlaksana, (3) cukup terlaksana, (4) terlaksana

dengan baik, dan (5) terlaksana dengan baik. Berdasarkan hasil analisis keterlaksanaan

pembelajaran pada pertemuan 1 dan 2 menghasilkan nilai rata-rata keseluruhan aspek, yakni dengan

nilai 4,5. Bila dikelompokkan dalam kategori standar keterlaksanaan, maka dapat disimpulkan

pelaksanaan pembelajaran terlaksana dengan “sangat baik”.

Untuk mengetahui apakah ada pengaruh strategi Means-Ends Analysis terhadap kemampuan

pemecahan masalah matematika siswa kelas VIII SMP Amir Islam Panyula Kabupaten Bone

diterima (H1) dan ditolak (H0). Dari hasil perhitungan yang dibantu dengan SPSS 23 diperoleh nilai

signifikansi 0,047 dan t hitung 2,049. Nilai signifikan yang diperoleh lebih kecil dari nilai

signifikansi uji yaitu 0,05 yakni 0,047 < 0,05 dan nilai t hitung lebih besar dari t tabel yaitu 1,682

yakni 2,049 > 1,682. Hal ini berarti H0 ditolak dan H1 diterima

H0: Tidak ada pengaruh strategi Means-Ends Analysis terhadap kemampuan pemecahan

masalah matematika siswa kelas VIII SMP Amir Islam Panyula Kabupaten Bone, ditolak.

H1: Ada pengaruh strategi Means-Ends Analysis terhadap kemampuan pemecahan masalah

matematika siswa kelas VIII SMP Amir Islam Panyula Kabupaten Bone, diterima.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian, analisis data dan pembahasan yang telah dipaparkan dan

dijelaskan pada bab sebelumnya, maka dapat peneliti dapat menarik beberapa kesimpulan yaitu :

1. Ada pengaruh strategi Means-Ends Analysis terhadap kemampuan pemecahan masalah

matematika siswa. Jika dilihat dari rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematika siswa

pada kelas eksperimen yang diajarkan dengan menerapkan strategi Means-Ends Analysis

sebesar 80,09 sedangkan rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematika siswa pada

kelas kontrol yakni sebesar 73,82. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa kemampuan

pemecahan masalah matematika siswa yang diajar menggunakan strategi Means-Ends Analysis

Page 34: INTERNALISASI NILAI KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN …apppintb.org/wp-content/uploads/2018/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · peningkatan sikap dan karakter siswa dalam pembelajaran

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan

Profesionalisme Pendidik di era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 158

Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat

lebih tinggi dibandingkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang diajar tanpa

menggunakan strategi Means-Ends Analysis.

2. Keaktifan siswa pada kelas eksperimen lebih baik dari kelas kontrol. Hal tersebut berdasarkan

hasil penelitian yang diperoleh bahwa perbandingan aktivitas siswa yang sesuai dengan

pembelajaran di atas maka nilai rata-rata persentase keaktifan siswa dengan menggunakan

strategi Means-Ends Analysis terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika siswa

sebesar 64,93%, disbanding tidak menggunakan strategi sebesar 16% Dengan demikian

menurut kriteria aktivitas siswa pada BAB III dapat dikategorikan “baik”.

3. Hasil keterlaksanaan pembelajaran yang diperoleh berdasarkan pengamatan menunjukkan

bahwa nilai rata-rata keseluruhan aspek pada pertemuan ke 1 yaitu 4,3, bila nilai tersebut

dikelompokkan dalam kategori standar keterlaksanaan pembelajaran pada BAB III, maka dapat

dikatakan bahwa keterlaksanaan pembelajaran pada pertemuan ke 1 terlaksana dengan “baik”.

Pada pertemuan ke 2 dengan nilai 4,6 menunjukkan peningkatan dari pertemuan ke 1, jika

dikelompokkan dalam kategori dapat dikatakan pertemuan ke 2 terlaksana dengan “sangat

baik”. Secara keseluruhan untuk pengamatan keterlaksanaan pembelajaran pada pertemuan 1

dan 2 menghasilkan nilai rata-rata keseluruhan aspek, yakni dengan nilai 4,5 Bila

dikelompokkan dalam kategori standar keterlaksanaan, maka dapat disimpulkan pelaksanaan

pembelajaran terlaksana dengan “sangat baik”

SARAN-SARAN Berdasarkan kesimpulan yang telah diuraikan di atas, maka dalam upaya meningkatkan hasil

belajar siswa dalam pembelajaran biologi, adapun saran sebagai berikut :

1. Bagi sekolah dan pihak guru khususnya guru matematika, dapat menggunakan strategi Means-

Ends Analysis sebagai alternatif untuk mengembangkan kemampuan pemecahan masalah

matematika siswa.

2. Pembelajaran dengan strategi Means-Ends Analysis dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif

dalam pembelajaran matematika khususnya pada materi kubus dan balok.

3. Penelitian ini hanya dilakukan pada materi kubus dan balok dengan menggunakan strategi

Means-Ends Analysis, diharapkan pada penelitian selanjutnya dapat melaksanakan penelitian

yang serupa pada materi yang berbeda atau mengukur aspek yang lain.

4. Guru harus meningkatkan interaksi terhadap siswa pada saat pembelajaran agar dapat tercipta

pembelajaran yang menyenangkan.

5. Guru harus sering menerapkan strategi Means-Ends Analysis dalam pelaksanaan pembelajaran

khususnya pada materi pemecahan masalah.

DAFTAR RUJUKAN

Abdurahman, E. 2012. Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik.

https://www.academia.edu/7462012/Tes_Kemampuan_Pemecahan_Masalah_Matematik.

diakses 3 Maret 2017.

Arikunto, S. 2008. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

_________. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Asrika. 2016. Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Pair Check Terhadap Hasil Belajar

Matematika Siswa Kelas VIII SMP Amir Islam Panyula Kabupaten Bone. Skripsi.

Watampone: STKIP Muhammadiyah Bone.

Hamzah, M. A. dan Muhlisrarini. 2014. Perecanaan dan Strategi Pembelajaran Matematika.

Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Hartanto, R. 2003. Metodologi Penelitian. Semarang

Huda, M. 2013. Model-model Pengajaran dan Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Nastiti, K. A. 2016. Eksperimen Pembelajaran Matematika dengan Strategi Pembelajaran Means-

Ends Analysis Terhadap Hasil Belajar Siswa Ditinjau dari Kemampuan Pemecahan

Masalah. Skripsi. Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas

Muhammadiyah.

Page 35: INTERNALISASI NILAI KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN …apppintb.org/wp-content/uploads/2018/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · peningkatan sikap dan karakter siswa dalam pembelajaran

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan

Profesionalisme Pendidik di era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 159

Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat

Rahmadiyah. 2015. Pengaruh Penerapan Strategi Means-Ends Analysis (MEA) dalam Pembelajaran

Matematika Terhadap Kemampuan Berfikir Kritis Matematis Siswa. Skripsi. Jakarta:

Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah.

Ruseffendi, E.T. 2006. Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam

Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.

Sanjaya, W. 2010. Penelitian tindakan kelas. Jakarta: Kencana

Shadiq, Fajar. 2009. Kemahiran Matematika. Yogyakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Siregar, S. 2014. Statistik Paramtrik untuk Penelitian Kuantitatif. Jakarta: PT Bumi aksara.

Slavin, R. E. 2011. Psikologi Pendidikan Teori dan Praktik. Jakarta: PT Indeks.

Suherman, E. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung : JICA Sukardi. 2003. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Kombinasi (Mixed Method).

Bandung: Alfabeta.

_______. 2016. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.

Bandung: Alfabeta

Suyono, dan Hariyanto. 2014. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Wardhani, S. 2005. Pembelajaran dan Penilaian Aspek Pemahaman Konsep, Penalaran dan

Komunikasi, Pemecahan Masalah.Yogyakarta: Pusat Pengembangan Dan

PemberdayaanPendidik Dan Tenaga Kependidikan Matematika

_. 2014. Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional UU RI No. 20 Th. 2003. Jakarta: Sinar

Grafika.

Page 36: INTERNALISASI NILAI KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN …apppintb.org/wp-content/uploads/2018/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · peningkatan sikap dan karakter siswa dalam pembelajaran

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan

Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 160

Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat

PENERAPAN METODE INQUIRY DENGAN MEMANFAATKAN

LEMBAR KERJA SISWA (LKS) UNTUK MENINGKATKAN

HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA KELAS VII

SMP NEGERI 3 BATUKLIANGTAHUN 2018/2019

Salma1; I Ketut Sukarma

2; Pujilestari

3

¹,2,3

Pendidikan Matematika FPMIPA IKIP Mataram

e-mail: [email protected]

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hasil belajar matematika dengan

menerapkan metode inquiry pada materi himpunan. Metode penelitian adalah Penelitian Tindakan

Kelas, sabjek penelitian ini adalah siswa kelas VII A SMP Negeri 3 Batukliang, Lombok Tengah

dengan jumlah siswa 20 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan tes akhir. Nilai LKS dan tes

akhir digunakan untuk mengetahui hasil belajar siswa setelah mengikuti pembelajaran dengan

menggunakan inquiry. Nilai rata-rata siswa pada siklus I adalah 59,85 % sedangkan pada siklus II

nilai rata-rata siswa adalah 71,8% kategori baik. Sehingga dapat di simpulkan bahwa pembelajaran

dengan menggunakan metode inquiry dapat meningkatkan hasil belajar lebih baik.

Kata Kunci: Inquiry, Hasil Belajar, Matematika

PENDAHULUAN

Pendidikan merupakan kebutuhan manusia selama manusia hidup. Tanpa adanya

pendidikan, maka dalam menjalani kehidupan ini manusia tidak akan dapat berkembang dan bahkan

akan terbelakang. Pendidikan yang terencana, terarah dan berkesinambungan dapat membantu

peserta didik untuk mengembangkan kemampuannya secara optimal, baik aspek kognitif, aspek

efektif, maupun aspek psikomotorik. Dalam mencapai tujuan pendidikan perlu diupayakan suatu

sistem pendidikan yang mampu membentuk kepribadian dan keterampilan peserta didik yang

unggul, yakni manusia yang kreatif, cakap terampil, jujur, dapat dipercaya bertanggung jawab dan

memiliki solidaritas sosial yang tinggi.

Matematika adalah suatu cara untuk menemukan jawaban terhadap masalah yang dihadapi

manusia; suatu cara menggunakan informasi, menggunakan pengetahuan tentang bentuk dan

ukuran, menggunakan pengetahuan tentang menghitung, dan yang paling penting adalah

memikirkan dalam diri manusia itu sendiri dalam melihat dan menggunakan hubungan- hubungan.

James dalam kamus matematikanya menyatakan bahwa “Matematika adalah ilmu tentang logika

mengenai bentuk, susunan, besaran dan konsep-konsep berhubungan lainnya dengan jumlah yang

banyak yang terbagi ke dalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis dan goemetri (Hasratuddin, 2014).

Hadi, & Dolk (2008) dalam Wahyu dan Sofyan (2016) yang menyatakan bahwa guru

matematika yang menerapkan pembelajaran matematika tradisional yang dicirikan dengan alur

opening-example-exercise-closing membuat siswa pasif dan memiliki sedikit kemampuan dalam

berpikir dan memberikan alasan secara matematis (mathematical thinking and reasoning). Dengan

karakteristik tersebut, pembelajaran matematika hanya sebatas pemindahan pengetahuan

(transmission of knowledge) atau belum mencapai pembelajaran sebagai proses membangun

pengetahuan (construction of knowledge) .

Adapun metode pembelajaran yang digunakan yaitu metode inquiry. Yang dimana metode

inquiry adalah suatu cara menyampaikan pelajaran yang meletakkan dan mengembangkan cara

berpikir ilmiah dimana siswa mengasimilasi suatu konsep atau prinsip, misalnya mengamati,

menggolongkan, membuat dugaan, menjelaskan,mengukur, dan membuat kesimpulan. Melalui

metode inquiry ini sebagai salah satu cara mengajar efektif untuk melatih dan meningkatkan hasil

belajar siswa.

METODE PENELITIAN

Page 37: INTERNALISASI NILAI KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN …apppintb.org/wp-content/uploads/2018/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · peningkatan sikap dan karakter siswa dalam pembelajaran

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan

Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 161

Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat

Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 3 Batukliang kelas VII. Penelitian dilakukan pada

materi Himpunan semester 1 tahun pelajaran 2018/2019. Sabjek penelitian ini adalah siswa kelas

VII A SMP Negeri 3 Batukliang tahun pelajaran 2018/2019 dengan jumlah siswa 20 orang siswa

dengan kemampuan akademis heterogen.

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas

(PTK) Penelitian Tindakan Kelas adalah penelitian yang dilakukan oleh guru dikelasnya sendiri

melalui refleksi diri dengan tujuan untuk memperbaiki kinerjanya sehingga hasil belajar siswa

meningkat (Aqib, 2008).

Penelitian tindakan kelas ini merupakan tindakan kolaboratif antara peneliti dan guru.

Peneliti dan guru saling berkolaborasi dalam menerapkan metode pembelajaran inquiry melalui

kegiatan belajar mengajar. Dalam penelitian ini, peneliti sebagai pelaksana tindakan dan inovator,

sedangkan guru sebagai observer. Peneliti sebagai pelaksana tindakan artinya, peneliti sebagai

orang yang melaksanakan tindakan dan menerapkan metode yang digunakan kepada siswa. Peneliti

sebagai inovator artinya, peneliti sebagai orang yang mempunyai tindakan atau yang memberikan

solusi tindakan. Guru sebagai observer artinya, guru mengobservasi (mengamati) proses

pembelajaran pada saat diterapkan tindakan. Dalam penelitian ini peneliti terlibat langsung sejak

perencanaan penelitian hingga penyusunan laporan. Jenis penelitian ini digunakan untuk

meningkatkan hasil belajar matematika siswa dengan memanfaatkan Lember Kerja Siswa ( LKS)

materi pokok himpunan pada kelas VIII SMP Negeri 3 Batukliang Lombok Tengah tahun

pelajaran 2018/ 2019. Pendekatan penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu pendekatan

kualitatif dan kuantitatif. Pendekatan kualitatif adalah suatu pendekatan yang dilakukan oleh para

peneliti berupa kata, tindakan, pengamatan, dan data mendalam yang mengandung arti makna

sebenarnya. Pendekatan kuantitatif adalah data yang bisa diukur atau dinilai secara langsung. Pada

pendekatan kulaitatif yang digunakan peneliti untuk mengelola data hasil observasi dan pelaksanaan

pembelajaran, sedangkan pendekatan kuantitatif digunakan untuk mengelola data hasil belajar siswa

dengan menggunakan data statistik (sugiyono). Rancangan penelitian ini dilaksanakan dalam

beberapa siklus, apabila siklus I tidak tuntas maka akan dilakukan hal yang sama pada siklus II dan

seterusnya. Setiap siklus memiliki 4 tahapan yaitu tahap perencanaan, tindakan, observasi, dan

refleksi. Sehingga menghasilkan suatu keputusan sebagai hasil dari penelitian. Langkah-langkah

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

Gambar 1. Tahapan Siklus Model Penelitian Tindakan Kelas (PTK) Modifikasi

(Arikunto, 2013).

Indikator dalam penelitian ini adalah pencapaian dalam peningkatan hasil belajar siswa

melalui metode inquiry dengan memanfaatkan Lembar Kerja Siswa (LKS) dengan ketentuan

sebagai berikut, “Hasil belajar siswa dikatakan tuntas secara individu apabila hasil belajar siswa

minimal 80 sesuai KKM yang ditetapkan. Sedangkan siswa dikatakan tuntas secara klasikal tercapai

minimal 85% siswa telah tuntas”.

PEMBAHAHASAN

Perencanaan

Refleksi

Laporan

Observasi/ Evaluasi

Pelaksanaan

SIKLUS

Page 38: INTERNALISASI NILAI KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN …apppintb.org/wp-content/uploads/2018/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · peningkatan sikap dan karakter siswa dalam pembelajaran

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan

Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 162

Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat

Tes evaluasi hasil belajar matematika siswa yang dilaksanakan di akhir siklus 1 Tes

dilaksanakan dengan waktu yang digunakan untuk menjawab soal evaluasi adalah 60 Menit, soal

tes untuk meningkatkan hasil belajar matematika terdiri dari lima butir soal jumlah siswa yang

mengikuti tes sebanyak 20 siswa.

Data evaluasi siklus 1 diolah berdasarkan teknik yang telah di ciptakan dan dihasilkan dapat

dilihat pada tabel 1 berikut ini :

Tabel 1. Data Hasil evaluasi belajar siswa siklus 1

Analisis hasil belaja siswa Nilai

Banyak siswa yang mengikuti tes evaluasi 20 siswa

Nilai tertinggi 85

Nilai terendah 30

Nilai rata-rata 59.85 %

Jumlah siswa yang tuntas 7 siswa

Jumlah siswa yang tidak tuntas 13 siswa

Ketuntasan klasikal 35 %

Jumlah siswa yang tidak hadir tidak ada

Kategori Tidak tuntas

Dari data di atas terlihat bahwa siswa yang tidak mencapai KKM masih banyak yaitu 13

orang siswa, maka perlu diadakan refleksi sebelum melanjutkan ke siklus ke II.

Pada siklus 1I tes evaluasi hasil belajar matematika siswa yang dilaksanakan dengan waktu

yang digunakan untuk menjawab soal evaluasi adalah 60 Menit, soal tes untuk meningkatkan hasil

belajar matematika terdiri dari lima butir soal jumlah siswa dikelas VII A sebanyak 20 siswa.

Data evaluasi siklus I1 diolah berdasarkan teknik yang telah di ciptakan dan dihasilkan dapat

dilihat pada tabel 2 berikut ini :

Tabel 2. Data Hasil evaluasi belajar siswa siklus 1I

Analisis hasil belajar siswa Nilai

Banyak siswa yang mengikuti tes evaluasi 20 siswa

Nilai tertinggi 90

Nilai terendah 50

Nilai rata-rata 71.8%

Jumlah siswa yang tuntas 17 siswa

Jumlah siswa yang tidak tuntas 3 siswa

Ketuntasan klasikal 85 %

kategori Tuntas

Berdasarkan hasil evaluasi menggunakan metode pembelajaran Inquiry dengan

memanfaatkan LKS pada siklus II yang berlangsung di kelas VII A SMP NEGERI 3

BATUKLIANG pada proses belajar mengajar dengan bahwa secara umum hasil penelitian

observasi kegiatan siswa dan observasi dalam pembelajran sudah berlangsung dengan baik sesuai

dengan skenario, sedangkan presentasi ketutansan belajar siswa mengalami peningkatan dengan

jumlah siswa yang tuntas 17 siswa, nilai rata-rata 71.8%, dengan ketuntasan klasikal 85% .

Dengan melihat hasil tes siswa dari siklus I sampai II diketahui bahwa penerapan metode

pembelajaran Inquiry dengan memanfaatkan LKS dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas VII

A pada materi pokok Himpunan.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa penerapan metode

Inquiry dengan memanfaatkan LKS pada pembelajaran materi Himpunan dapat meningkatkan hasil

belajar siswa kelas VII A SMP Negeri 3 Batukliang. Hal ini terlihat dari hasil evaluasi belajar

siswa, yang mana dari 20 orang siswa yang ikut hanya 3 orang siswa yang belum tuntas.

DAFTAR RUJUKAN

Page 39: INTERNALISASI NILAI KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN …apppintb.org/wp-content/uploads/2018/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · peningkatan sikap dan karakter siswa dalam pembelajaran

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan

Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 163

Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat

Abidin, Yunus. 2013.Desain sistem Pembelajaran dalam Konteks Kurikulum 2013. Bandung: PT

Refika Aditama.

Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Renika Cipta.

Aqib.2008. penelitian tindakan kelas. Bandung : CV. Yrama Widya.

Budiyanto, Agus Krisno.2016. Sintaks 45 metode pembelajaran dalam student Centered Learning

(SCL). Malang: Universitas Muhammadiyah Malang.

Effendi, dkk. 2014. Peningkatan Hasil Belajar Matematika Dengan Metode Inkuiri Terbimbing Di

Kelas VI SDN 12 Matan Hilir Utara. Jurnal Pendidikan dan pembelajaran vol.3,No 3

Hasratuddin.2014. Pembelajaran Matematika Sekarang dan Yang Akan Datang Berbasis Karakter.

Jurnal Didaktik Matematika,Vol. 1, No. 2, ISSN: 2355-4185.

Istiani, Ana.2016. Penerapan Metode Inquiry Pada Materi Himpunan. Jurnal e-DuMath Volume 2

No. 1, Hlm.95-101.

Kusumaningtyas, Wahyu.2016. Efektivitas Metode Inquiry Terhadap Hasil Belajar Matematika

Siswa. Jurnal e-Dumath volume 2 No.1,102-108.

Suarja, Zainal Abidin.2014. Penggunaan lembaran Kerja Siswa Dalam Pembelajaran

Materi Virus Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa SMA Negeri 14 Banda Aceh.Jurnal

Bio-Natural Vol. 1, No. 1, hlm 33-54.

Untari dan Zahra. 2016 Pengembangan Lembar Kerja Siswa (LKS) Materi Lingkaran berbasis

pembelajaran guided discoveri untuk siswa SMP Negeri kelas VII. Jurnal Pendidikan

Matematika, Vol, 2 No, 1.

Wahyu dan sofian.2016. Sejarah Matematika alternative strategi pembelajaran matematika. Jurnal

tatdris matematika vol.9 No. 1, Hlm 89-110 .

Page 40: INTERNALISASI NILAI KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN …apppintb.org/wp-content/uploads/2018/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · peningkatan sikap dan karakter siswa dalam pembelajaran

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan

Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 164

Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat

PENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN TEMATIK SD BERBASIS

BULETIN BOARD DISPLAY

Sintayana Muhardini1; Sukron Fujiaturrahman

2; Mahsup

3

1,2,3 PGSD FKIP,Universitas Muahmmadiyah Mataram

Abstrak: Pengembangan media pembelajaran tematik berbasis bulletin board display

diharapkan dapat mengatasi masalah yang ada di sekolah yang berkaitan dengan minimnya media

pembelajaran tematik yang menarik dan efektif di kelas. Bulletin board merupakan salah satu jenis

media display yang berupa media pajangan atau papan buletin yang bisa ditempatkan dimana saja

didalam kelas yang sifatnya terbuka sehingga bisa dibaca dan dilihat kapan saja oleh siswa

meskipun materi dalam pembelajaran tertentu telah selesai dijelaskan Pengembangan media

pembelajaran tematik berbasis bulletin board display diharapkan dapat membentuk kemampuan

literasi siswa yang kaitannya dengan kualitas atau kemampuan melek huruf/aksara dan melek visual

siswa yang dimana didalamnya meliputi kemampuan membaca, menulis. Tujuan jangka panjang

dari pengembangan media pembelajaran ini adalah agar seluruh Sekolah Dasar dapat melaksanakan

kegiatan pembelajaran dengan di dukung media pembelajaran tematik yang menarik dan efektif.

Model pengembangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah model prosedural yaitu model

yang bersifat deskriptif yang dikemukakan oleh Borg & Gall (1983). Validasi produk dilakukan

oleh ahli dan feedback dari siswa. Instrumen yang digunakan dalam mengumpulkan data berupa

lembar kuesioner kelayakan produk dan tes kemampuan literasi siswa. Hasil ujicoba menunjukkan

bahwa secara umum peneltian ini melalui 3 tahap utama, yaitu: (1) studi pendahuluan, (2) dan

pembuatan dan pengembangan produk, (3) evaluasi.. Hasil uji coba terbatas yang dilakukan di SDN

1 Anyar Kelas IV A dan VI B yang dikembangkan menunjukan bahwa media yang dikembangkan

layak digunkan dengan presentasi kelayakan sebesar 92,5% dan 91,13 %. Dalam uji coba lapangan

kemampuan literasi siswa meningkat sebesar 0,6 dan 0,5 dengan kategori peningkatan sedang.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa : 1) produk

media yang telah dikembangkan telah layak untuk digunakan; 2) produk pengembangan

berpengaruh terhadap keamampuan literasi siswa..

Kata Kunci: Media Pembelajaran Tematik, Bulletin Board Display

PENDAHULUAN

Pembelajaran tematik berkaitan dengan cara membelajarkan anak didik secara holistic dan

terpadu, konsep atau materi pelajaran termuat dalam suatu tema tertentu sehingga pembelajaran

tematik tidak berpedoman pada pengkhususan mata pelajaran. Proses pembelajarannya menekankan

pada pemberian pengalaman langsung dan pembahasan tema guna mengembangkan kompetensi

siswa dalam memahami materi pelajaran secara menyeluruh. Pembelajaran tematik menurut Trianto

(2011: 147) adalah pembelajaran yang dirancang berdasarkan tema-tema tertentu, unit yang tematik

adalah epitome dari seluruh bahasa pembelajaran yang memfasilitasi siswa untuk secara produktif

menjawab pertanyaan yang dimunculkan sendiri dan memuaskan rasa ingin tahu dengan

penghayatan secara alamiah tentang dunia disekitar mereka. Selain itu pembelajaran tematik adalah

salah satu model pembelajaran terpadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata

pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna kepada siswa (Depdiknas, 2006:5).

Keberhasilan akan proses pembelajaran tidak lepas karena dukungan sarana yang

menunjang salah satunya adalah dalam penggunaan media pembelajaran, pada praktiknya

pembelajaran tematik menuntut siswa untuk aktif dalam pembelajaran sehingga siswa akan mampu

menemukan ide-ide terbaik, dengan demikian guru harus bisa menciptakan proses pembelajaran

yang menarik, seperti yang dikemukakan oleh Hasbullah (2009: 4) bahwa dengan adanya suatu

informasi yang dilakukan dengan teknik yang baru, dengan kemasan yang bagus, serta didukung

oleh alat-alat yang berupa sarana atau media akan lebih menarik perhatian siswa untuk belajar.

Media pembelajaran yang digunakan bisa secara visual, seperti yang dikemukakan oleh Gagne dan

Page 41: INTERNALISASI NILAI KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN …apppintb.org/wp-content/uploads/2018/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · peningkatan sikap dan karakter siswa dalam pembelajaran

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan

Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 165

Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat

Brigs (1975) dalam (Arsyad, 2009:4) secara eksplisit menjelaskan bahwa media pembelajaran

meliputi alat yang secara fisik digunakan untuk menyampaikan materi pembelajaran yang terdiri

dari buku, tape recorder, kaset, video, kamera, film, slide (gambar bingkai) foto, gambar, grafik,

televisi dan computer.

Beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Ari Krisnawati (2013) mengungkapkan

bahwa hasil belajar siswa akan lebih meningkat jika guru menggunakan media tiga dimensi dalam

kegiatan pembelajarannya. Karena keunggulan media tiga dimensi adalah siswa dapat mengamati

secara langsung benda yang tidak mungkin dihadirkan di dalam kelas bukan hanya sekedar dalam

bentuk gambar, tetapi dapat mengamati secara konkret atau nyata. Sejalan dengan penelitian

tersebut Sri Saparinsih (2010) dalam penelitiannya tentang pengaruh penggunaan media

pembelajaran display terhadap penguasaan kompetensi siswa, menunjukkan bahwa terdapat

interaksi antara media pembelajaran dan minat siswa terhadap penguasaan kompetensi dasar Ilmu

Pengetahuan Sosial siswa sehingga penggunaan media tersebut terbukti kebenarannya mampu

memberikan pengaruh positif dalam proses pembelajaran.

Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa guru SD di Kabupaten Lombok Utara

menyatakan bahwa sebagian besar guru masih mengalami masalah dalam mengimplementasikan

kurikulum 2013 yang dimana dalam kurikulum 2013 menekankan pada pembelajaran tematik

mulai dari jenjang kelas 1 sampai kelas 6. Kondisi di lapangan menunjukkan bahwa salah satu

faktor yang membuat kurang efektifnya pembelajaran tematik yang diterapkan di sekolah

disebabkan karena terbatasnya media pembelajaran yang tersedia, implemantasi pembelajaran

tematik dikelas hanya terfokus pada buku teks dari pemerintah yaitu berupa buku guru dan buku

siswa, sehingga pengembangan media pembelajaran yang sifatnya tematik kerap tidak dilakukan.

Berdasarkan hasil observasi awalan di SDN 1 Anyar dan SDN 2 Anyar terlihat bahwa guru kelas

tidak memiliki media pembelajaran tematik, yang memadukan beberapa mata pelajaran dalam satu

tema tertentu.

Pelaksanaan pembelajaran dapat berjalan dengan baik jika semua aspek yang mendukung

proses pembelajaran terpenuhi, salah satunya menyangkut media pembelajaran tematik, sedangkan

pada kenyataan di beberapa sekolah yang sudah digambarkan sebelumnya bahwa penggunaan

media pembelajaran tersebut tidak diterapkan dalam proses pembelajaran di kelas. Oleh sebab itu,

maka diperlukan suatu pengembangan media pembelajaran tematik. Media pembelajaran tematik

bulletin board display adalah salah satu bentuk media pembelajaran yang bisa dikembangkan,

media pembelajaran berbasis bulletin board display merupakan salah satu jenis media display yang

berupa media pajangan didinding kelas yang sifatnya terbuka sehingga bisa di baca dan dilihat

kapan saja oleh siswa meskipun materi dalam pembelajaran tertentu telah selesai dijelaskan pada

saat tatap muka dikelas. Media bulletin board display ini dikembangkan berdasarkan prinsip

pelaksanaan pembelajaran tematik yang menekankan pada keterpaduan materi dalam satu media

pembelajaran yang digunakan, siswa diajak untuk melihat, mempelajari dan memahami konsep-

konsep dari berbagai mata pelajaran yang terkait dalam satu tema yang termuat disatu media

pembelajaran, serta dalam pembuatan media pembelajaran tematik berbasis bulletin board display

ini juga dikembangkan dengan melihat pengalaman langsung siswa dimana ada upaya untuk

mendekatkan siswa dengan kenyataan sehari-hari yang mereka hadapi disekitar mereka, sehingga

konsep-kosep dalam kehidupan sehari-hari tersebut tertuang dalam media pembelajaran tematik

yang dibuat. Penggunaan media pembelajaran tematik bulletin board display ini menekan pula pada

proses pembelajaran inqury terbimbing artinya bahwa pada proses pembelajarannya siswa diajak

dan dibimbing untuk menemukan sendiri ide dan memahami konsep yang termuat dalam media

yang ditampilkan, guru bertindak sebagai fasilitator yang selama proses pembelajaran memiliki

tugas untuk mengarahkan dan membimbing siswa dalam upaya mengembangkan kemampuan

literasi siswa. Proses pembelajaran dengan menggunakan media pembelajaran tematik berbasis

bulletin board display ini menekankan pada upaya pembentukan kemampuan literasi siswa

berkaitan dengan kualitas atau kemampuan melek huruf/aksara dan melek visual siswa yang

Page 42: INTERNALISASI NILAI KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN …apppintb.org/wp-content/uploads/2018/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · peningkatan sikap dan karakter siswa dalam pembelajaran

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan

Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 166

Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat

meliputi kemampuan membaca, menulis, dan kemampuan untuk mengenali serta memahami ide-ide

yang disampaikan secara visual pada media pembelajaran yang ditampilkan.

Berdasarkan analisis situasi yang telah diuraikan menunjukkan bahwa pengembangan media

pembelajaran tematik berbasis bulletin board display diperlukan. Pernyataan ini diperkuat oleh

keterangan dari guru-guru SD dan kepala sekolah yang ada di lokasi survey awalan peneliti, yang

menyatakan bahwasanya perlu pengembangan media pembelajaran tematik yang berbasis bulletin

board display dalam mendukung proses pembelajaran. Pengembangan media pembelajaran tematik

SD berbasis bulletin board display diharapkan dapat mengatasi masalah sekolah dikarenakan

minimnya media pembelajaran tematik yang menunjang proses pembelajaran sehingga pada

akhirnya dapat meningkatkan efektivitas pembelajaran di sekolah.

METODE PENELITIAN Posedur pengembangan yang digunakan dalam penelitian pengembangan ini adalah

pengembangan secara prosedural, langkah-langkahnya akan dijelaskan secara rinci. Media

pembelajaran tematik berbasis bulletin board display dibuat berdasarkan uraian materi yang ada

dalam buku tematik yang digunakan oleh guru dan siswa. Prosedur pengembangan yang dilakukan

mengacu kepada prosedur Borg & Galls. Adapun penjabaran dari model pengembangan ini

dijelaskan pada Gambar 1 berikut ini.

Studi Pendahuluan

a. Studi pustaka yaitu melakukan kajian literatur yang relevan dengan penelitian. Studi pustaka

dilakukan untuk mengumpulkan infomasi, diantaranya dengan mempelajari kurikulum 2013

yang berkaitan dengan materi pembelajaran tematik di SD, mempelajari alokasi waktu yang

tersedia, membaca jurnal atau laporan hasil penelitian tentang pengembangan media

pembelajaran. Selain itu studi pustaka dipustakan juga memerlukan suatu analisis untuk

merumuskan indikator, tujuan pembelajaran, menentukan materi pembelajaran serta membuat

evaluasi.

b. Survei lapangan dilakukan untuk melihat secara langsung keadaan sekolah, potensi-potensi

yang dimiliki, proses pembelajaran dan dokumen hasil belajar siswa.

Memproduksi Media Pembelajaran Tematik SD Berbasis Bulletin Board Display

Studi Pendahuluan

Studi Pustaka Survei Lapangan

Pengembangan Produk Awal

Mengevaluasi Mengembangkan Merancang

Evaluasi/Penilaian Produk

Analisis

dan Revisi

Analisis

dan Revisi

Peer

Reviewer

Validasi Ahli

Materi dan

Ahli Media

Analisis

dan Revisi

Analisis

dan Revisi

Uji Coba

Lapangan

Uji Coba

Terbatas

Media Pembelajaran Tematik SD

Berbasis Bulletin Board Display

Page 43: INTERNALISASI NILAI KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN …apppintb.org/wp-content/uploads/2018/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · peningkatan sikap dan karakter siswa dalam pembelajaran

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan

Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 167

Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat

Adapun tahap produksi/pengembangan media pembelajaran tematik SD berbasis bulletin board

display adalah sebagai berikut:

a. Mengidentifikasi setiap tema pada buku guru dan buku siswa di SD

b. Menyusun media pembelajaran tematik berbasis bulletin board display, isi dari media

pembelajaran tematik bebasis bulletin board display ini adalah memuat konten-konten materi

yang sesuai dengan tema tertentu dalam kurikulum yang dikemas dengan penggunaan desain

grafis agar tampilan lebih menarik perhatian siswa.

Evaluasi

Tahap evaluasi produk dilakukan setelah produk media pembelajaran tematik berbasis

bulletin board display selesai dibuat. Adapun tahap evaluasi produk yaitu sebagai berikut:

a. Memvalidasi produk pada responden ahli materi pembelajaran, ahli media pembelajaran,

dilanjutkan dengan analisis dan revisi produk berdasarkan komentar dan saran dari ahli materi

pembelajaran dan ahli media pembelajaran.

b. Melakukan peer reviewer pada 3 orang pendidik di kabupaten Lombok Utara, dilanjutkan

dengan analisis dan revisi produk berdasarkan saran dari peer reviewer. Selanjutnya melakukan

uji coba terbatas pada dua kelas di SDN 1 Anyar dan untuk uji coba lapangan menggunakan di

satu kelas di SDN 2 Anyar di Kabupaten Lombok Utara.

