hiperkes kai

Upload: prima-hari-pratama

Post on 13-Jan-2016

41 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Pelatihan danKeselamatan Kerja Kereta Api Indonesia

TRANSCRIPT

LAPORAN HIPERKES DAN K3

INTENSITAS BISING, GETARAN DAN TEKANAN PANAS

DI BALAI YASA PT. KAI YOGYAKARTADisusun oleh:KELOMPOK I :

dr. Eko Cahyadidr. Yeni Verawati

dr. Decky Yoga Saputro

dr. Herratri Wikan Nur Agusti

dr. Adrian Taufik

dr. Ranisa Handayani

dr. Muhammad Abdurrahman

dr. I Komang Adhi Amertajaya

dr. Prima Hari Pratama

dr. Nila Kusuma

dr. Putri Maulida Novianti

dr. Arya Prasiddha Putra

BALAI HIPERKES DAN KESELAMATAN KERJAYOGYAKARTA

2010DAFTAR ISI

Halaman Judul...1

Daftar Isi2

BAB I. LATAR BELAKANG..3

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA..6

BAB III. HASIL DAN PEMBAHASAN.25

III.1. Hasil..25

III.2. Pembahasan.......27

BAB IV. KESIMPULAN..33

BAB V. SARAN........34

DAFTAR PUSTAKA........35

BAB I

LATAR BELAKANG

Menghadapi era globalisasi, ketenaga-kerjaan semakin diharapkan konstribusinya dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang akan tercermin dengan meningkatnya profesionalisme, kemandirian, etos kerja dan produktivitas kerja. Untuk mendukung itu semua diperlukan tenaga kerja dan lingkungan kerja yang sehat, selamat, nyaman dan menjamin peningkatan produktivitas kerja.

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah kepentingan pengusaha, pekerja dan pemerintah di seluruh dunia. Menurut perkiraan ILO, setiap tahun di seluruh dunia 2 juta orang meninggal karena masalah akibat kerja. Dari jumlah ini, 354.000 orang mengalami kecelakaan fatal. Disamping itu, setiap tahun ada 270 juta pekerja yang mengalami kecelakaan akibat kerja dan 160 juta yang terkena penyakit akibat kerja. Biaya yang harus dikeluarkan untuk bahaya-bahaya akibat kerja ini amat besar. ILO memperkirakan kerugian yang dialami sebagai akibat kecelakaan-kecelakaan dan penyakit-penyakit akibat kerja setiap tahun lebih dari US$1.25 triliun

atau sama dengan 4% dari Produk Domestik Bruto (GDP).

Pada dasawarsa 1990-an, Indonesia, melewati suatu periode yang ditandai dengan pertumbuhan ekonomi yang pesat hingga tahun 1997, walaupun periode sesudah itu didera oleh krisis keuangan. Selama tahap pertumbuhan tersebut, ternyata jumlah kecelakaan kerja cenderung mengalami kenaikan. Tetapi selama resesi, jumlah biaya yang dialokasikan untuk keselamatan dan kesehatan kerja justru termasuk salah satu yang mengalami pemangkasan. Sehubungan dengan hal ini, ILO berpendapat bahwa apapun keadaan yang menimpa suatu negara, keselamatan dan kesehatan pekerja adalah hak asasi manusia yang mendasar, yang

bagaimanapun juga tetap harus dilindungi, baik sewaktu negara tersebut sedang mengalami pertumbuhan ekonomi maupun ketika sedang dilanda resesi.

Tingkat kecelakaan-kecelakaan fatal di negara-negara berkembang empat kali lebih tinggi dibanding negara-negara industri. Kebanyakan kecelakaan dan penyakit akibat kerja terjadi di bidang pertanian, perikanan, perkayuan, pertambangan dan konstruksi. Tingkat buta huruf yang tinggi dan pelatihan yang kurang memadai mengenai metode-metode keselamatan kerja mengakibatkan tingginya angka kematian yang terjadi karena kebakaran dan pemakaian zat-zat berbahaya yang mengakibatkan penderitaan dan penyakit yang tak terungkap termasuk kanker, penyakit jantung dan stroke.

Praktek-praktek ergonomis yang kurang memadai mengakibatkan gangguan pada otot, yang mempengaruhi kualitas hidup dan produktivitas pekerja. Selain itu, masalah-masalah sosial kejiwaan ditempat kerja seperti stres ada hubungannya dengan masalah-masalah kesehatan yang serius, termasuk penyakit-penyakit jantung, stroke, kanker yang ditimbulkan oleh masalah hormon, dan sejumlah masalah kesehatan mental.

Pada tahun 2002, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jacob Nuwa Wea menyebutkan bahwa kecelakaan kerja menyebabkan hilangnya 71 juta jam orang kerja, yang seharusnya dapat secara produktif digunakan untuk bekerja apabila pekerja-pekerja yang bersangkutan tidak mengalami kecelakaan dan kerugian laba sebesar 340 milyar rupiah. Bulan Januari 2003 menyebutkan bahwa kecelakaan di tempat kerja yang tercatat di Indonesia telah meningkat dari 98,902 kasus pada tahun 2000 menjadi 104,774 kasus pada tahun 2001. Dan 11 selama paruh pertama tahun 2002 saja, telah tercatat 57,972 kecelakaan kerja.Meskipun tingginya angka kecelakaan kerja ini cukup memprihatinkan, hal ini menyiratkan adanya perbaikan yang nyata dalam pelaporan dan penyebaran informasi tentang kecelakaan kerja kepada masyarakat.

Kehadiran kereta api di Indonesia ditandai dengan pencangkulan pertama pembangunan jalan KA didesa Kemijen Jum'at tanggal 17 Juni 1864 oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Mr.L.A.J Baron Sloet van den Beele. Pembangunan diprakarsai oleh "Naamlooze Venootschap Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschappij" (NV. NISM) yang dipimpin oleh Ir.J.P de Bordes dari Kemijen menuju desa Tanggung (26 Km) dengan lebar sepur 1435 mm. Ruas jalan ini dibuka untuk angkutan umum pada Hari Sabtu, 10 Agustus 1867.

Walaupun kereta api dikatakan cukup diminati masyarakat, bukan berarti alasan tersebut dikarenakan oleh rasa aman yang ditimbulkan. Bahkan kereta api menjadi salah satu penyebab kecelakaan bahkan kematian bagi masyarakat. Hal ini dilihat dari jumlah angka kecelakaan yang menimpa baik karyawatan PT. Kereta Api maupun penumpangnya. Data kecelakaan yang terjadi di pintu lintasan ini mempunyai frekuensi yang sangat tinggi. Dalam lima tahun terakhir (2003-2007), terjadi 134 kasus tabrakan antara kereta api dengan kendaraan bermotor lainnya, dan 31 kasus tabrakan kereta api dengan kereta api. Kecelakaan akibat anjloknya kereta dari relnya mencapai 538 kasus pada periode yang sama, atau rata-rata hampir sembilan kasus setiap bulan. Rawannya kecelakaan akibat human error dan ketidaklaikan sarana dan prasarana telah memakan korban jiwa sebanyak 257 orang meninggal dunia, 478 luka berat, dan 486 luka ringan selama lima tahun terakhir.

