gerd kelompok 3

58
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang GERD (Gastroesofageal Reflux Disease) adalah suatu penyakit yang jarang terdiagnosis oleh dokter di Indonesia karena bila belum menimbulkan keluhan yang berat seperti refluks esofagitis dokter belum bisa mendiagnosa. Refluks gastroesofagus adalah masuknya isi lambung ke dalam esofagus yang terjadi secara intermiten pada orang, terutama setelah makan (Asroel, 2002). Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) adalah suatu keadaan patologis yang disebabkan oleh kegagalan dari mekanisme antireflux untuk melindungi mukosa esophagus terhadap refluks asam lambung dengan kadar yang abnormal dan paparan yang berulang. GERD adalah penyakit organ esofagus yang banyak ditemukan di negara Barat. Berbagai survei menunjukkan bahwa 20-40% populasi dewasa menderita heartburn (rasa panas membakar di daerah retrosternal), suatu keluhan klasik GERD. Di Indonesia, penyakit ini sepintas tidak banyak ditemukan. Hanya sebagaian kecil pasien GERD datang berobat pada dokter karena pada umumnya keluhannya ringan dan menghilang setelah diobati sendiri dengan antasida. Dengan demikian hanya kasus yang berat dan disertai kelainan endoskopi 1

Upload: alex-susanto

Post on 14-Apr-2017

84 views

Category:

Health & Medicine


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Gerd kelompok 3

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

GERD (Gastroesofageal Reflux Disease) adalah suatu penyakit yang

jarang terdiagnosis oleh dokter di Indonesia karena bila belum

menimbulkan keluhan yang berat seperti refluks esofagitis dokter belum

bisa mendiagnosa. Refluks gastroesofagus adalah masuknya isi lambung

ke dalam esofagus yang terjadi secara intermiten pada orang, terutama

setelah makan (Asroel, 2002). Gastroesophageal Reflux Disease (GERD)

adalah suatu keadaan patologis yang disebabkan oleh kegagalan dari

mekanisme antireflux untuk melindungi mukosa esophagus terhadap

refluks asam lambung dengan kadar yang abnormal dan paparan yang

berulang.

GERD adalah penyakit organ esofagus yang banyak ditemukan di

negara Barat. Berbagai survei menunjukkan bahwa 20-40% populasi

dewasa menderita heartburn (rasa panas membakar di daerah retrosternal),

suatu keluhan klasik GERD. Di Indonesia, penyakit ini sepintas tidak

banyak ditemukan. Hanya sebagaian kecil pasien GERD datang berobat

pada dokter karena pada umumnya keluhannya ringan dan menghilang

setelah diobati sendiri dengan antasida. Dengan demikian hanya kasus

yang berat dan disertai kelainan endoskopi dan berbagai macam

komplikasinya yang datang berobat ke dokter (Djajapranata, 2001).

Prevalensi PRG bervariasi tergantung letak geografis, tetapi angka

tertinggi terjadi di Negara Barat. Trend prevalensi GERD di Asia

meningkat. Di Hongkong meningkat dari 29,8% (2002) menjadi 35%

(2003). Sedangkan berdasarkan data salah satu rumah sakit di Indonesia,

RSCM menunjukkan peningkatan signifikan dari 6% menjadi 26% dalam

kurun waktu 5 tahun. Asian Burning Desire Survey (2006) membuktikan

bahwa pemahaman tentang GERD pada populasi di Indonesia adalah yang

terendah di Asia Pasifik, hanya sekitar 1%, sedangkan di Taiwan mencapai

81% dan Hongkong 66%.

1

Page 2: Gerd kelompok 3

Antara laki-laki dan perempuan tidak terdapat perbedaan insidensi

yang begitu jelas, kecuali jika dihubungkan dengan kehamilan dan

kemungkinan non-erosive reflux disease lebih terlihat pada wanita.

Walaupun perbedaan jenis kelamin bukan menjadi faktor utama dalam

perkembangan PRG, namun Barrett’s esophagus lebih sering terjadi pada

laki-laki.

Gastroesophageal reflux disease (GERD) terdiri dari spektrum

gangguan yang terkait, termasuk hernia hiatus, reflux disease dengan

gejala yang terkait, esofagitis erosif, striktur peptikum, Barrett esofagus,

dan adenokarsinoma esofagus. Selain beberapa patofisiologi dan hubungan

antara beberapa gangguan ini, GERD juga ditandai dengan terjadinya

komorbiditas pada pasien yang identik dan oleh epidemiologi perilaku

yang serupa diantara mereka.

1.2 Rumusan Masalah

1. Sebutkan dan jelaskan anatomi dan fisiologi sistem pencernaan!

2. Apakah pengertian dari GERD atau gastroesophageal reflux disease?

3. Apa saja etiologi dari penyakit GERD?

4. Bagaimana patofisiologi dari penyakit GERD?

5. Apa saja manifestasi klinis dari penyakit GERD?

6. Bagaimana asuhan keperawatan dalam menangani GERD?

7. Buatlah sebuah contoh kasus dan tentukan asuhan keperawatan kasus

tersebut.

1.3 Tujuan

Tujuan umum dari makalah ini adalah mengetahui konsep dan asuhan

keperawatan dalam menangani pasien GERD

Tujuan khusus :

1. Mahasiswan dapat menjelaskan anatomi dan fisiologi sistem

pencernaan

2. Mahasiswa dapat mengetahui apa pengertian dari GERD

3. Mahasiswa dapat mengetahui etiologi dari GERD

4. Mahasiswa dapat memahami patofisiologi GERD

2

Page 3: Gerd kelompok 3

5. Mahasiswa dapat mengetahui manifestasi klinis dari GERD

6. Mahasiswa dapat membuat asuhan keperawatan secara mandiri

3

Page 4: Gerd kelompok 3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Fisiologi Sistem Gastrointestinal

Sistem gastrointestinal atau biasa disebut sistem digestif (sistem

pencernaan) terdiri atas saluran gastrointestinal dan organ aksesori.

Rongga mulut, faring, esfagus, lambung, usus halus, usus besar merupakan

saluran gastrointestinal, sedangkan organ aksesorinya yaitu gigi, lidah,

serta beberapa kelenjar lain. Sistem gastrointestinal mempunyai fungsi

utama yaitu menyuplai nutrisi ke sel-sel tubuh. Kondisi ini dapat

terlaksana jika 4 proses dasar berikut terlaksana, yaitu:

1. Motilitas yaitu proses material masuk ke saluran pencernaan melalui

mulut. Adanya kontraksi otot yang mencampur dan mendorong isi

saluran pencernaan. Terjadi dua gerakan yaitu gerakan propulsif yaitu

mendorong, dan gerakan mencampur.

2. Digesti yaitu proses penguraian makanan dari struktur kompleks

menjadi struktur yang lebih kecil yang akan disederhanakan di usus

halus dalam bentuk disakarida, monosakarida,dan sebagainya.

3. Absorbsi yaitu proses penyerapan yang setelah menjadi satuan kecil

diabsorbsi dengan air, vitamin, mineral. Sebagian besar terjadi di usus

halus.

4. Sekresi, terjadi di lumen oleh kelenjar eksokrin.

a. Rongga mulut

Rongga mulut mempunyai beberapa fungsi meliputi; 1) menganalisis

material makanan sebelum menelan, 2) proses mekanis dari gigi,lidah, dan

permukaan palatum, 3) lubrikasi oleh sekresi saliva, 4) digesti pada

beberapa material karbohidrat dan lemak. Rongga mulut dibatasi oleh

mukosa mulut, yang memiliki stratified squamous epithelium. Meskipun

absorbsi nutrisi tidak terjadi didalam mulut, mukosa bagian inferior lidah

yang sempit dan cukup vaskular mampu melakukan absorbsi cepat pada

obat yang mempunyai sifat larut lemak.

4

Page 5: Gerd kelompok 3

1. Lidah

Fungsi utama lidah yaitu 1) proses mekanik dengan cara menekan,

melunakkan, dan membagi material; 2 ) melakukan manipulasi

material makanan didalam rongga mulut dan melakukan proses

menelan.; 3) analisis sensori terhadap karakteristik material, suhu, dan

reseptor rasa; serta 4) menyekresikan mukus dan enzim. Epitelium di

lidah dibilas oleh sekresi dari kelenjar kecil yang meluas ke lamina

propria dari lidah. Sekresi ini mengandung mukus, air, dan enzim

lingual lipase. Enzim ini untuk mengurai lemak, khususnya

trigliserida, sebelum makanan ditelan.