UJI COBA PRODUK

1. Desain Uji coba

a. Review Ahli isi bidang Studi dan Ahli Media Pembelajaran

Review ini bertujuan untuk mendapatkan data penilaian, pendapat dan saran terhadap

keseluruhan isi dan media. Review ini dilakukan dengan cara memberikan komentar dan saran

terhadap angket tanggapan penilaian ahli isi bidang studi dan media terhadap bahan ajar, perangkat

dan media pembelajaran

b. Uji coba terbatas (kelompok kecil)

Uji coba kelompok kecil ini klasifikasikan kepada 3 tingkatan, yaitu 4 orang yang

mempunyai kemampuan di atas rata-rata,sedang, dan rendah. uji coba ini dilakukan dengan

memberikan komentar dan saran terhadap media pembelajaran yang digunakan melalui angket

tanggapan uji coba kelompok kecil.

c. Uji Coba Lapangan

Tujuan dari uji coba dilapangan ini adalah: (a) memperoleh tanggapan mengenai media

pembelajaran tematik bulletin board display, (b) menentukan keefektifan, (c) mengidentifikasi

masalah-masalah dalam memahami media ini yang mungkin dialami oleh siswa, dan (d)

mengetahui apakah media ini nerpengaruh terhadap kemampuan literasi siswa

2. Subyek Uji Coba

a. Tahap review para ahli

Pada tahap ini, review dilakukan oleh satu 2 ahli isi bidang studi, satu orang ahli media

pembelajaran dan 3 orang pendidik.

b. Tahap uji coba kelompok kecil

Uji coba kelompok kecil ini di klafikasikan kepada 3 tingkatan, yaitu 4 orang yang

mempunyai kemampuan berprestasi tinggi, 4 orang yang mempunyai kemampuan sedang dan 4

orang yang mempunyai kemampuan prestasinya rendah.

c. Tahap uji coba lapangan

Pada tahap ini subjek uji coba terdiri dari 24 siswa yang telah mengikuti pembelajaran

dikelas.

3. Jenis Data

Jenis data yang digunakan yaitu kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif diperoleh dari kajian

ahli bidang studi, ahli media ,hasil review uji coba terbatas , serta hasil review uji coba lapangan,

dan hasil review pendidik melalui angket dan wawancara.

4. Instrumen pengumpulan data

Page 44: INTERNALISASI NILAI KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN …apppintb.org/wp-content/uploads/2018/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · peningkatan sikap dan karakter siswa dalam pembelajaran

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan

Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 168

Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat

Instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data untuk keperluan pengembangan bahan

ajar dengan menggunakan : dokumentasi, observasi, angket, diskusi dan konsultasi.

5. Teknis Anlaisis Data

Ada dua teknik data yang digunakan untuk mengelola data yang dihimpun dari hasil

review dan uji coba pengembangan produk media, yaitu dengan menggunakan analisis deskriptif

kualitatif dan analisis statistik deskriptif.

a. Analisis Deskriptif Kualitatif

Analisis deskriptif kualitatif digunakan untuk mengolah data dari hasil review ahli isi

bidang studi dan ahli media pembelajaran, siswa dan guru bidang studi . Analisis deskriptif

kualitatif ini dilakukan dengan mengelompokkan informasi-informasi dari data kualitatif yang

berupa masukan, tanggapan, kritik, saran perbaikan yang terdapat pada angket. Hasil analisis ini

kemudian digunakan sebagai dasar merevisi produk ajar.

b. Analisis Statistik Deskriptif

Teknik analisis statistik deskriptif digunakan untuk mengolah data yang diperoleh

melalui angket dalam bentuk analisis persentase. Rumus yang digunakan untuk menghitung

persentase dari masing-masing subyek adalah :

∑ x 100%

(Walpole, 1992)

Keterangan :

P = Presentase penilaian

∑ xi = Jumlah jawaban dari Validator

∑ x = Jumlah jawaban tertinggi

Selanjutnya untuk mnghitung persentase keseluruhan subyek/komponen digunakan

rumus sebagai berikut :

∑ x 100%

(Walpole, 1992)

Keterangan :

P = persentase keseluruhan subyek/komponen

∑ p = jumlah persentase keseluruhan komponen

∑ n = banyak komponen

PEMBAHAHASAN

Uji Coba Terbatas

Uji coba terbatas dilakukan di SDN 1 Anyar pada kelas IV A dan IV B, sampel yang diambil

adalah masing-masing 12 siswa yang memiliki tingkat kecerdasan yang berbeda-beda. Produk

pengembangan yang telah mendapatkan review dari ahli dan pendidik dibelajarkan di kelas secara

menyeluruh, serta angket penilaian produk diserahkan pada 12 siswa di dua kelas yang berbeda,

untuk mendapatkan revisi dan komentar serta saran. Berikut ini disajikan data yang diperoleh dari

uji coba terbatas terhadap penggunaan media pembelajaran.

Page 45: INTERNALISASI NILAI KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN …apppintb.org/wp-content/uploads/2018/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · peningkatan sikap dan karakter siswa dalam pembelajaran

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan

Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 169

Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat

Tabel.1

Data Hasil Uji Coba Terbatas Media Bulletin Board Display kelas IV A

Item

Pertanyaan

Frekuensi Dengan Skala 5

1 2 3 4 5 Jmlh % Komentar/

Saran

1 - - - 2 10 12 96,67

2 - - - 3 9 12 95 Tidak ada

3 - - - 6 6 12 90,00 Tidak ada

4 - - - 6 6 12 90,00 Tidak ada

5 - - - 6 6 12 90,00 Tidak ada

6 - - - 3 9 12 95 Tidak ada

7 - - - 1 11 12 98,33 Tidak ada

8 - - - 7 5 12 88,33 Tidak ada

9 - - - 8 4 12 86,67 Tidak ada

10 - - - 3 9 12 95 Tidak ada

Jumlah 925,00

Rata-rata 92,5

Berdasarkan penilaian/ tanggapan sebagaimana tercantum dalam tabel diatas diketahui

bahwa rata-rata persentase tingkat pencapaian produk media pembelajaran 92,5%, rerata tersebut

bila dikonversikan dengan tabel kelayakan, maka bahan ajar berada dalam kualifikasi sangat baik

dan tidak perlu direvisi. Rangkuman masukan, saran, dan komentar 12 orang siswa dalam uji coba

terbatas yang berkenaan dengan media pembelajaran bulletin board display adalah sebagai berikut :

Berikut ini disajikan data yang diperoleh dari uji coba terbatas terhadap penggunaan media

pembelajaran di kelas yang berbeda dalam satu sekolah yang sama yaiu di kelas IV B SDN 1

Anyar.

Tabel. 2

Data Hasil Uji Coba Terbatas Media Bulletin Board Display kelas IV B

Item

Pertanyaan

Frekuensi Dengan Skala 5

1 2 3 4 5 Jmlh % Komentar/

Saran

1 - - - 3 9 12 95%

2 - - - 3 9 12 95% Tidak ada

3 - - - 6 5 12 81,6% Tidak ada

4 - - - 6 6 12 90% Tidak ada

5 - - - 5 7 12 91,3% Tidak ada

6 - - - 4 8 12 93,2% Tidak ada

7 - - - 2 10 12 96,3% Tidak ada

8 - - - 7 5 12 87,6% Tidak ada

9 - - - 8 4 12 86,3% Tidak ada

10 - - - 3 9 12 95% Tidak ada

Jumlah 911,3

Rata-rata 91,13%

Berdasarkan penilaian/ tanggapan sebagaimana tercantum dalam tabel diatas diketahui

bahwa rata-rata persentase tingkat pencapaian produk media pembelajaran 91,13%, rerata tersebut

bila dikonversikan dengan tabel kelayakan, maka media tersebut berada dalam kualifikasi sangat

Page 46: INTERNALISASI NILAI KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN …apppintb.org/wp-content/uploads/2018/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · peningkatan sikap dan karakter siswa dalam pembelajaran

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan

Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 170

Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat

baik dan tidak perlu direvisi. Rangkuman masukan, saran, dan komentar 12 orang siswa dalam uji

coba terbatas yang berkenaan dengan media pembelajaran bulletin board display adalah sebagai

berikut :

Tabel. 3

Revisi Masukan, Saran dan komentar Uji Coba Terbatas

No Masukan,Saran, dan Komentar Revisi

1 Bahan ajar mudah dipahami Tidak ada revisi

2. Sebaiknya gambar lebih cerah Penambahan kecerahan warna

pada gambar

3 Gambarnya yang menarik Tidak ada revisi

Uji Coba Lapangan Hasil revisi berdasarkan saran dan masukan siswa serta guru dalam uji coba terbatas ,dibawa

ke kelas yang sebenarnya dalam uji lapangan. Uji lapangan dilaksanakan di SDN 2 Anyar

kecamtaan Bayan Kab. Lombok Utara pada kelas IV (empat) yang berjumlah 27 siswa, uji

lapangan dilakukan pada tanggal 2 Agustus 2018. Produk pengembangan yang diuji coba kepada

siswa yaitu media pembelajaran tematik bulletin board display. Selama pembelajaran guru

mengajar berpedoman pada RPP yang sudah ada serta dibantu dengan media pembelajaran yang

sudah disiapkan. Strategi pembelajaran yang digunakan yaitu dengan metode diskusi kelompok,

tanya jawab, dan pemberian tugas. Adapun materi yang digunakan adalah tema 1 dan sub tema 1

pada pembelajaran 1.

Guru memulai kegiatan pembelajaran dengan meminta siswa untuk membaca buku

panduan siswa terlebih dahulu, setelah itu guru menyampaikan tujuan pembelajaran kepada siswa

dan dilanjutkan dengan menyampaikan kerangka isi dari materi yang akan diajarkan. Selanjutnya

siswa diminta untuk duduk secara berkelompok, siswa berdiskusi terkait subtema satu dalam

pembelajaran satu, setiap kelompok mendapatkan media yang sudah dipersipakan. Pembelajaran

berlangsung selama 2 x 35 menit, hasil belajar siswa diperoleh setelah melalui proses pembelajaran

tersebut.

Berikut ini disajikan data yang diperoleh dari uji coba terbatas terhadap penggunaan media

pembelajaran di kelas yang berbeda dalam satu sekolah yang sama yaiu di kelas IV B SDN 1

Anyar.

Tabel 4

Data Hasil Uji Lapangan Media Bulletin Board Display kelas IV B

Item

Pertanyaan

Frekuensi Dengan Skala 5

1 2 3 4 5 Jmlh % Komentar/

Saran

1 - - - 7 20 27 94,8%

2 - - - 6 21 27 95,5% Tidak ada

3 - - - 9 18 27 93,3% Tidak ada

4 - - - 6 21 27 95,5% Tidak ada

5 - - - 6 21 27 95,5% Tidak ada

6 - - - 5 22 27 96,2% Tidak ada

7 - - - 10 17 27 92,5% Tidak ada

8 - - - 11 16 27 91,7 Tidak ada

9 - - - 8 19 27 93,8% Tidak ada

10 - - - 8 19 27 93,87% Tidak ada

Jumlah 942,7%

Rata-rata 94,2%

Page 47: INTERNALISASI NILAI KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN …apppintb.org/wp-content/uploads/2018/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · peningkatan sikap dan karakter siswa dalam pembelajaran

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan

Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 171

Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat

Berdasarkan penilaian/ tanggapan sebagaimana tercantum dalam tabel di atas diketahui

bahwa rata-rata persentase tingkat pencapaian produk media pembelajaran sebesar 94,2%, rerata

tersebut bila dikonversikan dengan tabel kelayakan, maka media tersebut berada dalam kualifikasi

sangat baik.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Berdasarkan hasil validasi ahli dan penilaian pendidik dapat disimpulkan bahwa produk media

yang telah dikembangkan telah layak untuk digunakan.

2. Berdasarkan hasil uji coba terbatas diketahui bahwa produk hasil pengembangan layak

digunakan.

DAFTAR RUJUKAN Walpole, Ronald E. 1992. Pengantar Statistika edisi ke -3. Jakarta : PT. Gramadia Pustaka Utama.

Arsyad, A. 2009. Media Pembelajaran. Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada

Borg, W. R. & Gall, M. D. (1983). Educational research: An introduction (4 th

ed). New York:

Longman Inc.

Bryce, T.G.K., J. McCall, J. MacGregor, I.J. Robertson, & R.A.J. Weston. (1990). Techniques for

Assesing Process Skills in Practical Science: Teacher’s Guide. Oxford: Heinemann

Educational Books.

Depdiknas. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta :Depdiknas

Hasbullah. 2009. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada

Krisnawati, Ari dan Supriyono. 2013. Penggunaan Media Tiga Dimensi untuk Meningkatkan Hasil

Belajar di Sekolah Dasar. Jurnal: JPGSD Volume 01 Nomor 02 Tahun 2013, 0-216

Page 48: INTERNALISASI NILAI KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN …apppintb.org/wp-content/uploads/2018/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · peningkatan sikap dan karakter siswa dalam pembelajaran

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan

Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 172

Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat

PRAKTIKUM SEBAGAI MEDIA PENERAPAN KONSEP DASAR SAINS BAGI GURU-

GURU SD DI KABUPATEN LOMBOK TENGAH

Siti Raudhatul Kamali1; Surya Hadi

2 ;Mamika Ujianita Romdhini

3

1,2 Program Studi Kimia Fakultas MIPA Universitas Mataram

3 Program Studi Matematika Fakultas MIPA Universitas Mataram

e-mail: [email protected]

Abstrak: Kreativitas guru memiliki peranan penting dalam pembelajaran sains di tingkat

Sekolah Dasar (SD). Salah satu metode pembelajaran sains yang bisa diterapkan pada tingkat

Sekolah Dasar adalah praktikum. Kegiatan ini bertujuan untuk menyamakan pemahaman konsep

dasar IPA bagi guru-guru SD di Kabupaten Lombok Tengah, mengingat beberapa orang guru SD

memiliki latar belakang pendidikan yang berbeda untuk mengajar IPA. Kegiatan ini memberikan

pelatihan berupa praktikum IPA bagi guru-guru SD yang bersifat sederhana, melalui tahapan

praktek, diskusi, dan evaluasi. Evaluasi yang dilakukan selama kegiatan berlangsung adalah

evaluasi proses praktikum dan evaluasi akhir berupa laporan praktikum. Rata-rata persentase hasil

untuk semua indikator dari percobaan 1 sampai percobaan 4 berkisar antara 74% sampai dengan

91% sedangkan rata-rata nilai praktikum berkisar antara 85 sampai 91. Kegiatan praktikum ini

berjalan lancar dan peserta kegiatan antusias selama pelaksanaan kegiatan berlangsung.

Kata Kunci: Praktikum, Konsep Dasar IPA, Guru-Guru SD, Kabupaten Lombok Tengah

PENDAHULUAN

Sains merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang alam dan proses yang terjadi

di dalamnya yang diperoleh dari proses percobaan dan observasi (Samatowa, 2011). Pada

pembelajaran IPA SD, guru berperan sebagai wahana untuk mengembangkan konsep-konsep ilmiah

kepada siswa sehingga siswa mendapat konsep yang bermakna. Produk sains berupa fakta, konsep,

prinsip, hukum, dan teori dapat dicapai melalui proses sains yakni bekerja ilmiah. Hal penting bagi

siswa dalam belajar sains adalah memberikan kesempatan kepada siswa dalam berbuat, berpikir,

dan bertindak seperti ilmuwan (scientist) serta dapat menerapkan pengetahuannya dalam kehidupan

sehari-hari dengan cara yang benar sesuai etika yang berlaku.

Sebagai upaya pencapaian hal ini, maka kompetensi guru sangat diperlukan mengingat latar

belakang pendidikan guru SD khususnya di Kabupaten Lombok Tengah sangat beragam. Jumlah

Sekolah Dasar di Kabupaten Lombok Tengah berdasarkan Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah

Kemdikbud (2018) berjumlah 602 sekolah, terdiri atas 575 SD Negeri dan 27 SD Swasta. Dari

jumlah Sekolah Dasar yang ada, terdapat peserta didik sejumlah 511.240 terdiri atas 266.376 laki-

laki dan 244.864 perempuan sedangkan jumlah guru 36.175 meliputi 14.444 guru laki-laki dan

21.731 orang perempuan.

Kompetensi guru berdasarkan UU RI No. 14 Tahun 2005, merupakan seperangkat

pengetahuan, keterampilan, dan prilaku yang harus dimiliki, dihayati dan dikuasai oleh guru dalam

melaksanakan tugas keprofesionalannya. Guru dikatakan profesional jika mampu menselaraskan

antara kemampuan teoritik dengan praktek yakni aplikasi secara nyata di lapangan/lingkungan.

Pada pembelajaran IPA/sains sesuai kurikulum 2013, siswa di arahkan untuk mencari tahu

sendiri pengetahuannya melalui pendekatan pembelajaran yang didasarkan pada prinsip bekerja

ilmiah. Selain itu juga, guru memegang peran penting dalam menghasilkan komitmen dari siswa

untuk mencapai tujuan atau target tertentu yang telah ditetapkan. Umumnya, seorang guru merasa

puas dengan rancangan pembelajaran yang sudah dibuat, yakni mereka yakin bisa memberikan

pengetahuan yang baik kepada peserta didik meskipun tanpa adanya kegiatan praktikum. Namun,

hal tersebut ternyata menyebabkan kebutuhan pengembangan pengetahuan siswa menjadi

terhambat. Hal ini mengabaikan kemampuan dasar pada diri siswa. Guru bertanggung jawab dalam

memahami kemampuan dasar siswa kemudian memfasilitasinya untuk memahami persoalan yang

dihadapi berdasarkan kemampuan yang dimiliki.

Page 49: INTERNALISASI NILAI KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN …apppintb.org/wp-content/uploads/2018/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · peningkatan sikap dan karakter siswa dalam pembelajaran

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan

Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 173

Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat

Pada pembelajaran IPA, perwujudan kemampuan profesional guru diterapkan melalui

kegiatan praktikum. Umumnya, pengetahuan sesorang akan terbentuk berdasarkan pengalaman

yang dialami (Wisudawati & Sulistyowati, 2014). Melalui kegiatan praktikum, diharapkan siswa

akan mampu mengembangkan potensi dirinya, mampu memahami dan menyesuaikan diri terhadap

fenomena alam sekitar dirinya melalui bekal pengetahuan, keterampilan dan sikap yang

dimilikinya. Praktikum merupakan kegiatan yang berfungsi sebagai penerapan konsep dasar sains

melalui penerapan keterampilan proses sains dalam rangka meperoleh suatu pengetahuan atau

produk sains.

METODE PENELITIAN

Kegiatan praktikum sebagai media penerapan konsep dasar sains ini diselennggarakan bagi

guru-guru tingkat Sekolah Dasar di Kabupaten Lombok Tengah. Kegiatan dilakukan melalui

beberapa tahap yakni; tahap persiapan, tahap pelaksanaan praktikum, dan tahap evaluasi. Tahap

pelaksanaan terdiri atas penentuan tujuan praktikum, persiapan alat dan bahan, penjelasan teknis

praktikum, pembagian jumlah kelompok. Tahap pelaksanaan praktikum yang terdiri atas 4

percobaan yakni percobaan uji makanan terdiri atas uji karbohidrat dan uji pada makanan,

percobaan pencemaran lingkungan, percobaan kelistrikan, percobaan alam semesta.

Tahap evaluasi terdiri atas evaluasi proses praktikum dan evaluasi akhir berupa laporan

praktikum. Kegiatan diskusi dilakukan pada tahap evlausi laporan praktikum yakni membahas

tentang konsep dan kedalaman pokok bahasan praktikum yang dilaksanakan.

PEMBAHAHASAN

Kegiatan pelatihan praktikum sebagai media penerapan konsep sains bagi guru-guru

Sekolah Dasar di Kabupaten Lombok Tengah dihadiri oleh 20 orang peserta yang berasal dari guru-

guru baik negeri maupun swasta. Kegiatan praktikum yang dilakukan terdiri atas 4 percobaan,

terdiri atas 2 percobaan biologi dan 2 percobaan fisika. Beberapa kegiatan praktikum yang

dilakukan antara lain; percobaan uji makanan terdiri atas uji karbohidrat dan uji pada makanan,

percobaan pencemaran lingkungan, percobaan kelistrikan, percobaan alam semesta.

Sebelum kegiatan praktikum di mulai, terlebih dahulu dilakukan pembagian kelompok yang

terdiri dari 4 kelompok dan setiap kelompok terdiri atas 5 orang. Selanjutnya dilakukan pengenalan

alat dan bahan yang akan digunakan, serta fungsinya masing-masing.

Pada percobaan makanan terdiri atas uji bahan makanan yakni mengidentifikasi zat

makanan karohidrat dan lemak dalam berbagai bahan makanan kemudian mengelompokkan bahan-

bahan makanan yang dapat dijadikan sumber karbohidrat dan lemak. Karbohidrat dan lemak

merupakan jenis dari senyawa makromolekuler yang tersusun atas unsur utaama yakni karbon dan

hidrogen. Adapun jenis bahan makanan yang di uji antara lain nasi,gula pasir, pisang, apel, tahu

putih, margarin, tepung terigu, biskuit, kentang, telur, minyak goring, santan, susu, seledri, wortel,

dan lain-lain.

Pada percobaan pencemaran lingkungan bertujuan untuk mempelajari pencemaran air dalam

kehidupan sehari-hari yang disebabkan karena penggunaan deterjen. Deterjen pada kadar terenetu

dapat mengganggu kehidupan organisme. Percobaan ini menggunakan kacang hijau yang

ditumbuhkan pada medium air tanpa deterjen dan medium dengan deterjen berbagai konsentrasi.

Percobaan kelistrikan bertujuan untuk mempelajari listrik statis dan listrik dinamis. Suatu

benda akan bermuatan listrik negatif jika mendapat tambahan elektron dari benda lain, sedangkan

benda bermuatan positif jika benda tersebut mengalami pengurangan elektron.

Percobaan alam semesta bertujuan untuk mempelajari matahari sebagai sumber panas dan

membuktikan terjadinya gerhana. Matahari merupakan sumber energi yang mudah didapatkan dan

merupakan jenis energy yang dapat diperbaharui. Persitiwa gerhana merupakan proses penggelapan

cahaya dari benda-benda langit yang disebabkan oleh benda-benda langit lainnya. Terlihatnya

benda-benda langit dalam tata surya disebabkan karena benda-benda langit tersebut dapat

memantulkan berkas cahaya matahari.

Page 50: INTERNALISASI NILAI KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN …apppintb.org/wp-content/uploads/2018/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · peningkatan sikap dan karakter siswa dalam pembelajaran

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan

Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 174

Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat

Kegiatan evaluasi dilaksanakan selama kegiatan praktikum, terdiri atas evaluasi proses dan

evaluasi laporan praktikum Evaluasi proses bertujuan untuk mengetahui kemampuan afektif dan

psikomotorik peserta sedangkan evaluasi laporan praktikum bertujuan untuk mengetahui

kemampuan kognitif peserta. Hasil evaluasi proses praktikum dan evaluasi laporan bagi guru-guru

SD di Kabupaten Lombok Tengah untuk masing-masing percobaan sesuai Gambar 1 dan Gambar 2.

Gambar 1. Evaluasi Proses Praktikum Guru-Guru SD di Kabupaten Lombok Tengah

Pada evaluasi proses praktikum terdapat tujuh indikator penilaian yang dilakukan pada

setiap percobaan. Adapun rata-rata persentase hasil untuk semua indikator dari percobaan 1 sampai

percobaan 4 adalah sebagai berikut; 1) kesiapan mahasiswa dalam mengikuti praktikum sebesar

86%, kemampuan dalam improvisasi percobaan sebesar 74%, keterampilan dalam melakukan

percobaan sebesar 88%, ketelitian dalam melakukan pengamatan dan percobaan sebesar 84%,

ketepatan data hasil pengamatan sebesar 80%, kerjasama dalam kelompok sebesar 91%, dan

kebersihan, kerapihan dan keamanan kerja sebesar 90%.

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

Kesiapanmahasiswa

Kemampuandalam

improvisasipercobaan

Keterampilandalam

melakukanpercobaan

Ketelitiandalam

melakukanpengamatan

danpercobaan

Ketepatandata hasil

pengamatan

Kerjasamadalam

kelompok

Kebersihan,kerapihan

dankeamanan

kerja

Percobaan 1 Percobaan II Percobaan III Percobaan IV

Page 51: INTERNALISASI NILAI KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN …apppintb.org/wp-content/uploads/2018/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · peningkatan sikap dan karakter siswa dalam pembelajaran

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan

Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 175

Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat

Gambar 2. Evaluasi Laporan Praktikum Guru-Guru SD di Kabupaten Lombok Tengah

Pada evaluasi laporan praktikum, dilakukan berdasarkan kesesuaian sistematika laporan dan

kedalaman isi laporan. Adapun rata-rata nilai praktikum yang diperoleh untuk 20 orang peserta dari

semua percobaan berkisar antara 85-91.

KESIMPULAN

Berdasarkan uraian kegiatan yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa kegiatan pelaksanaan

praktikum sebagai upaya penerapan konsep dassar sains bagi guru-guru SD di Kabupaten Lombok

Tengah berjalan lancar dan hasil evaluasi proses maupun evaluasi akhir praktikum berupa laporan

praktikum mendapat hasil yang baik. Rata-rata persentase hasil untuk semua indikator dari

percobaan 1 sampai percobaan 4 berkisar antara 74% sampai dengan 91% sedangkan rata-rata nilai

praktikum yang diperoleh untuk 20 orang peserta dari semua percobaan berkisar antara 85 sampai

91.

DAFTAR RUJUKAN Anonim. 2005. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan

Dosen. Jakarta: Depdiknas

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2018. Data Pokok Pendidikan Dasar dan Menengah.

Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah.

www.dapo.dikdasmen.kemdikbud.go.id/sp/2/230200. Diakses tanggal 23 Juli 2018.

Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Bidang Pendidikan. Konsep dan Implementasi

Kurikulum 2013. Jakarta : Kemdikbud

Wisudawati dan Sulistyowati. 2014. Metodologi Pembelajaran IPA. Jakarta: Bumi Aksara.

Samatowa. 2011. Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar. Jakarta : Indeks

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

Uji makanan Pencemaranlingkungan

Kelistrikan Alam semesta

88 85 91 88

Page 52: INTERNALISASI NILAI KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN …apppintb.org/wp-content/uploads/2018/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · peningkatan sikap dan karakter siswa dalam pembelajaran

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan

Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 176

Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat

MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENULIS OPINI MELALUI PEMBELAJARAN

KONTEKSTUAL PADA SISWA KELAS IV SDN 16 MATARAM

TAHUN PELAJARAN 2018/2019

Titin Untari1; Masnunah

2

1Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia, FKIP, UMMAT

2SDN 16 Mataram

e-mail: [email protected]

Abstrak: Menulis sebagai salah satu keterampilan berbahasa merupakan bagian yang tidak

terpisahkan dalam seluruh proses belajar siswa di sekolah. Menulis merupakan suatu proses, oleh

karena itu kemampuan menulis hendaknya dimiliki anak sejak dini. Latar belakang masalah dalam

penelitian ini adalah berasal dari hasil observasi awal diketahui bahwa pembelajaran menulis opini

di kelas IV SDN 16 Mataram masih rendah dan masih menemui banyak kendala yang disebabkan

pemilihan pendekatan pembelajaran yang tidak sesuai dengan materi pembelajaran. Penelitian ini

menggunakan rancangan active learning atau penelitian tindakan kelas yang didalamnya terbentuk

dari rangkaian siklus kegiatan, karena didasarkan pada masalah yang dihadapi oleh guru di dalam

kelas diantaranya minat siswa dan hasil belajar siswa, yang bertujuan untuk memperbaiki

pembelajaran. Penelitian Tindakan Kelas merupakan penyelidikan secara sistematis dengan

menginformasikan praktik dalam pembelajaran situasi tertentu. Adapun analisis data penelitian

yang digunakan deskriptif kuantatif. Penelitian dilaksanakan dalam II siklus tiap siklus terdiri dari

perencanaan, pelaksanaan, pengamatan atau observasi, evaluasi dan refleksi. Aktivitas siswa dan

guru diambil dengan menggunakan lembar observasi, sedangkan data ketuntasan belajar siswa

diperoleh dengan memberikan tes evaluasi yang diberikan pada setiap akhir siklus. Berdasarkan

analisis data, dapat disimpulkan bahwa: l) Secara individu, prosentase siswa berkemampuan tinggi

meningkat, yaitu dari 19,23% pada tahap prasiklus menjadi 59,62% pada siklus I, dan naik menjadi

84,61% pada siklus II. Siswa yang berkemampuan sedang pun mengalami penurunan dari 84,61%

pada prasiklus menurun menjadi 59,62%, pada siklus I, dan terakhir menjadi 19,23% pada siklus II.

Demikian juga dengan IPK yang diperoleh terjadi peningkatan, yaitu dari 59,62 prasiklus, 69,23

siklus I, dan 75,38 siklus II. Kategori kemampuan siswa juga meningkat, yaitu dari kategori sedang

menjadi tinggi sehingga penelitian ini dianggap sudah berhasil.

Kata Kunci: Meningkatkan, Kemampuan Menulis opini, pembelajaran kontekstual.

PENDAHULUAN

Penerapan kurikulum 2013 merupaka langkah pemerintah untuk meningatkan kompetensi

pembelajaran. Langkah ini di inisiasi oleh pemerintah didasarkan pada analisis tetang

penyempurnaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) karna udah tidak bisa mengatasi

persoalan social yang menggelobal dan kebutukhan sekarang ini. Solusi yang tepat adalah

implementasi kurikulum 2013 atas dinamika social, budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh

karna itu implementasi 2013 membawa perubahan mendasar dalam dunia pedidikan salah satunya

adalah dalam pemeblajaran bahasa Indonesia.

Pembelajaran bahasa Indonesia menurut kurikulum 2013 diimplementasikan membentuk

kompetensi siswa yang : 1) taat dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang diwujudkan dalam

sikap menerima, menjalankan, menghargai, menghayati dan mengamalkan ajaran agamanya

masing-masing dengan baik. 2) Memiliki perilaku dan sikap menghargai, menghayati dan

mengembangkan nilai-nilai karaktek mulia. 3) Mampu memahami dan menerapkan ilmu

pengetahuan dan konseptual dalam kehidupan sehari-hari. 4) Mampu menyajikan, mencoba,

mengolah dan mencipta ilmu pengetahuan sesuai dengan materi pelajaran.

Berdasarkan pada keempat kompetensi inti ini maka dapat disimpulkan orientasi inti

pembelajaran bahasa Indonesia dalam kurikulum 2013 adalah pada pengembangan sikap karakter,

ilmu pengetahuan dan kreatifitas siswa. Sikap karakter ini berkainatan dengan prilaku siswa yang

Page 53: INTERNALISASI NILAI KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN …apppintb.org/wp-content/uploads/2018/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · peningkatan sikap dan karakter siswa dalam pembelajaran

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan

Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 177

Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat

taat pada ajaran dan berkarakter mulia. Ilmu pengetahuan terkait dengan kemampuan siswa

memahami pengetahuan dan konseptualnya. Adapun kreatifitas terkait dengan kemampuan siswa

mempraktekkan dan menemukan konsep-konsep ilmu pengetahuan baru. Disinilah dapat ditegaskan

bahwa pemebelajaran bahasa Indonesia dalam kurikulum 2013 akan mewujudka siswa yang baik,

pintar dan kreatif.

Materi pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah dasar menurut kurikulum 2013 bersifat

tematik yaitu pembelajaran yang seluruh mata pelajarannya disatukan dalam tema tertentu. Tema

inilah yang menyatukan mata pelajaran. Satu tema disampaikan dalam berbagai mata pelajaran

sesuia silabusnya. Posisi tema ini merupakan instrument yang digunakan untuk mencapai

kompetensi inti yang berpusat pada pemahaman, keilmuan, sikap, dan karakter, ketakwaan dan

kreatifitas.

Dalam konteks pembelajaran bahasa Indonesia, materi bahasa Indonesia sudah disesuiakan

dengan tema yang harus dibelajarkan pada siswa dalam rangka untuk mencapai kompetensi inti

dalam kurikulum 2013. Adapun pembelajaran di kelas 4 sekolah dasar sesuai kurikulum 2013 yang

harus diajarkan pada siswa, sebagai berikut. Tema 1) Indahnya Kebersaan 2) Selalu Berhemat

Energi 3) Peduli terhadap makhluk hidup 4) Berbagai pekerjaan 5) Menghargai jasa pahlawan 6)

Indahnya negeriku 7) Cita-citaku 8) Daerah Tempat Tinggalku 9) Makanan sehat bergizi. Masing-

masing tema itu mempunyai alokasi waktu 3 minggu. Jadi 9 tema itu disajikan dalam waktu 27

minggu efektif.

Dari tema di atas pembelajaran bahasa Indonesia diajarkan pada siswa. Adalam kontes ini

tema di atas merangkum isi dalam pembelajaran bahasa Indonesia, yaitu keterampilan menyimak,

berbicara, membaca dan menulis. Diantara 4 keterampilan berbahasa itu, siswa kelas 4 SDN 16

mataram masih kesulitan dalam menulis atau mengarang opini atau pendapat tentang tema-tema

tersebut diatas. Oleh karena itu harus dicarikan solusi untuk mengatasi kesulitan siswa menulis

oponi.

Pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah dasar bertujuan untuk menjadikan siswa

memiliki 4 keterampilan berbahasa yaitu : keterampilan menyimak, berbicara, membaca dan

menulis. Keempat keterampilan tersebut dikuasai oleh siswa melalui menyampaian materi yang

sesuai dengan tema yang telah ditentukan dalam kurikulum 2013. Materi pemebelajaran dan tema

memiliki kedudukan sebagai isi (pesan) sedangkan proses penyampaianya dilakukan melalui proses

komunikasi yang melibatkan aktifitas menyimak, berbicara, membaca dan menulis. Oleh karena itu

pembelajaran bahasa Indonesia bersifat terpadu. Artinya keempat keterampilan berbahasa itu tidak

disampaikan secara dikotomik, melainkan melalui satu kesatuan kompprehensif (kurniawan, H.

2005:40)

Ketika siswa sudah teramoil membaca dan menyimak, dan melalui keterampilan tersebut

siswa dapat memahami berbagai ilmu pengetahuan, maka tugas selanjutnya adalah siswa mampu

menyampaikan ilmu pengetahuan tersebut untuk mampu menyampaikan itu data dilakukan melalui

kemampuan menulis. Dengan menulis siswa dapat menyampaikan ide gagasannya melalui bahasa

tulis. Menulispun menjadi keterampilan bahasa yang tinggi atau kompleks karna menulis

menunjukkan penguasaan dan pemahaman siswa terhadap pengetahuan.

Apanila siswa tidak memiliki dasar ilmu pengetahuan yang tidak memadai karna tidak

memiliki kebiasaan membaca yang baik maka dapat dipastikan tulisanya tidak bernas atau tidak

berisi sehingga pesan yang disampikan tidak dapat dipahami. Hal ini sebagai indicator bahwa siswa

tidak terampil menulis. Akan tetapi siswa yang memiliki pemahaman ilmu pengetahuan yang baik

idealnya dapat menulis dengan baik. Akan tetapi kenyataanya tidak demikian menulis itu

keterampilan. Jadi biarpun siswa memiliki pemahaman ilmu pengetahuan yang baik, tapi jika tidak

sering melakukan kegiatan menulis dengan baik maka siswa tidak memiliki keterampilan yang baik

itulah alasanya mengapa keterampilan menulis perlu dibelajarkan lebih intensif.

