laporan hiperkes fix
DESCRIPTION
hiperkesTRANSCRIPT
LAPORAN KUNJUNGAN PERUSAHAAN
POTENSI BAHAYA FISIK DI TEMPAT KERJA PADA
PT. KAI BALAI YASA YOGYAKARTA
OLEH:
KELOMPOK I
dr. Isabella dr. M. Satriyo Wibowo
dr. Isabella K . Anjelin dr. Nadya Vischa Sient
dr. Jemmy dr. Niken Widayanti
dr. Khrestyawan Lukman dr. Nitya Prasanta
dr. Lady Keshia dr. Novarina Ratnaningtyas
dr. Lestari H. dr. Novina Fortunata
dr. Lutfi Nur Farid dr. Nufa Muslikhah
dr. M. Rosyid Narendra dr. Nur Afifah
dr. Makawa Wulandari dr. Pramitha Nayana L
dr. Meinar Rahma dr. Primiary Rizky
dr. Metia Gledis Gilang G dr. Reyner V Tumbelaka
dr. M. Riski Alansah dr. Ridha Ramadina W
PELATIHAN HIPERKES DAN KESELAMATAN KERJA
BAGI DOKTER PERUSAHAAN
BALAI HIPERKES DAN KESELAMATAN KERJA
PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
FEBRUARI 2013
DAFTAR ISI
Daftar Isi ………………………………………………………………... 2
Kata Pengantar ………………………………………………………… 3
BAB I. Pendahuluan
I.1. Latar Belakang ………………………………………………. 4
I.2. Tujuan………………………………………………………… 5
I.3. Manfaat……………………………………………………….. 5
BAB II. Landasan Teori………………………………………………… 6
BAB III. Data Hasil Kunjungan……………………………………….. 21
BAB IV. Hasil Observasi dan Pembahasan
IV.1. Faktor Kebisingan…………………………………………… 26
IV.2. Faktor Cahaya……………………………………………….. 27
IV.3. Faktor Iklim…………………………………………………. 28
BAB V. Kesimpulan dan Saran………………………………………….. 29
Daftar Pustaka……………………………………………………………... 30
Lampiran……………………………………………………………… 31
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa kita panjatkan kehadirat Tuhan yang maha kuasa,
karena atas berkat rahmat dan karunia-Nya penulis masih diberikan kesehatan dan
kesempatan sehingga dapat menyelesaikan tugas berupa laporan kunjungan ke
perusahaan dalam rangka pelatihan Hiperkes bagi Dokter yang mana untuk
kelompok kami di fokuskan pada materi Potensi Bahaya Faktor Fisik Lingkungan
Kerja, yang didalamnya termasuk faktor kebisingan, faktor pencahayaan, dan
iklim kerja.
Adapun tujuan dari penulisan laporan ini adalah sebagai sarana evaluasi
terhadap sejauh mana pemahaman kami dalam mengenali adanya potensi bahaya
di lingkungan kerja, terutama potensi bahaya yang disebabkan oleh paparan faktor
fisik serta merupakan salah satu syarat kelulusan dari pelatihan Hiperkes yang
sedang kami ikuti. Pembahasan dan data-data pada laporan ini, didapatkan dari
materi selama mengikuti pelatihan dan juga dari pengamatan selama mengunjungi
PT. KAI Balai Yasa Yogyakarta.
Penulis berharap laporan ini dapat memberi manfaat pada diri pribadi
dalam pembelajaran dan penerapan ilmu Hiperkes di perusahaan juga sebagai
bahan evaluasi dan perbaikan sistem manajemen K3 (Keselamatan dan Kesehatan
Kerja) di PT. KAI Balai Yasa Yogyakarta. Penulis menyadari bahwa hasil analisis
dan pembahasan dari laporan ini masih jauh dari kesempurnaan sehingga sangat
mengharapkan saran dan kritik, terutama dari para guru kami di balai Hiperkes
dan Keselamatan Kerja Propinsi DIY, agar penulisan ini lebih baik kedepannya.
Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak atas bantuan
dan peran sertanya selama pelatihan Hiperkes ini, semoga laporan ini bermanfaat.
Yogyakarta, 23 Februari 2013
Penulis
3
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Lingkungan kerja adalah kondisi lingkungan disekitar tempat kerja yang
meliputi penerangan, iklim kerja, kebisingan. Penerangan tempat kerja sangat
berpengaruh terhadap kesehatan, keselamatan dan produktifitas tenaga kerja.
Penerangan yang buruk secara langsung tidak menyebabkan kerusakan pada mata,
namun sering menimbulkan kelelahan, ketidaknyamanan pada mata dan
menyebabkan konsentrasi dan kemampuan berpikir berkurang. Sedangkan
penerangan yang terlalu kuat juga tidak dikehendaki karena juga dapat
menimbulkan kesilauan. Kebisingan adalah semua suara yang tidak dikehendaki
yang bersumber dari alat-alat proses produksi dan atau alat-alat kerja yang pada
tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran,
fisiologis,komunikasi, performans, gangguan tidur, dan psikologis. Iklim kerja
adalah hasil perpaduan antara suhu, kelembaban, kecepatan gerakan udara dan
panas radiasi dengan tingkat pengeluaran panas dari tubuh tenaga kerja sebagai
akibat pekerjaannya.
PC. Gabungan Koperasi Batik Indonesia (PC GKBI) adalah perusahaan
tekstil berskala nasional, produk yang dihasilkan adalah tekstil dan produk
unggulannya adalah kain tenun. PC GKBI mempunyai jumlah karyawan 767
orang, dan dibagi menjadi 3 shift, yaitu shift pagi, siang, dan malam. Proses
produksi di PC GKBI dilakukan secara terus menerus yaitu 7 hari dalam 24 jam.
PC GKBI mempunyai 4 tahapan produksi yaitu warping (penghanian), sizing
(pengkanjian), reaching (pencucukan) dan loom (pertenunan) serta tahap
finishing. Mengingat akan bahayanya faktor lingkungan kerja pada ruang
produksi yang dapat ditimbulkan, maka dari itu diperlukan evaluasi lingkungan
kerja pada PC. GKBI yang meliputi kebisingan, iklim kerja dan penerangan.
