101943-gytha indriawati amin-fkik.pdf
TRANSCRIPT
ANALISIS PEMENUHAN SISTEM TANGGAP DARURAT
KEBAKARAN DIAREA PRODUKSI PLTU PT PJB UP MUARA
KARANG JAKARTA TAHUN 2010
SKRIPSI
Ditulis untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Memperoleh
Gelar Sarjana Pendidikan Strata 1 (S1)
Disusun Oleh:
GYTHA INDRIAWATI AMIN
NIM : 106101003325
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2010
i
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah
satu persyaratan memperoleh gelar strata satu di Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penelitian ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan jiplakan dari karya orang lain, saya bersedia menerima sanksi yang
berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, Desember 2010
Gytha Indriawati Amin
ii
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI JAKARTA FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA Skripsi, Desember 2010 GYTHA INDRIAWATI AMIN, NIM: 106101003325 Analisis Pemenuhan Sistem Tanggap Darurat Kebakaran Di Area Produksi PLTU PT PJB UP Muara Karang Jakarta Tahun 2010 (xxi + 308 Halaman, 89 Tabel, 8 Gambar, Lampiran)
ABSTRAK
PT PJB UP Muara Karang merupakan sebuah anak perusahaan PLN, produsen listrik yang menyuplai kebutuhan listrik ibukota Jakarta yang mengelola 5 unit PLTU (Pusat Listrik Tenaga Uap) & 1 unit PLTGU (Pusat Listrik Tenaga Gas Uap). Di PLTU PT PJB UP Muara Karang telah terjadi 19 kasus kebakaran dari tahun 2006 hingga bulan maret tahun 2010. Hal telah tersebut telah mengakibatkan kerugian yang besar diantaranya: hilangnya waktu produksi antara 2 hari hingga 1 bulan, yang otomatis akan mengurangi beban listrik yang seharusnya dihasilkan sehingga menyebabkan pemadaman listrik di berbagai daerah. Kerusakan mesin yang harus diperbaiki ataupun diganti dengan mesin yang baru, serta kerugian materi yang mencapai ratusan juta hingga milyaran rupiah.
Tujuan umum dari penelitian ini adalah diketahuinya tingkat pemenuhan sistem tanggap darurat kebakaran yang ada di area produksi PLTU PT PJB UP Muara Karang tahun 2010. Penelitian ini dilakukan pada bulan maret hingga desember tahun 2010. Penelitian ini bersifat kualitatif dengan dengan wawancara kepada informan dan melakukan observasi langsung menggunakan daftar checklist standar NFPA dan KEPMEN PU No.10/KPTS/2010.
Hasil penelitian menunjukan bahwa area produksi PLTU PT PJB UP Muara Karang memiliki bahaya kebakaran kelas A, B, C dan D dan rata-rata tingkat pemenuhan sistem tanggap darurat kebakaran sebesar 81.76 %. Office merupakan area dengan tingkat pemenuhan paling rendah adalah yaitu sebesar 73.58 %. Hal tersebut dikarenakan di area tersebut tidak terdapat sprinkler, hidran dan tangga darurat. Pintu darurat yang ada tidak difungsikan sebagaimana mestinya, dan lampu darurat yang ada berwarna putih.
Saran yang diberikan untuk area ini yaitu agar pihak perusahaan menyediakan sprinkler, hidran, tangga darurat, lampu darurat yang berwarna kuning, menggunakan pintu darurat pada saat kejadian darurat saja. Melakukan simulasi kebakaran pada waktu yang tidak terduga dan berbagai kondisi. Serta tetap melakukan pemeriksaan dan pemeliharaan terhadap seluruh alat proteksi kebakaran dan sarana penyelamat jiwa sehingga selalu dalam keadaan baik dan siap digunakan setiap saat.
Daftar bacaan: 26 (1987-2010)
iii
JAKARTA ISLAMIC STATE UNIVERSITY FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM OCCUPATIONAL HEALTH AND SAFETY Undergraduated Thesis, December 2010 GYTHA INDRIAWATI AMIN, NIM: 106101003325 The Fulfillment Analysis of Fire Emergency Response System in Production Area PLTU PT PJB UP Muara Karang Jakarta in 2010 (xxi + 308 Pages, 89 Tables, 8 Pictures, Attachments)
ABSTRACT
PT PJB UP Muara Karang is a subsidiary of PLN, power producer that supplies electricity needs capital city of Jakarta, which manages 5 units of power plant (Steam Power) & 1 unit of Combined Cycle Power Plant (Gas Steam Power Plant). In the power plant PT PJB UP Muara Karang have occurred 19 cases of fires from 2006 until March 2010. It already has resulted in huge losses include: loss of production time from 2 days to 1 month, which automatically reduces the electrical load that should be generated, causing blackouts in several areas. Damaged engine must be repaired or replaced with a new engine, as well as achieve material losses of hundreds of millions to billions of rupiahs.
The general objective of this research is to know the level of compliance with fire emergency response system that is in production area power plant PT PJB UP Muara Karang in 2010. This research was conducted in March until the end of 2010. This is a qualitative research with interviews with the informants and direct observation using a checklist NFPA standards and Kepmen PU No.10/KPTS/2010.
The result showed that the production area of power plant of PT PJB UP Muara Karang has the danger of fire class A, B, C and D and the level of compliance with fire emergency response system that is at 81.76 %. Office is the area with the lowest compliance rate that is at 73.58 %. That is because in this area got no sprinkler, hydrant and emergency stair. The emergency exits are not functioned properly and emergency lights which available got white color.
Suggestions that can be done to this area is that the companies should be providing sprinkler, hydrant, emergency stair, emergency light which get yellow color. Use the emergency door at the time of emergency only. Do the simulation of fire at unexpected time and in every condition. Continue to conduct inspection and maintenance of all fire protection equipment and life-saving tool so that is always in good condition also ready for use in any time. References: 26 (1987-2010)
iv
PANITIA SIDANG SKRIPSI
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Jakarta, 20 Desember 2010
Penguji I
Dr. Arif Sumantri, SKM, MKes
Penguji II
Iting Shofwati, ST, MKKK
Penguji III
Ir. Rulyenzi Rasyid, MKKK
v
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Judul Skripsi
ANALISIS PEMENUHAN SISTEM TANGGAP DARURAT KEBAKARAN
DI AREA PRODUKSI PLTU PT PJB UP MUARA KARANG JAKARTA
TAHUN 2010
Telah disetujui, diperiksa dan dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi
Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta
Jakarta, Desember 2010
Mengetahui
Dr. Arif Sumantri, SKM, Mkes Iting Shofwati, ST, MKKK
Pembimbing Skripsi I Pembimbing Skripsi II
vi
RIWAYAT HIDUP
Nama : Gytha Indriawati Amin
Tempat/Tgl Lahir : Sumedang, 06 Juni 1988
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Status : Belum Menikah
Kewarganegaraan : Indonesia
Alamat : Desa Cikoneng No.8 Rt.03 Rw.05
Kec.Ganeas Kab.Sumedang Jawa Barat
45356
Email : [email protected]
Telp : 021-95646124/085695501340
Riwayat pendidikan
TK Al-Hidayah Sumedang : 1993-1994
SDN Bojong Koneng Sumedang : 1994-2000
MTS Mahad Al-Zaytun : 2000-2003
MA Mahad Al-Zaytun : 2003-2006
S-1 Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
: 2006 - Sekarang
vii
KATA PENGANTAR
Segala puji kehadirat Allah SWT yang selalu memberikan kenikmatan yang tak
terhingga kepada kita semua. Dengan memanjat rasa syukur atas segala nikmat dan
rahmat-Nya hingga skripsi yang berjudul ” Analisis Pemenuhan Sistem Tanggap Darurat
Kebakaran Di Area Produksi PLTU PT PJB UP Muara Karang Jakarta Tahun 2010” ini
dapat tersusun. Shalawat dan salam selalu tercurah kepada Baginda Besar Nabi
Muhammad SAW, yang telah membawa umatnya menuju pintu pencerahan.
Skripsi ini semata-mata bukanlah hasil usaha penulis, melainkan banyak pihak yang
memberikan bantuan,bimbingan, motivasi dan petunjuk. Sekiranya patutlah bagi penulis
untuk berterima kasih yang tak terhingga kepada :
1. Keluarga tercinta Bapak Abdul Hamid Amin dan Ibu Karyani, adik-adikku Maurice
dan Vincent atas doa dan dukungan moril dan materiil yang tak henti-hentinya kalian
berikan.
2. Bapak Yuli Prapanca Satar sebagai Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat
3. Ibu Iting Shofwati ST, MKKK selaku sekretaris Program Studi Kesehatan
Masyarakat dan pembimbing skripsi II atas bimbingan akademik dan pengarahan
membangun dalam proses skripsi..
4. Bapak DR. H. Arif Sumantri SKM. MKES selaku pembimbing I atas bimbingan
akademik dan pengarahan membangun dalam proses skripsi.
5. Bapak Ir. Miftahul Jannah, MM selaku Manajer PT PJB UP Muara Karang yang
telah memberikan ijin penulis untuk melaksanakan penelitian.
viii
6. Bapak Drs. Binor Simbolon selaku supervisor pelatihan SDM beserta staf yang telah
banyak membantu dalam urusan administrasi.
7. Bapak Bambang Wuryanto selaku Deputi Manajer K&LK3, bapak Tugiman selaku
supervisor K3, bapak Agus Susilo beserta staf yang selalu membimbing di lapangan
dan memberikan masukan-masukan bermanfaat selama penelitian berlangsung.
8. JNC (Hasplah, Defriyan, Andri, Ranti, Ekaw, Ranti, Eka M, Annisa, Suzan, Fifi,
Afifa, Nuri), terima kasih atas kebahagian dan tawa yang selalu kalian bagi.
9. Bapak Taryana dan Bapak Wiwin Suhaya beserta keluarga atas support yang telah
diberikan.
10. Andra Ramadhi Putra & Syed Raffay Ali, who taught me how to struggle. The
world's a better place because of man like you. Who take the time to do nice things.
The way you both always do.
11. Teman-teman seperjuangan Kesmas angkatan 2006 yang tidak dapat disebutkan
satu persatu.
Jakarta, Desember 2010
Penulis
ix
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN i
ABSTRAK ii
ABSTRACT iii
LEMBAR PENGESAHAN iv
LEMBAR PERSETUJUAN v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP vi
KATA PENGANTAR vii
DAFTAR ISI viii
DAFTAR TABEL xvi
DAFTAR GAMBAR xxiv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang............................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah........................................................................................ 5
1.3 Pertanyaan Penelitian................................................................................... 6
1.4 Tujuan Penelitian......................................................................................... 6
1.4.1 Tujuan Umum..................................................................................... 6
1.4.2 Tujuan Khusus.................................................................................... 6
1.5 Manfaat Penelitian....................................................................................... 7
1.5.1 Bagi Mahasiswa.................................................................................. 7
1.5.2 Bagi Jurusan Kesehatan Masyarakat Peminatan K3......................... 7
1.5.3 Bagi Perusahaan.................................................................................. 7
x
1.6 Ruang Lingkup............................................................................................. 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Terjadinya Api ............................................................................... 9
2.2 Pengertian Kebakaran.................................................................................. 11
2.3 Penyebab Terjadinya Kebakaran................................................................ 11
2.4 Klasifikasi Kebakaran.................................................................................. 14
2.5 Tingkat Bahaya Kebakaran......................................................................... 15
2.6 Klasifikasi Bangunan................................................................................... 18
2.7 Sistem Tanggap Darurat............................................................................... 22
2.8 Manajemen Tanggap Darurat...................................................................... 24
2.8.1 Organisasi tanggap Darurat................................................................. 24
2.8.2 Prosedur Tanggap Darurat.................................................................. 25
2.8.3 Pelatihan Tanggap Darurat................................................................. 26
2.9 Sarana Proteksi Aktif .................................................................................. 27
2.9.1 APAR.................................................................................................. 27
2.9.2 Alarm.................................................................................................. 33
2.9.3 Sprinkler.............................................................................................. 35
2.9.4 Detektor............................................................................................... 37
2.9.5 Hidran.................................................................................................. 40
2.10 Sarana Penyelamat Jiwa............................................................................. 42
2.10.1 Petunjuk Jalan Keluar...................................................................... 43
2.10.2 Sarana Jalan Keluar......................................................................... 44
2.10.3 Pintu Darurat................................................................................... 46
xi
2.10.4 Tangga Darurat................................................................................ 47
2.10.5 Penerangan Darurat......................................................................... 48
2.10.6 Tempat Berhimpun.......................................................................... 48
2.11 Tingkat Pemenuhan..................................................................................... 49
2.11.1 Teknik Skoring................................................................................. 49
BAB III KERANGKA BERFIKIRDAN DEFINISI ISTILAH
3.1 Kerangka Berfikir........................................................................................ 51
3.2 Definisi Istilah............................................................................................. 53
3.2.1 Manajemen Tanggap Darurat............................................................ 53
1. Organisasi Tanggap Darurat................................................................ 53
2. Prosedur Tanggap Darurat................................................................... 54
3. Pelatihan Tanggap Darurat Kebakaran............................................. 55
3.2.2 Sarana Proteksi Aktif.......................................................................... 55
1. Alat Pemadam Api Ringan (APAR).................................................... 55
2. Alarm................................................................................................... 56
3. Sprinkler............................................................................................... 57
4. Detektor................................................................................................ 57
5. Hidran Halaman (Outdoor Hydrant).................................................. 58
6. Hidran Ruangan (Indoor Hydrant)..................................................... 59
3.2.3 Sarana Penyelamatan Jiwa.................................................................. 60
1. Petunjuk Jalan Keluar.......................................................................... 60
2. Sarana Jalan Keluar............................................................................. 60
3. Pintu Darurat........................................................................................ 61
xii
4. Tangga Darurat.................................................................................... 62
5. Penerangan Darurat.............................................................................. 62
6. Tempat Berhimpun.............................................................................. 63
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1 Jenis Penelitian............................................................................................ 64
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian....................................................................... 64
4.2.1 Lokasi Penelitian................................................................................. 64
4.2.2 Waktu Penelitian................................................................................. 64
4.3 Informan....................................................................................................... 65
4.4 Metode Pengumpulan Data.......................................................................... 65
1. Data Primer............................................................................................. 65
2. Data Sekunder........................................................................................ 66
4.5 Analisa Data................................................................................................. 67
4.6 Validitas Data............................................................................................... 69
BAB V HASIL
5.1 Gambaran Umum PT PJB UP Muara Karang........................................... 70
5.1.1 Profil PT PJB UP Muara Karang........................................................ 70
5.1.2 Gambaran Departemen K & LK3....................................................... 73
5.1.3 Gambaran Produksi PLTU Unit 4-5 PT PJB UP Muara Karang...... 75
5.2 Bahaya Kebakaran...................................................................................... 76
5.2.1 Identifikasi Bahaya Kebakaran di PLTU PT PJB UP Muara Karang 76
5.5.2 Klasifikasi Bahaya Kebakaran di PLTU PT PJB UP Muara Karang 80
5.3 Hasil Sistem Tanggap Darurat Kebakaran di Area Produksi PLTU....... 81
xiii
5.3.1 Manajemen Tanggap Darurat............................................................ 81
5.3.1.1 Organisasi Tanggap Darurat........................................................ 81
5.3.1.2 Prosedur Tanggap Darurat........................................................... 87
5.3.1.3 Pelatihan Tanggap Darurat Kebakaran..................................... 89
5.3.1.4 Rata-Rata Tingkat Pemenuhan Manajemen Tanggap Darurat
Kebakaran Di PLTU....................................................................
91
5.3.2 Desalination Plant............................................................................... 92
5.3.2.1 Sarana Proteksi Aktif................................................................. 92
5.3.2.2 Sarana Penyelamat Jiwa............................................................... 103
5.3.2.3 Rata-Rata Tingkat Pemenuhan Sistem Tanggap Darurat
Kebakaran Di Area Desalination Plant PLTU...........................
112
5.3.3 Ground Floor.................................................................................... 113
5.3.3.1 Sarana Proteksi Aktif................................................................. 113
5.3.3.2 Sarana Penyelamat Jiwa.............................................................. 131
5.3.3.3 Rata-Rata Tingkat Pemenuhan Sistem Tanggap Darurat
Kebakaran Di Area Ground Floor PLTU...................................
139
5.3.4 Mezzanine Floor................................................................................. 139
5.3.4.1 Sarana Proteksi Aktif................................................................... 139
5.3.4.2 Sarana Penyelamat Jiwa.............................................................. 153
5.3.4.3 Rata-Rata Tingkat Pemenuhan Sistem Tanggap Darurat
Kebakaran Di Area Mezzanine Floor PLTU.............................
161
5.3.5 Turbine Floor...................................................................................... 161
5.3.5.1 Sarana Proteksi Aktif................................................................... 161
xiv
5.3.5.2 Sarana Penyelamat Jiwa.............................................................. 177
5.3.5.3 Rata-Rata Tingkat Pemenuhan Sistem Tanggap Darurat
Kebakaran Di Area Turbine Floor PLTU..................................
186
5.3.6 Office.................................................................................................. 187
5.3.6.1 Sarana Proteksi Aktif................................................................... 187
5.3.6.2 Sarana Penyelamat Jiwa.............................................................. 197
5.3.6.3 Rata-Rata Tingkat Pemenuhan Sistem Tanggap Darurat
Kebakaran Di Area Office PLTU..............................................
206
5.3.7 Gudang........ ....................................................................................... 206
5.3.7.1 Sarana Proteksi Aktif................................................................... 206
5.3.7.2 Sarana Penyelamat Jiwa............................................................... 219
5.3.7.3 Rata-Rata Tingkat Pemenuhan Sistem Tanggap Darurat
Kebakaran Di Area Gudang PLTU............................................
227
5.4 Rata-Rata Tingkat Pemenuhan Sistem Tanggap Darurat Kebakaran Di
Area Produksi PLTU..................................................................................
228
BAB VI PEMBAHASAN
6.1 Keterbatasan Penelitian................................................................................ 229
6.2 Bahaya Kebakaran....................................................................................... 229
6.2.1Identifikasi Bahaya Kebakaran di PLTU PT PJB UP Muara Karang 229
6.2.2 Klasifikasi Bahaya Kebakaran di PLTU PT PJB UP Muara Karang 230
6.3 Manajemen Tanggap Darurat....................................................................... 231
6.3.1 Organisasi Tanggap Darurat............................................................... 232
6.3.2 Prosedur Tanggap Darurat.................................................................. 233
xv
6.3.3 Pelatihan Tanggap Darurat.................................................................. 236
6.3.4 Tingkat Pemenuhan Manajemen Tanggap Darurat....................... 238
6.4 Desalination Plant........................................................................................ 239
6.4.1 Sarana Proteksi Aktif.......................................................................... 239
6.4.2 Sarana Penyelamat Jiwa...................................................................... 245
6.4.3 Tingkat Pemenuhan Sistem Tanggap Darurat Kebakaran di Area
Desalination Plant................................................................................
250
6.5 Ground Floor................................................................................................ 250
6.5.1 Sarana Proteksi Aktif.......................................................................... 250
6.5.2 Sarana Penyelamat Jiwa...................................................................... 255
6.5.3 Tingkat Pemenuhan Sistem Tanggap Darurat Kebakaran di Area
Ground Floor.......................................................................................
259
6.6 Mezzanine Floor.......................................................................................... 259
6.6.1 Sarana Proteksi Aktif.......................................................................... 259
6.6.2 Sarana Penyelamat Jiwa...................................................................... 264
6.6.3 Tingkat Pemenuhan Sistem Tanggap Darurat Kebakaran di Area
Mezzanine Floor..................................................................................
269
6.7 Turbine Floor............................................................................................... 269
6.7.1 Sarana Proteksi Aktif.......................................................................... 269
6.7.2 Sarana Penyelamat Jiwa...................................................................... 274
6.7.3 Tingkat Pemenuhan Sistem Tanggap Darurat Kebakaran di Area
Turbine Floor.......................................................................................
280
6.8 Office........................................................................................................... 280
xvi
6.8.1 Sarana Proteksi Aktif.......................................................................... 280
6.8.2 Sarana Penyelamat Jiwa...................................................................... 284
6.8.3 Tingkat Pemenuhan Sistem Tanggap Darurat Kebakaran di Area
Office...................................................................................................
289
6.9 Gudang......................................................................................................... 290
6.9.1 Sarana Proteksi Aktif.......................................................................... 290
6.9.2 Sarana Penyelamat Jiwa...................................................................... 293
6.9.3Tingkat Pemenuhan Sistem Tanggap Darurat Kebakaran di Area
Gudang................................................................................................
299
6.10 Tingkat Pemenuhan Sistem Tanggap Darurat Kebakaran di PLTU PT
PJB UP Muara Karang.................................................................................
299
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan.................................................................................................. 301
7.2 Saran............................................................................................................. 304
Lampiran
xvii
DAFTAR TABEL
Nomor Tabel Halaman
Tabel 2.1 Bahaya Kebakaran................................................................................ 15
Tabel 2.2 Jarak Antar Bangunan...................................................................... 21
Tabel 2.3 Jenis APAR Berdasarkan Klasifikasi Kebakaran.............................. 28
Tabel 2.4 Luas Area Maksimal Yang Harus Dilindungi Per APAR................... 32
Tabel 2.5 Ukuran Dan Penempatan APAR Untuk Bahaya Kelas A................... 33
Tabel 2.6 Tingkat Penilaian Audit Kebakaran................................................... 50
Tabel 4.1 Tingkat Penilaian Audit Kebakaran.................................................... 69
Tabel 5.1 Identifikasi Potensi Bahaya Kebakaran di Area Produksi PLTU PT
PJB UP Muara Karang Tahun 2010..................................................
79
Tabel 5.2 Tingkat Pemenuhan Organisasi Tanggap Darurat per Elemen
Pertanyaan di Area Produksi PLTU PT PJB UP Muara Karang tahun
2010................................................................................................
82
Tabel 5.3 Tingkat Pemenuhan Prosedur Tanggap Darurat per Elemen
Pertanyaan di Area Produksi PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun
2010..................................................................................................
87
Tabel 5.4 Tingkat Pemenuhan Pelatihan Tanggap Darurat per Elemen
Pertanyaan di Area Produksi PLTU PT PJB UP Muara Karang........
90
Tabel 5.5 Rata-rata Tingkat Pemenuhan Manajemen Tanggap Darurat di Area
Produksi PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010...................
91
Tabel 5.6 Tingkat Pemenuhan Rata-Rata Sarana Proteksi Aktif Di Area 92
xviii
Desalination Plant PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010.....
Tabel 5.7 Tingkat Pemenuhan APAR per Elemen Pertanyaan di Area
Desalination Plant PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010.....
93
Tabel 5.8 Tingkat Pemenuhan APAB per Elemen Pertanyaan di Desalination
Plant PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010..........................
97
Tabel 5.9 Tingkat Pemenuhan Alarm per Elemen Pertanyaan di area
Desalination Plant PLTU PT PJB UP Muara Karang tahun 2010........
98
Tabel 5.10 Tingkat Pemenuhan Hidran Halaman per Elemen Pertanyaan di Area
Desalination Plant PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010.......
101
Tabel 5.11 Tingkat Pemenuhan Rata-Rata Sarana Penyelamat Jiwa Di Area
Desalination Plant PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010.......
103
Tabel 5.12 Tingkat Pemenuhan Petunjuk Jalan Keluar per Elemen Pertanyaan di
area Desalination Plant PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010
104
Tabel 5.13 Tingkat Pemenuhan Sarana Jalan Keluar per Elemen Pertanyaan di
Area Desalination Plant PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun
2010.................................................................................................
106
Tabel 5.14 Tingkat Pemenuhan Pintu Darurat per Elemen Pertanyaan di area
Desalination Plant PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010.......
107
Tabel 5.15 Tingkat Pemenuhan Penerangan Darurat per Elemen Pertanyaan di
area Desalination Plant PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010
109
Tabel 5.16 Tingkat Pemenuhan Tempat Berhimpun per Elemen Pertanyaan di
Area Desalination Plant PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun
2010..................................................................................................
111
xix
Tabel 5.17 Rata-rata Tingkat Pemenuhan Manajemen Tanggap Darurat di Area
Desalination Plant PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010.......
112
Tabel 5.18 Tingkat Pemenuhan Rata-Rata Sarana Proteksi Aktif Di Area Ground
Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010............................
113
Tabel 5.19 Tingkat Pemenuhan APAR per Elemen Pertanyaan di area Ground
Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010.........................
114
Tabel 5.20 Tingkat Pemenuhan APAB per Elemen Pertanyaan di Ground Floor
PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010...................................
118
Tabel 5.21 Tingkat Pemenuhan Alarm per Elemen Pertanyaan di Area Ground
Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010..........................
119
Tabel 5.22 Tingkat Pemenuhan Sprinkler per Elemen Pertanyaan di Area
Ground Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010..............
123
Tabel 5.23 Tingkat Pemenuhan Detektor per Elemen Pertanyaan di Area Ground
Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010.........................
125
Tabel 5.24 Tingkat Pemenuhan Hidran Gedung per Elemen Pertanyaan di area
Ground Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010..............
127
Tabel 5.25 Tingkat Pemenuhan Hidran Halaman per Elemen Pertanyaan di Area
Ground Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010..............
129
Tabel 5.26 Tingkat Pemenuhan Rata-Rata Sarana Penyelamat Jiwa Di Area
Ground Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010.............
131
Tabel 5.27 Tingkat Pemenuhan Petunjuk Jalan Keluar per Elemen Pertanyaan di
Area Ground Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010......
132
Tabel 5.28 Tingkat Pemenuhan Sarana Jalan Keluar per Elemen Pertanyaan di 134
xx
Area Ground Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010.....
Tabel 5.29 Tingkat Pemenuhan Pintu Darurat per Elemen Pertanyaan di Area
Ground Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010...............
135
Tabel 5.30 Tingkat Pemenuhan Penerangan Darurat per Elemen Pertanyaan di
Area Ground Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010......
137
Tabel 5.31 Rata-rata Tingkat Pemenuhan Manajemen Tanggap Darurat di Area
Ground Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010..............
139
Tabel 5.32 Tingkat Pemenuhan Rata-Rata Sarana Proteksi Aktif Di Area
Mezzanine Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010.........
139
Tabel 5.33 Tingkat Pemenuhan APAR per Elemen Pertanyaan di Area
Mezzanine Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010.........
141
Tabel 5.34 Tingkat Pemenuhan APAB per Elemen Pertanyaan di Mezzanine
Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010............................
145
Tabel 5.35 Tingkat Pemenuhan Alarm per Elemen Pertanyaan di Area
Mezzanine Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010.........
146
Tabel 5.36 Tingkat Pemenuhan Detektor per Elemen Pertanyaan di area
Mezzanine Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010.........
149
Tabel 5.37 Tingkat Pemenuhan Hidran Gedung per Elemen Pertanyaan di Area
Mezzanine Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010.........
151
Tabel 5.38 Tingkat Pemenuhan Rata-Rata Sarana Penyelamat Jiwa Di
Mezzanine Floor Plant PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010
153
Tabel 5.39 Tingkat Pemenuhan Petunjuk Jalan Keluar per Elemen Pertanyaan di
Area Mezzanine Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010
154
xxi
Tabel 5.40 Tingkat Pemenuhan Sarana Jalan Keluar per Elemen Pertanyaan di
Area Mezzanine Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010
156
Tabel 5.41 Tingkat Pemenuhan Pintu Darurat per Elemen Pertanyaan di Area
Mezzanine Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010........
158
Tabel 5.42 Tingkat Pemenuhan Penerangan Darurat per Elemen Pertanyaan di
Area Mezzanine Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010
160
Tabel 5.43 Rata-rata Tingkat Pemenuhan Manajemen Tanggap Darurat di Area
Mezzanine Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010........
161
Tabel 5.44 Tingkat Pemenuhan Rata-Rata Sarana Proteksi Aktif Di Area
Turbine Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010............
161
Tabel 5.45 Tingkat Pemenuhan APAR per Elemen Pertanyaan di Area Turbine
Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010............................
163
Tabel 5.46 Tingkat Pemenuhan APAB per Elemen Pertanyaan di Turbine Floor
PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010...................................
166
Tabel 5.47 Tingkat Pemenuhan Alarm per Elemen Pertanyaan di Area Turbine
Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010..........................
168
Tabel 5.48 Tingkat Pemenuhan Sprinkler per Elemen Pertanyaan di Area
Turbine Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010.............
170
Tabel 5.49 Tingkat Pemenuhan Detektor per Elemen Pertanyaan di Area Turbine
Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010...........................
172
Tabel 5.50 Tingkat Pemenuhan Hidran Gedung per Elemen Pertanyaan di area
Turbine Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010..............
175
Tabel 5.51 Tingkat Pemenuhan Rata-Rata Sarana Penyelamat Jiwa Di Area 177
xxii
Turbine Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010..............
Tabel 5.52 Tingkat Pemenuhan Petunjuk Jalan Keluar per Elemen Pertanyaan di
Area Turbine Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010......
178
Tabel 5.53 Tingkat Pemenuhan Sarana Jalan Keluar per Elemen Pertanyaan di
area Turbine Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010.......
180
Tabel 5.54 Tingkat Pemenuhan Pintu Darurat per Elemen Pertanyaan di Area
Turbine Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010..............
181
Tabel 5.55 Tingkat Pemenuhan Penerangan Darurat per Elemen Pertanyaan di
Area Turbine Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010......
183
Tabel 5.56 Tingkat Pemenuhan Tempat Berhimpun per Elemen Pertanyaan di
Area Turbine Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010......
185
Tabel 5.57 Rata-rata Tingkat Pemenuhan Manajemen Tanggap Darurat di Area
Turbine Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010............
186
Tabel 5.58 Tingkat Pemenuhan Rata-Rata Sarana Proteksi Aktif Di Area Office
PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010..................................
187
Tabel 5.59 Tingkat Pemenuhan APAR per Elemen Pertanyaan di Area Office
PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010......................................
188
Tabel 5.60 Tingkat Pemenuhan Alarm per Elemen Pertanyaan di Area Office
PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010......................................
192
Tabel 5.61 Tingkat Pemenuhan Detektor per Elemen Pertanyaan di Area Office
PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010......................................
194
Tabel 5.62 Tingkat Pemenuhan Rata-Rata Sarana Penyelamat Jiwa Di Area
Office PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010..........................
197
xxiii
Tabel 5.63 Tingkat Pemenuhan Petunjuk Jalan Keluar per Elemen Pertanyaan di
Area Office PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010..................
198
Tabel 5.64 Tingkat Pemenuhan Sarana Jalan Keluar per Elemen Pertanyaan di
Area Office PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010..................
200
Tabel 5.65 Tingkat Pemenuhan Pintu Darurat per Elemen Pertanyaan di Area
Office PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010..........................
201
Tabel 5.66 Tingkat Pemenuhan Penerangan Darurat per Elemen Pertanyaan di
area Office PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010...................
203
Tabel 5.67 Tingkat Pemenuhan Tempat Berhimpun per Elemen Pertanyaan di
Area Office PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010..................
204
Tabel 5.68 Rata-rata Tingkat Pemenuhan Sistem Tanggap Darurat di Area
Office PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010..........................
206
Tabel 5.69 Tingkat Pemenuhan Rata-Rata Sarana Proteksi Aktif Di Area
Gudang PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010........................
206
Tabel 5.70 Tingkat Pemenuhan APAR per Elemen Pertanyaan di area Gudang
PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010..................................
208
Tabel 5.71 Tingkat Pemenuhan APAB per Elemen Pertanyaan di Area Gudang
PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010..................................
211
Tabel 5.72 Tingkat Pemenuhan Alarm per Elemen Pertanyaan di area Gudang
PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010....................................
213
Tabel 5.73 Tingkat Pemenuhan Sprinkler per Elemen Pertanyaan di Area
Gudang PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010.......................
215
Tabel 5.74 Tingkat Pemenuhan Detektor per Elemen Pertanyaan di Area Gudang 217
xxiv
PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010......................................
Tabel 5.75 Tingkat Pemenuhan Rata-Rata Sarana Penyelamat Jiwa Di Area
Gudang PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010........................
219
Tabel 5.76 Tingkat Pemenuhan Petunjuk Jalan Keluar per Elemen Pertanyaan di
area Gudang PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010................
220
Tabel 5.77 Tingkat Pemenuhan Sarana Jalan Keluar per Elemen Pertanyaan di
Area Gudang PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010...............
222
Tabel 5.78 Tingkat Pemenuhan Pintu Darurat per Elemen Pertanyaan di Area
Gudang PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010........................
223
Tabel 5.79 Tingkat Pemenuhan Penerangan Darurat per Elemen Pertanyaan di
area Gudang PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010................
225
Tabel 5.80 Tingkat Pemenuhan Tempat Berhimpun per Elemen Pertanyaan di
Area Gudang PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010...............
226
Tabel 5.81 Rata-rata Tingkat Pemenuhan Sistem Tanggap Darurat di Area
Gudang PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010.....................
227
Tabel 5.82 Rata-rata Tingkat Pemenuhan Sistem Tanggap Darurat di Area
Produksi PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010.....................
228
xxv
DAFTAR GAMBAR
Nomor Gambar Halaman
Gambar 2.1 Fire Triangle........................................................................................ 9
Gambar 2.2 Fire Tetrahidron................................................................................... 10
Gambar 3.1 Kerangka Konsep............................................................................... 51
Gambar 5.1 Peta Lokasi PLTU Muara Karang..................................................... 71
Gambar 5.2 Struktur Organisasi PT PJB UP Muara Karang.................................. 72
Gambar 5.3 Motto 5S............................................................................................. 74
Gambar 5.4 Alur Proses Produksi Listrik Turbin Uap ( PLTU ) Muara Karang.. 75
Gambar 5.5 Organisasi Tanggap Darurat Kebakaran............................................. 81
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menurut WHO dalam Risk Reduction and Emergency Preparedness (2007),
yang dimaksud dengan kesiapsiagaan darurat adalah sebuah program kegiatan
jangka panjang yang tujuannya adalah untuk memperkuat keseluruhan kapasitas
dan kemampuan suatu negara atau komunitas untuk mengelola secara efisien
semua jenis keadaan darurat dan membawa transisi teratur dari bantuan melalui
pemulihan, dan kembali ke pembangunan yang berkelanjutan. Hal ini
membutuhkan rencana keadaan darurat dikembangkan, personil pada semua
tingkat dan di semua sektor dilatih, dan komunitas yang menghadapi risiko
dididik, dan bahwa tindakan tersebut akan dipantau dan dievaluasi teratur.
Definisi kebakaran menurut Surat Keputusan Menakertrans No.158 Tahun
1978 adalah timbulnya api yang tidak dikehendaki akibat kebakaran adalah
kerugian materil dan moril, yaitu berupa harta benda atau korban jiwa dan raga.
Sedangkan menurut Perda DKI Jakarta (1992) kebakaran merupakan suatu nyala
api, baik kecil atau besar pada tempat yang tidak kita hendaki, merugikan dan
pada umumnya sukar dikendalikan.
Kebakaran perusahaan adalah sesuatu yang sangat tidak diingini. Bagi tenaga
kerja, kebakaran perusahaan dapat merupakan penderitaan dan malapetaka
khususnya terhadap mereka yang tertimpa kecelakaan dan dapat berakibat
2
kehilangan pekerjaan, sekalipun mereka tidak menderita cedera. Dengan
kebakaran, juga hasil usaha dan upaya yang sekian lama atau dengan susah
payah dikerjakan dapat menjadi hilang sama sekali. Jerih payah berbulan-bulan
atau bertahun-tahun dapat musnah hanya dalam waktu beberapa jam atau
kadang-kadang beberapa menit saja (Suma’mur, 1997).
Menurut ILO (1992), kebakaran di industri dapat terjadi karena berbagai
penyebab, diantaranya gangguan listrik 23%, merokok 18%, permukaan panas
7%, bahan yang terlalu panas 8%, nyala pembakar/brander 7%, percikan api
(pekerja las atau membubut) 5%, pengapian spontan 4%, pengelasan dan
pemotongan 4% dan lain-lain 14%.
Menurut WHO (2007), keadaan darurat utama, bencana dan krisis lainnya
tidak mengidahkan perbatasan negara dan tidak pernah terjadi pada saat yang
tepat. Besarnya penderitaan manusia yang disebabkan oleh peristiwa-peristiwa
ini sangat besar, dan termasuk banyak aspek kehidupan masyarakat lainnya yang
terkait kesehatan, keamanan, perumahan, akses ke makanan, air dan komoditas
kehidupan lain, dll. Itulah mengapa sangat penting untuk memiliki sistem
tanggap darurat di tempat, sehingga dampak bencana terhadap orang dan aset
bisa diminimalisir, dan respon yang terkoordinasi dapat diluncurkan secara
efektif dan efisien. Tujuannya adalah untuk menyelamatkan nyawa dan
mengurangi penderitaan.
PT PJB UP Muara Karang merupakan sebuah anak perusahaan PLN
(Persero) produsen listrik yang menyuplai kebutuhan listrik Ibukota Jakarta. Saat
ini PT PJB UP Muara Karang mengelola 5 unit PLTU (Pusat Listrik Tenaga
3
Uap) & 1 unit PLTGU (Pusat Listrik Tenaga Gas Uap) Muara Karang dengan
kapasitas total 1.210 MW.
Berdasarkan data sekunder, di PT PJB UP Muara karang telah terjadi kasus
kebakaran pada tahun 2006 sebanyak 1 kasus, tahun 2007 sebanyak 4 kasus,
tahun 2008 sebanyak 5 kasus, tahun 2009 sebanyak 7 kasus dan tahun 2010
hingga bulan Maret telah terjadi 2 kasus. Kesemua kasus terjadi di PLTU UP
Muara Karang. Akibat dari kejadian-kejadian kebakaran tersebut negara
dirugikan dengan hilangnya waktu produksi antara 2 hari hingga 1 bulan, yang
otomatis akan mengurangi beban listrik yang seharusnya dihasilkan sehingga
menyebabkan pemadaman listrik di berbagai daerah. Kerusakan mesin yang
harus diperbaiki ataupun diganti dengan mesin yang baru, serta kerugian materi
yang mecapai ratusan juta hingga milyaran rupiah.
Menurut Iskandar (2008), salah satu aspek penting dalam penanggulangan
kebakaran ditempat kerja adalah penyediaan alat proteksi kebakaran aktif.
Namun pada kenyataannya penyediaan alat proteksi aktif sebagaian tidak sesuai
dengan standar, akibatnya jika terjadi kejadian kebakaran dapat mengakibatkan
kerugian baik fisik dan finansial.
Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika
kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (ni'mat) kepadamu, dan jika kamu
mengingkari (ni'mat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih". (QS 14:7)
4
Dalam ayat ini Allah SWT mengingatkan hamba-Nya untuk senantiasa
bersyukur atas segala nikmat yang telah dilimpahkan-Nya. Dia akan senantiasa
menambah rahmat-Nya kepada mereka. Sebaliknya Allah juga mengingatkan
kepada mereka yang mengingkari nikmat-Nya dan tidak mau bersyukur bahwa
Dia akan menimpakan azab-Nya yang sangat pedih kepada mereka. Mensyukuri
rahmat Allah dengan ucapan yang setulus hati, kemudian diiringi pula dengan
perbuatan, yaitu menggunakan dan menjaga rahmat tersebut dengan cara dan
untuk tujuan yang diridai-Nya.
Diantara nikmat Allah yang sering terlupakan selain harta benda adalah
nikmat kesehatan dan keselamatan. Pihak perusahaan memiliki kewajiban untuk
menjaga kesehatan dan keselamatan karyawan dan properti perusahaannya
dengan berbagai cara yang baik. Kebakaran menurut SK Menakertrans No.158
Tahun 1978 adalah timbulnya api yang tidak dikehendaki akibat kebakaran
adalah kerugian yang berupa harta benda atau korban jiwa dan raga.
Dilihat dari dampak yang ditimbulkan, pihak perusahaan memiliki kewajiban
untuk mencegah terjadinya kebakaran tersebut. Untuk mencegah terjadinya
kebakaran dan meminimalisir dampak yang ditimbulkan pihak perusahaan harus
memproteksi aset yang mereka miliki termasuk karyawan. Salah satu cara yang
dapat dilakukan yaitu mengaplikasikan sistem tanggap darurat kebakaran.
Dimana perusahaan melakukan usaha untuk menghadapi kejadian kebakaran
tersebut baik dari pencegahan maupun penanggulangannya. Maka penulis
mengambil judul analisis tingkat pemenuhan sistem tanggap darurat kebakaran di
area produksi PLTU PT PJB UP Muara Karang tahun 2010.
5
1.2 Rumusan masalah
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang dilakukan pada tanggal 23
Maret 2010 PT PJB Terdiri dari 5 Unit PLTU dan 2 unit PLTGU. Peneliti
memilih PLTU dikarenakan menurut data perusahaan, telah terjadi kasus
kebakaran sebanyak 19 kasus dari tahun 2006 hingga bulan Maret 2010 dengan
rincian sebagai berikut: tahun 2006 sebanyak 1 kasus, tahun 2007 sebanyak 4
kasus, tahun 2008 sebanyak 5 kasus, tahun 2009 sebanyak 7 kasus dan tahun
2010 hingga bulan Maret telah terjadi 2 kasus.
Rata-rata kebakaran yang terjadi diakibatkan oleh usia mesin yang sudah tua
namun tetap digunakan secara terus menerus karena proses produksi yang harus
terus dilakukan. Dampak yang dihasilkan akibat kebakaran tersebut yaitu
hilangnya waktu produksi antara 2 hari hingga 1 bulan, yang otomatis akan
mengurangi beban listrik yang seharusnya dihasilkan sehingga menyebabkan
pemadaman listrik di berbagai daerah. Kerusakan mesin yang harus diperbaiki
ataupun diganti dengan mesin yang baru, serta kerugian materi yang mecapai
ratusan juta hingga milyaran rupiah.
Dilihat dari jumlah kejadian kebakaran yang terjadi serta dampak kerugian
yang diakibatkan maka peneliti melakukan penelitian mengenai analisis tingkat
pemenuhan sistem tanggap darurat kebakaran di area produksi PLTU PT PJB UP
Muara Karang tahun 2010. Penelitian ini menggunakan beberapa standar acuan
yang diantaranya: KEPMEN PU No.10/KPTS/2000 tentang Ketentuan Tehnik
Pengaman Terhadap Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung dan
Lingkungan, NFPA 10 tentang Standard For Portable Fire Checklist, NFPA 13
6
tentang Standard For Installation Of Sprinkler Checklist, NFPA 14 Standard
installation of Standpipe and Hose System and Hose System Checklist, NFPA 72
tentang Nation Fire Alarm Code Checklist, NFPA 101 tentang Life Safety Code
Checklist.
1.3 Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimanakah hasil identifikasi bahaya kebakaran yang ada di area produksi
PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010?
2. Bagaimanakah gambaran tingkat pemenuhan manajemen tanggap darurat,
sarana proteksi aktif, sarana penyelamat jiwa yang ada di setiap area produksi
PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010?
3. Bagaimanakah gambaran tingkat pemenuhan sistem tanggap darurat
kebakaran yang ada di PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010?
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum
Diketahuinya tingkat pemenuhan sistem tanggap darurat kebakaran yang ada
di area produksi PLTU PT PJB UP Muara Karang tahun 2010.
1.4.2 Tujuan Khusus
1. Diketahuinya gambaran hasil identifikasi bahaya kebakaran yang ada di area
produksi PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010.
7
2. Diketahuinya gambaran tingkat pemenuhan sistem tanggap darurat kebakaran
di tiap area produksi PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010.
3. Diketahuinya gambaran rata-rata tingkat pemenuhan sistem tanggap darurat
kebakaran yang ada di area produksi PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun
2010
1.5 Manfaat
1.5.1 Bagi Mahasiswa
Menambah ilmu pengetahuan dan memberikan pengalaman untuk
mengaplikasikan ilmu tentang keselamatan kerja mengenai sistem tanggap
darurat kebakaran yang meliputi manajemen tanggap darurat, sarana proteksi
aktif, dan sarana penyelamatan jiwa.
1.5.2 Bagi Jurusan Kesehatan Masyarakat Peminatan K3
Hasil dari penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan referensi tambahan
bagi civitas akademik Prodi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta terutama penelitian yang serupa.
1.5.3 Bagi Perusahaan
Diketahuinya gambaran sistem tanggap darurat kebakaran di PLTU PT PJB
UP Muara Karang dan hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi
perusahaan dalam membuat kebijakan.
8
1.6 Ruang Lingkup
Penelitian ini dilakukan oleh mahasiswa Program Studi Kesehatan
Masyarakat Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta di PLTU
PT PJB UP Muara Karang. Penelitian dilakukan dari bulan maret hingga
desember tahun 2010 untuk mengetahui analisis tingkat pemenuhan sistem
tanggap darurat kebakaran di PLTU PT PJB UP Muara Karang tahun 2010.
Penelitian ini dilakukan karena tingginya angka kebakaran yang ada di PLTU PT
PJB UP Muara karang dari 2006 hingga bulan Maret 2010. Penelitian ini bersifat
kualitatif karena akan menggambarkan tingkat pemenuhan sistem tanggap
darurat kebakaran yang ada di PLTU PT PJB UP Muara Karang dengan
wawancara dan melakukan observasi langsung menggunakan daftar checklist
beberapa standar acuan seperti KEPMEN PU No.10/KPTS/2000 tentang
Ketentuan Tehnik Pengaman Terhadap Bahaya Kebakaran pada Bangunan
Gedung dan Lingkungan, NFPA 10 tentang Standard For Portable Fire
Checklist, NFPA 13 tentang Standard For Installation Of Sprinkler Checklist,
NFPA 14 tentang Standard installation of Standpipe and Hose System and Hose
System Checklist, NFPA 72 tentang Nation Fire Alarm Code Checklist, NFPA
101 tentang Life Safety Code Checklist. Penelitian ini dilakukan karena tingginya
angka kebakaran yang ada di PLTU PT PJB UP Muara karang dari tahun 2006
hingga bulan Maret 2010.
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Terjadinya Api
Dalam pedoman penanggulangan bahaya kebakaran, api adalah gas pijar
yang mengeluarkan panas. bila panas yang dikeluarkan itu melebihi batas
maksimal, maka dapat menimbulkan kebakaran. Sedangkan menurut Towlson
(1993), tiga sumber harus ada dalam jumlah yang cukup untuk menghasilkan api.
Tiga bentuk struktur ini disebut dengan “fire triangle”. Bila salah satu dari
elemen-elemen tersebut dihilangkan maka api pun akan padam.
Gambar 2.1 Fire Triangle
Ketiga elemen tersebut yaitu:
1. Oksigen
Sumber oksigen adalah dari udara, dimana dibutuhkan paling sedikit sekitar
15% volume oksigen dalam udara agar terjadi pembakaran. Udara normal di
dalam atmosfir kita mengandung 21% volume oksigen. Ada beberapa bahan
bakar yang mempunyai cukup banyak kandungan oksigen yang dapat
mendukung terjadinya pembakaran.
10
2. Panas
Sumber panas diperlukan untuk mencapai suhu penyalaan sehingga dapat
mendukung terjadinya kebakaran. Sumber panas antara lain: panas matahari,
permukaan yang panas, nyala terbuka, gesekan, reaksi kimia eksotermis,
energi listrik, percikan api listrik, api las / potong, gas yang dikompresi.
3. Bahan bakar
Bahan bakar adalah semua benda yang dapat mendukung terjadinya
pembakaran. Ada tiga wujud bahan bakar, yaitu padat, cair dan gas. Untuk
benda padat dan cair dibutuhkan panas pendahuluan untuk mengubah seluruh
atau sebagian darinya, ke bentuk gas agar dapat mendukung terjadinya
pembakaran. (Sugihardjo, 2010)
Kemudian model “fire triangle” tersebut dikembangkan oleh W.H. Haessler
(1974) menjadi teori “fire tetrahedron” dengan menambahkan elemen reaksi
kimia. Jadi sebuah reaksi berantai dapat terjadi bila kegita elemen api tersebut
ada pada kondisi dan jumlah atau proporsi yang cukup.
Gambar 2.2
Fire Tetrahidron
11
2.2 Pengertian Kebakaran
Dalam pedoman penanggulangan bahaya kebakaran, kebakaran adalah suatu
peristiwa yang disebabkan dari api yang tidak dapat dikendalikan atau dikuasai
baik besar maupun kecil, disengaja atau tidak dan menimbulkan kerugian harta
benda, cacat bahkan korban jiwa manusia. Menurut NFPA sendiri, kebakaran
merupakan peristiwa oksidasi dimana bertemunya 3 buah unsur, yaitu bahan
yang dapat terbakar, oksigen yang terdapat di udara dan panas yang dapat
berakibat menimbulkan kerugian harta benda atau cedera bahkan kematian
manusia.
2.3 Penyebab Terjadinya Kebakaran
Suma’mur (1997) menyebutkan beberapa peristiwa yang mengakibatkan
terjadinya kebakaran adalah sebagai berikut:
a. Nyala api dan bahan-bahan yang pijar
Jika suatu benda padat ditempatkan dalam nyala api, suhunya akan naik,
mulai terbakar dan menyala terus sampai habis. Kemungkinan terbakar atau
tidak tergantung dari sifat benda padat tersebut yang mungkin sangat mudah,
agak mudah dan sukar terbakar, besarnya zat padat tersebut, jika sedikit, tak
cukup timbul panas untuk terjadinya kebakaran, keadaan zat padat seperti
mudah terbakar kertas atau kayu lempengan tipis oleh karena relatif luasnya
permukaan yang bersinggungan dengan oksigen dan cara menyalakan zat
padat, misalnya di atas atau sejajar dengan nyala api.
12
Benda pijar mudah atau tidak mudah dibakar akan menyebabkan terbakarnya
benda lain jika bersentuhan dengannya. Suatu benda tak mudah terbakar akan
menyebabkan terjadinya bahan mudah terbakar yang bersinggungan
dengannya.
b. Penyinaran
Terbakarnya suatu bahan yan mudah terbakar oleh benda pijar atau nyala api
tidak perlu atas dasar persentuhan. Semua sumber panas memancarkan
gelombang-gelombang elektromagnetis yaitu sinar inframerah. Jika
gelombang ini mengenai benda, maka pada benda tersebut dilepaskan energi
yang berubah menjadi panas. Benda tersebut menjadi panas dan jika suhunya
terus naik maka pada akhirnya benda tersebut akan menyala.
c. Peledakan uap atau gas
Setiap campuran gas atau uap yang mudah terbakar dengan udara akan
menyala, jika terkena benda pijar atau nyala api dan pembakaran yang terjadi
akan meluas dengan cepat, manakala kadar gas atau uap berada dalam batas
untuk menyala atau meledak.
d. Peledakan debu atau noktah-noktah zat cair
Debu-debu dari zat-zat yang mudah terbakar atau noktah-noktah cair yang
berupa suspensi di udara bertingkah seperti campuran gas dan udara atau uap
dalam udara dan dapat meledak.
e. Percikan api
Percikan api yang bertemperatur cukup tinggi menjadi sebab terbakarnya
campuran gas, uap atau debu dan udara yang dapat menyala. Biasanya
13
percikan api tak dapat menyebabkan terbakarnya benda padat. Oleh karena
itu, tidak cukupnya energi dan panas yang ditimbulkan akan menghilang di
alam benda padat. Percikan api mungkin terbentuk sebagai akibat arus listrik
dan juga karena kelistrikan statis sebagai gesekan dua benda yang bergerak.
f. Terbakar sendiri
Kebakaran sendiri dapat terjadi pada onggokan bahan bakar mineral yang
padat atau zat-zat organis, apabila peredaran udara cukup besar untuk
terjadinya proses oksidasi, tetapi tidak cukup untuk mengeluarkan panas
yang terjadi. Peristiwa-peristiwa ini dipercepat oleh tingkat kelembaban.
