makalah gerd

31
BAB I PENDAHULUAN A. SKENARIO Nn. Ida dibawa keluarganya ke rumah sakit setelah mengalami mual, muntah dan kesulitan menelan selama 3 hari. Setelah dilakukan anamnesis oleh Ners Rani klien mengatakan nyeri pada ulu hati seperti terbakar, disfagia dan mempunyai riwayat gastritis karena kesibukan kuliah, menyukai makanan pedas dan minuman yang mengandung soda. Kondisi Nn. Ida saat ini terlihat lemah dan tidak mau makan. Dokter mendiagnosis klien dengan GERD dan menyarankan klien untuk rawat inap minimal 1 minggu. B. ANALISA KASUS 1. Langkah 1 (Klarifikasi dan identifikasi istilah) a. Disfagia b. Gastritis c. GERD d. Anamnesis Jawab a. Gangguan saluran pencernaan berupa kesulitan menelan dari esofagus menuju lambung. b. Peningkatan asam lambung yang dapat menyebabkan luka di lambung. c. GERD : Gastroesofagus reflux disease. Terjadinya refluks balik asam lambung ke esofagus. Keperawatan Medikal Bedah IV: GERD 1

Upload: atik-cm-olivia-seonara

Post on 12-Aug-2015

1.146 views

Category:

Documents


65 download

TRANSCRIPT

Page 1: makalah GERD

BAB I

PENDAHULUAN

A. SKENARIO

Nn. Ida dibawa keluarganya ke rumah sakit setelah mengalami mual, muntah dan

kesulitan menelan selama 3 hari. Setelah dilakukan anamnesis oleh Ners Rani klien mengatakan

nyeri pada ulu hati seperti terbakar, disfagia dan mempunyai riwayat gastritis karena kesibukan

kuliah, menyukai makanan pedas dan minuman yang mengandung soda. Kondisi Nn. Ida saat ini

terlihat lemah dan tidak mau makan. Dokter mendiagnosis klien dengan GERD dan

menyarankan klien untuk rawat inap minimal 1 minggu.

B. ANALISA KASUS

1. Langkah 1 (Klarifikasi dan identifikasi istilah)

a. Disfagia

b. Gastritis

c. GERD

d. Anamnesis

Jawab

a. Gangguan saluran pencernaan berupa kesulitan menelan dari esofagus menuju

lambung.

b. Peningkatan asam lambung yang dapat menyebabkan luka di lambung.

c. GERD : Gastroesofagus reflux disease. Terjadinya refluks balik asam lambung ke

esofagus.

d. merupakan kumpulan informasi subjektif yang diperoleh dari apa yang dipaparkan

oleh pasien terkait dengan keluhan utama.

2. Langkah 2 (Daftar Masalah)

1. Apa saja faktor penyebab penyakit GERD?

2. Bagaimana patofisiologi GERD?

Keperawatan Medikal Bedah IV: GERD 1

Page 2: makalah GERD

3. Bagaimana pencegahan GERD dan pendidikan kesehatan yang dapat diberikan pada

klien?

4. Mengapa pada GERD, pasien merasakan terbakar di ulu hati?

5. Apa saja manifestasi klinis GERD?

6. Bagaimana pertolongan pertama pada pasien GERD?

7. Bagaimana prognosis penyakit GERD?

8. Bagaimana penatalaksanaan medis penyakit GERD?

9. Apakah penyakit ini dapat menyebabkan kanker?

10. Apa saja asuhan keperawatan penyakit GERD?

11. Apa saja pemeriksaan penunjang penyakit GERD?

12. Bagaimana manajemen nutrisi untuk pasien GERD?

3. Langkah 3 (Analisa masalah)

1. Yang menyebabkan GERD yaitu asam lambung yang bersifat sangat asam sehingga

terjadi refluks balik dari esofagus.

2. –

3. Pencegahan dan pendidikan kesehatan yang diberikan yaitu :

membatasi makanan pedas, minuman bersoda

setelah makan jangan langsung tidur (berbaring)

ketika tidur tinggikan kepala.

4. Karena adanya inflamasi di lambung dan pH nya terlalu asam.

5. –

6. Pertolongan yang diberikan yaitu pemberian nutrisi yang adekuat.

7. Prognosis:

80% sembuh dalam 6-8 minggu, kemudian berikan obat-obatan selama 2 minggu jika

ada kekambuhan.

8. –

9. Iya, karena pada Barret’s esofagus terjadi radang. Jika tidak ditangani akan

menyebabkan kanker.

10. –

11. –

Keperawatan Medikal Bedah IV: GERD 2

Page 3: makalah GERD

GERD

Penatalaksanaan

Pemeriksaan

Keperawatan

Konsep PenyakitPencegahan

Medis

a. Definisib.Epidemiologic. Etiologid.Patofisiologise. Manifestasi klinik

12. Manajemen nutrisi:

- Menghindari makanan berminyak

- Menghindari makanan padat

- Peninggian kepala saat tidur

- Pemasangan NGT

4. Langkah 4 (Pohon Masalah/ Problem Tree)

5. Langkah 5 (Sasaran Belajar)

1. Bagaimana patofisiologi GERD?

2. Apa saja manifestasi klinis GERD?

3. Bagaimana penatalaksanaan medis penyakit GERD?

4. Apa saja asuhan keperawatan penyakit GERD?

5. Apa saja pemeriksaan penunjang penyakit GERD?

Keperawatan Medikal Bedah IV: GERD 3

Page 4: makalah GERD

Keperawatan Medikal Bedah IV: GERD 4

Page 5: makalah GERD

BAB II

PEMBAHASAN

A. ANATOMI FISIOLOGI

Pada bagian bawah esofagus, sekitar 2 sampai 5 cm di atas perbatasannya dengan

lambung, terdapat otot sirkular esofagus yang berfungsi sebagai sfingter esofageal.

