makalah gerd
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. SKENARIO
Nn. Ida dibawa keluarganya ke rumah sakit setelah mengalami mual, muntah dan
kesulitan menelan selama 3 hari. Setelah dilakukan anamnesis oleh Ners Rani klien mengatakan
nyeri pada ulu hati seperti terbakar, disfagia dan mempunyai riwayat gastritis karena kesibukan
kuliah, menyukai makanan pedas dan minuman yang mengandung soda. Kondisi Nn. Ida saat ini
terlihat lemah dan tidak mau makan. Dokter mendiagnosis klien dengan GERD dan
menyarankan klien untuk rawat inap minimal 1 minggu.
B. ANALISA KASUS
1. Langkah 1 (Klarifikasi dan identifikasi istilah)
a. Disfagia
b. Gastritis
c. GERD
d. Anamnesis
Jawab
a. Gangguan saluran pencernaan berupa kesulitan menelan dari esofagus menuju
lambung.
b. Peningkatan asam lambung yang dapat menyebabkan luka di lambung.
c. GERD : Gastroesofagus reflux disease. Terjadinya refluks balik asam lambung ke
esofagus.
d. merupakan kumpulan informasi subjektif yang diperoleh dari apa yang dipaparkan
oleh pasien terkait dengan keluhan utama.
2. Langkah 2 (Daftar Masalah)
1. Apa saja faktor penyebab penyakit GERD?
2. Bagaimana patofisiologi GERD?
Keperawatan Medikal Bedah IV: GERD 1
3. Bagaimana pencegahan GERD dan pendidikan kesehatan yang dapat diberikan pada
klien?
4. Mengapa pada GERD, pasien merasakan terbakar di ulu hati?
5. Apa saja manifestasi klinis GERD?
6. Bagaimana pertolongan pertama pada pasien GERD?
7. Bagaimana prognosis penyakit GERD?
8. Bagaimana penatalaksanaan medis penyakit GERD?
9. Apakah penyakit ini dapat menyebabkan kanker?
10. Apa saja asuhan keperawatan penyakit GERD?
11. Apa saja pemeriksaan penunjang penyakit GERD?
12. Bagaimana manajemen nutrisi untuk pasien GERD?
3. Langkah 3 (Analisa masalah)
1. Yang menyebabkan GERD yaitu asam lambung yang bersifat sangat asam sehingga
terjadi refluks balik dari esofagus.
2. –
3. Pencegahan dan pendidikan kesehatan yang diberikan yaitu :
membatasi makanan pedas, minuman bersoda
setelah makan jangan langsung tidur (berbaring)
ketika tidur tinggikan kepala.
4. Karena adanya inflamasi di lambung dan pH nya terlalu asam.
5. –
6. Pertolongan yang diberikan yaitu pemberian nutrisi yang adekuat.
7. Prognosis:
80% sembuh dalam 6-8 minggu, kemudian berikan obat-obatan selama 2 minggu jika
ada kekambuhan.
8. –
9. Iya, karena pada Barret’s esofagus terjadi radang. Jika tidak ditangani akan
menyebabkan kanker.
10. –
11. –
Keperawatan Medikal Bedah IV: GERD 2
GERD
Penatalaksanaan
Pemeriksaan
Keperawatan
Konsep PenyakitPencegahan
Medis
a. Definisib.Epidemiologic. Etiologid.Patofisiologise. Manifestasi klinik
12. Manajemen nutrisi:
- Menghindari makanan berminyak
- Menghindari makanan padat
- Peninggian kepala saat tidur
- Pemasangan NGT
4. Langkah 4 (Pohon Masalah/ Problem Tree)
5. Langkah 5 (Sasaran Belajar)
1. Bagaimana patofisiologi GERD?
2. Apa saja manifestasi klinis GERD?
3. Bagaimana penatalaksanaan medis penyakit GERD?
4. Apa saja asuhan keperawatan penyakit GERD?
5. Apa saja pemeriksaan penunjang penyakit GERD?
Keperawatan Medikal Bedah IV: GERD 3
Keperawatan Medikal Bedah IV: GERD 4
BAB II
PEMBAHASAN
A. ANATOMI FISIOLOGI
Pada bagian bawah esofagus, sekitar 2 sampai 5 cm di atas perbatasannya dengan
lambung, terdapat otot sirkular esofagus yang berfungsi sebagai sfingter esofageal.
Secara anatomis sfingter ini tidak berbeda dari bagian esofagus lainnya. Akan tetapi,
secara fisiologis, sfinger ini tetap menutup secara tonik berbeda dengan bagian tengah
esofagus yang dalam keadaan normal tetap berelaksasi sempurna. Akan tetapi bila
gelombang peristaltik berjalan menuruni esofagus, “relaksasi reseptif” yang disebabkan
oleh isyarat nervus mienterikus merelaksasi sfingter esofageal bawah sebelum gelombang
peristaltik, dan memungkinkan makanan yang ditelan didorong dengan mudah masuk ke
lambung (1).