Pembelajaran kontekstual diharapkan menjadi solusi dalam permasalahan peningkatan

kemampuan menulis siswa karna pembelajaran kontekstual berorientasi pada siswa. Artinya

pembelajaran dilaksanakan dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan siswa yang mencakuo

Page 54: INTERNALISASI NILAI KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN …apppintb.org/wp-content/uploads/2018/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · peningkatan sikap dan karakter siswa dalam pembelajaran

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan

Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 178

Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat

kebutuhan rasa, pikiran dan sikap, untuk itu pendekatan pembelajaran yang digunakan adalah

pendekatan kontekstual. Pembelajaran harus sesuai dengan konteks personal, social, dan cultural

siswa.

Berdasarkan permasalah diatas, bahawa untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam

pembelajaran untuk menundukung keterampilan menulis maka harus dicarikan solusinya. Salah

satu solusi untuk memecahkan permasalahan diatas adalah dengan melaksanakan Penelitian

Tindakan Kelas (PTK). Adapun judul PTK ini adalah ‘’Meningkatkan Kemanpuan Menulis

Melalui Pembelajaran Kontekstual pada Siswa Kelas 4 SDN 16 Mataram Tahun Pelajaran

2018/2019.’’

Hipotesis Tindakan

Hipotesis tindakan adalah suatu dugaan yang bakal terjadi jika suatu tindakan dilkukan.

Atau hipotesis tindakan yaitu tindakan yang diduga mampu memecahkan masalah yang diteliti

Mahmud (2011:217). Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir di atas, maka hipotesis

tindakan dalam penelitian ini adalah pemblajaran kontekstual dapat meningatkan kemampuan

menulis pada siswa kelas 4 SDN 16 mataram tahun pelajaran 2018/2019

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (classroom action research) yang

dilakukan secara kolaboratif dan partisipatif. Artinya, peneliti tidak melakukan penelitian sendiri

namun bekerja sama dengan guru kelas yang lain. Secara partisipasif bersama-sama dengan

mitra peneliti akan melaksanakan penelitian ini langkah demi langkah Suwarsih Madya, dalam

jurnal kependidikan (2006:). Penelitian ini menciptakan kolaborasi atau partisipasi antara peneliti

dan guru pendamping. Peneliti terlibat langsung dalam proses penelitian sejak awal sampai dengan

hasil penelitian berupa laporan.

Subjek dan Objek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas 4 SDN 16 Mataram yang berjumlah 25

orang pada Semester ganjil Tahun Pelajaran 2018/2019. Objek dalam penelitian ini adalah

peningkatan kemampuan menulis melalui pemeblajaran kontekstual

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanankan di SDN 16 Mataram kelas IV. Sedangkan pelaksanaan

penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juni sampai bulan Juli.

Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian ini dirancang dengan menggunakan dua siklus dimana pda kegiatan

siklus I antara laian:

1. Tahap Perencanaan (planning)

2. Pelaksaan Tindakan (acting)

3. Pengamatan (Observing) dan evaluasi

4. Refleksi

Adapun kegiatan pada siklus II antara lain:

1. Tahap perencanaan (planning)

2. Pelaksanaan tindakan

3. Observasi dan evaluasi

4. Refleksi

Teknik Pengumpulan Data

Pada penelitian ini proses pengumpulan datanya melalui beberapa cara yaitu dengan

pedoman observasi/pengamatan, dokumentasi, tugas. Apabila pengumpulan data dilakukan melalui

pengamatan, maka instrumennya adalah pengamatan itu sendiri, dengan alat bantu berupa

pedoman observasi. Pengumpulan data yang dilakukan melalui pengujian, maka instrumennya

adalah tes.

Kriteria Keberhasilan

Keberhasilan penelitian tindakan kelas ini ditandai dengan adanya perubahan ke arah

perbaikan. Adapun keberhasilan akan tercapai apabila siswa dalam pembelajaran Menulis

Page 55: INTERNALISASI NILAI KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN …apppintb.org/wp-content/uploads/2018/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · peningkatan sikap dan karakter siswa dalam pembelajaran

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan

Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 179

Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat

Opini sudah memenuhi Kriteria Kentuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan. Kriteria

Ketuntasan Minimal (KKM) kelas IV sekolah dasar adalah 70, maka standar ketuntasan jika 75%

dari jumlah siswa dalam kelas telah mencapai ketuntasan ≥ 70.

Teknik Analisis Data

Tahap analisis data pada penelitian tindakan kelas berada pada tahap evaluasi. Berdasarkan

tujuan pengolahan data dalam penelitian ini digunakan metode analisis statistik atau deskriptif

kuantitatif, yaitu metode yang berusaha menganalisis data secara sistematis dengan menggunakan

angka-angka (Arikunto, 2002: 207). Dengan menggunakan metode analisis deskriptif kuantitatif

ini, peneliti dapat memperoleh suatu deskripsi tentang peningkatan nilai atau kemampuan siswa

kelas IV SDN 16 Mataram dalam pembelajaran menulis opinikarangan sebelum dan sesudah

menggunakan pembelajaran kontekstual. Metode kuantitatif dilakukan dengan cara menentukan

skor maksimal ideal, Mean ideal, dan standar deviasi.

PEMBAHAHASAN

Tabel 1. Data nilai kemampuan siswa dalam pembelajaran menulis opini dengan

pembelajaran kontekstual siklus 1

No Nama Siswa Nilai

Prasiklus Siklus I Siklus II

1 Alfi Zulmi Maulidi 55 65 70

2 Annisa Aswiyani 55 70 75

3 Denek Bini Naya S. 55 70 75

4 Deni Adha Akbar 60 65 65

5 Dhabithah Batrisyia S. 70 70 75

6 Faizd Mubarok 60 60 70

7 Fathir Bariq Segara 55 80 90

8 Fauzan 60 70 80

9 Hani Gustian 55 70 75

10 Harly Eka Permata S. 50 70 75

11 Lalu Khairil Anwar 60 70 75

12 Liana Permata Hati 60 65 70

13 Lukmanul Hakim 60 85 90

14 Medina Azahrah A. 55 65 75

15 M. Azlan Zaifani 70 75 80

16 M. Fahril Hidayat 55 70 80

17 M. Haikal F. 60 60 65

18 M. Hariyawan R. 60 65 65

19 M. Tiyo Irfatama 55 75 80

20 Mulia Azi Pratama 70 65 75

21 Novi Nur Aryani 60 80 90

22 Retno Saputra 60 70 75

23 Shalsa Qorryliani W. 60 70 75

24 Syakirah Rizka R. 55 65 65

25 Yasmein Dwi A. 70 70 75

26 Yuniarti Maemunah 55 65 75

Jumlah 1.550 1.800 1.960

Rata-rata 59,62 69,23 75,38

Sumber data: Data diolah tanggal 22 September 2018

Page 56: INTERNALISASI NILAI KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN …apppintb.org/wp-content/uploads/2018/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · peningkatan sikap dan karakter siswa dalam pembelajaran

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan

Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 180

Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat

Tabel 2. Data peningkatan nilai siswa dalam pembelajaran menulis opini tahap

prasiklus, siklus I dan siklus II

Individu Prasiklus Siklus I Siklus II

a. Tinggi 5 orang= 19,23% 16 orang=61,54% 22 orang= 84,61 %

b. Sedang 21 orang= 80,77% 10 orang=38,46% 4 orang= 15,39%

c. Rendah 0% 0% 0%

IPK 59,62 (kategori

sedang/normal)

69,23 (kategori

sedang/normal)

75,38 (kategori

tinggi)

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil analisis data menunjukkan bahwa kemampuan menulis opini tanpa

pembelajaran kontekstual prasiklus dibandingkan pembelajaran menulis opini dengan pembelajaran

kontekstual siklus I dan siklus II terdapat keunggulan-keunggulan baik dari segi proses maupun

hasil. Berdasarkan tabel dan hasil evaluasi di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran menulis

opini dengan pembelajaran kontekstual telah dapat meningkatkan kemampuan menulis opini pada

siswa Kelas IV SDN 16 Mataram, baik secara individu maupun kelompok. Secara individu,

prosentase siswa berkemampuan tinggi meningkat, yaitu dari 19,23% menjadi 61,54% pada siklus

I, dan naik menjadi 84,61% pada siklus II. Siswa yang berkemampuan sedang pun mengalami

penurunan dari 80,77% pada prasiklus menurun menjadi 61,54%, pada siklus I, dan terakhir

menjadi 15,39% pada siklus II. Demikian juga dengan IPK yang diperoleh terjadi peningkatan,

yaitu dari 59,62 prasiklus, 69,23 siklus I, dan 75,38 siklus II. Kategori kemampuan siswa juga

meningkat, yaitu dari kategori sedang menjadi tinggi.

Dengan demikian, pembelajaran kontekstual dapat digunakan untuk meningkatkan

kemampuan menulis opini pada siswa kelas IV SDN 16 Mataram tahun pelajaran 2018/2019.

Hasil analisis peneliti terhadap perencanaan pembelajaran yang dilakukan oleh mitra peneliti

tanpa pembelajaran kontekstual pada prasiklus, pada tahap ini peneliti merencanakan pembelajaran

di kelas. Guru kemudian menyusun RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran), absensi siswa,

buku-buku penunjang lainnya sebagai hal yang pokok selain menyediakan alat dan bahan

pembelajaran sebagai sarana pendukung proses Kegiatan Belajar Mengajar (KBM). Hanya saja

persiapan ABP belum direncanakan.

Pada siklus I hasil analisis peneliti terhadap perencanaan pembelajaran yang dilakukan oleh

mitra peneliti, yaitu semua persiapan telah berjalan dengan baik (RPP, absensi siswa, buku-buku

penunjang lainnya, serta media lingkungan telah dipersiapkan sebelumnya, yaitu kebun sekolah

yang menjadi objek kajian untuk menulis.

Pada siklus II hasil analisis peneliti terhadap perencanaan pembelajaran yang dilakukan oleh

mitra peneliti, yaitu semua persiapan telah berjalan dengan baik (RPP, absensi siswa, buku-buku

penunjang lainnya, serta persiapan lingkungan sekolah yang lebih luas dari siklus I yang hanya

menggunakan lingkungan taman bunga. Kesemuanya telah tersusun dengan baik dan sistematis.

Persiapan guru juga lebih baik dari tahap pembelajaran sebelumnya.

Gambaran peneliti, pada tahap pelaksanaan prasiklus mulai kegiatan awal sampai akhir,

peneliti menemukan beberapa hal sebagai catatan yang sekaligus merupakan kelemahan yang

dilakukan mitra peneliti, antara lain: 1) Guru asyik mengajar tanpa memperhatikan situasi kelas

yang ada pada saat itu (sering gaduh/ribut). 2) Gaya guru mengajar monoton dan tidak menarik,

karena guru hanya berdiri pada suatu tempat. 3) Guru tidak maksimal dalam membimbing siswa

dalam pembelajaran menulis opini. 4) Siswa lebih banyak berdiam diri pada saat ditugaskan guru

untuk tampil di depan kelas.

Gambaran peneliti, pada tahap pelaksanaan siklus I mulai kegiatan awal sampai akhir, telah

terjadi perubahan pada saat proses sampai evaluasi pembelajaran. Perubahan yang dimaksudkan,

antara lain: 1) Pada kegiatan awal pelajaran siswa cukup merespon materi dan tugas yang diberikan

guru. 2) Guru lebih enerjik dalam mengajar menulis opini, karena minat belajar siswa lebih

Page 57: INTERNALISASI NILAI KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN …apppintb.org/wp-content/uploads/2018/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · peningkatan sikap dan karakter siswa dalam pembelajaran

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan

Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 181

Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat

meningkat dengan adanya penggunaan pembelajaran kontekstual lingkungan sekolah. 3) Gaya guru

dalam mengajar juga lebih variatif sehingga bisa menguasai kelas. 4) Kolaborasi siswa dengan guru

juga terlihat seimbang.

Gambaran peneliti pada tahap pelaksanaan siklus II mulai kegiatan awal sampai akhir,

sudah sangat baik sekali. Hal tersebut tergambar dari hasil penilaian proses pembelajaran yang

peneliti lakukan terhadap siswa dan juga terhadap guru mitra.

Hasil tahap observasi prasiklus menunjukkan bahwa siswa masih mengalami kesulitan

dalam menulis opini. Perhatian anak kurang maksimal karena tidak dilengkapi dengan media

pembelajaran sehingga anak kurang menguasai materi yang ditugaskan kepada mereka. Guru

kurang memotivasi siswa dalam proses belajar mengajar sehingga beberapa siswa tidak

memperhatikan penjelasan guru.

Gambaran peneliti saat melakukan observasi siklus I pada tahap menulis opini dengan

pembelajaran kontekstual menunjukkan respon siswa terhadap pembelajaran terlihat sangat baik.

Siswa terlibat secara aktif dan serius belajar. Hal ini dikarenakan siswa belajar dalam kondisi

menyenangkan dikarenakan penggunaan lingkungan sekolah yang selama ini tidak pernah

dimanfaatkan sebagai sumber belajar. Siswa lebih interaktif dalam bertanya serta menjawab

pertanyaan guru. Guru tidak lagi terlalu dominan selama pembelajaran berlangsung.

Gambaran peneliti saat melakukan observasi siklus II pada tahap menulis opini dengan

pembelajaran kontekstual siklus II ini sudah sangat baik dan merupakan penyempurnaan dari

pembelajaran menulis opini dengan pembelajaran kontekstual siklus I. Gambaran peneliti pada

tahap evaluasi prasiklus ini, yaitu guru mengadakan evaluasi dengan cara menyuruh siswa

mengarang, dimana guru sebelumnya hanya memberikan contoh karangan tanpa adanya suatu

teknik yang dapat menarik perhatian siswa. Siswa lebih banyak tidak memahami tentang evaluasi

yang diberikan guru terhadap mereka.

Gambaran peneliti pada tahap evaluasi siklus I ini, yaitu guru mengadakan evaluasi menulis

opini, siswa dengan cara mengajak siswa mengamati objek langsung berupa kincir angin yang

dibuat sendiri oleh siswa atas petunjuk dibuku dan contoh dari guru. Pada siklus I ini siswa mulai

antusias dalam pembelajaran menulis opini. Gambaran peneliti pada tahap evaluasi siklus II ini,

yaitu guru mengadakan evaluasi menulis opini siswa dengan cara mengajak siswa mengamati

langsung objek yang ditunjukkan oleh guru, lalu siswa berusaha membuat sendiri benda itu. Hal ini

tentunya merupakan suatu bentuk pembelajaran sebagaimana yang kita kenal dengan pembelajaran

PAIKEM, dan jelas pada siklus II ini siswa sangat antusias serta aplikasi dari hal tersebut terlihat

dari nilai siswa yang lebih baik dalam pembelajaran menulis.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis data menunjukkan bahwa kemampuan menulis opini tanpa

pembelajaran kontekstual prasiklus dibandingkan pembelajaran menulis opini dengan pembelajaran

kontekstual siklus I dan siklus II terdapat keunggulan-keunggulan baik dari segi proses maupun

hasil.

Berdasarkan tabel dan hasil evaluasi di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran

menulis opini dengan pembelajaran kontekstual telah dapat meningkatkan kemampuan menulis

opini pada siswa Kelas IV SDN 16 Mataram, baik secara individu maupun kelompok. Secara

individu, prosentase siswa berkemampuan tinggi meningkat, yaitu dari 19,23% menjadi 61,54%

pada siklus I, dan naik menjadi 84,61% pada siklus II. Siswa yang berkemampuan sedang pun

mengalami penurunan dari 80,77% pada prasiklus menurun menjadi 61,54%, pada siklus I, dan

terakhir menjadi 15,39% pada siklus II. Demikian juga dengan IPK yang diperoleh terjadi

peningkatan, yaitu dari 59,62 prasiklus, 69,23 siklus I, dan 75,38 siklus II. Kategori kemampuan

siswa juga meningkat, yaitu dari kategori sedang menjadi tinggi.

Dengan demikian, pembelajaran kontekstual dapat digunakan untuk meningkatkan

kemampuan menulis opini pada siswa kelas IV SDN 16 Mataram tahun pelajaran 2018/2019.

Page 58: INTERNALISASI NILAI KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN …apppintb.org/wp-content/uploads/2018/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · peningkatan sikap dan karakter siswa dalam pembelajaran

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan

Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 182

Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat

DAFTAR RUJUKAN Akbulut, H. and R. A. Vural. 2015. Achmadi, A. 2005. Metodologi Penelitian. Jakarta: PT Bumi

Aksara.

Akhadiah, S. 1997. Menulis. Jakarta: Depdikbud.

Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

Daryanto. 1998. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Surabaya: Apollo.

Depdiknas. 2010. Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan. Yogyakarta: Pustaka Timur.

Gie, The L. 1992. Pengantar Dunia Karang Mengarang. Yogyakarta: Liberty.

Finuza,L.2008. Komposisi Bahasa Indonesia. Jakarta: Diksi Intan Mulia

Keraf, G. 2000. Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa. Ende Flores: Nusa Indah.

Kurniawan,H.2015. Pembelajaran Kreatif Bahasa Indonesia. Jakarta: Kharisma Putra Utama

Maliki, I. 2008. Pembinaan Bahasa dan Sastra Indonesia. Surabaya: Usaha Nasional.

Nurjamal, D dan Warta S. 2010. Penuntun Perkuliahan Bahasa Indonesia. Bandung: Alfabeta.

Nurkancana, W. 1990. Evaluasi Hasil Belajar. Surabaya: Usaha Nasional.

-------------------. 1983. Evaluasi Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional.

Purwanto, Ng. 1997. Metodologi Pengajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar. Jakarta: Rosda

Jayaputra.

Riyanto, Y. 2001. Metodologi Penelitian Pendidikan. Surabaya: SIC.

Semi, M. A. 2007. Dasar-dasar Keterampilan Menulis. Bandung: Angkasa.

Sudjana, N. 2005. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&B. Bandung: Alfabeta.

Suyatno. 2011. Teknik Pembelajaran Bahasa dan Sastra. Surabaya: SIC.

Slamet, ST. 2008. Dasar-dasar Keterampilan Berbahasa Indonesia. Solo: UNP Press.

Syamsuddin. 2009. Metode Penelitian Pendidikan Bahasa. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.

Tarigan HG. 2008. Komposisi. Ende Flores: Penerbit Nusa Indah

----------------. 2008. Menulis Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.

Tarigan, Dj. 2008. Membina Keterampilan Menulis Paragraf dan Pengembangannya. Bandung :

Angkasa

Widyamantara. 1996. Kreatif Mengarang. Yogyakarta: Kanisius.

-------------------. 1997. Dasar-dasar Menulis Karya Ilmiah. Jakarta: Grasindo

Page 59: INTERNALISASI NILAI KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN …apppintb.org/wp-content/uploads/2018/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · peningkatan sikap dan karakter siswa dalam pembelajaran

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan

Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 183

Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat

PELESTARIAN TOKOH LOKAL MASYARKAT BIMA MELALUI KEMAMPUAN

MAHASISWA DALAM MENULIS TEKS DRAMA

Sri Hardiningsih1; Muh. Rijalul Akbar

2

1,2 STKIP Taman Siswa Bima

e-mail: [email protected]

Abstrak: Sebagai kekayaan budaya, tokoh-tokoh setempat mencerminkan identitas

masyarakat. Pengetahuan kelokalan tersebut dapat direvitalisasi untuk meningkatan kompetensi

mahasiswa dalam menyediakan bahan ajar berbasis lingkungan agar mengatasi kesulitan belajar

peserta didik. Adapun rumusan maslah dalam penelitian ini adalah Bagaimanakah kemampuan

mahasiswa Prodi PGSD STKIP Taman Siswa Bima dalam menulis teks drama dengan

memanfaatkan tokoh lokal Dana Mbojo? Penelitian ini menggunakan teori tentng tokoh lokal dan

menulis teks drama. Adapun metode penelitian ini adalah desktiptif kuantitatif. Lebih lanjut, hasil

dari penelitian ini adalah pemanfaatan tokoh-tokoh dana Mbojo dalam menulis naskah drama.

Berdasarkan hasil angket yang disebarkan pada mahasiswa yang berjumlah 18 pernyataan, “5 W 1

H” hasil analisis angket respon mahasiswa dalam menulis teks drama menunjukan kemampuan

menulis teks drama cukup baik. Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan: Berdasarkan

hasil tes yang dinilai dari instrumen penelitian, mahasiswa mampu menulis teks drama dengan

cukup baik, hal ini ditunjukkan dalam hasil dimana 48,88% dengan skor nilai 59-69 dengan jumlah

11 mahasiswa mampu menulis teks drama. Sedangkan 14,18% dengan skor nilai 70-80 dengan

jumlah 4 mahasiswa mampu menulis teks drama dengan baik.

Kata Kunci: Revitalisasi, Tokoh Bima, Menulis, Teks Drama

PENDAHULUAN

Seiring perubahan zaman, manusia terkadang melupakan sesuatu yang ada di lingkungan

masyarakat. Padahal itu diyakini berharga dan dapat dimanfaatkan dalam kehidupan

bermasyarakat. Situasi demikian perlu disiasati untuk menghindari gejala manusia yang mulai

melupakan kesejarahan yang ada di lingkungannya. Semestinya terus diingatkan, dijaga hingga

dilestarikan secara turun-temurun dari setiap generasi. Adapun fenomena yang maksud mencakup

dua aspek, yakni: 1) pudarnya pengetahuan tentang tokoh-tokoh Dana Mbojo yang pernah hidup

dari zaman nenek moyang sampai zaman kerajaan dan 2) belum adanya pemanfaatan tokoh tersebut

dalam membantu pengembangan kompetensi mahasiswa dalam menyediakan bahan ajar

berdasarkan lingkungannya.

Aspek pertama memberi gambaran yang menyoroti permasalahan pengetahuan terhadap tokoh-

tokoh yang ada pada Dana Mbojo kini kurang dikenal secara luas oleh masyarakat Bima. Hal itu

disebabkan kurangnya penyebaran informasi secara lisan maupun tertulis dari berbagai ranah:

keluarga, sekolah, dan masyarakat. Tokoh-tokoh yang pernah hidup pada zaman dahulu dipercaya

hadir membawa kearifan khas Bima yang bermanfaat untuk dijadikan panutan bagi masyarakat

yang hidup di zaman setelahnya.

Aspek kedua sebagai suatu upaya memanfaatkan potensi kelokalan (tokoh) dalam kehidupan

kekinian. Oleh karenanya, perlu kesadaran dalam mengaktualisasikan tokoh-tokoh lokal, sebelum

hal itu terlupakan selama-selamnya. Adapun langkah nyata yang dapat dilakukan terhadap

keberadaan tokoh-tokoh dana Mbojo melalui proses revitalisasi dalam bentuk menulis teks drama

(kompetensi calon guru dalam menyediakan bahan yang ramah serta efektif terhadap perkembangan

psikologis peserta didik agar terhindar dari kesulitan belajar). Prosesnya, mahasiswa akan membuat

teks drama yang berpedoman pada tokoh (gambaran karakteristik) yang disediakan telah

disediakan. Jangka panjang, kesadaran akan keberadaan tokoh-tokoh lokal sehingga memunculkan

pengetahuan dalam diri mereka yang selama ini terabaikan. Oleh karena demikian, selain secara

internalisasi seorang mahasiswa dapat mengetahui kembali tokoh dengan karakteristik yang khas

Page 60: INTERNALISASI NILAI KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN …apppintb.org/wp-content/uploads/2018/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · peningkatan sikap dan karakter siswa dalam pembelajaran

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan

Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 184

Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat

lingkungannya, melainkan juga kemampuan dalam membantu menfasilitasi tersedianya bahan ajar

untuk menghindari kesulitan belajar peserta didik kelak.

Secara teoretis, mahasiswa secara kreatif dapat menghasilkan cerita karena terbantu dengan

adanya deskripsi tokoh (karakteristik) sehingga pengembangan alur akan mengalir sesuai

interpretasi yang ingin disampaikan. Drama sebagai sebagai salah satu bentuk sastra berisi

kesadaran tentang hidup dan kehidupan yang disajikan melalui pendalaman dialog. Hal tersebut

diperkuat pernyataan Wellek dan Warren (2014:99) berikut ini “Sastra (drama) tidak hanya

mencerminkan situasi sosial pada kurun waktu tertentu. Drama tidak hanya mencerminkan beberapa

aspek realitas sosial. Melainkan drama mencerminkan dan mengekspresikan berbagai aspek

kehidupan.

Dengan demikian, proses yang perlu dilakukan dalam penelitian ini mulai dari pengumpulan

informasi tentang tokoh-tokoh Dana Mbojo dari berbagai literatur maupun informan. Deskripsi

tokoh (karakteristik) sehingga memberi kemudahan mahasiswa dalam mengembangkan dialog pada

teks drama. Panduan yang diberikan menjadi stimulus pada materi perkuliahan tentang kompetensi

mahasiswa dalam mengembangkan bahan ajar.

Upaya revitalisasi tokoh-tokoh dana Mbojo yang melibatkan mahasiswa Prodi PGSD STKIP

Taman Siswa Bima dalam menulis teks drama. Berangkat dari kesadaran terhadap fenomena

kelokalan karena semakin dipinggirkan dan kurang dimanfaatkan dalam ranah pendidikan

(perguruan tinggi) saat ini. Oleh karena itu, objek telaah dapat membantu menyelesaikan satu

fenomena sosial dan pengembangan kompetensi akademik mahasiswa.

1. Teori

A. Tokoh dan Penokohan

Tokoh memegang peran yang sangat penting dalam sebuah karya sastra, khususnya novel.

Tokoh yang menentukan bagaimana cerita akan dimainkan melalui watak yang dimiliki oleh

masing-masing tokoh. Watak yang dimiliki oleh tiap-tiap tokoh inilah yang dinamakan perwatakan,

untuk mengetahui watak seorang tokoh dalam sebuah cerita salah satunya dengan cara bagaimana

mereka bersikap dengan tokoh lainnya.

Pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita fiksi sehingga peristiwa itu mampu menjalin

suatu cerita disebut dengan tokoh. Sementara itu, cara pengarang menampilkan tokoh atau pelaku

disebut dengan penokohan (Aminuddin, 2011:79). Tokoh atau pelaku dalam sebuah cerita

memegang perannya masing-masing. Beberapa tokoh ada yang mengambil banyak peran atau

bahkan mengendalikan sebuah cerita sehingga kemunculan tokoh dalam sebuah cerita mendominasi

tokoh lain. Terdapat beberapa tokoh yang mendukung peran dari tokoh yang mendominasi tersebut.

Pembaca atau peneliti dituntut untuk memahami watak-watak tokoh dalam sebuah cerita. Beberapa

hal berikut adalah hal yang perlu diketahui untuk mengenal watak-watak tokoh.

Menurut Aminuddin (2011:80) dalam upaya memahami watak pelaku, pembaca dapat

menelusurinya melalui (1) tuturan pengarang terhadap karakteristik pelaku, (2) gambaran yang

diberikan pengarang lewat gambaran lingkungan kehidupan maupun cara berpakaian, (3)

menunjukkan bagaimana perilakunya, (4) melihat bagaimana tokoh itu berbicara tentang dirinya

sendiri atau sebaliknya melihat bagaimana tokoh lain berbicara tentangnya, (5) memahami

bagaimana jalan pikirannya, (6) melihat bagaimana tokoh lain berbincang dengannya, (7) melihat

bagaimana tokoh-tokoh yang lain itu memberikan reaksi terhadapnya, atau melihat bagaimana

tokoh itu dalam mereaksi tokoh lainnya.

Beberapa pedoman yang telah dipaparkan tersebut adalah sejumlah cara atau teknik untuk

menentukan watak seorang tokoh. Watak seorang tokoh dapat dipahami dari berbagai sudut.

Adapun cara untuk memahami watak tokoh yaitu dengan melihat hubungan seorang tokoh dengan

dirinya sendiri, dengan tokoh lainnya, dan berdasarkan penggambaran pengarang.

B. Tokoh Lokal

Tokoh lokal (Bima) sebagai sosok yang yang terkemuka dan kenamaan (dibidang politik,

kebudayaan, dan sebagainya) dalam masyarakat tertentu. Keberadaan tokoh lokal mencerminkan

perilaku positif dalam berhubungan dengan alam dan lingkungan sekitarnya, yang bersumber dari

Page 61: INTERNALISASI NILAI KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN …apppintb.org/wp-content/uploads/2018/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · peningkatan sikap dan karakter siswa dalam pembelajaran

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan

Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 185

Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat

nilai agama, adat istiadat, petuah nenek moyang, atau budaya setempat yang terbangun secara

alamiah dalam suatu komunitas masyarakat (Wikantiyoso, dkk, 2013:4). Begitu pula tokoh-tokoh

Dana Mbojo sejatinya memiliki filosofi yang sangat kuat dengan karakter positifnya dengan

semboyan “Maja Labo Dahu”. Istilah masyarakat yang dilabeli tokoh lokal karena kesadaran dalam

dirinya untuk menggunakan akal budinya dalam bertindak dan bersikap terhadap sesuatu, objek,

atau peristiwa yang terjadi di lingkungannya.

Adanya proses internalisasi yang panjang dan berlangsung terus-menerus sebagai akibat

interaksi manusia dan lingkungannya sehingga menjadi penting kemudian dalam pembelajaran ada

penggunaan tokoh lokal sebagai pendekatan building character (pengembangan karakter)

diharapkan memberikan solusi kebermaknaan dalam pembelajaran. Seperti pandangan Purnama

(dalam Syamsiyatun, 2013:11) bahwa belajar tentang tokoh lokal sebagai usaha menguasai

kemampuan berpikir secara imajinatif, untuk mengorganisir informasi, dan menggunakan berbagai

fakta dalam rangka menemukan dan memahami ide yang signifikan.

C. Menulis Teks Drama

Menulis adalah salah satu dari empat keterampilan berbahasa. Menurut Wardani, dkk

(2016:8.4-8.5) keterampilan menulis merupakan keterampilan yang menuntut keaktifan sehingga

membutuhkan kemampuan mengolah informasi yang akan disampaikan. Adanya bahan yang

disediakan dosen, diharapkan membantu mahasiswa menghasilkan teks drama. Selain itu, modal

kelokalan yang ada sesuai lingkungan yang ditempatinya.

Adapun teks drama merupakan rangkaian cerita (dialog) antartokoh yang akan dipentaskan.

Secara umum teks drama akan berisi prolog (adegan pembukaan), dialog (percakapan), dan epilog

(adegan akhir atau penutup). Oleh karena itu, bagian itu harus diperhatikan dalam merancang teks

drama agar kekuatan pesan hadir di dalamnya (O’Sullivan, dkk., 2016). Seorang penulis teks

drama harus memberi penekanan tokoh dan karakter hingga bahasa yang dimunculkan. Hal

mendasar dalam teks drama, meliputi: 1) pemakaian "petunjuk lakuan" (petunjuk tentang sikap,

atau perasaan tokoh yang biasanya diletakan sebelum atau sesudah dialog) dan dialog; (2)

penggambaran watak, watak tokoh dalam teks drama dideskripsikan oleh tindakan dan motivasi

tokoh ketika berdialog dengan tokoh lain, (3) memiliki bahasa yang cenderung orang berbicara

dalam keseharian (Dewojati, 2015:18).

Mahasiswa dalam menulis teks drama tentu harus memahami unsur pengembangan penceritaan

sehingga naskah yang dihasilkan memiliki kualitas baik. Pemahaman tentang tokoh yang

merupakan pelaku dalam pertunjukan cerita (Hidayat, 2014:29; Akbulut and Vural, 2015).

Penokohan sebagai gambaran watak setiap tokoh yang akan dilakonkan, seperti: 1) protagonis,

tokoh yang menampilkan kebaikan, 2) antagonis, tokoh jahat atau tokoh penentang kebaikan, dan 3)

tirtagonis, tokoh pendukung. Tema menjadi sumber ide pokok cerita (gagasan). Alur merupakan

rangkaian peristiwa dalam drama. Latar menunjukkan keberadaan tempat dan waktu terjadinya

peristiwa dalam drama. Amanat mengarahkan sebuah pesan nasihat yang terkandung penceritaan.

Ketika teks cerita dipentaskan maka harus diperhatikan tata panggung dan tata rias untuk

mendukung kesuksesan konsep teks drama yang dibuat (Killen and Cooney, 2017). Oleh karena

demikian, drama sebagai karya sastra yang bertujuan menggambarkan kehidupan dengan

mengemukakan tikaian dan emosi lewat dialog dengan tujuan memengaruhi penontonya.

Jika unsur itu dipahami oleh mahasiswa, maka tidak akan mengalami kesulitan dalam

mengembangkan teks drama berdasarkan draf tokoh Dana Mbojo (karakteristik) yang disediakan

dosen. Kemampuan mahasiswa membuat teks drama dalam perkuliahan berdampak pada

ketersediaan bahan yang membantu penguatan karakter peserta didik kelak. Perlakuan dalam

mengarahkan pembuatan teks drama untuk meningkatkan kreativitas (Dananjaya, 2013:122).

Begitupun perihal yang harus dilakukan mahasiswa calon guru dalam menyiasati permasalahan

terhadap kebutuhan bahan ajar untuk membantu perkembangan peserta didik di sekolah.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif. Berusaha menggambarkan data

sesuai karakteristik variabel, inventarisasi, menghitung, dan mempersentasekannya (Sugiono,

Page 62: INTERNALISASI NILAI KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN …apppintb.org/wp-content/uploads/2018/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · peningkatan sikap dan karakter siswa dalam pembelajaran

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan

Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 186

Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat

2014:112). Oleh karena demikian, deskriptif kuantitatif dapat memberikan gambaran tentang data

secara sistematis dan cermat secara diteliti.

Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian yaitu catat menggunakan

instrumen yang telah divaliditasi oleh tim ahli (2 orang). Instrumen pengumpulan data akan

membantu peneliti untuk mendata kemampuan mahasiswa menulis teks drama, mempersentasekan,

dan mendeskripsikan temuan sehingga dihasilkan keakuratan hasil penelitian sesuai rumusan yang

telah ditentukan.

Di mana pertanyaan penelitian yang termuat dalam instrumen, telah divalidasi oleh expert

judgement. Pertanyaan yang ada pada instrumen penelitian yang telah divalidasi di lihat dari 5 W 1

H atau what (apa), who (siapa), when (kapan), where (dimana), why (mengapa), dan how

(bagaimana). Untuk lebih jelasnya berikut disajikan bentuk instrumen dan validasinya.

Tabel 1. Pedoman Penilain Naskah Drama

Aspek Kriteria Validator 1 dan

2

Tokoh/

perwatakan

Ekspresi

penokohan dan

kesesuaian

karakter tokoh

Siapa (who)

Bagaimana

(how)

Dimana (where)

Latar, teks

samping

(petunjuk

tindakan),

nada, dan

suasana

Kreativitas dalam

menggambarka

n latar, teks

samping,

mengembangka

n nada dan

suasana.

