hipertensi

29
1 REFERAT DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN HIPERTENSI MENURUT JNC 8 PENYUSUN : M. Ferdy Agustian Galih Arif Setiawan Sherhaniz Melissa Abidin KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM RSUD KARAWANG PERIODE JANUARI 2015 – MARET 2015 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI JAKARTA

Upload: callistus-bruce

Post on 07-Feb-2016

83 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

test

TRANSCRIPT

Page 1: HIPERTENSI

  1  

REFERAT

DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN HIPERTENSI MENURUT JNC 8

PENYUSUN :

M. Ferdy Agustian Galih Arif Setiawan

Sherhaniz Melissa Abidin

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM RSUD KARAWANG

PERIODE JANUARI 2015 – MARET 2015 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

JAKARTA

Page 2: HIPERTENSI

  2  

BAB I

PENDAHULUAN

Hipertensi merupakan masalah kesehatan masyarakat yang umum terjadi di Negara berkembang

dan merupakan penyebab kematian tertinggi kedua di Indonesia. Tekanan darah tinggi juga

merupakan faktor resiko penting penyakit jantung koroner. Pada beberapa penelitian di

Indonesia, dilaporkan bahwa prevalensi hipertensi berkisar antara 10%. (Supari, 2001)

Peningkatan tekanan darah arteri dapat meningkatkan risiko terjadinya gagal ginjal, penyakit

jantung , pengerasan dinding arteri yang biasa disebut arterosklerosis juga terjadinya stroke.

Komplikasi ini sering berakhir menjadi kerusakan atau kematian. Oleh sebab itu diagnosis dari

hipertensi harus di diteksi sedini mungkin untuk menghindari berbagai komplikasi tersebut.

(cunha, 2010)

Penyakit ini telah menjadi masalah utama dalam kesehatan mesyarakat yang ada di Indonesia

maupun di beberapa negara yang ada di dunia. Diperkirakan sekitar 80 % kenaikan kasus

hipertensi terutama di negara berkembang tahun 2025 dari sejumlah 639 juta kasus di tahun

2000, di perkirakan menjadi 1,15 milyar kasus di tahun 2025. Prediksi ini didasarkan pada angka

penderita hipertensi saat ini dan pertambahan penduduk saat ini. (Armilawaty,2007)

Seledri adalah sayuran daun dan tumbuhan obat yang biasa. digunakan sebagai bumbu masakan.

Seledri sudah lama dikenal sebagai obat hipertensi, batang dan daun hijau ini memiliki efek

penurunan tekanan darah (setiawan , 2008)

Page 3: HIPERTENSI

  3  

BAB II

PEMBAHASAN

DIAGNOSIS HIPERTENSI

A. Definisi Hipertensi

Hipertensi adalah penyakit yang terjadi akibat peningkatan tekanan darah. Tekanan darah

(TD) ditentukan oleh dua faktor utama yaitu curah jantung dan resistensi perifer. Curah jantung

adalah hasil kali denyut jantung dan isi sekuncup. Besar ini sekuncup ditentukan oleh kekuatan

kontraksi miokard dan alir balik vena. Resistensi perifer merupakan gabungan resistensi pada

pembuluh darah (arteri dan arteriol) dan viskositas darah. Resistensi pembuluh darah ditentukan

oleh tonus otot polos arteri dan arteriol dan elastisitas dinding pembuluh darah

(Ganiswara,1995:50). (1)

C. Diagnosis Hipertensi

Diagnosis hipertensi didasarkan pada peningkatan tekanan darah yang terjadi pada

pengukuran yang berulang. Joint National Committee VII menuliskan diagnosis hipertensi

ditegakan berdasarkan sekurang-kurangnya dua kali pengukuran tekanan darah pada saat yang

berbeda. pengukuran pertama harus dikonfirmasi pada sedikitnya dua kunjungan lagi dalam

waktu satu sampai beberapa minggu(tergantung dari tingginya tekanan darah tersebut).

Diagnosis hipertensi ditegakan bila dari pengukuran berulang-ulang tersebut diperoleh nilai

rata-rata tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg dan atau tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg.

Diagnosis hipertensi boleh ditegakan bila tekanan darah sistolik ≥ 210 mmHg dan atau

tekanan darah diastolik ≥ 120 mmHg (Ganiswara, 1995:317). Data yang diperlukan untuk

evaluasi tersebut diperoleh dengan cara anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan

Page 4: HIPERTENSI

  4  

laboratorium, dan pemeriksaan penunjang Menurut Slamet Suyono, evaluasi pasien hipertensi

mempunyai tiga tujuan: (1)

1. Mengidentifikasi penyebab hipertensi.

2. Menilai adanya kerusakan organ target dan penyakit kardiovaskuler, beratnya penyakit,

serta respon terhadap pengobatan.

3. Mengidentifikasi adanya faktor risiko kardiovaskuler yang lain atau penyakit penyerta,

yang ikut menentukan prognosis dan ikut menentukan panduan pengobatan.

Data yang diperlukan untuk evaluasi tersebut diperoleh dengan cara anamnesis,

pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan penunjang. Peninggian tekanan

darah kadang sering merupakan satu-satunya tanda klinis hipertensi sehingga diperlukan

pengukuran tekanan darah yang akurat. Berbagai faktor yang mempengaruhi hasil pengukuran

seperti faktor pasien, faktor alat dan tempat pengukuran.

Anamnesis yang dilakukan meliputi tingkat hipertensi dan lama menderitanya, riwayat

dan gejala-gejala penyakit yang berkaitan seperti penyakit jantung koroner, penyakit

serebrovaskuler dan lainnya. Apakah terdapat riwayat penyakit dalam keluarga, gejala yang

berkaitan dengan penyakit hipertensi, perubahan aktifitas atau kebiasaan (seperti merokok,

konsumsi makanan, riwayat dan faktor psikososial lingkungan keluarga, pekerjaan, dan lain-

lain). Dalam pemeriksaan fisik dilakukan pengukuran tekanan darah dua kali atau lebih dengan

jarak dua menit, kemudian diperiksa ulang dengan kontrolateral.

a. Manifestasi klinis

Individu yang menderita hipertensi kadang tidak menunjukkan gejala sampai bertahun-

tahun. Oleh karena itulah hipertensi dikenal sebagai silent killer. Pada pemeriksaan fisik, tidak

dijumpai kelainan apapun selain tekanan darah yang tinggi, tetapi dapat pula ditemukan

perubahan pada retina, seperti pendarahan, eksudat (kumpulan cairan), penyempitan pembuluh

darah, dan pada kasus berat akan mengalami edema pupil. Corwin, (2000), menyebutkan bahwa

sebahagian besar gejala klinis timbul setelah mengalami hipertensi bertahun-tahun (Rohaendi,

2008) : a. Nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah, akibat peningkatan

tekanan darah intrakranial b. Penglihatan kabur akibat kerusakan retina akibat hipertensi. c.

