Download - Gerd kelompok 3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
GERD (Gastroesofageal Reflux Disease) adalah suatu penyakit yang
jarang terdiagnosis oleh dokter di Indonesia karena bila belum
menimbulkan keluhan yang berat seperti refluks esofagitis dokter belum
bisa mendiagnosa. Refluks gastroesofagus adalah masuknya isi lambung
ke dalam esofagus yang terjadi secara intermiten pada orang, terutama
setelah makan (Asroel, 2002). Gastroesophageal Reflux Disease (GERD)
adalah suatu keadaan patologis yang disebabkan oleh kegagalan dari
mekanisme antireflux untuk melindungi mukosa esophagus terhadap
refluks asam lambung dengan kadar yang abnormal dan paparan yang
berulang.
GERD adalah penyakit organ esofagus yang banyak ditemukan di
negara Barat. Berbagai survei menunjukkan bahwa 20-40% populasi
dewasa menderita heartburn (rasa panas membakar di daerah retrosternal),
suatu keluhan klasik GERD. Di Indonesia, penyakit ini sepintas tidak
banyak ditemukan. Hanya sebagaian kecil pasien GERD datang berobat
pada dokter karena pada umumnya keluhannya ringan dan menghilang
setelah diobati sendiri dengan antasida. Dengan demikian hanya kasus
yang berat dan disertai kelainan endoskopi dan berbagai macam
komplikasinya yang datang berobat ke dokter (Djajapranata, 2001).
Prevalensi PRG bervariasi tergantung letak geografis, tetapi angka
tertinggi terjadi di Negara Barat. Trend prevalensi GERD di Asia
meningkat. Di Hongkong meningkat dari 29,8% (2002) menjadi 35%
(2003). Sedangkan berdasarkan data salah satu rumah sakit di Indonesia,
RSCM menunjukkan peningkatan signifikan dari 6% menjadi 26% dalam
kurun waktu 5 tahun. Asian Burning Desire Survey (2006) membuktikan
bahwa pemahaman tentang GERD pada populasi di Indonesia adalah yang
terendah di Asia Pasifik, hanya sekitar 1%, sedangkan di Taiwan mencapai
81% dan Hongkong 66%.
1
Antara laki-laki dan perempuan tidak terdapat perbedaan insidensi
yang begitu jelas, kecuali jika dihubungkan dengan kehamilan dan
kemungkinan non-erosive reflux disease lebih terlihat pada wanita.
Walaupun perbedaan jenis kelamin bukan menjadi faktor utama dalam
perkembangan PRG, namun Barrett’s esophagus lebih sering terjadi pada
laki-laki.
Gastroesophageal reflux disease (GERD) terdiri dari spektrum
gangguan yang terkait, termasuk hernia hiatus, reflux disease dengan
gejala yang terkait, esofagitis erosif, striktur peptikum, Barrett esofagus,
dan adenokarsinoma esofagus. Selain beberapa patofisiologi dan hubungan
antara beberapa gangguan ini, GERD juga ditandai dengan terjadinya
komorbiditas pada pasien yang identik dan oleh epidemiologi perilaku
yang serupa diantara mereka.
1.2 Rumusan Masalah
1. Sebutkan dan jelaskan anatomi dan fisiologi sistem pencernaan!
2. Apakah pengertian dari GERD atau gastroesophageal reflux disease?
3. Apa saja etiologi dari penyakit GERD?
4. Bagaimana patofisiologi dari penyakit GERD?
5. Apa saja manifestasi klinis dari penyakit GERD?
6. Bagaimana asuhan keperawatan dalam menangani GERD?
7. Buatlah sebuah contoh kasus dan tentukan asuhan keperawatan kasus
tersebut.
1.3 Tujuan
Tujuan umum dari makalah ini adalah mengetahui konsep dan asuhan
keperawatan dalam menangani pasien GERD
Tujuan khusus :
1. Mahasiswan dapat menjelaskan anatomi dan fisiologi sistem
pencernaan
2. Mahasiswa dapat mengetahui apa pengertian dari GERD
3. Mahasiswa dapat mengetahui etiologi dari GERD
4. Mahasiswa dapat memahami patofisiologi GERD
2
5. Mahasiswa dapat mengetahui manifestasi klinis dari GERD
6. Mahasiswa dapat membuat asuhan keperawatan secara mandiri
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Fisiologi Sistem Gastrointestinal
Sistem gastrointestinal atau biasa disebut sistem digestif (sistem
pencernaan) terdiri atas saluran gastrointestinal dan organ aksesori.
Rongga mulut, faring, esfagus, lambung, usus halus, usus besar merupakan
saluran gastrointestinal, sedangkan organ aksesorinya yaitu gigi, lidah,
serta beberapa kelenjar lain. Sistem gastrointestinal mempunyai fungsi
utama yaitu menyuplai nutrisi ke sel-sel tubuh. Kondisi ini dapat
terlaksana jika 4 proses dasar berikut terlaksana, yaitu:
1. Motilitas yaitu proses material masuk ke saluran pencernaan melalui
mulut. Adanya kontraksi otot yang mencampur dan mendorong isi
saluran pencernaan. Terjadi dua gerakan yaitu gerakan propulsif yaitu
mendorong, dan gerakan mencampur.
2. Digesti yaitu proses penguraian makanan dari struktur kompleks
menjadi struktur yang lebih kecil yang akan disederhanakan di usus
halus dalam bentuk disakarida, monosakarida,dan sebagainya.
3. Absorbsi yaitu proses penyerapan yang setelah menjadi satuan kecil
diabsorbsi dengan air, vitamin, mineral. Sebagian besar terjadi di usus
halus.
4. Sekresi, terjadi di lumen oleh kelenjar eksokrin.
a. Rongga mulut
Rongga mulut mempunyai beberapa fungsi meliputi; 1) menganalisis
material makanan sebelum menelan, 2) proses mekanis dari gigi,lidah, dan
permukaan palatum, 3) lubrikasi oleh sekresi saliva, 4) digesti pada
beberapa material karbohidrat dan lemak. Rongga mulut dibatasi oleh
mukosa mulut, yang memiliki stratified squamous epithelium. Meskipun
absorbsi nutrisi tidak terjadi didalam mulut, mukosa bagian inferior lidah
yang sempit dan cukup vaskular mampu melakukan absorbsi cepat pada
obat yang mempunyai sifat larut lemak.
4
1. Lidah
Fungsi utama lidah yaitu 1) proses mekanik dengan cara menekan,
melunakkan, dan membagi material; 2 ) melakukan manipulasi
material makanan didalam rongga mulut dan melakukan proses
menelan.; 3) analisis sensori terhadap karakteristik material, suhu, dan
reseptor rasa; serta 4) menyekresikan mukus dan enzim. Epitelium di
lidah dibilas oleh sekresi dari kelenjar kecil yang meluas ke lamina
propria dari lidah. Sekresi ini mengandung mukus, air, dan enzim
lingual lipase. Enzim ini untuk mengurai lemak, khususnya
trigliserida, sebelum makanan ditelan.
2. Kelenjar saliva
Kelenjar saliva menyekresikan air liur ke rongga mulut oleh
kelenjar saliva sublingual dan submandibular bawah lidah, serta oleh
kelenjar parotis yang mempunyai fungsi utama sebagai pelumas untuk
memperhalus material. Saliva mengandung enzim amilase (ptialin)
yang menguraikan zat tepung menjadi maltosa.
3. Gigi
Gigi melakukan fungsi sebagai proses mekanik dalam
penghancuran makanan.
b. Faring
Faring merupakan jalan untuk material makanan, cairan, dan udara.
Faring terdiri atas nasofaring, orofaring, dan laringofaring. Bolus makanan
secara normal melewati orofaring dan nasofaring menuju esofagus.
c. Esofagus
Esofagus adalah saluran berotot yang berada menembus diafragma
untuk menyatu dengan lambung di taut gastroesofagus. Fungsi utama
esofagus yaitu membawa bolus makanan dan cairan menuju lambung.