2. Kelenjar saliva

Kelenjar saliva menyekresikan air liur ke rongga mulut oleh

kelenjar saliva sublingual dan submandibular bawah lidah, serta oleh

kelenjar parotis yang mempunyai fungsi utama sebagai pelumas untuk

memperhalus material. Saliva mengandung enzim amilase (ptialin)

yang menguraikan zat tepung menjadi maltosa.

3. Gigi

Gigi melakukan fungsi sebagai proses mekanik dalam

penghancuran makanan.

b. Faring

Faring merupakan jalan untuk material makanan, cairan, dan udara.

Faring terdiri atas nasofaring, orofaring, dan laringofaring. Bolus makanan

secara normal melewati orofaring dan nasofaring menuju esofagus.

c. Esofagus

Esofagus adalah saluran berotot yang berada menembus diafragma

untuk menyatu dengan lambung di taut gastroesofagus. Fungsi utama

esofagus yaitu membawa bolus makanan dan cairan menuju lambung.

Submukosa esofagus tebal dan berlemak sehingga mobilitas esofagus

cukup tinggi. Lapisan otot mendorong makanan disepanjang esofaus

menuju lambung melalui gerakan peristaltik yang dirangsang oleh saraf

vagus, dan dilumasi oleh mukosa penghasil mukus. Pada bagian bawah

5

Page 6: Gerd kelompok 3

esofagus terdapat otot sirkuler yang berfungsi sebagai sfingter yang tetap

berkontriksi, kecuali jika terjadi proses menelan. Hal ini mencegah

terjadinya refluks isi lambung kedalam esofagus.

Proses menelan terdiri dari 3 tahap, yaitu 1) tahap volunteer yang terjadi

di rongga mulut, dengan bantuan lidah bolus makanan terdorong menuju

faring. 2) tahap faringeal terjadi didalam faring dengan penutupan

epiglotis, bolus makanan didorong kedalam esofagus. 3) tahap esofageal

dengan proses peristaltik esofagus, bolus makanan didorong untuk

melewati otot sirkuler yang berfungsi sebagai sfingter, sehingga bolus

makanan masuk ke lambung dan sfingter tertutup mencegah refluk isi

lambung kedalam esofagus.

d. Lambung

Terletak di bagian kiri atas abdomen tepat dibawah diafragma. Dalam

keadaan kosong, lambung berbentuk tabung j, dan bila penuh berbentuk

seperti buah alpukat raksasa. Secara anatomis lambung terdiri dari fundus,

badan, antrum pilorikum atau pilorus. Kapasitas lambung normal sebanyak

1-2 l. Volume lambung akan meningkat saat makan, dan menurun saat

cairan lambung(kimus)masuk kedalam usus halus. Sfingter pada kedua

ujung lambung mengatur pengeluaran dan pemasukan. Sfingter

kardia(esofagus bawah), mengalirkan makanan masuk kedalam lambung

dan mencegah refluks isi lambung memasuki esofagus kembali. Saat

sfingter pilorikum berelaksasi, maknaan masuk kedalam duodenum dan

ketika berkontraksi, sfingter ini akan mencegah kembalinya makanan ke

lambung. Sfingter pilorus ini memiliki arti klinis yang penting karena

dapat mengalami stenosis (penyempitan pilorus yang menyumbat) sebagai

komplikasi dari penyakit tukak lambung. Hal ini terjadi jika serat-serat

otot disekelilingnya mengalami hipertrofi/spasme sehingga sfingter gagal

berelaksasi untuk mengalirkan makanan menuju duodenum. Keadaan ini

dapat diperbaiki dengan cara operasi atau obat-obatan adrenergik yang

menyebabkan relaksasi serat-serat otot.

Tidak seperti daerah gastrointestinal yang lain, bagian otot lambung

tersusun dari 3 lapis: 1) lapisan longitudinal luar; 2) lapisan sirkular

6

Page 7: Gerd kelompok 3

tengah; 3) lapisan oblik dibagian dalam. Susunan yang unik ini

memungkinkan berbagai macam kombinasi kontraksi yang diperlukan

untuk memecah makanan menjadi partikel yang lebih kecil, mengaduk,

dan mencampur makanan tersebut dengan cairan lambung, lalu

mendorongnya menuju duodenum. Persarafan lambung sepenuhnya

otonom. Suplai saraf parasimpatis untuk lambung dan duodenum

dihantarkan ke dan dari abdomen melalui saraf vagus. Trunkus vagus

mencabangkan ramus gastrik, pilorik, hepatik, dan siliaka.

Seluruh suplai darah dilambung dan pankreas terutama berasal dari

arteri siliaka. Darah vena dari lambung dan duodenum, serta yang berasal

dari pankreas, limpa, dan yang lain, berjalan melewati vena porta menuju

hati. Sekresi cairan lambung (kimus) bermanifestasi pada 3 fase, yaitu fase

sefalik, gaster, dan intestinal. 1) fase sefalik dimana ada stimulus dari

hidung, rasa dari lidah, dan masuknya makanan memberikan impuls pada

sistem saraf pusat untuk memberikan impuls pada serat preganglionik

saraf vagus ke pleksus submukosa lambung dan mempengaruhi sel-sel

mukus untuk memproduksi mukus, sel-sel chief untuk memproduksi

pepsinogen, sel-sel parietal untuk memproduksi hcl, dan mempengaruhi

sel-sel g untuk melaps gastrin. Berlangsung singkat dengan fungsi

mempersiapkan lambung dari kedatangan makanan.

Fase gaster berkisar antara 3-4 jam, dimana terjadi proses digesti

protein oleh pepsin dan pelepasan histamin oleh sel mast. Pelepasan

histamin akan meningkat terhadap beberapa jenis makanan tertentu yang

menjadi proteksi terhadap reaksi antigen-antibodi. Fase intestinal sekresi

lambung dimulai ketika kimus masuk ke usus halus. Sacara umum fase ini

berlangsung beberapa jam untuk melakukan kontraksi. Kontraksi sfingter

pilorus bertujuan untuk mengendalikan yang keluar disesuaikan dengan

kemampuan usus halus dalam melakukan absorbsi. Pada fase ini, secara

hormonal akan dilepaskan kolesistokinin(cck) dan gastric inhibitory

peptide. Cck akan memberikan efek pada sistem digestif yaitu

menghambat sekresi asam dan enzim lambung. Gip akan menghambat

sekresi lambung dan meningkatkan kontraksi lambung. Hasilnya makanan

7

Page 8: Gerd kelompok 3

yang tinggi lemak akan berada didalam lambung lebih lama dengan tujuan

sebelum masuk usus halus material lemak lebih halus dan lebih mudah

diabsorbsi.

e. Usus halus

Dibagi menjadi 3 yaitu duodenum, jejunum, ileum. Terdapat

perbedaan di tiap lapisan usus halus. Lapisan paling dalam adalah mukosa,

berisi sel-sel yang bersifat sekretif. Submukosa terdiri atas jaringan ikat,

sedangkan muskularis mengandung otot longitudinal dan sirkular. Lapisan

ini mempemudah makanan bergerak dan zat sisa melalui salui saluran

pencernaan. Fungsi usus halus meliputi transportasi dan pencernaan

makanan, serta absorbsi cairan, elektrolit, dan unsur makanan. Setiap hari

beberapa liter cairan dan puluhan gram makanan yang terdiri atas

karbohidrat, lemak, protein, akan melewati usus halus, lalu setelah dicerna

akan masuk kealiran darah. Proses ini sangat efisien karena hampir seluruh

makanan terserap, kecuali bila terlindung oleh selulosa yang tidak dapat

dicerna. Hal ini menjadi dasar diet berserat tinggi yang memberi volume

ke feses sehingga pasase di saluran cerna berlangsung lebih cepat.

