debu hiperkes

Upload: zarwindo-sumardi

Post on 22-Jul-2015

175 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pencemaran Udara Udara merupakan campuran berbagai macam gas yang terdapat pada lapisan yang mengelilingi bumi. Komposisi campuran gas tersebut tidak selalu konstan, karena masih ada zat-zat atau bahan-bahan atau komponen lain yang masuk sehingga komposisi udara tersebut berubah. Penambahan bendabenda (partikel) atau gas gas asing di luar ketentuan komposisi alamiah maupun penambahan komponen dalam jumlah yang berlebihan, sekalipun sama dengan komponen udara atmosfer dapat mengakibatkan suatu proses yang disebut polusi atau pencemaran udara (Ryadi, 1988). Pencemaran udara dapat bersumber dari beberapa gas seperti sulfur dioksida, hydrogen sulfida dan karbon monoksida yang selalu bebas di udara sebagai produk sampingan dari proses proses alami seperti aktivitas vulkanik, pembusukan sampah tanaman, kebakaran hutan dan sebagainya. Selain itu, partikel partikel padatan atau cairan berukuran kecil dapat tersebar di udara oleh angina, letusan vulkanik atau gangguan alam lainnya. Pencemaran udara juga dapat disebabkan oleh aktivitas manusia (Fardiaz, 1992). Polusi udara merupakan salah satu masalah kesehatan yang penting. Dampak buruk polusi udara pada kesehatan mulai banyak dibicarakan setelah timbulnya beberapa kejadian di Belgia tahun 1930, di Pennsylvania tahun 1948 dan di London pada tahun 1952. Pada kejadiankejadian tersebut, timbul stagnansi udara yang mengakibatkan peningkatan jumlah bahan polutan di udara, khususnya sulfur

Universitas Sumatera Utara

8 dioksida dan partikel lainnya dengan peningkatan angka kematian secara tajam (Aditama, 1992). Fardiaz, (1992) membedakan jenis polutan udara primer atau polutan yang mencakup 90% dari jumlah polutan udara seluruhnya menjadi lima kelompok, yaitu Karbon monoksida, Nitrogen oksida, Hidrokarbon, Sulfur Dioksida,dan Partikel. Toksisitas kelima kelompok polutan tersebut berbeda-beda, polutan yang paling berbahaya bagi kesehatan adalah partikel-partikel. Pencemaran udara pada prinsipnya dapat terjadi dimana saja termasuk areal pertukangan kayu. Pencemaran udara adalah adanya bahan-bahan asing di dalam udara yang menyebabkan perubahan susunan udara dari keadaan normal. Penyebab pencemaran udara beragam baik secara alamiah maupun pencemaran karena ulah manusia. Pencemaran udara pada areal pertukangan kayu dapat bersumber secara alamiah, seperti debu yang berterbangan akibat tiupan angin, dan dari aktivitas mesinmesin yang mengeluarkan angin dan menyebabkan debu berterbangan, baik dalam maupun luar ruangan. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan di areal pertukangan kayu yang berpotensi terhadap pencemaran udara adalah melalui proses pemotongan, pengetaman dan penghalusan atau pengamplasan (Whardana, 2001).

2.2 Sifat dan Karakteristik Debu Debu adalah partikel-partikel zat yang disebabkan oleh pengolahan, penghancuran, pelembutan, pengepakan dan lain-lain dari bahan-bahan organik maupun anorganik, misalnya batu, kayu, bijih logam,arang batu, butir-butir zat padat dan sebagainya (Sumamur,1988). Debu umumnya berasal dari gabungan secara