Ayunan langkah yang tidak mantap akibat susunan saraf pusat telah rusak d. Nokturia karena

peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerolus e. Edema dependen dan pembengkakan

akibat peningkatan tekanan kapiler Gejala lainnya yang umumnya terjadi pada penderita

Page 5: HIPERTENSI

  5  

hipertensi yaitu pusing, muka merah, sakit kepala, keluarnya darah dari hidung secara tiba-tiba,

tengkuk terasa pegal dan lain-lain.

b. Hasil Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan pada pasien hipertensi meliputi: 1)

Pemeriksaan ureum dan kreatinin dalam darah dipakai untuk menilai fungsi ginjal. 2)

Pemeriksaan kalium dalam serum dapat membantu menyingkirkan kemungkinan aldosteronisme

primer pada pasien hipertensi. 3) Pemeriksaan kalsium penting untuk pasien hiperparatiroidisme

primer dan dilakukan sebelum memberikan diuretik karena efek samping diuretik adalah

peningkatan kadar kalsium darah. 4) Pemeriksaan glukosa dilakukan karena hipertensi sering

dijumpai pada pasien diabetes mellitus. 5) Pemeriksaan urinalisis diperlukan untuk membantu

menegakan diagnosis penyakit ginjal, juga karena proteinuria ditemukan pada hampir separuh

pasien. sebaiknya pemeriksaan dilakukan pada urine segar. 6) Pemeriksaan elektrokardiogram

dan foto pada yang bermanfaat untuk mengetahui apakah hipertensi telah berlangsung lama.

Pembesaran ventrikel kiri dan gambaran kardiomegali dapat dideteksi dengan pemeriksaan ini

c. Pengukuran Tekanan Darah

Menurut Roger Watson, tekanan darah diukur berdasarkan berat kolum air raksa yang

harus ditanggungnya. Tingginya dinyatakan dalam millimeter. Tekanan darah arteri yang normal

adalah 110-120 (sistolik) dan 65-80 mm (diastolik). Alat untuk mengukur tekanan darah disebut

spigmomanometer. Ada beberapa jenis spigmomanometer, tetapi yang paling umum terdiri dari

sebuah manset karet, yang dibalut dengan bahan yang difiksasi disekitarnya secara merata tanpa

menimbulkan konstriksi. Sebuah tangan kecil dihubungkan dengan manset karet ini. Dengan alat

ini, udara dapat dipompakan kedalamnya, mengembangkan manset karet tersebut dan menekan

akstremita dan pembuluh darah yang ada didalamnya. Bantalan ini juga dihubungkan juga

dengan sebuah manometer yang mengandung air raksa sehingga tekanan udara didalamnya dapat

dibaca sesuai skala yang ada.

Untuk mengukur tekanan darah, manset karet difiksasi melingkari lengan dan denyut

pada pergelangan tangan diraba dengan satu tangan, sementara tangan yang lain digunakan untuk

mengembangkan manset sampai suatu tekanan, dimana denyut arteri radialis tidak lagi teraba.

Sebuah stetoskop diletakkan diatas denyut arteri brakialis pada fosa kubiti dan tekanan pada

manset karet diturunkan perlahan dengan melonggarkan katupnya. Ketika tekanan diturunkan,

Page 6: HIPERTENSI

  6  

mula-mula tidak terdengar suara, namun ketika mencapai tekanan darah sistolik terdengar suara

ketukan (tapping sound) pada stetoskop (Korotkoff fase I). Pada saat itu tinggi air raksa didalam

namometer harus dicatat. Ketika tekanan didalam manset diturunkan, suara semakin keras

sampai saat tekanan darah diastolik tercapai, karakter bunyi tersebut berubah dan meredup

(Korotkoff fase IV). Penurunan tekanan manset lebih lanjut akan menyebabkan bunyi menghilang

sama sekali (Korotkoff fase V). Tekanan diastolik dicatat pada saat menghilangnya karakter bunyi

tersebut.(1)

Menurut Lany Gunawan, dalam pengukuran tekanan darah ada beberapa hal yang perlu

diperhatikan, yaitu: (1)

1. Pengukuran tekanan darah boleh dilaksanakan pada posisi duduk ataupun berbaring.

Namun yang penting, lengan tangan harus dapat diletakkan dengan santai.

2. Pengukuran tekanan darah dalam posisi duduk, akan memberikan angka yang agak lebih

tinggi dibandingkan dengan posisi berbaring meskipun selisihnya relatif kecil.

3. Tekanan darah juga dipengaruhi kondisi saat pengukuran. Pada orang yang bangun tidur,

akan didapatkan tekanan darah paling rendah. Tekanan darah yang diukur setelah berjalan

kaki atau aktifitas fisik lain akan memberi angka yang lebih tinggi. Di samping itu, juga

tidak boleh merokok atau minum kopi karena merokok atau minum kopi akan

menyebabkan tekanan darah sedikit naik.

4. Pada pemeriksaan kesehatan, sebaiknya tekanan darah diukur 2 atau 3 kali berturut-turut,

dan pada detakan yang terdengar tegas pertama kali mulai dihitung. Jika hasilnya berbeda

maka nilai yang dipakai adalah nilai yang terendah.

5. Ukuran manset harus sesuai dengan lingkar lengan, bagian yang mengembang harus

melingkari 80 % lengan dan mencakup dua pertiga dari panjang lengan atas.

 

TATALAKSANA HIPERTENSI

Tujuan pengobatan pasien hipertensi adalah: (2)

1. Target tekanan darah < 140/90 mmHg, untuk individu berisiko tinggi (diabetes, gagal

ginjal proteinuria) < 130/80 mmHg

2. Penurunan morbiditas dan mortalitas kardiovaskuler

3. Menghambat laju penyakit ginjal proteinuria

Page 7: HIPERTENSI

  7  

Berikut ini merupakan bagan algoritma penanganan hipertensi menurut JNC VII, 2003 (2)

A

l

g

o

ri

Page 8: HIPERTENSI

  8  

tma penanganan hipertensi imulai terlebih dahulu dengan perubahan lifestyle atau gaya

hidup. Perubahan lifestyle yang dapat menimbulkan penurunan terhadap tekanan darah,

antara lain(4):

Modifikasi Rekomendasi Penurunan Tekanan

Darah Sistolik

Menurunkan Berat Badan Mengendalikan berat

badan sesuai dengan IMT

normal yaitu 18,5-24,9

kg/m2

5-20 mmHg/10 kg

Diet dengan mengadopsi

diet DASH

Banyak mengkonsumsi

buah, sayuran dan

makanan yang rendah

lemak

8-14 mmHg

Menurunkan asupan

garam

Pada pasien dengan

hipertensi dikenal 3 jenis

diet rendah garam, yaitu:

1. Diet Garam Rendah I

(200-400 mg Na)

→ Ditujukan pada

pasien dengan

asites/edema dan

hipertensi berat.

