ergonomi hiperkes juni2

20
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lin gku nga n ker ja atau tempat ker ja dik ata kan bai k apa bil a dal am kon dis i tert ent u man usia dap at melakukan kegiat ann ya dengan opt ima l. Ket ida kse sua ian lingku nga n ker ja den gan man usi a yang bek erj a pad a lin gku nga n ters ebu t dap at terlihat akibat nya dalam jangka waktu tertentu , sepert i turun nya produktiv itas kerja, efisiensi dan ketilitian. Keselamatan dan kesehatan kerja serta lingkungan fisik tempat kerja sangat berpengaruh terhadap produktivitas kerja. Seorang pekerja akan mampu  bekerja dengan baik apabila ditunjang oleh lingkungan yang baik pula sehingga dicapai hasil yang optimal. Keselamatan dan kesehatan kerja serta lingkungan fisik tempat bekerja sangat  berpengaruh dalam peningkatan produktivitas suatu perusahaan. Seorang pekerja akan mampu bek erja den gan bai k apa bil a dit unj ang ole h lingku nga n ker ja yan g bai k sehi ngg a did apa tka n has il yan g opt ima l. Lin gku nga n ker ja ada lah tempat ker ja dikatakan baik apabila dalam kondisi tertentu manusia dapat melakukan kegiatannya dengan optimal. Ketidaksesuaian lingkungan kerja dengan manusia yang bekerja pada lingk ungan tersebut dapat terlih at akiba tnya dalam jangk a waktu tertentu , seperti turunnya produktivitas kerja, efisiensi dan ketelitian. Menurut data Biro Pusat Statistik (BPS), populasi pekerja di Indonesia saat ini terus meningkat. Diketahui pada tahun 1997 jumlah tenaga kerja di Indonesia masih sekitar 89 juta jiwa, sedangkan pada tahun 2000 jumlah ini sudah meningkat mencapai 95 juta jiwa. Dalam rangka membentuk industri yang tangguh, pembinaan sumber daya manus ia, khusu snya dalam menin gkatk an dan memeli hara angka tan kerja yang sehat, terampil, dan produktif menjadi sangat penting, karena keberhasilan sekt or ind ust ri sangat terg ant ung dar i efek tiv itas dan efi sien si pek erj aan yang dilakukan oleh tenaga kerja. Untuk itu, agar sektor industri menjadi lebih maju dan  berjalan dengan baik, tenaga kerja perlu dikembangkan menjadi sumber daya yang sehat dan produktif. Unt uk men unj ang ter ben tuk nya sumber day a yang sehat dan pro duk tif , ke seha ta n da n ke sela ma ta n pe ke rj a juga ha rus me nd apat pe rh at ia n. Pa da kenyataannya, ratusan tenaga kerja di seluruh dunia saat ini bekerja pada kondisi yang tidak ama n dan dapat men yeb abk an ganggu an kes eha tan . Menuru t  International 

Upload: rica-aulia

Post on 30-Oct-2015

86 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

: ergonomi hiperkes juni2.do

TRANSCRIPT

Page 1: ergonomi hiperkes juni2

7/16/2019 ergonomi hiperkes juni2

http://slidepdf.com/reader/full/ergonomi-hiperkes-juni2 1/20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Lingkungan kerja atau tempat kerja dikatakan baik apabila dalam kondisi

tertentu manusia dapat melakukan kegiatannya dengan optimal. Ketidaksesuaian

lingkungan kerja dengan manusia yang bekerja pada lingkungan tersebut dapat

terlihat akibatnya dalam jangka waktu tertentu, seperti turunnya produktivitas kerja,

efisiensi dan ketilitian. Keselamatan dan kesehatan kerja serta lingkungan fisik tempat

kerja sangat berpengaruh terhadap produktivitas kerja. Seorang pekerja akan mampu

 bekerja dengan baik apabila ditunjang oleh lingkungan yang baik pula sehingga

dicapai hasil yang optimal.

Keselamatan dan kesehatan kerja serta lingkungan fisik tempat bekerja sangat

 berpengaruh dalam peningkatan produktivitas suatu perusahaan. Seorang pekerja akan

mampu bekerja dengan baik apabila ditunjang oleh lingkungan kerja yang baik 

sehingga didapatkan hasil yang optimal. Lingkungan kerja adalah tempat kerja

dikatakan baik apabila dalam kondisi tertentu manusia dapat melakukan kegiatannya

dengan optimal. Ketidaksesuaian lingkungan kerja dengan manusia yang bekerja pada

lingkungan tersebut dapat terlihat akibatnya dalam jangka waktu tertentu, seperti

turunnya produktivitas kerja, efisiensi dan ketelitian.

Menurut data Biro Pusat Statistik (BPS), populasi pekerja di Indonesia saat

ini terus meningkat. Diketahui pada tahun 1997 jumlah tenaga kerja di Indonesia

masih sekitar 89 juta jiwa, sedangkan pada tahun 2000 jumlah ini sudah meningkat

mencapai 95 juta jiwa. Dalam rangka membentuk industri yang tangguh, pembinaan

sumber daya manusia, khususnya dalam meningkatkan dan memelihara angkatan

kerja yang sehat, terampil, dan produktif menjadi sangat penting, karena keberhasilan

sektor industri sangat tergantung dari efektivitas dan efisiensi pekerjaan yang

dilakukan oleh tenaga kerja. Untuk itu, agar sektor industri menjadi lebih maju dan

 berjalan dengan baik, tenaga kerja perlu dikembangkan menjadi sumber daya yang

sehat dan produktif.

