ergonomi hiperkes juni2
DESCRIPTION
: ergonomi hiperkes juni2.doTRANSCRIPT
7/16/2019 ergonomi hiperkes juni2
http://slidepdf.com/reader/full/ergonomi-hiperkes-juni2 1/20
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Lingkungan kerja atau tempat kerja dikatakan baik apabila dalam kondisi
tertentu manusia dapat melakukan kegiatannya dengan optimal. Ketidaksesuaian
lingkungan kerja dengan manusia yang bekerja pada lingkungan tersebut dapat
terlihat akibatnya dalam jangka waktu tertentu, seperti turunnya produktivitas kerja,
efisiensi dan ketilitian. Keselamatan dan kesehatan kerja serta lingkungan fisik tempat
kerja sangat berpengaruh terhadap produktivitas kerja. Seorang pekerja akan mampu
bekerja dengan baik apabila ditunjang oleh lingkungan yang baik pula sehingga
dicapai hasil yang optimal.
Keselamatan dan kesehatan kerja serta lingkungan fisik tempat bekerja sangat
berpengaruh dalam peningkatan produktivitas suatu perusahaan. Seorang pekerja akan
mampu bekerja dengan baik apabila ditunjang oleh lingkungan kerja yang baik
sehingga didapatkan hasil yang optimal. Lingkungan kerja adalah tempat kerja
dikatakan baik apabila dalam kondisi tertentu manusia dapat melakukan kegiatannya
dengan optimal. Ketidaksesuaian lingkungan kerja dengan manusia yang bekerja pada
lingkungan tersebut dapat terlihat akibatnya dalam jangka waktu tertentu, seperti
turunnya produktivitas kerja, efisiensi dan ketelitian.
Menurut data Biro Pusat Statistik (BPS), populasi pekerja di Indonesia saat
ini terus meningkat. Diketahui pada tahun 1997 jumlah tenaga kerja di Indonesia
masih sekitar 89 juta jiwa, sedangkan pada tahun 2000 jumlah ini sudah meningkat
mencapai 95 juta jiwa. Dalam rangka membentuk industri yang tangguh, pembinaan
sumber daya manusia, khususnya dalam meningkatkan dan memelihara angkatan
kerja yang sehat, terampil, dan produktif menjadi sangat penting, karena keberhasilan
sektor industri sangat tergantung dari efektivitas dan efisiensi pekerjaan yang
dilakukan oleh tenaga kerja. Untuk itu, agar sektor industri menjadi lebih maju dan
berjalan dengan baik, tenaga kerja perlu dikembangkan menjadi sumber daya yang
sehat dan produktif.
Untuk menunjang terbentuknya sumber daya yang sehat dan produktif,
kesehatan dan keselamatan pekerja juga harus mendapat perhatian. Pada
kenyataannya, ratusan tenaga kerja di seluruh dunia saat ini bekerja pada kondisi yang
tidak aman dan dapat menyebabkan gangguan kesehatan. Menurut International
7/16/2019 ergonomi hiperkes juni2
http://slidepdf.com/reader/full/ergonomi-hiperkes-juni2 2/20
Labor Organization (ILO), setiap tahun terjadi 1,1 juta kematian yang disebabkan
oleh penyakit atau kecelakaan akibat hubungan kerja. Sekitar 300.000 kematian
terjadi dari 250 juta kecelakaan, sedangkan sisanya adalah kematian karena penyakit
akibat hubungan kerja, dimana diperkirakan terjadi 160 juta penyakit akibat hubungan
kerja baru setiap tahunnya. Namun, besarnya angka di atas tidak ditunjang oleh
pelayanan kesehatan yang memadai dari sektor industri. Menurut World Health
Organization (WHO), diperkirakan hanya 5-10% pekerja di negara berkembang dan
20-50% pekerja di negara industri yang mempunyai akses terhadap pelayanan
kesehatan kerja yang memadai.
Menurut UU no. 1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja bahwa, setiap tenaga
kerja berhak mendapatkan perlindungan atas K3-nya dalam melakukan pekerjaan
untuk kesejahteraan dan meningkatkan produksi serta produktivitas nasional; bahwa
setiap orang yang berada di tempat kerja perlu terjamin keselamatannya; bahwa setiap
sumber produksi perlu dipakai dan dipergunakan secara aman dan efisien. Disamping
itu sesuai dengan UU No. 13 tahun 2003, K3 merupakan hak dari tenaga kerja.
Selain kecelakaan kerja, pekerja juga berisiko mendapat Penyakit Akibat
Kerja (PAK). Di Indonesia insidens penyakit akibat kerja belum diketahui. Beberapa
faktor yang menyebabkannya antara lain kesulitan menghubungkan penyakit dengan
penyebab, penegakkan diagnosis masih menjadi masalah, dan kurangnya perhatian
terhadap PAK. Fakta tersebut mengkhawatirkan. Kegagalan mengenal PAK dapat
menyebabkan berbagai kerugian antara lain tenaga kerja dirugikan karena tidak
mendapat penggantian dari Jaminan Sosial Tenaga Kerja serta terjadi kecacatan dan
kematian akibat kerja karena tidak dilakukan antisipasi.
