document 1

22
Interpretasi Hasil Analisa Gas Darah (AGD) Oleh Rahmat Setiadi Pengambilan Darah Arteri Interpretasi Hasil Analisa Gas Darah (AGD) Interpretasi Hasil Analisa Gas Darah (AGD) dilakukan untuk evaluasi pertukaran oksigen dan karbon dioksida dan untuk mengetahui status asam basa. Pemeriksaan dan Interpretasi Hasil Analisa Gas Darah (AGD) ini dapat dilakukan pada pembuluh darah arteri untuk melihat keadaan pH, paCO2, paO2, dan SaO2. Indikasi Umum : 1. Abnormalitas Pertukaran Gas o Penyakit paru akut dan kronis o Gagal nafas akut o Penyakit Jantung o Pemeriksaan Keadaan Pulmoner (rest dan exercise) 2. Gangguan Asam Basa o Asidosis metabolik o Alkalosis metabolik

Upload: nuroktavin

Post on 16-Jan-2016

12 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

TUGAS

TRANSCRIPT

Page 1: Document 1

Interpretasi Hasil Analisa Gas Darah (AGD)

Oleh Rahmat Setiadi

Pengambilan Darah Arteri

Interpretasi Hasil Analisa Gas Darah (AGD)

Interpretasi Hasil Analisa Gas Darah (AGD) dilakukan untuk evaluasi pertukaran oksigen dan karbon dioksida dan untuk mengetahui status asam basa. Pemeriksaan dan Interpretasi Hasil Analisa Gas Darah (AGD) ini dapat dilakukan pada pembuluh darah arteri untuk melihat keadaan pH, paCO2, paO2, dan SaO2.

Indikasi Umum :

1. Abnormalitas Pertukaran Gaso Penyakit paru akut dan kroniso Gagal nafas akuto Penyakit Jantungo Pemeriksaan Keadaan Pulmoner (rest dan exercise)

2. Gangguan Asam Basa

o Asidosis metaboliko Alkalosis metabolik 

Interpretasi Hasil Analisa Gas Darah (AGD)

A.  Interpretasi Hasil Pemeriksaan pH

Serum pH menggambarkan keseimbangan asam basa dalam tubuh. Sumber ion hidrogen dalam tubuh meliputi asam volatil dan campuran asam (seperti asam laktat dan asam keto).

Nilai normal pH serum :

Page 2: Document 1

Nilai normal     : 7.35 - 7.45 Nilai kritis       :  < 7.25 - 7.55

Implikasi Klinik

1. Umumnya nilai pH akan menurun dalam keadaan asidemia (peningkatan pembentukan asam)

2. Umumnya nilai pH meningkat dalam keadaan alkalemia (kehilangan asam)

3. Bila melakukan evaluasi nilai pH, sebaiknya PaCO2 dan HCO3 diketahui juga untuk memperkirakan komponen pernafasan atau metabolik yang mempengaruhi status asam basa

B.  Interpretasi Hasil Tekanan Parsial Karbon Dioksida (PaCO2 )

PaCO2 menggambarkan tekanan yang dihasilkan oleh CO2 kyang terlarut dalam plasma. Dapat digunakan untuk menetukan efektifitas ventilasi dan keadaan asam basa dalam darah.

Nilai Normal   : 35 - 45 mmHg         SI     : 4.7 - 6.0 kPa

Implikasi Klinik :

1. Penurunan nilai PaCO2 dapat terjadi pada hipoksia, anxiety/ nervousness dan emboli paru. Nilai kurang dari 20 mmHg perlu mendapatkan perhatiaan khusus.

2. Peningkatan nilai PaCO2 dapat terjadi pada gangguan paru atau penurunan fungsi pusat pernafasan. Nilai PaCO2  > 60 mmHg perlu mendapat perhatian khusus.

3. Umumnya peningkatan PaCO2 dapat terjadi pada hipoventilasi sedangkan penurunan nilai menunjukkan hiperventilasi.

4. Biasanya penurunan 1 mEq HCO3 akan menurunkan tekanan PaCO2 sebesar 1.3 mmHg.

C.  Interpretasi Hasil Tekanan Parsial Oksigen (PaO2 )

PaO2 adalah ukuran tekanan parsial yang dihasilkan oleh sejumlah oksigen yang terlarut dalam plasma. Nilai ini menunjukkan kemampuan paru-paru dalam menyediakan oksigen bagi darah.