Pada kondisi ini

tidak

diperkenankan

menambahkan

garam ke dalam

masakan yang

dikonsumsi dan

menghindari

2-8 mmHg

Page 9: HIPERTENSI

  9  

makanan yang

tinggi natrium.

2. Diet Garam Rendah II

(600-800 mg Na)

→ Diet ini diberikan

kepada pasien

edema/asites, dan

hipertensi yang tidak

terlalu berat.

Dianjurkan

menghindari makanan

dengan kandungan

natrium tinggi.

Diperbolehkan

menggunakan garam

dalam pemasakan

sebesar 0,5 sendok

teh(2g).

3. Diet Garam

Rendah III (1000-

1200 mg Na)

→ Diet ini diberikan

pada pasien dengan

edema atau hipertensi

ringan. Pada

masakannya boleh

ditambahkan garam

dapur sebanyak 1

Page 10: HIPERTENSI

  10  

sendok teh (4g).

Namun tetap

menghindari jenis

makanan yang

mengandung natrium

tinggi.

Latihan fisik Tertutama olahraga

aerobic seperti jalan

cepat, berenang (minimal

30 menit)

4-9 mmHg

Menurunkan konsumsi

alcohol berlebih

Tidak lebih dari 2 gelas/

hari untuk pria dan tidak

lebih dari 1 gelas/hari

untuk wanita

2-4 mmHg

Stop merokok

Apabila dengan perubahan lifestyle tidak tercapai target tekanan darah yang

diinginkan (tekanan darah < 140/90 mmHg pada pasien tanpa riwayat diabetes/ penyakit

ginjal kronis dan tekanan darah <130/80 mmHg pada seseorang dengan diabetes/penyakit

ginjal kronis), maka selanjutnya kita mulai terapi inisial dengan obat anti hipertensi oral.

Untuk keperluan pengobatan, ada pengelompokkan pasien berdasarkan pertimbangan khusus

(special consederations) yaitu kelompok indikasi yang memaksa (compelling indications)

dan keadaan khusus lainnya (special situations).

Indikasi yang memaksa meliputi:

• Gagal jantung

• Pasca infark miokardium

• Risiko penyakit pembuluh darah koroner tinggi

• Diabetes melitus

• Penyakit ginjal kronis

• Pencegahan stroke berulang

Keadaan khusus lainnya meliputi:

Page 11: HIPERTENSI

  11  

• Populasi minoritas

• Obesitas dan sindrom metabolik

• Hipertrofi ventrikel kanan

• Penyakit arteri perifer

• Hipertensi pada usia lanjut

• Hipotensi postural

• Demensia

• Hipertensi pada perempuan

• Hipertesi pada anak dan dewasa muda

• Hipertensi urgensi dan emergensi

Pada pasien hipertensi tanpa kondisi medis yang memaksa, penatalaksanaan obat anti

hipertensi dibagi berdasarkan derajat tekanan darahnya. Pada hipertensi derajat 1 regimen

pengobatan dilakukan dengan menggunakan diuretik jenis Thiazid untuk sebagian besar

kasus, dan dapatt dipertimbangkan ACEI, ARB, BB, CCB, atau kombinasi. Sedangkan pada

hipertensi derajat 2 digunakan kombinasi 2 jenis obat untuk sebagian besar kasusnya,

umumnya diuretic jenis thiazid dan ACEI atau ARB atau CCB. Sedangkan pada pasien

dengan indikasi medis yang memaksa, obat yang diberikan adalah obat-obatan untuk indikasi

medis yang memaksa dan anti hipertensi lain (diuretika, ACEI, ARB, CCB)sesuai dengan

kebutuhan.(4)

Jenis-jenis obat antihipertensi untuk terapi farmakologis hipertensi yang dianjurkan

JNC 7 yaitu: (5)

• Diuretika terutama jenis Thiazide (Thiaz) atau Aldosterone Antagonist (Aldo Ant)

• Beta Blocker (BB)

• Calcium Channel Blocker atau Calcium Antagonist (CCB)

• Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACE-I)

• Angiotensin II Receptor Blocker atau AT1 Receptor Antagonist atau Blocker (ARB)

Masing-masing obat antihipertensi memiliki efektivitas dan keamanan dalam pengobatan

hipertensi tetapi pemilihan obat antihipertensi juga dipengaruhi beberapa faktor yaitu:

• Faktor sosio-ekonomi

Page 12: HIPERTENSI

  12  

• Profil faktor risiko kardiovaskuler

• Ada tidaknya kerusakan organ target

• Ada tidaknya penyakit penyerta

• Variasi individu dari respon pasien terhadap obat antihipertensi

• Kemungkinan adanya interaksi dengan obat yang digunakan pasien untuk penyakit lain

• Bukti ilmiah kemampuan obat antihipertensi yang akan digunakan dalam menurunkan

risiko kardiovaskuler

Untuk sebagian besar pasien hipertensi, terapi dimulai secara bertahap dan target

tekanan darah tinggi dicapai secara progresif dalam beberapa minggu. Dianjurkan untuk

menggunakan obat antihipertensi dengan masa kerja panjang atau yang memberikan efikasi

24 jam dengan pemberian sekali sehari. Pilihan memulai terapi dengan 1 jenis obat

antihipertensi atau dengan kombinasi tergantung tekanan darah awal dan ada tidaknya

komplikasi. Jika terapi dimulai dengan 1 jenis obat dalam dosis rendah dan kemudian

tekanan darah belum mencapai target, maka langkah selanjutnya adalah meningkatkan dosis

obat tersebut atau berpindah ke antihipertensi lain dengan dosis rendah. Efek samping

umumnya bisa dihindarkan dengan dosis rendah baik tunggal maupun kombinasi. Sebagian

besar pasien memerlukan kombinasi obat antihipertensi untuk mencapai target tekanan darah

tetapi terapi kombinasi dapat meningkatkan biaya pengobatan dan menurunkan kepatuhan

pasien karena jumlah obat yang semakin bertambah. (6)