Dalam hal mineral zat tertentu seperti besi mungkin bertindak sebagai
katalisator bagi proses, sedangkan untuk bahan-bahan organis, peranan
bakteri dibutuhkan.
g. Reaksi kimiawi
Rekadi-reaksi kimiawi tertentu menghasilkan cukup panas dengan akibat
terjadinya kebakaran. Zat-zat yang bersifat mengoksidasi seperti hydrogen
peroksida, klorat, borat dan lain-lain yang membebaskan oksigen pada
pemanasan dengan aktif meningkatkan proses oksidasi dan menyebabkan
terbakarnya bahan-bahan yang dapat dioksidasi. Sekalipun tidak ada panas
yang datang dari luar, bahan yang mengoksidasi dapat mengakibaktan
terbakarnya zat-zat organik, terutama jika bahan organik terdapat dalam
bentuk pertikel atau jika kontak terus menerus dengan zat yang mengoksidasi
tersebut.
14
h. Peristiwa-peristiwa lain.
Gesekan antara 2 benda menimbulkan panas, yang semakain banyak
menurunkan besaran koefisien gesekan. Manakala panas yang timbul lebih
besar dari kecepatan hilangnya panas ke lingkungan, kebakaran mungkin
terjadi seperti pada mesin yang kurang minyak atau gemuk.
2.4 Klasifikasi Kebakaran
Klasifikasi kebakaran adalah pengelompokan jenis-jenis kebakaran
berdasarkan jenis-jenis bahan yang terbakar. Tujuannya adalah untuk
menentukan cara dan media yang tepat dalam memadamkan kebakaran tersebut.
Klasifikasi kebakaran menurut NFPA yaitu:
1. Kelas A, yaitu kebakaran pada bahan padat kecuali logam, misalnya
kebakaran kertas, kayu, tekstil, plastik, karet, busa dan lain-lain. Jika terjadi
kebakaran kelas A maka dapat digunakan metode pemadaman dengan cara
pendinginan dengan air. Pemadaman dengan air atau busa kelas A.
2. Kelas B, yaitu kebakaran pada zat cair atau gas yang mudah terbakar,
misalnya kebakaran bensin, aspal, minyak (oli), alkohol, gas LPG, LNG dan
lain-lain. Jika terjadi kebakaran kelas B maka metode pemadaman yang dapat
digunakan adalah:
Penutupan atau pelapisan atau penyelimutan
Pemindahan bahan bakar
Penurunan temperature.
15
3. Kelas C, yaitu kebakaran pada listrik yang bertegangan, kebakaran yang
diakibatkan dari kebocoran listrik, konsleting termasuk peralatan bertenaga
listrik. Jika terjadi kebakaran kelas C metode pemadaman yang dapat
digunakan adalah:
Pemadaman menggunakan bahan yang non konduksi listrik
Putuskan arus listrik dan padamkan seperti pemadaman kebakaran kelas
A atau kelas B.
4. Kelas D, yaitu kebakaran pada logam, misalnya seng, aluminium,
magnesium, kalium, dan lain-lain. Jika terjadi maka metode pemadamannya
adalah pelapisan atau penyelimutan dengan bahan pemadam khusus terutama
bubuk kering tertentu.
2.5 Tingkat Bahaya Kebakaran
Bahaya kebakaran menurut KEPMEN PU NOMOR: 10/KPTS/2000, Bahaya
kebakaran adalah bahaya yang diakibatkan oleh adanya ancaman potensial dan
derajat terkena pancaran api sejak dari awal terjadi kebakaran hingga penjalaran
api, asap, dan gas yang ditimbulkan. Untuk kelas- kelas bahaya kebakaran bisa
dilihat pada tabel 2.1.
Tabel 2.1
Bahaya Kebakaran
Bahaya Kebakaran Kelas Karakteristik
Kebakaran Kesulitan Pemadaman Kebakaran
RENDAH
Api permukaan merambat
Tak ada masalah pengendalian kecuali kebakaran dalam tanah
16
Bahaya Kebakaran Kelas Karakteristik
Kebakaran Kesulitan Pemadaman Kebakaran
TINGGI
Menyebar cepat atau intensitas api sedang sampai tinggi
Pengendalian api dengan menggunakan pompa air kuat dan/atau pembuatan sekat bakar menggunakan peralatan mekanis
EKSTRIM Menyebar cepat atau intensitas api tinggi
Sangat sulit untuk dikendalikan. Pemadaman tidak langsung dengan menggunakan drip torches dari garis pengendalian dapat digunakan
Sedangkan menurut Dinas Kebakaran DKI Jakarta, tingkat bahaya kebakaran
di bangunan pabrik diklasifikasikan sebagai berikut:
No. Tingkat Bahaya Kebakaran Jenis Bangunan
1 Bahaya Ringan Pabrik ubin
Pabrik konstruksi
Pabrik perakitan sepeda
2 Bahaya Sedang Pabrik roti
Pabrik minuman
Pabrik susu
Pabrik meteran listrik dan komponen
alat-alat listrik
Pabrik kaleng
3 Bahaya Tinggi Pabrik makanan ternak
Pabrik peleburan besi dan baja
Pabrik komponen kendaraan bermotor
Pabrik keramik
Pabrik perakitan sepeda motor
Pabrik tekstil
17
No. Tingkat Bahaya Kebakaran Jenis Bangunan
4 Bahaya Ekstrim Pabrik korek api
Pabrik thiner
Pabrik spirtus
Pabrik mesin/bahan peledak
Pabrik pemintalan dan perajutan
Pabrik cat
Pabrik battery
Pabrik bahan kimia
Berbagai bentuk bahaya yang mungkin terjadi pada peristiwa kebakaran
adalah: (Depnaker, 1987)
a. Bahaya panik
Panik seringkali terjadi ketika kebakaran berlangsung dan biasanya
menyebabkan luka-luka bahkan kematian seperti terijak atau melompat dari
jendela yang berada di ketinggian tertentu (Thygerson, 1997). Situasi akan
lebih sulit dikendalikan apabila melibatkan jumlah orang yang makin banyak,
karena ketakutan seseorang dapat mempengaruhi dan menambah panic orang
lain.
b. Bahaya asap
Penyebaran asap akan lebih cepat dibandingkan dengan menjalarnya api,
oleh karena itu masalah asap merupakan hal yang perlu diperhatikan.
Pengaruh bahaya yang dapat ditimbulkan karena asap antara lain adalah
orang yang terperangkap dalam ruangan yang penuh asap dapat mati karena
18
kekurangan oksigen, gas asap sekalipun belum cukup tebal dapat
mengganggu mata sehingga sulit untuk melihat dan bahaya radiasi panas.
c. Bahaya radiasi panas
Pada saat terjadi kebakaran, panas yang ditimbulkan merambat dengan cara
radiasi sehingga benda-benda disekelilingnya menjadi panas. Akibatnya
benda-benda terebut akan menyala jika titik nyalanya terlampaui. Untuk
menghindari hal tersebut, upaya pendinginan harus dilakukan saat proses
pemadaman.
d. Bahaya gas beracun
Adanya gas-gas berbahaya dan beracun sebagai produk pembakaran bahan-
bahan kimia atau bahan bahan lainnya harus diwaspadai. Gas-gas dapat
menyebabkan iritasi, sesak nafas bahkan bersifat racun yang mematikan
sebagaimana yang dinyatakan oleh Colling (1990) bahwa gas beracun yang
biasanya dihasilkan oleh proses kebakaran yaitu NHN, NO2, HCL, CO, SO2
dan lain-lain.
2.6 Klasifikasi Bangunan
Berdasarkan KEPMEN PU NOMOR: 10/KPTS/2000 adalah pembagian
bangunan atau bagian bangunan sesuai dengan jenis peruntukan atau penggunaan
bangunan sebagai berikut:
A. Kelas 1: Bangunan Hunian Biasa
Adalah satu atau lebih bangunan yang merupakan:
1. Kelas 1a: bangunan hunian tunggal yang berupa:
19
a. satu rumah tunggal; atau
b. satu atau lebih bangunan hunian gandeng, yang masing-masing
bangunannya dipisahkan dengan suatu dinding tahan api, termasuk
rumah deret, rumah taman, unit town house, villa, atau
2. Kelas 1b: rumah asrama/kost, rumah tamu, hotel, atau sejenis-nya dengan
luas total lantai kurang dari 300 m2 dan tidak ditinggali lebih dari 12
orang secara tetap, dan tidak terletak di atas atau di bawah bangunan
hunian lain atau bangunan kelas lain selain tempat garasi pribadi.
B. Kelas 2: Bangunan hunian yang terdiri atas 2 atau lebih unit hunian yang
masing-masing merupakan tempat tinggal terpisah.
C. Kelas 3: Bangunan hunian di luar bangunan kelas 1 atau 2, yang umum
digunakan sebagai tempat tinggal lama atau sementara oleh sejumlah orang
yang tidak berhubungan, termasuk:
1. Rumah asrama, rumah tamu, losmen; atau
2. Bagian untuk tempat tinggal dari suatu hotel atau motel; atau
3. Bagian untuk tempat tinggal dari suatu sekolah; atau
4. Panti untuk orang berumur, cacat, atau anak-anak; atau
5. Bagian untuk tempat tinggal dari suatu bangunan perawatan kesehatan
yang menampung karyawan-karyawannya.
D. Kelas 4: Bangunan Hunian Campuran
Adalah tempat tinggal yang berada di dalam suatu bangunan kelas 5, 6, 7, 8,
atau 9 dan merupakan tempat tinggal yang ada dalam bangunan tersebut.
E. Kelas 5: Bangunan kantor
20
Adalah bangunan gedung yang dipergunakan untuk tujuan-tujuan usaha
profesional, pengurusan administrasi, atau usaha komersial, di luar bangunan
kelas 6, 7, 8, atau 9.
F. Kelas 6: Bangunan Perdagangan
Adalah bangunan toko atau bangunan lain yang dipergunakan untuk tempat
penjualan barang-barang secara eceran atau pelayanan kebutuhan langsung
kepada masyarakat, termasuk:
1. Ruang makan, kafe, restoran; atau
2. Ruang makan malam, bar, toko atau kios sebagai bagian dari suatu hotel
atau motel; atau
3. Tempat potong rambut/salon, tempat cuci umum; atau
4. Pasar, ruang penjualan, ruang pamer, atau bengkel.
G. Kelas 7: Bangunan Penyimpanan/Gudang
Adalah bangunan gedung yang dipergunakan penyimpanan, termasuk:
1. Tempat parkir umum; atau
2. Gudang, atau tempat pamer barang-barang produksi untuk dijual atau
cuci gudang.
H. Kelas 8: Bangunan Laboratorium/Industri/Pabrik
Adalah bangunan gedung laboratorium dan bangunan yang dipergunakan
untuk tempat pemrosesan suatu produksi, perakitan, perubahan, perbaikan,
pengepakan, finishing, atau pembersihan barang-barang produksi dalam
rangka perdagangan atau penjualan.
I. Kelas 9: Bangunan Umum
21
Adalah bangunan gedung yang dipergunakan untuk melayani kebutuhan
masyarakat umum, yaitu:
1. Kelas 9a: bangunan perawatan kesehatan, termasuk bagian-bagian dari
bangunan tersebut yang berupa laboratorium;
2. Kelas 9b: bangunan pertemuan, termasuk bengkel kerja, laboratorium
atau sejenisnya di sekolah dasar atau sekolah lanjutan, hall, bangunan
peribadatan, bangunan budaya atau sejenis, tetapi tidak termasuk setiap
bagian dari bangunan yang merupakan kelas lain.
J. Kelas 10: Adalah bangunan atau struktur yang bukan hunian:
1. Kelas 10a: bangunan bukan hunian yang merupakan garasi pribadi,
carport, atau sejenisnya;
2. Kelas 10b: struktur yang berupa pagar, tonggak, antena, dinding
penyangga atau dinding yang berdiri bebas, kolam renang, atau
sejenisnya.
Untuk melakukan proteksi terhadap meluasnya kebakaran, harus disediakan
jalur akses dan ditentukan jarak antar bangunan seperti dalam tabel 2.2.
Tabel 2.2
Jarak Antar Bangunan
No Tinggi Bangunan Gedung (m) Jarak Minimum Antar Bangunan Gedung (m)
1 s/d 8 3
2 > 8 s/d 14 > 3 s/d 6
3 > 14 s/d 40 > 6 s/d 8
4 > 40 > 8
Sumber: KEPMEN PU No.10/KPTS/2000
22
2.7 Sistem Tanggap Darurat
Menurut KEPMEN PU No.10/KPTS/2000, Sistem Tanggap Darurat adalah
salah satu kombinasi dari metode yang digunakan pada bangunan untuk
memperingatkan orang terhadap keadaan darurat , penyediaan tempat
penyelamatan, membatasi penyebaran kebakaran, pemadaman kebakaran,
pemadaman kebakaran. Tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan
yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani
dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan
evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan,
pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan sarana.(UU
No.24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana).
Sedangkan menurut WHO dalam Risk Reduction and Emergency
Preparedness (2007), yang dimaksud dengan kesiapsiagaan darurat adalah
sebuah program kegiatan jangka panjang yang tujuannya adalah untuk
memperkuat keseluruhan kapasitas dan kemampuan suatu negara atau komunitas
untuk mengelola secara efisien semua jenis keadaan darurat dan membawa
transisi teratur dari bantuan melalui pemulihan, dan kembali ke pembangunan
yang berkelanjutan. Hal ini membutuhkan rencana keadaan darurat
dikembangkan, personil pada semua tingkat dan di semua sektor dilatih, dan
komunitas yang menghadapi risiko dididik, dan bahwa tindakan tersebut akan
dipantau dan dievaluasi teratur.
Menurut Puslitbang Departemen Pekerjaan Umum untuk mengetahui tingkat
keandalan bangunan terhadap bahaya kebakaran harus dilakukan pemeriksaan
23
yang dilakukan oleh tenaga ahli yang sesuai bidangnya dan hasilnya disahkan
oleh instansi yang berwenang.
Pemeriksaan yang dilakukan meliputi:
a. Kelengkapan tapak
b. Sarana penyelamatan
c. Sistem proteksi aktif
d. Sistem proteksi pasif
Sedangkan dalam KEPMEN PU No.10 Tahun 2000 pengaman terhadap
bahaya kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungan meliputi:
a. Perencanaan tapak untuk proteksi kebakaran
b. Sarana penyelamatan
c. Sistem proteksi aktif
d. Sistem proteksi pasif
Untuk melakukan audit sistem pencegahan dan penanggulangan kebakaran,
Indonesia telah membuat peraturan- peraturan yang terkait yang dijadikan
standar acuan. Namun kesemua standar-standar tersebut mengacu pada standar
internasional yang dikeluarkan oleh NFPA (National Fire Protection
Association) diantaranya: NFPA 10 tentang Standard For Portable Fire
Checklist, NFPA 13 tentang Standard For Installation Of Sprinkler Checklist,
NFPA 14 Standard installation of Standpipe and Hose System and Hose System
Checklist, NFPA 72 tentang Nation Fire Alarm Code Checklist, NFPA 101
tentang Life Safety Code Checklist.
24
2.8 Manajemen Tanggap Darurat
Berdasarkan KEPMEN PU No.11/KPTS/2000, bangunan yang memiliki luas
bagunan minimal 5000 m2 atau dengan baban hunian 500 orang, atau dengan
luas area/site minimal 5000 m2 atau terdapat bahan berbahaya yang mudah
terbakar diwajibkan menerapkan Manajemen Penanggulangan Kebakaran
(MPK). Besar kecilnya organisasi MPK ditentukan oleh risiko bangunan
terhadap bahaya kebakaran.
Dalam The Facility Manager’s Emergency Preparedness Handbook (2003)
yang menyebutkan bahwa manajer harus bertanggung jawab untuk meyakinkan
bahwa organisasinya memiliki rencana kebakaran, tenaga kerja yang terlatih
untuk menanggapi keadaan darurat kebakaran dan tempat berlindung yang
memadai dari kebakaran untuk melindungi pekerja dan properti.
2.8.1 Organisasi Tanggap Darurat
Organisasi/tim keadaan darurat adalah sekelompok orang yang
ditunjuk/dipilih sebagai pelaksana keadaan darurat (KEPMEN PU
No.10/KPTS/2000). Sedangkan menurut ERMC (Emergency Response
Management Consulting), organisasi tanggap darurat adalah sebuah struktur
yang memberikan tugas khusus dan tanggung jawab untuk semua personel yang
terlibat dalam operasi darurat. Bentuk struktur organisasi tim penanggulangan
kebakaran (TPK) tergantung pada klasifikasi risiko terhadap bahaya
kebakarannya. Struktur organisasi TPK terdiri dari penanggung jawab TPK,
kepala bagian teknik pemeliharaan dan kepala bagian keamanan.
25
Di dalam NFPA 10, kriteria organisasi tanggap darurat kebakaran yang baik
yaitu: adanya tim penanggulangan kebakaran, organisasi tanggap darurat
kebakaran dan petugas yang bertanggung jawab dalam organisasi tersebut sudah
terlatih serta mempunyai peran masing-masing ketika terjadinya kejadian darurat
kebakaran.
2.8.2 Prosedur Tanggap Darurat
Adalah tata cara/pedoman kerja dalam menanggulangi suatu keadaan darurat
dengan memanfaatkan sumber daya dan sarana yang tersedia unntuk
menanggulangi akibat dan situasi yang tidak normal dengan tujuan mencegah
atau mengurangi kerugian yang lebih besar.
Dalam NFPA 101 sendiri, prosedur tanggap darurat merupakan cakupan dari
rencana tanggap darurat yang harus ada. Di dalam prosedur tersebut haruslah
terdapat koordinasi dengan pihak pemadam kebakaran setempat. Di samping itu
terdapat juga pemeriksaan dan pemeliharaan sistem pencegahan dan
penanggulangan kebakaran yang terjadwal secara rutin.
fasilitas manajer harus berkoordinasi dengan instansi yang mendukung dari
luar sebelum terjadi keadaan darurat. Koordinasi awal ini akan meminimalkan
kebingungan dan kekacauan selama situasi darurat dan mengembangkan
hubungan dengan badan-badan yang memberikan dukungan. (The Facility
Manager’s Emergency Preparedness Handbook)
26
2.8.3 Pelatihan Tanggap Darurat
Keberhasilan penanggulangan kebakaran/keadaan darurat tergantung pada
sistem pelatihan. (Sahab, 1997). Isi latihan tanggap darurat kebakaran
diantaranya adalah latihan pemakaian alat-alat pemadam kebakaran, cara pakai
dan bagaimana caranya mengatasi api kebakaran. Latihan tanggap darurat
kebakaran juga berisikan tentang cara evakuasi sesuai dengan prosedur yang ada
di area tersebut, untuk memastikan bahwa semua elemen yang terlibat benar-
benar mampu bertindak dam keadaan darurat. Latihan kebakaran merupakan
suatu hal yang sangat penting, untuk itu setiap anggota unit regu penanggulangan
kebakaran dalam suatu tim tanggap darurat harus melaksanakan atau mengikuti
latihan secara kontinyu dan efektif, baik latihan yang bersifat teori maupun yang
bersifat praktik.
Tujuan dari latihan kebakaran adalah menciptakan kesiapsiagaan anggota tim
di dalam menghadapi kebakaran agar mampu bekerja untuk menaggulangi
kebakaran secara efektif dan efisien. Latihan yang bersifat praktik harus
diberikan dengan tujuan untuk mengetahui kemampuan atau kecakapan anggota
dalam melaksanakan tugas yang diharapkan.
Latihan kebakaran harus dilakukan seolah-olah dalam keadaan sebenarnya
(simulasi) untuk mengetahui prosedur yang khusus dalam keadaan demikian.
Pada akhir latihan peralatan pemadam kebakaran harus disiapkan kembali
sehingga dapat digunakan dengan cepat dan tepat jika terjadi kebakaran yang
sesungguhnya. Dan di dalamnya juga terdapat program pelatihan evakuasi
27
kebakaran yang harus dilakukan secara periodik minimal 1tahun sekali. (NFPA
101)
2.9 Sarana Proteksi Aktif
Menurut KEPMEN PU No.10/KPTS/2000, sarana proteksi kebakaran aktif
adalah sistem perlindungan terhadap kebakaran yang dilaksanakan dengan
mempergunakan peralatan yang dapat bekerja secara otomatis maupun
manual, digunakan oleh penghuni atau petugas pemadam kebakaran dalam
melaksanakan operasi pemadaman. Adapun yang termasuk kedalam sistem
proteksi kebakaran aktif, adalah: APAR, detektor kebakaran, alarm, sprinkler,
hidran.
Menurut Purnomo dalam Asesmen Risiko Kebakaran Pasar-Pasar Di
Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta (2008), untuk dapat mencegah dan
menanggulangi kebakaran maka dibutuhkan sistem proteksi, baik aktif maupun
pasif.
2.9.1 APAR
APAR merupakan alat pemadam api yang dapat dijinjing dengan berat yang
tidak melebihi 10 kg adapun media pemadam yang digunakan adalah air, serbuk
kimia, busa dan gas. APAR bersifat praktis dan mudah cara penggunaannya, tapi
hanya efektif untuk memadamkan kebakaran kecil atau awal kebakaran sesuai
dengan klasifikasi kebakarannya (Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi No: PER.04/MEN/1980). Sedangkan menurut NFPA 10, APAR
28
adalah suatu peralatan ringan yang berisi tepung, cairan atau gas yang dapat
disemprotkan bertekanan untuk tujan pemadaman kebakaran. Untuk mengetahui
jenis-jenis APAR berdasarkan klasifikasi kebakaran dapat dilihat pada tabel 2.3
Tabel 2.3
Jenis APAR Berdasarkan Klasifikasi Kebakaran
KLASIFIKASI
KEBAKARAN
BAHAN YANG
TERBAKAR
JENIS APAR
A Bahan padat berkarbon,
seperti kayu, kertas, sisi
bangunan, dan lain-lain
1. Air
2. Bubuk kering /Dry Powder
3. Karbondioksida
4. Halon
5. Busa
B Cairan, gas, dan bahan
padat yang dapt larut dan
menyala, seperti pelarut,
minyak, cat, dan lain-lain
1. Air
2. Bubuk kering /Dry Powder
3. Karbondioksida
4. Halon
5. Busa
C Peralatan Listrik 1. Bubuk kering / Dry Powder
2. Karbondioksida
3. Halon
D Logam Pemilihan jenis APAR harus
hati-hati karena harus diketahui
secara spesifik jenis logam
yang terbakar
Sumber: Colling, 1990
29
Kesuksesan penggunaan APAR dalam memadamkan api (ILO, 1989)
tergantung dari 4 faktor, yaitu:
1. Pemilihan jenis APAR yang tepat sesuai dengan klasifikasi kebakaran
2. Pengetahuan yang benar mengenai teknik penggunaan APAR
3. Kecukupan jumlah isi bahan pemadam yang ada dalam APAR
4. Berfungsinya APAR secara baik berkaitan dengan pemeliharaannya.
Jenis APAR berdasarkan media yang digunakan terdiri atas:
1. APAR dengan media air: tabung APAR berisi air, dengan gas (CO2 atau N2)
bertekanan yang berfungsi untuk menekan air keluar
2. APAR dengan media busa: tabung APAR berisi busa dan air, dilengkapi gas
(CO2 atau N2) bertekanan yang berfungsi untuk menekan busa keluar
3. APAR dengan media serbuk kimia: APAR dengan media serbuk kimia ini
terdiri dari 2 jenis, yaitu:
a. Tabung berisi serbuk kimia dan sebuah tabung kecil yang berisi gas
bertekanan (CO2 atau N2) sebagai pedorong serbuk keluar
b. Tabung berisi serbuk kimia seperti di atas, namun tanpa tabung di
dalamnya, sebagai penggantinya gas bertekanan tersebut langsung
dimasukan ke dalam tabung bersama serbuknya. Pada bagian luar tabung
terdapat indikator tekanan gas untuk mengetahui apakah kondisi tekanan
di dalam tabung tersebut memenuhi syarat atau tidak.
4. APAR dengan media gas: pada pemadam dengan media gas, tabung gasnya
biasanya dilengkapi dengan indikator tekanan gas pada bagian luarnya.
30
Khususnya untuk tabung yang berisi gas CO2, corong semprotannya
berbentuk melebar, berfungsi untuk mengubah CO2 yang keluar menjadi
berbentuk kabut bila disemprotkan.
Agar dapat menanggulangi api ketika terjadinya kebakaran, maka APAR
harus dalam keadaan yang baik. Menurut NFPA 10, kriteria APAR yang baik
diantaranya:
1. Pada APAR terdapat klasifikasi kebakaran A, B, C, D, K yang sesuai dengan
jenis kebakaran dan ditunjukan dengan kode
2. APAR yang tersedia harus sesuai dengan jenis bangunan yang ada
3. Jumlah APAR harus mencukupi berdasarkan luas bangunan
4. Sebelum dipakai segel pengaman harus dalam keadaan baik dan penutup
tabung terpasang kuat
5. Lubang penyemprot tidak tersumbat dan slang tahan tekanan tinggi serta
tidak bocor
6. Bahan baku pemadam dalam keadaan baik dan tidak lewat masa berlakunya
7. Isi tabung gas sesuai dengan tekanan yang dipergunakan dan dijaga tetap
penuh serta dapat dioperasikan
8. APAR ditempatkan di lokasi yang mudah terlihat, mudah dijangkau dan
letaknya tidak terhalangi oleh benda lain
9. Apar diletakan di sepanjang jalan yang biasa dilalui oleh orang, termasuk
jalan keluar di area
10. APAR yang berada diluar ruangan yang memiliki cabinet (lemari) tidak
boleh dikunci
31
11. APAR yang diletakan di cabinet atau relung dinding harus diletakan
sedemikian rupa sehingga instruksi operasi pemadaman dapat terlihat dari
depan
12. Jarak antar APAR maksimal (75 ft)15,25 m
13. Terdapat cara dan petunjuk pengoperasian dengan jelas di bagian depan
APAR
14. Pemasangan dihindari dari bahaya fisik (contoh: tubrukan, getaran,
lingkungan)
15. APAR dengan berat ≥ 40 lb (kecuali APAB) sebaiknya dipasang dengan
tinggi kurang dari 3,5 ft (1.07m) diatas lantai. Sedangkan APAR dengan
berat ≤ 40 lb (18.14 kg) sebaiknya dipasang kurang dari dari 5ft (1,53m)
diatas lantai
16. APAR sebaiknya memiliki label yang berisi informasi mengenai: MSDS
perusahaan, bahan berbahaya yang melebihi 1% dari isi, nama agen servis
perusahaan, alamat surat dan nomer telepon dan tidak diletakan di bagian
depan APAR
17. Tekanan regulator pada APAR sebaiknya diperiksa tiap tahun untuk
mengetahui tekanan outlet statis dan laju alir sesuai dengan instruksi dari
pabriknya
18. Jarak dari bagian bawah APAR ke lantai tidak melebihi 4 in (102 mm).
32
Sedangkan kriteria yang dikeluarkan oleh NFPA 10 untuk APAB (APAR
Beroda) adalah:
1) APAB disediakan untuk memproteksi bahaya yang menunjukan: area
beresiko tinggi, personel yang ada terbatas
2) Tekanan regulator pada APAB sebaiknya diperiksa tiap tahun untuk
mengetahui tekanan outlet statis dan laju alir sesuai dengan instruksi dari
pabriknya
3) Selang pada APAB harus diletakan sedemikian rupa untuk menghindari
terbelit dan kaku
Tabel 2.4
Luas Area Maksimal Yang Harus Dilindungi Per APAR
RATING KELAS A
YANG DITUNJUKAN
PADA APAR
BAHAYA
RINGAN
BAHAYA BIASA
(SEDANG)
BAHAYA EXTRA
(TINGGI)
1 A - - -
2A 6.000 3.000 -
3A 9.000 4.500 -
4A 11.250 6.000 4.000
6A 11.250 9.000 6.000
10A 11.250 11.250 10.000
20A 11.250 11.250 11.250
30A 11.250 11.250 11.250
40A 11.250 11.250 11.250
UNTUK SI UNIT: 1ft2 = 0.0929 m2
Catatan: 11.250 adalah batas dilaksanakan
33
Tabel 2.5
Ukuran Dan Penempatan APAR Untuk Bahaya Kelas A
KRITERIA HUNIAN BAHAYA
RINGAN
(RINGAN)
HUNIAN
BAHAYA BIASA
(SEDANG)
HUNIAN
BAHAYA EXTRA
(TINGGI)
Pemadam tunggal
dengan peringkat
minimal
2-A 2-A 2-A
Luas lantai maksimal
per unit A
1000 ft2 1000 ft2 1000 ft2
Luas lantai maksimal
untuk pemadam
11,250 ft 11,250 ft 11,250 ft
Jarak maksimal antar
pemadam
75 ft 75 ft 75 ft
Sumber: NFPA 10
2.9.2 Alarm
Menurut NFPA 72, alarm kebakaran adalah komponen dari sistem yang
memberikan isyarat atau tanda adanya suatu kebakaran. Sistem alarm kebakaran
terdapat dua jenis sistem yaitu:
1. Sistem alarm kebakaran manual, yang memungkinkan seseorang menyatakan
tanda-tanda bahaya segera secara memijit atau menekan tombol dengan
tangan.
2. Sistem otomatis, yang menemukan kebakaran dan memberikan tanda secara
sendiri tanpa dikendalikan orang.
34
Sedangkan menurut ERMC, alarm merupakan sistem peringatan yang
digunakan untuk memberitahu orang bahwa keadaan darurat telah terjadi atau
akan terjadi. Dapat digunakan untuk memobilisasi organisasi tanggap darurat dan
untuk memperingatkan orang-orang dari bahaya sehingga mereka dapat
mengambil langkah-langkah untuk melindungi keselamatan mereka sendiri dan
orang lain.
Menurut UU No.1 Tahun 1970 alarm kebakaran adalah komponen dari
sistem yang memberikan isyarat atau tanda adanya suatu kebakaran yang dapat
berupa:
a. Alarm kebakaran yang memberikan tanda/isyarat berupa bunyi khusus
(Audile Alarm)
b. Alarm kebakaran yang memberikan tanda/isyarat yang tertangkap oleh
pandangan mata secara jelas (Visible Alarm)
Berdasarkan cara pengaktifannya alarm dibagi menjadi 2 jenis, yaitu:
1. Titik panggil manual adalah suatu alat yang bekerjanya secara menual untuk
mengaktifkan isyarat adanya kebakaran yang dapat berupa:
a. Titik panggil manual secara tuas (Full Down)
b. Titik panggil manual secara tombol tekan (Push Buttom)
2. Panel alarm kebakaran
yaitu suatu komponen dari sistem deteksi dan alarm kebakaran yang
fungsinya untuk mengendalikan bekerjanya sistem dan terletak di ruang
35
operator. Panel indikator kebakaran dapat terdiri dari satu panel kontrol
utama, atau satu panel kontrol dengan satu atau beberapa panel bantu.
Kriteria alarm yang baik menurut NFPA 72 adalah sebagai berikut:
1) Alarm dapat dilihat dengan jelas serta dalam kondisi baik dan siap untuk
digunakan
2) Alarm otomatis terhubung dengan sprinkler
3) Terdapat energi cadangan yang dapat menyalakan alarm selama 30 detik
4) Alarm diletakan pada lintasan jalur keluar dengan tinggi 1,4 m dari lantai
5) Jarak alarm tidak boleh lebih dari 30 m dari semua bagian bangunan
2.9.3 Sprinkler
Sprinkler adalah alat pemancar air untuk pemadaman kebakaran yang
mempunyai tudung berbentuk deflektor pada ujung mulut pancarnya, sehingga
air dapat memancar ke semua arah secara merata (KEPMEN PU
No.10/KPTS/2000). Sedangkan menurut NFPA 13, sistem sprinkler untuk tujuan
perlindungan kebakaran, merupakan suatu sistem terpadu dari pipa bawah tanah
dan dia atas tanah yang dirancang sesuai dengan standar teknik proteksi
kebakaran. Sistem sprinkler dibagi beberapa jenis yaitu:
1) Dry Pipe Sistem
Adalah suatu sistem yang menggunakan sistem sprinkler otomatis yang
disambungkan dengan sistem perpipaannya yang mengandung udara atau
nitrogen bertekanan. Pelepasan udara tersebut akibat adanya panas
36
mengakibatkan api bertekanan membuka dry pipe valve.
2) Wet pipe sistem
Sistem sprinkler yang bekerja secara otomatis tergabung dengan sistem
dikeluarkan dengan segera dari sprinkler yang terbuka oleh adanya panas api.
3) Deluge Sistem.
Adalah suatu sistem yang menggunakan kepala sprinkler terbuka
disambungkan pada sistem perpipaan yang dihubungkan ke suplai air melalui
suatu valve. Valve ini dibuka dengan cara mengoperasikan sistem deteksi
yang pada area yang sama dengan sprinkler. Ketika valve dibuka, air akan
mengalir kedalam sistem perpipaan dan dikeluarkan dari seluruh sprinkler
yang ada.
4) Preaction sistem
Sistem sprinkler bekerja secara otomatis yang disambungkan dengan sistem
pipa udara yang bertekanan atau tidak, dengan tambahan sistem deteksi yang
tergabung pada area yang sama dengan sprinkler. Penggerak sistem deteksi
membuka katup yang membuat air dapat mengalir ke sistem pipa sprinkler
dan air akan dikeluarkan melalui beberapa sprinkler yang terbuka.
5) Combined dry pipe-preaction
Sistem sprinkler bekerja secara automatis dan terhubung dengan sistem yang
mengandung air di bawah tekanan yang dilengkapi dengan sistem deteksi
yang terhubung pada satu area dengan sprinkler. Sistem operasi deteksi
menemukan sesuatu yang janggal yang dapat membuka pipa kering secara
simultan dan tanpa adanya kekurang tekanan air di dalam sistem tersebut.
37
Sebagai salah satu alat yang dapat menanggulangi kebakaran, sprinkler harus
selalu dalam keadaan yang baik. Kriteria sprinkler yang baik menurut NFPA 13
diantaranya:
1. Semua instalasi sprinkler dicat merah dan terhubung dengan alarm kebakaran
otomatis
2. Terdapat jaringan dan persediaan air bersih yang bebas lumpur serta pasir
3. Jarak antar sprinkler tidak lebih dari 4,6 m
4. Jarak dari sprinkler ke dinding tidak lebih dari 4,6 m
5. Kepala sprinkler dalam keadaan baik dan tidak terhalang benda apapun
6. Terdapat prosedur pemeriksaan dan uji coba
2.9.4 Detektor
Peralatan pendeteksian secara otomatis disebut juga dengan Fire Detector
yang secara otomatis akan mendeteksi kebakaran, kemudian mengaktifkan
alarmnya (Peraturan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia Nomor:
PER.02/MEN/1983).
Sedangkan menurut NFPA, detektor kebakaran otomatis adalah sebuah alat
yang didesain untuk mendeteksi adanya kebakaran dan melakukan tindakan. Fire
Detector mempunyai jenis yang bermacam-macam, sesuai dengan cara
pendeteksiannya. (NFPA 72)
38
Jenis-jenis detector menurut NFPA 72 diantaranya adalah:
1. Detektor Asap (Smoke Detector)
Detektor ini berfungsi untuk mendeteksi partikel-partikel asap, baik yang
nampak, maupun yang tidak nampak. Ada beberapa jenis detektor asap
sesuai dengan cara kerja, antara lain:
a. Ionisation Sistem, yaitu detektor akan bekerja apabila partikel asap
memasuki suatu bagian detektor yang di dalamnya sedang terjadi proses
ionisasi udara. Prinsipnya adalah berkurangnya arus ionisasi oleh asap
pada konsentrasi tertentu. Detektor ini lebih responsif terhadap partikel
asap yang tidak nyata (kurang dari 1 mikron) yang dihasilkan oleh api
dengan nyala terang dan berasap tipis.
b. Fotoelectric Sistem, yaitu detektor akan bekerja apabila partikel asap
memasuki bagian detektor yang di dalamnya sedang terjadi proses
penyinaran pada suatu sensor. Prinsipnya adalah berkurangnya cahaya
oleh asap pada konsentrasi tertentu. Detektor ini lebih sensitif untuk jenis
asap yang nyata (lebih dari 1 mikron) yang dihasilkan oleh api membara
dengan jumlah asap yang banyak.
2. Detektor Panas (Heat Detector)
Alat ini bekerja berdasarkan pengaruh panas, yaitu dengan pendeteksian suhu
tinggi atau kenaikan suhu abnormal. Berdasarkan temperatur yang diukur,
detektor panas terdiri atas 3 jenis, antara lain:
a. Fixed Temperatur Detector: detektor bekerja apabila temperatur naik
mencapai suatu batas tertentu
39
b. Rate of Rise Detector: detektor bekerja bila kenaikan suhu dengan cepat
dalam waktu yang singkat
c. Combination of Fixed Temperatur Detector and Rate of Rise Detector:
detektor bekerja berdasarkan kecepatan naiknya temperatur dan batas
temperatur maksimum yang ditetapkan
3. Detektor Nyala Api (Flame Detector)
Adalah detektor yang bekerja berdasarkan radiasi api, yakni setelah
menerima sinyal-sinyal berupa sinar infra merah atau ultraviolet yang berasal
dari api atau percikan api.
4. Detektor Gas (Fire-Gas Detector)
Detektor bekerja berdasarkan gas yang timbul dari kebakaran atau gas lain
yang mudah terbakar.
5. Detektor Lainya (Other Fire Detector)
Agar detektor dapat berfungsi secara total dalam mencegah terjadinya
kebakaran, NFPA 72 memberikan beberapa kriteria, yaitu:
1) Detektor panas pada suatu sistem tidak boleh dipasang lebih dari 40 buah
2) Pada atap datar detektor tidak boleh dipasang pada jarak kurang dari 10 cm
dari dinding
3) Jarak antar detektor maksimal 9,1 m atau sesuai rekomendasi dari pabrik
pembuatnya
4) Sensor dalam keadaan bersih tidak dicat
5) Detektor tidak boleh dipasang dalam jarak kurang dari 1,5 m dari AC
6) Setiap kelompok sistem tidak boleh dipasang lebih dari 20 buah detektor asap
40
2.9.5 Hidran
Berdasarkan KEPMEN PU No.10/KPTS/2000, yang dimaksud dengan hidran
adalah alat yang dilengkapi dengan slang dan mulut pancar (nozzle) untuk
mengalirkan air bertekanan, yang digunakan bagi keperluan pemadaman
kebakaran. Sedangkan menurut NFPA 14, sistem pipa berdiri adalah pengaturan
dari pemipaan, katup, sambungan selang, dan peralatan bersatu dipasang di
sebuah bangunan atau struktur dengan sambungan selang yang terletak di
sedemikian rupa sehingga air dapat dialirkan atau disemprotkan melalui selang
dan nozzlel terpasang, yang bertujuan untuk pemadaman kebakaran dan
melindungi sebuah bangunan atau struktur dan isinya selain untuk melindungi
penghuni.
Di dalam NFPA, klasifikasi hidran kebakaran berdasarkan jenis dan
penempatannya, dibagi 2 jenis hidran, yaitu:
1. Hidran gedung (indoor hydrant):
Hidran gedung adalah hidran yang terletak di dalam suatu bangunan/gedung
dan instalasi serta peralatannya disediakan serta di pasang dalam
bangunan/gedung tersebut. Hidran gedung menggunakan pipa tegak 4 inchi,
panjang selang minimum 15 m, diameter 1,5 inchi serta mampu mengalirkan
air 380 liter/menit.
41
Berdasarkan sistemnya, hidran jenis ini dibagi menjadi 3 kelas yaitu:
a. Hidran kelas 1
Yaitu sistem yang dilengkapi dengan selang (hose connections) 2,5 in.
(65 mm) yang menyediakan air untuk digunakan oleh petugas pemadam
kebakaran.
b. Hidran kelas 2
Yaitu sistem yang dilengkapi dengan selang (hose stations) 1,5 in. (40
mm ) yang menyediakan air untuk digunakan terutama oleh orang yang
sudah terlatih atau petugas pemadam kebakaran selama respon awal.
c. Hidran kelas 3
Yaitu sistem yang menyediakan 1,5 in (40 mm) selang (hose stations)
untuk menyediakan air untuk digunakan oleh orang yang sudah terlatih
dan selang (hose connections) 2,5 in. (65 mm) untuk menyediakan
volume air yang lebih besar untuk digunakan oleh petugas pemadam
kebakaran.
2. Hidran halaman (outdoor hydrant):
Hidran halaman adalah hidran yang terletak di luar bangunan/gedung,
sedangkan instalasi serta peralatannya disediakan serta di pasang di
lingkungan bangunan/ gedung tersebut. Hidran halaman biasanya
menggunakan pipa induk 4-6 inchi. Panjang selang 30 m dengan diameter 2,5
inchi serta mampu mengalirkan air 950 liter/menit.
42
Di dalam NFPA 14, telah disebutkan beberapa kriteria hidran yang baik,
yaitu:
1) Semua peralatan hidran dicat merah
2) Setiap hidran diberi tanda dengan tulisan dengan tinggi 1 in. (25.4 mm)
3) Dilakukan uji operasional dan kelengkapan komponen hidran setiap 1
tahun sekali
4) Terdapat petunjuk penggunaan yang dipasang ditempat yang mudah
dilihat
5) Terdapat kelengkapan hidran: slang, kopling, nozzle, keran pembuka
6) Nozzle harus sudah dipasang pada slang kebakaran
7) Kotak hidran gedung harus mudah dibuka, dilihat, dijangkau, dan tidak
terhalang oleh benda lain
8) Tersedia hidran halaman yang mudah dilihat dan dijangkau
9) Pemasangan hidran maksimal 12 m dari unit yang dilindungi
2.10 Sarana Penyelamat Jiwa
Sarana penyelamatan adalah sarana yang dipersiapkan untuk
dipergunakan oleh penghuni maupun petugas pemadam kebakaran dalam
upaya penyelamatan jiwa manusia maupun harta-benda bila terjadi kebakaran
pada suatu bangunan gedung dan lingkungan. (KEPMEN PU No.10/KPTS/2000
tentang Ketentuan Tehnik Pengaman Terhadap Bahaya Kebakaran pada
Bangunan Gedung dan Lingkungan).
43
Tujuan utamanya adalah menghindarkan orang dari keterpajanan produk
pembakaran, seperti panas, asap, dan gas. Tujuan tersebut dapat dicapai dengan
memisahkan individu yang terancam dari produk yang membahayakan tersebut.
Selain itu juga sarana penyelamat jiwa bertuan untuk mencegah terjadinya
kecelakaan atau luka pada waktu melakukan evakuasi pada saat keadaan darurat
terjadi.
2.10.1 Petunjuk Jalan Keluar
Petunjuk arah jalan keluar adalah tanda gambar dan tulisan dalam suatu
bangunan gedung atau industri yang memberikan petunjuk arah jalan keluar dari
lokasi. Biasanya ditempatkan di beberapa lokasi strategis, misalnya di
persimpangan jalan koridor atau lorong-lorong dalam lokasi gedung atau
bangunan industri. (Perda DKI No.03 tahun 1992)
Dalam NFPA 101 disebutkan bahwa kriteria petunjuk jalan keluar yang baik
diantaranya:
1) Petunjuk arah diberikan penerangan dari sumber daya listrik darurat
2) Tanda petunjuk arah jalan keluar berupa papan bertuliskan “EXIT” atau
dengan panah petunjuk arah jalan
3) Rambu dipasang di tempat yang mudah terlihat atau dekat dengan pintu
keluar/pintu kebakaran
44
2.10.2 Sarana Jalan Keluar
Dalam KEPMEN PU No.10/KPTS/2000 tentang Ketentuan Tehnik
Pengaman Terhadap Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung dan
Lingkungan, Eksit atau jalan ke luar adalah:
a. salah satu atau kombinasi dari berikut ini jika memberikan jalan ke luar
menuju ke jalan umum atau ruang terbuka:
1) bagian dalam dan luar tangga,
2) ramp,
3) lorong yang dilindungi terhadap kebakaran,
4) bukaan pintu yang menuju jalan umum atau ruang terbuka.
b. jalan ke luar horisontal atau lorong yang dilindungi terhadap kebakaran yang
menuju ke eksit horisontal.
Menurut NFPA 101, akses keluar adalah sebagian sarana jalan keluar yang
mengarah ke pintu masuk untuk keluar. Kriteria lainnya yang harus dipenuhi
yaitu lebar minimal jalan keluar adalah 2 m, Jumlah jalan keluar terdapat lebih
dari 1 dan letaknya berjauhan, setiap bangunan sedikitnya memiliki 1 eksit, jarak
ke exit tidak melebihi 200 ft (61 m) atau 250 ft (76 m) pada bangunan yang telah
dilengkapi sprinkler.
Menurut KEPMEN PU No.10/KPTS/2000 kebutuhan jalan keluar (eksit)
adalah sebagai berikut:
1. Semua bangunan: Setiap bangunan harus mempunyai sedikitnya 1 eksit dari
setiap lantainya.
45
2. Bangunan kelas 2 s.d kelas 8: Selain terdapat eksit horisontal, minimal
harus tersedia 2 eksit:
a. tiap lantai bila bangunan memiliki tinggi efektif lebih dari 2,5 m
b. bangunan kelas 2 atau 3 atau gabungan kelas 2 dan 3 dengan ketinggian 2
lantai atau lebih dengan jenis konstruksi tipe - C, maka setiap unit hunian
harus mempunyai:
akses ke sedikitnya 2 jalan ke luar; atau
akses langsung ke jalan atau ruang terbuka
3. Bismen: Selain adanya eksit horisontal minimal harus tersedia 2 eksit dari
setiap lantai, bila jalur penyelamatan dari lantai tersebut naik lebih dari 1,5 m
kecuali:
a. luas lantai tak lebih dari 50 m2
b. jarak tempuh dari titik manapun pada lantai dimaksud kesatu eksit tidak
lebih dari 20 m.
4. Bangunan kelas 9: Selain tersedia eksit horisontal, minimal harus tersedia 2
jalan ke luar pada:
a. tiap lantai bila bangunan memiliki lantai lebih dari 6 atau ketinggian
efektif lebih dari 2,5 m
b. tiap lantai termasuk area perawatan pasien pada bangunan kelas 9a
c. tiap lantai pada bangunan kelas 9b yang digunakan sebagai pusat
perawatan balita
46
d. setiap lapis lantai pada bangunan Sekolah Dasar dan Sekolah Lanjutan
Pertama dengan ketinggian 2 lantai atau lebih
e. setiap lantai atau mesanin yang menampung lebih dari 50 orang sesuai
fungsinya dihitung sesuai persyaratan butir 2.14.
5. Eksit dan Area perawatan pasien: Pada bangunan kelas 9a sedikitnya harus
ada 1 buah eksit dari setiap bagian lantai yang telah disekat menjadi
kompartemen-kompartemen tahan api.
6. Eksit pada Panggung terbuka: Pada panggung terbuka yang menampung
lebih dari 1 deret tempat duduk, setiap deret harus mempunyai minimal 2
tangga atau ramp, masing-masing membentuk bagian jalur lintasan ke
minimal 2 buah eksit.
7. Akses ke eksit: Tanpa harus melalui unit hunian tunggal lainnya, setiap
penghuni pada lantai atau bagian lantai bangunan harus memiliki akses ke:
a. suatu eksit; atau
b. sedikitnya 2 eksit, apabila ada 2 akses, maka dibutuhkan 2 buah eksit atau
lebih.
2.10.3 Pintu Darurat
Menurut Puslitbang Departemen Pekerjaan Umum pintu kebakaran adalah
pintu-pintu yang langsung menuju tangga kebakaran dan hanya dipergunakan
apabila terjadi kebakaran. Sedangkan menurut NFPA 101, pintu darurat atau
pintu kebakaran adalah pintu yang dipergunakan sebagai jalan keluar untuk
usaha penyelamatan jiwa manusia pada saat terjadi kebakaran. Daun pintu harus
47
membuka keluar dan jika pintu tertutup maka tidak bisa dibuka dari luar (self
closing door). Pintu kebakaran tidak boleh ada yang menghalangi baik didepan
pintu ataupun di belakangnya dan tidak boleh di kunci. Memiliki ukuran pintu L:
90-120 cm, T: 210 cm dan dapat dibuka tanpa anak kunci. Selain itu pintu
darurat terhubung langsung dengan jalan keluar/halaman luar.
2.10.4 Tangga Darurat
Tangga darurat atau tangga kebakaran digunakan sebagai sarana jalan jika
terjadi kebakaran. Menurut KEPMEN PU No.10/KPTS/2000 tangga kebakaran
adalah tangga yang direncanakan khusus untuk penyelamatan bila terjadi
kebakaran. Tangga kebakaran atau darurat harus dilengkapi dengan pintu tahan
api minimal 2 jam dengan arah bukaan ke tangga kebakaran dan dapat menutup
secara otomatis. Tangga kebakaran minimal 1 meter dan tidak boleh menyempit
ke arah bawah, tinggi maksimum anak tangga 17,5 cm, lebar injakan minimal
22,5 cm. Tangga darurat harus dilengkapi dengan pegangan tangan (handrail)
yang kuat setinggi 1,10 meter dan bukan merupakan tanggaberputar atau
melingkar. (NFPA 101)
Sedangkan menurut Puslitbang Departemen Pekerjaan Umum (PU) tangga
kebakaran merupakan tangga yang direncanakan khusus untuk penyelamatan
bagi penghuni dari bahaya kebakaran.
48
2.10.5 Penerangan Darurat
Penerangan darurat merupakan penerangan untuk menerangi sepanjang jalur
evakuasi jika penerangan utama tidak berfungsi pada waktu terjadi kebakaran,
sehingga memudahkan usaha penyelamatan. Penerangan darurat yang digunakan
untuk sarana jalan keluar harus bersumber dari aliran listrik yang dapat
diandalkan dan dipertanggungjawabkan. Lampu darurat dipasang pada tangga
kebakaran, bordes, jalan penghubung dan jalan-jalan yang akan dilalui pada saat
evakuasi. (Perda DKI, 1992)
Adapun persyaratan NFPA 101 dari penerangan darurat antara lain:
1. Sinar lampu berwarna kuning, sehingga dapat menembus asap serta tidak
menyilaukan dengan kekuatan 10 lux
2. Ruangan yang disinari adalah jalan menuju ke pintu darurat saja
3. Tersedia penerangan darurat dari sumber aliran listrik darurat.
4. Penempatan lampu darurat dengan baik sehingga bila satu lampu mati tidak
akan menyebabkan gelap
2.10.6 Tempat Berhimpun (Assembling Point)
Suatu tempat di area sekitar atau di luar lokasi yang diperuntukan sebagai
tempat berhimpun dan dilakukan penghitungan saat terjadi keadaan darurat.
Tempat ini pula merupakan lokasi akhir yang dituju sebagaimana digambarkan
dalam rute evakuasi. Tempat berhimpun darurat harus aman dari bahaya
kebakaran dan lainnya. (NFPA 101)
49
Dalam NFPA 101 diatur bahwa tempat berhimpun harus memiliki petunjuk
dan dalam kondisi aman. Selain itu luas tempat berhimpun harus sesuai dengan
0,3 m2/orang.