Usus halus mengeluarkan mukus dan hormon pencernaan untuk

membantu pencernaan. Lapisan otot pada usus halus ikut berperan

menentukan pergerakan usus melalui kontraksi segmental

f. Kolon dan rektum

Secara fisiologis, kolon menyerap air, vitamin, natrium, dan klorida,

serta mengeluarkan kalium, bikarbonat, mukus, dan menyimpan feses

serta mengeluarkannya. Selain itu, kolon adalah tempat pencernaan

karbohidrat dan protein tertentu, maka dapat menghasilkan lingkungan

yang baik bagi mikroba untuk menghasilkan vitamin K. Dalam 4 jam

setelah makan, materi sisa melewati ileum terminalis dengan perlahan

melewati bagian proksimal kolon melalui katup ileosekal. Katup ini yang

secara normal tertutup, membantu mencegah isi kolon mengalir kembali

ke usus halus. Pada setiap gelombang peristaltik, katup terbuka secara

singkat dan memungkinkan sebagian isinya msuk kedalam kolon. Populasi

8

Page 9: Gerd kelompok 3

utama dari kolon adalah bakteri. Bakteri membantu menyelesaikan

pemecahan materi sisa dan garam empedu. Dua jenis sekresi kolon

ditambahkan pada sisa materi mukus dan larutan elektrolit. Mukus ini

melindungi mukosa kolon dari isi interluminal dan juga memberikan

perlekatan pada massa fekal. Aktivitas peristaltik yang lemah

menggerakkan isi kolonik dengan perlahan sepanjang saluran. Transpor

lamban ini memungkinkan reabsorbsi efisien terhadap air dan elektrolit.

Gelombang peristaltik kuat intermitten mendorong isi untuk jarak tertentu.

Hal ini terjadi secara umum setelah makanann lain dimakan, bila hormon

perangsang usus dilepaskan. Materi sisa dari makanan akhirnya mencapai

dan mengembangkan anus, biasanya kira-kira dalam 12 jam. Sebanyak

seperempat dari materi sisa dari makanan mungkin tetap berada di rektum

3 hari setelah makanan dicerna.

g. Organ aksesori

Pankreas

Fungsi pankreas adalah mempermudah penyimpanan makanan

dengan mengeluarkan insulin setelah makan dan menyediakan

mekanisme bagi mobilisasi makanan dengan mengeluarkan glukagon

selama masa puasa. Insulin dan glukagon, serta somatostatin dan

polipeptida pankreas, dihasilkan oleh pulau-pulau langerhans. Hormon

ini akan dikeluarkan melalui darah, sedangkan enzim pencernaan

mengalir melalui duktus pankreatikus untuk mencapai duodenum.

Setiap hari pankreas menyekresikan sekitar 1000 ml getah

pankreas. Aktivitas sekret ini menjadi kontrol utama hormon yang ada

di duodenum. Ketika asam kimus tiba di duodenum, sekretin

dilepaskan dan dipicu oleh sekresi pankreatik oleh buffer air. Di antara

komponen lainnya, sekresi ini berisikan buffer bikarbonat dan fosfat

yang membantu meningkatkan elevasi dari ph cairan lambung.hormon

duodenum lainnya yaitu kolesistokinin, menstimulasi produksi dan

sekresi enzim-enzim pankreatik yang juga distimulasi oleh nervus

vagus.

9

Page 10: Gerd kelompok 3

Hati

Hati merupakan organ terbesar tubuh dan dapat dianggap sebagai

sebuah pabrik kimia yang membuat, menyimpan, mengubah, serta

mengekskresikan sejumlah besar substansi yang terlibat dalam

metabolisme. Lokasi hati sangat penting dalam pelaksanaan fungsi

metabolisme karena hati menerima darah yang kaya nutrien langsung

dari traktus gastrointestinal, kemudian hati akan menyimpan semua

nutrien ini menjadi zat-zat kimia yang digunakan di bagian lain dalam

tubuh untuk keperluan metabolik. Hati juga organ yang penting

khususnya dalam pengaturan metabolisme glukosa dan protein. Hati

menbuat dan menyekresikan getah empedu yang memegang peranan

utama dalam proses pencernaan, serta penyerapan lemak dalam traktus

gastrointestinal. Organ ini mengeluarkan limbah produk dari dalam

aliran darah dan menyekresikan ke empedu.getah empedu yang

dihasilkan oleh hati akan disimpan untuk sementara waktu dalam

kantong empedu sampai kemudian dibutuhkan untuk proses

pencernaan. Pada saat ini, kantong empedu akan mengosongkan isinya

dan getah empedu akan memasuki intestinum.

Hati bertanggung jawab terhadap regulasi metabolisme,

hematologis, dan produksi empedu. Hati merupakan organ penting

untuk anabolsime dan katabolisme tubuh dan juga organ utama yang

terlibat dalam meregulasi komposisi sirkulasi darah. Seluruh darah

yang meninggalkan perumkaan saluran gastrointestinal masuk kedalam

sistem portal hati dan aliran kedalam hati. Sel-sel hati dapat

mengekstraksi material nutrisi yang diabsorbsi dari racun yang

terdapat di darah sebelum masuk ke sirkulasi sistemik. Kelebihan

nutrisi akan dipindahkan atau disimpan. Dan kekurangan nutrisi akan

dilakukan koreksi dengan memobilisasi nutrisi cadangan melalui

berbagai aktivitas sintesis.

10

Page 11: Gerd kelompok 3

2.2 Definisi Gastroesophageal Reflux Disease (GERD)

Gastroesophageal reflux disease (GERD) merupakan penyakit saluran

pencernaan yang bersifat kronis. GERD terjadi ketika asam lambung atau

terkadang isi lambung naik kembali ke esofagus (refluks) sehingga

seseorang akan mengalami mual bahkan muntah. Akibat naiknya asam

lambung maka akan mengiritasi dan membakar esofagus atau

kerongkongan sehingga menimbulkan rasa panas pada dada (heartburn)

sampai bagian dalam leher bahkan tenggorokan.

Pada orang normal, refluks ini terjadi pada posisi tegak sewaktu habis

makan. Karena sikap posisi tegak tadi dibantu oleh adanya kontraksi

peristaltik primer, isi lambung yang mengalir masuk ke esofagus segera

dikembalikan ke lambung. Refluks sejenak ini tidak merusak mukosa

esofagus dan tidak menimbulkan keluhan atau gejala. Oleh karena itu,

dinamakan refluks fisiologis. Keadaan ini baru dikatakan patologis, bila

refluks terjadi berulang-ulang yang menyebabkan esofagus distal terkena

pengaruh isi lambung untuk waktu yang lama. Istilah esofagitis refluks

berarti kerusakan esofagus akibat refluks cairan lambung, seperti erosi dan

ulserasi epitel skuamosa esofagus.

2.2.1 Faktor Resiko

Faktor-faktor resiko atau kondisi yang bisa menjadi penyebab GERD

adalah:

Obesitas atau kegemukan

Hernia hiatus

Kanker

Alergi terhadap makanan tertentu

Pengosongan lambung yang tertunda

Kehamilan

Merokok

Asma

Diabetes melitus

Gangguan jaringan ikat, seperti skleroderma

11

Page 12: Gerd kelompok 3

2.2.2 Etiologi

Gastroesophageal reflux disease disebabkan oleh proses yang multifaktor.

Pada orang dewasa faktor-faktor yang menurunkan tekanan sfingter esofagus

bawah sehingga terjadi refluks gastroesofagus antara lain coklat, obat-obatan

(misalnya aspirin), alkohol, rokok, kehamilan. Faktor anatomi seperti tindakan

bedah, obesitas, pengosongan lambung yang terlambat dapat menyebabkan

hipotensi sfingter esofagus bawah sehingga menimbulkan refluks

gastroesofagus.

2.2.3 Patofisiologi

Secara fisiologis faktor anatomis mencegah terjadinya refluks asam

lambung ke esofagus, dimana melalui beberapa mekanisme berikut ini.

1. Sfingter esofageal bawah (LES) harus memiliki ukuran panjang yang

normal dan tekanan yang normal, serta mempunyai kemampuan pada

relaksasi sementara pada episode mekanisme menelan.

2. Persimpangan anatomis gastroesofageal harus terletak di dalam

abdomen sehingga otot diafragma dapat membantu aktivitas LES,

fungsi ini sebagai sfinger eksternal. Adanya hiatal hernia akan

mengganggu aksi sinergis ini dan akan meningkatkan risiko refluks.

3. Mekanisme pembersihan esofageal harus dapat menetralkan refluks

asam yang melewati LES (mekanisme pembersihan dapat mencapai

nilai yang optimal dengan adanya peristaltik esofagus dan pembersihan

asam oleh saliva).

