gerd, faringitis, tonsilitis

31
GERD DEFINISI Penyakit refluks gastroesofageal (Gastroesofageal refluks disease / GERD ) adalah suatu keadaan patologis sebagai akibat refluks kandungan lambung ke dalam esofagus, dengan berbagai gejala yang timbul akibat keterlibatan esofagus, faring, laring dan saluran nafas 1 Refluks gastroesofageal adalah fenomena biasa yang dapat timbul pada setiap orang sewaktu-waktu, pada orang normal refluks ini terjadi pada posisi tegak sewaktu habis makan, karena sikap posisi tegak tadi dibantu oleh adanya kontraksi peristaltik primer, isi lambung yang mengalir ke esofagus segera kembali ke lambung, refluks sejenak ini tidak merusak mukosa esofagus dan tidak menimbulkan keluhan. Keadaan ini dikatakan patologis bila refluks terjadi berulang-ulang dan dalam waktu yang lama. GERD terdiri dari dua tipe, yakni : NERD ( Non-erosive Reflux disease ) dan ERD ( Erosive Reflux Disease ) 6 ETIOLOGI Refluks gastroesofageal terjadi sebagai konsekuensi berbagai kelainan fisiologi dan anatomi yang berperan dalam mekanisme antirefluks di lambung dan esofagus. Mekanisme patofisiologis meliputi relaksasi transien dan tonus Lower Esophageal Sphincter (LES) yang menurun, gangguan clearance esofagus, resistensi mukosa yang menurun dan jenis reluksat

Upload: ayu-rindwitia-indah-peanasari

Post on 26-Dec-2015

79 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

sdfghjkl

TRANSCRIPT

GERD

DEFINISI

Penyakit refluks gastroesofageal (Gastroesofageal refluks disease / GERD ) adalah

suatu keadaan patologis sebagai akibat refluks kandungan lambung ke dalam esofagus,

dengan berbagai gejala yang timbul akibat keterlibatan esofagus, faring, laring dan saluran

nafas1

Refluks gastroesofageal adalah fenomena biasa yang dapat timbul pada setiap orang

sewaktu-waktu, pada orang normal refluks ini terjadi pada posisi tegak sewaktu habis makan,

karena sikap posisi tegak tadi dibantu oleh adanya kontraksi peristaltik primer, isi lambung

yang mengalir ke esofagus segera kembali ke lambung, refluks sejenak ini tidak merusak

mukosa esofagus dan tidak menimbulkan keluhan. Keadaan ini dikatakan patologis bila

refluks terjadi berulang-ulang dan dalam waktu yang lama.

GERD terdiri dari dua tipe, yakni : NERD ( Non-erosive Reflux disease ) dan ERD

( Erosive Reflux Disease )6

ETIOLOGI

Refluks gastroesofageal terjadi sebagai konsekuensi berbagai kelainan fisiologi dan

anatomi yang berperan dalam mekanisme antirefluks di lambung dan esofagus. Mekanisme

patofisiologis meliputi relaksasi transien dan tonus Lower Esophageal Sphincter (LES) yang

menurun, gangguan clearance esofagus, resistensi mukosa yang menurun dan jenis reluksat

dari lambung dan duodenum, baik asam lambung maupun bahan-bahan agresif lain seperti

pepsin, tripsin, dan cairan empedu serta faktor-faktor pengosongan lambung. Asam lambung

merupakan salah satu faktor utama etiologi penyakit refluks esofageal, kontak asam lambung

yang lama dapat mengakibatkan kematian sel, nekrosis, dan kerusakan mukosa pada pasien

GERD.

Ada 4 faktor penting yang memegang peran untuk terjadinya GERD 5:

1. Rintangan Anti-refluks (Anti Refluks Barrier)

Kontraksi tonus Lower Esofageal Sphincter (LES) memegang peranan penting

untuk mencegah terjadinya GERD, tekanan LES < 6 mmHg hampir selalu disertai

GERD yang cukup berarti, namun refluks bisa saja terjadi pada tekanan LES yang

normal, ini dinamakan inappropriate atau transient sphincter relaxation, yaitu

pengendoran sfingter yang terjadi di luar proses menelan. Akhir-akhir ini

dikemukakan bahwa radang kardia oleh infeksi kuman Helicobacter pylori

mempengaruhi faal LES denagn akibat memperberat keadaan.Faktor hormonal,

makanan berlemak, juga menyebabkan turunnya tonus LES.5

2. Mekanisme pembersihan esofagus

Pada keadaan normal bersih diri esofagus terdiri dari 4 macam mekanisme,

yaitu gaya gravitasi, peristaltik, salivasi dan pembentukan bikarbonat intrinsik oleh

esofagus. Proses membersihkan esofagus dari asam (esophageal acid clearance) ini

sesungguhnya berlangsung dalam 2 tahap. Mula-mula peristaltik esofagus primer

yang timbul pada waktu menelan dengan cepat mengosongkan isi esofagus, kemudian

air liur yang alkalis dan dibentuk sebanyak 0,5 mL/menit serta bikarbonat yang

dibentuk oleh mukosa esofagus sendiri, menetralisasi asam yang masih tersisa.