2.11 Tingkat Pemenuhan
Dalam Permenaker No.05/MEN/1996 menyebutkan bahwa penjadwalan
pemeriksaan dan pemeliharaan sarana produksi serta peralatan mencakup
verifikasi alat-alat pengaman dan persyaratan yang ditetapkan oleh peraturan
perundangan, standard dan pedoman teknis yang berlaku. Selain itu, disebutkan
juga bahwa alat dan sistem keadaan darurat diperiksa, diuji dan dipelihara secara
berkala. Hasil dari aktifitas analisis yang telah dilakukan mengenai sarana
proteksi aktif kebakaran, kemudian hasil tersebut didokumentasikan dan
dievaluasi untuk menentukan tingkat pemenuhan sesusai dengan standar kualitas
yang telah disepakati.
2.11.1 Teknik Skoring
Teknik skoring data dimaksudkan untuk mengetahui tingkat pemenuhan
terhadap hasil observasi sarana proteksi kebakaran aktif dan sarana penyelamatan
jiwa dengan melihat kesesuaian item data dengan pemenuhan perundangan.
Menurut Puslitbang Departemen Pekerjaan Umum tingkat keandalan
keselamatan bangunan atau tingkat penilaian audit kebakaran dapat
diklasifikasikan sesuai dengan tabel 2.6
50
Tabel 2.6
Tingkat Penilaian Audit Kebakaran
Nilai Kesesuaian Kondisi Fisik Komponen Keselamatan
Kebakaran
Baik (B)
>80 – 100 %
Sesuai persyaratan Semua komponen sistem proteksi kebakaran
berfungsi sempurna, sehingga gedung dapat
digunakan secara optimum, dimana para pemakai
gedung dapat melakukan kegiatannya dengan
mendapat perlindungan dari kebakaran yang baik.
Cukup baik
(C)
60 – 80 %
Terpasang tapi ada
sebagian kecil
instalasi yang tidak
sesuai dengan
persyaratan
Semua komponen sistem proteksi kebakaran
masih berfungsi baik, tetapi ada sub komponen
utilitas yang berfungsi kurang sempurna, kadang-
kadang menimbulkan gangguan atau kapasitasnya
kurang dari yang ditetapkan dalam desain/
spesifikasi, sehingga kenyamanan dan fungsi
ruang dan/atau gedung menjadi terganggu.
Kurang (K)
< 60 %
Tidak sesuai sama
sekali
Semua komponen sistem proteksi kebakaran ada
yang rusak/tidak berfungsi kapasitasnya jauh
dibawah dari nilai yang ditetapkan dalam
desain/spesifikasi sehingga kenyamanan dan
fungsi ruang dan/atau gedung menjadi sangat
terganggu atau tidak dapat digunakan secara total.
Sumber: Puslitbang Pemukiman Tahun 2005
51
BAB III
KERANGKA BERFIKIR DAN DEFINISI ISTILAH
3.1 Kerangka Berfikir
Gambar 3.1
Kerangka Konsep
Sistem tanggap darurat kebakaran:
a. Manajemen tanggap darurat
Organisasi tanggap darurat
Prosedur tanggap darurat
Pelatihan tanggap darurat
b. Sarana proteksi aktif
APAR
Alarm
Hidran
Sprinkler
Detektor
c. Sarana penyelamatan jiwa
Sarana jalan keluar
Petunjuk jalan keluar
Pintu darurat
Tangga darurat
Penerangan darurat
Titik berkumpul
Dibandingkan dengan
menggunakan
beberapa standar acuan :
1. KEPMEN PU No.10/K
PTS/ 2000
2. NFPA 10
3. NFPA 13
4. NFPA 14
5. NFPA 72
Kesesuaian terhadap
standar
52
Penelitian ini dilakukan dengan melakukan observasi dan penilaian terhadap
sistem tanggap darurat yaitu: manajemen tanggap darurat (organisasi tanggap
darurat, perencanaan tanggap darurat, dan pelatihan tanggap darurat kebakaran),
sarana proteksi aktif (alat pemadam api ringan (APAR), alarm, sprinkler,
detektor dan hidran), dan sarana penyelamat jiwa (petunjuk jalan keluar, sarana
jalan keluar, pintu darurat, tangga darurat, penerangan darurat, dan titik
berkumpul). Kemudian sistem tersebut dibandingkan dengan menggunakan
beberapa standar acuan seperti: KEPMEN PU No.10/KPTS/2000 tentang
Ketentuan Teknik Pengaman Terhadap Bahaya Kebakaran pada Bangunan
Gedung dan Lingkungan, NFPA 10 tentang Standard For Portable Fire
Checklist, NFPA 13 tentang Standard For Installation Of Sprinkler Checklist,
NFPA 14 tentang Standard installation of Standpipe and Hose System and Hose
System Checklist, NFPA 72 tentang Nation Fire Alarm Code Checklist, NFPA
101 tentang Life Safety Code Checklist.
Namun pada penelitian ini tidak menilai kesesuaian tapak karena struktur
bangunan sudah ada dan tidak memungkinkan untuk diubah lagi. Sehingga
komponen-komponen yang dianalisis berupa manajemen tanggap darurat, sarana
proteksi aktif dan sarana penyelamatan jiwa saja.
Setelah komponen-komponen sistem tanggap darurat dibandingkan dengan
standar-standar yang sesuai serta didukung dengan wawancara mendalam,
kemudian dinilai dengan menggunakan penilaian audit kebakaran sesuai
Puslitbang PU.
53
3.2 Definisi Istilah
3.2.1 Manajemen Tanggap Darurat
1. Organisasi Tanggap Darurat
Organisasi tanggap darurat adalah sekelompok orang yang ditunjuk/dipilih
sebagai pelaksana keadaan darurat.
Cara ukur : Observasi dan wawancara mendalam
Alat ukur : Checklist dan pedoman wawancara
Hasil ukur : 1. Baik : apabila seluruh elemen yang dianalisa memiliki
tingkat kesesuaian 80-100%
2. Cukup : apabila seluruh elemen yang dianalisa memiliki
tingkat kesesuaian 60-80%
3. Kurang : apabila seluruh elemen yang dianalisa memiliki
tingkat kesesuaian < 60%
4. Tidak ada : apabila seluruh elemen yang dianalisa memiliki
tingkat kesesuaian 0%
Standar yang
digunakan :
NFPA 101 (Life Safety Code)
54
2. Prosedur Tanggap Darurat
Prosedur tanggap darurat adalah tata cara/pedoman kerja dalam
menanggulangi suatu keadaan darurat dengan memanfaatkan sumber daya
dan sarana yang tersedia unntuk menanggulangi akibat dan situasi yang tidak
normal dengan tujuan mencegah atau mengurangi kerugian yang lebih besar.
Cara ukur : Observasi dan wawancara mendalam
Alat ukur : Checklist dan pedoman wawancara
Hasil ukur : 1. Baik : apabila seluruh elemen yang dianalisa memiliki
tingkat kesesuaian 80-100%
2. Cukup : apabila seluruh elemen yang dianalisa memiliki
tingkat kesesuaian 60-80%
3. Kurang : apabila seluruh elemen yang dianalisa memiliki
tingkat kesesuaian < 60%
4. Tidak ada : apabila seluruh elemen yang dianalisa memiliki
tingkat kesesuaian 0%
Standar yang
digunakan :
NFPA 101 (Life Safety Code)
55
3. Pelatihan Tanggap Darurat Kebakaran
Latihan tanggap darurat kebakaran adalah latihan pemakaian alat-alat
pemadam kebakaran, cara pakai dan bagaimana caranya mengatasi api
kebakaran.
Cara ukur : Observasi dan wawancara mendalam
Alat ukur : Checklist dan dan pedoman wawancara
Hasil ukur : 1. Baik : apabila seluruh elemen yang dianalisa memiliki
tingkat kesesuaian 80-100%
2. Cukup : apabila seluruh elemen yang dianalisa memiliki
tingkat kesesuaian 60-80%
3. Kurang : apabila seluruh elemen yang dianalisa memiliki
tingkat kesesuaian < 60%
4. Tidak ada : apabila seluruh elemen yang dianalisa memiliki
tingkat kesesuaian 0%
Standar yang
digunakan :
NFPA 101 (Life Safety Code)
3.2.2 Sarana Proteksi Aktif
1. Alat Pemadam Api Ringan (APAR)
Adalah perangkat portable yang dapat diangkat ataupun beroda dan
dioperasikan dengan tangan, mengandung agen pemadam yang dapat
dikeluarkan di bawah tekanan untuk tujuan menekan atau memadamkan
kebakaran.
Cara ukur : Observasi dan wawancara mendalam
Alat ukur : Checklist, meteran, penggaris dan dan pedoman wawancara
Hasil ukur : 1. Baik : apabila seluruh elemen yang dianalisa memiliki
56
tingkat kesesuaian 80-100%
2. Cukup : apabila seluruh elemen yang dianalisa memiliki
tingkat kesesuaian 60-80%
3. Kurang : apabila seluruh elemen yang dianalisa memiliki
tingkat kesesuaian < 60%
4. Tidak ada : apabila seluruh elemen yang dianalisa memiliki
tingkat kesesuaian 0%
Standar yang
digunakan :
NFPA 10 (Standard For Portable Fire Extinguishers)
2. Alarm
Alarm kebakaran adalah komponen dari sistem yang memberikan isyarat atau
tanda adanya suatu kebakaran.
Cara ukur : Observasi dan wawancara mendalam
Alat ukur : Checklist, meteran, stopwatch dan pedoman wawancara
Hasil ukur : 1. Baik : apabila seluruh elemen yang dianalisa memiliki
tingkat kesesuaian 80-100%
2. Cukup : apabila seluruh elemen yang dianalisa memiliki
tingkat kesesuaian 60-80%
3. Kurang : apabila seluruh elemen yang dianalisa memiliki
tingkat kesesuaian < 60%
4. Tidak ada : apabila seluruh elemen yang dianalisa memiliki
tingkat kesesuaian 0%
Standar yang
digunakan :
NFPA 72 (Standard On Automatic Fire Decector)
57
3. Sprinkler
Adalah alat pemancar api untuk pemadaman kebakaran yang mempunyai
tudung berbentuk deflector pada ujung mulut pancarnya, sehingga air dapat
memancar kesemua arah secara merata.
Cara ukur : Observasi dan wawancara mendalam
Alat ukur : Checklist, thermometer, meteran dan dan pedoman wawancara
Hasil ukur : 1. Baik : apabila seluruh elemen yang dianalisa memiliki tingkat kesesuaian 80-100%
2. Cukup : apabila seluruh elemen yang dianalisa memiliki tingkat kesesuaian 60-80%
3. Kurang : apabila seluruh elemen yang dianalisa memiliki tingkat kesesuaian < 60%
4. Tidak ada : apabila seluruh elemen yang dianalisa memiliki tingkat kesesuaian > 0%
Standar yang
digunakan :
NFPA 13 (Installation Of Sprinkler System)
4. Detektor
Detektor kebakaran adalah sebuah alat yang didesain untuk mendeteksi
adanya kebakaran dan melakukan tindakan.
Cara ukur : Observasi dan wawancara mendalam
Alat ukur : Checklist, meteran, thermometer, dan pedoman wawancara
Hasil ukur : 1. Baik : apabila seluruh elemen yang dianalisa memiliki
tingkat kesesuaian 80-100%
2. Cukup : apabila seluruh elemen yang dianalisa memiliki
tingkat kesesuaian 60-80%
3. Kurang : apabila seluruh elemen yang dianalisa memiliki
tingkat kesesuaian < 60%
58
4. Tidak ada : apabila seluruh elemen yang dianalisa memiliki
tingkat kesesuaian 0%
Standar yang
digunakan :
NFPA 72 (Standard On Automatic Fire Detector)
5. Hidran Halaman (Outdoor Hydrant)
Hidran halaman adalah hidran yang terletak di luar bangunan/gedung,
sedangkan instalasi serta peralatannya disediakan serta di pasang di
lingkungan bangunan/ gedung tersebut.
Cara ukur : Observasi dan wawancara mendalam
Alat ukur : Checklist, meteran, dan pedoman wawancara
Hasil ukur : 1. Baik : apabila seluruh elemen yang dianalisa memiliki
tingkat kesesuaian 80-100%
2. Cukup : apabila seluruh elemen yang dianalisa memiliki
tingkat kesesuaian 60-80%
3. Kurang : apabila seluruh elemen yang dianalisa memiliki
tingkat kesesuaian < 60%
4. Tidak ada : apabila seluruh elemen yang dianalisa memiliki
tingkat kesesuaian 0%
Standar yang
digunakan :
KEPMEN PU No.10/KPTS/2000 tentang Ketentuan Tehnik
Pengaman Terhadap Bahaya Kebakaran pada Bangunan dan
Gedung dan Lingkungan dan NFPA 14 tentang Standard
installation of Standpipe and Hose System and Hose System
Checklist
59
6. Hidran Gedung (Indoor Hydrant)
Adalah hidran yang terletak di dalam suatu bangunan/gedung dan instalasi sert
a peralatannya disediakan serta dipasang dalam bangunan/ gedung tersebut.
Cara ukur : Observasi dan wawancara mendalam
Alat ukur : Checklist, meteran dan pedoman wawancara
Hasil ukur : 1. Baik : apabila seluruh elemen yang dianalisa memiliki
tingkat kesesuaian 80-100%
2. Cukup : apabila seluruh elemen yang dianalisa memiliki
tingkat kesesuaian 60-80%
3. Kurang : apabila seluruh elemen yang dianalisa memiliki
tingkat kesesuaian < 60%
4. Tidak ada : apabila seluruh elemen yang dianalisa memiliki
tingkat kesesuaian 0%
Standar yang
digunakan :
KEPMEN PU No.10/KPTS/2000 tentang Ketentuan Tehnik
Pengaman Terhadap Bahaya Kebakaran pada Bangunan dan
Gedung dan Lingkungan dan NFPA 14 tentang Standard
installation of Standpipe and Hose System and Hose System
Checklist
60
3.2.3 Sarana Penyelamat Jiwa
1. Petunjuk Jalan Keluar
Adalah suatu tanda petunjuk dengan panah menunjukan arah dan dipasang di
koridor, jalan menuju ruang besar, jalan menuju pintu darurat yang
memberikan indikasi penunjukan arah menuju pintu keluar atau titik
berkumpul.
Cara ukur : Observasi dan wawancara mendalam
Alat ukur : Checklist, penggaris, kamera dan pedoman wawancara
Hasil ukur : 1. Baik : apabila seluruh elemen yang dianalisa memiliki
tingkat kesesuaian 80-100%
2. Cukup : apabila seluruh elemen yang dianalisa memiliki
tingkat kesesuaian 60-80%
3. Kurang : apabila seluruh elemen yang dianalisa memiliki
tingkat kesesuaian < 60%
4. Tidak ada : apabila seluruh elemen yang dianalisa memiliki
tingkat kesesuaian 0%
Standar yang
digunakan :
KEPMEN PU No.10/KPTS/2000 tentang Ketentuan Tehnik
Pengaman Terhadap Bahaya Kebakaran pada Bangunan
Gedung dan Lingkungan dan NFPA 101 (Life Safety Code)
2. Sarana Jalan Keluar
Sarana jalan keluar adalah:
a. salah satu atau kombinasi dari berikut ini jika memberikan jalan ke luar
menuju ke jalan umum atau ruang terbuka: bagian dalam dan luar tangga,
ramp, lorong yang dilindungi terhadap kebakaran, bukaan pintu yang
menuju jalan umum atau ruang terbuka.
61
b. jalan ke luar horisontal atau lorong yang dilindungi terhadap kebakaran
yang menuju ke eksit horisontal.
Cara ukur : Observasi dan wawancara mendalam
Alat ukur : Checklist dan pedoman wawancara
Hasil ukur : 1. Baik : apabila seluruh elemen yang dianalisa memiliki
tingkat kesesuaian 80-100%
2. Cukup : apabila seluruh elemen yang dianalisa memiliki
tingkat kesesuaian 60-80%
3. Kurang : apabila seluruh elemen yang dianalisa memiliki
tingkat kesesuaian < 60%
4. Tidak ada : apabila seluruh elemen yang dianalisa memiliki
tingkat kesesuaian 0%
Standar yang
digunakan :
KEPMEN PU No.10/KPTS/2000 tentang Ketentuan Tehnik
Pengaman Terhadap Bahaya Kebakaran pada Bangunan
Gedung dan Lingkungan.
3. Pintu Darurat
Pintu darurat atau pintu kebakaran adalah pintu yang dipergunakan sebagai
jalan keluar untuk usaha penyelamatan jiwa manusia pada saat terjadi
kebakaran.
Cara ukur : Observasi dan wawancara mendalam
Alat ukur : Checklist, meteran dan pedoman wawancara
Hasil ukur : 1. Baik : apabila seluruh elemen yang dianalisa memiliki
tingkat kesesuaian 80-100%
2. Cukup : apabila seluruh elemen yang dianalisa memiliki
tingkat kesesuaian 60-80%
3. Kurang : apabila seluruh elemen yang dianalisa memiliki
tingkat kesesuaian < 60%
62
4. Tidak ada : apabila seluruh elemen yang dianalisa memiliki
tingkat kesesuaian 0%
Standar yang
digunakan :
NFPA 101 (Life Safety Code)
4. Tangga Darurat
Tangga darurat atau tangga kebakaran digunakan sebagai sarana jalan jika
terjadi kebakaran.
Cara ukur : Observasi dan wawancara mendalam
Alat ukur : Checklist,meteran, penggaris dan pedoman wawancara
Hasil ukur : 1. Baik : apabila seluruh elemen yang dianalisa memiliki
tingkat kesesuaian 80-100%
2. Cukup : apabila seluruh elemen yang dianalisa memiliki
tingkat kesesuaian 60-80%
3. Kurang : apabila seluruh elemen yang dianalisa memiliki
tingkat kesesuaian < 60%
4. Tidak ada : apabila seluruh elemen yang dianalisa memiliki
tingkat kesesuaian 0%
Standar yang
digunakan :
NFPA 101 (Life Safety Code)
5. Penerangan Darurat
merupakan penerangan untuk menerangi sepanjang jalur evakuasi jika
penerangan utama tidak berfungsi pada waktu terjadi kebakaran, sehingga
memudahkan usaha penyelamatan.
Cara ukur : Observasi dan wawancara mendalam
Alat ukur : Checklist, luxmeter, stopwatch dan pedoman wawancara
Hasil ukur : 1. Baik : apabila seluruh elemen yang dianalisa memiliki
63
tingkat kesesuaian 80-100%
2. Cukup : apabila seluruh elemen yang dianalisa memiliki
tingkat kesesuaian 60-80%
3. Kurang : apabila seluruh elemen yang dianalisa memiliki
tingkat kesesuaian < 60%
4. Tidak ada : apabila seluruh elemen yang dianalisa memiliki
tingkat kesesuaian 0%
Standar yang
digunakan :
NFPA 101 (Life Safety Code)
6. Tempat Berhimpun (Assembling Point)
adalah suatu tempat di area sekitar atau di luar lokasi yang diperuntukan
sebagai tempat berhimpun dan dilakukan penghitungan saat terjadi keadaan
darurat.
Cara ukur : Observasi dan wawancara mendalam
Alat ukur : Checklist dan pedoman wawancara
Hasil ukur : 1. Baik : apabila seluruh elemen yang dianalisa memiliki
tingkat kesesuaian 80-100%
2. Cukup : apabila seluruh elemen yang dianalisa memiliki
tingkat kesesuaian 60-80%
3. Kurang : apabila seluruh elemen yang dianalisa memiliki
tingkat kesesuaian < 60%
4. Tidak ada : apabila seluruh elemen yang dianalisa memiliki
tingkat kesesuaian 0%
Standar yang
digunakan :
NFPA 101 (Life Safety Code)
64
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah analisis kualitatif dengan pendekatan
observasional untuk menganalisis suatu sistem tanggap darurat kebakaran yang
ada di PLTU PT PJB UP Muara Karang tahun 2010. Hasil observasi kemudian
dibandingkan dengan standar acuan yang digunakan yaitu: KEPMEN PU No.10
Tahun 2000, NFPA 10, NFPA 13, NFPA 14, NFPA 72 dan NFPA 101.
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
4.2.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap) PT PJB
UP Muara Karang, yang berlokasi di Jalan Pluit No.2 A Muara Karang, Jakarta
Utara.
4.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Maret sampai dengan Desember
tahun 2010.
65
4.3 Informan
Kriteria informan pada penelitian ini adalah:
1. Pekerja tetap PT PJB UP Muara Karang
2. Pekerja yang bekerja di bagian PLTU PT PJB UP Muara Karang
3. Pekerja yang mengetahui kronologi kejadian kebakaran yang pernah terjadi
Sebagai informan pada penelitian ini adalah:
1. Kepala Departemen K dan LK3
2. Supervisor K3
3. Staff K3
4. Supervisor Produksi di bagian PLTU
5. Operator Produksi di bagian PLTU
4.4 Metode Pengumpulan Data
Pengambilan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara mengumpulkan
data primer dan data sekunder.
1. Data Primer
Pengumpulan data primer dilakukan dengan menggunakan 3 (tiga) metode,
yaitu observasi, wawancara dan dokumentasi.
a. Observasi dalam penelitian ini menggunakan daftar checklist, yaitu
dengan cara melakukan pengamatan langsung ke lokasi penelitian,
mengamati komponen – komponen sistem tanggap darurat yang ada di
PLTU PT PJB UP Muara Karang dengan bantuan penggaris, meteran,
66
stopwatch, thermometer, dan dibandingkan dengan daftar checklist yang
ada.
b. Wawancara dalam penelitian ini menggunakan panduan lembar
wawancara, untuk mendapatkan informasi yang akurat sesuai dengan
kondisi yang sebenarnya terjadi di lapangan. Wawancara ini dilakukan
terhadap kepala departemen K dan LK3, supervisor K3, staff K3,
supervisor produksi di bagian PLTU dan operator produksi di bagian
PLTU untuk mengcross check hasil observasi yang telah dilakukan
sehingga data yang dihasilkan akurat.
c. Dokumentasi dalam penelitian ini menggunakan kamera digital, yaitu
dengan mendokumentasikan komponen – komponen sistem tanggap
darurat yang diteliti yaitu sarana proteksi aktif dan sarana penyelamat
jiwa.
2. Data Sekunder
Pengumpulan data sekunder yaitu :
a. Struktur Organisasi di PT PJB UP Muara Karang
b. Struktur organisasi tanggap darurat di PLTU PT PJB UP Muara Karang
c. Tim penanggulangan kebakaran di PLTU PT PJB UP Muara Karang
d. Dokumentasi latihan kebakaran yang telah dilakukan
e. Data maintenance sarana proteksi aktif di PLTU PT PJB UP Muara
Karang
f. Data karakteristik alat proteksi aktif di PLTU PT PJB UP Muara Karang
67
g. Prosedur tanggap darurat kebakaran di PLTU PT PJB UP Muara Karang
4.5 Analisa Data
Analisa data dalam penelitian ini dilakukan untuk menganalisis tingkat
pemenuhan sarana sistem tanggap darurat kebakaran. Analisis data dalam
penelitian ini yaitu:
1. Untuk mengetahui seberapa persen pemenuhan manajemen tanggap darurat
kebakaran, yang kemudian dibandingkan dengan standar acuan yang sesuai
untuk menilai ditiap bagiannya diantaranya:
a. Organisasi tanggap darurat yang dibandingkan dengan NFPA 101 (Life
Safety Code).
b. Prosedur tanggap darurat dibandingkan dengan NFPA 101 (Life Safety
Code).
c. Pelatihan tanggap darurat dibandingkan dengan NFPA 101 (Life Safety
Code).
2. Untuk mengetahui seberapa persen pemenuhan sarana proteksi aktif
kebakaran, yang kemudian dibandingkan dengan standar acuan yang sesuai
untuk menilai ditiap bagiannya diantaranya:
a. Alat Pemadam Api Ringan (APAR) dibandingkan dengan NFPA 10
(Standard For Portable Fire Extinguishers)
b. Alarm dibandingkan dengan NFPA 72 (Standard On Automatic Fire
Decector)
68
c. Sprinkler dibandingkan dengan NFPA 13 (Installation Of Sprinkler
Sistem).
d. Detektor dibandingkan dengan NFPA 72 (Standard On Automatic Fire
Detector)
e. Hidran dibandingkan dengan KEPMEN PU No.10/KPTS/2000 tentang
Ketentuan Teknik Pengaman Terhadap Bahaya Kebakaran pada
Bangunan Gedung dan NFPA 14 (Standard installation of Standpipe and
Hose Sistem and Hose Sistem Checklist)
3. Untuk mengetahui seberapa persen pemenuhan sarana penyelamat jiwa
kebakaran, yang kemudian dibandingkan dengan standar acuan yang sesuai
untuk menilai ditiap bagiannya diantaranya:
a. Sarana jalan keluar dibandingkan dengan KEPMEN PU
No.10/KPTS/2000 tentang Ketentuan Tehnik Pengaman Terhadap
Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan dan NFPA
101 (Life Safety Code).
b. Petunjuk jalan keluar dibandingkan dengan KEPMEN PU
No.10/KPTS/2000 tentang Ketentuan Tehnik Pengaman Terhadap
Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan dan NFPA
101 (Life Safety Code).
c. Pintu darurat dibandingkan dengan NFPA 101 (Life Safety Code).
d. Tangga darurat dibandingkan dengan NFPA 101 (Life Safety Code).
e. Penerangan darurat dibandingkan dengan NFPA 101 (Life Safety Code).
f. Tempat berhimpun dibandingkan dengan NFPA 101 (Life Safety Code).
69
4. Menentukan tingkat pemenuhan sistem tanggap darurat kebakaran
berdasarkan total tingkat pemenuhan dari masing-masing alat. Penilaian
terhadap tingkat pemenuhan sistem tanggap darurat kebakaran dengan
menggunakan tabel 4.1
Tabel 4.1
Tingkat Penilaian Audit Kebakaran
Nilai Kesesuaian Keandalan
> 80%-100% Sesuai persyaratan Baik (B)
60%-80% Terpasang tapi ada sebagian kecil instalasi
yang tidak sesuai dengan persyaratan
Cukup Baik (C)
<60% Tidak sesuai sama sekali Kurang (K)
Sumber : Puslitbang Pemukiman Tahun 2005
4.6 Validitas data
Validitas data pada penelitian ini dilakukan dengan cara triangulasi data.
Cara ini digunakan untuk keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain
diluar data untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding suatu data.
Dalam penelitian ini , peneliti menggunakan teknik triangulasi sumber dan
triangulasi metode. Triangulasi sumber yaitu membandingkan dan mengecek
balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui sumber yang
berbeda. Sedangkan triangulasi metode yaitu memperoleh informasi dengan
menggunakan metode yang berbeda sehingga hasil yang diperoleh bisa
dibandingkan.
70
BAB V
HASIL
5.1 Gambaran Umum PT PJB UP Muara Karang
5.1.1 Profil PT PJB UP Muara Karang
1. Sejarah Singkat
PT PJB UP Muara Karang merupakan sebuah anak perusahaan PLN
(Persero) produsen listrik yang menyuplai kebutuhan listrik Ibukota Jakarta,
terutama daerah-daerah VVIP seperti Istana Presiden, Gedung MPR/DPR. Saat
ini PT PJB UP Muara Karang mengelola 5 unit PLTU (Pusat Listrik Tenaga
Uap), 1 unit PLTGU (Pusat Listrik Tenaga Gas Uap) Muara Karang dengan
kapasitas total 1.210 MW & 1 unit Blok 2. PT PJB UP Muara Karang berada di
Jl. Raya Pluit Utara No. 2A Jakarta Utara 14450.
Unit Pembangkitan Muara Karang, dioperasikan pertama kali pada tahun
1979 yang dikenal sebagai Sektor Muara Karang. Restrukturasi di PT PLN
(Persero) melahirkan dua anak perusahaan pada tanggal 03 Oktober 1995, yaitu
PT PLN Pembangkitanan Tenaga Listrik Jawa Bali I dan II. Sejak 03 Oktober
2000 PT PLN PJB II UP Muara Karang ikut berubah pula menjadi PT PJB UP
Muara Karang.
71
Gambar 5.1 Peta Lokasi PLTU Muara Karang
Sumber: Data perusahaan
2. Kebijakan Manajemen PT PJB UP Muara Karang
a. Visi
Menjadi perusahaan pembangkit tenaga listrik Indonesia yang terkemuka
dengan standar kelas dunia.
”To be an Indonesian leading power generation company with world
class standards.”
b. Misi
1. Memproduksi tenaga listrik yang handal dan berdaya saing.
2. Meningkatkan kinerja secara berkelanjutan melalui implementasi tata
kelola pembangkitan dan sinergi business partner dengan metode best
practice dan ramah lingkungan.
3. Mengembangkan kapasitas dan kapabilitas SDM yang mempunyai
kompetensi teknik dan manajerial yang unggul serta berwawasan
bisnis.
c. Motto
Motto UP. Muara Karang adalah Aman, Andal, Efisien dan Tertib.
72
3. Organisasi dan Sumber Daya Manusia
Menyadari bahwa karyawan adalah aset terpenting dalam perusahaan, maka
setiap karyawan diberikan kesempatan untuk berkembang, dan diberikan
pendidikan serta pelatihan agar menjadi SDM yang profesional. Penetapan tugas
dan tanggung jawab karyawan PT PJB UP Muara Karang dengan jumlah 271
orang dapat dilihat pada Struktur Organisasi PT PJB UP Muara Karang dan
Uraian Jabatan (SK DIR No.030.K/020/DIR/2010). Komunikasi internal yang
dilakukan didalam PT PJB UP Muara Karang dilakukan dengan berbagai macam
media antara lain: rapat dan surat.
Gambar 5.2 Struktur Organisasi PT PJB UP Muara Karang
Sumber : Departemen SDM PT PJB UP Muara Karang
Karyawan di Bagian Operasi dan Pemeliharaan PLTU Muara Karang disebut
Karyawan tim pemeliharaan. Karyawan di Bagian Operasi dan Pemeliharaan
akan menghadapi risiko yang cukup besar, untuk itu diperlukan karyawan
dengan kepribadian yang sesuai dengan lingkungan kerja yang akan dihadapinya.
GENERAL MANAGER
OPERASI PEMELIHARAAN ENJINIRING KIMIA DAN LK3
SDM &
ADMINISTRASI
KEUANGAN LOGISTIK KEPATUHAN
73
Jumlah karyawan di bagian operasi dibagi menjadi:
Control room : 20 orang
Local Control : 16 orang (Water intake, Ground Floor, Turbin,
Generator)
Jumlah karyawan di bagian pemeliharaan dibagi menjadi:
Instrumen : 6 orang
Mesin : 8 orang
Listrik : 6 orang
Karyawan unit pemeliharaan bekerja selama 8 jam sehari, operator bagian
operasi dibagi dalam 4 shift, shift A dari pukul 07.00 sampai pukul 15.00, shift B
dari pukul 15.00 sampai pukul 22.00, dan shift C dari pukul 22.00 sampai pukul
07.00 dan shift D libur. Operator ini dua hari masuk pagi, dua hari masuk siang,
dua hari masuk malam dan dua hari libur. Sedangkan karyawan bagian
pemeliharaan dan bagian administrasi yang bekerja di area office masuk dari hari
Senin hingga hari Jumat dari pukul 07.30 sampai pukul 16.00.
5.1.2 Gambaran Departemen K & LK3
1. Fungsi Departemen Kimia dan LK3
Tanggung jawab dan fungsi Kimia dan LK3 adalah merencanakan,
melaksanakan dan mengatasi masalah-masalah kimia, lingkungan dan K3 untuk
menciptakan keseimbangan lingkungan Unit Pembangkitan Muara Karang yang
aman dan sehat sehingga target tanpa ada kecelakaan (zero accident) dapat
74
dicapai dalam upaya pencapaian sasaran unit pembangkitan sesuai dengan
standar atau ketentuan yang berlaku.
2. Motto Departemen K&LK3
Gambar 5.3 Motto 5S
Sumber: Departemen K&LK3
3. Sistem Manajemen Terpadu
Sistem Manajemen Terpadu merupakan integrasi dari sistem manajemen mutu,
lingkungan, keselamatan dan kesehatan kerja. Sistem manajemen terpadu
diterapkan untuk menjamin bahwa semua proses bisnis yang ditetapkan perusahaan
dijalankan sesuai dengan prosedur kerja tertulis (ISO 9000, ISO 14000, dan
SMK3/OHSAS), sehingga dicapai dengan pengelolaan aset yang terkendali,
optimal, dan memenuhi kaidah world class. Kegiatan sistem manajemen terpadu
meliputi :
a. Membangun dan menerapkan sistem manajemen mutu, lingkungan, dan K3.
a. Mengintegrasikan manajemen mutu, lingkungan, dan K3 dalam setiap bidang
sistem manajemen perusahaan.
b. Melakukan penilaian.
c. Melakukan review dan penyempurnaan berkelanjutan.
75
5.1.3 Gambaran Produksi PLTU Unit 4-5 PT PJB UP Muara Karang
Gambar 5.4 Alur Proses Produksi Listrik PLTU Muara Karang
Sumber: Data Perusahaan
Peralatan utama PLTU Muara Karang adalah ketel uap (boiler), turbin, dan
generator, dan peralatan bantunya seperti desalination plant 4-5 & water
treatment, dll. Dalam proses produksi energi listrik, air laut diubah menjadi air
tawar melalui Desalination plant yang kemudian akan ditampung dalam Raw
Water. Air tawar yang digunakan sebagai media kerja diolah lagi melalui
peralatan Water Treatment hingga air tersebut memenuhi syarat untuk Boiler,
setelah melewati proses Water Treatment air tawar ditampung dalam Make up
Tank.
Proses selanjutnya ialah mengirim air tawar ke Demineralitation Plant
(Demin Plant) untuk menurunkan konduktivitas (daya hantar) dari 20 µs menjadi
< 0,1 µs dengan menggunakan alat berupa pompa transfer. Hasil dari Demin
Plant disimpan ke dalam Demineralitation Tank. Setelah itu disimpan dalam Hot
Whell, kemudian dari Hot Wheel dipompa dengan Condesate Pump ke
Dearearator. Deareator berfungsi untuk menampung air dan memanaskan air
secara kontak langsung.
76
Selanjutnya air tawar yang memenuhi syarat, disalurkan dan dipanaskan ke
dalam boiler dengan menggunakan bahan bakar gas dan atau bahan bakar residu.
Uap hasil produksi boiler dengan tekanan dan temperatur tertentu disalurkan ke
turbin. Uap yang disalurkan ke turbin akan menghasilkan tenaga mekanis untuk
memutar generator dan menghasilkan tenaga listrik disalurkan ke sistem Jawa
Bali.
5.2 Bahaya Kebakaran
5.2.1 Identifikasi Bahaya Kebakaran di PLTU PT PJB UP Muara Karang
Di PLTU PT PJB UP Muara Karang terdapat 5 area kerja yang mempunyai
jenis potensi bahaya kebakaran yang berbeda berdasarkan area dan jenis
pekerjaan yang dilakukan. Dibawah ini merupakan area kerja yang ada di PLTU
PT PJB UP Muara Karang beserta potensi bahaya kebakaran yang dapat terjadi
sebagai berikut:
1. Desalination plant
Merupakan area dengan luas 106.8 m2 dimana air laut sebagai bahan baku
utama produksi di PLTU PT PJB UP Muara Karang diubah menjadi air tawar
melalui proses penguapan (penyulingan). Jumlah karyawan yang bekerja di
area ini adalah 3 orang setiap harinya. Potensi kebakaran yang mungkin
terjadi yaitu diakibatkan konsleting listrik di pada control panel local.
2. Ground Floor 4-5
Merupakan lantai dasar dengan luas 4018.35 m2 yang terdiri mesin boiler
feed pump, condensor, condesate pump, acw pump, demint plant, condensor,
77
air preheat coil pump, cwp, compressor, dan seal pump. Di area ini
karyawan tidak bekerja secara terus menerus selama 8 jam sesuai TWA.
Namun hanya terkadang berada di area ground floor untuk mengecek panel-
panel lokal mesin. Boiler feed pump berfungsi untuk menyuplai air ke mesin
boiler. Condesate pump berfungsi sebagai media penyuplai air dari
condensor. Sedangkan compressor sendiri berfungsi untuk menaikkan
tekanan udara. Potensi kebakaran di ground floor 4-5 ini kemungkinan
muncul apabila tekanan yang ada di dalam mesin-mesin terbebut terlalu besar
ataupun overheating sehingga mesin bisa terbakar ataupun meledak.
3. Mezzanine Floor 4-5
Merupakan lantai kedua dengan luas 4018.35 m2. Di lokasi ini terdapat
banyak mesin yang digunakan dalam proses produksi listrik. Di area ini
karyawan tidak bekerja secara terus menerus selama 8 jam sesuai TWA.
Namun hanya terkadang berada di area ground floor untuk mengecek panel-
panel lokal mesin. Mesin yang ada di mezzanine floor ini diantaranya: water
heater, grand exhaust ventilation dan control panel local semua mesin yang
ada di ruang relay. water heater digunakan untuk memanaskan air sedangkan
grand exhaust ventilation sebagai tempat untuk pertukaran udara. Potensi
kebakaran yang mungkin muncul pada mezzanine floor ini yaitu konsleting
listrik di ruang relay.
4. Turbine Floor 4-5
Merupakan area yang terletak di lantai 3 dengan luas 4018.35 m2, yang
merupakan tempat untuk control room, mesin turbin, generator, boiler dan
78
mesin pembantu lainnya beserta control panel local mesin. Jumlah karyawan
yang bekerja di area ini adalah 12 orang setiap harinya. Turbin berfungsi
untuk mengubah energi potensial uap menjadi kinetik, energi kinetik ini
selanjutnya diubah menjadi energi mekanik dalam bentuk putaran poros
turbin untuk menggerakan generator. Generator berfungsi untuk
menghasilkan energi listrik dimana didalamnya terjadi proses perubahan
energi mekanis menjadi energi listrik. Potensi kebakaran yang ada di turbine
floor ini adalah ketika salah satu elemen dari air heater mengalami over
heating maka bisa menyebabkan terbakar. Bahkan jika air heater tersebut
mengalami penyumbatan akan menyebabkan naiknya tekanan udara di dalam
furnace (ruang bakar) boiler yang bisa menimbulkan ledakan dan konsleting
listrik pada panel tiap mesin.
5. Office
Merupakan area dengan luas 836.6 m2 yang digunakan untuk kegiatan
administrasi di PT PJB UP Muara Karang. Jumlah karyawan yang bekerja di
area ini adalah 82 orang setiap harinya. Potensi kebakaran yang mungkin
terjadi yaitu berasal dari aktifitas kegiatan administrasi seperti penggunaan
komputer, kertas-kertas, konsleting lstrik serta barang-barang kantor lainnya
yang bisa menimbulkan kebakaran.
6. Gudang
Merupakan area dengan luas 106.8 m2yang digunakan untuk menyimpan stok
bahan-bahan kimia ataupun peralatan spare part mesin serta benda-benda
lainnya yang mendukung proses produksi di PT PJB UP Muara Karang.
79
Jumlah karyawan yang bekerja di area ini adalah 5 orang setiap harinya.
Potensi kebakaran yang mungkin muncul diakibatkan dari konsleting listrik
dan kemudian menyambar benda-benda lainnya yang ada di dalam gudang.
Tabel 5.1 Identifikasi Potensi Bahaya Kebakaran di Area Produksi PLTU PT
PJB UP Muara Karang Tahun 2010
No. Area Potensi Kebakaran Kelas Kebakaran
1 Desalination Plant Komputer, kertas, kayu
MFO, Oli, CO
Listrik, kabel
Besi, baja
A
B
C
D
2 Ground Floor MFO, Oli, CO
Listrik, kabel
Besi, baja
B
C
D
3 Mezzanine Floor MFO, Oli,CO
Listrik, kabel
Besi, baja
B
C
D
4 Turbine Floor Komputer, kertas, kayu
MFO, Oli,CO
Listrik, kabel
Besi, baja
A
B
C
D
5 Gudang Komputer, kertas, kayu
Oli
Listrik, kabel
Besi, baja
A
B
C
D
6 Office Komputer, kertas, kayu
Listrik, kabel
A
C
80
5.2.2 Klasifikasi Bahaya Kebakaran di PLTU PT PJB UP Muara Karang
Berdasarkan klasifikasi bangunan berdasarkan KEPMEN PU No.10 Tahun
2000, office termasuk jenis bangunan kelas 5, yaitu bangunan kantor yang
merupakan bangunan gedung yang dipergunakan untuk tujuan-tujuan usaha
profesional, pengurusan administrasi, atau usaha komersial. Sedangkan
desalination plant, ground floor, mezzanine floor dan turbine floor merupakan
jenis bangunan kelas 8, yaitu bangunan laboratorium/industri/pabrik yang
dipergunakan untuk tempat pemrosesan suatu produksi, perakitan, perubahan,
perbaikan, pengepakan, finishing, atau pembersihan barang-barang produksi
dalam rangka perdagangan atau penjualan. Dan yang terakhir gudang termasuk
jenis bangunan kelas 7 yaitu bangunan penyimpanan/gudang yang merupakan
bangunan gedung yang dipergunakan penyimpanan, termasuk: tempat parkir
umum atau gudang atau tempat pamer barang-barang produksi untuk dijual atau
cuci gudang.
Berdasarkan tingkat bahaya kebakaran di bangunan pabrik (industri) area
PLTU termasuk pada bangunan yang memiliki tingkat bahaya kebakaran sedang
I. hal ini dikarenakan PT PJB UP Muara Karang termasuk meteran listrik dan
komponen alat-alat listrik. Tingkat bahaya sedang ini merupakan karakteristik
kebakaran dimana api permukaan bisa menyebar pesat atau dengan intensitas
sedang.
81
5.3. Hasil Sistem Tanggap Darurat Kebakaran di Area Produksi PLTU
Pemaparan hasil sistem tanggap darurat dijelaskan berdasarkan area. Namun
manajemen tanggap darurat dibahas secara terpisah, hal tersebut dikarenakan
area produksi PLTU hanya memiliki 1 manajemen tanggap darurat untuk seluruh
area. Uraian hasil yang didapat adalah sebagai berikut:
5.3.1 Manajemen Tanggap Darurat
5.3.1.1 Organisasi Tanggap Darurat
Berdasarkan data sekunder, PT PJB UP Muara Karang memiliki
organisasi/tim tanggap darurat kebakaran yang terdapat dalam dokumen Sistem
Manajemen Terpadu (SMT) dengan nomer dokumen PK-UPMKR-14.
Gambar 5.5 Organisasi Tanggap Darurat Kebakaran
Sumber: Data Perusahaan
Penanggung Jawab
Koordinator Lapangan
Komunikasi
Tim PMK
Tim Keamanan
Tim P3K Tim penyelamat
82
Tabel 5.2 Tingkat Pemenuhan Organisasi Tanggap Darurat per Elemen
Pertanyaan di Area Produksi PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010
No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan
Sesuai Tidak Sesuai
1. Terdapat tim
penanggulangan
kebakaran
Terdapat tim penanggulangan kebakaran di PLTU
PT PJB UP Muara Karang yang disebut tim PMK
(pemadam kebakaran).
100 % 0 %
2. Terdapat organisasi
tanggap darurat kebakaran
Terdapat organisasi tanggap darurat kebakaran
yang berbeda dengan organisasi perusahaan.
100 % 0%
3. Petugas penanggung
jawab terlatih dan
mempunyai peran masing-
masing
Setiap orang yang berada dalam struktur
organisasi tanggap darurat kebakaran sudah
terlatih dan mempunyai peran masing-masing.
Pelatihan yang sudah diikuti meliputi: cara
penggunaan APAR, hidran, alarm dan cara
evakuasi.
100 % 0%
Tingkat Pemenuhan Organisasi Tanggap Darurat 100 %
Berdasarkan tabel 5.2, hasil pemeriksaan terhadap organisasi tanggap darurat
di PLTU PT PJB UP Muara Karang, tingkat pemenuhan organisasi tanggap
darurat adalah 100%. Organisasi tanggap darurat kebakaran yang terdapat dalam
dokumen Sistem Manajemen Terpadu (SMT) dengan nomer dokumen PK-
UPMKR-14 terdiri dari penanggung jawab, koordinator lapangan, komunikasi,
tim PMK (Pemadam Kebakaran), tim Keamanan, tim P3K (Pertolongan Pertama
pada Kecelakaan) dan tim penyelamat.
Karyawan yang memiliki andil dalam organisasi tersebut telah dibekali
dengan pelatihan penanggulangan kebakaran yang dilakukan 2-3 kali dalam
setahun. Pelatihan tersebut meliputi cara penggunaan alat proteksi aktif seperti
83
APAR dan hidran, tata cara evakuasi dan PPGD (Pelatihan Penanggulangan
Gawat Darurat). Berikut merupakan penanggung jawab dalam organisasi tanggap
darurat kebakaran beserta tugas masing-masing:
1. Penanggung Jawab : Manajer
Tugas dan tanggung jawab : a. Memberikan arahan-arahan dalam menghadapi
keadaan darurat yang terjadi.
b. Mengambil keputusan sesuai dengan kondisi yang
terjadi demi keselamatan karyawan dan properti.
c. Memberikan keterangan resmi kepada pihak luar
mengenai keadaan darurat yang sedang terjadi.
d. Menyediakan fasilitas & sarana sistem pencegahan
kebakaran.
2. Koordinator lapangan : Supervisor K3 (saat jam kerja) dan supervisor produksi
(di luar jam kerja dan hari libur)
Tugas dan tanggung jawab : a. Mengkoordinir penanganan keadaan darurat sesuai
dengan jenisnya.
b. Memastikan peralatan dan sarana sistem pencegahan
kebakaran dalam kondisi siap.
c. Ikut serta menangani keadaan darurat yang terjadi di
lapangan.
3. Komunikasi : Komandan regu satpam yang sedang dinas
Tugas dan tanggung jawab : Mengkoordinasi komunikasi/informasi pelaksanaan
penanggulangan keadaan darurat dengan :
a. Pimpinan/Manajer/Pejabat Unit Pembangkitan Muara
Karang.
b. Pimpinan/PIOP PT PJB Kantor Pusat
c. Pimpinan/Pejabat PLN lain yang terkait
d. Pimpinan/Pejabat Dinas Pemadam Kebakaran, Aparat
84
Keamanan Wilayah terkait.
4. Tim PMK (Pemadam Kebakaran):
4.1 Pengamanan Power
Supply dan Instalasi
Listrik
: Operator control room bidang listrik unit 1-2-3, 4-5
masing-masing 1 (satu) orang.
Tugas dan tanggung jawab : a. Memutuskan aliran listrik pada peralatan yang sedang
terbakar.
b. Mengisolasi/memblokir aliran listrik yang
berhubungan dengan kebakaran, guna mencegah
menjalarnya kebakaran pada peralatan lain.
4.2 APAR dan Tradisional : Operator control room dan operator boiler plant 1-2-3, 4,
5 masing-masing 1 (satu) orang.
Tugas dan tanggung jawab : a. Pemadaman tahap awal untuk kelas kebakaran ringan.
b. Pemadaman pada peralatan-peralatan khusus dan
listrik/ elektronik.
c. Membantu pemadaman tahap lanjut yang sedang
berlangsung.
4.3 Diesel Fire Pump : Satu orang operator unit 1-2-3.
Tugas dan tanggung jawab : Mengoperasikan & pengamatan diesel fire pump selama
operasi penanggulangan bahaya kebakaran berlangsung.
4.4 Diesel Emergency dan
Fire Water Springkler
: Satu orang operator unit 1-2-3, 4-5.
Tugas dan tanggung jawab : a. Mengoperasikan (start/stop) dan pengamatan diesel
emergency dan fire water sprinkler selama operasi
penanggulangan dan penyelamatan bahaya kebakaran
sedang berlangsung.
85
b. Menyiapkan kembali sistem water sprinkler sesudah
pemadaman selesai.
4.5 Fire Hose Rack &
Hydrant
: Operator plant unit 1-2-3, 4-5, masing-masing satu orang.
Tugas dan tanggung jawab : a. Pemadaman yang menggunakan tekanan dan spray air
dengan alat bantu hose / nozzle.
b. Memandu & membantu penyediaan air dan
perlengkapan penyambungan hose dengan mobil
pemadam kebakaran.
c. Membuat spray air dengan nozzle untuk melindungi,
pendinginan, bila diperlukan untuk evakuasi dan
pemadaman.
4.6 Fire Foam, Equipment
& Angle Valve
: Operator auxiliary plant unit 1-2-3, 4-5, masing-masing
dua orang ditambah satu orang operator water intake.
Tugas dan tanggung jawab : a. Mengoperasikan (start/stop) foam equipment
b. Mengoperasikan valve foam di bunker area
c. Membantu menyediakan foam untuk keperluan mobil
PMK
d. Menyiapkan kembali sistem water sprinkler sesudah
pemadaman.
5. Tim Keamanan : DANRU satpam yang sedang dinas dibantu oleh Satpam
yang bertugas di Pos I (gerbang utama) dan Pos IV (area
BOS) masing-masing satu orang.
Tugas dan tanggung jawab : a. Menciptakan situasi dan kondisi yang aman selama
pelaksanaan
b. Memblokir pintu keluar masuk dan memperketat
penjagaan di tempat dari gangguan masyarakat umum
yang tidak berkepentingan
86
c. Melarang petugas/karyawan atau tamu yang keluar
atau pulang sebelum keadaan normal kembali (aman)
d. Memperhatikan orang lain atau petugas/karyawan
e. Mengadakan kerja sama dengan tim komunikasi
f. Memastikan kebenaran/keabsahan kartu pengenal dan
mencatat setiap orang atau satuan yang akan
membantu
g. Membantu mengamankan barang yang telah
diamankan/ diselamatkan oleh regu evakuasi.
6. Tim P3K : 1. Satpam yang bertugas dibantu dua orang pengemudi
yang sedang piket.
2. Karyawan yang sudah mendapat pelatihan PPGD (Pel
atihan Penanggulangan Gawat Darurat)
Tugas dan tanggung jawab : a. Melaksanakan perawatan darurat, mengatur dan
mengantar korban ke rumah sakit untuk perawatan
lebih lanjut.
b. Melakukan koordinasi tugas dengan regu evakuasi.
c. Mengisi form laporan kecelakaan.
d. Menempatkan Pos P3K di area assembly point
7. Tim Penyelamat : Petugas satpam yang sedang dinas di pintu gerbang
PLTU dan pos lobi masing-masing satu orang
didampingi oleh koordinator satpam.
Tugas dan tanggung jawab : a. Mencari dan menyelamatkan petugas/karyawan yang
terjebak, tersesat di dalam ruangan.
b. Menolong petugas/karyawan yang mendapat
kecelakaan ke tempat yang aman, kemudian
diserahkan kepada pos P3K.
c. Mencari dan menyelamatkan dokumen, data, File dan
87
surat-surat penting/berharga yang terancam terbakar.
d. Memberikan petunjuk jalan/arah menuju ke tempat
evakuasi.
5.3.1.2 Prosedur Tanggap Darurat
Berdasarkan data sekunder dan hasil wawancara, PT PJB UP Muara Karang
memiliki prosedur tanggap darurat kebakaran. Prosedur ini berfungsi agar ketika
terjadi kejadian kebakaran, para karyawan PT PJB UP Muara Karang dapat
mengetahui tindakan apa yang harus dilakukan agar menjadi terbiasa. Biasanya
prosedur ini juga dilaksanakan ketika melakukan pelatihan tanggap darurat
kebakaran. Yang kemudian dilakukan evaluasi untuk memperbaiki kekurangan
atau tindakan yang tidak tepat dalam latihan tersebut sesuai dengan prosedur
yang ada. Untuk uraian prosedur tanggap darurat kebakaran yang ada di PLTU
PT PJB UP Muara karang terdapat di dalam lampiran.
