fikosianin_meliana_13-70-0063_d5_unika soegijapranata

24
Acara IV FIKOSIANIN LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI HASIL LAUT Disusun Oleh : Nama : Meliana Dewi P. NIM : 13.70.0063 Kelompok D5 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA

Upload: praktikumhasillaut

Post on 04-Jan-2016

7 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Fikosianin adalah pigmen warna biru yang berasal dari Spirulina yang dapat digunakan sebagai pewarna alami pada makanan.

TRANSCRIPT

Page 1: Fikosianin_Meliana_13-70-0063_d5_Unika Soegijapranata

Acara IV

FIKOSIANIN

LAPORAN RESMI PRAKTIKUMTEKNOLOGI HASIL LAUT

Disusun Oleh :

Nama : Meliana Dewi P.

NIM : 13.70.0063

Kelompok D5

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATASEMARANG

2015

Page 2: Fikosianin_Meliana_13-70-0063_d5_Unika Soegijapranata

1. MATERI METODE

1.1. Materi

1.1.1. Alat

Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah sentrifuge, stirrer, oven, plate stirrer,

mortal, erlenmeyer, tabung sentrifuge, wadah, spektrofotometer, mikropipet.

1.1.2. Bahan

Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah biomassa Spirulina, aquades,

dekstrin.

1.2. Metode

1

Biomassa Spirulina ditimbang dalam cawan

Dimasukkan dalam Elenmenyer.

Dilarutkan dalam aqua destilata (1 : 10).

Page 3: Fikosianin_Meliana_13-70-0063_d5_Unika Soegijapranata

2

Disentrifugasi 5000 rpm, 10 menit hingga didapat endapan dan supernatant.

Supernatan diencerkan sampai pengenceran 10-2 dan diukur kadar fikosianinnya

pada panjang gelombang 615 nm dan 652 nm

Supernatan diambil 8 ml dan ditambah dekstrin dengan perbandingan supernatan :

dekstrin = 1 : 1 (kelompok D1-D3), sedangkan kelompok D4-D5 menggunakan

perbandingan 8 : 9

Diaduk dengan stirrer ± 2 jam

Page 4: Fikosianin_Meliana_13-70-0063_d5_Unika Soegijapranata

3

Dicampur merata dan dituang ke wadah

Dioven pada suhu 50°C hingga kadar air ± 7%

Didapat adonan kering yang gempal

Page 5: Fikosianin_Meliana_13-70-0063_d5_Unika Soegijapranata

4

Dihancurkan dengan penumpuk hingga berbentuk powder

Kadar Fikosianin (mg/g) diukur dengan rumus :

Konsentrasi Fikosianin / KF (mg /ml )=OD615−0,474 (OD652)

5,34×

110−2

Yield (mg / g)=KF × Vol(total filtrat )

g (berat biomasa)

Page 6: Fikosianin_Meliana_13-70-0063_d5_Unika Soegijapranata

2. HASIL PENGAMATAN

Hasil pengamatan fikosianin dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil Pengamatan Fikosianin

Kel 

Berat Bio Massa Kering (g)

Jumlah Aquades yang ditambahkan

(ml)

Total Filtratyang diperoleh

OD615 OD652KF

(mg/ml)Yield

(mg/ml)

WarnaSebelum dioven

Sesudah dioven

D1 8 80 55 0,1854 0,1733 0,193 1,327 ++ +D2 8 80 55 0,1914 0,1797 0,199 1,368 ++ +D3 8 80 55 0,1863 0,1843 0,185 1,272 ++ +D4 8 80 55 0,1980 0,1803 0,211 1,451 ++ +D5 8 80 55 0,1687 0,2029 0,136 0,935 ++ +

Keterangan Warna:+ Biru Muda++ Biru+++ Biru Tua

Berdasarkan Tabel 1. dapat diketahui pada absorbansi 615 nm, nilai terbesar dimiliki kelompok D4 sebesar 0,1980. Sedangkan pada

absorbansi 652 nm, nilai terbesar dimiliki kelompok D5 sebesar 0,2029. Nilai KF terbesar dimiliki oleh kelompok D4 yaitu sebesar 0,211

mg/ml. Yield terbesar juga dimiliki oleh kelompok D4 dengan nilai sebesar 1,451 mg/ml. Parameter warna fikosianin sebelum dioven, pada

setiap kelompok menunjukan warna biru. Sedangkan setelah dioven, terdapat perubahan warna menjadi biru muda pada tiap kelompok.