Sebagian besar asam yang masuk esofagus akan turun kembali ke lambung oleh

karena gaya gravitasi dan peristaltik. Refluks yang terjadi pada malam hari waktu

tidur paling merugikan oleh karena dalam posisi tidur gaya gravitasi tidak membantu,

salivasi dan proses menelan boleh dikatakan terhenti dan oleh karena itu peristaltik

primer dan saliva tidak berfungsi untuk proses pembersihan asam di esofagus.

Selanjutnya kehadiran hernia hiatal juga menggangu proses pembersihan tersebut.5

3. Daya perusak bahan refluks

Asam pepsin dan mungkin juga empedu yang ada dalam cairan refluks

mempunyai daya perusak terhadap mukosa esofagus. Beberapa jenis makanan tertentu

seperti air jeruk nipis, tomat dan kopi menambah keluhan pada pasien GERD.5

4. Isi lambung dan pengosongannya

Reluks gastroesofagus lebih sering terjadi sewaktu habis makan dari pada

keadaan puasa, oleh karena isi lambung merupakan faktor penentu terjadinya refluks.

Lebih banyak isi lambung lebih sering terjadi refluks. Selanjutnya pengosongan

lambung yang lamban akan menambah kemungkinan refluks tadi.5

Penyakit refluks gastroesofageal bersifat multifaktorial. Esofagitis dapat

terjadi sebagai akibat dari refluks gastroesofageal apabila1:

1. Terjadi kontak dalam waktu yang cukup lama antara bahan refluksat dengan

mukosa esofagus

2. Terjadi penurunan resistensi jaringan mukosa esofagus, walaupun waktu kontak

antara bahan refluksat dengan esofagus tidak lama.

PATOGENESIS

Esofagus dan Gaster dipisahkan oleh suatu zona tekanan tinggi (high pressure zone)

yang dihasilkan oleh kontraksi Lower esophageal sphincter. Pada individu normal, pemisah

ini akan dipertahankan kecuali pada saat terjadinya aliran antegrad yang terjadi pada saat

menelan, atau aliran retrogard yang terjadi pada saat sendawa atau muntah. Aliran balik dari

gaster ke esophagus melalui LES hanya terjadi apabila tonus LES tidak ada atau sangat

rendah (<3 mmHg)1

Refluks gastroesofageal pada pasien GERD terjadi melalui 3 mekanisme:1

1. Refluks spontan pada saat relaksasi LES (Lower esophageal sphincter) yang

tidak adekuat

2. Aliran retrograde yang mendahului kembalinya tonus LES setelah menelan

3. Meningkatnya tekanan intra abdomen

Terjadinya aliran balik/ refluks pada penyakit GERD diakibatkan oleh gangguan

motilitas / pergerakan esofagus bagian ujung bawah . Pada bagian ujung ini terdapat otot

pengatur ( sfingter ) disebut LES , yang fungsinya mengatur arah aliran pergerakan isi saluran

cerna dalam satu arah dari atas kebawah menuju usus besar. Pada GERD akan terjadi

relaksasi spontan otot tersebut atau penurunan kekuatan otot tersebut, sehingga dapat terjadi

arus balik atau refluks cairan/ asam lambung, dari bawah keatas ataupun sebaliknya.5

Gambar 3 : Patogenesis Terjadinya GERD

Faktor – faktor yang mempengaruhi LES 5 :

Menaikkan tekanan Menurunkan tekanan

Hormon Gastrin

Motilin

Substance P

Secretin

Colesistokinin

Somastotatin

Glukagon

Polipeptida

Progesteron

Makanan Protein Lemak

Coklat

Pepermint

Lain-lain Histamin

Antasida

Meticlopramid

Domperidone

Cisapride

Kafein

Rokok

Kehamilan

Prostaglandin

Morpin

MANIFESTASI KLINIS

Gejala klinik yang khas dari GERD adalah nyeri / rasa tidak enak di epigastrium atau

retrosternal bagian bawah, rasa nyeri biasanya dideskripsikan sebagai rasa terbakar (heart

burn ), bercampur dengan gejala disfagia, mual atau regurgitasi dan rasa pahit di lidah, gejala

ini dapat lebih buruk pada malam hari.1

Heart burn kadang-kadang dijumpai pada orang sehat, namun bila terjadi berulang-

ulang, hal ini mempunyai nilai ramal diagnostik 60%. Yang dimaksud dengan heart burn

adalah rasa panas/ membakar yang dirasakan di daerah epigastrium dan bergerak naik ke

daerah retrosternal sampai ke tenggorok. Keluhan ini terutama timbul malam hari pada waktu

berbaring atau setelah makan. Keluhan bertambah pada waktu membungkuk, atau setelah

minum minuman beralkohol, sari buah, kopi, minuman panas atau dingin. Sebaliknya

antasida dapat mengurangi rasa sakit tadi.

Rasa tidak enak pada retrosternal ini mirip dengan keluhan pada serangan angina

pektoris. Disfagia yang timbul saat makan makanan padat mungkin terjadi karena striktur

atau keganasan yang berkembang dari Barrett’s esophagus . Odinofagia (rasa sakit saat

menelan makanan) bisa timbul jika sudah terjadi ulserasi esofagus yang berat.

