hipertensi
DESCRIPTION
testTRANSCRIPT
1
REFERAT
DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN HIPERTENSI MENURUT JNC 8
PENYUSUN :
M. Ferdy Agustian Galih Arif Setiawan
Sherhaniz Melissa Abidin
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM RSUD KARAWANG
PERIODE JANUARI 2015 – MARET 2015 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA
2
BAB I
PENDAHULUAN
Hipertensi merupakan masalah kesehatan masyarakat yang umum terjadi di Negara berkembang
dan merupakan penyebab kematian tertinggi kedua di Indonesia. Tekanan darah tinggi juga
merupakan faktor resiko penting penyakit jantung koroner. Pada beberapa penelitian di
Indonesia, dilaporkan bahwa prevalensi hipertensi berkisar antara 10%. (Supari, 2001)
Peningkatan tekanan darah arteri dapat meningkatkan risiko terjadinya gagal ginjal, penyakit
jantung , pengerasan dinding arteri yang biasa disebut arterosklerosis juga terjadinya stroke.
Komplikasi ini sering berakhir menjadi kerusakan atau kematian. Oleh sebab itu diagnosis dari
hipertensi harus di diteksi sedini mungkin untuk menghindari berbagai komplikasi tersebut.
(cunha, 2010)
Penyakit ini telah menjadi masalah utama dalam kesehatan mesyarakat yang ada di Indonesia
maupun di beberapa negara yang ada di dunia. Diperkirakan sekitar 80 % kenaikan kasus
hipertensi terutama di negara berkembang tahun 2025 dari sejumlah 639 juta kasus di tahun
2000, di perkirakan menjadi 1,15 milyar kasus di tahun 2025. Prediksi ini didasarkan pada angka
penderita hipertensi saat ini dan pertambahan penduduk saat ini. (Armilawaty,2007)
Seledri adalah sayuran daun dan tumbuhan obat yang biasa. digunakan sebagai bumbu masakan.
Seledri sudah lama dikenal sebagai obat hipertensi, batang dan daun hijau ini memiliki efek
penurunan tekanan darah (setiawan , 2008)
3
BAB II
PEMBAHASAN
DIAGNOSIS HIPERTENSI
A. Definisi Hipertensi
Hipertensi adalah penyakit yang terjadi akibat peningkatan tekanan darah. Tekanan darah
(TD) ditentukan oleh dua faktor utama yaitu curah jantung dan resistensi perifer. Curah jantung
adalah hasil kali denyut jantung dan isi sekuncup. Besar ini sekuncup ditentukan oleh kekuatan
kontraksi miokard dan alir balik vena. Resistensi perifer merupakan gabungan resistensi pada
pembuluh darah (arteri dan arteriol) dan viskositas darah. Resistensi pembuluh darah ditentukan
oleh tonus otot polos arteri dan arteriol dan elastisitas dinding pembuluh darah
(Ganiswara,1995:50). (1)
C. Diagnosis Hipertensi
Diagnosis hipertensi didasarkan pada peningkatan tekanan darah yang terjadi pada
pengukuran yang berulang. Joint National Committee VII menuliskan diagnosis hipertensi
ditegakan berdasarkan sekurang-kurangnya dua kali pengukuran tekanan darah pada saat yang
berbeda. pengukuran pertama harus dikonfirmasi pada sedikitnya dua kunjungan lagi dalam
waktu satu sampai beberapa minggu(tergantung dari tingginya tekanan darah tersebut).
Diagnosis hipertensi ditegakan bila dari pengukuran berulang-ulang tersebut diperoleh nilai
rata-rata tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg dan atau tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg.
Diagnosis hipertensi boleh ditegakan bila tekanan darah sistolik ≥ 210 mmHg dan atau
tekanan darah diastolik ≥ 120 mmHg (Ganiswara, 1995:317). Data yang diperlukan untuk
evaluasi tersebut diperoleh dengan cara anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
4
laboratorium, dan pemeriksaan penunjang Menurut Slamet Suyono, evaluasi pasien hipertensi
mempunyai tiga tujuan: (1)
1. Mengidentifikasi penyebab hipertensi.
2. Menilai adanya kerusakan organ target dan penyakit kardiovaskuler, beratnya penyakit,
serta respon terhadap pengobatan.
3. Mengidentifikasi adanya faktor risiko kardiovaskuler yang lain atau penyakit penyerta,
yang ikut menentukan prognosis dan ikut menentukan panduan pengobatan.
Data yang diperlukan untuk evaluasi tersebut diperoleh dengan cara anamnesis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan penunjang. Peninggian tekanan
darah kadang sering merupakan satu-satunya tanda klinis hipertensi sehingga diperlukan
pengukuran tekanan darah yang akurat. Berbagai faktor yang mempengaruhi hasil pengukuran
seperti faktor pasien, faktor alat dan tempat pengukuran.
Anamnesis yang dilakukan meliputi tingkat hipertensi dan lama menderitanya, riwayat
dan gejala-gejala penyakit yang berkaitan seperti penyakit jantung koroner, penyakit
serebrovaskuler dan lainnya. Apakah terdapat riwayat penyakit dalam keluarga, gejala yang
berkaitan dengan penyakit hipertensi, perubahan aktifitas atau kebiasaan (seperti merokok,
konsumsi makanan, riwayat dan faktor psikososial lingkungan keluarga, pekerjaan, dan lain-
lain). Dalam pemeriksaan fisik dilakukan pengukuran tekanan darah dua kali atau lebih dengan
jarak dua menit, kemudian diperiksa ulang dengan kontrolateral.
a. Manifestasi klinis
Individu yang menderita hipertensi kadang tidak menunjukkan gejala sampai bertahun-
tahun. Oleh karena itulah hipertensi dikenal sebagai silent killer. Pada pemeriksaan fisik, tidak
dijumpai kelainan apapun selain tekanan darah yang tinggi, tetapi dapat pula ditemukan
perubahan pada retina, seperti pendarahan, eksudat (kumpulan cairan), penyempitan pembuluh
darah, dan pada kasus berat akan mengalami edema pupil. Corwin, (2000), menyebutkan bahwa
sebahagian besar gejala klinis timbul setelah mengalami hipertensi bertahun-tahun (Rohaendi,
2008) : a. Nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah, akibat peningkatan
tekanan darah intrakranial b. Penglihatan kabur akibat kerusakan retina akibat hipertensi. c.
