faringitis streptokokkus

18
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Faringitis (dalam bahasa latin; pharyngitis), adalah sebuah penyakit yang menyerang tenggorokan atau faring. Kadangkala juga disebut sebagai radang tenggorokan. Radang ini bisa disebabkan oleh virus atau bakteri, disebabkan daya tahan yang lemah. Pengobatan dengan antibiotika hanya efektif apabila penyebabnya karena bakteri. Biasanya disebabkan oleh bakteri streptokokus grup A. Namun bakteri lain seperti N. gonorrhoeae, C.diphtheria, H. influenza juga dapat menyebabkan faringitis. Apabila disebabkan oleh infeksi virus biasanya oleh rhinovirus, adenovirus, parainfluenza virus dan coxsackie virus. Dapat pula disebabkan oleh berbagai faktor pendukung seperti adanya rangsangan oleh asap, uap dan zat kimia. Faringitis akut merupakan penyakit menular yang dapat ditularkan melalui droplet saliva. Faktor predisposisi yang membantu timbulnya penyakit, yaitu turunnya daya tahan tubuh, makanan kurang bergizi, konsumsi, alkohol yang berlebihan, gejala dari penyakit scarlet fever, pneumonia, pertusis dan sebagainya. Faringitis akut dapat mengakibatkan rasa sakit pada tenggorokan, perasaan tidak nyaman, nyeri atau rasa gatal pada tenggorokan. Faringitis terjadi pada semua umur dan tidak dipengaruhi jenis kelamin, tetapi frekuensi yang paling tinggi terjadi pada anak-anak. Faringitis akut jarang 1

Upload: rizallutfi

Post on 01-Feb-2016

15 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Faringitis Streptokokkus

TRANSCRIPT

Page 1: Faringitis Streptokokkus

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Faringitis (dalam bahasa latin; pharyngitis), adalah sebuah penyakit yang

menyerang tenggorokan atau faring. Kadangkala juga disebut sebagai radang

tenggorokan. Radang ini bisa disebabkan oleh virus atau bakteri, disebabkan daya tahan

yang lemah. Pengobatan dengan antibiotika hanya efektif apabila penyebabnya karena

bakteri. Biasanya disebabkan oleh bakteri streptokokus grup A. Namun bakteri lain

seperti N. gonorrhoeae, C.diphtheria, H. influenza juga dapat menyebabkan faringitis.

Apabila disebabkan oleh infeksi virus biasanya oleh rhinovirus, adenovirus, parainfluenza

virus dan coxsackie virus. Dapat pula disebabkan oleh berbagai faktor pendukung seperti

adanya rangsangan oleh asap, uap dan zat kimia.

Faringitis akut merupakan penyakit menular yang dapat ditularkan melalui

droplet saliva. Faktor predisposisi yang membantu timbulnya penyakit, yaitu turunnya

daya tahan tubuh, makanan kurang bergizi, konsumsi, alkohol yang berlebihan, gejala

dari penyakit scarlet fever, pneumonia, pertusis dan sebagainya. Faringitis akut dapat

mengakibatkan rasa sakit pada tenggorokan, perasaan tidak nyaman, nyeri atau rasa gatal

pada tenggorokan.

Faringitis terjadi pada semua umur dan tidak dipengaruhi jenis kelamin, tetapi

frekuensi yang paling tinggi terjadi pada anak-anak. Faringitis akut jarang ditemukan

pada usia dibawah 1 tahun. Insedensi meningkat dan mencapai puncaknya pada usia 4-7

tahun, tetapi tetap berlanjut sepanjang akhir masa anak-anak dan kehidupan dewasa.

Kematian akibat faringitis jarang terjadi, tetapi dapat terjadi sebagai hasil dari komplikasi

penyakit ini. Pada anak-anak perlu perhatian lebih karena dapat menyebabkan sesak

napas sehingga dapat membahayakan bila tidak diobati dengan baik.

1.2 Tujuan

Mengetahui definisi, epidemiologi, etiologi, patogenesis, penegakan diagnosis,

tatalaksana, dan komplikasi dari faringitis streptokokkus.