4. Mekanisme pengosongan lambung harus optimal.

Kondisi abnormal pada refluks gastroesofageal disebabkan oleh tidak

optimalnya satu atau lebih dari mekanisme protektif sebagai berikut:

1. Gangguan fungsi (relaksasi sementara LES) atau mekanikal

(penurunan tekanan LES) menyebabkan peningkatan refluks

gastroesofageal.

2. Komponen makanan (misalnya: kafein, alkohol), obat-obatan (seperti

penghambat saluran kalsium, nitrat, penghambat beta), atau hormon-

hormon (seperti progesteron) dapat menurunkan tekanan LES.

12

Page 13: Gerd kelompok 3

3. Kegemukan merupakan faktor penting yang mengkontribusi refluks

gastroesofageal yang berhubungan dengan peningkatan tekanan

intraabdomen.

4. Walaupun refluks gastroesofageal dapat terjadi pada semua usia, tetapi

pada usia lanjut kondisi refluks gastroesofageal meningkat seiring

dengan penurunan tekanan LES.

Meskipun banyak faktor dan mekanisme yang terlibat dalam kondisi

refluks esofagus, terdapat empat faktor dasar utama, meliputi: 1) asam

lambung, 2) integritas struktural, fungsi dan kompetensi dari LES untuk

mencegah aliran refluks, 3) mekanisme pertahanan mukosa esofageal yang

memerankan pertahanan penting dari asam lambung, dan 4) mekanisme

sensori yang memberikan manifestasi gejala yang muncul.

2.2.4 Web of Caution (WOC)

13

Refluks gastroesofageal

Isi lambung menuju esofagus

Inkompetensi mekanisme refluks gastroesofageal

Prosedur prabedah

Risiko infeksi

Port de entree luka

pascaprosedur bedah

Intervensi pembedahan esofagus

Kecemasan pemenuhan informasi

Respons psikologis

Risiko aspirasi

Refluks esofagus ke jalan nafas

Nyeri

Nyeri epigastrium

Respons peradangan lokal

Risiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari

kebutuhan

Intake nutrisi tidak adekuat

Kehilangan cairan dan elektrolit

Mual, muntah, dan anoreksia

Kerusakan mukosan esofagus

Ulkus esofagus

Keganasan esofagus

Metaplasia epitel

Bertambahnya waktu dan frekuensi kontak mukosa dengan asam

Page 14: Gerd kelompok 3

2.2.5 Manifestasi Klinis

Gejala klinis GERD digolongkan menjadi 3 macam, yaitu gejala

tipikal, gejala atipikal, dan gejala alarm.

a. Gejala tipikal (typical symptom). Gejala GERD 70 % merupakan tipikal,

yaitu :

Heartburn, yaitu sensasi terbakar di daerah retrosternal. Gejala

heartburn adalah gejala tersering.

Regurgitasi, yaitu kondisi dimana material lambung terasa di faring.

Kemudian mulut terasa asam dan pahit.

Disfagia. Biasanya terjadi oleh karena komplikasi berupa striktur

b. Gejala atipikal (atypical symptom). Adalah gejala yang terjadi di luar

esophagus dan cenderung mirip dengan gejala penyakit lain. Antara lain:

Batuk kronik dan kadang wheezing

Suara serak

Pneumonia

Fibrosis paru

Bronkiektasis

Nyeri dada nonkardiak

Faringitis

c. Gejala alarm (alarm symptom). Adalah gejala yang menunjukkan GERD

yang berkepanjangan dan kemungkinan sudah mengalami komplikasi.

Pasien yang tidak ditangani dengan baik dapat mengalami komplikasi. Hal

ini disebabkan oleh refluks berulang yang berkepanjangan. Contoh gejala

alarm: sakit berkelanjutan, penurunan berat badan yang tidak dapat

dijelaskan, tersedak.

2.2.6 Komplikasi

Komplikasi GERD antara lain:

Esofagus Barret, yaitu perubahan epitel skuamosa menjadi kolumner

metaplastik.

Esofagitis ulseratif

14

Page 15: Gerd kelompok 3

Perdarahan

Striktur esofagus

Aspirasi

2.2.7 Penatalaksanaan

a. Tahap I: Bertujuan untuk mengurangi refluks, menetralisasi bahan refluks,

memperbaiki barrier anti refluks dan mempercepat proses pembersihan

esofagus dengan cara :

Posisi kepala atau ranjang ditinggikan (6-8 inci)

Diet dengan menghindari makanan tertentu seperti makanan berlemak,

berbumbu, asam, coklat, alkohol, dll.

Menurunkan berat badan bagi penderita yang gemuk

Jangan makan terlalu kenyang

Jangan segera tidur setelah makan dan menghindari makan malam

terlambat

Jangan merokok dan menghindari obat-obat yang dapat menurunkan

SEB Seperti kafein, aspirin, teofilin, dll.

b. Tahap II

Menggunakan obat-obatan, seperti :

1. Obat prokinetik yang bersifat mempercepat peristaltik dan

meninggikan tekanan SEB, misalnya Metoklopramid : 0,1 mg/kgBB

2x sehari sebelum makan dan sebelum tidur atau Betanekol : 0,1

mg/kgBB 2x sehari sebelum makan dan sebelum tidur.

2. Obat anti-sekretorik untuk mengurangi keasaman lambung dan

menurunkan jumlah sekresi asam lambung, umumnya menggunakan

antagonis reseptor H2 seperti Ranitidin : 2 mg/kgBB 2x/hari,

Famotidin : 20 mg 2x/hari atau 40 mg sebelum tidur (dewasa), dan

jenis penghambat pompa ion hidrogen seperti Omeprazole: 20 mg 1-

2x/hari untuk dewasa dan 0,7 mg/kgBB/hari untuk anak.

3. Obat pelindung mukosa seperti Sukralfat: 0,5-1 g/dosis 2x sehari,

diberikan sebagai campuran dalam 5-15 ml air.

4. Antasida, Dosis 0,5-1 mg/kgBB 1-2 jam setelah makan atau sebelum

tidur, untuk menurunkan refluks asam lambung ke esofagus.

15

Page 16: Gerd kelompok 3

c. Tahap III

Pembedahan anti refluks pada kasus-kasus tertentu dengan indikasi antara

lain mal-nutrisi berat, GERD persisten, dll. Operasi yang tersering

dilakukan yaitu fundo-plikasi Nissen, Hill dan Belsey.

2.3 Asuhan Keperawatan Sistem Gastrointestinal

2.3.1 Pengkajian Keperawatan

Pengkajian keperawatan merupakan salah satu proses penting komponen

asuhan keperawatan bagi klien. Pengkajian keperawatan merupakan proses

yang dilakukan oleh seorang perawat guna menggali masalah keperawatan

yang diderita klien. Pada bahasan klien dengan gangguan sistem penglihatan,

maka perawat menggali informasi yang berhubungan dengan sistem

penglihatan guna menentukan diagnosa pada langkah selanjutnya. Kegiatan

menggali informasi tersebut harus sistematis, akurat dan menyeluruh serta

saling berhubungan. Pengumpulan data secara umum mutlak dilakukan oleh

seorang perawat dalam pengkajian keperawatan (Nursalam, 2002). Adapun

macam data yang perlu dikumpulkan oleh perawat adalah:

1. Data Subyektif

Data yang didapatkan berdasarkan hasil wawancara oleh perawat kepada

klien ataupun keluarga klien yang sifatnya tidak dapat diukur dengan jelas

karena merupakan suatu penilaian subyektif.

2. Data Obyektif

Data obyektif adalah data yang dapat diukur hasilnya.Data obyektif

diperoleh melalui hasil pemeriksaan fisik atau pemeriksaan penunjang

lainnya seperti hasil pemeriksaan laboratorium. Adapun hal-hal yang perlu

dikaji pada klien dengan gangguan sistem pencernaan antara lain; (1)

Riwayat Kesehatan, (2) Kajian per Sistem, (3) Pengkajian Psikososial.

2.3.2 Riwayat Kesehatan

Riwayat kesehatan yang perlu dikaji adalah riwayat kesehatan

sekarang dan masa lalu. Serta perlu dikaji pula riwayat kesehatan keluarga

klien, apakah ada penyakit yang diturunkan secara genetis atau tidak.