Untuk menunjang terbentuknya sumber daya yang sehat dan produktif,

kesehatan dan keselamatan pekerja juga harus mendapat perhatian. Pada

kenyataannya, ratusan tenaga kerja di seluruh dunia saat ini bekerja pada kondisi yang

tidak aman dan dapat menyebabkan gangguan kesehatan. Menurut  International 

Page 2: ergonomi hiperkes juni2

7/16/2019 ergonomi hiperkes juni2

http://slidepdf.com/reader/full/ergonomi-hiperkes-juni2 2/20

 Labor Organization (ILO), setiap tahun terjadi 1,1 juta kematian yang disebabkan

oleh penyakit atau kecelakaan akibat hubungan kerja. Sekitar 300.000 kematian

terjadi dari 250 juta kecelakaan, sedangkan sisanya adalah kematian karena penyakit

akibat hubungan kerja, dimana diperkirakan terjadi 160 juta penyakit akibat hubungan

kerja baru setiap tahunnya. Namun, besarnya angka di atas tidak ditunjang oleh

 pelayanan kesehatan yang memadai dari sektor industri. Menurut World Health

Organization (WHO), diperkirakan hanya 5-10% pekerja di negara berkembang dan

20-50% pekerja di negara industri yang mempunyai akses terhadap pelayanan

kesehatan kerja yang memadai.

Menurut UU no. 1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja bahwa, setiap tenaga

kerja berhak mendapatkan perlindungan atas K3-nya dalam melakukan pekerjaan

untuk kesejahteraan dan meningkatkan produksi serta produktivitas nasional; bahwa

setiap orang yang berada di tempat kerja perlu terjamin keselamatannya; bahwa setiap

sumber produksi perlu dipakai dan dipergunakan secara aman dan efisien. Disamping

itu sesuai dengan UU No. 13 tahun 2003, K3 merupakan hak dari tenaga kerja.

Selain kecelakaan kerja, pekerja juga berisiko mendapat Penyakit Akibat

Kerja (PAK). Di Indonesia insidens penyakit akibat kerja belum diketahui. Beberapa

faktor yang menyebabkannya antara lain kesulitan menghubungkan penyakit dengan

 penyebab, penegakkan diagnosis masih menjadi masalah, dan kurangnya perhatian

terhadap PAK. Fakta tersebut mengkhawatirkan. Kegagalan mengenal PAK dapat

menyebabkan berbagai kerugian antara lain tenaga kerja dirugikan karena tidak 

mendapat penggantian dari Jaminan Sosial Tenaga Kerja serta terjadi kecacatan dan

kematian akibat kerja karena tidak dilakukan antisipasi.

Mengingat pentingnya kesehatan dan keselamatan kerja, dokter seharusnya

memahami penanganan dan pencegahan kecelakaan kerja dan PAK. Salah satu

mekanisme pencegahan adalah dengan mengenali bahaya potensial di tempat kerja.

Ada beberapa bahaya potensial di tempat kerja yaitu fisik, biologis, kimia, ergonomi,

dan psikologis.

Penerapan ergonomi pada umumnya merupakan aktivitas rancang bangun

(desain) ataupun rancang ulang (re-desain). Hal mi dapat meliputi perangkat keras

seperti misalnya perkakas kerja (tools), bangku kerja (benches), platform, kursi,

 pegangan alat kerja (workhoLder), sistem pengendali (controls), alat peraga

(display), jalan/lorong (access way), pintu (doors), jendela (windows), dan lain—lain.

Page 3: ergonomi hiperkes juni2

7/16/2019 ergonomi hiperkes juni2

http://slidepdf.com/reader/full/ergonomi-hiperkes-juni2 3/20

Ergonomi juga meberikan peranan penting dalam meningkatkan faktor 

keselamatan dan kesehatan kerja, misalnya: desain suatu sistem kerja untuk 

mengurangi rasa nyeri dan ngilu pada sistem kerangka dan otot manusia.

Pada plant survey ini dilakukan kunjungan ke sebuah pabrik meubel “Gudang

Mustika Jati”. Kunjungan dimaksudkan untuk melatih kemampuan peserta pelatihan

hiperkes untuk mengenali adanya bahaya potensial dan faktor risiko terjadinya

kecelakaan dan PAK. Gudang Mustika Jati adalah salah satu home industri yang

memproduksi meubel. Industri ini memerlukan beberapa tenaga kerja untuk 

melaksanakan proses produksi. Demi mencapai kualitas yang sesuai dengan standar,

keamanan dan keselamatan dalam alur produksi, diperlukan ketekunan dan disiplin

yang tinggi.

1.2. Permasalahan

Gudang Mustika Jati merupakan industri yang memproduksi berbagai meubel

dari kayu seperti: lemari, meja, kursi, dll. Selain menggunakan tenaga manusia, proses

 produksi berjalan dengan bantuan: mesin-mesin (mesin amplas, gergaji mesin, mesin

serut kayu) dan alat-alat(amplas, alat pahat/ukir, kuas, troli, palu), sehingga terdapat

 bahaya pajanan ergonomi, fisika, dan kimia. Apabila posisi mesin dan alat tidak 

sesuai dengan pekerja maka dapat terjadi posisi yang tidak ergonomis. Pada akhirnya

menimbulkan masalah kesehatan dan penurunan produktivitas pekerja. Semua hal

tersebut akan berdampak pada profit perusahaan.

