hemato 1
DESCRIPTION
univTRANSCRIPT
SKENARIO 1 (SEMESTER 3)
LEKAS LELAH BILA BEKERJA
RAHAYU KARTIKA UTAMI (1102010226) B-13
1. ERITROPOIESIS
1.1 Definisi
Proses dimana eritrosit diproduksi (pembentukan sel darah merah).
1.2 Mekanisme (kadar normal)
Kadar normal hemoglobin
Kadar hemoglobin menggunakan satuan gram/dl. Yang artinya banyaknya gram
hemoglobin dalam 100 mililiter darah.
Nilai normal hemoglobin tergantung dari umur pasien :
1. Bayi baru lahir : 17-22 gram/dl
2. Umur 1 minggu : 15-20 gram/dl
3. Umur 1 bulan : 11-15 gram/dl
4. Anak anak : 11-13 gram/dl
5. Lelaki dewasa : 14-18 gram/dl
6. Perempuan dewasa : 12-16 gram/dl
7. Lelaki tua : 12.4-14.9 gram/dl
8. Perempuan tua : 11.7-13.8 gram/dl
Nilai diatas dapat berbeda pada masing masing laboratorium namun tidak akan terlalu
jauh dari nilai diatas. Ada pula laboratorium yang tidak membedakan antara lelaki atau
perempuan dewasa dengan lelaki atau perempuan tua.
Kadar hemoglobin dalam darah yang rendah dikenal dengan istilah anemia. Ada
banyak penyebab anemia diantaranya yang paling sering adalah perdarahan, kurang
gizi, gangguan sumsum tulang, pengobatan kemoterapi dan abnormalitas hemoglobin
bawaan.
1.3 Fungsi (fungsi Hb)
Hemoglobin ; mengandung bentuk Ferro. Fungsi Hemoglobin adalah mentranspor
CO2 dari jaringan ke paru-paru untuk diekskresikan ke dalam udara pernapasan dan
membawa O2 dari paru-paru ke sel-sel jaringan. Hemoglobin terdapat di dalam
erytrocyt.
1.4 Peran Zat Besi Terhadap Pembentukan Hb
METABOLISME BESI
Besi merupakan trace element vital yang sangat dibutuhkan oleh tubuh untuk
pembentukan hemoglobin, mioglobin dan berbagai enzim. Dalam berbagai jaringan
dalam tubuh, besi dapat berupa: senyawa besi fungsional, besi cadangan, dan besi
transport. Besi dalam tubuh tidak pernah terdapat dalam bentuk logam bebas, tetapi selalu
berikatan dengan protein tertentu. Dalam keadaan normal, seorang laki-laki dewasa
mempunyai kandungan besi 50 mg/kgBB, sedangkan perempuan dewasa adalah 35
mg/kgBB.
Besi dapat berfungsi sebagai donor elektron maupun akseptor. Jika besi terdapat
di dalam sel, maka dapat mengkatalisis reaksi H2O2 menjadi radikal bebas.
Distribusi besi dalam Tubuh pada laki-laki dengan berat 70 kg
Protein Lokasi Kandungan besi
(mg)
Hemoglobin Sel darah merah 3000
Mioglobin Otot 400
Sitokrom dan protein
Fe-S Seluruh jaringan 50
Transferin Plasma dan cairan
ekstravaskular 5
Ferritin dan
hemosiderin Hati, limpa, sumsum tulang 100-1000
Siklus Besi
Pertukaran besi dalam tubuh merupakan lingkaran tertutup yang diatur oleh
besarnya besi yang diserap usus, sedangkan kehilangan besi fisiologis bersifat tetap. Besi
yang diserap usus setiap hari berkisar antara 1-2 mg, ekskresi besi terjadi dalam jumlah
yang sama melalui deskuamasi sel epitel usus. Besi dari usus dalam bentuk transferin
akan bergabung dengan besi yang dimobilisasi dari makrofag dalam sumsum tulang
sebesar 22 mg untuk dapat memenuhi kebutuhan eritropoiesis sebanyak 24 mg per hari.
Eritrosit yang beredar secara efektif di sirkulasi membutuhkan 17 mg besi, sedangkan
besi sebesar 7 mg akan dikembalikan di makrofag karena terjadinya eritropoiesis non
efektif (hemolisis intramedular). Besi yang terdapat pada eritrosit yang beredar juga akan
dikembalikan ke makrofag setelah mengalami proses penuaan, yaitu sebesar 17 mg.