Kombinasi yang telah terbukti efektif dan dapat ditoleransi pasien hipertensi adalah:

• CCB dan BB

• CCB dan ACEI atau ARB

• CCB dan diuretika

• AB dan BB

• Kadang diperlukan 3 atau 4 kombinasi obat

Page 13: HIPERTENSI

  13  

Gambar. Kemungkinan Kombinasi obat antihipertensi

Tatalaksana hipertensi menurut JNC 7 meliputi: Klasifikasi

Tekanan Darah

TDS (mmHg) TDD (mmHg) Perbaikan Pola

Hidup

Terapi Obat

Awal tanpa

Indikasi

Memaksa

Terapi Obat

Awal dengan

Indikasi

Memaksa

Normal < 120 dan < 80 Dianjurkan

Prehipertensi 120-139 atau 80-89 Ya Tidak indikasi

obat

Obat-obatan untuk

indikasi yang

memaksa

Hipertensi derajat

1

140-159 atau 9- 99 Ya Diuretika jenis

Thiazide untuk

sebagian besar

kasus, dapat

dipertimbangkan

ACE-I, ARB, BB,

CCB, atau

kombinasi

Obat-obatan untuk

indikasi yang

memaksa Obat

antihipertensi lain

(diuretika, ACE-I,

ARB, BB, CCB)

sesuai kebutuhan

Angiotensin  II  Receptor  Blocker  

Diuretika  

Calcium  Channel  Blocker  

Angiotensin  Converting  Enzyme  Inhibitor  

α  Blocker  

Β  Blocker  

Page 14: HIPERTENSI

  14  

Hipertensi derajat

2

≥ 160 atau ≥ 100 Ya Kombinasi 2 obat

untuk sebagian

besar kasus

umumnya

diuretika jenis

Thiazide dan

ACE-I atau ARB

atau BB atau CCB

Pasien yang telah mulai mendapakan pengobatan harus dilakukan evaluasi lanjutan dan

pengaturan dosis obat sampai target tekanan darah tercapai. Setelah tekanan darah stabil,

kunjungan berikutnya datang dengan interval 3-6 bulan, frekuensi kunjungan ini ditentukan

dengan adanya tidaknya komorbiditas seperti gagal jantung, diabetes dan kebutuhan akan

pemeriksaan laboratorium.

Pada beberapa pasien adakalanya terjadi hipertensi yang resisten. Apabila terjadi hal

demikian, perlu dipertimbangkan adanya kedaan sebagai berikut:

a. Pengukuran tekanan darah yang tidak benar

b. Dosis belum memadai

c. Ketidakpatuhan pasien dalam penggunaan obat anti hipertensi

d. Ketidakpatuhan pasien dalam memperbaiki pola hidup

• Asupan alcohol berlebih

• Kenaikan berat badan berlebih

e. Kelebihan volume cairan tubuh

• Asupan garam berlebih

• Terapi diuretika tidak cukup

• Pennurunan fungsi ginjal berjalan progresif

f. Adanya terapi lain

• Masih menggunakan bahan/obat yang dapat meningkatkan tekanan darah

• Adanya obat yang mempengaruhi atau berinteraksi dengan kerja obat anti

hipertensi.

g. Penyebab hipertensi lain/ sekunder

Adakalanya seorang dokter umum dianjurkan merujuk ke dokter spesialis/

subspesialis, yaitu pada kondisi:

Page 15: HIPERTENSI

  15  

• Jika dalam 6 bulan target pengobatan tidak tercapai

• Selain hipertensi ada kondisi lain seperti diabetes mellitus atau penyakit ginjal

(laju filtrate glomerulus mencapai <60 ml/men/1,73 m2 -> konsul penyakit dalam,

sedangkan untuk laju filtrate glomerulus mencapai < 30ml/men/1,73m3-> konsul

nefrologi).

Penatalaksanaan Hipertensi Pada Keadaan Khusus (7)

A. Kelainan jantung dan pembuluh darah :

Penyakit jantung dan pembuluh darah yang disertai hipertensi yang perlu

diperhatikan adalah penyakit jantung iskemik (angina pektoris, infark miokard), gagal

jantung dan penyakit pembuluh darah perifer.

a. Penyakit Jantung Iskemik :

Penyakit jantung iskemik merupakan “kerusakan organ target” yang paling sering

ditemukan pada pasien dengan hipertensi. Pada pasien hipertensi dengan angina

pektoris stabil obat pilihan pertama b bloker (BB) dan sebagai alternatif calcium

channel blocker (CCB). Pada pasien dengan sindroma koroner akut (angina pektoris

tidak stabil atau infark miokard), pengobatan hipertensi dimulai dengan BB dan

ACEI dan kemudian dapat ditambahkan antihipertensi lain bila diperlukan. Pada pasien

‘pasca infark miokard’, ACEI, BB dan antagonis aldosteron terbukti sangat

mengungtungkan tanpa melupakan penata laksanaan lipid profil yang intensif dan

penggunaanaspirin.

b. Gagal Jantung :

Gagal jantung dalam bentuk disfungsi ventrikel sistolik dan diastolik terutama

disebabkan oleh hipertensi dan penyakit jantung iskemik. Sehingga penatalaksanaan

hipertensi dan profil lipid yang agresif merupakan upaya pencegahan terjadinya gagal

jantung. Pada pasien asimtomatik dengan terbukti disfungsi ventrikel

rekomendasinya adalah ACEI dan BB . Pada pasien simtomatik dengan disfungsi

ventrikel tau penyakit jantung “end stage” direkoendasikan untuk menggunakan

ACEI, BB dan ARB bersama dengan pemberian diuretik “loop”.

Pada situasi seperti ini pengontrolan tekanan darah sangat penting untuk mencegah

terjadinya progresifitas menjadi disfungsi ventrikel kiri.

Page 16: HIPERTENSI

  16  

c. Hipertensi pada Pasien dengan Penyakit Arteri Perifer (PAP) :

REKOMENDASI :

KELAS I :

Pemberian antihipertensi pada PAP ekstremitas inferior dengan tujuan untuk mencapai

target tekanan darah < 140/90 mmHg (untuk non-diabetes) atau target tekanan darah <

130/80 mmHg(untuk diabetes). BB merupakan agen antihipertensi yang efektif dan

TIDAK merupakan kontraindikasi untuk pasien hipertensi dengan PAP.

KELAS IIa :

Penggunaan ACEI pada pasien simtomatik PAP ekstremitas bawah beralasan untuk

menurunkan kejadian kardiovaskular.