Aspek yang sangat erat hubungannya dengan gangguan sistem pernafasan

16

Page 17: Gerd kelompok 3

adalah usia, jenis kelamin, pekerjaan (apakah tempat kerja mempengaruhi

sistem pernafasan klien), dan kondisi tempat tinggal serta apakah klien

tinggal sendiri atau dengan orang lain.

a. Keluhan utama

Dalam membuat riwayat kesehatan yang berhubungan dengan

sistem pencernaan, maka sangat penting untuk mengenal tanda serta

gejala umum gangguan sistem pencernaan seperti mual dan muntah,

nyeri di daerah episgatrium seperti terbakar, tidak nafsu makan, susah

menelan, dan timbul rasa pahit di lidah.

1. Mual dan muntah.

Mual dan muntah merupakan salah satu indikasi yang

ditimbulkan dari adanya gangguan pada sistem pencernaan.

Gangguan ini banyak ditemukan, tetapi bukan merupakan tanda

yang spesifik. Mual dan muntah yang ditimbulkan biasanya

merupakan reflek akibat kembalinya (refluks) makanan berupa kim

yang bercampur dengan cairan lambung ke esofagus. Anamnesa

pada klien perlu dilakukan guna menentukan penyebab mual dan

muntah yang timbul.

2. Nyeri seperti terbakar di daerah episgatrium.

Nyeri pada abdomen bagian atas dan tengah. Perasaan

panas ditimbulkan dari asam lambung yang mengiritasi dinding

mukosa gaster. Nyeri ini bisa dijadikan indikator adanya gangguan

pada sistem pencernaan.

3. Tidak nafsu makan.

Nafsu makan akan menurun akibat rasa mual terus-menerus

dan persepsi bahwa akan muntah setelah makan. Kemudian bisa

diakibatkan rasa penuh pada lambung dan perut kembung.

4. Sulit menelan.

Diakibatkan luka iritasi pada mukosa sepanjang saluran

pencernaan hingga mencapai daerah orofaring. Iritasi ini

disebabkan mukosa yang terlalu sering kontak dengan asam

lambung akibat reaksi muntah.

17

Page 18: Gerd kelompok 3

5. Rasa pahit di lidah.

Pahit yang muncul disebabkan oleh campuran HCL, kimus,

dan getah lain yang mencapai mulut.

b. Riwayat kesehatan masa lalu

Meliputi riwayat penyakit yang pernah diderita serta kebiasaan

sehingga menimbulkan gangguan pada sistem pencernaan. Sebagai

contoh: melakukan anamnesa kepada pasien mengenai apakah pernah

mengalami gejala serupa sebelumnya, kemudian apakah memiliki

faktor alergi seperti alergi obat-obatan dan makanan. Tanyakan kepada

pasien apakah selalu tidur atau telentang setelah makan. Apabila

pasien mengeluhkan penyakitnya kambuh, tanyakan obat apa saja yang

pernah dikonsumsi sehingga sakitnya reda serta kapan terakhir kali

rasa sakit itu muncul.

c. Riwayat kesehatan keluarga

Riwayat kesehatan keluarga perlu ditanyakan kepada klien guna

mengetahui apakah ada potensi penyakit yang dapat diturunkan atau

ditularkan secara genetis atau tidak. Hal ini akan membantu perawat

mengetahui sumber penularannya jika memang ada penyakit serupa

yang pernah terjadi dalam lingkup keluarganya.

d. Riwayat Sosial

1. Kaji bagaimana perilaku individu dalam kelompok.

2. Tanyakan apakah didalam anggota keluarganya ada yang

menderita penyakit yang berhubungan dengan sistem pencernaan.

e. Riwayat Psikologis 

1. Adakah perasaan cemas pada diri klien saat menghadapi suatu

penyakit?

2. Kaji tingkat stres klien.

2.3.3 Pemeriksaan Fisik Sistem Gastrointestinal

Pemeriksaan fisik merupakan serangkaian tindakan pemeriksaan

secara holistik yang bertujuan melihat kondisi klien serta mendapatkan

data obyektif secara valid dan didukung dengan pemeriksaan penunjang.

Pemeriksaan fisik pada sistem pencernaan meliputi:

18

Page 19: Gerd kelompok 3

1. Survei umum.

Bertujuan untukmenilai adanya ikterus, kaheksia dan atrofi,

pigmentasi kulit, status mental, serta pengkajian tangan.

a. Perhatikan adanya ikterus pada sklera mata dan kulit. Ikterus

(kekuningan) menandakan adanya peningkatan bilirubin dalam

darah yang abnormal.

b. Kaheksia dan Atrofi. Lihat apakah klien mengalami kaheksia

(tubuh terlihat kurus) dan atrofi (lemah) akibat kurangnya

kebutuhan nutrisi tubuh. Sistem gastrointestinal yang tidak normal

akan menyebabkan gangguan penyerapan nutrisi. Bisa dilihat dari

adanya muntah.

c. Pigmentasi kulit mungkin terjadi pada daerah sela-sela jari akibat

meningkatnya jaringan adenokarsinoma gastrointestinal.

d. Clubbing fingers dapat ditunjukkan oleh klien yang mengalami

sirosis yang tidak terkompensasi. Serta penyakit hati kronik yang

menyebabkan sianosis.

e. Pada klien yang mengalami gangguan pada hepar, seperti sirosis

dan gagal hati, cenderung tingkat kesadaran dan status mentalnya

terganggu.

2. Pemeriksaan Bibir dan Rongga Mulut

a. Inspeksi bibir dan rongga mulut untuk mengetahui adanya

gangguan fungsi ingesti dan digesti.

b. Cermati lidah apakah ada perubahan warna, kebersihan, serta

tremor.

c. Palpasi kelenjar parotis dan kedua pipi. Rasakan apakah ada

pembengkakan atau tidak.

3. Pemeriksaan Abdomen

a. Lihat pergerakan dan bayangan abnormal pada abdomen.

Kesimetrisan abdomen perlu dilihat, dan amati apakah ada

penonjolan dan pembengkakan.

b. Dengarkan bisisng usus, motilitas usus, bising vena, serta bunyi

yang lain dengan stetoskop. Himbau klien agar tidak berbicara

19

Page 20: Gerd kelompok 3

selama pemeriksaan. Pemeriksaan abdomen secara auskultasi

dilakukan sebelum palpasi dan perkusi, agar tidak terjadi

perubahan suara bisisng.

c. Palpasi abdomen untuk mengetahui apakah ada nyeri tekan.

d. Perkusi abdomen untuk mengetahui letak organ-organ yang ada di

bawahnya dan untuk mengetahui adanya udara di lambung dan

usus.

4. Pemeriksaan Rektal-Anus

a. Inspeksi fisura-in-ano pasien dengan cara menginstruksikan untuk

mengedan. Lihat apakah ada hemoroid, karsinoma, atau keadaan

abnormal lainnya.

b. Palpasi keadaan prostat dengan cara colok dubur. Masukkan ujung

jari telunjuk yang sudah memakai sarung tangan dan dilubrikasi.

Instruksikan pasien untuk rileks dan rasakan tekstur prostat pada

pria, dan serviks pada wanita.

2.3.4 Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan diagnostik dilakukan untuk melengkapi pengkajian

sistem gastrointestinal. Pemeriksaan diagnostik sistem gastrointestinal

terdiri atas pemeriksaan laboratorium, radiografik, endoskopik, dan USG.

Secara umum, peran perawat pada pasien yang menjalani pemeriksaan

diagnostik meliputi:

1. Berperan dalam memenuhi informasi umum tentang prosedur

diagnostik yang akan dilaksanakan.

2. Memberikan informasi waktu atau jadwal yang tepat kapan prosedur

diagnostik akan dilaksanakan.

3. Memberikan informasi mengenai aktifitas yang harus dilakukan oleh

pasie, memberikan instruksi mengenai perawatan pascaprosedur, serta

pembatasan diri dan aktifitas.

4. Memberikan informasi mengenai nutrien khusus yang diberikan

setelah diagnosis.

5. Memberikan dukungan psikologis untuk menurunkan tingkat

kecemasan.

20

Page 21: Gerd kelompok 3

6. Mengajarkan teknik distraksi dan relaksasi untuk menurunkan

ketidaknyamanan.

