gerd

40
GASTROENTEROLOGI Rasa terbakar di Dada & Regurgitasi dengan Rasa Pahit Caroline* (kelompok C2) 12 Mei 2012 *Mahasiswa Semester Empat Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna Utara no. 6, Jakarta Barat No. Telp : (021)56942061 Pendahuluan Keluhan pada pasien gastrointestinal (GI) dapat berkaitan dengan gangguan lokal/intra lumen saluran cerna (misalnya ada ulkus duodeni, gastritis, dan sebagainya) atau dapat pula disebabkan oleh penyakit sistemik (misalnya Diabetes mellitus, Angina pectoris).Diperlukan anamnesis yang teliti, akurat, dan bertahap untuk memformulasikan gangguan yang terjadi sehingga bila dikombinasikan dengan hasil pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk menegakan diagnosis. Terdapat beberapa gejala/ keluhan yang karakteristik untuk penyakit GI yang dikemukakan oleh pasien dan perlu diperoleh persepsi yang sama oleh dokter yang memeriksanya. Untuk itu diperlukan teknik anamnesis yang baik. 1 1

Upload: nanda-cendikia

Post on 27-Oct-2015

41 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

GASTROENTEROLOGI

Rasa terbakar di Dada & Regurgitasi dengan Rasa Pahit

Caroline* (kelompok C2)

12 Mei 2012

*Mahasiswa Semester Empat Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Arjuna Utara no. 6, Jakarta Barat

No. Telp : (021)56942061

Pendahuluan

Keluhan pada pasien gastrointestinal (GI) dapat berkaitan dengan gangguan

lokal/intra lumen saluran cerna (misalnya ada ulkus duodeni, gastritis, dan sebagainya)

atau dapat pula disebabkan oleh penyakit sistemik (misalnya Diabetes mellitus, Angina

pectoris).Diperlukan anamnesis yang teliti, akurat, dan bertahap untuk memformulasikan

gangguan yang terjadi sehingga bila dikombinasikan dengan hasil pemeriksaan penunjang

yang diperlukan untuk menegakan diagnosis. Terdapat beberapa gejala/ keluhan yang

karakteristik untuk penyakit GI yang dikemukakan oleh pasien dan perlu diperoleh persepsi

yang sama oleh dokter yang memeriksanya. Untuk itu diperlukan teknik anamnesis yang

baik.1

Sakit perut yang dikeluhkan oleh pasien harus dijabarkan dan diinterpretasikan

dengan baik agar diperoleh data apakah sakit perut tersebut merupakan nyeri epigastrik,

kolik bilier, kolik usus, atau suatu nyeri akibat rangsang peritoneal.Tidak jarang pula suatu

keluhan tertentu diekspresikan secara berbeda-beda, terutama dalam istilah, tergantung

pada latar belakang pendidikan, sosial, budaya pasien.1

Dalam makalah ini akan diajukan pembahasan mengenai suatu kasus

Gastrointestinal, yaitu dengan diagnosis kerja Gastroesofageal Reflux (GERD), dengan

diagnosis bandingnya,Gastroenteritis, Gastropati, Tukak Gaster, Tukak Duodenum,

Pankreatitis akut, Angina pektoris.

1

Ananmnesis

Sistematika Data Anamnesis

Identitas Pasien

Identitas pasien meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku agama, status perkawinan,

pekerjaan, dan alamat rumah. Dari data identitas pasien, kita juga mendapatkan

kesan mengenai keadaan sosial, ekonomi, budaya, dan lingkungan. Dengan informasi

tersebut, kita dapat merencanakan pengelolaan pasien, baik untuk diagnostik

maupun pengobatan yang lebih cepat, optimal dan sesuai dengan kondisi pasien.2

Keluhan utama

Keluhan terpenting yang membawa pasien minta pertolongan dokter. Keluhan

utama biasanya dituliskan secara singkat beserta lamanya, seperti menuliskan judul

berita utama suatu surat kabar. Misalnya, Rasa terbakar didaerah dada sejak 4 bulan

lalu.2

Contoh pertanyaanya :

- Apa yang anda rasakan / keluhkan ?

- Mulai kapan hal itu anda rasakan?

Riwayat penyakit sekarang (RPS)

Riwayat penyakit sekarang (RPS) adalah riwayat mengenai pasien saat ini, yang

dimulai dari akhir masa sehat.Riwaya penyakit sekarang ditulis secara kronologis

sesuai urutan waktu, dicatat perkembangan danperjalanan penyakitnya.Jangan

lupa dicatat deskripsi atau analisis terhadapa setiap keluhan atau gejala

penting.Perkembangan penyakit yang dicatat juga termasuk riwayat pengobatan

perawatan untuk penyakit sekarang ini. Tuliskan hanya data yang positif, dan

sebaiknya dengan kata – kata pasien sendiri.2

Contoh pertanyaan untuk mendapatkan saat-saat dimulai riwayat penyakit

sekarang :

- Kapan penyakit anda dimulai ?

- Sudah berapa lama?

- Bagaimana rasa nyerinya?

- Timbul gejala/keluhan secara berangsur atau mendadak?

- Dari keluhan petama sampai sekarang, bertambah baik apa buruk?

- Apakah ada factor pencetus ?( kaitannya dengan aktivitas sehari-hari), hal yang

dilakukan pasien untuk mengurangi keluhan, gejala yang menyertai,

berhubungan, atau ada gejala tambahan.

- Bila ‘nyeri’ merupakan gejala penting, tentukan pula

- Lokasi dan penjalarannya, sifat nyeri, dan derajat / berat ringanya.

Riwayat penyakit dahulu

Penyakit –penyakit yang pernah diderita pasien beserta waktunya dicatat dan

dinyatakan pula apakah pasien pernah mengalami kecelakaan atau operasi,

maupun keadaan alergi.2

Beberapa contoh pertanyaan riwayat penyakit dahulu :

- Pernahkah anda menderita penyakit berat dalam hidup anda ?

- Pernahkah anda mengalami masalah emosional?

- Pernahkah anda mengalami pembedahan?

- Apakah ada obat-obatan yang pernah menyebabkan gangguan pada anda?

Riwayat Keluarga

Anggota keluarga meliputi, kakek-nenek, ayah-ibu, saudara laki=laki, saudara

perempuan dan anak-anak pasien. Tanyakan tentang umur dan keadaan kesehatan

masing-masing anggota keluarga bila asih hidup atau umur waktu meninggal dan

sebabnya. Cari hal-hal yang berhubungan dengan peran herediter atau kontak

diantara anggota keluarga yang dekat .bila mengenai penyakit herditer (misalnya

diabetes mellitus), buatlah gambar diagram untuk mencari anggota-anggota

keluarga yang memiliki penyakit yang sama.2

Riwayat Pribad, Sosial, Ekonomi dan Budaya

Riwayat sosial mencakup keterangan pendidikan, pekerjaan ( macamnya, jam kerja,

pengaruh lingkungan kerja dll. Tanggungan makanan(teratur atau tidak, banyaknya,

variasi, berapa kali makan perhari, komposisi makanan sehari-hari, pengunyahan,

nafsu makan dan pencernaan, Kebiasaan merokok, teh, kopi, alcohol, jamu, obat,

atau narkoba, aktivitas diluar pekerjaan (olahraga, hobi, organisasi, dll).2

Pertanyaan Penutup

3

Pertanyaan seperti dibawah ini sebaiknya diajukan pada pasien untuk menjajaki atau

menduga seberapa jauh pemahaman pasien mengenai masalah medis atau

penyakitnya, serta mungkin ada hal-hal yang belum jelas maupun yang merisaukan

pasien.2

- Apakah yang anda rasakan saat ini?