1.3. Tujuan

1.3.1. Tujuan Umum

Diketahui dan dipahaminya bahaya potensial dan risiko kecelakaan kerja serta

 program Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Gudang Mustika Jati.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Teridentifikasinya bahaya potensial dan risiko kecelakaan kerja terutama yang

 berhubungan dengan ergonomi.

2. Teridentifikasinya gangguan kesehatan yang mungkin timbul dengan adanya

 bahaya potensial ergonomi.

3. Diketahuinya upaya perlindungan atau pencegahan yang telah dilakukan oleh

 perusahaan/tempat kerja.

Page 4: ergonomi hiperkes juni2

7/16/2019 ergonomi hiperkes juni2

http://slidepdf.com/reader/full/ergonomi-hiperkes-juni2 4/20

4. Didapatkannya rekomendasi bagi perusahaan untuk peningkatan upaya

Kesehatan dan Keselamatan Kerja sesuai dengan perkembangan ilmu

 pengetahuan dan teknologi yang mutakhir.

1.4. Manfaat

1.4.1. Bagi Peserta Pelatihan

1. Memahami pelaksanaan walk through survey dengan melakukan identifikasi

 bahaya potensial serta upaya pencegahan gangguan kesehatan yang

diakibatkannya.

2. Mengetahui masalah yang berhubungan dengan ergonomi di lingkungan kerja

dan akibat yang ditimbulkannya.

1.4.2. Bagi Perusahaan

Memperoleh masukan yang berguna bagi pengusaha sehingga dapat

meningkatkan produktivitas pekerja yang nantinya dapat meningkatkan profit.

1.4.3. Bagi Tenaga Kerja

Teridentifikasinya bahaya potensial kesehatan dan keselamatan kerja yang

ditemukan di lingkungan kerja karyawan Gudang Mustika Jati.

1.5. Metode

Data yang didapat merupakan data primer dan data sekunder yang diperoleh

saat kunjungan ke perusahaan. Data primer didapat dari wawancara dengan staf dan

 pekerja serta pengamatan lingkungan kerja secara langsung. Data sekunder didapat

dari data kecelakaan akibat kerja dan data dari booklet Company Profile Gudang

Mustika Jati.

Page 5: ergonomi hiperkes juni2

7/16/2019 ergonomi hiperkes juni2

http://slidepdf.com/reader/full/ergonomi-hiperkes-juni2 5/20

BAB II

HASIL KUNJUNGAN

Page 6: ergonomi hiperkes juni2

7/16/2019 ergonomi hiperkes juni2

http://slidepdf.com/reader/full/ergonomi-hiperkes-juni2 6/20

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi Ergonomi

Ringkasnya Ergonomi adalah suatu aturan /norma dalam sistem kerja,

diSkandinavia disebut “Bioteknologi”, di AS disebut “human engineering/human

factors engineering”. Namun, semuanya membahas hal yang sama yaitu “optimalisasi

fungsi manusia terhadap aktifitas yang dilakukan”. Menurut IEA (International

Ergonomics Assosiation)

• safety (aman)

• comfort (nyaman)

• easy of use (mudah digunakan)

• procdutivity (produktif)

• aesthetic (berseni)

Disimpulkan bahwa ergonomic adalah ilmu, seni, penerapan teknologi yang

menyerasikan/menyeimbangkan antara segala fasilitas yang digunakan baik dalam

 beraktifitas dengan kemampuan/keterbatasan manusia baik secara fisik maupun

mental sehingga kualitas hidup secara keseluruhan menjadi lebih baik.

Aktifitas / pekerjaan apabila tidak dilakukan secara ergonomics akan

mengakibatkan ketidak nyamanan, biaya tinggi, kecelakaan, dan penyakit akibat kerja

meningkat, performansi, penenurunan efisiensi dan daya kerja. dengan demikian

 penerapan ergonomic disegala bidang kegiatan adalah suatu keharusan.

Konsep dasar ergonomi:

1. Kemampuan Kerja (Work Chapacity) ditentukan oleh:

a) karakteristik pribadi: usia, jenis kelamin, antropometri (ukuran tubuh

manusia), pendidikan, pengalaman, status social, agama, kesehatan.

 b) kemampuan fisiologis: kardiovaskuler, syaraf otot, pancaindra.

Page 7: ergonomi hiperkes juni2

7/16/2019 ergonomi hiperkes juni2

http://slidepdf.com/reader/full/ergonomi-hiperkes-juni2 7/20

c) kemampuan psikologis: mental, adaptasi

d) kemampuan biomekanik: sendi, jalinan tulang

2. Tuntutan Tugas (task demonds) tergantung pada:

a) karakteristik material dan tugas : peralatan dan mesin, kecepatan dan irama

kerja.

 b) karakteristik organisasi : jam kerja, manag4enen, libur, cuti

c) karakteristik lingkungan : suhu, kelembaban, bising, getaran, penerangan

d) kinerja (unjuk kerja/performance) optimal, perlu : keseimbangan dinamis

antara tuntutan tugas dengan kemampuan dimana sehingga tercapai kondisi

dan lingkungan yang sehat, aman, nyaman, dan produktif.

