presus interna gerd

40
PRESENTASI KASUS GASTROESOPHAGEAL REFLUX DISEASE (GERD) Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di Bagian Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Daerah Panembahan Senopati Bantul Diajukan Kepada : dr. Warih Tjahjono Sp. PD Disusun oleh : Dessy Sisworiani 20110310231 SMF ILMU PENYAKIT DALAM RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016

Upload: dessysiswo

Post on 12-Jul-2016

207 views

Category:

Documents


36 download

DESCRIPTION

Gastroesophageal reflux disease

TRANSCRIPT

Page 1: Presus Interna GERD

PRESENTASI KASUS

GASTROESOPHAGEAL REFLUX DISEASE (GERD)

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik

di Bagian Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Daerah Panembahan Senopati Bantul

Diajukan Kepada : dr. Warih Tjahjono Sp. PD

Disusun oleh : Dessy Sisworiani

20110310231

SMF ILMU PENYAKIT DALAM RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2016

Page 2: Presus Interna GERD

HALAMAN PENGESAHAN

GASTROESOPHAGEAL REFLUX DISEASE (GERD)

Disusun oleh:

Dessy Sisworiani

20110310231

Telah dipresentasikan pada:

Rabu, 5 April 2016

Bantul,

Menyetujui dan mengesahkan,

Pembimbing

dr. Warih T, Sp. PD

Page 3: Presus Interna GERD

 

1    

BAB I

PENDAHULUAN

Gastroesophageal reflux disease ( GERD ) atau Penyakit refluks

gastroesofageal adalah salah satu kelainan yang sering dihadapi di lapangan dalam

bidang gastrointestinal. Penyakit ini berdampak buruk pada kualitas hidup

penderita dan sering dihubungkan dengan morbiditas yang bermakna.

Berdasarkan Konsensus Montreal tahun 2006 (the Montreal definition and

classification of gastroesophageal reflux disease : a global evidence- based

consensus), gastroesophageal Reflux Disease (GERD) didefinisikan sebagai suatu

keadaan patologis sebagai akibat refluks kandungan lambung kedalam esofagus

yang menimbulkan berbagai gejala yang mengganggu di esofagus maupun ekstra-

esofagus dan/atau komplikasi (Vakil dkk, 2006). Komplikasi yang berat yang

dapat timbul adalah Barret’s esophagus, striktur, adenokarsinoma di kardia dan

esofagus.

Keadaan ini umum ditemukan pada populasi di Negara-negara barat,

namun dilaporkan relatif rendah insidennya di Negara-negara Asia-Afrika. Di

Amerika dilaporkan bahwa satu dari lima orang dewasa mengalami gejala reflukx

(heartburn dan/atau regurgitasi) sekali dalam seminggu serta lebih dari 40%

mengalami gejala tersebut sekali dalam sebulan. Prevalensi esofagitis di Amerika

Serikat mendekati 7%, sementara di Negara-negara non-western prevalensinya

lebih rendah. Tingginya gejala refluks pada populasi di Negara-negara barat

diduga disebabkan karena faktor diet dan meningkatnya obesitas.

Page 4: Presus Interna GERD

 

2    

BAB II

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS

Nama : Ny. S

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 50 tahun

Pekerjaan : -

Alamat : Kadisono RT 07 gilangharjo pandak bantul

Agama : Islam

No. RM : 562154

Tanggal Masuk : 27 Febuari 2016

Tanggal Keluar : 3 Maret 2016

B. ANAMNESA

1. Keluhan Utama

Os mengeluhkan mual dan muntah 7-8 kali sejak 1 minggu SMRS

2. Keluhan Tambahan

Batuk (+) ngikil (+) ketika malam hari. Sehingga Os sulit tidur. Perut

terasa panas, nafsu makan menurun

3. Riwayat Penyakit Sekarang

Os datang ke IGD dengan keluhan mual (+) muntah (+) 7-8 kali, perut

terasa panas. Demam (-) batuk (+) ngikil (+) dahak (-) nafsu makan

menurun, bab dan bak tidak ada keluhan

Page 5: Presus Interna GERD

 

3    

4. Riwayat Penyakit Dahulu

• Riwayat sakit jantung disangkal

• Riwayat hipertensi disangkal

• Riwayat sakit DM disangkal

• Riwayat sakit asma disangkal

• Riwayat sakit hepar disangkal

• Riwayat tumor disangkal

5. Riwayat Penyakit Keluarga

• Tidak ada keluarga yang menderita penyakit yang sama

• Riwayat sakit jantung disangkal

• Riwayat hipertensi disangkal

• Riwayat sakit DM disangkal

• Riwayat sakit asma disangkal

• Riwayat sakit hepar disangkal

• Riwayat tumor disangkal

C. PEMERIKSAAN FISIK

1. Status Generalis

- Keadaan Umum : Sedang

- Kesadaran : Compos Mentis

2. Vital Sign :

TD = 120/80 mmHg R = 22 kali/menit

Nadi = 78 kali/menit S = 37,6 derajat C

Page 6: Presus Interna GERD

 

4    

1. STATUS GENERALIS

a. Kepala : Mesocephal

Rambut warna hitam

Distribusi rambut merata dan lurus

Rambut tidak rontok dan tidak teraba benjolan

b. Mata : Conjungtiva Anemis (-│-)

Sklera Ikterik (-│-)

Pupil Bulat Isokor ( 3 mm│3 mm )

Reflek Cahaya (+│+)

c. Hidung : Discharge (-)

Deviasi (-)

Nafas cuping hidung (-)

d. Telinga : Simetris Kanan Kiri

Sekret -/-, serumen -/-

Pembesaran KGB -/-, nyeri tekan -/-

e. Mulut : Sianosis (-), lidah kotor (-), faring hiperemis (-)

f. Leher : Inspeksi = Trakea terletak di tengah

Tiroid tidak tampak pembesaran

Palpasi = Perbesaran kelenjar tiroid (-)

Perbesaran kelenjar paratiroid (-)

Perbesaran KGB (-)

g. Thorax : Jantung

Inspeksi : Ictus Cordis tak tampak

Page 7: Presus Interna GERD

 

5    

Palpasi : Ictus Cordis teraba di SIC V

Perkusi : sonor

Auskultasi : S1 & S2 tunggal, reguler, bising (-)

Paru – Paru

Inspeksi : Simetris, retraksi (-), ketinggalan gerak (-)

Palpasi : Vokal fremitus kanan kiri sama,

Ketinggalan gerak (-)

Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru – paru

Auskultasi : Vesikuler (+│+), Ronkhi (-│-),

Wheezing (-│-)

h. Abdomen

Inspeksi : Supel (-), Distensi (-), Venektasi (-)

Auskultasi : Peristaltik (+)

Perkusi : Timpani (+), Supel (+) Pekak alih (-), tes undulasi

(-) Asites (-)

Palpasi : Hepar & Lien tak teraba, Nyeri tekan (+) pada

epigastrium, Massa (-)

i. Ekstremitas : Superior = Akral hangat (+│+), Edema (-│-)

Eritema Palmaris (-│-)

Inferior = Akral hangat (+│+), Edema (-│-)

Page 8: Presus Interna GERD

 

6    

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium

1. Darah Lengkap (27 Maret 2016)

Hb : 11.7 [12 - 16] g%

AL : 7.93 [4 - 10] ribu/ul

AE : 3,96 [4 - 5] ribu/ul

AT : 283 [150 - 450] ribu/ul

HMT : 34.6 [36 - 46] %

Eosinofil : 1 [2 - 4] %

Basofil : 1 [0 - 1] %

Batang : 0 [2 - 5] %

Segmen : 77 [51 - 67] %

Limfosit : 16 [20 - 35] %

Monosit : 5 [4 - 8] %

Kimia Darah

GDS : 92 [<200] mg/dl

Ureum : 11 [17 - 43] mg/dl

Kreatin : 0.49 [0,6 – 1,1] mg/dl

SGOT : 23 [<37] U/I

SGPT : 17 [<41] U/I

Natrium : 139.9 [137,0 – 145] mmol/l

Kalium : 3.41 [3,50 – 5,10] mmol/l

Page 9: Presus Interna GERD

 

