dt penyakit katup mitral

22
STENOSIS MITRAL Stenosis mitral merupakan suatu keadaan dimana terjadi gangguan aliran darah pada tingkat katup mitral oleh karena adanya perubahan pada struktur mitral leaflets, yang menyebabkan gangguan pembukaan sehingga timbul gangguan pengisian ventrikel kiri saat diastol. Stenosis mitral merupakan penyebab utama terjadinya gagal jantung kongestif di negara-negara berkembang. Di Amerika Serikat, prevalensi dari stenosis mitral telah menurun seiring dengan penurunan insidensi demam rematik. Pemberian antibiotik seperti penisilin pada streptococcal pharyngitis turut berperan pada penurunan insidensi ini. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di berbagai tempat di Indonesia, penyakit jantung valvular menduduki urutan ke-2 setelah penyakit jantung koroner dari seluruh jenis penyebab penyakit jantung. Dari pola etiologi penyakit jantung di poliklinik Rumah Sakit Mohammad Hoesin Palembang selama 5 tahun (1990-1994) didapatkan angka 13,94% dengan penyakit katup jantung. Pada penelitian yang dilakukan oleh Rowe dkk (1925) terhadap 250 penderita mitral stenosis, setelah sepuluh tahun 39% penderita meninggal dunia, 22% menjadi semakin sesak dan 16% memiliki setidaknya satu manifestasi komplikasi tromboemboli. Setelah 20 tahun kemudian, 7% meninggal dunia, 8% penderita 1

Upload: windasch

Post on 20-Oct-2015

16 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Tugas Kardiologi

TRANSCRIPT

Page 1: DT Penyakit Katup Mitral

STENOSIS MITRAL

Stenosis mitral merupakan suatu keadaan dimana terjadi gangguan aliran darah

pada tingkat katup mitral oleh karena adanya perubahan pada struktur mitral

leaflets, yang menyebabkan gangguan pembukaan sehingga timbul gangguan

pengisian ventrikel kiri saat diastol.

Stenosis mitral merupakan penyebab utama terjadinya gagal jantung kongestif

di negara-negara berkembang. Di Amerika Serikat, prevalensi dari stenosis mitral

telah menurun seiring dengan penurunan insidensi demam rematik. Pemberian

antibiotik seperti penisilin pada streptococcal pharyngitis turut berperan pada

penurunan insidensi ini. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di berbagai

tempat di Indonesia, penyakit jantung valvular menduduki urutan ke-2 setelah

penyakit jantung koroner dari seluruh jenis penyebab penyakit jantung.

Dari pola etiologi penyakit jantung di poliklinik Rumah Sakit Mohammad

Hoesin Palembang selama 5 tahun (1990-1994) didapatkan angka 13,94% dengan

penyakit katup jantung. Pada penelitian yang dilakukan oleh Rowe dkk (1925)

terhadap 250 penderita mitral stenosis, setelah sepuluh tahun 39% penderita

meninggal dunia, 22% menjadi semakin sesak dan 16% memiliki setidaknya satu

manifestasi komplikasi tromboemboli. Setelah 20 tahun kemudian, 7% meninggal

dunia, 8% penderita menjadi semakin sesak dan 26% memilki setidaknya satu

manifestasi tromboemboli.

Secara keseluruhan 10-years survival rate dari penderita stenosis mitral tanpa

pengobatan lanjut hanya sekitar 50-60%, tergantung dari keluhan yang timbul saat

itu. Tanpa tindakan pembedahan, 20-years survival rate hanya sekitar 85%.

Penyebab kematian pada penderita yang tidak mendapat pengobatan, yaitu:

Gagal jantung (60-70%),

Emboli sistemik (20-30%) dan emboli paru (10%),

Infeksi (1-5%).

