referat gerd ayu

32
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis persembahkan kehadirat tuhan yang maha esa, yang telah melimpahkan rahmat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul Gastroesofagus Reflux Disease”. Referat ini diajukan sebagai persyaratan untuk mengikuti KKS pada Ilmu Penyakit Dalam di RSUD Bangkinang. Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. Inva Yolanda, MSc(PD), SpPD selaku pembimbing yang telah bersedia membimbing saya, baik dalam penulisan dan pembahasan referat ini. Dalam penulisan referat ini, penulis menyadari bahwa referat ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mohon maaf atas segala kesalahan dan penulis juga mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang sifatnya membangun untuk kesempurnaan penulisan referat berikutnya. Bangkinang, 28 September 2015 Penulis, 1

Upload: ayu-lemonade

Post on 06-Dec-2015

252 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

s

TRANSCRIPT

Page 1: Referat Gerd Ayu

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis persembahkan kehadirat tuhan yang maha esa, yang telah

melimpahkan rahmat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat

dengan judul “Gastroesofagus Reflux Disease”. Referat ini diajukan sebagai persyaratan

untuk mengikuti KKS pada Ilmu Penyakit Dalam di RSUD Bangkinang.

Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada Dr. Inva Yolanda, MSc(PD), SpPD selaku pembimbing yang telah bersedia

membimbing saya, baik dalam penulisan dan pembahasan referat ini.

Dalam penulisan referat ini, penulis menyadari bahwa referat ini jauh dari

kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mohon maaf atas segala kesalahan dan penulis

juga mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang sifatnya membangun untuk

kesempurnaan penulisan referat berikutnya.

Bangkinang, 28 September 2015

Penulis,

1

Page 2: Referat Gerd Ayu

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................... 1

DAFTAR ISI........................................................................................................ 2

BAB I. PENDAHULUAN................................................................................... 3

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA........................................................................ 4

II.1. Definisi........................................................................................................... 4

II.2. Epidemiologi.................................................................................................. 4

II.3 Etiologi dan Patofisiologi......................................................................... 4

II.4 Manifestasi Klinis........................................................................................... 8

II.5 Diagnosis Banding.......................................................................................... 10

II.6 Pemeriksaan Penunjang.................................................................................. 10

II.7 Penatalaksanaan………………………………….......................................... 13

II.8 Komplikasi…………………………….......................................................... 19

II.9 Prognosis......................................................................................................... 20

BAB III. KESIMPULAN.................................................................................... 21

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 22

2

Page 3: Referat Gerd Ayu

BAB I

PENDAHULUAN

Gastroesofageal reflux disease (GERD) merupakan suatu keadaan dimana

terjadinya refluks isi lambung ke dalam esofagus dengan akibat menimbulkan gejala

klinik. Refluks dapat terjadi dalam keadaan normal yang biasanya berhubungan dengan

kondisi tertentu, seperti posisi berbaring setelah makan, pada saat muntah. Bila terjadi

refluks, esofagus akan segera berkontraksi untuk membersihkan lumen dari refluksat

tersebut sehingga tidak terjadi suatu kontak yang lama antara refluksat dan mukosa

esofagus.1

Dalam patogenesisnya dijumpai adanya gangguan mekanisme peristaltik,

kompetensi sfingter, relaksasi sfingter yang abnormal dan lain-lainnya dimana dimasukkan

dalam konteks gangguan motilitas.2,3 Dengan dasar hal tersebut diatas, pola pikir

pengobatannya tentu dikaitkan dengan perbaikan motilitas. Tetapi hasil klinik obat-obatan

prokinetik ternyata tidak memuaskan sehingga target pengobatan ditujukan pada penyebab

langsung gejala ataupun penyebab kerusakan mukosa esofagus yaitu asam lambung.4

Penyebab GERD pada populasi ras kulit putih lebih tinggi dibanding dengan ras

yang lainnya dan dari segi geografis dijumpai bervariasi antar negara dan benua, di benua

Afrika dan Asia prevalensinya sangat rendah sedangkan di Amerika utara dan Eropa

rasionya tinggi. Terjadinya GERD mempunyai peluang yang sama antar pria dan wanita

tetapi esofagitis dan barret’s esofagus ditemukan pria lebih tinggi dari pada wanita.2,5

Di Amerika serikat, dijumpai simptom heart burn pada individu dewasa muda

terjadi 14% setiap minggunya, sedangkan di Jepang dan Philipina adalah 7,2% dan 7,1%.4

Di negara barat sekitar 20-40% setiap individu pernah mengalami simptom heart burn

yang berkembang menjadi: esofagitis 25-25%, 12% jadi Barret’s esofagus dan 46%

adenokarsinoma. Sedangkan laporan kekerapan di Indonesia sampai saat ini masih rendah,

hal ini diduga karena kurangnya perhatian kita terhadp penyakit ini pada tahap awal proses

diagnosis.5

Gambaran klinis GERD dapat berupa gejala yang khas seperti heart burn dan

regurgitasi atau yang tidak khas dan sering salah didiagnosa sebagai dispepsia.3,4 Secara

umum, diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan pada gejala klinis yang khas disertai denga

pemeriksaan penunjang yang lainnya. 3,4

3

Page 4: Referat Gerd Ayu

4

Page 5: Referat Gerd Ayu

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI

Penyakit refuks gastroesofageal adalah suatu keadaan patologis sebagai akibat dari

refluks kandungan lambung ke dalam esophagus, dengan berbagai gejala yang timbul

akibat keterlibatan esofagus, faring, laring dan saluran nafas. Manifestasi klinis dari

Penyakit refluks gastroesofageal sendiri terdiri atas esofagus dan ekstraesofagus 3 .