Universitas Sumatera Utara

9 mekanik dan meterial yang berukuran kasar yang melayang-layang di udara yang bersifat toksik bagi manusia. Menurut Departemen Kesehatan RI yang dikutip oleh Sitepu (2002), partikel-partikel debu di udara mempunyai sifat: 1. Sifat Pengendapan Adalah sifat debu yang cendrung selalu mengendap proporsi partikel yang lebih daripada yang ada di udara. 2. Sifat Permukaan Basah Permukaan debu akan cendrung selalu basah, dilapisi oleh lapisan air yang sangat tipis. Sifat ini penting dalam pengendalian debu di dalam tempat kerja. 3. Sifat Penggumpalan Oleh karena permukaan debu yang selalu basah maka dapat menempel antara debu satu dengan yang lainnya sehingga menjadi menggumpal Turbuelensi udara membantu meningkatkan pembentukkan gumpalan. 4. Sifat Listrik Statis Sifat listrik statis yang dimiliki partikel debu dapat menarik partikel lain yang berlawanan sehingga mempercepat terjadinya proses penggumpalannya. 5. Sifat Optis Partikel debu yang basah/lembab dapat memancarkan sinar sehingga dapat terlihat di dalam kamar yang gelap. Partikel debu yang berdiameter lebih besar dari 10 mikron dihasilkan dari proses-proses mekanis seperti erosi angin, penghancuran dan penyemprotan , dan pelindasan benda-benda oleh kendaraan atau pejalan kaki. Partikel yang berdiameter

Universitas Sumatera Utara

10 antara 1-10 mikron biasanya termasuk tanah dan produk-produk pembakaran dari industri lokal. Partikel yang mempunyai diameter 0,1-1 mikron terutama merupakan produk pembakaran dan aerosol fotokimia (Fardiaz,1992). Polutan partikel masuk ke dalam tubuh manusia terutama melalui sistem pernafasan, oleh karena itu pengaruh yang merugikan terutama terjadi pada sistem pernafasan. Faktor lain yang paling berpengaruh terhadap sistem pernafasan terutama adalah ukuran partikel, karena ukuran partikel yang menentukan seberapa jauh penetrasi partikel ke dalam pernafasan. Debu-debu yang berukuran 5-10 mikron akan ditahan oleh jalan pernafasan bagian atas, sedangkan yang berukuran 3-5 mikron ditahan oleh bagian tengah jalan pernafasan (Yunus, 1997). Penyakit paru kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh partikel, uap, gas atau kabut yang berbahaya yang menyebabkan kerusakan paru bila terinhalasi selama bekerja. Saluran nafas dari lubang hidung sampai alveoli menampung 14.000 liter udara di tempat kerja selama 40 jam keja satu minggu (Aditama, 2006). American Lung Association membagi penyakit paru akibat kerja mejadi dua kelompok besar : Pneumoconiosis disebabkan karena debu yang masuk ke dalam paru serta penyakit hipersensitivitas seperti asma yang disebabkan karena reaksi yang berlebihan terhadap polutan di udara (Sumamur, 1996).

2.3. Jenis debu Jenis debu terkait dengan daya larut dan sifat kimianya. Adanya perbedaan daya larut dan sifat kimiawi ini, maka kemampuan mengendapnya di paru juga akan berbeda pula. Demikian juga tingkat kerusakan yang ditimbulkannya juga akan

Universitas Sumatera Utara

11 berbeda pula. Faridawati (1995) mengelompokkan partikel debu menjadi dua yaitu debu organik dan anorganik, seperti yang dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 2.1. Jenis Debu Yang Dapat Menimbulkan Gangguan Kesehatan Pada Manusia No. Jenis Debu Contoh (Jenis Debu) I Organik a. Alamiah 1. Fosil Batu bara, karbon hitam, arang, granit 2. Bakteri TBC, antraks, enzim, bacillus 3. Jamur Histoplasmosis, kriptokokus, thermophilic 4. Virus Cacar air, Q fever, psikatosis 5. Sayuran Padi, gabus, serat nanas, alang-alang 6. Binatang Kotoran burung, ayam b. Sintesis 1. Plastik Politetrafluoretilen, toluene diisosianat 2. Reagen Minyak isopropyl, pelarut organic II Anorganik a. Silika bebas 1. Crystaline Quarz, trymite cristobalite 2. Amorphous Diatomaceous earth, silica gel b. Silika 1. Fibosis Asbestosis, sillinamite, talk 2. Lain-lain Mika, kaolin, debu semen c. Metal 1. Inert Besi, barium, titanium, alumunium, seng 2. Bersifat keganasan Arsen, kobal, nikle, uranium, khrom

2.4. Sumber-Sumber Debu Debu yang terdapat di dalam udara terbagi dua, yaitu deposite particulate matter adalah partikel debu yang hanya berada sementara di udara, partikel ini segera mengendap karena ada daya tarik bumi. Suspended particulate matter adalah debu yang tetap berada di udara dan tidak mudah mengendap (Yunus, 1997). Sumbersumber debu dapat berasal dari udara, tanah, aktivitas mesin maupun akibat aktivitas manusia yang tertiup angin.