Absorpsi Besi
Tubuh mendapatkan masukan besi yang berasal dari makanan. Untuk memasukkan besi
dari usus ke dalam tubuh diperlukan proses absorpsi. Absorpsi besi paling banyak terjadi
pada bagian proksimal duodenum. Proses absorpsi besi dibagi menjadi 3 fase :
- Fase luminal besi pada makanan diolah di lambung lalu siap diserap di duodenum.
- Fase mukosal proses penyerapan dalam mukosa usus yang merupakan proses aktif.
- Fase korporeal meliputi proses transportasi besi dalam sirkulasi, utilisasi besi oleh
sel-sel yang memerlukan, dan penyimpanan besi oleh tubuh.
Pengaturannya sebagai berikut:
Protein DMT-1
(divalent metal transporter)
mengangkut besi melalui tepi
brush border mikrovilus
duodenum di apeks vilus.
Keluarnya besi dari sel diatur
oleh ferroportin. Protein
hemokromatosis HFE
diekspresikan pada
permukaan basolateral sel
kriptus dan berikatan dengan
reseptor transferin yang
merupakan tempat untuk
mengatur uptake besi ke
dalam sel dari darah porta. Pada keadaan normal besi dimasukkan ke dalam enterosit
kriptus dari transferin, dan pasokan besi yang cukup menghasilkan ekspresi DMT-1 dan
ferroportin yang fisiologis. Pada defisiensi besi, terjadi penurunan pengangkutan besi ke
enterosit yang menyebabkan peningkatan ekspresi DMT-1 dan mungkin juga ferroportin.
Akibatnya, absorpsi dan transfer besi ke plasma portal meningkat.
Besi dalam makanan terdapat dalam 2 bentuk, yaitu:
Besi heme: terdapat dalam daging dan ikan, tingkat absorpsi tinggi, bioavailabilitas
tinggi
Besi bon-heme: berasal dari tumbuh-tumbuhan, tingkat absorpsinya rendah,
bioavailabilitasnya rendah.
Yang menjadi bahan pemicu absorpsi besi adalah meat factors dan vitamin C, sedangkan
yang ternasuk bahan penghambat adalah tanah dan serat. Dalam lambung karena
pengaruh asam lambung, maka besi dilepaskan dari ikatannya dengan senyawa lain.
Kemudian terjadi reduksi dari besi bentuk feri yang siap diserap. Dengan demikian HCl
lambung meningkatkan penyerapan besi.
Cadangan besi ada dalam 2 bentuk, yaitu ferritin yang ada di seluruh jaringan, serta
hemosiderin yang hanya ada di sumsum tulang.
Hepsidin
Hepsidin merupakan pengatur besi dalam tubuh, di mana molekul ini akan meningkat
saat terjadi inflamasi melalui pelepasan IL-6 dari makrofag. Adanya hepsidin
menyebabkan menurunnya pelepasan besi dari makrofag. Hepsidin pada enterosit dapat
menghambat kerja ferroportin, sehingga absorbsi besi untuk dibawa ke hati berkurang.
Sintesis Hemoglobin
Fungsi utama eritrosit adalah membawa O2 ke jaringan dan mengembalikan
karbondioksida (CO2) dari jaringan ke paru. Untuk menjalankan fungsi ini, eritrosit
mengandung protein khusus,yaitu hemoglobin (Hb). Tiap eritrosit mengandung ±640 juta
molekul Hb. Hb A adalah Hb dominan pada orang dewasa setelah usia 3-6 bulan. HbA
terdiri atas 4 rantai polipeptida α2β2. Darah orang dewasa normal juga mengandung 2
hemoglobin lain dalam jumlah kecil, yaitu HbF dan HbA2. HbF mengandung rantai α dan
y, sedangkan HbA2 mengandung rantai α dan δ. Keduanya juga mempunyai rantai β.
Sintesis heme terutama terjadi di mitokondria melalui suatu rangkaian reaksi
biokimia yang bermula dengan kondensasi glisin dan suksinil koenzim A oleh kerja
enzim kunci yang bersifat membatasi kecepatan reaksi yaitu asam δ-aminolevulinat
(ALA) sintase. Piridoksal fosfat (vitamin B6) adalah suatu koenzin untuk reaksi ini, yang
dirangsang oleh eritropoietin. Akhirnya protoporfirin bergabung dengan besi dalam
bentuk fero (Fe2+
) untuk membentuk heme, masing-masing molekul heme bergabung
dnegan satu rantai globik yang dibuat pada poliribosom.