Secara anatomis sfingter ini tidak berbeda dari bagian esofagus lainnya. Akan tetapi,

secara fisiologis, sfinger ini tetap menutup secara tonik berbeda dengan bagian tengah

esofagus yang dalam keadaan normal tetap berelaksasi sempurna. Akan tetapi bila

gelombang peristaltik berjalan menuruni esofagus, “relaksasi reseptif” yang disebabkan

oleh isyarat nervus mienterikus merelaksasi sfingter esofageal bawah sebelum gelombang

peristaltik, dan memungkinkan makanan yang ditelan didorong dengan mudah masuk ke

lambung (1).

Fungsi utama sfingter esofageal bawah adalah untuk mencegah refluks isis

lambung ke bagian atas esofagus. Isi lambung sangat asam dan mengandung banyak

enzim proteolitik. Mukosa esofagus, kecuali pada 1/8 bagian bawah esofagus, tidak

mampu menahan kerja pencernaan sekret lambung dalam waktu yang lama (1).

Fungsi motorik lambung ada tiga, yaitu menyimpan makanan dalam jumlah besar

sampai makanan tersebut dapat ditampung pada bagia bawah saluan pencernaan,

mencampur makanan tersebut dengan sekret lambung sampai makanan tersebut

membentuk suatu campuran setengah padat yag disebut dengan kimus, mengeluarkan

makanan perlahan-lahan dari lambung masuk ke usus halus dengan kecepatan yang

sesuai untuk pencernaan dan absorpsi oleh usus halus (1).

B. DEFINISI

Berdasarkan Genval Workshop, definisi pasien GERD adalah semua individu

yang terpapar risiko komplikasi fisik akibat refluks gastroesofageal, atau mereka yang

mengalami gangguan nyata terkait dengan kesehatan (kualitas hidup) akibat gejala-gejala

yang terkait dengan refluks. Secara sederhana, definisi GERD adalah gangguan berupa

regurgitasi isi lambung yang menyebabkan heartburn dan gejala lain (2).

Keperawatan Medikal Bedah IV: GERD 5

Page 6: makalah GERD

Terdapat dua kelompok GERD. Yang pertama adalah GERD erosif (esofagitis

erosif ), didefinisikan sebagai GERD dengan gejala refluks dan kerusakan mukosa

esofagus distal akibat refluks gastroesofageal. Pemeriksaan baku emas untuk diagnosis

GERD erosif adalah endoskopi saluran cerna atas.

Yang kedua adalah penyakit refluks nonerosif (non-erosive reflux disease, NERD), yang

juga disebut endoscopic-negative GERD, didefinisikan sebagai GERD dengan gejala-

gejala refluks tipikal tanpa kerusakan mukosa esofagus saat pemeriksaan endoskopi

saluran cerna. Saat ini, telah diusulkan konsep yang membagi GERD menjadi tiga

kelompok, yaitu penyakit refluks non-erosif, esofagitis erosif, dan esofagus Barrett (2).

Gastroesophageal reflux disease adalah gerakan terbalik pada majanan dan asam

lambung menuju kerongkongan dan kadangkala menuju mulut. Reflux terjadi ketika otot

berbentuk cincin yang secara normal mencegah isi perut mengalir kembali menuju

kerongkongan (esophageal spincter bagian bawah) tidak berfungsi sebagaimana

mestinya. GERD suatu kondisi di mana cairan mengalami refluks ke esophagus sehingga

menimbulkan gejala khas berupa rasa terbakar, nyeri di dada, regurgitasi dan komplikasi

(3).

Gastroesophageal reflux disease adalah suatu keadaan patologis yang disebabkan

oleh kegagalan mekanisme anti refluks untuk melindungi mukosa esophagus terhadap

refluks asam lambung dengan kadar yang abnormal dan paparan yang berulang.

Gastroesophageal reflux disease (GERD) adalah penyakit refluks lambung, atau penyakit

kerusakan mukosa yang disebabkan oleh asam lambung yang datang dari perut ke

kerongkongan. GERD biasanya disebabkan oleh perubahan penghalang antara perut dan

kerongkongan, termasuk relaksasi abnormal spincter esophagus bagian bawah, yang

biasanya memegang penutup bagian atas perut, atau hiatus hernia. Perubahan ini dapat

bersifat permanen atau temporer (transient) (3).