4
1.2. Tujuan
1. Mengetahui gambaran, masalah dan pengendalian pencahayaan lingkungan
industri pada PT. KAI Balai Yasa Yogyakarta
2. Mengetahui gambaran, masalah dan pengendalian kebisingan lingkungan
industri pada PT. KAI Balai Yasa Yogyakarta
3. Mengetahui gambaran, masalah dan pengendalian iklim kerja lingkungan
industri pada PT. KAI Balai Yasa Yogyakarta
1.3. Manfaat
1. Bagi perusahaan, hasil observasi ini dapat dijadikan bahan masukan dalam
upaya peningkatan kinerja atau produktifitas karyawan perusahaan yang telah
berjalan dan mendapat rekomendasi solusi untuk kendala yang dihadapi di
lapangan.
2. Bagi Dokter peserta pelatihan, rangkaian kegiatan observasi ini dapat dijadikan
pengalaman dan pengajaran untuk kegiatan ilmiah lain pada umumnya dan
kegiatan hiperkes pada khususnya.
3. Bagi masyarakat, hasil observasi ini dapat dijadikan acuan untuk mengetahui
kondisi perusahaan secara umum dan menjadi bahan pertimbangan dalam mencari
lapangan pekerjaan
5
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Profil Perusahaan
PC GKBI didirikan tanggal 17 Juni 1962, dimiliki oleh 40 koperasi batik
primer yang berlokasi di Indonesia dan beranggotakan 8000 pengusaha batik
perorangan. Pada tahun 1971, diadakan perluasan pabrik dengan bantuan fasilitas
PMDN I. Pada tahun 1977, menambah unit pemintalan dan penenunan dengan
fasilitas PMDN II. Pada tahun 1979, menambah mesin-mesin pemintalan yang
lebih berkualitas halus dengan fasilitas PMDN III, dan pada tahun 1982, diadakan
penambahan mesin untuk unit finishing dengan bantuan fasilitas PMDN IV. Pada
tahun 1992 sampai tahun 1994, diadakan renovasi dan pemasangan mesin AJL
(Air Jet Loom) dengan bantuan fasilitas dari IDB (Islamic Development Bank).
PC GKBI mampu meningkatkan produksi dengan cukup baik, tahun 1999
sebesar 12,2 juta yards grey, tahun 2000 sebesar 18,9 juta yards grey, dan pada
akhir tahun 2001 sebesar 23,4 juta yards grey. Sedangkan produksi cambric tahun
1999 sebesar 16,2 juta yards, tahun 2000 sebesar 18,7 juta yards, dan pada akhir
tahun 2001 sebesar 19,1 juta yards.
Memasuki era globalisasi PC GKBI terus melakukan penambahan mesin-
mesin pemintalan dan penenunan serta penguatan SDM dan IPTEK yang
berjumlah 1500 karyawan.Peningkatan kualitas kerja PC GKBI juga didukung
oleh penerapan QMS ISO 9000 (Sertifikasi dari BBT-TIQA Bandung). Namun,
pada tanggal 7 Desember 2002, terjadi kebakaran hebat, yang sebagian besar unit
pemintalan PC GKBI terbakar sebanyak 55 mesin pemintal dan puluhan ton
benang. Perusahaan tersebut mengeluarkan kebijakan pemutusan hubungan kerja
(PHK) bagi 527 karyawan.
Dengan kerja keras tanpa henti, akhirnya menjadikan PC GKBI mampu
memasuki pasar internasional dengan meraih beberapa pembeli tetap, dari Jepang,
Eropa, dan Amerika.
6
2.2 Kebisingan
2.2.1 Definisi Kebisingan
Pengertian kebisingan dalam kesehatan kerja adalah suara yang dapat
menurunkan pendengaran baik secara kuantitatif (peningkatan ambang
pendengaran ) maupun secara kualitatif (penyempitan spectrum pendengaran),
berkaitan dengan faktor intensitas, frekuensi, durasi, dan pola waktu. Kebisingan
juga dapat didefinisikan sebagai suara yang tidak dikehendaki, misalnya yang
merintangi terdengarnya suara-suara, musik, atau yang menyebabkan rasa sakit,
atau yang menghalangi gaya hidup. Kebisingan menurut PERMENAKER No:
PER-13/MEN/X/2011 didefinisikan sebagai suara yang tidak dikehendaki yang
bersumber dari alat-alat proses produksi dan atau alat-alat kerja yang pada tingkat
tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran. Sedangkan definisi Nilai
Ambang Batas (NAB) menurut sumber yang sama didefinisikan sebagai standar
factor tempat kerja yang dapat diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan
penyakit atau gangguan kesehatan, dalam pekerjaan sehari-hari untuk waktu yang
tidak melebihi 8 jam sehari atau 40 jam seminggu.
.
Gangguan Pendengaran
Adalah perubahan pada tingkat pendengaran yang berakibat kesulitan
dalam melaksanakan kehidupan normal, biasanya dalam hal memahami
pembicaraan.Secara kasar, gradasi gangguan pendengaran karena bising itu
sendiri dapat ditentukan menggunakan parameter percakapan sehari-hari sebagai
berikut.
2.2.2 Jenis Kebisingan
Berdasarkan sifat dan spectrum frekuensi bunyi, bising dapat dibagi atas:
1. Bising yang kontinu dengan spektrum frekuensi yang luas. Bising ini
relatif tetap dalam batas kurang lebih 5 dB untuk periode 0,5 detik
berturut-turut. Misalnya: mesin, kipas angin, lampu pijar.
2. Bising yang kontinu dengan spektrum frekuensi yang sempit. Bising
ini juga relatif tetap, akan tetapi ia hanya memiliki frekuensi tertentu
7
saja (pada frekuensi 500, 1000, dan 4000 Hz). Misalnya gergaji
sirkuler dan katup gas.
3. Bising terputus-putus (intermiten). Bising di sini tidak terjadi secara
terus menerus, melainkan ada periode relatif tenang. Misalnya suara
lalu lintas, kebisingan di lapangan terbang.
4. Bising impulsif. Bising jenis ini, memiliki perubahan tekanan suara
melebihi 40 dB dalam waktu sangat cepat dan biasanya mengejutkan
pendengarnya. Misalnya tembakan, suara mercon, meriam.
5. Bising impulsif berulang. Bising sama dengan bising impulsif, hanya
saja di sini terjadi secara berulang-ulang. Misalnya mesin tempa.
Berdasarkan pengaruhnya terhadap manusia, bising dapat dibagi atas:
a. Bising yang menganggu (irritating noise). Intensitas tidak terlalu
keras. Misalnya mendengkur.
b. Bising yang menutupi (masking noise) merupakan bunyi yang
menutupi pendengaran yang jelas. Secara tidak langsung bunyi ini
akan membahayakan kesehatan dan keselamatan tenaga kerja karena
teriakan atau isyarat tanda bahaya tenggelamdalam bising dari sumber
lain.
