diktat filsafat umum oleh _ as’ad afifi _ tasmin amin

Upload: ediyansyah-ediyansyah

Post on 06-Jul-2018

231 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/17/2019 Diktat Filsafat Umum Oleh _ as’Ad Afifi _ Tasmin Amin

    1/48

    2/29/2016 DIKTAT FILSAFAT UMUM Oleh : As’ad Afifi | TASMIN AMIN

    https://tasmienamien.wordpress.com/filsafat/diktat-filsafat-umum-oleh-asad-afifi/ 1/48

    TASMIN AMIN

    E-mail: [email protected]

    DIKTAT FILSAFAT UMUM Oleh : As’ad Afifi

    DASAR‑DASAR FILSAFAT

    1. Pengertian Filsafat

    Filsafat adalah studi tentang seluruh fenomena kehidupan dan pemikiran manusia secarakritis dan dijabarkan dalam konsep mendasar. Filsafat tidak didalami dengan melakukaneksperimen‑eksperimen dan percobaan‑percobaan, tetapi dengan mengutarakan masalahsecara persis, mencari solusi untuk itu, memberikan argumentasi dan alasan yang tepat untuksolusi tertentu. Akhir dari proses‑proses itu dimasukkan ke dalam sebuah proses dialektika.Untuk studi falsafi, mutlak diperlukan logika berpikir dan logika bahasa.

    Logika merupakan sebuah ilmu yang sama‑sama dipelajari dalam matematika dan filsafat. Halitu membuat filasafat menjadi sebuah ilmu yang pada sisi‑sisi tertentu berciri eksak disamping nuansa khas filsafat, yaitu spekulasi, keraguan, rasa penasaran dan ketertarikan.Filsafat juga bisa berarti perjalanan menuju sesuatu yang paling dalam, sesuatu yang biasanyatidak tersentuh oleh disiplin ilmu lain dengan sikap skeptis yang mempertanyakan segala hal.Secara harfiyah atau etimologi, filsafat berarti cinta kebijaksanaan dan kebenaran. Istilah ini

     berasal dari bahasa Yunani, yang merupakan katan majemuk dari Philia dan Sophia. MenurutPoedjawijatna filsafat berasal dari kata Arab yang erat hubungannya dengan bahasa Yunani,

     bahkan asalnya memang dari kata Yunani, yaitu philosophia, yang merupakan bentuk kata

    majemuk dari philo dan sophia. Philo berarti cinta atau keinginan dan karenanya berusahauntuk mencapai yang diinginkan itu. Sedangkan sophia berarti kebijakan (hikmah) ataukepandaian. Jadi filsafat adalah keinginan yang mendalam untuk mendapatkan kepandaianatau  cinta pada kebijakan.[1] Harun Nasution juga mengatakan bahwa filsafat berasal dari

     bahasa Arab, yaitu falsafa dengan wazan atau timbangan fa’lala, fa’lalah dan fi’lal. Kalimatisim atau kata benda dari kata falsafa ini adalah falsafah dan filsaf. Dalam bahasa Indonesia,lanjut Harun banyak terpakai kata filsafat, padahal bukan dari kata falsafah (Arab) dan bukanpula dari philosophy (Inggris), bahkan juga bukan merupakan gabungan dari dua kata fill(mengisi atau menempati) dalam bahasa Inggris dengan safah (jahil atau tidak berilmu) dalam

     bahasa Arab sehingga membentuk istilah filsafat.[2] Dalam bahasa Indonesia seseorang yangmendalami bidang falsafah disebut “filsuf”.Secara terminologi pengertian filsafat memang sangat beragam, baik dalam ungkapan maupuntitik tekannya. Menurut Poedjawijatna, filsafat adalah sejenis pengetahuan yang berusahamencari sebab yang sedalam‑dalamnya tentang segala sesuatu berdasarkan pikiran belaka.

     

    https://tasmienamien.wordpress.com/https://tasmienamien.wordpress.com/

  • 8/17/2019 Diktat Filsafat Umum Oleh _ as’Ad Afifi _ Tasmin Amin

    2/48

    2/29/2016 DIKTAT FILSAFAT UMUM Oleh : As’ad Afifi | TASMIN AMIN

    https://tasmienamien.wordpress.com/filsafat/diktat-filsafat-umum-oleh-asad-afifi/ 2/48

    Sementara Hasbullah Bakry, mengatakan bahwa filsafat adalah sejenis pengetahuan yang

    menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam mengenai ketuhanan, alam semesta danmanusia. Plato mendefinisikan filsafat adalah pengetahuan yang berminat mencapaikebenaran asli (hakiki), dan kata Aristoteles filsafat adalah peengetahuan yang meliputikebenaran yang tergabung di dalamnya metafisika, logika, retorika, ekonomi, politik danestetika. Selanjutnya, menurut Immanuel Kant filsafat adalah pengetahuan yang menjadipokok pangkal segala pengetahuan yang tercakup di dalamnya empat persoalan, yaitu : (a)

    apa yang dapat diketahui, jawabannya adalah metafisika, (b) apa yang seharusnya diketahui,awabannya adalah etika, (c) sampai di mana harapan kita, jawabannya adalah agama dan (d)

    apa itu manusia, jawabannya adalah antropologi.[3]

    Barangkali karena rumitnya mendefinisikan filsafat dan ternyata hasilnya juga relatif sangat beragam, maka Muhammad Hatta tidak mau terlalu gegabah memberikan definisi filsafat.Menurut dia sebaiknya filsafat tidak diberikan defenisi terlebih dahulu, biarkan saja orangmempelajarinya secara serius, nanti dia akan faham dengan sendirinya. Pendapat Hatta inimendapat dukungan dari Langeveld. Pendapat ini memang ada benarnya, sebab inti sarifilsafat sesungguhnya terdapat pada pembahasannya. Akan tetapi – khususnya bagi pemula –sekedar untuk dijadikan patokan awal maka defenisi itu masih sangat diperlukan.

    2. Mengapa Manusia Berfilsafat

    Apabila seseorang bertanya tentang sesuatu, maka sebenarnya dia sudah berfilsafat, karena bertanya berarti ingin tahu dan keingintahuan itu merupakan esensi dari filsafat. Akan tetapipertanyaan kefilsafatan yang sesungguhnya adalah pertanyaan yang sangat mendalam danserius. Pertanyaan kefilsatan memerlukan jawaban yang hakiki, dan setelah mendapatkanawaban, apabila meragukan maka jawaban itu akan dipertanyakan kembali untuk

    mendapatkan jawaban yang lebih mendalam (hakiki). Jadi filsafat adalah upaya pemikiran danpenyelidikan secara mendalam atau radikal (sampai ke akar persoalan). Dengan demikianpertanyaan filsuf tidaklah sembarangan. Oleh karena itu pertanyaan seperti apa rasa gulatidak akan melahirkan filsafat, sebab hal itu bisa dijawab dengan mudah oleh lidah atau

     berapa tahun durian dapat berbuah juga tidak melahirkan filsafat, karena dapat dijawab olehsains dengan melalui riset (penelitian).

    Contoh pertanyaan kefilsafatan adalah seperti diutarakan oleh Thales, “apakah bahan alamsemesta ini?”. Pertanyaan ini tidak dapat dijawab dengan sembarangan, karena yangdipertanyakan adalah masalah esensi atau hakikat alam semesta. Jadi perlu pemikiran danpenyelidikan yang mendalam (radikal).ü Pancaindera jelas tidak mampu menjawab pertanyaan tersebut, sebab pancaindera hanyasekedar menyaksikan benda alam yang ada secara lahiriyah.ü Sains juga tidak sanggup menjawab, karena hanya menyelidiki secara empiris benda yangada.ü Tetapi filsafat mampu mengungkapkan jawaban yang lumayan dapat memuaskan. Sepertiawaban dari Thales sendiri bahwa bahan alam semesta adalah air, dengan alasan bahwa air

    itu dapat berubah menjadi berbagai wujud. Jika air dimasukkan ke dalam ember maka diaakan membentuk seperti ember, dst. Selain itu air amat dibutuhkan dalam kehidupan, bahkan

     bumi ini menurutnya terapung di atas air.

    Pertanyaan tersebut pertamakali muncul pada zaman permulaan (Yunani Kuno), yangdilatarbelakangi oleh keta’juban (keheranan) terhadap alam semesta. Ketakjuban ini menurut

     Jan Hendrik Rapar (2001 : 16) menunjuk kepada dua hal penting, yaitu subyek dan obyek. Jika

     

  • 8/17/2019 Diktat Filsafat Umum Oleh _ as’Ad Afifi _ Tasmin Amin

    3/48

    2/29/2016 DIKTAT FILSAFAT UMUM Oleh : As’ad Afifi | TASMIN AMIN

    https://tasmienamien.wordpress.com/filsafat/diktat-filsafat-umum-oleh-asad-afifi/ 3/48

    ada ketakjuban pasti ada yang takjub (subyek) dan yang menakjubkan (obyek). Subyekketakjuban adalah manusia, sebab manusia satu‑satunya makhluk yang memiliki perasaan danakal budi. Hal ini karena ketakjuban hanya dapat dirasakan dan dialami oleh makhluk yang

     berperasaan dan berakal budi. Adapun obyek ketakjuban adalah segala sesuatu yang ada, baikdi alam nyata maupun di alam metafisik (abstrak)

    Selain ketakjuban, yang mendorong manusia berfilsafat adalah karena adanya aporia

    (kesangsian, keraguan, ketidakpastian atau kebingungan). Pertanyaan yang timbul akibataporia ini menurut Ahmad Tafsir muncul di zaman modern. Aporia ini berada di antarapercaya dan tidak percaya. Ketika manusia bersikap percaya atau mengambil tidak percaya,maka pikiran tidak lagi bekerja atas hal itu, akan tetapi jika dia berada antara percaya dantidak percaya maka pikiran mulai bergerak dan berjalan untuk mencari kepastian. Sangsi ataukeraguan akan menimbulkan pertanyaan, pertanyaan membuat pikiran bekerja, dan pikiran

     bekerja akan melahirkan filsafat. Jadi sikap keingintahuan atau ingin kepastian terhadapsesuatu dapat melahirkan filsafat.

    Ada juga yang mengatakan bahwa filsafat dilahirkan atas dasar adanya ketidakpuasan.Sebelum filsafat lahir, berbagai mitos memainkan peranan penting dalam kehidupan manusia.Mitos tersebut beupaya memberikan penjelasan terhadap manusia tentang asal mula danperistiwa‑peristiwa yang terjadi di alam semesta, akan tetapi penjelasan dan keterangantersebut makin lama semakin tidak memuaskan manusia. Mitos tersebut antara lain membawaajaran bahwa alam semesta beserta fenomina yang ada tidak mungkin dapat dipikirkan secararatio, akan tetapi harus diterima secara intuisi (perasaan dan keimanan). Mereka ketika itusangat meyakini ajaran agama (Dewa). Jawaban yang diberikan oleh Thales (mendapat gelar

     bapak filsafat, karena dianggap orang yang pertama kali berfilsafat) bahwa bahan baku alamsemesta alam air, jelas tidak diterima oleh dogmatis atau mitos ketika itu. Dalam hal ini Henri

    Bergson (penganut intuitisme) mengatakan bahwa akal sangat terbatas. Akal hanya memapumenjangkau atau memahami suatu obyek apabila mengkonsentrasi‑kan kepada obyektersebut. Ketika itu maka manusia harus tunduk kepada intuisi.

    3. Obyek Kajian Filsafat

    Pada dasarnya setiap ilmu memiliki dua macam obyek, yaitu obyek material dan obyekformal. Obyek material adalah segala sesuatu yang dijadikan sasaran penyelidikan, baiksesuatu yang bersifat konkret seperti kerbau, sapi, manusia, pohon, batu, tanah, air dan tanahmaupun abstrak seperti nilai‑nilai, ide‑ide, paham atau aliran dan sebagainya. Contoh,misalnya tubuh manusia menjadi obyek material bagi ilmu kedokteran. Sedangkan obyekformal adalah cara pandang tertentu tentang obyek material tersebut, misalnya pendekatanempiris dan eksperimen dalam ilmu kedokteran.

    Filsafat, sebagai sebuah proses berpikir yang sistematis dan radikal juga memiliki obyekmaterial dan obyek formal. Obyek material filsafat adalah segala yang ada, baik yang nampak(dunia empiris) maupun yang tidak nampak (abstrak, metafisika). Menurut sebagian filosofobyek material filsafat itu menyangkut tiga hal, yaitu yang ada dalam kenyataan, yang adadalam fikiran dan yang ada dalam kemungkinan.[4] Obyek material filsafat pada umumnya

    sama dengan obyek penelitian sains, bedanya terletak pada dua pokok, yaitu : Pertama sainsmenyelidiki obyek material yang empiris, sedangkan filsafat lebih mengarah kepada yangabstraks. Kedua, ada obyek material filsafat yang memang tidak dapat diteliti oleh sains,seperti Tuhan, hari akhir (obyek materi yang selamanya tidak empiris). Jadi obyek materialfilsafat lebih luas ketimbang obyek material sains.[5]

     

  • 8/17/2019 Diktat Filsafat Umum Oleh _ as’Ad Afifi _ Tasmin Amin

    4/48

    2/29/2016 DIKTAT FILSAFAT UMUM Oleh : As’ad Afifi | TASMIN AMIN

    https://tasmienamien.wordpress.com/filsafat/diktat-filsafat-umum-oleh-asad-afifi/ 4/48

    Adapun obyek formal filsafat adalah sifat penyeledikan yang radikal, yakni keingintahuantentang hakikat kebenaran sesuatu, dengan cara melakukan penyelidikan secara mendalamsampai ke akar‑akarnya. Dengak kata lain bahwa obyek formal filsafat adalah sudut pandangyang menyeluruh, radikal dan obyektif tentang sesuatu yang ada untuk dapat mengetahuihakikat yang sesungguhnya.