Submukosa esofagus tebal dan berlemak sehingga mobilitas esofagus
cukup tinggi. Lapisan otot mendorong makanan disepanjang esofaus
menuju lambung melalui gerakan peristaltik yang dirangsang oleh saraf
vagus, dan dilumasi oleh mukosa penghasil mukus. Pada bagian bawah
5
esofagus terdapat otot sirkuler yang berfungsi sebagai sfingter yang tetap
berkontriksi, kecuali jika terjadi proses menelan. Hal ini mencegah
terjadinya refluks isi lambung kedalam esofagus.
Proses menelan terdiri dari 3 tahap, yaitu 1) tahap volunteer yang terjadi
di rongga mulut, dengan bantuan lidah bolus makanan terdorong menuju
faring. 2) tahap faringeal terjadi didalam faring dengan penutupan
epiglotis, bolus makanan didorong kedalam esofagus. 3) tahap esofageal
dengan proses peristaltik esofagus, bolus makanan didorong untuk
melewati otot sirkuler yang berfungsi sebagai sfingter, sehingga bolus
makanan masuk ke lambung dan sfingter tertutup mencegah refluk isi
lambung kedalam esofagus.
d. Lambung
Terletak di bagian kiri atas abdomen tepat dibawah diafragma. Dalam
keadaan kosong, lambung berbentuk tabung j, dan bila penuh berbentuk
seperti buah alpukat raksasa. Secara anatomis lambung terdiri dari fundus,
badan, antrum pilorikum atau pilorus. Kapasitas lambung normal sebanyak
1-2 l. Volume lambung akan meningkat saat makan, dan menurun saat
cairan lambung(kimus)masuk kedalam usus halus. Sfingter pada kedua
ujung lambung mengatur pengeluaran dan pemasukan. Sfingter
kardia(esofagus bawah), mengalirkan makanan masuk kedalam lambung
dan mencegah refluks isi lambung memasuki esofagus kembali. Saat
sfingter pilorikum berelaksasi, maknaan masuk kedalam duodenum dan
ketika berkontraksi, sfingter ini akan mencegah kembalinya makanan ke
lambung. Sfingter pilorus ini memiliki arti klinis yang penting karena
dapat mengalami stenosis (penyempitan pilorus yang menyumbat) sebagai
komplikasi dari penyakit tukak lambung. Hal ini terjadi jika serat-serat
otot disekelilingnya mengalami hipertrofi/spasme sehingga sfingter gagal
berelaksasi untuk mengalirkan makanan menuju duodenum. Keadaan ini
dapat diperbaiki dengan cara operasi atau obat-obatan adrenergik yang
menyebabkan relaksasi serat-serat otot.
Tidak seperti daerah gastrointestinal yang lain, bagian otot lambung
tersusun dari 3 lapis: 1) lapisan longitudinal luar; 2) lapisan sirkular
6
tengah; 3) lapisan oblik dibagian dalam. Susunan yang unik ini
memungkinkan berbagai macam kombinasi kontraksi yang diperlukan
untuk memecah makanan menjadi partikel yang lebih kecil, mengaduk,
dan mencampur makanan tersebut dengan cairan lambung, lalu
mendorongnya menuju duodenum. Persarafan lambung sepenuhnya
otonom. Suplai saraf parasimpatis untuk lambung dan duodenum
dihantarkan ke dan dari abdomen melalui saraf vagus. Trunkus vagus
mencabangkan ramus gastrik, pilorik, hepatik, dan siliaka.
Seluruh suplai darah dilambung dan pankreas terutama berasal dari
arteri siliaka. Darah vena dari lambung dan duodenum, serta yang berasal
dari pankreas, limpa, dan yang lain, berjalan melewati vena porta menuju
hati. Sekresi cairan lambung (kimus) bermanifestasi pada 3 fase, yaitu fase
sefalik, gaster, dan intestinal. 1) fase sefalik dimana ada stimulus dari
hidung, rasa dari lidah, dan masuknya makanan memberikan impuls pada
sistem saraf pusat untuk memberikan impuls pada serat preganglionik
saraf vagus ke pleksus submukosa lambung dan mempengaruhi sel-sel
mukus untuk memproduksi mukus, sel-sel chief untuk memproduksi
pepsinogen, sel-sel parietal untuk memproduksi hcl, dan mempengaruhi
sel-sel g untuk melaps gastrin. Berlangsung singkat dengan fungsi
mempersiapkan lambung dari kedatangan makanan.
Fase gaster berkisar antara 3-4 jam, dimana terjadi proses digesti
protein oleh pepsin dan pelepasan histamin oleh sel mast. Pelepasan
histamin akan meningkat terhadap beberapa jenis makanan tertentu yang
menjadi proteksi terhadap reaksi antigen-antibodi. Fase intestinal sekresi
lambung dimulai ketika kimus masuk ke usus halus. Sacara umum fase ini
berlangsung beberapa jam untuk melakukan kontraksi. Kontraksi sfingter
pilorus bertujuan untuk mengendalikan yang keluar disesuaikan dengan
kemampuan usus halus dalam melakukan absorbsi. Pada fase ini, secara
hormonal akan dilepaskan kolesistokinin(cck) dan gastric inhibitory
peptide. Cck akan memberikan efek pada sistem digestif yaitu
menghambat sekresi asam dan enzim lambung. Gip akan menghambat
sekresi lambung dan meningkatkan kontraksi lambung. Hasilnya makanan
7
yang tinggi lemak akan berada didalam lambung lebih lama dengan tujuan
sebelum masuk usus halus material lemak lebih halus dan lebih mudah
diabsorbsi.
e. Usus halus
Dibagi menjadi 3 yaitu duodenum, jejunum, ileum. Terdapat
perbedaan di tiap lapisan usus halus. Lapisan paling dalam adalah mukosa,
berisi sel-sel yang bersifat sekretif. Submukosa terdiri atas jaringan ikat,
sedangkan muskularis mengandung otot longitudinal dan sirkular. Lapisan
ini mempemudah makanan bergerak dan zat sisa melalui salui saluran
pencernaan. Fungsi usus halus meliputi transportasi dan pencernaan
makanan, serta absorbsi cairan, elektrolit, dan unsur makanan. Setiap hari
beberapa liter cairan dan puluhan gram makanan yang terdiri atas
karbohidrat, lemak, protein, akan melewati usus halus, lalu setelah dicerna
akan masuk kealiran darah. Proses ini sangat efisien karena hampir seluruh
makanan terserap, kecuali bila terlindung oleh selulosa yang tidak dapat
dicerna. Hal ini menjadi dasar diet berserat tinggi yang memberi volume
ke feses sehingga pasase di saluran cerna berlangsung lebih cepat.
Usus halus mengeluarkan mukus dan hormon pencernaan untuk
membantu pencernaan. Lapisan otot pada usus halus ikut berperan
menentukan pergerakan usus melalui kontraksi segmental
f. Kolon dan rektum
Secara fisiologis, kolon menyerap air, vitamin, natrium, dan klorida,
serta mengeluarkan kalium, bikarbonat, mukus, dan menyimpan feses
serta mengeluarkannya. Selain itu, kolon adalah tempat pencernaan
karbohidrat dan protein tertentu, maka dapat menghasilkan lingkungan
yang baik bagi mikroba untuk menghasilkan vitamin K. Dalam 4 jam
setelah makan, materi sisa melewati ileum terminalis dengan perlahan
melewati bagian proksimal kolon melalui katup ileosekal. Katup ini yang
secara normal tertutup, membantu mencegah isi kolon mengalir kembali
ke usus halus. Pada setiap gelombang peristaltik, katup terbuka secara
singkat dan memungkinkan sebagian isinya msuk kedalam kolon. Populasi
8
utama dari kolon adalah bakteri. Bakteri membantu menyelesaikan
pemecahan materi sisa dan garam empedu. Dua jenis sekresi kolon
ditambahkan pada sisa materi mukus dan larutan elektrolit. Mukus ini
melindungi mukosa kolon dari isi interluminal dan juga memberikan
perlekatan pada massa fekal. Aktivitas peristaltik yang lemah
menggerakkan isi kolonik dengan perlahan sepanjang saluran. Transpor
lamban ini memungkinkan reabsorbsi efisien terhadap air dan elektrolit.