Kapan (when)

Mengapa (why)

Dimana (where)

Alur atau jalan

cerita

Alur cerita,

kronologi

struktur

dramatik

Dimana (where)

Kapan (when)

Bagaimana

(how)

Amanat atau

pesan

Penyampaian

amanat

Apa (what)

Siapa (who)

Dialog Kreativitas dalam

menyusun dan

mengembangka

n dialog

Kapan (when)

Mengapa (why)

Bagaimana

(how)

Selain itu, penelitian ini menggunakan instrumen penelitian untuk mengukur sejauh mana

kemampuan mahasiswa dalam menulis teks drama. Adapun contoh instrumen penelitian sebagai

berikut.

Petunjuk pengisian kuisioner:

1. Baca petunjuk pengisian kuisoner sesuai dengan pemahaman saudara/saudari

2. Beri tanda ceklist (√) pada kolom pensekoran yang telah disediakan’

Biodata sampel

Nama Mahasiswa:

NIM :

Prodi :

Tabel 2. Instrumen Penilain Naskah Drama

Page 63: INTERNALISASI NILAI KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN …apppintb.org/wp-content/uploads/2018/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · peningkatan sikap dan karakter siswa dalam pembelajaran

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan

Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 187

Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat

N

o Pertanyaan Penelitian

SKOR Keterangan 1 2 3 4 5

1

Menganalisis tokoh lokal Mbojo yang sesuai

dengan karakternya (bidang politik, kebudayaan,

dan sebagainya)

2 Memahami karakteristik tokoh lokal Mbojo yang

di data

3 Karakter positif yang ditampilkan tokoh lokal

Mbojo

4 Karakter tokoh Mbojo dalam berinteraksi dengan

masyarakat

5 Sikap tokoh Mbojo dalam petuah nenek moyang

6 Sikap tokoh Mbojo yang sesuai dengan adat

istiadat dan filosofi (maja labo dahu)

7 Keterkaitan antara tokoh lokal dengan

pengembangan karakter

8

Tokoh lokal Mbojo sebagai solusi yang

bermakna dalam penanaman karakter positif

masyarakat Mbojo

9 Mempelajari tokoh lokal sebagai peningkatan

kemampuan berpikir secara imajinatif

1

0

Pemanfaatan tokoh lokal yang di tuangkan

dalam teks drama mampu meningkatkan

kompetensi

1

1

Pemanfaatan tokoh lokal yang di tuangkan

dalam teks drama menambah pemahaman dalam

mengolah informasi yang disampaikan

1

2

Teks yang ditampilkan sesuai dengan karakter

tokoh Mbojo yang sesuai dengan lingkungan

yang ditempati

1

3

Penulisan skenario sesuai dengan tokoh lokal

Mbojo yang berisi pesan pada pembuka cerita

1

4

Penulisan skenario tokoh lokal Mbojo berisi

pesan prolog (percakapan) cerita

1

5

Penulisan skenario sesuai dengan tokoh lokal

Mbojo memuat adegan akhir berisi petuah yang

memuat karakter dou Mbojo (maja labo dahu)

1

6

Dialog yang dilakukan memberikan pesan

positif pada cerita

1

7

Bahasa nonverbal (gerak tubuh) yang

ditampilkan menggambarkan watak tokoh yang

dilakoni

1

8

Mengalokasikan waktu pementasan sesuai

dengan tema berdasarkan sumber cerita

Keterangan:

1 = sangat tidak baik

2 = tidak baik

3 = cukup baik

4 = baik

5 = sangat baik

Page 64: INTERNALISASI NILAI KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN …apppintb.org/wp-content/uploads/2018/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · peningkatan sikap dan karakter siswa dalam pembelajaran

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan

Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 188

Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat

Selanjutnya, teknik pengumpulan data dalam penelitian ini melalui langkah-langkah berikut ini.

Pertama, mengidentifikasi data tokoh. Kedua, pemberian materi dan tugas tentang menulis teks

drama. Ketiga, mahasiswa diminta menuliskan drama dengan cara menyadur dari cerpen atau

dongeng daerah Bima. Keempat, menabulasi data kemampuan mahasiswa menulis teks drama

dalam instrumen yang disediakan. Kelima, menganalisis hasil pengumpulan data dan

mendeskripsikan secara akurat sesuai perhitungan serta persentase dalam bentuk bagan atau tabel.

Keenam, membuat simpulan dan saran berdasarkan hasil penelitian.

PEMBAHAHASAN

Pada tahap evaluasi dilakukan penugasan kepada 15 mahasiswa yang diharapkan mewakili

kemampuan mahasiswa yang lain secara standard. Dari hasil angket tersebut diperoleh data dan

respon dari mahasiswa setelah menulis teks drama dengan hasil jawaban dan analisis angket dapat

dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 3. Hasil Analisis Angket Kemampuan Mahasiswa.

No Jawaban Instrumen 18 Pertanyaan Hasil

1 3 4 5 3 5 4 5 3 4 3 5 3 5 3 4 5 4 3 71

2 3 3 4 3 4 4 3 4 3 4 5 2 3 4 3 5 3 4 64

3 4 4 3 5 3 2 4 4 3 4 5 4 5 4 3 4 3 5 69

4 5 4 3 5 4 3 4 3 5 4 4 4 5 4 3 4 5 4 73

5 3 3 4 5 3 3 2 5 3 5 3 2 3 3 3 2 4 5 61

6 4 5 4 5 4 5 3 3 5 3 4 4 3 4 4 3 5 3 71

7 4 3 3 2 4 3 3 4 3 4 3 3 4 4 3 4 2 5 61

8 3 4 5 3 4 5 3 5 4 4 3 4 4 3 5 3 5 5 72

9 3 3 2 4 3 3 5 3 4 5 3 3 2 5 3 2 3 3 59

10 4 3 4 3 2 3 5 3 4 3 4 2 3 4 3 2 3 4 59

11 4 4 5 5 3 4 4 4 4 4 5 2 4 3 4 2 4 4 69

12 5 3 3 3 4 2 3 5 3 4 5 5 5 4 3 4 4 3 68

13 4 4 3 4 4 3 4 3 5 3 4 3 3 3 4 3 4 4 65

14 5 4 4 3 2 3 3 4 3 4 5 4 3 4 3 5 3 4 66

15 3 3 4 3 2 4 3 5 3 4 5 2 4 3 3 4 3 4 62

JUMLAH KESELURUHAN 918

RATA-RATA 61,2

Berdasarkan hasil angket yang disebarkan pada mahasiswa yang berjumlah 18 pernyataan, “5

W 1 H” hasil analisis angket respon mahasiswa dalam menulis teks drama didapat sebanyak 11

mahasiwa menunjukan kemampuan menulis teks drama cukup baik, sedangkan sebanyak 4

mahasiswa kemampuan menulis teks drama dapat dikatakan baik.

Berikut hasil pengolahan data kemampuan mahasiswa dalam menulis teks drama.

Grafik 4.1. Hasil Kemampuan Mahsiswa dalam Menulis Teks Drama

Selanjutnya penelitian ini diuraikan melalui tes dengan instrumen penelitian untuk mengukur

sejauhmana kemampuan menulis teks drama. Hasil tes didapat dengan menulis teks drama dengan

Page 65: INTERNALISASI NILAI KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN …apppintb.org/wp-content/uploads/2018/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · peningkatan sikap dan karakter siswa dalam pembelajaran

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan

Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 189

Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat

mendata tokoh lokal dari berbagai sumber. Selain itu hasil tes ini juga didapat dari pengolahan data

yang ada pada teks drama berupa jurnal, observasi, dan wawancara.

Hasil pada penelitian ini meliputi hasil tes dengan pemberlakuan tindakan penelitian

kompetensi menulis teks drama oleh mahasiswa dengan pendataan tokoh lokal Mbojo. Berdasarkan

hasil penilaian menulis teks drama yang telah dilakukan, diketahui bahwa hasil kemampuan

mahsiswa program studi PGSD STKIP Taman siswa semester V, secara keseluruhan termasuk

dalam kategori cukup. Nilai terendah 59. Mahsiswa yang memperoleh nilai tersebut adalah 2

mahasiswa. Dan sebagian lainnya mendapat nilai dengan rentan 61-71.

Hasil penelitian menulis teks drama oleh mahasiswa secara lebih lengkap dapat dilihat pada

tabel berikut.

Tabel 4. Hasil Tes Keterampilan Menulis Teks Drama

No Kategori Rentang

Nilai

Frekuensi Bobot

Nilai

Presentase

(%)

Nilai Rata-rata

1 Kurang Sekali 0-40 ̅ =

= 61, 2

(kategori cukup

baik)

2 Kurang 41-55

3 Cukup Baik 56-69 11 703 48,87%

4 Baik 70-80 4 215 14,33%

5 Sangat Baik 81-100

Jumlah 15 918

Berdasarkan tabel 2 ini diketahui bahwa bobot nilai tes keterampilan mahsiswa dalam menulis

teks drama pada penelitian ini secara keseluruhan mencapai 918 dengan nilai rata-rata 61,8

termasuk dalam kategori cukup baik. Diantara 15 mahasiswa, terdapat 4 mahsiswa atau 14,33%

yang berhasil memperoleh nilai dengan kategori baik dengan rentang nilai 70-84.

Mahasiswa yang memperoleh nilai tinggi disebabkan teks drama yang ditulis mahasiswa sudah

sesuai dengan kaidah penulisan teks drama yaitu, tokoh yang dideskripsikan sesuai dengan baik

sesuai karakter tokoh, alur yang digunakan jelas, latar yang dideskripsikan cukup jelas dengan gaya

bahasa yang mudah dimengerti serta baik dan terarah.

Mahasiswa yang memperoleh nilai rendah penyebab utamanya mahasiswa kurang fokus

terhadap apa yang ditulis. Oleh karena itu, hasil teks drama yang dibuat kurang memenuhi kaidah

penulisan drama. Mahasiswa tersebut masih kesulitan dalam mendeskripsikan penokohan sehingga

yang terlihat dari hasil teks drama mahasiswa hanya berisi percakapan tanpa adanya penekanan-

penekanan karakter tokoh. Alur yang digunakan kurang jelas. Penulisan teks drama langsung pada

konflik sehingga tidak ditemui awalan atau akhir dari cerita yang ditulis. Kurang dalam

menggambarkan setting/latar, sehingga deskripsi cerita kurang jelas.

0

20

40

60

80

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

HASIL KEMAMPUAN MAHASISWA

HASIL KEMAMPUAN MAHASISWA

Page 66: INTERNALISASI NILAI KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN …apppintb.org/wp-content/uploads/2018/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · peningkatan sikap dan karakter siswa dalam pembelajaran

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan

Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 190

Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat

Dari tabel diatas disimpulkan bahwa

sebagian besar mahasiswa berada pada kategori

menulis teks drama cukup baik. Dengan adanya

nilai tersebut menunjukkan tercapainya

ketuntasan menulis teks drama yaitu dengan nilai

rata-rata 61,2.

Hasil penulisan teks drama mahasiswa dapat

dilihat dengan adanya diagram 1 (diagram

batang) sebagai berikut.

Diagram batang diatas memperlihatkan

batang kategori cukup baik paling tinggi yaitu 11

mahasiwa dan baik dengan frekuensi 48,88%

kemudian diikuti dengan kategori baik 4

mahasiswa dengan frekuensi 14,33%. Agar lebih

jelas, nilai yang telah berhasil dicapai mahasiswa

digambarkan pada diagram 2 (diagram lingkaran) berikut

ini.

Berdasarkan diagram 2 dapat dilihat bahwa

persentase terbanyak yaitu sebesar 44,88% adalah jumlah

mahasiswa yang mendapat nilai 56-69 termasuk kategori

cukup baik. Semenentara 14,33% adalah jumlah

mahasiswa yang mendapat nilai 70-80 dengan kategori

baik. Hasil tes pada tabel diatas merupakan gabungan

dari “5 W 1 H” apa (what), siapa (who), kapan (when),

dimana (where), mengapa (why), bagaimana (how).

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil tes yang dinilai dari instrumen penelitian, mahasiswa mampu menulis teks

drama dengan cukup baik, hal ini ditunjukkan dalam hasil dimana 48,88% dengan skor nilai 59-69

dengan jumlah 11 mahasiswa mampu menulis teks drama dengan acuan data tokoh lokal.

Sedangkan 14,18% dengan skor nilai 70-80 dengan jumlah 4 mahasiswa mampu menulis teks

drama dengan baik, dengan acuan yang sama.

DAFTAR RUJUKAN Akbulut, H. and R. A. Vural. 2015. Drama in Education as one of the Opportunities of Cross‐

Cultural Pedagogy, in National Drama Publications Vol 6 No.2.

Aminuddin. 2011. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru Algensindo.

Dananjaya, U. 2013. Media Pembelajaran Aktif (edisi ke III). Bandung: Nuansa Cendekia.

Dewojati, C. 2015. Drama: Sejarah, Teori dan Penerapannya. Yogyakarta: Javakarsa Media.

Hidayat, S. O. (2014). Metode Pengembangan Moral dan Nilai Agama. Penerbit Universitas

Terbuka.

Killen, A. and P. Cooney. 2017. Discovering the value of „not knowing‟. Using drama for a deeper

understanding of pedagogy and learning, in National Drama Publications Vol 8 No.1.

O’Sullivan, C., H. Schoenenberger and P. Kingston. 2016. The Impact of Live Performance in

Primary Schools in Ireland: A Case Study of the Abbey Theatre‟s Priming the Canon

Programme, in National Drama Publications Vol 7 No.1.

Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitataif, dan R & D).

Bandung: Alfabeta.

Syamsiyatun, S. (Eds). 2013. Philosophy, Ethics and Local Wisdom in the Moral Construction of

the Nation Geneva. Switzerland: Globethics.net.

Wellek, R. dan A. Warren. 2014. Teori Kesusastraan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Wikantiyoso, R. dkk. 2013. Kearifan Lokal dalam Perencanaan dan Perancangan Kota: untuk

Mewujudkan Arsitektur Kota yang Berkelanjutan. Malang: Malang Group.

0

2

4

6

8

10

12

cukup

baik

baik

48,88% 14,33%

Kriteria Penilaian

kriteriapenilaian

48,88%

14.33%

0%

Jumlah

cukup baik56-69

baik 70-80

kurang 0-50

Page 67: INTERNALISASI NILAI KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN …apppintb.org/wp-content/uploads/2018/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · peningkatan sikap dan karakter siswa dalam pembelajaran

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan

Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 191

Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat

PENERAPAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL BERBANTUAN BUKU AJAR

UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR FISIKA SISWA KELAS X

MIPA 1 SMAN 1 LABUAPI SEMESTER GASAL

TAHUN PELAJARAN 2018/2019

Islahudin1; Rini Yulaika

2

1Program Studi Pendidikan Fisika, Univ. Muhammadiyah Mataram

2SMAN 1 Labuapi

Abstrak: Penelitian yang telah dilakukan ini tentang penerapan pendekatan kontekstual

berbantuan bukua ajar untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas X MIPA 1 SMAN 1 Labuapi

semester gasal Tahun Pelajaran 2018/2019. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil

belajar siswa kelas X MIPA 1 SMAN 1 Labuapi Semester Gasal Tahun Pelajaran 2018/2019

dengan menerapkan pendekatan kontekstual berbantuan buku ajar. Metode yang digunakan dalam

penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Penelitian ini dilaksanakan dalam dua

siklus. Masing-masing siklus terdiri atas empat tahap kegiatan, yaitu Perencanaan, Tindakan,

Pengamatan, dan Refleksi Teknik analisa data untuk mengetahui peningkatan hasil belajar kognitif

belajar siswa pada siklus I dan siklus II menggunakan rumus t-tes dengan hipotesis sebagai berikut:

H0 = tidak terdapat peningkatan yang signifikan antara Siklus I dan Siklus II, Ha = terdapat

peningkatan yang signifikan antara Siklus I dan Siklus II. Adapun untuk ketuntasan belajar klasikal

dinyatakan berhasil jika persentase siswa yang tuntas belajar atau siswa yang mendapat nilai ≥ 70

jumlahnya lebih besar atau sama dengan 85 % dari jumlah siswa seluruhnya. Hasil analisis data,

ketuntasan klasikal diperoleh pada siklus I sebesar 4.76% dan siklus II sebesar 85.71% sehingga

tindakan kelas selesai pada siklus II. Peningkatan hasil belajar ini masuk dalam kategori signifikan

karena uji t beda rata-rata siklus I dan siklus II menunjukkan nilai thitung (= 5.30671) > ttabel (=

2.84534) pada taraf kepercayaan 95%. Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa

hasil belajar siswa siswa kelas X MIPA 1 SMAN 1 Labuapi Semester Gasal Tahun Pelajaran

2018/2019 mengalami peningkatan setelah mengalami pembelajaran dengan menerapkan

pendekatan kontekstual berbantuan buku ajar.

Kata Kunci: Kontekstual, Buku Ajar, Hasil Belajar

PENDAHULUAN

Pelaksanaan pembelajaran fisika masih sering di laksanakan dengan menggunakan metode

konvensional (ceramah). Kegiatan pembelajaran dengan metode ceramah cenderung monoton

berupa transfer pengetahuan dari guru ke siswa yang tidak terlalu menarik perhatian dan minat

belajar siswa, meskipun ada kesempatan bagi siswa untuk bertanya. Menurut Baharuddin dkk

(2006) minat merupakan kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar

terhadap sesuatu. Seseorang yang berminat terhadap suatu pelajaran akan cenderung bersungguh-

sungguh dalam mempelajari pelajaran tersebut, sebaliknya seseorang yang kurang berminat

terhadap suatu pelajaran akan cenderung enggan mempelajari pelajaran tersebut. Di kelas X MIPA

1 SMAN 1 Labuapi hal ini dicerminkan dengan banyaknya siswa yang kurang fokus dalam kegiatan

pembelajaran dan sering mengalihkan perhatiannya pada hal lain. Akibatnya hasil belajar siswa

juga kurang memuaskan.

Agar pendekatan kontekstual bisa berjalan dengan efektif, maka sangat perlu dibantu

dengan media pembelajaran. Salah satu media tersebut adalah buku ajar. Penggunaan buku ajar

dengan pendekatan kontekstual diharapkan mampu meningkatkan hasil belajar siswa kelas X MIPA

1 SMAN 1 Labuapi Tahun Pelajaran 2018/2019.

Untuk mendapatkan informasi yang lebih banyak terkait masalah pembelajaran di kelas,

maka peneliti melakukannya dengan teknik awancara. Hasil wawancara dengan Ibu Rini Yulaika,

Page 68: INTERNALISASI NILAI KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN …apppintb.org/wp-content/uploads/2018/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · peningkatan sikap dan karakter siswa dalam pembelajaran

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan

Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 192

Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat

S.Pd selaku guru fisika di SMAN 1 Labuapi menyatakan bahwa pada proses pembelajaran fisika

masih terdapat beberapa kekurangan yaitu sebagai berikut:

1. Penerapan strategi pembelajaran yang kurang bervariasi sehingga peserta didik bosan dan malas

mempelajari fisika.

2. Peserta didik kurang aktif dalam proses pembelajaran.

3. Cukup banyak peserta didik yang kurang suka dengan fisika.

Adanya masalah tersebut mengakibatkan hasil belajar yang masih sangat rendah bagi siswa

kelas X MIPA 1 SMAN I Labuapi. Oleh karena itu, penggunaan buku ajar dengan pendekatan

kontekstual diharapkan dapat mengatasi asalah di atas sehingga siswa bisa meningkat hasil

belajarnya.

Berdasarkan hal tersebut, maka peneliti melakukan penelitian tindakan kelas dengan judul

“Penerapan Pendekatan Kontekstual Berbantuan Bukua Ajar untuk Meningkatkan Hasil Belajar

Siswa Kelas X MIPA 1 SMAN 1 Labuapi Semester Gasal Tahun Pelajaran 2018/2019”.

METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai bulan Oktober 2018. Adapun

tempat penelitian adalah SMAN 1 Labuapi. Adapun subjek penelitian ini adalah siswa Kelas X

MIPA 1 semester ganjil Tahun Pelajaran 2018/2019 dengan jumlah siswa sebanyak 21 orang yang

diajar langsung oleh peneliti. Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK).

Penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus. Masing-masing siklus terdiri atas empat tahap

kegiatan, yaitu Perencanaan, Tindakan, Pengamatan, dan Refleksi. Adapun alur penelitiannya dapat

dilihat pada Gambar 1 berikut.

Gambar 1. Alur pelaksanaan penelitian

Metode pengumpulan data dalam penelititan ini yaitu metode tes. Faktor-faktor yang

diteliti dalam penelitian ini adalah hasil belajar kognitif yang diukur dengan tes evaluasi. Instrumen

dalam penelitian ini adalah tes pemahaman fisika pokok bahasan Operasi Matematik Vektor dan

Gerak Lurus Beraturan. Tes pemahaman fisika berbentuk soal uraian berupa latihan soal.

Untuk mengetahui peningkatan hasil belajar kognitif belajar siswa pada siklus I dan siklus

II digunakan rumus t-tes dengan hipotesis sebagai berikut:

H0 = tidak terdapat peningkatan yang signifikan antara Siklus I dan Siklus II

Ha = terdapat peningkatan yang signifikan antara Siklus I dan Siklus II

Adapun persamaan uji t (t-tes) yang digunakan signifikansi siklus I dan II yaitu

1

2

NN

dx

Mt D

Page 69: INTERNALISASI NILAI KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN …apppintb.org/wp-content/uploads/2018/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · peningkatan sikap dan karakter siswa dalam pembelajaran

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan

Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 193

Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat

Sedangkan untuk menghitung presentase ketuntasan klasikal menggunakan persamaan

berikut:

%x100tesikutyangsiswajumlah

KKMnilaimendapatyangsiswajumlah

P

Ketuntasan belajar klasikal dinyatakan berhasil jika persentase siswa yang tuntas belajar

atau siswa yang mendapat nilai ≥ 70 jumlahnya lebih besar atau sama dengan 85 % dari jumlah

siswa seluruhnya. Hasil analisis ini digunakan sebagai bahan refleksi untuk melakukan perencanaan

lanjutan dalam pertemuan dan siklus selanjutnya. Hasil analisis juga dijadikan sebagai bahan

refleksi dalam memperbaiki rancangan pembelajaran atau bahkan sebagai bahan pertimbangan

dalam penentuan metode pembelajaran yang tepat.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pelaksanaan pembelajaran fisika dengan pendekatan kontekstual berbantuan buku ajar

pada penelitian ini dijelaskan sebagai berikut. Pelaksanaan pembelajaran pada siklus I dilakukan

dengan metode tanya jawab. Pelaksanaan pembelajaran ini ditunjang dengan RPP dan LKS yang

telah disesuaikan dan dimiliki oleh masing-masing siswa. Siswa melakukan kegiatan tanya jawab

dan menjawab pertanyaan-pertanyaan pada LKS dan buku ajar yang telah disediakan. Kegiatan

belajar dilanjutkan dengan kegiatan evaluasi melalui tes tulis dengan teknik penugasan yang

membahas materi analisis matematik vektor. Kelemahan dari pembelajaran pada siklus I adalah

kurang efektifnya metode pembelajaran Tanya jawab dan alokasi waktu yang tidak mecukupi. Pada

akhir kegiatan guru memberikan arahan agar pertemuan berikutnya siswa mempelajari dahulu

materi selanjutnya, sehingga siswa memperoleh pengetahuan awal.

Pembelajaran kontekstual pada siklus II dilaksanakan untuk memperbaiki pembelajaran

pada siklus I. Peneliti dan guru menyepakati pelaksanaan pembelajaran fisika dengan pendekatan

kontekstual berbantuan buku ajar pada siklus II dilaksanakan dengan metode diskusi yang ditunjang

dengan RPP dan LKS yang disesuaikan. Kegiatan pembelajaran pada siklus II dilaksanakan dalam

dua kali pertemuan. Pertemuan pertama untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan

pendekatan kontekstual berbantuan buku ajar sedangkan pertemuan berikutnya digunakan untuk

melakukan kegiatan latihan soal dan evaluasi melalui proses penugasan. Adapun materi yang

diberikan pada siklus II adalah Gerak Lurus Beraturan. Pelaksanaan pembelajaran pada siklus II

berjalan lancar sesuai dengan rencana. Siswa terlihat aktif melakukan kegiatan pembelajaran

melalui kegiatan diskusi serta mengerjakan soal latihan di depan kelas. Pelaksanaan evaluasi juga

berjalan dengan lancar. Pada siklus II guru mengintensifkan proses pembimbingan kepada siswa

pada saat melakukan latihan soal agar dapat berjalan lancar sehingga alokasi waktu yang tersedia

dapat dimanfaatkan dengan maksimal. Adapun hasil belajar siswa secara lengkap baik pada siklus I

dan II ditunjukkan oleh Tabel 4.1 berikut.

Tabel 1. Hasil Penelitian Siklus I dan Siklus I

Kategori Siklus I Siklus II

Nilai Terendah 45 68

Nilai Tertinggi 73 76

Nilai Rata-rata 62.762 71.619

Ketuntasan Klasikal 4.76% 85.71%

Uji t signifikansi 5.30671 Berdasarkan Tabel 1, kemampuan hasil belajar kognitif siswa mengalami peningkatan secara

signifikan karena nilai thitung (= 5.30671) > ttabel (= 2.84534) pada taraf kepercayaan 95%. Tabel 1 di atas jika

dibuat dalam bentuk grafik maka tampak sebagai berikut.

Page 70: INTERNALISASI NILAI KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN …apppintb.org/wp-content/uploads/2018/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · peningkatan sikap dan karakter siswa dalam pembelajaran

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan

Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 194

Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat

Gambar 1. Grafik Peningkatan Nilai Hasil Belajar dengan Pendekatan Kontekstual Berbantuan

Buku Ajar. Berdasarkan Gambar 1 di atas, adanya peningkatan hasil belajar ini juga ditunjukkan

dengan banyaknya siswa yang mampu memenuhi nilai di atas standar kriteria ketuntasan minimal

(KKM). Peningkatan hasil belajar yang signifikan ini disebabkan karena minat yang tinggi untuk

belajar fisika setelah menerapkan pendekatan kontekstual berbantuan buku ajar.

Dalam penelitian ini, pembelajaran fisika dilaksanakan dengan pendekatan kontekstual

yang menghubungkan materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata siswa berbantuan buku

ajar. Di dalam buku ajar tersebut, materi tentang Operasi Matematik Vektor dan Gerak Lurus

Beraturan dihubungkan dengan peristiwa dalam kehiduoan sehari-hari dengan media animasi power

point menggunakan hiperlink. Selain itu pelaksanaan evaluasi dalam pembelajaran ini dilaksanakan

dengan teknik penugasan di kelas. Kriteria penilaian dalam kegiatan penugasan ini meliputi 3 hal,

yaitu: 1) kecepatan mengerjakan soal, 2) ketepatan menjawab pertanyaan, dan 3) kemampuan

menerapkan konsep fisika dalam kehidupan sehari-hari. Kriteria kedua dan ketiga berkaitan dengan

kemampuan berpikir siswa. Siswa dapat memenuhi kedua krietria tersebut apabila kemampuan

berpikirnya tinggi. Menurut Mardapi (2008) kemampuan berpikir termasuk dalam ranah kognitif,

yang terdiri kemampuan menghapal, kemampuan memahami, kemampuan menerapkan,

kemampuan analisis, kemampuan mensintesis, dan kemampuan mengevaluasi. Dalam penelitian ini

pertanyaan-pertanyaan dalam teknik penugasan berupa latihan soal disusun untuk memenuhi ke-6

aspek dalam ranah kognitif. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa kemampuan siswa dalam

menjawab pertanyaan pada siklus II lebih baik dibandingkan siklus I termasuk kemampuan siswa

menerapkan konsep fisika dalam kehidupan sehari-hari juga mengalami peningkatan. Hal ini

menunjukkan bahwa kemampuan kognitif (pengetahuan) siswa mengalami peningkatan dari siklus I

ke siklus II. Berdasarkan pada penemuan Lynch dkk dalam Shamsid Deen dkk (2006) siswa

mempunyai tingkat pemahaman yang lebih baik dan penguasaan materi yang lebih lama ketika

pembelajaran dilaksanakan dengan pendekatan kontekstual (contextual teaching and learning) atau

CTL.

Berdasarkan Tabel 1 kita bisa melihat bahwa ketuntasan klasikal di kelas X MIPA 1

SMAN 1 Labuapi setelah penerapan pembelajaran dengan pendekatan kontekstual berbantuan buku

ajar mengalami peningkatan. Selain karena penggunaan pendekatan CTL dalam pembelajaran, hal

ini juga terjadi karena adanya peningkatan minat belajar fisika siswa. Menurut Mardapi (2008: 101)

siswa atau orang yang tidak memiliki minat pada pelajaran tertentu sulit untuk mencapai hasil

belajar yang optimal. Hal ini menunjukan keterkaitan antara minat belajar dengan hasil belajar.

KESIMPULAN

Hasil belajar siswa siswa kelas X MIPA 1 SMAN 1 Labuapi Semester Gasal Tahun Pelajaran

2018/2019 mengalami peningkatan setelah mengalami pembelajaran dengan menerapkan

pendekatan kontekstual berbantuan buku ajar. Adapun ketuntasan klasikal diperoleh pada siklus I

sebesar 4.76% dan siklus II sebesar 85.71% sehingga tindakan kelas selesai pada siklus II.

Siklus I

Siklus II

Page 71: INTERNALISASI NILAI KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN …apppintb.org/wp-content/uploads/2018/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · peningkatan sikap dan karakter siswa dalam pembelajaran

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan

Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 195

Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat

Peningkatan hasil belajar ini masuk dalam kategori signifikan karena uji t beda rata-rata siklus I dan

siklus II menunjukkan nilai thitung (= 5.30671) > ttabel (= 2.84534) pada taraf kepercayaan 95%.

UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih penulis sampaikan kepada Direktorat Jenderal Belmawa Kemenristekdikti atas

dukungannya terhadap program Penugasan Dosen di Sekolah (PDS) ini sehingga program PDS dan

penelitian ini dapat kami selesaikan tepat pada waktunya.

DAFTAR RUJUKAN http://eprints.uny.ac.id/7614/30/Lampiran%2013%20%28Data%20Penelitian%29-

10503247003.pdf. Diakses tanggal 04 Oktober 218.

Mardapi, D. 2008. Teknik Penyusunan Instrumen Tes dan Nontes .Yogyakarta: Mitra Cendikia

Press. Marlina, Sri. (2014) Peningkatan Hasil Belajar Fisika Melalui Metode Eksperimen Berbasis Kooperatif Pada

Siswa Kelas XI IPA4 SMA Negeri 14 Makassar. JPF | Volume 2 | Nomor 3 | ISSN: 2302-8939 |

262 Nurdiansyah, Beni. 2016. Buku Referensi dan Buku Ajar, Apa Saja Perbedaannya?

https://www.duniadosen.com/buku-referensi-m/. Diakses tanggal 04 Oktober 218.

Yulianti C., Lestari, A., M., Yulianto. (2010). Penerapan dalam pembelajaran Kontekstual untuk

meningkatkan minat dan hasil belajar Fisika siswa smp Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia

6 (2010) 84-89. http://journal.unnes.ac.id

Page 72: INTERNALISASI NILAI KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN …apppintb.org/wp-content/uploads/2018/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · peningkatan sikap dan karakter siswa dalam pembelajaran

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan

Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 196

Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat

ANALISIS KESULITAN SISWA DALAM MENYELESAIKAN

SOAL SEGI EMPAT KELAS VII SMPN 3 PRAYA

TAHUN PELAJARAN

2017/2018

Iswandi 1; Sutarto

2; Zaenal Abidin

3

1,2,3Pendidikan Matematika, FPMIPA, IKIP Mataram

Abstrak: penulis berusaha untuk mengidentifikasi kesulitan-kesulitan yang dilakukan

oleh siswa dalam menyelesaikan soal-soal tentang segi empat, mencari faktor-faktor yang

mempengaruhinya, dan memberikan solusi altenatif untuk permasalahan tersebut. Dengan

demikian, kesulitan-kesulitan yang serupa dapat diminimalisir khususnya pada soal segi empat

sehingga prestasi belajar matematika dapat ditingkatkan. Tujuan penelitian ini adalah untuk

mendeskripsikan kesulita – kesulitan yang di alami siswa untuk menyelesaikan soal segi empat.

Penelitian ini di lakukan di SMP 3 Praya. Subjek penelitian ini terdiri dari 7 subjek kelas VII SMP

3 Praya. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskripsi kualitatif. Analisis data mengacu pada

pendapat Miles dan Huberman adalah reduksi data, pemaparan data, analisi data dan kesimpulan.

Berdasarkan hasil analisi menggambarkan siswa salah dalam cara mencari luas dan keliling dan

tidak bisa rumus untuk mencari luas dan keliling segi empat, hal ini di sebabkan siswa kurang

memahami aturan – aturan yang berlaku dalam mencari keliling dan lus segi empat.

Kata Kunci: Kesulitan Siswa, Segi Empat

PENDAHULUAN

Matematika merupakan mata pelajaran yang penting dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini

ditegaskan oleh (Soemarmo, 2014) yang menyatakan bahwa setiap orang dalam kegiatan hidupnya

akan terlibat dalam matematika, mulai dari bentuk yang sederhana dan rutin sampai bentuk yang

sangat kompleks.

Ehan (1983) mengemukakan bahwa matematika perlu diajarkan pada siswa karena: (a)

selalu digunakan dalam segi kehidupan, (b) semua bidang studi memerlukan keterampilan

matematika yang sesuai, (c) merupakan sarana komunikasi yang sangat kuat, ringkas dan jelas, (d)

dapat menyajikan inpormasi dalam berbagi acara dan (e) meningkatkan kemampuan berpikir logis,

ketelitian dan kesadaran. Tatau tidaknya tujuan pendidikan dan pembelajaran matematika salah

satunya dapat dinilai dari keberhasilan siswa dalam memahami matematika dan pemampaatannya

pemahaman ini untuk menyelesaikan persoalan-persoalan matematika maupun ilmu-ilmu yang lain.

Untuk itu,perlu dilakukan evaluasi atau tes hasil belajar siswa.

Akan tetapi,pada kenyataannya, prestasi belajar siswa masih rendah. Rendahnya prestasi

belajar matematika ini di tunjukkan antara lain dengan rendahnya nilai ulangan harian, ulangan

semester, maupun UAN (ujian akhir nasional) matematika. Bahkan menurut data dari Trends in

Mathematics and Science Study (TIMSS), prestasi belajar matematika Indonesia secara umum

berada pada peringkat 35 dari 46 negara peserta yang melibatkan lebih dari 200.000 siswa. Rata-

rata nilai seluruh siswa dari seluruh negara adalah 467 sedangkan rata-rata nilai 5000-an siswa

Indonesia sebagai sampel studi hanyalah 411 (Supriyoko, 2008). Dari data empirik tersebut terlihat

jelas bahwa kemampuan matematika siswa Indonesia secara umum sangatlah rendah.

Kebanyakan masih mengalami kesulitan dalam menerapkan rumus-rumus memahami

teorema-teorema, bahkan yang paling utama siswa masih kesulitan dalam memahami permasalahan

dalam suatu soal matematika. Kesulitan tersebut bisa di sebabkan karna dua faktor yaitu : (1) faktor

internal seperti jasmani,psikologidan kelelahan, (2) faktor eksternal yaitu keluarga, sekolah dan

lingkungan masyarakat (Wijayanti, 2016).