C. ETIOLOGI

Beberapa penyebab terjadinya GERD meliputi (3):

1. Menurunnya tonus LES (lower esophageal spinchter )

2. Bersihan asam dari lumen esophagus menurun

3. Ketahanan epitel esophagus menurun

Keperawatan Medikal Bedah IV: GERD 6

Page 7: makalah GERD

4. Bahan refluksat mengenai dinding esophagus yaitu: pH<2, adanya

pepsin, garam empedu, HCL.

5. Kelainan pada lambung

6. Infeksi H. pylori dengan corpus predominan gastrit is

7. Non acid refluks (refluks gas) menyebabkan hipersensitivitas visceral

8. Alergi makanan atau tidak bias menerima makanan juga membuat refluks, tetapi hal

ini adalah penyebab yang kurang sering terjadi.

9. Mengonsumsi makanan berasam, coklat, minuman berkafein dan

berkarbonat,alkohol, merokok tembakau, dan obat-obatan yang

bertentangan dengan fungsi esophageal sphincter bagian bawah

termasuk apa yang memiliki efek antikolinergik (seperti berbagai

antihistamin) penghambat saluran kalsium, progesteron, dan nitrat.

10. Kelainan anatomi, seperti penyempitan kerongkongan

D. EPIDEMIOLOGI

Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) umum ditemukan pada

populasi di negara-negara barat, namun dilaporkan relatif rendah insidennya di

negara-negara Asia-Afrika. Divisi Gastroenterohepatologi Departemen IPD

FKUI- RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta, mendapatkan kasus esofagitis

sebanyak 22,8% dari semua pasien yang menjalani pemeriksaan endoskopi atas indikasi

dispepsia, gastroesofageal reflux didapatkan pada penderita asma, hal ini mungkin

disebabkan oleh refluks esophageal, refluksesfagopulmoner dan bat relaksan

otot polos yaitu golongan betha adrenergik, aminofilin, inhibitr fosfodiesterase

menyebabkan inkompetensi LES esfagus. Pada Bayimengalami refluks ringan, sekitar 1 :

300 hingga 1:1000. Gastroesofagus refluks paling banyak terjadi pada bayi sehat

berumur 4 bulan, dengan > 1x episode regurgitas, Pada umur 6 – 7 bulan,

gejala berkurang dari 61% menjadi 21%. Hanya 5% bayi berumur 12 bulan yang masih

mengalami GERD (3).

Keperawatan Medikal Bedah IV: GERD 7

Page 8: makalah GERD

E. PATOFISIOLOGIS

Kondisi penyakit refluks gastroesofagus atau GERD

(gastroesophageal reflux disease) disebabkan aliran balik (refluks) isi lambung ke

dalam esophagus. GERD seringkali disebut nyeri ulu hati (heartburn) karena

nyeri yang terjadi ketika cairan asam yang normalnya hanya ada di lambung,

masuk dan mengiritasi atau menimbulkan rasa sepertiterbakar di esophagus. Refluks

gastroesofagus biasanya terjadi setelah makan dan disebabkan melemahnya tonus

sfingter esophagus atau tekanan di dalam lambung yang lebih tinggidari

esophagus. Dengan kedua mekanisme ini, isi lambung yang bersifat asam

bergerak masuk ke dalam esophagus (4).

Isi lambung dalam keadaan normal tidak dapat masuk ke esofagus karena

adanyakontraksi sfingter esofagus (sfingter esofagus bukanlah sfingter

sejati , tetapi suatu areayang tonus ototnya meningkat). Sfingter ini

normalnya hanya terbuka jika gelombang  peristalt ik menyalurkan bolus

makanan ke bawah esofagus. Apabila hal ini terjadi, otot   p o l o s s f i n g t e r

m e l e m a s d a n m a k a n a n m a s u k k e d a l a m l a m b u n g . S f i n g t e r

e s o f a g u s seharusnya tetap dalam keadaan tertutup kecuali pada saat ini, karena banyak

organ yang berada dalam rongga abdomen, menyebabkan tekanan abdomen

lebih besar daripadatekanan toraks. Dengan demikian, ada kecenderungan

isi lambung terdorong ke dalam esophagus. Akan tetapi, j ika spingter

melemah atau inkompeten, spingter t idak dapat menutup lambung. Refluks

akan terjadi dari daerah bertekanan tinggi (lambung) ke daerah bertekanan rendah

(esofagus). Episode refluks yang berulang dapat memperburuk kondisikarena

menyebabkan inflamasi dan jaringan parut di area bawah esofagus.Pada beberapa

keadaan, meskipun tonus sfingter dala keadaan normal, refluks dapat terjadi

jika terdapat gradien tekanan yang sangat tinggi di sfingter. Sebagai contoh, jika isi

lambung berlebihan tekanan abdomen dapat meningkat secara bermakna. Kondisi ini

dapat disebabkan porsi makan yang besar, kehamilan atau obesitas. Tekanan abdomen

yang tinggi cenderung mendorong sfingter esofagus ke rongga toraks. Hal

inimemperbesar gradien tekanan antara esofagus dan rongga abdomen.

Posisi berbaring, terutama setelah makan juga dapat mengakibatkan

Keperawatan Medikal Bedah IV: GERD 8

Page 9: makalah GERD

refluks. Refluks isi lambung mengiritasi esofagus karena tingginya

kandungan asam dalam isi lambung. Walaupun esophagus memiliki sel

penghasil mucus, namun sel tersebut t idak sebanyak atau seaktif sel yang

ada di lambung (4).