Gelombang peristaltik kuat intermitten mendorong isi untuk jarak tertentu.
Hal ini terjadi secara umum setelah makanann lain dimakan, bila hormon
perangsang usus dilepaskan. Materi sisa dari makanan akhirnya mencapai
dan mengembangkan anus, biasanya kira-kira dalam 12 jam. Sebanyak
seperempat dari materi sisa dari makanan mungkin tetap berada di rektum
3 hari setelah makanan dicerna.
g. Organ aksesori
Pankreas
Fungsi pankreas adalah mempermudah penyimpanan makanan
dengan mengeluarkan insulin setelah makan dan menyediakan
mekanisme bagi mobilisasi makanan dengan mengeluarkan glukagon
selama masa puasa. Insulin dan glukagon, serta somatostatin dan
polipeptida pankreas, dihasilkan oleh pulau-pulau langerhans. Hormon
ini akan dikeluarkan melalui darah, sedangkan enzim pencernaan
mengalir melalui duktus pankreatikus untuk mencapai duodenum.
Setiap hari pankreas menyekresikan sekitar 1000 ml getah
pankreas. Aktivitas sekret ini menjadi kontrol utama hormon yang ada
di duodenum. Ketika asam kimus tiba di duodenum, sekretin
dilepaskan dan dipicu oleh sekresi pankreatik oleh buffer air. Di antara
komponen lainnya, sekresi ini berisikan buffer bikarbonat dan fosfat
yang membantu meningkatkan elevasi dari ph cairan lambung.hormon
duodenum lainnya yaitu kolesistokinin, menstimulasi produksi dan
sekresi enzim-enzim pankreatik yang juga distimulasi oleh nervus
vagus.
9
Hati
Hati merupakan organ terbesar tubuh dan dapat dianggap sebagai
sebuah pabrik kimia yang membuat, menyimpan, mengubah, serta
mengekskresikan sejumlah besar substansi yang terlibat dalam
metabolisme. Lokasi hati sangat penting dalam pelaksanaan fungsi
metabolisme karena hati menerima darah yang kaya nutrien langsung
dari traktus gastrointestinal, kemudian hati akan menyimpan semua
nutrien ini menjadi zat-zat kimia yang digunakan di bagian lain dalam
tubuh untuk keperluan metabolik. Hati juga organ yang penting
khususnya dalam pengaturan metabolisme glukosa dan protein. Hati
menbuat dan menyekresikan getah empedu yang memegang peranan
utama dalam proses pencernaan, serta penyerapan lemak dalam traktus
gastrointestinal. Organ ini mengeluarkan limbah produk dari dalam
aliran darah dan menyekresikan ke empedu.getah empedu yang
dihasilkan oleh hati akan disimpan untuk sementara waktu dalam
kantong empedu sampai kemudian dibutuhkan untuk proses
pencernaan. Pada saat ini, kantong empedu akan mengosongkan isinya
dan getah empedu akan memasuki intestinum.
Hati bertanggung jawab terhadap regulasi metabolisme,
hematologis, dan produksi empedu. Hati merupakan organ penting
untuk anabolsime dan katabolisme tubuh dan juga organ utama yang
terlibat dalam meregulasi komposisi sirkulasi darah. Seluruh darah
yang meninggalkan perumkaan saluran gastrointestinal masuk kedalam
sistem portal hati dan aliran kedalam hati. Sel-sel hati dapat
mengekstraksi material nutrisi yang diabsorbsi dari racun yang
terdapat di darah sebelum masuk ke sirkulasi sistemik. Kelebihan
nutrisi akan dipindahkan atau disimpan. Dan kekurangan nutrisi akan
dilakukan koreksi dengan memobilisasi nutrisi cadangan melalui
berbagai aktivitas sintesis.
10
2.2 Definisi Gastroesophageal Reflux Disease (GERD)
Gastroesophageal reflux disease (GERD) merupakan penyakit saluran
pencernaan yang bersifat kronis. GERD terjadi ketika asam lambung atau
terkadang isi lambung naik kembali ke esofagus (refluks) sehingga
seseorang akan mengalami mual bahkan muntah. Akibat naiknya asam
lambung maka akan mengiritasi dan membakar esofagus atau
kerongkongan sehingga menimbulkan rasa panas pada dada (heartburn)
sampai bagian dalam leher bahkan tenggorokan.
Pada orang normal, refluks ini terjadi pada posisi tegak sewaktu habis
makan. Karena sikap posisi tegak tadi dibantu oleh adanya kontraksi
peristaltik primer, isi lambung yang mengalir masuk ke esofagus segera
dikembalikan ke lambung. Refluks sejenak ini tidak merusak mukosa
esofagus dan tidak menimbulkan keluhan atau gejala. Oleh karena itu,
dinamakan refluks fisiologis. Keadaan ini baru dikatakan patologis, bila
refluks terjadi berulang-ulang yang menyebabkan esofagus distal terkena
pengaruh isi lambung untuk waktu yang lama. Istilah esofagitis refluks
berarti kerusakan esofagus akibat refluks cairan lambung, seperti erosi dan
ulserasi epitel skuamosa esofagus.
2.2.1 Faktor Resiko
Faktor-faktor resiko atau kondisi yang bisa menjadi penyebab GERD
adalah:
Obesitas atau kegemukan
Hernia hiatus
Kanker
Alergi terhadap makanan tertentu
Pengosongan lambung yang tertunda
Kehamilan
Merokok
Asma
Diabetes melitus
Gangguan jaringan ikat, seperti skleroderma
11
2.2.2 Etiologi
Gastroesophageal reflux disease disebabkan oleh proses yang multifaktor.
Pada orang dewasa faktor-faktor yang menurunkan tekanan sfingter esofagus
bawah sehingga terjadi refluks gastroesofagus antara lain coklat, obat-obatan
(misalnya aspirin), alkohol, rokok, kehamilan. Faktor anatomi seperti tindakan
bedah, obesitas, pengosongan lambung yang terlambat dapat menyebabkan
hipotensi sfingter esofagus bawah sehingga menimbulkan refluks
gastroesofagus.
2.2.3 Patofisiologi
Secara fisiologis faktor anatomis mencegah terjadinya refluks asam
lambung ke esofagus, dimana melalui beberapa mekanisme berikut ini.
1. Sfingter esofageal bawah (LES) harus memiliki ukuran panjang yang
normal dan tekanan yang normal, serta mempunyai kemampuan pada
relaksasi sementara pada episode mekanisme menelan.
2. Persimpangan anatomis gastroesofageal harus terletak di dalam
abdomen sehingga otot diafragma dapat membantu aktivitas LES,
fungsi ini sebagai sfinger eksternal. Adanya hiatal hernia akan
mengganggu aksi sinergis ini dan akan meningkatkan risiko refluks.
3. Mekanisme pembersihan esofageal harus dapat menetralkan refluks
asam yang melewati LES (mekanisme pembersihan dapat mencapai
nilai yang optimal dengan adanya peristaltik esofagus dan pembersihan
asam oleh saliva).
4. Mekanisme pengosongan lambung harus optimal.
Kondisi abnormal pada refluks gastroesofageal disebabkan oleh tidak
optimalnya satu atau lebih dari mekanisme protektif sebagai berikut:
1. Gangguan fungsi (relaksasi sementara LES) atau mekanikal
(penurunan tekanan LES) menyebabkan peningkatan refluks
gastroesofageal.
2. Komponen makanan (misalnya: kafein, alkohol), obat-obatan (seperti
penghambat saluran kalsium, nitrat, penghambat beta), atau hormon-
hormon (seperti progesteron) dapat menurunkan tekanan LES.