    4. Metode Kajian Filsafat

    Metode berasal dari bahasa Yunani, methodeuo yang diambil dari kata methodos, artinyamengikuti jejak, mengusut, menyelidiki dan meneliti, akar katanya adalah meta (dengan) danhodos (jalan). Dalam hubungan dengan kegiatan yang bersifat ilmiah, metode berarti carakerja teratur dan sistematis yang digunakan untuk memahami suatu obyek yangdipermasalahkan, yang merupakan sasaran dari bidang ilmu tertentu. Metode tidak sekedarmenyusun dan menghubungkan bagian‑bagian pemikiran yang terpisah‑pisah, melainkanuga merupakan alat paling utama dalam proses dan perkembangan ilmu pengetahuan sejak

    dari awal penelitian hingga mencapai pemahaman baru dan kebenaran ilmiah yang dapatdipertanggung jawabkan.[6]

    Metode kefilsafatan sangat beraneka ragam, hampir sama dengan banyaknya jumlah ragamfilsafat itu sendiri. Ini berarti bahwa filsafat tidak mempunyai metode tunggal yang digunakanoleh semua filsuf sejak zaman purba hingga sekarang. Dengan demikian sangat wajar apabilasecara umum setiap metode dalam filsafat melahirkan teori atau faham tersendiri, sepertiemperisme, rasionalisme, relativisme, idealisme dan lain sebagainya. Sebagai contoh misalnya,dalam Dictionary of Philosophy yang dikutip oleh Dr. Anton Bakker disebutkan ada sepuluhmetode filsafat konkret, yaitu 1) metode kritis : Socrates dan Plato, 2) metode intuisi : Platinosdan Bergson, 3) metode skolastik : Aristoteles, Thomas Aquinas dan filsafar abad pertengahan,

    4) metode matematis : Descartes, 5) metode empiris : Hobbes, Locke, Barkeley dan Hume, 6)metode transendental : Imanuel Kant, Neo‑Skolastik, 7) metode dialektis : Hegel dan KarlMarx, 8) metode fenomenologis : Husserl dan eksistensialisme, 9) metode neo‑positivisme dan10) metode analitika bahasa: Wittgenstein (Sudarsono, 2001: 86‑87).

    Dalam makalah sederhana ini hanya akan dijelaskan secara singkat dua metode sebagai berikut

    1.1. Metode Dialektika (Kritis)

    Metode dialektika (bahasa Yunani dari kata kerja dialegesthai = bercakap‑cakap atau dialog)atau dikenal juga dengan metode kritis ini pertama kali dimunculkan oleh Socrates. Metode ini

     bersifat analisis terhadap suatu istilah dan pendapat melalui pertanyaan atau dialog kesanakemari untuk membanding‑bandingkan, kamudian ditemukan suatu kesimpulan yang hakiki.Dengan metode ini Socrates menemukan logika induksi dan definisi. Logika induksi adalahpemikiran yang bertolak dari pengetahuan khusus (contoh kongkret) lalu memberikankesimpulan yang umum.

    Ketika Thales mengatakan bahwa dasar alam semesta adalah air, kemudian Anaximenesmengatakan udara dan yang lain menyebutkan terdiri dari empat unsur : tanah, air, udara danapi, lama kelamaan akhirnya memunculkan berbagai hasil pemikiran yang membingungkan –terutama di kalangan orang awam. Puncak kebingungan itu terlihat pada tokoh sofismeterbesar bernama Protagoras melalui konsep atau rumus relativisme. Menurut dia bahwaukuran kebenaran adalah manusia dan kebenaran itu bersifat relatif, tidak ada kebenaran yang

     

  • 8/17/2019 Diktat Filsafat Umum Oleh _ as’Ad Afifi _ Tasmin Amin

    5/48

    2/29/2016 DIKTAT FILSAFAT UMUM Oleh : As’ad Afifi | TASMIN AMIN

    https://tasmienamien.wordpress.com/filsafat/diktat-filsafat-umum-oleh-asad-afifi/ 5/48

    mutlak (obyektif atau hakiki). Ukuran kebenaran adalah menurut pandangan masing‑masingmanusia, “benar itu menurutku dan menurutmu”. Pemikiran relativisme ini juga berpengruhpada keyakinan agama orang Athena waktu itu, sehingga berkembanglah faham bahwa tidakada kebenaran yang pasti tentang pengetahuan, tentang etika atau moral, metafisika, baik dan

     buruk, termasuk juga kebenaran agama, yang ada hanyalah kebenaran yang relatif atausubyektifitas. Sebagai akibat selanjutnya adalah bahwa mereka, terutama para pemuda,menjadi orang bingung yang tidak punya pegangan : sendi‑sendi agama telah digoyahkan

    sementara dasar‑dasar pengetahuanpun ikut terguncang. Cara berfikir seperti itu padaumumnya jatuh kepada kaum sofis[7], yaitu kelompok orang yang kurang terpelajar, baik di

     bidang sains maupun filsafat, namun mereka cukup populer. Mereka adalah orang‑orang yangmenjual kebijakan untuk memperoleh materi, mereka siap menolong para pencari keadilanasalkan mendapat bayaran. Apabila seorang sofis datang ke Athena, ia disambut denganhangat oleh murid‑murid atau pengikutnya untuk mendengarkan ceramhnya yang dianggapsebagai sesuatu yang tidak mungkin salah bahkan dianggap sebagai wahyu. Mereka sudahterlalu fanatik terhadap ajaran atau hasil pemikiran tentang relativisme ini.

    Dalam kondisi seperti itu, muncullah seorang filsuf baru – yang juga orang Yunani – bernamaSocrates yang hidup pada kira‑kira tahun 470 – 399 SM. Dia termasuk orang yang taat

     beragama dan memahami dasar‑dasar pengetahuan. Dengan menggunakan metode dialektika,Socrates menemukan dan membuktikan adanya kebenaran yang obyektif yang merupakanesensi di dalam defenisi. Menurut dia kebenaran relatif memang ada dan perlu dipegang, akantetapi kebanaran yang obyektif juga ada dan harus diyakini. Dalam mencari kebenaran,Socrates menggunakan metode tertentu yang bersifat praktis dan dijalankan melaluipercakapan‑percakapan (dialog, dialektika), misalnya dia bertanya tentang arete (keutamaan)kepada tukang besi, negarawan, filsuf, pedagang dan lain sebagainya. Tentu saja merekamemberikan jawaban yang berbeda tentang ciri keutamaan itu, namun juga ada ciri yang

    mereka sepakati. Ciri yang disepakati itulah definisi atau kebenaran obyektif, sedangkan ciriyang tidak disepakati adalah kebenaran suyektif.

    Sebagai contoh misalnya, orang bertanya “apakah kursi itu ?”. Untuk menjawabnya terlebihdahulu harus mengumpulkan semua kursi yang ada. Pertama kita menemukan kursi hakimdengan ciri ada tempat duduk dan ada sandaran, kakinya empat dan terbuat dari kayu jati.Selanjutnya kita menemukan kursi malas dengan ciri ada tempat duduk dan sandaran,kakinya dua dan terbuat dari besi antikarat, kemudian kita periksa lagi kursi makan yangmemiliki ciri ada tempat duduk dan sandaran, kakinya tiga dan terbuat dari rotan, begitu

    seterusnya. Dari hasil pengamatan atau penyelidikan tersebut kita mendapatkan ciri‑ciriumum dari kursi itu sendiri, yaitu bahwa setiap kursi memiliki tempat duduk dan sandaran,sedangkan ciri lain tidak terdapat pada semua kursi. Dengan ciri umum tersebut orang akansepakat bahwa kursi adalah tempat duduk yang memiliki sandaran. Nah, inilah kebenaranyang obyektif. Tentang jumlah kaki, bahan kursi dan lainnya merupakan ciri khusus dari kursitertentu yang merupakan kebenaran subyektif atau relatif. Dari ciri umum ini orang akansepakat dan mengerti tentang apa itu kursi, sehingga ketika kita memesan kursi kepadatukang kursi cukup menyebutkan ciri‑ciri yang khusus saja, misalnya kursi dengan kaki empatyang terbuat dari kayu jati, sedangkan sandaran dan tempat duduknya tidak perlu disebutkan.

    Demikian pendapat Socrates bahwa kebenaran itu ada yang relatif (subyektif) dan ada pulayang obyektif (mutlak). Teori atau ajaran Socrates ini diperkuat dan dikembangkan oleh salahsorang teman yang sekaligus muridnya bernama Plato. Hanya saja menurut Plato kebenaran

     

  • 8/17/2019 Diktat Filsafat Umum Oleh _ as’Ad Afifi _ Tasmin Amin

    6/48

    2/29/2016 DIKTAT FILSAFAT UMUM Oleh : As’ad Afifi | TASMIN AMIN

    https://tasmienamien.wordpress.com/filsafat/diktat-filsafat-umum-oleh-asad-afifi/ 6/48

    umum (definisi, obyektif) itu bukan dibuat dengan cara dialog yang induktif sebagaimanadihasilkan oleh Socrates. Menurut Plato bahwa kebenaran obyektif itu sudah ada di alam ide.

    1.2. Metode Intuisi

    Metode intuisi (suara hati atau keimanan atau tenaga rohani yang berbeda dengan akal) inipertama kali dilontarkan oleh Plotinus. Dengan metode ini plotinus melahirkan teori emanasi,

    [8] yang juga bepengaruh pada filsafat Islam. Emanasi merupakan sebuah teori yang cukup berani, karena para filsuf sebelumnya tidak mampu dan takut untuk melontarkan teori ini.Kosmologi Palotinus memang cukup tinggi terutama dalam hal spekulasi dan imajinasinya,semenatara itu pandangan mistis merupakan ciri filsafatnya. Tujuan filsafat Plotinus adalahtercapainya kebersatuan dengan Tuhan yang ditempuh melalui cara : pertama‑tama mengenalalam lewat indera yang kemudian bisa ke tingkat mengenal Tuhan, lalu menuju jiwa duniadan terakhir baru menuju jiwa illahi.

     Jawaban Thales bahwa bahan alam semesta adalah air – termasuk jawaban lain yang katanya berasal dari udara, tanah dan api – dianggap belum memuaskan manusia, karena pertanyaan

    lebih berbobot daripada jawabannya. Pada kira‑kira 800 tahun kemudina, muncullah Ptlotinusmenyusun jawaban yang lumayan, yaitu yang dikenal dengan teori emanasi. MenurutPlaotinus alam semesta ini tercipta dari pancaran dan berasal dari Tuhan. Tuhan dalampandangannya tidak terbagi‑bagi dan tidak mengandung arti banyak. Yang banyak (makhluk)ini mengalir lewat proses emanasi, yakni hanya satu yang bisa keluar dari yang satu (TheOne). Plotinus kemudian menegaskan bahwa hanya ada Satu yang wajib ada, sederhana danabsolut.

    The One atau Yang Esa tersebut menurut Plotinus adalah seuatu realitas yang tidak mungkin

    dpat dipahami melalui metode sains dan logika, karena ia berada di luar eksistensi dan di luarsegala nilai, sehingga apabila seseorang mencoba untuk mendefinisikanya niscaya akan gagal.The One atau Yang Esa merupakan puncak segala yang ada, cahaya di atas cahaya yang tidakmungkin diketahui esensinya, sekalipun oleh orang yang merasa memiliki pengetahuanketuhanan cukup tinggi. Seseorang hanya dapat mengetahui bahwa Ia adalah pokok atauprinsip yang berada di belakang akal dan jiwa. Dia tidak dapat dideteksi melalui penginderaandan tidak dapat dipahami lewat pemikiran logis, tapi hanya dapat dihayati melalui intuisi(hati nurani atau keimanan). Dari teori emansi itu, Plotinus juga melontarkan ajaran tentangreinkarnasi yaitu keyakinan akan penyatuan kembali jiwa manusia dengan Tuhan (The One).Reinkarnasi ini ditentukan oleh perilaku dan tindakan manusia selama hidup di dunia. Jiwayang bersih tidak ada lagi kaitannya dengan dunia, dia akan kembali menyatu dengan Tuhan.Sedangkan jiwa yang kotor harus hidup kembali ke dalam kehidupan yang lebih rendahseperti kepada orang jahat, hewan atau tumbuhan, sesuai dengan tindakan kejahatan jiwa itusendiri.