7    

Klorida : 107.6 [98,0 – 107,0] mmol/l

2. Urin Lengkap (27 Maret 2016)

Warna : Kuning [Kuning]

Kekeruhan : Jernih [Jernih]

Reduksi : Negatif [Negatif]

Bilirubin : Negatif [Negatif]

BJ : Negatif [Negatif]

Darah Samar:Negatif [Negatif]

PH : 7.00 [5.00-8.50]

Protein : Negatif [Negatif]

Urobilinogen: 0.20 [0.20-1.00 EU/dl]

Nitrit : Negatif [Negatif]

LE : Negatif [Negatif]

Sedimen Urin

Eritosit : 0-1 [0-2/LPK]

Leukosit :1-2 [0-3/LPK]

Sel Epitel : Positif [Positif/LPK]

Kristal

Ca Oksalat : Negatif [Negatif/LPK]

As. Urat : Negatif [Negatif/LPK]

Amorf : Negatif [Negatif/LPK]

Silinder

Eritrosit : Negatif [Negatif/LPK]

Page 10: Presus Interna GERD

 

8    

Leukosit : Negatif [Negatif/LPK]

Granular : Negatif [Negatif/LPK]

Bakteri : Negatif [Negatif/LPK]

Lain-lain : - -

E. DIAGNOSA KERJA

GERD

F. PENATALAKSANAAN

- Inf. NaCl 20 tpm

- Inj. Pepsol 2x1 dalam NS 50cc habis dalam ½ jam

- Inj. Metoclopramide 3x1

- Inj. Ceftriaxone 2gr/24jam (drip)

- Ulsafat syr 3x1 cth

G. FOLLOW UP

Tanggal Follow up Terapi

27/02/2016

18.00

S : Os datang ke IGD dengan

keluhan mual (+) muntah (+) 7-

8 kali, perut terasa panas.

Demam (-) batuk (+) ngikil (+)

dahak (-) nafsu makan

- Inf. NaCl 20 tpm

- Inj. Pepsol 2x1 dalam NS

50cc habis dalam ½ jam

- Inj. Metoclopramide 3x1

- Inj. Ceftriaxone 2gr/24jam

Page 11: Presus Interna GERD

 

9    

menurun, bab dan bak tidak ada

keluhan

O KU : sedang, CM

TD : 120/80

N : 78 x/ menit

RR : 22 x/menit

S : 37,6 derajat celcius

Kepala : CA -/- SI -/-

Leher : pembesaran KGB (-)

Thorax : Pulmo SDV +/+ ST -/-

Abdomen : NT (+)

- + +

- - -

- - -

Ekstremitas : Akral hangat (+)

A : GERD

(drip)

- Ulsafat Syr 3x1 cth

pl: cek Asam urat dan UL

29/02/2016

06.00

S: Os masih mengeluhkan mual

(+) muntah (+) perut masih

terasa panas. Demam (-) batuk

(+) ngikil (+) dahak (-) nafsu

makan menurun, bab dan bak

tidak ada keluhan

Inf. NaCl 20 tpm

- Inj. Pepsol 2x1 dalam NS

50cc habis dalam ½ jam

- Inj. Metoclopramide 3x1

- Inj. Ceftriaxone 2gr/24jam

(drip)

Page 12: Presus Interna GERD

 

10    

O: KU : sedang, CM

TD :120/60 mmHg

N : 80 x/menit

RR : 24 x/menit

S : 36.3 derajat celcius

Kepala CA -/- SI -/-

Leher : pembesaran KGB (-)

Thorax : Pulmo SDV +/+ ST -/-

Cor : S1/S2 Reg

Abdomen : NT (+)

- - +

- - -

- - -

Ekstremitas : Akral Hangat (+)

Hasil Lab:

Asam urat 4.67

UL

Warna : Kuning

Kekeruhan: Jernih

- Paracetamol 3x 500mg

- Ulsafat Syr 3x1 cth

pl: Endoscopy

Page 13: Presus Interna GERD

 

11    

Reduksi: Negatif

Bilirubin: Negatif

BJ: Negatif

Darah Samar: Negatif

PH : 7.00

Protein : Negatif

Urobilinogen: 0.20

Nitrit : Negatif

LE : Negatif

Sedimen Urin

Eritosit : 0-1

Leukosit:1-2

Sel Epitel : Positif

Kristal

Ca Oksalat : Negatif

As. Urat : Negatif

Amorf : Negatif

Silinder

Eritrosit : Negatif

Leukosit : Negatif

Granular : Negatif

Bakteri : Negatif

Lain-lain : -

Page 14: Presus Interna GERD

 

12    

A : GERD

1/03/2016

S : Os mengatakan mual (+)

muntah (-) Jika makan perut

terasa panas. Batuk (+)

membaik, semalam bisa tidur

O KU : Sedang, CM

TD : 120/80 mmHg

Nadi : 80 x/menit

Rr : 24 x/menit

S : 36,3 derajat celcius

Kepala : CA -/- SI -/-

Leher : pembesaran KGB (-)

Thorax : Pulmo SDV +/+ ST -/-

Cor : S1/S2 reguler

Abdomen : NT (+)

- - +

- - -

- - -

Ekstremitas : Akral hangat (+)

- Inf. NaCl 20 tpm

- Inj. Nexium 1A dalam NS

50cc habis dalam ½

jam/8jam

- Inj. Metoclopramide 3x1

- Inj. Ceftriaxone 2gr/24jam

(drip)

- Paracetamol 3x 500mg

Ulsafat Syr 3x1 cth

Page 15: Presus Interna GERD

 

13    

Hasil Endoscopy:

Esofagus : Mukosa dan lumen

normal, LES inkopeten, tampak

mucosal break 50%

Gaster : Mukosa, lumen

fundus, corpus dan anthrum

normal, Gastric fold normal,

pylorus gaping (+)

Duodenum : Mukosa dan

lumen bulbus dan pars duodeni

normal

Kesan : Esofagitis LA A

A: GERD

02/3/2016

06.00

S : Os mengatakan mual (+)

sudah berkurang muntah (-)

Mulut masih terasa pahit. Nafsu

makan membaik

O KU : Sedang, CM

TD : 120/80 mmHg

Nadi : 83 x/menit

Rr : 24 x/menit

S : 36,3 derajat celcius

- Inf. NaCl 20 tpm

-inj. Pantoprazole 1A/24jam

- Ondansentron tan 2x1

- Ulsafat syr 3x1cth

pl: Cek widal

Page 16: Presus Interna GERD

 

14    

Kepala : CA -/- SI -/-

Leher : pembesaran KGB (-)

Thorax : Pulmo SDV +/+ ST -/-

Cor : S1/S2 reguler

Abdomen : NT (+)

- - +

- - -

- - -

Ekstremitas : Akral hangat (+)

A: GERD

03/3/2016

06.00

S : Keluhan (-) Mual sudah

sangat berkurang. BAB dan

BAK tidak ada keluhan

O KU : Sedang, CM

TD : 110/80 mmHg

Nadi : 90 x/menit

Rr : 24 x/menit

S : 36 derajat celcius

Kepala : CA -/- SI -/-

Leher : pembesaran KGB (-)

Thorax : Pulmo SDV +/+ ST -/-

- Inf. NaCl 20 tpm

-inj. Pantoprazole 1A/24jam

- Ondansentron tan 2x1

- Ulsafat syr 3x1cth

BLPL

Obat pulang :

Lanzoprazole tab 1x1

Ondansentron 2x1

Ulsafat syr 3x1cth

Page 17: Presus Interna GERD

 

15    

Cor : S1/S2 reguler

Abdomen : NT (+)

- - +

- - -

- - -

Ekstremitas : Akral hangat (+)

Hasil Lab:

Widal:

S. Thypi O : Positif 1/80

S.Thypi H : Negatif

S. Parathypi AH : Negatif

S. Parathypi AO : positif 1/80

A: GERD

Page 18: Presus Interna GERD

 

16    

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

GERD didefinisikan sebagai suatu gangguan di mana isi lambung

mengalami refluks secara berulang ke dalam esofagus, yang menyebabkan

terjadinya gejala dan/atau komplikasi yang mengganggu. Pernyataan ini

diajukan oleh Konsensus Asia Pasifik mengenai GERD tahun 2008, di

mana penekanan diberikan kepada kata “mengganggu”, oleh karena

menandakan adanya gangguan terhadap kualitas hidup dan menyarikan

pendapat umum yang menyatakan bahwa apabila refluks esofageal ingin

dinyatakan sebagai penyakit, maka kelainan tersebut harus mempengaruhi

kualitas hidup pasien.