2. ANEMIA
2.1 Definisi
Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa eritrosit (red
cell mass) sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam
jumlah yang cukup ke jaringan perifer.
2.3 Klasifikasi ( Etiologi, Morfologi)
Anemia dapat diklasifikasikan berdasarkan morfologi dan etiologi. Klasifikasi
morfologi didasarkan pada ukuran dan kandungan hemoglobin.
. Etiologi Anemia
Anemia disebabkan oleh berbagai jenis penyakit, namun semua kerusakan tersebut secara signifikan akan mengurangi banyaknya oksigen yang tersedia untuk jaringan. Menurut Brunner dan Suddart (2001), beberapa penyebab anemia secara umum antara lain : a. Secara fisiologis anemia terjadi bila terdapat kekurangan jumlah hemoglobin untuk mengangkut oksigen ke jaringan. b. Akibat dari sel darah merah yang prematur atau penghancuran sel darah merah yang berlebihan. c. Produksi sel darah merah yang tidak mencukupi. d. Faktor lain meliputi kehilangan darah, kekurangan nutrisi, faktor keturunan, penyakit kronis dan kekurangan zat besi. 2.4 Manifestasi Klinis (Tanda dan Gejala Anemia) 1. Pusing 2. Mudah berkunang-kunang 3. Lesu 4. Aktivitas kurang 5. Rasa mengantuk 6. Susah konsentrasi 7. Cepat lelah 8. prestasi kerja fisik/pikiran menurun 9. Konjungtiva pucat 10. Telapak tangan pucat 11. Iritabilitas dan Anoreksia 12. Takikardia , murmur sistolik 13. Letargi, kebutuhan tidur meningkat 14. Purpura 15. Perdarahan Gejala khas masing-masing anemia: 1. Perdarahan berulang/kronik pada anemia pasca perdarahan, anemia defisioensi besi 2. Ikterus, urin berwarna kuning tua/coklat, perut mrongkol/makin buncit pada anemia hemolitik 3. Mudah infeksi pada anemia aplastik dan anemia karena keganasan.
PATOFISIOLOGI
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum atau
kehilangan sel darah merah secara berlebihan atau keduanya. Kegagalan
sumsum dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi tumor
atau kebanyakan akibat penyebab yang tidak diketahui. Sel darah merah dapat
hilang melalui perdarahan atau hemplisis (destruksi), hal ini dapat akibat defek
sel darah merah yang tidak sesuai dengan ketahanan sel darah merah yang
menyebabkan destruksi sel darah merah.
Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam sel fagositik
atau dalam system retikuloendotelial, terutama dalam hati dan limpa. Hasil
samping proses ini adalah bilirubin yang akan memasuki aliran darah. Setiap
kenaikan destruksi sel darah merah (hemolisis) segera direfleksikan dengan
peningkatan bilirubin plasma (konsentrasi normal ≤ 1 mg/dl, kadar diatas 1,5
mg/dl mengakibatkan ikterik pada sclera).
Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam sirkulasi,
(pada kelainan hemolitik) maka hemoglobin akan muncul dalam plasma
(hemoglobinemia). Apabila konsentrasi plasmanya melebihi kapasitas
haptoglobin plasma (protein pengikat untuk hemoglobin bebas) untuk mengikat
semuanya, hemoglobin akan berdifusi dalam glomerulus ginjal dan kedalam
urin (hemoglobinuria).
Kesimpulan mengenai apakah suatu anemia pada pasien disebabkan
oleh penghancuran sel darah merah atau produksi sel darah merah yang tidak
mencukupi biasanya dapat diperoleh dengan dasar:1. hitung retikulosit dalam
sirkulasi darah; 2. derajat proliferasi sel darah merah muda dalam sumsum
tulang dan cara pematangannya, seperti yang terlihat dalam biopsi; dan ada
tidaknya hiperbilirubinemia dan hemoglobinemia.