GERD dapat juga menimbulkan manifestasi gejala ekstra esofageal yang atipik dan

sangat bervariasi mulai dari nyeri dada non-kardiak ( Non Cardiac Chestpain) , suara serak

( hoarseness ) , mulut terasa asam , laringitis, batuk karena aspirasi sampai timbulnya

bronkiektasis atau asma. Gejala GERD biasanya berjalan perlahan-lahan, sangat jarang terjadi

episode akut atau keadaan yang bersifat mengancam nyawa

DIAGNOSIS

Disamping anamnesis dan pemeriksaan fisik, beberapa pemeriksaan penunjang dapat

dilakukan untuk menegakkan diagnosis GERD, yaitu :

Endoskopi saluran cerna bagian atas

Merupakan standart baku untuk diagnosis GERD dengan ditemukannya mucosal

break di esofagus, jika tidak ditemukan keadaan ini disebut sebagai non erosive

refluks disease (NERD). Pada kebanyakan kasus hasil pemeriksaan ini normal, atau

bisa tampak esofagitis / eppitellium barret, yang merupakan suatu keadaan praganas

dan predisposisi adenokarsinoma di sepertiga bawah esofagus. Biopsi diperlukan

untuk memastikan diagnosis, menyingkirkan etiologi radang lainnya seperti

kandidiasis atau virus (herper simpleks, Cytomegalo virus), selanjutnya endoskopi

menetapkan tempat asal perdarahan, striktur dan berguna pula untuk pengobatan

(dilatasi endoskopik)1

Tabel 1. Klasifikasi Los Angeles1

Derajat Kerusakan Gambaran Endoskopi

A Erosi kecil-kecil pada mukosa esofagus dengan diameter < 5 mm

B Erosi pada mukosa/lipatan mukosa dengan diameter > 5 mm tanpa saling berhubungan

C Lesi yang konfluen tetapi tidak mengenai/mengelilingi seluruh lumen

D Lesi mukosa esofagus yang bersifat sirkumferensial (mengelilingi seluruh lumen esofagus)

Pemeriksaan radiologi

Pada pemeriksaan ini diberikan kontras barium, diamati secara fluoroskopi jalannya

barium dalam esofagus, peristaltik terutama bagian distal, bila ditemukan refluks

barium dari lambung kembali ke esofagus maka hal itu dinyatakan sebagai GERD.

Sering tidak menunjukkan kelainan pada kasus esofagitis ringan. Namun pada

keadaan tertentu pemeriksaan ini mempunyai nilai lebih dari endoskopi, yaitu pada :

1. Stenosis esofagus derajat ringan akibat esofagitis peptik dengan gejala disfagia

2. Hiatus hernia1

Pemantauan PH 24 jam

Pengukuran PH pada esofagus bagian distal dapat memastikan ada tidaknya refluks

gastroesofageal. PH dibawah 4 pada jarak 5 cm di atas LES dianggap diagnostik

untuk refluks gastroesofageal. 1

Tes Provokatif

- Tes Bernstein

Tes ini mengukur sensitivitas mukosa dengan memasang selang transanal dan

melakukan perfusi bagian distal esofagus dengan HCL 0,1 M dalam waktu kurang

dari 1 jam. Bila larutan ini menimbulkan nyeri dada seperti yang biasa dialami pasien,

sedangkan larutan NaCl tidak menimbulkan rasa nyeri, maka test ini dianggap positif 1

- Tes farmakologik/edrofonium

Menggunakan obat edrophorium yang disuntikkan IV untuk menentukan adanya

komponen nyeri motorik yang dapat dilihat dari rekaman gerak peristaltik esofagus

secara manometri untuk memastikan nyeri dada berasal dari esofagus.1

Manometri esofagus

Tes ini akan memberi manfaat yang berarti jika pada pasien-pasien dengan gejala

nyeri epigastrium dan regurgitasi yang nyata.1

Sintigrafi Gastroesofageal

Tes ini menggunakan cairan atau campuran makanan cair dan padat yang di label

dengan radio isitop yang tidak diabsorbsi, biasanya technetium . Sensitivitas dan

spesifitas tes ini masih diragukan.1

PENATALAKSANAAN

Pada prinsipnya, penatalaksanaan GERD terdiri dari modifikasi gaya hidup, terapi

medikamentosa, terapi bedah serta akhir-akhir ini mulai dilakukan terapi endoskopik.

Tujuan terapi GERD adalah menghilangkan gejala, menyembuhkan esofagitis (jika

terjadi) dan untuk mencegah terjadinya komplikasi.1

Sasaran terapinya adalah asam lambung, lapisan mukosa lambung. Strategi terapinya

dengan menurunkan sekresi asam di lambung, mengurangi keasaman pada lambung, melapisi

mukosa lambung, menaikkan pH dan mengurangi terjadinya reflux, mempercepat

pengosongan lambung, memperkuat LES, faktor barier antirefluks terpenting.

Terapi untuk GERD dapat dibedakan menjadi terapi tanpa nonfarmakologi atau

modifikasi gaya hidup, terapi farmakologis atau medikamentosa, terapi bedah, terapi

endoskopik.