Universitas Sumatera Utara

12

2.5. Pengukuran Kadar Debu di Udara Pengukuran kadar debu di udara bertujuan untuk mengetahui apakah kadar debu pada suatu lingkungan kerja berada konsentrasinya sesuai dengan kondisi lingkungan kerja yang aman dan sehat bagi pekerja. Dengan kata lain, apakah kadar debu tersebut berada di bawah atau di atas nilai ambang batas (NAB) debu udara. Hal ini penting dilaksanakan mengingat bahwa hasil pengukuran ini dapat dijadikan pedoman pihak pengusaha maupun instansi terkait lainnya dalam membuat kebijakan yang tepat untuk menciptakan lingkungan kerja yang sehat bagi pekerja, sekaligus menekan angka prevalensi penyakit akibat kerja. Pengambilan/pengukuran kadar debu di udara biasanya dilakukan dengan metode gravimetric, yaitu dengan cara menghisap dan melewatkan udara dalam volume tertentu melalui saringan serat gelas/kertas saring. Alat-alat yang biasa digunakan untuk pengambilan sampel debu total (TSP) di udara seperti: 1. High Volume Air Sampler Alat ini menghisap udara ambien dengan pompa berkecepatan 1,1 - 1,7 m/menit, partikel debu berdiameter 0,1-10 mikron akan masuk bersama aliran udara melewati saringan dan terkumpul pada permukaan serat gelas. Alat ini dapat digunakan untuk pengambilan contoh udara selama 24 jam, dan bila kandungan partikel debu sangat tinggi maka waktu pengukuran dapat dikurangi menjadi 6 - 8 jam. 2. Low Volume Air Sampler Alat ini dapat menangkap debu dengan ukuran sesuai yang kita inginkan dengan cara mengatur flow rate 20 liter/menit dapat menangkap partikel berukuran 10

Universitas Sumatera Utara

13 mikron. Dengan mengetahui berat kertas saring sebelum dan sesudah pengukuran maka kadar debu dapat dihitung. 3. Low Volume Dust Sampler Alat ini mempunyai prinsip kerja dan metode yang sama dengan alat low volume air sampler. 4. Personal Dust Sampler (LVDS) Alat ini biasa digunakan untuk menentukan Respiral Dust (RD) di udara atau debu yang dapat lolos melalui filter bulu hidung manusia selama bernafas. Untuk flow rate 2 liter/menit dapat menangkap debu yang berukuran < 10 mikron. Alat ini biasanya dugunakan pada lingkungan kerja dan dipasang pada pinggang pekerja karena ukurannya yang sangat kecil.

2.6. Nilai Ambang Batas (NAB) Untuk Debu Nilai ambang batas (NAB) adalah standar faktor-faktor lingkungan kerja yang dianjurkan di tempat kerja agar tenaga kerja masih dapat menerimanya tanpa mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan, dalam pekerjaan sehari-hari untuk waktu tidak melebihi 8 jam sehari atau 40 jam seminggu. Kegunaan NAB ini sebagai rekomendasi pada praktek higiene perusahaan dalam melakukan penatalaksanaan lingkungan kerja sebagai upaya untuk mencegah dampaknya terhadap kesehatan. Nilai ambang batas kadar debu yang ruangan didasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor : 41 Tahun 1999, dan disesuaikan dengan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1405/Menkes/SK/XV/2002 tanggal 19 November 2002, pada lampiran I tentang Persyaratan dan tata cara penyelenggaraan kesehatan lingkungan

Universitas Sumatera Utara

14 kerja perkantoran. Adapun kandungan debu maksimal di dalam udara ruangan dalam pengukuran debu rata-rata 8 jam adalah 0,15mg/m.