F. MANIFESTASI KLINIK (3)

R a s a p a n a s / t e b a k a r p a d a e s o f a g u s ( p i r o s i s )

Muntah

Nyeri di belakang tulang payudara atau persis di bawahnya, bahkan

menjalar ke leher, tenggorokan, dan wajah, biasanya timbul setelah makan atau

ketika berbaring

Kesulitan menelan makanan (osinofagia) karena adanya penyempitan (stricture)

padakerongkongan dari reflux.

Tukak esofageal peptik yaitu luka terbuka pada lapisan kerongkongan,

bisa dihasilkandari refluks berulang. Bisa menyebabkan nyeri yang

biasanya berlokasi di belakang tulang payudara atau persis di bawahnya, mirip

dengan lokasi panas dalam perut.

Nafas yang pendek dan berbunyi mengik karena ada penyempitan pada

saluran udara

Suara parau

Ludah berlebihan

Rasa bengkak pada tenggorokan

Terjadinya peradangan pada sinus

Gejala lain : pertumbuhan yang buruk, kejang, nyeri telinga (pada

anak)

P e r a d a n g a n p a d a k e r o n g k o n g a n ( e s o p h a g i t i s ) b i s a

m e n y e b a b k a n p e n d a r a h a n y a n g  biasanya ringan tetapi bisa jadi

besar. Darah kemungkinandimuntahkan atau keluar  melalui saluran

pencernaan, menghasilkan kotoran berwarna gelap, kotoran berwarnater (melena)

atau darah merah terang, jika pendarahan cukup berat.

Keperawatan Medikal Bedah IV: GERD 9

Page 10: makalah GERD

Dengan iri tasi lama pada bagian bawah kerongkongan dari refluks

berulang, lapisansel pada kerongkongan bisa berubah (menghasilkan

sebuah kondisi yang disebutkerongkongan Barrett) . Perubahan bisa

terjadi bahkan pada gejala-gejala yang tidak  ada. Kelainan sel ini

adalah sebelum kanker dan berkembang menjadi kanker pada  beberapa

orang.

G. DIAGNOSA BANDING (3)

a. Dispepsia

Dispepsia adalah sekumpulan gejala yang berasal dari saluran pencernaan atas.

Bisa berhubungan dengan makan atau minum dan diantaranya berupa

rasa terbakar pada jantung dan nyeri pada perut atas / dada bawah,

kembung, anoreksia, muntah, bersendawa, cepat kenyang, perut

keroncongan hingga kentut-kentut. Gejala i tu bisa akut, berulang, dan

bisa juga menjadi kronis. Disebut kronis jika gejala itu berlangsung lebih dari

satu bulan terus menerus.

b. Esofangitis kerosif

Esofagitis korosif adalah peradangan di daerah esofagus yang

disebabkan oleh luka  bakar karena tertelannya zat kimia yang bersifat

korosif misalnya asam kuat, basa k u a t , d a n z a t o r g a n i k . E s o f a g i t i s

k o r o s i f m e m p u n y a i k e l u h a n g e j a l a sakit ketikamenelan, muntah, dan

sakit di lambung.

c. Batu Empedu

Batu empedu suatu episode ikterus obstruktif , gangguan tes fungsi

hati atau pancreatit is akut ataudilatasi duktus biliaris komunis pada

ultrasonografi menunjukkan adanya batu duktus biliaris komunis. Mempunyai gejala

nyeri kolik yang berat pada perut bagian abdomen bagian atas yang menjalar kesekitar

batas iga kanan dengan atau tanpa muntah.

d . Asma

Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan berbagai

selinflamasi. Proses inflamasi ini menyebabkan peningkatan kepekaan

Keperawatan Medikal Bedah IV: GERD 10

Page 11: makalah GERD

(hipereaktiviti)saluran napas terhadap berbagai rangsangan sehingga timbul

gejala/gejala pernapasan akibat penyempitan saluran napas difus dengan derajat

bervariasi yang dapat membaik secara spontan atau dengan pengobatan. Tanda dan

gejalanya meliputi tidak  bisa menghirup cukup udara, rasa penuh di dada,

dada terasa berat, rasa tercekik,napas pendek dan berat.

e . Angina Pektoris

Angina pektoris merupakan suatu gejala klinik yang disebabkan oleh iskemia

miokard yang sementara. Ini adalah akibat dari t idak adanya

keseimbangan antara kebutuhanoksigen miokard dengan dan

kemampuan pembuluh dara hkoroner menyediakanoksigen secukupnya

untuk kokntraksi mmiokard. Gejalanya adalah sakit dada sentralatau retrosentral

yang dapat menyebar ke salah satu atau kedua tangan, leher

atau punggung. Angina pectoris dijadikan diagnosis banding karena GERD dapat

menimbulkan keluhan nyeri di dada yang kadang-kadang disertai rasa seperti kejang

yang menjalar ke tengkuk, bahu atau lengan sehingga menyerupai keluhan seperti

angina pectoris. Keluhan ini timbul sebagai akibat rangsangan kemoreseptor pada

mukosa. Mungkin juga nyeri di dada tersebut disebabkan oleh dua mekanisme yaitu

gangguan motor esophageal dan esophagus yang hipersensitif.