1

Page 2: Faringitis Streptokokkus

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Faringitis streptokokus adalah suatu peradangan pada mukosa faring yang disebabkan

oleh bakteri yang disebut “Streptokokus grup A”.[1] Faringitis akibat Streptokokus

mempengaruhi tenggorokan dan tonsil. Tonsil adalah kedua kelenjar di tenggorokan, pada

bagian belakang mulut. Faringitis akibat Streptokokus juga dapat mempengaruhi rongga

suara (laring). Gejala yang sering ditemukan antara lain demam, nyeri tenggorokan, dan

kelenjar getah bening yang membengkak di leher. Faringitis akibat streptokokus merupakan

penyebab pada 37% nyeri tenggorokan di anak.[2]

Faringitis akibat Streptokokus menyebar melalui kontak erat dengan orang yang sakit.

Agar yakin bahwa seseorang terjangkit faringitis akibat Streptokokus, diperlukan suatu

pemeriksaan yang disebut kultur apus tenggorokan. Meskipun tanpa pemeriksaan ini, suatu

kasus faringitis akibat Streptokokus yang khas dapat diketahui berdasarkan gejalanya.

Antibiotik dapat membantu orang yang terkena faringitis akibat Streptokokus. Antibiotik

adalah obat yang membunuh bakteri. Antibiotik terutama digunakan untuk mencegah

komplikasi seperti demam rematik dan bukan untuk memperpendek lamanya sakit.[3]

2.2 Anatomi Fisiologi Faring

Faring adalah suatu kantung fibromuskuler yang bentuknya seperti corong, yang besar

di bagian atas dan sempit di bagian bawah. Ke atas, faring berhubungan dengan rongga

hidung melalui koana, ke depan berhubungan dengan rongga mulut melalui isthmus faucium,

sedangkan dengan laring di bawah berhubungan melalui aditus pharyngeus [12].

Faring terdiri atas:

1.    Nasofaring

Relatif kecil, mengandung serta berhubungan dengan erat dengan beberapa struktur penting,

seperti adenoid, jaringan limfoid pada dinding lateral faring, torus tubarius, kantong Rathke,

choanae, foramen jugulare, dan muara tuba Eustachius.

2.    Orofaring

Struktur yang terdapat di sini adalah dinding posterior faring, tonsil palatina, fossa tonsilaris,

arcus faring, uvula, tonsil lingual, dan foramen caecum.

2

Page 3: Faringitis Streptokokkus

a.       Dinding posterior faring, penting karena ikut terlibat pada radang akut atau radang kronik

faring, abses retrofaring, serta gangguan otot-otot di bagian tersebut.

b.      Fossa tonsilaris, berisi jaringan ikat jarang dan biasanya merupakan tempat nanah memecah

ke luar bila terjadi abses.

c.       Tonsil, adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh jaringan ikat dan

ditunjang kriptus di dalamnya. Ada 3 macam tonsil, yaitu tonsil faringeal (adenoid), tonsil

palatina, dan tonsil lingual, yang ketiganya membentuk lingkaran yang disebut cincin

Waldeyer. Epitel yang melapisi tonsil adalah epitel skuamosa yang juga meliputi kriptus. Di

dalam kriptus biasanya ditemukan leukosit, limfosit, epitel yang terlepas, bakteri, dan sisa

makanan.

3.    Laringofaring

Struktur yang terdapat di sini adalah vallecula epiglotica, epiglotis, serta fossa piriformis.

Fungsi faring yang terutama adalah untuk respirasi, pada waktu menelan, resonansi suara,

dan untuk artikulasi [12].

Gambar 2.1 Anatomi Faring (Sumber: Rusmarjono dan Soerjadi Kartosoediro, 2007)

2.3 Epidemiologi

Faringitis akibat streptokokkus merupakan penyebab sekitar 11 juta orang menderita

nyeri tenggorokan di Amerika Serikat setiap tahunnya. Faringitis terjadi pada semua umur

dan tidak dipengaruhi jenis kelamin, tetapi frekuensi yang paling tinggi terjadi pada anak-

3

Page 4: Faringitis Streptokokkus

anak. Faringitis akut jarang ditemukan pada usia dibawah 1 tahun. Insedensi meningkat dan

mencapai puncaknya pada usia 4-7 tahun, tetapi tetap berlanjut sepanjang akhir masa anak-

anak dan kehidupan dewasa, Sebagian besar kasus nyeri tenggorokan disebabkan oleh virus.