Tabel 5.3 Tingkat Pemenuhan Prosedur Tanggap Darurat per Elemen Pertanyaan
di Area Produksi PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010
No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan
Sesuai Tidak Sesuai
1. Terdapat prosedur
tanggap darurat
kebakaran
Terdapat prosedur tanggap darurat
kebakaran yang ditulis dalam SMT
dengan nomer IK-PK-UPMKR-14-01
100 % 0 %
2. Terdapat koordinasi
dengan pihak
pemadam kebakaran
setempat
Terdapat koordinasi ketika terjadi kejadian
kebakaran dengan dinas pemadam
kebakaran setempat sesuai SMT dengan
nomer IK-PK-UPMKR-14-01
100 % 0%
88
Berdasarkan tabel 5.3 hasil pemeriksaan terhadap prosedur tanggap darurat,
PLTU PT PJB UP Muara Karang memiliki tingkat pemenuhan sebesar 100%.
Terdapat prosedur tanggap darurat kebakaran di dalam SMT (Sistem Manajemen
Terpadu) dengan nomer IK-PK-UPMKR-14-01. Dalam prosedur tersebut
disebutkan adanya koordinasi intern yaitu dengan menginformasikan adanya
kejadian kebakaran kepada seluruh karyawan sesuai dengan urutan organisasi
tanggap darurat kebakaran. Selain itu juga ditulis adanya koordinasi dengan
pihak pemadam kebakaran setempat. Ketika terjadi kejadian kebakaran sebisa
mungkin ditanggulangi oleh pihak perusahaan. Namun apabila kebakaran
membesar dan tidak dapat diatasi maka segera menghubungi pihak pemadam
kebakaran setempat.
Di PT PJB UP Muara Karang sendiri dilakukan prosedur pemeriksaan sarana
proteksi aktif secara rutin, yaitu: pemeriksaan APAR yang dilakukan setiap 1
bulan sekali, pemeriksaan alarm dilakukan setiap 3 bulan sekali, pemeriksaan
sprinkler dilakukan setiap 3 bulan sekali, pemeriksaan detektor dilakukan setiap
No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan
Sesuai Tidak Sesuai
3. Terdapat pemeriksaa
n dan pemeliharaan
sistem pencegahan
dan penanggulangan
kebakaran yang
terjadwal rutin
Terdapat pemeriksaan dan pemeliharaan
sarana proteksi aktif dan sarana
penyelamat jiwa yang dilakukan secara
rutin.
100 % 0%
Tingkat Pemenuhan Prosedur Tanggap Darurat 100 %
89
3 bulan sekali, dan pemeriksaan hidran dilakukan setiap 3 bulan sekali.
Sedangkan pemeliharaan sarana penyelamat jiwa dilakukan apabila ditemukan
hal yang tidak sesuai dengan fungsinya. Seperti penggantian lampu darurat pada
tanda petunjuk jalan, pengecatan kembali penanda sarana jalan keluar yang pudar
dan house keeping untuk menjaga jalan keluar agar tidak terhalang benda-benda.
5.3.1.3Pelatihan Tanggap Darurat
Berdasarkan data sekunder dan wawancara, seluruh karyawan PT PJB UP
Muara Karang diberikan pelatihan pemadam kebakaran. Pelatihan tanggap
darurat ini dilakukan supaya para karyawan terlatih dan menjadi siap ketika
terjadinya bencana kebakaran. Pelatihan ini diberlakukan kepada seluruh
karyawan PT PJB UP Muara Karang secara bergiliran, terutama karyawan baru.
Karena sistem kerja di PT PJB UP Muara Karang adalah shift, maka untuk
pemilihan karyawan yang akan mengikuti pelatihan adalah karyawan shift
berikutnya (tidak bertugas). Instruktur untuk pelatihan tanggap darurat kebakaran
adalah DAMKAR (Dinas Pemadam Kebakaran) DKI Jakarta dan PMI (Palang
Merah Indonesia).
90
Tabel 5.4 Tingkat Pemenuhan Pelatihan Tanggap Darurat per Elemen Pertanyaan
di Area Produksi PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010
Berdasarkan tabel 5.4, di PT PJB UP Muara Karang pemeriksaan dengan
menggunakan checklist pelatihan tanggap darurat sesuai dengan NFPA 101
mengenai life safety code memiliki tingkat pemenuhan sebesar 66.66 %. Seluruh
karyawan PT PJB UP Muara Karang diberikan pelatihan mengenai penanganan
kebakaran 2-3 kali dalam setahun secara rutin. Pelatihan tersebut meliputi: tata
cara prosedur apa saja yang harus di lakukan, tata cara evakuasi, P3K
(Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan), PPGD (Pelatihan Penanganan Gawat
Darurat) hingga cara penggunaan alat-alat proteksi aktif yang ada meliputi:
APAR, hidran, serta cara membunyikan alarm manual ketika terjadi kebakaran.
Komponen yang tidak terpenuhi yaitu latihan yang diselenggarakan
diharapkan dan waktu tak terduga dan pada berbagai kondisi untuk
No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan
Sesuai Tidak Sesuai
1. Terdapat program latihan
penanggulangan kebakaran secara
periodik, minimal 1 tahun sekali
Di PT PJB UP Muara Karang pelatihan
dilakukan 2-3 kali dalam setahun.
100 % 0 %
2. Terdapat program latihan evakuasi
kebakaran
Latihan yang telah diselenggaran salah
satunya yaitu tata cara evakuasi ketika
terjadi kejadian kebakaran.
100 % 0%
3. Latihan yang diselenggarakan
diharapkan dan waktu tak terduga
dan pada berbagai kondisi
Latihan yang dilakukan dilakukan dalam
waktu yang telah direncanakan dan
diberitahukan sebelumnya terhadap peserta.
0 % 100%
Tingkat Pemenuhan Pelatihan Tanggap Darurat 66.66 %
91
mensimulasikan kondisi tidak biasa yang dapat terjadi dalam keadaan darurat
yang sebenarnya. Hal tersebut tidak dapat dilakukan karena akan mengganggu
proses produksi. Karyawan yang sedang bertugas tidak dapat meniggalkan tugas,
sehingga yang mengikuti pelatihan adalah karyawan dalam shift waktu bebas
tugas. Sehingga diberikan pemberitahuan sebelumnya tentang pelatihan tersebut.
Dan tidak dapat dilakukan simulasi kondisi kebakaran yang tidak terduga.
5.3.1.4 Rata-Rata Tingkat Pemenuhan Manajemen Tanggap Darurat Kebakaran
Di PLTU
Tabel 5.5 Rata-rata Tingkat Pemenuhan Manajemen Tanggap Darurat di Area
Produksi PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010
No Komponen Presentase Tingkat
Pemenuhan
1 Organisasi Tanggap Darurat 100 %
2 Prosedur Tanggap Darurat 100 %
3 Pelatihan Tanggap Darurat 66.66 %
Rata-rata 88.88 %
Berdasarkan tabel 5.5 rata-rata tingkat pemenuhan manajemen tanggap
darurat di area produksi PLTU PT PJB UP Muara Karang tahun 2010 adalah
88.88 % yaitu baik (B) dimana semua komponen sistem proteksi kebakaran
berfungsi sempurna, sehingga gedung dapat digunakan secara optimum, dimana
para pemakai gedung dapat melakukan kegiatannya dengan mendapat
perlindungan dari kebakaran yang baik.
92
5.3.2 Desalination Plant
5.3.2.1 Sarana Proteksi Aktif
Tabel 5.6 Tingkat Pemenuhan Rata-Rata Sarana Proteksi Aktif Di Area
Desalination Plant PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010
NO. KOMPONEN TINGKAT PEMENUHAN 1. APAR 98.33 % 2. APAB 100 % 3. Alarm 85.71 % 4. Sprinkler 0 % 5. Detektor 0 % 6. Hidran Gedung 0 % 7. Hidran Halaman 100 %
JUMLAH 54.86 %
Berdasarkan hasil pemeriksaan dengan menggunakan tabel 5.6, area
desalination plant mendapat tingkat pemenuhan sebesar 54.86 %. Berikut uraian
hasil sarana proteksi yang didapat di area desalination plant PLTU PT PJB UP
Muara Karang:
1. APAR dan APAB
APAR
APAR yang disediakan pada area desalination plant merupakan jenis DCP.
APAR dengan berat 5 kg terdapat sebanyak 2 buah, 6 kg sebanyak 5 buah dan
APAB 25 kg sebanyak 4 buah. Jadi jumlah APAR yang ada di area desalination
plant adalah DCP sebanyak 7 buah. Namun tidak terdapat APAR yang dapat
memadamkan kebakaran type D.
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara, pemeliharaan APAR dilakukan
sebulan sekali meliputi kondisi nozzle, draft pressure indicator (manometer),
93
segel, apakah ada karat atau tidak dan penimbangan berat APAR yang dilakukan
oleh petugas K3. Untuk pengisian ulang biasanya dilakukan ketika ada APAR
yang kadaluarsa, bahkan sebagian APAR yang kadaluarsa ini dimanfaatkan
digunakan dalam latihan pemadaman kebakaran.
Tabel 5.7 Tingkat Pemenuhan APAR per Elemen Pertanyaan di Area
Desalination Plant PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010
No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan
Sesuai Tidak Sesuai
1. Pada APAR terdapat klasifikasi
kebakaran yang
sesuai dengan jenis kebakaran
Terdapat APAR tipe DCP untuk
memadamkan jenis kebakaran A, B, C.
Namun tidak terdapat APAR untuk
memadamkan jenis kebakaran D.
75% 25 %
2. Jumlah APAR berdasarkan luas
bangunan
Area desalination plant dengan luas 106.8
m2 sebaiknya memiliki APAR yang
berjumlah 1 buah. Sedangkan APAR yang
ada berjumlah 7 buah.
100 % 0%
3. Sebelum dipakai segel
pengaman harus dalam keadaan
baik dan penutup tabung
terpasang kuat
Segel yang terpasang pada seluruh APAR
yang berada di area office berada dalam
keadaan baik dan penutup tabung terpasang
kuat.
100 % 0%
4. Lubang penyemprot tidak
tersumbat dan slang tahan
tekanan tinggi serta tidak bocor
Berdasarkan pengecekan bersama pihak K3
lubang penyemprot tidak tersumbat ataupun
bocor dan tahan tekanan tinggi.
100 % 0%
5. Bahan baku pemadam dalam
keadaan baik dan tidak lewat
masa berlakunya
Berdasarkan pemeriksaan manometer APAR
dan pengecekan kartu pemeriksaan
menunjukan APAR dalam kondisi baik dan
tidak lewat masa berlakunya.
100 % 0%
94
No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan
Sesuai Tidak Sesuai
6. APAR ditempatkan di lokasi
yang mudah terlihat, mudah
dijangkau dan letaknya tidak
terhalangi oleh benda lain
APAR diletakan di dekat mesin produksi
serta sepanjang jalan yang dilalui oleh
karyawan. Sehingga mudah dijangkau dan
terlihat.
100 % 0%
7. Apar diletakan di sepanjang
jalan yang biasa dilalui
termasuk jalan keluar di area
APAR-APAR diletakan di sepanjang jalan
yang dilalui oleh karyawan termasuk jalan
untuk keluar area.
100 % 0%
8. Isi tabung gas sesuai dengan
tekanan yang dipergunakan dan
dijaga tetap penuh serta dapat
dioperasikan
Setelah dilakukan pengecekan manometer
APAR, jarum berada pada bar hijau yang
menunjukan isi tabung gas sesuai dengan
tekanan. Berdasarkan pengecekan visual
APAR dapat dioperasikan dengan baik.
100 % 0%
9. Jarak antar APAR maksimal
(75 ft) 6.97 m
Jarak antar APAR antara 2-4 m 100 % 0%
10. Terdapat cara dan petunjuk
pengoperasian dengan jelas di
bagian depan APAR
Terdapat petunjuk intruksi cara
pengoperasianya yang tertempel di seluruh
bagian depan APAR.
100 % 0%
11. Pemasangan dihindari dari
bahaya fisik (ex: tubrukan,
getaran, lingkungan)
Seluruh APAR diletakan di dalam cabinet
dan rak.
100 % 0%
12. APAR dengan berat ≥ 40 lb
sebaiknya dipasang dengan
tinggi kurang dari 3,5 ft (1.07m)
diatas lantai.
APAR dengan berat ≥ 18.14 kg yang
diletakan di dalam cabinet memiliki tinggi
antara 60-100 cm.
100 % 0%
13. Sedangkan APAR dengan berat
≤ 40 lb (18.14 kg) sebaiknya
dipasang kurang dari dari 5ft
(1,53m) diatas lantai.
APAR dengan berat ≤ 18.14 kg yang
diletakan di rak memiliki tinggi antara 40-60
cm
100 % 0%
95
No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan
Sesuai Tidak Sesuai
14. Tekanan regulator pada APAR
sebaiknya diperiksa tiap tahun
untuk mengetahui tekanan
outlet statis dan laju alir
Tekanan pada manometer APAR diperiksa
setiap satu bulan sekali
100 % 0%
15. Jarak dari bagian bawah APAR
ke lantai tidak melebihi 4 in
(102 mm)
Jarak bagian bawah ke APAR adalah 20 cm. 100 % 0%
Tingkat Pemenuhan APAR 98.33 %
Berdasarkan tabel 5.7 APAR di area desalination plant memiliki tingkat
pemenuhan sebesar 98.33 %. Area desalination plant dengan luas 106.8 m2
memiliki potensi kebakaran tipe A, B, C dan D. namun APAR yang tersedia
hanya mampu memadamkan kelas kebakaran tipe A, B dan C. Berdasarkan
perhitungan jumlah kebutuhan APAR, area desalination plant hanya
membutuhkan 1 buah APAR. Sedangkan APAR yang tersedia berjumlah 7 buah
dan APAB sebanyak 4 buah. APAR diperiksa setiap 1 bulan sekali oleh
perwakilan pihak K3.
Pemeriksaan tersebut mencakup kondisi nozzle, draft pressure indicator
(manometer), segel, apakah ada karat atau tidak dan penimbangan berat APAR
yang dilakukan oleh petugas K3. Untuk pengisian ulang biasanya dilakukan
ketika ada APAR yang kadaluarsa berdasarkan kartu cek APAR. Ketika
dilakukan pemeriksaan kondisi APAR dalam keadaan baik dengan cara
mengecek secara visual kondisi nozzle (lubang penyemprot) dari sumbatan dan
96
kebocoran, kesesuaian bahan baku dan masa kadaluarsa APAR dengan cara
mengecek manometer APAR tipe DCP.
APAR diletakan di rak di control room lokal, sepanjang jalan yang biasa
dilewati oleh karyawan termasuk jalur jalan keluar serta diletakan di dekat mesin
sehingga mudah dilihat dan dijangkau. Jarak antar APAR yang ada di area
desalination plant berkisar antara 2-4 m. APAR yang ada terletak dengan tinggi
40-60 cm untuk APAR dengan berat kurang dari18.14 kg dan 60-100 cm untuk
APAR dengan berat lebih dari 18.14 kg. untuk jarak bagian bawah APAR ke
lantai mencapai 20 cm. Namun tidak terdapat APAR yang diletakan di dalam
cabinet sehingga beberapa komponen pertanyaan dihilangkan untuk pemeriksaan
di area ini.
APAB
Sedangkan APAB diletakan untuk area-area produksi dimana terdapat area
yang berbahaya dengan personel yang sedikit. Jumlah APAB yang terletak di
area desalination plant sebanyak 4 buah. APAB tersebut memiliki jenis DCP
(Dry Chemical Powder) dengan berat antara 25-40 kg. Berdasarkan hasil
observasi dan wawancara, pemeliharaan APAB dilakukan bersamaan dengan
pemeriksaan APAR yakni satu bulan sekali meliputi kondisi nozzle, draft
pressure indicator (manometer), segel, apakah ada karat atau tidak, kondisi roda.
Untuk pengisian ulang biasanya dilakukan ketika ada APAB yang kadaluarsa.
97
Tabel 5.8 Tingkat Pemenuhan APAB per Elemen Pertanyaan di Desalination
Plant PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010
No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan
Sesuai Tidak Sesuai
1. APAB disediakan untuk
memproteksi bahaya yang
menunjukan: area berisiko
tinggi, personel yang ada
terbatas
APAB disediakan untuk area desalination
plant, ground floor, mezzanine floor,
turbine floor dan gudang. Dimana area-
area tersebut merupakan area produksi
dengan jumlah personel terbatas.
100 % 0 %
2. Tekanan regulator pada APAB
sebaiknya diperiksa tiap tahun
untuk mengetahui tekanan outlet
statis dan laju alir
Pengecekan APAB dilakukan setiap satu
bulan sekali. Termasuk pengecekan
manometer.
100 % 0%
3. Selang pada APAB harus
diletakan sedemikian rupa untuk
menghindari terbelit dan kaku
Kondisi selang yang berada pada APAB
di area PLTU terlilit rapi untuk
menghindari kekakuan dan terbelit.
100 % 0%
Tingkat Pemenuhan APAB 100 %
Berdasarkan tabel 5.8, di desalination plant PLTU PT PJB UP Muara Karang
tingkat pemenuhan APAB sebesar 100 %. APAB di sediakan untuk area
desalination plant yang mana area tersebut merupakan area produksi dengan
jumlah personel terbatas. Pemeliharaan APAB dilakukan bersamaan dengan
pemeriksaan APAR yakni satu bulan sekali meliputi kondisi nozzle, draft
pressure indicator (manometer), segel, apakah ada karat atau tidak, kondisi roda.
Untuk pengisian ulang biasanya dilakukan ketika ada APAB yang kadaluarsa.
98
2. Alarm
Berdasarkan hasil observasi dan data sekunder, PT PJB UP Muara Karang
sudah memiliki alarm yang terintegrasi dengan detektor. Alarm yang terdapat di
area-area PLTU ini adalah alarm kebakaran yang berupa audible dan visible
alarm. Sedangkan berdasarkan cara pengaktifannya, alarm yang terdapat di
PLTU yaitu alarm manual dan panel indikator kebakaran.
Untuk pengetesan fungsi alarm di PLTU, dilakukan setiap 3 bulan sekali
secara rutin. Pemeriksaan ini dilakukan oleh karyawan unit K3 yang meliputi
pemeriksaan panel penujuk alarm, lampu-lampu, LED panel kebakaran dan
annunciator, baterai tambahan, bel, speaker dan amplifier serta power supply.
Terdapat satu buah alarm manual tipe full down di area desalination plant.
Namun mesin-mesin yang berada di area ini terhubung dengan panel indicator
kebakaran yang berada di control room pusat 4, 5 di area turbine floor. Maka
ketika terjadi kebakaran dapat terdeteksi di control room sehingga dapat
dilakukan penanganan dengan segera.
Tabel 5.9 Tingkat Pemenuhan Alarm per Elemen Pertanyaan di area Desalination
Plant PLTU PT PJB UP Muara Karang tahun 2010
No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan
Sesuai Tidak Sesuai
1. Terdapat sistem alarm
kebakaran
Di area desalination plant terdapat
alarm manual yang bertipe full
down. Dan semua mesin terhubung
dengan panel indikator kebakaran.
100 % 0 %
99
No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan
Sesuai Tidak Sesuai
2. Alarm dapat dilihat
dengan jelas
Alarm manual dicat menggunakan
warna merah pada tembok putih
dan tanda petunjuk fire alarm.
Sehingga dapat terlihat dengan
jelas
100 % 0%
3. Alarm dalam kondisi baik
dan siap digunakan
Berdasarkan data sekunder alarm
dalam kondisi baik dan siap
digunakan.
100 % 0%
4. Alarm otomatis terhubung
dengan sprinkler
Tidak terdapat sprinkler 0 % 100 %
5. Terdapat energi cadangan
yang dapat menyalakan
alarm selama 30 detik
Menurut hasil wawancara PLTU
memiliki energy cadangan untuk
menyalakan alarm yaitu diesel.
100 % 0 %
6. Alarm diletakan pada
lintasan jalur keluar
dengan tinggi 1,4 m dari
lantai
Alarm diletakan pada pintu keluar
control room local dengan tinggi
1.47 m.
100 % 0%
7. Jarak alarm tidak boleh
lebih dari 30 m dari semua
bagian bangunan
Alarm memiliki jarak maksimal 20
m dari semua bagian area
desalination plant.
100 % 0%
Tingkat Pemenuhan Alarm 85.71 %
Berdasarkan tabel 5.9 area desalination plant memiliki tingkat pemenuhan
alarm sebesar 85.71 %. Di area ini semua mesin terhubung dengan panel
indikator kebakaran control room 4, 5. Dimana panel tersebut terhubung dengan
detektor-detektor yang ada di setiap mesin-mesin produksi. Jadi ketika terjadi
kebakaran karyawan mengetahui area/ mesin mana yang mengalami kebakaran
100
sehingga dapat ditanggulangi secara cepat oleh tim pemadam kebakaran.Namun
masih terdapat alarm manual dengan tipe full down yang terletak di samping
pintu keluar control room local area ini. Alarm manual ini memiliki tinggi 1,47
m dari lantai dan berjarak maksimal 20 m dari semua bagian area desalination
plant.
Menurut data pengecekan rutin alarm dan hasil wawancara, alarm dalam
kondisi baik dan siap untuk digunakan. Pengetesan alarm yang dilakukan
diantaranya: pemeriksaan panel penujuk alarm, lampu-lampu, LED panel
kebakaran dan annunciator, baterai tambahan, bel, speaker dan amplifier serta
power supply.Selain hal tersebut PT PJB UP Muara Karang juga memiliki diesel
yang berfungsi sebagai sumber energi cadangan yang salah satunya untuk
menyalakan alarm ketika terjadi trip akibat terjadinya kebakaran.
3. Sprinkler
Tidak terdapat sistem sprinkler yang terpasang di area desalination plant.
Menurut pihak K3, hal tersebut dikarenakan alat proteksi lainnya dirasakan
cukup untuk mencegah dan menanggulangi kejadian kebakaran.
4. Detektor
Tidak terdapat detektor di area desalination plant.
5. Hidran
Berdasarkan hasil observasi lapangan dan wawancara dengan karyawan PT
PJB UP Muara Karang, jenis hidran yang ada di area PLTU merupakan jenis
101
hidran gedung dan hidran halaman. Sedangkan tipe hidran yang digunakan yaitu
hidran dengan kunci katub dan model macino serta ulir. Untuk hidran halaman,
PT PJB UP Muara Karang menggunakan hidran kelas 1 yang memiliki selang
dengan diameter 2.5 in dan panjang 30 m serta disediakan selang tambahan
sepanjang 20 m.Untuk pengetesan fungsi hidran dilakukan setiap 3 bulan sekali
secara rutin. Pengetesan fungsi hidran dilakukan oleh karyawan bagian K3 yang
meliputi: pemeriksaan nozzle (mulut pancar) dari sumbatan dan kebocoran.
Untuk menjaga tekanan air digunakan sumber AC listrik, dan diesel. Sedangkan
sumber air disimpan dalam “fire water tank” dengan kapasitas 9000 L. Air
tersebut merupakan hasil penyulingan air laut.
Hidran Gedung
Tidak terdapat hidran gedung di area desalination plant dikarenakan ruangan
control room local cukup kecil dan mesin berada di luar ruangan. Jadi tidak
dilakukan pemeriksaan hidran gedung di area ini.
Hidran Halaman
Terdapat satu buah hidran halaman di area desalination plant dengan model
macino. Hidran tersebut terletak di dekat water intake area desalination plant.
Tabel 5.10 Tingkat Pemenuhan Hidran Halaman per Elemen Pertanyaan di Area
Desalination Plant PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010
No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan
Sesuai Tidak Sesuai
1. Tersedia hidran halaman yang
mudah dilihat dan dijangkau
Terdapat hidran di area desalination
plant yang mudah terlihat dan dijangkau.
100 % 0 %
102
No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan
Sesuai Tidak Sesuai
2. Pemasangan hidran maksimal
12 m dari unit yang dilindungi
Jarak maksimal hidran halaman ke area
desalination plant adalah 5-10 m.
100 % 0 %
3. Semua peralatan hidran dicat
merah
Hidran halam dicat dengan warna merah 100 % 0 %
4. Setiap hidran diberi tanda
dengan tulisan dengan tinggi
1 in. (25.4 mm)
Tulisan HIDRAN pada hidran memiliki
tinggi 2.5 cm
100 % 0 %
5. Dilakukan uji operasional dan
kelengkapan komponen
hidran setiap 1 tahun sekali
Dilakukan pemeriksaan seluruh
kelengkapan komponen hidran 3 bulan
sekali
100 % 0 %
6. Sumber persediaan air untuk
hidran harus diperhitungkan
minimal untuk pemakaian
selama 30 menit (Kepmen PU
No.10/KPTS/2000)
Sumber air untuk hidran berasal dari air
di water fire tank dengan kapasitas 9000
L. tangki tersebut tidak boleh kosong dan
dilengkapi dengan alarm yang berbunyi
apabila kapasitas air < 6000 L.
100 % 0 %
Tingkat Pemenuhan Hidran Halaman 100 %
Berdasarkan tabel 5.10 area desalination plant memiliki tingkat pemenuhan
hidran halaman sebesar 100 %. Hidran halaman terletak di dekat water intake
dengan jarak 5-10 m ke area desalination plant. Pemeriksaan secara visual
menunjukan bahwa hidran di cat dengan warna merah dan tulisan HIDRAN
memiliki tinggi 2.5 cm (25 mm). pemeriksaan dilakukan setiap 3 bulan sekali
secara rutin. Sedangkan sumber persediaan untuk penggunaan hidran berasal dari
air laut yang telah di desalisasi dan dialirkan ke water fire tank dengan kapasitas
9000 L yang khusus disediakan untuk sumber persedian air bagi alat proteksi
103
kebakaran. Tangki tersebut tidak boleh kosong, apabila kapasitas air kurang dari
6000 L maka secara otomatis alarm akan berbunyi.
5.3.2.2Sarana Penyelamat Jiwa
Tabel 5.11 Tingkat Pemenuhan Rata-Rata Sarana Penyelamat Jiwa Di Area
Desalination Plant PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010
NO. KOMPONEN TINGKAT PEMENUHAN
1. Petunjuk jalan keluar 100 %
2. Sarana jalan keluar 66.66 %
3. Pintu darurat 85.71 %
4. Tangga darurat -
5. Penerangan darurat 75 %
6. Tempat berhimpun 100 %
JUMLAH 85.47 %
Berdasarkan tabel 5.11, hasil pemeriksaan komponen-komponen sarana
penyelamat jiwa yang ada di area desalination plant mendapat tingkat
pemenuhan sebesar 85.47 %. Berikut uraian hasil yang didapat di area
desalination plant PLTU PT PJB UP Muara Karang:
1. Petunjuk jalan keluar
Berdasarkan hasil observasi di lapangan, di area desalination plant terdapat
petunjuk jalan keluar baik yang berupa tanda panah berwarna hijau sehingga
dapat menyala dalam keadaan gelap maupun tulisan “EXIT” yang mana terdapat
lampu darurat untuk meneranginya. Jadi ketika terjadi “trip” akibat kebakaran,
104
karyawan tetap dapat melihat tanda petunjuk arah sehingga dapat keluar menuju
tempat berhimpun.
Lampu yang digunakan untuk menerangi tulisan “EXIT” memiliki 2 sumber
yaitu listrik yang dihasilkan sendiri dan diesel. Petunjuk-petunjuk jalan keluar
diletakan di setiap tempat dimana terdapat karyawan bekerja atau tempat yang
biasa dilalui oleh karyawan.
Tabel 5.12 Tingkat Pemenuhan Petunjuk Jalan Keluar per Elemen Pertanyaan di
area Desalination Plant PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010
No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan
Sesuai Tidak Sesuai
1. Terdapat petunjuk arah
jalan keluar
terdapat petunjuk arah jalan keluar di
area desalination plant
100 % 0 %
2. Petunjuk arah diberikan
penerangan dari sumber
daya listrik darurat
papan petunjuk arah berupa tulisan
“EXIT” memiliki 2 sumber listrik.
100 % 0 %
3. Petunjuk jalan keluar
berupa papan bertuliskan
“EXIT” atau panah
petunjuk arah jalan.
terdapat papan petunjuk arah dengan
tanda panah ataupun tulisan “EXIT” di
area desalination plant.
100 % 0 %
4. Rambu dipasang di tempat
yang mudah terlihat atau
dekat dengan pintu
keluar/pintu kebakaran
Papan berupa tanda panah petunjuk
arah diletakan di dinding bagian luar
menuju jalan besar dalam PLTU.
Sedangkan berupa tulisan “EXIT”
diletakan di dekat pintu keluar di area
desalination.
100 % 0 %
Tingkat Pemenuhan Petunjuk Jalan Keluar 100 %
105
Berdasarkan tabel 5.12 area desalination plant memiliki tingkat pemenuhan
petunjuk jalan keluar sebesar 100 %. Hal tersebut menunjukan bahwa petunjuk
jalan keluar yang berada di area desalination plant sudah sesuai dengan NFPA
101 dan Kepmen PU No.10/KPTS/2000. Petunjuk jalan keluar yang berupa
tulisan “EXIT” yang diberi sumber pencahayaan diletakan di atasa pintu keluar
control room local, kemudian petunjuk jalan keluar yang berupa tanda panah
petunjuk arah diletakan di dinding bagian luar untuk menuju jalan besar dalam
PLTU.
Untuk mencapai tempat berhimpun terdapat papan penunjuk jalan yang
berupa arah panah dan tulisan di luar ruangan yang menunjukan arah tempat
berhimpun. Sumber energy untuk menyalakan petunjuk jalan keluar yang berupa
tulisan “EXIT” berasal dari AC listrik. namun apabila listrik tersebut mati akan
segera digantikan oleh sumber energy cadangan yaitu diesel.
2. Sarana jalan keluar
Desalination plant adalah area dengan luas 106.8 m2. Mesin produksi yang
berada di area ini diletakan di luar ruangan dan terdapat control room local
tempat 3 orang karyawan bekerja mengawasi jalannya produksi di area tersebut
melalui display computer. Sarana jalan keluar yang berada di area ini terdapat 1
buah. Hal tersebut dikarenakan luas bangunan yang tidak terlalu besar sehingga
karyawan yang berada di area tersebut dapat dengan mudah mencapai halaman
luar apabila terjadi bahaya kebakaran. Dengan jarak tempuh maksimal 4 m.
106
Tabel 5.13 Tingkat Pemenuhan Sarana Jalan Keluar per Elemen Pertanyaan di
Area Desalination Plant PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010
No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan
Sesuai Tidak Sesuai
1. Terdapat sarana jalan keluar Terdapat sarana jalan keluar
di area desalination plant
100 % -
2. Lebar minimal jalan keluar adalah 2 m Terdapat control room
dengan lebar exit 1 m.
- 100 %
3. Jumlah jalan keluar terdapat lebih dari
1 dan letaknya berjauhan
Terdapat 1 buah exit. - 100 %
4. Jarak ke exit tidak melebihi 200 ft (61
m) atau 250 ft (76 m) pada bangunan
yang telah dilengkapi sprinkler
Jarak maksimal ke exit
adalah 4 m.
100 % -
5. Jarak antar eksit tidak boleh lebih dari
60 m
Hanya terdapat 1 exit dengan
jarak tempuh maksimal 4 m
100 % -
6. Sarana jalan keluar harus bebas dan
tidak terhalang benda apapun
Tidak terdapat benda di
sepanjang jalan keluar
menuju exit.
100 % -
Tingkat Pemenuhan Sarana Jalan Keluar 66.66 %
Berdasarkan tabel 5.13 area desalination plant memiliki tingkat pemenuhan
sarana jalan keluar sebesar 66.66 %. Hal tersebut menunjukan bahwa sarana
jalan keluar yang ada di area desalination plant masih terdapat kekurangan yang
belum sesuai dengan NFPA 101. Sarana jalan keluar yang terdapat di area ini
hanya terdapat 1 buah. Hal tersebut dikarenakan rata-rata mesin di area
desalination plant berada di luar ruangan dan hanya terdapat 3 orang karyawan
yang bekerja untuk mengawasi jalannya produksi melalui display komputer di
107
control room local. Jarak maksimal yang dapat ditempuh dari semua bagian
ruangan control room local adalah 4 m dan tidak terdapat benda yang
menghalangi karyawan untuk mencapai exit.
3. Pintu darurat
Berdasarkan hasil observasi di lapangan, semua area di PLTU tidak memiliki
pintu darurat. Pintu tersebut selalu dalam keadaan tidak terkunci dan dapat
menutup secara otomatis. Namun para karyawan menggunakan pintu tersebut
untuk keluar masuk area setiap harinya. Untuk desalination plant hanya memiliki
1 pintu utama yang memiliki multifungsi sebagai pintu darurat ketika terjadinya
keadaan darurat. Pintu ini selalu dibuka setiap harinya sebagai sarana aktifitas di
area tersebut dan terhubung langsung dengan jalan umum. Pintu ini memiliki
kriteria yang sama dengan pintu darurat yaitu tahan kebakaran, dapat menutup
sendiri dapat dibuka tanpa menggunakan kunci, dll.
Tabel 5.14 Tingkat Pemenuhan Pintu Darurat per Elemen Pertanyaan di area
Desalination Plant PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010
No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan
Sesuai Tidak Sesuai
1. Terdapat pintu kebakaran
darurat
Terdapat pintu yang tahan api yang selalu
dalam keadaan tidak terkunci dan dapat
menutup secara otomatis serta terhubung
langsung dengan halaman luar.
100 % 0 %
2. Ukuran pintu L: 90-120
cm, T: 210 cm
Pintu memiliki lebar 110 cm dan tinggi 210
cm
100 % 0 %
108
No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan
Sesuai Tidak Sesuai
3. Bebas hambatan Tidak terdapat benda yang menghalangi
pintu
100 % 0 %
4. Pintu dapat tertutup sendiri Pintu dapat menutup secara otomatis 100 % 0 %
5. Digunakan khusus pada
saat keadaan darurat
Para karyawan menggunakan pintu
tersebut untuk keluar masuk area setiap
harinya.
0 % 100 %
6. Pintu dapat dibuka tanpa
anak kunci
Pintu selalu dalam keadaan tidak terkunci 100 % 0 %
7. Pintu darurat berhubungan
langsung dengan jalan
keluar/halaman luar
Pintu terhubung langsung dengan halaman
luar
100 % 0 %
Tingkat Pemenuhan Pintu Darurat 85. 71 %
Berdasarkan tabel 5.14, pintu darurat yang berada di area desalination plant
memiliki tingkat pemenuhan sebesar 85.71 %. Terdapat pintu yang tahan api
yang selalu dalam keadaan tidak terkunci dan dapat menutup secara otomatis
serta terhubung langsung dengan halaman luar. pintu tersebut memiliki lebar 110
cm dan tinggi 210 cm dan tidak terdapat benda yang menghalangi pintu. Namun
para karyawan menggunakan pintu tersebut untuk keluar masuk area setiap
harinya.
4. Tangga darurat
Berdasarkan hasil pemeriksaan, area desalination plant tidak memiliki tangga
darurat. Hal tersebut dikarenakan area ini hanya terdiri dari satu lantai saja. Maka
tidak dilakukan pemeriksaan mengenai tangga darurat di area ini.
109
5. Penerangan darurat
Berdasarkan hasil observasi di lapangan, area desalination plant sudah
memiliki penerangan darurat. Lampu penerangan darurat tersebut diletakan di
sepanjang jalan keluar dan di tempat-tempat di mana biasanya terdapat
karyawan. Lampu penerangan darurat tersebut memiliki baterai cadangan,
dengan stop kontak yang menyambung pada sumber listrik sehingga ketika
terjadi “trip“ akibat kebakaran, lampu akan menyala secara otomatis.
Berdasarkan pengetesan, lampu tersebut dapat bertahan menyala selama 8
jam dengan baterai dan langsung menyala ketika dicabut dari stop kontak. Yang.
Setelah diukur dengan menggunakan luxmeter kekuatan cahaya pada penerangan
darurat adalah 20 lux. Namun seluruh penerangan darurat yang ada di PLTU
berwarna putih. Selain itu di PLTU PT PJB UP Muara Karang, lampu-lampu
yang ada memiliki 2 sumber penerangan yaitu AC listrik dan diesel. Sehingga
ketika listrik padam, secara otomatis lampu akan menggunakan diesel. Hal
tersebut dikarenakan penerangan sangatlah penting untuk kelangsungan proses
produksi.
Tabel 5.15 Tingkat Pemenuhan Penerangan Darurat per Elemen Pertanyaan di
area Desalination Plant PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010
No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan
Sesuai Tidak Sesuai
1. Tersedia penerangan darurat dari
sumber aliran listrik darurat
Terdapat 2 sumber listrik berbeda yaitu
dari AC listrik dan diesel serta batterai
100 % 0 %
110
No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan
Sesuai Tidak Sesuai
2. Lampu penerangan berwarna
kuning orange/kuning
Seluruh lampu berwarna putih 0 % 100 %
3. Lampu penerangan darurat
memiliki kekuatan minimal 10 lux
Untuk lampu darurat yang ada
memiliki kekuatan sebesar 20 lux
100 % 0 %
4. Penempatan lampu darurat dengan
baik sehingga bila satu lampu mati
tidak akan menyebabkan gelap
Lampu di letakan sepanjang jalan
keluar menuju exit
100 % 0 %
Tingkat Pemenuhan Penerangan Darurat 75 %
Berdasarkan tabel 5.15 area desalination plant memiliki tingkat pemenuhan
penerangan darurat sebesar 75 %. Hal tersebut menunjukan bahwa penerangan
darurat yang ada di area desalination plant masih terdapat kekurangan yang
belum sesuai dengan NFPA 101. Untuk lampu darurat diletakan di sepanjang
sarana jalan keluar dan memiliki baterai cadangan yang di charge ketika AC
listrik berjalan normal. Dan seluruh penerangan yang ada di area PLTU memiliki
sumber aliran listrik yang berbeda yaitu dari AC listrik dan diesel. Lampu darurat
yang ada berwarna putih dan memiliki kekuatan sebesar 20 lux.
6. Tempat berhimpun
Berdasarkan hasil observasi di lapangan, PLTU PT PJB UP Muara Karang
memiliki tempat berhimpun yang terletak tepat di depan gedung office. Tempat
berhimpun tersebut memiliki luas 100 m2 dan terdapat papan yang menunjukan
letak tempat berhimpun. Jumlah keseluruhan karyawan yang bekerja setiap
harinya di area-area PLTU adalah 108 orang.
111
Tabel 5.16 Tingkat Pemenuhan Tempat Berhimpun per Elemen Pertanyaan di
Area Desalination Plant PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010
No
.
Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan
Sesuai Tidak Sesuai
1. Tersedia tempat berhimpun
setelah evakuasi
Terdapat tempat berhimpun yang terletak
di depan area office
100 % 0 %
2. Tersedia petunjuk tempat
berhimpun
Terdapat petunjuk dan papan petunjuk di
area berhimpun itu sendiri
100 % 0 %
3. Luas tempat berhimpun
sesuai dengan minimal 0.3
m2/orang
Tempat berhimpun yang ada memiliki
luas 100 m2 dan sesuai dengan jumlah
orang yang bekerja.
100 % 0 %
4. Kondisi tempat berhimpun
aman
Tempat berhimpun berada dalam kondisi
aman dan bebas dari bahan berbahaya.
100 % 0 %
Tingkat Pemenuhan Tempat Berhimpun 100 %
Berdasarkan tabel 5.16 area-area di PLTU memiliki tingkat pemenuhan
sebesar 100 %. Maka seluruh tempat berhimpun yang ada di area PLTU adalah
sesuai dengan standar NFPA 101 tentang safety code life.Terdapat tempat
berhimpun untuk seluruh area-area yang ada di PLTU PT PJB UP Muara
Karang. Tempat berhimpun tersebut terletak di depan area office dengan luas
100 m2 yang diberi line menggunakan cat warna kuning. Penempatan tempat
berhimpun diletakan di depan area office karena tidak terdapat lahan yang cukup
aman di area-area lainnya.Luas tempat berhimpun sudah sesuai dengan standar
NFPA 101, karena jumlah karyawan yang bekerja di setiap area setiap harinya
adalah sebagai berikut:
112
1. Area Desalination Plant : 3 orang
2. Area Turbine Floor : 12 orang
3. Area Office : 82 orang
4. Area Gudang : 5 orang
Jumlah : 102 orang
5.3.2.3 Rata-Rata Tingkat Pemenuhan Sistem Tanggap Darurat Kebakaran Di
Area Desalination Plant PLTU
Tabel 5.17 Rata-rata Tingkat Pemenuhan Manajemen Tanggap Darurat di Area
Desalination Plant PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010
No Komponen Presentase Tingkat
Pemenuhan
1 Manajemen Tanggap Darurat 88.88 %
2 Sarana Proteksi Aktif 54.86 %
3 Sarana Penyelamat Jiwa 85.47 %
Rata-rata 76.40 %
Berdasarkan tabel 5.17 rata-rata tingkat pemenuhan sistem tanggap darurat di
area desalination plant PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010 adalah
76.40 % yaitu cukup baik (C) dimana semua komponen sistem proteksi
kebakaran sudah terpasang tapi ada sebagian kecil instalasi yang tidak sesuai
dengan persyaratan.
100 m2/0.3 m2 = 333.33 (333 orang)
113
5.3.3 Ground Floor
5.3.3.1 Sarana Proteksi Aktif
Tabel 5.18 Tingkat Pemenuhan Rata-Rata Sarana Proteksi Aktif Di Area Ground
Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010
NO. KOMPONEN TINGKAT PEMENUHAN
1. APAR 98.53 %
2. APAB 100 %
3. Alarm 85.71 %
4. Sprinkler 100 %
5. Detektor 100 %
6. Hidran Gedung 80 %
7. Hidran Halaman 100 %
JUMLAH 94.89 %
Berdasarkan tabel 5.18, hasil pemeriksaan di area ground floor mendapat
tingkat pemenuhan sebesar 94.89 %. Berikut uraian hasil sarana proteksi yang
didapat di area ground floor PLTU PT PJB UP Muara Karang:
1. APAR dan APAB
APAR
APAR yang disediakan pada area ground floor merupakan jenis DCP dan
CO2. Untuk APAR jenis DCP dengan berat 3.5 kg terdapat sebanyak 1 buah, 4
kg sebanyak 1 buah, 6 kg sebanyak 5 buah, 9 kg sebanyak 14 buah, 12 kg
sebanyak 5 buah. Sedangkan untuk APAR jenis CO2 dengan berat 2.2 kg
sebanyak 1 buah dan 4.5 kg sebanyak 4 buah. Jadi jumlah APAR yang ada di
area ground floor adalah jenis DCP sebanyak 26 buah dan CO2 sebanyak 5 buah.
Namun tidak terdapat APAR yang dapat memadamkan kebakaran jenis D.
114
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara, pemeliharaan APAR dilakukan
sebulan sekali meliputi kondisi nozzle, draft pressure indicator (manometer),
segel, apakah ada karat atau tidak dan penimbangan berat APAR yang dilakukan
oleh petugas K3. Untuk pengisian ulang biasanya dilakukan ketika ada APAR
yang kadaluarsa, bahkan sebagian APAR yang kadaluarsa ini dimanfaatkan
digunakan dalam latihan pemadaman kebakaran.
Tabel 5.19 Tingkat Pemenuhan APAR per Elemen Pertanyaan di area Ground
Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010
No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan
Sesuai Tidak Sesuai
1. Pada APAR terdapat klasifikasi
kebakaran yang sesuai dengan
jenis kebakaran
Terdapat APAR tipe DCP untuk
memadamkan semua jenis kecuali tipe D.
75 % 25 %
2. Jumlah APAR berdasarkan luas
bangunan
Area ground floor sebaiknya memiliki
APAR yang berjumlah 1 buah. Sedangkan
APAR yang disediakan adalah 31 buah.
100 % 0%
3. Sebelum dipakai segel pengama
n harus dalam keadaan baik dan
penutup tabung terpasang kuat
Segel yang terpasang pada seluruh APAR
di area office berada dalam keadaan baik
dan penutup tabung terpasang kuat.
100 % 0%
4. Lubang penyemprot tidak
tersumbat dan slang tahan
tekanan tinggi serta tidak bocor
Berdasarkan pengecekan bersama pihak
K3 lubang penyemprot tidak tersumbat
ataupun bocor dan tahan tekanan tinggi.
100 % 0%
5. Bahan baku pemadam dalam
keadaan baik dan tidak lewat
masa berlakunya
Berdasarkan pemeriksaan manometer
APAR dan pengecekan kartu pemeriksaan
menunjukan APAR dalam kondisi baik dan
tidak lewat masa berlakunya.
100 % 0%
115
No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan
Sesuai Tidak Sesuai
6. APAR ditempatkan di lokasi
yang mudah terlihat, mudah
dijangkau dan letaknya tidak
terhalangi oleh benda lain
APAR-APAR diletakan di dekat mesin-
mesin produksi serta sepanjang jalan yang
dilalui oleh karyawan. Sehingga mudah
dijangkau dan terlihat.
100 % 0%
7. Apar diletakan di sepanjang
jalan yang biasa dilalui
termasuk jalan keluar di area
APAR-APAR diletakan di sepanjang jalan
yang dilalui oleh karyawan termasuk jalan
untuk keluar area.
100 % 0%
8. Isi tabung gas sesuai dengan
tekanan yang dipergunakan dan
dijaga tetap penuh serta dapat
dioperasikan
Setelah dilakukan pengecekan pada
manometer APAR DCP, jarum
menunjukan pada bar warna hijau. Hal
tersebut menunjukan isi tabung gas sesuai
dengan tekanan. Berdasarkan pengecekan
visual APAR dapat dioperasikan dengan
baik.
100 % 0%
9. APAR yang memiliki cabinet
(lemari) tidak boleh dikunci
Seluruh APAR yang diletakan dalam
lemari berada dalam kondisi tidak terkunci
100 % 0%
10. APAR yang diletakan di cabinet
harus diletakan sedemikian rupa
sehingga instruksi operasi
pemadaman dapat terlihat dari
depan
Instruksi cara pemakaian menempel pada
dinding tabung. Dan instruksi tersebut
diletakan di bagian depan sehingga ketika
membuka cabinet instruksi tersebut dapat
segera terlihat.
100 % 0%
11. Jarak antar APAR maksimal
(75 ft) 6.97 m
Jarak antar APAR antara 2-4 m 100 % 0%
12. Terdapat cara dan petunjuk
pengoperasian dengan jelas di
bagian depan APAR
Terdapat petunjuk intruksi cara
pengoperasianya yang tertempel di seluruh
bagian depan APAR.
100 % 0%
13. Pemasangan dihindari dari
bahaya fisik
Seluruh APAR diletakan di dalam cabinet
dan rak.
100 % 0%
116
No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan
Sesuai Tidak Sesuai
14. APAR dengan berat ≥ 40 lb
sebaiknya dipasang dengan
tinggi kurang dari 3,5 ft (1.07m)
diatas lantai.
APAR dengan berat ≥ 18.14 kg yang
diletakan di dalam cabinet memiliki tinggi
antara 60-100 cm.
100 % 0%
15. Sedangkan APAR dengan berat
≤ 40 lb (18.14 kg) sebaiknya
dipasang kurang dari dari 5ft
(1,53m) diatas lantai.
APAR dengan berat ≤ 18.14 kg yang
diletakan di rak memiliki tinggi antara 40-
60 cm
100 % 0%
16. Tekanan regulator pada APAR
sebaiknya diperiksa tiap tahun
untuk mengetahui tekanan
outlet statis dan laju alir
Tekanan pada manometer APAR diperiksa
setiap satu bulan sekali
100 % 0%
17. Jarak dari bagian bawah APAR
ke lantai tidak melebihi 4 in
(102 mm)
Jarak bagian bawah ke APAR adalah 20
cm.
100 % 0%
Tingkat Pemenuhan APAR 98.53 %
Berdasarkan tabel 5.19 APAR di area ground floor memiliki tingkat
pemenuhan sebesar 98.53 %. Area ground floor dengan luas 4.018,35 m2
memiliki potensi kebakaran tipe B, C dan D. Namun APAR yang tersedia hanya
mampu memadamkan kelas kebakaran tipe B dan C. berdasarkan perhitungan
jumlah kebutuhan APAR, area ground floor hanya membutuhkan 4 buah APAR.
Sedangkan APAR yang tersedia berjumlah 31 buah dan APAB sebanyak 7 buah.
APAR diperiksa setiap 1 bulan sekali oleh perwakilan pihak K3. Pemeriksaan
tersebut mencakup kondisi nozzle, draft pressure indicator (manometer), segel,
117
apakah ada karat atau tidak dan penimbangan berat APAR yang dilakukan oleh
petugas K3.
Untuk pengisian ulang biasanya dilakukan ketika ada APAR yang kadaluarsa
berdasarkan kartu cek APAR. Ketika dilakukan pemeriksaan kondisi APAR
dalam keadaan baik dengan cara mengecek secara visual kondisi nozzle (lubang
penyemprot) dari sumbatan dan kebocoran, kesesuaian bahan baku dan masa
kadaluarsa APAR dengan cara mengecek manometer APAR tipe DCP dan
penimbangan APAR tipe CO2.Seluruh APAR diletakan di rak dan cabinet
sepanjang jalan yang biasa dilewati oleh karyawan termasuk jalur jalan keluar
serta diletakan di dekat mesin produksi sehingga mudah dilihat dan dijangkau.
APAR yang diletakan di dalam cabinet berada dalam keadaan tidak terkunci.
Jarak antar APAR yang ada di area ground floor berkisar antara 4-6 m. APAR
yang ada terletak dengan tinggi 40-60 cm untuk APAR dengan berat kurang
dari18.14 kg dan 60-100 cm untuk APAR dengan berat lebih dari 18.14 kg.
untuk jarak bagian bawah APAR ke lantai mencapai 20 cm.
APAB
APAB diletakan untuk area-area produksi dimana terdapat area yang
berbahaya dengan personel yang sedikit. Jumlah APAB yang terletak di area
ground floor adalah 7 buah. APAB tersebut memiliki jenis DCP (Dry Chemical
Powder) dengan berat 25 kg. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara,
pemeliharaan APAB dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan APAR yakni
satu bulan sekali meliputi kondisi nozzle, draft pressure indicator (manometer),
118
segel, apakah ada karat atau tidak, kondisi roda. Untuk pengisian ulang biasanya
dilakukan ketika ada APAB yang kadaluarsa.
Tabel 5.20 Tingkat Pemenuhan APAB per Elemen Pertanyaan di Ground Floor
PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010
No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan
Sesuai Tidak Sesuai
1. APAB disediakan untuk
memproteksi bahaya yang
menunjukan: area berisiko tinggi,
personel yang ada terbatas
APAB disediakan untuk ground floor,
yang mana merupakan area produksi
dengan jumlah personel terbatas.
100 % 0 %
2. Tekanan regulator pada APAB
sebaiknya diperiksa tiap tahun untuk
mengetahui tekanan outlet statis dan
laju alir
Pengecekan APAB dilakukan setiap
satu bulan sekali. Termasuk
pengecekan manometer.
100 % 0%
3. Selang pada APAB harus diletakan
sedemikian rupa untuk menghindari
terbelit dan kaku
Kondisi selang yang berada pada
APAB di area PLTU terlilit rapi untuk
menghindari kekakuan dan terbelit.
100 % 0%
Tingkat Pemenuhan APAB 100 %
Berdasarkan tabel 5.20, di area ground floor PLTU PT PJB UP Muara
Karang tingkat pemenuhan APAB sebesar 100 %. APAB di sediakan untuk area
ground floor yang mana area tersebut merupakan area produksi dengan jumlah
personel terbatas. Pemeliharaan APAB dilakukan bersamaan dengan
pemeriksaan APAR yakni satu bulan sekali meliputi kondisi nozzle, draft
pressure indicator (manometer), segel, apakah ada karat atau tidak, kondisi roda.