Nilai Normal (suhu kamar, tergantung umur) ; 75 - 100 mmHg      SI   : 10 - 13.3 kPa

Implikasi Klinik

Page 3: Document 1

1. Penurunan nilai PaO2 dapat terjadi pada penyakit paru obstruksi kronik (PPOK), penyakit obstruksi paru, anemia, hipoventilasi akibat gangguan fisik atau neoromuskular dan gangguan fungsi jantung. Nilai PaO2 kurang dari 40 mmHg perlu mendapatkan perhatian khusus.

2. Peningkatan nilai PaO2 dapat terjadi pada peningkatan penghantaran O2 oleh alat bantu (contoh; nasal prongs, alat ventilasi mekanik) hiperventilasi dan polisitemia (peningkatan sel darah merah dan daya angkut oksigen)

D.  Interpretasi Hasil Saturasi Oksigen (SaO2)

Jumlah oksigen yang diangkut oleh hemoglobin, ditulis sebagai persentasi total oksigen yang terikat pada hemoglobin.

Nilai Normal   : 95 - 99 % O2

Implikasi Klinik

1. Saturasi oksigen digunakan untuk mengevaluasi kadar oksigenasi hemoglobin dan kecakupan oksigen pada jaringan

2. tekanan parsial oksigen yang terlarut di plasma menggambarkan jumlah oksigen yang terikat pada hemoglobin sebagai ion bikarbonat 

E.  Interpretasi Hasil Pemeriksaan Karbon Dioksida (CO2)

Dalam plasma normal, 95% dari total CO2 terdapat sebagai ion bikarbonat, 5% sebagai larutan gas CO2 terlarut dan asam karbonat. Kandungan CO2 plasma terutama adalah bikarbonat, suatu larutan yang bersifat basa dan diatur oleh ginjal. Gas CO2 yang larut ini terutama bersifat asam dan diatur oleh paru-paru. Oleh karena itu nilai CO2 plasma menunjukkan konsentrasi bikarbonat.

Nilai Normal Karbon Dioksida (CO2)    : 22 - 32 mEq/L      SI    : 22 - 32 mmol/L

Kandungan CO2 plasma terutama adalah bikarbonat, suatu larutan yang bersifat basa dan diatur oleh ginjal. Gas CO2 yang larut ini terutama yang bersifat asam dan diatur oleh paru-paru. oleh karena itu nilai CO2 plasma menunjukkan konsentrasi bikarbonat.

Implikasi Klinik :

1. Peningkatan kadar CO2 dapat terjadi pada muntah yang parah, emfisema, dan aldosteronisme

2. Penurunan kadar CO2 dapat terjadi pada gagal ginjal akut, diabetik asidosis dan hiperventilasi

Page 4: Document 1

3. Peningkatan dan penurunan dapat terjadi pada penggunaan nitrofurantoin

F.Anion Gap (AG)

Anion gap digunakan untuk mendiagnosis asidosis metabolik. Perhitungan menggunakan elektrolit yang tersedia dapat membantu perhitungan kation dan anion yang tidak terukur. Kation dan anion yang tidak terukur termasuk Ca+ dan Mg2+. Anion yang tidak terukur meliputi protein, posfat sulfat dan asam organik. Anion gap dapat dihitung menggunakan dua pendekatan yang berbeda.

Na+  -  (Cl-    +    HCO3)   atau Na   +   K  -  (Cl + HCO3) = AG

Nilai Normal Pemeriksaan Anion Gap : 13 - 17 mEq/L

Implikasi Klinik

1. Nilai anion gap yang tinggi (dengan pH tinggi) menunjukkan penciutan volume ekstraseluler atau pada pemberian penisilin dosis besar.

2. Anion gap yang tinggi dengan pH rendah merupakan manifestasi dari keadaan yang sering dinyatakan dengan singkatan "MULEPAK" yaitu akibat asupan metanoll, uremia, asidosis laktat, etilen glikol, paraldehid, intoksikasi aspirin dan ketoasidosis.

3. Anion gap rendah dapat terjadi pada hipoalbuminemia, dilution, hipernatremia, hiperkalsemia yang terlihat atau toksisitas litium.

4. Anion gap yang normal dapat terjadi pada metabolik asidosis akibat diare, asidoses tubular ginjal atau hiperkalsemia.

Tag : Kimia Darah, Kimia Klinik

Page 5: Document 1

ANALISA GAS DARAH

BAB IPENDAHULUAN

Analisa Gas Darah (AGD) merupakan pemeriksaan untuk mengukur keasaman

(pH), jumlah oksigen, dan karbondioksida dalam darah. Pemeriksaan ini digunakan untuk

menilai fungsi kerja paru-paru dalam menghantarkan oksigen ke dalam sirkulasi darah dan

mengambil karbondioksida dalam darah. Analisa gas darah meliputi PO2, PCO3, pH, HCO3,

dan saturasi O2.