Anemia ↓
viskositas darah menurun ↓
resistensi aliran darah perifer ↓
penurunan transport O2 ke jaringan ↓
hipoksia, pucat, lemah ↓
beban jantung meningkat ↓
kerja jantung meningkat ↓
payah jantung
2.5 Diagnosis
2.6 Pemeriksaan Laboratorium
PEMERIKSAAN KHUSUS DAN PENUNJANG
a. Kadar porfirin eritrosit bebas ---- meningkat b. Konsentrasi besi serum ------- menurun c. Saturasi transferin ------ menurun d. Konsentrasi feritin serum ---- menurun e. Hemoglobin menurun f. Rasio hemoglobin porfirin eritrosit ---- lebih dari 2,8 ug/g adalah diagnostic untuk defisiensi besi g. Mean cospuscle volume ( MCV) dan mean cospuscle hemoglobin concentration ( MCHC ) ---- menurun menyebabkan anemia hipokrom mikrositik atau sel-sel darah merah yang kecil-kecil dan pucat. h. Selama pengobatan jumlah retikulosit ---- meningkat dalam 3 sampai 5 hari sesuadh dimulainya terapi besi mengindikasikan respons terapeutik yang positif. i. Dengan pengobatan, hemoglobin------- kembali normal dalam 4 sampai 8 minggu mengindikasikan tambahan besi dan nutrisi yang adekuat.
2.7 Penatalaksanaan (Farmako, Terapi)
Penatalaksanaan anemia ditujukan untuk mencari penyebab dan mengganti darah yang
hilang.
2.8 Prognosis
Hasil tergantung dari jenis anemianya
3. ANEMIA DEFISIENSI BESI
3.1 Definisi
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang disebabkan oleh kurangnya persediaan besi
untk eritropoiesis, karena cadangan besi kosong (depleted iron store) sehngga
pembentukan hemoglobin berkurang.
3.2 Epidemiologi
Anemia ini merupakan anemia yang paling sering dijumpai di negara berkembang.
Martoatmojo et al memperkirakan prevalensi ADB di Indonesia adalah 16-50% pada
laki-laki, 25-84% pada perempuan tidak hamil, dan 46-92% pada perempuan hamil.
Anemia ini merupakan bentuk anemia yang paling prevalens, termasuk anemia
defisiensi nutrisi. Pada anak-anak usia 1-2 tahun terjadi anemia bentuk ini hingga 47%.
Kriteria Anemia menurut WHO
Kelompok Kriteria Anemia (Hb)
Laki-laki dewasa < 14 g/dl
Wanita dewasa tidak hamil < 12 g/dl
Wanita hamil < 11 g/dl
Di Indonesia memakai kriteria Hb < 10 g/dl sebagai awal dari anemia.
Klasifikasi derajat defisiensi besi
Deplesi besi : cadangan besi menurun tetapi penyediaan besi untuk eritropoiesis
belum terganggu.
Eritropoiesis defisiensi besi: cadangan besi kosong, penyediaan besi untuk
eritopoiesis terganggu, tetapi belum timbul anemia secara laboratorik.
Anemia defisiensi besi: cadangan besi kosong disertai anemia defisiensi besi.
Etiologi
Keseimbangan besi negatif
Kehilangan besi sebagai akibat perdarahan menahun dapat berasal dari:
Saluran cerna: akibat dari tukak peptik, pemakaian salisilat atau NSAID, kanker
lambung, kanker kolon, divertikulosis, hemoroid, dan infeksi cacing tambang
Saluran genitalia perempuan: menorrhagia atau metrorhagia
Saluran kemih: hematuria
Saluran napas: hemoptoe
Gangguan absorpsi besi: gastrektomi, tropical sprue atau kolitis kronik.
Faktor nutrisi: kurangnya jumlah besi total dalam makanan atau kualitas besi yang
tidak baik (makanan banyak serat, rendah vitamin C, dan rendah daging)
Peningkatan kebutuhan
Kebutuhan besi meningkat: seperti pada prematuritas, anak dalam masa pertumbuhan,
masa menyusui, dan kehamilan
*Besi yang dibutuhkan laki-laki dewasa sekitar 5-10 mg/hari, sedangkan pada wanita
mencapai 7-20 mg/hari. Pada wanita hamil, kebutuhan dapat meningkat hingga 30
mg/hari.
3.4 Patogenesis
Anemia defisiensi besi melalui beberapa fase patologis yaitu:
Deplesi besi
Deplesi besi merupakan tahapan awal dari ADB. Berbagai proses patologis yang
menyebabkan kurangnya besi memacu tubuh untuk menyesuaikan diri yaitu dengan
meningkatkan absorbsi besi dari usus. Pada tahapan ini tanda yang ditemui adalah
penurunan ferritin serum dan besi dalam sumsum tulang berkurang.