3.2 Sejarah dan Perkembangan Ergonomi

Pada zaman dahulu ketika masih hidup dalam lingkungan alam asli, kehidupan

manusia sangat tergantung pada kegiatan tangannya. Alat-alat, perlengkapan-

 perlengkapan, atau rumah-rumah sederhana, dibuat hanya sekedar untuk tempat serta

alat untuk berlindung dari ganasnya alam pada saat itu serta bertahan dari serangan

makhluk lain yang lebih kuat (hukum alam). Perubahan waktupun terjadi walaupun

secara perlahan-lahan, yang menuntut untuk perubahan manusia dari keadaan primitif 

menjadi manusia yang berbudaya. Kejadian ini antara lain terlihat pada perubahan

rancangan peralatan-peralatan yang dipakai, yaitu mulai dari batu yang tidak 

 berbentuk menjadi batu yang mulai berbentuk dengan meruncingkan beberapa bagian

dari batu tersebut yang digunakan untuk bertahan hidup. Perubahan pada alat

sederhana ini, menunjukan bahwa telah terjadi perubahan yang signifikan terhadap

kebudayaannya yang ditandai dengan berusahanya mereka dalam memperbaiki alat-

alat yang dipakainya untuk memudahkan pemakaiannya. Hal ini terlihat lagi pada

alat-alat batu runcing yang bagian atasnya dipahat bulat tepat sebesar genggaman

sehingga lebih memudahkan dan menggerakan pemakaiannya. Banyak lagi

 perbuatan-perbuatan manusia yang serupa dengan hal tersebut dari abad ke abad.

 Namun hal tersebut berlangsung secara apa adanya, tidak teratur dan tidak terarah,

 bahkan kadang-kadang hanya secara kebetulan. Barulah di abad ke-20 ini orang mulai

mensistemasikan cara-cara perbaikan tersebut dan secara khusus mengembangkannya.

Page 8: ergonomi hiperkes juni2

7/16/2019 ergonomi hiperkes juni2

http://slidepdf.com/reader/full/ergonomi-hiperkes-juni2 8/20

Usaha-usaha ini berkembang terus dan sekarang dikenal sebagai salah satu cabang

ilmu yang disebut Ergonomi.

Pada dasarnya, Ergonomi ialah suatu cabang ilmu yang sistematis untuk 

memanfaatkan informasi-informasi mengenal sifat, kemampuan dan keterbatasan

manusia untuk merancang suatu sistem kerja sehingga orang dapat hidup dan bekerja

 pada sistem itu dengan baik, yaitu mencapai tujuan yang diinginkan melalui pekerjaan

itu dengan efektif, aman dan nyaman.

Manusia dengan segala sifat dan tingkah lakunya merupakan makhluk yang sangat

kompleks. Untuk mempelajari manusia, tidak cukup ditinjau dari segi ilmu saja. Oleh

sebab itulah untuk mengembangkan Ergonomi diperlukan dukungan dari berbagai

disiplin, antara lain:

1. Psikologi,

2. Antropologi,

3. Faal Kerja,

4. Bioloigi,

5. Sosiologi,

6. Perencanaan kerja,

7. Fisika, dan lain-lain.

Masing-masing disiplin tersebut berfungsi sebagai pemberi informasi. Pada

mulanya, Ergonomi banyak dikuasai oleh para akhli psikokogi, dimana pada saat itu

 pemilihan operator merupakan hal yang paling diutamakan. Tetapi ternyata walaupun

kita mendapatkan para operator yang berprestasi dan mempunyai keahlian tinggi,

lambat laun terbukti hasil akhir secara keseluruhan ternyata kurang memuaskan. Hal

tersebut terbukti dengan nyata pada saat perang dunia II. Pesawat terbang, senjata dan

 peralatan lainnya, yang dibuat serba otomatis, menjadi tidak begitu ampuh

kegunaannya disebabkan tidak lain adalah karena operator/prajurit tidak mampu

menguasai operasi yang kompleks dari alat dan senjata tersebut. Sejarah perang

 banyak menunjukan bahwa selama perang berlangsung banyak dijumpai bom-bom

dan peluru-peluru yang tidak mengenai sasaran, hancurnya pesawat-pesawat terbang,

kapal-kapal dan persenjataan persenjataan lainnya.

3.3 Ruang Lingkup Ergonomi

Ruang lingkup ergonomi sangat luas, ergonomi membahas segala faktor yang

Page 9: ergonomi hiperkes juni2

7/16/2019 ergonomi hiperkes juni2

http://slidepdf.com/reader/full/ergonomi-hiperkes-juni2 9/20

menjadi pengaruh terhadap performansi dan pencapaian tujuan keergonomian.

Wickens (2004) menuturkan bahwa salah satu cara menjabarkan ruang lingkup

ergonomi adalah mengidentifikasikan komponen-komponen manusia yang sering

menjadi permasalahan yang antara lain adalah visibilitas, sensasi, persepsi,

kognisi komunikasi dan keputusan, kontrol motorik, kekuatan sistem otot dan

faktor-faktor biologis lainnya. Ergonomi memiliki lingkungan kontekstual yang

terbagi atas individual adalah pada manufaktur, komputer dan informasi,

 perawatan kesehatan, produk konsumen dan transportasi, sedangkan untuk objek 

ergonomi kelompok adalah pada tim kerja dan organisasi.