Fungsi utama sfingter esofageal bawah adalah untuk mencegah refluks isis
lambung ke bagian atas esofagus. Isi lambung sangat asam dan mengandung banyak
enzim proteolitik. Mukosa esofagus, kecuali pada 1/8 bagian bawah esofagus, tidak
mampu menahan kerja pencernaan sekret lambung dalam waktu yang lama (1).
Fungsi motorik lambung ada tiga, yaitu menyimpan makanan dalam jumlah besar
sampai makanan tersebut dapat ditampung pada bagia bawah saluan pencernaan,
mencampur makanan tersebut dengan sekret lambung sampai makanan tersebut
membentuk suatu campuran setengah padat yag disebut dengan kimus, mengeluarkan
makanan perlahan-lahan dari lambung masuk ke usus halus dengan kecepatan yang
sesuai untuk pencernaan dan absorpsi oleh usus halus (1).
B. DEFINISI
Berdasarkan Genval Workshop, definisi pasien GERD adalah semua individu
yang terpapar risiko komplikasi fisik akibat refluks gastroesofageal, atau mereka yang
mengalami gangguan nyata terkait dengan kesehatan (kualitas hidup) akibat gejala-gejala
yang terkait dengan refluks. Secara sederhana, definisi GERD adalah gangguan berupa
regurgitasi isi lambung yang menyebabkan heartburn dan gejala lain (2).
Keperawatan Medikal Bedah IV: GERD 5
Terdapat dua kelompok GERD. Yang pertama adalah GERD erosif (esofagitis
erosif ), didefinisikan sebagai GERD dengan gejala refluks dan kerusakan mukosa
esofagus distal akibat refluks gastroesofageal. Pemeriksaan baku emas untuk diagnosis
GERD erosif adalah endoskopi saluran cerna atas.
Yang kedua adalah penyakit refluks nonerosif (non-erosive reflux disease, NERD), yang
juga disebut endoscopic-negative GERD, didefinisikan sebagai GERD dengan gejala-
gejala refluks tipikal tanpa kerusakan mukosa esofagus saat pemeriksaan endoskopi
saluran cerna. Saat ini, telah diusulkan konsep yang membagi GERD menjadi tiga
kelompok, yaitu penyakit refluks non-erosif, esofagitis erosif, dan esofagus Barrett (2).
Gastroesophageal reflux disease adalah gerakan terbalik pada majanan dan asam
lambung menuju kerongkongan dan kadangkala menuju mulut. Reflux terjadi ketika otot
berbentuk cincin yang secara normal mencegah isi perut mengalir kembali menuju
kerongkongan (esophageal spincter bagian bawah) tidak berfungsi sebagaimana
mestinya. GERD suatu kondisi di mana cairan mengalami refluks ke esophagus sehingga
menimbulkan gejala khas berupa rasa terbakar, nyeri di dada, regurgitasi dan komplikasi
(3).
Gastroesophageal reflux disease adalah suatu keadaan patologis yang disebabkan
oleh kegagalan mekanisme anti refluks untuk melindungi mukosa esophagus terhadap
refluks asam lambung dengan kadar yang abnormal dan paparan yang berulang.
Gastroesophageal reflux disease (GERD) adalah penyakit refluks lambung, atau penyakit
kerusakan mukosa yang disebabkan oleh asam lambung yang datang dari perut ke
kerongkongan. GERD biasanya disebabkan oleh perubahan penghalang antara perut dan
kerongkongan, termasuk relaksasi abnormal spincter esophagus bagian bawah, yang
biasanya memegang penutup bagian atas perut, atau hiatus hernia. Perubahan ini dapat
bersifat permanen atau temporer (transient) (3).
C. ETIOLOGI
Beberapa penyebab terjadinya GERD meliputi (3):
1. Menurunnya tonus LES (lower esophageal spinchter )
2. Bersihan asam dari lumen esophagus menurun
3. Ketahanan epitel esophagus menurun
Keperawatan Medikal Bedah IV: GERD 6
4. Bahan refluksat mengenai dinding esophagus yaitu: pH<2, adanya
pepsin, garam empedu, HCL.
5. Kelainan pada lambung
6. Infeksi H. pylori dengan corpus predominan gastrit is
7. Non acid refluks (refluks gas) menyebabkan hipersensitivitas visceral
8. Alergi makanan atau tidak bias menerima makanan juga membuat refluks, tetapi hal
ini adalah penyebab yang kurang sering terjadi.
9. Mengonsumsi makanan berasam, coklat, minuman berkafein dan
berkarbonat,alkohol, merokok tembakau, dan obat-obatan yang
bertentangan dengan fungsi esophageal sphincter bagian bawah
termasuk apa yang memiliki efek antikolinergik (seperti berbagai
antihistamin) penghambat saluran kalsium, progesteron, dan nitrat.