Eritropoesis defisiensi besi
Kekurangan besi yang terus berlangsung menyebabkan besi untuk eritropoiesis berkurang
namun namun secara klinis anemia belum terjadi, kondisi ini dinamakan eritropoiesis
defisiensi besi. Tanda-tanda yang ditemui pada fase ini adalah peningkatan kadar
protoporhyrin dalam eritrosit, penurununan saturasi transferin, dan peningkatan Total
iron binding capacity (TIBC).
Anemia defisiensi besi
Jika jumlah besi terus menurun maka eritropoiesis akan terus terganggu dan kadar
hemoglobin mulai menurun sehingga terjadi anemia hipokromik mikrositik. Kondisi ini
sudah bisa dikategorikan sebagai anemia defisiensi besi
Anemia defisiensi besi memberikan dampak kesehatan yang cukup banyak kepada
seseorang misalnya gangguan sistem neuromuscular, gangguan kognitif, gangguan
imunitas, dan gangguan terhadap janin.
Pengaruh Defisiensi Besi Selain Anemia
Sistem nuromuskular yang menimbulkan gangguan kapasitas kerja: defisiensi besi
menimbulkan penurunan fungsi mioglobin, enzim sitokrom dan gliserofosfat
oksidase, menyebabkan gangguan glikolisis asam laktat menumpuk kelelahan
otot
Gangguan terhadap fungsi mental dan kecerdasan: gangguan pada enzim aldehid
oksidase serotonin menumpuk, enzim monoaminooksidase penumpukan
katekolamin dalam otak.
Gangguan imunitas dan ketahanan infeksi
Gangguan terhadap ibu hamil dan janin yang dikandungnya
3.5 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis anemia defisiensi besi dapat dikategorikan menjadi 2 yaitu gejala
langsung anemia (anemic syndrome) dan gejala khas defisiensi besi. Gejala yang
termasuk dalam anemic syndrome terjadi ketika kadar hemoglobin turun dibawah 7-8
mg/dL berupa lemah, cepat lelah, mata berkunang-kunang, dan telinga berdenging. Pada
pemeriksaan fisik dapat ditemukan konjungtiva pasien pucat. Gejala khas yang muncul
akibat defisiensi besi antara lain koilonychia (kuku sendok), atrofi papil lidah, cheilosis
(Stomatitis angularis), disfagia, atrofi mukosa gaster, dan Pica (Keinginan untuk
memakan tanah).
Selain gejala-gejala tersebut jika anemia disebabkan oleh penyakit tertentu maka gejala
penyakit yang mendasarinya juga akan muncul misalnya infeksi cacing tambang
menyebabkan gejala dyspepsia atau kanker kolon menyebabkan hematoskezia.
Gejala Umum
Gejala berupa badan lemah, lesu, cepat lelah, mata berkunang-kunang, serta
telinga mendenging. Pada anemia ini, penurunan kadar Hb terjadi secara perlahan-lahan.
Anemia bersifat simtomatik jika kadar Hb turun di bawah 7 g/dL. Pada pemeriksaan
fisik, pasien dijumpai pucat, terutama pada konjungtiva dan daerah bawah kuku.
Gejala Khas
Koilonychia: kuku sendok (spoon nail), kuku menjadi rapuh, bergaris-garis vertikal
dan menjadi cekung sehingga mirip sendok
Atrofi papil lidah: permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena papil lidah
menghilang
Stomatitis angularis: radang pada sudut mulut sehingga tampak sebagai bercak
berwarna pucat keputihan
Disfagia: nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring
Atrofi mukosa gaster sehingga menimbulkan akhloridia
Pica: keinginan memakan makanan yang tidak lazim, ex: tanah liat, es, lem, dll.
Gejala Penyakit Dasar
Pada anemia penyakit cacing tambang, dijumpai dyspepsia, parotis membengkak,
dan kulit telapak tangan berwarna kuning seperti jerami. Pada anemia karena perdarahan
kronik akibat kanker kolon dijumpai gejala gangguan kebiasaan buang air besar atau
gejala lain tergantung lokasi kanker tersebut.
3.6 Diagnosis
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan tanda vital untuk melihat kondisi umum yang
mungkin menjadi penyebab utama yang mempengaruhi kondisi pasien atau efek anemia
terhadap kondisi umum pasien. Pemeriksaan fisik ditujukan untuk menemukan berbagai
kondisi klinis manifestasi kekurangan besi dan sindroma anemic.