5

Page 7: Fikosianin_Meliana_13-70-0063_d5_Unika Soegijapranata

3. PEMBAHASAN

Menurut Sotomo (2005) mikroalga adalah biota laut yang menghasilkan senyawa-

senyawa aktif yang berperan dalam bidang pangan seperti pigmen, asam lemak, klorofil,

faktor pertumbuhan dan klrorofil lain. Senyawa tersebut bermafaat dalam bidang

pangan, biodisel, farmasi, kosmetik, kemasan dan sebagainya. Metting dan Pyne (1986)

menambahkan bahwa saat ini pemanfaatan mikroalga telah berkembang, disamping

dapat digunakan sebagai pakan alami serta makanan sehat, potensi lainnya seperti

penghasil komponen bioaktif bahan farmasi, kedokteran, industri pangan dan

sebagainya.

Spirulina merupakan mikroalga yang menghasilkan pigmen warna, yaitu fikosianin.

Fikosianin merupakan pigmen berwarna biru dan dapat larut dalam pelarut polar seperti

air. Spirulina hanya dapat hidup pada suasana lingkungan yang sangat basa, sekitar pH

8-11, dan mengandung senyawa karbonat-bikarbonat yang tinggi. Spirulina

memerlukan cahaya dan CO2 untuk berfotosintesis (Tri Panji et al., 1996). Fikosianin

termasuk golongan biliprotein. Biliprotein atau biasa dikenal dengan fikobiliprotein

adalah kelompok pigmen yang ditemukan pada Rhodophyta (alga merah), Cyanophyta

(alga hijau-biru) dan Cryptophyta (alga crytomonad). Phycobiliproteins adalah pigmen

penting dalam Spirulina yang terdiri dari phycocyanin (PC), phycoerythrin (PE) dan

allophycocyanin (APC) (Devanathan & Ramanathan, 2012). Fikobiliprotein ini

digunakan untuk proses fotosintesis.fikobiliprotein dapat digunakan untuk terapi

fotodinamik (Eteri, 2013)

Warna adalah salah satu indikator mutu dalam produk pangan. Hal ini dikarenakan

warna mempengaruhi penampilan produk pangan dimana penampilan produk tersebut

menjadi faktor penting bagi konsumen dalam menilai suatu produk. Pewarna sintesis

lebih sering digunakan dibanding penggunaan zat warna alami karena pewarna sintesis

memiliki harga yang lebih murah, mudah didapat, stabil dan tahan lama. Namun

keamanan dari penggunaan pewarna sintetis mulai banyak dipertanyakan. Sehingga

produsen mulai beralih ke pewarna alami yang terbukti tidak berbahaya bagi tubuh.

Pewarna alami secara umum diperoleh dari berbagai tanaman penghasil pigmen (seperti

6

Page 8: Fikosianin_Meliana_13-70-0063_d5_Unika Soegijapranata

7

kunyit, wortel, pacar cina), beberapa hewan dan mikroorganisme (Steinkraus, 1983).

Fikosianin dari Spirulina dapat digunakan untuk pewarna alami untuk industri ataupun

industri makanan (Eteri, 2013)

Richmond (1988) berpendapat bahwa fikosianin merupakan kelompok pigmen yang

termasuk dalam pengikat protein. Pigmen fikosianin akan rusak pada suhu tinggi.

Warna fikosianin dapat memudar hingga 30% setelah disimpan selama 5 hari, dan dapat

menjadi bening setelah penyimpanan selama 15 hari pada suhu 350C. Perlu diberikan

perlakuan khusus yang dapat mempertahankan warna fikosianin selama penyimpanan.

Selain itu, telah dilaporkan bahwa fikosianin juga memiliki sifat terapi tertentu seperti

antioksidan, peradangan anti-influensa, dan sifat hepaprotective (Urek & Tarhan, 2012).

Cara kerja dalam praktikum fikosianin adalah pertama-tama biomasa Spirulina diambil

sebanyak 8 gram dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Dilarutkan dengan 100 ml

aquades dengan (perbandingan 2 : 25). Aquades digunakan dalam melarutkan

fikosianin pada spirulina. Menurut Tri Panji et al. (1996) fikosianin hanya dapat larut

dalam pelarut polar seperti air. Setelah itu, diaduk menggunakan stirrer selama 2 jam.

Pengadukan bertujuan untuk homogenisasi sehingga memaksimalkan proses ekstraksi

pigmen fikosianin (Silveira et al., 2007). Larutan disentrifugasi selama 10 menit dengan

kecepatan 5000 rpm. Sentrifugasi berfungsi untuk memisahkan padatan dan cairan

fikosianin yang terekstrak sehingga pengukuran absorbansi tidak terganggu dan

mendapatkan hasil yang tepat (Silveira et al., 2007).