Mengingat pentingnya kesehatan dan keselamatan kerja, dokter seharusnya
memahami penanganan dan pencegahan kecelakaan kerja dan PAK. Salah satu
mekanisme pencegahan adalah dengan mengenali bahaya potensial di tempat kerja.
Ada beberapa bahaya potensial di tempat kerja yaitu fisik, biologis, kimia, ergonomi,
dan psikologis.
Penerapan ergonomi pada umumnya merupakan aktivitas rancang bangun
(desain) ataupun rancang ulang (re-desain). Hal mi dapat meliputi perangkat keras
seperti misalnya perkakas kerja (tools), bangku kerja (benches), platform, kursi,
pegangan alat kerja (workhoLder), sistem pengendali (controls), alat peraga
(display), jalan/lorong (access way), pintu (doors), jendela (windows), dan lain—lain.
7/16/2019 ergonomi hiperkes juni2
http://slidepdf.com/reader/full/ergonomi-hiperkes-juni2 3/20
Ergonomi juga meberikan peranan penting dalam meningkatkan faktor
keselamatan dan kesehatan kerja, misalnya: desain suatu sistem kerja untuk
mengurangi rasa nyeri dan ngilu pada sistem kerangka dan otot manusia.
Pada plant survey ini dilakukan kunjungan ke sebuah pabrik meubel “Gudang
Mustika Jati”. Kunjungan dimaksudkan untuk melatih kemampuan peserta pelatihan
hiperkes untuk mengenali adanya bahaya potensial dan faktor risiko terjadinya
kecelakaan dan PAK. Gudang Mustika Jati adalah salah satu home industri yang
memproduksi meubel. Industri ini memerlukan beberapa tenaga kerja untuk
melaksanakan proses produksi. Demi mencapai kualitas yang sesuai dengan standar,
keamanan dan keselamatan dalam alur produksi, diperlukan ketekunan dan disiplin
yang tinggi.
1.2. Permasalahan
Gudang Mustika Jati merupakan industri yang memproduksi berbagai meubel
dari kayu seperti: lemari, meja, kursi, dll. Selain menggunakan tenaga manusia, proses
produksi berjalan dengan bantuan: mesin-mesin (mesin amplas, gergaji mesin, mesin
serut kayu) dan alat-alat(amplas, alat pahat/ukir, kuas, troli, palu), sehingga terdapat
bahaya pajanan ergonomi, fisika, dan kimia. Apabila posisi mesin dan alat tidak
sesuai dengan pekerja maka dapat terjadi posisi yang tidak ergonomis. Pada akhirnya
menimbulkan masalah kesehatan dan penurunan produktivitas pekerja. Semua hal
tersebut akan berdampak pada profit perusahaan.
1.3. Tujuan
1.3.1. Tujuan Umum
Diketahui dan dipahaminya bahaya potensial dan risiko kecelakaan kerja serta
program Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Gudang Mustika Jati.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Teridentifikasinya bahaya potensial dan risiko kecelakaan kerja terutama yang
berhubungan dengan ergonomi.
2. Teridentifikasinya gangguan kesehatan yang mungkin timbul dengan adanya
bahaya potensial ergonomi.
3. Diketahuinya upaya perlindungan atau pencegahan yang telah dilakukan oleh
perusahaan/tempat kerja.
7/16/2019 ergonomi hiperkes juni2
http://slidepdf.com/reader/full/ergonomi-hiperkes-juni2 4/20
4. Didapatkannya rekomendasi bagi perusahaan untuk peningkatan upaya
Kesehatan dan Keselamatan Kerja sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang mutakhir.
1.4. Manfaat
1.4.1. Bagi Peserta Pelatihan
1. Memahami pelaksanaan walk through survey dengan melakukan identifikasi
bahaya potensial serta upaya pencegahan gangguan kesehatan yang
diakibatkannya.
2. Mengetahui masalah yang berhubungan dengan ergonomi di lingkungan kerja
dan akibat yang ditimbulkannya.
1.4.2. Bagi Perusahaan
Memperoleh masukan yang berguna bagi pengusaha sehingga dapat
meningkatkan produktivitas pekerja yang nantinya dapat meningkatkan profit.
1.4.3. Bagi Tenaga Kerja
Teridentifikasinya bahaya potensial kesehatan dan keselamatan kerja yang
ditemukan di lingkungan kerja karyawan Gudang Mustika Jati.