- Menurut anda, apakah yang salah atau tidak normal pada diri anda?

- Apakah ada pertanyaan yang ingin nda tanyakan?

Pemeriksaan Fisik Abdomen

Instrumen yang dipergunakan untuk pemeriksaan abdomen adalah tangan yang

hangat dan diafragma steotoskop yang hangat. Penerangan yang baik dan pemaparan

dinding abdomen yang lengkap akan mempermudah inspeksi. Pemeriksaan abdomen mulai

dengan inspeksi, diikuti auskultasi, kemudian perkusi, dan akhirnya palpasi.3

Inspeksi

Inspeksi abdomen meliputi kontur umum, pergerakan dan tentu kulitnya.Pemeriksa

harus memperhatikan apakah abdomen menonjol, yaitu penonjolan di luar dari tinggi

petunjuk-petunjuk penting tulang, mendatar atau skafoid, misalnya cekung, dibawah

penonjolan spina iliaka anterior, superior.Umbilikus dinilai untuk melihat penonjolan atau

indentasi.Kulit abdomen harus diinspeksi untuk melihat jaringan parut pembedahan atau

trauma dan tanda-tanda kulit seperti perubahan warna, lesi lokal, dan pola vena.Pada orang

kurus, dapat dilihat hantaran pulsasi aorta pada epigastrium atau periumbilikalis.Amati

pergerakan persitaltik dan naik turunya dinding abdomen pada waktu pernapasan.3

Auskultasi

Auskultasi dengan diafragma steotoskop merupakan langkah kedua pada

pemeriksaan abdomen. Perhatikan bahwa urutan pemeriksaan disini berbeda dengan

bagian tubuh lain dimana auskultasi mendahului palpasi. Diafragma diletakan dengan

kontak penuh pada kulit abdomen.Bising pertama yang dinilai adalah gas usus dan dapat

dinilai pada setiap kuadran.Tekan diafragma terhadap kulit dan dengar bunyi gemuruh

intermitten pada aktivitas usus normal.Dengan meletakan diafragma pada epigastrium

(garis tengah tepat di bagian bawah dari xyfoideus) maka hantaran bunyi jantung sering

dapat terdengar, kadang-kadang lebih baik dari pada perikordium, terutama bila sebagian

paru emfisema ditutupi jantung dan mengurangi hantaran bunyi. Dengan diafragma tepat di

atas umbilikus dan ditekan dalam, maka bunyi sistolik dapat terdengar pada aorta

abdominalis.3

Perkusi

Setelah inspeksi dan auskultasi abdomen, dilakukan perkusi. Pada pasien

asmtomatik, perkusi digunakan terutama untuk mengetahui batas organ padat (hati dan

limpa) atau cairan di dalam organ berongga (kandung kemih).3

Palpasi

Palpasi abdomen mulai dengan sentuhan ringan, tetapi merupakan suatu sentuhan

yang cukup kuat untuk mengatasi sensitivitas kulit .dengan menggunakan permukaan

telapak dari jari-jari tangan pada satu atau kedua tangan, pemeriksa memulai dari satu

kuadran ke kuadran lain, dengan menekan kearah dalam tidak lebih dari 1 cm sambil menilai

nyeri tekan, massa kutan atau subkutan. Dan sensitivitas yang tidak lazim.Setelah setiap

kuadran dilakukan palpasi dengan ringan, di mulai palpasi dalam.Jika pasien

memperlihatkan keprihatinan atau menjadi tegang pada palpasi ringan, kadang-kadang

bermanfaat untuk menyuruh memfleksikan pinggulnya dan lutut untuk merelaksasikan otot-

otot abdomen. Untuk memonitor respon palpasi abdomen, pemeriksa harus mengamati

wajah pasien secara terus-,emerus selama pemeriksaan. Banyak pasien tidak

memperlihatkan ekspresi secara verbal tetapi menunjukan rasa tidak enak dengan

perubahan wajah. Telah diperhatikan bahwa respons tidak lazim terhadap rasa nyeri palpasi

meliputi terbukanya mata dengan lebar yang memperlihatkan keprihatinan.3

Jika pasien menunjukan keluhan abdomen sewaktu dilakukan anamnesis, maka

palpasi dimulai dari tempat yang jauh dari keluhan, meninggalkan palpasi dalam pada

tempat yang bersangkutan untuk pemeriksaan yang terkahir. Ingatkan pasien bahwa anda

akan merasakan dalamnya abdomen, dan suruh ia memberitahukan bilamana ada rasa

tidak enak.3

Setiap kuadran dinilai akan adanya nyeri tekan dan setiap massa atau organ yang

membesar. Pasien mungkin mengalami rasa rasa tidak enak pada palpasi dalam pada

5

epigastrium dan kuadran kiri bawah. Tetapi biasanya tidak timbul nyeri yang tajam atau

terlokalisir dengan manuver ini.3

Organ-organ spesifik yang harus dicari pada palpasi meliputi hati, limpa, batas-batas

aorta abdominalis, dan pada beberapa pasien, kutub bawah ginjal kanan.3

Diagnosis Kerja ( Working Diagnose )

Refluks Gastroesofageal

Penyakit refluks gastroesofageal (Gastrooesophageal reflux disease / GERD) adalah

suatu keadaan patologis sebagai akibat keterlibatan esofagus, faring, laring dan saluran

nafas.Telah diketahui bahwa refluks kandungan lambung ke esofagus dapat menimbulkan

berbagai gejala di esofagus dapat menimbulkan berbagai gejala di esofagus maupun ekstra

esofagus, dapat menyebabkan komplikasi yang berat seperti striktur, Barret’s esophagus

bahkan adenokarsinoma di kardia dan esofagus. Banyak ahli yang menggunakan esophagitis

refluks, yang merupakan keadaan terbanyak dari penyakit refluks gastroesofageal.4

Epidemiologi

Keadaan ini umum ditemukan pada populasi di Negara-negara Barat, namun

dilaporkan relatif rendah insidennya di Negara-negara Asia-Afrika. Di Amerika dilaporkan

bahwa satu dari lima orang dewasa gejala refluks (Heartburn dan/atau regurgitasi) sekali

dalam seminggu serta ;ebih dari 40 % mengalami gejala tersebut sekali dalam sebulan.

Prevalensi esophagitis di Amerika Serikat mendekati 7 % sementara di Negara-negara non-

Western prevalensinya lebih rendah (1,5 % di China dan 2,7 % di Korea)

Di Indonesia belum ada data epidemiologi mengenai penyakit ini namun di Divisi

Gastroenterologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI-RSUPN Cipto Mangunkusomo

Jakarta didapatkan kasus esophagitis sebanyak 22,8 % dari semua pasien yang menjalani

pemeriksaan endoskopi atas indikasi dyspepsia.

Tingginya gejala refluks pada populasi di Negara – Negara Barat diduga disebabkan

karena factor diet dan meningktanya obesitas.4

Etiologi dan Patogenesis

Penyakit refluks gastroesofageal bersifat multifactorial. Esofagitis dapat terjadi

sebagai akibat dari refluks apabila :

1. Terjadi kontak dalam waktu yang cukup lama antara bahan refluksat dengan mukosa

esofagus

2. Terjadi penurunan resistensi jaringan mukosa esofagus, walaupun waktu kontak

antara bahan refluksat dengan esofagus tidak cukup lama.