H. PROGNOSIS

Gejala GERD biasanya berjalan perlahan-lahan, sangat jarang

terjadi episode akut ataukeadaan yang bersifat mengancam nyawa (jarang

menyebabkan kematian). Prognosisdari penyakit ini baik jika derajat kerusakan

esofagus masih rendah dan pengobatan yangdiberikan benar pilihan dan pemakaiannya.

Pada kasus-kasus dengan esofagitis grade Ddapat masuk tahap displasia sel

sehingga menjadi Barret’s Esofagus dan pada akhirnya Ca Esofagus (3).

I. HEALTH EDUCATION

Beri tahu klien mengenai penyebab refluks , cara menghindari refluks

dengan pengobatan antirefluks (medikasi, makanan, dan terapi posisional) dan gejala

apayang harus dilihat dan dilaporkan(3).

Keperawatan Medikal Bedah IV: GERD 11

Page 12: makalah GERD

Minta klien menghindari keadaan apapun yang meningkatkan tekananintraabdominal

(misalnya membengkokkan badan, batuk, laithan berat, pakaianketat, konstipasi dan

obesitas) atau substansi apapun yang mengurangi controlsfingter (misalnya kebiasaan

merokok, minum minuman beralkohol, makanan berlemak, dan obat tertentu)(3).

Sarankan klien duduk tegak lurus, terutama setelah makan dan

mengkonsumsimakanan dalam jumlah sedikit namun sering. Minta ia menghindari

makanan yangsangat berbumbu, jus asam, minuman beralkohol, makanan kecil

sebelum tidur danmakanan kaya lemak/ karbohidrat yang bisa menurunkan tekanan

sfingter esophageal bawah. Sarankan ia tidak berbaring dalam 3 jam setelah makan

(3).

Minta klien minum antacid sesuai perintah (biasanya 1-3 jam setelah makandan

sebelum tidur)(3).

J. Pemeriksaan Penunjang

1. Barium per oral

Prinsip pemeriksaan adalah melihat refluks bubur barium. Pemeriksaan ini

sangat berguna untuk melihat adanya kelainan struktural dan kelainan anatomis dari

esofagus, adanya inflamasi dan esofagitis dengan erosi yang hebat (inflamasi berat).

Ketika pemeriksaan ini dilakukan pasien diberi minum bubur barium, baru foto rongen

dilakukan. Pada pemeriksaan ini dapat terlihat adanya suatu ulkus, hiatal hernia, erosi

maupun kelainan lain. Dari pemeriksaan dengan bubur barium dapat dibuat gradasi

refluks atas 5 derajat, yaitu derajat (5):

1. Refluks hanya sampai didistal esofagus.

2. Refluks sampai di atas karina tapi belum sampai di servikal esofagus.

3. Refluks sampai di servikal esofagus.

4. Refluks sampai di servikal dan disertai dilatasi dari bagian kardia lambung.

5. Refluks dengan aspirasi paru.

Keperawatan Medikal Bedah IV: GERD 12

Page 13: makalah GERD

Tetapi pemeriksaan ini tidak dapat mendeteksi ulkus ataupun erosi yang kecil.

Pada pemeriksaan ini bisa terjadi positif semu jika pasien menangis selama

pemeriksaan, peningkatan tekanan intraabdomen dan meletakkan kepala lebih rendah

dari tubuh. Bisa juga terjadi negatif semu jika bubur barium yang diminum terlampau

sedikit. Kelemahan lain, refluks tidak dapat dilihat jika terjadi transient low

oesophageal sphincter relaxation (TLSOR) (5).

2. Manometri esofagus

Manometri merupakan suatu teknik untuk mengukur tekanan otot. Caranya

adalah dengan memasukkan sejenis kateter yang berisi sejenis transduser tekanan

untuk mengukur tekanan. Kateter ini dimasukkan melalui hidung setelah pasien

menelan air sebanyak 5 ml. Ukuran kateter ini kurang lebih sama dengan ukuran pipa

naso-gastrik. Kateter ini dimasukkan sampai transduser tekanan berada di lambung.

Pengukuran dilakukan pada saat pasien meneguk air sebanyak 10–15 kali. Tekanan

otot spingter pada waktu istirahat juga bisa diukur dengan cara menarik kateter melalui

spingter sewaktu pasien disuruh melakukan gerakan menelan. Dengan pemeriksaan ini

dapat diketahui baik tidaknya fungsi esofagus ataupun SEB dengan berbagai tingkat

berat ringannya kelainan (5).

3. Pemantauan pH esofagus

Pemantauan pH esofagus dilakukan selama 24 jam. Uji ini merupakan cara

yang paling akurat untuk menentukan waktu kejadian asidifikasi esofagus serta

frekuensi dan lamanya refluks. Prinsip pemeriksaan adalah untuk mendeteksi

perubahan pH di bagian distal esofagus akibat refluks dari lambung. Uji memakai

suatu elektroda mikro melalui hidung dimasukkan ke bagian bawah esofagus.