1.5. Metode
Data yang didapat merupakan data primer dan data sekunder yang diperoleh
saat kunjungan ke perusahaan. Data primer didapat dari wawancara dengan staf dan
pekerja serta pengamatan lingkungan kerja secara langsung. Data sekunder didapat
dari data kecelakaan akibat kerja dan data dari booklet Company Profile Gudang
Mustika Jati.
7/16/2019 ergonomi hiperkes juni2
http://slidepdf.com/reader/full/ergonomi-hiperkes-juni2 5/20
BAB II
HASIL KUNJUNGAN
7/16/2019 ergonomi hiperkes juni2
http://slidepdf.com/reader/full/ergonomi-hiperkes-juni2 6/20
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi Ergonomi
Ringkasnya Ergonomi adalah suatu aturan /norma dalam sistem kerja,
diSkandinavia disebut “Bioteknologi”, di AS disebut “human engineering/human
factors engineering”. Namun, semuanya membahas hal yang sama yaitu “optimalisasi
fungsi manusia terhadap aktifitas yang dilakukan”. Menurut IEA (International
Ergonomics Assosiation)
• safety (aman)
• comfort (nyaman)
• easy of use (mudah digunakan)
• procdutivity (produktif)
• aesthetic (berseni)
Disimpulkan bahwa ergonomic adalah ilmu, seni, penerapan teknologi yang
menyerasikan/menyeimbangkan antara segala fasilitas yang digunakan baik dalam
beraktifitas dengan kemampuan/keterbatasan manusia baik secara fisik maupun
mental sehingga kualitas hidup secara keseluruhan menjadi lebih baik.
Aktifitas / pekerjaan apabila tidak dilakukan secara ergonomics akan
mengakibatkan ketidak nyamanan, biaya tinggi, kecelakaan, dan penyakit akibat kerja
meningkat, performansi, penenurunan efisiensi dan daya kerja. dengan demikian
penerapan ergonomic disegala bidang kegiatan adalah suatu keharusan.
Konsep dasar ergonomi:
1. Kemampuan Kerja (Work Chapacity) ditentukan oleh:
a) karakteristik pribadi: usia, jenis kelamin, antropometri (ukuran tubuh
manusia), pendidikan, pengalaman, status social, agama, kesehatan.
b) kemampuan fisiologis: kardiovaskuler, syaraf otot, pancaindra.
7/16/2019 ergonomi hiperkes juni2
http://slidepdf.com/reader/full/ergonomi-hiperkes-juni2 7/20
c) kemampuan psikologis: mental, adaptasi
d) kemampuan biomekanik: sendi, jalinan tulang
2. Tuntutan Tugas (task demonds) tergantung pada:
a) karakteristik material dan tugas : peralatan dan mesin, kecepatan dan irama
kerja.
b) karakteristik organisasi : jam kerja, manag4enen, libur, cuti
c) karakteristik lingkungan : suhu, kelembaban, bising, getaran, penerangan
d) kinerja (unjuk kerja/performance) optimal, perlu : keseimbangan dinamis
antara tuntutan tugas dengan kemampuan dimana sehingga tercapai kondisi
dan lingkungan yang sehat, aman, nyaman, dan produktif.
3.2 Sejarah dan Perkembangan Ergonomi
Pada zaman dahulu ketika masih hidup dalam lingkungan alam asli, kehidupan
manusia sangat tergantung pada kegiatan tangannya. Alat-alat, perlengkapan-
perlengkapan, atau rumah-rumah sederhana, dibuat hanya sekedar untuk tempat serta
alat untuk berlindung dari ganasnya alam pada saat itu serta bertahan dari serangan
makhluk lain yang lebih kuat (hukum alam). Perubahan waktupun terjadi walaupun
secara perlahan-lahan, yang menuntut untuk perubahan manusia dari keadaan primitif
menjadi manusia yang berbudaya. Kejadian ini antara lain terlihat pada perubahan
rancangan peralatan-peralatan yang dipakai, yaitu mulai dari batu yang tidak
berbentuk menjadi batu yang mulai berbentuk dengan meruncingkan beberapa bagian
dari batu tersebut yang digunakan untuk bertahan hidup. Perubahan pada alat
sederhana ini, menunjukan bahwa telah terjadi perubahan yang signifikan terhadap
kebudayaannya yang ditandai dengan berusahanya mereka dalam memperbaiki alat-
alat yang dipakainya untuk memudahkan pemakaiannya. Hal ini terlihat lagi pada
alat-alat batu runcing yang bagian atasnya dipahat bulat tepat sebesar genggaman
sehingga lebih memudahkan dan menggerakan pemakaiannya. Banyak lagi
perbuatan-perbuatan manusia yang serupa dengan hal tersebut dari abad ke abad.