12
3. Kegemukan merupakan faktor penting yang mengkontribusi refluks
gastroesofageal yang berhubungan dengan peningkatan tekanan
intraabdomen.
4. Walaupun refluks gastroesofageal dapat terjadi pada semua usia, tetapi
pada usia lanjut kondisi refluks gastroesofageal meningkat seiring
dengan penurunan tekanan LES.
Meskipun banyak faktor dan mekanisme yang terlibat dalam kondisi
refluks esofagus, terdapat empat faktor dasar utama, meliputi: 1) asam
lambung, 2) integritas struktural, fungsi dan kompetensi dari LES untuk
mencegah aliran refluks, 3) mekanisme pertahanan mukosa esofageal yang
memerankan pertahanan penting dari asam lambung, dan 4) mekanisme
sensori yang memberikan manifestasi gejala yang muncul.
2.2.4 Web of Caution (WOC)
13
Refluks gastroesofageal
Isi lambung menuju esofagus
Inkompetensi mekanisme refluks gastroesofageal
Prosedur prabedah
Risiko infeksi
Port de entree luka
pascaprosedur bedah
Intervensi pembedahan esofagus
Kecemasan pemenuhan informasi
Respons psikologis
Risiko aspirasi
Refluks esofagus ke jalan nafas
Nyeri
Nyeri epigastrium
Respons peradangan lokal
Risiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan
Intake nutrisi tidak adekuat
Kehilangan cairan dan elektrolit
Mual, muntah, dan anoreksia
Kerusakan mukosan esofagus
Ulkus esofagus
Keganasan esofagus
Metaplasia epitel
Bertambahnya waktu dan frekuensi kontak mukosa dengan asam
2.2.5 Manifestasi Klinis
Gejala klinis GERD digolongkan menjadi 3 macam, yaitu gejala
tipikal, gejala atipikal, dan gejala alarm.
a. Gejala tipikal (typical symptom). Gejala GERD 70 % merupakan tipikal,
yaitu :
Heartburn, yaitu sensasi terbakar di daerah retrosternal. Gejala
heartburn adalah gejala tersering.
Regurgitasi, yaitu kondisi dimana material lambung terasa di faring.
Kemudian mulut terasa asam dan pahit.
Disfagia. Biasanya terjadi oleh karena komplikasi berupa striktur
b. Gejala atipikal (atypical symptom). Adalah gejala yang terjadi di luar
esophagus dan cenderung mirip dengan gejala penyakit lain. Antara lain:
Batuk kronik dan kadang wheezing
Suara serak
Pneumonia
Fibrosis paru
Bronkiektasis
Nyeri dada nonkardiak
Faringitis
c. Gejala alarm (alarm symptom). Adalah gejala yang menunjukkan GERD
yang berkepanjangan dan kemungkinan sudah mengalami komplikasi.
Pasien yang tidak ditangani dengan baik dapat mengalami komplikasi. Hal
ini disebabkan oleh refluks berulang yang berkepanjangan. Contoh gejala
alarm: sakit berkelanjutan, penurunan berat badan yang tidak dapat
dijelaskan, tersedak.
2.2.6 Komplikasi
Komplikasi GERD antara lain:
Esofagus Barret, yaitu perubahan epitel skuamosa menjadi kolumner
metaplastik.
Esofagitis ulseratif
14
Perdarahan
Striktur esofagus
Aspirasi
2.2.7 Penatalaksanaan
a. Tahap I: Bertujuan untuk mengurangi refluks, menetralisasi bahan refluks,
memperbaiki barrier anti refluks dan mempercepat proses pembersihan
esofagus dengan cara :
Posisi kepala atau ranjang ditinggikan (6-8 inci)
Diet dengan menghindari makanan tertentu seperti makanan berlemak,
berbumbu, asam, coklat, alkohol, dll.
Menurunkan berat badan bagi penderita yang gemuk
Jangan makan terlalu kenyang
Jangan segera tidur setelah makan dan menghindari makan malam
terlambat
Jangan merokok dan menghindari obat-obat yang dapat menurunkan
SEB Seperti kafein, aspirin, teofilin, dll.
b. Tahap II
Menggunakan obat-obatan, seperti :
1. Obat prokinetik yang bersifat mempercepat peristaltik dan
meninggikan tekanan SEB, misalnya Metoklopramid : 0,1 mg/kgBB
2x sehari sebelum makan dan sebelum tidur atau Betanekol : 0,1
mg/kgBB 2x sehari sebelum makan dan sebelum tidur.
2. Obat anti-sekretorik untuk mengurangi keasaman lambung dan
menurunkan jumlah sekresi asam lambung, umumnya menggunakan
antagonis reseptor H2 seperti Ranitidin : 2 mg/kgBB 2x/hari,
Famotidin : 20 mg 2x/hari atau 40 mg sebelum tidur (dewasa), dan
jenis penghambat pompa ion hidrogen seperti Omeprazole: 20 mg 1-
2x/hari untuk dewasa dan 0,7 mg/kgBB/hari untuk anak.
3. Obat pelindung mukosa seperti Sukralfat: 0,5-1 g/dosis 2x sehari,
diberikan sebagai campuran dalam 5-15 ml air.
4. Antasida, Dosis 0,5-1 mg/kgBB 1-2 jam setelah makan atau sebelum
tidur, untuk menurunkan refluks asam lambung ke esofagus.
15
c. Tahap III
Pembedahan anti refluks pada kasus-kasus tertentu dengan indikasi antara
lain mal-nutrisi berat, GERD persisten, dll. Operasi yang tersering
dilakukan yaitu fundo-plikasi Nissen, Hill dan Belsey.
2.3 Asuhan Keperawatan Sistem Gastrointestinal
2.3.1 Pengkajian Keperawatan
Pengkajian keperawatan merupakan salah satu proses penting komponen
asuhan keperawatan bagi klien. Pengkajian keperawatan merupakan proses
yang dilakukan oleh seorang perawat guna menggali masalah keperawatan
yang diderita klien. Pada bahasan klien dengan gangguan sistem penglihatan,
maka perawat menggali informasi yang berhubungan dengan sistem
penglihatan guna menentukan diagnosa pada langkah selanjutnya. Kegiatan
menggali informasi tersebut harus sistematis, akurat dan menyeluruh serta
saling berhubungan. Pengumpulan data secara umum mutlak dilakukan oleh
seorang perawat dalam pengkajian keperawatan (Nursalam, 2002). Adapun
macam data yang perlu dikumpulkan oleh perawat adalah:
1. Data Subyektif
Data yang didapatkan berdasarkan hasil wawancara oleh perawat kepada
klien ataupun keluarga klien yang sifatnya tidak dapat diukur dengan jelas
karena merupakan suatu penilaian subyektif.
2. Data Obyektif
Data obyektif adalah data yang dapat diukur hasilnya.Data obyektif
diperoleh melalui hasil pemeriksaan fisik atau pemeriksaan penunjang
lainnya seperti hasil pemeriksaan laboratorium. Adapun hal-hal yang perlu
dikaji pada klien dengan gangguan sistem pencernaan antara lain; (1)
Riwayat Kesehatan, (2) Kajian per Sistem, (3) Pengkajian Psikososial.
2.3.2 Riwayat Kesehatan
Riwayat kesehatan yang perlu dikaji adalah riwayat kesehatan
sekarang dan masa lalu. Serta perlu dikaji pula riwayat kesehatan keluarga
klien, apakah ada penyakit yang diturunkan secara genetis atau tidak.
Aspek yang sangat erat hubungannya dengan gangguan sistem pernafasan
16
adalah usia, jenis kelamin, pekerjaan (apakah tempat kerja mempengaruhi
sistem pernafasan klien), dan kondisi tempat tinggal serta apakah klien
tinggal sendiri atau dengan orang lain.
a. Keluhan utama
Dalam membuat riwayat kesehatan yang berhubungan dengan
sistem pencernaan, maka sangat penting untuk mengenal tanda serta
gejala umum gangguan sistem pencernaan seperti mual dan muntah,
nyeri di daerah episgatrium seperti terbakar, tidak nafsu makan, susah
menelan, dan timbul rasa pahit di lidah.