Bising yang merusak (damaging/injurious noise) adalah bunyi yang
intensitasnya melampaui NAB. Bunyi jenis ini akan merusak atau
menurunkan fungsi pendengaran
2.2.3 Sumber Kebisingan
Sumber kebisingan berasal dari berbagai lingkungan antara lain :
a.Kebisingan dari lingkungan pabrik
b. Kebisingan dari alat-alat konstruksi
c.Kebisingan dari lalu lintas
d. Kebisingan dari alat-alat rumah tangga
e.Kebisingan dari tempat rekreasi
2.2.4 Tingkat dan Nilai Ambang Kebisingan
8
Gradasi Parameter
Normal : Tidak mengalami kesulitan dalam percakapan biasa (6 meter).
Sedang : Kesulitan dalam percakapan sehari-hari mulai jarak lebih dari 1,5
meter.
Menengah : Kesulitan dalam percakapan keras sehari-hari mulai jarak lebih
dari 1,5 meter.
Berat : Kesulitan dalam percakapan keras/berteriak pada jarak lebih dari 1,5
meter.
Sangat berat : Kesulitan dalam percakapan keras/berteriak pada jarak kurang
dari 1,5 meter.
Tuli total : Kehilangan kemampuan pendengaran dalam berkomunikasi.
Menurut ISO, derajat ketulian adalah sebagai berikut :
- Jika peningkatan ambang dengar antara 0 - <2,5 dB, masih normal.
- Jika peningkatan ambang dengar antara 25 – 40 dB, disebut tuli ringan.
- Jika peningkatan ambang dengar antara 41 – 60 dB, disebut tuli sedang.
- Jika peningkatan ambang dengar antara 61 – 90 dB, disebut tuli berat.
- Jika peningkatan ambang dengar lebih dari 90 dB, disebut tuli sangat
berat.
Untuk mengetahui intesitas bising di lingkungan kerja, digunakan sound
level meter. Untuk mengukur nilai ambang pendengaran, digunakan audiometer.
Untuk menilai tingkat pajanan pekerja, lebih tepat digunakan noise dose meter
karena pekerja umumnya tidak menetap pada suatu tempat kerja selama 8 jam ia
bekerja. Nilai ambang batas (NAB) intensitas bising adalah 85 db dan waktu
bekerja maksimal 8 jam per hari.
Nilai ambang batas kebisingan adalah angka dB yang dianggap aman untuk
sebagian besar tenaga kerja, bila bekerja 8 jam per hari atau 40 jam per minggu.
Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Koperasi No.
SE-01/MEN/1978, nilai ambang batas untuk kebisingan di tempat kerja, adalah
intensitas tertinggi dan merupakan nilai rata-rata yang masih dapat diterima
tenaga kerja, tanpa mengakibatkan hilangnya daya dengar yang tetap untuk waktu
9
terus menerus tidak lebih dari 8 jam sehari atau 40 jam seminggu. Waktu
maksimum bekerja adalah sebagai berikut.
- 82 dB : 18 jam per hari
- 85 dB : 8 jam per hari
- 88 dB : 4 jam per hari
- 91 dB : 1 jam per hari
- 97 dB : 18 jam per hari
- 100 dB : ¼ jam per hari
2.2.5 Pengaruh Bising Terhadap Tenaga Kerja
Bising menyebabkan berbagai gangguan terhadap tenaga kerja, seperti
gangguan fisiologis, gangguan psikologis, gangguan komunikasi dan ketulian,
atau ada yang menggolongkan gangguannya berupa gangguan auditori, misalnya
gangguan terhadap pendengaran dan gangguan non auditori seperti komunikasi
terganggu, ancaman bahaya keselamatan, menurunnya performance kerja,
kelelahan dan stress. Lebih rinci lagi, maka dapatlah digambarkan dampak bising
terhadap kesehatan pekerja sebagai berikut.
1. Gangguan fisiologis
Gangguan dapat berupa peningkatan tekanan darah, peningkatan nadi,
basal metabolism, konstriksi pembuluh darah kecil, terutama pada bagian kaki,
dapat menyebabkan pucat dan gangguan sensoris.
2. Gangguan psikologis
Gangguan ini dapat berupa rasa tidak nyaman, kurang konsentrasi, susah
tidur, emosi dan lain-lain. Pemaparan jangka waktu lama dapat menimbulkan
penyakit psikosomatis seperti gastritis, penyakit jantung coroner dan lain-lain.
3. Gangguan komunikasi
Gangguan ini menyebabkan terganggunya pekerjaan, bahkan mungkin
terjadi kesalahan, terutama bagi pekerja baru yang belum berpengalaman.
Gangguan komunikasi ini secara tidak langsung akan mengakibatkan bahaya
terhadap keselamatna dan kesehatna tenaga kerja, karena tidak mendengar
10
teriakan atau isyarat tanda bahaya dan tentunya akan dapat menurunkan mutu
pekerjaan dan produktivitas kerja.
4. Gangguan keseimbangan
Gangguan ini mengakibatkan gangguan fisiologis seperti kepala pusing,
mual dan lain-lain.
5. Gangguan terhadap pendengaran (ketulian)
Diantara sekian banyak gangguan yang ditimbulkan oleh bising, gangguan
terhadap pendengaran adalah gangguan yang paling serius karena dapat
menyebabkan hilangnya pendengaran atau ketulian. Ketulian ini dapat bersifat
progresif atau awalnya bersifat sementara tapi bila bekerja terus menerus ditempat
bising tersebut maka daya dengar akan menghilang secara menetap atau tuli.
Menurut definisi kebisingan, apabila suatu suara mengganggu orang yang
sedang membaca atau mendengarkan musik, maka suara itu adalah kebisingan
bagi orang itu meskipun orang lain mungkin tidak terganggu oleh suara tersebut.
Meskipun pengaruh suara banyak kaitannya dengan faktor-faktor psikologis dan
emosional, ada kasus-kasus dimana akibat serius seperti kehilangan tekanan suara
berbobot A atau lamanya telinga terpapar kebisingan tersebut.