Esofagus dang aster dipisahkan oleh suatu zona tekanan tinggi (high pressure zone )

yang dihasilkan oleh kontraksi lower oesophageal sphincter (LES).Pada individu

normal, pemisahan ini akan dipertahankan, kecuali pada saat terjadinya aliran

antegrad yang terjadi pada saat menelan, atau aliran retrograd yang terjadi pada

saat sendawa atau muntah. Aliran balik dari Gaster ke Esofagus melalui LES hanya

terjadi apabila tonus LES tidak ada atau sangat rendah (<3mmHg).4

Refluks gastroesofageal pada pasien GERD terjadi melalui 3 mekanisme :

1. Refluks spontan pada saat relaksasi LES yang tidak adekuat

2. Aliran retrograd yang mendahului kembalinya tonus LES setelah menelan

3. Meningkatnya tekanan intra abdomen

Dengan demikian dapat diterangkan bahwa pathogenesis terjadinya GERD

menyangkut keseimbangan antara factor defensive dari esofagus dan factor ofensif dari

bahan refluksat. Yang termasuk factor defensive esofagus adalah :

Pemisahan anti-refluks. Pemeran terbesar anti-refluks adalah tonus LES.

Menurunya tonus LES dapat menyebabkan timbulnya refluks retrograde pada saat

terjadinya peningkatan tekanan intra abdomen.

Sebagian besar pasien GERD ternyata mempunyai tonus LES yang normal. Factor –

faktor yang dapat menurunkan tonus LES :

1. Hiatus Hernia

2. Panjang LES (Makin pendek LES, makin rendah tonusnya)

3. Obat-obatan seperti anti-kolinergik, beta adrenergik, teofilin, opiat dan lain-lain.

4. Faktor hormonal. Selama kehamilan peningkatan kadar progresteron dapat

menurunkan tonus LES.

7

Namun dengan berkembangnya teknik pemeriksaan manometri, tampak bahwa

pada kasus-kasus GERD dengan tonus LES yang normal yang berperan dalam

terjadinya proses refluks ini adalah transient LES relaxation (TLESR) yaitu relaksasi

LES yang bersifat spontan dan berlangsung lebih kurang 5 detik tanpa didahului

proses menelan. Belum diketahui bagaimana terjadinya TLESR ini. Pada beberapa

individu diketahui ada hubungannya dengan pengosongan lambung lambat ( delayed

gastric emptying ) dan dilatasi lambung. 4

Peranan Hiatus Hernia pada pathogenesis terjadinya GERD masih

kontroversial banyak pasien GERD yang pada pemeriksaan endoskopi ditemukan

Hiatus Hernia, namun hanya sedikit yang memperlihatkan gejala GERD yang

signifikan. Hiatus Hernia dapat memperpanjang waktu yang dibutuhkan untuk

bersihan asam dari esofagus serta menurunkan LES.4

Bersihan asam lumen esofagus.4

Faktor-faktor yang berperan pada bersihan asam dari esofagus adalah gravitasi,

peristaltic, eksresi air liur dan bikarbonat.4

Setelah terjadi refluks sebagian besar bahan refluksat akan kembali ke lambung dengan

dorongan peristaltic yang dirangsang oleh proses menelan. Sisanya dinetralisir oleh

bikarbonat yang di sekresi oleh kelenjar saliva dan kelenjar esofagus.4

Mekanisme bersihan ini sangat penting, karena makin lama kontak antara bahan

refluksat dengan esofagus (waktu transit esofagus) makin besar kemungkinan terjadinya

esophagitis pada sebagian pasien GERD ternyata memiliki waktu transit esofagus yang

normal sehingga kelainan yang timbul disebabkan karena peristaltic esofagus yang minimal.4

Refluks malam hari (Nocturnal reflux ) lebih besar berpotensi menimbulkan

kerusakan esofagus karena selama tidur sebagian besar mekanisme bersihan esofagus tidak

aktif.4

Ketahanan Epitelial Esofagus4

Berbeda dengan lambung dan duodenum, esofagus tidak memiliki lapisan mucus

yang melindungi mukosa esofagus.4

Mekanisme ketahanan epitelial esofagus terdiri dari :

- Membran sel

- Batas intraselular ( intracellular junction) yang membatasi difusi H+ ke jaringan

esofagus.

- Aliran esofagus yang mensuplai nutrient, oksigen dan bikarbonat, serta

mengeluarkan ion H+ dan C02.

- Sel-sel esofagus mempunyai kemampuan untuk mentranspor ion H+ dan CL-

intra selular dengan Na+ dan bikarbonat ekstraselular.

Nikotin dapat menghambat transport ion Na+ melalui epitel esofagus, sedangkan

alcohol dan aspirin meningkatkan permeabilitas epitel terhadap ion H+. Yang

dimaksud dengan faktor ofensif adalah potensi daya rusak refluksat. Kandungan

lambung yang menambah potensi daya rusak refluksat terdiri dari HCl, Pepsin,

Garam empedu, enzim Pankreas.4

Faktor ofensif dari bahan refluksat bergantung pada bahan yang dikandungnya.

Derajat kerusakan mukosa Esofagus makin meningkat pada p H <2 , atau adanya

pepsin atau garam empedu. Namun dari kesemuanya itu yang memiliki potensi daya

rusak paling tinggi adalah asam.4

Faktor-faktor lain yang turut berperan dalam timbulnya gejala GERD adalah

kelainan di lambung yang meningkatkan terjadinya refluks fisiologis, antara lain :

dilatasi lambung atau obstruksi gastric outlet dan delayed gastric emptying.4

Peran infeksi Helicobacter pylori dalam pathogenesis GERD relatif kecil dan

kurang didukung oleh data yang ada. Namun demikian ada hubungan terbalik antara

infeksi H. pylori dengan strain yang virulens (Cag A positif) dengan kejadian

esophagitis, Barret’s esophagus dan adenokarsinoma esofagus. Pengaruh dari infeksi

H.pylori terhadap GERD merupakan konsekuensi logis dari Gastritis serta

pengaruhnya terhadap sekresi asam lambung.Pengaruh eradikasi infeksi H.pylori

sangat tergantung kepada distribusi dan lokasi gastritis.Pada pasien-pasien yang

tidak mengeluh gejala refluks pra infeksi H. pylori dengan predominan antral

gastritis, pengaruh eradikasi H. pylori dapat menekan munculnya gejala

9

GERD.Sementara itu pada pasien-pasien yang tidak mengeluh gejala pra infeksi

H.pylori dengan corpus predominant gastritis, pengaruh eradiksi H. pylori dapat

meningkatkan sekresi asam lambung serta memunculkan gejala GERD.Pada pasien-

pasien dengan gejala GERD pra infeksi H.pylori dengan antral predominan gastritis,

erdikasi H.pylori dapat memperbaiki keluhan GERD serta menekan sekresi asam

lambung.Sememtara itu pada pasien-pasien dengan gejala GERD pra infeksi H. pylori

dengan corpus predominant gastritis eradikasi H.pylori dapat memperburuk keluhan

GERD serta meningkatkan sekresi asam lambung.Pengobatan PPI jangka panjang

pada pasien-pasien dengan infeksi H.pylori dapat mempercepat terjadinya Gastritis

atrofi. Oleh sebab itu, pemeriksaan serta eradikasi H.pylori dianjurkan pada pasien