Berikut ini merupakan terapi non farmakologi :

Modifikasi Gaya Hidup

o Mengurangi berat badan pada pasien yang kegemukan

o menghindari pakaian ketat sehingga dapat mengurangi tekanan intra abdomen.

o Meninggikan posisi kepala saat tidur

o menghindari makan sebelum tidur, dengan tujuan untuk meningkatkan

bersihan asam selama tidur serta mencegah refluks asam dari lambung ke

esofagus.

o Berhenti merokok dan konsumsi alkohol, karena keduanya dapat menurunkan

tonus LES sehingga secara langsung mempengaruhi sel-sel epitel.

o Mengurangi konsumsi lemak dan mengurangi jumlah makanan yang di

makan, karena keduanya dapat menimbulkan distensi lambung.

o Menghindari makanan seperti coklat, pepermint, teh, kopi, dan minuman

bersoda, karena dapat menstimulasi sekresi asam.

o Menghindari konsumsi obat-obat yang dapat menurunkan tonus LES seperti

anti kolinergik, teofilin, diazepam, opiat, antagonis kalsium, agonis beta

adrenergik, progesteron1

Rekomendasi makanan dan gaya hidup pada pengobatan penyakit Refluks Esofageal

Makanan yang harus dihindari :

1. Jeruk nipis

2. Tomat

3. Bawang

4. Makanan pedas

Makanan yang dapat menyeabkan refluks :

1. Makanan yang berlemak

2. Kopi, teh, coklat, permen

Gaya hidup

1. Berhenti merokok

2. Hindari kegemukan

3. Tidak mengkonsumsi alkohol

4. Hindari makan 3 jam sebelum tidur

5. Meninggikan bantal

6. Mengkonsumsi sedikit tetapi lebih sering makanan

7. Hindari tidur setelah makan

8. Hindari pakaian yang ketat

Tabel : rekomendasi diet dan gaya hidup dalam pengobatan GERD4

Berikut ini merupakan terapi medikamentosa 1:

Dengan 2 pendekatan yaitu step up dan step down,

1. Metode step up menggunakan obat yang tergolong kurang kuat dalam menekan

sekresi asam (antagonis reseptor H2 ) atau golongan prokinetik, bila gagal diberikan

golongan obat penekan sekresi asam yang lebih kuat dengan terapi lebih lama

(penghambat pompa proton/ PPI ).

2. Metode step down pengobatan dimulai dengan PPI dan apabila berhasil dapat

dilanjutkan dengan terapi pemeliharaan dengan menggunakan dosis yang lebih rendah

atau antagonis reseptor H2 atau prokinetik atau bahkan antasid.

Gambar 3. Strategi pengobatan GERD

Berikut ini adalah obat-obatan yang dapat digunakan dalam terapi medikamentosa :

• Antasid

Golongan obat ini cukup efektif dan aman, dapat memperkuat tekanan sfingter

esofagus bagian bawah tapi tidak menyembuhkan lesi esofagitis

• Antagonis reseptor H2

Sebagai penekan sekresi asam, golongan ini efektif dalam pengobatan GERD jika

diberikan dosis 2 kali lebih tinggi dan dosis untuk terapi ulkus, golongan ini hanya

efektif pada pengobatan esofagitis derajat ringan sampai sedang serta tanpa

komplikasi.

(1) Simetidin : 2 x 800 mg atau 4 x 400 mg

(2) Ranitidin : 4 x 150 mg

(3) Famotidin : 2 x 20 mg

(4) Nizatidin : 2 x 150 mg

• Obat-obat prokinetik :

(1) Metoklopramid : 3 x 10 mg

(2) Domperidon : 3 x 10-20 mg

(3) Cisapride : 3 x 10 mg

• Sukralfat ( aluminium hidroksida + sukrosa oktasulfat )

Obat ini tidak punya efek langsung terhadap asam lambung, obat ini bekerja dengan

cara meningkatkan pertahanan mukosa esofagus, sebagai buffer terhadap HCl di

esofagus serta dapat mengikat pepsin dan garam empedu, cukup aman diberikan

karena bekerja secara topikal

Dosis 4x1 gram.

• Penghambat pompa proton / PPI

Golongan ini merupakan drug of choice dalam pengobatan GERD, obat ini bekerja

langsung pada pompa proton sel parietal dengan mempengaruhi enzim H, K ATP-ase

yang dianggap sebagai tahap akhir proses pembentukan asam lambung.

- Omeprazole : 2 x 20 mg.

- Lansoprazole : 2 x 30 mg.

- Pantoprazole : 2 x 40 mg.

- Rabeprazole : 2 x 10 mg.

- Esomeprazole : 2 x 40 mg.

Table 2 : Efektifitas terapi obat-obatan

Golongan obat Mengurangi gejala

Penyembuhan lesi esofafitis

Mencegah komplikasi

Mencegah kekambuhan

Antasid +1 0 0 0

Prokinetik +2 +1 0 +1

Antagonis reseptor H2

+2 +2 +1 +1

Antagois reseptor H2 +

prokinetik

+3 +3 +1 +1

Antagonis reseptor H2 dosis tinggi

+3 +3 +2 +2

Penghambat pompa proton

+4 +4 +3 +4

Pembedahan +4 +4 +3 +4

Berikut ini merupakan terapi bedah:

Pembedahan antirefluks, yaitu fundus lambung dibungkus mengelilingi esofagus

( fundoplikasi ), meningkatkan tekanan sfingter bagian bawah dan sebaiknya

dipertimbangkan pada kasus resisten dan kasus refluks esofagitis dengan komplikasi yang

tidak secara penuh responsif terhadap terapi medis atau pada pasien dengan terapi medis

jangka panjang yang tidak menguntungkan dan gagal. Juga diindikasikan apabila terjadi

striktur yang berulang.