2.2 EPIDEMIOLOGI

Penyakit ini umumnya ditemukan pada populasi negara-negara barat, namun

dilaporkan relatif rendah insidennya di negara Asia- Afrika. Di amerika di laporkan satu

dari lima orang dewasa mengalami gejala heartburn atau regurgutasi sekali dalam

seminggu serta lebih dari 40 % mengalaminya sekali dalam sebulan. Prevalensi esofagitis

di amerika sekitar 7%, sementara negara non-western prevalensinya lebih rendah (1,5% di

China dan 2,7% di Korea). Sementara di Indonesia belum ada data epidemiologi mengenai

penyakit ini, namun di Difisi Gastroenterologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI-

RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta didapatkan kasus esofagitis sebanyak 22,8% dari

semua pasien yang menjalani pemeriksaan endoskopi atas indikasi dyspepsia.5

GERD dapat diderita oleh laki-laki dan perempuan, tidak ada predileksi seksual.

Rasio laki-laki dan wanita untuk terjadinya GERD adalah 2:1 sampai 3:14. GERD pada

negara berkembang sangat dipengaruhi oleh usia, usia dewasa antara 60-70 tahun

merupakan usia yang seringkali mengalami GERD 5.

2.3 ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI

Penyakit GERD bersifat multifaktorial3,4. GERD dapat merupakan gangguan

fungsional (90%) dan gangguan struktural (10%). Gangguan fungsional lebih pada

disfungsi sfingter esofagus bawah (SEB) dan gangguan struktural pada kerusakan mukosa

esofagus. Esofagitis dapat terjadi sebagai akibat dari GERD apabila terjadi kontak yang

cukup lama dengan bahan yang refluksat dengan mukosa esofagus. Selain itu juga akibat

dari resistensi yang menurun pada jaringan mukosa esofagus walaupun kontak dengan

refluksat tidak terlalu lama3. Selain itu penurunan tekanan otot sfingter esofagus bawah

5

Page 6: Referat Gerd Ayu

oleh karena coklat, obat-obatan, kehamilan dan alkohol juga ditengarai sebagai penyebab

terjadinya refluks.1,3

Esofagus dan gaster terpisah oleh suatu zona tekanan tinggi yang dihasilkan oleh

kontraksi Sfingter esofagus bawah. Pada orang normal, pemisah ini akan dipertahankan,

kecuali pada saat terjadinya aliran antergrad (menelan) atau retrograd (muntah atau

sendawa) 3 .

Aliran balik gaster ke esofagus hanya terjadi bila terdapat hipotoni atau atoni

sfingter esofagus bawah2,3. Beberapa keadaan seperti obesitas dan pengosongan lambung

yang terlambat dapat menyebabkan hipotoni pada sfingter esofagus bawah. Tonus SEB

dikatakan rendah bila berada pada < 3 mmHg. Sedangkan pada orang normal 25-35

mmHg.3

Episode refluks bervariasi tergantung kandungan isinya, volume, lamanya, dan

hubungannya dengan makan. Pada proses terjadinya refluks, sfingter esofagus bawah

dalam keadaan relaksasi atau melemah oleh peningkatan tekanan intraabdominal atau

sebab lainnya sehingga terbentuk rongga diantara esofagus dan lambung. Isi lambung

mengalir atau terdorong kuat ke dalam esofagus. Jika isi lambung mencapai esofagus

bagian proksimal dan sfingter esofagus atas berkontraksi, maka isi lambung tersebut tetap

berada di esofagus dan peristaltik akan mengembalikannya ke dalam lambung. Jika

sfingter esofagus atas relaksasi sebagai respon terhadap distensi esofagus maka isi

lambung akan masuk ke faring, laring, mulut atau nasofaring3.

Refluks yang terjadi pada pasien penderita GERD melalui 3 mekanisme 1 :

1. Refluks spontan pada saat relaksasi SEB yang tidak adekuat,

2. Aliran retrograd yang mendahului kembalinya tonus SEB setelah menelan,

3. Meningkatnya tekanan intraabdomen.

Dengan begitu dapat diakatakan bahwa patogenesis terjadinya refluks menyangkut

keseimbangan antara faktor defensif dari esofagus dan faktor ofensif dari bahan refluksat 3.

Yang termasuk faktor defensif dari refluks adalah:

2.3.1 Pemisah antirefluks.

Pemeran terbesar pemisah antirefluks adalah tonus dari SEB. Meurunnya tonus

SEB dapat menyebabkan timbulnya refluks retrogard pada saat terjadi peningkatan

tekanan intraabdomen 3.

6

Page 7: Referat Gerd Ayu

Sebagian besar pasien GERD ternyata memiliki tonus SEB yang normal. Yang

dapat menurunkan tonus SEB antara lain 2,3,4,

1. Adanya hiatus hernia

2. Panjang SEB. Semakin pendek semakin rendah tonusnya.

3. Obat-obatan seperti antikolinergik, beta adrenergik, theofilin, opiat dan lain-lain.

4. Kehamilan. Karena terjadi peningkatan progesteron yang dapat menurunkan tonus

SEB

5. Makanan berlemak dan alkohol.

Dengan berkembangnya teknik pemeriksaan manometri, tampak bahwa pada kasus

GERD dengan tonus normal pada SEB lebih banyak disebabkan oleh terjadinya transient

LES relaxation (TLESR), yaitu relaksasi SEB yang bersifat spontan dan berlangsung

kurang lebih 5 detik tanpa didahului proses menelan. Belum jelas diketahui bagaimana

mekanisme terjadinya TLESR. Tetapi pada beberapa individu diketahui adanya kaitan

dengan keterlambatan pengosongan lambung dan dilatasi lambung 2,3,4.