GERD sebelum pengobatan PPI jangka panjang.4

Walaupun belum jelas benar, akhir-akhir ini telah diketahui bahwa non-acid

reflux turut berperan dalam pathogenesis timbulnya gejala GERD. Yang di maksud

dengan non – acid reflux antara lain bahan refluksat yang tidak bersifat asam atau

refluks gas. Dalam keadaan ini timbulnya gejala GERD diduga karena

Hipersensitivitas visceral.4

Manifestasi Klinik

Gejala klinik yang khas dari GERD adalah nyeri / rasa tida enak di epigastrium dalam

retrosternal bagian bawah.Rasa nyeri biasanya di deskripsikan sebagai rasa

terbakar (heartburn), kadang-kadang bercampur dengan gejala

disfagia(kesulitan menelan makan ), mual atau regurgitasi dan rasa pahit

dilidah. Walau demikian derajat berat ringannya keluhan heartburn ternyata tidak

berkorelasi dengan temuan endosopi.Kadang-kadang timbul rasa tidak enak retrosternal

yang mirip dengan keluhan pada serangan angina pectoris.Disfagia yang timbul pada saat

makan makanan pada mungkin terjadi karena striktur atau keganasan yang berkembang

dari Barret’s oesophagus. Odinofagia (rasa sakit pada waktu menelan makan) bisa timbul

jika sudah terjadi ulcerasi esofagus yang berat.4

GERD dapat juga menimbulkan manfestasi gejala ekstra esofageal yang atipik dan

sangat bervariasi mulai dari nyeri dan non kardiak (non cardic chest pain) / NCCP ), suara

serak, laryngitis, batuk karena aspirasi sampai timbulnya bronkiektasis atau asam.4

Dilain pihak, beberapa penyakit paru dapat menjadi faktor predisposisi untuk

timbulnya GERD karena timbulnya perubahan anatomis didaerah gasroesofageal high

pressure zone akibat penggunaan obat-obatan yang menurunkan tonus LES ( misalnya

Teofilin).4

Gejala GERD biasanya berjalan perlahan –lahan, sangat jarang terjadi episode akut

atau keadaan yang bersifat mengancam nyawa. Oleh sebab itu, umunya pasien dengan

GERD memerlukan penatalaksanakan secara medik.4

Diagnosis

Disamping anamnesis dan pemeriksaan fisik yang seksama, beberapa pemeriksaan

penunjang dapat dilakukan untuk menegakan diagnosis GERD, yaitu :

Endoskopi saluran cerna bagian atas. Pemeriksaan endoskopi saluran cerna bagian atas

merupakam standard baku untuk diagnosis GERD dengan ditemukannya mucosal break di

esofagus (Esofagagitis refluks). Dengan melakukan pemeriksaan endoskopi dapat di nilai

perubahan makrsokopik dari mukosa esofagus, serta dapat menyingkirkan keadaan

patologis lain yang dapat menimbulkan gejala GERD. Jika tidak ditemukan mucosal break

pada pemeriksaan endoskopi saluran cerna bagian atas pada pasien dengan gejala khas

GERD, keadaan ini disebut sebagai non erosive reflux disease (NERD).4

Derajat Kerusakan Gambaran Endoskopi

A Erosi Kecil-kecil pada mukosa esofagus

dengan diameter <5 mm.

B Erosi pada mukosa/ lipatan mukosa dengan

diameter lebih besar 5 mm tanpa saling

berhubungan

C Lesi yang konfluens tetapi tidak mengenai /

mengelilingi seluruh lumen.

11

D Lesi mukosa esofagus yang bersifat

sirkumferensial ( mengelilingi seluruh lumen

esofagus)

Tabel 1.Klasifikasi Los Angeles 4

Di temukannya kelainan esophagitis pada pemeriksaan endoskopi yang dipastikan

dengan pemeriksaan histopatologi (Biopsi) dapat mengkonfirmasikan bahwa gejala

heartburn/ regurgitasi tersebut disebabkan oleh GERD.4

Pemeriksaan Histopatologi juga dapat memastikan adanya Barret’s oesophagus,

dysplasia atau keganasan.Tidak ada bukti yang mendukung perlunya pemeriksaan

histopatologi/ biopsy pada NERD.4

Terdapat beberapa klasifikasi kelainan esophagitis pada pemeriksaan endoskopi dari

pasien GERD antara lain klasifikasi Los Angeles dan klasifikasi Savarry Miller endoskopi,

pemeriksaan ini kurang peka dan sering kali tidak menunjukan kelainan, terutama pada

kasus esophagitis ringan. Pada keadaan yang lebih berat, gambar radiologi dapat berupa

penebalan dinding dan lipatan mukosa, ulcus atau penyempitan lumen. Walaupun

pemeriksaan ini sangat tidak sensitive untuk diagnosis GERD, namun pada keadaan tertentu

pemeriksaan ini mempunyai nilai lebih dari endoskopi, yaitu pada :

1. Stenosis esofagus derajat ringan akibat esophagitis peptik dengan gejala disfagia.

2. Hiatus Hernia.

Pemantauan p H 24 jam.Episode refluks gastroesofageal menimbulkan asidifikasi

bagian distal esofagus. Episode ini dapat di monitor dan di rekam dengan menempatkan

mikroelektroda p H pada bagian distal esofagus. Pengukuran pada esofagus bagian

distal dapat memastikan ada tindakan refluks gastroesofageal.p H di bawah 4 pada jarak

5 cm diatas LES dianggap diagnostik untuk refluks gastroesofageal.4

Tes Bernstein.

Tes ini mengukur sensitivitas mukosa dengan memasang selang transnasal dan

melakukan perfusi bagian distal esofagus dengan HCl 0,1 M dalam waktu kurang dari 1

jam. Test ini bersifat pelengkap terhadap monitoring p H 24 jam pada pasien-pasien

dengan gejala yang tidak khas. Bila larutan ini menimbulkan rasa nyeri dada seperti yang

biasanya dialami pasien, sedangkan larutan Nacl tidak menimbulkan rasa nyeri, maka

test ini dianggap positif. Test Bernstein yang negatif tidak menyingkirkan adanya nyeri

yang berasal dari esofagus.4

Manometri esofagus.

Test Manometri akan memberi manfaat yang berarti jika pada pasien-pasien dengan

gejala nyeri epigastrium dan regurgutasi yang nyata didapatkan esofagografi barium

dan endoskopi yang normal. 4

Sintigrafi Gastroesofageal

Pemeriksaan ini menggunakan cairan atau campuran makanan cairan dan padat

yang dilabel dengan radioisotope yang tidak diabsorbsi, biasanya technetium .

Selanjutnya sebuah penghitung gamma (gamma counter) external akan memontir

transit dari cairan / makanan yang dilabel tersebut. Sensitivitas dan spesifisitas test

masih diragukan.4

Tes Penghambat Pompa Proton ( Proton Pump Inhibitor / PPI test / (tes

supresi asam) acid suppression test )

Pada dasarnya tes ini merupakan terapi empirik untuk menilai gejala GERD dengan

memberikan PPI dosis tinggi selama 1 – 2 minggu sambil melihat respons yang

terjadi.Tes ini terutama dilakukan jika tidak tersedia modalitas diagnostic seperti

endoskopi p H metri dll.Test ini dianggap + jika terdapat perbaikan dari 50 % - 75 %

gejala yang terjadi. Dewasa ini terapi empirik/ PPI Test merupakan salah satu langkah

yang dianjurkan dalam algoritme tata laksana GERD pada pelayanan kesehatan lini

pertama untuk pasien-pasien yang tidak disertai dengan gejala alarm ( yang dimaksud

gejala alarm adalah : berat badan turun, anemia, hematemesis/ melena, disfagia,

odinofagia, riwayat keluarga dengan kanker esofagus/lambung) dan umur > 40 tahun.4

13

Penata Laksanaan

Walaupun keadaan ini jarang sebagai penyebab kematian, mengingat kemungkinan

timbulnya komplikasi jangka panjang berupa ulserasi, striktur esofagus ataupun

esofagus Barrett yang merupakan keadaan premaligna, maka seyogyanya penyakit ini

mendapat penatalaksanaan yang adekuat.