Ayunan langkah yang tidak mantap akibat susunan saraf pusat telah rusak d. Nokturia karena
peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerolus e. Edema dependen dan pembengkakan
akibat peningkatan tekanan kapiler Gejala lainnya yang umumnya terjadi pada penderita
5
hipertensi yaitu pusing, muka merah, sakit kepala, keluarnya darah dari hidung secara tiba-tiba,
tengkuk terasa pegal dan lain-lain.
b. Hasil Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan pada pasien hipertensi meliputi: 1)
Pemeriksaan ureum dan kreatinin dalam darah dipakai untuk menilai fungsi ginjal. 2)
Pemeriksaan kalium dalam serum dapat membantu menyingkirkan kemungkinan aldosteronisme
primer pada pasien hipertensi. 3) Pemeriksaan kalsium penting untuk pasien hiperparatiroidisme
primer dan dilakukan sebelum memberikan diuretik karena efek samping diuretik adalah
peningkatan kadar kalsium darah. 4) Pemeriksaan glukosa dilakukan karena hipertensi sering
dijumpai pada pasien diabetes mellitus. 5) Pemeriksaan urinalisis diperlukan untuk membantu
menegakan diagnosis penyakit ginjal, juga karena proteinuria ditemukan pada hampir separuh
pasien. sebaiknya pemeriksaan dilakukan pada urine segar. 6) Pemeriksaan elektrokardiogram
dan foto pada yang bermanfaat untuk mengetahui apakah hipertensi telah berlangsung lama.
Pembesaran ventrikel kiri dan gambaran kardiomegali dapat dideteksi dengan pemeriksaan ini
c. Pengukuran Tekanan Darah
Menurut Roger Watson, tekanan darah diukur berdasarkan berat kolum air raksa yang
harus ditanggungnya. Tingginya dinyatakan dalam millimeter. Tekanan darah arteri yang normal
adalah 110-120 (sistolik) dan 65-80 mm (diastolik). Alat untuk mengukur tekanan darah disebut
spigmomanometer. Ada beberapa jenis spigmomanometer, tetapi yang paling umum terdiri dari
sebuah manset karet, yang dibalut dengan bahan yang difiksasi disekitarnya secara merata tanpa
menimbulkan konstriksi. Sebuah tangan kecil dihubungkan dengan manset karet ini. Dengan alat
ini, udara dapat dipompakan kedalamnya, mengembangkan manset karet tersebut dan menekan
akstremita dan pembuluh darah yang ada didalamnya. Bantalan ini juga dihubungkan juga
dengan sebuah manometer yang mengandung air raksa sehingga tekanan udara didalamnya dapat
dibaca sesuai skala yang ada.
Untuk mengukur tekanan darah, manset karet difiksasi melingkari lengan dan denyut
pada pergelangan tangan diraba dengan satu tangan, sementara tangan yang lain digunakan untuk
mengembangkan manset sampai suatu tekanan, dimana denyut arteri radialis tidak lagi teraba.
Sebuah stetoskop diletakkan diatas denyut arteri brakialis pada fosa kubiti dan tekanan pada
manset karet diturunkan perlahan dengan melonggarkan katupnya. Ketika tekanan diturunkan,
6
mula-mula tidak terdengar suara, namun ketika mencapai tekanan darah sistolik terdengar suara
ketukan (tapping sound) pada stetoskop (Korotkoff fase I). Pada saat itu tinggi air raksa didalam
namometer harus dicatat. Ketika tekanan didalam manset diturunkan, suara semakin keras
sampai saat tekanan darah diastolik tercapai, karakter bunyi tersebut berubah dan meredup
(Korotkoff fase IV). Penurunan tekanan manset lebih lanjut akan menyebabkan bunyi menghilang
sama sekali (Korotkoff fase V). Tekanan diastolik dicatat pada saat menghilangnya karakter bunyi
tersebut.(1)
Menurut Lany Gunawan, dalam pengukuran tekanan darah ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan, yaitu: (1)
1. Pengukuran tekanan darah boleh dilaksanakan pada posisi duduk ataupun berbaring.
Namun yang penting, lengan tangan harus dapat diletakkan dengan santai.
2. Pengukuran tekanan darah dalam posisi duduk, akan memberikan angka yang agak lebih
tinggi dibandingkan dengan posisi berbaring meskipun selisihnya relatif kecil.
3. Tekanan darah juga dipengaruhi kondisi saat pengukuran. Pada orang yang bangun tidur,
akan didapatkan tekanan darah paling rendah. Tekanan darah yang diukur setelah berjalan
kaki atau aktifitas fisik lain akan memberi angka yang lebih tinggi. Di samping itu, juga
tidak boleh merokok atau minum kopi karena merokok atau minum kopi akan
menyebabkan tekanan darah sedikit naik.
4. Pada pemeriksaan kesehatan, sebaiknya tekanan darah diukur 2 atau 3 kali berturut-turut,
dan pada detakan yang terdengar tegas pertama kali mulai dihitung. Jika hasilnya berbeda
maka nilai yang dipakai adalah nilai yang terendah.
5. Ukuran manset harus sesuai dengan lingkar lengan, bagian yang mengembang harus
melingkari 80 % lengan dan mencakup dua pertiga dari panjang lengan atas.
TATALAKSANA HIPERTENSI
Tujuan pengobatan pasien hipertensi adalah: (2)
1. Target tekanan darah < 140/90 mmHg, untuk individu berisiko tinggi (diabetes, gagal
ginjal proteinuria) < 130/80 mmHg
2. Penurunan morbiditas dan mortalitas kardiovaskuler
3. Menghambat laju penyakit ginjal proteinuria
7
Berikut ini merupakan bagan algoritma penanganan hipertensi menurut JNC VII, 2003 (2)
A
l
g
o
ri
8
tma penanganan hipertensi imulai terlebih dahulu dengan perubahan lifestyle atau gaya
hidup. Perubahan lifestyle yang dapat menimbulkan penurunan terhadap tekanan darah,
antara lain(4):
Modifikasi Rekomendasi Penurunan Tekanan
Darah Sistolik
Menurunkan Berat Badan Mengendalikan berat
badan sesuai dengan IMT
normal yaitu 18,5-24,9
kg/m2
5-20 mmHg/10 kg
Diet dengan mengadopsi
diet DASH
Banyak mengkonsumsi
buah, sayuran dan
makanan yang rendah
lemak
8-14 mmHg
Menurunkan asupan
garam
Pada pasien dengan
hipertensi dikenal 3 jenis
diet rendah garam, yaitu:
1. Diet Garam Rendah I
(200-400 mg Na)
→ Ditujukan pada
pasien dengan
asites/edema dan
hipertensi berat.