7. Mendorong anggota keluarga atau orang terdekat untuk memberikan

dukungan emosi pada pasien selama tes.

2.3.5 Pemeriksaan Laboratorium

1. Pemeriksaan darah rutin

Dilakukan bertujuan untuk menilai gangguan gastrointestinal

terhadap fungsi sistemik.

2. Tes fungsi hati

Faktor yang digunakan untuk melakukan tes ini adalah memeriksa

aktifitas enzim serum dan konsentrasi serum protein, bilirubin, amonia,

faktor pembekuan, serta lipid.

3. Pengukuran enzim-enzim hati

Menggunakan serum aminotransferase sebagai indikator yang

sensitif untuk menunjukkan cedera sel hati dan sangat membantu

dalam pendeteksian penyakit hati yang akut seperti hepatitis.

4. Pemeriksaan feses

Bertujuan untuk melihat tekstur, jumlah, dan warna feses.

2.3.6 Pemeriksaan Radiografik

1. Film polos abdomen

Bermanfaat dalam mendeteksi obstruksi usus, gas bebas dalam

ekstralumen, dan kalsifikasi abdomen.

2. Pola gas usus

Memperlihatkan sebagian besar kelainan dari distribusi gas usus.

3. Film abdomen dengan barium

Menggunakan cairan radiopaque sebagai media yang paling umum

dipakai.

4. Prosedur diagnostik barium dari saluran gastrointestinal atas:

a. Barium enema. Untuk pasien yang mengeluhkan kebiasaan buang

air besar, perdarahan, dan mengetahui adanya obstruksi.

21

Page 22: Gerd kelompok 3

b. Penelanan barium. Atau menggunakan kontras guna menilai

inkoordinasi peristaltik, masalah motilitas, dan kelainan struktural.

c. Barium meal. Pemberian kontras ganda atau suspensi barium

kental pada jalur lambung dan dinding esofagus.

5. CT Scan

6. Pencitraan resonansi magnetik (MRI)

7. Arteriografi

Pemeriksaan dilakukan dengan memasukkan injeksi kontras

kedalam arteri mesenterika superior dan inferior untuk menilai adanya

sumber perdarahan akut pada usus halus dan usus besar.

2.3.7 Pemeriksaan Endoskopik

Merupakan tindakan lengkap dan dapat melihat lumen gastrointestinal

secara langsung. Pemeriksaan dapat dilakukan pada pasien dengan kondisi

sadar atau tidak.

2.3.8 Pemeriksaan USG

Pemeriksaan minim radiasi dan banyak digunakan,. Namun sangat

terbatas jangkauannya tidak sampai menembus ke dalam.

2.4 Diagnosa Keperawatan

1. Risiko aspirasi berhubungan dengan penurunan motilitas GI, sfingter

esophagus bagian bawah yang tidak kompeten, gangguan menelan

2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan refluks

cairan ke laring dan tenggorokan (domain 11 – kelas 2)

3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan

aktif, mual, muntah/ pengeluaran yang berlebihan (domain 2 – kelas

5)

4. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan ketidakmampuan makan, kurang asupan makan (domain 2 –

kelas 2)

5. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan gejala terkait penyakit

gastroesophageal reflux seperti gangguan menelan (domain 32 – kelas

1)

22

Page 23: Gerd kelompok 3

6. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi lapisan esofagus

2.5 Intervensi Keperawatan

Dx NOC NIC

Risiko aspirasi

berhubungan

dengan penurunan

motilitas GI,

sfingter esophagus

bagian bawah yang

tidak kompeten,

gangguan menelan

Pencegahan aspirasi;

tindakan personal untuk

mencegah masuknya

cairan atau partikel

padat kedalam paru

Status pernapasan:

ventilasi; pergerakan

udara yang masuk dan

keluar ke dan dari paru

Status pembengkakan;

jalan masuk yang aman

cairan dan atau zat padat

dari mulut ke lambung

Tujuan : pasien tidak

mengalami aspirasi dan

jalan nafas tidak

terganggu

Kriteria hasil :

Tidak akan

mengalami aspirasi

yang dibuktikan

oleh pencegahan

aspirasi; status

menelan dan status

pernapasan: ventilasi

tidak mengalami

gangguan.

Kewaspadaan aspirasi :

1. Pantau tingkat kesadaran,

reflek batuk, muntah dan

kemampuan menelan

2. Pantau status paru-paru

Rasional : Meningkatkan

ekspansi paru maksimal dan alat

pembersihan jalan napas.

Berikan waktu kepada pasien

untuk menelan sediakan kateter

pengisap disamping tempat tidur

pasien dan lakukan pengisapan

selama makan jika perlu

libatkan keluarga selama pasien

makan

Berikan dukungan dan

penenangan tempatkan pasien

pada posisi semifowler atau

fowler saat makan, jika

dikontraindikasikan gunakan

posisi berbaring miring

tinggikan bagian kepala tempat

tidur selama 30-45 menit setelah

makan

Rasional: meningkatkan udara

seluruh segmen paru dan

memobilisasi dan mengeluarkan

sekret potong makanan kecil-

kecil

23

Page 24: Gerd kelompok 3

Rasional: menghindari risiko

aspirasi yang tinggi

berikan makanan dalam jumlah

sedikit

hindari cairan atau penggunaan

agen pengental

patahkan atau haluskan tablet

obat sebelum digunakan

minta obat dalam bentuk eliksir

Ketidakefektifan

bersihan jalan nafas

berhubungan

dengan refluks

cairan ke laring dan

tenggorokan

Kriteria Hasil :

Menunjukkan bersihan

jalan napas yang efektif

yang dibuktikan oleh,

pencegahan aspirasi,

status pernapasan:

ventilasi tidak terganggu

dan status pernapasan:

kepatenan jalan napas

Menunjukkan status

pernapasan kepatenan

jalan napas yang normal

Anjurkan aktivitas fisik

untuk memfasilitasi

pengeluaran sekret

Atur posisi pasien yang

memungkinkan untuk

pengembangan maksimal

rongga dada

Rasional : Peninggian kepala

tempat tidur mempermudah

fungsi pernapasan dengan

menggunakan gravitasi.

Singkirkan atau tangani

factor penyebab, seperti

nyeri, keletihan dan secret

yang kental, serta aspirasi

Atur intake untuk cairan

mengoptimalkan

keseimbangan.

Rasional : Keseimbangan akan

stabil apabila antara pemasukan

dan pengeluaran diatur

Kekurangan volume

cairan berhubungan

Kriteria hasil:

Mempertahankan

Monitor status hidrasi

Rasional: Perubahan pada

24

Page 25: Gerd kelompok 3

dengan kehilangan

cairan aktif, mual,

muntah/

pengeluaran yang

berlebihan

urine output sesuai

dengan usia BB, BJ

urine normal

Kekurangan volume

cairan akan teratasi,

dibuktikan

oleh Keseimbangan

elektrolit dan asam

basa,

keseimbangan

cairan, hidrasi

yang adekuat, dan

status nutrisi: asupan

makanan dan cairan

yang adekuat

Tidak ada tanda-

tanda dehidrasi,

elastisitas turgor

kulit baik dan tidak

ada rasa haus yang

berlebihan

Berat badan stabil

(normal)

Hematokrit menurun

Tidak ada ascites

(normal)

kapasitas gaster dan mual sangat

mempengaruhi masukan dan

kebutuahan cairan, peningkatan

risiko dehidrasi.

Kaji tanda vital, catat

perubahan TD, takikardi,

turgor kulit dan kelembaban

membran mukosa.

Rasional : indikator dehidrasi

hipovolemik, keadekuatan

pergantian cairan

Berikan cairan tambahan IV

sesuai indikasi dan

kebutuhan.

Rasional : Menggantikan

kehilangan cairan dan

memperbaiki keseimbangan

cairan dalam fase segera dan

pasien mampu memenuhi cairan

per oral.

Dorong masukan oral bila

mampu

Rasional : Memungkinkan

penghentian tindakan dukungan

cairan infasif dan kembali ke

normal.

Ketidakseimbangan

nutrisi: kurang dari

kebutuhan tubuh

berhubungan

dengan

ketidakmampuan

Kriteria hasil :

Memperlihatkan status

gizi: asupan makanan

dan cairan, yang

dibuktikan oleh

indicator yang adekuat

Diskusikan  pada pasien

makanan yang disukainya

dan makanan yang tidak

disukainya.