2.7. Pengaruh Debu Terhadap Kesehatan Manusia Partikel debu akan berada di udara dalam kurun waktu yang relatif lama dalam keadaan melayang-layang di udara kemudian masuk ke dalam tubuh manusia melalui pernafasan. Selain dapat membahayakan terhadap kesehatan juga dapat mengganggu daya tembus pandang mata dan dapat mengadakan berbagai reaksi kimia sehingga komposisi debu di udara menjadi pertikel yang sangat rumit karena merupakan campuran dari berbagai bahan dengan ukuran dan bentuk yang relatif berbeda-beda (Pujiastuti, 2002). Ada tiga cara masuknya bahan polutan seperti debu dari udara ke tubuh manusia, yaitu melalui inhalasi, ingesti, dan penetrasi kulit. Inhalasi bahan polutan dari udara dapat menyebabkan gangguan di paru dan saluran nafas. Bahan polutan yang cukup besar tidak jarang masuk ke saluran cerna. Selain itu juga batuk merupakan suatu mekanisme untuk mengeluarkan debu-debu tersebut. Bahan polutan dari udara juga dapat masuk ketika makan atau masuk ke saluran cerna. Bahan polutan dari udara juga dapat menjadi pintu masuk bahan polutan di udara, khusunya bahan organik dapat melakukan dan dapat menimbulkan efek sistemik (Aditama, 1992). Paparan debu di udara selain mengganggu jalan pernafasan dapat pula memberikan dampak negatif lain apabila ditinjau dari aspek biologisnya. Menurut

Universitas Sumatera Utara

15 Riyadina (1996), efek biologis paparan debu di udara terhadap kesehatan manusia atau pekerja terdiri dari: 1. Efek Fibrogenik Debu fibrogenik sebagai debu respirabel dari kristal silika (asbestos), debu

batubara, debu berrylium, debu talk, dan debu dari tumbuhan. Konsentrasi massa dari sisa debu yang respirabel sebagai faktor tunggal yang paling penting pada perkembangan/kemajuan keparahan pneumokoniosis pada pekerja. 2. Efek Iritan Pengaruh iritan dari debu yang berbeda tidak spesifik, sehingga keadaan ini tidak dapat secara langsung dihubungkan dengan pengaruh dari debu. Tetapi secara klinis atau dengan tes fungsional ataupun pemeriksaan secara morfologi dapat diperlihatkan kasus dimana efek yang timbul berasal dari debu. 3. Efek Alergi Debu dari tumbuhan hewan mempunyai sifat dapat meningkatkan reaksi alergi. Beberapa reaksi kekebalan biasanya membentuk respon secara psikologi berupa iritasi. Secara patologi dapat ditentukan melalui tes alergi sebagai penyakit akibat kerja pada saluran pernafasan yang umumnya berupa asma bronchial. Debu organik yang menyebabkan alergi meliputi tepung, pollen (serbuk sari), rambut hewan, bulu unggas, jamur, cendawan dan serangga. 4. Efek Karsinogenik Penyebab yang berperan penting dalam pertumbuhan kanker pada manusia adalah debu asbestos, arsenik, chromium dan nikel. Akan tetapi, penyebab tersebut kurang lebih 2000 substansi kimia diketahui sebagai penyebab timbulnya kanker.