10. Kelainan anatomi, seperti penyempitan kerongkongan
D. EPIDEMIOLOGI
Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) umum ditemukan pada
populasi di negara-negara barat, namun dilaporkan relatif rendah insidennya di
negara-negara Asia-Afrika. Divisi Gastroenterohepatologi Departemen IPD
FKUI- RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta, mendapatkan kasus esofagitis
sebanyak 22,8% dari semua pasien yang menjalani pemeriksaan endoskopi atas indikasi
dispepsia, gastroesofageal reflux didapatkan pada penderita asma, hal ini mungkin
disebabkan oleh refluks esophageal, refluksesfagopulmoner dan bat relaksan
otot polos yaitu golongan betha adrenergik, aminofilin, inhibitr fosfodiesterase
menyebabkan inkompetensi LES esfagus. Pada Bayimengalami refluks ringan, sekitar 1 :
300 hingga 1:1000. Gastroesofagus refluks paling banyak terjadi pada bayi sehat
berumur 4 bulan, dengan > 1x episode regurgitas, Pada umur 6 – 7 bulan,
gejala berkurang dari 61% menjadi 21%. Hanya 5% bayi berumur 12 bulan yang masih
mengalami GERD (3).
Keperawatan Medikal Bedah IV: GERD 7
E. PATOFISIOLOGIS
Kondisi penyakit refluks gastroesofagus atau GERD
(gastroesophageal reflux disease) disebabkan aliran balik (refluks) isi lambung ke
dalam esophagus. GERD seringkali disebut nyeri ulu hati (heartburn) karena
nyeri yang terjadi ketika cairan asam yang normalnya hanya ada di lambung,
masuk dan mengiritasi atau menimbulkan rasa sepertiterbakar di esophagus. Refluks
gastroesofagus biasanya terjadi setelah makan dan disebabkan melemahnya tonus
sfingter esophagus atau tekanan di dalam lambung yang lebih tinggidari
esophagus. Dengan kedua mekanisme ini, isi lambung yang bersifat asam
bergerak masuk ke dalam esophagus (4).
Isi lambung dalam keadaan normal tidak dapat masuk ke esofagus karena
adanyakontraksi sfingter esofagus (sfingter esofagus bukanlah sfingter
sejati , tetapi suatu areayang tonus ototnya meningkat). Sfingter ini
normalnya hanya terbuka jika gelombang peristalt ik menyalurkan bolus
makanan ke bawah esofagus. Apabila hal ini terjadi, otot p o l o s s f i n g t e r
m e l e m a s d a n m a k a n a n m a s u k k e d a l a m l a m b u n g . S f i n g t e r
e s o f a g u s seharusnya tetap dalam keadaan tertutup kecuali pada saat ini, karena banyak
organ yang berada dalam rongga abdomen, menyebabkan tekanan abdomen
lebih besar daripadatekanan toraks. Dengan demikian, ada kecenderungan
isi lambung terdorong ke dalam esophagus. Akan tetapi, j ika spingter
melemah atau inkompeten, spingter t idak dapat menutup lambung. Refluks
akan terjadi dari daerah bertekanan tinggi (lambung) ke daerah bertekanan rendah
(esofagus). Episode refluks yang berulang dapat memperburuk kondisikarena
menyebabkan inflamasi dan jaringan parut di area bawah esofagus.Pada beberapa
keadaan, meskipun tonus sfingter dala keadaan normal, refluks dapat terjadi
jika terdapat gradien tekanan yang sangat tinggi di sfingter. Sebagai contoh, jika isi
lambung berlebihan tekanan abdomen dapat meningkat secara bermakna. Kondisi ini
dapat disebabkan porsi makan yang besar, kehamilan atau obesitas. Tekanan abdomen
yang tinggi cenderung mendorong sfingter esofagus ke rongga toraks. Hal
inimemperbesar gradien tekanan antara esofagus dan rongga abdomen.
Posisi berbaring, terutama setelah makan juga dapat mengakibatkan
Keperawatan Medikal Bedah IV: GERD 8
refluks. Refluks isi lambung mengiritasi esofagus karena tingginya
kandungan asam dalam isi lambung. Walaupun esophagus memiliki sel
penghasil mucus, namun sel tersebut t idak sebanyak atau seaktif sel yang
ada di lambung (4).
F. MANIFESTASI KLINIK (3)
R a s a p a n a s / t e b a k a r p a d a e s o f a g u s ( p i r o s i s )
Muntah
Nyeri di belakang tulang payudara atau persis di bawahnya, bahkan
menjalar ke leher, tenggorokan, dan wajah, biasanya timbul setelah makan atau
ketika berbaring
Kesulitan menelan makanan (osinofagia) karena adanya penyempitan (stricture)
padakerongkongan dari reflux.
Tukak esofageal peptik yaitu luka terbuka pada lapisan kerongkongan,
bisa dihasilkandari refluks berulang. Bisa menyebabkan nyeri yang
biasanya berlokasi di belakang tulang payudara atau persis di bawahnya, mirip
dengan lokasi panas dalam perut.