Rasional : Dengan memilih

makanan yang disukai pasien

25

Page 26: Gerd kelompok 3

makan, kurang

asupan makan

maka selera makan si pasien

akan bertambah dan dapat

mengurangi rasa mual dan

muntah.

Buat jadwal masukan tiap

jam dan pertahankan makan

pasien sesuai jadwal.

Anjurkan mengukur

cairan/makanan dan minum

sedikit demi sedikit atau

makan secara perlahan.

Rasional : Setelah tindakan

pembagian, kapasitas gaster

menurun kurang dari 50 ml,

sehingga perlu makan

sedikit/sering.

Konsultasikan pada ahli gizi

untuk menentukan asupan

kalori harian klien yang

dibutuhkan

Beritahu pasien untuk duduk

saat makan/minum.

Rasional : Menurunkan

kemungkinan aspirasi.

Gangguan rasa

nyaman

berhubungan

dengan gejala

terkait penyakit

gastroesophageal

reflux seperti

gangguan menelan

Kriteria Hasil :

Klien dapat menelan

makanan dengan

sempurna

Klien tidak

mengeluh lagi

terhadap gangguan

menelan

Bantu pasien dengan

mengontrol kepala

Rasional : Menetralkan

hiperekstensi , membantu

mencegah aspirasi dan

meningkatkan kemampuan

untuk menelan.

Letakkan pasien pada posisi

26

Page 27: Gerd kelompok 3

duduk/tegak selama dan

setelah makan.

Rasional : Menggunakan

gravitasi untuk memudahkan

proses menelan.

Berikan makan perlahan

pada lingkungan yang

tenang

Rasional : Pasien dapat

berkonsentrasi pada mekanisme

makan tanpa adanya gangguan

distraksi dari luar

Nyeri akut

berhubungan

dengan inflamasi

lapisan esofagus

Kriteria hasil :

Mampu mengontrol

nyeri (tahu

penyebab nyeri,

mampu

menggunakan tehnik

nonfarmakologi

untuk mengurangi

nyeri, mencari

bantuan)

Melaporkan bahwa

nyeri berkurang

dengan

menggunakan

manajemen nyeri

Mampu mengenali

nyeri (skala,

intensitas, frekuensi

dan tanda

Tanda vital dalam

Kurangi faktor presipitasi

nyeri

Rasional : Dengan berkurangnya

faktor pencetus nyeri maka

pasien tidak terlalu merasakan

intensitas nyeri

Tingkatkan istirahat

Rasional : Menurunkan

tegangan abdomen dan

meningkatkan rasa kontrol

Berikan informasi tentang

nyeri seperti penyebab nyeri,

berapa lama nyeri akan

berkurang, dan antisipasi

ketidaknyamanan prosedur.

Rasional : Pemberian informasi

yang berulang dapat mengurangi

rasa kecemasan pasien terhadap

rasa nyerinya

Ajarkan tentang teknik

27

Page 28: Gerd kelompok 3

rentang normal nonfarmakologi seperti

teknik relaksasi nafas dalam,

distraksi dan kompres

hangat/dingin.

Rasional : Meningkatkan

relaksasi, memfokuskan kembali

perhatian dan meningkatkan

kemampuan koping.

Berikan analgesik untuk

mengurangi nyeri

Rasional : Perlu penanganan

obat untuk memudahkan

istirahat adekuat dan

penyembuhan

2.6 Evaluasi :

a. Risiko aspirasi pada klien dapat diatasi

b. Defisit volume cairan dapat diatasi.

c. Ketidakseimbangan nutrisi  pada pasien GERD  dapat ditangani.

d. Nyeri akut pada pasien dapat diatasi.

e. Bersihan jalan nafas efektif.

f. Gangguan menelan pada klien dapat diatasi.

28

Page 29: Gerd kelompok 3

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Kasus

Tn. A berusia 65 tahun bersama istrinya datang ke poli penyakit dalam

RS Universitas Airlangga dengan keluhan nyeri seperti terbakar dengan skala

6/10 pada bagian ulu hati (Epigastric) pada saat setelah makan, serta sering

merasakan cairan asam dan pahit pada pangkal lidah saat bersendawa. Klien

juga sering tidak menghabiskan makanannya dengan alasan susah menelan

dan merasa mual. Klien memiliki riwayat penyakit Gastritis. Klien mengaku

memiliki kebiasaan minum kopi setiap hari dan pola makan yang tidak

teratur. Tn. A adalah perokok aktif sejak umur 20 tahun. Dari pemeriksaan

TTV dapat diketahui bahwa Tn. A memiliki nadi = 120x/menit, tekanan

darah = 110/70 mmHg, suhu = 36,5oC dan RR = 21x/menit. BB sebelum sakit

= 69 kg, BB sekarang = 65, TB= 150 cm.

3.2 Pengkajian

3.2.1 Data Demografi

Nama Klien : Tn. A

Usia : 65 Tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Gubeng, Surabaya

Agama : Islam

Pekerjaan : Swasta (Pegawai Kantor)

Suku Bangsa : Jawa

3.2.2 Keluhan Utama

Tn. A memiliki keluhan utama yaitu mengalami nyeri terbakar dengan

skala 6/10 di bagian epigastric saat setelah makan.

3.2.3 Riwayat Kesehatan Sekarang

Tn. A datang ke poli Penyakit Dalam RSUA diantar oleh istrinya

dikarenakan Tn. A sudah 1 minggu ini sering mengalami rasa nyeri

tebakar dengan skala6/10 pada bagian ulu hati (Epigastric) pada saat

setelah makan. Serta Tn. A sering merasakan rasa asam dan pahit pada

pangkal lidah pada saat bersendawa. Tn. A juga tidak pernah

29

Page 30: Gerd kelompok 3

menghabiskan makanannya dengan alasan sulit di saat menelan dan

merasa mual.

3.2.4 Riwayat Kesehatan Masa Lalu

Tn. A mempunyai riwayat penyakit Gastritis yang sering timbul.

3.2.5 Riwayat Kesehatan Keluarga

Keluarga Tn. A tidak ada riwayat penyakit tertentu yang

diturunkan/ditularkan.

3.2.6 Pola Kebiasaan Sehari-hari

a) Nutrisi dan Cairan

Sebelum mengalamin keadaan seperti ini Tn. A dapat mengehabiskan

1 porsi makanannya dengan baik tetapi Tn. A memiliki pola makan

yang tidak teratur yaitu sering menunda makan, makan malam yang

terlalu larut malam dan setelah makan Tn. A langsung tidur. Tn. A

merupakan penggemar minuman kopi yang setiap pagi dan setelah

pulang kerja minum.

b) Gaya Hidup

Tn. A merupakan perokok aktif yang dapat menghabiskan 6-10 batang

rokok setiap hari.

3.2.7 Pemeriksaan Fisik

1. B1 (Breath)

Suara nafas vesikuler, dada simetris, RR=21x/menit, tidak ada suara

nafas tambahan, tidak ada pernapasan cuping hidung, tidak ada tanda-

tanda sianosis

2. B2(Blood)

Suara jantung S1/S2 irama tunggal, nadi = 120x/menit, tekanan darah

= 110/70 mmHg, CRT = <3 detik, akral hangat, konjungtiva berwarna

merah, tidak ada tanda-tanda anemis.

3. B3(Brain)

Kesadaran compos mentis GCS 4-5-6, pupil isokor.

4. B4 (Blader)

Pola eliminasi urin = 2x/hari, volume output = 1200cc/hari, warna urin

kuning pekat, intake 2.100 cc/hari.

30

Page 31: Gerd kelompok 3

5. B5(Bowel)

Tn. A memiliki BB sebelum sakit = 69 kg, BB sekarang = 65 kg, TB=

168 cm jadi IMT Tn. A = 23.03. Tn.A merasakan nyeri pada bagian

Epigastrium pada saat dilakukan palpasi pad daerah Epigastric.

6. B6 (Bone)

Terjadi kelemahan pada Tn. A.

3.2.8 Pemeriksaan Penunjang

1. Endoskopi

Pada pemeriksaan endoskopi dalam esofagus terlihat sfingter LES

dalam keadaan membuka serta terlihat tanda-tanda inflamasi pada

daerah di sekitar LES.