Pada kondisi ini
tidak
diperkenankan
menambahkan
garam ke dalam
masakan yang
dikonsumsi dan
menghindari
2-8 mmHg
9
makanan yang
tinggi natrium.
2. Diet Garam Rendah II
(600-800 mg Na)
→ Diet ini diberikan
kepada pasien
edema/asites, dan
hipertensi yang tidak
terlalu berat.
Dianjurkan
menghindari makanan
dengan kandungan
natrium tinggi.
Diperbolehkan
menggunakan garam
dalam pemasakan
sebesar 0,5 sendok
teh(2g).
3. Diet Garam
Rendah III (1000-
1200 mg Na)
→ Diet ini diberikan
pada pasien dengan
edema atau hipertensi
ringan. Pada
masakannya boleh
ditambahkan garam
dapur sebanyak 1
10
sendok teh (4g).
Namun tetap
menghindari jenis
makanan yang
mengandung natrium
tinggi.
Latihan fisik Tertutama olahraga
aerobic seperti jalan
cepat, berenang (minimal
30 menit)
4-9 mmHg
Menurunkan konsumsi
alcohol berlebih
Tidak lebih dari 2 gelas/
hari untuk pria dan tidak
lebih dari 1 gelas/hari
untuk wanita
2-4 mmHg
Stop merokok
Apabila dengan perubahan lifestyle tidak tercapai target tekanan darah yang
diinginkan (tekanan darah < 140/90 mmHg pada pasien tanpa riwayat diabetes/ penyakit
ginjal kronis dan tekanan darah <130/80 mmHg pada seseorang dengan diabetes/penyakit
ginjal kronis), maka selanjutnya kita mulai terapi inisial dengan obat anti hipertensi oral.
Untuk keperluan pengobatan, ada pengelompokkan pasien berdasarkan pertimbangan khusus
(special consederations) yaitu kelompok indikasi yang memaksa (compelling indications)
dan keadaan khusus lainnya (special situations).
Indikasi yang memaksa meliputi:
• Gagal jantung
• Pasca infark miokardium
• Risiko penyakit pembuluh darah koroner tinggi
• Diabetes melitus
• Penyakit ginjal kronis
• Pencegahan stroke berulang
Keadaan khusus lainnya meliputi:
11
• Populasi minoritas
• Obesitas dan sindrom metabolik
• Hipertrofi ventrikel kanan
• Penyakit arteri perifer
• Hipertensi pada usia lanjut
• Hipotensi postural
• Demensia
• Hipertensi pada perempuan
• Hipertesi pada anak dan dewasa muda
• Hipertensi urgensi dan emergensi
Pada pasien hipertensi tanpa kondisi medis yang memaksa, penatalaksanaan obat anti
hipertensi dibagi berdasarkan derajat tekanan darahnya. Pada hipertensi derajat 1 regimen
pengobatan dilakukan dengan menggunakan diuretik jenis Thiazid untuk sebagian besar
kasus, dan dapatt dipertimbangkan ACEI, ARB, BB, CCB, atau kombinasi. Sedangkan pada
hipertensi derajat 2 digunakan kombinasi 2 jenis obat untuk sebagian besar kasusnya,
umumnya diuretic jenis thiazid dan ACEI atau ARB atau CCB. Sedangkan pada pasien
dengan indikasi medis yang memaksa, obat yang diberikan adalah obat-obatan untuk indikasi
medis yang memaksa dan anti hipertensi lain (diuretika, ACEI, ARB, CCB)sesuai dengan
kebutuhan.(4)
Jenis-jenis obat antihipertensi untuk terapi farmakologis hipertensi yang dianjurkan
JNC 7 yaitu: (5)
• Diuretika terutama jenis Thiazide (Thiaz) atau Aldosterone Antagonist (Aldo Ant)
• Beta Blocker (BB)
• Calcium Channel Blocker atau Calcium Antagonist (CCB)
• Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACE-I)
• Angiotensin II Receptor Blocker atau AT1 Receptor Antagonist atau Blocker (ARB)
Masing-masing obat antihipertensi memiliki efektivitas dan keamanan dalam pengobatan
hipertensi tetapi pemilihan obat antihipertensi juga dipengaruhi beberapa faktor yaitu:
• Faktor sosio-ekonomi
12
• Profil faktor risiko kardiovaskuler
• Ada tidaknya kerusakan organ target
• Ada tidaknya penyakit penyerta
• Variasi individu dari respon pasien terhadap obat antihipertensi
• Kemungkinan adanya interaksi dengan obat yang digunakan pasien untuk penyakit lain
• Bukti ilmiah kemampuan obat antihipertensi yang akan digunakan dalam menurunkan
risiko kardiovaskuler
Untuk sebagian besar pasien hipertensi, terapi dimulai secara bertahap dan target
tekanan darah tinggi dicapai secara progresif dalam beberapa minggu. Dianjurkan untuk
menggunakan obat antihipertensi dengan masa kerja panjang atau yang memberikan efikasi
24 jam dengan pemberian sekali sehari. Pilihan memulai terapi dengan 1 jenis obat
antihipertensi atau dengan kombinasi tergantung tekanan darah awal dan ada tidaknya
komplikasi. Jika terapi dimulai dengan 1 jenis obat dalam dosis rendah dan kemudian
tekanan darah belum mencapai target, maka langkah selanjutnya adalah meningkatkan dosis
obat tersebut atau berpindah ke antihipertensi lain dengan dosis rendah. Efek samping
umumnya bisa dihindarkan dengan dosis rendah baik tunggal maupun kombinasi. Sebagian
besar pasien memerlukan kombinasi obat antihipertensi untuk mencapai target tekanan darah
tetapi terapi kombinasi dapat meningkatkan biaya pengobatan dan menurunkan kepatuhan
pasien karena jumlah obat yang semakin bertambah. (6)
Kombinasi yang telah terbukti efektif dan dapat ditoleransi pasien hipertensi adalah:
• CCB dan BB
• CCB dan ACEI atau ARB
• CCB dan diuretika
• AB dan BB
• Kadang diperlukan 3 atau 4 kombinasi obat
13
Gambar. Kemungkinan Kombinasi obat antihipertensi
Tatalaksana hipertensi menurut JNC 7 meliputi: Klasifikasi
Tekanan Darah
TDS (mmHg) TDD (mmHg) Perbaikan Pola
Hidup
Terapi Obat
Awal tanpa
Indikasi
Memaksa
Terapi Obat
Awal dengan
Indikasi
Memaksa
Normal < 120 dan < 80 Dianjurkan
Prehipertensi 120-139 atau 80-89 Ya Tidak indikasi
obat
Obat-obatan untuk
indikasi yang
memaksa
Hipertensi derajat
1
140-159 atau 9- 99 Ya Diuretika jenis
Thiazide untuk
sebagian besar
kasus, dapat
dipertimbangkan
ACE-I, ARB, BB,
CCB, atau
kombinasi
Obat-obatan untuk
indikasi yang
memaksa Obat
antihipertensi lain
(diuretika, ACE-I,
ARB, BB, CCB)
sesuai kebutuhan
Angiotensin II Receptor Blocker
Diuretika
Calcium Channel Blocker
Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor
α Blocker
Β Blocker
14
Hipertensi derajat
2
≥ 160 atau ≥ 100 Ya Kombinasi 2 obat
untuk sebagian
besar kasus
umumnya
diuretika jenis
Thiazide dan
ACE-I atau ARB
atau BB atau CCB
Pasien yang telah mulai mendapakan pengobatan harus dilakukan evaluasi lanjutan dan
pengaturan dosis obat sampai target tekanan darah tercapai. Setelah tekanan darah stabil,
kunjungan berikutnya datang dengan interval 3-6 bulan, frekuensi kunjungan ini ditentukan
dengan adanya tidaknya komorbiditas seperti gagal jantung, diabetes dan kebutuhan akan
pemeriksaan laboratorium.