Nafas yang pendek dan berbunyi mengik karena ada penyempitan pada
saluran udara
Suara parau
Ludah berlebihan
Rasa bengkak pada tenggorokan
Terjadinya peradangan pada sinus
Gejala lain : pertumbuhan yang buruk, kejang, nyeri telinga (pada
anak)
P e r a d a n g a n p a d a k e r o n g k o n g a n ( e s o p h a g i t i s ) b i s a
m e n y e b a b k a n p e n d a r a h a n y a n g biasanya ringan tetapi bisa jadi
besar. Darah kemungkinandimuntahkan atau keluar melalui saluran
pencernaan, menghasilkan kotoran berwarna gelap, kotoran berwarnater (melena)
atau darah merah terang, jika pendarahan cukup berat.
Keperawatan Medikal Bedah IV: GERD 9
Dengan iri tasi lama pada bagian bawah kerongkongan dari refluks
berulang, lapisansel pada kerongkongan bisa berubah (menghasilkan
sebuah kondisi yang disebutkerongkongan Barrett) . Perubahan bisa
terjadi bahkan pada gejala-gejala yang tidak ada. Kelainan sel ini
adalah sebelum kanker dan berkembang menjadi kanker pada beberapa
orang.
G. DIAGNOSA BANDING (3)
a. Dispepsia
Dispepsia adalah sekumpulan gejala yang berasal dari saluran pencernaan atas.
Bisa berhubungan dengan makan atau minum dan diantaranya berupa
rasa terbakar pada jantung dan nyeri pada perut atas / dada bawah,
kembung, anoreksia, muntah, bersendawa, cepat kenyang, perut
keroncongan hingga kentut-kentut. Gejala i tu bisa akut, berulang, dan
bisa juga menjadi kronis. Disebut kronis jika gejala itu berlangsung lebih dari
satu bulan terus menerus.
b. Esofangitis kerosif
Esofagitis korosif adalah peradangan di daerah esofagus yang
disebabkan oleh luka bakar karena tertelannya zat kimia yang bersifat
korosif misalnya asam kuat, basa k u a t , d a n z a t o r g a n i k . E s o f a g i t i s
k o r o s i f m e m p u n y a i k e l u h a n g e j a l a sakit ketikamenelan, muntah, dan
sakit di lambung.
c. Batu Empedu
Batu empedu suatu episode ikterus obstruktif , gangguan tes fungsi
hati atau pancreatit is akut ataudilatasi duktus biliaris komunis pada
ultrasonografi menunjukkan adanya batu duktus biliaris komunis. Mempunyai gejala
nyeri kolik yang berat pada perut bagian abdomen bagian atas yang menjalar kesekitar
batas iga kanan dengan atau tanpa muntah.
d . Asma
Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan berbagai
selinflamasi. Proses inflamasi ini menyebabkan peningkatan kepekaan
Keperawatan Medikal Bedah IV: GERD 10
(hipereaktiviti)saluran napas terhadap berbagai rangsangan sehingga timbul
gejala/gejala pernapasan akibat penyempitan saluran napas difus dengan derajat
bervariasi yang dapat membaik secara spontan atau dengan pengobatan. Tanda dan
gejalanya meliputi tidak bisa menghirup cukup udara, rasa penuh di dada,
dada terasa berat, rasa tercekik,napas pendek dan berat.
e . Angina Pektoris
Angina pektoris merupakan suatu gejala klinik yang disebabkan oleh iskemia
miokard yang sementara. Ini adalah akibat dari t idak adanya
keseimbangan antara kebutuhanoksigen miokard dengan dan
kemampuan pembuluh dara hkoroner menyediakanoksigen secukupnya
untuk kokntraksi mmiokard. Gejalanya adalah sakit dada sentralatau retrosentral
yang dapat menyebar ke salah satu atau kedua tangan, leher
atau punggung. Angina pectoris dijadikan diagnosis banding karena GERD dapat
menimbulkan keluhan nyeri di dada yang kadang-kadang disertai rasa seperti kejang
yang menjalar ke tengkuk, bahu atau lengan sehingga menyerupai keluhan seperti
angina pectoris. Keluhan ini timbul sebagai akibat rangsangan kemoreseptor pada
mukosa. Mungkin juga nyeri di dada tersebut disebabkan oleh dua mekanisme yaitu
gangguan motor esophageal dan esophagus yang hipersensitif.
H. PROGNOSIS
Gejala GERD biasanya berjalan perlahan-lahan, sangat jarang
terjadi episode akut ataukeadaan yang bersifat mengancam nyawa (jarang
menyebabkan kematian). Prognosisdari penyakit ini baik jika derajat kerusakan
esofagus masih rendah dan pengobatan yangdiberikan benar pilihan dan pemakaiannya.
Pada kasus-kasus dengan esofagitis grade Ddapat masuk tahap displasia sel
sehingga menjadi Barret’s Esofagus dan pada akhirnya Ca Esofagus (3).