3.3. Analisa Data

Data Etiologi Masalah Keperawatan

DS :

Klien mengatakan bahwa ia

merasakan nyeri terbakar

dengan skala 6/10 pada

daerah epigastrik di saat

setelah makan.

DO :

Terlihat ada tanda inflamasi

di sekitar area LES pada

pemeriksaan endoskopi.

Konsumsi cafein,

merokok, dan usia

semakin tua

Sfingter LES melemah

(Atrofi)

Asam Lambung

mengiritasi Esofagus

Inflamasi

Nyeri

Nyeri Akut (00132)

Domain 12. Kenyamanan

Kelas 1. Kenyamanan Fisik

DS :

Klien mengatakan bahwa

dia tidak menghabiskan

makanannya kerena sulit

saat menelan makanan dan

merasa mual.

Konsumsi cafein,

merokok, dan usia

semakin tua

Sfingter LES melemah

(Atrofi)

Gangguan Menelan

(00103)

Domain 2. Nutrisi

Kelas 1. Makan

31

Page 32: Gerd kelompok 3

Klien mengatakan sering

merasakan rasa asam dan

pahit pada pangkal lidah

pada saat bersendawa.

DO :

Terlihat klien

memercingkan matanya

saat dicoba untuk menelan.

BB sebelum sakit = 69 kg,

BB sekarang = 65 kg, TB=

168 cm jadi IMT Tn. A =

23.03.

Asam Lambung

mengiritasi Esofagus

Inflamasi

Esofagus kontraksi

Sulit menelan

3.4. Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri Akut (00132)

2. Gangguan Menelan (00103)

3.5. Intervensi Keperawatan

Diagnosa :

Nyeri Akut (00132)

Domain 12. Kenyamanan

Kelas 1. Kenyamanan Fisik

NOC NIC

Dalam waktu 2x24 jam klien tidak

merasakan sensasi nyeri pda bagian

epigastric dengan outcomes:

Pain Level (2102)

Medication Management (2380)

1. Diskusikan dengan keluarga

tentang kebutuhan dan kemampuan

yang berhubungan dengan proses

32

Page 33: Gerd kelompok 3

1. Klien tidak menunjukan gejala

iritasi di dalam esofagus pada

daerah disekitar LES.

2. Klien tidak menunjukan gejala

mual dan muntah, dan gejala

susah untuk menelan

makanannya.

3. Klien memiliki nafsu makan

dan pola makan yang baik.

pengobatan klien.

2. Ajarkan klien dan keluarga klien

untuk memonitor tindakan medis

dan pengobatan klien dengan baik

dan benar.

3. Ajarkan klien dan keluarga klien

untuk menjalankan gaya hidup yang

sehat seperti menghindari rokok

dan manajemen nutrisi yang sehat.

Flatulence Reduction (5820)

1. Ajarkan klien untuk mengganti

jenis diet dengan menggunakan

makanan yang mengurangi kerja

saluran pencernaan seperti

makanan halus, dan cair.

2. Instruksikan klien dan keluarga

klien untuk menghindari

makanan yang menyebabkan

timbulnya gas dan meningkatkan

asam lambung seperti kopi.

3. Monitor tanda-tanda perut

kebung, distensi abdomen dan

bising usus.

33

Page 34: Gerd kelompok 3

3.6. Evaluasi

1. S = Klien mengatakan sudah tidak merasakan nyeri.

O = Klien tampak senang dan segar, tidak nampak tanda inflamasi pada

daerah sekitar LES, tidak merakan nyeri pada saat palpasi Epigastric

A = Laporan subjektif dan objektif memuaskan, kriteria hasil tercapai,

masalah teratasi keseluruhan.

P = Intervensi diberhentikan.

34

Diagnosa :

Gangguan Menelan (00103)

Domain 2. Nutrisi

Kelas 1. Makan

NOC NIC

Dalam waktu 2x24 jam klien tidak

mengalami kesulitan dalam menelan

makanan dengan outcomes:

Swalowing Status: Esophageal Phase

(1011)

1. Klien dapat menjaga posisi kepala

danleher saat makan.

2. Klien tidak menunjukan gejala

regulgitasi, mual dan muntah.

3. Klien menunjukan aroma nafas

keasaman pada saat bersendawa.

Nausea and Vomiting Severity (2107)

1. Klien tidak menunjukan gejala

mual seperti sering bersendawa

dan resistensi abdomen.

2. Klien mengalami peningkatan

berat badan 1-2 kg.

Nutrision Management (1100)

1. Ajarkan klien mengenai kebutuhan

nutrisi sesuai dengan keadaannya

seperti makanan yang halus dan

cair.

2. Pantau Asuapan intake nutrisi dan

cairan.

Swallowing Therapy (1860)

1. Ajarkan klien dan keluarga untuk

menjaga posisi duduk selama 30

menit setelah makan.

2. Pantau kondisi klien dari tanda

tanda aspirasi.

Page 35: Gerd kelompok 3

2. S = Klien mengatakan sudah dapat menghabiskan makanannnya tanpa

ada keluhan kesulitan menelan dan memiliki nafsu makan yang baik.

O = BB klien bertambah menjadi 66 kg, klien tidak terlihat berusaha

berat dalam menelan makanan.

A = Laporan subjektif dan objektif memuasakan, kriteria hasil tercapai,

masalah teratasi keseluruhan.

P = Intervensi diberhentikan.

35

Page 36: Gerd kelompok 3

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Gastroesophageal reflux disease (GERD) merupakan penyakit

saluran pencernaan yang bersifat kronis. GERD terjadi ketika asam

lambung atau terkadang isi lambung naik kembali ke esofagus (refluks)

sehingga seseorang akan mengalami mual bahkan muntah. Akibat naiknya

asam lambung maka akan mengiritasi dan membakar esofagus atau

kerongkongan sehingga menimbulkan rasa panas pada dada (heartburn)

sampai bagian dalam leher bahkan tenggorokan.

Faktor-faktor resiko atau kondisi yang bisa menjadi penyebab

GERD seperti obesitas atau kegemukan, hernia hiatus, kanker, alergi

terhadap makanan tertentu, pengosongan lambung yang tertunda.

Gastroesophageal reflux disease disebabkan oleh proses yang multifaktor

seperti bedah, obesitas, dan pengosongan lambung. Faktor dan mekanisme

yang terlibat dalam kondisi refluks esofagus, terdapat empat faktor dasar

utama, meliputi: 1) asam lambung, 2) integritas struktural, fungsi dan

kompetensi dari LES untuk mencegah aliran refluks, 3) mekanisme

pertahanan mukosa esofageal yang memerankan pertahanan penting dari

asam lambung, dan 4) mekanisme sensori yang memberikan manifestasi

gejala yang muncul. Diagnosis keperawatan yang dapat ditegakkan yaitu,

risiko aspirasi berhubungan dengan penurunan motilitas GI, sfingter

esophagus bagian bawah yang tidak kompeten, gangguan menelan,

ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan refluks cairan

ke laring dan tenggorokan, kekurangan volume cairan berhubungan

dengan kehilangan cairan aktif, mual, muntah atau pengeluaran yang

berlebihan, ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan ketidakmampuan makan, kurang asupan makan,

gangguan rasa nyaman berhubungan dengan gejala terkait penyakit

gastroesophageal reflux seperti gangguan menelan, nyeri akut

berhubungan dengan inflamasi lapisan esofagus.

36

Page 37: Gerd kelompok 3

Evaluasi dari asuhan keperawatannya adalah risiko aspirasi pada

klien dapat diatasi, defisit volume cairan dapat diatasi, ketidakseimbangan

nutrisi  pada pasien GERD  dapat ditangani, nyeri akut pada pasien dapat

diatasi, bersihan jalan nafas efektif, gangguan menelan pada klien dapat

diatasi.

37

Page 38: Gerd kelompok 3

DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, G.M. dkk. (2013). Nursing Interventions Classification (NIC), sixth edition. USA: ELSEVIER.

Bulechek, G.M. dkk. (2013). Nursing Outcomes Classification (NOC), sixth edition. USA: ELSEVIER.

Herdman, T.H & Kamitsuru, S. (2015). NANDA International Nursing Diagnoses: Definitions and Classification, 2015-2017. Oxford: Wiley Blackwell.

Muttaqin, Arif dan Kumala Sari. 2011. Gangguan Gastrointestinal Aplikasi Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:Salemba Medika.

38