1. Mual dan muntah.
Mual dan muntah merupakan salah satu indikasi yang
ditimbulkan dari adanya gangguan pada sistem pencernaan.
Gangguan ini banyak ditemukan, tetapi bukan merupakan tanda
yang spesifik. Mual dan muntah yang ditimbulkan biasanya
merupakan reflek akibat kembalinya (refluks) makanan berupa kim
yang bercampur dengan cairan lambung ke esofagus. Anamnesa
pada klien perlu dilakukan guna menentukan penyebab mual dan
muntah yang timbul.
2. Nyeri seperti terbakar di daerah episgatrium.
Nyeri pada abdomen bagian atas dan tengah. Perasaan
panas ditimbulkan dari asam lambung yang mengiritasi dinding
mukosa gaster. Nyeri ini bisa dijadikan indikator adanya gangguan
pada sistem pencernaan.
3. Tidak nafsu makan.
Nafsu makan akan menurun akibat rasa mual terus-menerus
dan persepsi bahwa akan muntah setelah makan. Kemudian bisa
diakibatkan rasa penuh pada lambung dan perut kembung.
4. Sulit menelan.
Diakibatkan luka iritasi pada mukosa sepanjang saluran
pencernaan hingga mencapai daerah orofaring. Iritasi ini
disebabkan mukosa yang terlalu sering kontak dengan asam
lambung akibat reaksi muntah.
17
5. Rasa pahit di lidah.
Pahit yang muncul disebabkan oleh campuran HCL, kimus,
dan getah lain yang mencapai mulut.
b. Riwayat kesehatan masa lalu
Meliputi riwayat penyakit yang pernah diderita serta kebiasaan
sehingga menimbulkan gangguan pada sistem pencernaan. Sebagai
contoh: melakukan anamnesa kepada pasien mengenai apakah pernah
mengalami gejala serupa sebelumnya, kemudian apakah memiliki
faktor alergi seperti alergi obat-obatan dan makanan. Tanyakan kepada
pasien apakah selalu tidur atau telentang setelah makan. Apabila
pasien mengeluhkan penyakitnya kambuh, tanyakan obat apa saja yang
pernah dikonsumsi sehingga sakitnya reda serta kapan terakhir kali
rasa sakit itu muncul.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat kesehatan keluarga perlu ditanyakan kepada klien guna
mengetahui apakah ada potensi penyakit yang dapat diturunkan atau
ditularkan secara genetis atau tidak. Hal ini akan membantu perawat
mengetahui sumber penularannya jika memang ada penyakit serupa
yang pernah terjadi dalam lingkup keluarganya.
d. Riwayat Sosial
1. Kaji bagaimana perilaku individu dalam kelompok.
2. Tanyakan apakah didalam anggota keluarganya ada yang
menderita penyakit yang berhubungan dengan sistem pencernaan.
e. Riwayat Psikologis
1. Adakah perasaan cemas pada diri klien saat menghadapi suatu
penyakit?
2. Kaji tingkat stres klien.
2.3.3 Pemeriksaan Fisik Sistem Gastrointestinal
Pemeriksaan fisik merupakan serangkaian tindakan pemeriksaan
secara holistik yang bertujuan melihat kondisi klien serta mendapatkan
data obyektif secara valid dan didukung dengan pemeriksaan penunjang.
Pemeriksaan fisik pada sistem pencernaan meliputi:
18
1. Survei umum.
Bertujuan untukmenilai adanya ikterus, kaheksia dan atrofi,
pigmentasi kulit, status mental, serta pengkajian tangan.
a. Perhatikan adanya ikterus pada sklera mata dan kulit. Ikterus
(kekuningan) menandakan adanya peningkatan bilirubin dalam
darah yang abnormal.
b. Kaheksia dan Atrofi. Lihat apakah klien mengalami kaheksia
(tubuh terlihat kurus) dan atrofi (lemah) akibat kurangnya
kebutuhan nutrisi tubuh. Sistem gastrointestinal yang tidak normal
akan menyebabkan gangguan penyerapan nutrisi. Bisa dilihat dari
adanya muntah.
c. Pigmentasi kulit mungkin terjadi pada daerah sela-sela jari akibat
meningkatnya jaringan adenokarsinoma gastrointestinal.
d. Clubbing fingers dapat ditunjukkan oleh klien yang mengalami
sirosis yang tidak terkompensasi. Serta penyakit hati kronik yang
menyebabkan sianosis.
e. Pada klien yang mengalami gangguan pada hepar, seperti sirosis
dan gagal hati, cenderung tingkat kesadaran dan status mentalnya
terganggu.
2. Pemeriksaan Bibir dan Rongga Mulut
a. Inspeksi bibir dan rongga mulut untuk mengetahui adanya
gangguan fungsi ingesti dan digesti.
b. Cermati lidah apakah ada perubahan warna, kebersihan, serta
tremor.
c. Palpasi kelenjar parotis dan kedua pipi. Rasakan apakah ada
pembengkakan atau tidak.
3. Pemeriksaan Abdomen
a. Lihat pergerakan dan bayangan abnormal pada abdomen.
Kesimetrisan abdomen perlu dilihat, dan amati apakah ada
penonjolan dan pembengkakan.
b. Dengarkan bisisng usus, motilitas usus, bising vena, serta bunyi
yang lain dengan stetoskop. Himbau klien agar tidak berbicara
19
selama pemeriksaan. Pemeriksaan abdomen secara auskultasi
dilakukan sebelum palpasi dan perkusi, agar tidak terjadi
perubahan suara bisisng.
c. Palpasi abdomen untuk mengetahui apakah ada nyeri tekan.
d. Perkusi abdomen untuk mengetahui letak organ-organ yang ada di
bawahnya dan untuk mengetahui adanya udara di lambung dan
usus.
4. Pemeriksaan Rektal-Anus
a. Inspeksi fisura-in-ano pasien dengan cara menginstruksikan untuk
mengedan. Lihat apakah ada hemoroid, karsinoma, atau keadaan
abnormal lainnya.
b. Palpasi keadaan prostat dengan cara colok dubur. Masukkan ujung
jari telunjuk yang sudah memakai sarung tangan dan dilubrikasi.
Instruksikan pasien untuk rileks dan rasakan tekstur prostat pada
pria, dan serviks pada wanita.
2.3.4 Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik dilakukan untuk melengkapi pengkajian
sistem gastrointestinal. Pemeriksaan diagnostik sistem gastrointestinal
terdiri atas pemeriksaan laboratorium, radiografik, endoskopik, dan USG.
Secara umum, peran perawat pada pasien yang menjalani pemeriksaan
diagnostik meliputi:
1. Berperan dalam memenuhi informasi umum tentang prosedur
diagnostik yang akan dilaksanakan.
2. Memberikan informasi waktu atau jadwal yang tepat kapan prosedur
diagnostik akan dilaksanakan.
3. Memberikan informasi mengenai aktifitas yang harus dilakukan oleh
pasie, memberikan instruksi mengenai perawatan pascaprosedur, serta
pembatasan diri dan aktifitas.
4. Memberikan informasi mengenai nutrien khusus yang diberikan
setelah diagnosis.
5. Memberikan dukungan psikologis untuk menurunkan tingkat
kecemasan.
20
6. Mengajarkan teknik distraksi dan relaksasi untuk menurunkan
ketidaknyamanan.
7. Mendorong anggota keluarga atau orang terdekat untuk memberikan
dukungan emosi pada pasien selama tes.
2.3.5 Pemeriksaan Laboratorium
1. Pemeriksaan darah rutin
Dilakukan bertujuan untuk menilai gangguan gastrointestinal
terhadap fungsi sistemik.