2.2.6 Jenis Tuli
a. Tuli sementara (Temporary Treshold Shift = TTS)
Diakibatkan pemaparan terhadap bising dengan intensitas tinggi, tenaga
kerja akan mengalami penurunan daya dengar yang sifatnya sementara. Biasanya
waktu pemaparannya terlalu singkat. Apabila tenaga kerja diberikan waktu
istirahat secara cukup, daya dengarnya akan pulih kembali kepada ambang dengar
semula dengan sempurna.
b. Tuli menetap (Permanent Treshold Shift = PTS)
Biasanya akibat waktu paparan yang lama (kronis).Besarnya PTS
dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut.
- Tingginya level suara
- Lamanya pemaparan
- Spektrum suara
11
- Temporan patren, bila kebisingan yang kontinyu maka kemungkinan
terjadinya PTS akan lebih besar.
- Kepekaan individu
- Pengaruh obat-obatan
- Keadaan kesehatan
2.2.7 Faktor yang Berpengaruh Terhadap Ketulian
Sebenarnya ketulian dapat disebabkan oleh pekerjaan (occupational hearing
loss), misalkan akibat kebisingan, trauma akustik, dapat pula disebabkan oleh
bukan karena kerja (non occupational hearing loss).Factor-faktor yang
berpengaruh terhadap ketulian akibat kerja adalah sebagai berikut.
- Intensitas suara yang terlalu tinggi
- Usia karyawan
- Ketulian yang sudah ada sebelum bekerja (pre employment hearing
impairment)
- Tekanan dan frekuensi bising tersebut
- Lamanya bekerja
- Jarak dari sumber suara
- Gaya hidup pekerja diluar tempat kerja
2.2.8 Pengendalian Kebisingan
Pada dasarnya, pengendalian kebisingan dapat dilakukan terhadap:
- Sumbernya, dengan cara: desain akustik (dengan mengurangi
vibrasi, mengubah struktur dan lain-lain), substitusi alat, dan
mengubah proses kerja.
- Perjalanannya, dengan cara: jarak diperjauh, akustik ruangan,
enclosure.
- Penerimanya, dengan cara: alat pelindung telinga (ear muff, ear
plug), enclosure (misal dalam ruang control), administrasi dengan
rotasi dan mengubah jadwal kerja.
Selain dari ketiga diatas, dapat juga dilakukan dengan melakukan:
12
- Pengendalian secara teknis (engineering control) dengan cara :
o Pemilihan equipment/proses yang lebih sedikit
menimbulkan bising
o Dengan melakukan perawatan (maintenance)
o Melakukan pemasangan penyerap bunyi
o Mengisolasi dengan melakukan peredaman (material
akustik)
o Menghindari kebisingan
- Pengendalian secara administratif ( administrative control ) dengan
cara :
o Melakukan shift kerja
o Mengurangi waktu kerja
o Melakukan training
2.3 Pencahayaan
Cahaya adalah gelombang elektromagnetik yang tampak, dengan panjang
gelombang = 400-750 nm. Menurut peraturan pemerintah (1999), pencahayaan di
tempat kerja adalah jumlah penyinaran pada suatu bidang kerja yang diperlukan
untuk melaksanaakn kegiatan secara efektf. Pencahayaan yang baik
memungkinkan tenaga kerja melihat objek yang dikerjakannya dengan mudah,
jelas dan tanpa upaya yang berlebihan dari indra penglihatan sehingga mereka
dapat melakukan pekerjaan dengan cepat, teliti dan aman.
Pengkuran intensitas pencahayaan dilakukan menggunakan alat luxmeter.
Alat ini bekerja berdasakan perubahan energi cahaya yang diubah menjadi energi
arus listrik.
Pencahayaan buruk dapat mengakibatkan :
1. Kelelahan mata
2. Kelelahan mental
3. Keluhan pegal didaerah mata dan sakit disekitar mata
4. Kerusakan indra mata
13
5. Terjadi peningkatan kecelakaan
Penilaian tingkat pencahayaan kuantitatif :
1. Pencahayaan umum
2. Pencahayaan lokal
3. Faktor refleks
Penilaian tingkat pencahayaan kualitataif
1. Distribusi cahaya
2. Konstan cahaya
3. Kesilauan
4. Perubahan udara
5. Pengaruh warna
Setiap jenis pekerjaan memerlukan tingkat pencahayaan tertentu. Untuk itu
pemerintah telah menetapkan tingkat disuatu tempat kerja berdasarkan tempat
pekerjaan. Hal ini dapat dilihat pada peraturan pemerintah dalam PMP No 7 tahun
1964 tentang syarat-syarat kesehatan, kebersihan serta pencahayaan dalam tempat
kerja.
Pengendalian Pencahayaan
1. Pengendalian secara administrasi dan manajemen
a. Mendesain ruangan dan tempat kerja dengan tingkat pencahyaan yang
memenuhi syarat.
b. Melakukan pengawasan yang intensif yang konsisten terhadap tingkat
pencahayaan diruangan dan tempat kerja.
2. Pengendalian secara teknis
a. Memperbesar intesitas pencahayaan
b. Memperbesar ukuran objek ( sudut penglihatan )
c. Menambah waktu yang diperlukan untuk melihat objek
d. Mencegah kesilauan dengan cara :
- Memperbesar kontras antara objek dengan latar belakang
- Meletakkan lampu diatas sebelah kiri belakng kepala tenaga kerja
- Tidak melapisi permukaan mesin dengan bahan yang mengkilat
- Menata warna dinding dengan langit-langit
14
Pencahayaan lokal digunakan untuk melakukan pekerjaan, maka penilaiannya
tergantung dari jenis dan tingkat ketelitian pekerjaan yang berlangsung. Hal ini
dapat dilakukan dengan membandngkan data yang diperoleh dengan pedoman
sebagai berikut:
1. Pekerjaan barang kasar minimal 50 lux
2. Pekerjaan barang sedang
- Sepintas minimal 100 lux
- Agak teliti minimal 200 lux
- Teliti minimal 300 lux
3. Pekerjaan halus
- Kontras sedang antara 500-1000 lux
- Kontras kurang minimal 1000 lux
2.4 Iklim Kerja
Iklim kerja adalah hasil perpaduan antara suhu, kelembapan, kecepatan
gerakan udara dan panas radiasi dengan tingkatan pengeluaran panas dari tubuh
tenaga kerja sebagai akibat pekerjaannya, hal ini tercantum dalam Keputusan
Menteri Tenaga Kerja No. KEP-51/Men/1999 pasal 1 ayat 5.