Rendahnya kemampuan matematika siswa dapat dilihat dari penguasaan siswa terhadap

materi. Salah satunya adalah dengan memberikan tes atau soal tentang materi tersebut kepada

Page 73: INTERNALISASI NILAI KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN …apppintb.org/wp-content/uploads/2018/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · peningkatan sikap dan karakter siswa dalam pembelajaran

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan

Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 197

Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat

siswa. Kesalahan siswa dalam mengerjakan soal tersebut dapat menjadi salah satu petunjuk untuk

mengetahui sejauh mana siswa menguasai materi. Oleh karena itu, adanya kesalahan-kesalahan

tersebut perlu diidentifikasi dan dicari faktor-faktor apa saja yang mempengaruhinya kemudian

dicari solusi penyelesaiannya. Dengan demikian, informasi tentang kesalahan dalam menyelesaikan

soal-soal matematika tersebut dapat digunakan untuk meningkatkan mutu kegiatan belajar mengajar

dan akhirnya dapat meningkatkan prestasi belajar matematika siswa.

Ciri utama matematika adalah penalaran deduktif, yaitu kebenaran suatu konsep atau

pernyataan merupakan akibat logis dari kebenaran sebelumnya sehingga kaitan antar konsep atau

pernyataan dalam matematika bersifat konsisten. Belajar matematika merupakan suatu proses yang

berkesinambungan untuk memperoleh konsep, ide, dan pengetahuan baru yang berdasarkan

pengalaman-pengalaman sebelumnya. Oleh karena itu, untuk setiap materi siswa diharapkan benar-

benar menguasai konsep yang diberikan karena konsep tersebut akan digunakan untuk mempelajari

materi berikutnya. Matematika terdiri dari empat wawasan luas yaitu aljabar, aritmatika, geometri,

dan analisis. Untuk geometri, berdasarkan hasil survei dari Programmefor International Student

Assessment (PISA) 2000/2001 diperoleh bahwa siswa sangat lemah dalam geometri, khususnya

dalam pemahaman ruang dan bentuk (Untung, 2008 ).

Dalam kurikulum matematika sekolah,karena banya konsep yang termuat di dalamnya dan

aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari. Mempelajari geometri merupakan komponen penting dari

pembelajaran matematika, karena kemungkinan peserta didik untuk menganalisi dan menafsirkan

dunia mereka tinggal serta melengkapi mereka dengan alat yang dapat diterapkan selain matematika

(Ozerem, 2012). Menurut misretta sebagai mana di kutip oleh (Etal, 2012: 274) geometri

merupakan bagian penting dari matematika, akan tetapi peserta didik tidak bisa mengembangkan

pemahaman konseptual yang kuat pada bagian ini.

Pada tingkat pendidikan SMP, geometri segi empat yang dipelajari adalah tentang luas dan

keliling persegi empat bangun datar. Di SMP Negeri 3 praya kls VII, Berdasarkan informasi dan

pengalaman dari guru, siswa sering melakukan kesalahan dalam menyelesaikan soal-soal tentang

segi empat, salah satunya adalah kesalahan dalam perhitungan. Selain itu, banyak juga siswa yang

masih salah dalam memasukkan rumus. Hal ini dapat disebabkan karena siswa lebih cenderung

hanya menghafalkan rumus, kurang memahami konsep secara benar. Selain kesalahan-kesalahan

tersebut, tidak tertutup kemungkinan masih terdapat kesalahan-kesalahan lain yang dilakukan oleh

siswa yang menyebabkan rendahnya prestasi belajar matematika.

Tentunya guru telah menganalisis kesalahan-kesalahan siswa. Akan tetapi, guru belum

dapat melakukannya secara mendetail mengingat banyaknya siswa dan kelas yang dipegang.

Analisis kesalahan secara mendetail dibutuhkan agar kesalahan-kesalahan siswa dan faktor-faktor

penyebabnya dapat diketahui lebih jauh untuk membantu mengatasi permasalahan tersebut.

Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis berusaha untuk mengidentifikasi kesalahan-ke

yang dilakukan oleh siswa dalam menyelesaikan soal-soal tentang materi segi empat, mencari

faktor-faktor yang mempengaruhinya, dan memberikan solusi altenatif untuk permasalahan

tersebut. Dengan demikian, kesalahan-kesalahan yang serupa dapat diminimalisir khususnya pada

materi segi empat sehingga prestasi belajar matematika dapat ditingkatkan.

KAJIAN PUSTAKA

A. Kesulitan Belajar Matematika

Menurut Wood (2007) bahwa beberapa karakteristik kesulitan siswa dalam belajar

matematika adalah : (1) kesulitan membedakan angka, simbol-simbol, serta bangun ruang, (2)

tidak sanggup mengingat dalil-dalil matematika, (3)menulis angka tidak terbaca atau dalam

ukuran kecil, (4) tidak memahami simbol-simbol matematika, (5) lemahnya kemampuan

berpikir abstrak, (6) lemahnya kemampuan metakognisi (lemahnya kemampuan

mengidentifikasi serta memanfaatkan algoritma dalam memecahkan soal-soal matematika).

Husnaini (2010) berpendapat bahwa kesulitan belajar siswa itu tidak terlepas dari

praktek pembelajaran yang selama ini telah berlangsung. Sehubungan dengan itu, ada sesuatu

yang perlu dibenahi dalam praktek pembelajaran matematika, terutama dalam pembelajaran

Page 74: INTERNALISASI NILAI KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN …apppintb.org/wp-content/uploads/2018/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · peningkatan sikap dan karakter siswa dalam pembelajaran

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan

Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 198

Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat

materi geometri. Praktek pembelajaran matematika yang berlangsung hingga saat ini cenderung

masih berorientasi pada pencapaian target kurikulum. Proses pembelajaran masih

menempatkan guru sebagai sumber

pengetahuan dan sangat jarang ditemukan siswa terlibat dengan aktivitas danproses matematika

dalam proses belajar.

B. Kesulitan Menyelesaikan soal

Kesulitan adalah kesusahan atau kesukaran (Poerwadarminta 2007:121). Fenomena

kesulitan belajar seorang siswa biasanya tampak jelas dari menurunnya kinerja akademik atau

prestasi belajarnya. Rendahnya tingkat keberhasilan dalam pembelajaran matematika

dikarenakan beberapa alasan, diantaranya karena faktor kesulitan siswa dalam menerima materi

pada pelajaran matematika, dan faktor yang lain disebabkan karena ketidakmampuan siswa

dalam memecahkan masalah matematika. Penyelesaian soal atau pemecahan suatu soal adalah

aplikasi dari konsep dan keterampilan. Dalam pemecahan soal biasanya melibatkan beberapa

kombinasi konsep dan keterampilan dalam situasi baru atau situasi yang berbeda (Sholekah,

dkk, 2017).

Kesulitan belajar dan masalah belajar menjadi istilah yang menggambarkan seorang

anak mulai mengalami kesulitan belajar di sekolah. Di beberapa negara juga digunakan sebagai

sinonim untuk ketidakmampuan belajar. Setiap orang mungkin mengalami kesulitan belajar

ringan dan berat, yang disebabkan oleh faktor internal atau eksternal. Jenis-jenis Kesulitan

Belajar menurut Murtadlo (2013) adalah sebagai berikut:

1. Disleksia

Disleksia adalah kombinasi dari kemampuan dan kesulitan, kesulitan mempengaruhi

proses belajar dalam aspek bahasa dan berhitung. Ditandai dari kelemahan yang terus-menerus

dapat diidentifikasi dalam memori jangka pendek, kecepatan pemrosesan, urutan keterampilan,

pendengaran dan persepsi visual, bahasa lisan, dan keterampilan motorik, termasuk masalah

membaca, menulis, ejaan, berbicara. Kemampuan berupa kemampuan visuo-spasial yang baik,

berpikir kreatif dan pemahaman intuitif.

2. Dyspraxia (Gangguan Integrasi Sensory)

Siswa dengan dyspraxia dipengaruhi oleh penurunan nilai dan sering canggung.

Keterampilan motorik halus (berkaitan dengan keseimbangan dan koordinasi) dan keterampilan

motorik halus (yang berkaitan dengan manipulasi objek) sulit untuk belajar dan sulit untuk

mempertahankan belajar. Pengucapan juga terpengaruh dan orang-orang dengan dyspraxia

sensitif terhadap suara, cahaya, dan sentuhan. Masalah dengan koordinasi tangan-mata,

keseimbangan, dan ketangkasan manual.

3. Dyscalculia

Dyscalculia adalah kesulitan belajar yang melibatkan aspek paling dasar dari

keterampilan aritmatika. Kesulitannya terletak pada pemahaman, penerimaan, atau produksi

informasi kuantitatif dan spasial. Siswa dengan dyscalculia mungkin mengalami kesulitan

dalam memahami konsep angka sederhana, kurangnya pemahaman intuitif sebuah angka dan

memiliki masalah belajar dalam penjumlahan dan prosedur. Ini dapat berhubungan dengan

konsep-konsep dasar seperti mengatakan waktu, menghitung harga, dan mengukur hal-hal

seperti suhu dan kecepatan.

4. Dysgraphia

Dysgraphia merupakan kesulitan dengan menulis. Masalah dengan tulisan tangan,

ejaan, mengorganisasi ide-ide.

5. Auditory Processing Disorder

Auditory Processing Disorder merupakan kesulitan mendengar perbedaan antara

suara. Masalah dengan membaca, dan pemahaman bahasa.

6. Visual Processing Disorder

Page 75: INTERNALISASI NILAI KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN …apppintb.org/wp-content/uploads/2018/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · peningkatan sikap dan karakter siswa dalam pembelajaran

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan

Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 199

Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat

Visual Processing Disorder merupakan kesulitan menafsirkan informasi visual.

Masalah dengan membaca, matematika, peta, grafik, simbol, dan gambar.

7. Attention Deficit Disorder (ADD)

Attention Deficit Disorder (ADD) ada dengan atau tanpa hiperaktivitas. Gangguan ini

terjadi pada orang yang sering pergi tugas, mengalami kesulitan tertentu dimulai dan beralih

tugas bersama-sama dengan rentang perhatian yang sangat pendek dan tingkat tinggi. Mereka

gagal menggunakan umpan balik yang yang mereka terima dengan efektif dan mereka memiliki

kemampuan mendengarkan yang lemah. Mereka yang hiperaktif dapat bertindak impulsif dan

tak menentu, mengalami kesulitan meramalkan hasil, gagal untuk merencanakan ke depan dan

menjadi gelisah. Mereka yang tidak memiliki sifat hiperaktif cenderung melamun berlebihan,

kehilangan jejak dari apa yang mereka lakukan dan gagal untuk terlibat dalam belajar mereka

kecuali mereka sangat termotivasi.

Dalam penelitian ini kesulitan yang digunakan adalah kesulitan menurut Cooney

(dalam sholekah dkk, 2017) kesulitan dikategorikan dalam 2 jenis, yaitu: a) kesulitan dalam

mempelajari konsep (kesulitan dalam mempelajari konsep dalam satu materi), b) kesulitan

dalam menerapkan prinsip (kesulitan dalam menerapkan konsep yang artinya kesulitan dalam

mengkaitkan konsep antar materi).

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis Penelitian ini mendeskripsikan jenis-jenis kesulitan siswa dalam menyelesaikan

persoalan geometri segi empat. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Metode yang

digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Metode deskriptif adalah suatu

metode dalam meneliti status kelompok manusia, suatu objek, suatu kondisi, suatu sistem

pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari metode deskriptif ini

adalah untuk membuat deskripsi, gambaran/lukisan secara sistematis, faktual dan akurat

mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antara fenomena yang diselidiki (sugiono,

2016).

B. Subyek Penelitian

Dalam penelitian ini, subyek penelitian adalah siswa kelas VII SMP Negeri 3 praya tahun

ajaran 2017/2018. Berdasarkan rekomendasi dari guru, dari lima kelas yang ada dipilih kelas

VII B karena kelas ini memiliki rata-rata prestasi belajar matematika yang lebih rendah

dibandingkan kelas yang lain.

C. Instrumen Penelitian

Instrument yang digunakan dalam penelitian ini dalah tes soal materi segi empat bangun

datar, wawancara, dan dokumenter.

1. Lembar tes

Lembar dalam penelitian ini berupa lembar soal tes materi segi empat yang akan

dikerjakan oleh siswa, kelas VII SMP Negeri 3 praya.

2. Pedoman wawancara

Wawancara dilakukan hanya untuk memperjelas masalah terhadap proses berpikir

siswa dalam menyelesaikan tes soal segi empat sambil think alouds yang telah diberikan.

Karena itu, wawancara yang digunakan adalah wawancara tidak terstruktur, pertanyaan

disusun terlebih dahulu namun pada saat penelitian, pertanyaan disesuaikan dengan

keadaan.

3. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan alat yang akan digunakan untuk mendapatkan gambaran

secara visual mengenai aktivitas siswa dalam proses melaksanakan tes kesulitan siswa dan

wawancara. Dokumenter pada penelitian ini berupa foto-foto kegiatan melaksanakan tes

dan wawancara yang sudah di laksanakan.

D. Prosedur Penelitian

Page 76: INTERNALISASI NILAI KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN …apppintb.org/wp-content/uploads/2018/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · peningkatan sikap dan karakter siswa dalam pembelajaran

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan

Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 200

Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat

Prosedur penelitian adalah pemaparan lebih jauh mengenai langkah-langkah penelitian

yang akan di tempuh menggunakan ketentuan-ketentuan yang telah disusun dalam penelitian

ini. Prosedur yang akan di gunakan adalah sebagai berikut:

1. Persiapan penelitian

Pada tahap persiapan penelitian, peneliti akan melakukan kegiatan sebagai berikut

yaitu:

a. Membuat surat izin penelitian. Serta berkoordinasi dengan guru untuk menentukan

jadwal pelaksanaan penelitian

b. Menyempurnakan proposal

c. Menyiapkan instrumen yang valid atau instrumen yang telah di validasi (soal dan

pedoman wawancara)

d. Menyiapkan perangkat pengambilan data

2. Pengambilan Data

pada tahap ini siswa diberikan soal tes kemudian soal tersebut dikerjakan sambil think

alouds.. Dan selanjutnya melakukan wawancara.

3. Analisis Data

Pada tahap ini peneliti menganalisi jawaban siswa dan wawancara untuk mengetahui

letak kesulitan.

4. Menarik kesimpulan

Pada tahap ini dilakukan penarikan kesimpulan terhadap hasil analisis dari jawaban

tes siswa dan hasil wawancara.

E. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini digunakan yaitu:

1. Memberikan soal tes . Siswa mengerjakan soal sambil think alouds..

2. Melakukan wawancara. Dalam proses wawancara akan di rekam dengan kamera.

3. Peneliti menjadi instrumen utama, mengamati, mengumpulkan, menganalisis dan

menafsirkan data penelitian.

4. Dokumentasi dilakukan pada saat tes dan wawancara berlangsung untuk mendapatkan

hasil berupa poto-poto mengenai aktifitas pada saat mengerjakan soal dan wawancara

berlangsung.

F. Tehnik Analisis Data

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, maka analisis datanya adalah non statistik.

Data yang muncul berupa kata – kata dan bukan merupakan rangkaian angka.Analisis data

menurut Model Miles dan Hubernam yang terdiri dari reduksi data, display data, dan

mengambil kesimpulan dari verifikasi (Sugiono, 2016). Berikut analisis data di antaranya:

1. Reduksi Data

Reduksi merupakan langkah awal dalam menganalisi data. Mereduksi data berarti

merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting dan

membuang hal-hal tidak perlu. Reduksi data ini bertujuan untuk memudahkan pemahaman

terhadap data yang di peroleh, sehingga peneliti dapat memilih data yang relevan dan

kurang relevan dengan tujuan dari permasalahan penelitian.

2. Display Data

Display data merupakan penyajian data. Dalam hal ini berbentuk teks naratif.

Dalam teks naratif ini digunakan untuk memudahkan dalam memahami apa yang terjadi

merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah di pahami sebelumnya.

3. Mengambil Kesimpulan Dan Verifikasi

Langkah terakhir dalam analisis data ini adalah menarik kesimpulan dan verifikasi.

Simpulan tersebut merupakan pemaknaan terhadap data yang telah di kumpulkan.

Kesimpulan dalam penelitian kualitatif dapat di harapkan merupakan temuan baru yang

belum pernah ada. Temuan itu berupa diskripsi atau gambaran suatu objek yang

sebelumnya masih remang-remang atau gelap, sehingga setelah di teliti menjadi jelas.

Page 77: INTERNALISASI NILAI KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN …apppintb.org/wp-content/uploads/2018/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · peningkatan sikap dan karakter siswa dalam pembelajaran

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan

Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 201

Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat

Ketiga langkah tersebut saling berkaitan dalam menganalisi data kualitatif. Analisis data di

lakukan dalam dua tahap yaitu pada saat pengumpulan data dan setelah data terkumpul.

Artinya dari awal dilakukan penelitian sudah langsung melakukan analisisdata. Hal tersebut

dikarenakan data akan terus bertambah dan berkembang. Oleh karena itu, ketika data yang

diperoleh atau masih kurang dapat segera di lengkapi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini tentang menganalisis kesulitan belajar siswa materi segi empat. Siswa kelas

VII SMPN 3 Praya yang dimaksud adalah siswa yang memiliki kemampuan di bawah rata-rata.

Tujuan dari peneliti melakukan penelitian ini adalah untuk mengidentipikasi kesulitan yang dialami

siswa SMP 3 Praya Kemudian instrumen utama penelitian ini adalah peneliti sendiri yang dibantu

dengan handycam (camera) dan lembar soal.

Berdasarkan hasil penelitian yang berupa lembar jawaban siswa dan terdapat data penguat

penelitian berupa video siswa pada saat menyelesaikan soal, serta rekaman wawancara antara

peneliti dan siswa. Lembar jawaban siswa yang terkumpul sebanyak 7 lembar dari tujuh orang

siswa, tujuh lembar jawaban siswa, dan tujuh rekaman wawancara peneliti dan siswa. Pada tahap

pengambilan data dilakukan dengan cara memberikan soal belah ketupat, soal ciri – ciri belah

ketupat dan cara untuk mencari luas dan keliling belah ketupat .

Data dikumpulkan dengan cara siswa mengerjakan soal yang diberikan dan diamati

melalui handycam (video), lembar jawaban dan hasil wawancara. Analisis data dilakukan melalui

transkrip hasil rekaman video dan traskrip hasil wawancara terhadap pekerjaan siswa. Kemudian

untuk siswa pertama peneliti akan memberi kode TS, siswa kedua YAH, sisiwa ketiga PH siswa

keempat SH, siswa ke lima AM, siswa keenam HD siswa ke tujuh WD.

PEMBAHAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian, di peroleh dari siswa SMPN 3 Praya, tujuh sabjek di ambil

untuk menyelesaikan soal belah ketupat dimana siswa tidak mengetahui prosedur penyelesain soal

seperti tidak menuliskan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan sebelun siswa menjawab soal,

dan melakukan kesalahan dalam mencari keliling dimana dari tujuh sabjek semuanya salah, dilihat

dari analisis jawaban siswa dan wawancara siswa. Menurut husnaini (2007) berpendapat bahwa

kesulitan belajar siswa itu tidak lepas dari praktek pembelajaran yang selama ini telah berlangsung.

Sehubungan dengan itu, ada yang perlu di benahi dalam praktek pembelajaran matematika.

Terutama dalam pembelajaran geometri. Praktek pembelajaran yang berlangsung hingga saat ini

cenderung masih berorientasi pada pencapaian target kurikulum. Proses pembelajaran masih

menempatkan guru sebagai ilmu pengetahuan dan sangat jarang ditemukan siswa terlibat dengan

aktivitas dan proses matematika dalam proses pembelajaran.

Hal tersebut peranan guru bidang study pada mata pelajaran matematika bangku SMP

dalam meletakan dasar penguasaan materi sangat diperlukan. Pentingnya peletakan pengetahuan

dan pemahaman yang mendasar pada siswa SMP dalam berbagai materi pelajaran matematika

khususnya materi segi empat, mata pelajaran kelas VII yang merupakan materi yang dianjurkan

kepada siswa SMP, bukan hanya menjadi permasalahan guru akan tetapi siswa juga harus aktif

menguang kembali materi-materi yang telah diajarkan sebelumnya yang mempunyai hubungan

langsung atau tidak langsung dengan materi yang diajarkan ditingkat yang lebih tinggi.

SIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa kesulitan siswa pada

soal segi empat dalam terjadi saat siswa mencari keliling dari segi empat tersebut diman siswa

salah dalam merumuskan, siswa kesulitan dalam mencari prinsip dan konsep dimana untuk

mencari keliling dari segi empat yaitu menjumlahkan semua sisi – sisi dari segi empat (prinsip)

sedangkan rumus mencari keliling dari segi empat tersebut yaitu (konsep) selanjutnya

siswa kesulitan mencari luas dari segi empat siswa salah dalam merumuskan (konsep) diman

Page 78: INTERNALISASI NILAI KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN …apppintb.org/wp-content/uploads/2018/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · peningkatan sikap dan karakter siswa dalam pembelajaran

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan

Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 202

Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat

untuk mencari luas dari segi empat yaitu

selanjutnya pada saat mencari luas siswa

tidak bisa melakukan perhitungan

(melakukan perhitungan).

B. Saran

1. Bagi Guru

Dalam pembelajaran guru dapat menemukan kesulitan dalam setiap materi yang di ajarkan

pada siswa. Guru juga di harapkan harus membiasakan atau melatih siswa agar menuliskan

apa yang di ketahui dan apa yang di tanyakan dalam soal sebelum menyelesaikan tugas

harian, ulangan, ujian dan lain sebagainya.

2. Bagi peneliti

Bagi Peneliti selanjutnya yang ingin menganalisi kesulitan siswa tingkatannya harus lebih

tinggi seperti bangun ruang.

DAFTAR RUJUKAN Arti, S. (1994). Kesulitan Belajar Matematika pada Siswa SMP (Pengkajian Diagnosa). Jurnal

Kependidikan Jogjakarta.

Blanco, L, J. (2006). Errors in Teaching/Learning of The Basic Concepts of Geometry.

Darmawan, W. (2009). Analisis Kesulitan Belajar Pokok Bahasan Pecahan pada Siswa Kelas V

Sekolah Dasar di Kecamatan Geyer Kabupaten Grobogan. Program Pasca Sarjana UNS.

Tidak diterbitkan.

Fanny, E. (2014). Penerapanpen Pendekatan Scientific untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa

Kelas VII MTSN Palubarat pada Materi Keliling dan Luas Daerah Layang-Layang, Jurnal

Elektronik Pendidikan Matematika Tadulako. 1(2).

Husnaini. (2010). Penerapan Model Pembelajaran Van Hiele dalam Membantu Siswa Kelas IV SD

Membangun Konsep Segitiga. Universitas Terbuka.

Kerami dan Sitanggang. (2002). Kamus Matematika. Jakarta: Balai Pustaka.

Lexy, J, M. (2007). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja Rosdakarya

Moeharti, H, W. (1986). Sistem-Sistem Geometri.Jakarta :Penerbit Karunika

Nazir, M. (2003). Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Muhammad, R, Y, dkk. (2014). Eksperimentasi Model Pembelajaran Kooperatif

Tipe Teams Games Tournament Dengan Strategi Peta Konsep Pada Materi Segi Empat

Ditinjau Dari Kemampuan Spasial Peserta Didik. Jurnal Elektronik Pembelajaran

Matematika. 2(9), hal 959-971

Nazir, M. (2011). Metode Penelitian. Jakarta : Ghalia Indonesia.

Ngalim, P. (1990). PsikologiPendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Ridwan. (2004). Metode dan Tekhnik Menyusun Karya Tesis. Bandung : CV

Alfabeta.

Sholekah, L, M., Anggreini, D dan Waluyo, A. (2007). Analisis Kesulitan Siswa

dalam Menyelesaikan Soal Matematika Ditinjau Dari Koneksi Matematis Materi Limit

Fungsi. Wacana Akademika: 1(2).

Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). Bandung :Alfabeta.

Sugiyono, (2013). Metode Penelitian Kualitatif, Kualitatif Dan R&D. Bandung: Hak Cipta

Suharsimi, A. (1997). Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan Praktik). Jakarta : Biro Aksara.

Widodo, H. (2015). Proses Penalaran Matematis Siswa Dalam Memecahkan

Masalah Matematika Pada Materi Pokok Dimensi Tiga Berdasarkan

Kemampuan Siswa Di SMP Negeri 5 Kediri. Jurnal Math Educator Nusantara. 1(2).

Page 79: INTERNALISASI NILAI KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN …apppintb.org/wp-content/uploads/2018/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · peningkatan sikap dan karakter siswa dalam pembelajaran

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan

Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 203

Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat

ANALISIS KESULITAN SISWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL OPERASI HITUNG

BENTUK ALJABAR PADA SISWA KELAS VIII MTS NEGERI 2 LOMBOK TENGAH

DITINJAU DARI PETA KOGNITIF

Izmi Zulaika1; Sutarto

2; Baiq Rika Ayu Febrilia

3

1,2,3Pendidikan Matematika, FPMIPA, IKIP Mataram

Abstrak: Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Subjek dalam penelitian ini

adalah siswa kelas VIIIB

Mts Negeri Lombok Tengah pada semester ganjil tahun pelajaran

2017/2018. Metode pengumpulan data yang digunakan meliputi tes operasi bentuk aljabar dan

angket terbuka. Teknik analisis data meliputi reduksi data, dan penarikan kesimpulan. Hasil

penelitian menyatakan bahwa terdapat kesulitan siswa dalam mengerjakan soal aljabar yang

berkaitan dengan konsep dan prinsip. Kesulitan yang dialami siswa terkait dengan konsep yaitu

kesulitan dalam menentukan variabel dan konstanta, termasuk belum mengerti definisi dari variabel

dan konstanta, dan kesulitan dalam menerapkan konsep pembagian pada aljabar. Sedangkan

kesulitan yang dialami dalam hal prinsip yaitu penerapan prinsip penjumlahan pada bentuk aljabar,

pengurangan pada bentuk aljabar, perkalian pada bentuk aljabar, dan menyelesaikan soal cerita

yang berkaitan dengan aljabar.

Kata Kunci: kesulitan siswa, konsep, prinsip, bentuk aljabar

PENDAHULUAN

Aljabar adalah cara kita menyatakan generalisasi tentang kuantitas, relasi dan fungsi

(Watson, 2007). Lebih lanjut Watson menyatakan bahwa pada level sekolah aljabar dideskripsikan

sebagai: (a) menipulasi dan tranformasi dan pernyataan dalam bentuk simbol, (b) generalisasi

aturan tentang bilangan dan pola-pola, (c) kajian tentang struktur dan sistem abstraksi dari

komputasi dan relasi, (d) aturan dalam tranformasi dan penyelesaian persamaan, (e) pembelajaran

tentang variabel, fungsi dan mengekspresikan perubahan dan hubungan-hubungannya, (f)

pemodelan struktur matematikan dari situasi didalam atau diluar konteks matematika. Akan tetapi

pada saat ini aljabar merupakan topik yang dikenal sulit dipahami oleh siswa. Terdapat beberapa

banyak penelitian yang menjelaskan mengenai kesulitan siswa dalam materi aljabar.

Menurut Soedjadi (1996) bahwa kesulitan yang dialami siswa dalam mempelajari aljabar

akan memungkinkan terjadi kesalahan sewaktu menjawab soal tes. Kesalahan yang dilakukan siswa

dalam menjawab persoalan aljabar merupakan bukti adanya kesulitan yang dialami oleh siswa pada

materi operasi hitung bentuk aljabar, Sodikin (dalam Handayani dkk, 2015) juga menyatakan bahwa

kesulitan siswa pada materi operasi hitung bentuk aljabar yaitu siswa kesulitan dalam menemukan

ide pokok yang diinginkan dari permasalahan dan siswa juga kesulitan untuk membuat generalisasi

umum yang abstrak.

Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa kesulitan siswa dalam belajar aljabar sering

diabaikan oleh guru maupun siswa, misalnya koefisien, variabel, dan simbol operasi dalam aljabar.

Operasi aljabar merupakan satu diantara proses yang penting untuk dikembangkan dalam

pembelajaran aljabar. Operasi bentuk aljabar merupakan salah satu bagian dalam matematika yang

mencakup berbagai materi yang dipelajari pada tingkat sekolah menengah sampai pada tingkat

perguruan tinggi. Operasi bentuk aljabar sangat bermanfaat bagi siswa, khususnya untuk

mempelajari dan materi matematika yang lain maupun kesulitan aljabar dijenjang pendidikan yang

lebih tinggi (Hodiyanto, 2016).

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan guru bidang studi matematika kelas

VIII MTs Negeri 2 Lombok Tengah pada tanggal 25 Januari 2018 diperoleh informasi yaitu masih

banyak siswa yang kesulitan dalam menyelesaikan soal tentang materi operasi bentuk aljabar.

Adapaun kesulitan yang dihadapi oleh siswa sebagai berikut : (1) kesulitan siswa yang tidak bisa

Page 80: INTERNALISASI NILAI KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN …apppintb.org/wp-content/uploads/2018/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · peningkatan sikap dan karakter siswa dalam pembelajaran

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan

Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 204

Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat

membedakan suku sejenis, (2) kesulitan dalam materi aljabar terutama pada soal cerita, (3)

kesulitan mengoperasikan penjumlahan dan pengurangan bentuk aljabar.

Matematika adalah satu bidang studi hidup, yang perlu dipelajari karena hakikat

matematika adalah pemahaman terhadap pola perubahan yang terjadi di dalam dunia nyata dan di

dalam pikiran manusia serta keterkaitan di antara pola-pola tersebut secara holistik. Walaupun

matematika beroperasi berdasarkan aturan-aturan (rules) yang perlu dipelajari, tetapi kegiatan

belajar ditunjukan lebih dari hanya dapat melakukan operasi matematika sesuai dengan aturan-

aturan matematika yang diungkapkan dalam bahasa-bahasa matematika. Tujuan belajar matematika

adalah mendorong siswa untuk dapat memecahkan masalah berdasarkan proses berfikir yang kritis,

logis, dan rasional. Oleh karena itu, materi kurikulum dan strategi pembelajaran perlu

mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut: (1) menekankan penemuan, tidak dihapalan, (2)

mengeksplorasi pola-pola peristiwa dan proses yang terjadi di alam, tidak hanya menghafal rumus,

(3) merumuskan keterkaitan-keterkaitan yang ada dan hubungannya secara kesuluruhan, tidak

hanya penyelesaikan soal yang diberikan dalam latihan matematika (Jamaris, 2014).

METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Deskriptif

adalah bertujuan untuk menggambarkan, meringkaskan berbagai kondisi, berbagai situasi, atau

berbagai fenomena realitas sosial yang ada di masyarakat yang menjadi objek penelitian, dan

berupa menarik realitas itu ke permukaan sebagai suatu ciri, karakter, sifat, model, tanda, atau

gambaran tentang kondisi, situasi, ataupun fenomena tertentu (Bungin, 2007). Adapun penelitian

kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang

alamiah, dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci. Analisis data bersifat induktif, dan hasil

penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi (sugiyono, 2016).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 24 september 2018 di Mts Negeri Lombok

Tengah. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan kesulitan siswa dalam menyelesaikan

soal pada materi operasi hitung bentuk aljabar. Berdasarkan analisis lembar jawaban dan hasil

wawancara diperoleh data tentang kesulitan siswa dalam menyelesaikan soal pada operasi hitung

bentuk aljabar ditinjau dari peta kognitif. Setelah mengalami kejenuhan data dalam proses

pengambilan subjek, diperoleh 4 subjek yang melakukan kesulitan siswa pada materi operasi bentuk

aljabar pada peta kognitif, dari 4 siswa tersebut akan dipaparkan dua subjek yaitu subjek s1 dan

subjek s2 sebagaii berikut:

a. Pemaparan data subjek s1

a. Soal nomor 1

Gambar 4.1 lembar jawaban S1

dari soal yang dikerjakan pada gambar di atas, terlihat bahwa subjek s1 hanya menuliskan apa

yang diketahui dan apa yang ditanyakan. Dari hasil analisis yang dilakukan pada saat

wawancara terlihat bahwa siswa kesulitan dalam menyelesaikan soal ini, sesuai dengan

kutipan wawancara yang dilakukan :

Page 81: INTERNALISASI NILAI KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN …apppintb.org/wp-content/uploads/2018/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · peningkatan sikap dan karakter siswa dalam pembelajaran

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan

Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 205

Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat

b. soal nomor 2

Gambar 4.2 lembar jawaban S1

dari soal yang dikerjakan pada gambar di atas, terlihat bahwa subjek s1 hanya

menuliskan apa yang diketahui. Dari hasil analisis yang dilakukan Pada saat wawancara

terlihat bahwa siswa kesulitan dalam menyelesaikan soal ini, sesuai dengan kutipan

wawancara yang dilakukan :

Dari jawaban siswa terlihat bahwa siswa tidak mampu menentukan penyelesaian yang

diharapkan. Ini menunjukkan bahwa siswa tidak memahami permasalahan dalam soal dan siswa

tidak melakukan proses berfikir serta mengevaluasi hasil pekerjaanya. Dari analisis terdapat

lembar jawaban dapat dikatakan bahwa siswa kesulitan menfokuskan pikiran, lupa pada materinya

lupa rumus-rumus matematika. Diamati dari aktivitas siswa mengerjakan soal adalah sebagai

berikut: pertama-tama setelah diminta mengerjakan soal, siswa terlihat mengamati soal (membaca

dalam waktu singkat beberapa detik) dan mulai mengerjakan (tanpa berfikir atau memgamati soal

sejenak tentang soal yang diberikan). Disebabkan oleh anggapan bahwa matematika merupakan

mata pelajaran yang sulit sudah melekat pada sebagai besar siswa, sehingga pada saat menghadapi

pelajaran matematika siswa menjadi males untuk berpikir . Hal ini dikuatkan oleh pendapat

Wibowo, Djaelani & Sularmi (dalam Zahrah & Herman, 2012) yang menyatakan bahwa

berdasarkan hasil observasi pada penelitiannya ditemukan siswa masih kesulitan mengubah kalimat

soal menjadi kalimat matematika. Selanjutnya untuk subjek s2 permasalahan yang dihadapi masih

sama yakni tidak begitu memahami soal cerita dikarenakan tidak menghapal rumus seperti yang ia

katakan dalam wawancara hal ini berbanding terbalik dengan pendapat Retna (dalam Khasanah &

Sutama, 2015) yang mengatakan bahwa Seseorang dapat dikatakan memiliki kemampuan

matematika apabila terampil dengan benar menyelesaikan soal matematika. Untuk S1 kesulitan

yang dihadapi masih sama yakni soal nomor 1 dan soal nomor 2. belum pernah diajarkan karena

soal cerita yang sebelumnya berbeda sehingga subjek kebingungan dalam langkah-langkah

penyelesaian dan mengubah soal cerita kedalam kalimat matematika. Hal ini sejalan dengan

pendapat James dan Adewale (dalam Wahyudin, 2016) mengemukakan bahwa ada hubungan antara

kemampuan pemecahan masalah matematika dan kemampuan verbal (soal cerita) siswa. Kemudian

untuk subjek S2 permasalahan yang dihadapi masih sama yakni pada soal nomor 1 dan soal nomor

2, ini sesuai dengan apa yang ia katakana pada saat wawancara bahwa soal nomor 1 dan 2 belum

pernah diajarkan dan soal tersebut berbeda dengan soal sebelumnya sehingga subjek merasa

kesulitan dalam mengubah kalimat kedalam model matematika dikarenakan tidak terlalu memahami

soal dan jarang latihan. Hal ini sejalan dengan pendapat Wibowo, Djaelani & Sularmi (dalam

Page 82: INTERNALISASI NILAI KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN …apppintb.org/wp-content/uploads/2018/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · peningkatan sikap dan karakter siswa dalam pembelajaran

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan

Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 206

Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat

Zahrah & Herman, 2012) yang menyatakan bahwa berdasarkan hasil observasi pada penelitiannya

ditemukan siswa masih kesulitan mengubah kalimat soal menjadi kalimat matematika.