Keperawatan Medikal Bedah IV: GERD 13

Page 14: makalah GERD

Elektroda tersebut dihubungkan dengan monitor komputer yang mampu mencatat

segala perubahan pH dan kemudian secara otomatis tercatat. Biasanya yang dicatat

episode refluks yang terjadi jika terdeteksi pH < 4 di esofagus untuk jangka waktu 15–

30 detik. Kelemahan uji ini adalah memerlukan waktu yang lama, dan dipengaruhi

berbagai keadaan seperti: posisi pasien, frekuensi makanan, keasaman dan jenis

makanan, keasaman lambung, pengobatan yang diberikan dan tentunya posisi

elektroda di esofagus (6).

4. Uji Berstein

Uji Berstein termasuk uji provokasi untuk melihat apakah pemberian asam

dalam jumlah kecil ke dalam esofagus dapat membangkitkan gejala RGE.

Pemeriksaan ini dapat menunjukkan bahwa kelainan bersumber pada esofagus jika

pemeriksaan lain memberikan negatif. Pemeriksaan ini dilakukan dengan

memasukkan garam fisiologis melalui pipa nasogastrik sebanyak 7 – 8 ml per menit

selama 10 menit diikuti pemberian 0.1 N larutan asam hidroklorida (waktu maksimal

untuk pemeriksaan adalah 20 menit). Kemudian pasien mengatakan setiap keluhan

atau gejala yang timbul. Jika uji Bernstein positif maka pasien dikatakan hipersensitif

atau hiperresponsif terhadap rangsangan asam (6).

5. Endoskopi dan biopsi

Pemeriksaan endoskopi (esofagogastroduodenoskopi atau panendoskopi)

memungkinkan untuk melihat dan sekaligus melakukan biopsi epitel esofagus.

Endoskopi dan biopsi dapat menentukan ada dan beratnya esofagitis, striktura dan

esofagitis Barret, serta dapat menyingkirkan kelainan lain seperti penyakit Crohn. Tapi

gambaran normal esofagus selama endoskopi belum tentu tidak ada esofagitis secara

Keperawatan Medikal Bedah IV: GERD 14

Page 15: makalah GERD

histopatologi. Jika esofagitis tidak terlihat maka perubahan mukosa menjadi hiperemis

maupun pucat harus menjadi perhatian. Oleh karena itu jika pemeriksaan endoskopi

dilakukan, sebaiknya dilakukan juga biopsi(6).

6. Sintigrafi

Pemeriksaan sintigrafi untuk mendeteksi adanya RGE sudah lama dikenal di

kalangan ahli radiologi. Selain karena sensitivitasnya yang lebih baik dari pemeriksaan

barium peroral, juga mempunyai radiasi yang lebih rendah sehingga aman bagi pasien.

Prinsip utama pemeriksaan sintigrafi adalah untuk melihat koordinasi mekanisme

aktifitas mulai dari orofaring, esofagus, lambung dan waktu pengosongan lambung.

Kelemahan modalitas ini tidak dapat melihat struktur anatomi. Gambaran sintigrafi

yang terlihat pada refluks adalah adanya gambaran spike yang keluar dari lambung.

Tinggi spike menggambarkan derajat refluks sedangkan lebar spike menggambarkan

lamanya refluks (5).

7. Ultrasonografi

Pada beberapa sentra pemeriksaan USG sudah dimasukkan ke dalam

pemeriksaan rutin untuk mendeteksi adanya refluks. Malah dikatakan bahwa USG

lebih baik dari pemeriksaan barium per oral maupun sintigrafi. Tetapi beberapa

penelitian menyebutkan bahwa USG tidak mempunyai sensitifitas dan spesifisitas

yang baik sehingga tidak dianjurkan. Kelemahan yang lain adalah lamanya waktu

yang diperlukan dalam pemeriksaan dan pada beberapa kasus terdapat kesulitan untuk

melihat bentuk esofagus (echotexture)(6).

K. Penatalaksanaan

Modifikasi Gaya Hidup

Keperawatan Medikal Bedah IV: GERD 15

Page 16: makalah GERD

Modifikasi gaya hidup tidak direkomendasikan sebagai pengobatan primer

GERD. Penelitian objektif belum memperlihatkan bahwa alkohol, diet, dan faktor

psikologis berperan signifikan dalam GERD. Modifikasi gaya hidup dapat mengurangi

episode refluks individual; pasien yang mengalami eksaserbasi gejala refluks yang

berhubungan dengan makanan atau minuman tertentu dapat direkomendasikan untuk

menghindari makanan atau minuman bersangkutan (3).

Sebuah penelitian observasional menyatakan bahwa merokok merupakan faktor

risiko independen GERD simtomatik. Merokok terkait dengan peningkatan pajanan

asam pada esofagus (berdasarkan pemeriksaan pH-metri). Namun, tidak terdapat

penelitian intervensional yang menunjang penghentian merokok sebagai terapi primer

GERD (3).

Penelitian observasional lain memperlihatkan secara konsisten bahwa obesitas me

rupakan salah satu faktor risiko GERD. Namun, dari sebuah penelitian yang

menggunakan kontrol, belum terbukti bahwa penurunan berat badan dapat

memperingan gejala, antasida, prokinetik, H2-receptor antagnists (H2-RA), dan PPI.