KELAS IIb :

Penggunaan ACEI pada pasien asimtomatik PAP ekstremitas bawah dapat

dipertimbangkan untuk menurunkan kejadian kardiovaskular.

Antihipertensi dapat menurunkan perfusi tungkai bawah dan berpotensi

mengeksaserbasi simtom klaudikasio ataupun iskemia tungkai kronis. Kemungkinan

tersebut harus diperhatikan saat memberikan antihipertensi. Namun sebagian besar

pasien dapat mentoleransi terapi antihipertensi tanpa memperburuk simtom PAP dan

penanggulangan sesuai pedoman diperlukan untuk tujuan menurunkan risiko kejadian

kardivaskular.

B. Penanggulangan Hipertensi dengan Gangguan Fungsi Ginjal

Bila ada gangguan fungsi ginjal, maka haruslah dipastikan dahulu apakah

hipertensi menimbulkan gangguan fungsi ginjal hipertensi lama, hipertensi primer)

ataupun gangguan/penyakit ginjalnya yang menimbulkan hipertensi.

Masalah ini lebih bersifat diagnostik, karena penanggulangan hipertensi pada umumnya

sama, kecuali pada hipertensi sekunder (renovaskular,hiperaldosteronism primer) dimana

penanggulangan hipertensi banyak dipengaruhi etiologi penyakit.

Page 17: HIPERTENSI

  17  

1. Hipertensi dengan gangguan fungsi ginjal :

- Pada keadaan ini penting diketahui derajat gangguan fungsi ginjal (CCT, creatinin)

dan derajat proteiuria.

- Pada CCT < 25 mL/men diuretik golongan thiazid(kecuali metolazon) tidak efektif.

- Pemakaian golongan ACEI/ARB perlu memperhatikan penurunan fungsi ginjal dan

kadar kalium.

-Pemakaian golongan BB dan CCB relatif aman.

2. Hipertensi akibat gangguan ginjal/adrenal:

- Pada gagal ginjal terjadi penumpukan garam yang membutuhkan penurunan asupan

garam/diuretik golongan furosemide/dialisis.

- Penyakit ginjal renovaskular baik stenosis arteri renalis maupun aterosklerosis renal

dapat ditanggulangi secara intervensi (stenting/operasi) ataupun medikal (pemakaian

ACEI dan ARB tidak dianjurkan bila diperlukan terapi obat.

Aldosteronism primer (baik karena adenoma maupun hiperplasia kelenjar adrenal)

dapat ditanggulangi secara medikal (dengan obat antialdosteron) ataupun intervensi.

Disamping hipertensi, derajad proteinuri ikut menentukan progresi fungsi

ginjal, sehingga proteinuri perlu ditanggulangi secara maksimal dengan pemberian

ACEI/ARB dan CCB golongan non dihidropiridin.

Pedoman Pengobatan Hipertensi dengan Gangguan Fungsi Ginjal :

1. Tekanan darah diturunkan sampai < 130/80 mmHg (untuk mencegah progresi

gangguan fungsi ginjal).

2. Bila ada proteinuria dipakai ACEI/ARB (sepanjang tak ada kontraindikasi).

3. Bila proteinuria > 1g/24 jam tekanan darah diusahakan lebih rendah (≤ 125/75

mmHg).

4. Perlu perhatian untuk perubahan fungsi ginjal pada pemakaian ACEI/ARB

(kreatinin tidak boleh naik > 20%) dan kadar kalium (hiperkalemia).

C. Penanggulangan Hipertensi pada Usia Lanjut

Page 18: HIPERTENSI

  18  

Hipertensi pada usia lanjut mempunyai prevalensi yang tinggi, pada usia diatas 65

tahun didapatkan antara 60-80%. Selain itu prevalensi gagal jantung dan stroke juga

tinggi, keduanya merupakan komplikasi hipertensi. Oleh karena itu, penanggulangan

hipertensi amat penting dalam mengurangi morbiditas dan mortalitas kardiovaskular pada

usia lanjut.

Sekitar 60% hipertensi pada usia lanjut adalah hipertensi sistolik terisolasi

(isolated systolic hypertension) dimana terdapat kenaikan tekanan darah sistolik disertai

penurunan tekanan darah diastolik. Selisih dari tekanan darah sistolik dan tekanan darah

diastolik disebut sebagai tekanan nadi (pulse pressure), terbukti sebagai prediktor

morbiditas dan mortalitas yang uruk. Peningkatan tekanan darah sistolik disebabkan

terutama oleh kekakuan arteri atau berkurangnya elastisitas aorta.

Penanggulangan hipertensi pada usia lanjut amat bermanfaat dan telah terbukti

dapat mengurangi kejadian komplikasi kardiovaskular. Pengobatan dimulai bila :

- TD sistolik ≥ 160 mmHg bila kondisi dan harapan hidup baik.

- TD sistolik ≥ 140 bila disertai DM atau merokok atau disertai faktor risiko lainnya.

Oleh karena pasien usia lanjut sudah mengalami penurunan fungsi organ, kekauan

arteri, penurunan fungsi baroreseptor dan respons simpatik, serta autoregulasi serebral,

pengobatan harus secara bertahap dan hati-hati (start slow, go slow) hindarkan emakaian

obat yang dapat menimbulkan hipotensi ortostatik.

Seperti halnya pada usia muda, penanggulangan hipertensi pada usia lanjut

dimulai dengan perubahan gaya hidup. Diet rendah garam, termasuk menghindari

makanan yang diawetkan dan penurunan berat pada obesitas, terbukti dapat

mengendalikan tekanan darah. Pemberian obat dilakukan apabila penurunan tidak

mencapai target. Kejadian komplikasi hipotensi ortostatik sering terjadi, sehingga

diperlukan anamnesis dan pemeriksaan mengenai kemungkinan adanya hal ini sebelum

obat ini.

Obat yang dipakai pada usia lanjut sama seperti yang dipergunakan pada usia

yang lebih muda. Untuk menghindari komplikasi pengobatan, maka dosis awal

dianjurkan separuh dosis biasa, kemudian dapat dinaikkan secara bertahap, sesuai dengan

respons pengobatan dengan mempertimbangkan kemungkian efek samping obat. Obat-

obat yang biasa dipakai meliputi diuretik (HCT) 12,5 mg, terbukti mencegah komplikasi

Page 19: HIPERTENSI

  19  

terjadinya penyakit jantung kongestif. Keuntungannya murah dan dapat mencegah

kehilangan kalsium tulang. Obat lain seperti golongan ACEI, CCB kerja panjang dan

obat-obat lainnya dapat dipergunakan. Kombinasi 2 atau lebih obat dianjurkan untuk

memperoleh efek pengobatan yang optimal.