Pada prinsipnya, penatalaksanaan GERD terdiri dari modifikasi gaya hidup, terapi

medika mentosa, terapi bedah, serta akhir-akhir ini mulai dilakukan terapi endoskopik. 4

Targer penatalaksanaan GERD :

a. Menyembuhkan lesi esofagus

b. Menghilangkan gejala / keluhan

c. Mencegah kekambuhan

d. Memperbaiki kualitas hidup

e. Mencegah timbulnya komplikasi

Modifikasi Gaya Hidup

Modifikasi gaya hidup merupakan salah satu bagian dari penatalaksanaan GERD,

namun bukan merupakan pengobatan primer. Walaupun belum ada studi yang dapat

memperlihatkan kemaknaanya, namun pada dasarnya usaha ini bertujuan untuk

mengurangi frekuensi refluks serta mencegah kekambuhan.4

Hal-hal yang perlu di lakukan dalam modifikasi gaya hidup adalah sebagai berikut :

1. Meninggikan posisi kepala pada saat tidur, serta menghindari makan sebelum

tidur dengan tujuan meningkatkan bersihan asam selama tidur serta mencegah

refluks asam dari lambung ke esofagus ;

Gambar 1.Posisi Duduk Pasien GERD.4

2. Berhenti merokok dan mengkonsumsi alcohol, karena keduanya dapat

menurunkan tonus LES sehingga secara langsung mempengaruhi sel-sel epitel ;

3. Mengurangi konsumsi lemak serta mengurangi jumlah makanan yang di makan

karena keduanya dapat menimbulkan distensi lambung ;

4. Menurunkan berat badan pada pasien kegemukan, serta menghindari pakaian

ketat sehingga mengurangi tekanan intra abdomen ;

5. Menghindari makanan / minuman seperti cokelat, teh, peppermint, kopi dan

minuman bersoda karena dapat menstimulasi sekresi asam ;

6. Jika memungkinkan menghindari obat-obatan yang dapat menurunkan tonus LES

seperti anti kolinergik, teofilin, Diazepam, Opiat, Antagonis Kalsium, Agonis beta

adrenergic, progesteron.

Terapi Medika Mentosa

Terdapat berbagai tahap perkembangan terapi medika mentosa pada

penatalaksanaan GERD ini dimulai dengan dasar pola pikir bahwa sampai saat ini GERD

merupakan termasuk dalam katagori gangguan motilitas saluran cerna bagian atas. Namun

dalam perkembangannya sampai saat ini terbukti bahwa terapi supresi asam lebih efektif

daripada pemberian obat-obatan prokinetik untuk memperbaiki gangguan motilitas.4

Terdapat dua alur pendekatan terapi medika mentosa, yaitu step up dan step down.

Pada pendekatan step up pengobatan di mulai dengan obat yang tergolong kurang kuat

dalam menekan sekresi asam ( Antagonis reseptor H2) atau golongan prokinetik, bila gagal

diberikan obat golongan penekan sekresi asam yang lebih kuat dengan masa terapi lebih

lama ( Penghambat Pompa Proton / PPI ). Sedangkan pada pendekatan step down,

pengobatan di mulai dengan PPI dan setelah berhasil dapat dilanjutkan dengan terapi

15

pemeliharaan dengan menggunakan dosis yang lebih rendah atau antagonis reseptor H2

atau prokinetik atau bahkan antasid.4

Dari berbagai studi dilaporkan bahwa pendekatan terapi step down ternyata lebih

ekonomis ( Dalam segi biaya yang di keluarkan pasien ) dibandingkan dengan pendekatan

terapi step up. 4

Menurut Genval statement( 1999 ) serta konsesus Asia Pasifik tentang penata

laksanaan GERD (2003) telah dipastikan bahwa terapi lini pertama untuk GERD adalah

golongan PPI dan digunakan pendekatan terapi step down.4

Pada umunya studi pengobatan memperlihatkan hasil tingkat kesembuhan diatas 80%

dalam waktu 6-8 minggu. Untuk selanjutnya dapat diteruskan dengan terapi pemeliharaan

(Maintance theraphy) atau bahkan terapi “ bila perlu” ( On Demand Theraphy ) yaitu

pemberian obat-obatan selama beberapa hari sampai dua minggu jika ada kekambuhan

sampai gejala hilang.4

Pada berbagai penelitian terbukti bahwa respons perbaikan gejala menadakan

adanya respons perbaikan lesi organiknya ( Perbaikan Esofagitisnya ). Hal ini tampaknya

lebih praktis bagi pasien dan cukup efektif dalam mengatasi gejala pada tata laksana GERD.4

Berikut ini obat – obatan yang dapat digunakan dalam terapi medika mentosa GERD :

1. Antasid

Golongan obat ini cukup efektif dan aman dalam menghilangkan gejala GERD

tetapi tidak menyembuhkan Lesi Esofagitis.

Selain buffer terhadap HCl, obat ini dapat memperkuat tekanan spinchter

esofagus bagian bawah.

Kelemahan golongan obat ini adalah, rasanya kurang menyenangkan, dapat

menimbulkan diare terutama yang mengandung magnesium serta konstipasi

terutama antasid yang mengandung Alumunium, penggunaanya sangat

terbatas pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal.Dosis : 4 x 1 sendok

makan.

2. Antagonis reseptor H2

Yang termasuk golongan obat ini adalah Simetidin, Ranitidin, Famotidin, dan

Nizatidin.Sebagai penekan sekresi asam, golongan obat ini efektif dalam

pengobatan penyakit refluks gastroesofageal jika diberikan dosis 2 kali lebih

tinggi dan dosis untuk terapi ulkus.

Golongan obat ini hanya efektif pada pengobatan esophagitis derajat ringan

sampai sedang, serta tanpa komplikasi.

Dosis pemberian :

- Simetidin : 2 x 800 mg atau 4 x 400 mg

- Ranitidin : 4 x 150 mg

- Famotidin : 2 x 20 mg

- Nizatidin : 2 x 150 mg

3. Obat-obatan Prokinetik

Secara teoritis obat ini paling sesuai untuk pengobatan GERD karena penyakit

ini dianggap lebih condong ke arah gangguan motilitas.Namun pada

prakteknya, pengobatan GERD sangat bergantung kepada penekanan sekresi

asam.

- Metoklopramid

Obat ini bekerja sebagai antagonis reseptor dopamin.Efektivitasnya rendah

dalam mengurangi gejala serta tidak berperan dalam penyembuhan lesi di

esofagus kecuali dalam kombinasi dalam antagonis reseptor H2 atau

penghambat pompa proton.Karena melalui sawar darah otak, maka dapat

tumbuh efek terhadap susunan saraf pusat berupa mengantuk, pusing, agitasi,

tremor dan dyskinesia.

Dosis : 3 x 10 mg

Domperidon :

- Golongan obat ini adalah antagonis reseptor dopamin dengan efek samping yang

lebih jarang disbanding dengan metoklopramid karena tidak melalui sawar darah

otak. Walaupun efektifitasnya dalam mengurangi keluhan dan penyembuhan lesi

esofageal belum banyak di laporkan, golongan obat ini diketahui dapat

meningkatkan tonus LES serta mempercepat pengosongan lambung. Dosis : 3 x

10 – 20 mg sehari.

17

- Cisapride :

Sebagai suatu anatagonis reseptor 5 HT-4,obat ini dapat mempercepat

pengosongan lambung serta dapat meningkatkan tekanan tonus LES.

Efektivitasnya dalam menghilangkan gejala serta penyembuhan lesi esofagus

lebih baik disbanding domperidon.

Dosis 3 X 10 mg sehari.