Pada pemeriksaan Analisa Gas Darah (AGD) , cara pengambilan sampel

darah arteri harus diperhatikan, sebab pada pengambilan darah arteri resiko komplikasi lebih

berbahaya daripada pengambilan darah vena (venipuncture) maupun skinpuncture. Oleh

sebab itu seorang analis (plebotomis) harus mengerti tentang indikasi pengambilan darah

arteri, kontra indikasi pengambilan darah arteri, persiapan alat yang akan digunakan, Alat

Perlindungan Diri (APD) bagi plebotomis, dan yang paling penting adalah mengerti dimana

letak pengambilan darah arteri. Semua bagian tersebut akan dijelaskan pada bagian II tentang

pembahasan.

 

BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Analisa Gas Darah

Analisa Gas Darah adalah suatu pemeriksaan melalui darah arteri dengan tujuan

mengetahui keseimbangan asam dan basa dalam tubuh, mengetahui kadar oksigen dalam

tubuh dan mengetahui kadar karbondioksida dalam tubuh.

B. Indikasi Analisa Gas Darah

Page 6: Document 1

Indikasi dilakukannya pemeriksaan Analisa Gas Darah (AGD) yaitu :

                                 1.         Pasien dengan penyakit obstruksi paru kronik

penyakit paru obstruktif kronis yang ditandai dengan adanya hambatan aliran udara pada

saluran napas yang bersifat progresif non reversible ataupun reversible parsial.

Terdiri dari 2 macam jenis yaitu bronchitis kronis dan emfisema, tetapi bisa juga gabungan

antar keduanya.

                                 2.         Pasien dengan edema pulmo

Pulmonary edema terjadi ketika alveoli dipenuhi dengan kelebihan cairan yang merembes

keluar dari pembuluh-pembuluh darah dalam paru sebagai gantinya udara. Ini dapat

menyebabkan persoalan-persoalan dengan pertukaran gas (oksigen dan karbon dioksida),

berakibat pada kesulitan bernapas dan pengoksigenan darah yang buruk. Adakalanya, ini

dapat dirujuk sebagai "air dalam paru-paru" ketika menggambarkan kondisi ini pada pasien-

pasien.

Pulmonary edema dapat disebabkan oleh banyak faktor-faktor yang berbeda. Ia dapat

dihubungkan pada gagal jantung, disebut cardiogenic pulmonary edema, atau dihubungkan

pada sebab-sebab lain, dirujuk sebagai non-cardiogenic pulmonary edema.

                                 3.         Pasien akut respiratori distress sindrom (ARDS)

ARDS terjadi sebagai akibat cedera atau trauma pada membran alveolar kapiler yang

mengakibatkan kebocoran cairan kedalam ruang interstisiel alveolar dan perubahan

dalarn jaring- jaring kapiler , terdapat ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi yang jelas

akibat-akibat kerusakan pertukaran gas dan pengalihan ekstansif darah dalam paru-.paru.

ARDS menyebabkan penurunan dalam pembentukan surfaktan , yang mengarah pada kolaps

alveolar . Komplians paru menjadi sangat menurun atau paru- paru menjadi kaku akibatnya

adalah penurunan karakteristik dalam kapasitas residual fungsional, hipoksia berat dan

hipokapnia ( Brunner & Suddart 616).

                                 4.         Infark miokard

Infark miokard adalah perkembangan cepat dari nekrosis otot jantung yang disebabkan oleh

ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen (Fenton, 2009). Klinis sangat

mencemaskan karena sering berupa serangan mendadak umumya pada pria 35-55 tahun,

tanpa gejala pendahuluan (Santoso, 2005).

                                 5.         Pneumonia

Page 7: Document 1

Pneumonia merupakan penyakit dari paru-paru dan sistem dimana alveoli(mikroskopik udara

mengisi kantong dari paru yang bertanggung jawab untuk menyerap oksigen dari atmosfer)

menjadi radang dan dengan penimbunan cairan.Pneumonia disebabkan oleh berbagai macam

sebab,meliputi infeksi karena bakteri,virus,jamur atau parasit. Pneumonia juga dapat terjadi

karena bahan kimia atau kerusakan fisik dari paru-paru, atau secara tak langsung dari

penyakit lain seperti kanker paru atau penggunaan alkohol.