    5. Karasteristik atau Sifat Dasar Filsafat5.1. Berfikir Radikal

    Berfilsafat berarti berfikir secara radikal. Para filosuf adalah para pemikir radikal, sehingga

    mereka tidak akan pernah terpaku hanya kepada fenomena suatu identitas atau realitastertentu saja. Keradikalan berfikir mereka akan senantiasa mengobarkan hasratnya untukmenemukan akar seluruh kenyataan. Radik atau akar sebuah realitas memang selalu dianggappenting oleh mereka karena menemukan akar atau radik tersebut membuat mereka pahamakan sebuah realitas tersebut. Berpikir radikal akan memperjelas realitas lewat penemuan dan

     

  • 8/17/2019 Diktat Filsafat Umum Oleh _ as’Ad Afifi _ Tasmin Amin

    7/48

    2/29/2016 DIKTAT FILSAFAT UMUM Oleh : As’ad Afifi | TASMIN AMIN

    https://tasmienamien.wordpress.com/filsafat/diktat-filsafat-umum-oleh-asad-afifi/ 7/48

    pemahaman akan realitas itu sendiri. Kegiatan berfikir untuk menemukan hakikat atau akarseluruh sesuatu itu dilakukan secara mendalam (radikal). Lois O. Kattsoff (1996 : 6)mengatakan bahwa kegiatan kefilsafatan ialah merenung, tetapi bukanlah melamun dan

     bukan pula berfikir secara kebetulan yang bersifat untung‑untungan, melainkan dilakukansecara mendalam, radikal, sistematis dan universal.

    5.2. Mencari asas

    Dalam memandang seluruh realitas, filsafat senantiasa berupaya mencari asas (dasar) yangpeling hakiki dari keseluruhan realitas tersebut. Para filsuf Yunani, yang terkenal dengan filsufalam menagamati keanekaragaman realitas di alam semesta ini, lalu bertanya “apakah di balikrealitas alam yang beraneka ragam ini ada suatu asas atau dasar ?”. Mereka mulai mencariawaban yang hakiki tentang itu semua. Thales menemukan asas alam semesta ini adalah air,

    Aneximenes menemukan bahwa asasnya adalah udara, dan Empedokles mengatakan adaempat unsur yang membentuk realitas alam ini, yaitu api, udara, tanah dan air.

    5.3. Memburu Kebenaran

    Berfilsafat berarti memburu kebenaran hakiki tentang sesuatu. Filsuf adalah pemburukebenaran. Kebenaran yang diburunya adalah kebenaran hakiki dan tidak meragukan. Untukmemperoleh kebenaran yang sungguh‑sungguh atau hakiki dan dapat dipertanggungawabkan, maka setiap kebenaran yang telah diraih harus senantiasa terbuka. Kebenaran

    tentang sesuatu yang sudah ditemukan oleh seorang filsuf akan selalu diteliti ulang oleh yanglain demi mencari kebenaran yang lebi hakiki dan dapat dipertanggungjawabkan.

    CABANG ATAU PEMBAGIAN FILSAFAT

    Pada tahap awal kelahiran filsafat sesungguhnya mencakup seluruh ilmu pengetahuan,kamudian berkembang sedemikian rupa menjadi semakin rasional dan sistematis. Seiringdengan perkembangan itu, wilayah pengetahuan manusia semakin luas dan bertambah

     banyak, tetapi juga semakin mengkhusus atau spesifik. Lalu lahirlah berbagai disiplin ilmupengetahuan yang satu persatu mulai memisahkan diri dari filsafat. Namun kendati pundemikian, tidak berarti filsafat telah menjadi begitu miskin sehingga tinggal terarah hanyakepada satu permasalahan pokok, dengan wilayah pengetahuan yang semakin sempit danpada suatu saat akan lenyap sama sekali. Kenyataannya, masalah‑masalah pokok yangdihadapi filsafat tak pernah berkurang. Karena banyaknya masalah pokok yang harus dibahas

    dan dipecahkan, filsafat pun dibagi ke dalam bidang‑bidang studi atau beberapa cabang. (JanHendrik Rapar, 2001 : 34)

    Aristoteles membagi filsafat kepada tiga bidang studi, yaitu :1) Filsafat spekulatif atau teoretis, yakni suatu cabang filsafat yang bersifat obyektif. Termasukdi dalamnya adalah fisika metafisika, biopsikologi dan sebagainya. Tujuan utama filsafat iniadalah pengetahuan demi pengetahuan itu sendiri.2) Filsafat Praktis, yakni filsafat yang memberi petunjuk dan pedoman bagi tingkah lakumanusia yang baik dan sebagaimana mestinya, termasuk di dalamnya adalah etika dan politik.Sasaran terpenting bagi filsafat praktis ini adalah membentuk sikap dan perilaku yang akanmemampukan manusia untuk bertindak dalam terang pengetahuan itu3) Filsafat Produktif, yaitu pengetahuan atau filsafat yang membimbing dan menuntunmanusia menjadi produktif lewat suatu keterampilan khusus, termasuk di dalamnya adalah

     

  • 8/17/2019 Diktat Filsafat Umum Oleh _ as’Ad Afifi _ Tasmin Amin

    8/48

    2/29/2016 DIKTAT FILSAFAT UMUM Oleh : As’ad Afifi | TASMIN AMIN

    https://tasmienamien.wordpress.com/filsafat/diktat-filsafat-umum-oleh-asad-afifi/ 8/48

    kritik sastra, retorika dan estetika. Adapun sasaran utama yang hendak dicapai lewat filsafatini adalah agar manusia sanggup menghasilkan sesuatu, baik secara teknis maupun secarapuitis dalam terang pengetahuan yang benar.

    Sementara Will Durant membagi studi filsafat kepada 5 cabang, yaitu :1) Logika, yakni studi tentang metode berfikir dan metode penelitian ideal, yang terdiri dariobservasi, introspeksi, deduksi dn induksi, hipotesis dan eksperimen serta analisis dan sintesis.

    2) Estetika atau disebut juga filsafat seni (philosophy of art), yakni filsafat yang membahastentang bentuk ideal dan keindahan.3) Etika, yaitu filsafat tentang studi perilaku ideal.4) Politika, yaitu studi tentang organisasi sosial yang ideal, yakni tentang monarki, aristokrasi,demokrasi sosialisme, anarkisme dan sebagainya.5) Metafisika. Metafisika ini terdiri dari ontologi, filsafat psikologi dan epitemologi.

    Para penulis ENSIE (Earste Nederlandse Systematich Ingerichete Ensyclopaedie) membagifilsafat kepada sepuluh cabang, yaitu : metafisika, logika, epistemologi, filsafat ilmu, filsafatnaturalis, filsafat kultural, filsafat sejarah, estetika, etika dan filsafat manusia. Sedangkan TheWorld University Ensyclopedia membagi filsafat kepada: filsafat sejarah, metafisika,epistemologi, logika, etika dan estetika. Sementara Christian Wolff (1679‑1754) membaginyakepada cabang‑cabang : logika, ontologi, kosmologi, psikologi, teologi naturalis dan etika.

    Masih banyak lagi pembagian filsafat yang dikemukakan oleh para filsuf, namun padaumumnya sekarang dibagi kepada enam cabang utama, yaitu : epistemologi, metafisika(meliputi ontologi, kosmologi, teologi metafisik dan antropologi), logika, etika, estetika danfilsafat tentang berbagai disiplin ilmu.

    1. Epistemologi

    Epistemologi merupakan cabang filsafat yang bersangkut paut dengan teori pengetahuan.Istilah epistemologi berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata, yaitu episteme bisadiartikan sebagai pengetahuan atau kebenaran dan logos = kata, pikiran, teori atau ilmu.Dengan demikian epistemologi berarti teori atau filsafat tentang pengetahuan. Istilah ini dalam

     bahasa Inggris dikenal dengan sebutan “theory of knowledge” (teori pengetahaun).Epistemologi adalah bidang studi filsafat yang mempersoalkan hal‑ihwal pengetahuan yangmeliputi antara lain bagaimana memperoleh pengetahuan, sifat hakikat pengetahuan dankebenaran pengetahuan. Dari persoalan‑persoalan yang dikemukakan oleh epistemologi itu

    terkandung nilai, yaitu berupa jalan atau metode penyelidikan ke arah tercapainyapengetahuan yang benar[9]. Dengan kata lain bahwa secara umum, epistemologi adalahcabang filsafat yang membicarakan mengenai hakikat ilmu. Ilmu sebagai proses adalah usahapemikiran yang sistematik dan metodik untuk menemukan prinsip kebenaran yang terdapatpada suatu obyek. Dalam rumusan yang lebih rinci disebutkan bahwa epistemologimerupakan salah satu cabang filsafat yang mengkaji secara mendalam dan radikal tentang asalmula pengetahuan, struktur, metode dan validasi pengetahuan. Jadi, pernyataan mengenaiapakah obyek kajian ilmu itu dan seberapa jauh tingkat kebenaran yang bisa dicapainya sertakebenaran obyektif, subyektif absolut dan relatif merupakan lingkup dan medan kajian

    epistemologi.

    Secara tradisional, yang menjadi pokok persoalan epistemologi adalah : sumber, asal mula dansifat dasar pengetahuan; bidang, batas dan jangkauan pengetahuan; serta validasi danrehabilitas dari berbagai klaim terhadap pengetahuan. Oleh sebab itu, rangkaian pertanyaan

     

  • 8/17/2019 Diktat Filsafat Umum Oleh _ as’Ad Afifi _ Tasmin Amin

    9/48

    2/29/2016 DIKTAT FILSAFAT UMUM Oleh : As’ad Afifi | TASMIN AMIN

    https://tasmienamien.wordpress.com/filsafat/diktat-filsafat-umum-oleh-asad-afifi/ 9/48

    yang biasa diajukan untuk mendalami permasalahan yang dipersoalkan di dalam epistemologiadalah : apakah pengetahuan itu?, apakah yang menjadi sumber dan dasar pengetahuan?,apakah pengetahuan itu berasal dari pengamatan, pengalaman atau akal budi?, dan apakahpengetahuan itu kebenaran yang pasti atau hanya merupakan dugaan?

    1.1. Tentang Pengetahaun

     Jika dikatakan seseorang mengetahui sesuatu, berarti dia telah memiliki pengetahuan tentangsesuatu itu. Dengan demikian pengatahuan adalah suatu kata yang digunakan untukmenunjuk kepada apa yang diketahui oleh seseorang. Pengetahuan senantiasa memilikisubyek, yakni yang mengetahui dan obyek, yakni sesuatu yang diketahui. Dan pengetahuanuga bertautan erat dengan kebenaran, karena demi mencapai kebenaranlah maka

    pengetahuan itu eksis. Kebenaran adalah kesesuaian antara pengetahuan dengan obyeknya.Ketidaksesuaian pengetahuan dengan obyeknya disebut kekeliruan. Suatu obyek yang ingindiketahui senantiasa memiliki begitu banyak aspek yang amat sulit diungkapkan secaraserentak. Kenyataannya, manusia hanya mengetahui beberapa aspek dari suatu obyek itu,sedangkan yang lainnya tetap tersembunyi baginya. Dengan demikian jelas bahwa amat sulituntuk mencpai kebenaran yang lengkap dari obyek tertentu, apalagi mencapai seluruhkebenaran dari segala sesuatu yang dapat dijadikan obyek pengetahuan.

    Menurut Jan Hendrik Rapar (1996:38) bahwa pengetahuan itu dapat dibagi ke dalam tiga jenis,yaitu : 1) Pengetahuan biasa (ordinary knowledge). Ini terdiri dari “nir‑ilmiah” dan “pra‑ilmiah”. Pengetahuan nir‑ilmiah adalah hasil penyerapan dengan indera terhadap obyektertentu yang dijumpai dalam kehidupan sehari‑hari dan termasuk pula pengetahuan intuituf.Pengetahuan pra‑ilmiah merupakan hasil penyerapan inderawi dan pengetahuan yangmerupakan hasil pemikiran rasional yang tersedia untuk diuji lebih lanjut kebenarannya

    dengan menggunakan metode‑metode ilmiah. 2) pengetahuan ilmiah (scientific knowledge),pengetahuan yang diperoleh lewat penggunaan metode‑metode ilmiah yang lebih menjaminkepastian kebenaran yang dicapai. Inilah pengetahuan yang sering disebut sains (science). 3.pengetahuan filsafat (philosophical knowledge), yang diperoleh lewat pemikiran rasional yangdidasarkan pada pemahaman, penafsiran, spekulasi, penilaian kritis serta pemikiran‑pemikiran yang logis, analitis dan sistematis. Pengetahuan filsafat ini berkaitan denganhakikat, prinsip dan asas seluruh realitas yang dipersoalkan selaku obyek yang hendak dicapaiatau diketahui.

    1.2. Perbedaan Pengetahaun dengan Ilmu

    Dari seperangkat pengertian yang ada, pengetahaun dengan ilmu sering dikacaubalaukan.Keduanya sering dianggap mempunyai persamaan makna, bahkan telah dirangkum menjadisebuah kata majemuk yang mengandung arti tersendiri. Padahal apabila kedua kata itu berdirisendiri, maka perbedaannya akan nampak dengan jelas. Kata pengetahuan diambil dari

     bahasa Inggris knowledge, sedangkan ilmu berasal dari bahasa Arab ilm (م ل ) atau kata Inggisscience. Makna semacam ini nampak lebih baik daripada mencampuradukkan dua katatersebut. Dengan memisahkan kedua kata ini, maka akan diperoleh pengertian danperbedaannya masing‑masing.