4. Sucralfat (Alumunium hidroksida + Sukrosa oktasulfat)

Berbeda dengan antasid dan penekanan sekresi asam, obat ini tidak memiliki

efek langsung terhadap asam lambung. Obat ini bekerja dengan

carameningkatkan pertahanan mukosa esogfagus, sebagai buffer terhadap

HCl di Esofagus serta dapat mengikat pepsin dan garam empedu. Golongan

obat ini cukup aman diberikan karena bekerja secara topical ( sitoproteksi ).

Dosis : 4 X 1 g.

5. Penghambat Pompa Proton ( Proton Pump Inhibitor / PPI ).

Golongan ini merupakan drug of choice dalam pengobatan GERD. Golongan

obat-obatan ini bekerja langsung pada pompa proton sel parietal dengan

mempengaruhi enzim H,K, ATP-ase yang di anggap sebagai tahap akhir proses

pembentukan asam lambung. Obat-obatan sangat efektif dalam

menghilangkan keluhan serta penyembuhan les esofagus, bahkan pada

esophagitis errosiva derajat berat serta yang refrakter dengan golongan

antagonist reseptor H2. Dosis yang diberikan untuk GERD adalah dosis penuh

yaitu,

- Omeprazol : 2 x 20 mg

- Lansoprazol : 2 x 30 mg

- Pantoprazol : 2 x 40 mg

- Reberprazol : 2 x 10 mg

- Esomeprazol : 2 x 40 mg

Umumnya pengobatan diberikan selama 6 – 8 minggu ( terapi inisial ) yang

dapat di lanjutkan dengan dosis pemeliharaan ( maintance theraphy ) selama

4 bulan atau on deman theraphy, tergantung dari derajar esofagitisnya.

Efekifitas golongan obat ini semakin bertambah jika dikombinasi golongan

prokinetik.

Untuk pengobat NERD dberikan dosis standard, yaitu :

a. Omeprazole : 1 x 20 mg

b. Lansoprazole : 1 x 30 mg

c. Pantoprazole : 1 x 40 mg

d. Rebeprazole : 1 x 40 mg

e. Esomeprazole : 1 x 40 mg

Umumnya pengobatan diberikan selama minimal 4 minggu, dilanjutkan

dengan on demand theraphy.

6. Terapi terhadap komplikasi

Komplikasi yang paling sering terjadi adalah Striktur dan pendarahan. Sebagai

dampak adanya rangsangan kronik asam lambung terhadap mukosa esofagus, dapat

terjadi perubahan mukosa esofagus dari skuamosa menjadi epitel kolumnar yang

metaplastik. Keadaan ini disebut sebagai esofagus Barret ( Barret’s oesophagus ) dan

merupakan suatu keadaan premaligna. Resiko terjadinya karsinoma pada Barret’s

Oesophagus adalah sampai 30 – 40 kali disbanding populasi normal.

7. Striktur esofagus

Jika pasien mengeluh disfagia dengan diameter striktur kurang dari 13 mm, dapat

dilakukan dilatasi busi ( Hurst Bougie, Maloney bougie, Savary bougie, Pneumatic

bougie). Jika dilatasi Bougie gagal dapat dilakukan operasi.

8. Esofagus Barret

Esofagus Barret dapat diobati secara medika mentosa.Berikut ini adalah algoritma

penatalaksanaan Barret’s oesophagus pada pasien GERD.

- Terapi bedah

- Beberapa keadaan menyebabkan gagalnya terapi medika mentosa, yaitu satu

diagonosis tidak benar.

19

- Pasien GERD sering disertai gejala-gejala lain seperti rasa kembung, cepat

kenyanya dan mual-mual yang sering tidak memberikan respon dengan

pengobatan PPI serta menutupi perbaikan gejala refluksnya.

- Pada beberapa pasien diperlukan waktu yang lebih lama untuk menyembuhkan

esofagitisnya.

- Kadang – kadang beberapa kasus Barret’s oesophagus tidak memberikan respon

terhadap PPI begitu pula halnya dengan adenokarsinoma.

- Terjadi Striktur.

- Terdapat statis lambung dan disfungsi LES.

Terapi bedah merupakan terapi alternatif yang penting jika terapi medika

mentosa gagal, atau pada pasien GERD dengan striktur berulang.Umumnya

perbedaan yang dilakukan adalah fundoplikasi.

Terapi Endoskopi

Walaupun laporannya masih terbatas serta masih dalam konteks penelitian, akhir –

akhir ini mulai dikembangkan pilihan terapi endoskopi pada pasien GERD, yaitu

- Penggunaan energy radio frekuensi

- Pliaksi gastrik edoluminal

- Implantasi endoskopi, yaitu dengan menyuntikan zat implandi bahwa mukosa

esofagus bagian distal, sehingga lumen esofagus bagian distal menjadi lebih kecil.

DISPEPSIA5

Dispepsia merupakan istilah yang digunakan untuk suatu sindrom atau kumpulan

gejala / keluhan yang terdiri dari nyeri atau rasa tidak nayamn di ulu hati, kembung, mual,

muntah, sendawa, rasa cepat kenyang, perut rasa penuh/ begah.Keluhan ini tidak perlu

selalu semua ada pada tiap pasien, dan bahkan pada satu pasien pun keluhan dapat

berganti atau bervariasi baik dari segi jenis keluhan maupun kualitasnya.Terdapat berbagai

definisi tentang dyspepsia. Salah satunya yang dapat dipakai adalah dyspepsia refers to pain

or discomfort centered in the upper abdomen. Definisi ini berdasarkan kriteria Roma II tahun

1992-2000.Jadi, dyspepsia bukanlah suatu penyakit tetapi merupakan suatu sindrom yang

harus di cari penyebabnya.5

Etiologi Dispepsia

Gangguan atau penyakit dalam lumen saluran cerna: tukak gaster / duodenum,

gastritis, tumor, infeksi Helicobacter pylori.

Obat-obatan : anti inflamasi non steroid (OAINS) , aspirin, beberapa jenis antibiotic,

digitalis, teofilin dsb.

Penyakit pada hati, pancreas, system Bilier, hepatitis, pankreatitis, kolesistitis kronik.

Penyakit sistemik : Diabetes Melitus, penyakit Tiroid, Penyakit jantung Koroner.

Bersifat fungsional: yaitu dyspepsia yang terdapat pada kasus yang tidak terbukti

adanya kelainan / gangguan organic / structural biokimia. Tipe ini dikenal sebagai

dyspepsia fungsional atau dyspepsia non ulkus.5

Pendekatan Diagnostik

Anamnesis yang akurat untuk memperoleh gambaran keluhan yang terjadi,

karateristik keterkaitan dengan penyakit tertentu, keluhan bersifat lokal atau

manifestasi gangguan sistemik. Harus terjadi persepsi yang sama untuk

menginterpretasikan keluhan tersebut antara dokter dan pasien yang dihadapinya.

Pemeriksaan fisik untuk mengidentifikasi kelainan intra abdomen atau intra lumen

yang padat (misalnya tumor, organomegali, atau nyeri tekan yang sesuai dengan

adanya rangsang peritoneal / peritonitis.

Laboratorium : Untuk mengidentifikasikan adanya faktor infeksi (Lekositosis ),

Pankreatitis (Amilase, Lipase), Keganasan saluran cerna (CEA, CA 19-9, AFP).

Ultraonografi : Untuk mengidentifikasi kelainan padat intra abdomen, misalnya

adana kandung empedu, kolesistitis, sirosis hati.