Sedangkan pada tahun 2008 jumlahnya mengalami penurunan menjadi 7 kasus, diantaranya terdiri atas 3 kasus tabrakan dan 4 kasus anjlok. Untuk itu pemerintah telah mengaturnya dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor: Per05./MEN/1996 tentang berbagai aspek Hiperkes dan Keselamatan Kerja yang perlu mendapatkan perhatian, perlindungan tenaga kerja mendapatkan prioritas yang cukup tinggi dalam suatu industri, khususnya industri yang rawan cedera, pencemaran dan penyakit akibat kerja.

Selain menerbitkan peraturan dan undang-undang, sebaiknya pemerintah mengajak masyarakat untuk menerapkan keselamatan dan kesehatan kerja di area stasiun kereta api dengan berbagai metode yang menarik, guna meminimalisasi kecelakan dan gangguan-gangguan kerja baik bagi karyawan maupun pengguna stasiun lainnya.BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan instrumen yang memproteksi pekerja, perusahaan, lingkungan hidup, dan ma-syarakat sekitar dari bahaya akibat kecelakaan kerja. Perlindungan tersebut merupakan hak asasi yang wajib dipenuhi oleh perusahaan. .( Sumamur, 1988)

K3 mencegah, mengurangi, bahkan menihilkan risiko kecelakaan kerja (zero accident). Penerapan konsep ini tidak boleh dianggap sebagai upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang menghabiskan banyak biaya (cost) perusahaan, melainkan harus dianggap sebagai bentuk investasi jangka panjang yang memberi keuntungan yang berlimpah pada masa yang akan dating. ( http://www.sinarharapan.co.id) Sedangkan definisi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) menurut falsafah keselamatan kerja dapat diterangnkan sebagai berikut:

menjamin keadaan, keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupu rohaniah manusia serta hasil karya dan budayanya, tertuju pada kesejahteraan masyarakat pada umumnya dan manusia pada khususnya (Dalih, 1982)

Perumusan falsafah ini harus dipakai sebagai dasar dan titik tolak dari tiap usaha keselamatan kerja karena didalamnya telah tercakup pandangan serta pemikiran filosofis, sosial-teknis dan sosial ekonomis. Oleh sebab itu dibuat peraturanperaturan mengenai berbagai jenis keselamatan kerja sebagai berikut:

1. Keselamatan kerja dalam industri ( industrial safety)

2. Keselamatan kerja di pertambangan ( mining safety)

3. Keselamatan kerja dalam bangunan ( building and construction safety)

4. Keselamatan kerja lalu lintas ( traffic safety)

5. Keselamatan kerja penerbangan (flight safety)

6. Keselamatan kerja kereta api ( railway safety)

7. Keselamatan kerja di rumah ( home safety)

8. Keselamatan kerja di kantor ( office safety)

Menurut Undang-Undang No.23/ 1992 tentang kesehatan memberikan ketentuan mengenai kesehatan kerja dalam Pasal 23 yang menyebutkan bahwa kesehatan kerja dilaksanakan supaya semua pekerja dapat bekerja dalam kondisi kesehatan yang baik tanpa membahayakan diri mereka sendiri atau masyarakat, dan supaya mereka dapat mengoptimalkan produktivitas kerja mereka sesuai dengan program perlindungan tenaga kerja (Departmen Kesehatan 2002).

Higiene perusahaan dan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dapat dikatakan memiliki satu kesatuan pengertian, yang merupakan terjemahan resmi dari Occupational Health dimana diartikan sebagai lapangan kesehatan yang mengurusi problematik kesehatan secara menyeluruh terhadap tenaga kerja.Menyeluruh maksudnya usaha-usaha kuratif, preventif, penyesuaian faktor menusiawi terhadap pekerjaanya. ( Sumamur, 1988)

Tujuan utama dari dari Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah menciptakan tenaga kerja yang sehat dan produktif. Tujuan tersebut dapat tercapai karena terdapat korelasi antara derajat kesehatan yang tinggi dengan produktivitas kerja atau perusahaan berdasarkan kenyataan-kenyataan sebagai berikut ( Sumamur, 1988) :

1. Untuk efisiensi kerja yang optimal dan sebaik-baiknya pekerjaan harus dilakukan dengan cara dan dalam lingkungan kerja yang memenuhi syarat-syarat kesehatan. Lingkungan dan cara yang dimaksud meliputi diantaranya tekanan panas, penerangan ditempat kerja, debu di udara ruang kerja, sikap badan, penyerasian manusia dan mesin, dan pengekonomisan usaha.

2. Biaya dari kecelakaan dan penyakit akibat kerja, serta penyakit umum yang meningkat jumlahnya oleh karena pengaruh yang memburukkan keadaan oleh bahaya-bahaya yang ditimbulkan oleh pekerjaan sangat mahal misalnya meliputi pengobatan, perawatan di rumah sakit, rehabilitasi, absenteisme, kerusakan mesin, peralatan dan bahan akibat kecelakaan, terganggunya pekerjaan dan cacat yang menetap.

Untuk mencapai tujuannya Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) juga harus mempelajari ilmu-ilmu yang berkaitan erat dengannya seperti ergonomi, psikologi industri, toksiologi industri, dan lain sebagainya.

2.1.1. Undang-undang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

Dibuatkannya Undang-undang Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam praktik Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah sesuatu yang sangat penting dan harus. Karena hal ini akan menjamin dilaksanakannya Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) secara baik dan benar. Kemudian konsep ini berkembang menjadi employers liability yaitu K3 menjadi tanggung jawab pengusaha, buruh/pekerja, dan masyarakat umum yang berada di luar lingkungan kerja.

Dalam konteks bangsa Indonesia, kesadaran K3 sebenarnya sudah ada sejak pemerintahan kolonial Belanda. Misalnya, pada 1908 parlemen Belanda mendesak Pemerintah Belanda memberlakukan K3 di Hindia Belanda yang ditandai dengan penerbitan Veiligheids Reglement, Staatsblad No. 406 Tahun 1910. Selanjutnya, pemerintah kolonial Belanda menerbitkan beberapa produk hukum yang memberikan perlindungan bagi keselamatan dan kesehatan kerja yang diatur secara terpisah berdasarkan masing-masing sektor ekonomi.

Beberapa diantaranya yang menyangkut sektor perhubungan yang mengatur lalu lintas perketaapian seperti tertuang dalam Algemene Regelen Betreffende de Aanleg en de Exploitate van Spoor en Tramwegen Bestmend voor Algemene Verkeer in Indonesia (Peraturan umum tentang pendirian dan perusahaan Kereta Api dan Trem untuk lalu lintas umum Indonesia) dan Staatblad 1926 No. 334, Schepelingen Ongevallen Regeling 1940 (Ordonansi Kecelakaan Pelaut), Staatsblad 1930 No. 225, Veiligheids Reglement (Peraturan Keamanan Kerja di Pabrik dan Tempat Kerja), dan sebagainya. Namun sekarang Undang-undang Keselamatan dan Kesehatan Kerja

yang terutama di Indonesia adalah Undang-Undang No.1/1970 tentang Keselamatan Kerja, sedangkan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan adalah UU Nomor 12 Tahun 1948 tentang Kerja. Pengaturan hokum K3 dalam konteks diatas adalah sesuai dengan sektor/bidang usaha. Misalnya, UU No.13 Tahun 1992 tentang Perkerataapian, UU No.14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ), UU No.15 Tahun 1992 tentang Penerbangan beserta peraturan-peraturan pelaksanaan lainnya.