Gambar 5: nissen fundoplication

Berikut ini merupakan terapi endoskopi :

- Penggunaan energi radiofrekwensi

- Plikasi gastrik endoluminal

- Implantasi endoskopik, yaitu dengan menyuntikkan zat implan di bawah

mukosa esofagus bagian distal, sehingga lumen esofagus bagian menjadi lebih

kecil

Indikasi terapi endoskopi pada GERD

Penderita GERD yang tidak mmerlukan terapi pembedahan yang mengalami

keadaan :

- Peristaltik yang buruk dengan refluks yang banyak

- Pasien muda yang gagal dengan terapi medikamentosa

- Volume refluxate

KOMPLIKASI GERD

Komplikasi yang sering ditumbulkan pada GERD, antara lain :

a. Esofagitis dan sekuelenya ± striktur, Barret Esofagus, adenocarcinomaEsofagitis bisa

bermanifestasi sebagai irritabilitas, anak tidak mau makan,nyeri pada dada atau

epigastrium pada anak yang lebih tua, dan jarang terjadihematemesis, anemia, atau

sindrom Sandifer. Esofagitis yang berkepanjangandan parah dapat menyebabkan

pembentukan striktura, yang biasanya berlokasi di distal esophagus, yang

menhasilkan disfagia, dan membutuhkandilatasi esophagus yang berulang dan

fundoplikasi. Esofagitis yang berlangsung lama juga bisa menyebabkan perubahan

metaplasia dari epitelskuamosa yang disebut dengan Barret Esofagus, suatu precursor

untuk terjadinya adenocarcinoma esophagus.

b. NutrisiEsofagitis dan regurgitasi bisa cukup parah untuk menimbulkan gagal

tumbuhkarena deficit kalori. Pemberian makanan melalui enteral (nasogastrik

ataunasoyeyunal atau perkutaneus gastric atau yeyunal) atau pemberian

melalui parenteral terkadang dibutuhkan untuk mengatasi deficit tersebut.

c. Extra esophagusGERD dapat menimbulkan gejala pernapasan dengan kontak

langsungterhadap refluks dari isi lambung dengan saluran pernapasan (aspirasi

ataumikroaspirasi). Seringnya, terjadi interaksi antara GERD dan penyakit

primer saluran pernapasan, dan terciptalah lingkaran setan yang

semakinmemperburuk kedua kondisi tersebut. Terapi untuk GERD harus lebih

intens(biasanya melibatkan PPI) dan lama (biasanya 3 sampai 6 bulan)

PROGNOSIS10

Prognosis GERD sangat baik, sekitar 80-90% yang terkena dapat sembuh dengan bantuan antasid. Beberapa lainnya butuh pengobatan lain, teapi tidak terlalu jelas berapa lama untuk sembuh.

FARINGITIS

Definisi

Faringitis adalah peradangan dinding faring yang dapat disebabkan akibat infeksi

maupun non infeksi. 1

Etiologi

Banyak microorganism yang dapat menyebabkan faringitis, virus (40-60%) bakteri

(5-40%). Respiratory viruses merupakan penyebab faringitis yang paling banyak

teridentifikasi dengan Rhinovirus (±20%) dan coronaviruses (±5%). Selain itu juga ada

Influenza virus, Parainfluenza virus, adenovirus, Herpes simplex virus type 1&2, Coxsackie

virus A, cytomegalovirus dan Epstein-Barr virus (EBV). Selain itu infeksi HIV juga dapat

menyebabkan terjadinya faringitis. 1

Faringitis yang disebabkan oleh bakteri biasanya oleh grup S.pyogenes dengan 5-15%

penyebab faringitis pada orang dewasa. Group A streptococcus merupakan penyebab

faringitis yang utama pada anak-anak berusia 5-15 tahun, ini jarang ditemukan pada anak

berusia <3tahun. Bakteri penyebab faringitis yang lainnya (<1%) antara lain Neisseria

gonorrhoeae, Corynebacterium diptheriae, Corynebacterium ulcerans, Yersinia eneterolitica

dan Treponema pallidum, Mycobacterium tuberculosis. 1

Faringitis dapat menular melalui droplet infection dari orang yang menderita

faringitis. Faktor resiko penyebab faringitis yaitu udara yang dingin, turunnya daya tahan

tubuh, konsumsi makanan yang kurang gizi, konsumsi alkohol yang berlebihan.

Patogenesis

Bakteri S. Pyogenes memiliki sifat penularan yang tinggi dengan droplet udara yang

berasal dari pasien faringitis. Droplet ini dikeluarkan melalui batuk dan bersin. Jika bakteri

ini hinggap pada sel sehat, bakteri ini akan bermultiplikasi dan mensekresikan toksin. Toksin

ini menyebabkan kerusakan pada sel hidup dan inflamasi pada orofaring dan tonsil.