Pada beberapa pasien adakalanya terjadi hipertensi yang resisten. Apabila terjadi hal
demikian, perlu dipertimbangkan adanya kedaan sebagai berikut:
a. Pengukuran tekanan darah yang tidak benar
b. Dosis belum memadai
c. Ketidakpatuhan pasien dalam penggunaan obat anti hipertensi
d. Ketidakpatuhan pasien dalam memperbaiki pola hidup
• Asupan alcohol berlebih
• Kenaikan berat badan berlebih
e. Kelebihan volume cairan tubuh
• Asupan garam berlebih
• Terapi diuretika tidak cukup
• Pennurunan fungsi ginjal berjalan progresif
f. Adanya terapi lain
• Masih menggunakan bahan/obat yang dapat meningkatkan tekanan darah
• Adanya obat yang mempengaruhi atau berinteraksi dengan kerja obat anti
hipertensi.
g. Penyebab hipertensi lain/ sekunder
Adakalanya seorang dokter umum dianjurkan merujuk ke dokter spesialis/
subspesialis, yaitu pada kondisi:
15
• Jika dalam 6 bulan target pengobatan tidak tercapai
• Selain hipertensi ada kondisi lain seperti diabetes mellitus atau penyakit ginjal
(laju filtrate glomerulus mencapai <60 ml/men/1,73 m2 -> konsul penyakit dalam,
sedangkan untuk laju filtrate glomerulus mencapai < 30ml/men/1,73m3-> konsul
nefrologi).
Penatalaksanaan Hipertensi Pada Keadaan Khusus (7)
A. Kelainan jantung dan pembuluh darah :
Penyakit jantung dan pembuluh darah yang disertai hipertensi yang perlu
diperhatikan adalah penyakit jantung iskemik (angina pektoris, infark miokard), gagal
jantung dan penyakit pembuluh darah perifer.
a. Penyakit Jantung Iskemik :
Penyakit jantung iskemik merupakan “kerusakan organ target” yang paling sering
ditemukan pada pasien dengan hipertensi. Pada pasien hipertensi dengan angina
pektoris stabil obat pilihan pertama b bloker (BB) dan sebagai alternatif calcium
channel blocker (CCB). Pada pasien dengan sindroma koroner akut (angina pektoris
tidak stabil atau infark miokard), pengobatan hipertensi dimulai dengan BB dan
ACEI dan kemudian dapat ditambahkan antihipertensi lain bila diperlukan. Pada pasien
‘pasca infark miokard’, ACEI, BB dan antagonis aldosteron terbukti sangat
mengungtungkan tanpa melupakan penata laksanaan lipid profil yang intensif dan
penggunaanaspirin.
b. Gagal Jantung :
Gagal jantung dalam bentuk disfungsi ventrikel sistolik dan diastolik terutama
disebabkan oleh hipertensi dan penyakit jantung iskemik. Sehingga penatalaksanaan
hipertensi dan profil lipid yang agresif merupakan upaya pencegahan terjadinya gagal
jantung. Pada pasien asimtomatik dengan terbukti disfungsi ventrikel
rekomendasinya adalah ACEI dan BB . Pada pasien simtomatik dengan disfungsi
ventrikel tau penyakit jantung “end stage” direkoendasikan untuk menggunakan
ACEI, BB dan ARB bersama dengan pemberian diuretik “loop”.
Pada situasi seperti ini pengontrolan tekanan darah sangat penting untuk mencegah
terjadinya progresifitas menjadi disfungsi ventrikel kiri.
16
c. Hipertensi pada Pasien dengan Penyakit Arteri Perifer (PAP) :
REKOMENDASI :
KELAS I :
Pemberian antihipertensi pada PAP ekstremitas inferior dengan tujuan untuk mencapai
target tekanan darah < 140/90 mmHg (untuk non-diabetes) atau target tekanan darah <
130/80 mmHg(untuk diabetes). BB merupakan agen antihipertensi yang efektif dan
TIDAK merupakan kontraindikasi untuk pasien hipertensi dengan PAP.
KELAS IIa :
Penggunaan ACEI pada pasien simtomatik PAP ekstremitas bawah beralasan untuk
menurunkan kejadian kardiovaskular.
KELAS IIb :
Penggunaan ACEI pada pasien asimtomatik PAP ekstremitas bawah dapat
dipertimbangkan untuk menurunkan kejadian kardiovaskular.