GERD dan sindroma dispepsia mempunyai prevalensi yang sama

tinggi, dan seringkali muncul dengan simptom yang tumpang tindih

sehingga menyulitkan diagnosis. Dispepsia non ulkus, di masa lalu

diklasifikasikan menjadi 4 subgrup yaitu dispepsia tipe ulkus, dispepsia

tipe dismotilitas, dispepsia tipe refluks dan dispepsia non spesifik. Namun

kemudian ternyata dispepsia tipe refluks dapat berlanjut menjadi penyakit

organik yang berbahaya seperti karsinoma esofagus. Karena itulah para

ahli sepakat memisahkan dispepsia tipe refluks dari dispepsia dan

menjadikan penyakit tersendiri bernama penyakit refluks gastroesofageal.

Page 19: Presus Interna GERD

 

17    

Terdapat dua kelompok pasien GERD, yaitu pasien dengan

esofagitis erosif yang ditandai dengan adanya kerusakan mukosa esofagus

pada pemeriksaan endoskopi (Erosive Esophagitis/ERD) dan kelompok

lain adalah pasien dengan gejala refluks yang mengganggu tanpa adanya

kerusakan mukosa esofagus pada pemeriksaan endoskopi (Non-Erosive

Reflux Disease/NERD). Data yang ada menunjukkan bahwa gejala-gejala

yang dialami oleh pasien NERD juga disebabkan oleh asam, berdasarkan

pemantauan pH, respons terhadap penekanan asam dan tes Bernstein yang

positif.

B. EPIDEMIOLOGI

Sudah sejak lama prevalensi GERD di Asia dilaporkan lebih

rendah dibandingkan dengan di negara-negara Barat. Namun, banyak

penelitian pada populasi umum yang baru-baru ini dipublikasikan

menunjukkan kecenderungan peningkatan prevalensi GERD di Asia.

Prevalensi di Asia Timur 5,2 %-8,5 % (tahun 2005-2010), sementara

sebelum 2005 2,5%-4,8%; Asia Tengah dan Asia Selatan 6,3%-18,3%,

Asia Barat yang diwakili Turki menempati posisi puncak di seluruh Asia

dengan 20%. Asia Tenggara juga mengalami fenomena yang sama; di

Singapura prevalensinya adalah 10,5%, di Malaysia insiden GERD

meningkat dari 2,7% (1991-1992) menjadi 9% (2000-2001), sementara

belum ada data epidemiologi di Indonesia (Jung, 2009), (Goh dan Wong,

2006). Di Divisi Gastroenterologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK

UI-RSUPN Cipto Mangunkusumo didapatkan kasus esofagitis sebanyak

Page 20: Presus Interna GERD

 

18    

22,8 % dari semua pasien yang menjalani endoskopi atas dasar dispepsia

(Makmun, 2009).

C. ETIOLOGI DAN PATOGENESIS

GERD merupakan penyakit multifaktorial, di mana esofagitis dapat

terjadi sebagai akibat dari refluks kandungan lambung ke dalam esofagus

apabila:

• Terjadi kontak dalam waktu yang cukup lama antara bahan refluksat

dengan mukosa esofagus.

• Terjadi penurunan resistensi jaringan mukosa esofagus, walaupun waktu

kontak antara bahan refluksat dengan esofagus tidak cukup lama.

• Terjadi gangguan sensitivitas terhadap rangsangan isi lambung, yang

disebabkan oleh adanya modulasi persepsi neural esofageal baik sentral

maupun perifer.

Dickman R, Fass R. The Pathophysiology of GERD. In. Wien ; New York: Springer;

2006:13-22.

Revisi Konsensus NasionalPenatalaksanaan Penyakit Re!uks Gastroesofageal(Gastroesophageal Re!ux Disease/GERD)di Indonesia

6

Gambar 1. Etiopatogenesis terjadinya GERD.11,12

IV.1. Peranan infeksi Helicobacter pylori (H. pylori)

Peranan infeksi H. pylori dalam patogenesis GERD relatif kecil dan kurang didukung oleh data yang ada. Namun demikian, ada hubungan terbalik antara infeksi H. pylori dengan strain virulen (Cag A positif ) dengan kejadian esofagitis, esofagus Barrett dan adenokarsinoma esofagus.13 H. pylori tidak menyebabkan atau mencegah penyakit re!uks dan eradikasi dari H. pylori tidak meningkatkan risiko terjadinya GERD.1

IV.2. Peranan kebiasaan/gaya hidup

Peranan alkohol, diet serta faktor psikis tidak bermakna dalam patogenesis GERD, namun demikian khusus untuk populasi Asia-Pasi"k ada kemungkinan alkohol mempunyai peranan lebih penting sebagaimana ditunjukkan dalam studi epidemiologi terkini dari Jepang.14,15 Beberapa studi observasional telah menunjukkan bahwa pengaruh rokok dan berat badan berlebih sebagai faktor risiko terjadinya GERD.7,15,16 Beberapa obat-obatan seperti bronkodilator juga dapat mempengaruhi GERD.

Page 21: Presus Interna GERD

 

19    

Kandungan isi lambung yang menambah potensi daya rusak bahan

refluksat di antaranya adalah: asam lambung, pepsin, garam empedu, dan

enzim pankreas. Dari semua itu yang memiliki potensi daya rusak paling

tinggi adalah asam lambung. Beberapa hal yang berperan dalam

patogenesis GERD, di antaranya adalah: peranan infeksi Helicobacter

pylori, peranan kebiasaan/gaya hidup, peranan motilitas, dan

hipersensitivitas viseral.

Peranan infeksi H. pylori dalam patogenesis GERD relatif kecil

dan kurang didukung oleh data yang ada. Namun demikian, ada hubungan

terbalik antara infeksi H. pylori dengan strain virulen (Cag A positif)

dengan kejadian esofagitis, esofagus Barrett dan adenokarsinoma

esofagus. H. pylori tidak menyebabkan atau mencegah penyakit refluks

dan eradikasi dari H. pylori tidak meningkatkan risiko terjadinya GERD.

Peranan alkohol, diet serta faktor psikis tidak bermakna dalam

patogenesis GERD, namun demikian khusus untuk populasi Asia-Pasifik

ada kemungkinan alkohol mempunyai peranan lebih penting sebagaimana

ditunjukkan dalam studi epidemiologi terkini dari Jepang. Beberapa studi

observasional telah menunjukkan bahwa pengaruh rokok dan berat badan

berlebih sebagai faktor risiko terjadinya GERD. Beberapa obat-obatan

seperti bronkodilator juga dapat mempengaruhi GERD.

Pada pasien GERD, mekanisme predominan adalah transient lower

esophageal spinchter relaxation (TLESR). Beberapa mekanisme lain yang

berperan dalam patogenesis GERD antara lain menurunnya bersihan

Page 22: Presus Interna GERD

 

20    

esofagus, disfungsi sfingter esofagus, dan pengosongan lambung yang

lambat.