Kerusakan jaringan ini ditandai dengan adanya tampakan kemerahan pada faring.10 Periode

inkubasi faringitis hingga gejala muncul yaitu sekitar 24 – 72 jam.11

Beberapa strain dari S. Pyogenes menghasilkan eksotoksin eritrogenik yang menyebabkan

bercak kemerahan pada kulit pada leher, dada, dan lengan. Bercak tersebut terjadi sebagai

akibat dari kumpulan darah pada pembuluh darah yang rusak akibat pengaruh toksin.10

Faktor risiko dari faringitis yaitu:12

Cuaca dingin dan musim flu

Kontak dengan pasien penderita faringitis karena penyakit ini dapat menular melalui

udara

Merokok, atau terpajan oleh asap rokok

Infeksi sinus yang berulang

Alergi

Klasifikasi Faringitis

1. Faringitis Akut

a. Faringitis Viral

Rinovirus menimbulkan gejala rhinitis dan beberapa hari kemudian akan

menimbulkan faringitis. Demam disertai rinorea, mual, nyeri tenggorokan dan sulit menelan.

Pada pemeriksaan tampak faring dan tonsil hiperemis. Virus influenza, Coxsachievirus, dan

cytomegalovirus tidak menghasilkan eksudat. Coxsachievirus dapat menimbulkan lesi

vesicular di orofaring dan lesi kulit berupa maculopapular rash. 1

Gambar 2.4. Viral Pharyngitis

Adenovirus selain menimbulkan gejala faringitis, juga menimbulkan gejala

konjungtivitis terutama pada anak. Epstein-Barr virus (EBV) menyebabkan faringitis yang

disertai produksi eksudat pada faring yang banyak. Terdapat pembesaran kelenjar limfa di

seluruh tubuh terutama retroservikal dan hepatosplenomegali. Faringitis yang disebabkan

HIV menimbulkan keluhan nyeri tenggorok, nyeri menelan, mual dan demam. Pada

pemeriksaan tampak faring hiperemis, terdapat eksudat, limfadenopati akut di leher dan

pasien tampak lemah. 1

b. Faringitis Bakterial

Nyeri kepala yang hebat, muntah, kadang-kadang disertai demam dengan suhu yang

tinggi dan jarang disertai dengan batuk. Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar, faring

dan tonsil hiperemis dan terdapat eksudat di permukaannya. Beberapa hari kemudian timbul

bercak petechiae pada palatum dan faring. Kelenjar limfa leher anterior membesar, kenyal

dan nyeri pada penekanan. 1

Gambar 2.4. Streptococcal Pharyngitis

Faringitis akibat infeksi bakteri streptococcus group A dapat diperkirakan dengan

menggunakan Centor criteria, yaitu : - demam

- Anterior Cervical lymphadenopathy

- Tonsillar exudates

- absence of cough

Tiap kriteria ini bila dijumpai diberi skor 1. bila skor 0-1 maka pasien tidak mengalami

faringitis akibat infeksi streptococcus group A, bila skor 1-3 maka pasien memiliki

kemungkian 40% terinfeksi streptococcus group A dan bila skor 4 pasien memiliki

kemungkinan 50% terinfeksi streptococcus group A.5

c. Faringitis Fungal

Keluhan nyeri tenggorokan dan nyeri menelan. Pada pemeriksaan tampak plak putih

di orofaring dan mukosa faring lainnya hiperemis. 1

2. Faringitis Kronik

Terdapat dua bentuk faringitis kronik yaitu faringitis kronik hiperplastik dan faringitis

kronik atrofi. Faktor predisposisi proses radang kronik di faring adalah rhinitis kronik,

sinusitis, iritasi kronik oleh rokok, minum alcohol, inhalasi uap yang merangsang mukosa

faring dan debu. Faktor lain penyebab terjadinya faringitis kronik adalah pasien yang

bernafas melalui mulut karena hidungnya tersumbat. 1

a. Faringitis Kronik Hiperplastik

Pasien mengeluh mula-mula tenggorok kering gatal dan akhirnya batuk yang bereak.

Pada faringitis kronik hiperplastik terjadi perubahan mukosa dinding posterior faring.

Tampak kelenjar limfa di bawah mukosa faring dan lateral band hiperplasi. Pada pemeriksaan

tampak mukosa dinding posterior tidak rata dan berglanular. 1

b. Faringitis Kronik Atrofi

Faringitis kronik atrofi sering timbul bersamaan dengan rhinitis atrofi. Pada rhinitis

atrofi, udara pernafasan tidak diatur suhu serta kelembapannya sehingga menimbulkan

rangsangan serta infeksi pada faring. Pasien umumnya mengeluhkan tenggorokan kering dan

tebal seerta mulut berbau. Pada pemeriksaan tampak mukosa faring ditutupi oleh lender yang

kental dan bila diangkat tampak mukosa kering. 1

Gejala klinis

Gejala dan tanda yang ditimbulkan faringitis tergantung pada mikroorganisme yang

menginfeksi. Secara garis besar faringitis menunjukkan tanda dan gejala-gejala seperti

demam, anorexia, suara serak, kaku dan sakit pada otot leher, faring yang hiperemis, tonsil

membesar, pinggir palatum molle yang hiperemis, kelenjar limfe pada rahang bawah teraba

dan nyeri bila ditekan dan bila dilakukan pemeriksaan darah mungkin dijumpai peningkatan

laju endap darah dan leukosit.1,2

Diagnosis

Untuk menegakkan diagnosis faringitis dapat dimulai dari anamnesa yang cermat dan

dilakukan pemeriksaan temperature tubuh dan evaluasi tenggorokan, sinus, telinga, hidung

dan leher. Pada faringitis dapat dijumpai faring yang hiperemis, eksudat, tonsil yang

membesar dan hiperemis, pembesaran kelenjar getah bening di leher.