                                 6.         Pasien syok

Syok merupakan suatu sindrom klinik yang terjadi jika sirkulasi darah arteri tidak adekuat untuk memenuhi

kebutuhan metabolisme jaringan. Perfusi jaringan yang adekuat tergantung pada 3 faktor utama, yaitu curah

jantung, volume darah, dan pembuluh darah. Jika salah satu dari ketiga faktor penentu ini kacau

dan faktor lain tidak dapat melakukan kompensasi maka akan terjadi syok. Pada syok juga terjadi

hipoperfusi jaringan yang menyebabkan gangguan nutrisi dan metabolism sel sehingga seringkali

menyebabkan kematian pada pasien.

                                 7.         Post pembedahan coronary arteri baypass

Coronary Artery Bypass Graft adalah terjadinya suatu respon inflamasi sistemik pada derajat

tertentu dimana hal tersebut ditandai dengan hipotensi yang menetap, demam yang bukan

disebabkan karena infeksi, DIC, oedem jaringan yang luas, dan kegagalan beberapa organ

tubuh. Penyebab inflamasi sistemik ini dapat disebabkan oleh suatu respon banyak hal, antara

lain oleh karena penggunaan Cardiopulmonary Bypass (Surahman, 2010).

                                 8.         Resusitasi cardiac arrest

Penyebab utama dari cardiac arrest adalah aritmia, yang dicetuskan oleh beberapa

faktor,diantaranya penyakit jantung koroner, stress fisik (perdarahan yang banyak, sengatan

listrik,kekurangan oksigen akibat tersedak, tenggelam ataupun serangan asma yang berat),

kelainan bawaan, perubahan struktur jantung (akibat penyakit katup atau otot jantung) dan

obat-obatan.Penyebab lain cardiac arrest adalah tamponade jantung dan tension

pneumothorax. Sebagai akibat dari henti jantung, peredaran darah akan berhenti. Berhentinya

peredaran darahmencegah aliran oksigen untuk semua organ tubuh. Organ-organ tubuh akan

mulai berhenti berfungsi akibat tidak adanya suplai oksigen, termasuk otak. Hypoxia cerebral

atau ketiadaan oksigen ke otak, menyebabkan korban kehilangan kesadaran dan berhenti

bernapas normal.Kerusakan otak mungkin terjadi jika cardiac arrest tidak ditangani dalam

5 menit dan selanjutnyaakan terjadi kematian dalam 10 menit. Jika cardiac arrest dapat

dideteksi dan ditangani dengansegera, kerusakan organ yang serius seperti kerusakan otak,

ataupun kematian mungkin bisa dicegah.

Page 8: Document 1

C. Kontra Indikasi Analisa Gas Darah

                                 1.         Denyut arteri tidak terasa, pada pasien yang mengalami koma (Irwin & Hippe,

2010).

                                 2.         Modifikasi Allen tes negatif , apabila test Allen negative tetapi tetap dipaksa

untuk dilakukan pengambilan darah arteri lewat arteri radialis, maka akan terjadi thrombosis

dan beresiko mengganggu viabilitas tangan.

                                 3.         Selulitis atau adanya infeksi terbuka atau penyakit pembuluh darah perifer pada

tempat yang akan diperiksa

                                 4.         Adanya koagulopati (gangguan pembekuan) atau pengobatan

denganantikoagulan dosis sedang dan tinggi merupakan kontraindikasi relatif.

D. Alat dan Bahan untuk Pengambilan Darah Arteri

Alat dan bahan yang dibutuhkan untuk pengambilan darah arteri antara lain :

                                 1.         Disposible Spuit 2,5 cc, jarum ukuran 23 G/ 25 G

                                 2.         Penutup jarum khusus atau gabus

Mencegah kontaminasi dengan udara bebas. Udara bebas dapat mempengaruhi nilai O2 dalam

AGD arteri.

                                 3.         Nierbeken/Bengkok

Digunakan untuk membuang kapas bekas pakai.

                                 4.         Anticoagulant Heparin

Untuk mencegah darah membeku.

                                 5.         Alcohol swabs ( kapas Alkohol )

Merupakan bahan dari wool atau kapas yang mudah menyerap dan dibasahi dengan antiseptic

berupa etil alkohol. Tujuan penggunaan kapas alkohol adalah untuk menghilangkan kotoran

yang dapat mengganggu pengamatan letak vena sekaligus mensterilkan area penusukan agar

resiko infeksi bisa ditekan.