2.1.2. Kecelakaan kerja

Terjadinya Kecelakaan kerja yang mengakibatkan luka-luka ataupun cacat berdasarkan penelitian dan pengalaman merupakan akibat dari berbagai faktor sebagai berikut (Bennet, 1985) :

1. Golongan fisik

a. Bunyi dan getaran yang bisa menyebabkan ketulian dan pekak baik sementara maupu permanen.

b. Suhu ruang kerja. Suhu yang tinggi menyebabkan hiperprexia, heat stroke, dan heat cramps ( keadaan panas badan yang tinggi suhunya ). Sedangkan suhu yang rendah dapat menyebabkan kekakuan dan peradangan.

c. Radiasi sinar rontgen atau sinar-sinar radioaktif menyebabkan kelainan pada kulit, mata, dan bahkan susunan darah.

2. Golongan kimia

a. Debu dan serbuk menyebabkan terganggunya saluran pernafasan.

b. Kabut dari racun serangga yang menimbulkan keracunan.

c. Gas, sebagai contoh keracunan gas karbonmonoksida, sulfur, dan sebagainya.

d. Uap, menyebabkan keracunan dan penyakit kulit.

e. Cairan beracun.

3. Golongan Biologis

a. Tumbuh-tumbuhan yang beracun atau menimbulkan alergi;

b. Penyekit yang disebabkan oleh hewan-hewan di tempat kerja, misal penyakit antrax atau brucella di perusahaan penyamakan kulit.

4. Golongan Fisiologis

a. Konstruksi mesin atau peralatan yang tidak sesuai dengan mekanisme tubuh manusia.

b. Sikap kerja yang menyebabkan keletihan dan kelainan fisik.

c. Cara bekerja yang membosankan/ titik jenuh tinggi.

5. Golongan Psikologis

a. Proses kerja yang rutin dan membosankan;

b. Hubungan kerja yang tidak harmonis antar karyawan tau terlalu menekan atau sangat menuntut;

c. Suasana kerja yang kurang aman.2.2. Potensi Bahaya Fisik

2.2.1. Bising

2.2.1.1. Definisi Kebisingan

Bising merupakan suara yang tidak dikehendaki (unwanted sound). yang menimbulkan berbagai macam gangguan, yaitu: gangguan pendengaran, fisiologis, komunikasi,performance, gangguan tidur dan psikologis.

Pemerintah telah menetapkan Nilai Ambang Kebisingan sebesar 85 dB(A) untuk lingkungan kerja yaitu suatu iklim kerja yang oleh tenaga kerja masih dapat dihadapi dalam pekerjaannya sehari-hari tidak mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan untuk waktu kerja terus menerus tidak lebih dari 8 jam sehari dan 40 jam seminggu.

Definisi lain tentang kebisingan antara lain:

a. Denis dan Spooner, bising adalah suara yang timbul dari getaran-getaran yang tidak teratur dan periodik.

b. Hirrs dan ward, bising adalah suara yang komplek yang mempunyai sedikit atau bahkan tidak periodik, bentuk gelombang tidak dapat diikuti atau di produsir dalam waktu tertentu.

c. Spooner, bising adalah suara yang tidak mengandung kualitas musik.

d. Sataloff, bising adalah bunyi yang terdiri dari frekuensi yang acak dan tidak berhubungan satu dengan yang lainnya

e. Burn, Littler, dan wall bising adalah suara yang tidak dikehendaki kehadirannya oleh yang mendengar dan mengganggu.

f. Menurut permenkes RI NO : 718 / MENKES / PER / XI / 1987 tentang kebisingan yang berhubungan dengan kesehatan, BAB I pasal I (a) : kebisingan adalah terjadinya bunyi yang tidak dikehendaki, sehingga menganggu dan atau membahayakan kesehatan.

2.2.1.2. Klasifikasi Kebisingan

Di tempat kerja, kebisingan diklasifikasikan ke dalam dua jenis golongan besar, yaitu :

a. Kebisingan yang tetap (steady noise) dipisahkan lagi menjadi dua jenis, yaitu :

1) Kebisingan dengan frekuensi terputus (discrete frequency noise)Kebisingan ini merupakan nada-nada murni pada frekuensi yang beragam., contohnya suara mesin, suara kipas dan sebagainya.

2) Kebisingan tetap (Brod band noise)

Kebisingan dengan frekuensi terputus dan Brod band noise sama-sama digolongkan sebagai kebisingan tetap (steady noise). Perbedaannya adalah brod band noise terjadi pada frekuensi yang lebih bervariasi (bukan nada murni).

b. Kebisingan tidak tetap (unsteady noise) dibagi lagi menjadi tiga jenis, yaitu :

1). Kebisingan fluktuatif (fluctuating noise)

Kebisingan yang selalu berubah-ubah selama rentang waktu tertentu.

2). Intermitent noise

Kebisingan yang terputus-putus dan besarnya dapat berubah-ubah., contoh kebisingan lalu lintas.

3). Kebisingan impulsif (Impulsive noise)

Kebisigan ini dihasilkan oleh suara-suara berintensitas tinggi (memekakkan telinga) dalam waktu relatif singkat, misalnya suara ledakan senjata dan alat-alat sejenisnya.

2.2.1.3. Sumber kebisingan

Di tempat kerja, sumber kebisingan berasal dari peralatan dan mesin-mesin. Peralatan dan mesin-mesin dapat menimbulkan kebisingan karena:

a. Mengoperasikan mesin-mesin produksi yang sudah cukup tua.

b. Terlalu sering mengoperasikan mesin-mesin kerja pada kapasitas kerja cukup tinggi dalam periode operasi cukup panjang.

c. Sistem perawatan dan perbaikan mesin-mesin produksi ala kadarnya. Misalnya mesin diperbaiki hanya pada saat mesin mengalami kerusakan parah.

d. Melakukan modifikasi/perubahan/pergantian secara parsial pada komponen-komponen mesin produksi tanpa mengidahkan kaidah-kaidah keteknikan yang benar, termasuk menggunakan komponen-komponen mesin tiruan.

e. Pemasangan dan peletakan komponen-komponen mesin secara tidak tepat (terbalik atau tidak rapat/longgar), terutama pada bagian penghubung antara modul mesin (bad conection).

f. Penggunaan alat-alat yang tidak sesuai dengan fungsinya.2.2.2. Getaran

2.2.2.1. Definisi Getaran

Getaran atau vibrasi adalah faktor fisik yang ditimbulkan oleh subjek dengan gerakan osilasi. Vibrasi dapat terjadi lokal atau seluruh tubuh. Alat yang digunakan untuk mengukur frekuensi dan intensitas vibrasi di lingkungan kerja adalah vibration meter.

Vibrasi mekanis dapat bersumber dari peralatan atau mesin-mesin produksi. Dalam kehidupan sehari-hari disadari atau tidak kita sering terpapar vibrasi, terutama jika mengadakan perjalanan menggunakan alat transportasi seperti : bus, kapal,pesawat, mobil dan sepeda motor. Di lingkungan industri, banyak pula tenaga kerja yang terpapar vibrasi dalam melakukan aktivitasnya, biasanya mereka yang menggunakan hand tool, mesin-mesin besar atau kendaraan berat.