1

Page 2: DT Penyakit Katup Mitral

Etiologi

Penyebab tersering dari stenosis mitral adalah endokarditis reumatik,

akibat reaksi yang progresif dari demam rematik oleh infeksi

streptokokkus. Diperkirakan 90% stenosis mitral didasarkan atas penyakit

jantung rematik. Penyebab lainnya walaupun jarang yaitu stenosis mitral

kongenital, vegetasi dari systemic lupus eritematosus (SLE), deposit

amiloid, mucopolysaccharhidosis, rheumatoid arthritis (RA), Wipple’s

disease, Fabry disease, akibat obat fenfluramin/phentermin, serta

kalsifikasi annulus maupun daun katup pada usia lanjut akibat proses

degeneratif.

Patologi

Pada stenosis mitral akibat demam rematik akan terjadi proses peradangan

(valvulitis) dan pembentukan nodul tipis di sepanjang garis penutupan

katup. Proses ini akan menimbulkan fibrosis dan penebalan daun katup,

kalsifikasi, fusi komisura serta pemendekan korda atau kombinasi dari

proses tersebut. Keadaan ini akan menimbulkan distorsi dari apparatus

mitral yang normal, mengecilnya area katup mitral menjadi seperti mulut

ikan (fish mouth) atau lubang kancing (button hole). Fusi dari komisura

akan menimbulkan penyempitan dari orifisium, sedangkan fusi korda

mengakibatkan penyempitan dari orifisium sekunder.

Pada endokarditis reumatik, daun katup dan korda akan mengalami

sikatrik dan kontraktur bersamaan dengan pemendekan korda, sehingga

menimbulkan penarikan daun katup menjadi bentuk funnel shape.

Patofisiologi

Pada keadaan normal katup mitral mempunyai ukuran 4-6 cm2, bila area

orifisium katup berkurang sampai 2 cm2, maka diperlukan upaya aktif

atrium kiri berupa peningkatan tekanan atrium kiri agar aliran transmitral

yang normal dapat terjadi. Stenosis mitral kritis terjadi bila pembukaan

katup berkurang hingga menjadi 1 cm2. Pada tahap ini diperlukan suatu

2

Page 3: DT Penyakit Katup Mitral

tekanan atrium kiri sebesar 25 mmHg untuk mempertahankan cardiac

output yang normal. Peningkatan tekanan atrium kiri akan meningkatkan

tekanan pada vena pulmonalis dan kapiler, sehingga bermanifestasi

sebagai exertional dyspneu. Seiring dengan perkembangan penyakit,

peningkatan tekanan atrium kiri kronik akan menyebabkan terjadinya

hipertensi pulmonal, yang selanjutnya akan menyebabkan kenaikan

tekanan dan volume akhir diatol, regurgitasi trikuspidal dan pulmonal

sekunder dan seterusnya sebagai gagal jantung kanan dan kongesti

sistemik.

Hipertensi pulmonal merupakan komplikasi yang sering terjadi pada

stenosis mitral. Pada awalnya hipertensi pulmonal terjadi secara pasif

akibat kenaikan tekanan atrium kiri, terjadi perubahan pada vaskular paru

berupa vasokonstriksi akibat bahan neurohormonal seperti endotelin atau

perubahan anatomi yaitu remodel akibat hipertrofi tunika media dan

penebalan intima (reactive hypertension).

Pelebaran progresif dari atrium kiri akan memicu dua komplikasi lanjut,

yaitu pembentukan trombus mural yang terjadi pada sekitar 20%

penderita, dan terjadinya atrial fibrilasi yang terjadi pada sekitar 40%

penderita.

Derajat berat ringannya stenosis mitral, selain berdasarkan gradien

transmitral, dapat juga ditentukan oleh luasnya area katup mitral, serta

hubungan antara lamanya waktu antara penutupan katup aorta dan

kejadian opening snap.