Pemeriksaan Penunjang

Adapun pemeriksaan penunjang yang dapat membantu dalam penegakkan diagnose

antara lain yaitu :

- pemeriksaan darah lengkap

- GABHS rapid antigen detection test bila dicurigai faringitis akibat infeksi bakteri

streptococcus group A

- Throat culture

Namun pada umumnya peran diagnostic pada laboratorium dan radiologi terbatas.

Penatalaksanaan

Pada viral faringitis pasien dianjurkan untuk istirahat, minum yang cukup dan

berkumur dengan air yang hangat. Analgetika diberikan jika perlu. Antivirus metisoprinol

(isoprenosine) diberikan pada infeksi herpes simpleks dengan dosis 60-100mg/kgBB dibagi

dalam 4-6kali pemberian/hari pada orang dewasa dan pada anak <5tahun diberikan

50mg/kgBb dibagi dalam 4-6 kali pemberian/hari. 1

Pada faringitis akibat bakteri terutama bila diduga penyebabnya streptococcus group

A diberikan antibiotik yaitu Penicillin G Benzatin 50.000 U/kgBB/IM dosis tunggal atau

amoksisilin 50mg/kgBB dosis dibagi 3kali/hari selama 10 hari dan pada dewasa 3x500mg

selama 6-10 hari atau eritromisin 4x500mg/hari. Selain antibiotik juga diberikan

kortikosteroid karena steroid telah menunjukan perbaikan klinis karena dapat menekan reaksi

inflamasi. Steroid yang dapat diberikan berupa deksametason 8-16mg/IM sekali dan pada

anak-anak 0,08-0,3 mg/kgBB/IM sekali. dan pada pasien dengan faringitis akibat bakteri

dapat diberikan analgetik, antipiretik dan dianjurkan pasien untuk berkumur-kumur dengan

menggunakan air hangat atau antiseptik. 1

Pada faringitis kronik hiperplastik dilakukan terapi lokal dengan melakukan kaustik

faring dengan memakai zat kimia larutan nitras argenti atau dengan listrik (electro cauter).

Pengobatan simptomatis diberikan obat kumur, jika diperlukan dapat diberikann obat batuk

antitusif atau ekspetoran. Penyakit pada hidung dan sinus paranasal harus diobati. Pada

faringitis kronik atrofi pengobatannya ditujukan pada rhinitis atrofi dan untuk faringitis

kronik atrofi hanya ditambahkan dengan obat kumur dan pasien disuruh menjaga kebersihan

mulut. 1

Prognosis

Umumnya prognosis pasien dengan faringitis adalah baik. Pasien dengan faringitis

biasanya sembuh dalam waktu 1-2 minggu.

Komplikasi

Komplikasi infeksi GABHS dapat berupa demam reumatik, dan abses peritonsiler.

• Komplikasi umum faringitis terutama tampak pada faringitis karena bakteri yaitu : sinusitis,

otitis media, epiglotitis, mastoiditis, dan pneumonia. Kekambuhan biasanya terjadi pada

pasaien dengan pengobatan yang tidak tuntas pada pengobatan dengan antibiotik, atau adanya

paparan baru.

• Demam rheumatic akut(3-5 minggu setelah infeksi), poststreptococcal glomerulonephritis,

dan toxic shock syndrome, peritonsiler abses

• Komplikasi infeks mononukleus meliputi: ruptur lien, hepatitis, Guillain Barré syndrome,

encephalitis, anemia hemolitik, myocarditis, B-cell lymphoma, dan karsinoma nasofaring. 7

TONSILITIS

Tonsillitis adalah peradangan tonsil palatine yang merupakan bagian dari cincin waldeyer. Cincin waldeyer terdiri atassusunan kelenjar limfa yang terdapat didalam rongga mulut yaitu: tonsil faringeal (adenoid), tonsil palatine, tonsil lingual, tonsil tuba eustachius. Penyebaran infeksi melalui udara (air borne droplets), tangan dan ciuman. Dapat terjadi pada semua umur, terutama pada anak.Tonsilitis Kronis

Faktor predisposisi timbulnya tonsillitis kronik ialah rangsangan yang menahun dari rokok, beberapa jenis makanan , hygiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca, kelelahan dan pengobatan tonsillitis akut yang tidak adekuat. Kuman penyebabnya sama dengan tonsillitis akut (Streptococcus beta hemolyticus, Streptococcus viridans, dan Streptococcus pyogenes) tetapi kadang-kadang kuman berubah menjadi golongan Gram negatif.

PatologiKarena proses radang berulang yang timbul maka selain epitel mukosa juga jaringan limfoid terkikis, sehingga pada proses penyembuhan jaringan limfoid diganti oleh jaringan parut yang akan mengalami pengerutan sehingga kripiti melebar. Secara klinik kripiti ini tampak diisi oleh detritus. Proses berjalan terus sehingga menembus kapsul tonsil dan akhirnya menimbulkan perlekatan dengan jaringan di sekitar fosa tonsilaris. Pada anak proses ini disertai dengan pembesaran kelenjar submandibula.