Bakteri Streptokokus beta hemolitikus grup A menyebabkan 15 hingga 30 persen nyeri

tenggorokan pada anak. Bakteri ini menyebabkan 5 hingga 20 persen nyeri tenggorokan pada

dewasa. Kasus biasanya terjadi pada akhir musim dingin dan awal musim semi.[3]

2.4 Etiologi

Faringitis akibat Streptokokus disebabkan oleh suatu tipe bakteri yang disebut

Streptokokus beta-hemolitikus grup A (SGA).[6] Bakteri atau virus lain juga dapat

menyebabkan nyeri tenggorokan.[3][5] Seseorang menderita faringitis akibat Streptokokus

melalui kontak langsung dan erat dengan seorang yang sakit. Penyakit ini dapat lebih mudah

menyebar apabila berada dalam lingkungan yang padat.[5][7] Contoh lingkungan yang padat di

antaranya orang-orang di lingkungan militer atau di sekolah.

Etiologi faringitis di antaranya[6]:

1. Group A beta-hemolytic streptococci (GABHS) 15% kasus faringitis.

• Gambaran klinis berupa: demam lebih dari 101.5°F, tonsillopharyngeal eritem dan

eksudasi, pembengkakan limfonodi leher, sakit kepala, muntah pada anak-anak,

petechiae palatal, biasa terjadi pada cuaca dingin.

• Suatu ruam scarlatiniform juga dihubungkan dengan infeksi GABHS ruam

kemerahan pada ekstremitas dan lidah memerah (strawberry tongue)

2. Group C, G, F Streptococci ( 10%), mungkin secara klinis tidak bisa dibedakan dari

infeksi GABHS, namun Streptococcus jenis ini tidak menyebabkan sekuel

immunologik. Streptococci grup C dan G telah dilaporkan sebagai penyebab radang

selaput otak (meningitis), endocarditis, dan empyema subdural.

3. Arcanobacterium Chlamydia pneumoniae (5%), gejala mirip dengan M pneumoniae.

Faringitis biasanya mendahului terjadinya peradangan pada paru.

4. Corynebacterium diphtheria

5. Bakteri yang jarang namun dapat dijumpai pada faringitis yaitu Borrelia species,

Francisella tularensis, Yersinia species, and Corynebacterium ulcerans.

6. Corynebacterium haemolyticus ( 5%) banyak terjadi pada dewasa muda,gejalanya

mirip dengan infeksi GABHS, berupa ruam scarlatiniform. Pasien sering mengeluh

batuk.

4

Page 5: Faringitis Streptokokkus

7. Mycoplasma pneumoniae, pada dewasa muda dengan headache, faringitis, and

infeksi pernafasan bawah. Kira-kira 75% pasien disertai batuk.

8. Viral pharyngitis

o Adenovirus (5%):.

o Herpes simplex (< 5%):

o Coxsackieviruses A and B (< 5%):

o Epstein-Barr virus (EBV):

o CMV.

o HIV-1:

9. Penyebab lain

o Candida sp. Pada pasien-pasien dengan riwayat pengbatan penekan sistem imun.

Banyak terjadi pada anak dengan gambaran plak putih pada orofaring.

o Udara kering, alergi (postnasal tetes), trauma kimia, merokok, neoplasia

Bakteri SGA dapat mengering menjadi debu, namun tidak dapat infeksius. Apabila

bakteri di lingkungan dipertahankan tetap lembab maka sampai dengan 15 hari bakteri

tersebut dapat menyebabkan seseorang menjadi sakit.[5] Bakteri yang lembab dapat ditemukan

pada benda-benda seperti sikat gigi. Bakteri ini dapat hidup dalam makanan, namun hal ini

sangat jarang terjadi. Orang yang memakan makanan tersebut dapat menjadi sakit.[5]. 12%

anak tanpa gejala faringitis akibat Streptokokus memiliki SGA di tenggorokan mereka dalam

keadaan normal.[2]

2.5 Patogenesis

Penularan terjadi melalui droplet. Kuman menginfiltrasi lapisan epitel, kemudian bila

epitel terkikis maka jaringan limfoid superfisial bereaksi, terjadi pembendungan radang

dengan infiltrasi leukosit polimorfonuklear. Pada stadium awal terdapat hiperemi, kemudian

edema dan sekresi yang meningkat. Eksudat mula-mula serosa tapi menjadi menebal dan

kemudian cendrung menjadi kering dan dapat melekat pada dinding faring. Dengan hiperemi,

pembuluh darah dinding faring menjadi lebar. Bentuk sumbatan yang berwarna kuning, putih

atau abu-abu terdapat dalam folikel atau jaringan limfoid. Tampak bahwa folikel limfoid dan

bercak-bercak pada dinding faring posterior, atau terletak lebih ke lateral, menjadi meradang

dan membengkak[5][7].