Akhir-akhir ini diketahui peranan refluks non-asam/gas dalam

patogenesis GERD yang didasarkan atas hipersensitivitas viseral.

Sebagaimana telah dijelaskan di atas, hipersensitivitas viseral memodulasi

persepsi neural sentral dan perifer terhadap rangsangan regangan maupun

zat non-asam dari lambung.

Selain itu patogenesis GERD meliputi ketidakseimbangan antara

faktor ofensif dan faktor defensif dari bahan refluksat.

Makmun D. Penyakit refluks gastroesofageal. Dalam: Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI;

2006.hlm.317-321

Yang termasuk faktor defensif antara lain ‘disfungsi’ SEB atau

sfingter esophagus bawah (lower esophageal sphincter/LES), bersihan

asam dari lumen esofagus, dan ketahanan epitel esophagus. Bentuk

anatomik SEB yang melipat berbentuk sudut, dan kekuatan menutup dari

sfingter, menjadikan SEB berperan penting dalam mekanisme antirefluks.

Peningkatan tekanan intraabdomen (misalnya saat batuk), proses gravitasi

saat berbaring, dan kelainan anatomis seperti sliding hernia hiatal

!"#$%&'(%)"$%*%+,-.#%&/*0% MEDICINUS !

Refluks gastroesofageal sebenarnya merupakan proses fisiologis normal yang banyak dialami orang se-hat, terutama sesudah makan.! PRGE atau Penyakit refluks gastroesofageal (gastro-esophageal reflux disease/GERD) adalah kondisi patologis dimana sejumlah isi lambung berbalik (refluks) ke esofagus melebihi jumlah normal, dan menimbulkan berbagai keluhan.!," Refluks ini ternyata juga menimbulkan symptoms ekstraesofageal, disamping penyulit intraesofageal seperti striktur, Barrett's esophagus atau bahkan adenokarsinoma esophagus.!,"

PRGE dan sindroma dispepsia mempunyai prevalensi yang sama tinggi, dan seringkali muncul de-ngan simptom yang tumpang tindih sehingga menyulitkan diagnosis. Dispepsia non ulkus, di masa lalu diklasifikasikan menjadi # subgrup yaitu dispepsia tipe ulkus, dispepsia tipe dismotilitas, dispepsia tipe refluks dan dispepsia non spesifik. Namun kemudian ternyata dispepsia tipe refluks dapat berlanjut menjadi penyakit organik yang berbahaya seperti karsinoma esofagus. Karena itulah para ahli sepakat memisahkan dispepsia tipe refluks dari dispepsia dan menjadikan penyakit tersendiri bernama penyakit refluks gastroesofageal.$

Prevalensi PRGE di Asia, termasuk Indonesia, relatif rendah dibanding negara maju. Di Amerika, hampir %& populasi mempunyai keluhan heartburn, dan "'&-#'& diantaranya diperkirakan menderita PRGE. Prevalensi esofagitis di negara barat berkisar antara !'&-"'&, sedangkan di Asia hanya $&-(&, terke-cuali Jepang dan Taiwan (!$-!(&).",# Tidak ada predileksi gender pada PRGE, laki-laki dan perempuan mempunyai risiko yang sama, namun insidens esofagitis pada laki-laki lebih tinggi (":!-$:!), begitu pula Barrett's esophagitis lebih banyak dijumpai pada laki-laki (!':!).!)PRGE dapat terjadi di segala usia, namun prevalensinya meningkat pada usia diatas #' tahun.!

Patogenesis PRGE meliputi ketidakseimbangan antara faktor ofensif dan faktor defensif dari bahan re-fluksat (gambar !).)

!"#$%&'()*"+,-&.)/%.(*0".0+%/"%,

!"#$%%$&'()$*$Konsultan GastroenterohepatologiDepartemen Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Krida Wacana Jakarta

Gambar !. Patogenesis terjadinya PRGE Gambar ". Heartburn, rasa terbakar di dada disertai nyeri

!"#$%&'((#)*%+,"

Page 23: Presus Interna GERD

 

21    

mempermudah terjadinya refluks. Bersihan asam dari lumen esofagus

adalah kemampuan esophagus untuk membersihkan dirinya dari bahan

refluksat. Kemampuan esophagus ini berasal dari peristaltik esofagus

primer, peristaltik esofagus sekunder (saat menelan), dan produksi saliva

yang optimal. Ketahanan epitel esofagus berasal dari lapisan mukus di

permukaan mukosa, produksi mukus, dan mikrosirkulasi aliran darah di

post epitel.

Sementara yang menjadi faktor ofensif adalah peningkatan asam

lambung, dilatasi lambung, beberapa kondisi patologis yang

mengakibatkan berkurangnya kemampuan pengosongan lambung seperti

obstruksi gastric outlet dan delayed gastric emptying. Simptom khas

GERD adalah heartburn, yaitu rasa terbakar di dada disertai nyeri dan

regurgitasi (rasa asam pahit dari lambung terasa di lidah). Salah satu dari

keduanya cukup untuk mendiagnosis GERD secara klinis. Selain kedua

gejala tersebut, GERD dapat menimbulkan keluhan nyeri atau rasa tidak

enak di epigastrium atau retrosternal bawah, disfagia (kesulitan menelan

makanan), odinofagia (rasa sakit waktu menelan), mual dan rasa pahit di

lidah. Keluhan ekstraesofageal yang juga dapat ditimbulkan oleh GERD

adalah nyeri dada non kardiak, suara serak, laringitis, erosi gigi, batuk

kronis, bronkiektasis, dan asma.

D. GEJALA DAN MANIFESTASI KLINIS

Gejala klinik yang khas dari GERD adalah nyeri/rasa tidak enak di

epigastrium atau retrosternal bagian bawah. Rasa nyeri dideskripsikan

Page 24: Presus Interna GERD

 

22    

sebagai rasa terbakar (heartburn), kadang-kadang bercampur dengan gejala

disfagia (kesulitan menelan makanan), mual atau regurgitasi dan rasa pahit

di lidah. Walau demikian derajat berat ringannya keluhan heartburn

ternyata tidak selalu berkorelasi dengan temuan endoskopik. Kadang-

kadang timbul rasa tidak enak retrosternal yang mirip dengan angina

pektoris. Disfagia yang timbul saat makan makanan yang padat mungkin

terjadi karena striktur atau keganasan yang berkembang dari Barret’s

esophagus. Odinofagia bisa muncul jika sudah terjadi ulserasi esofagus

yang berat (Makmun,2009).

Walaupun gejala khas/tipikal dari GERD adalah heartburn atau

regurgitasi, gejala tidak khas ataupun gejala ekstra esofagus juga bisa

timbul yang meliputi nyeri dada non kardiak (non cardiac chest

pain/NCCP), suara serak, laringitis, batuk, asma, bronkiektasis, gangguan

tidur, dan lain-lain (Makmun 2009), (Jung, 2009).

Di lain pihak, beberapa penyakit paru dapat menjadi faktor

predisposisi untuk timbulnya GERD karena terjadi perubahan anatomis di

daerah gastroesophageal high pressure zone akibat penggunaan obat-

obatan yang menurunkan tonus LES (Makmun,2009). Asma dan GERD

adalah dua keadaan yang sering dijumpai secara bersaman. Selain itu,

terdapat beberapa studi yang menunjukkan hubungan antara gangguan

tidur dan GERD (Jung, 2009).

GERD memberikan dampak negatif pada kualitas hidup pasien,

karena gejala-gejalanya sebagaimana dijelaskan di atas menyebabkan

Page 25: Presus Interna GERD

 

23    

gangguan tidur, penurunan produktivitas di tempat kerja dan di rumah,

gangguan aktivitas sosial. Short-Form-36-Item (SF-36) Health Survey,

menunjukkan bahwa dibandingkan dengan populasi umum, pasien GERD

memiliki kualitas hidup yang menurun, serta dampak pada aktivitas sehari-

hari yang sebanding dengan pasien penyakit kronik lainnya seperti

penyakit jantung kongestif dan artritis kronik (Hongo dkk, 2007).