Gejala dan tandaPada pemeriksaan tampak tonsil membesar dengan permukaan yang tidak rata, kriptus melebar dan beberapa kripiti terisi oleh detritus. Rasa ada yang mengganjal di tenggorok, dirasakan kering di tenggorok dan napas berbau.

TerapiTerapi lokal ditujukan pada hygiene mulut dengan berkumur atau obat isap.

KomplikasiRadang kronik tonsil dapat menimbulkan komplikasi ke daerah sekitarnya berupa rhinitis kronik, sinusitis, atau otitis media secara perkontinuitatum. Komplikasi jauh terjadi secara hematogen atau limfogen dan dapat terjadi endokarditis, artitis miositis, nefritis, uveitis, ridosiklitis, dermatitis, pruritus, urtikaria, dan furunkulosis.Tonsilektomi dilakukan bila terjadi infeksi yang berulang atau kronik, gejala sumbatan serta kecuriagaan neoplasama.

Indikasi tonsilektomiThe Academy of Otolaryngology – Head and Surgery Clinical Indicators Compendium tahun 1995 menetapkan :1.    Serangan tonsillitis lebih dari tiga kali per tahun walaupun telah mendapatkan terapi yang adekuat.2.    Tonsil hipertrofi yang menimbulkan maloklusi gigi dan menyebabkan gangguan pertumbuhan oroasial.3.    Sumbatan jalan napas yang berupa hipertrofi tonsil dengan sumbatan jalan napas, sleep apnea, gangguan menelan, gangguan berbicara, dan cor pelmonale.

4.    Rinitis dan sinusitis yang kronis, peritonsilitis, abses peritonsil yang tidak berhasil hilang dengan pengobatan.5.     Napas bau yang tidak berhasil dengan pengobatan.6.    Tonsilitis berulang yang disebabkan oleh bakteri grup A streptococcus ß hemoliticus.7.    Hipertrofi tonsil yang dicurigai adanya keganasan.8.    Otitis media efusa / otitis media supurativa.

Kontra Indikasi Tonsilektomi (Ballenger, 1993):1.    Kelainan perdarahan2.    Resiko bius atau penyakit medis tak terkontrol3.    Anemia4.    Infeksi akut

Standar Derajat Klasifikasi berdasarkan rasio tonsil terhadap orofaring yang diukur diantara pilar anterior:0   : jika tonsil didalam fossa    +1 : jika tonsil menempati 25% orofaring+2 : jika tonsil menempati 25-50% orofaring+3 : jika tonsil menempati 50-75% orofaring+4 : jika tonsil menempati >75% orofaring

Tonsilitis Akut

EtiologiKuman Streptococcus beta hemolyticus, Streptococcus viridans, dan Streptococcus pyogenes adalah penyebab terbanyak. Dapat juga disebabkan oleh virus.

PatofisiologiPenularan terjadi melalui droplet. Terdapat peradangan umum dan pembengkakan dari jaringan tonsila dengan pengumpulan leukosit,sel-sel epitel mati,dan bakteri patogen dalam kripta.Mungkin adanya perbedaan dalam strain atau virulensi organisme dapat menjelaskan variasi dari fase-fase patologis berikut :1.      Peradangan biasa daerah tonsila saja.2.      Pembentukan eksudat.3.      Selulitis tonsila dan daerah sekitarnya.4.      Pembentukan abses peritonsilaris.5.      Nekrosis Jaringan.

Manifestasi KlinisSuhu tubuh naik sampai 40 derajat celsius, rasa gatal / kering di tenggorokan, lesu, nyeri sendi, odinofagia, anoreksia, dan otalgia. Bila laring terkena, suara akan menjadi serak. Pada pemeriksaan tampak faring hiperemis, tonsil membengkak, hiperemis; terdapat detritus (tonsilitis folikularis), kadang detritus berdekatan menjadi satu (tonsilitis lakunaris), atau berupa membran semu. Kelenjar submandibula membengkak dan nyeri tekan, terutama pada anak-anak.

KomplikasiOtitis media akut, abses peritonsil, abses paratonsil, toksemia, septikemia, bronkitis, nefritis akut, miokarditis, dan artritis.

Pemeriksaan PenunjangKultur dan uji resistensi bila perlu.

Diagnosa Banding•    Angina plant vincent •    tonsilitis difteri•    scarlett fever•    angina granulositosis.

PenatalaksanaanPada umumnya,penderita dengan tonsilitis akut sebaiknya tirah baring. Cairan harus diberikan dalam jumlah yang cukup, serta makan makanan yang bergizi namun tidak terlalu padat dan merangsang tenggorokan.Analgetik diberikan untuk menurunkan demam dan mengurangi sakit kepala. Jika penyebab tonsilitis adalah bakteri maka antibiotik harus diberikan. Obat pilihan adalah penisilin. Kadang-kadang juga digunakan eritromisin. Idealnya, jenis antibiotik yang diberikan sesuai dengan hasil biakan. Antibiotik diberikan antara 5 sampai 10 hari.Jika melalui biakan diketahui bahwa sumber infeksi adalah Streptokokus beta hemolitkus grup A, terapi antibiotik harus digenapkan 10 hari untuk mencegah kemungkinan komplikasi nefritis dan penyakit jantung rematik. Kadang-kadang dibutuhkan suntikan benzatin penisilin 1,2 juta unit intramuskuler jika diperkirakan pengobatan orang tidak adekuat.