I. HEALTH EDUCATION
Beri tahu klien mengenai penyebab refluks , cara menghindari refluks
dengan pengobatan antirefluks (medikasi, makanan, dan terapi posisional) dan gejala
apayang harus dilihat dan dilaporkan(3).
Keperawatan Medikal Bedah IV: GERD 11
Minta klien menghindari keadaan apapun yang meningkatkan tekananintraabdominal
(misalnya membengkokkan badan, batuk, laithan berat, pakaianketat, konstipasi dan
obesitas) atau substansi apapun yang mengurangi controlsfingter (misalnya kebiasaan
merokok, minum minuman beralkohol, makanan berlemak, dan obat tertentu)(3).
Sarankan klien duduk tegak lurus, terutama setelah makan dan
mengkonsumsimakanan dalam jumlah sedikit namun sering. Minta ia menghindari
makanan yangsangat berbumbu, jus asam, minuman beralkohol, makanan kecil
sebelum tidur danmakanan kaya lemak/ karbohidrat yang bisa menurunkan tekanan
sfingter esophageal bawah. Sarankan ia tidak berbaring dalam 3 jam setelah makan
(3).
Minta klien minum antacid sesuai perintah (biasanya 1-3 jam setelah makandan
sebelum tidur)(3).
J. Pemeriksaan Penunjang
1. Barium per oral
Prinsip pemeriksaan adalah melihat refluks bubur barium. Pemeriksaan ini
sangat berguna untuk melihat adanya kelainan struktural dan kelainan anatomis dari
esofagus, adanya inflamasi dan esofagitis dengan erosi yang hebat (inflamasi berat).
Ketika pemeriksaan ini dilakukan pasien diberi minum bubur barium, baru foto rongen
dilakukan. Pada pemeriksaan ini dapat terlihat adanya suatu ulkus, hiatal hernia, erosi
maupun kelainan lain. Dari pemeriksaan dengan bubur barium dapat dibuat gradasi
refluks atas 5 derajat, yaitu derajat (5):
1. Refluks hanya sampai didistal esofagus.
2. Refluks sampai di atas karina tapi belum sampai di servikal esofagus.
3. Refluks sampai di servikal esofagus.
4. Refluks sampai di servikal dan disertai dilatasi dari bagian kardia lambung.
5. Refluks dengan aspirasi paru.
Keperawatan Medikal Bedah IV: GERD 12
Tetapi pemeriksaan ini tidak dapat mendeteksi ulkus ataupun erosi yang kecil.
Pada pemeriksaan ini bisa terjadi positif semu jika pasien menangis selama
pemeriksaan, peningkatan tekanan intraabdomen dan meletakkan kepala lebih rendah
dari tubuh. Bisa juga terjadi negatif semu jika bubur barium yang diminum terlampau
sedikit. Kelemahan lain, refluks tidak dapat dilihat jika terjadi transient low
oesophageal sphincter relaxation (TLSOR) (5).
2. Manometri esofagus
Manometri merupakan suatu teknik untuk mengukur tekanan otot. Caranya
adalah dengan memasukkan sejenis kateter yang berisi sejenis transduser tekanan
untuk mengukur tekanan. Kateter ini dimasukkan melalui hidung setelah pasien
menelan air sebanyak 5 ml. Ukuran kateter ini kurang lebih sama dengan ukuran pipa
naso-gastrik. Kateter ini dimasukkan sampai transduser tekanan berada di lambung.
Pengukuran dilakukan pada saat pasien meneguk air sebanyak 10–15 kali. Tekanan
otot spingter pada waktu istirahat juga bisa diukur dengan cara menarik kateter melalui
spingter sewaktu pasien disuruh melakukan gerakan menelan. Dengan pemeriksaan ini
dapat diketahui baik tidaknya fungsi esofagus ataupun SEB dengan berbagai tingkat
berat ringannya kelainan (5).
3. Pemantauan pH esofagus
Pemantauan pH esofagus dilakukan selama 24 jam. Uji ini merupakan cara
yang paling akurat untuk menentukan waktu kejadian asidifikasi esofagus serta
frekuensi dan lamanya refluks. Prinsip pemeriksaan adalah untuk mendeteksi
perubahan pH di bagian distal esofagus akibat refluks dari lambung. Uji memakai
suatu elektroda mikro melalui hidung dimasukkan ke bagian bawah esofagus.
Keperawatan Medikal Bedah IV: GERD 13
Elektroda tersebut dihubungkan dengan monitor komputer yang mampu mencatat
segala perubahan pH dan kemudian secara otomatis tercatat. Biasanya yang dicatat
episode refluks yang terjadi jika terdeteksi pH < 4 di esofagus untuk jangka waktu 15–
30 detik. Kelemahan uji ini adalah memerlukan waktu yang lama, dan dipengaruhi
berbagai keadaan seperti: posisi pasien, frekuensi makanan, keasaman dan jenis
makanan, keasaman lambung, pengobatan yang diberikan dan tentunya posisi
elektroda di esofagus (6).