E. PENEGAKKAN DIAGNOSIS

Secara klinis, diagnosis GERD dapat ditegakkan berdasarkan

anamnesis dan pemeriksaan klinis yang seksama. Beberapa pemeriksaan

penunjang yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis GERD adalah :

endoskopi saluran cerna bagian atas, pemantauan pH 24 jam, tes

Bernstein, manometri esofagus, sintigrafi gastroesofageal, dan tes

penghambat pompa proton (tes supresi asam) (Makmun,2009).

American College of Gastroenterology (ACG) di tahun 2005 telah

mempublikasikan Updated Guidelines for the Diagnosis and Treatment of

Gastroesophageal Reflux Disease, di mana empat di antara tujuh poin

yang ada, merupakan poin untuk diagnosis, yaitu : (Hongo dkk, 2007)

a. Jika gejala pasien khas untuk GERD tanpa komplikasi, maka terapi

empiris (termasuk modifikasi gaya hidup) adalah hal yang tepat.

Endoskopi saat pasien masuk dilakukan jika pasien menunjukkan

gejala-gejala komplikasi, atau berisiko untuk Barret’s esophagus, atau

pasien dan dokter merasa endoskopi dini diperlukan.

b. Endoskopi adalah teknik pilihan yang digunakan untuk

Page 26: Presus Interna GERD

 

24    

mengidentifikasi dugaan Barret’s esophagus dan untuk mendiagnosis

komplikasi GERD. Biopsi harus dilakukan untuk mengkonfirmasi

adanya epitel Barret dan untuk mengevaluasi displasia.

c. Pemantauan ambulatoar (ambulatory monitoring) esofagus membantu

untuk konfirmasi reluks gastroesofageal pada pasien dengan gejala

menetap ( baik khas maupun tidak khas) tanpa adanya kerusakan

mukosa; juga dapat digunakan untuk memantau pengendalian refluks

pada pasien tersebut di atas yang sedang menjalani terapi.

d. Manometri esofagus dapat digunakan untuk memastikan lokasi

penempatan probe ambulatory monitoring dan dapat membantu

sebelum dilakukannya pembedahan anti refluks.

Sementara itu, pada tahun 2008, American Gastroenterological

Association (AGA) menerbitkan American Gastroenterological

Association Medical Position Statement on the Management of

Gastroesophageal Reflux Disease yang berisi 12 pernyataan, di mana pada

poin ke-4 dijelaskan tentang peran dan urutan prioritas uji diagnostik

GERD pada dalam mengevaluasi pasien dengan sangkaan GERD sebagai

berikut : (Hiltz dkk, 2008)

a. Endoskopi dengan biopsi dilakukan untuk pasien yang mengalami

gejala esofagus dari GERD dengan disfagia yang mengganggu. Biopsi

harus mencakup area yang diduga mengalami metaplasia, displasia,

atau dalam hal tidak dijumpainya kelainan secara visual, mukosa yang

normal (minimal 5 sampel untuk esofagitis eosinofilik.)

Page 27: Presus Interna GERD

 

25    

b. Endoskopi dilakukan untuk mengevaluasi pasien yang mengalami

gejala esofagus dari GERD yang tidak berespon terhadap terapi

empiris berupa PPI 2 kali sehari. Biopsi harus mencakup area yang

diduga mengalami metaplasia, displasia, atau malignansi.

c. Manometri dilakukan untuk mengevaluasi pasien dengan dugaan

gejala GERD yang tidak berespon terhadap terapi empiris berupa PPI

2 kali sehari dan gambaran endoskopinya normal.

d. Pemantauan dengan ambulatory impedance-pH, catheter-pH, atau

wireless- pH dilakukan (terapi PPI dihentikan selama 7 hari) untuk

mengevaluasi pasien dengan dugaan gejala GERD yang tidak be-

respon terhadap terapi empiris berupa PPI 2 kali sehari, gambaran

endoskopinya normal dan tidak memiliki kelainan pada manometri.

1. GERD-Q

Kuesioner GERD (GERD-Q) merupakan suatu perangkat kuesioner

yang dikembangkan untuk membantu diagnosis GERD dan mengukur

respons terhadap terapi. Kuesioner ini dikembangkan berdasarkan data-data

klinis dan informasi yang diperoleh dari studi- studi klinis berkualitas dan

juga dari wawancara kualitatif terhadap pasien untuk mengevaluasi

kemudahan pengisian kuesioner. Tingkat akurasi diagnosis dengan

mengkombinasi beberapa kuesioner tervalidasi akan meningkatkan

sensitivitas dan spesifisitas diagnosis.

Analisis terhadap lebih dari 300 pasien di pelayanan primer

menunjukkan bahwa GERD-Q mampu memberikan sensitivitas dan

Page 28: Presus Interna GERD

 

26    

spesifisitas sebesar 65% dan 71%, serupa dengan hasil yang diperoleh oleh

gastroenterologis. Selain itu, GERD-Q juga menunjukkan kemampuan

untuk menilai dampak relatif GERD terhadap kehidupan pasien dan

membantu dalam memilih terapi.

Di bawah ini adalah GERD-Q yang dapat diisi oleh pasien sendiri.

Untuk setiap pertanyaan, responden mengisi sesuai dengan frekuensi gejala

yang dirasakan dalam seminggu. Skor 8 ke atas merupakan nilai potong

yang dianjurkan untuk mendeteksi individu-individu dengan kecenderungan

tinggi menderita GERD.

GERD-Q

Revisi Konsensus Nasional Penatalaksanaan Penyakit Refluks Gastroesofageal (Gastroesophageal Reflux

Disease/GERD) di Indonesia

Revisi Konsensus NasionalPenatalaksanaan Penyakit Re!uks Gastroesofageal

(Gastroesophageal Re!ux Disease/GERD)di Indonesia

9

Tabel 1. GERD-QCobalah mengingat apa yang Anda rasakan dalam 7 hari terakhir.

Berikan tanda centang (v) hanya pada satu tempat untuk setiap pertanyaan dan hitunglah poin GERD-Q Anda dengan menjumlahkan

poin pada setiap pertanyaan.

No. Pertanyaan

Frekuensi skor (poin) untuk gejala

0 hari

1 hari

2-3 hari

4-7 hari

1.Seberapa sering Anda mengalami perasaan terbakar di bagian belakang tulang dada Anda (heartburn)?

0 1 2 3

2.Seberapa sering Anda mengalami naiknya isi lambung ke arah tenggorokan/mulut Anda (regurgitasi)?

0 1 2 3

3. Seberapa sering Anda mengalami nyeri ulu hati? 3 2 1 0

4. Seberapa sering Anda mengalami mual? 3 2 1 0

5.

Seberapa sering Anda mengalami kesulitan tidur malam oleh karena rasa terbakar di dada (heartburn) dan/atau naiknya isi perut?

0 1 2 3

6.