Dalam pengukuran absorbansi, dilakukan pengenceran (10-2) dengan mengambil 1 ml

supernatan lalu ditambah 9 ml aquades. Larutan tersebut diukur kadar fikosianinnya

menggunakan spektrofotometer. Absorbansi dilakukan dengan panjang gelombang 615

nm dan 652 nm. Prabuthas et al (2011) menyatakan bahwa kemurnian fikosianin dapat

dievaluasi dengan rasio absorbansi. Beberapa faktor yang mempengaruhi ekstraksi

fikosianin adalah gangguan seluler, metode ekstraksi yang dilakukan, jenis pelarut yang

digunakan dan waktu berlangsungnya proses ekstraksi. Menurut Song et al (2013),

penyerapan maksimal dari fikosianin berada diantara panjang gelombang 610 dan 620,

sehingga dalam hal ini panjang gelombang yang digunakan dalam praktikum sudah

Page 9: Fikosianin_Meliana_13-70-0063_d5_Unika Soegijapranata

8

benar. Achmadi et al. (2002) menambahkan bahwa pengukuran absorbansi dilakukan

untuk mengukur kelarutan fikosianin pada larutan. Konsentrasi fikosianin dan yield

dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Konsentrasi Fikosianin / KF (mg/ml) = OD615 –0,474 ¿¿

Yield (mg/g) = KF xVolume (total filtrat )

g(berat biomasa)

Setelah pengukuran absorbansi selesai, supernatan hasil sentrifugasi diambil sebanyak 8

ml dan ditambahkan dengan 10 gram dekstrin (dimana perbandingan antara supernatan

dan dekstrin adalah 1:1,25). Menurut Ribut & Kumalaningsih (2004), dekstrin

digunakan untuk meningkatkan rendemen akhir. Keuntungan penggunaan dekstrin

adalah karena mudah larut dalam air, cepat terdispersi, tidak kental dan lebih stabil

daripada pati. Dekstrin dapat membawa bahan pangan aktif seperti flavor dan pewarna

karena sifatnya mudah larut dalam air dan sebagai bahan pengisi yang dapat

meningkatkan berat produk bentuk bubuk. Dekstrin dapat mempercepat pengeringan

dan mencegah kerusakan akibat panas, melapisi komponen flavour, meningkatkan total

padatan, dan memperbesar volume.

Setelah dekstrin tercampur merata, larutan dituang dalam wadah untuk proses

pengeringan. Wadah tersebut dioven dengan suhu 45oC hingga kering (kurang lebih

hingga mencapai kadar air sekitar 7%). Perlakuan pengeringan dengan suhu 45 oC

tersebut sesuai dengan pendapat Desmorieux & Dacaen (2006) yang menyatakan bahwa

jika pengeringan fikosianin dilakukan dengan suhu diatas 60oC akan mendegradasi

fikosianin serta munculnya reaksi maillard. Selain itu adanya proses pengeringan

bertujuan untuk mengurangi kadar air bebas, dimana adanya air bebas dapat digunakan

bakteri yang dapat merusak pigmen fikosianin. Setelah dikeringkan, dilakukan

penumbukan hingga halus atau terbentuk powder.

Berdasarkan hasil pengamatan, diketahui pada absorbansi 615 nm, nilai terbesar

dimiliki kelompok D4 sebesar 0,1980. Sedangkan pada absorbansi 652 nm, nilai

terbesar dimiliki kelompok D5 sebesar 0,2029. Nilai KF terbesar dimiliki oleh

kelompok D4 yaitu sebesar 0,211 mg/ml. Yield terbesar juga dimiliki oleh kelompok

Page 10: Fikosianin_Meliana_13-70-0063_d5_Unika Soegijapranata

9

D4 dengan nilai sebesar 1,451 mg/ml. Parameter warna fikosianin sebelum dioven, pada

setiap kelompok menunjukan warna biru. Sedangkan setelah dioven, terdapat perubahan

warna menjadi biru muda pada tiap kelompok. Menurut Fox (1991), nilai OD atau

absorbansi dipengaruhi oleh konsentrasi dan kejernihan larutan. Berdasarkan teori

tersebut dapat dilihat bahwa terdapat korelasi antara turbidity dan OD yang didapat,

dimana semakin keruh suatu larutan maka nilai OD yang didapatkan akan semakin

tinggi pula. Yield yang dihasilkan dari percobaan ini berbanding lurus dengan

konsentrasi fikosianin yang dihasilkan, dimana semakin tinggi konsentrasi fikosianin

yang dihasilkan maka yield yang dihasilkan juga akan semakin tinggi pula, begitu juga

sebaliknya.