Endoskopi (Esofagogastroduodenoskopi) : pemeriksaan ini sangat dianjurkan untuk

dikerjakan bila dyspepsia tersebut disertai oleh keadaan yang disebut alarm

symtoms yaitu adanya penurunan berat badan, anemia, muntah hebat, dengan

dugaan adanya obstruksi, muntah darah, melena atau keluhan sudah berlangsung

lama dan terjadi pada usia lebih dari 45 tahun. Keadaan ini sangat mengarah pada

gangguan organic, terutama keganasan, sehingga memerlukan eksplorasi diagnosis

secepatnya.5

21

Radiologi (dalam hal ini pemeriksaan barium meal) : Pemeriksaan ini dapat

mengidentifikasi kelainan structural dinding/mukosa saluran cerna bagian atas

seperti adanya tukak atau gambaran kearah tumor. Pemeriksaan ini terutama

bermanfaat pada kelainan yang bersifat penyempitan / stenotik / obstruktif dimana

skop endoskopi tidak dapat melewatinya.5

Different Diagnose (Diagnosis Banding)

1. Gastritis

Gastritis adalah proses inflamasi pada mukosa dan submukosa lambung. Pada sebagian

besar kasus inflamasi mukosa gaster tidak berkorelasi dengan keluhan dan gejala klinis

pasien.Sebaliknya keluhan dan gejala klinis pasien berkorelasi positif dengan komplikasi

gastritis.6

Infeksi kuman Helicobacter pylori merupakan kausa gastritis yang amat penting.

Infeksi kuman Helicobacter pylori yang dinilai dengan urea breath test. 6

Kebanyakan gastritis tanpa gejala.Mereka yang mempunyai keluhan biasanya berupa

keluhan yang tidak khas.Keluhan yang sering dihubungkan – hubungkan dengan gastritis

adalah nyeri panas dan pedih di ulu hati disertai mual dan kadang-kadang sampai

muntah.Keluhan – keluhan tersebut juga tidak dapat digunakan sebagai evaluasi

keberhasilan pengobatan.Pemeriksaan fisis juga tidak dapat memberikan informasi yang

dibutuhkan untuk menegakan diagnosis.6

Diagnosis ditegakan berdasarkan pemeriksaan endoskopi dan histopatologi.Sebaiknya

biopsi dilakukan dengan sistemais dengan uodate Sydney System yang mengharuskan

mencantumkan topografi. Gambaran endoskopi yang dapat dijumpai adalah eritema,

eksudatif, flat erosion, raised erosion, perdarahan, edematous rugae.6

Perjalanan Alamiah Gastritis

Perjalanan alamiah gastritis kronik akibat infeksi kuman Helicobacter pylori secara garis

besar dibagi menjadi gastritik kronik non atropi predominasi antrum dan gastritik kronik

atropi multifocal. Ciri khas Gastritis kronik non atropi predominasi antrum adalah : inflamasi

moderat sampai berat mukosa antrum, sedangkan inflamasi di korpus ringan atau tidak

sama sekali. Antrum tidak mengalami atropi atau metaplasia.Pasien – pasien ini biasanya

asimtomatis, tetapi mempunyai resiko menjadi tukak duodenum. Gastritis kronik atropi

multifaktoral mempunyai ciri khusus sebagai berikut: terjadi inflamasi pada hampir seluruh

mukosa, seringkali sangat berat, berupa atropi atau metaplasia setempat –setempat pada

daerah antrum dan korpus. Gastritis kronik ataupun multifocal merupakan faktor risiko

penting dysplasia epitel mukosa dan karsinoma gaster.Infeksi Helicobacter pylori juga sering

dihubungkan dengan limfoma MALT.6

Gastritis limfositik, erring ada hubunganna dengan infeksi Helicobacter pylori, bila

hal itu terbukti, eradikasi dapat dilakukan seringkali membawa perbaikan.Belum ada terapi

khusus untuk gastritis limfositik idiopatik.PPI dosis standard dapat dicoba dan sering kali

memberikan perbaikan. Sedankan gastritis limfositik yang menyertai penyakit lain, misalnya

enteropati gluten, pengelolaan ditujukan kepada penyakit primer.6

2. Gastropati6

Gastropati yang disebabkan oleh refluks empedu dan OAINS sering disebut sebagai

gastropati kimiawi atau gastropati reaktif atau gastritis tipe C. Terdapat 3 katagori pasien

gastropati kimiawi yakni : refluks empedu setelah gastrektomi parsial, refluks empedu

sebagai bagian dari sindrom dismotilitas gastrointestinal dan pengguna obat anti-inflamasi

non steroid (OAINS) kronik yang akan dibicarakan disini adalah gastropati OAINS, sedangkan

yang lain akan dibicarakan pada sindrom dyspepsia.6

Gastropati OAINS

OAINS merupakan salah satu obat yang paling sering diresepkan. Obat ini dianggap

sebagai first line therapy untuk arthritis dan digunakan secara luas pada kasus trauma, nyeri

pasca pembedahan dan nyeri-nyeri yang lain. Sebagian besar efek samping OAINS pada

saluran cerna bersifat ringan dan reversible.Hanya sebagian kecil yang menjadi berat

yakni tukak peptic, perdarahan saluran cerna dan perforasi. Risiko untuk mendapatkan

efek samping penting adalah : usia lanjut, digunakan bersama-sama dengan steroid, riwayat

pernah mengalami efek samping OAINS, dosis tinggi atau kombinasi lebih satu macam

OAINS dan disabilitas.6

23

Patofisiologi Gastropati OAINS

Efek samping OAINS pada saluran cerna tidak terbatas pada lambung.Efek

samping pada lambung memang yang paling sering terjadi. OAINS merusak mukosa

lambung melalui 2 mekanisme yakni : topical dan sistemik. Kerusakan mukosa secara

topical terjadi karena OAINS ping ion hydrogen masuk mukosa dan menimbulkan

kerusakan. Efek sistemik OAINS tampaknya lebih penting yaitu kerusakan mukosa terjadi

akibat produksi prostaglandin.Seperti diketahui prostaglandin merupakan substansi

sitoprotektif yang amat penting bagi mukosa lambung. Efek sitoproteksi ini dilakukan

dengan cara menjaga aliran darah mukosa, meningkatkan sekresi mukosa dan ion

bikarbonat dan meningkatkan epithelial defense. Aliran darah mukosa yang menurun

menimbulkan adhesi netrolit pada endotel pembuluh darah mukosa dan memacu lebih jauh

proses imunologis. Radikal bebas dan protease yang dilepaskan akibat proses imunologis

tersebut akan merusak mukosa lambung.6

3. Tukak Gaster7

Tukak gaster jinak adalah suatu gambaran bulat atau oval, ukuran < 5 mm kedalaman

submukosa pada mukosa lambung akibat terputusnya kontinuitas / integritas mukosa

lambung. Tukak gaster merupakan luka terbuka dengan pinggiran edema disertai indurasi

dengan dasar tukak ditutupi debris.7

Secara umum pasien tukak gaster biasanya mengeluh dispespsia, kelaianan fisik yang

dijumpai, sugesti pasien tukak, hasil pemeriksaan penunjang (radiologi dan endoskopi),

Hasil biopsy untuk pemeriksaan tes Histopatologi, dan kuman H.pylori.Komplikasi dari Tukak

gaster dapat berupa Perdarahan, perforasi, obstruksi / stenosis.7

4. Tukak Duodenum8

Penyakit tukak peptic (TP) yaitu tukak lambung (TL) adan tukak duodenum (TD)

merupakan penyakit yang masih banyak ditemukan dalam klinik terutama dalam

kelompok umur diatas 45 tahun. Karel Schwarz pada tahun 1910 membuat suatu

dictum yang terkenal berkenaan dengan TP yaitu Non acid peptic activity, no ulcer dan

sampai saat ini masih tetap relavan perannya dalam pathogenesis TD, walaupun

beberapa etiologi lain telah diketahui seperti H. pylori dan obat anti inflamasi (OAINS).8