Namun hal tersebut berlangsung secara apa adanya, tidak teratur dan tidak terarah,
bahkan kadang-kadang hanya secara kebetulan. Barulah di abad ke-20 ini orang mulai
mensistemasikan cara-cara perbaikan tersebut dan secara khusus mengembangkannya.
7/16/2019 ergonomi hiperkes juni2
http://slidepdf.com/reader/full/ergonomi-hiperkes-juni2 8/20
Usaha-usaha ini berkembang terus dan sekarang dikenal sebagai salah satu cabang
ilmu yang disebut Ergonomi.
Pada dasarnya, Ergonomi ialah suatu cabang ilmu yang sistematis untuk
memanfaatkan informasi-informasi mengenal sifat, kemampuan dan keterbatasan
manusia untuk merancang suatu sistem kerja sehingga orang dapat hidup dan bekerja
pada sistem itu dengan baik, yaitu mencapai tujuan yang diinginkan melalui pekerjaan
itu dengan efektif, aman dan nyaman.
Manusia dengan segala sifat dan tingkah lakunya merupakan makhluk yang sangat
kompleks. Untuk mempelajari manusia, tidak cukup ditinjau dari segi ilmu saja. Oleh
sebab itulah untuk mengembangkan Ergonomi diperlukan dukungan dari berbagai
disiplin, antara lain:
1. Psikologi,
2. Antropologi,
3. Faal Kerja,
4. Bioloigi,
5. Sosiologi,
6. Perencanaan kerja,
7. Fisika, dan lain-lain.
Masing-masing disiplin tersebut berfungsi sebagai pemberi informasi. Pada
mulanya, Ergonomi banyak dikuasai oleh para akhli psikokogi, dimana pada saat itu
pemilihan operator merupakan hal yang paling diutamakan. Tetapi ternyata walaupun
kita mendapatkan para operator yang berprestasi dan mempunyai keahlian tinggi,
lambat laun terbukti hasil akhir secara keseluruhan ternyata kurang memuaskan. Hal
tersebut terbukti dengan nyata pada saat perang dunia II. Pesawat terbang, senjata dan
peralatan lainnya, yang dibuat serba otomatis, menjadi tidak begitu ampuh
kegunaannya disebabkan tidak lain adalah karena operator/prajurit tidak mampu
menguasai operasi yang kompleks dari alat dan senjata tersebut. Sejarah perang
banyak menunjukan bahwa selama perang berlangsung banyak dijumpai bom-bom
dan peluru-peluru yang tidak mengenai sasaran, hancurnya pesawat-pesawat terbang,
kapal-kapal dan persenjataan persenjataan lainnya.
3.3 Ruang Lingkup Ergonomi
Ruang lingkup ergonomi sangat luas, ergonomi membahas segala faktor yang
7/16/2019 ergonomi hiperkes juni2
http://slidepdf.com/reader/full/ergonomi-hiperkes-juni2 9/20
menjadi pengaruh terhadap performansi dan pencapaian tujuan keergonomian.
Wickens (2004) menuturkan bahwa salah satu cara menjabarkan ruang lingkup
ergonomi adalah mengidentifikasikan komponen-komponen manusia yang sering
menjadi permasalahan yang antara lain adalah visibilitas, sensasi, persepsi,
kognisi komunikasi dan keputusan, kontrol motorik, kekuatan sistem otot dan
faktor-faktor biologis lainnya. Ergonomi memiliki lingkungan kontekstual yang
terbagi atas individual adalah pada manufaktur, komputer dan informasi,
perawatan kesehatan, produk konsumen dan transportasi, sedangkan untuk objek
ergonomi kelompok adalah pada tim kerja dan organisasi.
Cara lain menjabarkan ilmu ergonomi adalah dengan melihat hubungan
disiplindisiplin ilmu dengan domain lain dari ilmu sains dan rekayasa. Sutalaksana
(1996) menyatakan bahwa ada lima macam bidang kajian ergonomi, antara lain
adalah sebagai berikut:
1. Faal Kerja yaitu bidang keilmuan yang mempelajari tentang energi manusia
yang dihasilkan pada saat mengerjakan suatu pekerjaan. Adapun tujuannya
adalah untuk merancangn sistem kerja yang memiliki konsumsi energy yang
terminimasi saat melakukan pekerjaan.
2. Antropometri yaitu bidang keilmuan yang mempelajari dimensi tubuh
manusia. Tujuannya adalah sebagai dasar perancangan peralatan dan fasilitas
yang cocok dengan penggunanya.
3. Biomekanika yaitu bidang keilmuan yang mempelajari tentang mekanisme
kerja berbagai organ fisik dari tubuh manusia, seperti otot rangka, saat
melakukan suatu pekerjaan fisik.
4. Penginderaan yaitu keilmuan yang mempelajari tentang mekanisme dan
permasalahan penginderaan manusia, mulai dari indera penglihatan,
penciuman, pendengaran dan lain-lain.