Antihipertensi dapat menurunkan perfusi tungkai bawah dan berpotensi
mengeksaserbasi simtom klaudikasio ataupun iskemia tungkai kronis. Kemungkinan
tersebut harus diperhatikan saat memberikan antihipertensi. Namun sebagian besar
pasien dapat mentoleransi terapi antihipertensi tanpa memperburuk simtom PAP dan
penanggulangan sesuai pedoman diperlukan untuk tujuan menurunkan risiko kejadian
kardivaskular.
B. Penanggulangan Hipertensi dengan Gangguan Fungsi Ginjal
Bila ada gangguan fungsi ginjal, maka haruslah dipastikan dahulu apakah
hipertensi menimbulkan gangguan fungsi ginjal hipertensi lama, hipertensi primer)
ataupun gangguan/penyakit ginjalnya yang menimbulkan hipertensi.
Masalah ini lebih bersifat diagnostik, karena penanggulangan hipertensi pada umumnya
sama, kecuali pada hipertensi sekunder (renovaskular,hiperaldosteronism primer) dimana
penanggulangan hipertensi banyak dipengaruhi etiologi penyakit.
17
1. Hipertensi dengan gangguan fungsi ginjal :
- Pada keadaan ini penting diketahui derajat gangguan fungsi ginjal (CCT, creatinin)
dan derajat proteiuria.
- Pada CCT < 25 mL/men diuretik golongan thiazid(kecuali metolazon) tidak efektif.
- Pemakaian golongan ACEI/ARB perlu memperhatikan penurunan fungsi ginjal dan
kadar kalium.
-Pemakaian golongan BB dan CCB relatif aman.
2. Hipertensi akibat gangguan ginjal/adrenal:
- Pada gagal ginjal terjadi penumpukan garam yang membutuhkan penurunan asupan
garam/diuretik golongan furosemide/dialisis.
- Penyakit ginjal renovaskular baik stenosis arteri renalis maupun aterosklerosis renal
dapat ditanggulangi secara intervensi (stenting/operasi) ataupun medikal (pemakaian
ACEI dan ARB tidak dianjurkan bila diperlukan terapi obat.
Aldosteronism primer (baik karena adenoma maupun hiperplasia kelenjar adrenal)
dapat ditanggulangi secara medikal (dengan obat antialdosteron) ataupun intervensi.
Disamping hipertensi, derajad proteinuri ikut menentukan progresi fungsi
ginjal, sehingga proteinuri perlu ditanggulangi secara maksimal dengan pemberian
ACEI/ARB dan CCB golongan non dihidropiridin.
Pedoman Pengobatan Hipertensi dengan Gangguan Fungsi Ginjal :
1. Tekanan darah diturunkan sampai < 130/80 mmHg (untuk mencegah progresi
gangguan fungsi ginjal).
2. Bila ada proteinuria dipakai ACEI/ARB (sepanjang tak ada kontraindikasi).
3. Bila proteinuria > 1g/24 jam tekanan darah diusahakan lebih rendah (≤ 125/75
mmHg).
4. Perlu perhatian untuk perubahan fungsi ginjal pada pemakaian ACEI/ARB
(kreatinin tidak boleh naik > 20%) dan kadar kalium (hiperkalemia).
C. Penanggulangan Hipertensi pada Usia Lanjut
18
Hipertensi pada usia lanjut mempunyai prevalensi yang tinggi, pada usia diatas 65
tahun didapatkan antara 60-80%. Selain itu prevalensi gagal jantung dan stroke juga
tinggi, keduanya merupakan komplikasi hipertensi. Oleh karena itu, penanggulangan
hipertensi amat penting dalam mengurangi morbiditas dan mortalitas kardiovaskular pada
usia lanjut.
Sekitar 60% hipertensi pada usia lanjut adalah hipertensi sistolik terisolasi
(isolated systolic hypertension) dimana terdapat kenaikan tekanan darah sistolik disertai
penurunan tekanan darah diastolik. Selisih dari tekanan darah sistolik dan tekanan darah
diastolik disebut sebagai tekanan nadi (pulse pressure), terbukti sebagai prediktor
morbiditas dan mortalitas yang uruk. Peningkatan tekanan darah sistolik disebabkan
terutama oleh kekakuan arteri atau berkurangnya elastisitas aorta.
Penanggulangan hipertensi pada usia lanjut amat bermanfaat dan telah terbukti
dapat mengurangi kejadian komplikasi kardiovaskular. Pengobatan dimulai bila :
- TD sistolik ≥ 160 mmHg bila kondisi dan harapan hidup baik.
- TD sistolik ≥ 140 bila disertai DM atau merokok atau disertai faktor risiko lainnya.
Oleh karena pasien usia lanjut sudah mengalami penurunan fungsi organ, kekauan
arteri, penurunan fungsi baroreseptor dan respons simpatik, serta autoregulasi serebral,
pengobatan harus secara bertahap dan hati-hati (start slow, go slow) hindarkan emakaian
obat yang dapat menimbulkan hipotensi ortostatik.
Seperti halnya pada usia muda, penanggulangan hipertensi pada usia lanjut
dimulai dengan perubahan gaya hidup. Diet rendah garam, termasuk menghindari
makanan yang diawetkan dan penurunan berat pada obesitas, terbukti dapat
mengendalikan tekanan darah. Pemberian obat dilakukan apabila penurunan tidak
mencapai target. Kejadian komplikasi hipotensi ortostatik sering terjadi, sehingga
diperlukan anamnesis dan pemeriksaan mengenai kemungkinan adanya hal ini sebelum
obat ini.
Obat yang dipakai pada usia lanjut sama seperti yang dipergunakan pada usia
yang lebih muda. Untuk menghindari komplikasi pengobatan, maka dosis awal
dianjurkan separuh dosis biasa, kemudian dapat dinaikkan secara bertahap, sesuai dengan
respons pengobatan dengan mempertimbangkan kemungkian efek samping obat. Obat-
obat yang biasa dipakai meliputi diuretik (HCT) 12,5 mg, terbukti mencegah komplikasi
19
terjadinya penyakit jantung kongestif. Keuntungannya murah dan dapat mencegah
kehilangan kalsium tulang. Obat lain seperti golongan ACEI, CCB kerja panjang dan
obat-obat lainnya dapat dipergunakan. Kombinasi 2 atau lebih obat dianjurkan untuk
memperoleh efek pengobatan yang optimal.
Target pengobatan harus mempertimbangkan efek samping, terutama kejadian
hipotensi ortostatik. Umumnya tekanan darah sistolik diturunkan sampai < 140 mmHg.