    Pengetahaun dapat diartikan sebagai hasil tahu manusia terhadap sesuatu atau segalaperbuatan manusia untuk memahami suatu obyek yang dihadapi atau obyek tertentu.Pengetahuan dapat berwujud benda‑benda fisik, pemahamannya dilakukan dengan carapersepsi baik lewat indera maupun lewat akal. Dapat pula obyek yang dipahami itu berbentuk

     

  • 8/17/2019 Diktat Filsafat Umum Oleh _ as’Ad Afifi _ Tasmin Amin

    10/48

    2/29/2016 DIKTAT FILSAFAT UMUM Oleh : As’ad Afifi | TASMIN AMIN

    https://tasmienamien.wordpress.com/filsafat/diktat-filsafat-umum-oleh-asad-afifi/ 10/48

    ideal atau yang bersangkutan dengan masalah kejiwaan yang cara memahaminya dengankomprehensi, bahkan dapat berwujud subsistensi yang dipahami lewat persepsi. Apabilaobyeknya berupa nilai (value), pemahamannya lewat persepsi pula. Franz Rosenthalmengemukakan bahwa ada lebih dari seratus definis pengetahaun, antara lain : (a)pengetahaun yang menyangkut proses mengetahui, (b) pengetahuan yang menyangkuttentang pengamatan, (c) pengetahaun yang menyangkut proses yang diperoleh melaluipersepsi mental dan (d) pengetahuan yang menyangkut kepercayaan.[10]

    Pengertian ilmu sebagaimana dikemukakan oleh The Liang Gie adalah suatu bentuk aktivitasmanusia yang dengan melakukannya manusia memperoleh suatu pengetahuan danpemahaman yang senantiasa lebih lengkap dan cermat tentang alam di masa lampau, sekarangdan kemudian hari, serta suatu kemampuan yang meningkat untuk menyesuaikan dirinyapada dan mengubah lingkungan serta mengubah sifat‑sifatnya sendiri. Sementara CharlesSinger mengatakan “Ilmu adalah proses yang membuat pengetahuan”. Jujun S. Suriasumantridalam bukunya Ilmu Dalam Perspektif menulis “ilmu lebih bersifat merupakan kegiatandaripada sekedar produk yang siap dikonsumsikan”.

    Perbedaan antara ilmu dan pengetahuan dapat ditelusuri dengan melihat perbedaan ciri‑cirinya. Menurut Herbert L. Searles ciri‑ciri tersebut sebagai berikut : “Kalau ilmu berbedadengan filsafat berdasarkan ciri empiris, maka ilmu berbeda dari pengetahuan biasa karenaciri sistematisnya”. Mohammad Hatta (mantan Wakil Presiden RI pertama) membedakan ilmudengan pengetahuan sebagai berikut : “Pengetahuan yang didapat dari pengalaman disebutpengetahuan pengalaman, atau ringkasnya pengetahuan. Pengetahuan yang didapat denganalan keterangan disebut ilmu. Bahwasanya pengetahuan saja bukanlah ilmu, dapat kita

    persaksikan pada binatang yang juga mempunyai pengetahuan, misalnya anjing. Dari geraktangan tuannya atau dari keras atau lembutnya suara tuannya itu, ia tahu apa yang dimaksud

    tuannya terhadap dia. Tiap‑tiap ilmu mesti bersendi kepada pengetahuan. Pengetahuanadalah tangga yang pertama bagi ilmu untuk mencari keterangan lebih lanjut”.

     Jadi pada dasarnya perbedaan antara ilmu dengan pengetahuan adalah terletak pada sifatsistematik dan cara memperolehnya. Perbedaan tersebut menyangkut pengetahuan yang pra‑ilmiah atau pengetahuan biasa, sedangkan pengetahuan ilmiah dengan ilmu tidak mempunyaiperbedaan yang berarti. Dalam perkembangan selanjutnya di Indonesia, pengetahuandisamakan artinya dengan ilmu, karena kata ilmu yang berasal dari bahasa Arab berartipengetahuan. Nawawi Dusky menulis dalam Buletin Dakwah : “ilmu yang berasal dari bahasa

    Arab ini artinya adalah pengetahaun”. Dengan demikian bahwa secara bahasa pengetahuandengan ilmu bersinomin arti, sedangkan dalam arti material keduanya mempunyai perbedaan.Sementara itu menurut disiplinya, ilmu pengetahuan dapat digolongakan menjadi tiga, yaitu :ilmu deduktif (ilmu‑ilmu formal), ilmu induktif (ilmu‑ilmu empiris) dan ilmu reduktif (sejarahdan lain‑lain) [11]

    1.3. Sumber Pengetahuan

    Proses terjadinya pengetahuan menjadi masalah mendasar dalam epistemologi, sebab hal iniakan mewarnai pemikiran kefilsafatan. Pandangan yang sederhana dalam memikirkan proses

    terjadinya pengetahuan, yaitu dalam sifatnya baik yang apriori maupun aporteriori.Pengetahuan apriori adalah pengetahuan yang terjadi tanpa adanya atau melalui pengalaman,

     baik pengalaman indera maupun pengalaman bathin. Sedangkan pengetahuan aporteriori

     

  • 8/17/2019 Diktat Filsafat Umum Oleh _ as’Ad Afifi _ Tasmin Amin

    11/48

    2/29/2016 DIKTAT FILSAFAT UMUM Oleh : As’ad Afifi | TASMIN AMIN

    https://tasmienamien.wordpress.com/filsafat/diktat-filsafat-umum-oleh-asad-afifi/ 11/48

    adalah pengetahuan yang terjadi karena adanya pengalaman. Dalam mengetahui sesuatudiperlukan alat‑alat, seperti pengalaman indera (sense experience), nalar (reason), otoritas(othority), intuisi (intuition), wahyu (revelation) dan keyakinan (faith). [12]

    Apakah sebenarnya yang menjadi sumber pengetahuan ?. Dalam hal ini para filsuf memberiawaban yang berbeda. Plato, Descartes, Baruch Spinoza dan Leibniz mengatakan bahwa

    sumber pengetahuan adalah akal budi (ratio), bahkan ada yang secara ekstrim mengemukakan

     bahwa akal budi adalah satu‑satunya sumber dari pengetahuan. Para filsuf yang mendewakanakal budi itu berpendapat bahwa setiap keyakinan atau pandangan yang bertentangan denganakal budi tidak mungkin benar. Bagi mereka pikiran memiliki fungsi sangat penting dalamproses mengetahui.

    Pengetahuan didapat dari pengamatan. Dalam pengamatan inderawi tidak dapat ditetapkanapa yang subyektif dan apa yang obyektif. Jika kesan‑kesan subyektif dianggap sebagaikebenaran maka hal itu mengakibatkan adanya gambaran‑gambaran yang kacau di dalamimajinasi. Segala pengetahuan dimulai dengan gambaran‑gambaran inderawi, kemudianditingkatkan hingga sampai kepada yang lebih tinggi, yaitu pengetahuan rasional danpengetahuan intuitif. Dalam pengetahun rasional orang hanya mengambil kesimpulan‑kesimpulan, sedang dalam intuisi orang memandang kepada ide‑ide yang berkaitan denganTuhan. Demikian pendapat Baruch Spinoza. Hal ini berbeda dengan pendapat Thomas Hobbes(1588‑1679), salah seorang tokoh emperisme, yang mengatakan bahwa pengetahuan diperolehkarena pengalaman. Menurutnya pengalaman adalah awal segala pengetahuan, segala ilmupengetahuan diturunkan dari pengalaman dan hanya pengalamanlah yang memberi jaminanakan kepastian. Yang disebut pengalaman adalah keseluruhan atau totalitas segalapengamatan yang disimpan dalam ingatan dan digabungkan dengan suatu pengharapan akanmasa depan, sesuai dengan apa yang telah diamati pada masa lampau. Pengalaman inderawi

    terjadi karena gerak benda‑benda diluar kita menyebabkan adanya suatu gerak di dalamindera kita. Gerak itu diteruskan kepada otak, dari otak dilanjutkan ke jantung. Di dalamantung timbul suatu reaksi, suatu gerak dalam jurusan yang sebaliknya. Pengamatan yang

    sebenarnya terjadi pada awal gerak reaksi tadi.

    Beberapa filsuf yang lain seperti Bacon, Thomas Hobbes dan John Locke mengatakan bahwasumber pengetahaun adalah pengalaman inderawi, bukan akal budi atau ratio. Pada dasarnyamenurut mereka, pengetahuan bergantung pada pancaindera manusia dan pengalaman‑pengalaman inderanya, bukan pada rasio. Mereka juga mengklaim bahwa seluruh ide dan

    konsep manusia sesungguhnya berasal dari pengalaman. Tidak ada ide atau konsep yang didalam dirinya sendiri bersifat apriori, tetapi sesungguhnya aposteriori.

     John Locke, misalnya, mengatakan bahwa seluruh ide manusia berasal secara langsung darisensasi dan lewat refleksi terhdap ide‑ide sensitif itu sendiri. Tidak ada suatu apapun jugadalam akal budi manusia yang tidak berasal dari pengalaman inderawi. Dengan kata lain

     bahwa segala pengetahuan datang dari pengalaman dan tidak lebih dari itu. Akal (ratio)menurutnya bersifat pasif pada waktu pengetahuan didapatkan. Akal tidak melahirkanpengetahuan dari dirinya sendiri. Semua akal serupa dengan secarik kertas yang tanpa tulisan,yang menerima segala sesuatu yang datang dari pengalaman. Dia tidak membedakan antara

    pengetahuan inderawi dan pengetahuan akali, satu‑satunya sasaran obyek pengetahuanadalah gagasan atau ide‑ide, yang timbulnya karena pengalaman lahiriyah (sensation) dan

     bathiniyah (reflection).

    1.4. Adakah Pengetahuan yang Benar dan Pasti

     

  • 8/17/2019 Diktat Filsafat Umum Oleh _ as’Ad Afifi _ Tasmin Amin

    12/48

    2/29/2016 DIKTAT FILSAFAT UMUM Oleh : As’ad Afifi | TASMIN AMIN

    https://tasmienamien.wordpress.com/filsafat/diktat-filsafat-umum-oleh-asad-afifi/ 12/48

    Louis O. Kattsoff dalam teori korespondensinya menyatakan bentuk kebenaran sebagai berikut “bahwa sutu pendapat itu benar jika arti yang dikandungnya sungguh‑sungguhmerupakan halnya, dinamakan teori koresponden. Kebenaran atau keadaan dasar itu berupakesesuaian (koresponden) antara arti yang dimaksudkan oleh suatu pendapat dengan apayang sungguh‑sungguh halnya atau apa yang merupakan fakta‑faktanya”. Teori kebenaranyang lain dikemukakan oleh Harold H. Titus sebagaimana dikutip oleh H. Endang SaifuddinAnshari sebagai berikut : “Kebenaran adalah sesuatu yang sesuai dengan fakta atau sesuatu

    yang selaras dengan situasi aktual. Kebenaran ialah kesesuaian (agreement) antara pernyataan(statement) mengenai fakta dengan fakta aktual; atau antara putusan (judgement) dengansituasi seputar yang diberikan interpretasi”.

    Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kebenaran dalam pengetahaun adalah kesesuaianantara subyek yang mengetahui dengan obyek yang diketahuinya. Contoh : Amirdibangunkan oleh Ali sambil berteriak bahwa ada kebakaran, Amir pun segera bangun danpercaya bahwa ada kebakaran. Ini dikatakan benar jika betul terjadi kebakaran, tapi dikatakansalah jika (kenyataannya) tidak terjadi kebakaran (Miska Muhammad Amien, 1983 : 7‑8)

    Para penganut skeptisisme pada umumnya sependapat bahwa segala sesuatu, termasuk yangsudah pasti, dapat saja disangsikan kebenarannya. Untuk membenarkan diri, secara ekstrimmereka berpegang pada ungkapan Socrates yang mengatakan “apa yang saya ketahui adalah

     bahwa saya tidak mengetahui apa‑apa”. Dengan demikian, mereka hendak menegaskan bahwa sesungguhnya tidak ada pengetahuan yang pasti dan mutlak. Pyrrho (365‑275 SM),yang dikenal sebagai pencipta skeptisisme sistematis pertama, mengatakan bahwa kita harussenantiasa menyangsikan segala sesuatu yang dianggap benar karena sesungguhnya tidak adayang benar‑benar dapat diketahui dengan pasti. Ada banyak pandangan yang sering kalisaling bertentangan, tetapi tidak pernah dapat ditentukan yang mana benar dan yang mana

    salah karena tidak ada kriteria yang dapat digunakan untuk itu (Jan Hendrik Rapar, 1996 : 40‑42).