5. Psikologi Kerja yaitu bidang kajian ergonomi yang berkaitan dengan efek
psikologis suatu pekerjaan terhadap pekerjanya, misalnya terjadi stress dan
lain sebagainya.
3.4 ANTROPOMETRI
Displin ilmu ergonomi yang berhubungan dengan pengukuran dimensi tubuh manusia
adalah antropometri. Data antropometri diperlukan untuk perancangan sistem kerja
yang baik. Lingkungan fisik juga dapat mempengaruhi para pekerja baik secara
7/16/2019 ergonomi hiperkes juni2
http://slidepdf.com/reader/full/ergonomi-hiperkes-juni2 10/20
langsung maupun tidak langsung. Lingkungan fisik adalah semua keadaan yang
terdapat di sekitar tempat kerja.
Secara umum lingkungan fisik terbagi dalam dua kategori, yaitu :
- Lingkungan yang langsung berhubungan dengan pekerja tersebut. Contoh: stasiun
kerja, kursi, meja dan sebagainya.
- Lingkungan perantara atau lingkungan umum. Contoh: temperatur, kelembaban,
sirkulasi udara, pencahayaan, kebisingan, getaran mekanis, bau-bauan, warna, dan
lain-lain.
Untuk bisa meminimumkan pengaruh lingkungan fisik terhadap para pekerja,
maka yang harus kita lakukan adalah mempelajari manusia baik mengenai sifat dan
tingkah lakunya serta keadaan fisiknya.
Antropometri merupakan kumpulan data numerik yang berhubungan dengan
karakteristik fisik tubuh manusia (ukuran, volume, dan berat) serta penerapan dari
data tersebut untuk perancangan fasilitas atau produk.
Penelitian awal tentang dimensi tubuh manusia dimulai sejak awal abad ke-14
dan sampai pada abad ke-19 barulah dapat dihasilkan data anthropometri yang
lengkap. Metode pengukuran ini distandarisasikan selama periode awal sampai
pertengahan abad ke-20. Dan belakangan ini adalah yang dilakukan pada tahun 1980-
an oleh International Organization For Standarisation.
Antropometri terbagi atas dua cara pengukuran yaitu antropometri statis dan
anthropometri dinamis.
1. Antropometri Statis
Antropometri statis disebut juga dengan pengukuran dimensi struktur tubuh.
Anthropometri statis berhubungan dengan pengukuran dengan keadaan dan ciri-ciri
fisik manusia dalam keadaan diam atau dalam posisi standar. Dimensi tubuh yang
diukur dengan posisi tetap antara lain berat badan, tinggi tubuh, ukuran kepala,
panjang lengan dan sebagainya.
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi dimensi tubuh manusia
diantaranya :
- Umur
- Jenis kelamin
- Suku bangsa
7/16/2019 ergonomi hiperkes juni2
http://slidepdf.com/reader/full/ergonomi-hiperkes-juni2 11/20
- Pekerjaan
2. Antropometri dinamis
Antropometri dinamis berhubungan dengan pengukuran keadaan dan ciri-ciri
fisik manusia dalam keadaan bergerak atau memperhatikan gerakan-gerakan yang
mungkin terjadi saat pekerjaan tersebut melaksanakan kegiataannya.
Terdapat tiga kelas pengukuran dinamis yaitu:
- Pengukuran tingkat keterampilan sebagai pendekatan untuk mengerti
keadaanmekanis dari suatu aktivitas
- Pengukuran jangkauan ruangan yang dibutuhkan saat kerja
- Pengukuran variabilitas kerja
Pengukuran Anthropometri bertujuan untuk mengetahui bentuk dimensi tubuh
manusia, agar peralatan yang dirancang lebih sesuai dan dapat memberikan rasa
nyaman serta menyenangkan.
Sementara itu ruang lingkup utama dari data anthropometri antara lain adalah :
- Desain pakaian
- Desain tempat kerja
- Desain dari lingkungan
- Desain peralatan, perkakas dan mesin-mesin
- Desain produk consumer
Data Anthropometri
Secara garis besar pedoman pengukuran pada data anthropometri antara lain, yaitu :
1. Posisi Duduk Samping
- Tinggi Duduk Tegak (TDT ), cara pengukuran yaitu dengan mengukur jarak vertikal
dari permukaan alas duduk samping ujung atas kepala. Subjek duduk tegak dengan
mata memandang lurus ke depan dan lutut membentuk sudut siku-siku.
- Tinggi Bahu Duduk (TDT), cara pengukuran yaitu mengukur jarak vertikal dari
permukaan alas duduk samping ujung tulang bahu yang menonjol pada saat subjek
duduk tegak.