Gambar 1. Hiatus Hernia

Peranan Hiatus hernia pada patogenesis GERD masih kontroversi, karena banyak

pasien GERD yang pada endoskopik didapatkan hiatus hernia tidak menampakan gejala

GERD yang signifikan. Hiatus hernia dapat memperpanjang waktu yang dibutuhkan untuk

bersihan asam dari esofagus serta menurunkan tonus SEB3.

2.3.2 Bersihan asam dari lumen esofagus

Faktor yang berperan pada bersihan asam dari esofagus adalah gravitasi, peristaltik,

eksresi air liur dan bikarbonat. Setelah terjadi refluks, sebagian besar bahan refluksat akan

kembali ke lambung dengan dorongan peristaltik yang dirangsang oleh proses menelan.

Sisanya akan dinetralisir oleh bikarbonat yang disekresi oleh kelenjar saliva dan kelenjar

esofagus 3 .

7

Page 8: Referat Gerd Ayu

Mekanisme bersihan asam ini sangat penting sebab, semakin lama waktu bersihan

maka semakin lama kontak mukosa lambung dengan refluksat, dan makin besar pula

kemungkinan terjadinya esofagitis. Pada sebagian pasien GERD memiliki waktu transit

refluksat yang normal, sehingga penyebab terjadinya refluks adalah peristaltik esofagus

yang minimal3.

Refluks pada malam hari lebih berpotensi meimbulkan kerusakan pada esofagus,

karena selama tidur sebagian besar mekanisme bersihan esofagus tidak aktif 3.

2.3.3 Ketahanan Epitelial Esofagus.

Berbeda dengan lambung dan duodenum, esofagus tidak memiliki lapisan mukus

untuk melindungi mukosa esofagus 3.

Mekanisme ketahanan epitelial esofagus terdiri dari3,4 :

1. Membran sel

2. Intraseluler junction yang membatasi difusi H+ ke jaringan esofagus.

3. Aliran darah esofagus yang menyuplai nutrisi, oksigen dan bikarbonat, serta

mengeluarkan ion H+ dan CO2

4. Sel-sel esofagus mempunyai kemampuan untuk mentransport ion H+ dan Cl-

intrasel dengan Na+ dan bikarbonat ekstrasel.

Nikotin dari rokok menyebabkan transport ion Na+ melalui epitel esofagus.

Sedangkan alkohol dan aspirin meningkatkan permeabilitas epitel terhadap ion H. Yang

dimaksud dengan faktor ofensif adalah potensi daya rusak refluksat. Kandungan lambung

yang juga ikut berpengaruh dalam kerusakan mukosa gaster (menambah daya rusak

refluksat) antar lain HCl, pepsin, garam empedu, enzim pankreas3.

Faktor ofensif dari bahan refluksat bergantung pada bahan yang dikandungnya.

Derajat kerusakan mukosa esofagus makin meningkat pada Ph < 2, atau adanya pepsin dan

garam empedu. Namun efek asam menjadi yang paling memiliki daya rusak tinggi3.

Faktor lain yang ikut berperan dalam timbulnya gejala GERD adalah kelainan

lambung yang meningkatkan terjadinya refluks fisiologis, antara lain : dialatasi lambung

atau obstruksi gastric outlet dan lambatnya pengosongan lambung. Sedangkan peranan

Helicobacter pylori dalam patogenesis GERD relatif kecil dan tidak banyak didukung oleh

data yang ada 3.

Lambatnya pengosongan lambung ditengarai juga menjadi penyebab GERD . Pada

kondisi pengosongan lambung yang lambat, maka isi dari lambungpun juga banyak. Hal

ini berakibat meningkatnya tekanan intragaster. Tekanan intragaster yang meningkat ini

8

Page 9: Referat Gerd Ayu

akan berlawanan dengan kerja dari SEB. Pada keadaan ini, biasanya SEB akan kalah oleh

tekanan intragaster dan terjadilah refluks5.

2.3.4 Peran Sfingter Esofagus Atas

Sfingter esofagus atas (SEA) merupakan pertahanan akhir untuk mencegah

refluksat masuk ke laringofaring. Tonus SEA yang meninggi sebagai reaksi terhadap

refluksat menimbulkan distensi pada esofagus. Relaksasi pada SEA menyebabkan

terjadinya pajanan asam ke faring atau laring.1,2

2.3.5 Patofisiologi Refluks Ekstraesofagus

Dua mekanisme dianggap sebagai penyebab Refluks ekstraesofagus. Mekanisme

tersebut antara lain.1

1. Kontak langsung refluksat (asam lambung dan pepsin) ke esofagus proximal dan

SEA yang berlanjut dengan kerusakan mukosa faring, laring dan paru.

2. Pajanan esofagus distal akan merangsang vagal refleks yang menyebabakan

spasme bronkus, batuk, sering meludah dan menyebabkan inflamasi pada faring

dan laring.