     John Wilkins (1614‑1672) dan Joseph Glanvill (1626‑1680) membedakan antara pengetahuantertentu yang sempurna dan pengetahuan tertentu yang sudah pasti. Mereka berpendapat

     bahwa tidak seorang pun manusia dapat meraih pengetahuan yang sempurna karenakemampuan manusia telah cacat dan rusak. Adapun pengetahuan tertentu yang telah pasti,misalnya matahari terbit dari timur setiap hari, api menghanguskan, terkena air basah dansebagainya merupakan pengetahuan yang pasti dan tidak perlu diragukan lagi.

    David Hume (1711‑1776) menyerang dasar‑dasar pengetahuan empiris. Menurutnya tidak adasuatu generalisasi pengalaman yang dapat dibenarkan secara rasional. Demikian pulaproposisi mengenai pengalaman tidak perlu, karena seseorang dengan mudah akan dapatmembayangkan suatu dunia di mana proposisi itu keliru. Sebagai contoh, “matahari akanterbit besok pagi” adalah sebuah generalisasi dari pengalaman atau realitas. Akan tetapi hal itusebenarnya tidak perlu karena kita dapat membayangkan suatu dunia yang mirip dunia kitayang mataharinya tidak terbit besok pagi. Baginya generalisasi induktif sama sekali bukansuatu proses berfikir, tetapi sekedar mengharap bahwa hal yang sama akan berulang kembalidalam kondisi dan situasi yang sama.

    Pandangan para filsuf yang menyangsikan segala sesuatu, termasuk yang sudah dianggappasti kebenaranya, sejak semula telah disanggah oleh pemikir lainnya. Misalnya Augustinus(354‑430) mengatakan bahwa ungkapan “manusia tidak dapat mengetahui apa‑apa”menunjukkan bahwa hal itu sebenarnya sudah merupakan pengetahuan. Oleh sebab itu, bagi

     

  • 8/17/2019 Diktat Filsafat Umum Oleh _ as’Ad Afifi _ Tasmin Amin

    13/48

    2/29/2016 DIKTAT FILSAFAT UMUM Oleh : As’ad Afifi | TASMIN AMIN

    https://tasmienamien.wordpress.com/filsafat/diktat-filsafat-umum-oleh-asad-afifi/ 13/48

    Augustinus, pendapat filsuf yang demikian, secara rasional tidak konsisten, ungkapan tersebutadalah keliru dan salah, berarti tidak ada masalah. Jika memang benar, berarti ungkapan itumengandung pertentangan dalam dirinya sendiri, karena bagaimanapun juga kita telahmengetahui dengan pasti tentang satu hal, yakni kita tahu bahwa kita tidak dapat mengetahuiapa‑apa.

    Sedangkan Thomas Reid (1710‑1796) menyanggah presuposisi sentral David Hume yang

    mengatakan bahwa kepercayaan kita yang sangat mendasar haruslah dibenarkan olehargument‑argument rasional‑filsafat. Thomas Reid mengatakan bahwa bukti‑bukti rasional‑filsafat yang dikehendaki Hume itu sesungguhnya tidak pantas dan tidak tepat. Menurutnyakepercayaan yang sangat mendasar itu tidaklah dilandaskan pada pra anggapan yangmembuta begitu saja, melainkan justru mencerminkan konstitusi rasional kita yang sangguppula mengenal lewat intuisi.

    2. Metafisika

    Istilah metafisika juga berasal dari bahasa Yunani, yang terdiri dari kata meta dan physika.

    Meta berarti sesudah, selain atau sebaliknya dan physika berarti nyata atau alam. Jadimetafisika dapat diartikan dibalik alam semesta atau selain yang nyata. Ditinjau dari segifilsafat secara menyeluruh, metafika adalah ilmu yang memikirkan atau membahas hakikatsesuatu di balik alam nyata. Metafisika biasanya dibagi kepada : metafisika umum atauontologi dan metafisika khusus yang terdiri dari kosmologi, teologi metafisik dan filsafatantroplogi (Jan Hendrik Rapar, 1996:44)

    2.1. Metafisika Umum atau Ontologi

    Metafisika umum atau ontologi ini membahas segala sesuatu yang ada secara menyeluruh dansekaligus. Pembahasan itu dilakukan dengan membedakan dan memisahkan eksistensi yangsesungguhnya dari penampakkan atau penampilan eksistensi itu. Pertanyaan‑pertanyaanontologis yang utama dan sering diajukan adalah “apakah realitas atau ada yang begitu

     beraneka ragam dan berbeda‑beda itu pada hakikatnya satu atau tidak ?”, kalau memang satu,“apakah gerangan yang satu itu ?” dan “apakah eksistensi yang sesungguhnya dari segalasesuatu yang ada itu merupakan realitas yang nampak atau tidak ?”. Dalam hal ini ada tigateori ontologi yang terkenal, yaitu :a). Idealisme. Teori ini mengajarkan bahwa eksistensi atau ada yang sesungguhnya berada didunia ide. Segala sesuatu yang nampak dan mewujud dalam alam inderawi hanya merupakan

    gambaran atau bayangan dari yang sesungguhnya yang berada di alam ide. Dengan kata lain bahwa realitas yang sesungguhnya bukanlah yang kelihatan, melainkan yang tidak nampak.Tokoh idealisme subyektif, George Berkeley (1685‑1753) mengatakan bahwa satu‑satunyarealitas yang sesungguhnya adalah aku subyektif yang spritual. Baginya tidak ada substansimaterial dan sebagainya, seperti kursi dan meja, karena semua itu hanya merupakan koleksiide yang ada dalam alam pikiran sejauh yang dapat diserap. G. Wilhelm Friedrich Hegel (1770‑1831) menegaskan bahwa segala sesuatu yang ada adalah satu bentuk dari satu pikiran.

     b). Materialisme. Bagi materialisme ada atau esksitensi yang sesungguhnya adalah sesuatuyang bersifat material. Artinya realitas yang sesungguhnya adalah kebendaan. Karena itu

    seluruh realitas hanya mungkin dijelaskan secara materialistis. Leukippos dan Demokritosmengatakan bahwa seluruh realitas bukan hanya satu, tetapi terdiri dari banyak unsur, danunsur‑unsur itu tidak terbagi lagi atau disebut atom (tidak dapat dibagi). Atom itu merupakan

     bagian materi sangat kecil yang tidak berkualitas dan senantiasa bergerak karena adanyaruang kosong. Jiwa manusia pun terdiri dari atom‑atom. Sementara Thomas Hobbes (1588‑

     

  • 8/17/2019 Diktat Filsafat Umum Oleh _ as’Ad Afifi _ Tasmin Amin

    14/48

    2/29/2016 DIKTAT FILSAFAT UMUM Oleh : As’ad Afifi | TASMIN AMIN

    https://tasmienamien.wordpress.com/filsafat/diktat-filsafat-umum-oleh-asad-afifi/ 14/48

    1679) berpendapat bahwa seluruh realitas adalah materi yang tidak bergantung pada gagasandan pikiran. Setiap kejadian adalah gerak yang terjadi oleh keharusan, maka seluruh realitasyang tidak lain dari materi itu senantiasa berada di dalam gerak. Sedangkan Ludwig AndreasFeuerbach (1804‑1872) mengemukakan bahwa materi haruslah menjadi titik pangkal darisegala sesuatu. Baginya, alam materi adalah realitas yang sesungguhnya. Adapun karenamanusia adalah bagian dari alam material itu, maka manusia adalah satu realitas yangkonkret. Agama dan Tuhan, lanjut dia, hanyalah impian manusia yang begitu egoistis demi

    meraih kebahagiaan bagi dirinya sendiri.c). Dualime. Ini mengajarkan bahwa substansi individual terdiri dari dua tipe fundamentalyang berbeda dan tak dapat direksusikan kepada yang lainnya, yaitu material dan mental.Dengan demikian, dualisme mengakui bahwa realitas terdiri dari materi (yang ada secara fisikdan mental (yang ada tidak kelihatan secara fisik). Dualisme harus dibedakan dari monismedan pluralisme. Monisme dan pluralisme adalah teori tentang jumlah substansi dan bukanmempersoalkan tipe fundamental dan substansi itu. Memang ada filsafat pluralistis yang

     bersifat dualisme, misalnya Cartesianisme, tetapi ada pula yang tidak.

    Ontologi adalah filsafat umum yang juga sering disebut metafisika umum. Ontologi dapatdipahami sebagai “pohon” filsafat atau filsafat itu sendiri. Sebagai pohon filsafat, makaontologi atau metafisika umum ini mempersoalkan apa yang ada di balik “yang ada” (hakikatyang ada), yaitu meliputi pertanyaan tantang hakikat Tuhan sebagai Sang Pencipta alam

     beserta isinya.

    Cakupan ilmu pengetahuan pada dasarnya adalah ilmu tentang manusia dan masyarakat,ilmu alam dan ilmu ketuhanan. Oleh karena itu, filsafat dan ilmu pengetahuan mempunyaiobyek yang sama yaitu sama‑sama menyelidiki manusia, alam dan Tuhan, hanya sajaperbedaannya terletak pada kualitas sasaran yang dituju. Kualitas sasaran filsafat bersifat

    metafisik (hakikat) secara utuh dan menyeluruh, sedangkan kualitas ilmu pengetahuan hanyamenyelidiki jenis, bentuk, sifat dan susunan fisik menurut bagian‑bagian tertentu secaraterpisah.

    Tokoh yang membuat istilah ontologi populer adalah Christian Wolff (1679‑1714). Istilahontologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu ta onta berarti “yang ada” dan logi berarti “ilmupengetahua atau ajran”. Dengan demikian ontologi adalah ilmu pengetahaun atau ajarantentang yang ada. Dalam ontologi ini terdapat beberapa aliran yang penting, yaitu antara lain :1) dualisme, yang memandang alam ini terdiri dari dua macam hakikat sebagai sumbernya, 2)

    monisme (materialisme) yang memandang bahwa sumber yang asal itu hanya tunggal, 3)idealisme yang memandang segala sesuatu serba‑cita atau serba roh, dan 4) aguosticisme yangmengingkari kesanggupan manusia untuk mengetahui hakikat seperti yang dikehendaki olehilmu metafisik. (Sudarsono, 2001 : 118)

    2.2. Metafisika Khusus

    2.2.1 Kosmologi

    Kosmologi berasal dari bahasa Yunani, terdiri dari kata kosmos dan logos. Kosmos berarti

    dunia, alam atau ketertiban (lawan dari chaos = kacau balau) dan logos berarti kata atau ilmu. Jadi kosmologi berarti pembicaraan atau ilmu tentang alam semesta dan ketertiban yangpaling fundamental dari seluruh realitas. Kosmologi memandang alam semesta sebagai suatutotalitas dari fenomena dan berupaya untuk memadukan spekulasi metafisika dengan evidensiilmiah di dalam suatu kerangka yang koheran. Hal‑hal yang biasa disoroti dan dipersoalkan

     

  • 8/17/2019 Diktat Filsafat Umum Oleh _ as’Ad Afifi _ Tasmin Amin

    15/48

    2/29/2016 DIKTAT FILSAFAT UMUM Oleh : As’ad Afifi | TASMIN AMIN

    https://tasmienamien.wordpress.com/filsafat/diktat-filsafat-umum-oleh-asad-afifi/ 15/48

    adalah mengenai ruang dan waktu, perubahan, kebutuhan, kemungkinan‑kemungkinan dankeabadian. Metode yang digunakan bersifat rasional dan justru hal itulah yangmembedakannya dari berbagai kisah asal mula struktur alam.

    2.2.2 Teologi Metafisik

    Teologi metafisik mempersoalkan eksistensi Tuhan, yang dibahas secara terlepas dari

    keprcayaan agama. Eksistensi Tuhan hendak dipahami secara rasional. Konsekwensinya,Tuhan menjadi sistem filsafat yang perlu dianalisis dan dipecahkan lewat metode ilmiah.Apabila Tuhan dilepaskan dari kepercayaan agama, maka hasil analisis dan pembahasan yangdiperoleh bisa berupa satu dari beberapa kemungkinan sebagai berikut : (a). Tuhan tidak ada.(b). Tidak dapat dipastikan apakah Tuhan ada atau tidak. (c). Tuhan ada tanpa dapatdibuktikan secara rasional. (d). Tuhan ada, dengan bukti rasional

    Para filsuf terkenal seperti Anselmus, Descartes, Thomas Aquinas dan Immanuel Kant telahmebuktikan bahwa Tuhan itu benar‑benar ada. Bukti‑bukti rasional yang diutarakan adalah :∙ Argumen Ontologis. Semua manusia memiliki ide tentang Tuhan. Sementara itu, diketahui

    pula bahwa kenyataan atau realitas senantiasa lebih sempurna daripada ide. Dengandemikian, Tuhan pasti ada dan realitas adaNya pasti lebih sempurna daripada ide manusiatentang Tuhan.∙ Argumen Kosmologi. Setiap akibat pasti ada sebab. Dunia (kosmos) adalah akibat, karena itupasti memiliki sebab di luar dirinya sendiri. Penyebab adanya dunia itulah Tuhan.∙ Argumen Teleologis. Segala sesuatu ada tujuannya. Sebagai contoh, mata untuk melihat,telinga untuk mendengar dan kaki untuk berjalan. Karena segala sesuatu memiliki tujuan, itu

     berarti seluruh realitas tidak terjadi dengan sendirinya, melainkan dijadikan oleh yangmengatur tujuan itu. Pengatur tujuan itu adalah Tuhan.