7/16/2019 ergonomi hiperkes juni2
http://slidepdf.com/reader/full/ergonomi-hiperkes-juni2 12/20
- Tinggi Mata Duduk (TMD), cara pengukuran yaitu mengukur jarak vertikal dari
permukaan alas duduk samping ujung mata bagian dalam. Subjek duduk tegak dan
memandang lurus ke depan.
- Tinggi Siku Duduk (TSD), cara pengukuran yaitu mengukur jarak vertikal dari
permukaan alas duduk samping ujung bawah siku kanan. Subjek duduk tegak dengan
lengan atas vertikal di sisi badan dan lengan bawah membentuk sudut siku-siku
dengan lengan bawah.
- Tebal Paha (TP), cara pengukuran yaitu mengukur sybjek duduk tegak, ukur jarak
dari permukaan alas duduk samping ke permukaan atas paha.
- Tinggi Popliteal(TPO), cara pengukuran yaitu mengukur jarak vertikal dari lantai
sampai bagian bawah paha.
- Pantat Popliteal (PP), cara pengukuran yaitu mengukur subjek duduk tegak dan
ukur jarak horizontal dari bagian terluar pantat sampai lekukan lutut sebelah dalam
(popliteal). Paha dan kaki bagian bawah membentuk sudut siku-siku.
- Pantat Ke Lutut (PKL), cara pengukuran yaitu mengukur subjek duduk dan ukur
horisontal dari bagian terluar pantat sampai ke lutut. Paha dan kaki bagian bawah
membentuk sudut siku-siku
2. Posisi Berdiri.
- Tinggi Siku Berdiri (TSB), cara pengukuran yaitu mengukur jarak vertikal dari lantai
ke titik pertemuan antara lengan atas dan lengan bawah. Subjek berdiri tegak dengan
kedua tangan tergantung secara wajar.
- Panjang Lengan Bawah (PLB), cara pengukuran yaitu mengukur subjek berdiri
tegak dan tangan di samping, ukur jarak dari siku sampai pergelangan tangan.
- Tinggi Mata Berdiri (TMB), cara pengukuran yaitu mengukur jarak vertikal dari
lantai sampai ujung mata bagian dalam (dekat pangkal hidung). Subjek berdiri tegak
dan memandang lurus ke depan.
- Tinggi Badan Tegak (TBT), cara pengukuran yaitu mengukur jarak vertikal telapak
kaki sampai ujung kepala yang paling atas, sementara subjek berdiri tegak dengan
mata memandang lurus ke depan.
- Tinggi Bahu Berdiri (TBB), cara pengukuran yaitu mengukur jarak vertikal dari
lantai sampai bahu yang menonjol pada saat subjek berdiri tegak.
- Tebal Badan (TB), cara pengukuran yaitu mengukur berdiri tegak dan ukur jarak
dari dada (bagian ulu hati) sampai punggung secara horisontal.
3. Posisi Berdiri Dengan Tangan Kedepan.
7/16/2019 ergonomi hiperkes juni2
http://slidepdf.com/reader/full/ergonomi-hiperkes-juni2 13/20
- Jangkauan Tangan (JT), cara pengukuran yaitu mengukur jarak horisontal dari
punggung samping ujung jari tengah dan subjek berdiri tegak dengan betis, pantat dan
punggung merapat ke dinding, tangan direntangkan secara horisontal ke depan.
4. Posisi Duduk Menghadap Kedepan.
- Lebar Pinggul (LP), cara pengukuran yaitu mengukur subjek duduk tegak dan ukur
jarakhorisontal dari bagaian terluar pinggul sisi kiri samping bagian terluar pinggul
sisi kanan.
- Lebar Bahu (LB), cara pengukuran yaitu mengukur jarak horisontal antara kedua
lengan atas dan subjek duduk tegak dengan lengan atas merapat ke badan dan lengan
bawah direntangkan ke depan.
5. Posisi Berdiri Dengan Kedua Lengan Direntangkan.
- Rentangan Tangan (RT), cara pengukuran yaitu mengukur jarak horisontal dari
ujung jari terpanjang tangan kiri samping ujung jari terpanjang tangan kanan. Subjek
berdiri tegak dan kedua tangan direntangkan horisontal ke samping sejauh mungkin.
6. Pengukuran Jari Tangan
- Panjang Jari 1,2,3,4,5 (PJ-12345), cara pengukuran yaitu mengukur masing-masing
pangkal ruas jari sampai ujung jari. Jari-jari subjek merentang lurus dan sejajar.
- Pangkal Ke Lengan (PPT), cara pengukuran yaitu mengukur pangkal pergelangan
tangan sampai pangkal ruas jari. Lengan bawah sampai telapak tangan subjek lurus.
- Lebar Jari 2345 (LJ-2345), cara pengukuran yaitu mengukur dari sisi luar jari
telunjuk sampai sisi luar jari kelingking dan jari-jari subjek lurus merapat satu sama
lain.