Target pengobatan harus mempertimbangkan efek samping, terutama kejadian

hipotensi ortostatik. Umumnya tekanan darah sistolik diturunkan sampai < 140 mmHg.

Target untuk tekanan darah diastolik sekitar 85-90 mmHg. Pada hipertensi sistolik

penurunan sampai tekanan darah diastolik 65 mmHg atau kurang dapat mengakibatkan

peningkatan kejadian stroke. Oleh karena itu sebaiknya penurunan tekanan darah tidak

sampai 65 mmHg.

D. Penanggulangan HIpertensi pada Gangguan Neurologis

Oleh karena hipertensi merupakan faktor risiko utama maka penderita hipertensi

dapat dianggap sebagai “Stroke prone patient”. Pengendalian hipertensi sebagai faktor

risiko akan menurunkan kejadian stroke sebanyak 32%.

1. Hipertensi tanpa defisit neurologis :

Dapat dilakukan sesuai dengan konsensus InaSH.

Dilakukan deteksi gangguan organ-organ otak melalui berbagai kegiatan :

- Perlu perhatian khusus bila penderita hipertensi disertai dengan kesemutan

dimuka,sekeliling bibir, ujung-ujung jari dan vertigo, ada kecenderungan insufisiensi

basiler.

- Selain itu keluhan lain, seperti gangguan berbahasa, gangguan daya ingat dan

artikulasi perlu medapat perhatian lebih lanjut.

2. Hipertensi dengan tanda defisit neulorogi akut:

Penatalaksanaan hipertensi yang tepat pada stroke akut sangat

mempengaruhi morbiditas dan mortalitas stroke.

a. Stroke Iskemik akut:

• TIDAK direkomendasikan terapi hipertensi pada stroke iskemik akut kecuali

terdapat hipertensi berat dan menetap yaitu sistolik > 220 mmHg atau diastolik > 120

Page 20: HIPERTENSI

  20  

mmHg dengan tanda-tanda ensefalopati atau disertai kerusakan target organ lain.

• Obat-obat antihipertensi yang sudah dikonsumsi sebelum serangan stroke diteruskan

pada fase awal stroke, pemberian obat antihipertensi yang baru ditunda sampai dengan

7-10 hari pasca awal serangan stroke.

• Batas penurunan tekanan darah sebanyak-banyaknya 20-25% dari tekanan darah

arterial rerata(MAP=mean arterial pressure).(MAP=Tekanan diastolik + 1/3 selisih

tekanan sistolik – diastolik)

• Jika tekanan darah sistolik 180-220 mmHg dan/atau tekanan darah diastolik 105-120

mmHg, terapi darurat HARUS DITUNDA kecuali terdapat bukti perdarahan

intraserebral, gagal ventrikel jantung kiri, infark miokard akut, gagal ginjal akut,

edema paru, diseksi aorta, ensefalopati hipertensi. Jika peninggian tekanan darah itu

menetap pada 2 kali pengukuran selang waktu 60 menit, maka diberikan “Candesartan

Cilexetil”(Blopress) 4-16 mg oral selang 12 jam. Jika monoterapi oral tidak berhasil

atau jika obat tidak dapat diberikan per oral, maka diberikan obat intravena yang

tersedia.

• Batas penurunan tekanan darah sebanyak banyaknya sampai 20-25% dari tekanan

darah arterial rerata, dan tindakan selanjutnya ditentukan kasus per kasus.

b. Stroke hemoragik akut :

• Batas penurunan tekanan darah maksimal 20-25% dari tekanan darah semula.

• Pada penderita dengan riwayat hipertensi sasaran(TARGET) tekanan darah sistolik

160 mmHg dan diastolik 90 mmHg.

• Bila tekanan darah sistolik > 230 mmHg atau tekanan diastolik > 140 mmHg:

berikan “nicardipin”/”diltiazem”/”nimodipin” DRIP dan dititrasi dosisnya sampai

dengan tekanan darah sistolik 160 mmHg dan tekanan darah diastolik 90 mmHg (dosis

dan cara pemberian lihat tabel jenis-jenis obat untuk terapi emergensi).

• Peningkatan tekanan darah bisa disebabkan stres akibat stroke (efek cushing), akibat

kandung kencing yang penuh, respon fisiologis atau peningkatan tekanan intrakranial

dan harus dipastikan penyebabnya.

E. Penanggulangan Hipertensi pada Diabetes

Page 21: HIPERTENSI

  21  

Indikasi pengobatan :

Bila tekanan darah sistolik ≥ 130 mmHg dan /atau tekanan darah diastolik ≥ 180

mmHg.

• Sasaran (target penurunan) tekanan darah :

- Tekanan darah < 130/80 mmHg.

- Bila disertai proteinuria ≥ 1g/24 jam : ≤ 125/75 mmHg.

• Pengelolaan :

- Non Farmakologis :

Perubahan gaya hidup, antara lain : menurunkan berat badan, meningkatkan

aktifitas fisik, menghentikan merokok dan alkohol, serta mengurangi konsumsi

garam.

- Farmakologis :

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memilih obat antihipertensi :

ü Pengaruh terhadap profil lipid

ü Pengaruh terhadap metabolisme glukosa

ü Pengaruh terhadap resistensi insulin

ü Pengaruh terhadap huipoglikemia terselubung.

Obat anti hipertensi yang dapat dipergunakan :

*ACEI

*ARB

*Beta-bloker

* Diuretik dosis rendah

* Alfa bloker

* CCB golongan non-dihidropiridin.

Pada diabetisis dengan tekanan darah sistolik antara 130-139 mmHg atau tekanan

darah diastolik antara 80-89 mmHg diharuskan melakukan perubahan gaya hidup sampai

3 bulan. Bial gagal mencapai target dapat ditambahkan terapi farmakologis.

Page 22: HIPERTENSI

  22  

Diabetisis dengan tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg atau tekanan darah

diastolik > 90 mmHg, disamping perubahan gaya hidup, dapat diberikan terapi

farmakologis secara langsung.

Diberikan terapi kombinasi apabila target terapi tidak dapat dicapai dengan

monoterapi.

Catatan :

- ACEI,ARB, dan CCB golongan non-dihidropiridin dapat memperbaiki

mikroalbuminuria.

- ACEI dapat memperbaiki kinerja kardiovaskular.

- Diuretik (HCT) dosis rendah jangka panjang , TIDAK terbukti memperburuk toleransi

glukosa.

- Pengobatan hipertensi harus diteruskan walaupun sasaran sudah tercapai.

- Bila tekanan darah terkendali, setelah satu tahun dapat dicoba menurunkandosis secara

bertahap.