                                 6.         Plester

Digunakan untuk fiksasi akhir penutupan luka bekas plebotomi, sehingga membantu proses penyembuhan luka dan mencegah adanya infeksi akibat perlukaan atau trauma akibat penusukan.

                                 7.         Kain pengalas

Untuk memberi kenyamanan pada pasien saat plebotomis melakukan pengambilan darah

vena.

Page 9: Document 1

                                 8.         Tempat berisi es batu

Bila laboratorium jauh, maka specimen darah arteri harus dimasukkan kedalam tempat berisi

es batu sebab suhu yang rendah akan menurunkan metabolism sel darah yang mungkin

merubah nilai pH, PCO2, PO2, HCO3-.

                                 9.         Tempat sampah khusus needle

Tempat untuk membuang needle yang sudah dipakai untuk mengurangi kontaminasi pasien

satu dengan pasien yang lain.

E. Antikoagulan yang Digunakan

Antikoagulan yang digunakan dalam pengambilan darah arteri adalah heparin. Pemberian

heparin yang berlebiham akan menurunkan tekanan CO2.Antikoagulan dapat mendilusi

konsentrasi gas darah dalam tabung. Sedangkan pH tidak terpengaruh karena efek penurunan

CO2 terhadap pH dihambat oleh keasaman heparin.

F. Alat Perlindungan Diri (APD) untuk Petugas

Alat Perlindungan Diri (APD) yang harus digunakan seorang petugas (Plebotomis) yaitu

(Rohani, 2008) :

                                 1.         Jas Laboratorium

Pemakaian utama dari jas laboratorium adalah untuk melindungi pakaian petugas pelayanan

kesehatan. Jas laboratorium diperlukan sewaktu melakukan tindakan, bila baju tidak ingin

kotor.

                                 2.         Sarung Tangan (Handscoon)

Alat ini merupakan pembatas fisik terpenting untuk mencegah terjadi infeksi, tetapi harus

diganti setiap kontak dengan satu pasien ke pasien yang lainnya untuk mencegah kontaminasi

silang. Sarung tangan harus dipakai kalau menangani darah, duh tubuh, sekresi dan eksresi

(kecuali keringat). Petugas kesehatan (Plebotomis) menggunakan sarung tangan untuk tiga

alasan, yaitu:

a.       Mengurangi resiko petugas kesehatan terkena infeksi dari pasien.

b.      Mencegah penularan flora kulit petugas kepada pasien.

c.       Mengurangi kontaminasi tangan petugas kesehatan dengan mikroorganisme yang dapat

berpindah dari satu pasien ke pasien lain.

                                 3.         Masker

Page 10: Document 1

Masker digunakan untuk menahan cipratan yang keluar sewaktu petugas kesehatan atau

petugas bedah berbicara, batuk, bersin, dan juga mencegah ciprtan darah atau cairan tubuh

yang terkontaminasi masuk ke dalam hidung atau mulut petugas kesehatan.

                                 4.         Sepatu Laboratorium

Alas kaki/sepatu laboratorium dipakai untuk melindungi kaki dari perlukaaan oleh benda

tajam atau dari cairan yang jatuh atau menetes kaki. Sepatu bot dari karet atau kulit lebih

melindungi, tapi harus bersih dan bebas dari kontaminasi darah atau cairan tubuh lainnya.

                                 5.         Kap (penutup rambut)

Dipakai untuk menutup rambut dan kepala, tujuan utamanya adalah melindungi pemakainya

dari ciprtan darah dan cairan tubuh lainnya.

                                 6.         Pelindung Mata

Pelindung mata melindungi petugas kesehatan dari cipratan darah atau cairan tubuh lainnya

yang terkontaminasi dengan pelindung mata.

G. Lokasi Pengambilan Darah Arteri

                                 1.         Arteri Radialis dan Arteri Ulnaris (sebelumnya dilakukan allen’s test)

Test Allen’s merupakan uji penilaian terhadap sirkulasi darah di tangan, hal ini dilakukan

dengan cara yaitu: pasien diminta untuk mengepalkan tangannya, kemudian berikan tekanan

pada arteri radialis dan arteri ulnaris selama beberapa menit, setelah itu minta pasien unutk

membuka tangannya, lepaskan tekanan pada arteri, observasi warna jari-jari, ibu jari dan

tangan. Jari-jari dan tangan harus memerah dalam 15 detik, warnamerah menunjukkan test

allen’s positif. Apabila tekanan dilepas, tangan tetap pucat, menunjukkan test allen’s negatif.