- Lebar Tangan (LT), cara pengukuran yaitu mengukur sisi luar ibu jari sampai sisi
luar jari kelingking
3.5 BIOMEKANIKA
7/16/2019 ergonomi hiperkes juni2
http://slidepdf.com/reader/full/ergonomi-hiperkes-juni2 14/20
BAB IV
PEMBAHASAN
PT. Krama Yudha Ratu Motor merupakan perusahaan assembling kendaraan
niaga yang mempekerjakan 967 karyawan. Dari kunjungan kami, kami menemukan
bahwa pekerja PT. Krama Yudha Ratu Motor terpajan beberapa bahaya potensial,
namun yang akan dibahas di bawah akan difokuskan pada bahaya potensial bising.
Bising merupakan suatu hal yang perlu diperhatikan karena angka kejadian gangguan
pendengaran di poliklinik perusahaan merupakan salah satu gangguan kesehatan yang
sering timbul di perusahaan.Kejadian yang persisten ini perlu dikaji apakah
berhubungan dengan faktor bising di tempat kerja.
PT. Krama Yudha Ratu Motor berusaha menyelenggarakan kegiatan K3
dengan menyediakan satu poliklinik yang dijalankan oleh dokter yang bersertifikat
Hiperkes.Namun, jam kerja dokter yang hanya terbatas dari pukul 14.00 sampai 16.00
dapat menjadi halangan bagi karyawan yang ingin memeriksakan diri di luar jam
tersebut.
Bahaya potensial bising dapat ditemukan di hampir seluruh departemen di PT.
Krama Yudha Ratu Motor. Dari kunjungan kami ke bagian welding, painting ,
trimming , dan quality control kami menemukan bahaya potensial bising, sebagai
berikut :
a. Berdasarkan hasil wawancara dengan salah seorang pegawai K3 diketahui
bahwa secara rata-rata tingkat bising di dalam pabrik berkisar kurang dari 85
dB. Hasil ini diketahui dari serangkaian pemeriksaan rutin yang biasanya
dilakukan setiap satu minggu sekali.
b. Berdasarkan hasil wawancara dengan salah seorang pegawai K3 diketahui
bahwa ada beberapa tempat yang memiliki tingkat kebisingan diatas 85 dB,
yang tertinggi adalah ruangan Countinic Electric Dionized sebesar 98 dB.
c. Berdasarkan hasil pengamatan langsung didapatkan sebaran intensitas bunyi
yang tidak seragam. Banyak didapatkan bising impulsif.
d. Pegawai yang bekerja di dalam ruangan Countinic Electric Dionized
berjumlah dua orang dengan rolling setiap bulan.
e. Pekerja terpajan bising dengan berbagai intensitas rata-rata sehari selama
sembilan jam yaitu dari jam 7.20 sampai dengan jam 16.20, dipotong oleh
7/16/2019 ergonomi hiperkes juni2
http://slidepdf.com/reader/full/ergonomi-hiperkes-juni2 15/20
waktu istirahat kira-kira selama satu jam 20 menit, 5 hari dalam seminggu.
f. Pegawai perusahaan dibekali dengan ear plug sebagai alat pelindung diri
terutama bagi pegawai yang bekerja di ruangan Countinic Electric Dionized.
g. Dari hasil pengamatan langsung di area pabrik didapatkan tidak semua
pegawai memakai alat pelindung diri terhadap bising, dengan berbagai alasan,
alasan terbanyak adalah perasaan tidaknyaman saat menggunakan alat
pelindung diri.
h. Banyak pekerja yang menggantikan ear plug dengan kapas yang disumbatkan
di telinga.
i. Perusahaan telah melakukan upaya untuk menumbuhkan kesadaran pemakaian
alat pelindung diri, dengan berbagai cara antara lain: dengan memasang papan
peringatan di beberapa tempat, menugaskan petugas K3 yang berjumlah 7
orang untuk memperingatkan pekerja guna menggunakan alat pelindung diri.
Perusahaan juga melakukan penyuluhan secara berkala pada pertemuan-
pertemuan pabrik.
j. Belum adanya ketegasan program reward and punishment terhadap pegawai
yang tidak menggunakan alat pelindung diri.
k. Setiap satu tahun sekali dilakukan pemeriksaan berkala yang meliputi
pemeriksaan klinis dan laboratorium tetapi tidak pernah melakukan
pemeriksaan audiometri, sehingga kasus penurunan pendengaran akibat kerja
tidak pernah dilaporkan.
7/16/2019 ergonomi hiperkes juni2
http://slidepdf.com/reader/full/ergonomi-hiperkes-juni2 16/20
7/16/2019 ergonomi hiperkes juni2
http://slidepdf.com/reader/full/ergonomi-hiperkes-juni2 17/20
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
1. Telah diketahui bahaya potensial dan risiko kecelakaan kerja pada alur
produksi PT. Krama Yudha Ratu Motor.