4. Uji Berstein
Uji Berstein termasuk uji provokasi untuk melihat apakah pemberian asam
dalam jumlah kecil ke dalam esofagus dapat membangkitkan gejala RGE.
Pemeriksaan ini dapat menunjukkan bahwa kelainan bersumber pada esofagus jika
pemeriksaan lain memberikan negatif. Pemeriksaan ini dilakukan dengan
memasukkan garam fisiologis melalui pipa nasogastrik sebanyak 7 – 8 ml per menit
selama 10 menit diikuti pemberian 0.1 N larutan asam hidroklorida (waktu maksimal
untuk pemeriksaan adalah 20 menit). Kemudian pasien mengatakan setiap keluhan
atau gejala yang timbul. Jika uji Bernstein positif maka pasien dikatakan hipersensitif
atau hiperresponsif terhadap rangsangan asam (6).
5. Endoskopi dan biopsi
Pemeriksaan endoskopi (esofagogastroduodenoskopi atau panendoskopi)
memungkinkan untuk melihat dan sekaligus melakukan biopsi epitel esofagus.
Endoskopi dan biopsi dapat menentukan ada dan beratnya esofagitis, striktura dan
esofagitis Barret, serta dapat menyingkirkan kelainan lain seperti penyakit Crohn. Tapi
gambaran normal esofagus selama endoskopi belum tentu tidak ada esofagitis secara
Keperawatan Medikal Bedah IV: GERD 14
histopatologi. Jika esofagitis tidak terlihat maka perubahan mukosa menjadi hiperemis
maupun pucat harus menjadi perhatian. Oleh karena itu jika pemeriksaan endoskopi
dilakukan, sebaiknya dilakukan juga biopsi(6).
6. Sintigrafi
Pemeriksaan sintigrafi untuk mendeteksi adanya RGE sudah lama dikenal di
kalangan ahli radiologi. Selain karena sensitivitasnya yang lebih baik dari pemeriksaan
barium peroral, juga mempunyai radiasi yang lebih rendah sehingga aman bagi pasien.
Prinsip utama pemeriksaan sintigrafi adalah untuk melihat koordinasi mekanisme
aktifitas mulai dari orofaring, esofagus, lambung dan waktu pengosongan lambung.
Kelemahan modalitas ini tidak dapat melihat struktur anatomi. Gambaran sintigrafi
yang terlihat pada refluks adalah adanya gambaran spike yang keluar dari lambung.
Tinggi spike menggambarkan derajat refluks sedangkan lebar spike menggambarkan
lamanya refluks (5).
7. Ultrasonografi
Pada beberapa sentra pemeriksaan USG sudah dimasukkan ke dalam
pemeriksaan rutin untuk mendeteksi adanya refluks. Malah dikatakan bahwa USG
lebih baik dari pemeriksaan barium per oral maupun sintigrafi. Tetapi beberapa
penelitian menyebutkan bahwa USG tidak mempunyai sensitifitas dan spesifisitas
yang baik sehingga tidak dianjurkan. Kelemahan yang lain adalah lamanya waktu
yang diperlukan dalam pemeriksaan dan pada beberapa kasus terdapat kesulitan untuk
melihat bentuk esofagus (echotexture)(6).
K. Penatalaksanaan
Modifikasi Gaya Hidup
Keperawatan Medikal Bedah IV: GERD 15
Modifikasi gaya hidup tidak direkomendasikan sebagai pengobatan primer
GERD. Penelitian objektif belum memperlihatkan bahwa alkohol, diet, dan faktor
psikologis berperan signifikan dalam GERD. Modifikasi gaya hidup dapat mengurangi
episode refluks individual; pasien yang mengalami eksaserbasi gejala refluks yang
berhubungan dengan makanan atau minuman tertentu dapat direkomendasikan untuk
menghindari makanan atau minuman bersangkutan (3).
Sebuah penelitian observasional menyatakan bahwa merokok merupakan faktor
risiko independen GERD simtomatik. Merokok terkait dengan peningkatan pajanan
asam pada esofagus (berdasarkan pemeriksaan pH-metri). Namun, tidak terdapat
penelitian intervensional yang menunjang penghentian merokok sebagai terapi primer
GERD (3).
Penelitian observasional lain memperlihatkan secara konsisten bahwa obesitas me
rupakan salah satu faktor risiko GERD. Namun, dari sebuah penelitian yang
menggunakan kontrol, belum terbukti bahwa penurunan berat badan dapat
memperingan gejala, antasida, prokinetik, H2-receptor antagnists (H2-RA), dan PPI.
Untuk mengontrol gejala dan penyembuhan esofagitis pada GERD erosif, saat ini PPI
merupakan pilihan yang paling efektif. menyebabkan relaksasi sfingter esofagus
bagian bawah ataupun mengurangi pajanan asam pada esofagus (3).