Sementara yang menjadi faktor ofensif adalah peningkatan asam lambung, dilatasi

lambung, beberapa kondisi patologis yang mengakibatkan berkurangnya kemampuan

pengosongan lambung seperti obstruksi gastric outlet dan delayed gastric emptying.2

2.4 MANIFESTASI KLINIS

2.4.1 Gejala Klasik

1. Heart burn

Heart burn merupakan gejala khas dari GERD yang paling sering dikeluhkan oleh

penderita 2,4. Heart burn adalah sensasi nyeri esofagus yang sifatnya panas membakar atau

mengiris dan umumnya timbul dibelakang bawah ujung sternum. Penjalarannya umunya

keatas hingga kerahang bawah dan ke epigastrium, punggung belakang bahkan kelengan

kiri yang menyerupai pada angina pektoris. Timbulnya keluhan ini akibat ransangan

kemoreseptor pada mukosa. Rasa terbakar tersebut disertai dengan sendawa, mulut terasa

masam dan pahit dan merasa cepat kenyang. Keluhan heart burn dapat diperburuk oleh

posisi membungkuk kedepan berbaring terlentang dan berbaring setelah makan. Keadaan

ini dapat ditanggulangi terutama dengan pemberian antasida. 3

9

Page 10: Referat Gerd Ayu

Gambar 2. Gejala Heartburn

2. Regurgitasi

Refluks yang sangat kuat dapat memunculkan regurgitasi yang berupa bahan yang

terkandung dari esofagus dan lambung yang sampai kerongga mulut. Bahan regurgitasi

yang terasa asam atau sengit dimulut merupakan gambaran sudah terjadinya GERD yang

berat dan dihubungkan dengan inkompetensi sfingter bagian atas dan LES. Regurgitasi

dapat mengakibatkan aspirasi laringeal, batuk yang terus-menerus, keadaan tercekik waktu

bangun dari tidur dan aspirasi pneumoni. Peningkatan tekanan intraabdomal yang timbul

karena posisi membungkuk, cekukan dan bergerak cepat dapat memprovokasi terjadinya

regurgitasi. 3

Regurgitasi yang berat dapat dihubungkan dengan gejala-gejala berupa serangan

tercekik, batuk kering, mengi, suara serak,mulut rasa bauk pada pagi hari, sesak nafas,

karies gigi dan aspirasi hidung. Beberapa pasien mengeluh sering terbangun dari tidur

karena rasa tercekik, batuk yang kuat tapi jarang menghasilkan sputum. 1,5

3. Disfagia

Disfagia (kesulitan dalam menelan) yaitu suatu gangguan transport aktip bahan yang

dimakan, merupakan keluhan utama yang dijumpai pada penyakit faring dan esofagus.

Disfagia dapat terjadi pada gangguan non esofagus yang merupakan akibat dari penyakit

otot dan neurologis. Disfagia esofagus mungkin dapat bersifat obstruktif atau motorik.

Obstruksi disebabkan oleh striktur esofagus, tumor intrinsik atau ekstrinsik esofagus yang

mengakibatkan penyempitan lumen. Penyebab gangguan motorik pada disfagia berupa

gangguan motilitas dari esofagus atau akibat disfungsi sfingter bagian atas dan bawah.

Gangguan motorik yang sering menimbulkan disfagia adalah akalasia, skleroderma dan

spasme esofagus yang difus. 2,5

2.4.2 Gejala Ekstraesofagus

10

Page 11: Referat Gerd Ayu

GERD juga dapat berakibat manifestasi klinis non esofagus yang atipik seperti

laringitis, suara serak, batuk karena aspirasi sampai timbul asma3. Manifestasi non

esofagus pada GERD dapat disimpulkan antara lain gangguan pada Paru (Astma,

pneumonia aspirasi), Suara (Laringitis), Telinga (Otitis media), Gigi (Enamel decay)5. Di

lain pihak, penyakit paru juga dapat memicu timbulnya GERD oleh karena

penatalaksanaan berupa obat yang dapat menurunkan tonus SEB. Misalnya theofilin.1,2

2.5 DIAGNOSIS BANDING 4,5

11

Refluks gastroesofageal

Ulkus Peptikum Penyakit Jantung

Durasi nyeri 10-60 menit Prolonged 2-10 menit

Kualitas nyeri Rasa terbakar Rasa terbakar Tertekan, terbakar

Lokasi nyeri Substernal, epigastrium

Substernal, epigastrium Retrosternal menjalar keleher, bahu, rahang

Fitur terkait Memburuk saat postrandial dan berbaring

Diringankan oleh makanan atau antasida

Diperberat oleh aktivitas, stress

Barium swallow Normal Tampak ulkus gaster atau duodenum

Normal

EGD Eritematous esofagus bag distal

Tampak ulkus gaster atau duodenum

Normal

EKG Normal Normal Peningkatan gelombang

Foto toraks Normal Normal Pembesaran jantung

ELISA IgM dan IgG dan H.pylori

Non reaktif Reaktif Non Reaktif

Monitor pH 24 jam <4 Normal (4-6) Normal

Tes Bernstein + - -

PPI + - -

Page 12: Referat Gerd Ayu

2.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Disamping anamnesis dan pemeriksaan fisik yang seksama, beberapa pemeriksaan

penunjang lainnya dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis GERD, yaitu :

2.6.1 Endoskopi saluran cerna bagian atas

Pemeriksaan ini merupakan standar baku untuk diagnosis GERD dengan

ditemukannya mucosal break di esofagus (esofagitis refluks). 2,3

Dengan endoskopik dapat dinilai perubahan makroskopik dari mukosa esofagus,

serta dapat menyingkirkan keadaan patologis lain yang dapat menimbulkan gejala GERD.

Jika tidak ditemukan muscosal break pada pasien GERD dengan gejala yang khas,

keadaan ini disebut non erosive reflux disease (NERD).5,6

Ditemukannya kelainan esofagitis pada pemeriksaan endoskopi yang dipastikan

dengan pemeriksaan histopatologi, dapat mengonfirmasi bahwa gejala heartburn atau

regurgutasi memang karena GERD.3,6

Pemeriksaan histopatologi juga dapat memastikan adanya Barrett’s esophagus,

displasia atau keganasan. Tidak ada bukti yang mendukung perlunya pemeriksaan

histopatologi/biopsi pada NERD.3,6

Ada beberapa klasifikasi kelainan esofagitis pada pemeriksaan endoskopi pasien

GERD, antara lain klasifikasi Los Angeles dan Savary-Miller.