Menurut Suma’mur PK iklim kerja adalah kombinasi dari suhu udara,
kelembapan udara, kecepatan gerakan dan suhu radiasi. Kombinasi keempat
faktor tersebut bila dihubungkan dengan produksi panas oleh tubuh dapat disebut
dengan tekanan panas. Indeks tekanan panas di suatu lingkungan kerja adalah
perpaduan antara suhu udara, kelembapan udara, kecepatan gerakan udara, dan
panas metabolisme sebagai hasil aktifitas seseorang.
Suhu tubuh manusia dapat dipertahankan secara menetap oleh suatu sistem
pengatur suhu ( system thermoregulator ). Suhu menetap ini adalah akibat
keseimbangan diantara panas yang dihasilkan didalamtubuh sebagai akibat
metabolisme dan pertukaran panas diantara tubuh dengan lingkungan sekitar.
Dari suatu penyelidikan diperoleh hasil bahwa produktifitas kerja manusia
akan mencapai tingkat yang paling tinggi pada temperatur sekitar 240 C- 270 C.
15
2.4.1 Iklim Kerja Panas
Iklim kerja panas merupakan meteorologi dari lingkunga kerja yang dapat
disebabkan oleh gerakan angin, kelembapan, suhu udara, suhu radiasi dan sinar
matahari. Panas sebenarnya merupakan energi kinetik gerak molekul yang secara
terus menerus dihasilkan daam tubuh sebagai hasil samping metabolisme dan
panas tubuh yang dikeluarkan ke lingkungan sekitar. Agar tetap seimbang antara
pengeluaran dan pembentukan panas maka tubuh mengadakan usaha pertukaran
panas dari tubuh ke lingkungan sekitar melalui kulit dangan cara konduksi,
konveksi, radiasi dan metabolisme.
1. Metabolisme, merupakan panas yang dihasilkan oleh tubuh tenaga
kerja sendiri yang besarnya tergantung dari kapasitas kerjanya.
2. Konduksi, merupakan pertukaran diantara tubuh dan benda-benda
sekitar melalui sentuhan atau kontak dengan benda panas atau dingin
3. Konveksi, merupakan perambatan panas kea tau dari tubuh tenaga
kerja melalui aliran udara, yang besarnya tergantung dari suhu udara
dan kecepatan gerakan udara.
4. Radiasi, merupakan pancaran panas dari lingkungan ke tubuh tenaga
kerja atau sebaliknya.
Terdapat beberapa contoh tempat kerja dengan iklim kerja panas diantaranya
:
1. Proses produksi yang menggunakan panas, misalnya peleburan,
pengeringan, pemanasan.
2. Pekerjaan yang langsung terkena sinar matahari, misalnya pekerjaan
jalan raya, bongkar muat, nelayan, petani.
3. Tempat kerja dengan ventilasi udara kurang
2.4.2 Iklim Kerja Dingin
Pengaruh suhu dingin dapat mengurangi efisiensi kerja dengan keluhan kaku
atau kurangnya koordinasi otot. Kondisi semacam ini dapat meningkatkan tingkat
kelelahan seseorang. Masalah kesehatan yang berhubungan denganiklim dingin,
yaitu :
16
Chilblains : bagian tubuh yang terkena membengkak, merah, panas dan
sakit diselingi gatal.
Trench Foot : kerusakan anggota badan terutama kaki akibat kelembapan
atau dingin walau suhu diatas titik beku. Stadium ini diikti tingkat
hipertermis yaitu kaki membengkak, merah, dan sakit.
Frosbite : akibat suhu rendah dibawah titik beku menyebabkan stadium
akhir penyakit. Frosbite adalah gangren dan bisa berakibat cacat tetap.
2.4.3 Efek Terhadap Kesehatan
Efek panas terhadap kesehatan dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin,
obesitas, keseimbangan air dan elektrolit, serta kebugaran. Apabila tubuh terpapar
cuaca kerja panas, secara fisiologis tubuh akan berusaha menghadapinya dengan
maksimal, dan bila usaha tidak berhasil akan timbul efek yang
membahayakan.karena kegagalan tubuh dalam menyesuaikan dengan lingkung
panas maka timbuk keluhan seperti kelelahan, ruam panas, heat cramps, heat
exhaustion, dan heat stroke yang dapat dijelaskan sebagai berikut :
Ruam panas ( prickly heat ) : dapat terjadi dilingkungan panas, lembap
dimana keringat tidak dapat dengan mudah menguap dari kulit.
Kelelahan, orang bekerja maksimal 40 jam perminggu atau 8 jam perhari.
Setelahg 4 jam bekerja seseorang harus istirahat karena terjadi penurunan
kadar gula dalam darah.
Heat crumps, dapat terjadi sebagai akibat bertambahnya keringat yang
menyebabkan hilangnya garam natrium dari dalam tubuh, sehingga bisa
menyebabkan kejang otot, lemah dan pingsan. Kondisi ini dapat diobati
meminum cairan yang mengandung elektrolit seperti kalsium, sodium dan
potasium.
Heat exhaustion, biasanya terjadi karena cuaca yang sangat panas,
penderita biasanya keluar keringat banyak tetapi suhu badan normal,
tekanan darah menurun, denyut nadi lebih cepat.
Heat stroke, terjadin karena pengaruh suhu panas yang sangat hebat,
sehingga suhu tubuh naik, kulit kering dan panas ( AM Sugeng Budiono
17
2003:37). Kondisi ini haru diatasi melalui mendinginkan tubuh korban
dengan air atau meyelimutinya dengan kain basah segera mencari
pertolongan medis.
2.4.4 Nilai Ambang Batas ( NAB ) untuk Iklim Kerja
Di Indonesia, parameter yang digunakan untuk menilai tingkat iklim
kerja adalah Indeks Suhu Basah dan Bola ( ISBB ). Hal ini telah ditentukan
dengan keputusan menteri tenaga kerja No Kep-51/MEN/1999, tentang nilai
ambang batas faktor fisik ditempat kerja, pasal 1 ayat 9 berbunyi :
“ Indeks Suhu Basah dan Bola ( Wet Bulb Globe Temperature Indeks ) yang
disingkat ISBB adalah paramater untuk menilai tingkat iklim kerja ynag
merupakan hasil perhitungan antara suhu udara kering, suhu basah alami
dan suhu bola. “
Untuk mengetahui iklim kerja disuatu tempat kerja dilakukan
pengukuran besarnya tekanan panas salah satunya dengan mengukur ISBB
( tim hiperkes, 2004 ) macamnya adalah :
1. Untuk pekerjaan diluar gedung
ISBB = 0,7 x suhu basah + 0,2 x suhu radiasi + 0,1 suhu kering
2. Suhu Pekerjaan didalam gedung
ISBB = 0,7 x suhu basah + 0,3 x suhu radiasi
Alat yang digunakan adalah heat stress area monitor untuk mengukur
suhu basah, termometer untuk mengukur kecepatan udara dan termometer
bola umtuk mengukur suhuradiasi. Selain itu pengukuran iklim kerja dapat
menggunakan Questemp digital.Pengukuran dilakukan pada tempat tenaga
kerja melakukan pekerjaan kira-kira 1 meter dari pekerja.