Terapi Medikamentosa
Sasaran pengobatan GERD adalah menyembuhkan esofagitis, meringankan
gejala, mempertahankan remisi, memperbaiki kualitas hidup, dan mencegah
komplikasi. Terapi medikamentosa untuk memperingan gejala GERD mencakup
pemberian antasida, prokinetik, H2-receptor antagnists (H2-RA), dan PPI. Untuk
mengontrol gejala dan penyembuhan esofagitis pada GERD erosif, saat ini PPI
merupakan pilihan yang paling efektif (3).
Hanya satu penelitian yang memperlihatkan bukti efikasi antasida dalam
pengobatan GERD. Uji klinik yang menilai efikasi famotidine, cimetidine, nizatidine,
dan ranitidine memperlihatkan bahwa H2-RA lebih efektif dibanding plasebo dalam
meringankan gejala GERD derajat ringan sampai sedang, dengan tingkat respons 60%
- 70%. Uji klinik PPI jangka pendek memperlihatkan penyembuhan yang lebih cepat
dan perbaikan heartburn dibandingkan H2-RA atau prokinetik pada penderita
Keperawatan Medikal Bedah IV: GERD 16
esofagitis erosif. Di antara berbagai PPI, pemberian omeprazole, lansoprazole,
pantoprazole, dan rabeprazole dosis standar menghasilkan kecepatan penyembuhan
dan remisi yang sebanding pada kasus esofagitis erosif. Proton pump inhibitor juga
efektif pada penderita esofagitis refluks yang resisten terhadap H2-RA. Dari penelitian
jangka panjang (sampai 11 tahun), penggunaan PPI relatif aman; insidens gastritis
atrofik sebesar 4,7% pada pasien H. pylori-positif dan 0,7% pada pasien H. pylori-
negatif, serta tidak ditemukan displasia ataupun neoplasma. Atas dasar efikasi dan
kecepatan perbaikan gejala, PPI dosis standar dapat diberikan untuk pengobatan awal
GERD erosif (3).
Bedah Anti-Refluks
Pembedahan, yaitu dengan funduplikasi, merupakan salah satu alternatif terapi di
samping terapi medikamentosa dalam upaya meringankan gejala dan menyembuhkan
esofagitis. Namun, morbiditas dan mortalitas pasca-operasi bergantung pada
keterampilan dokter bedah. Karena itu, pilihan antara terapi medikamentosa dan
tindakan bedah berpulang pada keputusan pasien maupun ketersediaan dokter
bedah(3).
L. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
Pengkajian data yang berhubungan dengan GERD terdiri dari (7):
Riwayat kesehatan, manifestasi seperti frekuensi heartburn, intoleransi makanan
yang asam, pedas, ataupun berlemak, regurgitasi isi lambung yang asam,
peningkatan gejala ketika bending over, lying down, atau mengenakan pakaian
yang ketat, kesulitan menelan.
Pengkajian fisik, epigastric tenderness.
Nyeri, nyeri sering merupakan gejala utama dari penyakit gastrointestinal. Kaji
lokasi, durasi, pola, frekuensi, distribusi penyebaran dan waktu nyeri.
Indigesti, indigesti dapat diakibatkan oleh gangguan kontrol saraf lambung dan
bagian lain GI. Makanan berlemak cenderung menimbulkan ketidaknyamanan
karena lemak berada di lambung lebih lama.
Keperawatan Medikal Bedah IV: GERD 17
Mual dan muntah. Muntah biasanya didahului oleh rasa mual yang dapat
dicetuskankan oleh bau, aktifitas, atau makanan yang masuk. Muntah dapat
berupa partikel yang tidak dapat dicerna atau darah (hematemesis).
b. Diagnosa & NOC NIC (8,9,10)
Diagnosa NOC NIC
DO: klien menolak
makan
DS: klien mengatakan
kesulitan menelan
Ketidakseimbanga
n nutrisi kurang
dari kebutuhan
tubuh b.d
ketidakmampuan
menelan
Status nutrisi
Indikator:
Manajemen nutrisi- Tentukan, bekerja sama dengan ahli gizi
sesuai, jumlah kalori dan jenis nutrisi yang
dibutuhkan untuk memenuhi persyaratan gizi
- Menyediakan pengganti gula
- Diskusikan tujuan terapi diet untuk pasien.
Menetapkan tujuan kehilangan berat badan
10% (dari berat badan aktual pasien) selama
beberapa bulan biasanya dicapai dan efektif
dalam mengurangi gula darah dan parameter
metabolik lainnya.
- Membantu pasien untuk mengidentifikasi
masalah yang mungkin berdampak pada
kepatuhan diet dan solusi yang mungkin
untuk masalah ini.
- Tekankan bahwa perubahan gaya hidup harus
dipertahankan seumur hidup.
- Jelaskan pentingnya latihan dalam menjaga /
mengurangi berat badan.
- Sediakan pilihan makanan.