Pemeriksaan laboratorium
Jenis Pemeriksaan Nilai
Hemoglobin Kadar Hb biasanya menurun disbanding nilai normal
berdasarkan jenis kelamin pasien
MCV Menurun (anemia mikrositik)
MCH Menurun (anemia hipokrom)
Morfologi Terkadang dapat ditemukan ring cell atau pencil cell
Ferritin Ferritin mengikat Fe bebas dan berkamulasi dalam sistem RE
sehingga kadar Ferritin secara tidak langsung menggambarkan
konsentrasi kadar Fe. Standar kadar normal ferritin pada tiap
center kesehatan berbeda-beda. Kadar ferritin serum normal
tidak menyingkirkan kemungkinan defisiensi besi namun
kadar ferritin >100 mg/L memastikan tidak adanya anemia
defisiensi besi
TIBC Total Iron Binding Capacity biasanya akan meningkat >350
mg/L (normal: 300-360 mg/L )
Saturasi transferin Saturasi transferin bisanya menurun <18% (normal: 25-50%)
Pulasan sel
sumsum tulang
Dapat ditemukan hyperplasia normoblastik ringan sampai
sedang dengan normoblas kecil. Pulasan besi dapat
menunjukkan butir hemosiderin (cadangan besi) negatif. Sel-
sel sideroblas yang merupakan sel blas dengan granula ferritin
biasanya negatif. Kadar sideroblas ini adalah Gold standar
untuk menentukan anemia defisiensi besi, namun pemeriksaan
kadar ferritin lebih sering digunakan.
Pemeriksaan
penyait dasar
Berbagai kondisi yang mungkin menyebabkan anemia juga
diperiksa, misalnya pemeriksaan feces untuk menemukan
telur cacing tambang, pemeriksaan darah samar, endoskopi,
dan lainnya.
Kriteria diagnosis
Diagnosis anemia defisiensi besi meliputi bukti-bukti anemia, bukti defisiensi besi, dan
menentukan penyebabnya. Menentukan adanya anemia dapat dilakukan secara sederhana
dengan pemeriksaan hemoglobin. Untuk pemeriksaan yang lebih seksama bukti anemia
dan bukti defisiensi besi dapat dilakukan kriteria modifikasi Kerlin yaitu:
Kriteria
Utama
anemia mikrositik hipokromik pada hapusan darah tepi
MCV <80 fL dan MCHC <31%
Kriteria Tambahan
Parameter laboratorium khusus: Kadar Fe serum <50 mg/L, TIBC >350 mg/L,
saturasi transferin <15%*
Ferritin serum <20 mg/L
Pulasan sumsum tulang menunjukkan butir hemosiderin negatif
Dengan pemerian sulfas ferrosus 3 x 200 mg/hari atau preparat besi lain yang setara
selama 4 minggu tidak disertai dengan kenaikan kadar hemoglobin >2g/dL
*Dihitung 1 poin jika 2 dari 3 paramater lab tersebut positif
Anemia defisieni besi dapat ditegakkan dengan 1 kriteria utama ditambah 1 kriteria
tambahan tersebut.
Setelah diagnosis anemia defisiensi besi terpenuhi langkah berikutnya adalah
menentukan penyebab spesifiknya.
Diagnosis Diferensial
Diagnosis diferensial utama dari anemia defisiensi besi yang mikrostik hipokromik
adalah thallasaemia, penyakit inflamasi kronik, dan sindroma mielodisplastik. Perbedaan
dari kondisi-kondisi tersebut antara lain:
Parameter Anemia
defisiensi besi
Thallasaemia Inflamasi kronik Sindroma
mielodisplastik
Klinis Sindroma
anemia, tanda-
tanda defisiensi
besi
Sindroma
anemia,
hepatomegali,
overload besi
Sindroma anemia
jelas/tidak, gejala
sistemik lain
Sindroma anemia
Blood
smear
Micro/hypo Normal,
micro/hypo
Micro/hypo, target
cell
Micro/hypo
TIBC Meningkat Menurun Normal -
Ferritin Menurun Normal Normal Normal/meningkat
Transferin Menurun Normal Normal/Meningkat -
3.7 Pemeriksaan Laboratorium
Kelainan laboratorium yang dapat dijumpai adalah:
1 . K a d a r h e m o g l o b i n d a n i n d e k e r i t ro s i t :
• Anemia hipokrom mikrositer (penurunan MCV dan MCH)
• MCHC menurun pada anemia defisiensi besi yang lebih berat dan berlangsunglama
• B i l a p a d a S A D T t e r d a p a t a n i s o s i t o s i s , m e r u p a k a n t a n d a a w a l
t e r j a d i n y a defisiensi besi
Pada anemia hipokrom mikrositer yang ekstrim terdapat poikilositosis
(selcincin, sel pensil, sel target)
2.Konsentrasi besi serum menurun dan TIBC meningkat
TIBC menunjukkan tingkat kejenuhan apotransferin terhadap besi, sedangkan saturasi
transferin dihitung dari:
Konsentrasi besi serum memiliki siklus diurnal, yakni mencapai kadar puncak pada
pukul 8-10 pagi.