Beban Kerja Setiap Jam ISBB (Indeks Suhu Basah dan Bola)
Waktu Kerja Waktu
Istirahat
Ringan Sedang Berat
Bekerja terus
menerus (8
jam per hari)
- 30,0 26,7 25
18
75% kerja 25% istirahat 30,6 28 25,9
50% kerja 50% istirahat 31,4 29,4 27,9
25% kerja 75% istirahat 32,2 31,1 30,0
Sumber: Bunga Rampai Hiperkes & KK
Catatan :
a. Beban kerja ringan membutuhkan kalori 100-200 kkal/jam
b. Beban kerja sedang membutuhkan kalori >200-350 kkal/jam
c. Beban kerja berat membutuhkan kalori >350-500 kkal/jam
2.4.5 Pengendalian Iklim Kerja
Pengendalian kerja berdasarkan hierarki control untuk iklim kerja, terdiri
dari:
a. Engineering control
o Isolasi sumber panas
o Radiation shielding
o Local exhaust ventilation
o Localized cooling at work station
o General ventilation
b. Administrative control
o Pemeriksaan kesehatan sebelum kerja, berkala, dan secara khusus
o Pengadaan air minum, harus disediakan dalam jumlah yang
memadai
o Menyelenggarakan pelatihan dan pendidikan
o Pengaturan lamanya kerja dan istirahat
c. Alat pelindung diri (APD)
o Kacamata
o Topi
o Celemek
o Pakaian kerja yang dilapisi dengan aluminium
o Sarung tangan dari kulit
19
o Sepatu kerja
Pencegahan masalah panas yang berhubungan dengan kesehatan, dapat
dilakukan dengan cara:
- Aklimatisasi
Adalah suatu proses adaptasi fisiologi yang ditandai dengan
pengeluaran keringat yang meningkat, penurunan denyut jantung, dan
suhu tubuh. Proses ini biasanya memerlukan waktu 7-10 hari dan
aklimatisasi ini dapat menghilang dengan cepat, apabila pekerja tidak
masuk dalam satu minggu. Aklimatisasi bertujuan untuk membiasakan diri
kita terhadap cuaca terutama pada periode waktu kerja fisik yang lama.
- Pemeliharaan cairan tubuh
Cairan yang masuk ke dalam tubuh harus tetap dipelihara dengan
mempelajari aktivitas fisik. Dapat dilakukan dengan cara jangan
mengandalkan rasa haus sebagai indikator kekurangan cairan dan
menghindari alcohol karena akan sering kencing, sehingga akan
meningkatkan dehidrasi dan dapat mempengaruhi penurunan panas tubuh.
- Diet yang tepat
Memakan makanan ringan, menjauhi makanan berat.Semakin
sedikit yang di makan, semakin sering mendapatkan keseimbangan
pencernaan makanannya.
- Pakaian yang tipis
Menggunakan pakaian yang tipis, pakaian warna lembut/muda,
memakai pakaian longgar seperti katun yang dapat dilewati gerak udara ke
seluruh tubuh.
20
BAB III
DATA HASIL KUNJUNGAN
3.1 Identitas Perusahaan
Nama Perusahaan PC. GKBI
Jenis Perusahaan Pabrik Cambrice
Alamat Perusahaan Jln. Magelang Medari Sleman,
Jogjakarta
Jumlah Tenaga Kerja 767 orang, terbagi dalam tiga shift
Tanggal Kunjungan 23 November 2012
3.2 Proses Produksi
1. Bahan yang diperlukan:
a. Bahan baku : logam ; besi, tembaga
b. Bahan Tambahan : kompor, minyak, oli, cat
2. Mesin/Peralatan Kerja yang Digunakan
a. Mesin Las
b. Mesin gerinda
c. Mesin bubut
d. Mesin potong
e. Tungku bakar
f. Mesin tumbuk
g. Mesin pres
h. Kereta angkut
i. Mesin pencucian gear box
3. Proses produksi
Proses pemotongan, pengelasan, penggerindaan, pengecoran, pengecasan
aki, pengetasan, perakitan rangka.