Untuk pengisian ulang biasanya dilakukan ketika ada APAB yang kadaluarsa.
119
2. Alarm
Berdasarkan hasil observasi dan data sekunder, PT PJB UP Muara Karang
sudah memiliki alarm yang terintegrasi dengan detektor. Alarm yang terdapat di
area-area PLTU ini adalah alarm kebakaran yang berupa audible dan visible
alarm. Sedangkan berdasarkan cara pengaktifannya, alarm yang terdapat di
PLTU yaitu alarm manual dan panel indikator kebakaran. Untuk pengetesan
fungsi alarm di PLTU, dilakukan setiap 3 bulan sekali secara rutin yang digabung
dengan pemeriksaan detektor. Pemeriksaan ini dilakukan oleh karyawan unit K3
yang meliputi pemeriksaan panel penujuk alarm, lampu-lampu, LED panel
kebakaran dan annunciator, baterai tambahan, bel, speaker dan amplifier serta
power supply.
Terdapat satu buah alarm manual tipe push button di area ground floor.
Namun mesin-mesin yang berada di area ini terhubung dengan panel indicator
kebakaran yang berada di control room pusat 4, 5 di area turbine floor. Maka
ketika terjadi kebakaran dapat terdeteksi di control room sehingga dapat
dilakukan penanganan dengan segera.
Tabel 5.21 Tingkat Pemenuhan Alarm per Elemen Pertanyaan di Area Ground
Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010
No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan
Sesuai Tidak Sesuai
1. Terdapat sistem alarm
kebakaran
Terdapat alarm manual yang bertipel push button.
Dan semua mesin terhubung dengan panel
indikator kebakaran
100 % 0 %
120
No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan
Sesuai Tidak Sesuai
2. Alarm dapat dilihat dengan
jelas
Alarm manual dicat menggunakan warna merah
dan menempel pada bagian atas hidran ruangan
serta terdapat tanda petunjuk fire alarm. Sehingga
alarm dapat terlihat dengan jelas
100 % 0%
3. Alarm dalam kondisi baik
dan siap digunakan
Berdasarkan data sekunder alarm dalam kondisi
baik dan siap digunakan.
100 % 0%
4. Alarm otomatis terhubung
dengan sprinkler
Terdapat system sprinkler yang terhubung dengan
alarm. Ketika terjadi kebakaran dan sprinkler
memancarkan air, maka alarm akan berbunyi
secara otomatis.
100 % 0 %
5. Terdapat energi cadangan
yang dapat menyalakan
alarm selama 30 detik
Menurut hasil wawancara PLTU memiliki energy
cadangan untuk menyalakan alarm yaitu diesel.
100 % 0 %
6. Alarm diletakan pada
lintasan jalur keluar dengan
tinggi 1,4 m dari lantai
Alarm diletakan pada pintu keluar control room
local dengan tinggi 1.4 m.
100 % 0%
7. Jarak alarm tidak boleh
lebih dari 30 m dari semua
bagian bangunan
Alarm memiliki jarak maksimal 90 m dari semua
bagian area ground floor.
0 % 100%
Tingkat Pemenuhan Alarm 85.71 %
Berdasarkan tabel 5.21 area ground floor memiliki tingkat pemenuhan alarm
sebesar 85.71 %. Di area ini semua mesin terhubung dengan panel indikator
kebakaran control room 4, 5. Dimana panel tersebut terhubung dengan detektor-
detektor yang ada di setiap mesin-mesin produksi. Jadi ketika terjadi kebakaran
karyawan mengetahui area/ mesin mana yang mengalami kebakaran sehingga
dapat ditanggulangi secara cepat oleh tim pemadam kebakaran. Namun masih
121
terdapat alarm manual dengan tipe push button yang terletak di menempel pada
bagian atas hidran ruangan serta terdapat tanda petunjuk fire alarm. Alarm
manual ini memiliki tinggi 1,4 m dari lantai dan berjarak maksimal 90 m dari
semua bagian area ground floor.
Menurut data pengecekan rutin alarm dan hasil wawancara, alarm dalam
kondisi baik dan siap untuk digunakan. Pengetesan alarm yang dilakukan
diantaranya: pemeriksaan panel penujuk alarm, lampu-lampu, LED panel
kebakaran dan annunciator, baterai tambahan, bel, speaker dan amplifier serta
power supply.Selain hal tersebut PT PJB UP Muara Karang juga memiliki diesel
yang berfungsi sebagai sumber energi cadangan yang salah satunya untuk
menyalakan alarm ketika terjadi trip akibat terjadinya kebakaran.
3. Sprinkler
Berdasarkan hasil observasi sprinkler yang ada di PLTU PT PJB UP Muara
Karang ada 2 jenis, yaitu glass bulb dan spray system. Sprinkler jenis glass bulb
diletakan di mesin-mesin produksi yang biasanya digabung dengan heat detector.
Jadi ketika mesin sudah mengalami overheating, maka detektor akan
mengirimkan sinyal tentang adanya kebakaran langsung ke control room
sekaligus serta mengaktifkan sistem sprinkler yang ada di mesin tersebut.
Sedangkan sprinkler jenis spray system hanya ada di trafo.
Untuk sumber air diambil dari air laut yang dilakukan desalisasi di
desalination plant kemudian air-air tersebut disimpan dalam make up tank yang
berjumlah 2 buah. Air tersebut dialirkan ke fire water tank dengan kapasitas
122
9000 L yang khusus disediakan untuk sumber persedian air bagi alat proteksi
kebakaran, service water tank untuk keperluan sehari-hair dan dialirkan ke
demint plant untuk didesalisasi kembali agar air untuk produksi listrik benar-
benar bebas mineral yang dapat menyebabkan karat pada mesin. Untuk fire
water tank kapasitas air harus selalu dalam keadaan penuh.
Untuk pengetesan fungsi sprinkler, di PT PJB UP Muara Karang dilakukan
dalam jangka waktu triwulan (3 bulan sekali) secara rutin. Pemeriksaan sprinkler
digabung dengan pemeriksaan detektor, karena sistem sprinkler terhubung
dengan detektor. Untuk melakukan pemeriksaan ini dilakukan dengan cara
pengetesan detektor sesuai dengan jenisnya. Kecuali sprinkler jenis spray system
yang ada di trafo, karena sprinkler pada mesin ini di gabung dengan flame
detector. Pengetesan tidak dapat dilakukan di lapangan karena akan mengganggu
kinerja mesin. Maka pemeriksaannya dilakukan dengan Cara salah satu sprinkler
yang ada di trafodi bawa ke laboratorium untuk di tes.
Pengetesan yang dikordinir oleh perwakilan dari unit K3, terdiri dari
karyawan unit produksi, karyawan bagian listrik unit pembangkit dan karyawan
bagian listrik unit pemeliharaan. Pengetesan terdiri dari test diesel fire pump,
pemeriksaan katup inlet water sprinkler, kontak switch pada panel fire,
pemeriksaan lampu indikator otomatis (sensor), dan pengetesan sesuai dengan
jenis detektor. Pada area ground floor terdapat 31 buah sprinkler spray system
pada masing-masing alat. Sedangkan untuk diesel emergency terdapat 16 buah
sprinkler dengan jenis glass bulb dan 54 buah sprinkler jenis spray system di
setiap trafo.
123
Tabel 5.22 Tingkat Pemenuhan Sprinkler per Elemen Pertanyaan di Area Ground
Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010
No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan
Sesuai Tidak Sesuai
1. Terdapat jaringan dan
persediaan air bersih yang
bebas lumpur serta pasir
Terdapat air desalisasi dalam water fire tank
dengan volume 9000 L khusus untuk alat
proteksi aktif kebakaran termasuk sprinkler
100 % 0 %
2. Jarak antar sprinkler tidak
lebih dari 4,6 m
Jarak antar sprinkler sekitar 2-4m 100 % 0%
3. Jarak dari sprinkler ke dinding
tidak lebih dari 4,6 m
Jarak dari sprinkler ke dinding adalah 4-4.5
m
100 % 0%
4. Terhubung otomatis dengan
alarm kebakaran
Seluruh sprinkler terhubung otomatis
dengan panel indikator.
100 % 0%
5. Kepala sprinkler dalam
keadaan baik
Berdasarkan pemeriksaan visual dan data
pemeriksaan rutin bulanan kepala sprinkler
tidak dalam kondisi rusak.
100 % 0%
6. Kepala sprinkler tidak
terhalang benda lain
Berdasarkan pemeriksaan visual dan data
pemeriksaan rutin bulanan kepala sprinkler
tidak tertutup cat ataupun benda lainnya.
100 % 0%
7. Terdapat prosedur
pemeriksaan dan uji coba
Terdapat prosedur khusus untuk melakukan
pengetesan sprinkler
100 % 0%
Tingkat Pemenuhan Sprinkler 100 %
Berdasarkan tabel 5.22 area ground floor memiliki tingkat pemenuhan
sprinkler sebesar 100 %. Hal tersebut menunjukan seluruh komponen telah
terpenuhi. Jenis prinkler yang ada di area ground floor adalah glass bulb di mesin
diesel fire pump dan spray system yang ada di sekeliling mesin-mesin produksi,
salah satunya yaitu trafo. Jarak antar sprinkler yang ada berkisar antara 2-4 m
124
dan jarak dari sprinkler ke dinding antara 4-4.5 m. system sprinkler yang ada
sudah terhubung secara otomatis dengan panel indicator kebakaran di control
room. Sehingga ketika sprinkler bereaksi akibat adanya kebakaran, langsung
terlihat di panel indicator kebakaran dan alarm menyala secara otomatis.
Berdasarkan hasil pemeriksaan secara visual yang dilakukan bersama pihak
K3 dan data pemeriksaan rutin, kepala sprinkler tidak dalam kondisi rusak serta
tidak terhalang benda lain seperti cat ataupun oli. Untuk pelakukan pengetesan
dan pemeriksaan sprinkler terdapat prosedur khusus yang mengacu pada Sistem
Manajemen Terpadu (SMT) dengan nomor PK-UPMKR-16 mengenai
pemeriksaan, pemeliharaan dan pengujian alat pemadam kebakaran. Untuk
sumber air yang digunakan untuk sprinkler dan alat proteksi lainnya
menggunakan sumber air dari air laut yang telah di murnikan sebelumnya dan
disimpan fire water tank dengan kapasitas 9000 L. tangki tersebut tidak boleh
dalam keadaan kosong dan dilengkapi dengan alarm khusus. Jadi ketika air
dalam tangki kurang dari 6000 L secara otomatis alarm akan berbunyi.
4. Detektor
Untuk pengetesan fungsi detektor dilakukan 3 bulan sekali secara rutin.
Pemeriksaan dilakukan dengan cara pengetesan sesuai dengan jenis detektor
yang dilakukan oleh salah satu karyawan bagian K3 dengan koordinasi terlebih
dahulu dengan operator yang ada di control room. Detektor yang ada di PLTU
terhubung dengan alarm dan sprinkler. Sehingga ketika detector mendeteksi
adanya kejadian kebakaran, penanggulangan dapat dilakukan dengan segera.
125
Pengetesan fungsi detektor tersebut dilaksanakan secara bersamaandengan alarm.
Untuk pengetesan detektor disesuaikan dengan tipe detektor. Terdapat detector
yang terpasang di area ground floor. Detektor yang ada yaitu heat detector
sebanyak 4 buah dan flame detector pada trafo sebanyak 16 buah. Jadi jumlah
detector yang ada di area ground floor yaitu 20 buah.
Tabel 5.23 Tingkat Pemenuhan Detektor per Elemen Pertanyaan di Area Ground
Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010
No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan
Sesuai Tidak Sesuai
1. Terdapat sistem pendeteksian dini
terhadap bahaya kebakaran
Terdapat 20 buah detektor yang
terpasang di area ground floor.
100 % 0 %
2. Pada atap datar, detektor dipasang
pada jarak lebih dari 10 cm dari
dinding
Jarak dari detektor ke dinding adalah
2-3 m dari dinding
100 % 0 %
3. Jarak antar detector maksimal 9,1
m atau sesuai rekomendasi dari
pabrik pembuatnya
Jarak antar detektor yaitu 2–4 m. 100 % 0 %
4. Sensor dalam keadaan bersih tidak
dicat
Sensor detektor tidak terhalang benda
lain termasuk cat.
100 % 0 %
5. Detektor tidak boleh dipasang dalam
jarak kurang dari 1,5m dari AC
Tidak terdapat AC di area ground
floor.
100 % 0 %
6. Setiap kelompok sistem tidak boleh
dipasang lebih dari 20 buah detektor
asap
Tidak terdapat detektor asap 100 % 0 %
7. Setiap kelompok sistem tidak boleh
dipasang lebih dari 20 buah detektor
nyala
Terdapat 16 buah flame detector di
area ground floor
100 % 0 %
126
No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan
Sesuai Tidak Sesuai
8. Setiap kelompok sistem tidak boleh
dipasang lebih dari 40 buah detektor
panas
Terdapat 4 buah heat detektor di area
ground floor.
100 % 0 %
Tingkat Pemenuhan Detektor 100 %
Berdasarkan tabel 5.23 area ground floor memiliki tingkat pemenuhan
detektor sebesar 100 %. Hal tersebut menunjukan bahwa detektor yang ada di
area ground floor telah memenuhi semua komponen. Di area ground floor
terdapat 20 buah detektor yang terpasang dengan rincian heat detectorsebanyak 4
buah dan flame detector sebanyak 16 buah. Untuk flame detector hanya
terpasang pada mesin trafo. Jarak antar detektor berkisar antara 2-4 m, sedangkan
untuk jarakdetektor ke dinding berkisar antara 2-3 m. berdasarkan pemeriksaan,
sensor detektor berada dalam kondisi baik sehingga ketika pengetesan dilakukan
detektor dapat mendeteksi bahaya kebakaran sesuai dengan jenisnya.
5. Hidran
Berdasarkan hasil observasi lapangan dan wawancara dengan karyawan PT
PJB UP Muara Karang, jenis hidran yang ada di area PLTU merupakan jenis
hidran gedung dan hidran halaman. Sedangkan tipe hidran yang digunakan yaitu
hidran dengan kunci katub dan model macino serta ulir. Untuk hidran gedung PT
PJB UP Muara Karang menggunakan hidran kelas 2 yang memiliki selang
berdiameter 1.5 in. dan panjangnya 30 m. Sedangkan untuk hidran halaman, PT
PJB UP Muara Karang menggunakan hidran kelas 1 yang memiliki selang
127
dengan diameter 2.5 in dan panjang 30 m serta disediakan selang tambahan
sepanjang 20 m.Untuk pengetesan fungsi hidran dilakukan setiap 3 bulan sekali
secara rutin. Pengetesan fungsi hidran dilakukan oleh karyawan bagian K3 yang
meliputi: pemeriksaan nozzle (mulut pancar) dari sumbatan dan kebocoran.
Untuk menjaga tekanan air digunakan sumber AC listrik, dan diesel. Sedangkan
sumber air disimpan dalam “fire water tank” dengan kapasitas 9000 L. Air
tersebut merupakan hasil penyulingan air laut.
Hidran Gedung
Terdapat 7 buah hidran gedung tipe machino dan ulir. Hidran tersebut
terpasang menempel pada dinding ruangan di sekitar mesin-mesin produksi.
Tabel 5.24 Tingkat Pemenuhan Hidran Gedung per Elemen Pertanyaan di area
Ground Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010
No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan
Sesuai Tidak Sesuai
1. Tersedianya hidran gedung Terdapat hidran gedung sebanyak 7
buah di area ground floor
100 % 0 %
2. Kotak hidran gedung harus mudah
dibuka, dilihat, dijangkau, dan tidak
terhalang oleh benda lain
Hidran gedung yang ada menempel
pada dinding & tidak terhalang benda
lain. Pintu kotak hidran mudah dibuka.
100 % 0 %
3. Semua peralatan hidran & kotak
hidran berwarna merah bertuliskan
“HIDRAN” yang dicat putih
Seluruh hidran gedung dicat merah
dengan tulisan HIDRAN warna putih
100 % 0 %
4. Terdapat petunjuk penggunaan yang
dipasang di tempat yang mudah
dilihat.
Tidak terdapat petunjuk cara
penggunaan hidran
0 % 100 %
128
5. Nozzle harus sudah dipasang pada
slang kebakaran.
Seluruh nozzle hidran gedung belum
terpasang pada selang kebakaran
0 % 100 %
6. Hidran dalam keadaan siap
digunakan
Berdasarkan pemeriksaan visual
hidran siap untuk digunakan
100 % 0 %
7. Terdapat kelengkapan hidran: slang,
kopling, nozzle, keran pembuka
Di dalam kotak hidran terdapat selang,
kopling, nozzle serta keran pembuka
100 % 0 %
8. Dilakukan uji operasional dan
kelengkapan komponen hidran
setiap 1 tahun sekali
Dilakukan pemeriksaan hidran secara
rutin 3 bulan sekali.
100 % 0 %
9. Sumber persediaan air untuk hidran
harus diperhitungkan minimum
untuk pemakaian selama 30 menit
Sumber air untuk hidran berasal dari
air di water fire tank dengan kapasitas
9000 L yang dilengkapi dengan alarm
yang berbunyi apabila kapasitas air <
6000 L.
100 % 0 %
10. Selang berdiameter 1,5 inch dan
panjangnya minimal 30 m
Seluruh selang hidran gedung di area
ground floor berdiameter 1,5 inch dan
panjang 30 m.
100 % 0 %
Tingkat Pemenuhan Hidran Gedung 80 %
Berdasarkan tabel 5.24 area ground floor memiliki tingkat pemenuhan hidran
gedung sebesar 80 %. Di area ground floor terdapat 7 buah hidran gedung yang
menempel pada dinding di area tersebut. Hidran tersebut mudah dilihat serta
dijangkau dan pintu kotak hidran dapat dibuka dengan mudah. Pemeriksaan
secara visual menunjukan bahwa hidran siap untuk digunakan. Pemeriksaan rutin
hidran dilakukan 3 bulan sekali. Terdapat komponen yang lengkap di dalam
kotak hidran yang dicat warna merah dengan tulisan HIDRAN berwarna putih.
Komponen tersebut meliputi selang dengan diameter 1.5 inch dan panjang 30 m,
kopling, nozzle dan keran pembuka.
129
Sedangkan sumber persediaan untuk penggunaan hidran berasal dari air laut
yang telah di desalisasi dan dialirkan ke water tank dengan kapasitas 9000 L
yang khusus disediakan untuk sumber persedian air bagi alat proteksi kebakaran.
Tangki tersebut tidak boleh kosong, apabila kapasitas air kurang dari 6000 L
maka secara otomatis alarm akan berbunyi. Namun tidak terdapat petunjuk tata
cara penggunaan hidran dan nozzle belum terpasang pada selang.
Hidran Halaman
Terdapat 8 buah hidran halaman yang terletak di area ground floor. hidran
halaman tersebut terdiri dari 4 buah hidran tipe ulir dan 4 buah hidran tipe
macino.
Tabel 5.25 Tingkat Pemenuhan Hidran Halaman per Elemen Pertanyaan di Area
Ground Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010
No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan
Sesuai Tidak Sesuai
1. Tersedia hidran halaman yang
mudah dilihat dan dijangkau
Terdapat 8 buah hidran di area ground
floor yang mudah terlihat dan dijangkau.
100 % 0 %
2. Pemasangan hidran maksimal 12 m
dari unit yang dilindungi
Jarak maksimal hidran halaman ke area
ground floor adalah 10 m.
100 % 0 %
3. Semua peralatan hidran dicat merah Hidran halam dicat dengan warna merah 100 % 0 %
4. Setiap hidran diberi tanda dengan
tulisan dengan tinggi 1 in. (25.4
mm)
Tulisan HIDRAN pada hidran memiliki
tinggi 2.5 cm
100 % 0 %
5. Dilakukan uji operasional dan
kelengkapan komponen hidran
setiap 1 tahun sekali
Dilakukan pemeriksaan seluruh
kelengkapan komponen hidran 3 bulan
sekali
100 % 0 %
130
No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan
Sesuai Tidak Sesuai
6. Sumber persediaan air untuk hidran
harus diperhitungkan minimal
untuk pemakaian selama 30 menit
(Kepmen PU No.10/KPTS/2000)
Sumber air untuk hidran berasal dari air
di water fire tank dengan kapasitas 9000
L. tangki tersebut tidak boleh kosong
dan dilengkapi dengan alarm yang
berbunyi apabila kapasitas air < 6000 L.
100 % 0 %
Tingkat Pemenuhan Hidran Halaman 100 %
Berdasarkan tabel 5.25 area ground floor memiliki tingkat pemenuhan hidran
halaman sebesar 100 %. Hidran halaman terletak di dekat water intake dengan
jarak 10 m ke area ground floor. Pemeriksaan secara visual menunjukan bahwa
hidran di cat dengan warna merah dan tulisan HIDRAN memiliki tinggi 2.5 cm
dan pemeriksaan dilakukan setiap 3 bulan sekali secara rutin.
Sedangkan sumber persediaan untuk penggunaan hidran berasal dari air laut
yang telah di desalisasi dan dialirkan ke water fire tank dengan kapasitas 9000 L
yang khusus disediakan untuk sumber persedian air bagi alat proteksi kebakaran.
Tangki tersebut tidak boleh kosong, apabila kapasitas air kurang dari 6000 L
maka secara otomatis alarm akan berbunyi.
131
5.3.3.2 Sarana Penyelamat Jiwa
Tabel 5.26 Tingkat Pemenuhan Rata-Rata Sarana Penyelamat Jiwa Di Area
Ground Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010
NO. KOMPONEN TINGKAT PEMENUHAN
1. Petunjuk jalan keluar 100 %
2. Sarana jalan keluar 100 %
3. Pintu darurat 85.71 %
4. Tangga darurat -
5. Penerangan darurat 75 %
6. Tempat berhimpun -
JUMLAH 90.17 %
Berdasarkan tabel 5.26, hasil pemeriksaan komponen-komponen sarana
penyelamat jiwa yang ada di area ground floor mendapat tingkat pemenuhan
sebesar 90.17 %. Berikut uraian hasil yang didapat di area ground floor PLTU
PT PJB UP Muara Karang:
1. Petunjuk jalan keluar
Berdasarkan hasil observasi di lapangan, di area ground floor terdapat
petunjuk jalan keluar baik yang berupa tanda panah berwarna hijau sehingga
dapat menyala dalam keadaan gelap maupun tulisan “EXIT” yang mana terdapat
lampu darurat untuk meneranginya. Jadi ketika terjadi “trip” akibat kebakaran,
karyawan tetap dapat melihat tanda petunjuk arah sehingga dapat keluar menuju
tempat berhimpun. Lampu yang digunakan untuk menerangi tulisan “EXIT”
memiliki 2 sumber yaitu listrik yang dihasilkan sendiri dan diesel. Petunjuk-
132
petunjuk jalan keluar diletakan di setiap tempat dimana terdapat karyawan
bekerja atau tempat yang biasa dilalui oleh karyawan.
Tabel 5.27 Tingkat Pemenuhan Petunjuk Jalan Keluar per Elemen Pertanyaan di
Area Ground Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010
No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan
Sesuai Tidak Sesuai
1. Terdapat petunjuk arah jalan
keluar
terdapat petunjuk arah jalan keluar, baik
yang berupa papan petunjuk arah dengan
tanda panah ataupun tulisan “EXIT” di
area ground floor
100 % 0 %
2. Petunjuk arah diberikan
penerangan dari sumber daya
listrik darurat
papan petunjuk arah yang diberi sumber
pencahayaan lampu yang memiliki 2
sumber listrik.
100 % 0 %
3. Petunjuk jalan keluar jalan
keluar berupa papan bertuliskan
“EXIT” atau dengan panah
petunjuk arah jalan
terdapat petunjuk arah jalan keluar, baik
yang berupa papan petunjuk arah dengan
tanda panah ataupun tulisan “EXIT” di
area ground floor
100 % 0 %
4. Rambu dipasang di tempat yang
mudah terlihat atau dekat dengan
pintu keluar/pintu kebakaran
(KEPMEN PU
No.10/KPTS/2000)
Di area ground floor, petunjuk jalan keluar
yang berupa tanda panah petunjuk arah
diletakan di sepanjang sarana jalan keluar
dan tempat-tempat dimana terdapat
karyawan. Untuk petunjuk jalan keluar
yang berupa tulisan “EXIT” yang diberi
sumber pencahayaan diletakan di dekat
tiap-tiap pintu keluar yang ada di setiap
bangunan.
100 % 0 %
Tingkat Pemenuhan Petunjuk Jalan Keluar 100 %
133
Berdasarkan tabel 5.27 area ground floor memiliki tingkat pemenuhan
petunjuk jalan keluar sebesar 100 %. Hal tersebut menunjukan bahwa petunjuk
jalan keluar yang berada di area ground floor sudah sesuai dengan NFPA 101
dan Kepmen PU No.10/KPTS/2000. Petunjuk jalan keluar yang berupa tulisan
“EXIT” yang diberi sumber pencahayaan diletakan di setiap bagian atas pintu
keluar, kemudian petunjuk jalan keluar yang berupa tanda panah petunjuk arah
diletakan di dinding sepanjang sarana jalan keluar dan tempat-tempat dimana
terdapat karyawan bekerja.
Untuk mencapai tempat berhimpun terdapat papan penunjuk jalan yang
berupa arah panah dan tulisan di luar bangunan yang menunjukan arah tempat
berhimpun. Sedangkan sumber energy untuk menyalakan petunjuk jalan keluar
yang berupa tulisan “EXIT” berasal dari AC listrik. namun apabila listrik
tersebut mati akan segera digantikan oleh sumber energy cadangan yaitu diesel.
2. Sarana jalan keluar
Ground floor adalah area dengan luas 4,027.25 m2. Tidak terdapat karyawan
yang menetap bekerja di area ini. Karyawan hanya sesekali datang untuk
mengecek panel local mesin atau pemeliharaan mesin dan alat proteksi
kebakaran. Terdapat 7 buah sarana jalan keluar di area ini dengan lebar antara2-
2.5 m yang letaknya berjauhan antara 22.25-30.1m. untuk jarak maksimal yang
dapat ditempuh untuk menuju exit adalah 30.1 m.
134
Tabel 5.28 Tingkat Pemenuhan Sarana Jalan Keluar per Elemen Pertanyaan di
Area Ground Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010
No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan
Sesuai Tidak Sesuai
1. Terdapat sarana jalan keluar Terdapat sarana jalan keluar di area
ground floor
100 % 0 %
2. Lebar minimal jalan keluar adalah 2 m Jalan keluar yang ada di area ground
floor memiliki lebar 2-2.5 m
100 % 0 %
3. Jumlah jalan keluar terdapat lebih dari
1 dan letaknya berjauhan
Terdapat 7 buah jalan keluar yang
telaknya berjauhan dan berbeda
arah.
100 % 0 %
4.
Jarak ke exit tidak melebihi 200 ft (61
m) atau 250 ft (76 m) pada bangunan
yang telah dilengkapi sprinkler
Jarak maksimal ke exit adalah 30.1
m.
100 % 0 %
5. Jarak antar eksit tidak boleh lebih dari
60 m
Jarak antar exit yang ada di area ini
adalah antara 22.25-30.1m
100 % 0 %
6. Sarana jalan keluar harus bebas dan
tidak terhalang benda apapun
Tidak terdapat benda di sepanjang
jalan keluar menuju exit.
100 % 0 %
Tingkat Pemenuhan Sarana Jalan Keluar 100 %
Berdasarkan tabel 5.28 area ground floor memiliki tingkat pemenuhan sarana
jalan keluar sebesar 100 %. Hal tersebut menunjukan bahwa sarana jalan keluar
yang ada di area ground floor sudah sesuai dengan NFPA 101. Sarana jalan
keluar yang terdapat di area ini terdapat 7 buah dengan jarak antar exit yang
berjauhan yaitu antara 22-30.1 m. 6 buah exit berhubungan langsung dengan
halaman luar ruangan dan 1 exit menuju lantai 1 area office. Tidak terdapat
karyawan yang bekerja menetap di area ini, karyawan hanya datang sesekali
135
untuk mengecek panel local mesin atau untuk melakukan pemeliharaanmesin dan
alat proteksi kebakaran. Jarak maksimal yang dapat ditempuh dari semua bagian
ruangan di area ground floor adalah 30.1 m dan tidak terdapat benda sepanjang
jalan keluar yang menghalangi karyawan untuk mencapai exit.
3. Pintu darurat
Berdasarkan hasil observasi di lapangan, area ground floor memiliki pintu
darurat yang terhubung ke area office lantai 1. Dimana area office memiliki jalan
keluar menuju tempat berhimpun. Pintu tersebut selalu dalam keadaan tidak
terkunci dan dapat menutup secara otomatis. Namun para karyawan
menggunakan pintu tersebut untuk keluar masuk area setiap harinya. Pintu ini
selalu dibuka setiap harinya sebagai sarana aktifitas di area tersebut dan
terhubung langsung dengan jalan umum. Pintu ini memiliki kriteria yang sama
dengan pintu darurat yaitu tahan kebakaran, dapat menutup sendiri dapat dibuka
tanpa menggunakan kunci, dll.
Tabel 5.29 Tingkat Pemenuhan Pintu Darurat per Elemen Pertanyaan di Area
Ground Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010
No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan
Sesuai Tidak Sesuai
1. Terdapat pintu kebakaran
darurat
Terdapat pintu yang tahan api yang selalu
tidak terkunci, dapat menutup secara otomatis
dan terhubung langsung dengan halaman luar.
100 % 0 %
2. Ukuran pintu L: 90-120
cm, T: 210 cm
Pintu memiliki lebar 110 cm dan tinggi 210
cm
100 % 0 %
136
No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan
Sesuai Tidak Sesuai
3. Bebas hambatan Tidak terdapat benda yang menghalangi pintu 100 % 0 %
4. Pintu dapat tertutup sendiri Pintu dapat menutup secara otomatis 100 % 0 %
5. Digunakan khusus pada
saat keadaan darurat
Karyawan menggunakan pintu tersebut untuk
keluar masuk area setiap harinya.
0 % 100 %
6. Pintu dapat dibuka tanpa
anak kunci
Pintu selalu dalam keadaan tidak terkunci 100 % 0 %
7. Pintu darurat berhubungan
langsung dengan jalan
keluar/halaman luar
Pintu terhubung langsung dengan halaman
luar
100 % 0 %
Tingkat Pemenuhan Pintu Darurat 85. 71 %
Berdasarkan tabel 5.29, pintu darurat yang berada di area ground floor
memiliki tingkat pemenuhan sebesar 85.71 %. Terdapat pintu pintu yang tahan
api yang selalu dalam keadaan tidak terkunci dan dapat menutup secara otomatis
serta terhubung langsung dengan halaman luar. pintu tersebut memiliki lebar 110
cm dan tinggi 210 cm dan tidak terdapat benda yang menghalangi pintu. Namun
para karyawan menggunakan pintu tersebut untuk keluar masuk area setiap
harinya.
4. Tangga darurat
Berdasarkan hasil penemuan di lapangan, area ground floor tidak memiliki
tangga darurat. Hal tersebut dikarenakan area ini hanya terdiri dari satu lantai
saja. Maka tidak dilakukan pemeriksaan mengenai tangga darurat di area ini.
137
5. Penerangan darurat
Berdasarkan hasil observasi di lapangan, area ground floor sudah memiliki
penerangan darurat. Lampu penerangan darurat tersebut diletakan di sepanjang
jalan keluar dan di tempat-tempat di mana biasanya terdapat karyawan. Lampu
penerangan darurat tersebut memiliki baterai cadangan, dengan stop kontak yang
menyambung pada sumber listrik sehingga ketika terjadi “trip“ akibat kebakaran,
lampu akan menyala secara otomatis.
Berdasarkan pengetesan, lampu tersebut dapat bertahan menyala selama 8
jam dengan baterai dan langsung menyala ketika dicabut dari stop kontak.
Setelah diukur dengan menggunakan luxmeter kekuatan cahaya pada penerangan
darurat adalah 20 lux. Namun seluruh penerangan darurat yang ada di PLTU
berwarna putih. Selain itu di PLTU PT PJB UP Muara Karang, lampu-lampu
yang ada memiliki 2 sumber penerangan yaitu AC listrik dan diesel. Sehingga
ketika listrik padam, secara otomatis lampu akan menggunakan diesel. Hal
tersebut dikarenakan penerangan sangatlah penting untuk kelangsungan proses
produksi.
Tabel 5.30 Tingkat Pemenuhan Penerangan Darurat per Elemen Pertanyaan di
Area Ground Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010
No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan
Sesuai Tidak Sesuai
1. Tersedia penerangan
darurat dari sumber aliran
listrik darurat
Terdapat 2 sumber listrik berbeda yaitu AC
listrik dan diesel serta batterai yang
dicharge ketika listrikdalam keadaan nomal
100 % 0 %
138
2. Lampu berwarna kuning or
ange/kuning
Seluruh lampu berwarna putih 0 % 100 %
3. Lampu darurat memiliki
kekuatan minimal 10 lux
Untuk lampu darurat yang ada memiliki
kekuatan sebesar 20 lux
100 % 0 %
4. Penempatan lampu darurat
dengan baik sehingga bila
satu lampu mati tidak akan
menyebabkan gelap
Lampu di letakan sepanjang jalan keluar
menuju exit
100 % 0 %
Tingkat Pemenuhan Penerangan Darurat 75 %
Berdasarkan tabel 5.30 area ground floor memiliki tingkat pemenuhan
penerangan darurat sebesar 75 %. Hal tersebut menunjukan bahwa penerangan
darurat yang ada masih belum sesuai dengan NFPA 101. Lampu darurat
diletakan di sepanjang sarana jalan keluar dan memiliki baterai cadangan serta
sumber aliran listrik yang berbeda yaitu AC listrik dan diesel. Lampu darurat
berwarna putih dan memiliki kekuatan sebesar 20 lux.
6. Tempat berhimpun
Tidak terdapat karyawan yang bekerja menetap di area ini.
139
5.3.3.3 Rata-Rata Tingkat Pemenuhan Sistem Tanggap Darurat Kebakaran Di
Area Ground Floor
Tabel 5.31 Rata-rata Tingkat Pemenuhan Manajemen Tanggap Darurat di Area
Ground Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010
No Komponen Presentase Tingkat
Pemenuhan
1 Manajemen Tanggap Darurat 88.88 %
2 Sarana Proteksi Aktif 94.89 %
3 Sarana Penyelamat Jiwa 90.17 %
Rata-rata 91.31 %
Berdasarkan tabel 5.31 rata-rata tingkat pemenuhan sistem tanggap darurat di area ini
adalah 91.31% yaitu baik (B) dimana semua komponen sistem proteksi kebakaran
berfungsi sempurna, sehingga gedung dapat digunakan secara optimum, para pemakai
gedung dapat melakukan kegiatannya dan mendapat perlindungan dari kebakaran
dengan baik.
5.3.4 Mezzanine Floor
5.3.4.1Sarana Proteksi Aktif
Tabel 5.32 Tingkat Pemenuhan Rata-Rata Sarana Proteksi Aktif Di Area
Mezzanine Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010
NO. KOMPONEN TINGKAT PEMENUHAN
1. APAR 98.53 %
2. APAB 100 %
3. Alarm 71.42 %
140
4. Sprinkler 0 %
5. Detektor 100 %
6. Hidran Gedung 80 %
JUMLAH 74.99 %
Berdasarkan tabel 5.32, hasil pemeriksaan area mezzanine floor mendapat
tingkat pemenuhan sebesar 74.99 %. Berikut uraian hasil sarana proteksi yang
didapat di area mezzanine floor PLTU PT PJB UP Muara Karang:
1. APAR dan APAB
APAR
APAR yang disediakan pada area mezzanine floor merupakan jenis DCP dan
CO2. Untuk APAR jenis DCP dengan berat 3.5 kg sebanyak 1 buah, 4 kg
sebanyak 8 buah, 5kg sebanyak 2 buah, 6 kg sebanyak 3 buah, 9 kg sebanyak 4
buah, 12 kg sebanyak 5 buah dan 25 kg sebanyak 1 buah. Sedangkan APAR
jenis CO2 dengan berat 6 kg tersedia 1 buah. Jadi jumlah APAR yang ada di area
mezzanine floor adalah jenis DCP sebanyak 23 buah dan CO2 sebanyak 1 buah.
Namun tidak terdapat APAR yang dapat memadamkan kebakaran jenis D.
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara, pemeliharaan APAR dilakukan
sebulan sekali meliputi kondisi nozzle, draft pressure indicator (manometer),
segel, apakah ada karat atau tidak yang dilakukan oleh petugas K3. Untuk
pengisian ulang biasanya dilakukan ketika ada APAR yang kadaluarsa, sebagian
APAR yang kadaluarsa ini dimanfaatkan digunakan dalam latihan pemadaman
kebakaran.
141
Tabel 5.33 Tingkat Pemenuhan APAR per Elemen Pertanyaan di Area
Mezzanine Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010
No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan
Sesuai Tidak Sesuai
1. Pada APAR terdapat klasifikasi
kebakaran yang sesuai dengan jenis
kebakaran
Terdapat APAR untuk memadamkan je
nis kebakaran yang berisiko terjadi,
kecuali tipe D
75 % 25 %
2. Jumlah APAR berdasarkan luas
bangunan
Area mezzanine floor sebaiknya
memiliki APAR yang berjumlah 1
buah. Sedangkan APAR yang
disediakan adalah 7 buah.
100 % 0%
3. Sebelum dipakai segel pengaman
harus dalam keadaan baik dan
penutup tabung terpasang kuat
Segel yang terpasang pada seluruh
APAR di area office berada dalam
keadaan baik & penutup tabung
terpasang kuat.
100 % 0%
4. Lubang penyemprot tidak tersumbat
dan slang tahan tekanan tinggi serta
tidak bocor
Berdasarkan pengecekan lubang
penyemprot tidak tersumbat ataupun
bocor dan tahan tekanan tinggi.
100 % 0%
5. Bahan baku pemadam dalam
keadaan baik dan tidak lewat masa
berlakunya
Berdasarkan pemeriksaan manometer
dan pengecekan kartu pemeriksaan
menunjukan APAR dalam kondisi baik
dan tidak lewat masa berlakunya.
100 % 0%
6. APAR ditempatkan di lokasi yang
mudah terlihat, mudah
dijangkau dan letaknya tidak
terhalangi oleh benda lain
APAR-APAR diletakan di dekat
mesin-mesin produksi serta sepanjang
jalan yang dilalui oleh karyawan.
Sehingga mudah dijangkau dan terlihat.
100 % 0%
7. Apar diletakan di sepanjang jalan
yang biasa dilalui termasuk jalan
keluar di area
APAR-APAR diletakan di sepanjang
jalan yang dilalui oleh karyawan
termasuk jalan untuk keluar area.
100 % 0%
142
No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan
Sesuai Tidak Sesuai
8. Isi tabung gas sesuai dengan tekanan
yang dipergunakan dan dijaga tetap
penuh serta dapat dioperasikan
Setelah dilakukan pengecekan pada
manometer APAR DCP, jarum
menunjukan pada bar warna hijau. Hal
tersebut menunjukan isi tabung gas
sesuai dengan tekanan. Berdasarkan
pengecekan visual APAR dapat
dioperasikan dengan baik.
100 % 0%
9. APAR yang memiliki cabinet
(lemari) tidak boleh dikunci
Seluruh APAR yang diletakan dalam
lemari berada dalam kondisi tidak
terkunci
100 % 0%
10. APAR yang diletakan di cabinet
harus diletakan sedemikian rupa
sehingga instruksi operasi
pemadaman dapat terlihat dari depan
Instruksi cara pemakaian menempel
pada dinding tabung. Dan instruksi
tersebut diletakan di bagian depan
sehingga ketika membuka cabinet
instruksi tersebut dapat segera terlihat.
100 % 0%
11. Jarak antar APAR maksimal (75 ft)
6.97 m
Jarak antar APAR antara 2-4 m 100 % 0%
12. Terdapat cara dan petunjuk
pengoperasian dengan jelas di
bagian depan APAR
Terdapat petunjuk intruksi cara
pengoperasianya yang tertempel di
seluruh bagian depan APAR.
100 % 0%
13. Pemasangan dihindari dari bahaya
fisik (ex: tubrukan, getaran,
lingkungan)
Seluruh APAR diletakan di dalam
cabinet dan rak.
100 % 0%
14. APAR dengan berat ≥ 40 lb
sebaiknya dipasang dengan tinggi
kurang dari 3,5 ft (1.07m) diatas
lantai.
APAR dengan berat ≥ 18.14 kg yang
diletakan di dalam cabinet memiliki
tinggi antara 60-100 cm.
100 % 0%
143
No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan
Sesuai Tidak Sesuai
15. Sedangkan APAR dengan berat ≤ 40
lb (18.14 kg) sebaiknya dipasang
kurang dari dari 5ft (1,53m) diatas
lantai.
APAR dengan berat ≤ 18.14 kg yang
diletakan di rak memiliki tinggi antara
40-60 cm
100 % 0%
16. Tekanan regulator pada APAR
sebaiknya diperiksa tiap tahun untuk
mengetahui tekanan outlet statis dan
laju alir
Tekanan pada manometer APAR
diperiksa setiap satu bulan sekali
100 % 0%
17. Jarak dari bagian bawah APAR ke
lantai tidak melebihi 4 in (102 mm)
Jarak bagian bawah ke APAR adalah
20 cm.
100 % 0%
Tingkat Pemenuhan APAR 98.53 %
Berdasarkan tabel 5.33 APAR di area mezzanine floor memiliki tingkat
pemenuhan sebesar 98.53 %. Area mezzanine floor dengan luas 4.018,35 m2
memiliki potensi kebakaran tipe B, C dan D. namun APAR yang tersedia hanya
mampu memadamkan kelas kebakaran tipe B dan C. berdasarkan perhitungan
jumlah kebutuhan APAR, area mezzanine floor hanya membutuhkan 4 buah
APAR. Sedangkan APAR yang tersedia berjumlah 24 buah dan APAB sebanyak
1 buah. APAR diperiksa setiap 1 bulan sekali oleh perwakilan pihak K3.
Pemeriksaan tersebut mencakup kondisi nozzle, draft pressure indicator
(manometer), segel, apakah ada karat atau tidak dan penimbangan berat APAR
yang dilakukan oleh petugas K3.
Untuk pengisian ulang biasanya dilakukan ketika ada APAR yang kadaluarsa
berdasarkan kartu cek APAR. Ketika dilakukan pemeriksaan kondisi APAR
144
dalam keadaan baik dengan cara mengecek secara visual kondisi nozzle (lubang
penyemprot) dari sumbatan dan kebocoran, kesesuaian bahan baku dan masa
kadaluarsa APAR dengan cara mengecek manometer APAR tipe DCP dan
penimbangan APAR tipe CO2. APAR diletakan di rak dan cabinet sepanjang
jalan yang biasa dilewati oleh karyawan termasuk jalur jalan keluar serta
diletakan di dekat mesin produksi sehingga mudah dilihat dan dijangkau. Seluruh
APAR yang diletakan di dalam cabinet berada dalam keadaan tidak terkunci.
Jarak antar APAR yang ada di area mezzanine floor berkisar antara 2-4 m. APAR
yang ada terletak dengan tinggi 40-60 cm untuk APAR dengan berat kurang
dari18.14 kg dan 60-100 cm untuk APAR dengan berat lebih dari 18.14 kg.
untuk jarak bagian bawah APAR ke lantai mencapai 20 cm.
APAB
APAB diletakan untuk area-area produksi dimana terdapat area yang
berbahaya dengan personel yang sedikit. Jumlah APAB yang terletak di area
mezzanine floor adalah 1 buah yang memiliki jenis DCP (Dry Chemical Powder)
dengan berat 25 kg. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara, pemeliharaan
APAB dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan APAR yakni satu bulan sekali
meliputi kondisi nozzle, draft pressure indicator (manometer), segel, apakah ada
karat atau tidak, kondisi roda. Untuk pengisian ulang biasanya dilakukan ketika
ada APAB yang kadaluarsa.
145
Tabel 5.34 Tingkat Pemenuhan APAB per Elemen Pertanyaan di Mezzanine
Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010
No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan
Sesuai Tidak Sesuai
1. APAB disediakan untuk
memproteksi bahaya yang
menunjukan: area berisiko
tinggi, personel yang ada
terbatas
APAB disediakan untuk area
desalination plant, ground floor,
mezzanine floor, turbine floor dan
gudang. Dimana area-area tersebut
merupakan area produksi dengan jumlah
personel terbatas.
100 % 0 %
2. Tekanan regulator pada APAB
sebaiknya diperiksa tiap tahun
untuk mengetahui tekanan
outlet statis dan laju alir
Pengecekan APAB dilakukan setiap satu
bulan sekali. Termasuk pengecekan
manometer.
100 % 0%
3. Selang pada APAB harus
diletakan sedemikian rupa
untuk menghindari terbelit dan
kaku
Kondisi selang yang berada pada APAB
di area PLTU terlilit rapi untuk
menghindari kekakuan dan terbelit.
100 % 0%
Tingkat Pemenuhan APAB 100 %
Berdasarkan tabel 5.34, di mezzanine floor PLTU PT PJB UP Muara Karang
tingkat pemenuhan APAB sebesar 100 %. APAB di sediakan untuk area
mezzanine floor yang mana area tersebut merupakan area produksi dengan
jumlah personel terbatas. Pemeliharaan APAB dilakukan bersamaan dengan
pemeriksaan APAR yakni satu bulan sekali meliputi kondisi nozzle, draft
pressure indicator (manometer), segel, apakah ada karat atau tidak, kondisi roda.
Untuk pengisian ulang biasanya dilakukan ketika ada APAB yang kadaluarsa.
146
2. Alarm
Berdasarkan hasil observasi dan data sekunder, PT PJB UP Muara Karang
sudah memiliki alarm yang terintegrasi dengan detektor. Alarm yang terdapat di
area-area PLTU ini adalah alarm kebakaran yang berupa audible dan visible
alarm. Sedangkan berdasarkan cara pengaktifannya, alarm yang terdapat di
PLTU yaitu alarm manual dan panel indikator kebakaran.
Untuk pengetesan fungsi alarm di PLTU, dilakukan setiap 3 bulan sekali
secara rutin yang digabung dengan pemeriksaan detektor. Pemeriksaan ini
dilakukan oleh karyawan unit K3 yang meliputi pemeriksaan panel penujuk
alarm, lampu-lampu, LED panel kebakaran dan annunciator, baterai tambahan,
bel, speaker dan amplifier serta power supply. Terdapat 2 buah alarm manual
tipe full down dan push button di area mezzanine floor yakni di ruang relay dan
juga menempel pada hidran gedung di area. Namun mesin-mesin yang berada di
area ini terhubung dengan panel indicator kebakaran yang berada di control room
pusat 4, 5 di area turbine floor.
Tabel 5.35 Tingkat Pemenuhan Alarm per Elemen Pertanyaan di Area
Mezzanine Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010
No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan
Sesuai Tidak Sesuai
1. Terdapat sistem alarm kebakaran Di area mezzanine floor terdapat alarm
manual yang bertipe push button. Dan
semua mesin terhubung dengan panel
indikator kebakaran
100 % 0 %
147
No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan
Sesuai Tidak Sesuai
2. Alarm dapat dilihat dengan jelas Alarm manual dicat menggunakan warna
merah dan menempel pada bagian atas
hidran ruangan serta terdapat tanda
petunjuk fire alarm. Sehingga alarm dapat
terlihat dengan jelas
100 % 0%
3. Alarm dalam kondisi baik dan siap
digunakan
Berdasarkan data sekunder alarm dalam
kondisi baik dan siap digunakan.
100 % 0%
4. Alarm otomatis terhubung dengan
sprinkler
Tidak terdapat sprinkler di area ini 0 % 100 %
5. Terdapat energi cadangan yang
dapat menyalakan alarm selama 30
detik
Menurut hasil wawancara PLTU memiliki
energy cadangan untuk menyalakan alarm
yaitu diesel.
100 % 0 %
6. Alarm diletakan pada lintasan jalur
keluar dengan tinggi 1,4 m dari
lantai
Alarm diletakan pada pintu keluar control
room local dengan tinggi 1.4 m.
100 % 0%
7. Jarak alarm tidak boleh lebih dari
30 m dari semua bagian bangunan
Alarm memiliki jarak maksimal 36 m dari
semua bagian area mezzanine floor.
0 % 100%
Tingkat Pemenuhan Alarm 71.42 %
Berdasarkan tabel 5.35 area mezzanine floor memiliki tingkat pemenuhan
alarm sebesar 71.42 %. Di area ini semua mesin terhubung dengan panel
indikator kebakaran control room 4, 5. Dimana panel tersebut terhubung dengan
detektor-detektor yang ada di setiap mesin-mesin produksi. Jadi ketika terjadi
kebakaran karyawan mengetahui area/ mesin mana yang mengalami kebakaran
sehingga dapat ditanggulangi secara cepat oleh tim pemadam kebakaran. Namun
masih terdapat alarm manual dengan tipe full down yang terletak di samping
148
pintu keluar ruang relay dan push button yang menempel pada salah satu hidran
gedung.
Alarm manual ini memiliki tinggi 1,47 m dari lantai dan berjarak maksimal
36 m dari semua bagian area mezzanine floor namun tidak terhubung dengan
system sprinkler karena tidak ada sprinkler di area ini. Menurut data pengecekan
rutin alarm dan hasil wawancara, alarm dalam kondisi baik dan siap untuk
digunakan. Pengetesan alarm yang dilakukan diantaranya: pemeriksaan panel
penujuk alarm, lampu-lampu, LED panel kebakaran dan annunciator, baterai
tambahan, bel, speaker dan amplifier serta power supply.Selain hal tersebut PT
PJB UP Muara Karang juga memiliki diesel yang berfungsi sebagai sumber
energi cadangan yang salah satunya untuk menyalakan alarm ketika terjadi trip
akibat terjadinya kebakaran.
3. Sprinkler
Tidak terdapat system sprinkler yang terpasang di area mezzanine floor.
4. Detektor
Untuk pengetesan fungsi detektor dilakukan 3 bulan sekali secara rutin.
Pemeriksaan dilakukan dengan cara pengetesan sesuai dengan jenis detektor
yang dilakukan oleh salah satu karyawan bagian K3 dengan koordinasi terlebih
dahulu dengan operator yang ada di control room. Detektor yang ada di PLTU
terhubung dengan alarm dan sprinkler. Sehingga ketika detector mendeteksi
adanya kejadian kebakaran, penanggulangan dapat dilakukan dengan segera.
Terdapat detektor yang terpasang di area mezzanine floor. detektor yang ada
149
yaitu heat detector sebanyak 14 buah dan smoke detector sebanyak 4 buah. Jadi
jumlah detektor yang ada di area mezzanine floor yaitu 18 buah.
Tabel 5.36 Tingkat Pemenuhan Detektor per Elemen Pertanyaan di area
Mezzanine Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010
No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan
Sesuai Tidak Sesuai
1. Terdapat sistem pendeteksian dini terhadap
bahaya kebakaran
Terdapat 18 buah detektor yang
terpasang di area mezzanine
floor.
100 % 0 %
2. Pada atap datar, detektor dipasang pada
jarak lebih dari 10 cm dari dinding
Jarak dari detektor ke dinding
adalah 2-3 m dari dinding
100 % 0 %
3. Jarak antar detector maksimal 9,1 m atau
sesuai rekomendasi dari pabrik pembuatnya
Jarak antar detektor yaitu 2–4
m.
100 % 0 %
4. Sensor dalam keadaan bersih tidak dicat Sensor detektor tidak terhalang
benda lain termasuk cat.