Universitas Sumatera Utara

16 5. Efek Sistemik Toksik Banyak substansi yang berbahaya menyebabkan efek sistemik toksik sebagai hasil dari debu yang masuk melalui sistem saluran pernafasan. Paparan debu untuk beberapa tahun pada kadar yang rendah tetapi di atas batas limit paparan, menunjukkan efek sistemik toksik yang jelas. 6. Efek pada Kulit Partikel-partikel debu yang berasal dari material yang berbentuk pita dan tebal seperti fiberglass, dan material tahan api sering sebagai penyebab dermatitis. Beberapa faktor berpengaruh dalam timbulnya penyakit atau gangguan akibat paparan debu bagi pekerja di ruang kerja. Menurut Yunus (1997) dan Sumamur (1996), dapat disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi timbulnya gangguan atau penyakit akibat pekerja yang bekerja di ruangan akibat paparan debu adalah : 1. Faktor Fisik, meliputi : Jenis bahan, Ukuran Partikel, Bentuk Partikel, Daya penetrasi, Konsentrasi, Daya larut, Luas permukaan (Higroskopisitas), Lama waktu paparan dan Turbulensi udara. 2. Faktor Kimia, meliputi : Tingkat keasaman dan kebasahan (Alkalinitas), Kecendrungan untuk bereaksi dengan bahan dalam paru-paru, dan jenis persenyawaan. 3. Faktor Individual Pekerja, meliputi : Umur, Jenis Kelamin, Anatomi dan fisiologi, Daya tahan tubuh (Immunologis), Genetik, dan Emosi (Psikologis), Keadaan gizi, Kepekaan tubuh, Motivasi kerja dan pengaruh lingkungan (Habituasi).

Universitas Sumatera Utara

17 Tergantung dari lamanya paparan dan kepekaan individual terhadap debu, berbagai gangguan atau penyakit dapat timbul pada pekerja. Debu yang masuk ke dalam saluran pernafasan menyebabkan timbulnya reaksi mekanisme pertahanan non spesifik berupa bersin dan batuk. Pneumokoniosis biasanya timbul setelah pekerja terpapar selama bertahun-tahun. Penyakit akibat paparan debu yang lain seperti asma kerja, bronchitis industri. Umumnya penyakit paru akibat debu mempunyai gejala dan tanda yang mirip dengan penyakit paru lainnya yang tidak disebabkan oleh debu di tempat kerja. Untuk menegakkan diagnosis perlu dilakukan anamnesis yang teliti meliputi riwayat pekerjaan dan hal-hal lain yang berhubungan dengan pekerjaan, karena penyakit biasanya baru timbul setelah paparan yang cukup lama. Pengetahuan yang cukup tentang dampak debu terhadap paru diperlukan untuk dapat mengenali kelainan yang terjadi serta cara melakukan pencegahan (Yunus, 1997).

2.8. Pengendalian Paparan Debu di Ruangan Kerja Menurut Siswanto, sebagaimana yang dikutip oleh Simatupang (2005) bahwa pengendalian yang paling efektif adalah pengendalian secara tehnik dan merupakan alternatif pertama yang dianjurkan. Pengendalian secara tehnik ini dapat dilakukan dengan mendesain mesin-mesin pemotong kayu dengan alat penghisap debu. Kemudian alat penghisap debu tersebut dihubungkan pipa dan keseluruhan alat ini bekerja secara otomatis. Riyadina (1996), membagi upaya pencegahan terhadap paparan debu dari lingkungan kerja menjadi 2 macam yaitu melalui pengukuran secara tehnis dan pemeriksaan secara medis.

Universitas Sumatera Utara

18 1. Pengukuran secara Teknis Kondisi lingkungan kerja perlu dikontrol dengan melakukan pengukuran kadar debu udara untuk jangka waktu tertentu dan dilakukan secara kontinu, khususnya di tempat yang potensial menghasilkan debu. Monitor terhadap konsentrasi debu udara sangat penting untuk mengetahui kadarnya apakah berada di bawah atau di atas nilai ambang batas debu udara. Selanjutnya usaha agar konsentrasi/kadar debu tidak melampaui batas, maka dengan pemasangan alat penyedot dan pengatur udara akan sangat membantu untuk kontrol debu udara pada suatu ruangan. Untuk proteksi bagi pekerja dengan kondisi lingkungan yang potensial menghasilkan debu yang banyak, diharuskan memakai alat pelindung diri terutama alat pelindung pernafasan berupa masker. Masker yang digunakan