4. Barang yang dihasilkan
a. Produk Utama : -
21
b. Produk Sampingan : Logam panas acelening
Logam dingin radiator, baut, as, mur
5. Limbah :
a. Limbah logam : sisa-sisa besi dan timah
b.Non logam : oli, karbon, cat, kompon
IDENTIFIKASI POTENSI BAHAYA
Bagian Fisik
Potensi Bahaya, Sumber Potensi Bahaya, Pengendalian
Potensi Bahaya Sumber Potensi Bahaya Pengendalian
Kebisingan Mesin APD
Pencahayaan Kurang Mekanis Lampu menyala, jendela
cukup
Iklim kerja panas Alat las, alat pengecoran Penggunaan pakaian
menyerap keringat,
pendingin ruangan,
penyediaan air minum
3.3 Hasil Pengujian Kebisingan
Tabel 3.1 Hasil Pengujian Kebisingan
No Lokasi
Tingkat
Kebisingan
(dB)
Jenis
Bising
Sumber
Bising NAB Keterangan
L eq L
max
1 Final Test I 85.5 103.2 Steady
Noise
Motor
Diesel
Machine
85 >NAB
2 Pengelasan
Logam
88 112.3 Intermitten Benturan 85 >NAB
22
Panas Noise Logam
3 Pengecoran
Logam
72 80 Intermitten
Noise
Benturan
Logam
85 <NAB
4 Final Test
II
87 97 Steady
Noise
Mesin
KA
85 >NAB
5 Derek
Takel
103 107.8 Steady
Noise
Kunci
Angin
85 >NAB
6 Mesin
Bubut
86 92 Intermitten
Noise
Mesin
bubut
85 >NAB
7 Pengelasan 86 89 Intermitten
Noise
Mesin
Bor
85 >NAB
8 Final test 1 105 Impact
Noise
Bel KA 85 >NAB
3.4 Hasil Pengukuran Pencahayaan
Tabel 3.2 Hasil Pengukuran Pencahayaan
N
o
Lokasi
Tingkat Pencahayaan
(Luks) Jenis
Kerja
Tingkat
Pencahaya
an yang
Diperlukan
Keteranga
n
Umum Lokal
Rang
e
Rata
-rata
Rang
e
Rata
-rata
1 Ruang
Pengelasan
118
Lux
100-
110
103 Barang
sedang
agak
teliti
200 Lux Kurang
2 Ruang
Rakit
Bogie
200-
220
216 Barang
sedang
agak
teliti
200 Lux Kurang
23
3 Ruang
Pembubuta
n
150-
160
155 Barang
sedang
teliti
300 Lux Kurang
4 Mesin
Bubut
Junghenth
al
200-
210
205 Barang
sedang
teliti
300 Lux Kurang
5 Ruang
Bongkar
Pasang
Roda
215-
225
218 Barang
sedang
agak
teliti
200 Lux Cukup
6 Area
Komponen
DH
260-
270
264 Barang
Sedan
g teliti
300 lux Kurang
7 Area cuci
dan
bongkar
MD
85-
90
88 Barang
sedang
sepinta
s
100 Lux Kurang
3.5 Hasil Pengukuran Iklim Kerja
Tabel 3.3 Hasil Pengukuran Iklim Kerja
No Lokasi
Hasil Pengujian Jenis
Kerja
Sumber
Panas
NAB
ISBB
(oC)
Keterangan
Tnwb
(oC)
RH
(%)
ISBB
(oC)
1 Ruang
Mesin
Bubut
30 80 31,2 Ringan Mesin,
tubuh
pekerja,
cahaya
matahari
31 Melebihi
NAB
24
2 Ruang
Logam
30 81 30.9 Ringan Mesin,
tubuh
pekerja,
alat las,
cahaya
matahari
31 Dibawah
NAB
3. Ruang
Instrumen
30 80 30,6 Ringan Mesin,
tubuh
pekerja,
cahaya
matahari
31 Dibawah
NAB
4. Ruang
Traksi
30 87 30,9 Ringan Mesin,
tubuh
pekerja,
cahaya
matahari,
alat las
31 Dibawah
NAB
25
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1. Kebisingan
Berdasarkan pengukuran kebisingan di beberapa tempat di Balai Yasa PT.
KAI, pada tempat-tempat tertentu masih didapatkan kebisingan melebihi NAB
yang diizinkan. Kebisingan yang melebihi NAB tersebut berasal dari; mesin
motor diesel di lokasi final test I, benturan logam di lokasi pengelasan logam
panas, mesin KA di final test II, kunci angin di lokasi derek takel, mesin bubut di
lokasi ruang mesin bubut, mesin bor di lokasi pengelasan, dan bel KA di lokasi
final test 1. Namun ada juga tempat dengan kebisingan yang tidak melebihi NAB
yaitu di lokasi pengecoran logam.
Berdasarkan pengamatan, di Balai Yasa sulit dilakukan engineering control
karena rata-rata sumber kebisingan berasal dari mesin yang mobile, benturan
logam yang intermitten, dan adanya sumber kebisingan dari lokasi lain karena
antar lokasi tidak diberi sekat ataupun peredam suara. Oleh karena itu, sebaiknya
digunakan administrative control seperti membatasi jam kerja pegawai yang
terpapar bising yang melebihi NAB, atau dengan memberikan istirahat setiap
beberapa menit setiap terpapar kebisingan yang melebihi NAB.
Bila pengendalian kebisingan secara administrative tidak bisa dilakukan
ataupun kurang maksimal, dapat digunakan alat pelindung diri (APD) yang
diwajibkan kepada pekerja ataupun managemen dan pihak-pihak yang berada di
lokasi kerja dengan kebisingan tinggi.
Pada pengamatan secara langsung masih didapatkan pekerja dan supervisor
yang terpapar kebisingan tinggi tidak menggunakan APD (ear muff, ear plug).
Namun mengingat alat pelindung telinga tidak nyaman digunakan secara terus
menerus, maka manajemen sebaiknya tetap memikirkan pengendalian bising
secara teknis dan administrative. Oleh karena itu, sebaiknya manajemen
melakukan pemeriksaan (misal : audiometri) secara berkala. Dapat juga dilakukan
controlling oleh supervisor secara rutin untuk monitoring ketaatan para pekerja
dalam menggunakan APD. Pihak manajemen dan supervisor juga diharapakan
26
menerapkan pemakaian APD dengan benar agar dapat menjadi panutan bagi para
tenaga kerja.
4.2. Pencahayaan
Pencahayaan Umum
Dari hasil pengukuran pencahayaan di area tersebut secara umum, didapatkan
rata –rata tingkat pencahayaan umum sebesar 118 lux yang menandakan tingkat
pencahayaan umum masih kurang (standar pencahayaan umum untuk industri
sebesar 150 Lux).
Pencahayaan Lokal
Hasil pengukuran pencahayaan local di tempat pengelasan, rakit bogie,
pembubutan, mesin bubut junghenthal, bongkar pasang roda, area komponen DH,
dan area cuci dan bongkar MD adalah 103 lux, 216 lux, 155 lux, 205 lux, 218 lux,
264 lux, dan 88 lux. Dari hasil pengukuran di tujuh area tersebut, secara umum
tingkat pencahayaan masih kurang.
Penilaian terhadap Kondisi Cahaya (Kualitatif)
Penilaian ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah pencahayaan yang baik
sudah terpenuhi atau belum. Hal –hal yang menjadi syarat untuk memenuhi
sebagai pencahayaan yang baik, antara lain :
a. Pengamatan terhadap distribusi cahaya
Berdasarkan hasil pengamatan, distribusi cahaya secara keseluruhan tidak
merata.
b. Pengamatan terhadap menetapnya cahaya
Berdasarkan hasil pengamatan, pencahayaan tetap dan tidak berkedip-
kedip karena menggunakan sumber cahaya utama sinar matahari. Ketika keadaan
mulai gelap, misalnya saat mendung atau sore hari, lampu baru dinyalakan.
c. Pengamatan terhadap adanya kesilauan
Berdasarkan hasil pengamatan, pencahayaan tidak menimbulkan kesilauan
bagi para pekerja. Namun, ketika mulai menggunakan lampu, sebagian pekerja
mulai merasakan silau.