2. Pabrik memiliki derajat bising yang cukup tinggi untuk menimbulkan
penyakit akibat kerja yang disebabkan oleh bising.
3. Pekerja terpapar dengan bising dalam waktu yang cukup untuk
menimbulkan penyakit akibat kerja.
4. Pabrik telah melakukan upaya guna pencegahan terhadap penyakit akibat
kerja yang diakibatkan oleh bising salah satunya dengan menganjurkan
pekerja untuk menggunakan ear plug sebagai alat pelindung diri.
5. Belum semua pekerja menggunakan alat pelindung diri yang semestinya.
6. Belum adanya ketegasan program reward and punishment terhadap
pegawai yang tidak menggunakan alat pelindung diri.
7. Sejak pabrik berdiri belum pernah ditemukan penyakit akibat kerja yangdisebabkan oleh bising.
8. Selama ini proses untuk menemukan kasus penyakit akibat kerja yang
disebabkan oleh bising belum memadai karena tidak adanya pemeriksaan
audiometri dalam pemeriksaan berkala.
5.2 Saran
5.2.1. Saran bagi Pekerja
1. Perlu untuk melakukan pemeriksaan audiometri sesegera mungkin untuk
mendeteksi secara dini adanya penurunan pendengaran akibat kerja.
2. Perlu menggunakan APD secara baik dan benar untuk mengurangi risiko
bising, serta menjelaskan bahwa ketidaknyamanan penggunaan APD
hanya bersifat sementara.
7/16/2019 ergonomi hiperkes juni2
http://slidepdf.com/reader/full/ergonomi-hiperkes-juni2 18/20
3. Pekerja mengikuti standar operasional yang sudah ditentukan oleh
perusahaan.
5.2.2. Saran bagi Perusahaan
1. Perlu untuk melakukan pemeriksaan audiometri berkala minimal setiap
satu tahun sekali bersama dengan pemeriksaan berkala bila setiap 6
bulan sekali tidak memungkinkan. Hal ini berguna untuk menemukan
kasus baru adanya penyakit akibat kerja yang disebabkan oleh bising,
karena ada kemungkinan kasus penyakit akibat kerja yang disebabkan
oleh bising tidak terdeteksi.
2. Mengingat rendahnya kesadaran penggunaan alat pelindung diri maka
dapat dilakukan beberapa upaya yang lebih efektif guna meningkatkan
angka penggunaan alat pelindung diri seperti penerapan program reward
and punishment seperti: Penghargaan tahunan kepada karyawan yang
memiliki kepedulian yang tinggi terhadap keselamatan kerja, salah
satunya dalam penggunaaan alat pelindung diri. Sanksi berupa
peringatan secara lisan dan tulisan masing-masing sebanyak 3 kali dalam
waktu 6 bulan, harus ditegaskan kembali tanpa kompromi. Selain itu,
perusahaan juga dapat memperbanyak box ear plugs dan meletakkannya
di tempat yang lebih strategis, serta menerapkan buddy system dimana
karyawan berpasangan untuk saling mengingatkan dalam penggunaan
APD. Hal ini perlu dilakukan karena selain dapat mengurangi angkakecelakaan kerja, mengurangi paparan bising, juga dapat meningkatkan
7/16/2019 ergonomi hiperkes juni2
http://slidepdf.com/reader/full/ergonomi-hiperkes-juni2 19/20
konsentrasi pekerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan
produktivitas perusahaan.
3. Perusahaan diharapkan dapat melakukan pemeriksaan peralatan kerja
secara berkala, sehingga dengan meningkatnya kondisi alat kerja
diharapkan dapat mengurangi bising dan dapat meningkatkan efisiensi
kerja.
4. Manajemen pertukaran kerja juga perlu diperbaiki mengingat ada dua
orang yang terpapar sekitar 8 jam sehari dengan intensitas 98 dB pada
ruangan Countinic Electric Dionized yang harus bertugas di tempat yang
sama selama satu bulan sebelum akhirnya dilakukan rolling.
5. Perusahaan dapat mencari produk-produk alat pelindung diri yang lain
yang lebih nyaman di telinga pekerja.
7/16/2019 ergonomi hiperkes juni2
http://slidepdf.com/reader/full/ergonomi-hiperkes-juni2 20/20
DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim. Occupational (Work-related) Safety and Health. Diunduh dari
http://www.freewebs.com/stb_tambunan/OSH.htm. pada tanggal 14
Desember 2006.
2. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Standar Pelayanan Kesehatan
Kerja Dasar. 2003. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
3. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Kebijakan Teknis Program
Kesehatan Kerja. 2003. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
4. Sulistomo A. Diagnosis penyakit akibat kerja dan sistem rujukan. Cermin
dunia kedokteran 2002; 136: 5.