Jika pemeriksaan negative, hindarkan tangan tersebut dan periksa tangan yang lain.

                                 2.         Arteri Dorsalis pedis

merupakan arteri pilihan ketiga jika arteri radialis dan ulnaris tidak bisa digunakan.

                                 3.         Arteri Brakialis

Merupakan arteri pilihan keempat karena lebih banyak resikonya bila terjadi obstruksi

pembuluh darah. Selain itu arteri femoralis terletak sangat dalam dan merupakan salah satu

pembuluh utama yang memperdarahi ekstremitas bawah.

                                 4.         Arteri Femoralis

merupakan pilihan terakhir apabila pada semua arteri diatas tidak dapat diambil. Bila terdapat

obstruksi pembuluh darah akan menghambat aliran darah ke seluruh tubuh / tungkai bawah

Page 11: Document 1

dan bila yang dapat mengakibatkan berlangsung lama dapat menyebabkan kematian jaringan.

Arteri femoralis berdekatan dengan vena besar, sehingga dapat terjadi percampuran antara

darah vena dan arteri.

Selain itu arteri femoralis terletak sangat dalam dan merupakan salah satu pembuluh utama

yang memperdarahi ekstremitas bawah.

Arteri Femoralis atau Brakialis sebaiknya jangan digunakan jika masih ada alternative lain

karena tidak memiliki sirkulasi kolateral yang cukup untuk mengatasi bila terjadi spasme atau

thrombosis. Sedangkan arteri temporalis atau axillaris sebaiknya tidak digunakan karena

adanya resiko emboli ke otak.

Page 12: Document 1

DAFTAR PUSTAKA

Surahman, Pengaruh Cardiopulmonar Bypass Terhadap Jumlah Leukosit Pada

Operasi Coronary Artery Bypass Graft, Jurnal Kedokteran, Mei 2010, Universita

Diponegoro

Pratiwi Anggi (2010). Pemeriksaan Gas Darah Arteri (Analisa Gas Darah). Diambil

dari http://www.scribd.com//. 6 Oktober 2012

Yusuf Muhammad (2009). Pemeriksaan Analisa Gas Darah (ASTRUP). Diambil dari

http://ysupazmy.blogspot.com// . 6 Oktober 2012

Silviana (2005). IMA (Infark Miokard Akuta). Diambil dari http://www.scribd.com// .

6 Oktober 2012

Afri (2009). Analisa Gas Darah. Diambil dari http://www.scribd.com// . 6 Oktober

2012

Widjijati (2010). Analisa Gas Darah Arteri. Diambil dari http://www.scribd.com// . 6

Oktober 2012

Page 13: Document 1

 6 LANGKAH MUDAH MEMBACA ANALISA GAS DARAH

Saat putaran di bangsal Dewasa/Umum seringkali saya mendapati hasil BGA (Blood Gas Analysis) atau dalam bahasa Indonesianya Analisa Gas Darah. Karena bingung membacanya saya browsing di internet dan ketemu 6 langkah mudah membaca analisa gas darah dari http://www.ed4nurses.com/resources. Terima  kasih sudah mengajarkannya kepadaku. Berikut 6 langkah mudah tadi :

1. Lihat pH

Langkah pertama adalah lihat pH. pH normal dari darah antara 7,35 – 7,45. Jika pH darah di bawah 7,35 berarti asidosis, dan jika di atas 7,45 berarti alkalosis.

2. Lihat CO2

Langkah kedua adalah lihat kadar pCO2. Kadar pCO2 normal adalah 35-45 mmHg. Di bawah 35 adalah alkalosis, di atas 45 asidosis.

3. Lihat HCO3

Langkah ketiga adalah lihat kadar HCO3. Kadar normal HCO3 adalah 22-26 mEq/L. Di bawah 22 adalah asidosis, dan di atas 26 alkalosis.

4. Bandingkan CO2 atau HCO3 dengan pH

Langkah selanjutnya adalah bandingkan kadar pCO2 atau HCO3 dengan pH untuk menentukan jenis kelainan asam basanya. Contohnya, jika pH asidosis dan CO2 asidosis, maka kelainannya disebabkan oleh sistem pernapasan, sehingga disebut asidosis respiratorik. Contoh lain jika pH alkalosis dan HCO3 alkalosis, maka kelainan asam basanya disebabkan oleh sistem metabolik (atau sistem renal) sehingga disebut metabolik alkalosis.