Berdasarkan luasnya area katup mitral derajat stenosis mitral sebagai

berikut:

Minimal : bila area >2,5 cm2

Ringan : bila area 1,4-2,5 cm2

Sedang : bila area 1-1,4 cm2

Berat : bila area <1,0 cm2

Reaktif : bila area <1,0 cm2

3

Page 4: DT Penyakit Katup Mitral

Keluhan dan gejala stenosis mitral akan mulai muncul bila luas area katup

mitral menurun sampai seperdua dari normal (<2-2,5 cm2). Hubungan

antara gradien dan luasnya area katup serta waktu pembukaan katup mitral

dapat dilihat pada tabel berikut:

TABEL

Dengan bertambah sempitnya area mitral maka tekanan atrium kiri akan

meningkat bersamaan dengan progresi keluhan. Apabila area mitral <1

cm2 yang berupa stenosis mitral berat maka akan terjadi limitasi dalam

aktifitas.

Manifestasi Klinis

Kebanyakan penderita mitral stenosis bebas keluhan dan biasanya keluhan

utama berupa sesak napas dan dapat juga berupa fatigue. Pada stenosis

mitral yang bermakna dapat mengalami sesak pada aktifitas sehari-hari,

paroksismal nokturnal dispnea, ortopnea atau oedema paru.

Aritmia atrial berupa fibrilasi atrium juga merupakan kejadian yang sering

terjadi pada stenosis mitral, yaitu 30-40%. Sering terjadi pada usia yang

lebih lanjut atau distensi atrium yang akan merubah sifat elektrofisiologi

dari atrium kiri, dan hal ini tidak berhubungan dengan derajat stenosis.

Manifestasi klinis dapat juga berupa komplikasi stenosis mitral seperti

tromboemboli, infektif endokarditis atau simtomatis karena kompresi

akibat besarnya atrium kiri seperti disfagia dan suara serak.

Diagnosis

Diagnosis dari mitral stenosis ditegakkan dari riwayat penyakit,

pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang seperti foto thoraks,

elektrokardiografi (EKG) atau ekokardiografi. Dari riwayat penyakit

biasanya didapatkan adanya:

a. Riwayat demam rematik sebelumnya, walaupun sebagian besar

penderita menyangkalnya.

b. Dyspneu d’effort.

c. Paroksismal nokturnal dispnea.

4

Page 5: DT Penyakit Katup Mitral

d. Aktifitas yang memicu kelelahan.

e. Hemoptisis.

f. Nyeri dada.

g. Palpitasi.

Sedangkan dari pemeriksaan fisik didapatkan:

a. Sianosis perifer dan wajah.

b. Opening snap.

c. Diastolic rumble.

d. Distensi vena jugularis.

e. Respiratory distress.

f. Digital clubbing.

g. Systemic embolization.

h. Tanda-tanda kegagalan jantung kanan seperti asites, hepatomegali

dan edem perifer.

Dari pemeriksaan foto thoraks, didapatkan pembesaran atrium kiri serta

pembesaran arteri pulmonalis, penonjolan vena pulmonalis dan tanda-

tanda bendungan pada lapangan paru.

Dari pemeriksaan EKG dapat terlihat adanya gelombang P mitral berupa

takik pada gelombang P dengan gambaran QRS kompleks yang normal.

Pada tahap lebih lanjut dapat terlihat perubahan aksis frontal yang bergeser

ke kanan dan kemudian akan terlihat gambaran RS pada hantaran

prekordial kanan.

Dari pemeriksaan ekokardiografi akan memperlihatkan:

a. E-F slope mengecil dari anterior leaflets katup mitral, dengan

menghilangnya gelombang a,

b. Berkurangnya permukaan katup mitral,

c. Berubahnya pergerakan katup posterior,

d. Penebalan katup akibat fibrosis dan multiple mitral valve echo

akibat kalsifikasi.

Penatalaksanaan

5

Page 6: DT Penyakit Katup Mitral

Stenosis mitral merupakan kelainan mekanis, oleh karena itu obat-obatan

hanya bersifat suportif atau simtomatis terhadap gangguan fungsional

jantung, atau pencegahan terhadap infeksi. Beberapa obat-obatan seperti

antibiotik golongan penisilin, eritromisin, sefalosporin sering digunakan

untuk demam rematik atau pencegahan endokardirtis. Obat-obatan

inotropik negatif seperti ßblocker atau Ca-blocker, dapat memberi manfaat

pada pasien dengan irama sinus yang memberi keluhan pada saat frekuensi

jantung meningkat seperti pada latihan.