5

Page 6: Faringitis Streptokokkus

2.6 Manifestasi Klinik

Gejala faringitis akibat Streptokokus yang umum ditemukan adalah nyeri pada

tenggorokan, demam lebih dari 38 °C, nanah (suatu cairan berwarna kuning atau hijau yang

tersusun atas bakteri yang mati, dan sel darah putih) pada tonsil, dan kelenjar getah bening

yang membengkak.[3]

Dapat pula ditemukan gejala lain seperti:

Nyeri kepala (sakit kepala)[4]

Muntah-muntah atau mual[4]

Nyeri perut [4]

Nyeri otot[5]

Ruam (bintik kecil-kecil kemerahan) pada tubuh atau dalam mulut atau tenggorokan.

Ini adalah tanda yang tidak sering ditemukan namun spesifik.[3]

Seorang yang terkena faringitis akibat Streptokokus akan menunjukkan gejala antara satu

hingga tiga hari setelah berkontak dengan seorang yang sakit.[3]

Gambar 2.2 Manifestasi Klinik Faringitis Streptokokkus pada Rongga Mulut dan Faring (Sumber: Rusmarjono dan Soerjadi Kartosoediro, 2007)

2.7 Diagnosis

Suatu kriteria yang disebut Modifikasi Skor Centor membantu dokter memutuskan

bagaimana menangani seseorang dengan nyeri tenggorokan. Skor Centor memiliki lima

penilaian atau pengamatan klinis. Ini menunjukkan seberapa mungkin seseorang mengalami

faringitis akibat Streptokokus.[3]

6

Page 7: Faringitis Streptokokkus

Satu poin diberikan untuk setiap kriteria ini:[3]

Tidak ada batuk

Kelenjar getah bening membengkak atau kelenjar getah bening yang nyeri bila

disentuh

Suhu tubuh lebih dari 38 °C

Pus (nanah) atau pembengkakan tonsil (amandel)

Usia kurang dari 15 tahun (dikurangi satu poin apabila orang tersebut berusia lebih

dari 44 tahun)

Tabel 2.1 Modifikasi Skor Centor (Sumber: Bisno AL, Gerber MA, Gwaltney JM, Kaplan EL, Schwartz RH, 2002)

Nilai Kemungkinan Streptokokkus

Pengobatan

1 atau kurang

2

3

4 dan 5

<10%

11–17%

28–35%

52%

Tidak diperlukan antibiotik

Antibiotik berdasarkan kultur

Antibiotik berdasarkan kultur

Antibiotik tanpa melakukan kultur

2.8 Pemeriksaan laboratorium

Suatu pemeriksaan yang disebut kultur apusan tenggorokan adalah cara terbaik[8]

untuk mengetahui apakah seseorang mengalami faringitis akibat Streptokokus. Pemeriksaan

ini memiliki ketepatan 90 sampai 95 persen.[3] Terdapat pemeriksaan lain yang disebut uji

strep cepat (rapid strep test), disebut juga RADT. Uji strep cepat lebih cepat dibandingkan

dengan kultur tenggorokan namun hanya mampu menemukan penyakit dengan benar pada

70% pemeriksaan. Kedua pemeriksaan dapat menunjukkan kapan seseorang tidak mengalami

faringitis akibat Streptokokus. Pemeriksaan-pemeriksaan tersebut dapat menunjukkan bahwa

seseorang tidak mengalami penyakit tersebut pada 98 persen kasus.[3]

7

Page 8: Faringitis Streptokokkus

Saat seseorang sedang sakit, kultur tenggorokan atau uji strep cepat dapat

memberitahukan apakah seseorang sedang faringitis akibat Streptokokus.[9] Orang yang tidak

mengalami gejala sebaiknya tidak diperiksa kultur tenggorokan atau uji strep cepat karena

beberapa orang memiliki bakteri streptokokus di tenggorokan mereka pada keadaan normal

tanpa ada gejala yang buruk. Dan orang-orang ini tidak memerlukan pengobatan.[9]