WHOLE BODY VIBRATION (WBV) dan HAND ARM VIBRATION (HAV)

Ada 2 tipe vibrasi pada manusia yaitu : whole body vibration dan hand arm vibration. WBV ditransmisikan ke tubuh melalui permukaan penyangga (kaki, pantat dan punggung). Seseorang yang mengemudikan kendaraan terpapar WBV lewat pantat dan punggung. HAV ditransmisikan ke tangan dan lengan, vibrasi tersebut teutama dialami oleh operator peralatan tangan getar. Sistem WBV dan HAV secara mekanis berbeda.Keterpaparan terhadap WBV

Terpapar terhadap WBV dapat menyebabkan kerusakan fisik permanen atau dapat terganggu sistem sarafnya. Terpapar setiap hari oleh WBV selama bertahun-tahun dapat menyebabkan kerusakan fisik serius, sebagai contoh Ischemic Lumbago yang mempengaruhi tulang belakang bagian bawah, selain itu sistem urologi dan sirkulasi juga terpengaruhi. Terpapar WBV dapat mengganggu sistem saraf pusat. Gejala dari gangguan ini tampak dalam bentuk kelelahan, insomnia dan sakit kepala. Banyak orang mengalami gejala gangguan saraf pusat selama atau setelah melakukan perjalan panjang dengan mobil atau kapal. Namun demikian gejala biasanya hilang seteah cukup beristirahat.

Keterpaparan terhadap HAV

Terpapar setiap hari oleh HAV selama bertahun-tahun dapat menyebabkan kerusakan fisik permanen, yang pada umumnya dikenal sebagai White finger syndrome atau dapat merusakkan persendian dan otot jari atau lengan. White finger syndrome dalam tahap perkembangannya ditunjukkan oleh memutihnya jari-jari yang disebabkan oleh kerusakan arteri dan saraf-saraf jaringan lunak pada tangan. Gejala biasanya mempengaruhi satu jari pada mulanya tetapi juga akan mempengaruhi jari-jari lain bila keterpaparan HAV berlanjut. Dalam sebagian kasus-kasus berat gejala akan menyerang pada kedua tangan. Dalam tahap awal white finger syndrome gejalanya adalah sensasi gatal, mati rasa dan hilangnya kontrol pada jari-jari yang dipengaruhi. Hilangnya rasa dan kontrol pada jari-jari dapat mengundang bahaya langsung dan seketika, apabila tenaga kerja mengoperasikan alat yang berbahaya seperti alat pemotong atau gergaji. Kerusakan sendi-sendi jari atau siku sering disebabkan oleh terpapar vibrasi yang dihasilkan alat seperti : asphalt hammers dan rock drill dalam jangka panjang. Kerusakan ini menyebabkan sakit di persendian dan otot-otot lengan serta disertai berkurangnya kontrol dan otot lengan.

Respons frekuensi dari tubuh manusia

Vibrasi mekanis dari sebuah mesin disebabkan oleh komponen-komponen mesin yang bergerak atau berputar. Setiap gerakan komponen mempunyai frekuensi tertentu. Dengan demikian vibrasi keseluruhan yang ditransmisikan ke tubuh manusia dibangun atau terdiri dari frekuensi yang berbeda-beda yang terjadi secara simultan.

Untuk mengetahui mengapa bagian tubuh manusia ada yang lebih sensitif dari yang lain untuk satu macam frekuensi, maka perlu diasumsikan bahwa tubuh manusia merupakan sistem mekanis. Sistem ini karena :

a. Tiap-tiap bagian tubuh mempunyai sensitivitas terbesar pada kisaran frekuensi yang berbeda

b. Tubuh manusia tidak ada yang simetris sehingga respons terhadap vibrasi tergantung pada arah dimana vibrasi ditemukan

c. Tiap orang akan berbeda dalam merespons suatu vibrasi.

Sensitivitas dan sumbu-sumbu acuan WBV

WBV sebaiknya diukur dalam arah-arah sistem koordianat orthogonal. Arah longitudinal (dari kepala ke ujung kaki) disebut sumbu z. dalam arah ini tubuh paling sensitif terhadap vibrasi dengan kisaran frekuensi 4-8 Hz. Respons tubuh terahadap sumbu x (depan ke belakang) dan sumbu y (samping ke samping) tidak berbeda, dan dalam arah sumbu x dan y respons terbesar apada kisaran frekuensi 1-2 Hz.

Sensitivitas dan sumbu-sumbu acuan HAV

Untuk sistem HAV, respons frekuensi terhadap vibrasi adalah sama untuk smeua sumbu. Oleh karena itu tidak menjadi masalah apakah sumbu x, y atau z yang diambil dalam pengukuran vibrasi. HAV mempunyai sensitivitas frekuensi terbesar pada kisaran 12-16 Hz.

Pengendalian Vibrasi

a. Whole body vibrarion

Tujuan utama dari pengendalian vibrasi adalah mengurangi banyaknya bahaya vibrasi dengan meredam resonansi yang tibul tanpa menimbulkan frekuensi yang baru. Caranya antara lain :

Memberikan bantalan atau damping antara tempat duduk pengemudi dengan bagian tubuh pengemudi. Menggunakan sepatu anti getar apabila sumber getaran merambat melalui kaki Memberi damping pada fondasi mesin-mesin berat Membatasi waktu terpaparb. Hand arm vibration

Ada 5 cara untuk mengurangi bahaya keterpaparan vibrasi yang disebabkan oleh hand tool :

Memberikan internal damping

Memasang damping antara tool housing dan tangan

Mengoperasikan alat mengguanakan remote control

Mengurangi waktu terpapar

Menggunakan sarung tangan

Penyakit akibat paparan getaran alat kerja

Angioneurosis jari-jari tangan

Fenomenon Raynaud (jari-jari putih) adalah syndrome akibat getaran yang paling sering di wilayah-wilayah dunia yang dingin. Gejala-gejala nonspesifik pertama adalah akroparestesia pada tangan dan perasaan kebal di jari-jari tangan pada waktu kerja atau sebentar sesudahnya. Pada stadium ini, selain gangguan kepekaan terhadap getaran, tidak ditemukan perubahan objektif lainnya. Pada fase berikutnya, diamati kepucatan paroksismal sporadik pada ujung-ujung jari tangan.

Paroksisme disebabkan oleh spasme lokal arteriol dan kapiler, serta dicetuskan oleh paparan terhadap suhu dingin lokal atau umum. Biasannya terjadi pada musim dingin dan sepenuhnya pulih kembali 15-30 menit setelah tangan dihangatkan. Selama paroksisme, kepekaan nyeri taktil sangat berkurang. Fase ini menimbulkan kesulitan diagnostik yang besar, karena penyakit yang dilaporkan tidak selalu dapat dikonfirmasi dengan pemeriksaan di ruang konsultasi dokter.Observasi secara langsung suatu serangan di tempat kerja mempermudah diagnosanya. Stadium lebih lanjut dari penyakit ini ditandai dengan kepucatan paroksismal, tidak hanya pada ujung-ujung jari, tetapi menyebar pada hampir seluruh jari namun jarang mengenai ibu jari. Parokisme dapat diprovokasi oleh suhu yang sedikit dingin, bahkan dapat timbul gejala pada suhu lingkungan. Pada stadium yang lebih lanjut, angiospasme diganti oleh paresis dinding pembuluh darah kecil yang mengakibatkan akrosianosis. Gejala-gejala yang menonjol adalah rasa kebal ditangan, gangguan kecepatan jari, dan gangguan sensitivitas.Juga dapat timbul perubahan-perubahan tonus lokal. Berbeda dengan endarteritisobliterans, nekrosis sangat jarang terjadi. Uji diagnosik yang paling umum digunakan adalah induksi parokisme jari dengan air dingin. Baik tangan maupun lengan bawah (sampai ke siku) direndam selama 10 menit dalam air yang didinginkan dengan kubus-kubus es (Beberapa dokter menambah rasa dingin dengan meletakan handuk basah pada bahu). Hendaknya dijelaskan bahwa metode ini lebih jarang menginduksi parokisme jari tangan dibandingkan getaran pada situasi kerja yang nyata. Kadang kala hanya dapat terlihat pengembalian darah ke kapiler yang melambat seperti : ujung jari didistal kuku perlu ditekan sebentar dan dicatat waktu yang diperlukan oleh darah untuk kembali ke titik anoksemik. Metode pemeriksaan laboratorium yang dapat diterapkan pada pemeriksaan pencegahan meliputi plestimografi jari (gangguan gelombang denyut akibat dingin), mikroskopi kapiler dan pengukuran suhu kulit (termometer kontak atau termografi). Mungkin terdapat penurunan suhu kulit permulaan atau terlambatnya pemulihan suhu jari normal setelah tes air dingin.