Untuk mengontrol gejala dan penyembuhan esofagitis pada GERD erosif, saat ini PPI

merupakan pilihan yang paling efektif. menyebabkan relaksasi sfingter esofagus

bagian bawah ataupun mengurangi pajanan asam pada esofagus (3).

Terapi Medikamentosa

Sasaran pengobatan GERD adalah menyembuhkan esofagitis, meringankan

gejala, mempertahankan remisi, memperbaiki kualitas hidup, dan mencegah

komplikasi. Terapi medikamentosa untuk memperingan gejala GERD mencakup

pemberian antasida, prokinetik, H2-receptor antagnists (H2-RA), dan PPI. Untuk

mengontrol gejala dan penyembuhan esofagitis pada GERD erosif, saat ini PPI

merupakan pilihan yang paling efektif (3).

Hanya satu penelitian yang memperlihatkan bukti efikasi antasida dalam

pengobatan GERD. Uji klinik yang menilai efikasi famotidine, cimetidine, nizatidine,

dan ranitidine memperlihatkan bahwa H2-RA lebih efektif dibanding plasebo dalam

meringankan gejala GERD derajat ringan sampai sedang, dengan tingkat respons 60%

- 70%. Uji klinik PPI jangka pendek memperlihatkan penyembuhan yang lebih cepat

dan perbaikan heartburn dibandingkan H2-RA atau prokinetik pada penderita

Keperawatan Medikal Bedah IV: GERD 16

Page 17: makalah GERD

esofagitis erosif. Di antara berbagai PPI, pemberian omeprazole, lansoprazole,

pantoprazole, dan rabeprazole dosis standar menghasilkan kecepatan penyembuhan

dan remisi yang sebanding pada kasus esofagitis erosif. Proton pump inhibitor juga

efektif pada penderita esofagitis refluks yang resisten terhadap H2-RA. Dari penelitian

jangka panjang (sampai 11 tahun), penggunaan PPI relatif aman; insidens gastritis

atrofik sebesar 4,7% pada pasien H. pylori-positif dan 0,7% pada pasien H. pylori-

negatif, serta tidak ditemukan displasia ataupun neoplasma. Atas dasar efikasi dan

kecepatan perbaikan gejala, PPI dosis standar dapat diberikan untuk pengobatan awal

GERD erosif (3).

Bedah Anti-Refluks

Pembedahan, yaitu dengan funduplikasi, merupakan salah satu alternatif terapi di

samping terapi medikamentosa dalam upaya meringankan gejala dan menyembuhkan

esofagitis. Namun, morbiditas dan mortalitas pasca-operasi bergantung pada

keterampilan dokter bedah. Karena itu, pilihan antara terapi medikamentosa dan

tindakan bedah berpulang pada keputusan pasien maupun ketersediaan dokter

bedah(3).

L. Asuhan Keperawatan

a. Pengkajian

Pengkajian data yang berhubungan dengan GERD terdiri dari (7):

Riwayat kesehatan, manifestasi seperti frekuensi heartburn, intoleransi makanan

yang asam, pedas, ataupun berlemak, regurgitasi isi lambung yang asam,

peningkatan gejala ketika bending over, lying down, atau mengenakan pakaian

yang ketat, kesulitan menelan.

Pengkajian fisik, epigastric tenderness.

Nyeri, nyeri sering merupakan gejala utama dari penyakit gastrointestinal. Kaji

lokasi, durasi, pola, frekuensi, distribusi penyebaran dan waktu nyeri.

Indigesti, indigesti dapat diakibatkan oleh gangguan kontrol saraf lambung dan

bagian lain GI. Makanan berlemak cenderung menimbulkan ketidaknyamanan

karena lemak berada di lambung lebih lama.

Keperawatan Medikal Bedah IV: GERD 17

Page 18: makalah GERD

Mual dan muntah. Muntah biasanya didahului oleh rasa mual yang dapat

dicetuskankan oleh bau, aktifitas, atau makanan yang masuk. Muntah dapat

berupa partikel yang tidak dapat dicerna atau darah (hematemesis).

b. Diagnosa & NOC NIC (8,9,10)

Diagnosa NOC NIC

DO: klien menolak

makan

DS: klien mengatakan

kesulitan menelan

Ketidakseimbanga

n nutrisi kurang

dari kebutuhan

tubuh b.d

ketidakmampuan

menelan

Status nutrisi

Indikator:

Manajemen nutrisi- Tentukan, bekerja sama dengan ahli gizi

sesuai, jumlah kalori dan jenis nutrisi yang

dibutuhkan untuk memenuhi persyaratan gizi

- Menyediakan pengganti gula

- Diskusikan tujuan terapi diet untuk pasien.

Menetapkan tujuan kehilangan berat badan

10% (dari berat badan aktual pasien) selama

beberapa bulan biasanya dicapai dan efektif

dalam mengurangi gula darah dan parameter

metabolik lainnya.

- Membantu pasien untuk mengidentifikasi

masalah yang mungkin berdampak pada

kepatuhan diet dan solusi yang mungkin

untuk masalah ini.

- Tekankan bahwa perubahan gaya hidup harus

dipertahankan seumur hidup.

- Jelaskan pentingnya latihan dalam menjaga /

mengurangi berat badan.