2.9 Diagnosis Banding

Faringitis akibat Streptokokus memiliki beberapa gejala yang sama seperti penyakit

lain. Karena hal ini, dapat sulit untuk mengetahui apakah seseorang mengalami faringitis

akibat Streptokokus tanpa kultur tenggorokan atau uji strep cepat.[3] Apabila orang tersebut

mengalami demam dan nyeri tenggorokan disertai batuk, hidung berair, diare, dan mata

terasa merah dan gatal, hal ini lebih mungkin suatu nyeri tenggorokan yang disebabkan oleh

virus.[3] Mononukleosis infeksiosa dapat menyebabkan kelenjar getah bening di leher

membengkak dan nyeri tenggorokan, demam, dan dapat menyebabkan amandel membesar.[10]

Diagnosis penyakit ini dapat ditegakkan dengan pemeriksaan darah. Namun, tidak ada

pengobatan yang spesifik untuk mononukleosis infeksiosa.

2.10 Tatalaksana

Faringitis akibat Streptokokus biasanya berlangsung selama beberapa hari tanpa

pengobatan.[3] Pengobatan dengan antibiotik biasanya akan membuat gejalanya hilang 16 jam

lebih cepat.[3] Alasan utama pengobatan dengan antibiotik adalah untuk mengurangi risiko

menderita penyakit yang lebih berat. Sebagai contoh, suatu penyakit jantung yang dikenal

sebagai demam reumatik atau berkumpulnya nanah di tenggorokan yang dikenal sebagai

abses retrofaring.[3] Antibiotik bekerja dengan baik apabila diberikan dalam waktu 9 hari

sejak gejala pertama kali muncul.[6]

Analgesik

Obat penghilang rasa nyeri dapat membantu mengurangi nyeri yang disebabkan oleh

faringitis akibat Streptokokus. Biasanya ini mencakup OAINS atau parasetamol yang juga

dikenal sebagai asetaminofen. Steroid juga bermanfaat, aspirin dapat bermanfaat pada

dewasa. Tidak baik memberikan aspirin pada anak karena hal ini akan membuat mereka lebih

mungkin mengalami Sindrom Reye.[6]

8

Page 9: Faringitis Streptokokkus

Antibiotik

Penisilin V adalah antibiotik yang paling sering digunakan di Amerika Serikat untuk

faringitis akibat Streptokokus. Antibiotik ini banyak digunakan karena aman, bekerja dengan

baik, dan tidak mahal (tidak menghabiskan banyak uang). Amoksisilin biasanya digunakan di

Eropa. Di India, orang lebih berisiko menderita demam reumatik. Karena itu, suatu obat

disuntikkan yang disebut benzatin penisilin G merupakan terapi yang biasa diberikan.[6]

Antibiotik menurunkan rata-rata lama gejala. Rata-rata lama gejala adalah tiga hingga

lima hari. Obat-obat ini juga mengurangi penyebaran penyakit.[9] Obat-obat ini terutama

digunakan untuk mencoba mengurangi komplikasi yang jarang. Ini mencakup demam

reumatik, ruam, atau infeksi. Efek baik antibiotik harus seimbang dengan kemungkinan efek

sampingnya. Terapi antibiotik mungkin tidak perlu diberikan pada seorang dewasa sehat yang

mengalami reaksi buruk terhadap obat. Penggunaan antibiotik pada faringitis akibat

Streptokokus lebih sering dibandingkan dengan perkiraan tingkat kejadian penyakit yang

diharapkan. Obat eritromisin (dan obat-obat lain, yang disebut makrolid) harus digunakan

pada orang yang mengalami alergi berat terhadap penisilin. Sefalosporin dapat digunakan

pada orang dengan alergi yang lebih ringan. Infeksi streptokokus juga dapat menyebabkan

pembengkakan ginjal (glomerulonefritis akut). Antibiotik tidak mengurangi kemungkinan

terjadinya kondisi ini.[6]

2.11 Prognosis

Gejala faringitis akibat Streptokokus biasanya membaik, dengan atau tanpa

pengobatan, dalam waktu sekitar tiga hingga lima hari.[9] Pengobatan dengan antibiotik

mengurangi risiko penyakit yang lebih berat. Antibiotik juga membuat penyakit lebih sulit

menyebar ke orang lain. Anak dapat kembali sekolah 24 jam setelah pemberian antibiotik.[3]

Komplikasi mungkin disebabkan oleh faringitis akibat Streptokokus:

Ini mencakup deman reumatik atau demam skarlatina

sindrom renjatan toksik

Glomerulonefritis

9

Page 10: Faringitis Streptokokkus

Sindrom PANDAS (Pediatric Autoimmune Neuropsychiatric Disorders Associated

with Streptococcal infections). Ini adalah reaksi imun yang menyebabkan masalah

perilaku yang tiba-tiba dan terkadang berat.