Tabel 1. Klasifikasi Los Angeles3

Derajat kerusakan Endoskopi

A Erosi kecil pada mukosa esofagus dengan diameter <5 mm

B Erosi pada mukosa/lipatan mukosa dengan diameter >5mm tanpa saling berhubungan

C Lesi yang konfluen tetapi tidak mengenai atau mengelilingi seuruh lumen

D Lesi mukosa esofagus yang bersifat sirkumferensial/ mengelilingi seluruh lumen esofagus.

Tabel 2. Klasifikasi Savary-Miller3

Grade Deskripsi Endoskopi

I Erosi sebagian dari satu lipatan mukosa esofagus

II Erosi sebagian dari beberapa lipatan mukosa esofagus.

12

Page 13: Referat Gerd Ayu

Erosi dapat bergabung

III Erosi meluas pada sirkumferesnsia esofageal

IV Ulkus, striktura dan pemendekan esofagus

V Barrett’s ephitelium

2.6.2 Radiografi Barium

Pemeriksaan radiologi esofagus dengan menggunakan barium sulfat dalam cairan

atau suspensi yang ditelan. Mekanisme menelan dapat secara langsung dilihat dengan

flouroskopi atau gambaran radiogram dengan menggunakan teknik sinematografi. Hasil

pemeriksaan barium umumnya normal pada refluks esofagitis tanpa komplikasi.

Pemeriksaan foto barium lebih dianjurkan bila dicurigai adanya striktur esofagus. Peran

utama pemeriksaan barium yaitu untuk menilai mekanisme antirefluks yang kurang baik,

dengan cara mengobservasi refluks gastresofageal dan melihat perubahan morfologi

refluks esofagitis.2,3

2.6.3 Pemantauan pH 24 jam.

Episode refluks gastroesofageal menimbulkan asidifikasi bagian distal esofagus.

Episode ini dapat dimonitor dan direkam dengan menempatkan mikroelektroda pH pada

bagian distal esofagus. Pengukuran pH pada esofagus distal dapat memastika ada tidaknya

refluks gastroesofageal. pH dibawah 4 pada jarak 5 cm diatas SEB dianggap diagnostik

untuk refluks gastroesofageal2,3

2.6.4 Pemeriksaan Bernstein

Tes ini ini mengukur sensitivitas mukosa dengan memasang selang transnasal dan

melakukan perfusi bagian distal esofagus dengan HCl 0,1 M dalam waktu kurang dari satu

jam. Tes ini bersifat pelengkap dari pemantauan ph 24 jam pada pasien dengan gejala yang

tidak khas. Tes ini dianggap positif bila larutan ini menimbulkan rasa nyeri dada pada

pasien, sedangkan larutan NaCl tidak menimbulkan nyeri. Hasil negatif tidak menutup

kemungkinan adanya gangguan pada esofagus3.

2.6.5 Pemeriksaan Manometri

Manometrik esofagus merupakan pemeriksaan untuk menilai fungsi motor atau

adanya gangguan motilitas esofagus terutama LES, mengevaluasi sumber gejala refluks

13

Page 14: Referat Gerd Ayu

dan digunakan terutama pada pasien dalam perencanaan terapi pembedahan antirefluks.

Penilaian motilitas esofagus sangat membantu dalam mendiagnosa akalasia, spasme

esofagus yang difus, skleroderma dan gangguan motor yang lain dari esofagus.

Pemeriksaan manometrik memberikan informasi secara kuantitatif yang tidak akan

didapatkan dengan pemeriksaan endoskopi dan barium radiografi. 2,3

2.6.6 Scintigrafi Gastroesofageal

Pemeriksaan ini bertujuan untuk menilai pengosongan esofagus dengan

menggunakan cairan atau makanan yang dilabel dengan radioisotop (biasanya technetium)

dan bersifat non invasif. Selanjutnya sebuah penghitung gamma eksternal akan memonitor

transit dari cairan atau makanan yang dilabel tersebut. Sensitivitas dan spesifisitas tes ini

masih diragukan.2,3

2.6.7 Tes supresi asam

Pada dasarnya tes ini merupakan terapi empiris untuk menilai gejala dari GERD.

Dengan memberikan PPI dosis tinggi selama 1-2 minggu sambil melihat respon yang

terjadi. Tes ini terutama dilakukan jika modalitas lainya seperti endoskopi dan ph metri

tidak tersedia. Tes ini dianggap positif jika terdapat perbaikan dari 50-75% gejala yang

terjadi. Dewasa ini tes ini merupakan salah satu langkah yang dianjurkan dalam algoritme

tatalaksana GERD Pada pelayanan kesehatan lini pertama pada pasien yang tidak memiliki

alarm symptom (BB turun, anemia, hematemesis, melena, disfagia, odinofagia, riwayat

keluarga dengan keganasan esofagus atau lambung dan umur diatas 40 tahun.3

2.6.8 Diagnosis Refluks Ekstraesofagus

Diagnosis REE dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis terarah mengenai riwayat

penyakit GERD, pemeriksaan fisik, pemeriksaan hipofaring, laring dan tes diagnosis.