hendaknya disesuaikan dengan ukurannya sehingga pemakaian masker tidak mengganggu aktivitas dan kenyamanan pemakainya. 2. Pemeriksaan secara Medis Pemeriksaan secara medis dilakukan dengan pemeriksaan status kesehatan pekerja yang terpapar secara teratur dan biasanya dilakukan oleh dokter perusahaan. Upaya ini merupakan suatu langkah untuk mengetahui dan memonitor kondisi kesehatan pekerja serta sebagai suatu deteksi awal terhadap masalah kesehatan yang mungkin ditemui. Pemeriksaan kesehatan yang lengkap akan memberikan bukti yang akurat dari pekerja yang terpapar sehingga dapat membantu dokter dalam menentukan diagnosa penyakit yang timbul akibat kerja. Umumnya pencegahan paparan debu ataupun kadar debu di ruangan kerja dapat dilakukan dengan cara ventilasi umum, yaitu mengalirkan udara ke ruangan

Universitas Sumatera Utara

19 kerja melalui jendela dan pintu, ventilasi lokal dengan cara menghisap debu dari tempat sumber debu yang dihasilkan dengan menggunakan pompa hisap. Selain itu, Pencegahan juga dapat dilakukan dengan menghindari masuknya debu organik yang ada di udara ke dalam paru pekerja dengan jalan penggunaan alat pelindung diri (masker) pada pekerja yang bekerja di tempat tersebut. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Sembiring (1999) dalam Khumidal, (2009) bahwa penggunaan masker dengan ukuran 3-5 dapat menurunkan kadar debu yang masuk ke paru-paru pekerja hingga 87,6%. Alat pelindung pernafasan yang digunakan dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 2.1. Alat Pelindung Pernafasan

Universitas Sumatera Utara

20

2.9. Alat Pelindung Diri (APD) 2.9.1 Pengertian APD Secara sederhana yang dimaksud dengan alat pelindung diri adalah adalah suatu alat yang dipakai untuk melindungi diri dari tubuh terhadap bahaya-bahaya kecelakaan kerja. Jadi alat pelindung diri adalah merupakan salah satu cara untuk mencegah kecelakaan, dan secara teknis APD tidaklah sempurna dapat melindungi tubuh akan tetapi dapat mengurangi tingkat keparahan dari kecelakaan yang terjadi. Peralatan pelindung tidak menghilangkan ataupun mengurangi bahaya yang ada. Peralatan ini hanya mengurangi jumlah kontak dengan bahaya dengan cara penempatan penghalang antara tenaga kerja dengan bahaya (Sumamur1992). 2.9.2 Syarat-Syarat APD Pemilihan APD yang handal secara cermat adalah merupakan persyaratan mutlak yang sangat mendasar. Pemakaian APD yang tidak tepat dapat mencelakakan tenaga kerja yang memakainya karena mereka tidak terlindung dari bahaya potensial yang ada di tempat mereka terpapar. Oleh karena itu agar dapat memilih yang tepat, maka perusahaan harus mampu mengidentifikasi bahaya potensi yang ada, khususnya yang tidak dapat dihilangkan ataupun dikendalikan, serta memahami dasar kerja setiap jenis APD yang akan digunakan di tempat kerja dimana bahaya potensial tersebut ada (Budiono, 2003), dengan ketentuan adalah : 1) Harus dapat memberikan perlindungan yang adekuat terhadap bahaya yang spesifik atau bahaya-bahaya yang dihadapi oleh tenaga kerja. 2) Berat alat hendaknya seringan mungkin, dan alat tersebut tidak menyebabkan rasa ketidaknyamanan yang berlebihan.

Universitas Sumatera Utara

21 3) Harus dapat dipakai secara fleksibel, dan bentuknya harus cukup menarik. 4) Tidak menimbulkan bahaya-bahaya tambahan bagi pemakainya, yang