Fibrilasi atrium pada stenosis mitral muncul akibat hemodinamik yang

bermakna akibat hilangnya kontribusi atrium terhadap pengisian ventrikel

serta frekuensi ventrikel yang cepat. Pada keadaan ini pemakaian digitalis

merupakan indikasi, dapat dikombinasikan dengan penyekat beta atau

antagonis kalsium.

Antikoagulan warfarin sebaiknya digunakan pada stenosis mitral dengan

fibrilasi atrium atau irama sinus dengan kecenderungan pembentukan

trombus untuk mencegah fenomena tromboemboli.

Valvotomi mitral perkutan dengan balon, pertama kali diperkenalkan oleh

Inoue pada tahun 1984 dan pada tahun 1994 diterima sebagai prosedur

klinik.

Mulanya dilakukan dengan dua balon, tetapi akhir-akhir ini dengan

perkembangan

dalam teknik pembuatan balon, prosedur valvotomi cukup memuaskan

dengan

prosedur satu balon.1

Intervensi bedah, reparasi atau ganti katup (komisurotomi) pertama kali

diajukan oleh Brunton pada tahun 1902 dan berhasil pertama kali pada

tahun

1920. Akhir-akhir ini komisurotomi bedah dilakukan secara terbuka

karena

adanya mesin jantung-paru. Dengan cara ini katup terlihat jelas antara

pemisahan

6

Page 7: DT Penyakit Katup Mitral

komisura, atau korda, otot papilaris, serta pembersihan kalsifikasi dapat

dilakukan

dengan lebih baik. Juga dapat ditentukan tindakan yang akan diambil

apakah itu

reparasi atau penggantian katup mitral dengan protesa.1

Indikasi untuk dilakukannya operasi adalah sebagai berikut:2

Stenosis sedang sampai berat, dilihat dari beratnya stenosis (<1,7 cm2)

dan

keluhan,

Stenosis mitral dengan hipertensi pulmonal,

Stenosis mitral dengan resiko tinggi terhadap timbulnya emboli, seperti:

- Usia tua dengan fibrilasi atrium,

- Pernah mengalami emboli sistemik,

- Pembesaran yang nyata dari appendage atrium kiri.

Jenis operasi yang dapat dilakukan, yaitu:2

1. Closed mitral commissurotomy, yaitu pada pasien tanpa komplikasi, 2.

Open commissurotomy (open mitral valvotomy), dipilih apabila ingin

dilihat dengan jelas keadaan katup mitral dan apabila diduga adanya

trombus di dalam atrium,

3. Mitral valve replacement, biasa dilakukan apabila stenosis mitral

disertai

regurgitasi dan kalsifikasi katup mitral yang jelas.

Sesuai dengan petunjuk dari American Collage of Cardiology/American

Heart Association (ACC/AHA) dipakai klasifikasi indikasi diagnosis

prosedur

terapi sebagai berikut:1

1. Klas I: keadaan dimana terdapat bukti atau kesepakatan umum bahwa

prosedur atau pengobatan itu bermanfaat dan efektif,

2. Klas II: keadaan dimana terdapat perbedaan pendapat tentang manfaat

atau

efikasi dari suatu prosedur atau pengobatan,

7

Page 8: DT Penyakit Katup Mitral

a. II.a. Bukti atau pendapat lebih ke arah bermanfaat atau efektif,

b. II.b. Kurang/tidak terdapatnya bukti atau pendapat adanya

menfaat atau efikasi.

3. Klas III: keadaan dimana terdapat bukti atau kesepakatan umum bahwa

prosedur atau pengobatan itu tidak bermanfaat bahkan pada beberapa

kasus berbahaya.