Memonitor ph 24 jam dengan double/trople probe pada esofagus bagian atas (minimal 1

probe). Pemeriksaan laringoskopi fleksible fiberoptik, videolaringoskopi, video

stroboskopi dan laringoskopi kaku merupakan pemeriksaan yang sensitif terhadap refluks

ekstraesofagus.5

2.7 PENATALAKSANAAN

Walau keadaan ini jarang menyebabkan kematian, mengingat kemungkinan

timbulnya komplikasi jangka panjang berupa ulserasi, striktur esofagus ataupun esofagus

Barett’s yang merupakan keadaan premalignan, maka seyogyanya penyakit ini mendapat

penatalaksaan yang adekuat. Pada prinsipnya terapi GERD ini dibagi beberapa tahap, yaitu

14

Page 15: Referat Gerd Ayu

terapi modifikasi gaya hidup, terapi medikamentosa dan terapi pembedahan serta akhir-

akhir ini mulai dipekenalkan terapi endoskopik 2,3,5

Target penatalaksanaan GERD ini antara lain, menyembuhkan lesi esofagus,

menghilangkan gejala, mencegah kekambuhan, memperbaiki kualitas hidup, dan

mencegah timbulnya komplikasi 3,5.

2.7.1 Modifikasi gaya hidup

Modifikasi gaya hidup merupakan salah satu penatalaksanaan GERD,namun

demikian bukan merupakan pengobatan primer3. Usaha ini bertujuan untuk mengurangi

refluks serta mencegah kekambuhan3,5.

Hal yang perlu dilakukann dalam modifikasi gaya hidup antara lain2,3,5 :

1. Meninggikan posisi kepala pada saat tidur dan menghindari makan sebelum tidur,

dengan tujuan meningkatkan bersihan asam lambung selama tidur serta mencegah

refluks asam lambung ke esofagus.

2. Berhenti merokok dan mengonsumsi alkohol karena berpengaruh pada tonus SEB.

3. Mengurangi konsumsi lemak dan mengurangi jumlah makanan yang di makan

karena dapat menimbulkan distensi lambung.

4. Menurunkan berat badan dan menghindari memakai pakaian ketat untuk

mengurangi tekanan intrabdomen.

5. Menghindari makanan dan minuman seperti coklat, tehm kopi dan minuman soda

karena dapat merangsang aam lambung.

6. Jika memugkinkan, hindari pemakaian obat yang dapat meningkatkan menurunkan

tonus SEB, antara lain antikolinergik, tefilin, diazepam, antagonis kalsium,

progesteron.

Modifikasi gaya hidup merupakan penatalaksanaan lini pertama bagi wanita hamil

dengan GERD5.

2.7.2 Terapi Medikamentosa

Terdapat dua alur penatalaksanaan GERD, yaitu step up dan step down. Pada

pendekatan step up pengobatan dimulai dengan obat yang kurang kuat dalam menekan

sekresi asam (antagonis reseptor H2) atau golongan prokinetik. Bila gagal baru diberikan

15

Page 16: Referat Gerd Ayu

yang lebih kuat menekan sekresi asam dengan masa terapi lebih lama yaitu penghambat

pompa proton. Sedangkan untuk pendekatan step down diberikan tatalaksana berupa PPI

terlebih dahulu, setelah terjadi perbaikan,baru diberi obat dengan kerja yang kurang kuat

dalam menekan sekresi asam lambung, yaitu antagonis H2 atau prokinetik atau bahkan

antasid.2,7

1. Antasid

Pengobatan ini digunakan untuk gejala ringan GERD sejak tahun 1971, dan masih

dinilai efektif hingga sekarang dan tidak menimbulkan esofagitis. Selain sebagai penekan

asam lambung, obat ini dapat memperkuat tekanan SEB3,4.

Kelemahan obat golongan ini adalah. Rasanya kurang enak. Dapat menimbulkan

diare terutama yang mengandung magnesium serta konstipasi terutama antasid yang

mengandung aluminium. 3,7

2. Antagonis Reseptor H2

Obat ini dilaporkan berhasil pada 50% kasus GERD . Yang termasuk obat

golongan ini adalah ranitidin, simetidin, famotidin dan nizatidin. Sebagai penekan sekresi

asam, golongan obat ini efektif dalam pengobatan penyakit refluks gastroesofageal jika

diberikan dosis 2 kali lebih tinggi dan dosis untuk terapi ulkus2,3. Pengguanaan obat ini

dinilai efektif bagi keadaan yang berat, misalnya dengan barrett’s esophagus5.

Golongan obat ini hanya efektif pada pengobatan esofagitis derajat ringan sampai

sedang serta tanpa komplikasi. Dosis rantidin 4x150 mg7

3. Obat prokinetik

Secara teoritis, obat ini dianggap paling sesuai untuk pengobatan GERD karena

penyakit ini dianggap lebih condong kearah gangguan motilitas. Namun praktiknya,

pengobatan GERD sangat bergantung pada penekanan sekresi asam. Obat ini berfungsi

untuk memperkuat tonus SEB dan mempercepat pengosongan gaster 4.

a. Metoklopramid3,7

- Efektifitasnya rendah dalam mengurangi gejala, serta tidak berperan dalam

penyembuhan lesi di esofagus kecuali dikombinasikan dengan antagonis

reseptor H2 atau PPI.

- Karena melalui sawar darah otak, maka dapat tumbuh efek terhadap saraf

pusat berupa mengantuk, pusing, agitasi, tremor, dan diskinesia

- Dosis 3x10 mg sebelum makan dan sebelum tidur2.

16

Page 17: Referat Gerd Ayu

b. Domperidon3,7

- Obat ini antagonis reseptor dopamin (sama dengan metoklopramid) hanya

saja obat ini tidak melewati sawar darah otak, sehingga efek sampingnya

lebih jarang.