100 % 0 %
5. Detektor tidak boleh dipasang dalam jarak
kurang dari 1,5 m dari AC
Di ruang relay detektor yang
terpasang memiliki jarak 2 m
dari AC
100 % 0 %
6. Setiap kelompok sistem tidak boleh
dipasang lebih dari 20 buah detektor asap
Terdapat 4 buah smoke
detcktor di area mezzanine
floor
100 % 0 %
7. Setiap kelompok sistem tidak boleh
dipasang lebih dari 20 buah detektor nyala
Tidak terdapat detektor nyala
di area mezzanine floor
100 % 0 %
8. Setiap kelompok sistem tidak boleh
dipasang lebih dari 40 buah detektor panas
Terdapat 14 buah heat detektor
di area mezzanine floor.
100 % 0 %
Tingkat Pemenuhan Detektor 100 %
150
Berdasarkan tabel 5.36 area mezzanine floor memiliki tingkat pemenuhan
detektor sebesar 100 %. Hal tersebut menunjukan bahwa detektor yang ada di
area mezzanine floor telah memenuhi semua komponen. Di area mezzanine floor
terdapat 18 buah detektor yang terpasang dengan rincian heat detectorsebanyak
14 buah dan smoke detector sebanyak 4 buah. Tidak terdapat flame detector
mengikuti kondisi lapangan yang menyesuaikan dengan kondisi peralatan yang
ada di area ini. Jarak antar detektor berkisar antara 2-4 m, sedangkan untuk
jarakdetektor ke dinding berkisar antara 2-3 m. berdasarkan pemeriksaan, sensor
detektor berada dalam kondisi baik sehingga ketika pengetesan dilakukan
detektor dapat mendeteksi bahaya kebakaran sesuai dengan jenisnya.
5. Hidran
Berdasarkan hasil observasi lapangan dan wawancara dengan karyawan PT
PJB UP Muara Karang, jenis hidran yang ada di area PLTU merupakan jenis
hidran gedung dan hidran halaman. Sedangkan tipe hidran yang digunakan yaitu
hidran dengan kunci katub dan model macino serta ulir. Untuk hidran gedung PT
PJB UP Muara Karang menggunakan hidran kelas 2 yang memiliki selang
berdiameter 1.5 in. dan panjangnya 30 m. Sedangkan untuk hidran halaman, PT
PJB UP Muara Karang menggunakan hidran kelas 1 yang memiliki selang
dengan diameter 2.5 in dan panjang 30 m serta disediakan selang tambahan
sepanjang 20 m.Untuk pengetesan fungsi hidran dilakukan setiap 3 bulan sekali
secara rutin. Pengetesan fungsi hidran dilakukan oleh karyawan bagian K3 yang
meliputi: pemeriksaan nozzle (mulut pancar) dari sumbatan dan kebocoran.
151
Untuk menjaga tekanan air digunakan sumber AC listrik, dan diesel. Sedangkan
sumber air disimpan dalam “fire water tank” dengan kapasitas 9000 L. Air
tersebut merupakan hasil penyulingan air laut.
Hidran Gedung
Terdapat 8 buah hidran gedung tipe kunci katub dengan model machino dan
ulir. Hidran tersebut terpasang menempel pada dinding ruangan di sekitar mesin-
mesin produksi.
Tabel 5.37 Tingkat Pemenuhan Hidran Gedung per Elemen Pertanyaan di Area
Mezzanine Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010
No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan
Sesuai Tidak Sesuai
1. Tersedianya hidran gedung Terdapat hidran gedung sebanyak 8
buah di area mezzanine floor
100 % 0 %
2. Kotak hidran gedung harus mudah
dibuka, dilihat, dijangkau, dan
tidak terhalang oleh benda lain
Hidran gedung yang ada di di area
mezzanine floor menempel pada dinding
area dan tidak terhalang benda lain.
Pintu kotak hidran mudah dibuka.
100 % 0 %
3. Semua peralatan hidran dicat
merah dan kotak hidran berwarna
merah bertuliskan “HIDRAN”
yang dicat putih
Seluruh hidran gedung dicat merah
dengan tulisan HIDRAN warna putih
100 % 0 %
4. Terdapat petunjuk penggunaan
yang dipasang ditempat yang
mudah dilihat.
Tidak terdapat petunjuk cara
penggunaan hidran
0 % 100 %
5. Nozzle harus sudah dipasang pada
slang kebakaran.
Seluruh nozzle hidran gedung belum
terpasang pada selang kebakaran
0 % 100 %
152
No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan
Sesuai Tidak Sesuai
6. Hidran dalam keadaan siap
digunakan
Berdasarkan pemeriksaan visual hidran
siap untuk digunakan
100 % 0 %
7. Terdapat kelengkapan hidran:
slang, kopling, nozzle, keran
pembuka
Di dalam kotak hidran terdapat selang,
kopling, nozzle serta keran pembuka
100 % 0 %
8. Dilakukan uji operasional dan
kelengkapan komponen hidran
setiap 1 tahun sekali
Dilakukan pemeriksaan hidran secara
rutin 3 bulan sekali.
100 % 0 %
9. Sumber persediaan air untuk
hidran harus diperhitungkan
minimum untuk pemakaian selama
30 menit
Sumber air untuk hidran berasal dari air
di water fire tank dengan kapasitas 9000
L. tangki tersebut tidak boleh kosong
dan dilengkapi dengan alarm yang
berbunyi apabila kapasitas air < 6000 L.
100 % 0 %
10. Selang berdiameter 1,5 inch dan
panjangnya minimal 30 m
Seluruh selang hidran gedung di area
mezzanine floor berdiameter 1,5 inch
dan panjang 30 m.
100 % 0 %
Tingkat Pemenuhan Hidran Gedung 80 %
Berdasarkan tabel 5.37 area mezzanine floor memiliki tingkat pemenuhan
hidran gedung sebesar 80 %. Di area mezzanine floor terdapat 8 buah hidran
gedung yang menempel pada dinding di area tersebut. Hidran tersebut mudah
dilihat serta dijangkau dan pintu kotak hidran dapat dibuka dengan mudah.
Pemeriksaan secara visual menunjukan bahwa hidran siap untuk digunakan.
Pemeriksaan rutin hidran dilakukan 3 bulan sekali. Terdapat komponen yang
lengkap di dalam kotak hidran yang dicat warna merah dengan tulisan HIDRAN
153
berwarna putih. Komponen tersebut meliputi selang dengan diameter 1.5 inch
dan panjang 30 m, kopling, nozzle dan keran pembuka.
Sedangkan sumber persediaan untuk penggunaan hidran berasal dari air laut
yang telah di desalisasi dan dialirkan ke water water tank dengan kapasitas
9000L yang khusus disediakan untuk sumber persedian air bagi alat proteksi
kebakaran. Tangki tersebut tidak boleh kosong, apabila kapasitas air kurang dari
6000L maka secara otomatis alarm akan berbunyi. Namun tidak terdapat
petunjuk tata cara penggunaan hidran dan nozzle belum terpasang pada selang.
Hidran Halaman
Mezzanine floor merupakan area yang terletak di atas area ground floor.
Maka tidak perlu melakukan pemeriksaan hidran halaman di area ini.
5.4.4.2 Sarana Penyelamat Jiwa
Tabel 5.38 Tingkat Pemenuhan Rata-Rata Sarana Penyelamat Jiwa Di
Mezzanine Floor Plant PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010
NO. KOMPONEN TINGKAT PEMENUHAN
1. Petunjuk jalan keluar 100 %
2. Sarana jalan keluar 100 %
3. Pintu darurat 85.71 %
4. Tangga darurat 0 %
5. Penerangan darurat 75 %
6. Tempat berhimpun -
JUMLAH 72.14 %
154
Berdasarkan tabel 5.38, hasil pemeriksaan komponen-komponen sarana
penyelamat jiwa yang ada di area mezzanine floor mendapat tingkat pemenuhan
sebesar 72.14 %. Berikut uraian hasil yang didapat di area mezzanine floor
PLTU PT PJB UP Muara Karang:
1. Petunjuk jalan keluar
Berdasarkan hasil observasi di lapangan, di area mezzanine floor terdapat
petunjuk jalan keluar baik yang berupa tanda panah berwarna hijau sehingga
dapat menyala dalam keadaan gelap maupun tulisan “EXIT” yang mana terdapat
lampu darurat untuk meneranginya. Jadi ketika terjadi “trip” akibat kebakaran,
karyawan tetap dapat melihat tanda petunjuk arah sehingga dapat keluar menuju
tempat berhimpun. Lampu yang digunakan untuk menerangi tulisan “EXIT”
memiliki 2 sumber yaitu listrik yang dihasilkan sendiri dan diesel. Petunjuk-
petunjuk jalan keluar diletakan di setiap tempat dimana terdapat karyawan
bekerja atau tempat yang biasa dilalui oleh karyawan.
Tabel 5.39 Tingkat Pemenuhan Petunjuk Jalan Keluar per Elemen Pertanyaan di Area
Mezzanine Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010
No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan
Sesuai Tidak Sesuai
1. Terdapat petunjuk arah
jalan keluar
terdapat petunjuk arah jalan keluar, di area
mezzanine floor
100 % 0 %
2. Petunjuk arah diberikan
penerangan dari sumber
daya listrik darurat
papan petunjuk arah dengan tanda panah
ataupun tulisan “EXIT” yang diberi sumber
pencahayaan lampu yang memiliki 2
sumber listrik.
100 % 0 %
155
No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan
Sesuai Tidak Sesuai
3. Petunjuk jalan keluar jalan
keluar berupa papan bertuli
skan “EXIT” atau dengan
panah petunjuk arah jalan
terdapat petunjuk arah dengan tanda panah
ataupun tulisan “EXIT” di area mezzanine
floor
100 % 0 %
4. Rambu dipasang di tempat
yang mudah terlihat atau
dekat dengan pintu
keluar/pintu kebakaran
(KEPMEN PU No.10/KPT
S/ 2000)
Di area mezzanine floor, tanda panah
petunjuk arah diletakan di sepanjang sarana
jalan keluar dan tempat dimana terdapat
karyawan. Untuk petunjuk jalan keluar yang
berupa tulisan “EXIT” di dekat tiap-tiap
pintu keluar yang ada di setiap bangunan.
100 % 0 %
Tingkat Pemenuhan Petunjuk Jalan Keluar 100 %
Berdasarkan tabel 5.39 area mezzanine floor memiliki tingkat pemenuhan
petunjuk jalan keluar sebesar 100 %. Hal tersebut menunjukan bahwa petunjuk
jalan keluar yang berada di area mezzanine floor sudah sesuai dengan NFPA 101
dan Kepmen PU No.10/KPTS/2000. Petunjuk jalan keluar yang berupa tulisan
“EXIT” yang diberi sumber pencahayaan diletakan di setiap bagian atas
bangunan di dekat tangga turun dan pintu keluar, kemudian petunjuk jalan keluar
yang berupa tanda panah petunjuk arah diletakan di dinding sepanjang sarana
jalan keluar dan tempat-tempat dimana terdapat karyawan. Untuk mencapai
tempat berhimpun terdapat papan penunjuk jalan yang berupa arah panah dan
tulisan di luar bangunan yang menunjukan arah tempat berhimpun. Sumber
energi untuk menyalakan petunjuk jalan keluar yang berupa tulisan “EXIT”
berasal dari AC listrik. namun apabila listrik tersebut mati akan segera
digantikan oleh sumber energi cadangan yaitu diesel.
156
2. Sarana jalan keluar
Mezzanine floor adalah area dengan luas 4,027.25 m2. Tidak terdapat
karyawan yang menetap bekerja di area ini. Karyawan hanya sesekali datang
untuk mengecek panel local mesin atau pemeliharaan mesin dan alat proteksi
kebakaran. Terdapat 4 buah sarana jalan keluar di area ini dengan lebar antara2-
2.5 m yang letaknya berjauhan antara 15.05 – 22.25 m menuju tangga turun ke
area ground floor atau pintu keluar ke area office lantai 2. Untuk jarak maksimal
yang dapat ditempuh untuk menuju exit adalah 22.5 m.
Tabel 5.40 Tingkat Pemenuhan Sarana Jalan Keluar per Elemen Pertanyaan di
Area Mezzanine Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010
No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan
Sesuai Tidak Sesuai
1. Terdapat sarana jalan keluar Terdapat sarana jalan keluar di area
mezzanine floor
100 % 0 %
2. Lebar minimal jalan keluar adalah 2 m Jalan keluar yang ada di area
mezzanine floor memiliki lebar 2-2.5 m
100 % 0 %
3. Jumlah jalan keluar terdapat lebih dari
1 dan letaknya berjauhan
Terdapat 5 buah jalan keluar yang
telaknya berjauhan dan berbeda arah.
100 % 0 %
4. Jarak ke exit tidak melebihi 200 ft (61
m) atau 250 ft (76 m) pada bangunan
yang telah dilengkapi sprinkler
Jarak maksimal ke exit adalah 22.25 m. 100 % 0 %
5. Jarak antar eksit tidak boleh lebih dari
60 m
Jarak antar exit yang ada di area ini
adalah antara 15.05-22.25m
100 % 0 %
6. Sarana jalan keluar harus bebas dan
tidak terhalang benda apapun
Tidak terdapat benda di sepanjang jalan
keluar menuju exit.
100 % 0 %
Tingkat Pemenuhan Sarana Jalan Keluar 100 %
157
Berdasarkan tabel 5.40 area mezzanine floor memiliki tingkat pemenuhan
sarana jalan keluar sebesar 100 %. Hal tersebut menunjukan bahwa sarana jalan
keluar yang ada di area mezzanine floor sudah sesuai dengan NFPA 101. Sarana
jalan keluar yang terdapat di area ini terdapat 5 buah dengan jarak antar exit yang
berjauhan yaitu antara 15.05-22-25 m. Tidak terdapat karyawan yang bekerja
menetap di area ini, karyawan hanya datang sesekali untuk mengecek panel local
mesin atau untuk melakukan pemeliharaan. Jarak maksimal yang dapat ditempuh
dari semua bagian ruangan di area mezzanine floor adalah 22.25 m dan tidak
terdapat benda sepanjang jalan keluar yang menghalangi karyawan untuk
mencapai exit yang berupa tangga menuju area ground floor ataupun pintu ke
area office lantai 2.
3. Pintu darurat
Berdasarkan hasil observasi di lapangan, area mezzanine floor memiliki pintu
darurat yang terhubung ke area office lantai 2. Pintu tersebut selalu dalam
keadaan tidak terkunci dan dapat menutup secara otomatis. Namun para
karyawan menggunakan pintu tersebut untuk keluar masuk area setiap harinya.
Pintu ini selalu dibuka setiap harinya sebagai sarana aktifitas di area tersebut dan
terhubung langsung dengan jalan umum. Pintu ini memiliki kriteria yang sama
dengan pintu darurat yaitu tahan kebakaran, dapat menutup sendiri dapat dibuka
tanpa menggunakan kunci, dll.
158
Tabel 5.41 Tingkat Pemenuhan Pintu Darurat per Elemen Pertanyaan di Area
Mezzanine Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010
No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan
Sesuai Tidak Sesuai
1. Terdapat pintu kebakaran
darurat
Terdapat pintu yang tahan api yang selalu
tidak terkunci, dapat menutup secara otomatis
& terhubung langsung dengan halaman luar.
100 % 0 %
2. Ukuran pintu L: 90-120 cm,
T: 210 cm
Pintu memiliki lebar 110 cm dan tinggi 210
cm
100 % 0 %
3. Bebas hambatan Tidak terdapat benda yang menghalangi pintu 100 % 0 %
4. Pintu dapat tertutup sendiri Pintu dapat menutup secara otomatis 100 % 0 %
5. Digunakan khusus pada saat
keadaan darurat
Para karyawan menggunakan pintu tersebut
untuk keluar masuk area setiap harinya.
0 % 100 %
6. Pintu dapat dibuka tanpa
anak kunci
Pintu selalu dalam keadaan tidak terkunci 100 % 0 %
7. Pintu darurat berhubungan
langsung dengan jalan kelua
r/ halaman luar
Pintu terhubung langsung dengan halaman luar 100 % 0 %
Tingkat Pemenuhan Pintu Darurat 85. 71 %
Berdasarkan tabel 5.41, pintu darurat yang berada di area mezzanine floor
memiliki tingkat pemenuhan sebesar 85.71 %. Terdapat pintu pintu yang tahan
api yang selalu dalam keadaan tidak terkunci dan dapat menutup secara otomatis
serta terhubung langsung dengan halaman luar. pintu tersebut memiliki lebar 110
cm dan tinggi 210 cm dan tidak terdapat benda yang menghalangi pintu. Namun
para karyawan menggunakan pintu tersebut untuk keluar masuk area setiap
harinya.
159
4. Tangga darurat
Berdasarkan hasil observasi di area mezzanine floor tidak terdapat tangga yang
secara khusus dipersiapkan sebagai tangga darurat. Karyawan menggunakan
semua tangga yang ada ketika bekerja setiap harinya. Maka hal ini tidak sesuai
dengan standar NFPA 101 tentang safety code life.
5. Penerangan darurat
Berdasarkan hasil observasi di lapangan, area mezzanine floor sudah
memiliki penerangan darurat. Lampu penerangan darurat tersebut diletakan di
sepanjang jalan keluar dan di tempat-tempat di mana biasanya terdapat
karyawan. Lampu penerangan darurat tersebut memiliki baterai cadangan,
dengan stop kontak yang menyambung pada sumber listrik sehingga ketika
terjadi “trip“ akibat kebakaran, lampu akan menyala secara otomatis.
Berdasarkan pengetesan, lampu tersebut dapat bertahan menyala selama 8
jam dengan baterai dan langsung menyala ketika dicabut dari stop kontak.
Setelah diukur dengan menggunakan luxmeter kekuatan cahaya pada penerangan
darurat adalah 20 lux. Namun seluruh penerangan darurat yang ada di PLTU
berwarna putih. Selain itu di PLTU PT PJB UP Muara Karang, lampu-lampu
yang ada memiliki 2 sumber penerangan yaitu AC listrik dan diesel. Sehingga
ketika listrik padam, secara otomatis lampu akan menggunakan diesel. Hal
tersebut dikarenakan penerangan sangatlah penting untuk kelangsungan proses
produksi.
160
Tabel 5.42 Tingkat Pemenuhan Penerangan Darurat per Elemen Pertanyaan di
Area Mezzanine Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010
No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan
Sesuai Tidak Sesuai
1. Tersedia penerangan darurat dari
sumber aliran listrik darurat
Terdapat 2 sumber listrik berbeda
yaitu dari AC listrik dan diesel.
serta batterai.
100 % 0 %
2. Lampu penerangan berwarna
kuning orange/kuning
Seluruh lampu berwarna putih 0 % 100 %
3. Lampu penerangan darurat
memiliki kekuatan minimal 10 lux
Untuk lampu darurat yang ada
memiliki kekuatan sebesar 20 lux
100 % 0 %
4. Penempatan lampu darurat dengan
baik sehingga bila satu lampu mati
tidak akan menyebabkan gelap
Lampu di letakan sepanjang jalan
keluar menuju exit
100 % 0 %
Tingkat Pemenuhan Penerangan Darurat 75 %
Berdasarkan tabel 5.42 area mezzanine floor memiliki tingkat pemenuhan
penerangan darurat sebesar 75 %. Hal tersebut menunjukan bahwa penerangan
darurat yang ada masih belum sesuai dengan NFPA 101. Lampu darurat
diletakan di sepanjang sarana jalan keluar dan memiliki baterai cadangan yang di
charge ketika AC listrik berjalan normal serta memiliki sumber aliran listrik
yang berbeda yaitu dari AC listrik dan diesel. Lampu darurat yang ada berwarna
putih dan memiliki kekuatan sebesar 20 lux.
6. Tempat berhimpun
Tidak terdapat karyawan yang bekerja menetap di area ini.
161
5.3.4.3Rata-Rata Tingkat Pemenuhan Sistem Tanggap Darurat Kebakaran Di
Area Mezzanine Floor PLTU
Tabel 5.43 Rata-rata Tingkat Pemenuhan Manajemen Tanggap Darurat di Area
Mezzanine Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010
No Komponen Presentase Tingkat
Pemenuhan
1 Manajemen Tanggap Darurat 88.88 %
2 Sarana Proteksi Aktif 74.99 %
3 Sarana Penyelamat Jiwa 72.14 %
Rata-rata 78.67 %
Berdasarkan tabel 5.43 rata-rata tingkat pemenuhan sistem tanggap darurat di
area mezzanine floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010 adalah 78.67
% yaitu Cukup baik (C) dimana semua komponen sistem proteksi kebakaran
sudah terpasang tapi ada sebagian kecil instalasi yang tidak sesuai dengan
persyaratan.
5.3.5 Turbine Floor
5.3.5.1 Sarana Proteksi Aktif
Tabel 5.44 Tingkat Pemenuhan Rata-Rata Sarana Proteksi Aktif Di Area Turbine
Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010
NO. KOMPONEN TINGKAT PEMENUHAN
1. APAR 98.53 %
2. APAB 100 %
3. Alarm 85.71 %
162
NO. KOMPONEN TINGKAT PEMENUHAN
4. Sprinkler 100 %
5. Detektor 100 %
6. Hidran Gedung 80 %
JUMLAH 94.04 %
Berdasarkan tabel 5.44, hasil pemeriksaan area turbine floor mendapat
tingkat pemenuhan sebesar 94.04 %. Berikut uraian hasil sarana proteksi yang
didapat di area turbine floor PLTU PT PJB UP Muara Karang:
1. APAR dan APAB
APAR
APAR yang disediakan pada area turbine floor merupakan jenis DCP dan
CO2. Untuk APAR jenis DCP dengan berat 4.5 kg sebanyak 1 buah, 6 kg
sebanyak 3 buah, 9 kg sebanyak 13 buah, 12 kg sebanyak 5 buah, 25 kg
sebanyak 1 buah dan 40 kg sebanyak 6 buah. Sedangkan untuk APAR jenis CO2
dengan berat 4.5 kg sebanyak 1 buah, 6 kg sebanyak 1 buah dan 7 kg sebanyak 1
buah. Jadi jumlah APAR yang ada di area turbine floor adalah jenis DCP
sebanyak 33 buah dan jenis CO2 sebanyak 3 buah. Namun tidak terdapat APAR
yang dapat memadamkan kebakaran jenis D.
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara, pemeliharaan APAR dilakukan
sebulan sekali meliputi kondisi nozzle, draft pressure indicator (manometer),
segel, apakah ada karat atau tidak dan penimbangan berat APAR yang dilakukan
oleh petugas K3. Untuk pengisian ulang biasanya dilakukan ketika ada APAR
163
yang kadaluarsa, bahkan sebagian APAR yang kadaluarsa ini dimanfaatkan
digunakan dalam latihan pemadaman kebakaran.
Tabel 5.45 Tingkat Pemenuhan APAR per Elemen Pertanyaan di Area Turbine Floor
PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010
No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan
Sesuai Tidak Sesuai
1. Pada APAR terdapat klasifikasi
kebakaran yang sesuai dengan
jenis kebakaran
Terdapat APAR tipe DCP untuk
memadamkan semua jenis kebakaran kecuali
jenis kebakaran D.
75 % 25 %
2. Jumlah APAR berdasarkan luas
bangunan
Area turbine floor sebaiknya memiliki 1 buah
APAR. Terdapat 7 buah APAR di area ini
100 % 0%
3. Sebelum dipakai segel
pengaman harus dalam keadaan
baik dan penutup tabung
terpasang kuat
Segel yang terpasang pada seluruh APAR
yang berada di area office berada dalam
keadaan baik dan penutup tabung terpasang
kuat.
100 % 0%
4. Lubangpenyemprot tidak
tersumbat dan slang tahan
tekanan tinggi serta tidak bocor
Berdasarkan pengecekan bersama pihak K3
lubang penyemprot tidak tersumbat ataupun
bocor dan tahan tekanan tinggi.
100 % 0%
5. Bahan baku pemadam dalam
keadaan baik dan tidak lewat
masa berlakunya
Berdasarkan pemeriksaan manometer & kartu
pemeriksaan menunjukan kondisiAPAR baik
& tidak lewat masa berlakunya.
100 % 0%
6. APAR ditempatkan di lokasi
yang mudah terlihat, mudah
dijangkau dan letaknya tidak
terhalangi oleh benda lain
APAR-APAR diletakan di dekat mesin-mesin
produksi serta sepanjang jalan yang dilalui
oleh karyawan sehingga mudah dijangkau dan
terlihat.
100 % 0%
7. Apar diletakan di sepanjang
jalan yang biasa dilalui
termasuk jalan keluar di area
APAR diletakan di sepanjang jalan yang
dilalui oleh karyawan termasuk jalan untuk
keluar area.
100 % 0%
164
No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan
Sesuai Tidak Sesuai
8. Isi tabung gas sesuai dengan
tekanan yang dipergunakan dan
dijaga tetap penuh serta dapat
dioperasikan
Setelah dilakukan pengecekan manometer
APAR, jarum berada pada bar hijau yang
menunjukan isi tabung gas sesuai dengan
tekanan dan dapat dioperasikan dengan baik.
100 % 0%
9. APAR yang memiliki cabinet
(lemari) tidak boleh dikunci
Seluruh APAR yang diletakan dalam lemari
berada dalam kondisi tidak terkunci
100 % 0%
10. APAR dalam cabinet harus
diletakan sedemikian rupa
sehingga instruksi operasi
pemadaman terlihat dari depan
Instruksi cara pemakaian menempel pada
bagian dinding tabung sehingga ketika
membuka cabinet instruksi tersebut dapat
segera terlihat.
100 % 0%
11. Jarak antar APAR maksimal
(75 ft) 6.97 m
Jarak antar APAR antara 2-4 m 100 % 0%
12. Terdapat cara & petunjuk
pengoperasian dengan jelas di
bagian depan APAR
Terdapat petunjuk intruksi cara pengoperasian
yang tertempel di bagian depan seluruh
APAR.
100 % 0%
13. Pemasangan dihindari dari
bahaya fisik
Seluruh APAR diletakan di dalam cabinet dan
rak.
100 % 0%
14. APAR dengan berat ≥ 40 lb
sebaiknya dipasang ≤3,5 ft
(1.07m) diatas lantai.
APAR dengan berat ≥ 18.14 kg yang
diletakan di dalam cabinet memiliki tinggi
antara 60-100 cm.
100 % 0%
15. APAR dengan berat ≤ 40 lb
(18.14 kg) sebaiknya dipasang
≤5ft (1,53m) diatas lantai.
APAR dengan berat ≤ 18.14 kg yang
diletakan di rak memiliki tinggi antara 40-60
cm
100 % 0%
16. Tekanan regulator pada APAR
sebaiknya diperiksa tiap tahun
untuk mengetahui tekanan
outlet statis dan laju alir
Tekanan pada manometer APAR diperiksa
setiap satu bulan sekali
100 % 0%
165
No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan
Sesuai Tidak Sesuai
17. Jarak dari bagian bawah APAR
ke lantai tidak melebihi 4 in
(102 mm)
Jarak bagian bawah ke APAR adalah 20 cm. 100 % 0%
Tingkat Pemenuhan APAR 98.53 %
Berdasarkan tabel 5.45 APAR di area turbine floor memiliki tingkat
pemenuhan sebesar 98.53 %. Area turbine floor dengan luas 4.018,35 m2
memiliki potensi kebakaran tipe A, B, C dan D. namun APAR yang tersedia
hanya mampu memadamkan kelas kebakaran tipe A, B dan C. berdasarkan
perhitungan jumlah kebutuhan APAR, area turbine floor hanya membutuhkan 4
buah APAR. Sedangkan APAR yang tersedia berjumlah 36 buah. APAR
diperiksa setiap 1 bulan sekali oleh perwakilan pihak K3. Pemeriksaan tersebut
mencakup kondisi nozzle, draft pressure indicator (manometer), segel, apakah
ada karat atau tidak dan penimbangan berat APAR yang dilakukan oleh petugas
K3.
Untuk pengisian ulang biasanya dilakukan ketika ada APAR yang kadaluarsa
berdasarkan kartu cek APAR. Ketika dilakukan pemeriksaan kondisi APAR
dalam keadaan baik dengan cara mengecek secara visual kondisi nozzle (lubang
penyemprot) dari sumbatan dan kebocoran, kesesuaian bahan baku dan masa
kadaluarsa APAR dengan cara mengecek manometer APAR tipe DCP dan
penimbangan APAR tipe CO2.Seluruh APAR diletakan di rak dan cabinet
sepanjang jalan yang biasa dilewati oleh karyawan termasuk jalur jalan keluar
serta diletakan di dekat mesin produksi sehingga mudah dilihat dan dijangkau.
166
APAR yang diletakan di dalam cabinet berada dalam keadaan tidak terkunci.
Jarak antar APAR yang ada di area turbine floor berkisar antara 2-4 m. APAR
yang ada terletak dengan tinggi 40-60 cm untuk APAR dengan berat kurang
dari18.14 kg dan 60-100 cm untuk APAR dengan berat lebih dari 18.14 kg.
untuk jarak bagian bawah APAR ke lantai mencapai 20 cm.
APAB
APAB diletakan untuk area-area produksi dimana terdapat area yang
berbahaya dengan personel yang sedikit. Jumlah APAB yang terletak di area
turbine floor adalah 1 buah yang memiliki jenis DCP (Dry Chemical Powder)
dengan berat antara 25 kg. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara,
pemeliharaan APAB dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan APAR yakni
satu bulan sekali meliputi kondisi nozzle, draft pressure indicator (manometer),
segel, apakah ada karat atau tidak, kondisi roda. Untuk pengisian ulang biasanya
dilakukan ketika ada APAB yang kadaluarsa.
Tabel 5.46 Tingkat Pemenuhan APAB per Elemen Pertanyaan di Turbine Floor
PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010
No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan
Sesuai Tidak Sesuai
1. APAB disediakan untuk
memproteksi bahaya yang
menunjukan: area berisiko tinggi,
personel yang ada terbatas
APAB disediakan untuk area turbine
floor. Dimana area tersebut merupakan
area produksi dengan jumlah personel
terbatas.
100 % 0 %
2. Tekanan regulator pada APAB
sebaiknya diperiksa tiap tahun
Pengecekan manometer APAB dilakukan
setiap satu bulan sekali..
100 % 0%
167
No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan
Sesuai Tidak Sesuai
3. Selang pada APAB harus
diletakan sedemikian rupa untuk
menghindari terbelit dan kaku
Kondisi selang yang berada pada APAB
di area PLTU terlilit rapi untuk
menghindari kekakuan dan terbelit.
100 % 0%
Tingkat Pemenuhan APAB 100 %
Berdasarkan tabel 5.46, di area turbine floor PLTU PT PJB UP Muara
Karang tingkat pemenuhan APAB sebesar 100 %. APAB di sediakan untuk area
turbine floor yang mana area tersebut merupakan area produksi dengan jumlah
personel terbatas. Pemeliharaan APAB dilakukan bersamaan dengan
pemeriksaan APAR yakni satu bulan sekali meliputi kondisi nozzle, draft
pressure indicator (manometer), segel, apakah ada karat atau tidak, kondisi roda.
Untuk pengisian ulang biasanya dilakukan ketika ada APAB yang kadaluarsa.
2. Alarm
Berdasarkan hasil observasi dan data sekunder, PT PJB UP Muara Karang
sudah memiliki alarm yang terintegrasi dengan detektor. Berdasarkan cara
pengaktifannya, alarm yang terdapat di PLTU yaitu alarm manual dan panel
indikator kebakaran.
Untuk pengetesan fungsi alarm di PLTU, dilakukan setiap 3 bulan sekali
secara rutin yang digabung dengan pemeriksaan detektor. Pemeriksaan ini
dilakukan oleh karyawan unit K3 yang meliputi pemeriksaan panel penujuk
alarm, lampu-lampu, LED panel kebakaran dan annunciator, baterai tambahan,
bel, speaker dan amplifier serta power supply. Terdapat satu buah alarm manual
168
tipe push button di area turbine floor serta panel indicator kebakaran semua
mesin yang terletak di control room 4, 5. Sistem kerja yang ada di PT PJB UP
Muara Karang sudah menggunakan “system control display”. Pusat pengontrolan
semua mesin produksi dilakukan di control room ini. Sehinga ketika terjadi
masalah pada mesin baik akibat kebakaran maupun hal lainnya karyawan akan
segera tahu sehingga dapat dilakukan tindakan dengan segera.
Tabel 5.47 Tingkat Pemenuhan Alarm per Elemen Pertanyaan di Area
Turbine Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010
No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan
Sesuai Tidak Sesuai
1. Terdapat sistem alarm
kebakaran
Di area turbine floor terdapat alarm manual
yang bertipe push button. Dan semua mesin
terhubung dengan panel indikator kebakaran
100 % 0 %
2. Alarm dapat dilihat
dengan jelas
Alarm manual dicat menggunakan warna merah
dan menempel pada bagian atas hidran ruangan
serta terdapat tanda petunjuk fire alarm.
Sehingga alarm dapat terlihat dengan jelas
100 % 0%
3. Alarm dalam kondisi
baik dan siap digunakan
Berdasarkan data sekunder alarm dalam kondisi
baik dan siap digunakan.
100 % 0%
4. Alarm otomatis
terhubung dengan
sprinkler
Terdapat system sprinkler yang terhubung
dengan alarm. Ketika terjadi kebakaran dan
sprinkler memancarkan air, maka alarm akan
berbunyi secara otomatis.
100 % 0 %
5. Terdapat energi cadangan
yang dapat menyalakan
alarm selama 30 detik
Menurut hasil wawancara PLTU memiliki
energy cadangan untuk menyalakan alarm yaitu
diesel.
100 % 0 %
169
No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan
Sesuai Tidak Sesuai
6. Alarm diletakan pada
lintasan jalur keluar
dengan tinggi 1,4 m dari
lantai
Alarm diletakan pada pintu keluar control room
local dengan tinggi 1.4 m.
100 % 0%
7. Jarak alarm tidak boleh
lebih dari 30 m dari
semua bagian bangunan
Alarm memiliki jarak maksimal 36 m dari
semua bagian area turbine floor.
0 % 100%
Tingkat Pemenuhan Alarm 85.71 %
Berdasarkan tabel 5.47 area turbine floor memiliki tingkat pemenuhan alarm
sebesar 85.71 %. Terdapat satu buah alarm manual tipe push button di area
turbine floor serta panel indicator kebakaran semua mesin yang terletak di
control room 4, 5. Sehingga ketika terjadi masalah pada mesin baik akibat
kebakaran maupun hal lainnya karyawan akan segera tahu sehingga dapat
dilakukan tindakan dengan segera. Alarm manual ini memiliki tinggi 1,47 m dari
lantai dan berjarak maksimal 20 m dari semua bagian area desalination plant.
Menurut data pengecekan rutin alarm dan hasil wawancara, alarm dalam
kondisi baik dan siap untuk digunakan. Pengetesan alarm yang dilakukan
diantaranya: pemeriksaan panel penujuk alarm, lampu-lampu, LED panel
kebakaran dan annunciator, baterai tambahan, bel, speaker dan amplifier serta
power supply.Selain hal tersebut PT PJB UP Muara Karang juga memiliki diesel
yang berfungsi sebagai sumber energi cadangan yang salah satunya untuk
menyalakan alarm ketika terjadi trip akibat terjadinya kebakaran.
170
3. Sprinkler
Pada area turbine floor, sprinkler hanya terpasang di masing-masing burner
boiler sebanyak 8 buah. Jadi jumlah sprinkler yang ada di area turbine floor
adalah 16 buah.
Tabel 5.48 Tingkat Pemenuhan Sprinkler per Elemen Pertanyaan di Area
Turbine Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010
No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan
Sesuai Tidak Sesuai
1. Terdapat jaringan & persediaan air
bersih yang bebas lumpur & pasir
Terdapat air dengan volume 9000 L
khusus untuk alat proteksi kebakaran
100 % 0 %
2. Jarak antar sprinkler tidak lebih
dari 4,6 m
Jarak antar sprinkler sekitar 2-4m 100 % 0%
3. Jarak dari sprinkler ke
dinding tidak lebih dari 4,6m
Jarak dari sprinkler ke dinding adalah 2-4
m
100 % 0%
4. Terhubung otomatis dengan alarm
kebakaran
Seluruh sprinkler terhubung otomatis
dengan panel indicator kebakaran di
control room.
100 % 0%
5. Kepala sprinkler dalam keadaan
baik
Berdasarkan pemeriksaan visual dan data
pemeriksaan rutin bulanan kepala
sprinkler tidak dalam kondisi rusak.
100 % 0%
6. Kepala sprinkler tidak terhalang
benda lain
Berdasarkan pemeriksaan visual dan data
pemeriksaan rutin bulanan kepala
sprinkler tidak tertutup cat ataupun benda
lainnya.
100 % 0%
7. Terdapat prosedur pemeriksaan
dan uji coba
Terdapat prosedur khusus untuk
melakukan pengetesan sprinkler
100 % 0%
Tingkat Pemenuhan Sprinkler 100 %
171
Berdasarkan tabel 5.48 area turbine floor memiliki tingkat pemenuhan
sprinkler sebesar 100 %. Hal tersebut menunjukan seluruh komponen telah
terpenuhi. Jenis prinkler yang ada di area turbine floor adalah jenis glass bulb
sprinkler. Jarak antar sprinkler yang ada berkisar antara 2-4 m dan jarak dari
sprinkler ke dinding antara 2-4 m. system sprinkler yang ada sudah terhubung
secara otomatis dengan panel indicator kebakaran di control room. Sehingga
ketika sprinkler bereaksi akibat adanya kebakaran, langsung terlihat di panel
indicator kebakaran dan alarm menyala secara otomatis.
Berdasarkan hasil pemeriksaan secara visual yang dilakukan bersama pihak
K3 dan data pemeriksaan rutin, kepala sprinkler tidak dalam kondisi rusak serta
tidak terhalang benda lain seperti cat ataupun oli. Untuk pelakukan pengetesan
dan pemeriksaan sprinkler terdapat prosedur khusus yang mengacu pada Sistem
Manajemen Terpadu (SMT) dengan nomor PK-UPMKR-16 mengenai
pemeriksaan, pemeliharaan dan pengujian alat pemadam kebakaran. Untuk
sumber air yang digunakan untuk sprinkler dan alat proteksi lainnya
menggunakan sumber air dari air laut yang telah di murnikan sebelumnya dan
disimpan fire water tank dengan kapasitas 9000 L. tangki tersebut tidak boleh
dalam keadaan kosong dan dilengkapi dengan alarm khusus. Jadi ketika air
dalam tangki kurang dari 6000 L secara otomatis alarm akan berbunyi.
4. Detektor
Untuk pengetesan fungsi detektor dilakukan 3 bulan sekali secara rutin.
Pemeriksaan dilakukan dengan cara pengetesan sesuai dengan jenis detektor
172
yang dilakukan oleh salah satu karyawan bagian K3 dengan koordinasi terlebih
dahulu dengan operator yang ada di control room. Detektor yang ada di PLTU
terhubung dengan alarm dan sprinkler. Sehingga ketika detector mendeteksi
adanya kejadian kebakaran, penanggulangan dapat dilakukan dengan segera.
Karena alarm terhubung dengan detektor dan sprinkler, maka untuk pengetesan
fungsi alat proteksi tersebut dilaksanakan secara bersamaan. Untuk pengetesan
detektor disesuaikan dengan tipe detektor. Terdapat detektor yang terpasang di
area turbine floor. detektor yang ada yaitu heat detector sebanyak 16 buah. Jadi
jumlah detektor yang ada di area turbine floor yaitu 16 buah.
Tabel 5.49 Tingkat Pemenuhan Detektor per Elemen Pertanyaan di Area Turbine
Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010
No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan
Sesuai Tidak Sesuai
1. Terdapat sistem pendeteksian dini
terhadap bahaya kebakaran
Terdapat 16 buah detektor yang
terpasang di area turbine floor.
100 % 0 %
2. Pada atap datar, detektor dipasang pada
jarak lebih dari 10 cm dari dinding
Jarak dari detektor ke dinding
adalah 2-3 m dari dinding
100 % 0 %
3. Jarak antar detector maksimal 9,1 m
sesuai rekomendasi pabrik pembuatnya
Jarak antar detektor yaitu 2–4 m. 100 % 0 %
4. Sensor dalam keadaan bersih tidak dicat Sensor detektor tidak terhalang
benda lain termasuk cat.
100 % 0 %
5. Detektor tidak boleh dipasang dalam
jarak kurang dari 1,5 m dari AC
Tidak terdapat detektor yang
terpasang di control room
100 % 0 %
6. Setiap kelompok sistem tidak boleh
dipasang ≥20 buah detektor asap
Tidak terdapat detektor asap di area
turbine floor.
100 % 0 %
173
No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan
Sesuai Tidak Sesuai
7. Setiap kelompok sistem tidak boleh
dipasang ≥20 buah detektor nyala
Tidak terdapat detektor nyala di
area turbine floor.
100 % 0 %
8. Setiap kelompok sistem tidak boleh
dipasang ≥40 buah detektor panas
Terdapat 16 buah heat detektor di
area turbine floor.
100 % 0 %
Tingkat Pemenuhan Detektor 100 %
Berdasarkan tabel 5.49 area turbine floor memiliki tingkat pemenuhan
detektor sebesar 100 %. Hal tersebut menunjukan bahwa detektor yang ada di
area turbine floor telah memenuhi semua komponen. Di area turbine floor
terdapat 16 buah detektor yang terpasang dengan rincian heat detectorsebanyak
16 buah yang terletak pada mesin burner. Tidak terdapat flame detector dan
smoke detector mengikuti kondisi lapangan yang ada di area ini. Jarak antar
detektor berkisar antara 2-4 m, sedangkan untuk jarak detektor ke dinding
berkisar antara 2-3 m. berdasarkan pemeriksaan, sensor detektor berada dalam
kondisi baik sehingga ketika pengetesan dilakukan detektor dapat mendeteksi
bahaya kebakaran sesuai dengan jenisnya.
5. Hidran
Berdasarkan hasil observasi lapangan dan wawancara dengan karyawan, jenis
hidran yang ada di area PLTU merupakan jenis hidran gedung dan hidran
halaman. Sedangkan tipe hidran yang digunakan yaitu hidran dengan kunci katub
dan model macino serta ulir. Untuk hidran gedung PT PJB UP Muara Karang
menggunakan hidran kelas 2 yang memiliki selang berdiameter 1.5 in. dan
174
panjangnya 30 m. Sedangkan untuk hidran halaman, PT PJB UP Muara Karang
menggunakan hidran kelas 1 yang memiliki selang dengan diameter 2.5 in dan
panjang 30 m serta disediakan selang tambahan sepanjang 20 m.Untuk
pengetesan fungsi hidran dilakukan setiap 3 bulan sekali secara rutin. Pengetesan
fungsi hidran dilakukan oleh karyawan bagian K3 yang meliputi: pemeriksaan
nozzle dari sumbatan dan kebocoran. Untuk menjaga tekanan air digunakan
sumber AC listrik, dan diesel. Sedangkan sumber air disimpan dalam “fire water
tank” dengan kapasitas 9000 L.
Hidran Gedung
Terdapat 19 buah hidran gedung tipe machine dan ulir. Hidran tersebut
terpasang menempel pada dinding ruangan di sekitar mesin-mesin produksi.
Hidran diletakan di setiap lantai pada 2 buah mesin boiler setinggi 7 lantai dan 5
hidran gedung lainnya menempel di ruangan sekitar mesin turbine dan
generator.
Tabel 5.50 Tingkat Pemenuhan Hidran Gedung per Elemen Pertanyaan di area
Turbine Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010
No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan
Sesuai Tidak Sesuai
1. Tersedianya hidran gedung Terdapat hidran gedung sebanyak 19
buah di area turbine floor
100 % 0 %
2. Kotak hidran gedung harus
mudah dibuka, dilihat,
dijangkau, dan tidak terhalang
oleh benda lain
Hidran gedung yang ada menempel
pada dinding area dan tidak
terhalang benda lain. Pintu kotak
hidran mudah dibuka.
100 % 0 %
175
No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan
Sesuai Tidak Sesuai
3. Semua peralatan hidran dicat
merah & kotak hidran berwarna
merah bertuliskan “HIDRAN”
yang dicat putih
Seluruh hidran gedung dicat merah
dengan tulisan HIDRAN warna
putih
100 % 0 %
4. Terdapat petunjuk penggunaan
yang dipasang ditempat yang
mudah dilihat.
Tidak terdapat petunjuk cara
penggunaan hidran
0 % 100 %
5. Nozzle harus sudah dipasang
pada slang kebakaran.
Seluruh nozzle hidran gedung belum
terpasang pada selang kebakaran
0 % 100 %
6. Hidran dalam keadaan siap
digunakan
Berdasarkan pemeriksaan visual
hidran siap untuk digunakan
100 % 0 %
7. Terdapat kelengkapan hidran:
slang, kopling, nozzle, keran
pembuka
Di dalam kotak hidran terdapat
selang, kopling, nozzle serta keran
pembuka
100 % 0 %
8. Dilakukan uji operasional dan
kelengkapan komponen hidran
setiap 1 tahun sekali
Dilakukan pemeriksaan hidran
secara rutin 3 bulan sekali.
100 % 0 %
9. Sumber persediaan air untuk
hidran harus diperhitungkan
minimum untuk pemakaian
selama 30 menit
Sumber air untuk hidran berasal dari
air di water fire tank dengan
kapasitas 9000 L dan dilengkapi
dengan alarm yang berbunyi apabila
kapasitas air < 6000 L.
100 % 0 %
10. Selang berdiameter 1,5 inch dan
panjangnya minimal 30 m
Seluruh selang hidran gedung di
area turbine floor berdiameter 1,5
inch dan panjang 30 m.
100 % 0 %
Tingkat Pemenuhan Hidran Gedung 80 %
176
Berdasarkan tabel 5.50 area turbine floor memiliki tingkat pemenuhan hidran
gedung sebesar 80 %. Di area turbine floor terdapat 8 buah hidran gedung yang
menempel pada dinding di area tersebut. Hidran tersebut mudah dilihat serta
dijangkau dan pintu kotak hidran dapat dibuka dengan mudah. Terdapat 19 buah
hidran yang diletakan di setiap lantai pada 2 boiler setinggi 7 lantai, sedangkan
hidran lainnya terletak di sekitar mesin-mesin lain. Pemeriksaan secara visual
menunjukan bahwa hidran siap untuk digunakan. Pemeriksaan rutin hidran
dilakukan 3 bulan sekali. Terdapat komponen yang lengkap di dalam kotak
hidran yang dicat warna merah dengan tulisan HIDRAN berwarna putih.
Komponen tersebut meliputi selang dengan diameter 1.5 inch dan panjang 30 m,
kopling, nozzle dan keran pembuka.
Sedangkan sumber persediaan untuk penggunaan hidran berasal dari air laut
yang telah di desalisasi dan dialirkan ke water fire tank dengan kapasitas 9000L
yang khusus disediakan untuk sumber persedian air bagi alat proteksi kebakaran.
Tangki tersebut tidak boleh kosong, ketika kapasitas air kurang dari 6000L maka
secara otomatis alarm akan berbunyi. Namun tidak terdapat petunjuk tata cara
penggunaan hidran dan nozzle belum terpasang pada selang.
Hidran Halaman
Tidak terdapat hidran halaman di area ini. Turbine floor merupakan area
yang terletak di atas area mezzanine floor. Maka tidak perlu melakukan
pemeriksaan hidran halaman di area ini.
177
5.4.5.2 Sarana Penyelamat Jiwa
Tabel 5.51 Tingkat Pemenuhan Rata-Rata Sarana Penyelamat Jiwa Di Area
Turbine Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010
NO. KOMPONEN TINGKAT PEMENUHAN
1. Petunjuk jalan keluar 100 %
2. Sarana jalan keluar 100 %
3. Pintu darurat 85.71 %
4. Tangga darurat 0 %
5. Penerangan darurat 75 %
6. Tempat berhimpun 100 %
JUMLAH 76.78 %
Berdasarkan tabel 5.51, hasil pemeriksaan komponen-komponen sarana
penyelamat jiwa yang ada di area turbine floor mendapat tingkat pemenuhan
sebesar 76.78 %. Berikut uraian hasil yang didapat di area turbine floor PLTU
PT PJB UP Muara Karang:
1. Petunjuk jalan keluar
Berdasarkan hasil observasi di lapangan, di area turbine floor terdapat
petunjuk jalan keluar baik yang berupa tanda panah berwarna hijau sehingga
dapat menyala dalam keadaan gelap maupun tulisan “EXIT” yang mana terdapat
lampu darurat untuk meneranginya. Jadi ketika terjadi “trip” akibat kebakaran,
karyawan tetap dapat melihat tanda petunjuk arah sehingga dapat keluar menuju
tempat berhimpun. Lampu yang digunakan untuk menerangi tulisan “EXIT”
memiliki 2 sumber yaitu listrik yang dihasilkan sendiri dan diesel. Petunjuk-
178
petunjuk jalan keluar diletakan di setiap tempat dimana terdapat karyawan
bekerja atau tempat yang biasa dilalui oleh karyawan.
Tabel 5.52 Tingkat Pemenuhan Petunjuk Jalan Keluar per Elemen Pertanyaan di
Area Turbine Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010
No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan
Sesuai Tidak Sesuai
1. Terdapat petunjuk arah jalan
keluar
terdapat petunjuk arah jalan keluar,
baik yang berupa papan petunjuk arah
dengan tanda panah ataupun tulisan
“EXIT” di area turbine floor
100 % 0 %
2. Petunjuk arah diberikan
penerangan dari sumber daya
listrik darurat
papan petunjuk arah dengan tanda
panah ataupun tulisan “EXIT” yang
diberi sumber pencahayaan lampu yang
memiliki 2 sumber listrik.
100 % 0 %
3. Petunjuk jalan keluar jalan
keluar berupa papan bertulis
kan “EXIT” atau dengan
panah petunjuk arah jalan
terdapat petunjuk arah dengan tanda
panah ataupun tulisan “EXIT” di area
turbine floor
100 % 0 %
4. Rambu dipasang di tempat
yang mudah terlihat atau
dekat dengan pintu
keluar/pintu kebakaran
(KEPMEN PU
No.10/KPTS/2000)
Di area turbine floor, tanda panah
petunjuk arah diletakan di sepanjang
sarana jalan keluar dan tempat-tempat
dimana terdapat karyawan. Untuk
petunjuk jalan keluar yang berupa
tulisan “EXIT” di dekat tiap-tiap pintu
keluar yang ada di setiap bangunan.
100 % 0 %
Tingkat Pemenuhan Petunjuk Jalan Keluar 100 %
179
Berdasarkan tabel 5.52 area turbine floor memiliki tingkat pemenuhan
petunjuk jalan keluar sebesar 100 %. Hal tersebut menunjukan bahwa petunjuk
jalan keluar yang berada di area turbine floorsudah sesuai dengan NFPA 101 dan
Kepmen PU No.10/KPTS/2000. Petunjuk jalan keluar yang berupa tulisan
“EXIT” yang diberi sumber pencahayaan diletakan di setiap bagian atas
bangunan di dekat tangga turun dan pintu keluar, kemudian petunjuk jalan keluar
yang berupa tanda panah petunjuk arah diletakan di dinding sepanjang sarana
jalan keluar dan tempat-tempat dimana terdapat karyawan.
Untuk mencapai tempat berhimpun terdapat papan penunjuk jalan yang
berupa arah panah dan tulisan di luar bangunan yang menunjukan arah tempat
berhimpun. Sumber energy untuk menyalakan petunjuk jalan keluar yang berupa
tulisan “EXIT” berasal dari AC listrik. namun apabila listrik tersebut mati akan
segera digantikan oleh sumber energi cadangan yaitu diesel.