    ∙ Argumen Moral. Manusia bermoral karena dapat membedakan yang baik dan yang buruk,yang benar dan yang salah, dan seterusnya. Itu menunjukkan bahwa ada dasar dan sumbermoralitas. Dasar dan sumber moralitas itu adalah Tuhan.

    Skeptisisme secara umum meragukan segala keyakinan yang telah digenggam selama ini.Menurut aliran ini sesungguhnya tak dapat dipastikan apakah Tuhan itu benar‑benar ada atautidak mungkin saja ada tapi mungkin juga tidak ada. Skepteisisme merupakan pintu yangterbuka lebar ke arah ateisme (dalam arti teoritis), yaitu suatu paham yang berupayamempertanggungjawabkan secara falsafati keyakinan bahwa Tuhan tidak ada. Karena itu,David Hume menegaskan bahwa tidak ada bukti yang benar‑benar shahih tentang adanyaTuhan dan bahwa Dia menyelenggarakan dunia ini. Hume menolak eksistensi Tuhan dankebenaran agama, bahkan menolak gagasan tentang Tuhan serta menganggap bahwamoralitas semata‑mata hanya perasaan manusia belaka. Terhadap perasaan sendiri, akal sehattidak memiliki wewenang untuk mengendalikan atau mengawasinya.

    Sigmund Freud (1856‑1939) menyatakan bahwa Tuhan memiliki tiga fungsi utama bagikehidupan praktis manusia di dunia, yaitu :∙ Tuhan dianggap penguasa alam. Oleh karena itu dengan menyembahNya, manusia akandapat mengatasi kecemasannya terhadap alam yang begitu dahsyat.

    ∙ Keyakinan agama memperdamaikan manusia dengan nasibnya yang mengerikan, terutamasetelah kematian∙ Tuhan memelihara dan menjaga agar ketentuan dan peraturan kultur akan dilaksanakan.

     

  • 8/17/2019 Diktat Filsafat Umum Oleh _ as’Ad Afifi _ Tasmin Amin

    16/48

    2/29/2016 DIKTAT FILSAFAT UMUM Oleh : As’ad Afifi | TASMIN AMIN

    https://tasmienamien.wordpress.com/filsafat/diktat-filsafat-umum-oleh-asad-afifi/ 16/48

    Kehidupan moral merupakan tempat bagi Tuhan untuk berperan. Segala perbuatan yang baikakan memperoleh ganjaran dan segala perbuatan yang jahat akan dihukum. Hukuman ituakan berlangsung nanti setelah kematian, karena di sanalah segala ganti rugi terhadapkesusahan dan penderitaan akan diperoleh dan kejahatan akan dibalas setimpal denganperbuatn manusia. Freud kemudian menyimpulkan bahwa religi adalah suatu ilusi yang

     berasal dari semacam infantilisme atau sifat kekanak‑kanakan. Dengan demikian, bagi Freud,Tuhan hanyalah ilusi.

    2.2.3 Filsafat Antropologi

    Filsafat antropologi adalah bagian metafisika khusus yang mempersoalkan apakah manusiaitu?, apakah hakikat manusia? dan bagaimana hubungan dengan alam dan sesamanya?. Makafilsafat antropologi bupaya menemukan jawaban atas pertanyaan tersebut sebagaimanaadanya, baik menyangkut esensi, eksistensi, status maupun relasi‑relasinya. Sebenarnya sejakzaman purba manusia dipersoalkan secara falsafati (selengkapnya baca pada pembahasanmasalah manusia).

    3. Logika

    Logika adalah istilah yang dibentuk dari bahasa Yunani logikos yang berasal dari kata bendalogos, artinya sessuatu yang diutarakan, suatu pertimbangan akal pikiran, kata, percakapandan bahasa. atau yang yang berkenaan dengan bahasa. Jadi secara etimologi logika berartisuatu pertimbangan akal pikiran yang diutarakan lewat kata dan dinyatakan dalam bahasa.Dengan demikian bahwa logika adalah ilmu pengetahuan dan kecakapan untuk berfikir lurus(tepat). Dari definis yang diungkapkan oleh para ahli dapat disimpulkan bahwa logika adalahcabang filsafat yang menyusun, mengembangkan, dan membahas asas‑asas, aturan‑aturan

    formal dan prosedur‑prosedur normatif serta kriteria yang sahih bagi penalaran danpenyimpulan demi mencapai kebenaran yang dapat dipertanggungjawabkan secara rasionalLogika merupakan suatu percobaan untuk memberi jawaban terhadap pertanyaan : “apakahyang dimaksud dengan pendapat yang benar ?, apakah yang membedakan antara argumentasiyang benar denga yang keliru ? atau apakah yang dapat digunakan untuk meneliti kekeliruanpendapat ? Memperhatikan pertanyaan‑pertanyaan tersbut, Popkin dan Stroll berkesimpulan

     bahwa logika merupakan salah satu cabang filsafat yang tergolong penting sekali. Semua bagian atau cabang filsafat tidak dapat lepas pada penggunaan pikiran atau cara berfikir,apakah pikiran itu benar atau keliru akan tergantung pada penyesuaiannya dengan asa‑asaslogika. Di situlah letak logika di perlukan sebagai dasar penggunaan pikiran.[13]

    Logika itu terbagi kepada beberapa macam, antara lain logika naturalis, logika ilmiah, logikaartificialis atau tradisional serta logika formal dan logika material. Logika naturalis (alamiah)adalah bahwa manusia berfikir menurut kudrat atau fitrahnya scara alamiah. Umur logika itusama usianya dengan umur manusia, akrena sejak kelahirannya dia sudah dilengkapi oelhTuhan dengan akal / ratio, yang berarti sejak itu logika telah ada dalam bentuknya yangsederhana, alamiah dan belum dikembangakan secara ilmiah. Misalnya, manusia dapat

     berpikir secar praktis bahwa si A tidak sama dengan si B, makan tidak sama dengan tidur danlain sebagainya. Jadi kecakapan berfikir logis manusia adalah anugrah dari Tuhan yang tidak

    dimiliki oleh makhluk seperti hewan.

    Sedangkan logika ilmiah (scientific) adalah kelanjutan dari logika alamiah (natural), yaituapabila manusia diberikan bimbingan secara sistematis untuk dapat menguasai pola‑pola pikirsecara teratur sesuai dengan hukum‑hukum ketetapan atau kebenaran berfikir. Adapun logika

     

  • 8/17/2019 Diktat Filsafat Umum Oleh _ as’Ad Afifi _ Tasmin Amin

    17/48

    2/29/2016 DIKTAT FILSAFAT UMUM Oleh : As’ad Afifi | TASMIN AMIN

    https://tasmienamien.wordpress.com/filsafat/diktat-filsafat-umum-oleh-asad-afifi/ 17/48

    artificialis yang disebut juga logika tradisional (logika Aristoteles), yang kelahirannya sebagailogika tradisi kuno sejak Aristoteles berhasil membukukannya dalam ‘Organon’ sebagai bukulogika pertama. Menurut tradisi, Aristoteleslah yang berhasil merumuskan ilmu tentangkaidah berfikir benar secara sistematis. Menurutnya, logika adalah sebagai organon (alat daninstrumen) untuk berpikir benar dan menemukan kebenaran. Setelah pengetahaun logika inimembudaya di kalangan umat manusia, maka logia artifisialis ini dikembangkan secara ilmiahmenjadi dua bagian, yaitu logika formal dan logika material.

    Logika formal (logic) atau logika minor, mempelajari asas‑asas, kaidah, aturan atau hukum berfikir yang harus ditaati, agar manusia dapat berfikir dengan tepat dan benar serta mencapaikebenaran. Jadi bagaimana seharusnya manusia berfikir dengan baik sesuai aturan tersebut.Sedangkan logika material atau kritik (mayor), mempersoalkan isi atau materi pengetahuandan bagaimana caranya mempertanggungjawabkan isi pengetahuan itu. Dengan demikainlogika ini mempelajari tentang : sumber dan asal pengetahuan, alat‑alat pengetahuan, prosesterjadinya pengetahuan, kemungkinan‑kemungkinan dan batas‑batas penjelasan pengetahuan,metode ilmiah pengetahaun dan kebenaran serta kekeliruan dan sebagainya. Logika materialinilah sebagai wadah timbulnya filsafat mengenal (kennisleer) dan filsafat ilmu pengetahuan(wetenschapleer).[14]

    4. Etika

    Etika (dalam Islam dikenal akhlaq) adalah ilmu yang membahas perbuatan baik danperbuatan buruk manusia sejauh yang dapat dipahami oleh pikiran manusia. Etika berasaldari bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata, ethos dan ethikos. Ethos berarti sifat, watak dankebiasaan, sedangkan ethikos berarti susila, keadaban atau perbuatan dan kelakuan yang baik.Adapun istilah moral berasal dari bahasa Latin, yaitu mores merupakan bentuk jamak dari

    mos, yang berarti adat istiadat atau kebiasaan, watak, kelakuan, tabiat dan cara hidup.Mempelajari etika bertujuan untuk mendapatkan konsep yang sama mengenai penilaian baikdan buruk bagi semua manusia dalam ruang dan waktu tertentu. Etika biasanya disebut ilmupengetahuan normatif, sebab etika menetapkan ukuran bagi perbuatan manusia denganpenggunaan norma tentang baik dan buruk.

    Etika merupakan cabang filsafat yang amat berpengaruh sejak zaman Socrates (470‑399 SM).Etika membahas baik dan buruk atau benar tidaknya tingkah laku dan tindakan manusia sertasekaligus menyoroti kewajiban‑kewajiban manusia. Etika tidak mempersoalkan apa atau siapmanusia itu, tetapi bagaimana manusia seharusnya berbuat dan bertindak.

    4.1. Etika Deskriptif

    Etika deskriptif menguraikan dan menujelaskan kesadaran dan pengamalan moral secaradeskriptif. Ini dilakukan dengan bertolak dari kenyataan bahwa ada fenomena moral yangdapat digambarkan dan diuraikan secara ilmiah, seperti yang dapat dilakukan terhadapfenomena spritual lainnya, misalnya religi dan seni. Oleh karena itu, etika deskriptifdigolongkan ke dalam bidang ilmu pengetahuan empiris dan berhubungan erat dengansosiologi. Dalam hubungan dengan sosiologi, etika deskriptif berupaya menemukan dan

    menjelaskan kesadaran, keyakinan dan pengalaman moral dalam suatu kultur tertentu.

    Etika deskriptif dapat dibagi dua, yaitu pertama sejarah moral yang meneliti cita‑cita, aturan‑aturan dan norma‑norma moral yang pernah diberlakukan dalam kehidupan manusia padakurun waktu dan suatu tempat tertentu atau dalam suatu lingkungan besar yang mencakup

     

  • 8/17/2019 Diktat Filsafat Umum Oleh _ as’Ad Afifi _ Tasmin Amin

    18/48

    2/29/2016 DIKTAT FILSAFAT UMUM Oleh : As’ad Afifi | TASMIN AMIN

    https://tasmienamien.wordpress.com/filsafat/diktat-filsafat-umum-oleh-asad-afifi/ 18/48

     beberapa bangsa, kedua fenomenologi moral, yang berupaya menemukan arti dan maknamoralitas dari berbagai fenomena moral yang ada. Fenomenologi moral tidak bermaksudmenyediakan petunjuk‑petunjuk atau patokan moral yang perlu dipegang oleh manusia.Karena itu fenomenologi moral tidak mempermasalahkan apa yang benar dan apa yang salah.

    4.2. Etika Normatif

    Etika normatif disebut juga filsafat moral atau etika filsafat. Etika normatif dapat dibagi kedalam dua teori, yaitu teori nilai dan teori keharusan. Teori nilai mempersoalkan sifatkebaikan, sedangkan teori keharusan membahas tingkah laku. Ada pula yang membaginyakepada dua golonang atau paham : konsekuensealis (teleologikal) dan nonkonsekuensealis(deantologikal). Konsekuensealis (teleologikal) berpendapat bahwa moralitas suatu tindakanditentukan oleh konsekuensinya, sedang nonkonsekuensialis berpendapat bahwa moralitassuatu tindakan ditegntukan oleh sebab‑sebab yang menjadi dorongan dari tindakan itu atauditentukan oleh sifat‑sifat hakikinya atau oleh keberadaannya yang sesuai dengan ketentuan‑ketentuan dan prinsip‑prinsip tertentu.

    Baik teleologikal maupun deontologikal dapat dimasukkan ke dalam teori keharusan. Salahsatu aliran yang terkenal dalam teori keharusan yang teleologikal adalah aliran egoisme. Diantara versi egoisme mengajarkan bahwa tolok ukur bagi penilaian benar salahnya suatutindakan adalah dengan memperhatikan untung ruginya tindakan itu bagi pelakunya sendiri.Egoisme menegaskan bahwa manusia memiliki hak untuk berbuat apa saja dianggapmenguntungkan dirinya. Sedangkan dalam teori keharusan yang deontologikal, tampillahaliran formalisme. Para pemikir formalis mengatakan bahwa akibat (konsekuensi) bukanhanya tidak mampu, melainkan juga tidak relevan untuk menilai suatu tindakan atauperbuatan. Bagi mereka, yang paling penting dan menentukan adalah motivasi. Motivasi yang

     baik akan membuat tindakan atau perbuatan itu benar kendati akibat dari perbuatan ituternyata buruk.