2. Tes fungsi hati
Faktor yang digunakan untuk melakukan tes ini adalah memeriksa
aktifitas enzim serum dan konsentrasi serum protein, bilirubin, amonia,
faktor pembekuan, serta lipid.
3. Pengukuran enzim-enzim hati
Menggunakan serum aminotransferase sebagai indikator yang
sensitif untuk menunjukkan cedera sel hati dan sangat membantu
dalam pendeteksian penyakit hati yang akut seperti hepatitis.
4. Pemeriksaan feses
Bertujuan untuk melihat tekstur, jumlah, dan warna feses.
2.3.6 Pemeriksaan Radiografik
1. Film polos abdomen
Bermanfaat dalam mendeteksi obstruksi usus, gas bebas dalam
ekstralumen, dan kalsifikasi abdomen.
2. Pola gas usus
Memperlihatkan sebagian besar kelainan dari distribusi gas usus.
3. Film abdomen dengan barium
Menggunakan cairan radiopaque sebagai media yang paling umum
dipakai.
4. Prosedur diagnostik barium dari saluran gastrointestinal atas:
a. Barium enema. Untuk pasien yang mengeluhkan kebiasaan buang
air besar, perdarahan, dan mengetahui adanya obstruksi.
21
b. Penelanan barium. Atau menggunakan kontras guna menilai
inkoordinasi peristaltik, masalah motilitas, dan kelainan struktural.
c. Barium meal. Pemberian kontras ganda atau suspensi barium
kental pada jalur lambung dan dinding esofagus.
5. CT Scan
6. Pencitraan resonansi magnetik (MRI)
7. Arteriografi
Pemeriksaan dilakukan dengan memasukkan injeksi kontras
kedalam arteri mesenterika superior dan inferior untuk menilai adanya
sumber perdarahan akut pada usus halus dan usus besar.
2.3.7 Pemeriksaan Endoskopik
Merupakan tindakan lengkap dan dapat melihat lumen gastrointestinal
secara langsung. Pemeriksaan dapat dilakukan pada pasien dengan kondisi
sadar atau tidak.
2.3.8 Pemeriksaan USG
Pemeriksaan minim radiasi dan banyak digunakan,. Namun sangat
terbatas jangkauannya tidak sampai menembus ke dalam.
2.4 Diagnosa Keperawatan
1. Risiko aspirasi berhubungan dengan penurunan motilitas GI, sfingter
esophagus bagian bawah yang tidak kompeten, gangguan menelan
2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan refluks
cairan ke laring dan tenggorokan (domain 11 – kelas 2)
3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan
aktif, mual, muntah/ pengeluaran yang berlebihan (domain 2 – kelas
5)
4. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan makan, kurang asupan makan (domain 2 –
kelas 2)
5. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan gejala terkait penyakit
gastroesophageal reflux seperti gangguan menelan (domain 32 – kelas
1)
22
6. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi lapisan esofagus
2.5 Intervensi Keperawatan
Dx NOC NIC
Risiko aspirasi
berhubungan
dengan penurunan
motilitas GI,
sfingter esophagus
bagian bawah yang
tidak kompeten,
gangguan menelan
Pencegahan aspirasi;
tindakan personal untuk
mencegah masuknya
cairan atau partikel
padat kedalam paru
Status pernapasan:
ventilasi; pergerakan
udara yang masuk dan
keluar ke dan dari paru
Status pembengkakan;
jalan masuk yang aman
cairan dan atau zat padat
dari mulut ke lambung
Tujuan : pasien tidak
mengalami aspirasi dan
jalan nafas tidak
terganggu
Kriteria hasil :
Tidak akan
mengalami aspirasi
yang dibuktikan
oleh pencegahan
aspirasi; status
menelan dan status
pernapasan: ventilasi
tidak mengalami
gangguan.
Kewaspadaan aspirasi :
1. Pantau tingkat kesadaran,
reflek batuk, muntah dan
kemampuan menelan
2. Pantau status paru-paru
Rasional : Meningkatkan
ekspansi paru maksimal dan alat
pembersihan jalan napas.
Berikan waktu kepada pasien
untuk menelan sediakan kateter
pengisap disamping tempat tidur
pasien dan lakukan pengisapan
selama makan jika perlu
libatkan keluarga selama pasien
makan
Berikan dukungan dan
penenangan tempatkan pasien
pada posisi semifowler atau
fowler saat makan, jika
dikontraindikasikan gunakan
posisi berbaring miring
tinggikan bagian kepala tempat
tidur selama 30-45 menit setelah
makan
Rasional: meningkatkan udara
seluruh segmen paru dan
memobilisasi dan mengeluarkan
sekret potong makanan kecil-
kecil
23
Rasional: menghindari risiko
aspirasi yang tinggi
berikan makanan dalam jumlah
sedikit
hindari cairan atau penggunaan
agen pengental
patahkan atau haluskan tablet
obat sebelum digunakan
minta obat dalam bentuk eliksir
Ketidakefektifan
bersihan jalan nafas
berhubungan
dengan refluks
cairan ke laring dan
tenggorokan
Kriteria Hasil :
Menunjukkan bersihan
jalan napas yang efektif
yang dibuktikan oleh,
pencegahan aspirasi,
status pernapasan:
ventilasi tidak terganggu
dan status pernapasan:
kepatenan jalan napas
Menunjukkan status
pernapasan kepatenan
jalan napas yang normal
Anjurkan aktivitas fisik
untuk memfasilitasi
pengeluaran sekret
Atur posisi pasien yang
memungkinkan untuk
pengembangan maksimal
rongga dada
Rasional : Peninggian kepala
tempat tidur mempermudah
fungsi pernapasan dengan
menggunakan gravitasi.
Singkirkan atau tangani
factor penyebab, seperti
nyeri, keletihan dan secret
yang kental, serta aspirasi
Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan
keseimbangan.
Rasional : Keseimbangan akan
stabil apabila antara pemasukan
dan pengeluaran diatur
Kekurangan volume
cairan berhubungan
Kriteria hasil:
Mempertahankan
Monitor status hidrasi
Rasional: Perubahan pada
24
dengan kehilangan
cairan aktif, mual,
muntah/
pengeluaran yang
berlebihan
urine output sesuai
dengan usia BB, BJ
urine normal
Kekurangan volume
cairan akan teratasi,
dibuktikan
oleh Keseimbangan
elektrolit dan asam
basa,
keseimbangan
cairan, hidrasi
yang adekuat, dan
status nutrisi: asupan
makanan dan cairan
yang adekuat
Tidak ada tanda-
tanda dehidrasi,
elastisitas turgor
kulit baik dan tidak
ada rasa haus yang
berlebihan
Berat badan stabil
(normal)
Hematokrit menurun
Tidak ada ascites
(normal)
kapasitas gaster dan mual sangat
mempengaruhi masukan dan
kebutuahan cairan, peningkatan
risiko dehidrasi.
Kaji tanda vital, catat
perubahan TD, takikardi,
turgor kulit dan kelembaban
membran mukosa.
Rasional : indikator dehidrasi
hipovolemik, keadekuatan
pergantian cairan
Berikan cairan tambahan IV
sesuai indikasi dan
kebutuhan.
Rasional : Menggantikan
kehilangan cairan dan
memperbaiki keseimbangan
cairan dalam fase segera dan
pasien mampu memenuhi cairan
per oral.
Dorong masukan oral bila
mampu
Rasional : Memungkinkan
penghentian tindakan dukungan
cairan infasif dan kembali ke
normal.
Ketidakseimbangan
nutrisi: kurang dari
kebutuhan tubuh
berhubungan
dengan
ketidakmampuan
Kriteria hasil :
Memperlihatkan status
gizi: asupan makanan
dan cairan, yang
dibuktikan oleh
indicator yang adekuat
Diskusikan pada pasien
makanan yang disukainya
dan makanan yang tidak
disukainya.
Rasional : Dengan memilih
makanan yang disukai pasien
25
makan, kurang
asupan makan
maka selera makan si pasien
akan bertambah dan dapat
mengurangi rasa mual dan
muntah.