3 . P e n u r u n a n k a d a r f e r i t i n s e r u m
Feritin serum merupakan pemeriksaan laboratorium untuk diagnosis
anemiad e f i s i e n s i b e s i y a n g p a l i n g k u a t , c u k u p r e l i a b e l d a n
p r a k t i s . A n g k a s e r u m f e r i t i n y a n g n o r m a l b e l u m d a p a t
m e n y i n g k i r k a n d i a g n o s a d e f i s i e n s i b e s i , namun feritin serum >100 mg/dl
sudah dapat memastikan tidak ada defisiensi.
4 . P e n i n g k a t a n p ro t o p o r f i r i n e r i t r o s i t
Angka normalnya <30 mg/dl. Peningkatan protoporfirin bebas >100
mg/dlmenunjukkan adanya defisiensi besi.
5.Peningkatan reseptor transferin dalam serum (normal 4-9 µg/dl),
dipakai untuk membedakan anemia defisiensi besi dengan anemia pada penyakit
kronis.
6 . G a m b a r a n a p u s s u m s u m t u l a n g m e n u n j u k k a n j u m l a h
n o r m o b l a s b a s o f i l y a n g m e n i n g k a t , d i s e r t a i p e n u r u n a n
s t a d i u m b e r i k u t n y a . T e r d a p a t p u l a m i k r o n o r m o b l a s
( s i t o p l a s m a s e d i k i t d a n b e n t u k t i d a k t e r a t u r . P e n g e c a t a n s u m s u m
t u l a n g d e n g a n P r u s s i a n b l u e m e r u p a k a n g o l d s t a n d a r
d i a g n o s i s defisiensi besi yang akan memberikan hasil sideroblas negatif (normoblas
yangmengandung granula feritin pada sitoplasmanya, normal 40-60%).
7.Pemeriksaan mencari penyebab defisiensi
misalnya pemeriksaan feses, barium enema, colon in loop, dll.
RINGKASNYA :
Pemeriksaan Laboratorium
Kadar hemoglobin dan indeks eritrosit: MCV dan MCHC menurun, jika MCV < 70
fl, anisositosis (tanda awal defisiensi besi) peningkatannya ditandai oleh
peningkatan RDW (red cell distribution width). Hapusan darah tepi menunjukkan
anemia hipokromik mikrositer, anisosotosis, dan poikilositosis. Jika terjadi hipokrom
dan mikrositik ekstrim, sel tampak seperti cincin (ring cell), atau memanjang seprti
elips yang disebut sel pensil, dan kadang dijumpai sel target.
Leukosit dan trombosit normal. Trombosit dapat meningkat jika terjadi kehilangan
darah yang kontinyu
Eosinofilia pada infeksi cacing tambang
Retikulosit normal atau sedikit meningkat
Kadar besi serum menurun < 50 µg/dl, TIBC meningkat > 350µg/dl, dan saturasi
transferin < 15%.
Angka feritin serum < 20 mg/l
Protoforfirin bebas >100 mg/dl
Rasio reseptor transferin dengan log ferritin serum > 1,5
Pengecatan besi sumsum tulang negatif
Pemeriksaan lain untuk mengetahui penyebab anemia defisiensi besi pemeriksaan
feses untuk cacing tambang, pemeriksaan darah samar, endoskopi,dan pemeriksaan
lainnya.