Secara keseluruhan warna fikosianin sebelum di oven adalah biru, dan warna fikosianin

setelah dioven berwarna biru muda. Penambahan konsentrasi dekstrin yang semakin

tinggi akan membuat bubuk fikosianin menjadi pudar/cenderung cerah, karena warna

dekstrin adalah putih sehingga dengan adanya penambahan dekstrin yang terlalu banyak

akan membuat bubuk fikosianin memudar. Hal ini sesuai dengan hasil yang didapatkan

oleh praktikan bahwa semua bubuk fikosianin yang dihasilkan memiliki warna yang

cenderung lebih muda dari pada sebelum di beri tambahan dekstrin. Hal ini juga berarti

dekstrin dan supernatant telah tercampur sempurna sehingga warna dapat memudar. Hal

tersebut dapat dikarenakan Fikosianin sangat sensitif terhadap perubahan suhu dan pH

lingkungan (Yong et,al., 2013). Seharusnya, untuk stabilisasi fikosianin, biasanya

digunakan buffer fosfat dalam metode agar mencegah perubahan pH dari lingkungan

yang akan memicu kerusakan fikosianin (Rachen et.al., 2009). Naamun pada percobaan

kali ini tidak ditambahkan buffer fosfat sehingga rentan terjadi perubahan pH yang

dapat mengakibatkan kerusakan fikosianin.

Beberapa metode telah dikembangkan untuk pemisahan dan pemurnian pigmen

fikosianin-c dari spirulina, seperti sentrifugasi gradien, penggunaan amonium sulfat,

metode kromatografi dan aqueous two phase extraction (Song et.al., 2013). Fikosianin

sangat sensitif terhadap perubahan suhu dan pH lingkungan. Dengan demikian, metode

untuk mengisolasi fikosianin dari Spirulina platensis phycobiliprotein memiliki

keterbatasan, misalnya inaktivasi karena denaturasi dan gangguan fikosianin, waktu

Page 11: Fikosianin_Meliana_13-70-0063_d5_Unika Soegijapranata

10

isolasi yang lama, dan biaya yang tinggi. Metode pemisahan yang lebih efektif dari segi

waktu dan biaya adalah dengan menggunakan proses tekanan tinggi, yang menghasilkan

yield yang lebih tinggi dan mengurang kerusakan fikosianin selama proses serta

meminimalisasi denaturasi dan gangguan komponen (Yong et,al., 2013). Beberapa

metode seperti metode sonikasi sangat efektif dalam pemecahan dinding sel Spirulina

sp., dimana spirulina memiliki ketahanan yang lebih tinggi untuk gangguan dinding sel.

dengan sonikasi, isolasi pigmen dari spirulina lebih efektif karena dapat dengan mudah

mengganggu dinding sel spirulina sebagai jalan keluarnya pigmen. Dimana selain

gangguan dinding sel, ekstraksi lebih lanjut sangat dipengaruhi oleh suhu (Rachen

et.al., 2009).

Pengovenan dapat mempengaruhi jumlah yield yang didapat. Pemanasan antara suhu 25

– 30oC akan menambah efiensi ekstraksi fikosianin meningkat. Tetapi pemanasan diatas

suhu 30oC akan menurunkan yield dan purity dari fikosianin. Hal ini disebabkan

karena pemanasan yang terlalu tinggi akan menurunkan viskositas sehingga laju

ekstraksi menurun. Hal ini berarti suhu tinggi akan memecah ikatan hidrogen antara air

dan protein. Sehingga temperatur yang baik untuk pengovenan sebaiknya berkisar suhu

30oC (Zhang et al, 2014). Selain dari suhu pemanasan, fikosianin dapat ditingkatkan

dengan mengubah spektrum warna menjadi merah. Warna merah dapat diserap oleh

fikosianin secara baik sehingga purity dari fikosianin dapat meningkat (Walter et al,

2011). Pernyataan tersebut dikuatkan oleh Vijaya (2009) bahwa cahaya mempengaruhi

produksi dari fikosianin. Dengan menggunakan cahaya berwarna merah, fikosianin

yang didapat akan lebih banyak daripada menggunakan cahaya berwarna putig atau

hijau. Selain menggunakan cara ekstraksi diatas, terdapat cara lain dalam mengekstrak

fikosianin yaitu dengan menggunakan ammonium sulfat. Konsep dari metode ini adalah

salting out yaitu dengan memecah protein dan pigmen fikosianin (Salama et al, 2015).