 

Cara lain menjabarkan ilmu ergonomi adalah dengan melihat hubungan

disiplindisiplin ilmu dengan domain lain dari ilmu sains dan rekayasa. Sutalaksana

(1996) menyatakan bahwa ada lima macam bidang kajian ergonomi, antara lain

adalah sebagai berikut:

1. Faal Kerja yaitu bidang keilmuan yang mempelajari tentang energi manusia

yang dihasilkan pada saat mengerjakan suatu pekerjaan. Adapun tujuannya

adalah untuk merancangn sistem kerja yang memiliki konsumsi energy yang

terminimasi saat melakukan pekerjaan.

2. Antropometri yaitu bidang keilmuan yang mempelajari dimensi tubuh

manusia. Tujuannya adalah sebagai dasar perancangan peralatan dan fasilitas

yang cocok dengan penggunanya.

3. Biomekanika yaitu bidang keilmuan yang mempelajari tentang mekanisme

kerja berbagai organ fisik dari tubuh manusia, seperti otot rangka, saat

melakukan suatu pekerjaan fisik.

4. Penginderaan yaitu keilmuan yang mempelajari tentang mekanisme dan

 permasalahan penginderaan manusia, mulai dari indera penglihatan,

 penciuman, pendengaran dan lain-lain.

5. Psikologi Kerja yaitu bidang kajian ergonomi yang berkaitan dengan efek 

 psikologis suatu pekerjaan terhadap pekerjanya, misalnya terjadi stress dan

lain sebagainya.

3.4 ANTROPOMETRI

Displin ilmu ergonomi yang berhubungan dengan pengukuran dimensi tubuh manusia

adalah antropometri. Data antropometri diperlukan untuk perancangan sistem kerja

yang baik. Lingkungan fisik juga dapat mempengaruhi para pekerja baik secara

Page 10: ergonomi hiperkes juni2

7/16/2019 ergonomi hiperkes juni2

http://slidepdf.com/reader/full/ergonomi-hiperkes-juni2 10/20

langsung maupun tidak langsung. Lingkungan fisik adalah semua keadaan yang

terdapat di sekitar tempat kerja.

Secara umum lingkungan fisik terbagi dalam dua kategori, yaitu :

- Lingkungan yang langsung berhubungan dengan pekerja tersebut. Contoh: stasiun

kerja, kursi, meja dan sebagainya.

- Lingkungan perantara atau lingkungan umum. Contoh: temperatur, kelembaban,

sirkulasi udara, pencahayaan, kebisingan, getaran mekanis, bau-bauan, warna, dan

lain-lain.

Untuk bisa meminimumkan pengaruh lingkungan fisik terhadap para pekerja,

maka yang harus kita lakukan adalah mempelajari manusia baik mengenai sifat dan

tingkah lakunya serta keadaan fisiknya.

Antropometri merupakan kumpulan data numerik yang berhubungan dengan

karakteristik fisik tubuh manusia (ukuran, volume, dan berat) serta penerapan dari

data tersebut untuk perancangan fasilitas atau produk.

Penelitian awal tentang dimensi tubuh manusia dimulai sejak awal abad ke-14

dan sampai pada abad ke-19 barulah dapat dihasilkan data anthropometri yang

lengkap. Metode pengukuran ini distandarisasikan selama periode awal sampai

 pertengahan abad ke-20. Dan belakangan ini adalah yang dilakukan pada tahun 1980-

an oleh International Organization For Standarisation.

Antropometri terbagi atas dua cara pengukuran yaitu antropometri statis dan

anthropometri dinamis.

1. Antropometri Statis

Antropometri statis disebut juga dengan pengukuran dimensi struktur tubuh.

Anthropometri statis berhubungan dengan pengukuran dengan keadaan dan ciri-ciri

fisik manusia dalam keadaan diam atau dalam posisi standar. Dimensi tubuh yang

diukur dengan posisi tetap antara lain berat badan, tinggi tubuh, ukuran kepala,

 panjang lengan dan sebagainya.

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi dimensi tubuh manusia

diantaranya :

- Umur 

- Jenis kelamin

- Suku bangsa

Page 11: ergonomi hiperkes juni2

7/16/2019 ergonomi hiperkes juni2

http://slidepdf.com/reader/full/ergonomi-hiperkes-juni2 11/20

- Pekerjaan

2. Antropometri dinamis

Antropometri dinamis berhubungan dengan pengukuran keadaan dan ciri-ciri

fisik manusia dalam keadaan bergerak atau memperhatikan gerakan-gerakan yang

mungkin terjadi saat pekerjaan tersebut melaksanakan kegiataannya.

Terdapat tiga kelas pengukuran dinamis yaitu:

- Pengukuran tingkat keterampilan sebagai pendekatan untuk mengerti

keadaanmekanis dari suatu aktivitas

- Pengukuran jangkauan ruangan yang dibutuhkan saat kerja

- Pengukuran variabilitas kerja

Pengukuran Anthropometri bertujuan untuk mengetahui bentuk dimensi tubuh

manusia, agar peralatan yang dirancang lebih sesuai dan dapat memberikan rasa

nyaman serta menyenangkan.