Prognosis

Apabila timbul atrium fibrilasi prognosisnya kurang baik (25% angka

harapan hidup 10 tahun) dibandingkan pada kelompok irama sinus (46%

angka

harapan hidup 10 tahun). Hal ini dikarenakan angka resiko terjadinya

emboli

arterial secara bermakna meningkat pada atrium fibrilasi.1

8

Page 9: DT Penyakit Katup Mitral

REGURGITASI MITRAL

Gejala klinik mitral regurgitasi

· Pasien dengan mitral regurgitasi kronik derajat ringan-sedang biasanya

asimtomatik, hal ini dikarenakan adanya overload darah di ventrikel kiri

ditoleransi

dengan baik.

· Fatigue, dyspnoe d’effort, orthopnea, dan palpitasi merupakan gejala

yang

sering ditemukan pada pasien dengan mitral regurgitasi kronik yang berat.

Palpitasi

dapat merupakan gejala awal dari atrial fibrilasi.

Pemeriksaan Fisik

· Tekanan arteri biasanya normal.

· Pada apex jantung dapat dirasakan adanya systolic thrill.

· Iktus kordis mengalami lateralisasi.

Auskultasi

· S1 secara general tidak terdengar, lembut, ataupun tertutup suara murmur

holosystolic.

· Katup aorta dapat menutup secara prematur yang menyebabkan splitting

yang

lebar pada S2.

· S3 nada rendah terdengar sekitar 0.12-0.17 detik setelah suara katup

aorta

menutup.

· Dapat ditemukan adanya middiastolic murmur.

· Murmur holosistolik sedikitnya pada derajat III/VI adalah karakteristik

utama

9

Page 10: DT Penyakit Katup Mitral

pada auskutasi mitral regurgitasi kronik yang berat. biasanya paling

terdengar pada

bagian axilla yang menjalar ke arah axilla

Penatalaksanaan

· Medikamentosa

Warfarin dapat diberikan bila terdapat atrial fibrilasi dengan target INR 2-

3.

Kardioversi dapat dilakukan dengan defibrilator ataupun obat-obatan anti

aritmia.

Bila terdapat tanda-tanda kegagalan jantung dapat digunakan diuretik, β-

blockers,

ACE inhibitors ataupun digitalis.

Terapi pembedahan

· Pembedahan pada pasien dengan regurgitasi katup mitral kronik yang

berat

dapat dibedakan antara rekontruksi perbaikan (repair) katup dan

penggantian

(replacement) katup. Rekonstruksi katup menggunakan teknik

valvuloplasti

untuk memperbaiki katup yang bermasalah dengan menginsersikan cincin

annuloplasty, rekontruksi katup memberikan efek samping jangka panjang

seperti tromboemboli dan perdarahan yang lebih kecil jika dibandingkan

dengan penggantian katup.

· Indikasi dilakukannya pembedahan katup mitral adalah adanya NYHA

kelas

III dan IV, atrial fibrilasi yang sering berulang, hipertensi pulmonal

(tekanan

arteri pulmonaris 50 mmHg saat istirahat atau 60 mmHg saat beraktivitas).

Juga pada pasien dengan disfungsi ventrikel kiri yang progresif dangan

LVEF

kurang dari 60% dan atau end-systolic cavity dimension pada

10

Page 11: DT Penyakit Katup Mitral

echocardiography meningkat sekitar 40mm. Umumnya valvuloplasty pada

pasien berusia kurang dari 75 tahun tanpa penyakit penyerta berhasil baik,

dengan angka kematian saat operasi kurang dari 1% (Fauci, 2008).

Mitral Regurgitation(www.heart-valve-surgery.com)

11

Page 12: DT Penyakit Katup Mitral

Terapi regurgitasi mitral

(Fauci, 2008)

Keterangan:

MV : mitral valve HT : hypertension

MVR : mitral valve replacement LV : left ventricular

EF : ejection fraction ESD : end-systolic dimension

Abdullah Siregar. 2008. Demam Rematik dan Penyakit Jantung Rematik.

http://www.usu.ac.id/id/files/pidato/ppgb/2008/

ppgb_2008_afif_siregar.pdf

Aru Sudoyo, Bambang Setiyohadi, Idrus, Marcellus, Siti Setiati. 2006.