Page 12: Fikosianin_Meliana_13-70-0063_d5_Unika Soegijapranata

4. KESIMPULAN

Mikroalga adalah biota laut yang menghasilkan senyawa aktif yang berperan dalam

bidang pangan seperti pigmen, asam lemak, dan klrorofil lain.

Spirulina merupakan mikroalga yang menghasilkan pigmen warna, yaitu fikosianin.

Pewarna sintesis sering digunakan dibanding pewarna alami karena pewarna sintesis

memiliki harga yang lebih murah, mudah didapat, stabil dan tahan lama.

Penggunaan pewarna sintetis mulai banyak dipertanyakan.

Pigmen fikosianin akan rusak pada suhu tinggi.

Fikosianin juga memiliki sifat terapi tertentu seperti antioksidan, peradangan anti-

influensa, dan sifat hepaprotective.

Fikosianin larut dalam pelarut polar seperti air.

Sentrifugasi berfungsi untuk memisahkan padatan dan cairan fikosianin yang

terekstrak.

Dekstrin dapat membawa bahan pangan aktif seperti flavor dan pewarna karena

sifatnya mudah larut dalam air dan sebagai bahan pengisi yang dapat meningkatkan

berat produk bentuk bubuk.

Penyerapan maksimal dari fikosianin berada diantara panjang gelombang 610 dan

620.

pengeringan bertujuan untuk mengurangi kadar air bebas, dimana adanya air bebas

dapat digunakan bakteri yang dapat merusak pigmen fikosianin.

Cahaya mempengaruhi produksi dari fikosianin.

Cara lain dalam mengekstrak fikosianin yaitu dengan menggunakan ammonium

sulfat.

Semarang, 29 Oktober 2015

Praktikan, Mengetahui,

Asisten dosen,

- Deanna Suntoro

- Ferdyanto Juwono

Meliana Dewi

11

Page 13: Fikosianin_Meliana_13-70-0063_d5_Unika Soegijapranata

12

13.70.0063

Page 14: Fikosianin_Meliana_13-70-0063_d5_Unika Soegijapranata

5. DAFTAR PUSTAKA

Achmadi SS, Jayadi, Tri-Panji. (2002). Produksi Pigmen Oleh Spirulina platensis Yang Ditumbuhkan Pada Media Limbah Lateks Pekat.Hayati. 9(3):80-84.

Desmorieux H. Decaen N. (2006). Convective Drying of Spirulina in Thin Layer. Journal Of Food Engineering, 77:64-70.

Devanathan J., Ramanathan N. (2012). Pigment Production from Spirulina platensis Using Seawater Supplemented with Dry Poultry Manure. Journal of Algal Biomass Utilization Vol. 3 (4): page 66–73. Tamilnadu, India.

Eteri et al,. (2013). Effect of Hg(II) and Pb(II) Ions on C-Phycocyanin (Spirulina platensis). Optics and Photonics Journal, 2013, 3, 122-127.

Fox, P. F. (1991). Food Enzymologi Vol 1. Elsevier Applied Sciences. London.

Metting B dan Pyne JW. (1986). Biologically Active Compounds from Microalga. Journal of Enzyme Microb. Tech. Vol. 8. Butterworth and Co Publish.

Prabuthas, P et al. (2011). Standardization of Rapid and Economical Method for Neutraceuticals Extraction from Algae. Journal of Stored Products and Postharvest Research. India.

Rachen Duangsee et al,. (2009). Phycocyanin Extraction from Spirulina platensis and Extract Stability Under Various pH and Temperature. Asian Journal of Food and Agro-Industry Vol. 2 No. 4: page 819 – 826. Bangkok, Thailand.

Ribut, S. dan S. Kumalaningsih, (2004). Pembuatan Bubuk Sari Buah Sirsak Dari Bahan Baku Pasta Dengan Metode Foam-mat Drying. Kajian Suhu Pengeringan, Konsentrasi Dekstrin dan Lama Penyimpanan Bahan Baku Pasta.

Richmond A. (1988). Spirulina. Di dalam Borowitzka MA dan Borowitzka LJ, editor.Micro-algal biotechnology. Cambridge: Cambridge University Press.