Target untuk tekanan darah diastolik sekitar 85-90 mmHg. Pada hipertensi sistolik
penurunan sampai tekanan darah diastolik 65 mmHg atau kurang dapat mengakibatkan
peningkatan kejadian stroke. Oleh karena itu sebaiknya penurunan tekanan darah tidak
sampai 65 mmHg.
D. Penanggulangan HIpertensi pada Gangguan Neurologis
Oleh karena hipertensi merupakan faktor risiko utama maka penderita hipertensi
dapat dianggap sebagai “Stroke prone patient”. Pengendalian hipertensi sebagai faktor
risiko akan menurunkan kejadian stroke sebanyak 32%.
1. Hipertensi tanpa defisit neurologis :
Dapat dilakukan sesuai dengan konsensus InaSH.
Dilakukan deteksi gangguan organ-organ otak melalui berbagai kegiatan :
- Perlu perhatian khusus bila penderita hipertensi disertai dengan kesemutan
dimuka,sekeliling bibir, ujung-ujung jari dan vertigo, ada kecenderungan insufisiensi
basiler.
- Selain itu keluhan lain, seperti gangguan berbahasa, gangguan daya ingat dan
artikulasi perlu medapat perhatian lebih lanjut.
2. Hipertensi dengan tanda defisit neulorogi akut:
Penatalaksanaan hipertensi yang tepat pada stroke akut sangat
mempengaruhi morbiditas dan mortalitas stroke.
a. Stroke Iskemik akut:
• TIDAK direkomendasikan terapi hipertensi pada stroke iskemik akut kecuali
terdapat hipertensi berat dan menetap yaitu sistolik > 220 mmHg atau diastolik > 120
20
mmHg dengan tanda-tanda ensefalopati atau disertai kerusakan target organ lain.
• Obat-obat antihipertensi yang sudah dikonsumsi sebelum serangan stroke diteruskan
pada fase awal stroke, pemberian obat antihipertensi yang baru ditunda sampai dengan
7-10 hari pasca awal serangan stroke.
• Batas penurunan tekanan darah sebanyak-banyaknya 20-25% dari tekanan darah
arterial rerata(MAP=mean arterial pressure).(MAP=Tekanan diastolik + 1/3 selisih
tekanan sistolik – diastolik)
• Jika tekanan darah sistolik 180-220 mmHg dan/atau tekanan darah diastolik 105-120
mmHg, terapi darurat HARUS DITUNDA kecuali terdapat bukti perdarahan
intraserebral, gagal ventrikel jantung kiri, infark miokard akut, gagal ginjal akut,
edema paru, diseksi aorta, ensefalopati hipertensi. Jika peninggian tekanan darah itu
menetap pada 2 kali pengukuran selang waktu 60 menit, maka diberikan “Candesartan
Cilexetil”(Blopress) 4-16 mg oral selang 12 jam. Jika monoterapi oral tidak berhasil
atau jika obat tidak dapat diberikan per oral, maka diberikan obat intravena yang
tersedia.
• Batas penurunan tekanan darah sebanyak banyaknya sampai 20-25% dari tekanan
darah arterial rerata, dan tindakan selanjutnya ditentukan kasus per kasus.
b. Stroke hemoragik akut :
• Batas penurunan tekanan darah maksimal 20-25% dari tekanan darah semula.
• Pada penderita dengan riwayat hipertensi sasaran(TARGET) tekanan darah sistolik
160 mmHg dan diastolik 90 mmHg.
• Bila tekanan darah sistolik > 230 mmHg atau tekanan diastolik > 140 mmHg:
berikan “nicardipin”/”diltiazem”/”nimodipin” DRIP dan dititrasi dosisnya sampai
dengan tekanan darah sistolik 160 mmHg dan tekanan darah diastolik 90 mmHg (dosis
dan cara pemberian lihat tabel jenis-jenis obat untuk terapi emergensi).
• Peningkatan tekanan darah bisa disebabkan stres akibat stroke (efek cushing), akibat
kandung kencing yang penuh, respon fisiologis atau peningkatan tekanan intrakranial
dan harus dipastikan penyebabnya.
E. Penanggulangan Hipertensi pada Diabetes
21
Indikasi pengobatan :
Bila tekanan darah sistolik ≥ 130 mmHg dan /atau tekanan darah diastolik ≥ 180
mmHg.
• Sasaran (target penurunan) tekanan darah :
- Tekanan darah < 130/80 mmHg.
- Bila disertai proteinuria ≥ 1g/24 jam : ≤ 125/75 mmHg.
• Pengelolaan :
- Non Farmakologis :
Perubahan gaya hidup, antara lain : menurunkan berat badan, meningkatkan
aktifitas fisik, menghentikan merokok dan alkohol, serta mengurangi konsumsi
garam.
- Farmakologis :
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memilih obat antihipertensi :
ü Pengaruh terhadap profil lipid
ü Pengaruh terhadap metabolisme glukosa
ü Pengaruh terhadap resistensi insulin
ü Pengaruh terhadap huipoglikemia terselubung.
Obat anti hipertensi yang dapat dipergunakan :
*ACEI
*ARB
*Beta-bloker
* Diuretik dosis rendah
* Alfa bloker
* CCB golongan non-dihidropiridin.
Pada diabetisis dengan tekanan darah sistolik antara 130-139 mmHg atau tekanan
darah diastolik antara 80-89 mmHg diharuskan melakukan perubahan gaya hidup sampai
3 bulan. Bial gagal mencapai target dapat ditambahkan terapi farmakologis.
22
Diabetisis dengan tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg atau tekanan darah
diastolik > 90 mmHg, disamping perubahan gaya hidup, dapat diberikan terapi
farmakologis secara langsung.
Diberikan terapi kombinasi apabila target terapi tidak dapat dicapai dengan
monoterapi.
Catatan :
- ACEI,ARB, dan CCB golongan non-dihidropiridin dapat memperbaiki
mikroalbuminuria.
- ACEI dapat memperbaiki kinerja kardiovaskular.
- Diuretik (HCT) dosis rendah jangka panjang , TIDAK terbukti memperburuk toleransi
glukosa.
- Pengobatan hipertensi harus diteruskan walaupun sasaran sudah tercapai.
- Bila tekanan darah terkendali, setelah satu tahun dapat dicoba menurunkandosis secara
bertahap.
- Pada orang tua, tekanan darah diturunkan secara bertahap.