Dari hasil penelitian diketahui bahwa penyebab utama TP/TD adalah H.pylori

sehingga penyakit ini disebut juga sebagai Acid H.pylori disease, namun demikian

peranan faktor-faktor lain dalam kejadian TP jelas ada sehingga TP dikatakan sebagai

penyakit multifactor.8

Diagnosis pasti tukak duodenum dilakukan dengan pemeriksaan endoskopi saluran

cerna bagian atas dan sekaligus dilakukan biopsi lambung untuk deteksi H.pylori atau

dengan pemeriksaan foto barium kontras ganda.8

5. Pankreatitis Kronik9

Pankreatitis kronik cukup banyak ditemukan dan berhubungan dengan

banyaknya konsumsi alkohol. .Salah satu komplikasi pankreatitis kronik adalah

Tukak duodenum.Komplikasi ini timbul lebih sering pada pankreatitis kronik.Hal

tersebut disebakan oleh hipersekresi relative dari asam lambung karena

berkurangnya sekresi bikarbonat.9

Gambaran klinisnya, biasanya pasien mengeluh,

1. Nyeri/ sakit perut epigastrium.

2. Diare – Steatorea. Berkurangnya enzim pankreas. Kemudian menimbulkan diare

osmotic dan bila kandungan lemak dalam tinja tinggi disebut statore

3. Distensi dan kembung. Kandungan kolon dimetabolisme oleh bakteri hingga

terbentuk gas.

4. Penurunan berat badan. Berkurang asupan makanan karena takut nyeri perut

5. Ikterus. Akibat dari stenosis saluran bilier pada fase eksasaerbasi akut

pankreatitis kronik.9

6. Angina pektoris10

Angina pectoris adalah suatu sindrom klinis berupa serangan sakit dada yang khas,

yaitu seperti ditekan atau terasa berat di dada yang sering kali menjalar ke lengan kiri.Hal ini

biasa timbul saat pasien melakukan aktivitas dan segera hilang saat aktivitas dihentikan.10

Angina pectoris biasanya berkaitan dengan penyakit jantung coroner aterosklerotik,

tapi dalam beberapa kasus dapat merupakan kelanjutan dari stenosis aorta berat,

25

insufisiensi atau hipertrofi kardiomiopati tanpa/disertai obstruksi, aortitis sifilitika,

peningkatan kebutuhan metabolik (Seperti hipertiroidisme atau pasca pengobatan tiroid),

anemia yang jelas, takikardi paroksismal dengan frekuensi ventricular cepat, emboli, spasme

coroner.10

Manfestasi klinik nya berupa, Perasaan seperti diikat atau ditekan yang bermula dari

dada secara bertahap menyebar ke rahang bawah, permukaan dalam tangan kiri, dan

permukaan ulnar jari manis dan jari kelingking. Secara garis besar, ciri khas dari Angina

pectoris dapat dilihat dari letaknya (daerah yang terasa sakit), kualitas sakit, hubungan

timbulnya sakit dengan aktivitas dan lamanya serangan.Sakit biasanya timbul didaerah

sternal, substernal atau dada sebelah kiri dan menjalar ke lengan kiri.Kualitas sakit yang

timbul beragam, ditekan benda berat, dijepit, terasa panas (Heart Burn).Sakit dada biasanya

timbul saat melakukan aktivitas dan hilang saat berhenti, dengan lama serangan

berlangsung antara 1- 5 menit.10

Diagnosis dengan EKG, didapatkan depresi segmen ST lebih dari 1 mm pada waktu

melakukan latihan/ aktivitas dan biasanya diserta sakit dada mirip seperti saat serangan

angina.Dengan komplikasi utama dari angina (stable) adalah unstable angina, infark

miocard, aritmia dan sudden death.10

Prinsip Terapi Diet Lambung11

Prinsip –prinsip yang mendasari diet lambung dirangkum dalam label dibawah ini.

Modifikasi yang diterapkan dalam diet lambung harus berlandakan pada prinsip bahwa

pembatasan dan intervensi terhadap kebiasaan makan pasien harus sangat sedikit.11

1. Makan makanan camilan atau makanan kecil yang tepat pada saat sebelum tidur dan

di antara jam – jam makan

2. Hindari makanan yang dapat menggangu pencernaan Anda, sepertimakanan dengan

bumbu yang merangsang (Cabai, Merica) dan minuman yang mengandung alkohol

dan soda.

Semua inflamasi akut pada saluran pencernaan ini dapat terjadi tanpa adanya

ulserasi mukosa, sekalipun gejala yang dihasilkan mungkin serupa.Keadaan tersebut

diatasi sesuai dengn prinsip –prinsip yang digunakan dalam terapi ulcus

peptikum.Penyebab umum gastritis adalah makanan yang irittatif seperti minuman

berlakohol, bersoda, dan penggunaan obat-obat analgetik serta anti-inflamasi yang

berlebih-lebihan.11

Prognosis

Prognosis penyakit ini adalah baik. Jika pasien menjalani pengobatan dengan teratur

diserta dengan menghindari makanan dan minuman pencetus timbulnya gejala.

Kesimpulan

Hipotesis diterima, Pasien di diagonsa sebagai Gastro-esofageal reflux disease

(GERD).Karena didapatkan gejala yang khas yang berupa cairan asam pada saat muntah

disertai sindroma dyspepsia berupa, nyeri epigastrik, perut terasa penuh, kembung, dan

muntah.Dengan obat pilihan utama (Drug Of Choice) adalah Proton Pump Inhibitor (PPI)..

Daftar Pustaka

1. Djojoningrat D. Pendekatan klinis penyakit GIT. Buku Ajar : Ilmu Penyakit Dalam. Jilid

1. Ed.V.Penerbit : Internal Publishing.Jakarta.2009.p.441.

2. Daldiyono H, Suwando A, Widodo A, dkk. Anamnesis dan pemeriksaan fisis.

Penerbit : Internal Publishing. Jakarta.2011.p.15-21.

3. Willms J.L, Schenelderman H, Algranati P. Diagonosis fisik : Evaluasi diagosnis dan

fungsi di bangsal. Buku kedoteran : EGC. Jakarta.2005.p.280-2.

4. Makmun D. Penyakit refluks gastroesofaeal. Buku Ajar : Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 1.

Djojoningrat D. Pendekatan klinis penyakit GIT. Buku Ajar : Ilmu Penyakit Dalam. Jilid

5. Djojoningrat D. Pendekatan klinis penyakit GIT. Buku Ajar : Ilmu Penyakit Dalam. Jilid

1. Ed.V.Penerbit : Internal Publishing.Jakarta.2009.p.Ed.V.Penerbit : Internal

Publishing.Jakarta.2009.p.441-2.

6. Hirian. Gastritis. Buku Ajar : Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 1. Ed.V.Penerbit : Internal

Publishing.Jakarta.2009.p.Ed.V.Penerbit : Internal Publishing.Jakarta.2009.p.509-511.

7. Tarigan P.Tukak gaster. Buku Ajar : Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 1. Ed.V.Penerbit :

Internal Publishing.Jakarta.2009.p.516-7.

27

8. Akil H.A.M.Tukak duodenum.Buku Ajar : Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 1. Ed.V.Penerbit :

Internal Publishing.Jakarta.2009.p.523 dan 525-6.

9. Simadribrata M. Pankreatitis kronik. Buku Ajar : Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 1.

Ed.V.Penerbit : Internal Publishing.Jakarta.2009.p.598.

10. Fakultas Kedokteran UI.Kapita selekta Kedokteran.Media Aesculopius.2001.440-1.

11. Beck M.Ilmu gizi dan diet.Penerbit : Yayasan Essential Media.Yogyakarta.2011.p.255.