    4.3. Metaetika

    Metaetika merupakan suatu studi analisis terhadap disiplin etika. Metaetika baru muncul padaabad 20, yang secara khusus menyelidiki dan menetapkan arti serta makna istilah‑istilahnormatif yang diungkapkan lewat pernyataan‑pernyataan etis yang membenarkan ataumenyalahkan suatu tindakan. Istilah‑istilah normatif yang sering mendapat perhatian khususantara lain, keharusan, baik dan buruk, benar dan salah, yang terpuji dan yang tidak terpuji,

    yang adil, yang semestinya dan sebagainya. Ada beberapa teori yang disodorkan oleh aliran‑aliran yang terkenal, yaitu :∙ Teori naturalistis, yang mengatakan bahwa istilah‑istilah moral sesungguhnya menamai hal‑hal atau fakta‑fakta yang pelik dan rumit. Istilah normatif etis, seperti baik dan benar dapatdisamakan dengan istilah deskriptif, yang dikehendaki Tuhan, yang diidamkan atau yang

     biasa. Teori naturalistis juga berpendapat bahwa pertimbangan‑pertimbangan moral dapatdilakukan lewat penyelidikan dan penelitian ilmiah.∙ Teori kognitivis, mengatakan bahwa pertimbangan‑pertimbangan moral tidak selalu benar,sewaktu‑waktu bisa keliru. Itu berarti putusan moral bisa benar dan bisa salah. Selain itu, pada

    prinsipnya pertimbangan‑pertimbangan moral dapat menjadi subyek pengetahuan ataukognisi. Teori ini dapat bersifat naturalistis dan dapat juga bersifat non‑naturalistis.∙ Teori intuitif, berpendapat bahwa pengetahuan manusia tentang yang baik dan yang salahdiperoleh secara intuitif. Teori ini menolak kemungkinan untuk memberi batasan‑batasan non‑normatif terhadap istilah‑istilah normatif etis. Bagi teori ini pengetahuan manusia tentang

     

  • 8/17/2019 Diktat Filsafat Umum Oleh _ as’Ad Afifi _ Tasmin Amin

    19/48

    2/29/2016 DIKTAT FILSAFAT UMUM Oleh : As’ad Afifi | TASMIN AMIN

    https://tasmienamien.wordpress.com/filsafat/diktat-filsafat-umum-oleh-asad-afifi/ 19/48

    yang baik dan yang salah itu jelas dengan sendirinya karena manusia dapat merasa danmengetahui secara langsung apakah nilai hakiki suatu hal itu baik atau buruk, atau benartidaknya suatu tindakan.∙ Teori subyektif, menekankan bahwa pertimbangan‑pertimbangan moral sesungguhnyahanya dapat mengungkapkan fakta‑fakta subyektif tentang sikap dan tingkah laku manusia.Pertimbangan‑pertimbangan moral itu tidak mungkin dapat mengungkapkan fakta‑faktaobyektif, karena itu, apabila seseorang mengatakan bahwa sesuatu itu benar berarti dia

    menyetuji sesuatu itu benar demikian. Sebaliknya apabila dia mengatakan sesuatu itu salah berarti dia hanya mengungkapkan ketidaksetujuannya terhadap apa yang dikatakan salah itu∙ Teori emotif, menegaskan bahwa pertimbangan‑pertimbangan moral tidak mengungkapkansesuatu apapun yagn dapat disebut selah atau benar kendati hanya secara subyektif.Pertimbangan‑pertimangan moral tidak lebih dari suatu ungkapan emosi samata‑mata.Menurut teori ini istilah‑istilah etis tidak memiliki makna apapun kecuali hanya sebagai tandadari luapan perasaan dan, dalam hal ini, sama saja seperti rintihan, seruan dan umpatan.∙ Teori imperatif, berpendapat bahwa pertimbanga‑pertimbangan moral sesungguhnya

     bukanlah ungkapan dari sesuatu yang dapat dinilai salah atau benar. Dengan demikian, tak

    satupun istilah moral yang dapat memuat sesuatu yang boleh disebut salah atau benar. Teoriini mengatakan bahwa istilah‑istilah moral itu sesungguhnya hanya merupakan istilahsamaran dari keharusan‑keharusan ataupun perintah‑perintah. Jadi, apabila dikatakan“kebohongan itu tidak baik”, yang dimaksudkan adalah “jangan berbohong” dan jikadikatakan “kebaikan itu terpuji dan benar”, yang dimaksudkan adalah “lakukanlah kebaikan”.∙ Teori skeptis, yang mengajarkan bahwa sesungguhnya tidak ada kebenaran moral; moralitastidak memiliki dasar rasional; yang mengemukakan bahwa prinsip‑prinsip moral tidak dapatdibuktikan kebenarannya; yang berpendapat bahwa salah benarnya suatu hal itu hanyalahsemata‑mata soal adat, kebiasaan atau selera; yang mengatakan bahwa norma‑norma etis tidakmutlak; yang menganggap bahwa norma‑norma etis itu bersifat relatif dan hanya benar dan

     berlaku dalam suatu lingkungan budaya tertentu dalam kurun waktu tertentu pula.

    5. Estetika

    Estetika adalah cabang filsafat yang membicarakan masalah seni (art) dan keindahan (beauty).Istilah ini berasal dari bahasa Yunani, aisthesis yang berarti penyerapan inderawi, pemahamanintelektual atau bisa juga berarti pengamatan spritual. Dengan kata lain, estetika merupakanstudi filsafat yang mempersoalkan atau mengkaji hal‑ihwal nilai keindahan. Keindahanmengandung arti bahwa di dalam diri segala sesuatu terdapat unsur‑unsur yang tertata secara

    tertib dan harmonis dalam satu kesatuan hubungan yang utuh dan menyeluruh. Bagi ilmupengetahuan yang beraneka ragam itu, filsafat berfungsi sebagai pengikat ke arahkeseragaman dan kesatuan. Keanekaragaman ilmu pengetahuan yang berada secara terpisah‑pisah antara satu dengan yang lain itu terjadi seragam, tertata secara tertib dan harmonisdalam satu kesatuan hubungan yang utuh menyeluruh di dalam obyek, metode dan teorikebenaran filsafat (Suparlan Suhartono, 2004: 162).

    Estetika dapat dibagi menjadi dua, yaitu estetika deskriptif yang menguraikan dan melukiskanfenomena‑fenomena pengalaman keindahan, dan estetika normatif yang mempersoalkan danmenyelidiki hakikat, dasar dan ukuran pengalaman keindahan. Ada pula yang membagi

    estetika kepada filsafat seni dan filsafat keindahan. Filsafat seni mempersoalkan statusontologis dari karya seni dan mempertanyakan pengetahuan apakah yang dihasilkan oleh seni

     

  • 8/17/2019 Diktat Filsafat Umum Oleh _ as’Ad Afifi _ Tasmin Amin

    20/48

    2/29/2016 DIKTAT FILSAFAT UMUM Oleh : As’ad Afifi | TASMIN AMIN

    https://tasmienamien.wordpress.com/filsafat/diktat-filsafat-umum-oleh-asad-afifi/ 20/48

    serta apakah yang dapat diberikan oleh seni untuk menghubungkan manusia dengan realitas.Sedangkan filsafat keindahan membahas apakah keindahan itu dan apakah nilai indah ituobyektif atau subyektif.

    Menurut Plato seni atau art adalah keterampilan untuk mereproduksi sesuatu, baginya apayang disebut hasil seni tidak lain dari tiruan (imitation). Contoh, seseorang yang melukispanorama alam yang indah sesungguhnya hanya meniru panorma alam yang pernah

    dilihatnya. Jadi karya‑karya seni hanyalah tiruan dari meja, burung, kucing dan sebagainyadimana benda semua itu juga merupakan tiruan dari bentuk ideal yang ada dalam alam ide.Aristoteles sependapat dengan Plato tentang seni sebagai tiruan dari berbagai hal yang ada.Contoh yang dibuat oleh Aristoteles adalah puisi. Dia mengatakan bahwa puisi merupakantiruan dari tindakan dan perbuatan manusia yang dinyatakan lewat kata‑kata. Apabila Platomenganggap seni tidak begitu penting, Aristoteles justru menganggap seni itu penting karenamemiliki pengaruh yang besar bagi manusia. Aristoteles mengatakan bahwa puisi lebihfilosofis daripada sejarah.

    Pada abad pertengahan, estetika tidak begitu mendapat perhatian dari para filsuf, karenagereja Kristen semula bersikap memusuhi seni dengan alasan hal itu bersifat duniawi danmerupakan produk bangsa kafir Yunani dan Romawi. Namun Augustinus (354‑430) memilikiminat cukup besar terhadap seni, dengan mengembangkan suatu filsafat Platonisme Kristenyang mengajarkan bentuk‑bentuk Platonis. Dia mengatakan bahwa bentuk‑bentuk Platonisuga berada dalam pemikiran Tuhan. Menurutnya keindahan merupakan salah satu bentuk

    yang ada dalam pemikiran Tuhan, oleh karenanya keindahan dalam seni dan alam haruslahmemiliki pertalian yang erat dengan agama. Kendatipun mengikuti pendapat Plato tentangkeindahan, namun dia membantah pendapatnya yang mengatakan bahwa seni itu tiruan.Menurut Augustinus, hewan juga meniru tapi tidak dapat menghsilkan karya seni.

    Kemudian David Hume mengatakan bahwa keindahan bukanlah suatu kualitas obyektif yangterletak di dalam obyek‑obyek itu sendiri, melainkan berada di dalam pikiran. Manusiatertarik pada suatu bentuk dan struktur tertentu lalu menyebutnya indah. Dia mengatakan

     bahwa apa yang dianggap indah oleh manusia sesungguhnya amat ditentukan oleh sifat alamimanusia, yang dipengaruhi juga oleh kebiasaan dan preferensi individual. Senada denganHume, Immanuel Kant berpendapat bahwa keindahan itu merupakan penilaian estetis yangsemata‑mata subyektif. Menurutnya bahwa pertimbangan estetis memberikan fokus yangamat dibutuhkan untuk menjembatani segi‑segi teori dan praktek dari sifat dasar manusia. Dia

    menganggap bahwa kesadaran estetis sebagai unsur yang penting dalam pengalaman manusiapada umumnya.

    Seorang filsuf Amerika, George Santayana (1863‑1952) mengembangkan estetika naturalistis.Sama dengan Hume dan Kant, dia menolak obyektivitas keindahan. Menurut dia keindahanidentik dengan kesenangan yang dialami manusia ketika ia mangamati obyek‑obyek tertentu.Filsuf Itali, Benedetto Croce (1866‑1952) mengembangkan teori estetika lewat alam pikiranfilsafat idealisme. Croce menyamakan seni dengan intuisi, dan intuisi itu sendiri adalahgambar yang berada dalam alam pikiran. Dengan demikian, seni berada di alam pikiranseniman. Karya seniman dalam bentuk fisik sesungguhnya bukan seni, melainkan semata‑

    mata alat bantu untuk menolong penciptaan kembali seni yang sebenarnya berada di alampikiran seniman. Dia juga menyamakan intuisi dengan ekspresi. Karena seni sama denganintuisi dan intuisi sama dengan ekspresi, maka seni sama dengan ekspresi. Apa yangdiekspresikan itu tidak lain dari perasaan si seniman.

     

  • 8/17/2019 Diktat Filsafat Umum Oleh _ as’Ad Afifi _ Tasmin Amin

    21/48

    2/29/2016 DIKTAT FILSAFAT UMUM Oleh : As’ad Afifi | TASMIN AMIN

    https://tasmienamien.wordpress.com/filsafat/diktat-filsafat-umum-oleh-asad-afifi/ 21/48

    FILSAFAT TENTANG BERBAGAI DISIPLIN ILMU

    Sebagaimana telah disinggung terdahulu bahwa filsafat adalah induk dari semua disiplinilmu, artinya pada mulanya filsafat itu mencakup seluruh ilmu pengetahuan yang dikenal saatini. Namun kemudian, secara berangsur‑angsur, satu demi satu ilmu‑ilmu itu mulaimelepaskan diri dari filsafat, menjadi mandiri dan terus mengembangkan diri. Dalammengembangkan dirinya, ilmu‑ilmu tersebut terus mencari dan menerapkan berbagai metode,

    sistem, prinsip dan sebagainya dengan mengadakan penelitian‑penelitian faktual dan praktis.Akan tetapi ketika ilmu pengetahuan itu mengalami kebuntuan di dalam menghadapipersoalan realitas maka ia kembali lagi kepada iduknya, yakni filsafat untuk memintaawaban.