F. Penanggulangan Hipertensi pada Kehamilan
Tekanan darah > 160/100 mmHg HARUS diturunkan untuk melindungi ibu
terhadap risiko stroke atau untuk memungkinkan perpanjangan masa kehamilan, sehingga
memperbaiki kematangan fetus. Obat yang dapat diberikan ialah : METHYL DOPA dan
NIFEDIPINE.
Obat-obat YANG TIDAK BOLEH DIBERIKAN saat kehamilan adalah ACEI
(berkaitan dengan kemungkinan kelainan perkembangan fetus) dan ARB yang
kemungkinan mempunyai efek sama seperti penyekat ACEI. Diuretik juga TIDAK
digunakan mengingat efek pengurangan volume plasma yang dapat mengganggu
kesehatan janin . terapi definitif ialah MENGHENTIKAN KEHAMILAN atas indikasi
preeklampsia berat setelah usis kehamilan > 35 minggu.
Komplikasi
Adapun komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh hipertensi antara lain:
23
a. Otak : Stroke
b. Jantung : Aterosklerosis, penyakit jantung koroner, gagal jantung
c. Mata : Kebutaan (pecahnya pembuluh darah pada mata)
d. Paru-paru : Edema paru
e. Ginjal : Penyakit ginjal kronik
f. Sistemik :Penyakit arteri perifer atau penyakit oklusi arteri perifer
Prognosis
Hipertensi dapat dikendalikan dengan baik dengan pengobatan yang tepat. Terapi
dengan kombinasi perubahan gaya hidup dan obat-obatan antihipertensi biasanya dapat
menjaga tekanan darah pada tingkat yang tidak akan menyebabkan kerusakan pada jantung
atau organ lain. Kunci untuk menghindari komplikasi serius dari hipertensi adalah
mendeteksi dan mengobati sebelum kerusakan terjadi.
JNC 8
JNC 8 merupakan klasifikasi hipertensi terbaru dari Joint National Committee yang
berpusat di Amerika Serikat sejak desember 2013. JNC 8 telah merilis panduan baru pada
manajemen hipertensi orang dewasa terkait dengan penyakit kardiovaskuler : (8)
Para penulis membentuk sembilan rekomendasi yang dibahas secara rinci bersama
dengan bukti pendukung . Bukti diambil dari penelitian terkontrol secara acak dan
diklasifikasikan menjadi : (8)
A. rekomendasi kuat, dari evidence base terdapat banyak bukti penting yang menguntungkan
B. rekomendasi sedang, dari evidence base terdapat bukti yang menguntungkan
C. rekomendasi lemah, dari evidence base terdapat sedikit bukti yang menguntungkan
D. rekomendasi berlawanan, terbukti tidak menguntungkan dan merusak (harmful).
E. opini ahli
N. tidak direkomendasikan
Beberapa rekomendasi terbaru antara lain : (8)
1 . Pada pasien berusia ≥ 60 tahun , mulai pengobatan farmakologis pada tekanan darah sistolik ≥
150mmHg atau diastolik ≥ 90mmHg dengan target terapi untuk sistolik < 150mmHg dan
24
diastolik < 90mmHg . (Rekomendasi Kuat-grade A)
2 . Pada pasien berusia < 60 tahun , mulai pengobatan farmakologis pada tekanan darah diastolik
≥ 90mmHg dengan target < 90mmHg . ( Untuk usia 30-59 tahun , Rekomendasi kuat -Grade A;
Untuk usia 18-29 tahun , Opini Ahli - kelas E )
3 . Pada pasien berusia < 60 tahun , mulai pengobatan farmakologis pada tekanan darah sistolik ≥
140mmHg dengan target terapi < 140mmHg . ( Opini Ahli - kelas E )
4 . Pada pasien berusia ≥ 18 tahun dengan penyakit ginjal kronis , mulai pengobatan
farmakologis pada tekanan darah sistolik ≥ 140mmHg atau diastolik ≥ 90mmHg dengan target
terapi sistolik < 140mmHg dan diastolik < 90mmHg . ( Opini Ahli - kelas E )
5 . Pada pasien berusia ≥ 18 tahun dengan diabetes , mulai pengobatan farmakologis pada
tekanan darah sistolik ≥ 140mmHg atau diastolik BP ≥ 90mmHg dengan target terapi untuk
sistolik gol BP < 140mmHg dan diastolik gol BP < 90mmHg . ( Opini Ahli - kelas E )
6 . Pada populasi umum bukan kulit hitam, termasuk orang-orang dengan diabetes , pengobatan
antihipertensi awal harus mencakup diuretik tipe thiazide, CCB , ACE inhibitor atauARB (
Rekomendasi sedang-Grade B ) Rekomendasi ini berbeda dengan JNC 7 yang mana panel
merekomendasikan diuretik tipe thiazide sebagai terapi awal untuk sebagian besar pasien .
7 . Pada populasi umum kulit hitam , termasuk orang-orang dengan diabetes , pengobatan
antihipertensi awal harus mencakup diuretic tipe thiazide atau CCB . ( Untuk penduduk kulit
hitam umum : Rekomendasi Sedang - Grade B , untuk pasien hitam dengan diabetes :
Rekomendasi lemah-Grade C)
8 . Pada penduduk usia ≥ 18 tahun dengan penyakit ginjal kronis , pengobatan awal atau
tambahan antihipertensi harus mencakup ACE inhibitor atau ARB untuk meningkatkan outcome
ginjal . (Rekomendasi sedang -Grade B )
9 . Jika target tekanan darah tidak tercapai dalam waktu satu bulan pengobatan, tiingkatkan dosis
obat awal atau menambahkan obat kedua dari salah satu kelas dalam Rekomendasi 6 . Jika target
tekanan darah tidak dapat dicapai dengan dua obat , tambahkan dan titrasi obat ketiga dari daftar
yang tersedia. Jangan gunakan ACEI dan ARB bersama-sama pada pasien yang sama . Jika
target tekanan darah tidak dapat dicapai hanya dengan menggunakan obat-obatan dalam
Rekomendasi 6 karena kontraindikasi atau kebutuhan untuk menggunakan lebih dari 3 obat
untuk mencapai target tekanan darah, maka obat antihipertensi dari kelas lain dapat digunakan .