- Sediakan pilihan makanan.

- Menawarkan snack (buah segar/jus buah, kue,

minum)

DO: perubahan selera makan klien

DS: klien menyatakan

nyeri pada ulu hati

Nyeri akut b.d

agen injuri

Kontrol nyeriIndikator : Mengenali

onset nyeri Mendeskripsi

kan faktor penyebab

Menggunakan ukuran

Manajemen nyeri pengkajian secara komprehensif terhadap

nyeri yang meliputi lokasi, karakteristik,

onset/durasi, frekuensi, kualitas, intensitas,

dan faktor presipitasi

menggunakan strategi komunikasi terapeutik

terhadap ketidaktahuan pasien dan respon

Keperawatan Medikal Bedah IV: GERD 18

Page 19: makalah GERD

yang preventif

Melaporkan perubahan gejala nyeri kepada petugas kesehatan

Level Nyeri

Indikator :

Melaporkan nyeri

Ekspresi wajah dari nyeri

Hilang nafsu makan

Intoleransi makanan

pasien terhadap nyeri

memberitahukan pada pasien faktor-faktor

yang dapat menimbulkan nyeri

mengontrol faktor lingkungan yang

mempengaruhi respon pasien, seperti

temperatur ruangan, pencahayaan, dan suara

mengajarkan pasien tentang manajemen

nyeri

mengajarkan pasien untuk menggunakan

teknik non farmakologi seperti relaksasi,

terapi musik, distraksi, terapi aktivitas)

sebelum, sesudah, dan jika mungkin selama

aktivitas yang menyebabkan nyeri sebelum

nyeri terjadi/meningkat

DO: klien tidak mau makanDS: klien mengatakan mual an susah menelan

Nausea b.d

penyakit

Tingkat ketidaknyamanan

Pengendalian Mual dan Muntah

Tingkat keparahan Mual dan Muntah

Nausea Management Dukung klien untung memantau pengalaman

mualnya Dukung klien untuk mempelajari strategi

menangani mualnya ssendiri Tampilkan pengkajian mual yang lengkap,

frekuensi, durasi, beratnya, dan faktor-faktor pencetus muntah

Awasi adanya tanda-tanda nonverbal ketidaknyamanan, khususnya pada anak, bayi, dn klien yang tidak dapat berkomunikasi secara verbal

Evaluasi pengalaman masa lalu terhadap muntah.

Kaji riwayat sebelum pengobatan Kaji Riwayat diet klien, makanan yang disukai

dan tidak disukai Kenali faktor-faktor pengobatan yang dapat

menyebabkan mual Kenali strategi yang telah berhasil

menghilangkan mual Tunjukan penerimaan terhadap mual dan

kolaborasi dengan klien dalam memilih strategi untuk menangani rasa mual

Ajarkan teknik nonfarmakologi untuk

Keperawatan Medikal Bedah IV: GERD 19

Page 20: makalah GERD

mengatasi mual Lakukan oral hygiene secara teratur Bantu klien mendapatkan istirahat dan tidur

yang adekuat untuk membantu mengatasi mual Berikan makanan dalam porsi kecil Hindari makanan yang aromanya merangsang

mual Pantau efek selama menjalani manajemen

mual Pantau intake makanan, kandungan nutrisi dan

jumlah kalori.

:

DAFTAR PUSTAKA

1. Guyton. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit Edisi Revisi. Jakarta: EGC. 1995

2. Bastari MB. Penatalaksanaan gastroesophageal reflux disease (GERD). CDK 2011;38:

(7); 490-492

3. Juiar, ni M,dkk. Asuhan Keperawatan Anak dengan Gastroesophageal Reflux Disease.

PSIK Universitas Udayana. 2011

4. Corwin J, Elizabeth. Buku Saku Patofisiologi . Jakarta :EGC. 2009

5. Supriatmo. Faktor-faktor yang berhubungan dengan gejala refluks esofagus pada anak

usia sekolah dasar. Jurnal ilmu kesehatan anak Universitas Sumatra Utara, 2003

6. Friedenberg F.K, Melissa Xanthopoulos, Gary D. Foster, and Joel E. Richter. The

association between gastroesophageal reflux disease and obesity. Am J Gastroenterol.

2008;103:2111–2122

7. LeMone, Priscilla and Karen Burke. Medical-Surgical Nursing: Critical Thinking in

Client Care. New Jersey: Pearson Prentice Hall, 2008.

8. Wiley, Blackwell. Nursing Dianoses Definition and Classification 2009-2011. 2009.

United States of America: Mosby Elsevier.

9. Moorhead S, Johnson M, Maas ML, Swanson E. 2009. Nursing Outcome Classification

(NOC) Fourth Edition. United States of America: Mosby Elsevier.

10. Bulechek GM, Butcher HK, Dochterman JM. 2009. Nursing Interventions Classification

(NIC) Fifth Edition. United States of America: Mosby Elsevier.

11. Anonymous. Semijurnal Farmasi dan Kedokteran. ETHICAL DIGEST.No.61.

Thn.VII.Maret2009.

Keperawatan Medikal Bedah IV: GERD 20

Page 21: makalah GERD

Keperawatan Medikal Bedah IV: GERD 21