2. Sarana jalan keluar
Turbine floor adalah area dengan luas 4,027.25 m2. Tidak terdapat karyawan
yang menetap bekerja di area ini. Karyawan hanya sesekali datang untuk
mengecek panel local mesin atau pemeliharaan mesin dan alat proteksi
kebakaran. Terdapat 4 buah sarana jalan keluar di area ini dengan lebar antara2-
2.5 m yang letaknya berjauhan antara 15.05 – 22.25 m menuju tangga turun ke
area ground floor atau pintu keluar ke area office lantai 2. Untuk jarak maksimal
yang dapat ditempuh untuk menuju exit adalah 22.5 m.
180
Tabel 5.53 Tingkat Pemenuhan Sarana Jalan Keluar per Elemen Pertanyaan di area
Turbine Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010
No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan
Sesuai Tidak Sesuai
1. Terdapat sarana jalan keluar Terdapat sarana jalan keluar di area
turbine floor
100 % 0 %
2. Lebar minimal jalan keluar adalah 2 m Jalan keluar yang ada di area turbine
floor memiliki lebar 2-2.5 m
100 % 0 %
3. Jumlah jalan keluar terdapat lebih dari
1 dan letaknya berjauhan
Terdapat 5 buah jalan keluar yang
telaknya berjauhan dan berbeda
arah.
100 % 0 %
4. Jarak ke exit tidak melebihi 200 ft (61
m) atau 250 ft (76 m) pada bangunan
yang telah dilengkapi sprinkler
Jarak maksimal ke exit adalah 22.25
m.
100 % 0 %
5. Jarak antar eksit tidak boleh lebih dari
60 m
Jarak antar exit yang ada di area ini
adalah antara 15.05-22.25m
100 % 0 %
6. Sarana jalan keluar harus bebas dan
tidak terhalang benda apapun
Tidak terdapat benda di sepanjang
jalan keluar menuju exit.
100 % 0 %
Tingkat Pemenuhan Sarana Jalan Keluar 100 %
Berdasarkan tabel 5.53 area turbine floor memiliki tingkat pemenuhan sarana
jalan keluar sebesar 100 %. Hal tersebut menunjukan bahwa sarana jalan keluar
yang ada di area turbine floor sudah sesuai dengan NFPA 101. Sarana jalan
keluar yang terdapat di area ini terdapat 6 buah dengan jarak antar exit yang
berjauhan yaitu antara 15.05-22-25 m. Terdapat karyawan yang bekerja menetap
di area ini yang berada di control room 4,5. Jarak maksimal yang dapat ditempuh
dari semua bagian ruangan di area turbine floor adalah 22.25 m dan tidak
181
terdapat benda sepanjang jalan keluar yang menghalangi karyawan untuk
mencapai exit yang berupa tangga menuju area mezzanine floor ataupun pintu ke
area office lantai 3.
3. Pintu darurat
Berdasarkan hasil observasi di lapangan, area turbine floor memiliki pintu
darurat yang terhubung ke area office lantai 3. Pintu tersebut selalu dalam
keadaan tidak terkunci dan dapat menutup secara otomatis. Pintu ini selalu
dibuka setiap harinya sebagai sarana aktifitas di area tersebut dan terhubung
langsung dengan jalan umum. Pintu ini memiliki kriteria yang sama dengan pintu
darurat yaitu tahan kebakaran, dapat menutup sendiri dapat dibuka tanpa
menggunakan kunci, dll.
Tabel 5.54 Tingkat Pemenuhan Pintu Darurat per Elemen Pertanyaan di Area
Turbine Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010
No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan
Sesuai Tidak Sesuai
1. Terdapat pintu kebakaran
darurat
Terdapat pintu yang tahan api yang selalu tidak
terkunci dan dapat menutup secara otomatis
serta terhubung langsung dengan halaman luar.
100 % 0 %
2. Ukuran pintu L: 90-120 cm,
T: 210 cm
Pintu memiliki lebar 110 cm dan tinggi 210 cm 100 % 0 %
3. Bebas hambatan Tidak terdapat benda yang menghalangi pintu 100 % 0 %
4. Pintu dapat tertutup sendiri Pintu dapat menutup secara otomatis 100 % 0 %
5. Digunakan khusus pada saat
keadaan darurat
Para karyawan menggunakan pintu tersebut
untuk keluar masuk area setiap harinya.
0 % 100 %
182
No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan
Sesuai Tidak Sesuai
6. Pintu dapat dibuka tanpa anak
kunci
Pintu selalu dalam keadaan tidak terkunci 100 % 0 %
7. Pintu darurat berhubungan
langsung dengan jalan keluar
Pintu terhubung langsung dengan halaman luar 100 % 0 %
Tingkat Pemenuhan Pintu Darurat 85. 71 %
Berdasarkan tabel 5.54, pintu darurat yang berada di area turbine floor
memiliki tingkat pemenuhan sebesar 85.71 %. Terdapat pintu pintu yang tahan
api yang selalu dalam keadaan tidak terkunci dan dapat menutup secara otomatis
serta terhubung langsung dengan halaman luar. pintu tersebut memiliki lebar 110
cm dan tinggi 210 cm dan tidak terdapat benda yang menghalangi pintu. Namun
para karyawan menggunakan pintu tersebut untuk keluar masuk area setiap
harinya.
4. Tangga darurat
Berdasarkan hasil observasi di area turbine floor tidak terdapat tangga yang
secara khusus dipersiapkan sebagai tangga darurat. Karyawan menggunakan
semua tangga yang ada ketika bekerja setiap harinya. Maka hal ini tidak sesuai
dengan standar NFPA 101 tentang safety code life.
5. Penerangan darurat
Berdasarkan hasil observasi di lapangan, area turbine floor sudah memiliki
penerangan darurat. Lampu penerangan darurat tersebut diletakan di sepanjang
183
jalan keluar dan di tempat-tempat di mana biasanya terdapat karyawan. Lampu
penerangan darurat tersebut memiliki baterai cadangan, dengan stop kontak yang
menyambung pada sumber listrik sehingga ketika terjadi “trip“ akibat kebakaran,
lampu akan menyala secara otomatis.
Berdasarkan pengetesan, lampu tersebut dapat bertahan menyala selama 8
jam dengan baterai dan langsung menyala ketika dicabut dari stop kontak.
Setelah diukur dengan menggunakan luxmeter kekuatan cahaya pada penerangan
darurat adalah 20 lux. Namun seluruh penerangan darurat yang ada di PLTU
berwarna putih. Selain itu di PLTU PT PJB UP Muara Karang, lampu-lampu
yang ada memiliki 2 sumber penerangan yaitu AC listrik dan diesel. Sehingga
ketika listrik padam, secara otomatis lampu akan menggunakan diesel. Hal
tersebut dikarenakan penerangan sangatlah penting untuk kelangsungan proses
produksi.
Tabel 5.55 Tingkat Pemenuhan Penerangan Darurat per Elemen Pertanyaan di Area
Turbine Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010
No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan
Sesuai Tidak Sesuai
1. Tersedia penerangan darurat dari
sumber aliran listrik darurat
Terdapat 2 sumber listrik berbeda
yaitu AC listrik dan batterai
100 % 0 %
2. Lampu penerangan berwarna
kuning orange/kuning
Seluruh lampu berwarna putih 0 % 100 %
3. Lampu penerangan darurat
memiliki kekuatan minimal 10
lux
Untuk lampu darurat yang ada
memiliki kekuatan sebesar 20 lux
100 % 0 %
184
No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan
Sesuai Tidak Sesuai
4. Penempatan lampu darurat denga
n baik sehingga bila satu lampu
mati tidak akan menyebabkan
gelap
Lampu di letakan sepanjang jalan
keluar menuju exit
100 % 0 %
Tingkat Pemenuhan Penerangan Darurat 75 %
Berdasarkan tabel 5.55 area turbine floor memiliki tingkat pemenuhan
penerangan darurat sebesar 75 %. Hal tersebut menunjukan bahwa penerangan
darurat yang ada di area turbine floor masih terdapat kekurangan yang belum
sesuai dengan NFPA 101. Untuk lampu darurat diletakan di sepanjang sarana
jalan keluar dan memiliki baterai cadangan yang di charge ketika AC listrik
berjalan normal. Dan seluruh penerangan yang ada di area PLTU memiliki
sumber aliran listrik yang berbeda yaitu dari AC listrik dan diesel. Lampu darurat
yang ada berwarna putih dan memiliki kekuatan sebesar 20 lux.
6. Tempat berhimpun
Berdasarkan hasil observasi di lapangan, PLTU PT PJB UP Muara Karang
memiliki tempat berhimpun 1 yang terletak tepat di depan gedung office.
Menurut salah satu pihak K3, tempat berhimpun berada di depan gedung office.
Tempat berhimpun tersebut memiliki luas 100 m2 dan terdapat papan yang
menunjukan letak tempat berhimpun. Jumlah keseluruhan karyawan yang
bekerja setiap harinya di area-area PLTU adalah 108 orang.
185
Tabel 5.56 Tingkat Pemenuhan Tempat Berhimpun per Elemen Pertanyaan di
Area Turbine Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010
No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan
Sesuai Tidak Sesuai
1. Tersedia tempat berhimpun
setelah evakuasi
Terdapat tempat berhimpun yang terletak di
depan area office
100 % 0 %
2. Tersedia petunjuk tempat
berhimpun
Terdapat petunjuk mengarah ke arah tempat
berhimpun
100 % 0 %
3. Luas tempat berhimpun
sesuai dengan minimal 0.3
m2/orang
Tempat berhimpun yang ada memiliki luas 100
m2 dan sesuai dengan jumlah orang yang bekerja
di PLTU PT PJB UP Muara Karang
100 % 0 %
4. Kondisi tempat berhimpun
aman
Tempat berhimpun berada dalam kondisi aman
dan bebas dari bahan berbahaya.
100 % 0 %
Tingkat Pemenuhan Tempat Berhimpun 100 %
Berdasarkan tabel 5.56, area turbine floor memiliki tingkat pemenuhan
sebesar 100 %. Maka seluruh tempat berhimpun yang ada di area PLTU adalah
sesuai dengan standar NFPA 101 tentang safety code life.Terdapat tempat
berhimpun untuk seluruh area-area yang ada di PLTU PT PJB UP Muara
Karang. Tempat berhimpun tersebut terletak di depan area office dengan luas
100 m2 yang diberi line menggunakan cat warna kuning. Penempatan tempat
berhimpun diletakan di depan area office karena tidak terdapat lahan yang cukup
aman di area-area lainnya.Luas tempat berhimpun sudah sesuai dengan standar
NFPA 101, karena jumlah karyawan yang bekerja di setiap area setiap harinya
adalah sebagai berikut:
186
1. Area Desalination Plant : 3 orang
2. Area Turbine Floor : 12 orang
3. Area Office : 82 orang
4. Area Gudang : 5 orang
Jumlah : 102 orang
5.3.5.3 Rata-Rata Tingkat Pemenuhan Sistem Tanggap Darurat Kebakaran Di
Area Turbine Floor PLTU
Tabel 5.57 Rata-rata Tingkat Pemenuhan Manajemen Tanggap Darurat di Area
Turbine Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010
No Komponen Presentase Tingkat
Pemenuhan
1 Manajemen Tanggap Darurat 88.88 %
2 Sarana Proteksi Aktif 94.04 %
3 Sarana Penyelamat Jiwa 76.78 %
Rata-rata 86.56 %
Berdasarkan tabel 5.57 rata-rata tingkat pemenuhan sistem tanggap darurat di
area turbine floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010 adalah 86.56 %
yaitu Baik (B) dimana semua komponen sistem proteksi kebakaran berfungsi
sempurna, sehingga gedung dapat digunakan secara optimum, dimana para
pemakai gedung dapat melakukan kegiatannya dengan mendapat perlindungan
dari kebakaran yang baik.
100 m2/0.3 m2 = 333.33 (333 orang)
187
5.3.6 Office
5.3.6.1 Sarana Proteksi Aktif
Tabel 5.58 Tingkat Pemenuhan Rata-Rata Sarana Proteksi Aktif Di Area Office
PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010
NO. KOMPONEN TINGKAT PEMENUHAN
1. APAR 100 %
2. APAB 100 %
3. Alarm 85.71 %
4. Sprinkler 0 %
5. Detektor 100 %
6. Hidran Gedung 0 %
7. Hidran Halaman 0 %
JUMLAH 55.10 %
Berdasarkan tabel 5.58, hasil pemeriksaan area office mendapat tingkat
pemenuhan sebesar 55.10 %. Berikut uraian hasil sarana proteksi yang didapat
di area office PLTU PT PJB UP Muara Karang:
1. APAR dan APAB
APAR
APAR yang disediakan pada area office ini terdiri dari jenis DCP dengan
berat 2,7kg sebanyak 2 buah, 3kg sebanyak 6 buah, 5kg sebanyak 3 buah, berat
6kg sebanyak 3 buah dan 9kg sebanyak 1 buah. Sedangkan untuk jenis CO2
dengan berat 15lb (6.8 kg) sebanyak 3 buah, 4.5 kg sebanyak 1 buah dan 2.2 kg
sebanyak 1 buah. Jadi jumlah APAR yang di sediakan di area office adalah 20
buah.
188
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara, pemeliharaan APAR dilakukan
sebulan sekali meliputi kondisi nozzle, draft pressure indicator (manometer),
segel, apakah ada karat atau tidak dan penimbangan berat APAR yang dilakukan
oleh petugas K3. Untuk pengisian ulang biasanya dilakukan ketika ada APAR
yang kadaluarsa, bahkan sebagian APAR yang kadaluarsa ini dimanfaatkan
digunakan dalam latihan pemadaman kebakaran.
Tabel 5.59 Tingkat Pemenuhan APAR per Elemen Pertanyaan di Area Office
PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010
No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan
Sesuai Tidak Sesuai
1. Pada APAR terdapat klasifikasi
kebakaran yang sesuai dengan
jenis kebakaran
Terdapat APAR tipe DCP untuk
memadamkan jenis kebakaran A, B, C.
100 % 0 %
2. Jumlah APAR berdasarkan luas
bangunan
Area sebaiknya memiliki APAR yang
berjumlah 1 buah. Sedangkan APAR yang
disediakan untuk area office adalah 20 buah.
100 % 0%
3. Sebelum dipakai segel
pengaman harus dalam keadaan
baik dan penutup tabung
terpasang kuat
Segel yang terpasang pada seluruh APAR
yang berada di area office berada dalam
keadaan baik dan penutup tabung terpasang
kuat.
100 % 0%
4. Lubang penyemprot tidak
tersumbat dan slang tahan
tekanan tinggi serta tidak bocor
Berdasarkan pengecekan bersama pihak K3
lubang penyemprot tidak tersumbat ataupun
bocor dan tahan tekanan tinggi.
100 % 0%
5. Bahan baku pemadam dalam
keadaan baik dan tidak lewat
masa berlakunya
Berdasarkan pemeriksaan manometer
APAR jenis DCP dan kartu pemeriksaan
menunjukan APAR dalam kondisi baik dan
tidak lewat masa berlakunya.
100 % 0%
189
No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan
Sesuai Tidak Sesuai
6. APAR ditempatkan di lokasi
yang mudah terlihat, mudah
dijangkau dan letaknya tidak
terhalangi oleh benda lain
APAR-APAR diletakan di dekat mesin-
mesin produksi serta sepanjang jalan yang
dilalui oleh karyawan. Sehingga mudah
dijangkau dan terlihat.
100 % 0%
7. Apar diletakan di sepanjang
jalan yang biasa dilalui
termasuk jalan keluar di area
APAR-APAR diletakan di sepanjang jalan
yang dilalui oleh karyawan termasuk jalan
untuk keluar area.
100 % 0%
8. Isi tabung gas sesuai dengan
tekanan yang dipergunakan dan
dijaga tetap penuh serta dapat
dioperasikan
Setelah dilakukan pengecekan pada
manometer APAR, jarum berada pada bar
hijau yang menunjukan isi tabung gas sesuai
dengan tekanan dan dapat dioperasikan
dengan baik.
100 % 0%
9. APAR yang memiliki cabinet
(lemari) tidak boleh dikunci
Seluruh APAR yang diletakan dalam lemari
berada dalam kondisi tidak terkunci
100 % 0%
10. APAR di cabinet harusdiletakan
sedemikian rupa sehingga
instruksi operasi pemadaman
dapat terlihat dari depan
Instruksi cara pemakaian menempel pada
bagian depan dinding tabung. Sehingga
ketika membuka cabinet instruksi tersebut
dapat segera terlihat.
100 % 0%
11. Jarak antar APAR maksimal
(75 ft) 6.97 m
Jarak antar APAR antara 2-4 m 100 % 0%
12. Terdapat cara dan petunjuk
pengoperasian dengan jelas di
bagian depan APAR
Terdapat petunjuk intruksi cara
pengoperasianya yang tertempel di seluruh
bagian depan APAR.
100 % 0%
13. Pemasangan dihindari dari
bahaya fisik
Seluruh APAR diletakan di dalam cabinet
dan rak.
100 % 0%
14. APAR dengan berat ≥ 40 lb
sebaiknya dipasang setinggi
≤3,5 ft (1.07m) diatas lantai.
APAR dengan berat ≥ 18.14 kg memiliki
tinggi antara 60-100 cm.
100 % 0%
190
No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan
Sesuai Tidak Sesuai
15. Sedangkan APAR dengan berat
≤ 40 lb (18.14 kg) sebaiknya
dipasang kurang dari dari 5ft
(1,53m) diatas lantai.
APAR dengan berat ≤ 18.14 kg yang
diletakan di rak memiliki tinggi antara 40-60
cm
100 % 0%
16. Tekanan regulator pada APAR
sebaiknya diperiksa tiap tahun
untuk mengetahui tekanan
outlet statis dan laju alir
Tekanan pada manometer APAR diperiksa
setiap satu bulan sekali
100 % 0%
17. Jarak dari bagian bawah APAR
ke lantai tidak melebihi 4 in
(102 mm)
Jarak bagian bawah ke APAR adalah 20 cm. 100 % 0%
Tingkat Pemenuhan APAR 100 %
Berdasarkan tabel 5.59 APAR di area office memiliki tingkat pemenuhan
sebesar 100 %. Area office dengan luas 836.6 m2 memiliki potensi kebakaran
tipe A, B, C, maka hal tersebut telah sesuai dengan standar karena APAR yang
disediakan di area ini merupakan APAR yang dapat memadamkan kebakaran
jenis A, B dan C. Berdasarkan perhitungan jumlah kebutuhan APAR, area office
hanya membutuhkan 1 buah APAR. Sedangkan APAR yang tersedia berjumlah
20 buah. APAR diperiksa setiap 1 bulan sekali oleh perwakilan pihak K3.
Pemeriksaan tersebut mencakup kondisi nozzle, draft pressure indicator
(manometer), segel, apakah ada karat atau tidak dan penimbangan berat APAR
yang dilakukan oleh petugas K3.
Untuk pengisian ulang biasanya dilakukan ketika ada APAR yang kadaluarsa
berdasarkan kartu cek APAR. Ketika dilakukan pemeriksaan kondisi APAR
191
dalam keadaan baik dengan cara mengecek secara visual kondisi nozzle (lubang
penyemprot) dari sumbatan dan kebocoran, kesesuaian bahan baku dan masa
kadaluarsa APAR dengan cara mengecek manometer APAR tipe DCP dan
penimbangan APAR tipe CO2.Seluruh APAR diletakan di rak dan cabinet
sepanjang jalan yang biasa dilewati oleh karyawan termasuk jalur jalan keluar
sehingga mudah dilihat dan dijangkau. APAR yang diletakan di dalam cabinet
berada dalam keadaan tidak terkunci. Jarak antar APAR yang ada di area office
berkisar antara 2-4 m. APAR yang ada terletak dengan tinggi 40-60 cm untuk
APAR dengan berat kurang dari18.14 kg dan 60-100 cm untuk APAR dengan
berat lebih dari 18.14 kg. untuk jarak bagian bawah APAR ke lantai mencapai 20
cm.
APAB
Sedangkan APAB diletakan untuk area-area produksi dimana terdapat area
yang berbahaya dengan personel yang sedikit. Tidak terdapat APAB di area ini,
hal ini dikarenakan jumlah karyawan yang bekerja paling banyak dibandingkan
area-area lainnya yaitu 82 orang.
2. Alarm
Berdasarkan hasil observasi dan data sekunder, PT PJB UP Muara Karang
sudah memiliki alarm yang terintegrasi dengan detektor. Alarm yang terdapat di
area-area PLTU ini adalah alarm kebakaran yang berupa audible dan visible
alarm. Sedangkan berdasarkan cara pengaktifannya, alarm yang terdapat di
PLTU yaitu alarm manual dan panel indikator kebakaran.
192
Untuk pengetesan fungsi alarm di PLTU, dilakukan setiap 3 bulan sekali
secara rutin yang digabung dengan pemeriksaan detektor. Pemeriksaan ini
dilakukan oleh karyawan unit K3 yang meliputi pemeriksaan panel penujuk
alarm, lampu-lampu, LED panel kebakaran dan annunciator, baterai tambahan,
bel, speaker dan amplifier serta power supply. Terdapat 3 buah alarm manual
dengan tipe pull down di area ini. Alarm tersebut diletakan di masing-masing
lantai. Sehingga memudahkan pegawai untuk menjangkaunya apabila terjadi
kebakaran. Area ini tidak terhubung dengan panel indicator kebakaran. Selain itu
karyawan yang bekerja setiap harinya berjumlah 82 orang.
Tabel 5.60 Tingkat Pemenuhan Alarm per Elemen Pertanyaan di Area Office
PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010
No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan
Sesuai Tidak Sesuai
1. Terdapat sistem alarm
kebakaran
Di area office terdapat alarm manual
yang bertipe pull down yang diletakan
di jalur keluar area.
100 % 0 %
2. Alarm dapat dilihat dengan
jelas
Alarm manual terlihat jelas dicat
warna merah menempel pada bagian
atas hidran ruangan serta terdapat
tanda petunjuk
100 % 0%
3. Alarm dalam kondisi baik dan
siap digunakan
Berdasarkan data sekunder alarm
dalam kondisi baik dan siap
digunakan.
100 % 0%
4. Alarm otomatis terhubung
dengan sprinkler
Tidak terdapat sprinkler. 0 % 100 %
193
No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan
Sesuai Tidak Sesuai
5. Terdapat energi cadangan
yang dapat menyalakan alarm
selama 30 detik
Menurut hasil wawancara PLTU
memiliki energy cadangan untuk
menyalakan alarm yaitu diesel.
100 % 0 %
6. Alarm diletakan pada lintasan
jalur keluar dengan tinggi 1,4
m
Alarm diletakan di jalur lintasan keluar
area.
100 % 0%
7. Jarak alarm tidak boleh lebih
dari 30 m dari semua bagian
bangunan
Alarm memiliki jarak maksimal 20 m
dari semua bagian area ground floor.
100 % 0%
Tingkat Pemenuhan Alarm 85.71 %
Berdasarkan tabel 5.60 area office memiliki tingkat pemenuhan alarm sebesar
85.71 %. Terdapat 3 buah alarm yang diletakan di setiap lantai area office dengan
tipe ifull down. Alarm berada di lintasan jalur keluar dengan tinggi 1.47 m dan di
cat menggunakan warna merah. Sehingga alarm tersebut dapat terlihat dengan
mudah. Berdasarkan data pemeriksaan alarm berada dalam kondisi baik dan siap
digunakan.
Pemeriksaan yang dilakukan meliputi: pemeriksaan panel penujuk alarm,
lampu-lampu, LED panel kebakaran dan annunciator, baterai tambahan, bel,
speaker dan amplifier serta power supply. Jarak maksimal dari semua bagian
ruangan untuk mencapai alarm adalah 20 m. Selain itu, PT PJB UP Muara
Karang memiliki sumber energy cadangan lainnya yaitu diesel untuk menyalakan
alarm apabila terjadi trip akibat kebakaran. Namun tidak terdapat sistem
194
sprinkler di area ini sehingga alarm tidak terhubung secara otomatis dengan
sprinkler.
3. Sprinkler
Tidak terdapat system sprinkler yang terpasang di area office.
4. Detektor
Untuk pengetesan fungsi detektor dilakukan 3 bulan sekali secara rutin.
Pemeriksaan dilakukan dengan cara pengetesan sesuai dengan jenis detektor
yang dilakukan oleh salah satu karyawan bagian K3 dengan koordinasi terlebih
dahulu dengan operator yang ada di control room. Detektor yang ada di PLTU
terhubung dengan alarm dan sprinkler. Sehingga ketika detektor mendeteksi
adanya kejadian kebakaran, penanggulangan dapat dilakukan dengan segera.
Terdapat detektor yang terpasang di area office. detektor yang ada yaitu heat
detector sebanyak 5 buah dan smoke detector 76 buah. Jadi jumlah detektor yang
ada di area office yaitu 86 buah.
Tabel 5.61 Tingkat Pemenuhan Detektor per Elemen Pertanyaan di Area Office
PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010
No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan
Sesuai Tidak Sesuai
1. Terdapat sistem pendeteksian dini
terhadap bahaya kebakaran
Terdapat 86 buah detektor yang
terpasang di area office.
100 % 0 %
2. Pada atap datar, detektor dipasang pada
jarak lebih dari 10 cm dari dinding
Jarak dari detektor ke dinding
adalah 2 m dari dinding
100 % 0 %
195
No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan
Sesuai Tidak Sesuai
3. Jarak antar detektor maksimal 9,1 m
atau sesuai rekomendasi dari pabrik
pembuatnya
Jarak antar detektor yaitu 1-2
m.
100 % 0 %
4. Sensor dalam keadaan bersih tidak
dicat
Sensor detektor tidak terhalang
benda lain termasuk cat.
100 % 0 %
5. Detektor tidak boleh dipasang dalam
jarak kurang dari 1,5 m dari AC
Detektor terpasang pada jarak 2
m dari AC
100 % 0 %
6. Setiap kelompok sistem tidak boleh
dipasang lebih dari 20 buah detektor
asap
Tidak terdapat detektor asap di
area office.
100 % 0 %
7. Setiap kelompok sistem tidak boleh
dipasang lebih dari 20 buah detektor
nyala
Tidak terdapat detektor nyala di
area office.
100 % 0 %
8. Setiap kelompok sistem tidak boleh
dipasang lebih dari 40 buah detektor
panas
Terdapat 28-29 buah heat
detector di area office.
100 % 0 %
Tingkat Pemenuhan Detektor 100 %
Berdasarkan tabel 5.61 area office memiliki tingkat pemenuhan detektor
sebesar 100 %. Hal tersebut menunjukan bahwa detektor yang ada di area office
telah memenuhi semua komponen. Di area office terdapat 86 buah detektor yang
terpasang dengan rincian heat detector sebanyak 5 buah yang terletak di ruang
dapur lantai 2 area office. Sedangkan untuk smoke detector berjumlah 28 buah di
lantai 1 dan masing-masing 29 buah di lantai 2 dan 3. Tidak terdapat flame
detector mengikuti kondisi lapangan yang ada di area ini. Jarak antar detektor
berkisar antara 2-4 m, sedangkan untuk jarak detektor ke dinding berkisar antara
196
2-3 m. berdasarkan pemeriksaan, sensor detektor berada dalam kondisi baik
sehingga ketika pengetesan dilakukan detektor dapat mendeteksi bahaya
kebakaran sesuai dengan jenisnya.
5. Hidran
Berdasarkan hasil observasi lapangan dan wawancara dengan karyawan PT
PJB UP Muara Karang, jenis hidran yang ada di area PLTU merupakan jenis
hidran gedung dan hidran halaman. Sedangkan tipe hidran yang digunakan yaitu
hidran dengan kunci katub dan model macino serta ulir. Untuk hidran gedung PT
PJB UP Muara Karang menggunakan hidran kelas 2 yang memiliki selang
berdiameter 1.5 in. dan panjangnya 30 m. Sedangkan untuk hidran halaman, PT
PJB UP Muara Karang menggunakan hidran kelas 1 yang memiliki selang
dengan diameter 2.5 in dan panjang 30 m serta disediakan selang tambahan
sepanjang 20 m.Untuk pengetesan fungsi hidran dilakukan setiap 3 bulan sekali
secara rutin. Pengetesan fungsi hidran dilakukan oleh karyawan bagian K3 yang
meliputi: pemeriksaan nozzle (mulut pancar) dari sumbatan dan kebocoran.
Untuk menjaga tekanan air digunakan sumber AC listrik, dan diesel. Sedangkan
sumber air disimpan dalam “fire water tank” dengan kapasitas 9000 L. Air
tersebut merupakan hasil penyulingan air laut.
Hidran Gedung
Tidak terdapat hidran gedung di area office. Menurut salah seorang pihak K3
hal tersebut dikarenakan alat proteksi lainnya sudah mencukupi untuk
memproteksi area office dari kejadian kebakaran.
197
Hidran Halaman
Tidak terdapat hidran halaman di area ini. Menurut salah seorang pihak K3
hal tersebut dikarenakan area office berada di samping area ground floor.
Sehingga apabila terjadi kebakaran dapat menggunakan hidran halaman area
geound floor.
5.3.6.2 Sarana Penyelamat Jiwa
Tabel 5.62 Tingkat Pemenuhan Rata-Rata Sarana Penyelamat Jiwa Di Area
Office PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010
NO. KOMPONEN TINGKAT PEMENUHAN
1. Petunjuk jalan keluar 100 %
2. Sarana jalan keluar 100 %
3. Pintu darurat 85.71 %
4. Tangga darurat 0 %
5. Penerangan darurat 75 %
6. Tempat berhimpun 100 %
JUMLAH 76.78 %
Berdasarkan tabel 5.62, hasil pemeriksaan komponen-komponen sarana
penyelamat jiwa yang ada di area office mendapat tingkat pemenuhan sebesar
76.78 %. Berikut uraian hasil yang didapat di area office PLTU PT PJB UP
Muara Karang:
1. Petunjuk jalan keluar
Berdasarkan hasil observasi di lapangan, di area office terdapat petunjuk jalan
keluar baik yang berupa tanda panah berwarna hijau sehingga dapat menyala
198
dalam keadaan gelap maupun tulisan “EXIT” yang mana terdapat lampu darurat
untuk meneranginya. Jadi ketika terjadi “trip” akibat kebakaran, karyawan tetap
dapat melihat tanda petunjuk arah sehingga dapat keluar menuju tempat
berhimpun. Lampu yang digunakan untuk menerangi tulisan “EXIT” memiliki 2
sumber yaitu listrik yang dihasilkan sendiri dan diesel. Petunjuk-petunjuk jalan
keluar diletakan di setiap tempat dimana terdapat karyawan bekerja atau tempat
yang biasa dilalui oleh karyawan.
Tabel 5.63 Tingkat Pemenuhan Petunjuk Jalan Keluar per Elemen Pertanyaan di
Area Office PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010
No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan
Sesuai Tidak Sesuai
1. Terdapat petunjuk arah jalan
keluar
terdapat petunjuk arah jalan keluar di area
office
100 % 0 %
2. Petunjuk arah diberikan
penerangan dari sumber daya
listrik darurat
Papan petunjuk arah yang diberi sumber
pencahayaan lampu yang memiliki 2
sumber listrik.
100 % 0 %
3. Petunjuk jalan keluar berupa
papan bertuliskan “EXIT”/den
gan panah petunjuk arah jalan
terdapat petunjuk arah dengan tanda panah
ataupun tulisan “EXIT” di area office
100 % 0 %
4. Rambu dipasang di tempat
yang mudah terlihat atau
dekat dengan pintu
keluar/pintu kebakaran
(KEPMEN PU
No.10/KPTS/2000)
Di area office, tanda panah petunjuk arah
diletakan di sepanjang sarana jalan keluar
dan tempat-tempat dimana terdapat
karyawan. Untuk petunjuk jalan keluar yang
berupa tulisan “EXIT” di dekat tiap-tiap
pintu keluar yang ada di setiap bangunan.
100 % 0 %
Tingkat Pemenuhan Petunjuk Jalan Keluar 100 %
199
Berdasarkan tabel 5.42 area office memiliki tingkat pemenuhan petunjuk
jalan keluar sebesar 100 %. Hal tersebut menunjukan bahwa petunjuk jalan
keluar yang berada di area officesudah sesuai dengan NFPA 101 dan Kepmen
PU No.10/KPTS/2000. Petunjuk jalan keluar yang berupa tulisan “EXIT”
yang diberi sumber pencahayaan diletakan di setiap bagian atas bangunan di
dekat tangga turun dan pintu keluar, kemudian petunjuk jalan keluar yang
berupa tanda panah petunjuk arah diletakan di dinding sepanjang sarana jalan
keluar dan tempat-tempat dimana terdapat karyawan.
Untuk mencapai tempat berhimpun terdapat papan penunjuk jalan yang
berupa arah panah dan tulisan di luar bangunan yang menunjukan arah
tempat berhimpun. Sumber energy untuk menyalakan petunjuk jalan keluar
yang berupa tulisan “EXIT” berasal dari AC listrik. namun apabila listrik
tersebut mati akan segera digantikan oleh sumber energi cadangan yaitu
diesel.
2. Sarana jalan keluar
Office adalah area dengan luas 930.6 m2 dengan jumlah karyawan bekerja
terbanyak setiap harinya yaitu 82 orang. Namun terkadang beberapa karyawan
pergi ke area-area lain untuk melakukan pengecekan. Terdapat 3 buah sarana
jalan keluar yang terletak di setiap lantai. Sarana jalan keluar memiliki lebar 2 m
dan jarak maksimal yang dapat ditempuh untuk mencapai exit yaitu 49.50 m.
200
Tabel 5.64 Tingkat Pemenuhan Sarana Jalan Keluar per Elemen Pertanyaan di
Area Office PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010
No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan
Sesuai Tidak Sesuai
1. Terdapat sarana jalan keluar Terdapat sarana jalan keluar di
area office
100 % 0 %
2. Lebar minimal jalan keluar adalah 2 m Jalan keluar yang ada di area
office memiliki lebar 2 m
100 % 0 %
3. Jumlah jalan keluar terdapat lebih dari
1 dan letaknya berjauhan
Terdapat 3 buah jalan keluar yang
berada di setiap lantai
100 % 0 %
4. Jarak ke exit tidak melebihi 200 ft (61
m) atau 250 ft (76 m) pada bangunan
yang telah dilengkapi sprinkler
Jarak maksimal ke exit adalah
49.5 m.
100 % 0 %
5. Jarak antar eksit tidak boleh lebih dari
60 m
Exit terdapat di setiap lantai
dengan jarak maksimal 49.5m.
100 % 0 %
6. Sarana jalan keluar harus bebas dan
tidak terhalang benda apapun
Tidak terdapat benda di sepanjang
jalan keluar menuju exit.
100 % 0 %
Tingkat Pemenuhan Sarana Jalan Keluar 100 %
Berdasarkan tabel 5.64 area office memiliki tingkat pemenuhan sarana jalan
keluar sebesar 100 %. Hal tersebut menunjukan bahwa sarana jalan keluar yang
ada sudah sesuai dengan NFPA 101. Sarana jalan keluar yang terdapat di area ini
terdapat 3 buah yang terletak di setiap lantai. jumlah karyawan yang bekerjadi
area ini adalah yang terbanyak setiap harinya yaitu 82 orang. Namun terkadang
beberapa karyawan pergi ke area-area lain untuk melakukan pengecekan. Jarak
maksimal yang dapat ditempuh dari semua bagian ruangan di area office adalah
201
49.5 m dan tidak terdapat benda sepanjang jalan keluar yang menghalangi
karyawan untuk mencapai halaman luar area.
3. Pintu darurat
Berdasarkan hasil observasi di lapangan, area office memiliki pintu darurat di
setiap lantainya. Namun para karyawan menggunakan pintu tersebut untuk
keluar masuk area setiap harinya. Pintu ini selalu dibuka setiap harinya sebagai
sarana aktifitas di area tersebut dan terhubung langsung dengan jalan umum.
Pintu ini memiliki kriteria yang sama dengan pintu darurat yaitu tahan
kebakaran, dapat menutup sendiri dapat dibuka tanpa menggunakan kunci, dll.
Tabel 5.65 Tingkat Pemenuhan Pintu Darurat per Elemen Pertanyaan di Area
Office PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010
No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan
Sesuai Tidak Sesuai
1. Terdapat pintu kebakaran
darurat
Terdapat pintu yang tahan api yang selalu tidak
terkunci dan dapat menutup secara otomatis
serta terhubung langsung dengan halaman luar.
100 % 0 %
2. Ukuran pintu L: 90-120
cm, T: 210 cm
Pintu memiliki lebar 110 cm dan tinggi 210 cm 100 % 0 %
3. Bebas hambatan Tidak terdapat benda yang menghalangi pintu 100 % 0 %
4. Pintu dapat tertutup sendiri Pintu dapat menutup secara otomatis 100 % 0 %
5. Digunakan khusus pada
saat keadaan darurat
Para karyawan menggunakan pintu tersebut
untuk keluar masuk area setiap harinya.
0 % 100 %
6. Pintu dapat dibuka tanpa
anak kunci
Pintu selalu dalam keadaan tidak terkunci 100 % 0 %
202
No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan
Sesuai Tidak Sesuai
7. Pintu darurat berhubungan
langsung dengan jalan
keluar/halaman luar
Pintu terhubung langsung dengan halaman luar 100 % 0 %
Tingkat Pemenuhan Pintu Darurat 85. 71 %
Berdasarkan tabel 5.65, pintu darurat yang berada di area office memiliki
tingkat pemenuhan sebesar 85.71 %. Terdapat pintu pintu yang tahan api yang
selalu dalam keadaan tidak terkunci dan dapat menutup secara otomatis serta
terhubung langsung dengan halaman luar. pintu tersebut memiliki lebar 110 cm
dan tinggi 210 cm dan tidak terdapat benda yang menghalangi pintu. Namun para
karyawan menggunakan pintu tersebut untuk keluar masuk area setiap harinya.
4. Tangga darurat
Berdasarkan hasil observasi di area office tidak terdapat tangga yang secara
khusus dipersiapkan sebagai tangga darurat. Karyawan menggunakan semua
tangga yang ada ketika bekerja setiap harinya. Maka hal ini tidak sesuai dengan
standar NFPA 101 tentang safety code life.
5. Penerangan darurat
Berdasarkan hasil observasi di lapangan, area office sudah memiliki
penerangan darurat. Lampu penerangan darurat tersebut diletakan di sepanjang
jalan keluar dan di tempat-tempat di mana biasanya terdapat karyawan. Lampu
penerangan darurat tersebut memiliki baterai cadangan, dengan stop kontak yang
203
menyambung pada sumber listrik sehingga ketika terjadi “trip“ akibat kebakaran,
lampu akan menyala secara otomatis.
Berdasarkan pengetesan, lampu tersebut dapat bertahan menyala selama 8
jam dengan baterai dan langsung menyala ketika dicabut dari stop kontak.
Setelah diukur dengan menggunakan luxmeter kekuatan cahaya pada penerangan
darurat adalah 20 lux. Namun seluruh penerangan darurat yang ada di PLTU
berwarna putih dan memiliki 2 sumber penerangan yaitu AC listrik dan diesel.
Sehingga ketika listrik padam, secara otomatis lampu akan menggunakan diesel.
Hal tersebut dikarenakan penerangan sangatlah penting untuk kelangsungan
proses produksi.
Tabel 5.66 Tingkat Pemenuhan Penerangan Darurat per Elemen Pertanyaan di area
Office PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010
No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan
Sesuai Tidak Sesuai
1. Tersedia penerangan darurat dari
sumber aliran listrik darurat
Terdapat 2 sumber listrik berbeda
yaitu AC listrik & batterai
100 % 0 %
2. Lampu penerangan berwarna
kuning orange/kuning
Seluruh lampu berwarna putih 0 % 100 %
3. Lampu penerangan darurat
memiliki kekuatan minimal 10 lux
Untuk lampu darurat yang ada
memiliki kekuatan sebesar 20 lux
100 % 0 %
4. Penempatan lampu darurat dengan
baik sehingga bila satu lampu mati
tidak akan menyebabkan gelap
Lampu di letakan sepanjang jalan
keluar menuju exit
100 % 0 %
Tingkat Pemenuhan Penerangan Darurat 75 %
204
Berdasarkan tabel 5.66 area office memiliki tingkat pemenuhan penerangan
darurat sebesar 75 %. Hal tersebut menunjukan bahwa penerangan darurat yang
ada di area office masih terdapat kekurangan yang belum sesuai dengan NFPA
101. Untuk lampu darurat diletakan di sepanjang sarana jalan keluar dan
memiliki baterai cadangan yang di charge ketika AC listrik berjalan normal. Dan
seluruh penerangan yang ada di area PLTU memiliki sumber aliran listrik yang
berbeda yaitu dari AC listrik dan diesel. Lampu darurat yang ada berwarna putih
dan memiliki kekuatan sebesar 20 lux.
6. Tempat berhimpun
Berdasarkan hasil observasi di lapangan, PLTU PT PJB UP Muara Karang
memiliki tempat berhimpun 1 yang terletak tepat di depan gedung office.
Menurut salah satu pihak K3, tempat berhimpun berada di depan gedung office.
Tempat berhimpun tersebut memiliki luas 100 m2 dan terdapat papan yang
menunjukan letak tempat berhimpun.
Tabel 5.67 Tingkat Pemenuhan Tempat Berhimpun per Elemen Pertanyaan di
Area Office PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010
No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan
Sesuai Tidak Sesuai
1. Tersedia tempat berhimpun
setelah evakuasi
Terdapat tempat berhimpun yang
terletak di depan area office
100 % 0 %
2. Tersedia petunjuk tempat
berhimpun
Terdapat petunjuk yang mengarah
ke area berhimpun dan papan
petunjuk di area berhimpun sendiri
100 % 0 %
205
No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan
Sesuai Tidak Sesuai
3. Luas tempat berhimpun sesuai
dengan minimal 0.3 m2/orang
Tempat berhimpun yang ada
memiliki luas 100 m2 dan sesuai
dengan jumlah orang yang bekerja
di PLTU PT PJB UP Muara Karang
100 % 0 %
4. Kondisi tempat berhimpun
aman
Tempat berhimpun berada dalam
kondisi aman dan bebas dari bahan
berbahaya.
100 % 0 %
Tingkat Pemenuhan Tempat Berhimpun 100 %
Berdasarkan tabel 5.67 area-area di PLTU memiliki tingkat pemenuhan
sebesar 100 %. Maka seluruh tempat berhimpun yang ada di area PLTU adalah
sesuai dengan standar NFPA 101 tentang safety code life.Terdapat tempat
berhimpun untuk seluruh area-area yang ada di PLTU PT PJB UP Muara
Karang. Tempat berhimpun tersebut terletak di depan area office dengan luas
100 m2 yang diberi line menggunakan cat warna kuning. Penempatan tempat
berhimpun diletakan di depan area office karena tidak terdapat lahan yang cukup
aman di area-area lainnya.Luas tempat berhimpun sudah sesuai dengan standar
NFPA 101, karena jumlah karyawan yang bekerja di setiap area setiap harinya
adalah sebagai berikut:
1. Area Desalination Plant : 3 orang
2. Area Turbine Floor : 12 orang
3. Area Office : 82 orang
4. Area Gudang : 5 orang
Jumlah : 102 orang
100 m2/0.3 m2 = 333.33 (333 orang)
206
5.3.6.3 Rata-Rata Tingkat Pemenuhan Sistem Tanggap Darurat Kebakaran Di
Area Office PLTU
Tabel 5.68 Rata-rata Tingkat Pemenuhan Sistem Tanggap Darurat di Area Office PLTU
PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010
No Komponen Presentase Tingkat
Pemenuhan
1 Manajemen Tanggap Darurat 88.88 %
2 Sarana Proteksi Aktif 55.10%
3 Sarana Penyelamat Jiwa 76.78 %
Rata-rata 73.58 %
Berdasarkan tabel 5.68 rata-rata tingkat pemenuhan sistem tanggap darurat di
area office PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010 adalah 73.58 % yaitu
cukup baik (C) dimana komponen sudah terpasang tapi ada sebagian kecil
instalasi yang tidak sesuai dengan persyaratan.
5.3.7 Gudang
5.3.7.1Sarana Proteksi Aktif
Tabel 5.69 Tingkat Pemenuhan Rata-Rata Sarana Proteksi Aktif Di Area Gudang
PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010
NO. KOMPONEN TINGKAT PEMENUHAN
1. APAR 98.53 %
2. APAB 100 %
3. Alarm 100 %
4. Sprinkler 100 %
5. Detektor 100 %
207
NO. KOMPONEN TINGKAT PEMENUHAN
6. Hidran Gedung 0 %
7. Hidran Halaman 0 %
JUMLAH 71.23 %
Berdasarkan tabel 5.70, hasil pemeriksaan area gudang mendapat tingkat
pemenuhan sebesar 71.23 %. Berikut uraian hasil sarana proteksi yang didapat
di area gudang PLTU PT PJB UP Muara Karang:
1. APAR dan APAB
APAR
APAR yang disediakan pada area gudang merupakan jenis DCP dengan berat
5 kg sebanyak 1 buah, berat 6kg sebanyak 5 buah dan 25kg sebanyak 4 buah.
Jadi APAR yang disediakan di gudang berjumlah 7 buah. Namun tidak terdapat
APAR yang dapat memadamkan kebakaran jenis D. Berdasarkan hasil observasi
dan wawancara, pemeliharaan APAR dilakukan sebulan sekali meliputi kondisi
nozzle, draft pressure indicator (manometer), segel, apakah ada karat atau tidak
dan penimbangan berat APAR yang dilakukan oleh petugas K3. Untuk pengisian
ulang biasanya dilakukan ketika ada APAR yang kadaluarsa, bahkan sebagian
APAR yang kadaluarsa ini dimanfaatkan digunakan dalam latihan pemadaman
kebakaran.
208
Tabel 5.70 Tingkat Pemenuhan APAR per Elemen Pertanyaan di area
Gudang PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010
No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan
Sesuai Tidak Sesuai
1. Pada APAR terdapat klasifikasi
kebakaran yang sesuai dengan
jenis kebakaran
Terdapat APAR tipe DCP untuk
memadamkan jenis kebakaran A, B, C.
namun tidak terdapat APAR yang dapat
memadamkan jenis kebakaran D.
75 % 25 %
2. Jumlah APAR berdasarkan
luas bangunan
Area gudang sebaiknya memiliki APAR
yang berjumlah 1 buah. Sedangkan APAR
yang ada adalah 7 buah.
100 % 0%
3. Sebelum dipakai segel
pengaman harus dalam keadaa
n baik dan penutup tabung terp
asang kuat
Segel yang terpasang pada seluruh APAR
yang ada di area office berada dalam keadaan
baik dan penutup tabung terpasang kuat.
100 % 0%
4. Lubang penyemprot tidak
tersumbat dan slang tahan
tekanan tinggi serta tidak bocor
Berdasarkan pengecekan bersama pihak K3
lubang penyemprot tidak tersumbat ataupun
bocor dan tahan tekanan tinggi.
100 % 0%
5. Bahan baku pemadam dalam
keadaan baik dan tidak lewat
masa berlakunya
Berdasarkan pemeriksaan manometer APAR
jenis DCP serta pengecekan kartu pemeriksa
an menunjukan APAR dalam kondisi baik
dan tidak lewat masa berlakunya.
100 % 0%
6. APAR ditempatkan di lokasi
yang mudah terlihat, mudah
dijangkau dan letaknya tidak
terhalangi oleh benda lain
APAR-APAR diletakan di dekat mesin-
mesin produksi serta sepanjang jalan yang
dilalui oleh karyawan. Sehingga mudah
dijangkau dan terlihat.
100 % 0%
7. Apar diletakan di sepanjang
jalan yang biasa dilalui
termasuk jalan keluar di area
APAR-APAR diletakan di sepanjang jalan
yang dilalui oleh karyawan termasuk jalan
untuk keluar area.
100 % 0%
209
No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan
Sesuai Tidak Sesuai
8. Isi tabung gas sesuai dengan
tekanan yang dipergunakan dan
dijaga tetap penuh serta dapat
dioperasikan
Setelah dilakukan pengecekan manometer
APAR, jarum berada pada bar hijau. Hal
tersebut menunjukan isi tabung gas sesuai
dengan tekanan dan dapat dioperasikan
dengan baik.
100 % 0%
9. APAR yang memiliki cabinet
(lemari) tidak boleh dikunci
Seluruh APAR yang diletakan dalam lemari
berada dalam kondisi tidak terkunci
100 % 0%
10. APAR yang diletakan di
cabinet harus diletakan
sedemikian rupa sehingga
instruksi operasi pemadaman
dapat terlihat dari depan
Instruksi cara pemakaian menempel pada
bagian depan dinding tabung sehingga ketika
membuka cabinet instruksi tersebut dapat
segera terlihat.
100 % 0%
11. Jarak antar APAR maksimal
(75 ft) 6.97 m
Jarak antar APAR antara 2-4 m 100 % 0%
12. Terdapat cara dan petunjuk
pengoperasian dengan jelas di
bagian depan APAR
Terdapat petunjuk intruksi cara
pengoperasianya yang tertempel di seluruh
bagian depan APAR.
100 % 0%
13. Pemasangan dihindari dari
bahaya fisik (ex: tubrukan,
getaran, lingkungan)
Seluruh APAR diletakan di dalam cabinet
dan rak.
100 % 0%
14. APAR dengan berat ≥ 40 lb
sebaiknya dipasang dengan
tinggi kurang dari 3,5 ft
(1.07m) diatas lantai.
APAR dengan berat ≥ 18.14 kg yang
diletakan di dalam cabinet memiliki tinggi
antara 60-100 cm.
100 % 0%
15. Sedangkan APAR dengan berat
≤ 40 lb (18.14 kg) sebaiknya
dipasang kurang dari dari 5ft
(1,53m) diatas lantai.
APAR dengan berat ≤ 18.14 kg yang
diletakan di rak memiliki tinggi antara 40-60
cm
100 % 0%
210
No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan
Sesuai Tidak Sesuai
16. Tekanan regulator pada APAR
sebaiknya diperiksa tiap tahun
untuk mengetahui tekanan
outlet statis dan laju alir
Tekanan pada manometer APAR diperiksa
setiap satu bulan sekali
100 % 0%
17. Jarak dari bagian bawah APAR
ke lantai tidak melebihi 4 in
(102 mm)
Jarak bagian bawah ke APAR adalah 20 cm. 100 % 0%
Tingkat Pemenuhan APAR 98.53 %
Berdasarkan tabel 5.70 APAR di area gudang memiliki tingkat pemenuhan
sebesar 98.53 %. Area gudang dengan luas 106.8 m2 memiliki potensi kebakaran
tipe A, B, C dan D. namun APAR yang tersedia hanya mampu memadamkan
kelas kebakaran tipe A, B dan C. berdasarkan perhitungan jumlah kebutuhan
APAR, area gudang hanya membutuhkan 1 buah APAR. Sedangkan APAR yang
tersedia berjumlah 7 buah. APAR diperiksa setiap 1 bulan sekali oleh perwakilan
pihak K3. Pemeriksaan tersebut mencakup kondisi nozzle, draft pressure
indicator (manometer), segel, apakah ada karat atau tidak dan penimbangan berat
APAR yang dilakukan oleh petugas K3.