Buat jadwal masukan tiap
jam dan pertahankan makan
pasien sesuai jadwal.
Anjurkan mengukur
cairan/makanan dan minum
sedikit demi sedikit atau
makan secara perlahan.
Rasional : Setelah tindakan
pembagian, kapasitas gaster
menurun kurang dari 50 ml,
sehingga perlu makan
sedikit/sering.
Konsultasikan pada ahli gizi
untuk menentukan asupan
kalori harian klien yang
dibutuhkan
Beritahu pasien untuk duduk
saat makan/minum.
Rasional : Menurunkan
kemungkinan aspirasi.
Gangguan rasa
nyaman
berhubungan
dengan gejala
terkait penyakit
gastroesophageal
reflux seperti
gangguan menelan
Kriteria Hasil :
Klien dapat menelan
makanan dengan
sempurna
Klien tidak
mengeluh lagi
terhadap gangguan
menelan
Bantu pasien dengan
mengontrol kepala
Rasional : Menetralkan
hiperekstensi , membantu
mencegah aspirasi dan
meningkatkan kemampuan
untuk menelan.
Letakkan pasien pada posisi
26
duduk/tegak selama dan
setelah makan.
Rasional : Menggunakan
gravitasi untuk memudahkan
proses menelan.
Berikan makan perlahan
pada lingkungan yang
tenang
Rasional : Pasien dapat
berkonsentrasi pada mekanisme
makan tanpa adanya gangguan
distraksi dari luar
Nyeri akut
berhubungan
dengan inflamasi
lapisan esofagus
Kriteria hasil :
Mampu mengontrol
nyeri (tahu
penyebab nyeri,
mampu
menggunakan tehnik
nonfarmakologi
untuk mengurangi
nyeri, mencari
bantuan)
Melaporkan bahwa
nyeri berkurang
dengan
menggunakan
manajemen nyeri
Mampu mengenali
nyeri (skala,
intensitas, frekuensi
dan tanda
Tanda vital dalam
Kurangi faktor presipitasi
nyeri
Rasional : Dengan berkurangnya
faktor pencetus nyeri maka
pasien tidak terlalu merasakan
intensitas nyeri
Tingkatkan istirahat
Rasional : Menurunkan
tegangan abdomen dan
meningkatkan rasa kontrol
Berikan informasi tentang
nyeri seperti penyebab nyeri,
berapa lama nyeri akan
berkurang, dan antisipasi
ketidaknyamanan prosedur.
Rasional : Pemberian informasi
yang berulang dapat mengurangi
rasa kecemasan pasien terhadap
rasa nyerinya
Ajarkan tentang teknik
27
rentang normal nonfarmakologi seperti
teknik relaksasi nafas dalam,
distraksi dan kompres
hangat/dingin.
Rasional : Meningkatkan
relaksasi, memfokuskan kembali
perhatian dan meningkatkan
kemampuan koping.
Berikan analgesik untuk
mengurangi nyeri
Rasional : Perlu penanganan
obat untuk memudahkan
istirahat adekuat dan
penyembuhan
2.6 Evaluasi :
a. Risiko aspirasi pada klien dapat diatasi
b. Defisit volume cairan dapat diatasi.
c. Ketidakseimbangan nutrisi pada pasien GERD dapat ditangani.
d. Nyeri akut pada pasien dapat diatasi.
e. Bersihan jalan nafas efektif.
f. Gangguan menelan pada klien dapat diatasi.
28
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Kasus
Tn. A berusia 65 tahun bersama istrinya datang ke poli penyakit dalam
RS Universitas Airlangga dengan keluhan nyeri seperti terbakar dengan skala
6/10 pada bagian ulu hati (Epigastric) pada saat setelah makan, serta sering
merasakan cairan asam dan pahit pada pangkal lidah saat bersendawa. Klien
juga sering tidak menghabiskan makanannya dengan alasan susah menelan
dan merasa mual. Klien memiliki riwayat penyakit Gastritis. Klien mengaku
memiliki kebiasaan minum kopi setiap hari dan pola makan yang tidak
teratur. Tn. A adalah perokok aktif sejak umur 20 tahun. Dari pemeriksaan
TTV dapat diketahui bahwa Tn. A memiliki nadi = 120x/menit, tekanan
darah = 110/70 mmHg, suhu = 36,5oC dan RR = 21x/menit. BB sebelum sakit
= 69 kg, BB sekarang = 65, TB= 150 cm.
3.2 Pengkajian
3.2.1 Data Demografi
Nama Klien : Tn. A
Usia : 65 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Gubeng, Surabaya
Agama : Islam
Pekerjaan : Swasta (Pegawai Kantor)
Suku Bangsa : Jawa
3.2.2 Keluhan Utama
Tn. A memiliki keluhan utama yaitu mengalami nyeri terbakar dengan
skala 6/10 di bagian epigastric saat setelah makan.
3.2.3 Riwayat Kesehatan Sekarang
Tn. A datang ke poli Penyakit Dalam RSUA diantar oleh istrinya
dikarenakan Tn. A sudah 1 minggu ini sering mengalami rasa nyeri
tebakar dengan skala6/10 pada bagian ulu hati (Epigastric) pada saat
setelah makan. Serta Tn. A sering merasakan rasa asam dan pahit pada
pangkal lidah pada saat bersendawa. Tn. A juga tidak pernah
29
menghabiskan makanannya dengan alasan sulit di saat menelan dan
merasa mual.
3.2.4 Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Tn. A mempunyai riwayat penyakit Gastritis yang sering timbul.
3.2.5 Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga Tn. A tidak ada riwayat penyakit tertentu yang
diturunkan/ditularkan.
3.2.6 Pola Kebiasaan Sehari-hari
a) Nutrisi dan Cairan
Sebelum mengalamin keadaan seperti ini Tn. A dapat mengehabiskan
1 porsi makanannya dengan baik tetapi Tn. A memiliki pola makan
yang tidak teratur yaitu sering menunda makan, makan malam yang
terlalu larut malam dan setelah makan Tn. A langsung tidur. Tn. A
merupakan penggemar minuman kopi yang setiap pagi dan setelah
pulang kerja minum.
b) Gaya Hidup
Tn. A merupakan perokok aktif yang dapat menghabiskan 6-10 batang
rokok setiap hari.
3.2.7 Pemeriksaan Fisik
1. B1 (Breath)
Suara nafas vesikuler, dada simetris, RR=21x/menit, tidak ada suara
nafas tambahan, tidak ada pernapasan cuping hidung, tidak ada tanda-
tanda sianosis
2. B2(Blood)
Suara jantung S1/S2 irama tunggal, nadi = 120x/menit, tekanan darah
= 110/70 mmHg, CRT = <3 detik, akral hangat, konjungtiva berwarna
merah, tidak ada tanda-tanda anemis.
3. B3(Brain)
Kesadaran compos mentis GCS 4-5-6, pupil isokor.
4. B4 (Blader)
Pola eliminasi urin = 2x/hari, volume output = 1200cc/hari, warna urin
kuning pekat, intake 2.100 cc/hari.
30
5. B5(Bowel)
Tn. A memiliki BB sebelum sakit = 69 kg, BB sekarang = 65 kg, TB=
168 cm jadi IMT Tn. A = 23.03. Tn.A merasakan nyeri pada bagian
Epigastrium pada saat dilakukan palpasi pad daerah Epigastric.
6. B6 (Bone)
Terjadi kelemahan pada Tn. A.
3.2.8 Pemeriksaan Penunjang
1. Endoskopi
Pada pemeriksaan endoskopi dalam esofagus terlihat sfingter LES
dalam keadaan membuka serta terlihat tanda-tanda inflamasi pada
daerah di sekitar LES.
3.3. Analisa Data
Data Etiologi Masalah Keperawatan
DS :
Klien mengatakan bahwa ia
merasakan nyeri terbakar
dengan skala 6/10 pada
daerah epigastrik di saat
setelah makan.