27
d. Pengamatan terhadap adanya perubahan susunan udara
Berdasarkan hasil pengamatan, sumber pencahayaan tidak menimbulkan
perubahan susunan udara,seperti timbulnya asap dan gas karena pada saat
pengamatan menggunakan sinar matahari.
e. Pengamatan terhadap adanya perubahan warna
Berdasarkan hasil pengamatan, cahaya tidak mengakibatkan perubahan
warna karena mesin-mesin di PT KAI sudah berwarna gelap
4.3. Iklim Kerja
Hasil dari pengukuran potensi bahaya fisik dibidang iklim kerja, yang
dilakukan secara kualitatif dengan metode pengukuran psikrometer, globe
thermometer dan thermometer Arsman disajikan pada tabel 3.3. Pengukuran
dilakukan pada 4 titik yaitu bagian mesin bubut, bagian logam, bagian instrument,
dan bagian traksi. Pengukuran dilakukan masing-masing selama 5-10 menit,
untuk kemudian hasilnya dicatat dan dimasukan kedalam tabel yang terdapat di
checklist.
Dari hasil perhitungan, maka dapat kita tentukan bahwa pekerjaan ditiap-tiap
bagian adalah tergolong kerja RINGAN, karena tingkat output kalorinya kurang
dar 200 Kkal/jam. Dari hasil tersebut dilakukan penghitungan NAB ISBB sebagai
parameter tekanan panas. Hasil kesimpulan data indeks suhu basah dan bola
(ISBB) pada ruang mesin bubut melebihi NAB, sedangkan nilai ISBB pada ruang
logam, instrument dan traksi sudah baik (di bawah NAB), sehingga diperlukan
intervensi untuk mengendalikan iklim kerja di ruang mesin bubut.
Pilihan pengendalian yang dapat dilakukan oleh perusahaan adalah sebagai
berikut:
1. Menggunakan pakaian berbahan dasar menyerap keringat.
2. Menyediakan air minum dengan kandungan garam Nacl 0,1% setiap 15-20
menit sebanyak minimal satu gelas dengan suhu 10-20 C (air dingin).
3. Menambah alat pendingin ruangan misalnya dengan kipas angin.
4. Mengurangi durasi kerja karyawan yang bekerja di ruang mesin bubut
tersebut sebesar 25% dari total durasi kerjanya.
28
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
1. Angka kebisingan pada beberapa lokasi di PT KAI melebihi NAB. Lokasi
yang memiliki tingkat kebisingan melebihi NAB adalah lokasi final test I,
lokasi pengelasan logam panas, final test II, lokasi derek takel, lokasi
ruang mesin bubut, lokasi pengelasan. Masih ada beberapa tenaga kerja
yang tidak menggunakan APD saat bekerja.
2. Tingkat pencahayaan sebagian besar masih kurang. terutama
3. ISBB pada ruang logam, instrument, dan traksi masih di bawah NAB-
ISBB dan ISBB pada ruang mesin bubut diatas NAB-ISBB.
5.2. Saran
1. Pemeriksaan berkala terhadap tenaga kerja yang terus menerus terpajan
bising. Administrative control, berupa pembatasan waktu kerja
berdasarkan tingkat kebisingan, pemberian waktu isitirahat yang cukup
setelah paparan bising yang tinggi. Menggunakan APD sesuai aturan serta
controlling yang baik. Pemeriksaan awal untuk pegawai baru serta
pemeriksaan paripurna untuk pegawai yang akan pensiun.
2. Dilakukan penambahan pencahayaan agar tingkat produktivitas meningkat
dan dapat mencapai hasil yang lebih baik. Hal ini dapat dilaksanakan
dengan menambah ventilasi dan sumber cahaya yang tidak terlalu jauh.
Pada tempat-tempat yang tidak memungkinkan ditambah pencahayaannya
bisa direkomendasikan penggunaan headlamp untuk pekerja.
3. Pada ruangan mesin bubut disarankan untuk pegawai menggunakan
pakaian berbahan dasar menyerap keringat, pihak perusahaan
menyediakan air minum dan menambah alat pendingin ruangan misalnya
dengan kipas angin. Atau pilihan terakhir dengan mengurangi durasi kerja
karyawan sebesar 25% dari total durasi kerjanya (45 menit kerja, 15menit
istirahat).
29
DAFTAR PUSTAKA
1. ASEAN ASHNET occupational Sefty and Health Network (jejaring kerja
dibidang keselamatan dan kesehatan kerja antara negara-negara ASEAN),
2003; http://www.asean-osh.net/indonesia/osh%20statistic.htm.
2. Bennet, dkk.1985. Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja.
Jakarta: Departemen kesehatan. Keputusan menteri kesehatan nomor:
405/menkes/SK/XI/2002.www.depkes.go.id
3. Hicks, Charles. Fundamental Concepts in the Design of Experiments.
Florida : saunders college Publish. 1993.K3 (Keselamatan Dan Kesehatan
Kerja) 21 Agustus 2008 diambil di website
http://gedbinlink.wordpress.com/tag/k3/
4. Konradus, Dangur. 2003. Hukum Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Pada
http://www.sinarharapan.co.id/berita/0708/02/opi01.html
5. McCormick,E.J. and M.S. Sanders. Human Factor in Engineering and
Design. New York: McGraw Hill Book Company, 1994
6. Montgomery, Douglas. Design and Analysis of Experiment. New
York:John WileySons Inc. 1991
7. Muhaimin. Teknologi Pencahayaan. Bandung: Refika Aditama, 2001
8. Nurmianto, Eko. Ergonomi: Konsep Dasar dan Aplikasinya, Surabaya:
Penerbit Guna Widya, 1995
9. PT. Pustaka Binaman Pressindo Dalih. 1982. Keselamatan Kerja dalam
Tatalaksana Bengkel I. Jakarta: Departeman Pendidikan dan Kebudayaan
10. Santa H. Pengaruh Kebisingan, Temperatur dan Pencahayaan terhadap
Performa Karyawan. http://www.mercubuana.ac.id
11. Sudjana. Desain dan Analisis Eksperiman. Bandung : Penerbit Tarsito.
1995
12. Sudjana. Metode Statistika. Bandung: Penerbit Tarsito. 1992
30
LAMPIRAN
1. Lokasi Final Test I
2. Lokasi Derek Takel
3. Lokasi Mesin Bubut
4. Contoh Promosi Kesehatan di lingkungan kerja
31