25
ALGORITMA TATAALAKSANA HIPERTENSI MENURUT JNC 8 (9)
26
PERBANDINGAN JNC 7 DAN JNC 8 (9)
1. Metodologi:
JNC 7 : Non sistematis literatur review oleh komite ahli termasuk berbagai desain studi.
Rekomendasi berdasarkan consensus
JNC 8 : Pertanyaan kritis dan kriteria ulasan didefinisikan oleh panel ahli dengan masukan dari
tim metodologi. Tinjauan sistematis awal oleh methodologists berbasis bukti Randomized
Clinical Trial (RCT). Peninjauan kembali dari bukti RCT dan rekomendasi oleh panelis menurut
standar protocol.
2. Definisi
JNC 7 : definisi hipertensi dan pre hipertensi
JNC 8 : Definisi hipertensi dan prehipertensi tidak difokuskan, tapi ambang batas pengobatan
farmakologis didefinisikan
3. Target terapi
JNC 7 : tujuan pengobatan yang ditetapkan untuk hipertensi tanpa komplikasi dan untuk subset
dengan berbagai kondisi komorbiditas (diabetes dan gagal ginjal kronis)
JNC 8 : Target perlakuan yang sama ditetapkan untuk semua populasi hipertensi kecuali bila
terdapat bukti yang mendukung target tekanan darah yang berbeda untuk subpopulasi tertentu
4. Rekomendasi gaya hidup
JNV 7 : Modifikasi gaya hidup direkomendasikan berdasarkan tinjauan pustaka dan pendapat
ahli
JNC 8 : Modifikasi gaya hidup yang direkomendasikan didukung Rekomendasi evidence based
dari Kelompok Kerja gaya hidup
5. Terapi obat
JNC 7 : 5 kelas antihipertensi dapat digunakan sebagai terapi awal, tetapi direkomendasikan
diuretik tipe thiazide sebagai terapi awal untuk sebagian besar pasien tanpa indikasi tertentu
untuk kelas antihipertensi yang lain. Ditentukan kelas obat antihipertensi tertentu untuk pasien
dengan indikasi antara lain diabetes, gagal ginjal kronis, gagal jantung, infark miokard, stroke,
dan kardiovaskuler risiko tinggi termasuk daftar tabel obat antihipertensi oral, nama dan rentang
dosis yang biasa digunakan.
JNC 8 : Direkomendasikan seleksi antara 4 kelas obat tertentu (ACEI atau ARB, CCB atau
27
diuretik) dan dosis berdasarkan bukti dari RCT. Direkomendasikan kelas obat tertentu
berdasarkan penelaahan bukti
untuk subkelompok ras, gagal ginjal kronis dan diabetes. Panelis membuat tabel obat dan dosis
yang digunakan berdasarkan hasil uji coba.
6. Batasan topik
JNC 7 : Ditujukan beberapa masalah (metode pengukuran tekanan darah, komponen evaluasi
pasien, hipertensi sekunder, kepatuhan rejimen, hipertensi resisten, dan hipertensi pada populasi
khusus) berdasarkan kajian literatur dan pendapat ahli
JNC 8 : Ulasan Bukti RCT terhadap sejumlah pertanyaan, yang dinilai oleh panelis untuk
menjadi prioritas tertinggi
7. Proses ulasan sebelum publikasi
JNC 7 : Diulas oleh National High Blood Pressure Education Program Coordinating Committee,
sebuah koalisi dari 39 profesional, masyarakat, dan organisasi sukarela utama dan 7 lembaga
federal
JNC 8 : Diulas oleh para ahli termasuk mereka yang berafiliasi dengan profesional dan organisasi
publik dan badan-badan federal, tidak satupun mendapat sponsor dari suatu organisasi.
28
BAB III
KESIMPULAN
Hipertensi atau tekanan darah tinggi diderita oleh hampir semua golongan masyarakat di
seluruh dunia. Batasan hipertensi ditetapkan dan dikenal dengan ketetapan JNC VII (The Seventh
Report of The Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of
Hight Blood Pressure). Menurut criteria JNC VII, pasien dengan hipertensi dibagi menjadi
normal, pre hipertensi, hipertensi derajat 1, dan hipertensi derajat 2.
Menurut perkiraan, sekitar 30% penduduk dunia tidak terdiagnosis adanya hipertensi
(underdiagnosed condition). Hal ini disebabkan tidak adanya gejala atau dengan gejala ringan
bagi mereka yang menderita hipertensi. Sedangkan, hipertensi ini sudah dipastikan dapat
merusak organ tubuh seperti jantung (70% penderita hipertensi akan merusak jantung), ginjal,
otak, mata, serta organ tubuh lainnya sehingga hipertensi disebut sebagai silent killer. Deteksi
dini penting dilakukan untuk mencegah timbulnya berbagai komplikasi. Apabila sudah di
diagnosis dengan hipertensi, seorang pasien harus diedukasi dengan baik mengenai pengaturan
pola hidup yang benar selain dari terapi dengan medikamentosa.
29
DAFTAR PUSTAKA
1. Ganong, W. F. (1998). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edisi 17. Jakarta : EGC
2. Dunitz, Martin. (2001). Treatment of Hypertension in General Practice. United
Kingdom: Blackwell Science Inc
3. Goodfriend, T. L. (1983). Hypertension Essentials. New York: Grune & Stratton Inc
4. Gray, et al. (2005). Lecture Notes Kardiologi edisi 4. Jakarta: Erlangga Medical Series
5. Kaplan, N. M. (2006). Kaplan’s Clinical Hypertension. Philadelphia: Lipincott Williams
& Wilkins.
6. Yogiantoro, M., 2006, Hipertensi Esensial, dalam: Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B.Alwi,
I., dkk, (eds): Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Edisi IV Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakulta Kedokteran Universitas
Indonesia, pp: 1079-85.
7. The Seventh Repot of the Joint national Comitte on Prevention, detection, evaluation, and
Treatment of High Blood Pressure. 2004
8. James PA, Oparil S, Carter BL, Cushman WC, Himmelfarb CD, Handler J, et al. 2014
Evidence-Based Guideline for the Management of High Blood Pressure in Adults Report
From the Panel Members Appointed to the Eighth Joint National Committee (JNC 8)
[published online December 18, 2013]. Journal American Medical Association. 2013
[cited 2015 March 01].
9. Page MR. The JNC 8 Hypertension Guidelines: An In-Depth Guide [published online
January 21, 2014]. The American Journal of Managed Care. 2014 [cited 2015 March 01].
Available from www.ajmc.com.