13

Page 15: Fikosianin_Meliana_13-70-0063_d5_Unika Soegijapranata

14

Salama et al,. (2015). Maximising Phycocyanin Extraction From a Newly Identified Egyptian Cyanobacteria Strain: Anabaena oryzae SOS13. International Food Research Journal 22(2): 517-525.

Silveira, S. T.; Burkert, J. F. M.; Costa, J. A. V.; Burkert, C. A.V.; Kalil, S. J.(2007). Bioresour.Technol.,98, 1629.

Song Wenjun, Cuijuan Zhao, and Suying Wang. (2013). A Large-Scale Preparation Method of High Purity C-Phycocyanin. International Journal of Bioscience, Biochemistry and Bioinformatics, Vol. 3, No. 4: page 293 – 297. Tianjin, China.

Steinkraus, H. (1983). Indigenous Fermented Food. Marcel Dekker. New York.

Sutomo. (2005). Kultur Tiga Jenis Mikroalga (Tetraselmis sp., Chlorella sp.dan Chaetoceros gracilis) dan Pemgaruh Kepadatan Awal Terhadap Pertumbuhan C. Gracilis di Laboratorium. Oseanologi dan Limnologi di Indonesia. No. 37 :43-58. Pusat Penelitian Oseanografi.

Tri Panji S, Achmadi, Tjahjadarmawan E. (1996). Produksi Asam Gammalinolenat Dari Ganggang Mikro Spirulina platensis Menggunakan Limbah Lateks Pekat. Menara Perkebunan 64 (1): 34-44.

Urek Raziye T., Tarhan Leman. (2012). The Relationship Between the Antioxidant System and Phycocyanin Production in Spirulina maxima With Respect to Nitrate Concentration. Turk J. Bot Vol 36: page 369—377. Turkey.

Vijaya et al,. (2009). Blue Light Enhance the Pigment Synthesis in Cyanibacterium Anabaena ambigua Rao (Nostacales). ARPN Journal of Agricultural and Biological Science. Vol. 4, No. 3; ISSN 1990-6145.

Walter et al,. (2011). Study of Phycocyanin Production from Spirulina platensis Under Different Light Spectra. Vol.54, n. 4: pp. 675-682; ISSN 1516-8913.

Yong Chang Seo, Woo Seok Choi, Jong Ho Park, Jin Oh Park, Kyung-Hwan Jung and Hyeon Yong Lee. (2013). Stable Isolation of Phycocyanin from Spirulina platensis Associated with High-Pressure Extraction Process. International Journal of Molecular Sciences Vol.14: page 1778 – 1787. Korea.

Page 16: Fikosianin_Meliana_13-70-0063_d5_Unika Soegijapranata

15

Zhang et al,. (2015). Extraction and Separation of Phycocyanin from Spirulina Using Aqueous Two-Phase Systems of Ionic Liquid and Salt. Journal of Food and Nutrition Research, 2015, Vol. 3, No. 1, 15-19.

Page 17: Fikosianin_Meliana_13-70-0063_d5_Unika Soegijapranata

6. LAMPIRAN

6.1. Perhitungan

Rumus perhitungan :

Konsentrasi Fikosianin / KF (mg/ml) = OD615 – 0,474 ( OD652 )

5,34 x

1

10−2

Yield (mg/g) = KF × Vol (total filtrat)g (berat biomassa)

Kelompok D1

KF = 0,1854 – 0,474 (0,1733 )

5,34×

1

10−1 = 0,193 mg/ml

Yield = 0,193×55

8 = 1,327 mg/g

Kelompok D2

KF = 0, 1914 – 0,474 (0,1797 )

5,34×

1

10−1 = 0,199 mg/ml

Yield = 0,199×55

8 = 1,368 mg/g

Kelompok D3

KF = 0, 1863 – 0,474 ( 0,1843 )

5,34×

1

10−1 = 0,185 mg/ml

Yield = 0,185×55

8 = 1,272 mg/g

Kelompok D4

KF = 0, 1980 – 0,474 ( 0,1803 )

5,34×

1

10−1 = 0,211 mg/ml

Yield = 0, 211×55

8 = 1,451mg/g

Kelompok D5

16

Page 18: Fikosianin_Meliana_13-70-0063_d5_Unika Soegijapranata

17

KF = 0,1687 – 0,474 (0,2029 )

5,34×

1

10−1 = 0,136 mg/ml

Yield = 0, 136×55

8 = 0,935 mg/g

6.2. Laporan Sementara

6.3. Diagram Alir

6.4. Abstrak Jurnal