Seberapa sering Anda meminum obat tambahan untuk rasa terbakar di dada (heartburn) dan/atau naiknya isi perut (regurgitasi), selain yang diberikan oleh dokter Anda? (seperti obat maag yang dijual bebas)

0 1 2 3

Hasil

Bila poin GerdQ Anda ! 7, kemungkinan Anda tidak menderita GERDBila poin GerdQ Anda 8-18, kemungkinan Anda menderita GERD

Page 29: Presus Interna GERD

 

27    

2. Endoskopi saluran cerna bagian atas (SCBA)

Standar baku untuk diagnosis GERD dengan esofagitis erosif adalah

dengan menggunakan endoskopi SCBA dan ditemukan adanya mucosal

break pada esofagus. Endoskopi pada pasien GERD terutama ditujukan pada

individu dengan gejala alarm (disfagia progresif, odinofagia, penurunan

berat badan yang tidak diketahui sebabnya, anemia awitan baru,

hematemesis dan/atau melena, riwayat keluarga dengan keganasan lambung

dan/atau esofagus, penggunaan OAINS kronik, dan usia lebih dari 40 tahun

di daerah prevalensi kanker lambung tinggi) dan yang tidak berespons

terhadap terapi empirik dengan PPI dua kali sehari. edangkan sampai saat

ini belum ada standar baku untuk diagnosis NERD. Sebagai pedoman untuk

diagnosis NERD adalah dengan menggunakan kriteria sebagai berikut:

• Tidakditemukannyamucosalbreakpadapemeriksaanendoskopi SCBA,

• Pemeriksaan pH esofagus dengan hasil positif, • Terapi empiris

dengan PPI sebanyak dua kali sehari memberikan hasil yang positif.

Endoskopi pada GERD tidak selalu harus dilakukan pada saat pertama

kali, oleh karena GERD dapat ditegakkan berdasarkan gejala dan/atau

terapi empirik. Peran endoskopi SCBA dalam penegakan diagnosis GERD

adalah:

• Memastikan ada tidaknya kerusakan di esofagus berupa erosi, ulserasi,

striktur, esofagus Barrett atau keganasan, di samping untuk

menyingkirkan kelainan SCBA lainnya.

• Menilai berat ringannya mucosal break dengan menggunakan

Page 30: Presus Interna GERD

 

28    

klasifikasi Los Angeles modifikasi atau Savarry-Miller.

• Pengambilan sampel biopsi dilakukan jika dicurigai adanya esofagus

Barrett atau keganasan.

3. Pemeriksaan histopatologi

Pemeriksaan histopatologi dalam diagnosis GERD adalah untuk

menentukan adanya metaplasia, displasia, atau keganasan.

4. Pemeriksaan pH-metri 24 jam

• Mengevaluasipasien-pasienGERDyangtidakberesponsdengan terapi

PPI.

• Mengevaluasi apakah pasien-pasien dengan gejala ekstra esofageal

sebelum terapi PPI atau setelah dinyatakan gagal dengan terapi PPI.

• Memastikan diagnosis GERD sebelum operasi anti-refluks

5. PPI test

PPI test dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis pada pasien

dengan gejala tipikal dan tanpa adanya tanda bahaya atau risiko esofagus

Barrett. Tes ini dilakukan dengan memberikan PPI dosis ganda selama 1-2

minggu tanpa didahului dengan pemeriksaan endoskopi. Jika gejala

Revisi Konsensus NasionalPenatalaksanaan Penyakit Re!uks Gastroesofageal

(Gastroesophageal Re!ux Disease/GERD)di Indonesia

17

Tabel 3. Dosis PPI untuk Pengobatan GERD38,39

Jenis PPI Dosis Tunggal Dosis GandaOmeprazole 20 mg 20 mg 2 kali sehariPantoprazole 40 mg 40 mg 2 kali sehariLansoprazole 30 mg 30 mg 2 kali sehariEsomeprazole 40 mg 40 mg 2 kali sehariRabeprazole 20 mg 20 mg 2 kali sehari

Apabila kondisi klinis masih belum menunjukkan perbaikan harus dilakukan pemeriksaan endoskopi untuk mendapatkan kepastian adanya kelainan pada mukosa saluran cerna atas. Pengobatan selanjutnya dapat diberikan sesuai dengan ringan-beratnya kerusakan mukosa.33 Untuk esofagitis ringan dapat dilanjutkan dengan terapi on demand. Sedangkan untuk esofagitis berat dilanjutkan dengan terapi pemeliharaan kontinu, yang dapat diberikan sampai 6 bulan.1,19,20

Tabel 4. Klasi!kasi GERD berdasarkan Hasil Pemeriksaan Endoskopi33

NERD ERDGrade A Grade B Grade C Grade D

Mucosal break (-)

Tidak ada kerusakan mukosa

Diameter < 5 mm, tunggal

Diameter < 5 mm, beberapa buah, terkolonisasi

Diameter > 5 mm, tunggal, ada beberapa buah

Lesi mengelilingi lumen

Grade A dan B termasuk kategori klinis esofagitis ringan. Grade C dan D termasuk kategori klinis esofagitis berat.

Untuk NERD, pengobatan awal dapat diberikan PPI dosis tunggal selama 4-8 minggu. Setelah gejala-gejala klinis menghilang, terapi dapat dilanjutkan dengan PPI on demand. Penggunaan on demand ini disarankan untuk memaksimalkan supresi asam lambung, diberikan 30-60 menit sebelum makan pagi.1,19

Page 31: Presus Interna GERD

 

29    

menghilang dengan pemberian PPI dan muncul kembali jika terapi PPI

dihentikan, maka diagnosis GERD dapat ditegakkan. Tes dikatakan positif,

apabila terjadi perbaikan klinis dalam 1 minggu sebanyak lebih dari 50%.

F. TATA LAKSANA

Pada dasarnya terdapat 5 target yang ingin dicapai dan harus selalu

menjadi perhatian saat merencanakan, merubah, serta menghentikan terapi

pada pasien GERD. Kelima target tersebut adalah menghilangkan

gejala/keluhan, menyembuhkan lesi esofagus, mencegah kekambuhan,

memperbaiki kualitas hidup, dan mencegah timbulnya komplikasi.

Pedoman penatalaksanaan ini diharapkan dapat digunakan pada layanan

primer, sekunder, dan tersier.

Penatalaksanaan non-farmakologik

Perhatian utama ditujukan kepada memodifikasi berat badan berlebih

dan meninggikan kepala lebih kurang 15-20 cm pada saat tidur, serta faktor-

faktor tambahan lain seperti menghentikan merokok, minum alkohol,

mengurangi makanan dan obat-obatan yang merangsang asam lambung dan

menyebabkan refluks, makan tidak boleh terlalu kenyang dan makan malam

paling lambat 3 jam sebelum tidur.

Page 32: Presus Interna GERD

 

30    

Alur Pengobatan Berdasarkan Proses Diagnostik Pada Pelayanan

Primer

Revisi Konsensus Nasional Penatalaksanaan Penyakit Refluks Gastroesofageal (Gastroesophageal Reflux

Disease/GERD) di Indonesia

Penatalaksanaan farmakologik

Efektivitas Terapi Obat untuk GERD

Revisi Konsensus NasionalPenatalaksanaan Penyakit Re!uks Gastroesofageal(Gastroesophageal Re!ux Disease/GERD)di Indonesia

14

Pendekatan klinik penatalaksanaan GERD meliputi pengobatan GERD (NERD dan ERD), GERD refrakter dan non-acid GERD. Pada lini pertama, diagnosis GERD lebih banyak ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan kuesioner GERD berdasarkan gejala. Penatalaksanaan diberikan berdasarkan diagnosis klinis (Gambar 2).

Terduga GERD

GERD-Q

(-) Bukan GERD (+) GERD

Alarm symptom

PositifNegatif

PPI test Rujuk

Negatif Positif

GERD

Terapi GERD8 minggu

GERD positifGERD negatif

Gambar 2. Alur Pengobatan Berdasarkan Proses Diagnostik Pada Pelayanan Primer.

Revisi Konsensus NasionalPenatalaksanaan Penyakit Re!uks Gastroesofageal

(Gastroesophageal Re!ux Disease/GERD)di Indonesia

15

VI.1. Penatalaksanaan non-farmakologik

Perhatian utama ditujukan kepada memodi!kasi berat badan berlebih dan meninggikan kepala lebih kurang 15-20 cm pada saat tidur, serta faktor-faktor tambahan lain seperti menghentikan merokok, minum alkohol, mengurangi makanan dan obat-obatan yang merangsang asam lambung dan menyebabkan re"uks, makan tidak boleh terlalu kenyang dan makan malam paling lambat 3 jam sebelum tidur.28

VI.2. Penatalaksanaan farmakologik

Obat-obatan yang telah diketahui dapat mengatasi gejala GERD meliputi antasida, prokinetik, antagonis reseptor H2, Proton Pump Inhibitor (PPI) dan Baclofen.29 Lihat tabel 2 mengenai efektivitas masing-masing golongan obat.