- Pada orang tua, tekanan darah diturunkan secara bertahap.

F. Penanggulangan Hipertensi pada Kehamilan

Tekanan darah > 160/100 mmHg HARUS diturunkan untuk melindungi ibu

terhadap risiko stroke atau untuk memungkinkan perpanjangan masa kehamilan, sehingga

memperbaiki kematangan fetus. Obat yang dapat diberikan ialah : METHYL DOPA dan

NIFEDIPINE.

Obat-obat YANG TIDAK BOLEH DIBERIKAN saat kehamilan adalah ACEI

(berkaitan dengan kemungkinan kelainan perkembangan fetus) dan ARB yang

kemungkinan mempunyai efek sama seperti penyekat ACEI. Diuretik juga TIDAK

digunakan mengingat efek pengurangan volume plasma yang dapat mengganggu

kesehatan janin . terapi definitif ialah MENGHENTIKAN KEHAMILAN atas indikasi

preeklampsia berat setelah usis kehamilan > 35 minggu.

Komplikasi

Adapun komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh hipertensi antara lain:

Page 23: HIPERTENSI

  23  

a. Otak : Stroke

b. Jantung : Aterosklerosis, penyakit jantung koroner, gagal jantung

c. Mata : Kebutaan (pecahnya pembuluh darah pada mata)

d. Paru-paru : Edema paru

e. Ginjal : Penyakit ginjal kronik

f. Sistemik :Penyakit arteri perifer atau penyakit oklusi arteri perifer

Prognosis

Hipertensi dapat dikendalikan dengan baik dengan pengobatan yang tepat. Terapi

dengan kombinasi perubahan gaya hidup dan obat-obatan antihipertensi biasanya dapat

menjaga tekanan darah pada tingkat yang tidak akan menyebabkan kerusakan pada jantung

atau organ lain. Kunci untuk menghindari komplikasi serius dari hipertensi adalah

mendeteksi dan mengobati sebelum kerusakan terjadi.

JNC 8

JNC 8 merupakan klasifikasi hipertensi terbaru dari Joint National Committee yang

berpusat di Amerika Serikat sejak desember 2013. JNC 8 telah merilis panduan baru pada

manajemen hipertensi orang dewasa terkait dengan penyakit kardiovaskuler : (8)

Para penulis membentuk sembilan rekomendasi yang dibahas secara rinci bersama

dengan bukti pendukung . Bukti diambil dari penelitian terkontrol secara acak dan

diklasifikasikan menjadi : (8)

A. rekomendasi kuat, dari evidence base terdapat banyak bukti penting yang menguntungkan

B. rekomendasi sedang, dari evidence base terdapat bukti yang menguntungkan

C. rekomendasi lemah, dari evidence base terdapat sedikit bukti yang menguntungkan

D. rekomendasi berlawanan, terbukti tidak menguntungkan dan merusak (harmful).

E. opini ahli

N. tidak direkomendasikan

Beberapa rekomendasi terbaru antara lain : (8)

1 . Pada pasien berusia ≥ 60 tahun , mulai pengobatan farmakologis pada tekanan darah sistolik ≥

150mmHg atau diastolik ≥ 90mmHg dengan target terapi untuk sistolik < 150mmHg dan

Page 24: HIPERTENSI

  24  

diastolik < 90mmHg . (Rekomendasi Kuat-grade A)

2 . Pada pasien berusia < 60 tahun , mulai pengobatan farmakologis pada tekanan darah diastolik

≥ 90mmHg dengan target < 90mmHg . ( Untuk usia 30-59 tahun , Rekomendasi kuat -Grade A;

Untuk usia 18-29 tahun , Opini Ahli - kelas E )

3 . Pada pasien berusia < 60 tahun , mulai pengobatan farmakologis pada tekanan darah sistolik ≥

140mmHg dengan target terapi < 140mmHg . ( Opini Ahli - kelas E )

4 . Pada pasien berusia ≥ 18 tahun dengan penyakit ginjal kronis , mulai pengobatan

farmakologis pada tekanan darah sistolik ≥ 140mmHg atau diastolik ≥ 90mmHg dengan target

terapi sistolik < 140mmHg dan diastolik < 90mmHg . ( Opini Ahli - kelas E )

5 . Pada pasien berusia ≥ 18 tahun dengan diabetes , mulai pengobatan farmakologis pada

tekanan darah sistolik ≥ 140mmHg atau diastolik BP ≥ 90mmHg dengan target terapi untuk

sistolik gol BP < 140mmHg dan diastolik gol BP < 90mmHg . ( Opini Ahli - kelas E )

6 . Pada populasi umum bukan kulit hitam, termasuk orang-orang dengan diabetes , pengobatan

antihipertensi awal harus mencakup diuretik tipe thiazide, CCB , ACE inhibitor atauARB (

Rekomendasi sedang-Grade B ) Rekomendasi ini berbeda dengan JNC 7 yang mana panel

merekomendasikan diuretik tipe thiazide sebagai terapi awal untuk sebagian besar pasien .

7 . Pada populasi umum kulit hitam , termasuk orang-orang dengan diabetes , pengobatan

antihipertensi awal harus mencakup diuretic tipe thiazide atau CCB . ( Untuk penduduk kulit

hitam umum : Rekomendasi Sedang - Grade B , untuk pasien hitam dengan diabetes :

Rekomendasi lemah-Grade C)

8 . Pada penduduk usia ≥ 18 tahun dengan penyakit ginjal kronis , pengobatan awal atau

tambahan antihipertensi harus mencakup ACE inhibitor atau ARB untuk meningkatkan outcome

ginjal . (Rekomendasi sedang -Grade B )

9 . Jika target tekanan darah tidak tercapai dalam waktu satu bulan pengobatan, tiingkatkan dosis

obat awal atau menambahkan obat kedua dari salah satu kelas dalam Rekomendasi 6 . Jika target

tekanan darah tidak dapat dicapai dengan dua obat , tambahkan dan titrasi obat ketiga dari daftar

yang tersedia. Jangan gunakan ACEI dan ARB bersama-sama pada pasien yang sama . Jika

target tekanan darah tidak dapat dicapai hanya dengan menggunakan obat-obatan dalam

Rekomendasi 6 karena kontraindikasi atau kebutuhan untuk menggunakan lebih dari 3 obat

untuk mencapai target tekanan darah, maka obat antihipertensi dari kelas lain dapat digunakan .