Gangguan tulang, sendi dan otot

Patologi osteoartikular sering kali terbatas pada tulang-tulang karpal (khususnya lunata dan navikularis), sendi radioulnaris dan sendi siku. Gejala subjektif biasanya ringan tetapi pada stadium yang lanjut gangguan fungsional dapat cukup berarti. Perubahan radigram yang paling khas adalah atrosis sendi karpal, radioulnaris dan siku, serta pseudokista (terutama pada tulang-tulang karpal, yang dapat pula memperlihatkan perubahan-perubahan atrofik lain seperti trabekula yang menebal dan menjadi jarang). Otot dan tendon disekitar sendi tersebut biasanya juga terlibat, gejala subyektif (nyeri) yang disebabkan kelainan ini sering mendahului perubahan radiogram yang jelas.

Neuropati

Kerusakan saraf yang disebabkan getaran meliputi persyarafan otonom perifer (pada angioneurosis). Beberapa ahli mengemukakan efek-efek pada syaraf perifer (ulnaris, medianus, radialis). Ahli lainya menganggap trauma saraf umumnya sekunder dari iskemik berulang (pada angioneurosis), atau suatu faktor tambahan sering kali neuropati kompresif misalnya, perubahan osteoartikuler di sekitar batang saraf tersebut (Darmanto Djojodibroto, 1995:139). Terkenanya serat-serat sensoris menyebabkan parastesia atau berkurangnya kepekaan serat-serat motorik, gangguan ketangkasan dan akhirnya atrofi. pengukuran kecepatan konduksi saraf adalah pemeriksaan terpilih. Suatu bentuk campuran menggabungkan gangguan otot, tendon, tulang, pembuluh darah dan saraf perifer.

2.2.3. Tekanan Panas2.2.3.1. Definisi Tekanan Panas

Tekanan panas (heat stress) di suatu lingkungan kerja merupakan perpaduan antara faktor iklim: suhu udara, kelembaban, radiasi dan kecepatan angin serta faktor non-iklim, yakni panas metabolisme tubuh, pakaian kerja dan tingkat aklimatisasi (penyesuaian diri).

2.2.3.2. Bahaya Tekanan Panas

Tekanan/terpaan panas yang mengenai tubuh manusia dapat mengakibatkan berbagai permasalahan kesehatan hingga kematian. Pada musim panas tahun 95 100 penduduk chicago meninggal karena gelombang panas di musim panas. Penelitian lain di Amerika menunjukkan terjadi 400 kematian setiap tahun yang diakibatkan oleh tekanan panas. Dari tahun 1995 hingga 2001 di Amerika juga tercatat ada 21 pemain sepakbola muda meninggal terkena akibat heatstroke. Di Jepang dari tahun 2001-2003 dilaporkan 483 ornag tidak masuk kerja selama lebih dari 4 hari karena penyakit akibat panas. Dari 483 tersebut 63 orang meninggal.2.2.3.3. Penyakit Akibat Terpaan Panas

Kematian tersebut diakibatkan oleh berbagai penyakit yang diakibatkan oleh terpaan panas pada tubuh. Berbagai penyakit tersebut meliputi:1. Heat rash merupakan gejala awal dari yang berpotensi menimbulkan penyakit akibat tekanan panas. Penyakit ini berkaitan dengan panas, kondisi lembab dimana keringat tidak mampu menguap dari kulit dan pakaian. Penyakit ini mungkin terjadi pada sebgaian kecil area kulit atau bagian tubuh. Meskipun telah diobati pada area yang sakit produksi keringat tidak akan kembali normal untuk 4 sampai 6 minggu.

2. Heat syncope adalah ganggunan induksi panas yang lebih serius. Ciri dari gangguan ini adalah pening dan pingsan akibat berada dalam lingkungan panas pada waktu yang cukup lama. 3. Heat cramp gejala dari penyakit ini adalah rasa nyeri dan kejang pada kakai, tangan dan abdomen dan banyak mengeluarkan keringat. Hal ini disebabkan karena ketidakseimbangan cairan dan garam selama melakukan kerja fisik yang berat di lingkungan yang panas4. Heat exhaustion diakibatkan oleh berkurangnya cairan tubuh atau volume darah. Kondisi ini terjadi jika jumalah air yang dikeluarkan seperti keringat melebihi dari air yang diminum selama terkena panas. Gejalanya adalah keringat sangat banyak, kulit pucat, lemah, pening, mual, pernapasan pendek dan cepat, pusing dan pingsan. Suhu tubuh antara (37C - 40C)5. Heat stroke adalah penyakit gangguan panas yang mengancam nyawa yang terkait dengan pekerjaan pada kondisi sangat panas dan lembab. Penyakit ini dapat menyebabkan koma dan kematian. Gejala dari penyakit ini adalah detak jantung cepat, suhu tubuh tinggi 40o C atau lebih, panas, kulit kering dan tampak kebiruan atau kemerahan, Tidak ada keringat di tubuh korban, pening, menggigil, muak, pusing, kebingungan mental da pingsan.

6. Multiorgan-dysfunction syndrome Continuum adalah rangkaian sindrom/gangguan yang terjadi pada lebih dari satu/ sebagian anggota tubuh akibat heat stroke, trauma dan lainnya.

Penyakit lain yang dapat timbul adalah penyakit jantung, tekanan darah tinggi, gangguan ginjal dan gangguan psikiatri. UmurCore Body temperaturoF/oC

0-3 month

3-6 month.