5. Apakah CO2 atau HCO3 berlawanan dengan pH

Langkah kelima adalah melihat apakah kadar pCO2 atau HCO3 berlawanan arah dengan pH. Apabila ada yang berlawanan, maka terdapat kompensasi dari salah satu sistem pernapasan atau metabolik. Contohnya jika pH asidosis, CO2 asidosis dan HCO3 alkalosis, CO2 cocok dengan pH sehingga kelainan primernya asidosis respiratorik. Sedangkan HCO3 berlawanan dengan pH menunjukkan adanya kompensasi dari sistem metabolik.

6. Lihat pO2 dan saturasi O2

Langkah terakhir adalah lihat kadar PaO2 (nilai normal 80-100 mmHg) dan O2 sat (nilai normal 95-100%). Jika di bawah normal maka menunjukkan terjadinya hipoksemia.

Untuk memudahkan mengingat mana yang searah dengan pH dan mana yang berlawanan, maka kita bisa menggunakan akronim ROME.

Respiratory Opposite : pCO2 di atas normal berarti pH semakin rendah (asidosis) dan sebaliknya.

Metabolic Equal : HCO3 di atas normal berarti pH semakin tinggi (alkalosis) dan sebaliknya.

Page 14: Document 1

Penjelasan langkah ke-5 tentang kompensasiKompensasi adalah usaha tubuh untuk menjaga homeostasis dengan mengoreksi pH. Sistem yang berlawanan akan melakukan hal ini.Komponen sistem pernafasan untuk menyeimbangkan pH adalah CO2 yang diproduksi melalui proses seluler dan dibuang oleh paru.Komponen sistem renal untuk menyeimbangkan pH adalah bikabonat (HCO3) yang dihasilkan ginjal. Ginjal juga mengontrol pH dengan mengeliminasi ion hidrogen (H+). Kedua sistem ini berinteraksi melalui formasi carbonic acid (H2CO3).Sistem pernafasan menyeimbangkan pH dengan meningkatkan atau mengurangi respiratory rate (RR), dengan cara memanipulasi level CO2. Nafas cepat dan dalam untuk mengeluarkan CO2, nafas pelan dan dangkal untuk menyimpan CO2.Jika pH imbalans karena gangguan sistem pernafasan, maka sistem renal akan mengoreksinya, demikian juga sebaliknya. Proses ini disebut kompensasi. Kompensasi mungkin tidak selalu komplit. Kompensasi yang komplit mengembalikan keseimbangan pH ke nilai normal. Kadang-kadang imbalans terlalu jauh untuk dikompensasi mengembalikan pH menjadi normal, ini disebut kompensasi parsial.

Contoh kasus :Hasil BGA : 

1. pH asidosis2. CO2 asidosis3. HCO3 normal4. CO2 sesuai pH sama-sama asidosis sehingga imbalans berupa respiratory acidosis5. HCO3 normal maka tidak ada kompensasi6. pO2 dan O2 sat rendah berarti hypoxemia

Page 15: Document 1

pemeriksaan AGD (Astrup) adalah pemeriksaan beberapa gas yang terlarut dalam darah arteri, bertujuan untuk mengetahui keseimbangan asam basa, kadar oksigen, kadar karbondioksida dan sebagainya dalam tubuh. Darah arteri biasanya diambil dari arteri radialis, brachialis atau femoralis.

Pemeriksaan gas darah arteri memungkinkan kita untuk mengetahui pH (dan juga keseimbangan asam basa), oksigenasi, kadar karbondioksida, kadar bikarbonat, saturasi oksigen, dan kelebihan atau kekurangan basa. Pemeriksaan gas darah arteri dan pH sudah secara luas digunakan sebagai pegangan dalam penatalaksanaan pasien-pasien penyakit berat baik yang akut maupun menahun. Pemeriksaan gas darah juga dapat menggambarkan hasil berbagai tindakan penunjang yang dilakukan, tetapi kita tidak dapat menegakkan suatu diagnosa hanya dari penilaian analisis gas darah dan keseimbangan asam basa saja. Karena itu hasil AGD harus dihubungkan dengan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, dan data-data laboratorium lainnya.

Pada dasarnya pH atau derajat keasaman darah tergantung pada konsentrasi ion H+ dan dapat dipertahankan dalam batas normal melalui 3 faktor, yaitu mekanisme penyangga kimia, pernapasan dan ginjal. Mekanisme pernapasan bekerja dengan menahan dalam darah atau melepas ke udara CO2 melalui ekspirasi.