Sementara itu ruang lingkup utama dari data anthropometri antara lain adalah :

- Desain pakaian

- Desain tempat kerja

- Desain dari lingkungan

- Desain peralatan, perkakas dan mesin-mesin

- Desain produk consumer 

Data Anthropometri

Secara garis besar pedoman pengukuran pada data anthropometri antara lain, yaitu :

1. Posisi Duduk Samping

- Tinggi Duduk Tegak (TDT  ), cara pengukuran yaitu dengan mengukur jarak vertikal

dari permukaan alas duduk samping ujung atas kepala. Subjek duduk tegak dengan

mata memandang lurus ke depan dan lutut membentuk sudut siku-siku.

- Tinggi Bahu Duduk (TDT), cara pengukuran yaitu mengukur jarak vertikal dari

 permukaan alas duduk samping ujung tulang bahu yang menonjol pada saat subjek 

duduk tegak.

Page 12: ergonomi hiperkes juni2

7/16/2019 ergonomi hiperkes juni2

http://slidepdf.com/reader/full/ergonomi-hiperkes-juni2 12/20

- Tinggi Mata Duduk (TMD), cara pengukuran yaitu mengukur jarak vertikal dari

 permukaan alas duduk samping ujung mata bagian dalam. Subjek duduk tegak dan

memandang lurus ke depan.

- Tinggi Siku Duduk (TSD), cara pengukuran yaitu mengukur jarak vertikal dari

 permukaan alas duduk samping ujung bawah siku kanan. Subjek duduk tegak dengan

lengan atas vertikal di sisi badan dan lengan bawah membentuk sudut siku-siku

dengan lengan bawah.

- Tebal Paha (TP), cara pengukuran yaitu mengukur sybjek duduk tegak, ukur jarak 

dari permukaan alas duduk samping ke permukaan atas paha.

- Tinggi Popliteal(TPO), cara pengukuran yaitu mengukur jarak vertikal dari lantai

sampai bagian bawah paha.

- Pantat Popliteal (PP), cara pengukuran yaitu mengukur subjek duduk tegak dan

ukur jarak horizontal dari bagian terluar pantat sampai lekukan lutut sebelah dalam

(popliteal). Paha dan kaki bagian bawah membentuk sudut siku-siku.

- Pantat Ke Lutut (PKL), cara pengukuran yaitu mengukur subjek duduk dan ukur 

horisontal dari bagian terluar pantat sampai ke lutut. Paha dan kaki bagian bawah

membentuk sudut siku-siku

2. Posisi Berdiri.

- Tinggi Siku Berdiri (TSB), cara pengukuran yaitu mengukur jarak vertikal dari lantai

ke titik pertemuan antara lengan atas dan lengan bawah. Subjek berdiri tegak dengan

kedua tangan tergantung secara wajar.

- Panjang Lengan Bawah (PLB), cara pengukuran yaitu mengukur subjek berdiri

tegak dan tangan di samping, ukur jarak dari siku sampai pergelangan tangan.

- Tinggi Mata Berdiri (TMB), cara pengukuran yaitu mengukur jarak vertikal dari

lantai sampai ujung mata bagian dalam (dekat pangkal hidung). Subjek berdiri tegak 

dan memandang lurus ke depan.

- Tinggi Badan Tegak (TBT), cara pengukuran yaitu mengukur jarak vertikal telapak 

kaki sampai ujung kepala yang paling atas, sementara subjek berdiri tegak dengan

mata memandang lurus ke depan.

- Tinggi Bahu Berdiri (TBB), cara pengukuran yaitu mengukur jarak vertikal dari

lantai sampai bahu yang menonjol pada saat subjek berdiri tegak.

- Tebal Badan (TB), cara pengukuran yaitu mengukur berdiri tegak dan ukur jarak 

dari dada (bagian ulu hati) sampai punggung secara horisontal.

3. Posisi Berdiri Dengan Tangan Kedepan.

Page 13: ergonomi hiperkes juni2

7/16/2019 ergonomi hiperkes juni2

http://slidepdf.com/reader/full/ergonomi-hiperkes-juni2 13/20

- Jangkauan Tangan (JT), cara pengukuran yaitu mengukur jarak horisontal dari

 punggung samping ujung jari tengah dan subjek berdiri tegak dengan betis, pantat dan

 punggung merapat ke dinding, tangan direntangkan secara horisontal ke depan.

4. Posisi Duduk Menghadap Kedepan.

- Lebar Pinggul (LP), cara pengukuran yaitu mengukur subjek duduk tegak dan ukur 

 jarakhorisontal dari bagaian terluar pinggul sisi kiri samping bagian terluar pinggul

sisi kanan.

- Lebar Bahu (LB), cara pengukuran yaitu mengukur jarak horisontal antara kedua

lengan atas dan subjek duduk tegak dengan lengan atas merapat ke badan dan lengan

 bawah direntangkan ke depan.

5. Posisi Berdiri Dengan Kedua Lengan Direntangkan.

- Rentangan Tangan (RT), cara pengukuran yaitu mengukur jarak horisontal dari

ujung jari terpanjang tangan kiri samping ujung jari terpanjang tangan kanan. Subjek 

 berdiri tegak dan kedua tangan direntangkan horisontal ke samping sejauh mungkin.