2.12 Pencegahan

Menghindari droplet dari penderita adalah pencegahan utama. Penderita sebaiknya

memakai masker saat sakit. Menjaga sistem imun seperti berolahraga ataupun makan bergizi

adalah hal yang penting untuk mencegah tertular penyakit[10].

Beberapa orang mengalami faringitis akibat Streptokokus lebih sering dibandingkan

orang lainnya. Operasi pengangkatan tonsil adalah salah satu cara untuk membuat orang-

orang tersebut berhenti mengalami faringitis akibat Streptokokus. Menderita faringitis akibat

Streptokokus tiga kali atau lebih dalam setahun mungkin merupakan alasan yang baik untuk

mengangkat tonsil[10].

10

Page 11: Faringitis Streptokokkus

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Faringitis streptokokus adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh bakteri yang

disebut Streptokokus grup A. Gejala yang sering ditemukan antara lain demam, nyeri

tenggorokan, dan kelenjar getah bening yang membengkak di leher. Faringitis akibat

streptokokus merupakan penyebab pada 37% nyeri tenggorokan di anak. Penularan terjadi

melalui droplet penderita faringitis. Gejala faringitis akibat Streptokokus biasanya membaik,

dengan atau tanpa pengobatan, dalam waktu sekitar tiga hingga lima hari.Pengobatan dengan

antibiotik adalah untuk mengurangi risiko menderita penyakit yang lebih berat.

11

Page 12: Faringitis Streptokokkus

Daftar Pustaka

1. "streptococcal pharyngitis" di Dorland's Medical Dictionary2. Shaikh N, Leonard E, Martin JM (September 2010). "Prevalence of streptococcal

pharyngitis and streptococcal carriage in children: a meta-analysis". Pediatrics 126 (3): e557–64.

3. Choby BA (March 2009). "Diagnosis and treatment of streptococcal pharyngitis". Am Fam Physician 79 (5): 383–90.

4. Brook I, Dohar JE (December 2006). "Management of group A beta-hemolytic streptococcal pharyngotonsillitis in children". J Fam Pract 55 (12).

5. Hayes CS, Williamson H (April 2001). "Management of Group A beta-hemolytic streptococcal pharyngitis". Am Fam Physician 63 (8): 1557–64. PMID 11327431.

6. Baltimore RS (February 2010). "Re-evaluation of antibiotic treatment of streptococcal pharyngitis". Curr. Opin. Pediatr. 22 (1): 77–82.

7. Lindbaek M, Høiby EA, Lermark G, Steinsholt IM, Hjortdahl P (2004). "Predictors for spread of clinical group A streptococcal tonsillitis within the household". Scand J Prim Health Care 22 (4): 239–43.

8. Smith, Ellen Reid; Kahan, Scott; Miller, Redonda G. (2008). In A Page Signs & Symptoms. In a Page Series. Hagerstown, Maryland: Lippincott Williams & Wilkins. hlm. 312. ISBN 0-7817-7043-2.

9. Bisno AL, Gerber MA, Gwaltney JM, Kaplan EL, Schwartz RH (July 2002). "Practice guidelines for the diagnosis and management of group A streptococcal pharyngitis. Infectious Diseases Society of America". Clin. Infect. Dis. 35 (2): 113–25.

10. Ebell MH (2004). "Epstein-Barr virus infectious mononucleosis". Am Fam Physician 70 (7): 1279–87.

11. Paradise JL, Bluestone CD, Bachman RZ, et al. (March 1984). "Efficacy of tonsillectomy for recurrent throat infection in severely affected children. Results of parallel randomized and nonrandomized clinical trials". N. Engl. J. Med. 310 (11): 674–83.

12. Rusmarjono dan Soerjadi Kartosoediro. 2007. Bab IX Nyeri Tenggorok: Odinofagia dalam: Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok, Kepala dan Leher. Edisi Keenam. Jakarta: Balai Penerbit FK UI.

12