Proses perubahan pH darah ada dua macam, yaitu proses perubahan yang bersifat metabolik (adanya perubahan konsentrasi bikarbonat [HCO3-] yang disebabkan gangguan metabolisme) dan yang bersifat respiratorik (adanya perubahan tekanan parsial CO2 yang disebabkan gangguan respirasi). Perubahan PaCO2 dan/atau HCO3- akan menyebabkan perubahan pH darah. Asidosis (pH turun di bawah normal) akan terjadi jika PaCO2 meningkat dan/atau bikarbonat menurun, sedangkan alkalosis terjadi bila sebaliknya.

Asidosis ada dua macam yaitu asidosis akut dan asidosis kronik, demikian juga halnya dengan alkalosis. Penggolongan asidosis atau alkalosis akut berdasarkan kejadiannya belum lama dan belum ada upaya tubuh untuk mengkompensasi perubahan pH darah, sedangkan kronik jika kejadiannya telah melampaui 48 jam dan telah ada upaya tubuh untuk mengkompensasi perubahan pH.

KESEIMBANGAN ASAM BASA

Satuan derajad keasaman adalah pH, nilainya berkisar antara 1,00 (asam) sampai 14,00 (basa) dengan nilai normal atau netral sebesar 7,00. Dalam ilmu kimia, nilai pH di bawah 7 disebut asidosis dan di atas 7 disebut alkalosis. Dalam tubuh manusia nilai normal pH berkisar antara 7,35 – 7,45, sedikit berbeda dengan ilmu kimia yang memasukkan nilai tersebut sebagai alkalosis. Disebut nilai normal pada tubuh karena pada kisaran pH tersebutlah segala proses dalam tubuh manusia bisa berjalan dengan normal. Agar pH bisa dipertahankan tetap dalam kisaran normal maka

Page 16: Document 1

keseimbangan asam basa dalam darah perlu dikendalikan dengan akurat karena perubahan yang sangat kecilpun dapat memberikan efek yang serius pada organ atau sistem.

Ada 3 mekanisme dalam tubuh kita yang berperan mengendalikan keseimbangan asam basa.

1. Ginjal berperan membuang kelebihan asam, sebagian besar dalam bentuk amonia. Ginjal mampu menentukan jumlah asam atau basa yang dibuang, biasanya berlangsung beberapa hari.

2. Tubuh memanfaatkan penyangga (buffer) pH dalam darah sebagai pelindung terhadap perubahan pH yang terjadi mendadak. Penyangga pH yang paling penting adalah bikarbonat. Bikarbonat (komponen basa) berada dalam keseimbangan dengan CO2 (komponen asam). Jika lebih banyak asam yang masuk ke dalam darah, maka akan dihasilkan lebih banyak bikarbonat dan lebih sedikit CO2. Sedang jika lebih banyak basa yang masuk ke aliran darah maka proses sebaliknya yang terjadi.

3. Pembuangan CO2. Proses metabolisme memproduksi CO2 yang akan dibawa darah menuju paru untuk dibuang. Pusat pernapasan di otak mengatur jumlah CO2 yang diekspirasi dengan cara mengendalikan kecepatan dan kedalaman pernapasan. Jika jumlah CO2 yang dibuang bertambah, kadar CO2 darah akan menurun dan selanjutnya pH menjadi basa. Proses sebaliknya akan terjadi jika jumlah CO2 yang dibuang berkurang dan pH bergeser ke arah asam. Pengaturan pengeluaran CO2 mampu mengatur pH darah dalam hitungan menit.

Bila terjadi kelainan pada satu atau lebih dari ketiga mekanisme tersebut maka pH darah akan bergeser dan keluar dari nilai normal menjadi asidosis atau alkalosis. Asidosis terjadi bila dalam darah terlalu banyak asam atau terlalu sedikit basa sehingga pH berkurang, bila terjadi sebaliknya akan terjadi alkalosis. Asidosis dan alkalosis bukan penyakit, namun akibat dari beberapa penyakit. Terjadinya pergeseran pH merupakan petunjuk adanya masalah metabolisme atau respirasi yang serius.

Asidosis dan alkalosis dikelompokkan menjadi metabolik dan respiratorik, tergantung pada penyebab utamanya. Kelainan pH metabolik disebabkan oleh ketidakimbangan pembentukan dan pembuangan asam dan basa oleh ginjal, sedang kelainan pH respiratorik disebabkan oleh gangguan di paru atau saluran napas.