Berikut ini rekapitulasi tabel analisis kesulitan siswa dalam menyelesaikan soal sebagai

berikut:

Tabel 4.1 Analisis kesulitan siswa dalam menyelesaikan soal

Indikator Pengkodingan Subjek

S1 S2

Kesulitan Memahami Soal KMS

Kesulitan Merencanakan

Penyelesaian

KRS

Kesulitan Melaksanakan

Perencanaan

KLR

Kesulitan Pengambilan

Kesimpulan

KPK

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada perbab sebelumnya , maka dapat

disimpulkan bahwa kesulitan yang dilakukan siswa dalam menyelesaikan soal ditinjau dari peta

kognitif yaitu :

a. Kesulitan memahami soal.

Dalam kesulitan memahami soal ditinjau dari peta kognitif, siswa tidak bisa membedakan apa

yang diketahui dan apa yang ditanyakan dalam soal. Tidak bisa mengubah soal kedalam bentuk

matematik, terutama dalam membuat gambaran yang terkait dengan soal.

b. Kesulitan merencanakan penyelesaian

Dalam kesulitan merencanakan penyelesaian ditinjau dari peta kognitif, siswa tidak bisa

menemukan langkah-langkah yang digunakan untuk menyelesaikan soal. Siswa bisa

mengerjakan soal yang diberikan namun tidak sesuai dengan langkah-langkah yang benar.

c. Kesulitan melaksanakan perencanaan

Dalam kesulitan melaksanakan perencanaan ditinjau dari peta kognitif, siswa sering melakukan

kesalahan dalam menggunakan pengoperasikan perkalian ,pengurangan, penjumlahan,

pembagian, dan soal cerita diubah kebentuk matematika. Siswa mengetahui operasi atau metode

yang digunakan, namun tidak bisa menjumlahkan.

d. Kesulitan pengambilan kesimpulan

Dalan kesulitan pengambilan kesimpulan ditinjau dari peta kognitif, siswa menyelesaikan

permasalahan secara tepat dan hasil jawaban akhir tidak sesuai dengan konteks soal.

DAFTAR RUJUKAN Bungin, B. (2007). Penelitian kualitatif, komunikasi, ekonomi, kebijakan publik, dan ilmu sosail

lainnya. Jakarta: Prenada Media Group.

Hasibuan, I. (2015). Hasil belajar siswa pada materi bentuk aljabar dikelas VII SMP Negeri 1

Banda Aceh Tahun pelajaran 2013/2014. Jurnal Peluang. 4(1), 1-6.

Page 83: INTERNALISASI NILAI KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN …apppintb.org/wp-content/uploads/2018/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · peningkatan sikap dan karakter siswa dalam pembelajaran

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan

Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 207

Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat

Handayani, dkk. (2015). Pemanfaatan lego pada pembelajaran pola bilangan. Jurnal Didakti

Matematika. 2(1).

Herman, H. (1998). Mengajar belajar matematika. Jakarta: Proyek pengembangan lembaga

pendidikan tenaga kependidikan dirjendikti.

Hodiyanto. (2016). Analisis kesulitan siswa kelas IX dalam mengerjakan soal operasi bentuk

aljabar. Jurnal Pendidikan Informatika dan Sains. 5(1).

Jamaris, M. (2014). Kesulitan belajar perspektif, asesmen, dan penanggulannya. Bogor: Ghalia

Indonesia.

Murdanu. (2004). Analisis kesulitan siswa-siswa SLIP dalam menyelesaikan persoalan geometri.

Surabaya: Universitas Negeri Surabaya.

Suaibah, S. (2010). Kemampuan siswa SMP kelas VIII dikota malang dalam menyelesaikan soal

cerita matematika ditinjau dari tahapan analisis kesalahan newman. Malang: Universitas

negeri malang.

Suharnan. (2005). Psikologi kognitif. Surabaya: Srikandi.

Suhartati. (2012). Representasi geometri dari bentuk aljabar. Jurnal peluang. 1(1), 5-56.

Sugiyono. (2016). Memahami penelitian kualitatif. Bandung: Alfabeta.

Soedjadi, R. (1996). Analisis kesulitan siswa menyelesaikan soal materi aljabar siswa kelas VIII

SMP Negeri 2 Bangil. Kadikma. 6 (2), 116-130.

Skemp, R. (1976). Relational understanding and instrumental understanding. First published in

mathematics teaching: university of wawick.

Watson. (2007). Penalaran aljabar dalam pembelajaran matematika. http://jurnal beta.ac.id. 8(1), 1-

13.

Wahyu D,W. (2015). Berfikir aljabar dalam pemecahan masalah matematika. Jurnal apotema. 1(1).

Wibowo A,T. (2016). Analisis kesulitan siswa kelas VIII C dan VIII f SMP Negeri 2 Piyungan

dalam menyelesaikan soal cerita pada pokok bahasa kubus dan balok. Yogyakarta:

Universitas Sanata Dharma.

Page 84: INTERNALISASI NILAI KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN …apppintb.org/wp-content/uploads/2018/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · peningkatan sikap dan karakter siswa dalam pembelajaran

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan

Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 208

Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat

NATIONAL EXAMINATION IN THE CONCEPT OF EDUCATION EVALUATION IN

SCHOOL

Johan Setiawan1; Aman

2

1,2 Program Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta

Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Bagaimanakah Ujian Nasional

dalam Konsep Evaluasi Pendidikan di Sekolah. Evaluasi adalah suatu proses yang sistematis untuk

menentukan atau membuat keputusan sampai sejauh mana tujuan-tujuan pengajaran telah dicapai

oleh peserta didik, dan salah satu dari beberapa kegiatan penting untuk meningkatkan kualitas

pendidikan. Ujian nasional adalah teknik dalam mengevaluasi proses pendidikan. Pelaksanaan ujian

nasional selama ini tidak terlepas dari adanya pro dan kontra, beberapa ahli seperti guru dan politisi

meragukan efektivitas ujian nasional, tetapi di sisi lain banyak ahli percaya bahwa ujian nasional

adalah salah satu solusi terbaik untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Meskipun banyak

kekurangan dalam pelaksanaan di dunia pendidikan Indonesia, diharapkan bisa menjadi kemajuan

dalam mengevaluasi proses pembelajaran di sekolah.

Kata Kunci: ujian nasional, evalusi pendidikan, sekolah

PENDAHULUAN

Dalam dunia pendidikan, upaya meningkatkan kualitas pendidikan sangat memerlukan

strategi dalam proses belajar mengajar. Kelancaran dan keberhasilan pengajaran antara lain banyak

ditentukan oleh kemampuan dan keterampilan guru, mulai dari membuat perencanaan pengajaran,

pelaksanaan kegiatan belajar mengajar, pelaksanaan evaluasi sampai tercapainya tujuan pengajaran.

Evaluasi merupakan hal biasa dilaksanakan setelah menyelesaikan proses pembelajaran pada

tahapan tertentu, baik setelah proses pembelajaran satu pokok bahasan atau materi pembelajaran

ataukah setiap kali proses pembelajaran yang menghabiskan satu periode pembelajaran atau diakhir

tahun ajaran (Mudasir, 2016: 69). Dengan adanya evaluasi, suatu sekolah mampu mengambil

keputusan dengan benar apakah siswanya lulus atau tidak.

Ujian Nasional salah satu evaluasi output yang dilakukan pemerintah untuk skala nasional

yang mampu mejadi alat ukur untuk mengukur keberhasilan seluruh elemen yang tercakup dalam

proses pendidikan khususnya di sekolah seperti: kepala sekolah, guru, orang tua dan siswa. Guru

sebagai tenaga pendidik akan sukses ketika seluruh peserta didiknya lulus mengikuti ujian, maka

sudah menjadi tanggung jawab bagi guru tersebut untuk mencapai titik kesempurnaannya. Dengan

melakukan revisi terhadap metode pembelajaran, media, kurikulum, bahan ajar, dan perkembangan

siswa. Kepala sekolah sebagai menajer di sekolah pun harus melakukan kontrol intensif terhadap

kinerja guru sebagai tenaga pengajar untuk mencapai kesuksesan (Rizqa, 2014: 146-147).

Demikian pula halnya siswa, siswa akan bangga apabila dia mempunyai prestasi belajar

yang baik. Dengan mengetahui hasil ujian nasional, siswa dapat mengetahui posisi dirinya terhadap

teman-temannya baik secara lokal maupun secara nasional. Posisi ini sangat penting diketahui oleh

siswa agar mereka dapat memprioritaskan dirinya demi masa depan yang sudah dicita-citakan.

Orang tua siswa sebagai pendidik di luar sekolah pun akan mengetahui hasil didikannya dan kerja

sama yang baik dengan pihak sekolah akan terlihat jelas ketika orang tua siswa mengetahui

perolehan hasil ujian nasional. Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah Bagaimanakah Ujian Nasional dalam Konsep Evaluasi Pendidikan di Sekolah?

dan tujuan penelitian ini untuk mengetahui Ujian Nasional dalam Konsep Evaluasi Pendidikan di

Sekolah.

METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif deskriptif,

Adapun definisi kualitatif deskriptif adalah data yang berupa informasi, uraian dalam bentuk bahasa

prosa kemudian dikaitkan dengan data lainnya untuk mendapatkan kejelasan terhadap suatu

Page 85: INTERNALISASI NILAI KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN …apppintb.org/wp-content/uploads/2018/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · peningkatan sikap dan karakter siswa dalam pembelajaran

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan

Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 209

Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat

kebenaran atau sebaliknya, sehingga memperoleh gambaran baru atau memuatkan suatu gambaran

yang sudah ada (Subagyo, 2006: 106). Penelitian ini merupakan penelitian studi pustaka, data

dikumpulkan melalui sumber primer maupun sekunder untuk kemudian dilakukan analisis isi sesuai

dengan tujuan penelitian.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Konsep Ujian Nasional

Ujian Nasional (UN) sebagai bentuk penilaian hasil belajar oleh pemerintah yang menjadi

tolak ukur keberhasilan siswa dalam mengikuti proses pembelajarn di sekolah. Tujuan dilaksanakan

UN, yaitu untuk mengetahui dan mengukur tingkat penguasaan materi pelajaran tertentu secara

nasional. Menurut Gultom dalam Anwar (2012) Ujian Nasional adalah sistem evaluasi standar

pendidikan dasar dan menengah di Indonesia.

Menurut Setiadi dalam Anwar (2012) Ujian Nasional adalah penilaian hasil belajar oleh

pemerintah yang bertujuan untuk menilai pencapaian kompetensi lulusan secara nasional pada mata

pelajaran tertentu dalam kelompok ilmu pengetahuan dan teknologi. Pendapat selanjutnya menurut

Tilaar (2006: 109-110) mendefinisikan Ujian Nasional sebagai upaya pemerintah untuk

mengevaluasi tingkat pendidikan secara nasional dengan menetapkan standarisasi nasional

pendidikan dijenjang sekolah.

Berdasarkan pendapat para ahli tersebut tentang Ujian Nasional, maka dapat disimpulkan

bahwa Ujian Nasional adalah sistem evaluasi atau penilaian standar pendidikan dasar dan menengah

secara nasional dengan menetapkan standarisasi nasional pendidikan yang bertujuan sebagai

pemetaan masalah pendidikan dalam rangka menyusun kebijakan pendidikan nasional.

Menurut Supriyoko dalam Anwar (2012) Ujian Nasional untuk jenjang pendidikan dasar dan

menengah perlu dilaksanakan dengan berbagai pertimbangan, antara lain: (1) sebagai tolak ukur

kualitas pendidikan antar daerah, (2) sebagai upaya standarisasi mutu pendidikan secara nasional,

dan (3) sebagai sarana memotivasi peserta didik, orang tua, guru, dan pihak-pihak terkait untuk

meningkatkan prestasi belajar peserta didik dalam menghadapi standar pendidikan.

Selain itu, menurut Setiadi dalam Anwar (2012) jika dicermati secara seksama dengan adanya

Ujian Nasional dapat menumbuhkan pendidikan berkarakter bagi siswa, seperti religius, jujur,

toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, menghargai

prestasi, dan gemar membaca. Selain itu UN juga dimaksudkan untuk mengukur kemampuan

peserta didik dari segi kognitif. Dengan demikian UN memiliki peran yang sangat sentral sebagai

quality control pendidikan atau mengatur kualitas pendidikan.

Perubahan Kebijakan Pemerintah Terkait Ujian Nasional

Ujian nasional mengalami beberapa kali perubahan, baik dari sisi penggunaan istilah,

sampai dengan sistem pelaksanaannya. Mulai yang bersifat sentralisasi, desentralisasi atau bahkan

gabungan diantara keduanya. Terkait dengan itu, model tes dengan skala nasional telah mengalami

beberapa kali perubahan dan penyempurnaan. Secara kronologis, perkembangan ujian akhir tersebut

menurut Idrus (2010: 212) adalah sebagai berikut:

a. Tahun 1950-1960

Pada tahun ini ujian nasional disebut dengan istilah “ujian Penghabisan”. Dilakukan

secara nasional dan soal dibuat oleh Departemen Pendidikan, Pengajaran dan

Kebudayaan. Seluruh soal tidak berupa pilihan ganda, tetapi berupa esai. Pemeriksaan

soal dilaksanakan di pusat rayon, bukan di sekolah.

b. Tahun 1965-1971

Pada kisaran tahun ini, istilah ujian penghabisan diganti “ujian negara”.

Pelaksanaannya masih menggunakan sistem terpusat karena bahan serta waktu

pelaksanaan ujian ditentukan oleh pemerintah pusat.

c. Tahun 1972-1979

Pada kisaran ini, pemerintah membuka kebebasan kepada setiap sekolah atau

sekelompok sekolah melaksanakan ujian sendiri. Penyusunan soal dan pelaksanaan

Page 86: INTERNALISASI NILAI KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN …apppintb.org/wp-content/uploads/2018/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · peningkatan sikap dan karakter siswa dalam pembelajaran

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan

Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 210

Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat

ujian dilaksanakan oleh masing-masing sekolah. Pemerintah hanya menyusun

pedoman dan panduan yang bersifat umum.

d. Tahun 1980-2000

Pada tahun ini mulai diselenggarakan ujian akhir nasional yang disebut Evaluasi

Belajar Tahap Akhir Nasional (Ebtanas). Model ujian akhir ini menggunakan dua

bentuk yaitu Ebtanas untuk mata pelajaran pokok, dan Ebta untuk mata pelajaran non-

Ebtanas. Ebtanas dikoordinasi pemerintah pusat dan Ebta dikoordinasi oleh

pemerintah propinsi. Kelulusan ditentukan oleh kombinasi kedua evaluasi tadi yang

ditambah nilai ujian harian yang tertera diraport.

e. Tahun 2001-2004

Pada tahun ini, Ebtanas diganti menjadi Ujian Akhir Nasional (Unas). Hal yang

menonjol dalam peralihan nama Ebtanas menjadi Unas adalah penentuan kelulusan

siswa yaitu dalam Ebtanas kelulusan berdasarkan nilai 2 semester raport terakhir dan

nilai Ebtanas murni, sedangkan Unas ditentukan pada mata pelajaran secara

individual.

f. Tahun 2005-2009

Pada tahun ini dikeluarkan PP nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional

Pendidikan yang didalamnya memuat tentang Standar penilaian. Standar tersebut salah

satunya mengatur tentang pelaksanaan ujian nasional. Yang mencolok pelaksanaan

Ujian nasioanl pada kisaran tahun ini adalah harus adanya target minimal kelulusan.

Target tersebut harus dicapai siswa jika ingin mendapat kelulusan dari satuan

pendidikan tertentu.

g. Tahun 2010-sekarang

Pada tahun ini, masih hampir sama dengan pelaksanaan ujian nasional pada tahun

sebelumnya. Hanya saja terdapat ujian susulan bagi siswa yang tidak lulus ujian

nasional.

Proses perubahan kebijakan pelaksanaan Ujian Nasional yang demikian panjang, pada

hakikatnya merupakan langkah evaluasi kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah dalam

menetapkan standar nilai untuk memetaan mutu dan kompetensi lulusan. Kebijakan ini diharapkan

mampu menyentuh hasrat banyak pihak dalam mewujudkan mutu pendidikan sebagaimana yang

diharapkan. Persoalan muncul ketika evaluasi terhadap proses pendidikan ini bernama Ujian

Nasional terutama memasuki periode 2010-2013 (Hidayah, 2013: 36). Baru pada tahun 2015 hingga

sekarang ujian nasional tidak digunakan sebagai penentu kelulusan.

Evaluasi dalam Sistem Pendidikan

Terkait dengan mutu, maka indikator dari kualitas pendidikan adalah kompetensi lulusan,

yaitu kemampuan yang dimiliki lulusan. Kompetensi lulusan dapat berupa kemampuan yang

dimiliki lulusan dicirikan dengan pengetahuan, keterampilan dan perilaku yang dapat ditampilkan

(Ghofur, 2004: 4). Memperbaiki kualitas pendidikan dapat ditempuh melalui peningkatan kualitas

pengajaran dan kualitas evaluasinya. Dengan begitu, setiap usaha memperbaiki kualitas pendidikan

harus mencakup usaha untuk semakin menyempurnakan sistem evaluasi yang digunakan. Paparan

di atas, mengisyaratkan posisi penting evaluasi dalam proses pendidikan.

Menurut Norman E. Gronlund dalam Idrus (2007: 2) merumuskan pengertian evaluasi

sebagai berikut: “Evaluation is a systematic process of determining the extent to which

instructional objectives are achieved by pupils”. Secara garis besar Grounlund mengungkap bahwa

evaluasi adalah suatu proses yang sistimatis untuk menentukan atau membuat keputusan sampai

sejauh mana tujuan-tujuan pengajaran telah dicapai oleh peserta didik. Adapun Wrightstone dalam

Idrus (2007: 2) mengemukakan rumusan evaluasi pendidikan sebagai “Educational evaluation is

the estimation of the growth and progress of pupils toward objectives or values in the curriculum.”

Berbeda dengan Grounlund, Wrighstone tampaknya memaknai evaluasi pendidikan

sebagai penapsiran terhadap pertumbuhan dan kemajuan peserta didik ke arah tujuan-tujuan atau

Page 87: INTERNALISASI NILAI KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN …apppintb.org/wp-content/uploads/2018/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · peningkatan sikap dan karakter siswa dalam pembelajaran

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan

Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 211

Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat

nilai-nilai yang telah ditetapkan di dalam kurikulum. Dalam kegiatan proses pendidikan selalu

memerlukan evaluasi. Setidaknya ada tiga alasan utama mengapa pendidikan memerlukan evaluasi

(Idrus, 2007: 5-6).

Pertama, ditinjau dari sudut proses, adanya interdependensi antara ketiga komponen

(tujuan pengajaran, materi, dan metode belajar mengajar). Tujuan akan mengarahkan bagaimana

pelaksanaan proses belajar-mengajar, (materi, metode belajar-mengajar) yang seharusnya

dilaksanakan, sekaligus merupakan kerangka acuan untuk melaksanakan evaluasi hasil belajar.

Untuk itu dalam pelaksanaan proses belajar-mengajar perlu dilakukan perumusan tujuan,

dan prosedur evaluasi yang dilaksanakan dalam proses belajarmengajar secara jelas dan tepat. Hal

ini diperlukan agar pihak penyelenggara kegiatan pendidikan (dalam hal ini dapat saja guru, atau

instansi tertentu yang menyelenggarakan kegiatan proses belajar mengajar) dapat mengetahui

sejauh mana tingkat keberhasilan proses pembelajaran yang telah dilaksanakannya.

Kedua, ditinjau dari sudut profesionalisme tugas kependidikan, bahwa kegiatan evaluasi

hasil belajar merupakan salah satu ciri pendidik profesional. Seorang pendidik profesional selalu

menginginkan umpan balik atas proses pembelajaran yang dilakukannya. Hal tersebut dilakukannya

mengingat salah satu indicator keberhasilan mengajar salah satunya ditentukan dari tingkat

keberhasilan yang dicapai oleh subjek belajarnya (peserta didik).

Di samping itu, pendidik profesional juga menginginkan informasi tentang tingkat

kesukaran materi yang disampaikannya, serta cara ataupun metode yang digunakannya dalam

proses pembelajaran tersebut. Dengan sendirinya, salah satu cara termudah untuk mengetahui dan

mendapatkan informasi yang diinginkannya, maka pendidik tersebut harus melakukan kegiatan

evaluasi.

Ketiga, Secara kelembagaan, kegiatan pendidikan merupakan kegiatan manajemen, yang

meliputi; planning, programming, organizing, actuating, controlling, dan evaluating. Meski secara

tegas kegiatan controlling dan evaluating masuk dalam wilayah kajian manajemen, tetapi dalam

kegiatan manajemen tradisional terkadang kedua kegiatan tersebut kurang mendapatkan perhatian

secara serius, termasuk manajemen pendidikan.

Dalam tulisan yang sama Idrus (2007: 7-8) mengungkap bahwa fungsi pokok evaluasi

pendidikan ialah untuk mengetahui penguasaan bahan dalam rangka membimbing pertumbuhan dan

perkembangan peserta didik secara individual maupun kelompok. Selain itu juga berfungsi untuk

mengetahui kelemahan dan kekuatannya serta untuk menentukan bidang-bidang yang harus

diperbaiki atau diubah.

Bagi pengembangan kurikulum, maka proses evaluasi berfungsi untuk menentukan dasar

bagi perubahan dan penyempurnaan kurikulum serta untuk menetapkan kegiatan-kegiatan baru

yang sesuai dengan kemajuan dan perkembangan pendidikan. Secara rinci fungsi evaluasi

pendidikan menurut Idrus (2010: 208-211) dapat dijabarkan sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui kemajuan dan perkembangan serta keberhasilan peserta didik setelah

mengalami atau melakukan kegiatan belajar selama janga waktu tertentu. Hasil evaluasi

yang diperoleh itu selanjutnya dapat digunakan untuk memperbaiki cara belajar peserta

didik (fungsi formatif) dan atau untuk mengisi rapor atau Surat Tamat Belajar, yang

berarti pula untuk menentukan kenaikan kelas atau lulus-tidaknya seseorang peserta

didik dari suatu lembaga pendidikan tertentu (fungsi sumatif).

b. Sebagai proses pemberian tingkatan. Evaluasi ditujukan untuk menentukan atau

membedakan kedudukan hasil kerja peserta didik dibandingkan dengan peserta didik

lainnya dalam suatu kelompok yang sama. Mengingat proses ini untuk menunjukkan

kedudukan peserta didik dalam urutan dibandingkan dengan anak lainnya, maka fungsi

ini lebih mengacu kepada penilaian acuan norma.

c. Sebagai alat seleksi, proses evaluasi juga ditujukan untuk memisahkan antara peserta

didik yang masuk dalam kategori tertentu dan yang tidak yang tidak boleh. Dalam hal

ini, fungsi ini dapat saja dimaksudkan untuk menentukan calon peserta didik masuk atau

diterima di sekolah tertentu atau ditolak, atau dapat juga sebagai seleksi masuk-tidaknya

Page 88: INTERNALISASI NILAI KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN …apppintb.org/wp-content/uploads/2018/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · peningkatan sikap dan karakter siswa dalam pembelajaran

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan

Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 212

Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat

seorang peserta didik dalam sebuah program yang dirancang atau lulus tidaknya yang

bersangkutan saat menjalankan program tertentu.

d. Untuk mengetahui tingkat keberhasilan program pengajaran yang dilaksanakan.

Pengajaran sebagai suatu sistem terdiri atas beberapa komponen yang saling berkaitan

satu sama lain. Komponen dimaksud antara lain adalah tujuan, materi atau bahan

pengajaran, metode dan kegiatan belajar mengajar, alat dan sumber pelajaran, dan

prosedur dan alat evaluasi. Pada sisi ini menjadi kewajiban bagi para pendidik atau

lembaga pendidikan untuk melakukan proses evaluasi.

e. Untuk keperluan bimbingan dan konseling (BK). Biasanya dari sebuah proses penilaian

akan diketahui tingkat kemampuan anak didik, juga siapa saja yang mengalami

kegagalan dan hambatan dalam proses pendidikan. Hasil evaluasi yang telah

dilaksanakan oleh guru terhadap peserta didiknya dapat dijadikan sumber informasi atau

data untuk mendiagnosis kesulitan belajar yang dialami peserta didik dan lebih lanjut

informasi tersebut berguna bagi pelayanan BK oleh para konselor atau guru

pembimbing lainnya.

f. Untuk keperluan pengembangan dan perbaikan kurikulum sekolah yang bersangkutan.

Guru melaksanakan kegiatan evaluasi dalam rangka menilai keberhasilan belajar peserta

didik dan menilai program pengajaran, yang berarti pula menilai isi atau materi

pelajaran yang terdapat di dalam kurikulum. Dengan kalimat lain dengan mengetahui

kekurangan serta keburukan yang diperoleh dari hasil evaluasi itu, selanjutnya dapat

digunakan sebagai usaha untuk memperbaiki proses belajar mengajar, yang menyangkut

materi pelajaran, metode, alat evalausi dan juga kurikulum. Pada sisi ini, hasil penilaian

memberikan umpan balik (feed back) kepada guru sebagai dasar untuk memperbaiki

proses belajar mengajar serta mengadakan perbaikan program bagi peserta didik.

g. Adanya proses evaluasi menunjukkan adanya sisi profesionalitas pendidikan. Artinya

proses evaluasi secara langsung menunjukkan bahwa pendidikan yang dikelola

memiliki nilai profesional dan bukan sekadar asal jalan saja.

h. Proses evaluasi menunjukkan adanya sisi pertangungjawaban lembaga.

Pertanggungjawaban ini dibutuhkan oleh masyarakat pengguna lembaga pendidikan.

i. Secara kelembagaan proses pendidikan merupakan kegiatan managerial yang di

dalamnya memerlukan proses evaluasi. Sebagaimana dipahami proses management

dimulai dari adanya perencanaan (planing), programming, organizing, actuating,

controlling, dan diakhiri dengan evaluating.

j. Sebagai alat diagnotik, proses evaluasi bertujuan untuk mengetahui kesulitan belajar

yang dialami peserta didik dan kemungkinan prestasi yang dapat dikembangkan. Ini

akan membantu guru menentukan apakah seseorang perlu remidiasi atau pengayaan.

Selain itu, dari proses evaluasi yang dilakukan akan diperoleh informasi tentang

kelemahan dan kekuatan satuan pendidikan. Informasi ini akan dijadikan sebagai umpan

balik (feedback) untuk selanjutnya pihak penyelenggara pendidikan dapat merancang

aktivitas yang dapat mengatasi kelemahan dan lebih memperkuat situasi yang ada.

Konsekuensi dari keberhasilan lembaga menata ulang aktivitasnya adalah adanya

peningkatan mutu pendidikan di lembaga tersebut.

k. Pengendalian mutu (quality control) pendidikan. Fungsi ini sangat erat terkait dengan

fungsi pada poin j di atas, yaitu fungsi diagnostik. Adanya evaluasi akan dapat diperoleh

informasi tentang kualifikasi lulusan. Informasi ini selanjutnya dapat digunakan sebagai

balikan pada proses pendidikan yang berlangsung pada lembaga tersebut untuk

meningkatkan dan mempertahankan mutu. Dengan begitu evaluasi salah satu instrumen

penjamin mutu pendidikan.

l. Sebagai alat prediksi, evaluasi bertujuan untuk mendapatkan informasi yang dapat

memprediksi bagaimana kinerja peserta didik pada jenjang pendidikan berikutnya,

keberhasilan pada suatu program yang akan dijalninya atau kesesuaian dalam pekerjaan.

Page 89: INTERNALISASI NILAI KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN …apppintb.org/wp-content/uploads/2018/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · peningkatan sikap dan karakter siswa dalam pembelajaran

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan

Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 213

Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat

Biasanya secara umum untuk melakukan model evaluasi ini digunakan serangkaian tes

psikologi seperti tes bakat skolastik atau tes potensi akademik.

m. Seleksi dan penempatan, yaitu bahwa hasil evaluasi pendidikan dapat dijadikan salah

satu bahan pertimbangan untuk menerima atau menolak seorang pelamar, khususnya

jika tempat yang tersedia lebih sedikit dari jumlah yang melamar. Selain itu, hasil

evaluasi juga dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam menentukan ke mana seorang

dianjurkan untuk melanjutkan pendidikannya atau terjun ke dunia kerja.

Dengan begitu berdasarkan pada alasan-alasan di atas, maka dalam proses pendidikan

wajib adanya evaluasi sebagai upaya untuk mengukur keberhasilan program, serta untuk

menentukan kualifikasi peserta didik. Lebih jauh lagi proses evaluasi pendidikan diperlukan untuk

dapat secara tepat melihat kelemahan proses pendidikan, sehingga akan secara tepat pula memberi

perlakuan bagi upaya peningkatan mutu pendidikan.

Evaluasi Pendidikan Melalui Ujian Nasional Evaluasi terdiri dari dua konsep, yaitu: pertama, evaluasi sebagai suatu proses yang terdiri

dari rangkaian kegiatan penilaian; kedua, evaluasi sebagai tindakan untuk menunjukkan kualitas

dari hasil penilaian (Sanjaya, 2008: 335). Secara umum evaluasi biasanya ditujukan untuk menilai

sejauhmana keefektifan kebijakan publik guna dipertanggungjawabkan kepada konstituennya

(Nugroho, 2011: 668).

Kaitannya dengan sistem pendidikan, evaluasi bertujuan untuk mendapatkan informasi

yang akurat mengenai tingkat pencapaian tujuan pembelajaran oleh siswa, sehingga dapat

diupayakan tindak lanjutnya. Daryanto (2007: 11) menyebutkan tindak lanjut tersebut dapat berupa

penempatan pada tempat yang tepat, pemberian umpan balik, diagnosis kesulitan belajar siswa, dan

penentuan kelulusan.

Salah satu rangkaian kegiatan evaluasi dilakukan melalui tes serta pengukuran sampai

akhirnya melakukan evaluasi (Alawiyah, 2011: 208). Tes ditujukan untuk menghasilkan pertanyaan

yang mewakili karakteristik siswa yang hendak direncanakan untuk diukur (Sukardi, 2010: 20).

Pengukuran menjadi kegiatan untuk memberikan angka terhadap suatu hasil suatu kegiatan

pengukuran (Hasan, 1988: 10); dan evaluasi merupakan proses yang menentukan keadaan dimana

tujuan dapat dicapai (Sukardi, 2010: 20).

Dalam hal ini, UN dilakukan sebagai salah satu rangkaian kegiatan evaluasi. Berupa

kegiatan memberikan tes kepada peserta didik, hasilnya kemudian diukur serta dilakukan evaluasi

yang menentukan keberhasilan proses pembelajaran pada peserta didik. Hal ini sejalan dengan

pendapat Tyler dalam Hasan (2008: 35) yang mendefinisikan evaluasi sebagai proses untuk

menentukan tingkat perubahan yang terjadi pada hasil belajar, untuk mengukurnya dilakukan

melalui tes hasil belajar.

Setiap tahun UN dilaksanakan secara serentak di seluruh Indonesia untuk menilai

pencapaian Standar Nasional Pendidikan yang dilakukan pada beberapa mata pelajaran tertentu.

Hasilnya dapat digunakan sebagai bahan evaluasi pendidikan maupun penempatan pada jenjang

pendidikan berikutnya. Terdapat beberapa prinsip yang harus termuat dalam sebuah proses evaluasi.

Sukardi (2010: 4-5) menjelaskan terdapat beberapa prinsip evaluasi yaitu: (1) evaluasi harus masih

dalam kisi-kisi kerja tujuan yang telah ditentukan, (2) evaluasi sebaiknya dilaksanakan secara

komprehensif, (3) evaluasi diselenggarakan dalam proses yang kooperatif antara guru dan peserta

didik, (4) evaluasi dilaksanakan dalam proses kontinu, (5) evaluasi harus peduli mempertimbangkan

nilai-nilai yang berlaku.

Evaluasi pendidikan melalui Ujian nasional memiliki nilai positif bagi peningkatan kinerja

pendidikan dan peningkatan mutu pendidikan. Tentunya adanya sisi lemah dari pelaksanaan ujian

nasional ini memang perlu direduksi. Banyak alternatif kegiatan yang dapat dilaksanakan untuk

peningkatan mutu pendidikan, dan salah satunya adalah mendesain model evaluasi yang digunakan

untuk menyaring lulusan yang memang berkualitas.

Page 90: INTERNALISASI NILAI KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN …apppintb.org/wp-content/uploads/2018/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · peningkatan sikap dan karakter siswa dalam pembelajaran

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan

Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 214

Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat

Pada sisi ini pelaksanaan ujian nasional merupakan salah satu strategi umum yang dapat

dilakukan. Hal tersebut sebagaimana diungkap Heyneman & Ransom yang menyatakan bahwa

ujian merupakan strategi yang umum digunakan oleh negara-negara berkembang dalam

meningkatkan mutu pendidikannya karena merupakan cara yang efektif dan murah dalam

mempengaruhi apa yang diajarkan guru dan apa yang dipelajari peserta didik di sekolah.

Maka perlunya ujian nasional untuk menentukan kelulusan peserta didik pada setiap akhir

satuan pendidikan. Selain ujian kelulusan pada akhir setiap satuan pendidikan, merupakan salah

satu bentuk evaluasi untuk mengendalikan mutu pendidikan secara nasional dan memantau capaian

standar nasional.

KESIMPULAN

Ujian Nasional sebagai bentuk penilaian hasil belajar oleh pemerintah yang menjadi tolak

ukur keberhasilan siswa dalam mengikuti proses pembelajarn di sekolah. Ujian Nasional adalah

sistem evaluasi atau penilaian standar pendidikan dasar dan menengah secara nasional dengan

menetapkan standarisasi nasional pendidikan yang bertujuan sebagai pemetaan masalah pendidikan

dalam rangka menyusun kebijakan pendidikan nasional

Ujian nasional mengalami beberapa kali perubahan dimulai tahun 1950-1960 disebut

dengan istilah “ujian penghabisan”. Tahun 1965-1971 istilah ujian penghabisan diganti “ujian

negara”. Tahun 1972-1979 pemerintah membuka kebebasan kepada setiap sekolah atau sekelompok

sekolah melaksanakan ujian sendiri. Tahun 1980-2000 disebut evaluasi belajar tahap akhir nasional,

tahun 2001-2004 Ebtanas diganti menjadi Ujian Akhir Nasional. Tahun 2005-2009 dikeluarkan PP

nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, pada kisaran tahun ini adalah harus

adanya target minimal kelulusan. Tahun 2010-sekarang ini bernama Ujian Nasional terutama

memasuki periode 2010-2013 Baru pada tahun 2015 hingga sekarang ujian nasional tidak

digunakan sebagai penentu kelulusan.