- Menawarkan snack (buah segar/jus buah, kue,
minum)
DO: perubahan selera makan klien
DS: klien menyatakan
nyeri pada ulu hati
Nyeri akut b.d
agen injuri
Kontrol nyeriIndikator : Mengenali
onset nyeri Mendeskripsi
kan faktor penyebab
Menggunakan ukuran
Manajemen nyeri pengkajian secara komprehensif terhadap
nyeri yang meliputi lokasi, karakteristik,
onset/durasi, frekuensi, kualitas, intensitas,
dan faktor presipitasi
menggunakan strategi komunikasi terapeutik
terhadap ketidaktahuan pasien dan respon
Keperawatan Medikal Bedah IV: GERD 18
yang preventif
Melaporkan perubahan gejala nyeri kepada petugas kesehatan
Level Nyeri
Indikator :
Melaporkan nyeri
Ekspresi wajah dari nyeri
Hilang nafsu makan
Intoleransi makanan
pasien terhadap nyeri
memberitahukan pada pasien faktor-faktor
yang dapat menimbulkan nyeri
mengontrol faktor lingkungan yang
mempengaruhi respon pasien, seperti
temperatur ruangan, pencahayaan, dan suara
mengajarkan pasien tentang manajemen
nyeri
mengajarkan pasien untuk menggunakan
teknik non farmakologi seperti relaksasi,
terapi musik, distraksi, terapi aktivitas)
sebelum, sesudah, dan jika mungkin selama
aktivitas yang menyebabkan nyeri sebelum
nyeri terjadi/meningkat
DO: klien tidak mau makanDS: klien mengatakan mual an susah menelan
Nausea b.d
penyakit
Tingkat ketidaknyamanan
Pengendalian Mual dan Muntah
Tingkat keparahan Mual dan Muntah
Nausea Management Dukung klien untung memantau pengalaman
mualnya Dukung klien untuk mempelajari strategi
menangani mualnya ssendiri Tampilkan pengkajian mual yang lengkap,
frekuensi, durasi, beratnya, dan faktor-faktor pencetus muntah
Awasi adanya tanda-tanda nonverbal ketidaknyamanan, khususnya pada anak, bayi, dn klien yang tidak dapat berkomunikasi secara verbal
Evaluasi pengalaman masa lalu terhadap muntah.
Kaji riwayat sebelum pengobatan Kaji Riwayat diet klien, makanan yang disukai
dan tidak disukai Kenali faktor-faktor pengobatan yang dapat
menyebabkan mual Kenali strategi yang telah berhasil
menghilangkan mual Tunjukan penerimaan terhadap mual dan
kolaborasi dengan klien dalam memilih strategi untuk menangani rasa mual
Ajarkan teknik nonfarmakologi untuk
Keperawatan Medikal Bedah IV: GERD 19
mengatasi mual Lakukan oral hygiene secara teratur Bantu klien mendapatkan istirahat dan tidur
yang adekuat untuk membantu mengatasi mual Berikan makanan dalam porsi kecil Hindari makanan yang aromanya merangsang
mual Pantau efek selama menjalani manajemen
mual Pantau intake makanan, kandungan nutrisi dan
jumlah kalori.
:
DAFTAR PUSTAKA
1. Guyton. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit Edisi Revisi. Jakarta: EGC. 1995
2. Bastari MB. Penatalaksanaan gastroesophageal reflux disease (GERD). CDK 2011;38:
(7); 490-492
3. Juiar, ni M,dkk. Asuhan Keperawatan Anak dengan Gastroesophageal Reflux Disease.
PSIK Universitas Udayana. 2011
4. Corwin J, Elizabeth. Buku Saku Patofisiologi . Jakarta :EGC. 2009
5. Supriatmo. Faktor-faktor yang berhubungan dengan gejala refluks esofagus pada anak
usia sekolah dasar. Jurnal ilmu kesehatan anak Universitas Sumatra Utara, 2003
6. Friedenberg F.K, Melissa Xanthopoulos, Gary D. Foster, and Joel E. Richter. The
association between gastroesophageal reflux disease and obesity. Am J Gastroenterol.
2008;103:2111–2122
7. LeMone, Priscilla and Karen Burke. Medical-Surgical Nursing: Critical Thinking in
Client Care. New Jersey: Pearson Prentice Hall, 2008.
8. Wiley, Blackwell. Nursing Dianoses Definition and Classification 2009-2011. 2009.
United States of America: Mosby Elsevier.
9. Moorhead S, Johnson M, Maas ML, Swanson E. 2009. Nursing Outcome Classification
(NOC) Fourth Edition. United States of America: Mosby Elsevier.
10. Bulechek GM, Butcher HK, Dochterman JM. 2009. Nursing Interventions Classification
(NIC) Fifth Edition. United States of America: Mosby Elsevier.
11. Anonymous. Semijurnal Farmasi dan Kedokteran. ETHICAL DIGEST.No.61.
Thn.VII.Maret2009.
Keperawatan Medikal Bedah IV: GERD 20
Keperawatan Medikal Bedah IV: GERD 21