Tabel 2. Efektivitas Terapi Obat untuk GERD37

Jenis Obat Perbaikan Gejala

Penyembuhan Lesi Esofagus

Pencegahan Komplikasi

Pencegahan Kekambuhan

Antasida +1 0 0 0Prokinetik +2 +1 0 +1Antagonis Reseptor H2 +2 +2 +1 +1Antagonis Reseptor H2 dan Prokinetik +3 +3 +1 +1

Antagonis Reseptor H2 Dosis Tinggi +3 +3 +2 +2

PPI +4 +4 +3 +4Pembedahan +4 +4 +3 +4

Dari semua obat-obatan tersebut di atas, PPI paling efektif dalam menghilangkan gejala serta menyembuhkan lesi esofagitis pada GERD.17 PPI terbukti lebih cepat menyembuhkan lesi esofagitis serta menghilangkan gejala GERD dibanding golongan antagonis reseptor H2 dan prokinetik. Apabila PPI tidak tersedia, dapat diberikan H2RA.30,31,32

Pada individu-individu dengan gejala dada terbakar atau regurgitasi episodik, penggunaan H2RA (H2-Receptor Antagonist) dan/atau antasida dapat berguna untuk memberikan peredaan gejala yang

Page 33: Presus Interna GERD

 

31    

Revisi Konsensus Nasional Penatalaksanaan Penyakit Refluks Gastroesofageal (Gastroesophageal Reflux Disease/GERD)

di Indonesia

Dari semua obat-obatan tersebut di atas, PPI paling efektif dalam

menghilangkan gejala serta menyembuhkan lesi esofagitis pada GERD. PPI

terbukti lebih cepat menyembuhkan lesi esofagitis serta menghilangkan gejala

GERD dibanding golongan antagonis reseptor H2 dan prokinetik. Apabila

PPI tidak tersedia, dapat diberikan H2RA.

Pada individu-individu dengan gejala dada terbakar atau regurgitasi

episodik, penggunaan H2RA (H2-Receptor Antagonist) dan/atau antasida

dapat berguna untuk memberikan peredaan gejala yang cepat. Selain itu, di

Asia penggunaan prokinetik (antagonis dopamin dan antagonis reseptor

serotonin) dapat berguna sebagai terapi tambahan.

Pengobatan GERD dapat dimulai dengan PPI setelah diagnosis

GERD ditegakkan. Dosis inisial PPI adalah dosis tunggal per pagi hari

sebelum makan selama 2 sampai 4 minggu. Apabila masih ditemukan

gejala sesuai GERD (PPI failure), sebaiknya PPI diberikan secara

berkelanjutan dengan dosis ganda sampai gejala menghilang. Umumnya

terapi dosis ganda dapat diberikan sampai 4-8 minggu.

Apabila kondisi klinis masih belum menunjukkan perbaikan harus

dilakukan pemeriksaan endoskopi untuk mendapatkan kepastian adanya

kelainan pada mukosa saluran cerna atas. Pengobatan selanjutnya dapat

diberikan sesuai dengan ringan-beratnya kerusakan mukosa. Untuk

esofagitis ringan dapat dilanjutkan dengan terapi on demand. Sedangkan

untuk esofagitis berat dilanjutkan dengan terapi pemeliharaan kontinu,

yang dapat diberikan sampai 6 bulan.

Page 34: Presus Interna GERD

 

32    

Gejala refluks tipikal uninvestigated

Revisi Konsensus Nasional Penatalaksanaan Penyakit Refluks Gastroesofageal (Gastroesophageal Reflux

Disease/GERD) di Indonesia

Dosis PPI untuk Pengobatan GERD

Penatalaksanaan bedah

Penatalaksanaan bedah mencakup tindakan pembedahan antirefluks

(fundoplikasi Nissen, perbaikan hiatus hernia, dll) dan pembedahan untuk

mengatasi komplikasi. Pembedahan antirefluks (fundoplikasi Nissen) dapat

disarankan untuk pasien-pasien yang intoleran terhadap terapi pemeliharaan,

Revisi Konsensus NasionalPenatalaksanaan Penyakit Re!uks Gastroesofageal(Gastroesophageal Re!ux Disease/GERD)di Indonesia

16

cepat. Selain itu, di Asia penggunaan prokinetik (antagonis dopamin dan antagonis reseptor serotonin) dapat berguna sebagai terapi tambahan (Gambar 3).1

Terdapat tanda bahaya

Tidak terdapat tanda bahaya

AnamnesisGERDQPPI Test

- Endoskopi- Radiologi- pH-Metri

ImpedansManometri Esofagus

Skintigra! Gastrik

Relaps sering atautanda bahaya

Terapi ondemand Mulai ulang PPI

Relaps

Coba stop PPI

Gejala persisten Gejala membaik

- Terapi empirik PPI selama 4 minggu dan evaluasi dalam 2-4 minggu- H2RA bila tidak ada PPI

Gejala re!uks tipikal uninvestigated

Gambar 3. Alur Pengobatan Berdasarkan Proses Diagnostik Pada Pelayanan Sekunder dan Tersier.1

Pengobatan GERD dapat dimulai dengan PPI setelah diagnosis GERD ditegakkan (lihat bab diagnosis). Dosis inisial PPI adalah dosis tunggal per pagi hari sebelum makan selama 2 sampai 4 minggu. Apabila masih ditemukan gejala sesuai GERD (PPI failure), sebaiknya PPI diberikan secara berkelanjutan dengan dosis ganda sampai gejala menghilang. Umumnya terapi dosis ganda dapat diberikan sampai 4-8 minggu (Tabel 3).

Revisi Konsensus NasionalPenatalaksanaan Penyakit Re!uks Gastroesofageal

(Gastroesophageal Re!ux Disease/GERD)di Indonesia

17

Tabel 3. Dosis PPI untuk Pengobatan GERD38,39

Jenis PPI Dosis Tunggal Dosis GandaOmeprazole 20 mg 20 mg 2 kali sehariPantoprazole 40 mg 40 mg 2 kali sehariLansoprazole 30 mg 30 mg 2 kali sehariEsomeprazole 40 mg 40 mg 2 kali sehariRabeprazole 20 mg 20 mg 2 kali sehari

Apabila kondisi klinis masih belum menunjukkan perbaikan harus dilakukan pemeriksaan endoskopi untuk mendapatkan kepastian adanya kelainan pada mukosa saluran cerna atas. Pengobatan selanjutnya dapat diberikan sesuai dengan ringan-beratnya kerusakan mukosa.33 Untuk esofagitis ringan dapat dilanjutkan dengan terapi on demand. Sedangkan untuk esofagitis berat dilanjutkan dengan terapi pemeliharaan kontinu, yang dapat diberikan sampai 6 bulan.1,19,20

Tabel 4. Klasi!kasi GERD berdasarkan Hasil Pemeriksaan Endoskopi33

NERD ERDGrade A Grade B Grade C Grade D

Mucosal break (-)

Tidak ada kerusakan mukosa

Diameter < 5 mm, tunggal

Diameter < 5 mm, beberapa buah, terkolonisasi

Diameter > 5 mm, tunggal, ada beberapa buah

Lesi mengelilingi lumen

Grade A dan B termasuk kategori klinis esofagitis ringan. Grade C dan D termasuk kategori klinis esofagitis berat.