Memperbaiki kualitas suatu pendidikan dapat di tempuh melalui peningkatan kualitas

pengajaran dan kualitas evaluasinya. Dengan begitu, setiap usaha memperbaiki kualitas pendidikan

harus mencakup usaha untuk semakin menyempurnakan sistem evaluasi yang digunakan. Evaluasi

adalah suatu proses yang sistimatis untuk menentukan atau membuat keputusan sampai sejauh mana

tujuan-tujuan pengajaran telah dicapai oleh peserta didik. Kaitannya dengan sistem pendidikan,

evaluasi bertujuan untuk mendapatkan informasi yang akurat mengenai tingkat pencapaian tujuan

pembelajaran oleh siswa, sehingga dapat diupayakan tindak lanjutnya. UN dilakukan sebagai salah

satu rangkaian kegiatan evaluasi. Berupa kegiatan memberikan tes kepada peserta didik, hasilnya

kemudian diukur serta dilakukan evaluasi yang menentukan keberhasilan proses pembelajaran pada

peserta didik.

DAFTAR RUJUKAN Alawiyah, F. (2011). Evaluasi dan Pemetaan Mutu Pendidikan Melalui Ujian Nasional. Jurnal

Aspirasi, 1 (2), 189-202. Jakarta: Aspirasi

Anwar, K. (2012). Ujian Nasional: Sarana Untuk Membangun Karakter Bangsa. Jakarta:

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Daryanto. (2007). Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Ghofur, A., & Mardapi, D. (2004). Pola Induk Pengembangan Sistem Penilaian. Yogyakarta:

Program Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta.

Hasan, S. H. (2008). Evaluasi Kurikulum. Bandung: Remaja Rosda Karya.

Hidayah, N. (2013). Ujian Nasional Dalam Perspektif Kebijakan Publik. Jurnal Pencerahan, 7 (1),

35-40. Aceh: Pencerahan

Idrus, M. (2007). Evaluasi Pendidikan. Diktat. Yogyakarta: Fakultas Ilmu Agama Islam.

_____. (2010). Ujian Nasional dalam Konteks Pendidikan. Jurnal Millah edisi Khusus desember.

Mudasir. (2016). Fenomena Pelaksanaan Ujian Nasional Tingkat Madrasah Aliyah Se-Provinsi

Riau. Jurnal Tadris, 1 (1), 69-83. Riau: Tadris

Nugroho, R. (2011). Public Policy: Dinamika Kebijakan, Analisis Kebijakan, Manajemen

Kebijakan. Jakarta: OT. Elex Media Komputindo.

Page 91: INTERNALISASI NILAI KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN …apppintb.org/wp-content/uploads/2018/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · peningkatan sikap dan karakter siswa dalam pembelajaran

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan

Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 215

Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat

Rizqa, M. (2014). Evaluasi Program Strategi Menghadapi Ujian Nasional di Mtsn Model Padang

Tahun 2008. Jurnal Kutubkhanah: Penelitian Sosial Keagamaan, 17 (2), 146-159. Riau:

Kutubkhanah

Sanjaya, W. (2008). Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Kencana Media Grup.

Subagyo. J. P. (2006). Metode Penelitian: dalam Teori dan Praktek, Jakarta: Rineka Cipta.

Sukardi. (2010). Evaluasi Pendidikan, Prinsip dan Operasionalnya. Jakarta: Bumi Aksara.

Tilaar. (2006). Standarisasi Pendidikan Nasional: Suatu Tinjuan Kritis. Jakarta: Rineka Cipta.

Page 92: INTERNALISASI NILAI KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN …apppintb.org/wp-content/uploads/2018/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · peningkatan sikap dan karakter siswa dalam pembelajaran

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan

Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 216

Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat

DESAIN PERANGKAT PEMBELAJARAN HIMPUNAN BERBASIS BERTANYA

PRODUKTIF UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN SOSIAL DAN

KEMAMPUAN KOGNITIF SISWA MTs

Masjudin1; Ade Kurniawan

2

1,2Program Studi Pendidikan Matematika FPMIPA IKIP Mataram

Abstrak: Perangkat pembelajaran memiliki manfaat penting dalam pembelajaran. Namun,

sebagian besar perangkat pembelajaran yang dirancang guru matematika selama ini kurang

mengembangkan interaksi sosial siswa. Rancangan yang disusun terlalu normatif dan tidak secara

rinci memuat aktivitas belajar, pertanyaan-pertanyaan kunci, serta konsep-konsep yang seharusnya

terbangun secara terstruktur dalam pembelajaran. Hal ini berdampak pada rendahnya keterampilan

social dan kemampuan kognitif siswa. Tujuan penelitian ini adalah untuk menghasilkan produk

berupa perangkat pembelajaran himpunan yang dapat dijadikan rujukan bagi guru dalam upaya

meningkatkan keterampilan sosial dan kemampuan kognitif siswa. Jenis penelitian ini adalah

penelitian pengembangan. Penelitian ini dirancang dengan mengacu pada model pengembangan 4D

(Define, Design, Develop, Dessimination). Namun yang dilaksanakan sampai pada tahap tahap

Develop. Instrumen penelitian ini adalah lembar validasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-

rata skor validasi mencapai 4,2 dari skala 5 dengan kateori sangat valid. Dengan demikian dapat

disimpulkan bahwa desain perangkat pembelajaran himpunan berbasis bertanya produktif valid

untuk meningkatkan keterampilan social dan kemampuan kognitif siswa.

Kata Kunci: Perangkat Pembelajaran Himpunan, Bertanya Produktif, Keterampilan Sosial,

Kemampuan Kognitif

PENDAHULUAN

Perangkat pembelajaran memiliki peranan yang sangat penting dalam dalam proses

pembelajaran. Perangkat pembelajaran yang baik mempermudah guru dalam membantu proses

fasilitasi pembelajaran siswa. Perangkat pembelajaran membantu guru melaksanakan proses

pembelajaran secara sistematis, terpola, mengarahkan siswa dalam proses penyususnan konsep. Jika

guru tidak menyiapkan perangkat pembelajaran sebelum pembelajaran, sering kali guru hilang arah

dan bingung ditengah-tengah proses. Lebih-lebih dalam proses pembelajaran matematika.

Matematika dikenal sebagai suatu ilmu pengetahuan yang abstrak, yang dapat dipandang

sebagai menstrukturkan pola, berpikir yang sistematis, kritis, logis, cermat, dan konsisten (Ansjar &

Sembiring, 2001:5). Karakteristik matematika yang bersifat abstrak dan materi matematika disusun

secara hirarkis, menuntut guru untuk merancang perangkat pembelajaran secara maksimal. Dalam

merancang perangkat pembelajaran, guru ditantang untuk mendesaian suatu aktivitas yang rinci dan

melibatkan potensi dan interaksi siswa secara maksimal.

Namun demikian, temuan yang peneliti peroleh di lapangan, bahwa perangkat

pembelajaran yang dirancang guru matematika selama ini kurang mengembangkan interaksi sosial

antara guru dengan siswa maupun antara siswa dengan siswa. Rancangan yang disusun terlalu

normatif dan tidak secara rinci memuat aktivitas belajar, pertanyaan-pertanyaan kunci, serta

konsep-konsep matematika yang seharusnya terbangun secara terstruktur dalam pembelajaran.

Dampaknya dalam pembelajaran, interaksi dan komunikasi antara guru dengan siswa cenderung

monoton dan satu arah serta tidak terjalin komunikasi sosial yang baik antar siswa yang bermuara

pada rendahnya kemampuan kognitif matematika siswa.

Dampak lainnya adalah di luar pembelajaran, rancangan perangkat pembelajaran tersebut

memunculkan masalah social dalam masyarakat seperti siswa matematika sering dicirikan kurang

Page 93: INTERNALISASI NILAI KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN …apppintb.org/wp-content/uploads/2018/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · peningkatan sikap dan karakter siswa dalam pembelajaran

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan

Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 217

Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat

mampu berkomunikasi secara verbal. Selain itu, jika siswa tidak dilatih berinteraksi, akan

memungkinkan terjadinya sifat tidak menghargai orang lain, kurang mendengarkan pendapat atau

keluhan dari orang lain, tidak mau memberi atau menerima feedback, dan tidak mau memberi atau

menerima kritik, serta bertindak tidak sesuai norma dan aturan yang berlaku.

Oleh karena itu, sangat penting dikembangkan suatu perangkat pembelajaran yang

representatif untuk meningkatkan keterampilan sosial dan kemampuan kognitif siswa. Salah

satunya dengan pengembangan perangkat pembelajaran berbasis bertanya produktif. Bertanya

produktif merupakan suatu proses meminta informasi dengan cara yang terstruktur, dimulai dari

bertanya terbuka terhadap siswa sampai siswa menemukan konsep yang diharapkan.

Perangkat pembelajaran yang dirancang berbasis bertanya produktif memuat segenap

aktivitas pembelajaran yang rinci, konsep-konsep yang terstruktur, serta segenap pertanyaan yang

tersusun secara sistematis untuk menstimulus interaksi antara guru dengan siswa dan antara siswa

dengan siswa. Teknik bertanya produktif memberikan kesempatan kepada siswa untuk

mengungkapkan ide, mendengarkan pendapat temannya, memberikan dan menerima masukan yang

sifatnya dapat membangun pemahaman matematika siswa

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis berupaya untuk melaksanakan penelitian untuk

menghasilkan produk berupa perangkat pembelajaran yang valid untuk meningkatkan interaksi

social dan kemampuan kognitif siswa.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah yang diajukan dalam penelitian ini

secara umum dapat dirumusan sebagai berikut: Bagaimanakah tingkat validitas perangkat

pembelajaran matematika berbasis bertanya produktif untuk meningkatkan keterampilan social dan

kemampuan kognitif siswa?

TINJAUAN PUSTAKA

A. Hakikat Pembelajaran Matematika

Matematika dikenal sebagai suatu ilmu pengetahuan yang abstrak, yang dapat

dipandang sebagai menstrukturkan pola, berpikir yang sistematis, kritis, logis, cermat, dan

konsisten (Ansjar & Sembiring, 2001:5). Matematika juga dapat diartikan sebagai aktivitas

manusia. Pada dasarnya, matematika terbentuk dari pengalaman manusia dalam dunia secara

empiris. Karena matematika sebagai aktivitas manusia kemudian pengalaman itu diproses

dalam dunia rasio, diolah secara analisis dan sintesis dengan penalaran di dalam struktur

kognitif, sehingga sampailah pada suatu kesimpulan berupa konsep-konsep matematika.

Matematika sebagai suatu struktur dan konsep seharusnya dipahami dengan baik sehingga

dapat diaplikasikan dengan baik pula (Masjudin & Muzaki, 2014:222).

Pembelajaran matematika adalah suatu proses atau kegiatan guru yang dirancang

untuk menciptakan interaksi antara peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada

suatu lingkungan belajar untuk mencapai tujuan yang diharapkan (Sutarto dan Syarifudin,

2013:40). Cara belajar adalah cara atau strategi siswa dalam melakukan kegiatan belajar untuk

mencapai prestasi belajar yang diharapkannya. Dalam hal cara belajar tentunya terdapat cara-

cara yang baik maupun tidak baik. Banyak siswa gagal atau tidak mendapat hasil yang baik

dalam pelajarannya karena tidak mengetahui cara-cara belajar yang efektif dan kebanyakan

hanya mencoba menghafal pelajaran (Masjudin & Hasanah, 2014:198)

Dalam mengajarkan matematika, tugas penting guru adalah mendesain perangkat

pembelajaran dengan melibatkan interaksi social guru dan siswa secara maksimal. Dengan

demikian diharapkan peserta didik akan dapat menyerap konsep secara utuh dan bermakna.

B. Perangkat Pembelajaran

Perangkat pembelajaran merupakan salah satu hal yang harus disiapkan oleh guru

sebelum melaksanakan pembelajaran. Menurut Zuhdan, dkk (2011:16) perangkat pembelajaran

Page 94: INTERNALISASI NILAI KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN …apppintb.org/wp-content/uploads/2018/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · peningkatan sikap dan karakter siswa dalam pembelajaran

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan

Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 218

Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat

adalah alat atau perlengkapan untuk melaksanakan proses yang memungkinkan pendidik dan

peserta didik melakukan kegiatan pembelajaran. Pada KBBI (2007:17) dijelaskan bahwa

perangkat adalah alat atau perlengkapan, sedangkan pembelajaran adalah proses atau cara

menjadikan orang belajar. Perangkat pembelajaran menjadi pegangan bagi guru dalam

melaksanakan pembelajaran baik di kelas, laboratorium atau di luar kelas. Dengan demikian,

dapat disimpukan bahwa perangkat pembelajaran merupakan alat yang digunakan guru dalam

melaksanakan pembelajaran di kelas.

C. Bertanya Produktif.

Bertanya menurut kamus besar Bahasa Indonesia adalah proses meminta keterangan

atau penjelasan tentang sesuatu informasi. Cara bertanya sangat banyak jenisnya. Salah

satunya adalah bertanya produktif. Bertanya produktif merupakan suatu proses meminta

informasi dengan memberikan beberapa pertanyaan terstruktur dan sistematis sampai siswa

menemukan konsep.

Sangat penting bahwa para guru terus berupaya mengembangkan pengetahuan mereka

tentang pengajaran matematika. Termasuk di dalamnya tentang cara bertanya dan pertanyaan

apa yang harus ditanyakan. Dengan bertanya atau mendengarkan pertanyaan siswa akan terjadi

inteksi social yang baik antara guru dengan siswa maupun antara siswa dengan siswa. Anonim

(2011:1) menjelaskan bahwa dengan mendengarkan dengan saksama gagasan siswa dan

mempertahankan tujuan pembelajaran dan gagasan matematika yang besar, kita dapat

mengidentifikasi dan mengembangkan gagasan penting dalam wacana siswa

D. Keterampilan Sosial

Keterampilan sosial adalah kemampuan individu untuk berkomunikasi efektif dengan

orang lain baik secara verbal maupun nonverbal sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada

pada saat itu, di mana keterampilan ini merupakan perilaku yang dipelajari. Remaja dengan

keterampilan sosial akan mampu mengungkapkan perasaan baik positif maupun negatif dalam

hubungan interpersonal, tanpa harus melukai orang lain (Hargie, Saunders, & Dickson dalam

Gimpel & Merrell, 1998 dalam Sofyan, 2015).

Keterampilan sosial membawa orang untuk lebih berani berbicara, mengungkapkan

setiap perasaan atau permasalahan yang dihadapi dan sekaligus menemukan penyelesaian yang

adaptif, sehingga mereka tidak mencari pelarian ke hal-hal lain yang justru dapat merugikan

diri sendiri maupun orang lain (Matson, dalam Gimpel & Merrell, 1998).

Keterampilan-keterampilan sosial tersebut meliputi kemampuan berkomunikasi,

menjalin hubungan dengan orang lain, menghargai diri sendiri dan orang lain, mendengarkan

pendapat atau keluhan dari orang lain, memberi atau menerima feedback, memberi atau

menerima kritik, bertindak sesuai norma dan aturan yang berlaku, dan sebagainya. Apabila

keterampilan sosial dapat dikuasai oleh remaja pada fase tersebut maka ia akan mampu

menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya

E. Kemampuan Kognitif

Anderson et al, (2001:67) mengkategorikan ranah atau domain kognitif berdasarkan

taksonomi Bloom yang tingkatannya mulai dari yang sederhana sampai yang paling kompleks

yaitu: remember (ingatan), understand (pemahaman), apply (aplikasi), analyze (analisis),

evaluate (evaluasi), dan create (kreasi). Penjabaran sebagai berikut:

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian

Pengembangan. Model pengembangan yang digunakan yaitu model pengembangan yang

Page 95: INTERNALISASI NILAI KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN …apppintb.org/wp-content/uploads/2018/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · peningkatan sikap dan karakter siswa dalam pembelajaran

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan

Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 219

Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat

diadaptasi dari model pengembangan 4D (Define, Design, Develop, Desimination). Namun

penelitian ini hanya dilaksanakan sampai tahap Develop

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat penelitian adalah di MTs. NW Lingsar. Penelitian ini dilaksanakan pada

semester ganjil tahun pelajaran 2018/2019.

C. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian yang dilaksanakan dalam penelitian ini mengacu pada tahap-tahap

model pengembangan 4D yang meliputi tahap Define (Pendefinisian), tahap Design

(Perancangan), tahap Develop (Pengembangan), dan tahap Disseminate (Penyebaran).

D. Instrumen Penelitian

Instrument yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut

1. Lembar validasi Perangkat ajar

2. Lembar Observasi interaksi social siswa

3. Angket tanggapan guru terhadap perangkat pembelajaran

4. Lembar tes evaluasi kemampuan kognitif siswa

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data ini dilakukan dengan menggunakan tiga cara yaitu:

1) Pemberian lembar validasi perangkat

Lembar validasi modul diberikan kepada tiga validator yaitu validator ahli materi, ahli

media dan desain, dan kepada guru matematika. Validator akan memberikan penilaian

terhadap perangkat yang dikembangkan. Masukan-saran dari validator akan diperguanakan

sebagai bahan untuk perbaikan perangkat pembelajaran

2) Pemberian angket tanggapan guru

Angket tanggapan guru diberikan kepada guru yang mengujicoba

3) Pemberian Lembar Observasi interaksi social siswa

Lembar Observasi diberikan kepada observer. Observer akan bertugas untuk memberikan

penilaian dan keterangan pada lembar observasi mengenai interaksi social siswa. Kegiatan

observasi akan dilakukan oleh 2 orang observer yang sudah terlatih oleh peneliti.

4) Dokumentasi

Dokumentasi digunakan untuk mendapatkan gambaran secara visual mengenai aktivitas

siswa dalam proses pembelajaran. Dokumentasi dapat dapat berupa foto-foto proses

pembelajaran yang akan dijadikan lampiran untuk mengetahui proses pembelajaran yang

telah dilakukan.

F. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis

deskriptif. Teknik analisis deskriptif dilakukan dengan menggunakan statistik deskriptif.

Statistik deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk menganalisa data dengan cara

mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa

bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi (Sugiyono,

2015:254).

1) Analisis Data Hasil Validasi Perangkat

Kategori kelayakan dari perangkat ini menggunakan skala pengukuran (Rating Scale).

Dengan skala pengukuran (Rating Scale), data yang diperoleh berupa angka akan

ditafsirkan dalam pengertian kualitatif. Skor yang akan diberikan dengan Rating Scale

dengan ketentuan sebagai berikut

a. Skor 5 jika dipandang item validasi sangat baik

b. Skor 4 jika dipandang item validasi baik

Page 96: INTERNALISASI NILAI KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN …apppintb.org/wp-content/uploads/2018/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · peningkatan sikap dan karakter siswa dalam pembelajaran

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan

Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 220

Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat

c. Skor 3 jika dipandang item validasi cukup baik

d. Skor 2 jika dipandang item validasi kurang baik

e. Skor 1 jika dipandang item validasi tidak baik

Hitungan rata-rata skor dari validator dikonversi lagi ke skala pengukuran Rating Scale

dengan 5 kategori tingkat validasi. Tiap-tiap kategori dinyatakan berdasarkan rumus

(Riduwan, 2013:21):

Kriteria penilaian skor rata-rata dan persentase adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Kriteria Validitas Perangkat

Persentase

Kelayakan Kategori

81% - 100% Sangat Valid

61% - 80% Valid

41% - 60% Cukup Valid

21% - 40% Kurang Valid

0 % - 20% Tidak Valid

Sumber: (Riduwan, 2013:222)

HASIL PENELITIAN

Penelitian ini meliputi dua tahapan, yaitu tahap pengembangan dan tahap implementasi.

Tahap pengembangan menggunakan model 4D Mode yang yang meliputi tahap Define

(Pendefinisian), tahap Design (Perancangan), tahap Develop (Pengembangan), dan tahap

Disseminate (Penyebaran). Hasil penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut:

A. Hasil Tahap Define

Produk yang dikembangkan adalah perangkat pembelajaran matematika berbasis

bertanya produktif. Pada tahap define ini, kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah

menetapkan dan mendefinisikan syarat-syarat pembelajaran. Tahap ini dilakukan dengan

melakukan analisis tujuan dan batasan materi pelajaran yang akan dikembangkan perangkatnya.

Dalam tahap ini meliputi analisis kurikulum, analisis peserta didik, analisis materi, dan

merumuskan tujuan pembelajaran.

Pada tahapan ini, hasil kegitan dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Analisis awal-akhir.

Pada tahap ini, peneliti mempelajari beberapa buku yang terkait seperti pelaksanaan

pembelajaran, strategi pembelajaran, penyusunan instrumen, dll. Hasil analisis buku tersebut

diperoleh teori-teori pendukung agar siswa dapat menguasai keterampilan dasar mengajar.

2. Analisis siswa.

Pada tahap ini, peneliti mendiagnosa kabutuhan siswa dengan mengacu kepada pengalaman

yang sudah didapatkan siswa dalam belajar matematika. Kegiatan ini dilaksanakan dengan

mewawancara beberapa siswa. Hasil yang diperoleh bahwa selama ini siswa jarang bertanya

kepada guru, siswa malu bertanya, dan guru juga jarang bertanya kepada siswa, palingan

memberikan soal.

3. Analisis tugas.

Page 97: INTERNALISASI NILAI KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN …apppintb.org/wp-content/uploads/2018/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · peningkatan sikap dan karakter siswa dalam pembelajaran

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan

Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 221

Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat

Dalam tahap ini kegiatan yang dilakukan adalah menganalisis target capaian yang akan

diperoleh siswa. Kegiatan ini juga dilaksanakan dengan melaksanakan wawancara dengan

siswa yang sudah belajar materi matematika yang sedang dikembangkan. Hasilnya adalah

dalam pelaksanaan pembelajaran guru seringkali hanya menjelaskan materi, memberikan

contoh soal, dan memberikan soal dari buku.

4. Analisis Konsep.

Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan adalah melakukan identifikasi konsep-konsep utama

yang akan diajarkan pada pembelajaran matematika di kelas VII MTs NW Lingsar. Konsep-

konsep tersebut selanjutnya diurutkan berdasarkan urutan hierarkinya. Hasil analisis konsep

tersebut adalah materi matematika yang dikembangkan perangkatnya adalah Materi

Himpunan.

5. Penentuan indicator ketercapaian (specifying instructional objectives).

Berdasar hasil analisis tugas dan analisis konsep, selanjutnya pada tahap ini kegiatan yang

dilakukan adalah mendesain indicator-indikator ketercapaian yang akan dicapai dalam

pembelajaran matematika. Hasil tahap ini adalah memunculkan Indicator-indikator

pembelajaran materi Himpunan yang akan dikembangkan perangkatnya

B. Tahap Design. Pada tahap design ada beberapa tahapan kegiatan yang dilakukan yaitu, Constructing

Criterion-Tes, Pemilihan Media, Pemilihan format, Rancangan utama. Luaran yang dihasilkan

dari tahap ini adalah draf perangkat pembelajaran.

C. Tahap Develope

Tahap Develope (pengembangan) ini melalui beberapa kegiatan seperti tahap uji

validasi ahli oleh validator ahli yang bertujuan untuk mengetahui kevalidan buku. Adapun hasil

dari beberapa kegiatan di atas dapat penulis jabarkan sebagai berikut :

1. Uji Validitas Perangkat Pembelajaran

Kegiatan uji validitas buku ajar ini ini akan dilakukan oleh tiga validator ahli. Adapun

hasil data kuantitatif dan data kualitatif dari validator ahli dapat penulis jabarkan pada tabel,

sebagai berikut

Tabel 4.1 Data Kuantitatif Uji Validitas Perangkat Pembelajaran

No. Nama

Validator

Skor

Total

Butir

Soal

Rata-

rata

Persentase Kriteria

1 Validator 1 138 31 4,31 86, 2% Sangat

Valid

2 Validator 2 131 31 4,09 81,8% Sangat

Valid

3 Validator 3 138 31 4,31 86, 2% Sangat

Valid

Rata-rata 4,2 84% Sangat

valid

Tabel 4.1 Data Kualitatif Uji Validitas Perangkat Pembelajaran

No. Nama Validator Komentar dan Saran

1. Validator 1 a. Isi dari perangkat baik, ketepatan isi

juga baik.

b. Ada beberapa penulisan yang tidak

Page 98: INTERNALISASI NILAI KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN …apppintb.org/wp-content/uploads/2018/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · peningkatan sikap dan karakter siswa dalam pembelajaran

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan

Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 222

Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat

jelas, sebaiknya harus diperbaiki

kembali sebelum digunakan.

c. Contoh RPP cukup baik dan memuat

pertanyaan-pertanyan yang produktif.

2. Validator 2 a. Konten perangkat lengkap dan sangat

menarik, baik untuk menguatkan

kemampuan kognitif siswa.

b. Cover depan Perangkat masih kurang

menarik masih ada bagian yang

kosong.

3 Validator 3 Perangkat cukup baik, dan sudah sesuai

untuk menguatkan keterampilan sosial dan

hasil belajar siswa

KESIMPULAN

Berdasar hasil analisis data dan pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa desain

perangkat pembelajaran himpunan berbasis bertanya produktif valid untuk meningkatkan

keterampilan social dan kemampuan kognitif siswa.

DAFTAR RUJUKAN Anderson, L.W., Krathwohl, D.R., and Airasian, P.W., 2001. A Taxonomy for Learning, Teaching,

and Assesing, A Revision of Bloom’s Taxonomy of Educational Objectives. New York:

Addison Wesley Longman, Inc

Anonim. 2011. The Capacity Building Series is produced by the Student Achievement Division to

support leadership and instructional effectiveness in Ontario schools. ISSN: 19138482.The

series is posted at: www.edu.gov.on.ca/eng/literacynumeracy/inspire/ For information:

[email protected]

Ansyar & Sembiring,R.K. 2001. Hakikat Pembelajaran MIPA dan Kiat Pembelajaran Matematika

di Perguruan Tinggi. Jakarta: PAU-PPAI Universitas Terbuka

Masjudin dan Hasanah, U., 2014. Penerapan metode creative problem solving untuk meningkatkan

motivasi dan berpikir kreatif siswa kelas x tkj pada mata pelajaran matematika Materi

pokok matriks di SMK Darul qur’an bengkel. Jurnal Ilmiah IKIP Mataram Vol. 1. No. 2

ISSN:2355-6358

Masjudin & Muzaki, A 2014. Analisis Kemapuan Berfikir Geometri Tukang Bata Tradisional Di

Lombok Barat. Prosiding Seminar Nasional FPMIPA IKIP Mataram: “ Sains dan Inovasi

Pembelajaran Berorientasi Kearifan Lokal “ Mataram, 22 November 2014 ISBN : 978-602-

71752-0-4

Riduwan. 2013. Skala Pengukuran Variabel-variabel Penelitian. Bandung : Alfabeta

Setyawan. P., 2016. Upaya Peningkatan “Generic Life Sklil” Warga Belajar Program Kecakapan

Hidup SKB Kota Yogyakarta. Yogyakarta: UNY. Skripsi

Sofyan, 2015. Pentingnya Keterampilan Social pada Anak SMA.

Zuhdan Kun Prasetyo, dkk. 2011. Pengembangan Perangkat Pembelajaran Sains Terpadu Untuk

Meningkatkan Kognitif, Keterampilan Proses, Kreativitas serta Menerapkan Konsep Ilmiah

Peserta Didik SMP. Program Pascasarjana UNY. Source:

Page 99: INTERNALISASI NILAI KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN …apppintb.org/wp-content/uploads/2018/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · peningkatan sikap dan karakter siswa dalam pembelajaran

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan

Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 223

Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat

ANALISIS KESULITAN MAHASISWA DALAM MEMECAHKAN MASALAH

MATEMATIKA PADA MATAKULIAH KALKULUS DIFERENSIAL

BERDASARKAN TEORI POLYA

Mayang Dintarini

Program Studi Pendidikan MatematikaUniversitas Muhammadiyah Malang

Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah untuk 1) adalah untuk mendeskripsikan

kesulitan mahasiswa dalam memecahkan masalah matematika berdasarkan teori Polya.

Subyek penelitian ini merupakan lima mahasiswa yang telah menempuh matakuliah

kalkulus diferensial. Jenis penelitian meruapakan kualitatif deskriptif, dengan tahapan

penelitian memberikan tes, menganalisis kesulitan mahasiswa berdasar tahap pemecahan

masalah Polya. Didapati kesulitan yang dialami mahasiswa dalam memecahkan masalah

matematika yaitu kesulitan untuk menentukan simbol yang tepat untuk merepresentasikan

permasalahan, kesulitan dalam merencanakan strategi yang tepat untuk memecahkan

masalah, kesulitan menghubungkan masalah dengan konsep turunan, kesulitan dalam

menyelesaikan permasalah sesuai dengan strategi yang dibuat.

Kata Kunci: kesulitan, pemecahan masalah, Polya

PENDAHULUAN

Pemecahan masalah telah menjadi aspek yang ditekankan dalam kurikulum di Indonesia

dalam beberapa tahun terakhir. Hal ini terbukti dengan pencantuman pemecahan masalah pada

kompetensi dasar matematika dalam kurikulum 2013. Kemampuan pemecahan masalah matematika

dianggap penting untuk dikembangkan dan ditingkatkan, karena berhubungan dengan keterampilan

siswa dalam menyelesaikan permasalahan kehidupan sehari-hari.

Masalah adalah situasi baru yang mungkin ditemui siswa dan menjadi hambatan antara

siswa dengan tujuan yang hendak dicapai, sehingga siswa perlu melakukan investigasi dan inkuiri

(VanGundy, 2004). Sedangkan pemecahan masalah dalam matematika didefinisikan sebagai

percobaan untuk mencapai suatu hasil tertentu dengan metode yang tidak jelas yang harus

dilakukan, sehingga siswa harus mengupayakan dan mencoba suatu usaha keras untuk mencapai

hasil yang diharapkan (Schoenfeld, 2013). Untuk menyelesaikan masalah matematika, siswa perlu

memahami aturan, teknik, dan konten matematika secara keseluruhan. Sehingga pemecahan

masalah merupakan bentuk tertinggi dalam pembelajaran (Gagne, 1985).

Siswa di tingkat menengah masih belum mengetahui langkah apa yang perlu dilakukan

untuk menyelesaikan masalah. Hal tersebut dikarenakan guru belum banyak mengenalkan langkah-

langkah yang perlu diambil siswa dalam menyelesaikan masalah. Kondisi ini sesuai dengan

penelitian yang dilakukan Kargas & Stephens (2014), yang menemukan berdasarkan diskusi

informal dengan sejumlah guru bahwa banyak dari mereka yang belum mempelajari dan

mengajarkan strategi menyelesaikan masalah matematika.

Polya (1973) mengemukakan bahwa terdapat empat langkah dalam menyelesaikan

masalah matematika, yaitu memahami masalah, menentukan strategi penyelesaian, melakukan

strategi tersebut dalam menyelesaikan masalah, dan memerika kembali. Dan setidaknya terdapat

sebelas strategi yang dapat digunakan siswa dalam menyelesaikan masalah matematika meliputi,

mencari dan menggunakan pola, mensimulasikan permasalahan, membuat model, menggambar

diagram, membuat tabel atau grafik, menuliskan kalimat matematika, trial and error, menuliskan

semua kemungkinan jawaban, menyelesaikan permasalahan yang lebih sederhana, bekerja mundur,

dan mengubah sudut pandang.

Kalkulus Diferensial adalah matakuliah yang cukup abstrak bagi mahasiswa. Di

dalamnya terdapat materi fungsi, limit fungsi dan turunan fungsi. Seringkali mahasiswa dapat

menyelesaikan berbagai soal pada matakuliah ini, namun memiliki kesulitan apabila soal kalkulus

Page 100: INTERNALISASI NILAI KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN …apppintb.org/wp-content/uploads/2018/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · peningkatan sikap dan karakter siswa dalam pembelajaran

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan

Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 224

Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat

ini dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu peneliti bermaksud melakukan

analisis kesulitan siswa dalam memecahkan masalah matematika berdasarkan teori Polya pada

mahasiswa Prodi Pendidikan Matematika dengan rumusan masalah bagaimana kesulitan mahasiswa

dalam memecahkan masalah matematika berdasarkan teori Polya?. Tujuan penelitian ini adalah

untuk mendeskripsikan kesulitan mahasiswa dalam memecahkan masalah matematika berdasarkan

teori Polya.

Adapun manfaat penelitian ini adalah untuk meminimalisir munculnya kesulitan-kesulitan

yang umum terjadi pada perkuliahan selanjutnya. Guru/Dosen dapat memaparkan kepada

mahasiswa mengenai kesulitan dan penyebabnya tersebut pada mahasiswa di awal sehingga

mahasiswa dapat menghindari kesulitan tersebut.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Subyek yang digunakan

dalam penelitian ini adalah 5 mahasiswa Prodi Pendidikan Matematika UMM yang telah

menempuh matakuliah Kalkulus Diferensial.

Langkah-langkah penelitian yang dilakukan yaitu mulai dari perencanaan penelitian,

pengumpulan data, analisis data, serta evaluasi kegiatan. Adapun langkah-langkah penelitian yang

dilakukan dalam penelitian ini dijabarkan dalam bagan di bawah ini.

Gambar 3.1 Langkah Penelitian

Tes diberikan kepada 5 mahasiswa yang telah menempuh kuliah Kalkulus Diferensial dan

berisi mengenai 2 soal pemecahan masalah Kalkulus Diferensial. Pemberian tes bertujuan untuk

mengidentifikasi kesulitan pemecahan masalah matematika mahasiswa berdasarkan teori Polya.

Kemudian wawancara wawancara terhadap subyek dilakukan guna mengkonfirmasi kesulitan

pemecahan masalah matematika siswa serta menemukan penyebab dari kesulitan tersebut.

Wawancara dilakukan kepada 3 siswa yang memiliki letak kesulitan yang beragam berdasarkan

tahap pemecahan masalah Polya. Data yang telah terkumpul dianalisis menggunakan analisis data

kualitatif yaitu reduksi data, penyajian data serta verifikasi data.

Page 101: INTERNALISASI NILAI KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN …apppintb.org/wp-content/uploads/2018/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · peningkatan sikap dan karakter siswa dalam pembelajaran

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan

Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 225

Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat

HASIL DAN PEMBAHAHASAN

Polya (1973) mengemukakan bahwa terdapat empat langkah dalam menyelesaikan

masalah matematika, yaitu memahami masalah, menentukan strategi penyelesaian, melakukan

strategi tersebut dalam menyelesaikan masalah, dan memeriksa kembali jawaban. Berikut

merupakan berbagai kesulitan yang dimiliki mahasiswa dalam setiap tahapannya.

1. Memahami masalah

Terdapat tiga indikator memahami masalah yang menjadi sasaran penelitian ini yaitu,

membaca soal, menentukan informasi yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah, serta

mengubah masalah dalam model matematika. Semua mahasiswa memulai memecahkan

masalah matematika dengan membaca masalah terlebih dahulu. Kemudian mahasiswa

menentukan informasi yang dibutuhkan dalam memecahkan masalah dengan cara menuliskan

yang diketahui dari soal. Namun, ketika menentukan informasi yang diperlukan untuk

menyelesaikan masalah, banyak mahasiswa mengalami kendala dalam menuliskan simbol

matematika yang tepat. Hal ini sejalan dengan temuan Kaur (1997) yang menyatakan kesulitan

dalam memahami bahasa masalah menjadi sebuah hambatan untuk mahasiswa memecahkan

masalah matematika. Hal ini dapat dilihat dari pekerjaan mahasiswa berikut.