DO :
Terlihat ada tanda inflamasi
di sekitar area LES pada
pemeriksaan endoskopi.
Konsumsi cafein,
merokok, dan usia
semakin tua
Sfingter LES melemah
(Atrofi)
Asam Lambung
mengiritasi Esofagus
Inflamasi
Nyeri
Nyeri Akut (00132)
Domain 12. Kenyamanan
Kelas 1. Kenyamanan Fisik
DS :
Klien mengatakan bahwa
dia tidak menghabiskan
makanannya kerena sulit
saat menelan makanan dan
merasa mual.
Konsumsi cafein,
merokok, dan usia
semakin tua
Sfingter LES melemah
(Atrofi)
Gangguan Menelan
(00103)
Domain 2. Nutrisi
Kelas 1. Makan
31
Klien mengatakan sering
merasakan rasa asam dan
pahit pada pangkal lidah
pada saat bersendawa.
DO :
Terlihat klien
memercingkan matanya
saat dicoba untuk menelan.
BB sebelum sakit = 69 kg,
BB sekarang = 65 kg, TB=
168 cm jadi IMT Tn. A =
23.03.
Asam Lambung
mengiritasi Esofagus
Inflamasi
Esofagus kontraksi
Sulit menelan
3.4. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri Akut (00132)
2. Gangguan Menelan (00103)
3.5. Intervensi Keperawatan
Diagnosa :
Nyeri Akut (00132)
Domain 12. Kenyamanan
Kelas 1. Kenyamanan Fisik
NOC NIC
Dalam waktu 2x24 jam klien tidak
merasakan sensasi nyeri pda bagian
epigastric dengan outcomes:
Pain Level (2102)
Medication Management (2380)
1. Diskusikan dengan keluarga
tentang kebutuhan dan kemampuan
yang berhubungan dengan proses
32
1. Klien tidak menunjukan gejala
iritasi di dalam esofagus pada
daerah disekitar LES.
2. Klien tidak menunjukan gejala
mual dan muntah, dan gejala
susah untuk menelan
makanannya.
3. Klien memiliki nafsu makan
dan pola makan yang baik.
pengobatan klien.
2. Ajarkan klien dan keluarga klien
untuk memonitor tindakan medis
dan pengobatan klien dengan baik
dan benar.
3. Ajarkan klien dan keluarga klien
untuk menjalankan gaya hidup yang
sehat seperti menghindari rokok
dan manajemen nutrisi yang sehat.
Flatulence Reduction (5820)
1. Ajarkan klien untuk mengganti
jenis diet dengan menggunakan
makanan yang mengurangi kerja
saluran pencernaan seperti
makanan halus, dan cair.
2. Instruksikan klien dan keluarga
klien untuk menghindari
makanan yang menyebabkan
timbulnya gas dan meningkatkan
asam lambung seperti kopi.
3. Monitor tanda-tanda perut
kebung, distensi abdomen dan
bising usus.
33
3.6. Evaluasi
1. S = Klien mengatakan sudah tidak merasakan nyeri.
O = Klien tampak senang dan segar, tidak nampak tanda inflamasi pada
daerah sekitar LES, tidak merakan nyeri pada saat palpasi Epigastric
A = Laporan subjektif dan objektif memuaskan, kriteria hasil tercapai,
masalah teratasi keseluruhan.
P = Intervensi diberhentikan.
34
Diagnosa :
Gangguan Menelan (00103)
Domain 2. Nutrisi
Kelas 1. Makan
NOC NIC
Dalam waktu 2x24 jam klien tidak
mengalami kesulitan dalam menelan
makanan dengan outcomes:
Swalowing Status: Esophageal Phase
(1011)
1. Klien dapat menjaga posisi kepala
danleher saat makan.
2. Klien tidak menunjukan gejala
regulgitasi, mual dan muntah.
3. Klien menunjukan aroma nafas
keasaman pada saat bersendawa.
Nausea and Vomiting Severity (2107)
1. Klien tidak menunjukan gejala
mual seperti sering bersendawa
dan resistensi abdomen.
2. Klien mengalami peningkatan
berat badan 1-2 kg.
Nutrision Management (1100)
1. Ajarkan klien mengenai kebutuhan
nutrisi sesuai dengan keadaannya
seperti makanan yang halus dan
cair.
2. Pantau Asuapan intake nutrisi dan
cairan.
Swallowing Therapy (1860)
1. Ajarkan klien dan keluarga untuk
menjaga posisi duduk selama 30
menit setelah makan.
2. Pantau kondisi klien dari tanda
tanda aspirasi.
2. S = Klien mengatakan sudah dapat menghabiskan makanannnya tanpa
ada keluhan kesulitan menelan dan memiliki nafsu makan yang baik.
O = BB klien bertambah menjadi 66 kg, klien tidak terlihat berusaha
berat dalam menelan makanan.
A = Laporan subjektif dan objektif memuasakan, kriteria hasil tercapai,
masalah teratasi keseluruhan.
P = Intervensi diberhentikan.
35
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Gastroesophageal reflux disease (GERD) merupakan penyakit
saluran pencernaan yang bersifat kronis. GERD terjadi ketika asam
lambung atau terkadang isi lambung naik kembali ke esofagus (refluks)
sehingga seseorang akan mengalami mual bahkan muntah. Akibat naiknya
asam lambung maka akan mengiritasi dan membakar esofagus atau
kerongkongan sehingga menimbulkan rasa panas pada dada (heartburn)
sampai bagian dalam leher bahkan tenggorokan.
Faktor-faktor resiko atau kondisi yang bisa menjadi penyebab
GERD seperti obesitas atau kegemukan, hernia hiatus, kanker, alergi
terhadap makanan tertentu, pengosongan lambung yang tertunda.
Gastroesophageal reflux disease disebabkan oleh proses yang multifaktor
seperti bedah, obesitas, dan pengosongan lambung. Faktor dan mekanisme
yang terlibat dalam kondisi refluks esofagus, terdapat empat faktor dasar
utama, meliputi: 1) asam lambung, 2) integritas struktural, fungsi dan
kompetensi dari LES untuk mencegah aliran refluks, 3) mekanisme
pertahanan mukosa esofageal yang memerankan pertahanan penting dari
asam lambung, dan 4) mekanisme sensori yang memberikan manifestasi
gejala yang muncul. Diagnosis keperawatan yang dapat ditegakkan yaitu,
risiko aspirasi berhubungan dengan penurunan motilitas GI, sfingter
esophagus bagian bawah yang tidak kompeten, gangguan menelan,
ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan refluks cairan
ke laring dan tenggorokan, kekurangan volume cairan berhubungan
dengan kehilangan cairan aktif, mual, muntah atau pengeluaran yang
berlebihan, ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan ketidakmampuan makan, kurang asupan makan,
gangguan rasa nyaman berhubungan dengan gejala terkait penyakit
gastroesophageal reflux seperti gangguan menelan, nyeri akut
berhubungan dengan inflamasi lapisan esofagus.
36
Evaluasi dari asuhan keperawatannya adalah risiko aspirasi pada
klien dapat diatasi, defisit volume cairan dapat diatasi, ketidakseimbangan
nutrisi pada pasien GERD dapat ditangani, nyeri akut pada pasien dapat
diatasi, bersihan jalan nafas efektif, gangguan menelan pada klien dapat
diatasi.
37
DAFTAR PUSTAKA
Bulechek, G.M. dkk. (2013). Nursing Interventions Classification (NIC), sixth edition. USA: ELSEVIER.
Bulechek, G.M. dkk. (2013). Nursing Outcomes Classification (NOC), sixth edition. USA: ELSEVIER.
Herdman, T.H & Kamitsuru, S. (2015). NANDA International Nursing Diagnoses: Definitions and Classification, 2015-2017. Oxford: Wiley Blackwell.
Muttaqin, Arif dan Kumala Sari. 2011. Gangguan Gastrointestinal Aplikasi Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:Salemba Medika.
38