- Walaupun efektifitasnya belum banyak dilaporkan, namun obat ini

diketahui dapat menigkatkan tonus SEB dan percepat pengosongan

lambung.

- Dosis 3x10-20 mg sehari

c. Cisapride3,7

- Obat ini merupakan suatu antagonis reseptor 5HT4, obat ini dapat

memperkuat tonus SEB dan mempercepat pengosongan lambung.

- Efektivitasnya dalam menghilangkan gejala serta penyembuhan lesi lebih

bagus dari domperidon.

- Dosis 3x10 mg

4. Sukralfat (Aluminium hidroksida + sukrosa oktasulfat)

Obat ini tidak memiliki efek langsung terhadapa asam lambung, melainkan berefek

pada meningkatkan pertahanan mukosa esofagus, sebagai buffer terhadap HCl di esofagus

serta dapat mengikat pepsin dan garam empedu. Golongan obat ini cukup aman karen

bersifat topikal. Dosis 4x1 gram.2,3,7

5. Penghambat Pompa Proton (Proton pump inhibitor/PPI)

Merupakan obat terkuat dalam penatalaksanaan GERD, sehingga dijadikan drug of

choice3,4,5. Golongan ini bekerja langsung pada pompa proton sel parietal dengan

memperngaruhi enzim H, K ATP-ase yang dianggap sebagai tahap akhir proses

pembentukan asam lambung. Pengobatan ini sangat efektif dalam menghilangkan keluhan

serta penyembuhan lesi esofagus, bahkan pada esofagitis erosiva derajat berat yang

refrakter dengan antagonis reseptor H2.

Dosis untuk GERD adalah dosis penuh, yaitu :

- Omeprazole : 2x20 mg

- Lansoprazole: 2x30 mg

- Pantoprazole: 2x40 mg

- Rabeprazole : 2x10 mg

- Esomeprazole: 2x40 mg

17

Page 18: Referat Gerd Ayu

Umumnya pengobatan diberikan selama 6-8 minggu (terapi inisial) berikutnya

dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan selama 4 bulan, tergantung esofagitisnya.

Efektivitas obat ini semakin bertambah jika dikombinasi golongan prokinetik.7

Skema 1. Algoritma tatalaksana GERD pada pelayanan kesehatan lini pertama.5

18

Page 19: Referat Gerd Ayu

Skema 2. Algoritma tatalaksana GERD pada pusat pelayanan yang memiliki fasilitas diagnostik memadai.5

2.7.3 Terapi Bedah

Beberapa keadaan dapat menyebabkan terjadinya kegagalan terapi medikamentosa

pada pasien GERD, antara lain : Diagnosa yang tidak benar, pasien GERD sering disertai

gejala lain seperti rasa kembung, cepet kenyang dan mual-mual yang lebih lama

menyembuhkan esofagitisnya. Pada kasus Barrett’s esofagus kadang tidak memberikan

respon terhadap terapi PPI, begitu pula dengan adenokarsinoma dan bila terjadi striktura.

Pada disfungsi SEB juga memiliki hasil yang tidak memuaskan dengan PPI3.

Terapi bedah merupakan terapi alternatif yang penting jika terapi modifikasi gaya

hidup dan medikmentosa tidak berhasil. Umumnya pembedahan yang dilakukan adalah

fundoplikasi2,6.

1. Fundoplikasi Nissen 4,6

Fundoplikasi Nissen adalah suatu tindakan bedah untuk tatalaksana penyakit

GERD bila tatalaksana Modifikasi gaya hidup dan medikamentosa tidak berhasil. Pada

Hiatus hernia, Fundoplikasi Nissen justru menjadi terapi lini pertama. Teknik operasi ini

dilakukan dengan laparoskopi. Tujuan dari teknik ini adalah memperkuat esofagus bagian

bawah untuk mencegah terjadinya refluks dengan cara membungkus bagian bawah

esofagus dengan bagian lambung atas.

Gambar 2. Nissen Fundoplication

Indikasi Fundoplikasi

a. Kasus resisten dan kasus refluks esofagitis dengan komplikasi yang tidak

sepenuhnya responsif terhadap terapi medis atau pada pasien dengan terapi medis

jangka panjang yang tidak menguntungkan.

19

Page 20: Referat Gerd Ayu

b. Pasien dengan gejala yang tidak sepenuhnya tekontrol oleh terapi PPI, Pada pasien

ini dipertimbangkan untuk dilakukan pembedahan. Pada pasien dengan penyakit

yang tekontrol dengan baik juga dapat dilakukan pertimbangan pembedahan.

c. Terjadinya esofagus barrret adalah indikasi untuk pembedahan. Asam lambung

meningkatkan terjadinya barrett esofagus berkembang kearah keganasan, tetapi

kebanyakan ahli menyarankan tindakan mensupresi asam lambung secara lengkap

untuk pencegahan pada pasien yang terbukti secara histologis menderita esofagus

barret.

2. Terapi Endoskopi

Walaupun laporannya masih terbatas serta masih dalam penelitian, akhir-akhir ini

mulai dikembangkan pilihan terapi endoskopi pada pasien GERD, yaitu penggunaan

energi radiofrekuensi, plikasi gastrik endoluminal, implantasi endoskopik dengan

menyuntikan zat implan di bawah mukosa esofagus bagian distal sehingga lumennya

menjadi lebih kecil3.

Endoskopi bukan merupakan pemeriksaan rutin sebagai pemeriksaan awal pasien

suspek GERD dengan manifestasi otolaringologi dan bukan prasyarat untuk terapi medik.6

2.8. KOMPLIKASI

Dengan penanganan yang tidak adekuat, beberapa komplikasi dapat terjadi pada

GERD. Komplikasi yang kerap terjadi pada GERD antara lain Esofagitis, Striktura

esofagus dan esofagus Barret 1,2,3.