dikarenakan bentuk dan bahayanya tidak tepat atau karena salah dalam penggunaannya. 5) Harus memenuhi standard yang telah ada, dan tahan lama. 6) Tidak membatasi gerakan dan persepsi sensoris pemakainya. 7) Suku cadangnya harus mudah di dapat guna mempermudah pemeliharaannya. 2.9.3 Macam-Macam Alat pelindung Diri Menurut Siswanto seperti yang dikutip oleh Simatupang (2005), macam-macam alat pelindung diri yang digunakan pekerja terdiri dari: 1. Alat Pelindung Kepala Tujuan dari alat pelindung kepala adalah untuk menghindari pekerja dari berbagai kejadian yang membahayakan seperti: a. Bahaya terbentur oleh benda tajam atau keras yang dapat menyebabkan luka gores, luka potong atau luka tusuk. b. Bahaya kejatuhan benda-benda atau terpukul oleh benda-benda yang melayang atau meluncur di udara. c. Panas, radiasi, api, dan percikan bahan korosif 2. Alat Pelindung mata Alat pelindung mata berfungsi untuk melindungi mata dari percikan bahan korosif, kemasukan debu atau partikel kecil yang melayang di udara, pemaparan gas atau uap yang dapat menyebabkan iritasi, radiasi gelombang elektromagnetik dan pukulan maupun benturan benda-benda keras atau tajam.

Universitas Sumatera Utara

22 3. Alat Pelindung Telinga Alat pelindung ini bekerja sebagai penghalang antara sumber bising dengan telingan dalam. Selain itu alat ini dapat juga berfungsi untuk melindungi telinga dari masuknya benda asing ke dalam telinga. 4. Alat Pelindung Pernafasan Alat pelindung pernafasan menurut fungsinya dibedakan menjadi dua yaitu, Air Purfying Respirator dan Air Supplied Respirator. Air Purfying Respirator berfungsi untuk melindungi pemakaian dari pemaparan melalui inhalasi saluran pernafasan, dipakai terutama bila paparan kadar bahan di alam ruang kerja rendah. Air Supplied Respirator berfungsi untuk melindungi pemakainya dari pemaparan bahan-bahan yang sangat toksik atau dari bahaya kekurangan oksigen. 5. Alat Pelindung Tangan Sarung tangan merupakan alat pelindung diri yang paling banyak digunakan karena kejadian kecelakaan pada tangan paling sering terjadi. 6. Alat Pelindung Kaki Sepatu keselamatan kerja digunakan untuk melindungi kaki dari kejatuhan benda berat, percikan cairan atau larutan asam alkali yang korosif, tumpahan cairan panas atau tertusuk oleh benda tajam. 7. Pakaian Pelindung Pakaian pelindung digunakan untuk melindungi pemakainya dari bahaya percikan bahan kimia dan pengaruh cuaca yang ekstrim. Pakaian pelindung ini juga dapat menutupi sebagian tubuh pemakainya mulai dari dada sampai ke lutut ataupun yang menutupi seluruh bagian tubuh.

Universitas Sumatera Utara

23

2.9.4 Tujuan dan Manfaat Pemakaian APD Pemakaian APD bertujuan melindungi tenaga kerja dan juga merupakan salah satu upaya mencegah terjadinya kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja oleh bahaya potensial pada suatu perusahaan yang tidak dapat dihilangkan atau dikendalikan. Keuntungan pengguna APD dapat dirasakan oleh tiga pihak yaitu perusahaan, tenaga kerja, masyarakat dan pemerintah (Sumamur,1992): 1. Perusahaan a. Meningkatkan keuntungan karena hasil produksi dapat terjamin baik jumlah maupun mutunya. b. Penghematan biaya pengobatan serta pemeliharaan kesehatan tenaga kerja . c. Menghindari terbuangnya jam kerja akibat absentisme tenaga kerja sehingga dapat tercapai produktivitas yang tinggi denggan efisiensi yang optimal. 2. Tenaga kerja a. Menghindari diri dari resiko pekerjaan seperti kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. b. Memberikan perbaikan kesejahteraan pada tenaga kerja sebagai akibat adanya keuntungan perusahaan. 3. Masyarakat dan Pemerintah a. Meningkatkan hasil produksi dan menguntungkan perekonomian negara dan menjamin yang memuaskan bagi masyarakat. b. Menjamin kesejahteraan masyarakat tenaga kerja, berarti melindungi sebagian penduduk indonesia dan membantu usaha-usaha kesehatan pemerintah .

Universitas Sumatera Utara

24 c. Kesejahteraan tenaga kerja, berarti dapat menjamin kesejahteraan keluarga secara langsung. d. Merupakan suatu usaha kesehatan masyarakat yang akan membantu ke arah pembentukkan masyarakat sejahtera.