6. Pengukuran Jari Tangan

- Panjang Jari 1,2,3,4,5 (PJ-12345), cara pengukuran yaitu mengukur masing-masing

 pangkal ruas jari sampai ujung jari. Jari-jari subjek merentang lurus dan sejajar.

- Pangkal Ke Lengan (PPT), cara pengukuran yaitu mengukur pangkal pergelangan

tangan sampai pangkal ruas jari. Lengan bawah sampai telapak tangan subjek lurus.

- Lebar Jari 2345 (LJ-2345), cara pengukuran yaitu mengukur dari sisi luar jari

telunjuk sampai sisi luar jari kelingking dan jari-jari subjek lurus merapat satu sama

lain.

- Lebar Tangan (LT), cara pengukuran yaitu mengukur sisi luar ibu jari sampai sisi

luar jari kelingking

3.5 BIOMEKANIKA

Page 14: ergonomi hiperkes juni2

7/16/2019 ergonomi hiperkes juni2

http://slidepdf.com/reader/full/ergonomi-hiperkes-juni2 14/20

BAB IV

PEMBAHASAN

PT. Krama Yudha Ratu Motor merupakan perusahaan assembling kendaraan

niaga yang mempekerjakan 967 karyawan. Dari kunjungan kami, kami menemukan

 bahwa pekerja PT. Krama Yudha Ratu Motor terpajan beberapa bahaya potensial,

namun yang akan dibahas di bawah akan difokuskan pada bahaya potensial bising.

Bising merupakan suatu hal yang perlu diperhatikan karena angka kejadian gangguan

 pendengaran di poliklinik perusahaan merupakan salah satu gangguan kesehatan yang

sering timbul di perusahaan.Kejadian yang persisten ini perlu dikaji apakah

 berhubungan dengan faktor bising di tempat kerja.

PT. Krama Yudha Ratu Motor berusaha menyelenggarakan kegiatan K3

dengan menyediakan satu poliklinik yang dijalankan oleh dokter yang bersertifikat

Hiperkes.Namun, jam kerja dokter yang hanya terbatas dari pukul 14.00 sampai 16.00

dapat menjadi halangan bagi karyawan yang ingin memeriksakan diri di luar jam

tersebut.

Bahaya potensial bising dapat ditemukan di hampir seluruh departemen di PT.

Krama Yudha Ratu Motor. Dari kunjungan kami ke bagian welding, painting ,

trimming , dan quality control  kami menemukan bahaya potensial bising, sebagai

 berikut :

a. Berdasarkan hasil wawancara dengan salah seorang pegawai K3 diketahui

 bahwa secara rata-rata tingkat bising di dalam pabrik berkisar kurang dari 85

dB. Hasil ini diketahui dari serangkaian pemeriksaan rutin yang biasanya

dilakukan setiap satu minggu sekali.

 b. Berdasarkan hasil wawancara dengan salah seorang pegawai K3 diketahui

 bahwa ada beberapa tempat yang memiliki tingkat kebisingan diatas 85 dB,

yang tertinggi adalah ruangan Countinic Electric Dionized sebesar 98 dB.

c. Berdasarkan hasil pengamatan langsung didapatkan sebaran intensitas bunyi

yang tidak seragam. Banyak didapatkan bising impulsif.

d. Pegawai yang bekerja di dalam ruangan Countinic Electric Dionized 

 berjumlah dua orang dengan rolling setiap bulan.

e. Pekerja terpajan bising dengan berbagai intensitas rata-rata sehari selama

sembilan jam yaitu dari jam 7.20 sampai dengan jam 16.20, dipotong oleh

Page 15: ergonomi hiperkes juni2

7/16/2019 ergonomi hiperkes juni2

http://slidepdf.com/reader/full/ergonomi-hiperkes-juni2 15/20

waktu istirahat kira-kira selama satu jam 20 menit, 5 hari dalam seminggu.

f. Pegawai perusahaan dibekali dengan ear plug  sebagai alat pelindung diri

terutama bagi pegawai yang bekerja di ruangan Countinic Electric Dionized.

g. Dari hasil pengamatan langsung di area pabrik didapatkan tidak semua

 pegawai memakai alat pelindung diri terhadap bising, dengan berbagai alasan,

alasan terbanyak adalah perasaan tidaknyaman saat menggunakan alat

 pelindung diri.

h. Banyak pekerja yang menggantikan ear plug dengan kapas yang disumbatkan

di telinga.

i. Perusahaan telah melakukan upaya untuk menumbuhkan kesadaran pemakaian

alat pelindung diri, dengan berbagai cara antara lain: dengan memasang papan

 peringatan di beberapa tempat, menugaskan petugas K3 yang berjumlah 7

orang untuk memperingatkan pekerja guna menggunakan alat pelindung diri.

Perusahaan juga melakukan penyuluhan secara berkala pada pertemuan-

 pertemuan pabrik.

 j. Belum adanya ketegasan program reward and punishment  terhadap pegawai

yang tidak menggunakan alat pelindung diri.

k. Setiap satu tahun sekali dilakukan pemeriksaan berkala yang meliputi

 pemeriksaan klinis dan laboratorium tetapi tidak pernah melakukan

 pemeriksaan audiometri, sehingga kasus penurunan pendengaran akibat kerja

tidak pernah dilaporkan.