0,5- 1 year

1 3 year

3 5 year

5 9 year

9 13 year

> 13 year 99.4 oF / 37.40 oC99.5 oF / 37.5 oC99.7 oF / 37.6 oC99.0 oF / 37.2 oC98.6 oF / 37.0 oC98.3 oF / 36.8 oC98.0 oF / 36.6 oC97.8 99.1 oF / 36.5 37.2 oC

Penyakit akibat terpaan panas ini diakibatkan karena naik/turunnya suhu tubuh. Suhu normal tubuh berkisar anatara 37-38oC (99 100oF). Perubahan suhu inti tubuh naik/turun 2 oC dapat mengakibatkan gangguan pada tubuh. Berikut ini adalah temperatur normal tubuh manusia dari berbagai usia.Suhu tubuh harus dijaga agar tetap berada pada suhu normal agar seluruh organ tubuh dapat bekerja dengan normal. Jika terjadi perubahan core temperature tubuh maka beberapa fungsi organ tubuh akan terganggu. Sistem metabolisme tubuh secara alami dapat bereakasi untuk menjaga kenormalan suhu tubuh seperti denagn keluarnya keringat, menggigil dan meningkatkan/mengurangi aliran darah pada tubuh. Untuk pengaturan suhu tubuh secara eksternal ada 7 faktor yang harus dikontrol yaitu: suhu udara, kelembapan, kecepatan udara, pakaian, aktivitas fisik, radiasi panas dari berbagai sumber panas dan lamanya waktu terpaan panas. Berikut adalah keadaan manusia pada berbagai variasi suhu tubuh:a. Kondisi panas 37C (98.6F) Suhu tubuh normal (36-37.5C /96.8-99.5F) 38C (100.4F) berkeringat,, sangat tidak nyaman, sedikit lapar 39C (102.2F) berkeringat, kulit merah dan basah, napas dan jantung berdenyut kencang, kelelahan, merangsang kambuhnya epilepsi

40C (104F) -Pingsan, dehidrasi, lemah, sakit kepala, muntah, pening dan berkeringat 41C (105.8F) Keadaan gawat. Pingsan, pening, bingung sakit kepala, halusinasi, , napas sesak, mengantuk mata kabur, jantung berdebar 42C (107.6F) pucat kulit memerah dan basah, koma, mata gelap, muntah dan terjadi gangguan hebat. tekanan darah menjadi tinggi/rendah dan detak jantung cepat. 43C (109.4F) Umumnya meninggal, kerusakan otak, gangguan dan goncangan hebat terus menerus, fungsi pernapasan kolaps.

44C (111.2F) or more Hampir dipastikan meninggal namun ada beberapa pasien yang mampu bertahan hingga diatas 46C (114.8F).

b. Kondisi Dingin

37C (98.6F) Suhu tubuh normal (36-37.5C /96.8-99.5F) 36C (96.8F) Menggigil ringan hingga sedang 35C (95.0F) (Hipotermia suhu kurang dari 35C (95.0F) menggigil keras, kulit menjadi biru/keabuan. Jantung menjadi berdegup. 34C (93.2F) Mengiggil yang sangat keras, jari kaku, kebiruan dan bingung, terjadi perubahan perilaku

33C (91.4F) Bingung sedang hingga parah, mengantuk, depresi, berhenti menggigil, denyut jantung lemah, napas pendek dan tidak mampu merespon rangsangan.

32C (89.6F) Kondisi gawat Halusinasi, gangguan hebat, sangat bingung, tidur yang dalam dan menuju koma, detak jantung rendah , tidak menggigil.

31C (87.8F) Comatose, tidak sadar, tidak memiliki reflex, jantung sangat lamabat, terjadi gangguan irama jantung yangs serius.

28C (82.4F) Jantung berhenti berdetak pasien menuju kematian

24-26C (75.2-78.8F) or less Terjadi kematian namun beberapa pasien ada yang mampu bertahan hidup hinggan dibawah 24-26C (75.2-78.8F) Terpaan panas pada tubuh pertama kali diterima oleh lapisan kulit pada tubuh. Sehingga efek terbesar proses terpaan panas terajdi pada kulit. Jika kulit diterpa panas pada suhu tertentu dalam waktu tertentu maka selaian akan berakibat pada terjadinya heat strain pada tubuh juga matinya/kerusakan sel-sel tubuh. Dengan matinya sel-sel tubuh t maka akan menyebabkan terjadinya gangguan pada panca indera manusia, regnerasi sel terhambat dan akhirnya terjadi proses penuaan lebih cepat seiring kurang optimalnya fungsi organ tubuh.

2.2.4 Iklim Kerja

2.2.4.1. Pengertian Iklim kerja

Menurut Sumamur PK (1996: 84) iklim kerja adalah kombinasi dari suhu udara, kelembaban udara, kecepatan gerakan dan suhu radiasi. Kombinasi keempat faktor tersebut bila dihubungkan dengan produksi panas oleh tubuh dapat disebut dengan tekanan panas. Indeks tekanan panas disuatu lingkungan kerja adalah perpaduan antara suhu udara, kelembaban udara, kecepatan gerakan udara, dan panas metabolisme sebagai hasil aktivitas seseorang.

Suhu tubuh manusia dapat dipertahankan secara menetap oleh suatu sistem pengatur suhu (Thermoregulatory system). Suhu menetap ini adalah akibat keseimbangan diantara panas yang dihasilkan didalam tubuh sebagai akibat metabolisme dan pertukaran panas diantara tubuh dengan lingkungan sekitar. Dari suatu penyelidikan diperoleh hasil bahwa produktivias kerja manusia akan mencapai tingkat yang paling tinggi pada temperatur sekitar 24 derajat Celsius sampai 27 derajat Celsius.

2.2.4.2. Macam Iklim kerjaKemajuan teknologi dan proses produksi didalam industri telah menimbulkan suatu lingkungan kerja yang mempunyai iklim atau cuaca tertentu, yang dapat berupa iklim keja panas dan iklim kerja dingin.

1) Iklim Kerja Panas

Iklim kerja panas merupakan meteorologi dari lingkungan kerja yang dapat disebabkan oleh gerakan angin, kelembaban, suhu udara, suhu radiasi dan sinar matahari. Panas sebenarnya merupakan energi kinetik gerak molekul yang secara terus menerus dihasilkan dalam tubuh sebagai hasil samping metabolisme dan panas tubuh yang dikeluarkan kelingkungan sekitar. Agar tetap seimbang antara pengeluaran dan pembentukan panas maka tubuh mengadakan usaha pertukaran panas dari tubuh kelingkungan sekitar melalui kulit dengan cara konduksi, konveksi, radiasi dan evaporasi.

(1) Konduksi, merupakan pertukaran diantara tubuh dan benda-benda sekitar dengan melalui sentuhan atau kontak. Konduksi akan menghilangkan panas dari tubuh apabila benda-benda sekitar lebih dingin suhunya, dan akan menambah panas kepada tubuh apabila benda-benda sekitar lebih panas dari tubuh manusia.

(2) Konveksi, adalah petukaran panas dari badan dengan lingkungan melalui kontak udara dengan tubuh. Pada proses ini pembuangan panas terbawa oleh udara sekitar tubuh.

(3) Radiasi, merupakan tenaga dari gelombang elektromagnetik dengan panjang gelombang lebih panjang dari sinar matahari.

(4) Evaporasi, adalah keringat yang keluar melalui kulit akan cepat menguap bila udara diluar badan kering dan terdapat aliran angin sehingga terjadi pelepasan panas dipermukan kulit, maka cepat terjadi penguapan yang akhirnya suhu badan bisa menurun.

2.2.4.3. Pengukuran Iklim kerja

Untuk mengetahui iklim kerja disuatu tempat kerja dilakukan pengukuran besarnya tekanan panas salah satunya dengan mengukur ISBB atau Indeks Suhu Basah dan Bola (Tim Hiperkes, 2004), macamnya adalah:

1. Untuk pekerjaan diluar gedung

ISBB = 0,7 x suhu basah + 0,2 x suhu radiasi + 0,1 suhu kering

2. Untuk pekerjaan didalam gedung

ISBB = 0,7 x suhu basah + 0,3 x suhu radiasi

Alat yang dapat digunakan adalah Arsmann psychrometer untuk mengukur suhu basah, temometer kata untuk menguku kecepatan udara dan termometer bola untuk mengukur suhu radiasi. Selain itu pengukuran iklim kerja dapat mengunakan questemt digital. Adapun standar Nilai Ambang Batas (NAB) iklim kerja adalah 280C (Kep.Men no.51/Men/1999).BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

III.1. Hasil Pengujian

Nama Perusahaan :PT KERETA API INDONESIA (BALAI YASA)Jumlah sampel:7Alamat Perusahaan:Pengok, YogyakartaJenis Pengukuran:Getaran mekanis di tempat kerjaTanggal pengambilan sampel: 15 Oktober 2010, Pukul: 10.00 WIBIII.1.1 Hasil Pengujian Kebisingan

Tabel 1. Hasil PengujianNo.LOKASITK. KEBISINGAN (Db)JENIS BISINGSUMBER BISINGNABKET.