Page 25: HIPERTENSI

  25  

ALGORITMA TATAALAKSANA HIPERTENSI MENURUT JNC 8 (9)

Page 26: HIPERTENSI

  26  

PERBANDINGAN JNC 7 DAN JNC 8 (9)

1. Metodologi:

JNC 7 : Non sistematis literatur review oleh komite ahli termasuk berbagai desain studi.

Rekomendasi berdasarkan consensus

JNC 8 : Pertanyaan kritis dan kriteria ulasan didefinisikan oleh panel ahli dengan masukan dari

tim metodologi. Tinjauan sistematis awal oleh methodologists berbasis bukti Randomized

Clinical Trial (RCT). Peninjauan kembali dari bukti RCT dan rekomendasi oleh panelis menurut

standar protocol.

2. Definisi

JNC 7 : definisi hipertensi dan pre hipertensi

JNC 8 : Definisi hipertensi dan prehipertensi tidak difokuskan, tapi ambang batas pengobatan

farmakologis didefinisikan

3. Target terapi

JNC 7 : tujuan pengobatan yang ditetapkan untuk hipertensi tanpa komplikasi dan untuk subset

dengan berbagai kondisi komorbiditas (diabetes dan gagal ginjal kronis)

JNC 8 : Target perlakuan yang sama ditetapkan untuk semua populasi hipertensi kecuali bila

terdapat bukti yang mendukung target tekanan darah yang berbeda untuk subpopulasi tertentu

4. Rekomendasi gaya hidup

JNV 7 : Modifikasi gaya hidup direkomendasikan berdasarkan tinjauan pustaka dan pendapat

ahli

JNC 8 : Modifikasi gaya hidup yang direkomendasikan didukung Rekomendasi evidence based

dari Kelompok Kerja gaya hidup

5. Terapi obat

JNC 7 : 5 kelas antihipertensi dapat digunakan sebagai terapi awal, tetapi direkomendasikan

diuretik tipe thiazide sebagai terapi awal untuk sebagian besar pasien tanpa indikasi tertentu

untuk kelas antihipertensi yang lain. Ditentukan kelas obat antihipertensi tertentu untuk pasien

dengan indikasi antara lain diabetes, gagal ginjal kronis, gagal jantung, infark miokard, stroke,

dan kardiovaskuler risiko tinggi termasuk daftar tabel obat antihipertensi oral, nama dan rentang

dosis yang biasa digunakan.

JNC 8 : Direkomendasikan seleksi antara 4 kelas obat tertentu (ACEI atau ARB, CCB atau

Page 27: HIPERTENSI

  27  

diuretik) dan dosis berdasarkan bukti dari RCT. Direkomendasikan kelas obat tertentu

berdasarkan penelaahan bukti

untuk subkelompok ras, gagal ginjal kronis dan diabetes. Panelis membuat tabel obat dan dosis

yang digunakan berdasarkan hasil uji coba.

6. Batasan topik

JNC 7 : Ditujukan beberapa masalah (metode pengukuran tekanan darah, komponen evaluasi

pasien, hipertensi sekunder, kepatuhan rejimen, hipertensi resisten, dan hipertensi pada populasi

khusus) berdasarkan kajian literatur dan pendapat ahli

JNC 8 : Ulasan Bukti RCT terhadap sejumlah pertanyaan, yang dinilai oleh panelis untuk

menjadi prioritas tertinggi

7. Proses ulasan sebelum publikasi

JNC 7 : Diulas oleh National High Blood Pressure Education Program Coordinating Committee,

sebuah koalisi dari 39 profesional, masyarakat, dan organisasi sukarela utama dan 7 lembaga

federal

JNC 8 : Diulas oleh para ahli termasuk mereka yang berafiliasi dengan profesional dan organisasi

publik dan badan-badan federal, tidak satupun mendapat sponsor dari suatu organisasi.

Page 28: HIPERTENSI

  28  

BAB III

KESIMPULAN

Hipertensi atau tekanan darah tinggi diderita oleh hampir semua golongan masyarakat di

seluruh dunia. Batasan hipertensi ditetapkan dan dikenal dengan ketetapan JNC VII (The Seventh

Report of The Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of

Hight Blood Pressure). Menurut criteria JNC VII, pasien dengan hipertensi dibagi menjadi

normal, pre hipertensi, hipertensi derajat 1, dan hipertensi derajat 2.

Menurut perkiraan, sekitar 30% penduduk dunia tidak terdiagnosis adanya hipertensi

(underdiagnosed condition). Hal ini disebabkan tidak adanya gejala atau dengan gejala ringan

bagi mereka yang menderita hipertensi. Sedangkan, hipertensi ini sudah dipastikan dapat

merusak organ tubuh seperti jantung (70% penderita hipertensi akan merusak jantung), ginjal,

otak, mata, serta organ tubuh lainnya sehingga hipertensi disebut sebagai silent killer. Deteksi

dini penting dilakukan untuk mencegah timbulnya berbagai komplikasi. Apabila sudah di

diagnosis dengan hipertensi, seorang pasien harus diedukasi dengan baik mengenai pengaturan

pola hidup yang benar selain dari terapi dengan medikamentosa.

Page 29: HIPERTENSI

  29  

DAFTAR PUSTAKA

1. Ganong, W. F. (1998). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edisi 17. Jakarta : EGC

2. Dunitz, Martin. (2001). Treatment of Hypertension in General Practice. United

Kingdom: Blackwell Science Inc

3. Goodfriend, T. L. (1983). Hypertension Essentials. New York: Grune & Stratton Inc

4. Gray, et al. (2005). Lecture Notes Kardiologi edisi 4. Jakarta: Erlangga Medical Series

5. Kaplan, N. M. (2006). Kaplan’s Clinical Hypertension. Philadelphia: Lipincott Williams

& Wilkins.

6. Yogiantoro, M., 2006, Hipertensi Esensial, dalam: Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B.Alwi,

I., dkk, (eds): Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Edisi IV Jakarta: Pusat

Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakulta Kedokteran Universitas

Indonesia, pp: 1079-85.

7. The Seventh Repot of the Joint national Comitte on Prevention, detection, evaluation, and

Treatment of High Blood Pressure. 2004

8. James PA, Oparil S, Carter BL, Cushman WC, Himmelfarb CD, Handler J, et al. 2014

Evidence-Based Guideline for the Management of High Blood Pressure in Adults Report

From the Panel Members Appointed to the Eighth Joint National Committee (JNC 8)

[published online December 18, 2013]. Journal American Medical Association. 2013

[cited 2015 March 01].

9. Page MR. The JNC 8 Hypertension Guidelines: An In-Depth Guide [published online

January 21, 2014]. The American Journal of Managed Care. 2014 [cited 2015 March 01].

Available from www.ajmc.com.