    Oleh karena banyaknya pertanyaan atau persoalan yang diajukan kepada berbagai ilmupengetahuan telah melampaui kompetensinya dan harus meminta jawaban dari filsafat, makalahirlah filsafat khusus yang membahas tentang berbagai disiplin ilmu. Filsafat khusus inimenerapkan berbagai metode filosofis dalam upaya mencari dan menemukan akan serta asasrealitas yang dipersoalkan oleh bidang ilmu tersebut demi memperoleh kejelasan lebih pasti.

    Seperti diketahui bersama bahwa saat ini terdapat begitu banyak ilmu pengetahuan yang berkembang, yang pada dasarnya dapat diklasifikasikan kepada tiga kelompok besar, yaitu :ilmu‑ilmu deduktif (ilmu formal), ilmu‑ilmu induktif (ilmu empiris) dan ilmu‑ilmu reduktif(sejarah dan sebagainya). Pada hakikatnya persoalan‑persoalan falsafati terdapat di seluruh

     bidang ilmu dari ketiga kelompok tersebut. Dalam makalah ini hanya akan dikemukakan beberapa saja.

    1. Filsafat Politik

    Filsafat politik adalah refleksi filosofis mengenai masalah‑masalah sosial politik yagn dapatdibedakan menjadi dua bagian pembahasan yang berkaitan erat, yakni pertamamempersoalkan hakikat, kedua mempersoalkan fungsi dan tujuan. Akan tetapi dalamkenyataannya, filsafat politik bukan hanya mempersoalkan hakikat, fungsi dan tujuan negara,melainkan juga membahas soal keluaga dalam negara, pendidikan, agama, hak dan kewajibanindividual, kekayaan dan harta milik pemerintah dan sebagainya. Filsafat politik berbedadengan ilmu politik, karena ilmu politik bersifat deskriptif dan bersangkut paut dengan fakta‑fakta, sedangkan filsafat politik bersifat normatif dan bersangkut paut dengan nilai‑nilai.

    Plato dalam bukunya Republika mempersoalkan dan membahas berbagai permasalahantersebut. Menurut Plato, negara ideal adalah negara yang penuh dengan kebajikan dankeadilan. Setiap warganya berfungsi sebagaimana mestinya dalam upaya merealisasikannegara ideal itu, oleh karenanya maka pendidikan harus diatur oleh negara. Pendidikanmenduduki tempat amat penting dalam filsafat politik Plato. Agar negara ideal itu dapatterwujud nyata, yang patut menjadi raja atau presiden adalah mereka yang mempelajarifilsafat. Dengan kata lain raja haruslah seorang filsuf, karena hanya filsuflah yang benar‑benarmengenal ide‑ide. Selain itu filsuf juga tahu tentang kebijakan, kebaikan dan keadilan,sehingga pemerintahannya tidak akan mengarah pada kejahatan dan ketidakadilan. Menurut

    Plato, hanya filsuflah yang memiliki pengetahuan yang sesungguhnya, dan karenapengetahuan adalah kekuasaan, maka filsuflah yang layak memerintah.

     

  • 8/17/2019 Diktat Filsafat Umum Oleh _ as’Ad Afifi _ Tasmin Amin

    22/48

    2/29/2016 DIKTAT FILSAFAT UMUM Oleh : As’ad Afifi | TASMIN AMIN

    https://tasmienamien.wordpress.com/filsafat/diktat-filsafat-umum-oleh-asad-afifi/ 22/48

    Sementara Aristoteles berpendapat bahwa negara adalah persekutuan yang berbentuk polisyang dibentuk demi kebaikan tertinggi bagi manusia. Negara harus mengupayakan danmenjamin kesejahteraan bersama yang sebesar‑besarnya karena hanya dalam kesejahteraanumum itulah kesejahteraan individual dapat diperoleh. Menurut dia alangkah baiknya apabilanegara diperintah oleh seorang filsuf‑raja yang memiliki pengetahuan sempurna dan amat

     bijaksana, karena akan menjamin tercapainya kebaikan tertinggi bagi para warganya. Akantetapi lanjutnya, di dunia ini tidak mungkin dapat ditemukan seorang filsuf‑raja yang

    sempurna, kareanya yang terpenting adalah menyusun hukum dan konstitusi terbaik yangmenjadi sumber kekuasaan dan menjadi pedoman pemerintahan bagi para penguasa.

    Filsafat politik klasik senantiasa bermuara pada etika, yang pada masa itu menduduki tempatpaling mulia di antara segala cabang filsafat. Persoalan yang dikemukakan dan pertanyaanyang di ajukan merupakan abstraksi moral yang bersumber dari upaya untuk memberi artidan makna bagi kehidupan individu dan masyarakat. Dengan demikian ada tujuan lebih pastidan lebih agung yang hendak dicapai, kendati harus melewati perjuangan yang tidak kunjungselesai. Dalam filsafat politik modern, pokok persoalan yang utama adalah masalah individudan hak‑hak miliknya. Itu terlihat jelas lewat tema‑tema pembahasan filsafat politik masa kiniyang berkisar pada soal kebebasan, otoritas, hak‑hak asasi manusia, demokrasi, hak dankewajiban, keadilan dan lain‑lain.

    2. Filsafat Hukum

    Filsafat hukum berbeda dengan ilmu hukum. Filsafat hukum bersifat universal, karena mem‑persoalkan hukum secara umum. Filsafat hukum tidak membicarakan hukuk di Indonesiaatau di Amerika Serikat, melainkan hukum itu an sich. Adapun ilmu hukum mempelajari isiperundang‑undangan yang berlaku di Indonesia, Amerika Serikat, Perandis dan lain

    sebagainya. Filsafat hukum merupakan refleksi filosofis mengenai masalah‑masalah hukum.Yang dipersoaalkan adalah apakah sebenarnya dan hakikat hukum; apa dan bagaimana sifathukum; apakah fungsi dan tujuan hukum; apakah keadilan itu; dan mengapa manusia haruspatuh terhadap hukum.

    Menurut Plato hukum hanya merupakan sebagian dari pengetahuan yang dimiliki penguasanegara, yaitu sang filsuf‑raja. Hukum bisa berarti baik bagi yang diperintah, sejauh ia dinilai

     baik oleh sang filsuf‑raja. Karena filsuf‑raja selaku penguasa adalah orang yang paling arifserta memiliki moralitas dan pengetahuan yang sempurna, maka warga negara tidak perlumerasa khawatir bahwa pada suatu saat filsuf‑raja akan menyalahgunakan kebebasannyaterhadap hukum. Sikap Plato itu merupakan akibat logis dari keyakinannya yangmenempatkan pengetahuan di atas segala‑galanya. Ini karena apabila pengetahuan yangdinobatkan menjadi ‘yang mulia’ segala sesuatu yang lain –termasuk hukum– harus berada di

     bawahnya.

    Akan tetapi kemudian Plato menyadari bahwa ternyata sangat sulit mencari orang yang benar‑ banar arif dan memiliki pengetahuan yang sempurna. Oleh sebab itu, dia mengungkapkan betapa perlunya menegakkan hukum dan membuat undang‑undang. Dengan kata lain, parapenguasa harus memerintah dengan hukum dan berdasarkan undang‑undang. Itu bukan

     berarti bahwa Plato mendewakan dan mengagungkan hukum. Menurutnya, undang‑undangdibuat demi kebutuhan praktis, namun tidak boleh mengikat, membelenggu dan membatasigerak seorang negarawan sejati untuk mengubah, menambah atau membatalkan semuaundang‑undang yang telah usang. Plato juga berpendapat bahwa hukum dan undang‑undang

     

  • 8/17/2019 Diktat Filsafat Umum Oleh _ as’Ad Afifi _ Tasmin Amin

    23/48

    2/29/2016 DIKTAT FILSAFAT UMUM Oleh : As’ad Afifi | TASMIN AMIN

    https://tasmienamien.wordpress.com/filsafat/diktat-filsafat-umum-oleh-asad-afifi/ 23/48

     bukan semata‑mata dimaksudkan untuk memelihara ketertiban dan menjaga stabilitas negara,tetapi juga untuk menolong warga negara mencapai keutamaan atau kebajikan pokoksehingga benar‑benar layak menjadi warga negara ideal.

    Selanjutnya Aristoteles berpendapat bahwa hukum adalah sumber kekuasaan dalam negara.Apabila hukum telah menjadi sumber kekuasaan, maka pemerintahan para penguasa akanterarah untuk kepentingan, kebaikan dan kesejahteraan umum. Hukum sebagai sumber

    kekuasaan harus memiliki kewibaan dan kedaulatan tertinggi dalam negara. Bagi Aristoteleshukumlah yang seharusnya memiliki kedaulatan tertinggi, bukan menusia. Karena

     bagaimanapun arifnya para penguasa itu tidak mungkin mereka dapat menggantikankedudukan hukum.

    Aristoteles adalah filsuf pertama yang membedakan antara hukum kebiasaan dan hukumtertulis. Hukum kebiasaan adalah landasan dari segala pengetahuan dan pengalaman manusiadi sepanjang masa. Oleh sebab itu hukum kebiasaan bersifat abadi, berlaku dengan sendirinyadan pada dasarnya tidak berubah‑ubah. Adapun hukum tertulis seluruhnya dibuat, disusundan ditetapkan oleh manusia, maka dapat diubah sesuai dengan keadaan dan kebutuhanmanusia.

    3. Filsafat Agama

    Filsafat agama bukanlah cabang theologi, karenanya bukan merupakan pembelaan filosofisterhadap dogma, ajaran teologis tertentu dan keyakinan religius. Filsafat agama adalah cabangfilsafat yang baru muncul pada abad ke 18. Filsafat agama ini sering kali dikacaukan dengantheologi natural – istilah yang telah dikenal sejak abad pertengahan – namun permasalahannyatelah dipersoalkan sejak zaman Yunani kuno. Teologi natural merupakan upaya rasional

    untuk menjawab pertanyaan tentang Tuhan, yakni apakah Tuhan itu benar‑benar ada ? Jika benar ada, bagaimana keberadaannya itu, bagaimana sifat‑sifatnya dan bagaimanahubungannya dengan manusia dan alam ?. Sebagai contoh dalam hal ini Xenophanes (570‑475SM) mengatakan bahwa Tuhan itu benar ada dan satu adanya, Dia tidak diciptakan, tidak

     bergerak dan tidak berubah. Dia mengisi seluruh alam, mendengar dan melihat semua sertamemimpin alam dengan kekuatan pikiranNya. Aristoteles mengatakan bahwa Tuhan adalahsubstansi yang sempurna, Dia bersifat imaterial, Dia penggerak pertama dan penggerak yangtidak digerakkan. Dengan demikian, teologi natural dapat dikakatakan sebagai puncakmetafisika.

    Dalam filsafat agama sesungguhnya berarti pemikiran filosofis atau pemikiran kritis analisistentang agama. Yang hendak dianalisis oleh filsafat agama adalah hakikat agama itu sendiri,yakni pengalaman‑pengalaman religius manusia. Jadi filsafat agama tidak menganalisis isikepercayaan iman, melainkan mempertanyakan apakah hakikat iman an sich, di sampingSelain itu filsafat agama juga menganalisis berupaya menjelaskan fenomena agama, terutamahakikat hubungan manusia dengan Tuhannya. Lalu apa hakikat agama?. Agama adalah suatukeyakinan akan adanya suatu kenyataan trans‑empiris, yang begitu mempengaruhi danmenentukan, sekaligus membentuk dan menjadi dasar tingkah manusia. Oleh karena ituagama merupakan suatu misteri yang tidak terpecahkan oleh akal budi manusia.

    Pengalaman religius adalah suatu hubungan pribadi antar manusia dan Tuhan. Hubungan itumenggoncangkan, tetapi juga memberi kedamaian. R. Otto mengatakan bahwa hubunganmanusia dengan Tuhan membuat manusia gemetar, segan dan takut. Ungkapan Otto yangterkenal adalah : “Mysterium Tremendum et Fascinosum”, maksudnya adalah Yang Kudus

     

  • 8/17/2019 Diktat Filsafat Umum Oleh _ as’Ad Afifi _ Tasmin Amin

    24/48

    2/29/2016 DIKTAT FILSAFAT UMUM Oleh : As’ad Afifi | TASMIN AMIN

    https://tasmienamien.wordpress.com/filsafat/diktat-filsafat-umum-oleh-asad-afifi/ 24/48

    yang membuat manusia gemetar, segan dan takut itu juga membuat manusia tertarik danterdorong untuk menyatukan diri denganNya. Pengalaman manusia dalam hibingannyadengan Tuhan sangat berbeda dengan pengalaman biasa. Hubungan dengan Tuhanmendorong manusia untuk mengambil sikap tertentu, antara lain senantiasa berkomuniaksidenganNya lewat beriman, ibadah, berdo’a, menyerahkan diri, taat, mengasihi dan

     bergantung kepadaNya.

    4. Filsafat Pendidikan

    Dalam arti yang sangat luas, filsafat pendidikan adalah pemikiran‑pemikiran atau konsepsifilosofis tentang pendidikan. Ada pula yang mengartikan sebagai proses pendidikan, yaituyang bersangkut paut dengan cita‑cita, bentuk, metode atau hasil dari pendidikan. Juga adayang mengatakan bahwa filsafat pendidikan adalah filsafat tentang