L eqL max

1.Ruang Logam Panas

a. Tempat pengecoran76,584,3Steady noiseBlower85< NAB

b. tempat penempaan91,3101,2Impulsive noiseMesin tempa85>NAB

3Ruang Gerinda

a. Pengelasan94,697,6Intermitten noiseLas85>NAB

b. Pemerataan permukaan78,984,3Steady noiseMesin CNC85NAB

2.Ruang rangka bawah perbaikan wogi26,18327,4Kerja Sedang Matahari

Metabolisme tubuh26,7>NAB

3.Area pelapisan babet axle lining26,87229,4Kerja Sedang Matahari

Tungku

Metabolism tubuh26,7>NAB

Tabel pedoman penilaian ISBB

NO.Variasi kerjaISBB ((C)Keterangan

Kerja RinganKerja SedangKerja Berat

1.Kerja terus-menerus30,026,725,5

2.Kerja 75%, istirahat 25%30,628,025,9

3.Kerja 50%, istirahat 50%31,429,427,9

4.Kerja 25%, istirahat 75%32,231,130,0

III.2. PEMBAHASAN

III.2.1. KebisinganMenurut kepmenaker nomor KEP-51/MEN/1999 nilai ambang bising (NAB) yang diizinkan pada pekerjaan sehari-hari adalah 85db selama 8 jam atau 40 jam seminggu. Dari tabel dapat dilihat angka kebisingan di Balai Yasa PT.KAI pada tempat-tempat tertentu masih ada yang melebihi NAB yang diizinkan. Angka kebisingan yang lebih tinggi itu ada di tempat penempaan dengan bising yang berasal dari mesin tempa, tempat pengelasan yang berasal dari mesin las, dan tempat pembuatan pintu yang berasal dari las dan palu. Dari pengamatan sulit untuk dilakukan engineering control, sebaiknya pada bagian-bagian tersebut dilakukan administrative control seperti pekerja tidak di bolehkan terpapar terlalu lama dengan sumber kebisingan atau istirahat beberapa menit setiap terpapar kebisingan. Tidak seharusnya pekerja yang terpapar bising di atas NAB bekerja selama 8 jam secara terus menerus di tempat itu.

Jika pengendalian secara teknis dan administratif tidak dapat mengurangi tingkat paparan bising pada pekerja, maka sebaiknya pekerja diwajibkan memakai alat pelindung telinga yang baik dan benar. Dari pengamatan masih banyak pekerja di tempat dengan melebihi NAB masih tidak memakai alat pelindung telinga, mereka masih menggunakan kapas sebagai alat pelindung telinga. Namun mengingat alat pelindung telinga tidak nyaman dipakai secara terus-menerus maka manajemen sebaiknya tetap memikirkan pengendalian bising secara teknis dan administratif.

Sebaiknya manajemen mengadakan pemeriksaan kesehatan secara berkala terkait dengan paparan kebisingan. Perlu di periksa akibat-akibat yang ditimbulkan dari kebisingan seperti :

1) Mengurangi kenyamanan dalam bekerja

2) Mengganggu komunikasi atau percakapan antar pekerja

3) Mengurangi konsentrasi

4) Menurunkan daya dengar, baik yang bersifat sementara maupun permanen

5) Tuli akibat kebisingan (AM Sugeng Budiono, 2003: 33).Kebisingan yang tinggi memberikan efek yang merugikan pada tenaga kerja, terutama akan mempengaruhi pada indera pendengaran. Mereka memiliki resiko mengalami penurunan daya pendengaran yang terjadi secara perlahan-lahan dalam waktu lama dan tanpa mereka sadari.Bising dapat merusak kokhlea di telinga dalam sehingga menganggu pendengaran, sedang kerusakan yang ditimbulkan pada saraf vestibuler di telinga dalam dapat menyebabkan gangguan keseimbangan. (Jenny Bashirudin:2003). Pengendalian kebisingan terutama ditujukan bagi mereka yang dalam hariannya menerima kebisingan. Karena daerah utama kerusakan akibat kebisingan pada manusia adalah pendengaran (telinga bagian dalam), maka metode pengendaliannya dengan memanfaatkan alat bantu yang bisa mereduksi tingkat kebisingan yang masuk ke telinga bagian luar dan bagian tengah, sebelum masuk ke telinga bagian dalam. Pihak manajemen sebaiknya melakukan pengawasan terhadap peraturan bahwa saat berada dalam lingkungan kerja tenaga kerja wajib mengenakan alat pelindung telinga berupa ear plug dalam melakukan pekerjaannya.Pengaruh kebisingan terhadap pelaksanaan tugas para pekerja di balai yasa adalah: 1) Frekuensi kebisingan, nada tinggi adalah lebih beresiko mengalami NIHL daripada nada rendah. Terutama di tempat penempaan yang menggunakan mesin gerinda.

2) Jenis kebisingan, kebisingan terputus-putus lebih beresiko mengalami NIHL daripada kebisingan kontinyu. Dapat dilihat terdapat jenis kebisingan impulsive di bagian penempaan.

3) Sifat pekerjaan, pada pekerjaan yang rumit atau kompleks lebih banyak beresiko mengalami NIHL daripada pekerjaan yang sederhana.

4) Variasi kebisingan, makin sedikit variasinya maka makin sedikit pula resikonya. Dari data dapat dilihat variasi kebisingan sudah sedikit.

5) Sikap individu, karyawan yang tidak menggunakan Alat Pelindung Diri (APD), yaitu ear plugh/ear muff akan lebih banyak beresiko mengalami NIHL daripada yang menggunakan APD. Masih banyak yang tidak menggunakan alat pelindung diri.Gangguan pendengaran jika terjadi pada pekerja di Balai Yasa PT.KAI sifatnya hanya sementara dan tergantung dari lamanya pemaparan serta tingkat kebisingan. Sehingga perlu dicegah terjadinya gangguan pendengaran dan faktor yang dapat menimbulkan harus dikurangi atau dihindari sedapat mungkin. Tetapi kerja terus menerus di tempat bising dengan intensitas tinggi dan lama pemaparan 8 jam perhari berakibat kehilangan daya dengar yang menetap dan tidak pulih kembali.