Page 16: ergonomi hiperkes juni2

7/16/2019 ergonomi hiperkes juni2

http://slidepdf.com/reader/full/ergonomi-hiperkes-juni2 16/20

Page 17: ergonomi hiperkes juni2

7/16/2019 ergonomi hiperkes juni2

http://slidepdf.com/reader/full/ergonomi-hiperkes-juni2 17/20

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

1. Telah diketahui bahaya potensial dan risiko kecelakaan kerja pada alur 

 produksi PT. Krama Yudha Ratu Motor.

2. Pabrik memiliki derajat bising yang cukup tinggi untuk menimbulkan

 penyakit akibat kerja yang disebabkan oleh bising.

3. Pekerja terpapar dengan bising dalam waktu yang cukup untuk 

menimbulkan penyakit akibat kerja.

4. Pabrik telah melakukan upaya guna pencegahan terhadap penyakit akibat

kerja yang diakibatkan oleh bising salah satunya dengan menganjurkan

 pekerja untuk menggunakan ear plug sebagai alat pelindung diri.

5. Belum semua pekerja menggunakan alat pelindung diri yang semestinya.

6. Belum adanya ketegasan program reward and punishment  terhadap

 pegawai yang tidak menggunakan alat pelindung diri.

7. Sejak pabrik berdiri belum pernah ditemukan penyakit akibat kerja yangdisebabkan oleh bising.

8. Selama ini proses untuk menemukan kasus penyakit akibat kerja yang

disebabkan oleh bising belum memadai karena tidak adanya pemeriksaan

audiometri dalam pemeriksaan berkala.

5.2 Saran

5.2.1. Saran bagi Pekerja

1. Perlu untuk melakukan pemeriksaan audiometri sesegera mungkin untuk 

mendeteksi secara dini adanya penurunan pendengaran akibat kerja.

2. Perlu menggunakan APD secara baik dan benar untuk mengurangi risiko

 bising, serta menjelaskan bahwa ketidaknyamanan penggunaan APD

hanya bersifat sementara.

Page 18: ergonomi hiperkes juni2

7/16/2019 ergonomi hiperkes juni2

http://slidepdf.com/reader/full/ergonomi-hiperkes-juni2 18/20

3. Pekerja mengikuti standar operasional yang sudah ditentukan oleh

 perusahaan.

5.2.2. Saran bagi Perusahaan

1. Perlu untuk melakukan pemeriksaan audiometri berkala minimal setiap

satu tahun sekali bersama dengan pemeriksaan berkala bila setiap 6

 bulan sekali tidak memungkinkan. Hal ini berguna untuk menemukan

kasus baru adanya penyakit akibat kerja yang disebabkan oleh bising,

karena ada kemungkinan kasus penyakit akibat kerja yang disebabkan

oleh bising tidak terdeteksi.

2. Mengingat rendahnya kesadaran penggunaan alat pelindung diri maka

dapat dilakukan beberapa upaya yang lebih efektif guna meningkatkan

angka penggunaan alat pelindung diri seperti penerapan program reward 

and punishment  seperti: Penghargaan tahunan kepada karyawan yang

memiliki kepedulian yang tinggi terhadap keselamatan kerja, salah

satunya dalam penggunaaan alat pelindung diri. Sanksi berupa

 peringatan secara lisan dan tulisan masing-masing sebanyak 3 kali dalam

waktu 6 bulan, harus ditegaskan kembali tanpa kompromi. Selain itu,

 perusahaan juga dapat memperbanyak box ear plugs dan meletakkannya

di tempat yang lebih strategis, serta menerapkan buddy system dimana

karyawan berpasangan untuk saling mengingatkan dalam penggunaan

APD. Hal ini perlu dilakukan karena selain dapat mengurangi angkakecelakaan kerja, mengurangi paparan bising, juga dapat meningkatkan

Page 19: ergonomi hiperkes juni2

7/16/2019 ergonomi hiperkes juni2

http://slidepdf.com/reader/full/ergonomi-hiperkes-juni2 19/20

konsentrasi pekerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan

 produktivitas perusahaan.

3. Perusahaan diharapkan dapat melakukan pemeriksaan peralatan kerja

secara berkala, sehingga dengan meningkatnya kondisi alat kerja

diharapkan dapat mengurangi bising dan dapat meningkatkan efisiensi

kerja.

4. Manajemen pertukaran kerja juga perlu diperbaiki mengingat ada dua

orang yang terpapar sekitar 8 jam sehari dengan intensitas 98 dB pada

ruangan Countinic Electric Dionized yang harus bertugas di tempat yang

sama selama satu bulan sebelum akhirnya dilakukan rolling.

5. Perusahaan dapat mencari produk-produk alat pelindung diri yang lain

yang lebih nyaman di telinga pekerja.

Page 20: ergonomi hiperkes juni2

7/16/2019 ergonomi hiperkes juni2

http://slidepdf.com/reader/full/ergonomi-hiperkes-juni2 20/20

DAFTAR PUSTAKA

1. Anonim. Occupational (Work-related) Safety and Health. Diunduh dari

http://www.freewebs.com/stb_tambunan/OSH.htm. pada tanggal 14

Desember 2006.

2. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Standar Pelayanan Kesehatan

Kerja Dasar. 2003. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

3. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Kebijakan Teknis Program

Kesehatan Kerja. 2003. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

4. Sulistomo A. Diagnosis penyakit akibat kerja dan sistem rujukan. Cermin

dunia kedokteran 2002; 136: 5.