Gambar 2. Hasil Tahap Memahami Masalah SW

Dapat kita lihat pada gambar bahwa mahasiswa SW menuliskan . Penulisan

simbol seperti ini tidak lazim dalam matematika. Simbol biasa digunakan untuk

menunjukkan lama waktu, bukan waktu itu sendiri. Kemudian SW menuliskan kembali

. Terlihat bahwa SW tidak konsisten dalam menuliskan simbol tersebut. SW

memiliki kesulitan untuk menentukan simbol yang tepat untuk merepresentasikan

permasalahan di atas.

Page 102: INTERNALISASI NILAI KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN …apppintb.org/wp-content/uploads/2018/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · peningkatan sikap dan karakter siswa dalam pembelajaran

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan

Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 226

Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat

Hal yang sama dilakukan oleh ZM, yang menuliskan dan . dimana

penulisan simbol ini tidak lazim digunakan. ZM juga menuliskan . Dalam hal ini ZM mengoperasikan dua konsep bilangan yang berbeda, 12 menujukkan

waktu (pukul 12), sedang 0,25 diperoleh dari 15 menit yang diubah ke dalam jam (

.

Hal tersebut dilakukan kembali oleh ZM ketika merumuskan apa yang ditanyakan pada

permasalahan di atas. 13.15 ditulis . ZM memiliki kesulitan untuk

menentukan simbol yang tepat untuk merepresentasikan permasalahan di atas. Miskonsepsi

yang ditemukan pada tulisan ZM juga menjadi salah satu penyebab kesulitan ZM memecahkan

masalah di atas.

Selain kesulitan dalam menuliskan informasi, Kelima mahasiswa tidak dapat membuat

membuat model matematika yang tepat. Hal terlihat dari informasi yang dituliskan tidak

menyinggung konsep turunan. Bahkan mahasiswa tidak mencoba untuk menyelesaikan

masalah dengan menggunakan turunan, melainkan hanya dengan konsep kecepatan dan jarak.

Hal ini disebabkan mahasiswa kesulitan dalam menghubungkan masalah dengan konsep

turunan.

2. Merencakan strategi pemacahan masalah

Pemecahan masalah membutuhkan pengetahuan strategi. Mahasiswa membutuhkan

teknik yang akan membantu mereka mengembangkan rencana untuk mencari penyelesaian

(Polya, 1945). Kelima mahasiswa mengalami kesulitan dalam merencanakan strategi yang

tepat untuk memecahkan masalah. Mahasiswa tidak menghubungkan masalah dengan konsep

turunan. Mahasiswa belum menggunakan pengetahuan mereka mengenai konsep turunan untuk

menyelesaikan masalah. Seperti gambar di bawah ini, IN tidak menggunakan konsep turunan,

melainkan menggunakan konsep kecepatan dan jarak. IN cukup mampu merencanakan

penyelesaian masalah tersebut, namun tidak cukup mampu untuk menyelesaiakannya.

Permasalahan di atas jika diselesaikan dengan konsep turunan, hanya akan mendapat jarak

kedua pesawat. Padahal yang ditanyakan pada soal adalah kecepatan kedua pesawat terpisah

pada waktu tertentu.

Hal ini sejalan dengan Schoenfeld (1981) yang melaporkan bahwa terdapat kesalahan

yang dilakukan mahasiswa dalam menentukan pilihan bagaimana mereka menyelesaikan

masalah. Mahasiswa tersebut sangat memahami konten matematika yang diperlukan untuk

menyelesaikan masalah, namun memilih strategi yang kurang tepat.

3. Menyelesaikan masalah sesuai dengan strategi

Kelima mahasiswa mengalami kesulitan dalam merencanakan penyelesaian, sehingga

dalam menyelesaikan masalah sesuai dengan strategi mahasiswa juga mengalami kesulitan

yang sama. Hanya mahasiswa IN yang dapat menyelesaikan strategi yang ia rencanakan,

walaupun rencana yang dibuat kurang sesuai.

4. Memeriksa kembali jawaban

Kelima mahasiswa tidak melakukan pengecakan kembali jawaban yang mereka dapatkan.

Lester (1982) menyebutkan bahwa untuk sukses dalam memecahkan masalah

matematika dibutuhkan lima hal berikut ini.

1. Pengetahuan dan pengalaman tentang matematika.

2. Keterampilan dalam menggunakan alat bantu dasar seperti memilih informasi yang relevan

ataupun menggambar grafik/diagram.

Page 103: INTERNALISASI NILAI KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN …apppintb.org/wp-content/uploads/2018/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · peningkatan sikap dan karakter siswa dalam pembelajaran

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan

Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 227

Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat

3. Kemampuan untuk menggunakan berbagai macam seni keilmuan yang diketahui.

4. Pengetahuan tentang materi prasyarat maupun materi saat ini.

5. Kemampuan mengontrol prosedur yang digunakan saat memecahkan masalah.

Kelima mahasiswa terlihat hanya memiliki keterampilan menggunakan alat bantu dasar

seperti memilih informasi yang tepat atau menggambar grafik/diagram. Sedang kemampuan

yang lain mahasiswa belum menguasainya.

Temuan Novriani dan Surya (2017) menyatakan hal yang sama dengan peneliti bahwa

terdapat lima kesulitan yang ada pada mahasiswa dalam memecahkan masalah. Yaitu siswa

kesulitan dalam membaca soal, siswa salah mengartikan soal, jika siswa tidak memahami

masalah maka mereka menebak jawaban, siswa enggan/malas mencari solusi masalah, serta

siswa tidak dapat menginterpretasikan simbol.

KESIMPULAN

Ditemukan berbagai macam kesulitan yang dialami mahasiswa dalam memecahkan masalah

matematika, yaitu kesulitan untuk menentukan simbol yang tepat untuk merepresentasikan

permasalahan, kesulitan dalam merencanakan strategi yang tepat untuk memecahkan masalah,

kesulitan menghubungkan masalah dengan konsep turunan, kesulitan dalam menyelesaikan

permasalah sesuai dengan strategi yang dibuat.

Page 104: INTERNALISASI NILAI KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN …apppintb.org/wp-content/uploads/2018/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · peningkatan sikap dan karakter siswa dalam pembelajaran

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan

Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 228

Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat

PENGARUH MEDIA WAYANG KARTUN TERHADAP KETERAMPILAN MENYIMAK

SISWA KELAS V SDN 6 CAKRANEGARA TAHUN PELAJARAN 2017/2018

Miftahillah1; Ida Bagus Kade Gunayasa

2; Siti Istiningsih

3

Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Mataram

Abstrak: Penelititan ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh media

wayang kartun terhadap keterampilan menyimak siswa kelas V SDN 6 Cakranegara tahun pelajaran

2017/2018. Populasi penelitian ini adalah siswa kelas V SDN 6 Cakranegara yang terbagi dalam

dua kelas. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik sampling purposive, diperoleh siswa kelas

VB sebagai kelas eksperimen dan kelas bebasnya adalah kelas VA. Pada kelompok eksperimen

pembelajaran menggunakan media wayang kartun, sedangkan kelompok bebas tanpa menggunakan

media. Instrumen penelitian berupa soal uraian berjumlah 10 soal dengan tehnik tes lisan, sebelum

data dihitung, instrumen diujikan terlebih dahulu. Berdasarkan hasil penelitian dari uji normalitas

dan homogenitas dari kedua kelompok diperoleh bahwa kelompok tersebut normal dan homogen,

sehingga untuk pengujian hipotesis dapat digunakan uji t. Dari hasil perhitungan, diperoleh

= 7,235 dan = 1,997, oleh karena ≥ maka, Ha diterima dan Ho ditolak yang

artinya terdapat pengaruh penerapan media wayang kartun terhadap keterampilan siswa,. Dari hasil

penelitian dan pembahasan diperoleh nilai rata-rata hasil belajar siswa kelompok eksperimen

sebesar 72,055 dan kelompok bebas 56,194. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan media

wayang kartun lebih baik dibandingkan dengan pembelajaran tanpa menggunakan media wayang

kartun di SDN 6 Cakranegara. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada penerapan media

wayang kartun memberikan pengaruh terhadap keterampilan menyimak siswa kelas V SDN 6

Cakranegara Tahun Pelajaran 2017/2018.

Kata Kunci: Media wayang kartun, Keterampilan menyimak

PENDAHULUAN

Mata pelajaran Bahasa Indonesia merupakan sebuah mata pelajaran yang diajarkan dari

jenjang pendidikan dasar sampai perguruan tinggi yang bertujuan untuk mengembangkan sikap dan

perilaku positif dalam berbahasa. Melalui pendidikan bahasa Indonesia ini siswa akan diajarkan

bagaimana cara untuk bertutur kata yang baik saat berkomunikasi sehingga akan membantu dalam

membentuk dan mengembangkan karakter maupun kepribadian pada siswa. Pembelajaran bahasa

Indonesia sendiri memuat empat aspek keterampilan, yaitu keterampilan menyimak, berbicara,

membaca dan menulis.

Salah satu keterampilan yang harus dimiliki siswa adalah keterampilan menyimak.

Menyimak adalah suatu proses kegiatan mendengarkan lambang-lambang lisan dengan penuh

perhatian, pemahaman, apresiasi, serta interpretasi untuk memperoleh informasi, menangkap isi

atau pesan, serta memahami makna komunikasi yang telah disampaikan sang pembicara melalui

ujaran atau bahasa lisan (Tarigan, 2013:31). Dalam proses belajar mengajar porsi terbesar siswa

adalah menyimak, sehingga keterampilan menyimakpun harus dikembangkan oleh guru, baik

melalui pengembangan metode maupun media pembelajaran.

Terampil memilih media yang tepat merupakan keterampilan yang harus dimiliki guru

dalam usaha menumbuhkan minat belajar siswa. Azhar Arsyad (2017:3), mengatakan media adalah

suatu alat yang dipakai sebagai saluran (channel) untuk menyampaikan suatu pesan (messenge) atau

informasi dari satu sumber (resource) kepada penerimanya (receiver). Jadi media ini sangat

berperan penting dalam proses pembelajaran. Melalui media siswa dapat mengenal yang abstrak

menjadi kongkrit, jauh menjadi dekat dan hal bermanfaat lainnya. Penggunaan media yang baik

akan menumbuhkan minat serta motivasi belajar siswa serta membantu guru dalam menyampaikan

materi agar mudah dipahami.

Page 105: INTERNALISASI NILAI KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN …apppintb.org/wp-content/uploads/2018/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · peningkatan sikap dan karakter siswa dalam pembelajaran

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan

Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 229

Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan guru kelas V yang dilakukan di SDN 6

Cakranegara, diperoleh informasi bahwa guru sangat jarang menggunkan media dalam proses

pembelajaran terutama Bahasa Indonesia, khususnya pada materi cerita sehingga siswa kurang

berminat untuk menyimak.

Melihat permasalahan diatas, tentu seorang guru harus mengambil langkah untuk membuat

siswa menyukai pelajaran Bahasa Indonesia agar pembelajaran menjadi lebih bermakna. Salah satu

langkah yang dapat diambil guru adalah membuat suatu media pembelajaran yang akan membuat

siswa merasa tertarik belajar dan pemahamannya akan materi semakin baik. Salah satu media yang

dapat digunakan guru adalah “media wayang kartun”. Menurut Sudjana dan Rivai (2002:190)

wayang kartun terdiri atas suatu bentuk potongan karton yang diikatkan kepada sebuah batang atau

tongkat. Media wayang kartun dapat dijadikan alat bantu pembelajaran yang digunakan guru dalam

menyampaikan materi pembelajaran menyimak cerita dengan menampilkan tokoh sesuai dengan

yang ada di dalam cerita.

Melalui media wayang kartun ini guru diharapkan dapat menyampaikan materi sambil

memerankan tokoh-tokoh yang sedang diceritakan sehingga peseta didik tidak hanya mendengar,

menerka-nerka namun langsung melihat sendiri tokoh-tokoh yang ada di dalam cerita.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti ingin mengetahui apakah ada pengaruh penerapan

media wayang kartun terhadap keterampilan menyimak siswa kelas V SDN 6 Cakranegara Tahun

Pelajaran 2017/2018 oleh karena itu, peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul:

“Pengaruh Media Wayang Kartun Terhadap Keterampilan Menyimak Siswa Kelas V SDN 6

Cakranegara Tahun Pelajaran 2017/2018”.

PEMBAHAHASAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keterampilan menyimak siswa kelas V di SDN 6

Cakranegara tahun Pelajaran 2018 dengan menggunakan media wayang kartun. Pembelajaran

dengan menggunakan media wayang kartun dilaksanakan di kelas eksperimen sedangkan di kelas

bebas tanpa menggunakan media pembelajaran atau hanya sekedar bercerita biasa.

Penelitian ini diawali dengan pemberian pretest pada kelas eksperimen dan kelas bebas

dengan tujuan melihat kemampuan awal siswa. Rata-rata hasil prettes kelas eksperimen sebesar

52,583 sedangkan untuk kelas bebas sebesar 47,833. Hasil ini menunjukkan bahwa kedua kelas

memiliki kemampuan awal yang relatif sama, sehingga dapat dilanjutkan untuk pemberian

perlakuan berupa penggunaan media wayang kartun di kelas eksprimen dan pada kelas bebas tanpa

penggunaan media.

Selanjutnya peneliti memberikan perlakuan dengan menggunakan media wayang kartun

pada mata pelajaran Bahasa Indonesia khususnya pada materi mendengarkan cerita di kelas

eksperimen selama 2 (dua) kali pertemuan. Setelah memberi perlakuan peneliti memberikan

posttest pada kelas eksperimen dan kelas bebas yang bertujuan untuk melihat pengaruh media

wayang kartun pada (kelas eksperimen) dengan kelas yang tidak diberikan perlakuan. Nilai rata-

rata yang dihasilkan oleh kelas eksperimen dan kelas bebas pada pelaksanaan posttest masing-

masing adalah 72,055 dan 56,194. Selain itu, nilai tertinggi untuk kelas eksperimen adalah 93 dan

terendah 46. Sedangkan pada kelas bebas nilai tertinggi adalah 71 dan terendah 32. Hasil ini

menunjukkan adanya perbedaan antara nilai rata-rata kelas eksperimen dan kelas bebas. Hal ini

dimungkinkan karena adanya perbedaan perlakuan yang diberikan pada kedua sampel tersebut.

Perlakuan yang diberikan di kelas eksperimen adalah perlakuan khusus yaitu dengan menggunakan

media wayang kartun dalam pembelajaran, sedangkan di kelas bebas hanya mendengarkan cerita

tanpa menggunakan bantuan media.

Sebelum pengambilan data dimulai, pertama Peneliti melakukan uji validitas kontruksi

(soal pretest dan posttest )dengan item soal yang diajukan kepada dosen ahli sebanyak 40 soal dan

valid sebanyak 20 soal. Item soal yang digunakan peneliti berbentuk soal uraian yang diuji lisankan,

sehingga dari 20 soal, 10 digunakan menjadi soal pretest dan 10 soal posttest.

Sesuai dengan hasil uji normalitas data posttest pada kelas eksperimen dan kelas bebas

diperoleh nilai Xhitung < Xtabel dengan taraf signifikansi 5% dan dk= k-1= 6-1=5 yaitu sebesar

Page 106: INTERNALISASI NILAI KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN …apppintb.org/wp-content/uploads/2018/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · peningkatan sikap dan karakter siswa dalam pembelajaran

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan

Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 230

Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat

11,070, maka ditemukanlah hasil (Xhitung=5,03 Xtabel 11.070) dan (Xhitung 5,31< Xtabel 11,070) dan

data terdistribusi normal. Dari hasil perhitungan Uji homogenitas diperoleh Fhitung sebesar 1,070 dan

Ftabel = 3,98, tampak bahwa Fhitung < Ftabel (Fhitung= 1,070 < Ftabel = 3,98), hal ini berarti data bersifat

homogen.

Setelah diketahui adanya perbedaan hasil keerampilan menyimak dari masing-masing

kelas, peneliti selanjutnya menganalisis hipotesis yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya, yaitu

dengan menggunakan rumus t-tes.

Peneliti memperoleh hasil thitung = 7,235< ttabel = 1,997 pada taraf kepercayaan 95%, dan db

= N1+N2-2= 70 (1,997), yang berarti bahwa terdapat pengaruh positif penerapan media wayang

kartun terhadap keterampilan menyimak siswa kelas V SDN 6 Cakranegara Tahun Pelajaran

2017/2018.

Mengacu pada data dan pengujian di atas, maka hipotesis alternatif (Ha) yang berbunyi

terdapat “ada pengaruh penggunaan media wayang kartun terhadap keterampilan menyimak siswa

kelas V SDN 6 Cakranegara” dinyatakan diterima, sedangkan hipotesis nihil (H0) yang menyatakan

“tidak ada pengaruh penggunaan media wayang kartun terhadap keterampilan menyimak siswa

kelas V SDN 6 Cakranegara, dinyatakan ditolak.

Berdasarkan hasil penelitian, dapat dijelaskan bahwa proses belajar mengajar Bahasa

Indonesia khususnya menyimak cerita menggunakan media wayang kartun dapat membantu

meningkatkan minat belajar siswa. Siswa merasa tertarik untuk mengikuti pelajaran, bersemangat

dan dapat meningkatkan keterampilan menyimaknya. Terbukti dari hasil lembar observasi aktivitas

siswa yang mendapat skor 23 pada pertemuan pertama, dan 25 pada pertemuan kedua yang dimana

kedua skor ini menunjukkan adanya peningkatan aktifitas menyimak siswa menggunakan media

wayang kartun dan dalam kategori baik.

Hal ini juga diperkuat oleh teori Arsyad (2017:2). Yang menyatakan proses pembelajaran

mutlak memerlukan bantuan media, agar lebih aktif dalam menyampaikan bahan informasi

pengetahuan dan memiliki daya tarik bagi siswa untuk memperhatikannya. Dan semakin banyak

alat indera yang diguanakan siswa dalam menerima dan mengolah informasi, semakin besar

kemungkinan informasi tersebut dimengerti dan dipertahankan dalam ingatan siswa (Arsyad,

2017:11).

Penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui apakah tujuan dari menyimak baik secara

umum maupun tujuan menyimak di SD telah tercapai atau tidak. Dapat diketahui bahwa tujuan

menyimak adalah untuk mendapatkan informasi dari sang pembicar dan ini telah tercapai dengan

baik dibuktikan dengan siswa mampu menjawab soal yang diajukan mengenai unsur-unsur cerita

dan dapat mengontruksi jawaban dengan baik. Selain itu ada beberapa tujuan menyimak di SD

seperti, melatih disiplin siswa, melatih siswa berfikir kritis, melatih nalar siswa, serta melatih

menghargai orang lain. Dalam penelitian ini maka dapat diketahui bahwa siswa telah mamapu

mencapai tujuan menyimak di SD ini, ketika menyimak berlangsung siswa tidak saling

mengganggu dan menyimak apa yang disapaikan dengan seksama, ketika diberikan soal, siswa

mampu menjawab dengan baik menggunakan bahasanya sendiri namun dengan kalimat yang efektif

dan sesuai dengan isi cerita, sehingga kegiata menyimak ini melatih siswa untuk disipin, tidak

mengganggu teman, berfikir kritis, serta melatih nalarnya.

Selain itu, hasil penelitian ini diperkuat oleh penelitian sebelumnya yang telah dilakukan

oleh Suci Kurniawati dengan jenis penelitian eksperimen yang menyatakan terdapat pengaruh

positif dan signifikan pada penggunaan media wayang kartun terhadap keterampilan menyimak

siswa pada pembelajaran Bahasa Indonesia (menyimak cerita). Berdasarkan hal itu, maka dapat

dinyatakan bahwa ada pengaruh yang positif penggunaan media wayang kartun terhadap

keterampilan menyimak siswa kelas V SDN 6 Cakranegara Tahun Pelajaran 2017/2018.

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya bahwa, hasil uji-t

Polled Varian mendapatkan hasil nilai ≥ yaitu 7,235 ≤ 1,997 pada signifikansi 5%.

Maka dapat disimpulkan bahwa ditolak dan diterima, yang artinya terdapat pengaruh media

Page 107: INTERNALISASI NILAI KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN …apppintb.org/wp-content/uploads/2018/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · peningkatan sikap dan karakter siswa dalam pembelajaran

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan

Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 231

Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat

wayang kartun terhadap keterampilan menyimak siswa kelas V SDN 6 Cakranegara Tahun

Pelajaran 2017/2018. Hal ini ditunjukkan dengan hasil pengujian hipotesis dimana nilai ≥

. Penerapan media wayang kartun juga dapat meningkatkan aktivitas siswa dalam kegiatan

pembelajaran. Hal ini dapat dilihat dari kategori aktivitas belajar siswa yang berada dalam kategori

baik. Kegiatan menyimak ini pun membantu siswa dalam mengembangkan sikap positifnya serta

dalam penelitian ini siswa telah mampu mencapai tujuan menyimak di SD seperti, melatihnya

disiplin, berfikir kritis, tidak mengganggu teman, serta melatih nalarnya.

Adapun beberapa saran yang dapat peneliti sampaikan terkait dengan hasil penelitian ini,

yaitu :

1. Guru

Dengan adanya suatu media yang diterapkan oleh guru di dalam pembelajaran,

diharapkan dapat meningkatkan dan membangkitkan minat serta keaktifan belajar siswa terhadap

pelajaran Bahasa Indonesia khususnya keterampilan menyimak, sehingga dapat meningkatkan

keterampilan menyimak yang dimiliki oleh siswa.

2. Siswa

Memberikan alternatif media pembelajaran dalam meningkatkan keterampilan

menyimak.

3. Kepala Sekolah

Dengan adanya media pembelajaran yang telah terbukti lebih efektif untuk

meningkatkan keterampilan menyimak siswa, maka diharapkan kepada kepala sekolah memberikan

dukungan bagi guru untuk dapat mengembangkan media pembelajaran yang lebih kreatif dan

inovatif di sekolah.

4. Peneliti lain

Kepada peneliti lain disarankan untuk mengadakan penelitian lebih lanjut, untuk

melengkapi kekurangan hasil penelitian ini sehingga dapat menghasilkan penelitian yang lebih

akurat.

DAFTAR RUJUKAN Arikunto, Suharsimi. 2013. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

Arsyad Azhar .2017. Media Pembelajaran: Surabaya. Rajawali

Asrori, Mohammad. 2009. Psikologi Pembelajaran. Bandung: Wacana Prima.

Aqib, Zainal. 2010. Profesionalisme Guru dalam Pembelajaran. Surabaya: Insian Cendekia.

Daryanto. 2013. Strategi dan Tahapan Mengajar. Bandung: Yrama Widya.

Depdiknas. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Fauziah, Amalia. 2016. Pengaruh Metode Permainan Bahasa Bisik Berantai Terhadap

Keterampilan Menyimak Pantun ( Quasi Eksperimen Pada Kelas IV SDN Bekasi Jaya II).

Skripsi. Universitas Islm Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Hadi, Sutrisno. 2015. Statistik. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Khairunisa. 2015. Pengaruh Penggunaan Media Pembelajaran Dan Motivasi

Belajar Terhadap Prestasi Belajar Mengetik Manual Siswa Kelas Xi Administrasi

Perkantoran Di Smk Negeri 1 Yogyakarta. Skripsi. Universitas Negeri Yogyakarta.

Kurniawati, suci. 2016. Pengaruh Media Wayang Kartun Terhadap Keterampilan Menyimak Cerita

Anak Pada Siswa Kelas Iii Mi Jam’iyyatul Khair Ciputat Timur. Skripsi. Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Mulyati, dkk. 2010. Keterampilan Berbahasa Indonesia SD. Jakarta: Universitas Terbuka.

Museum Negeri NTB. 1988. Katalog Pameran Wayang Sasak di Museum Negeri NTB 23-29

Januari’8: Mataram. Museum Negeri NTB.

Nurcahyo, Doni E.. 2014. Peningkatan Kemampuan Menyimak Cerita Menggunakan Quantum

Teaching Di Kelas V SD Negeri I Iroyudan Pajangan Bantul. Skripsi. Universitas Negeri

Yogyakarta.

Nurgiyantoro, Burhan. 2016. Penilaian Pembelajaran Bahasa Berbasis Kompetensi. Yogyakarta:

Gadjah Mada University Press

Page 108: INTERNALISASI NILAI KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN …apppintb.org/wp-content/uploads/2018/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · peningkatan sikap dan karakter siswa dalam pembelajaran

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan

Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 232

Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat

Setyani. 2015. Pembelajaran Mendengarkan Cerita Wayang Menggunakan Media Film Animasi

Untuk Siswa Kelas V SD Kalisegoro. Skripsi. Universitas Negeri Semarang.

Smaldino E, Sharon, dkk. (2011). Instructional Technology & Media For Learning. Jakarta:

Prenada Media.

Sudjana, Nana, dan Rivai, Ahmad. 2002. Media Pengajaran. Bandung: Sinar Baru Algensindo.

Sugiyono.2008. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Solchan T.W, dkk. 2011. Pendidikan Bahasa Indonesia di SD. Jakarta: Universitas Terbuka.

Syaiful Bahri. D dan Aswan Zain. (2010). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta:

Rineka Cipta.

Tarigan, Djago. (2002). Pendidikan Keterampilan Berbahasa. Jakarta: Universitas Terbuka.

Page 109: INTERNALISASI NILAI KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN …apppintb.org/wp-content/uploads/2018/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · peningkatan sikap dan karakter siswa dalam pembelajaran

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan

Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 233

Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat

PROTOTYPE MEDIA PEMBELAJARAN PENGENALAN HARDWARE JARINGAN

KOMPUTER BERBASIS AUGMENTED REALITY

Muhamad Arpan1; Ridho Dedy Arief Budiman

2; Unung Verawardina

3

1,2,3 Fakultas Pendidikan MIPA dan Teknologi IKIP PGRI Pontianak

e-mail: [email protected]

Abstrak: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menghasilkan produk media pembelajaran

pengenalan hardware jaringan komputer berbasis augmented reality yang dikemas secara interaktif

sehingga dapat dijadikan sebagai alternatif sumber belajar. Tahapan pengembangan media ini yaitu

menentukan kebutuhan dan kesiapan pengembangan, hingga tahap evaluasi dan revisi program.

Pada tahap evaluasi, dipilih satu orang ahli materi, dua orang ahli media sebagai validator. Hasil

analisis data dari pelaksanaan validasi adalah sebagai berikut: dari ahli materi sebesar 93,4%,

dari ahli media sebesar 94,4%. Berdasarkan hasil tersebut, media interaktif yang dikembangkan

dikatakan valid dan layak digunakan.

Kata Kunci: prototype, media pembelajaran, augmented reality

PENDAHULUAN

Jaringan komputer merupakan mata kuliah yang dianggap sulit bagi sebagian mahasiswa.

Hal ini dikarenakan Jaringan Komputer menuntut berfikir keras sehingga mahasiswa merasa sulit

memahaminya. Konsep dasar jaringan komputer merupakan hal yang prinsip dan penting untuk

menunjang pengembangan hasil belajar selanjutnya, salah satunya adalah materi pengenalan

hardware jaringan komputer. Pengenalan hardare jaringan komputer merupakan materi dasar

dalam mata kuliah jaringan komputer. Diharapkan pengenalan hardware jaringan komputer sebagai

dasar dari ilmu lainnya pada jaringan, sehingga penting untuk dipelajari dan dipahami.

Untuk mengatasi kesulitan mahasiswa dalam belajar pengenalan hardware jaringan

komputer, penulis merasa perlu adanya media pembelajaran yang dapat membantu mahasiswa

sedemikian hingga media pembelajaran dapat menarik perhatian mahasiswa untuk focus sehingga

lebih mudah dalam memahami materi tersebut. Dengan kecanggihan teknologi, banyak mahasiswa

memanfaatkan media komputer sebagai media yang mereka sukai, baik berupa game ataupun media

pembelajaran berbasis augmented reality.

Media pembelajaran merupakan bagian dari sarana pembelajaran yang mempunyai peran

penting dalam proses pemberian materi pelajaran. Smaldino, Lowther, dan Russell (2002)

menyatakan bahwa “medium, a means of communication. Derived from the latin medium

(“between”), the term refers to anything that carries information between a source and receiver”.

Augmented reality adalah teknologi yang menggabungkan benda maya dua dimensi

ataupun tiga dimensi ke dalam sebuah lingkungan nyata tiga dimensi lalu memproyeksikan benda

maya tersebut dalam waktu nyata (Valino, 1998). Menurut penjelasan Haller, Billinghurst, dan

Thomas (2007), riset augmented reality bertujuan untuk mengembangkan teknologi yang

memperbolehkan penggabungan secara real-time terhadap digital conten yang dibuat oleh komputer

dengan dunia nyata. Augmented reality memperbolehkan pengguna melihat objek maya dua

dimensi atau tiga dimensi yang diproyeksikan terhadap dunia nyata.

Berdasarkan uraian tersebut, maka perlu dikembangakan suatu media pembelajaran

berbasis augmented reality. Media pembelajaran tersebut kemudian diterapkan dalam proses

pembelajaran Jaringan Komputer. Tujuan dari penelitian ini adalah merancang dan membuat

prototype media pembelajaran pengenalan hardware jaringan komputer berbasis augmented reality.

Spesifikasi produk yang diharapkan dalam penelitian dan pengembangan ini adalah menghasilkan

Page 110: INTERNALISASI NILAI KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN …apppintb.org/wp-content/uploads/2018/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · peningkatan sikap dan karakter siswa dalam pembelajaran

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan

Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 234

Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat

produk berupa aplikasi media pembelajaran berbasis augmented reality dengan menggunakan

sistem operasi android. Pengguna hanya perlu menginstall di smartphone android yang dimiliki.

METODE PENELITIAN

Model penelitian dan pengembangan yang dilaksanakan oleh peneliti berupa model

prosedural. Model prosedural adalah model yang bersifat deskriptif, yaitu menggariskan langkah-

langkah yang harus diikuti untuk menghasilkan produk (PPKI: 2010). Pada penelitian dan

pengembangan dalam pembuatan media pembelajaran ini peneliti menggunakan model yang telah

dikembangkan oleh Alessi dan Trollip (1991: 245-248) yang terdiri dari menentukan kebutuhan dan

kesiapan pengembangan, mengumpulkan referensi, mempelajari isi materi, perancangan awal,

pembuatan diagram alir program, pembuatan struktur program, pembuatan storyboard program,

pembuatan program, membuat bahan pendukung, evaluasi dan revisi program. Selain itu, untuk

mengetahui apakah media pembelajaran ini sesuai atau perlu direvisi, dibutuhkan suatu

validasi media. Validasi media yang dikembangkan penulis berupa angket yang akan divalidasi

oleh tim ahli yaitu ahli media dan ahli materi.

HASIL DAN PEMBAHAHASAN

Media Pembelajaran Pengenalan Hardware Jaringan Komputer Berbasis Augmented

Reality ini merupakan suatu media pembelajaran yang dikembangkan untuk membantu mahasiswa

dalam mempelajari materi pengenalan hardware jaringan komputer. Media pembelajaran ini dapat

dijalankan pada sistem operasi android di smartphone.

Untuk memulai menjalankan media pembelajaran ini, pengguna harus menginstall terlebih

dahulu di smartphone berbasis android yang dimilikinya. Berikut ini merupakan tampilan-tampilan

media yang penulis buat.

Tabel 1. Tampilan Aplikasi Augemented Reality

Bagian Tampilan

Opening

Splash

Page 111: INTERNALISASI NILAI KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN …apppintb.org/wp-content/uploads/2018/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · peningkatan sikap dan karakter siswa dalam pembelajaran

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan

Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 235

Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat

Bagian Tampilan

Progress Bar

Menu

Access Point

Kabel

NIC

Page 112: INTERNALISASI NILAI KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN …apppintb.org/wp-content/uploads/2018/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · peningkatan sikap dan karakter siswa dalam pembelajaran

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan

Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 236

Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat

Bagian Tampilan

Hub / Switch

Crimping Tool

RJ45

LAN Tester

Router

Page 113: INTERNALISASI NILAI KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN …apppintb.org/wp-content/uploads/2018/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · peningkatan sikap dan karakter siswa dalam pembelajaran

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan

Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 237

Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat

Hasil dari perancangan alur program media pembelajaran berbasis augmented reality dapat dilihat

pada gambar berikut.

Gambar 1. Alur Program

Komponen media pembelajaran yang dinilai adalah materi yang disajikan pada media dan

cara penyajian materi. Data uji coba yang diperoleh terdiri dari penilaian validasi oleh ahli materi

dan ahli media. Berikut adalah penjelasan dari masing-masing bagian.

1. Data Hasil Validasi

a. Data Hasil Validasi Ahli Materi

Berikut merupakan saran dan kritik yang diberikan oleh validator ahli materi.

Tabel 2. Komentar dan Saran Ahli Materi

Validator Keterangan

Ahli

Materi

Sangat Bagus, perbanyak

kreatifitas media

pembelajaran. Matari yang

disampaikan sudah sesuai

dengan yang akan dipelajari

mahasiswa

b. Data Hasil Validasi Ahli Media

Berikut merupakan saran dan kritik yang diberikan oleh validator ahli media.

Tabel 3. Komentar dan Saran Ahli Media

Validator Keterangan

Ahli

Media 1

Tambahkan Logo

Ristekdikti di Samping

Logo IKIP

Ahli

Media 2

Tambahkan petunjuk

penggunaan dan biodata

pengembang pada aplikasi

Analisis Data Pada tahap ini dilakukan pengolahan dari data yang diperoleh dari para validator. Dengan

mengacu pada teknik analisis data, diperoleh hasil analisis hasil validasi dari masing masing-masing

validator dan subyek coba sebagai berikut.

Page 114: INTERNALISASI NILAI KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN …apppintb.org/wp-content/uploads/2018/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · peningkatan sikap dan karakter siswa dalam pembelajaran

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan

Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 238

Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat

1. Analisis Hasil Validasi

a. Analisis Hasil Validasi Ahli Materi

Analisis hasil validasi ahli materi diperoleh persentase total keseluruhan adalah 93,4%

artinya termasuk kriteria valid, sehingga dari sisi materi media pembelajaran pengenalan

hardaware jaringan komputer berbasis augmented reality tidak perlu dilakukan revisi dan

tetap bisa digunakan.

b. Analisis Hasil Validasi Ahli Media

Analisis hasil validasi ahli diperoleh persentase total keseluruhan adalah 94,4% artinya

termasuk kriteria valid. Berdasarkan komentar dan saran yang diberikan validator, perlu

dilakukan perbaikan pada media pembelajaran.

KESIMPULAN

Hasil analisis data secara keseluruhan, media pembelajaran ini dapat dikategorikan valid

karena memenuhi kriteria pada validasi dari segi isi (materi) sebesar 93,4% dan dari segi tampilan

(media) sebesar 94,4%.

DAFTAR RUJUKAN Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. 2010. Malang: Universitas Negeri Malang.

Haller, M., Billinghurst, M., & Thomas, B. H. 2007. Emerging Technologies of Augmented Reality:

Interfaces and Design. Hershey Pa, London: IGI Global

Smaldino, S. E., Heinich, R., Molenda, M., & Russell, J. D. 2002. Instructional Tecnology and

Media for Learning (9th ed). New Jersey: Pearson.

Trollip, Stanley, R. & Alessi, Stepen, M. 1991. Computer based Instructional: Method and

Development. Prentice Hall

Vallino, J. R. 1998. Interactive Augmented Reality. Rochester, New York: University of Rochester.