III.2.2. GetaranAda 4 faktor perlu dipertimbangkan dalam mengasses efek vibrasi pada tubuh manusia, yaitu:

1. Equivalent acceleration value (aeq) dari vibrasi.

2. Macam-macam frekuensi yang menyusun vibrasi.

3. Arah transmisi vibrasi.

4. Waktu paparan vibrasi.

ISO standard 2631 untuk WBV membedakan 3 kriteria yang dapat digunakan untuk mengasses vibrasi dalam situasi yang berbeda:

1. Untuk mempertahankan kenyamanan (Reduces Comfort Boundary)

2. Untuk mempertahankan efisiensi kerja (Fatigue-decreased proficiency boundary)

3. Untuk mempertahankan kesehatan atau keselamatan (Exposure Limit)

Sedangkan untuk batas pemaparan HAV diatur dalam KEPMENAKER NOMOR: KEP 51/MEN/1999. Di dalam KEPMEN ini mengatur berapa lama tenaga kerja diijinkan terpapar HAV dengan intensitas getaran tertentu. Hal yang tidak mudah adalah menentukan lama terpapar sebenarnya bagi tenaga kerja. Meskipun mereka bekerja delapan jam sehari, namun terpaparnya vibrasi tidak otomatis delapan jam. Berikut adalah petikan dari KEPMENAKER mengenai batas pemaparan HAV:Tabel 2

Jumlah Waktu Pemajanan

Per Hari KerjaNilai Percepatan Pada Frekuensi Dominan

(m/s2)Gram

4 jam dan 8 jam40,40

2 jam dan < 4 jam60,61

1 jam dan < 2 jam80,81

< 1 jam121,22

Tabel ISO 2631 untuk pemaparan WBV

Interpretasi Hasil Pengujian Vibrasi

1. Dari table 1 dapat dilihat bahwa seluruh alat yang diuji memiliki Reduced Comfort Boundary sekitar 10 jam. Sehingga alat-alat tersebut akan menyebabkan ketidaknyamanan hidup kepada pengguna setelah penggunaan 10 jam terus menerus. Dan seorang pekerja tidak mungkin menggunakan alat tersebut selama 10 jam terus menerus. Sehingga kami mengambil kesimpulan bahwa alat-alat tersebut tidak berbahaya bagi pekerja dari faktor vibrasi.

2. Dari table 2 dapat dilihat bahwa nilai percepatan pada frekuensi dominan HAV masih dibawah nilai percepatan pada frekuensi dominan HAV minimal sesuai dengan KEPMENAKER. Sehingga kami mengambil kesimpulan bahwa alat-alat tersebut tidak berbahaya bagi pekerja dari faktor vibrasi.

III. 2.3. IklimDari table hasil pengujian iklim kerja di Balai Yasa PT.KAI pada ketiga lokasi (ruang logam panas, ruang rangka bawah perbaikan wogi, memiliki iklim kerja, Area pelapisan babet axle lining) memiliki iklim kerja diatas Nilai Ambang Batas (NAB), dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Pada ruang logam panas, didapatkan ISBB 27,7(C

2. Pada ruang rangka bawah perbaikan wogi, didapatkan ISBB 27,4(C

3. Pada area pelapisan babet axle lining, didapatkan ISBB 29,4(C

Berdasarkan table pedoman penilaian ISBB diatas, pada lokasi ruang logam panas, ruang rangka bawah perbaikan wogi para pekerja seharusnya tidak bekerja terus-menerus, melainkan bekerja 75% dan istirahat 25%. Sedangkan pada area pelapisan babet axle lining, para pekerja juga tidak boleh bekerja terus-menerus, melainkan bekerja 50% dan istirahat 50%.

Pengendalian

Pencegahan terhadap pengaruh iklim kerja panas:

1. Isolasi sumber panas dengan sekat non-logam dan atau lapis aluminium

2. Pengaturan waktu kerja dan waktu istirahat sesuai dengan pedoman

3. Aklimatisasi tenaga kerja terutama tenaga kerja yang baru

4. Disediakan cukup air minum disertai tablet garam NaCl 0,1% dan jumlah mencukupi dan memenuhi syarat kesehatan

5. Tidak menyediakan minum susu di tempat kerja panas, tidak mempekerjakan pekerja yang sedang masuk angin, sakit ginjal, dan jantung pada tempat kerja panas.

BAB IV

KESIMPULAN

IV.1. Kebisingan

1. Angka kebisingan di Balai Yasa PT.KAI pada tempat-tempat tertentu masih ada yang melebihi NAB yang diizinkan.2. Sumber kebisingan yang melebihi NAB berasal dari tempat pengelasan dan tempat penempaan.

3. Jam istirahat untuk pekerja kurang memadai bila dibandingkan dengan kebisingan di tempat tersebut sehingga para pekerja beresiko mengalami NIHL (noise induced hearing loss) dan gangguan komunikasi.

IV.2. Getaran

Berdasarkan dari hasil pengujian getaran tersebut dapat disimpulkan bahwa nilai getaran alat-alat tersebut masih dalam ambang batas normal sehingga getaran alat tidak beresiko menimbulkan bahaya bagi pekerja.IV.3. IklimIklim kerja di Balai Yasa PT.KAI melebihi nilai ambang batas. Pada Balai Yasa PT.KAI isolasi sumber panas menggunakan seng, yang seharusnya menggunakan lapis alumunium.BAB V

SARAN

Sebaiknya lebih digalakkan pelaksanaan K3 di lokasi kerja bagi seluruh karyawan.V.1. Kebisingan

Pengendalian dengan engineering control sulit dilakukan, oleh karena itu pengendalian yang paling memungkinkan adalah dengan administrative control dan APD.

V.2. Getaran

Untuk pengambilan data berikutnya:

Sebaiknya dilakukan ketika semua alat digunakan sehingga semua alat dapat diuji nilai getarannya.V.3. IklimPengaturan waktu kerja dan waktu istirahat belum sesuai dengan pedoman karena pekerja di bagian ruang logam panas dan ruang rangka bawah perbaikan wogi seharusnya tidak bekerja terus menerus melainkan 75% kerja dan 25% istirahat, sedangkan pada area lapisan babet axle lining para pekerja tidak bekerja terus menerus melainkan kerja 50% dan istirahat 50%. Persediaan air minum di tempat tersebut cukup, namun tidak ditambahkan tablet garam NaCl 0,1%, selain itu penempatan air minum kurang sesuai dengan syarat kesehatan sebab tempat tersebut merupakan ruang terbuka yang banyak terpapar debu dan mikroorganisme.

DAFTAR PUSTAKA

ASEAN OSHNET Occupational Safety and Health Network (Jejaring Kerja dibidang Keselamatan dan Kesehatan Kerja antara Negara-Negara ASEAN),

2003; http://www.asean-osh.net/indonesia/osh%20statistic.htm. Bennet, dkk.1985. Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja. Jakarta:

PT.Pustaka Binaman Pressindo Dalih. 1982. Keselamatan Kerja Dalam Tatalaksana Bengkel 1. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

Konradus, Dangur. 2003. Hukum Keselamatan dan Kesehatan Kerja. pada http://www.sinarharapan.co.id/berita/0708/02/opi01.html)

K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) 21 Agustus 2008 diambil di website http://gedbinlink.wordpress.com/tag/k3/

Sumamur. 1988. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: CV.Haji Masagung

Sumamur PK. PK. 1996. Higiene Perusahaan Dan Kesehatan Kerja. Jakarta: PT.Toko Gunung Agung

Sumamur PK. PK. 1999. Ergonomi Untuk Produktivitas Kerja. Jakata: CV Haji Masagung

Sutaryono. 2002. Hubungan antara tekanan panas, kebisingan dan penerangan dengan kelelahan pada tenaga kerja di PT. Aneka Adho Logam Karya Ceper klaten, Skripsi. Semarang : UNDIP

Tarwaka, Solichul, Bakri, Lilik Sudiajeng. 2004. Ergonomi Untuk Kesehatan Kerja Dan Produktivitas. Surakarta: UNIBA Pers

4