2.10. Perilaku kerja Perilaku manusia itu sangat kompleks dan mempunyai ruang lingkup yang sangat luas. Bloom dalam Notoatmodjo (2007) seorang ahli psikologi pendidikan membagi perilaku itu ke dalam tiga domain (kawasan). Pembagian kawasan ini dilakukan untuk kepentingan tujuan pendidikan dalam perkembangan selanjutnya oleh para ahli pendidikan, dan untuk kepentingan pengukuran hasil pendidikan, dan untuk kepentingan pengukuran hasil pendidikan, ketiga domain ini diukur dari pengetahuan (knowledge), sikap (attitude) dan praktek atau tindakan (practice). 2.10.1. Pengetahuan (Knowledge) Putusan orang yang tahu disebut mempunyai pengetahuan. Jadi pengetahuan tidak lain dari hasil tahu. Kalau orang misalnya tahu, bahwa pohon itu rendah, maka ia mengakui hal rendah itu terhadap pohon itu. Ia mengakui sesuatu terhadap sesuatu. Pengakuan sesuatu terhadap sesuatu itu disebut putusan, sehingga dalam dasarnya putusan dan pengetahuan itu sama (Poedjawijatna, 1998). Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu, yakni dengan indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba sebagai besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2003).

Universitas Sumatera Utara

25 Ada enam tingkatan pengetahuan yaitu: 1. Tahu (Know) Tahu adalah sebagai mengingat suatu materir yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari dengan menyebutkan, menguraikan, mendefenisikan, menyatakan dan lain sebagainya. 2. Memahami (Comprenhansion) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar objek yang diketahui dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar. Orang telah paham harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan dan meramalkan terhadap objek yang dipelajari. 3. Aplikasi (Aplication) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). 4. Analisis (Analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat mengambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan data dan sebagaiya.

Universitas Sumatera Utara

26 5. Sintesis (Synthesis) Sintesis yaitu menunjukkan suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya, dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu materi atau rumusan-rumusan yang telah ada. 6. Evaluasi (Evaluation) Evaluasi yaitu berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu cerita yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada. Misalnya, dapat menanggapi terjadinya diare di suatu tempat dan sebagainya (Notoadmdjo. 2003). 2.10.2 Sikap (Attitude) Sikap adalah merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap ini tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup, sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu. Dalam kehidupan sehari-hari adalah merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Allport (1954), menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai 3 komponen pokok yaitu:

Universitas Sumatera Utara

27 1. Kepercayaaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek 2. Kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu objek 3. Kecendrungan untuk bertindak (trend to behave) Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk, sikap yang utuh (total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, berfikir, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting (Notoadmdjo, 2003). 2.10.3 Tindakan (Practise) Notoadmodjo (2003), mengatakan bahwa sebelum sikap otomatis terwujud dalam suatu tindakan (over behavior). Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang

memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. Di samping faktor fasilitas juga diperlukan faktor dukungan (support) dari pihak lain. Tingkat-tingkat tindakan atau praktek adalah: 1. Pesepsi (Perception) Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktek tingkat pertama. 2. Respon terpimpin (Guided respon) Dapat dilakukan sesuatu sesuai urutan yang benar sesuai pula dengan contoh indikator praktek tingkat kedua. 3. Mekanisme (Mecanism) Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar sesuai dengan contoh secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan maka ia sudah mencapai praktek tingkat tiga.

Universitas Sumatera Utara

28 4. Adaptasi (Adaptation) Adaptasi yaitu suatu praktek atau tindakan uang sudah berkembang dengan baik, artinya itu sudah di modifikasinya sendiri tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut.

2.11. Kerangka Konsep Penelitian

Kadar debu kayu

Keluhan Kesehatan Perilaku 1. Pengetahuan 2. Sikap 3. Tindakan

Karakteristik Responden: 1. Umur 2. Pendidikan 2. Lama kerja

Gambar 2.2. Kerangka Konsep

Universitas Sumatera Utara