2.8.1 Esofagitis

Merupakan peradangan pada mukosa esofagus, ini terdapat pada lebih dari 50%

pasien GERD. Dapat menyebabkan ulkus pada daerah perbatasan antara lambung dan

esofagus2.

2.8.2 Striktura Esofagus

Suatu penyempitan lumen oleh karena inflamasi yang timbul akibat refluks2. Hal

ini ditimbulkan karena terbentuk jaringan parut pada gastroesophageal junction. Striktur

timbul pada 10-15% pasien esofagitis yang bermanifestasi sulit menelan atau disfagia pada

makanan padat. Seringkali keluhan heartburn berkurang oleh karena striktura berperan

sebagai barier refluks. Biasanya striktur terjadi dengan diameter kurang dari 13 mm.

Komplikasi ini dapat diatasi dengan dilakukan dilatasi bougie, bila gagal dapat dilakukan

operasi 3.

20

Page 21: Referat Gerd Ayu

2.8.3 Barrett’s Esophagus

Pada keadaan ini terjadi perubahan dimana epitel skuamosa berganti menjadi epitel

kolumnar metaplastik 2. Keadaan ini merupakan prekursor Adenokarsinoma esofagus4.

Esofagus Barrett ini terjadi pada 10% pasien GERD dan adenokarsinoma timbul pada 10%

pasien dengan esofagus Barrett.

Gejala dari kelainan ini adalah gejala dari GERD yaitu heartburn dan regurgutasi.

Pada 1/3 kasus, gejala GERD tidak tampak atau minimal, hal ini diduga karena sensitivitas

epitel Barrett terhadap asam yang menurun.

Pada endoskopi kelainan ini dapat dikenal dengan mudah dengan tampaknya

segmen yang panjang dari epitel kolumnar yang berwarna kemerahan meluas ke proksimal

melampaui “gastroesophageal junction” dan tampak kontras sekali dengan epitel

skuamosa yang pucat dan mengkilat dari esofagus. Penyakit ini dapat ditatalaksana dengan

medikamentosa3.

2.8.4 Komplikasi lain

Asma gaster merupakan salah satu komplikasi GERD pada paru. Selain pada paru,

kelainan laringofaring juga dapat terjadi, seperti laringitis posterior, globus faringeus,

stenosis laring atau trakea, spasme laring dan nyeri tenggorok. Komplikasi ekstra esofagus

lainnya adalah sinusitis, otalgia dan erosi dental.1

2.9 PROGNOSIS

Sebagian besar pasien dengan GERD akan mebaik dengan pengobatan, walaupun

relaps mungkin akan muncul setelah terapi dan memerlukan terapi medis yang lebih lama.4

Apabila kasus GERD ini disertai komplikasi (seperti striktur, aspirasi, penyakit

saluran nafas, Barrett esophagus), biasanya memerlukan terapi pembedahan. Prognosis

untuk pembedahan biasanya baik. Meskipun begitu, mortaliti dan morbiditi adalah tinggi

pada pasien pembedahan dengan masalah medis yang kompleks.4

.

2.10

21

Page 22: Referat Gerd Ayu

BAB III

KESIMPULAN

1. GERD merupakan suatu keadaan dimana terjadinya refluk isi lambung ke esofagus

dengan akibat menimbulkan gejala klinis

2. Gejala yang sering ditemukan pada GERD adalah rasa nyeri dada retrosternal atau

rasa panas (heartburn) di dada, regurgutasi, disfagia, mual bahkan sampai suara

serak karena mengiritasi laring, menyebabkan laringitis.

3. Prosedur diagnostik yang membantu untuk menegakkan diagnosis GERD yaitu

pemantauan pH esofagus 24jam, pemeriksaan radiografi barium, endoskopi, biopsy

dan tes perfusi asam

4. Diagnosis GERD ditetapkan berdasarkan gejala klinis yang khas berupa heart burn

dan disertai pemeriksaan penunjang dijumpai gambaran refluks cairan lambung,

peradangan mukosa esofagus dan esofagus dalam keadaan asam

5. Penatalaksanaan GERD yaitu modifikasi gaya hidup, medikamentosa dan terapi

bedah. Pada sebagian besar kasus GERD pasien sembuh dengan terapi

medikamentosa.

6. Komplikasi yang ditimbulkan oleh GERD berupa perdarahan esofagus hingga

adenokarsinoma harus diwaspadai sedini mungkin.

22

Page 23: Referat Gerd Ayu

DAFTAR PUSTAKA

1. Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. EGC. : Jakarta2. Patti, Marco G. 2010. Gastroesophageal reflux disease: From pathophysiology to

treatment. World J Gastroenterol 2010 August 14; 16(30): 3745-3749.3. Sudoyo A, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam Jilid 1, Edisi keempat. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 20074. Syam AF, Aulia C, Renaldi K, Simadibrata M, Abdullah M, Tedjasaputra.2013.

Revisi konsensus nasional penatalaksanaan penyakit refluks gastroesofageal (Gastro-esophageal Reflux Disease/ GERD) di Indonesia 2013. Perkumpulan Gastroenterologi Indonesia.

5. Ndraha, Suzanna. 2014. Penyakit Refluks Gastroesofageal. Vol. 27, No. 1 April 2014

6. Sjamsuhidajat & Wim de Jong. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC : Jakarta7. Departemen Farmakologi dan Terapi FKUI. 2007. Farmakologi dan Terapi. Ed. 5.

Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

23