Untuk NERD, pengobatan awal dapat diberikan PPI dosis tunggal selama 4-8 minggu. Setelah gejala-gejala klinis menghilang, terapi dapat dilanjutkan dengan PPI on demand. Penggunaan on demand ini disarankan untuk memaksimalkan supresi asam lambung, diberikan 30-60 menit sebelum makan pagi.1,19

Page 35: Presus Interna GERD

 

33    

atau dengan gejala mengganggu yang menetap (GERD refrakter). Studi-studi

yang ada menunjukkan bahwa, apabila dilakukan dengan baik, efektivitas

pembedahan antirefluks ini setara dengan terapi medikamentosa, namun

memiliki efek samping disfagia, kembung, kesulitan bersendawa dan gangguan

usus pasca pembedahan.

G. KOMPLIKASI

Komplikasi GERD yakni Barrett’s Esophagus didefinisikan sebagai

adanya epitel kolumnar yang dicurigai pada pemeriksaan endoskopi dan

terbukti dengan histologi yang membutuhkan adanya metaplasia intestinal.

Page 36: Presus Interna GERD

 

34    

BAB IV

PEMBAHASAN

Pada pasien ini telah mengalami Gastroeosophageal reflux disease

(GERD) dengan ditanda gejala khasnya yakni rasa tidak nyaman pada

epigastrium. Walaupun tidak disertai retrosternal pain, pasien ini mengalami

gejala tambahan seperti batuk, disfagia, dan rasa pahit dimulut.

Untuk membantu penegakkan diagnosis pada pasien ini telah dilakukan

gastroscopy. Dilihat dari hasil pemeriksaan gastroscopy, ditemukan LES

inkopeten tampak mucosal break 50%. Menurut klasifikasi Los Angeles

modifikasi atau Savarry-Miller menyimpulkan bahwa pasien ini mengalami

esofagitis grade A.

Selain menggunakan endoscopy dalam penegakkan diagnosis, GERD-Q,

PPI tes, Pemeriksaan PH, atau histopatologi dapat menjadi pertimbangan dalam

memutuskan diagnosis pasien.

Pasien ini diberikan terapi berupa Nexium, pepsol dan Pantoprazole yang

merupakan obat golongan inhibitor pompa proton. PPI mengurangi jumlah asam

yang dihasilkan dalam lambung dan membantu menyembuhkan erosi pada lapisan

dari esofagus yang dikenal sebagai esofagitis erosif. Obat ini digunakan untuk

meredakan gejala nyeri ulu hati akibat refluks asam dari lambung, serta mencegah

tukak lambung dan membantu memperbaiki kerusakan di dalam lambung akibat

kondisi tersebut. Obat ini bekerja dengan cara menghentikan produksi asam

berlebihan oleh sel-sel yang terdapat di dalam lapisan lambung.

Page 37: Presus Interna GERD

 

35    

Pasien juga diberikan obat yakni ulsafat syr yang merupakan suatu

kompleks yang dibentuk dari sukrosa oktasulfat dan polialuminium hidroksida.

Aktivitas sukralfat sebagai anti ulkus merupakan hasil dari pembentukan

kompleks sukralfat dengan protein yang membentuk lapisan pelindung menutupi

ulkus serta melindungi dari serangan asam lambung, pepsin dan garam empedu.

Selain itu pasien juga diberikan Metoclopramide yang merupakan

antiemetic. Obat ini akan meningkatkan aktivitas otot-otot pada saluran

pencernaan sehingga makanan lebih cepat terdorong dari lambung menuju usus.

Proses ini akan mengurangi gejala mual yang dirasakan.

 

Page 38: Presus Interna GERD

 

36    

BAB V

RINGKASAN

1. GERD didefinisikan sebagai suatu gangguan di mana isi lambung

mengalami refluks secara berulang ke dalam esofagus, yang menyebabkan

terjadinya gejala dan/atau komplikasi yang mengganggu.

2. Patogenesis GERD terjadi akibat peranan infeksi Helicobacter pylori,

peranan kebiasaan/gaya hidup, peranan motilitas, dan hipersensitivitas

viseral.

3. Gejala dan manifestasi klinis Gejala klinik yang khas dari GERD adalah

nyeri/rasa tidak enak di epigastrium atau retrosternal bagian bawah. Rasa

nyeri dideskripsikan sebagai rasa terbakar (heartburn), kadang-kadang

bercampur dengan gejala disfagia (kesulitan menelan makanan), mual atau

regurgitasi dan rasa pahit di lidah..

4. Penegakkann diagonis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan

laboratorium dengan gastroscopy, mengisi GERD_Q. Pemeriksaan PH,

atau histopatologi.

5. Terapi yang paling efektif dalam menghilangkan gejala serta

menyembuhkan lesi esofagitis pada GERD adalah PPI. Selain itu terdapat

terapi non-farmako seperti perubahan gaya hidup. Dan juga dapat

dilakukan pembedahan dengan dilakukan tindakan pembedahan antirefluk

atau pembedahan untuk komplikasi.

Page 39: Presus Interna GERD

 

37    

DAFTAR PUSTAKA

 

DeVault KR, Castell DO. Updated guidelines for the diagnosis and treatment of gastroesophageal reflux disease. Am J Gastroenterol 2005;100:190-200.

Dickman R, Fass R. The Pathophysiology of GERD. In. Wien ; New York:

Springer; 2006:13-22.

Fock KM, Talley NJ, Fass R, et al. Asia-Pacific consensus on the management of gastroesophageal reflux disease: update. J Gastroenterol Hepatol 2008;23:8-22.

Fujiwara Y, Arakawa T. Epidemiology and clinical characteristics of GERD in the Japanese population. J Gastroenterol 2009;44:518-34.

Goh KL, Wong CH. Gastrooesophageal reflux disease: An Emerging Disease in Asia. J Gastroenterol Hepatol 2006; 2:118-23.

Hiltz SW, Black E, Modlin EM, Johnson SP, Schoenfeld PS, Allen J, et al.

American Gastroenterological Association medical position statement on the management of gastroesophageal reflux disease. Gastroenterology 2008;135:1383-91

Hongo M, Kinoshita Y, Shimozuma K, Kumagai Y, Sawada M, Nii M.

Psychometric validation of the Japanese translation of the quality of life in reflux and dyspepsia questionnaire in patients with heartburn. J gastroenterol 2007; 42: 802-15

Jung HK. Epidemiology of gastroesophageal reflux disease in Asia : A systematic

review. J Neurogastroenterol Motil 2011; 17: 14-27. Kahrilas PJ, Shaheen NJ, Vaezi MF, et al. American Gastroenterological

Association Medical Position Statement on the management of gastroesophageal reflux disease. Gastroenterology 2008;135:1383-91, 91 e1-5.

Makmun D. Penyakit refluks gastroesofageal. Dalam: Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-5. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2009.hal.481-95.

Perkumpulan Gastroenterologi Indonesia (PGI). Revisi Konsensus Nasional Penatalaksanaan Penyakit Refluks Gastroesofageal (Gastroesophageal Reflux Disease/GERD) di Indonesia. 2013

Page 40: Presus Interna GERD

 

38    

Quigley EM. New developments in the pathophysiology of gastro-oesophageal reflux disease (GERD): implications for patient management. Aliment Pharmacol Ther 2003;17 Suppl 2:43-51.

Richter JE. How to manage refractory GERD. Nat Clin Pract Gastroenterol Hepatol 2007;4:658-64.

Sifrim D, Castell D, Dent J, Kahrilas PJ. Gastro-oesophageal reflux monitoring: review and consensus report on detection and definitions of acid, non-acid, and gas reflux. Gut 2004;53:1024-31.

Tambayong, J. (1999). Patofisiologi untuk Keperawatan. Jakarta: EGC.

Vakil N, van Zanten SV, Kahrilas P, Dent J, Jones R; Global Consensus Group. The Montreal definition and classification of gastroesophageal reflux disease: a global evidence-based consensus. Am J Gastroenterol 2006;101:1900-1920.