3.8 Penatalaksanaan
Terapi
a. Terapi kausal: terapi terhadap penyebab perdarahan
b. Pemberian preparat besi untuk mengganti kekurangan besi dalam tubuh
Terapi Besi Oral
Preparat yang tersedia ferrous sulfat dengan dosis 3 x 200mg. Preparat lain yaitu:
ferrous gluconate, ferrous fumarat, ferrous lactate,dan ferrous succinate. Preparat oral
diberikan pada saat lambung kosong tetapi pada intoleransi dapat diberikan pada saat
makan atau setelah makan. Efek samping yang timbul yaitu gangguan gastrointestinal
seperti mual, muntah, serta konstipasi. Pengobatan dilakukan 3-6 bulan, bahkan bisa
sampai 12 bulan hingga kadar Hb normal untuk mengisi cadangan besi tubuh. Dosis
pemeliharaan 100-200 mg.
Terapi Besi Parenteral
Terapi parenteral dilakukan jika: terjadi intoleransi terhadap pemberian besi oral,
kepatuhan terhadap obat yang rendah, gangguan pencernaan yang kambuh apabila
diberikan besi, penyerapan besi terganggu, terjadi kehilangan darah banyak, kebutuhan
besi besar dalam waktu pendek, dan defisiensi besi fungsional relatif akibat pemberian
eritropoietin pada anemia gagal ginjal kronik atau anemia penyakit infeksi kronik.
Preparat yang tersedia yaitu iron dextran complex yang mengandung 50 mg
besi/ml, iron sorbitol citric acid, atau iron ferric gluconate dan iron sucrose. Besi
parenteral diberikan secara intramuskular atau intravena. Efek samping yang dapat timbul
yaitu reaksi anafilaksis (jarang), flebitis, sakit kepala, flushing, mual, muntah, nyeri
perut,dan sinkop.
Dosis yang diberikan yaitu (dalam mg) = (15-Hb sekarang) x BB x 2,4 +500 atau
100 mg
Pengobatan lainMakanan tinggi protein terutama dari hewan, vitamin C: 3 x 100
mg/hari, dan transfusi darah.
Respons terhadap terapi Seorang pasien memberikan respons baik jika retikulosit
naik pada minggu pertama, mencapai puncak pada hari ke-10 dan normal lagi setelah hari
ke 14, diikuti kenaikan Hb 0,15 g/hari atau 2 g/dl setelah 3-4 minggu. Hb menjadi normal
setelah 4-10 minggu. Lidah kembali normal dalam 3 bulan. Koilonychia hilang dalam 3-6
bulan.
3.9 Pencegahan
Pendidikan kesehatan
Fortifikasi baham makanan dengan besi (mencampurkan bahan makanan
dengan besi) / Penyuluhan gizi untuk mendorong konsumsi makanan yang
membantu absorbsi besi
Pemakaian jamban,pemakaian alas kerja
Pemberantasan infeksi cacing tambang sebagai sumber pendarahan kronik
paling sering dijumpi di daerah tropik
Suplementasi besi sebagai profilaksis pada segmen penduduk yang rentan
seperti ibu hamil dan anak balita
(Sudoyo, 2006)
3.10 Prognosis
Ketika penyebab merupakan sesuatu yang tidak berat, maka prognosisnya baik,
dapat dilakukan terapi pemberian besi secara berkelanjutan. Jika terapi dihentikan setelah
anemia membaik tetapi cadangan besi belum kembali maka dapat terjadi rekurensi
anemia. Untuk itulah, terapi harus dilakukan paling tidak 12 bulan agar tidak hanya
kebutuhan zat besi yang tercukupi, tetapi juga cadangan besinya terisi.
3.11 Diagnosis Banding
Diagnosis Banding
Anemia defisiensi
besi
Anemia akibat
penyakit kronik
Anemia
Sideroblastik
Derajat anemia Ringan-Berat Ringan Ringan-berat
MCV menurun Menurun/N Menurun/N
MCH Menurun Menurun/N Menurun/N
Besi serum Menurun<30 Menurun < 50 Normal/naik
TIBC Meningkat > 360 Menurun< 300 Normal/ menurun
Saturasi transferin Menurun < 15% Menurun/N 10-20% Meningkat > 20%
Besi sumsum tulang Negatif posotif Positif dengan ring
sideroblast
Protoporfirin
eritrosit
Meningkat Meningkat Normal
Feritin serum Menurun < 20µg/l Normal 20-200µg/l Meningkat >50µg/l
Elektroforesis Hb N N N