Buku Ajar

12

Page 13: DT Penyakit Katup Mitral

Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta : Fakultas Kedokteran

Universitas

Indonesia

Binotto MA, Guilherme L, Tanaka .2002. Rheumatic Fever.

.http://www.sahha.gov.mt/pages.aspx?page=511

Chin, Thomas K. 2006. Emedicine : Rheumatic Heart Disease.

http://faculty.ksu.edu.sa/Jarallah/Pediatric%20Cardiology/Rheumatic

%20heart

%20diseases.pdf

Fauci, Braunwald, Kasper, Hauser, Longo, Jameson, et al. 2008. Valvular

Heart

Disease in Harrison’s Internal Medicine. 17th edition.

Ganesja Harimurti. 1996. Demam Rematik. Buku Ajar Kardiologi. Balai

penerbit

FKUI: Jakarta

Gray H, Dawkins K, Morgan J, Simpson I.2005. Penyakit Katup Jantung

dalam

Lecture Notes Kardiologi. Edisi Keempat. Jakarta : Erlangga

Meador R., 2009., Acute Rheumatic Fever., Texas Health Science center;

San

Antoniohttp://emedicine.medscape.com/article/333103

Parillo S., 2010., Rheumatic Fever; Philadelphia

http://emedicine.medscape.

com/article/808945

Poestika Sastroamidjojo., Sarodja RM., 1998. Demam Rematik Akut.

Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam. Balai penerbit FKUI: Jakarta

13

Page 14: DT Penyakit Katup Mitral

DAFTAR PUSTAKA

1. Majid A. Penyakit Jantung Koroner: Patofisiologi, Pencegahan dan

Pengobatan Terkini. Medan: Fakultas Kedokteran Universitas Sumatra Utara,

2007.

2. Santoso M & Setiawan T. Penyakit Jantung Koroner. Jakarta: Fakultas

Kedokteran Ukrida, 2005.

3. Price SA. & Wilson LM. Patofisologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.

Vol 1. Edisi 6. Alih bahasa : Brahm U. Pendit, dkk. Jakarta: EGC, 2006.

4. Djohan TBA. Penyakit Jantung Koroner dan Hipertensi. Medan: Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatra Utara, 2004.

5. Kabo P. Bagaimana Menggunakan Obat-Obat Kardiovaskular Secara

Rasional. Jakarta: FKUI, 2010.

14

Page 15: DT Penyakit Katup Mitral

6. Haru S, Alwi I. Infark Miokard Akut Tanpa Elevasi ST. Di dalam: Buku Ajar

Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2007.

7. Kusmana D & Moechtar H. Patofisiologi Penyakit Jantung Koroner. Di

dalam: Buku Ajar Kardiologi. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2004.

8. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Buku Ajar Patologi. Ed ke-7. Jakarta:

EGC, 2007.

9. Rahman AM. Angina Pektoris Stabil. Di dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam. Ed ke-4. Jakarta: FKUI, 2007.

10. Hanafiah A. Angina Pektoris. Di dalam: Buku Ajar Kardiologi. Jakarta: Balai

Penerbit FKUI, 2004.

11. Fox K, Chairperson, Garcia MAA. Guidelines on the management of stable

angina pectoris: The Task Force on the Management of Stable Angina

Pectoris of

the European Society of Cardiology. The European Society of Cardiology. Eur

Heart J doi:10.1093. 2006. Accessed 01 Maret 2012.

12. Scottish Intercollegiate Guidelines Network. Management of stable angina: A

national clinical guideline. Edinburg: NHS, 2007.

13. Trisnohadi HR. Angina Pektoris Tak Stabil. Di dalam: Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2007.

14. Hamm C, Bassand JC, Agewall S. ESC Guidelines for the management of

acute coronary syndromes in patients presenting without persistent ST-

segment elevation. European Heart Journal (2011) 32, 2999–3054. Accessed

28 January 2012.

15. Idrus A. Infark Miokard Akut dengan Elevasi ST. Di dalam: Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2007.

15