Untuk pengisian ulang dilakukan ketika ada APAR yang kadaluarsa
berdasarkan kartu cek APAR. Ketika dilakukan pemeriksaan kondisi APAR
dalam keadaan baik dengan cara mengecek secara visual kondisi nozzle (lubang
penyemprot) dari sumbatan dan kebocoran, kesesuaian bahan baku dan masa
kadaluarsa APAR dengan cara mengecek manometer APAR tipe DCP dan
penimbangan APAR tipe CO2. Seluruh APAR diletakan di rak dan cabinet
211
sepanjang jalan yang biasa dilewati oleh karyawan termasuk jalur jalan keluar
sehingga mudah dilihat dan dijangkau. APAR yang diletakan di dalam cabinet
dalam keadaan tidak terkunci. Jarak antar APAR yang ada di area gudang
berkisar antara 2-4 m. APAR yang ada terletak dengan tinggi 40-60 cm untuk
APAR dengan berat ≤ 18.14 kg dan 60-100 cm untuk APAR dengan ≥ dari 18.14
kg. untuk jarak bagian bawah APAR ke lantai mencapai 20cm.
APAB
APAB diletakan untuk area-area produksi dimana terdapat area yang
berbahaya dengan personel yang sedikit. Jumlah APAB yang terletak di area
gudang adalah 4 buah yang memiliki jenis DCP (Dry Chemical Powder) dengan
berat antara 25-40 kg. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara, pemeliharaan
APAB dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan APAR yakni satu bulan sekali
meliputi kondisi nozzle, draft pressure indicator (manometer), segel, apakah ada
karat atau tidak, kondisi roda. Untuk pengisian ulang biasanya dilakukan ketika
ada APAB yang kadaluarsa.
Tabel 5.71 Tingkat Pemenuhan APAB per Elemen Pertanyaan di Area Gudang
PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010
No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan
Sesuai Tidak Sesuai
1. APAB disediakan untuk memproteksi
bahaya yang menunjukan: area
berisiko tinggi, personel yang ada
terbatas
APAB disediakan untuk area gudang.
Dimana area tersebut merupakan area
produksi dengan jumlah personel
terbatas.
100 % 0 %
212
No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan
Sesuai Tidak Sesuai
2. Tekanan regulator pada APAB
sebaiknya diperiksa tiap tahun untuk
mengetahui tekanan outlet statis dan
laju alir
Pengecekan APAB dilakukan setiap
satu bulan sekali. Termasuk
pengecekan manometer.
100 % 0%
3. Selang pada APAB harus diletakan
sedemikian rupa untuk menghindari
terbelit dan kaku
Kondisi selang yang berada pada
APAB di area PLTU terlilit rapi
untuk menghindari kekakuan dan
terbelit.
100 % 0%
Tingkat Pemenuhan APAB 100 %
Berdasarkan tabel 5.71, di PLTU PT PJB UP Muara Karang tingkat
pemenuhan APAB sebesar 100 %. APAB di sediakan untuk area gudang yang
mana area tersebut merupakan area produksi dengan jumlah personel terbatas.
Pemeliharaan APAB dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan APAR yakni
satu bulan sekali meliputi kondisi nozzle, draft pressure indicator (manometer),
segel, apakah ada karat atau tidak, kondisi roda. Untuk pengisian ulang biasanya
dilakukan ketika ada APAB yang kadaluarsa.
2. Alarm
Berdasarkan hasil observasi dan data sekunder, PT PJB UP Muara Karang
sudah memiliki alarm yang terintegrasi dengan detektor. Alarm yang terdapat di
area-area PLTU ini adalah alarm kebakaran yang berupa audible dan visible
alarm. Sedangkan berdasarkan cara pengaktifannya, alarm yang terdapat di
PLTU yaitu alarm manual dan panel indikator kebakaran. Untuk pengetesan
213
fungsi alarm di PLTU, dilakukan setiap 3 bulan sekali secara rutin yang digabung
dengan pemeriksaan detektor. Pemeriksaan ini dilakukan oleh karyawan unit K3
yang meliputi pemeriksaan panel penujuk alarm, lampu-lampu, LED panel
kebakaran dan annunciator, baterai tambahan, bel, speaker dan amplifier serta
power supply. Terdapat satu buah alarm tipe full down di area gudang.terletak di
jalur lintasan keluar sehingga mudah terlihat serta terjangkau.
Tabel 5.72 Tingkat Pemenuhan Alarm per Elemen Pertanyaan di area
Gudang PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010
No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan
Sesuai Tidak Sesuai
1. Terdapat sistem alarm
kebakaran
Di area gudang terdapat alarm manual yang
full down.
100 % 0 %
2. Alarm dapat dilihat dengan
jelas
Alarm manual dicat menggunakan warna
merah dan terdapat tanda petunjuk fire alarm.
Sehingga alarm dapat terlihat dengan jelas
100 % 0%
3. Alarm dalam kondisi baik dan
siap digunakan
Berdasarkan data sekunder alarm dalam
kondisi baik dan siap digunakan.
100 % 0%
4. Alarm otomatis terhubung
dengan sprinkler
Terdapat system sprinkler yang ketika
mengeluarkan air karena terjadinya kebakaran,
maka alarm akan menyala secara otomatis.
100 % 0 %
5. Terdapat energi cadangan yang
dapat menyalakan alarm
selama 30 detik
Menurut hasil wawancara PLTU memiliki
energy cadangan untuk menyalakan alarm
yaitu diesel.
100 % 0 %
6. Alarm diletakan pada lintasan
jalur keluar dengan tinggi 1,4
m dari lantai
Alarm diletakan di jalur lintasan keluar area. 100 % 0%
214
No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan
Sesuai Tidak Sesuai
7. Jarak alarm tidak boleh lebih
dari 30 m dari semua bagian
bangunan
Alarm memiliki jarak maksimal 20 m dari
semua bagian area.
100 % 0%
Tingkat Pemenuhan Alarm 100 %
Berdasarkan tabel 5.72 area gudang memiliki tingkat pemenuhan alarm
sebesar 100 %. Yang artinya seluruh komponen telah terpenuhi. Terdapat satu
buah alarm tipe full down yang diletakan di lintasan jalur keluar dengan jarak
maksimal 20 m dari setiap bagian bangunan. Alarm tersebut dicat merah dan
memiliki tinggi 1.47 dari lantai sehingga mudah dilihat dan dijangkau.
Berdasarkan data pemeriksaan alarm rutin, kondisi alarm yang ada di area
gudang sudah baik dan siap untuk digunakan. Selain itu terdapat energy
cadangan yaitu diesel untuk menyalakan alarm apabila terjadi trip akibat
kebakaran. Alarm yang ada terhubung dengan sprinkler, dimana sprinkler
mengeluarkan air untuk memadamkan kebakaran maka alarm akan otomatis
berbunyi.
3. Sprinkler
Di area gudang terdapat sebanyak 24 buah sprinkler jenis glass bulb.
Sprinkler tersebut terpasang pada atap bangunan yang dikombinasikan dengan
detektor panas dan asap.
215
Tabel 5.73 Tingkat Pemenuhan Sprinkler per Elemen Pertanyaan di Area
Gudang PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010
No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan
Sesuai Tidak Sesuai
1. Terdapat jaringan dan
persediaan air bersih yang
bebas lumpur serta pasir
Terdapat air desalisasi dalam water fire
tank dengan volume 9000 L khusus untuk
alat proteksi aktif kebakaran termasuk
sprinkler
100 % 0 %
2. Jarak antar sprinkler tidak
lebih dari 4,6 m
Jarak antar sprinkler sekitar 2 m 100 % 0%
3. Jarak dari sprinkler ke dinding
tidak lebih dari 4,6 m
Jarak dari sprinkler ke dinding adalah 2-3
m
100 % 0%
4. Terhubung otomatis dengan
alarm kebakaran
Seluruh sprinkler terhubung otomatis
dengan panel indicator kebakaran di
control room.
100 % 0%
5. Kepala sprinkler dalam
keadaan baik
Berdasarkan pemeriksaan visual dan data
pemeriksaan rutin bulanan kepala sprinkler
tidak dalam kondisi rusak.
100 % 0%
6. Kepala sprinkler tidak
terhalang benda lain
Berdasarkan pemeriksaan visual dan data
pemeriksaan rutin bulanan kepala sprinkler
tidak tertutup cat ataupun benda lainnya.
100 % 0%
7. Terdapat prosedur
pemeriksaan dan uji coba
Terdapat prosedur khusus untuk melakukan
pengetesan sprinkler
100 % 0%
Tingkat Pemenuhan Sprinkler 100 %
Berdasarkan tabel 5.73 area gudang memiliki tingkat pemenuhan sprinkler
sebesar 100 %. Hal tersebut menunjukan seluruh komponen telah terpenuhi.
Jenis prinkler yang ada di area gudang adalah jenis glass bulb sprinkler. Jarak
antar sprinkler yang ada berkisar antara 2 m dan jarak dari sprinkler ke dinding
216
antara 2-3 m. system sprinkler yang ada sudah terhubung secara otomatis dengan
panel indikator kebakaran di control room. Sehingga ketika sprinkler bereaksi
akibat adanya kebakaran, langsung terlihat di panel indikator kebakaran dan
alarm menyala secara otomatis.
Berdasarkan hasil pemeriksaan secara visual yang dilakukan bersama pihak
K3 dan data pemeriksaan rutin, kepala sprinkler tidak dalam kondisi rusak serta
tidak terhalang benda lain seperti cat ataupun oli. Untuk pelakukan pengetesan
dan pemeriksaan sprinkler terdapat prosedur khusus yang mengacu pada Sistem
Manajemen Terpadu (SMT) dengan nomor PK-UPMKR-16 mengenai
pemeriksaan, pemeliharaan dan pengujian alat pemadam kebakaran.
Untuk sumber air yang digunakan untuk sprinkler dan alat proteksi lainnya
menggunakan sumber air dari air laut yang telah di murnikan sebelumnya dan
disimpan fire water tank dengan kapasitas 9000 L. tangki tersebut tidak boleh
dalam keadaan kosong dan dilengkapi dengan alarm khusus. Jadi ketika air
dalam tangki kurang dari 6000 L secara otomatis alarm akan berbunyi.
4. Detektor
Untuk pengetesan fungsi detektor dilakukan 3 bulan sekali secara rutin.
Pemeriksaan dilakukan dengan cara pengetesan sesuai dengan jenis detektor
yang dilakukan oleh salah satu karyawan bagian K3 dengan koordinasi terlebih
dahulu dengan operator yang ada di control room. Detektor yang ada di PLTU
terhubung dengan alarm dan sprinkler. Sehingga ketika detector mendeteksi
adanya kejadian kebakaran, penanggulangan dapat dilakukan dengan segera.
217
Karena alarm terhubung dengan detektor dan sprinkler, maka untuk pengetesan
fungsi alat proteksi tersebut dilaksanakan secara bersamaan. Untuk pengetesan
detektor disesuaikan dengan tipe detektor. Terdapat detector yang terpasang di
area gudang. yaitu heat detector sebanyak 5 buah dan smoke detector sebanyak 5
buah. Jadi jumlah detector yang ada di area gudang yaitu 10 buah.
Tabel 5.74 Tingkat Pemenuhan Detektor per Elemen Pertanyaan di Area Gudang
PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010
No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan
Sesuai Tidak Sesuai
1. Terdapat sistem pendeteksian dini terhadap
bahaya kebakaran
Terdapat 10 buah detektor
yang terpasang di area gudang.
100 % 0 %
2. Pada atap datar, detektor dipasang pada
jarak lebih dari 10 cm dari dinding
Jarak dari detektor ke dinding
adalah 2-3 m dari dinding
100 % 0 %
3. Jarak antar detector maksimal 9,1 m atau
sesuai rekomendasi dari pabrik
Jarak antar detektor yaitu 2-4
m.
100 % 0 %
4. Sensor dalam keadaan bersih tidak dicat Sensor detektor tidak terhalang
benda lain termasuk cat.
100 % 0 %
5. Detektor tidak boleh dipasang dalam jarak
kurang dari 1,5 m dari AC
Tidak terdapat AC di area
gudang
100 % 0 %
6. Setiap kelompok sistem tidak boleh
dipasang lebih dari 20 buah detektor asap
Terdapat 5 buah smoke
detector di area gudang.
100 % 0 %
7. Setiap kelompok sistem tidak boleh
dipasang ≥ 20 buah detektor nyala
Tidak terdapat detektor nyala
di area gudang.
100 % 0 %
8. Setiap kelompok sistem tidak boleh
dipasang lebih dari 40 buah detektor panas
Terdapat 5 buah heat detector
di area gudang.
100 % 0 %
Tingkat Pemenuhan Detektor 100 %
218
Berdasarkan tabel 5.74 area gudang memiliki tingkat pemenuhan detektor
sebesar 100 %. Hal tersebut menunjukan bahwa detektor yang ada di area
gudang telah memenuhi semua komponen. Di area gudang terdapat 10 buah
detektor yang terpasang dengan rincian heat detector sebanyak 5 buah dan smoke
detector berjumlah 5 buah. Tidak terdapat flame detector mengikuti kondisi
lapangan yang menyesuaikan dengan kondisi peralatan yang ada di area ini.
Jarak antar detektor berkisar antara 2-4 m, sedangkan untuk jarak detektor ke
dinding berkisar antara 2-3 m. berdasarkan pemeriksaan, sensor detektor berada
dalam kondisi baik sehingga ketika pengetesan dilakukan detektor dapat
mendeteksi bahaya kebakaran sesuai dengan jenisnya.
5. Hidran
Berdasarkan hasil observasi lapangan dan wawancara dengan karyawan PT
PJB UP Muara Karang, jenis hidran yang ada di area PLTU merupakan jenis
hidran gedung dan hidran halaman. Sedangkan tipe hidran yang digunakan yaitu
hidran dengan kunci katub dan model macino serta ulir. Untuk hidran gedung PT
PJB UP Muara Karang menggunakan hidran kelas 2 yang memiliki selang
berdiameter 1.5 in. dan panjangnya 30 m. Sedangkan untuk hidran halaman, PT
PJB UP Muara Karang menggunakan hidran kelas 1 yang memiliki selang
dengan diameter 2.5 in dan panjang 30 m serta disediakan selang tambahan
sepanjang 20 m.Untuk pengetesan fungsi hidran dilakukan setiap 3 bulan sekali
secara rutin. Pengetesan fungsi hidran dilakukan oleh karyawan bagian K3 yang
meliputi: pemeriksaan nozzle (mulut pancar) dari sumbatan dan kebocoran.
219
Untuk menjaga tekanan air digunakan sumber AC listrik, dan diesel. Sedangkan
sumber air disimpan dalam “fire water tank” dengan kapasitas 9000 L. Air
tersebut merupakan hasil penyulingan air laut.
Hidran Gedung
Tidak terdapat hidran gedung di area gudang.
Hidran Halaman
Tidak terdapat hidran halaman di area ini.
5.3.7.2 Sarana Penyelamat Jiwa
Tabel 5.75 Tingkat Pemenuhan Rata-Rata Sarana Penyelamat Jiwa Di Area
Gudang PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010
NO. KOMPONEN TINGKAT PEMENUHAN
1. Petunjuk jalan keluar 100 %
2. Sarana jalan keluar 100 %
3. Pintu darurat 85.71 %
4. Tangga darurat -
5. Penerangan darurat 75 %
6. Tempat berhimpun 100 %
JUMLAH 92.14%
Berdasarkan tabel 5.75, hasil pemeriksaan komponen-komponen sarana
penyelamat jiwa yang ada di area gudang mendapat tingkat pemenuhan sebesar
92.14 %. Berikut uraian hasil yang didapat di area gudang PLTU PT PJB UP
Muara Karang:
220
1. Petunjuk jalan keluar
Berdasarkan hasil observasi, di area gudang terdapat petunjuk jalan keluar
baik yang berupa tanda panah berwarna hijau yang dapat menyala dalam keadaan
gelap maupun tulisan “EXIT”. Lampu yang digunakan untuk menerangi tulisan
“EXIT” memiliki 2 sumber yaitu listrik yang dihasilkan sendiri dan diesel.
Petunjuk jalan keluar diletakan di setiap tempat dimana terdapat karyawan
bekerja atau tempat yang biasa dilalui oleh karyawan.
Tabel 5.76 Tingkat Pemenuhan Petunjuk Jalan Keluar per Elemen Pertanyaan di
area Gudang PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010
No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan
Sesuai Tidak Sesuai
1. Terdapat petunjuk arah jalan
keluar
Terdapat petunjuk arah jalan
keluar di area gudang
100 % 0 %
2. Petunjuk arah diberikan
penerangan dari sumber daya
listrik darurat
Papan petunjuk arah bertulisanka
n “EXIT” memiliki 2 sumber
listrik untuk pencahayaan.
100 % 0 %
3. Petunjuk jalan keluar berupa p
apan bertuliskan “EXIT”
atau panah petunjuk arah jalan
Terdapat petunjuk arah dengan
tanda panah ataupun tulisan
“EXIT” di area gudang
100 % 0 %
4. Rambu dipasang di tempat
yang mudah terlihat atau dekat
dengan pintu keluar/pintu
kebakaran
Tanda panah petunjuk arah
diletakan di sepanjang sarana
jalan keluar dan tempat terdapat
karyawan. Untuk petunjuk jalan
keluar yang berupa tulisan
“EXIT” di pintu keluar yang ada
100 % 0 %
Tingkat Pemenuhan Petunjuk Jalan Keluar 100 %
221
Berdasarkan tabel 5.76 area gudang memiliki tingkat pemenuhan petunjuk
jalan keluar sebesar 100 %. Hal tersebut menunjukan bahwa petunjuk jalan
keluar yang berada di area gudang sudah sesuai dengan NFPA 101 dan Kepmen
PU No.10/KPTS/2000. Petunjuk jalan keluar yang berupa tulisan “EXIT” yang
diberi sumber pencahayaan diletakan di setiap bagian atas pintu keluar area.
Sedangkan petunjuk jalan keluar yang berupa tanda panah petunjuk arah
diletakan di dinding sepanjang sarana jalan keluar dan tempat-tempat dimana
terdapat karyawan.
Untuk mencapai tempat berhimpun terdapat papan penunjuk jalan yang
berupa arah panah dan tulisan di luar bangunan yang menunjukan arah tempat
berhimpun. Sumber energy untuk menyalakan petunjuk jalan keluar yang berupa
tulisan “EXIT” berasal dari AC listrik. namun apabila listrik tersebut mati akan
segera digantikan oleh sumber energy cadangan yaitu diesel.
2. Sarana jalan keluar
Gudang adalah area dengan luas 291.5 m2. Terdapat 5 orang karyawan yang
bekerja setiap harinya. Terdapat 1 buah sarana jalan keluar di area ini dengan
lebar antara 2.5 m. Untuk jarak maksimal yang dapat ditempuh untuk menuju
exit adalah 27.50 m. Hal tersebut dikarenakan luas bangunan yang tidak terlalu
besar sehingga karyawan yang berada di area tersebut dapat dengan mudah
mencapai halaman luar apabila terjadi bahaya kebakaran.
222
Tabel 5.77 Tingkat Pemenuhan Sarana Jalan Keluar per Elemen Pertanyaan di
Area Gudang PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010
No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan
Sesuai Tidak Sesuai
1. Terdapat sarana jalan keluar Terdapat sarana jalan keluar di
area gudang
100 % 0 %
2. Lebar minimal jalan keluar adalah 2 m Jalan keluar yang ada di area
gudang memiliki lebar 2.5 m
100 % 0 %
3. Jumlah jalan keluar terdapat lebih dari
1 dan letaknya berjauhan
Terdapat 1 buah jalan keluar 0 % 100 %
4. Jarak ke exit tidak melebihi 200 ft (61
m) atau 250 ft (76 m) pada bangunan
yang telah dilengkapi sprinkler
Jarak maksimal ke exit adalah 27.5
m.
0 % 100 %
5. Jarak antar eksit tidak boleh lebih dari
60 m
Hanya terdapat 1 buah exit dengan
jarak tempuh maksimal 27.5 m.
100 % 0 %
6. Sarana jalan keluar harus bebas dan
tidak terhalang benda apapun
Tidak terdapat benda di sepanjang
jalan keluar menuju exit.
100 % 0 %
Tingkat Pemenuhan Sarana Jalan Keluar 66.66 %
Berdasarkan tabel 5.78 area gudang memiliki tingkat pemenuhan sarana jalan
keluar sebesar 66.66 %. Hal tersebut menunjukan bahwa sarana jalan keluar
yang ada di area gudang masih terdapat kekurangan yang belum sesuai dengan
NFPA 101. Sarana jalan keluar yang terdapat di area ini hanya terdapat 1 buah.
Karyawan yang bekerja di area ini setiap harinya berjumlah 5 orang. Jarak
tempuh maksimal untuk mencapai exit adalah 27.5 m dan tidak terdapat benda
yang menghalangi sepanjang jalan keluar di area gudang ini.
223
3. Pintu darurat
Berdasarkan hasil observasi di lapangan, area gudang hanya memiliki 1 pintu
utama yang memiliki multifungsi sebagai pintu darurat ketika terjadinya keadaan
darurat. Pintu ini selalu dibuka setiap harinya sebagai sarana aktifitas di area
tersebut dan terhubung langsung dengan jalan umum. Pintu ini memiliki kriteria
yang sama dengan pintu darurat yaitu tahan kebakaran, dapat menutup sendiri
dapat dibuka tanpa menggunakan kunci, dll.
Tabel 5.78 Tingkat Pemenuhan Pintu Darurat per Elemen Pertanyaan di Area
Gudang PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010
No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan
Sesuai Tidak Sesuai
1. Terdapat pintu kebakaran
darurat
Terdapat pintu yang tahan api yang selalu tidak
terkunci dan dapat menutup secara otomatis
serta terhubung langsung dengan halaman luar.
100 % 0 %
2. Ukuran pintu L: 90-120 cm,
T: 210 cm
Pintu memiliki lebar 110 cm dan tinggi 210 cm 100 % 0 %
3. Bebas hambatan Tidak terdapat benda yang menghalangi pintu 100 % 0 %
4. Pintu dapat tertutup sendiri Pintu dapat menutup secara otomatis 100 % 0 %
5. Digunakan khusus pada saat
keadaan darurat
Para karyawan menggunakan pintu tersebut
untuk keluar masuk area setiap harinya.
0 % 100 %
6. Pintu dapat dibuka tanpa anak
kunci
Pintu selalu dalam keadaan tidak terkunci 100 % 0 %
7. Pintu darurat berhubungan
langsung dengan jalan
keluar/halaman luar
Pintu terhubung langsung dengan halaman luar 100 % 0 %
Tingkat Pemenuhan Pintu Darurat 85. 71 %
224
Berdasarkan tabel 5.78, pintu darurat yang berada di area gudang memiliki
tingkat pemenuhan sebesar 85.71 %. Terdapat pintu pintu yang tahan api yang
selalu dalam keadaan tidak terkunci dan dapat menutup secara otomatis serta
terhubung langsung dengan halaman luar. pintu tersebut memiliki lebar 110 cm
dan tinggi 210 cm dan tidak terdapat benda yang menghalangi pintu. Namun para
karyawan menggunakan pintu tersebut untuk keluar masuk area setiap harinya.
4. Tangga darurat
Berdasarkan hasil penemuan di lapangan, area gudang tidak memiliki tangga
darurat. Hal tersebut dikarenakan area ini hanya terdiri dari satu lantai saja. Maka
tidak dilakukan pemeriksaan mengenai tangga darurat di area ini.
5. Penerangan darurat
Berdasarkan hasil observasi di lapangan, area gudang sudah memiliki
penerangan darurat. Lampu penerangan darurat tersebut diletakan di sepanjang
jalan keluar dan di tempat-tempat di mana biasanya terdapat karyawan. Lampu
penerangan darurat tersebut memiliki baterai cadangan, dengan stop kontak yang
menyambung pada sumber listrik sehingga ketika terjadi “trip“ akibat kebakaran,
lampu akan menyala secara otomatis.
Berdasarkan pengetesan, lampu tersebut dapat bertahan menyala selama 8
jam dengan baterai dan langsung menyala ketika dicabut dari stop kontak.
Setelah diukur dengan menggunakan luxmeter kekuatan cahaya pada penerangan
darurat adalah 20 lux. Namun seluruh penerangan darurat yang ada di PLTU
225
berwarna putih. Selain itu di PLTU PT PJB UP Muara Karang, lampu-lampu
yang ada memiliki 2 sumber penerangan yaitu AC listrik dan diesel. Sehingga
ketika listrik padam, secara otomatis lampu akan menggunakan diesel. Hal
tersebut dikarenakan penerangan sangatlah penting untuk kelangsungan proses
produksi.
Tabel 5.79 Tingkat Pemenuhan Penerangan Darurat per Elemen Pertanyaan
di area Gudang PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010
No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan
Sesuai Tidak Sesuai
1. Tersedia penerangan darurat dari
sumber aliran listrik darurat
Terdapat 2 sumber listrik
berbeda yaitu dari AC listrik
dan diesel serta batterai
100 % 0 %
2. Lampu penerangan berwarna
kuning orange/kuning
Seluruh lampu berwarna putih 0 % 100 %
3. Lampu penerangan darurat
memiliki kekuatan minimal 10
lux
Untuk lampu darurat yang ada
memiliki kekuatan sebesar 20
lux
100 % 0 %
4. Penempatan lampu darurat
dengan baik sehingga bila satu
lampu mati tidak akan
menyebabkan gelap
Lampu di letakan sepanjang
jalan keluar menuju exit
100 % 0 %
Tingkat Pemenuhan Penerangan Darurat 75 %
Berdasarkan tabel 5.80 area gudang memiliki tingkat pemenuhan penerangan
darurat sebesar 75 %. Hal tersebut menunjukan bahwa penerangan darurat yang
ada di area gudang masih terdapat kekurangan yang belum sesuai dengan NFPA
226
101. Untuk lampu darurat diletakan di sepanjang sarana jalan keluar dan
memiliki baterai cadangan yang di charge ketika AC listrik berjalan normal. Dan
seluruh penerangan yang ada di area PLTU memiliki sumber aliran listrik yang
berbeda yaitu dari AC listrik dan diesel. Lampu darurat yang ada berwarna putih
dan memiliki kekuatan sebesar 20 lux.
6. Tempat berhimpun
Berdasarkan hasil observasi di lapangan, PLTU PT PJB UP Muara Karang
memiliki tempat berhimpun 1 yang terletak tepat di depan gedung office. Tempat
berhimpun memiliki luas 100 m2 dan terdapat papan petunjuk yang menunjukan
letak tempat berhimpun.
Tabel 5.80 Tingkat Pemenuhan Tempat Berhimpun per Elemen Pertanyaan di Area
Gudang PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010
No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan
Sesuai Tidak Sesuai
1. Tersedia tempat berhimpun
setelah evakuasi
Terdapat tempat berhimpun yang terletak di
depan area office
100 % 0 %
2. Tersedia petunjuk tempat
berhimpun
Terdapat petunjuk yang menuju ke arah area
berhimpun.
100 % 0 %
3. Luas tempat berhimpun
sesuai dengan minimal 0.3
m2/orang
Tempat berhimpun yang ada memiliki luas
100 m2 dan sesuai dengan jumlah orang yang
bekerja di PLTU PT PJB UP Muara Karang
100 % 0 %
4. Kondisi tempat berhimpun
aman
Tempat berhimpun berada dalam kondisi
aman dan bebas dari bahan berbahaya.
100 % 0 %
Tingkat Pemenuhan Tempat Berhimpun 100 %
227
Berdasarkan tabel 5.80 area gudang memiliki tingkat pemenuhan tempat
berhimpun sebesar 100 %. Maka seluruh tempat berhimpun yang ada di area
PLTU adalah sesuai dengan standar NFPA 101 tentang safety code life.Terdapat
tempat berhimpun untuk seluruh area-area yang ada di PLTU PT PJB UP Muara
Karang. Tempat berhimpun tersebut memiliki luas 100 m2 yang diberi line
menggunakan cat warna kuning. Tempat berhimpun berada di depan area office
karena tidak terdapat lahan yang cukup aman di area-area lainnya. Jumlah
karyawan yang bekerja di setiap area setiap harinya adalah sebagai berikut:
1. Area Desalination Plant : 3 orang
2. Area Turbine Floor : 12 orang
3. Area Office : 82 orang
4. Area Gudang : 5 orang
Jumlah : 102 orang
5.3.7.3 Rata-Rata Tingkat Pemenuhan Sistem Tanggap Darurat Kebakaran Di
Area Gudang PLTU
Tabel 5.81 Rata-rata Tingkat Pemenuhan Sistem Tanggap Darurat di Area
Gudang PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010
No Komponen Presentase Tingkat
Pemenuhan
1 Manajemen Tanggap Darurat 88.88 %
2 Sarana Proteksi Aktif 71.23 %
3 Sarana Penyelamat Jiwa 92.14 %
Rata-rata 84.08 %
100 m2/0.3 m2 = 333.33 (333 orang)
228
Berdasarkan tabel 5.81 rata-rata tingkat pemenuhan sistem tanggap darurat di
area gudang PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010 adalah 84.08 % yaitu
baik (B) dimana semua komponen sistem proteksi kebakaran berfungsi
sempurna, sehingga gedung dapat digunakan secara optimum, dimana para
pemakai gedung dapat melakukan kegiatannya dengan mendapat perlindungan
dari kebakaran yang baik.
5.4 Rata-Rata Tingkat Pemenuhan Sistem Tanggap Darurat Kebakaran Di
Area Produksi PLTU
Tabel 5.82 Rata-rata Tingkat Pemenuhan Sistem Tanggap Darurat di Area
Produksi PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010
No Area Presentase Tingkat
Pemenuhan
1 Desalination Plant 76.40 %
2 Ground Floor 91.31 %
3 Mezzanine Floor 78.67 %
4 Turbine Floor 86.56 %
5 Office 73.58 %
6 Gudang 84.08 %
Rata-rata 81.76 %
Berdasarkan tabel 5.82, rata-rata tingkat pemenuhan sistem tanggap darurat di area
produksi PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010 adalah 81.76 % yaitu baik (B)
dimana semua komponen sistem proteksi kebakaran berfungsi sempurna, sehingga
gedung dapat digunakan secara optimum, dimana para pemakai gedung dapat
melakukan kegiatannya dengan mendapat perlindungan dari kebakaran yang baik.
229
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1 Keterbatasan Penelitian
1. Tidak melakukan pemeriksaan terhadap kelengkapan tapak.
2. Tidak melakukan tes fungsi APAR, hidran, alarm dan sprinkler karena
kebijakan dari perusahaan.
3. Tidak semua hasil pemeriksaan sarana proteksi aktif diteliti, sebagian
menggunakan data sekunder dikarenakan kebijakan dari perusahaan.
6.2 Bahaya Kebakaran
6.2.1 Identifikasi Bahaya Kebakaran di PLTU PT PJB UP Muara Karang
Pada penelitian ini, area-area yang diteliti merupakan area yang berbentuk
bangunan. Area- area yang menjadi objek penelitian adalah desalination plant,
ground floor, mezzanine floor, turbine ground, office dan gudang. Di area-area
tersebut terdapat bahan-bahan yang mudah terbakar yang digunakan dalam
proses pekerjaan.
Berdasarkan tabel 5.1 identifikasi potensi bahaya kebakaran di PLTU PT PJB
UP Muara Karang, secara umum terdapat 4 jenis sumber bahaya yang dapat
menyebabkan kejadian kebakaran. Setiap area memiliki potensi yang berbeda-
beda, namun masih dalam jenis kelas yang sama. Bahan-bahan berbahaya yang
ada di area desalination plant, turbine floor dan gudang yaitu komputer, kayu,
230
kertas, listrik dan kabel yang berada di ruangan di mana karyawan melakukan
pengontrolan terhadap mesin-mesin produksi melalui “display”. Kemudian oli
yang digunakan untuk kelangsungan bekerjanya mesin-mesin beserta besi dan
baja yang merupakan bahan dasar mesin-mesin produksi tersebut.
Sedangkan untuk area ground floor dan mezzanine floor, bahan-bahan
berbahaya yang ada di area ini adalah MFO, oli, CO, listrik, kabel, besi, baja.
Pada area ini hanya terdapat mesin-mesin produksi yang beroperasi dan dikontrol
oleh karyawan melalui sistem display yang ada di control room dan panel-panel
lokal mesin. Untuk area office, bahan-bahan berbahaya yang dapat menyebabkan
kejadian kebakaran adalah komputer, kayu, kertas, listrik dan kabel. Area ini
merupakan tempat untuk kegiatan administrasi PT PJB UP Muara Karang.
Dilihat dari uraian diatas terdapat 4 jenis kelas kebakaran yang dapat terjadi
di PLTU PT PJB UP Muara Karang diantaranya: kebakaran kelas A (kebakaran
pada bahan padat kecuali logam), kelas B (kebakaran pada zat cair atau gas yang
mudah terbakar), kelas C (kebakaran pada listrik yang bertegangan/kebakaran
yang diakibatkan dari kebocoran listrik) dan kelas D (kebakaran pada logam).
dan pengklasifikasian kelas kebakaran tersebut mengacu pada standar NFPA
mengenai pengelompokan jenis kelas kebakaran berdasarkan jenis bahan yang
terbakar.
6.2.2 Klasifikasi Bahaya Kebakaran di PLTU PT PJB UP Muara Karang
Berdasarkan klasifikasi bangunan berdasarkan KEPMEN PU No.10 Tahun
2000, office termasuk jenis bangunan kelas 5, yaitu bangunan kantor yang
231
merupakan bangunan gedung yang dipergunakan untuk tujuan-tujuan usaha
profesional, pengurusan administrasi, atau usaha komersial. Sedangkan
desalination plant, ground floor, mezzanine floor dan turbine floor merupakan
jenis bangunan kelas 8, yaitu bangunan laboratorium/industri/pabrik yang
dipergunakan untuk tempat pemrosesan suatu produksi, perakitan, perubahan,
perbaikan, pengepakan, finishing, atau pembersihan barang-barang produksi
dalam rangka perdagangan atau penjualan. Dan yang terakhir gudang termasuk
jenis bangunan kelas 7 yaitu bangunan penyimpanan/gudang yang merupakan
bangunan gedung yang dipergunakan penyimpanan, termasuk: tempat parkir
umum atau gudang atau tempat pamer barang-barang produksi untuk dijual atau
cuci gudang.
Berdasarkan tingkat bahaya kebakaran di bangunan pabrik (industri) area
PLTU termasuk pada bangunan yang memiliki tingkat bahaya kebakaran sedang
I. hal ini dikarenakan PT PJB UP Muara Karang termasuk meteran listrik dan
komponen alat-alat listrik. Tingkat bahaya sedang ini merupakan karakteristik
kebakaran dimana api permukaan bisa menyebar pesat atau dengan intensitas
sedang.
6.3 Manajemen Tanggap Darurat
Berdasarkan KEPMEN PU No.11/KPTS/2000, bangunan yang memiliki luas
bagunan minimal 5000 m2 atau dengan baban hunian 500 orang, atau dengan
luas area/site minimal 5000 m2 atau terdapat bahan berbahaya yang mudah
terbakar diwajibkan menerapkan Manajemen Penanggulangan Kebakaran
232
(MPK). Besar kecilnya organisasi MPK ditentukan oleh risiko bangunan
terhadap bahaya kebakaran. Adapun yang termasuk manajemen tanggap darurat
diantaranya: organisasi tanggap darurat, prosedur tanggap darurat dan pelatihan
tanggap darurat kebakaran.
6.3.1 Organisasi Tanggap Darurat
Dalam Kepmen PU No.10/KPTS/2000 disebutkan bahwa organisasi keadaan
darurat adalah sekelompok orang yang ditunjuk/dipilih sebagai pelaksana
keadaan darurat. Sedangkan menurut ERMC (Emergency Response Management
Consulting), organisasi tanggap darurat adalah sebuah struktur yang memberikan
tugas khusus dan tanggung jawab untuk semua personel yang terlibat dalam
operasi darurat.
Berdasarkan pemeriksaan dengan menggunakan daftar checklist mengenai
organisasi tanggap darurat dalam NFPA 101, area PLTU PT PJB UP Muara
Karang memiliki tingkat pemenuhan sebesar 100 %. Komponen-komponen yang
telah terpenuhi adalah adanya tim penanggulangan kebakaran, terdapat
organisasi tanggap darurat kebakaran dan petugas penanggung jawab terlatih dan
mempunyai peran masing-masing.
PT PJB UP Muara Karang sudah memiliki organisasi tanggap darurat yang
berbeda dengan organisasi perusahaan. Organisasi tersebut terdiri dari manajer
sebagai penanggung jawab, supervisor K3 sebagai koordinator lapangan di hari
biasa (senin-jumat 07.00-16.00 WIB) atau supervisor produksi diluar hari biasa,
komandan regu satpam yang sedang dinas sebagai tim komunikasi, tim PMK
233
(Pemadam Kebakaran), tim keamanan, tim P3K dan tim penyelamat. Untuk
pemilihan orang-orang yang bertanggung jawab dalam organisasi ini
dikondisikan dengan keadaan. Hal ini dikarenakan sistem kerja yang ada di PT
PJB UP Muara Karang ini bagi karyawan bagian produksi (operator produksi)
adalah sistem shift. Selain operator produksi, karyawan bekerja setiap hari senin
hingga jumat mulai jam 07.00-16.00 WIB.
Seluruh karyawan PT PJB UP Muara Karang terlibat dalam organisasi
tanggap darurat ini dan mereka mempunyai peran masing-masing serta terlatih.
Hal tersebut diketahui dari adanya program pelatihan penanggulangan kebakaran
yang meliputi tata cara penggunaan alat proteksi aktif, cara evakuasi, PPGD
(Pelatihan Penanganan Gawat Darurat). Maka seluruh komponen organisasi
tanggap darurat PT PJB UP Muara Karang yang diteliti sudah sesuai dengan
standar NFPA 101. Hal-hal mengenai struktur organisasi dan peran masing-
masing karyawan terdapat di dalam dokumen Sistem Manajemen Terpadu
(SMT) dengan nomer dokumen PK-UPMKR-14.
6.3.2 Prosedur Tanggap Darurat
Adalah tata cara/pedoman kerja dalam menanggulangi suatu keadaan darurat
dengan memanfaatkan sumber daya dan sarana yang tersedia unntuk
menanggulangi akibat dan situasi yang tidak normal dengan tujuan mencegah
atau mengurangi kerugian yang lebih besar. Dalam NFPA 101, prosedur tanggap
darurat merupakan cakupan dari rencana tanggap darurat yang harus ada.
234
Berdasarkan pemeriksaan dengan menggunakan daftar checklist mengenai
prosedur tanggap darurat dalam NFPA 101, area PLTU PT PJB UP Muara
Karang memiliki tingkat pemenuhan sebesar 100 %. Komponen-komponen dari
prosedur tanggap darurat yang telah dipenuhi diantaranya: terdapat prosedur
tanggap darurat kebakaran, terdapat koordinasi dengan pihak pemadam
kebakaran setempat, terdapat pemeriksaan dan pemeliharaan sistem pencegahan
dan penanggulangan kebakaran yang terjadwal rutin.
PT PJB UP Muara Karang sudah memiliki prosedur khusus untuk keadaan-
keadaan darurat, salah satunya adalah prosedur tanggap darurat kebakaran.
Prosedur ini terdapat dalam SMT (Sistem Manajemen Terpadu) yang disusun
oleh bagian K3 kemudian diperiksa oleh Deputi Manager KLK3 dan disetujui
oleh Manajer PT PJB UP Muara Karang. Dokumen mengenai prosedur
kesiagaan dan tanggap darurat terdapat pada SMT dengan nomor PK-UPMKR-
14 yang di dalamnya terdapat lampiran untuk penanganan masalah kebakaran
dengan nomor IK-PK-UPMKR-14-01.
Di dalam dokumen nomor IK-PK-UPMKR-14-01 tersebut dijelaskan bahwa
adanya koordinasi dengan pihak pemadam kebakaran setempat ketika api tidak
bisa lagi ditangani oleh pihak perusahaan. Menurut salah seorang pihak K3
ketika kebakaran menjadi terlalu besar dan tidak dapat ditanggulangi secara
intern, maka pihak perusahaan akan menghubungi dinas pemadam kebakaran
terdekat untuk menanggulanginya. Hal tersebut di perkuat dengan pernyataan
Bernand (2003) yang menyebutkan bahwa manajer harus berkoordinasi dengan
instansi yang mendukung dari luar sebelum terjadi keadaan darurat. Koordinasi
235
awal ini akan meminimalkan kebingungan dan kekacauan selama situasi darurat
dan mengembangkan hubungan dengan badan-badan yang memberikan
dukungan.
Selain hal itu PT PJB UP Muara Karang melakukan prosedur pemeriksaan
sarana proteksi aktif secara rutin. Sarana proteksi aktif yang diperiksa secara
rutin diantaranya: pemeriksaan APAR yang dilakukan setiap 1 bulan sekali,
pemeriksaan alarm dilakukan setiap 3 bulan sekali, pemeriksaan sprinkler
dilakukan setiap 3 bulan sekali, pemeriksaan detektor dilakukan setiap 3 bulan
sekali, dan pemeriksaan hidran dilakukan setiap 3 bulan sekali. Di dalam NFPA
telah disebutkan bahwa standar minimal untuk pemeriksaan kondisi alat proteksi
kebakaran harus dilakukan minimal 2 kali dalam setahun. Maka apa yang telah
dilakukan oleh perusahaan mengenai pemeriksaan dan pemeliharaan sistem
pencegahan dan penanggulangan kebakaran yang terjadwal rutin sudah sesuai
dengan standar NFPA.
Sedangkan pemeliharaan sarana penyelamat jiwa dilakukan apabila
ditemukan hal yang tidak sesuai dengan fungsinya. Seperti penggantian lampu
darurat pada tanda petunjuk jalan, pengecatan kembali penanda sarana jalan
keluar yang pudar dan house keeping untuk menjaga jalan keluar agar tidak
terhalang benda-benda. Maka seluruh komponen prosedur tanggap darurat
kebakaran yang diteliti di PT PJB UP Muara Karang sudah sesuai dengan standar
NFPA 101.
236
6.3.3 Pelatihan Tanggap Darurat
Latihan tanggap darurat kebakaran juga berisikan tentang cara evakuasi
sesuai dengan prosedur yang ada di area tersebut, untuk memastikan bahwa
semua elemen yang terlibat benar-benar mampu bertindak dam keadaan darurat.
Tujuan dari latihan kebakaran adalah menciptakan kesiapsiagaan anggota tim di
dalam menghadapi kebakaran agar mampu bekerja untuk menaggulangi
kebakaran secara efektif dan efisien.
Berdasarkan pemeriksaan dengan menggunakan daftar checklist mengenai
pelatihan tanggap darurat kebakaran dalam NFPA 101, PT PJB UP Muara
Karang memiliki tingkat pemenuhan sebesar 66.66 % . Komponen-komponen
dari prosedur tanggap darurat yang telah dipenuhi diantaranya: terdapat program
latihan penanggulangan kebakaran secara periodik, minimal 1 tahun sekali dan
terdapat program latihan evakuasi kebakaran.
Seluruh karyawan PT PJB UP Muara Karang diberikan pelatihan mengenai
penanganan kebakaran 2-3 kali dalam setahun secara rutin. Pelatihan tersebut
meliputi: tata cara prosedur apa saja yang harus di lakukan, tata cara evakuasi,
P3K (pertolongan pertama pada kecelakaan), PPGD (Pelatihan Penanganan
Gawat Darurat) hingga cara penggunaan alat-alat proteksi aktif yang ada
meliputi: APAR, hidran, serta cara membunyikan alarm manual ketika terjadi
kebakaran.
Sedangkan komponen yang tidak terpenuhi adalah latihan yang
diselenggarakan diharapkan dan waktu tak terduga dan pada berbagai kondisi
untuk mensimulasikan kondisi tidak biasa yang dapat terjadi dalam keadaan
237
darurat yang sebenarnya. Pelatihan penanganan tanggap darurat tidak dapat
dilakukan dalam waktu yang tidak terduga dikarenakan hal tersebut dapat
mengganggu proses produksi. Kebutuhan listrik yang tinggi harus dipenuhi,
sehingga proses produksi pun harus terus berlangsung tanpa adanya gangguan.
Peserta yang mengikuti pelatihan adalah karyawan yang sedang tidak dalam
shift waktu kerja. Sehingga diberikan pemberitahuan sebelumnya untuk
mengikuti pelatihan tersebut. Hal tersebut tidak sesuai dengan standar NFPA 101
yang menyebutkan bahwa latihan yang diselenggarakan diharapkan dan waktu
tak terduga dan pada berbagai kondisi. Latihan tersebut bertujuan untuk
menstimulasikan kondisi tidak biasa yang dapat terjadi dalam keadaan darurat
yang sebenarnya. Dengan demikian karyawan akan lebih siap untuk menghadapi
masalah kebakaran kapanpun dan dalam kondisi apapun terutama hal-hal tidak
terduga yang mungkin terjadi.
Saran yang dapat diberikan untuk pemenuhan pelatihan tanggap darurat yaitu
agar dilakukan simulasi kebakaran dalam waktu yang tidak terduga dan berbagai
kondisi. Sehingga ketika terjadi kejadian kebakaran, karyawan dapat siap
menghadapi berbagai kondisi dan dapat melakukan penanggulangan dengan
segera.
Dalam firman Allah surat Ar-rum ayat 8 disebutkan bahwa:
238
“Dan mengapa mereka tidak memikirkan tentang (kejadian) diri mereka? Allah
tidak menjadikan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya
melainkan dengan (tujuan) yang benar dan waktu yang ditentukan. Dan
sesungguhnya kebanyakan di antara manusia benar-benar ingkar akan
pertemuan dengan Tuhannya”. (30:8)
Allah tidak serta merta membuat suatu kejadian tanpa tujuan. Pasti akan
selalu ada hikmah dibalik kejadian yang dikehendakiNya. Baik kejadian baik
maupun buruk. Seperti dengan terjadinya kejadian kebakaran, pastilah Allah
menghendaki sesuatu yang baik dengan adanya bencana kebakaran. Yaitu agar
kita selaku umat manusia tidak lalai dan lebih berhati-hati. Mempersiapkan
segala sesuatunya terhadap kemungkinan-kemungkinan yang mungkin terjadi.
Dengan diperingatkannya kejadian tersebut maka kita haruslah lebih
waspada, lebih mempersiapkan baik dari kemampuan untuk menanggulangi
kebakaran, peralatan yang digunakan untuk penanggulangan serta cara untuk
menyelamatkan diri. Manusia adalah makhluk Allah yang paling sempurna
dengan diberikannya akal. Hal tersebut dimaksudkan agar manusia selalu berfikir
dan menggali ilmu sebanyak-banyaknya untuk diaplikasikan dalam kebaikan.
6.3.4 Tingkat Pemenuhan Manajemen Tanggap Darurat
Berdasarkan tabel 5.5, hasil pemeriksaan tingkat pemenuhan manajemen
tanggap darurat di PLTU PT PJB UP Muara Karang adalah 88.88 %. Menurut
Puslitbang Pemukiman tahun 2005 tentang penilaian audit kebakaran tingkat
tersebut termasuk pada nilai B (sesuai persyaratan), yang mana kondisi
239
manajemen tanggap darurat kebakaran yang ada di PLTU sudah baik. Maka
manajemen yang ada adalah sesuai dengan standar yang digunakan yaitu NFPA
101.
Hampir seluruh komponen manajemen tanggap darurat terpenuhi, dimulai
dari organisasi tanggap darurat dan prosedur tanggap darurat dengan kesesuaian
100 %. Hanya pelatihan tanggap darurat yang memiliki tingkat kesesuain
66.66%. Dimana pelatihan tidak dapat yang diselenggarakan dalam waktu yang
tak terduga dan pada berbagai kondisi. Maka pihak perusahaan agar melakukan
simulasi kebakaran dalam waktu yang tidak terduga dan berbagai kondisi.
Sehingga ketika terjadi kejadian kebakaran, karyawan dapat siap menghadapi
berbagai kondisi dan dapat melakukan penanggulangan dengan segera.
6.4 Desalination Plant
6.4.1 Sarana Proteksi Aktif
Menurut KEPMEN PU No.10/KPTS/2000, sarana proteksi kebakaran aktif
adalah sistem perlindungan terhadap kebakaran yang dilaksanakan dengan
mempergunakan peralatan yang dapat bekerja secara otomatis maupun
manual, digunakan oleh penghuni atau petugas pemadam kebakaran dalam
melaksanakan operasi pemadaman. Adapun yang termasuk kedalam sistem
proteksi kebakaran aktif, adalah: APAR, detektor kebakaran, alarm, sprinkler,
hidran.
240
1. APAR dan APAB
APAR merupakan alat pemadam api yang dapat dijinjing dengan berat yang
tidak melebihi 10 kg adapun media pemadam yang digunakan adalah air,
serbuk kimia, busa dan gas. APAR bersifat praktis dan mudah cara
penggunaannya, tapi hanya efektif untuk memadamkan kebakaran kecil atau
awal kebakaran sesuai dengan klasifikasi kebakarannya (Peraturan Menteri
Tenaga Kerja dan Transmigrasi No: PER.04/MEN/1980). Sedangkan
menurut NFPA 10, APAR adalah suatu peralatan ringan yang berisi tepung,
cairan atau gas yang dapat disemprotkan bertekanan untuk tujuan
pemadaman kebakaran.
Berdasarkan pemeriksaan dengan menggunakan daftar checklist mengenai
APAR dalam NFPA 10, tingkat pemenuhan APAR di area desalination
plant mencapai 98.33 %. Area desalination plant dengan luas 106.8 m2
memiliki potensi kebakaran tipe A, B, C dan D. namun APAR yang tersedia
hanya mampu memadamkan kelas kebakaran tipe A, B dan C.
Berdasarkan perhitungan jumlah kebutuhan APAR, area desalination plant
hanya membutuhkan 1 buah APAR. Sedangkan APAR yang tersedia
berjumlah 7 buah dan APAB sebanyak 4 buah. Di area desalination plant
seluruh APAR yang ada tidak diletakan di dalam cabinet, namun semua
APAR tersebut diletakan di rak. Melihat kondisi tersebut, maka peneliti
menghilangkan daftar checklist mengenai APAR yang memiliki cabinet
(lemari) tidak boleh dikunci dan APAR yang diletakan di cabinet harus
diletakan sedemikian rupa sehingga instruksi operasi pemadaman dapat
241
terlihat dari depan. Sedangkan untuk komponen lainnya, APAR dan APAB
yang ada di area ini sudah sesuai dengan NFPA 10.
Saran yang dapat diberikan terhadap perusahaan adalah menyediakan APAR
khusus untuk memadamkan kelas kebakaran D dan agar tetap melakukan
pemeriksaan secara rutin yang sesuai dengan standar. Sehingga APAR selalu
dalam keadaan berfungsi dengan baik dan siap untuk digunakan. Jadi ketika
terjadi kebakaran, karyawan dapat menggunakannya untuk penanggulangan
dengan segera.
2. Alarm
PT PJB UP Muara Karang sudah memiliki alarm yang terintegrasi dengan
detektor. Alarm yang terdapat di area-area PLTU ini adalah alarm kebakaran
yang berupa audible dan visible alarm. Sedangkan berdasarkan cara
pengaktifannya, alarm yang terdapat di PLTU yaitu alarm manual dan panel
indikator kebakaran. Untuk di area desalination plant alarm yang digunakan
adalah alaram manual tipe full down.
Berdasarkan tabel 5.9 area desalination plant memiliki tingkat pemenuhan
alarm sebesar 85.71 %. Di area ini semua mesin terhubung dengan panel
indikator kebakaran control room 4, 5. Dimana panel tersebut terhubung
dengan detektor-detektor yang ada di setiap mesin-mesin produksi. Jadi
ketika terjadi kebakaran karyawan mengetahui area/ mesin mana yang
mengalami kebakaran sehingga dapat ditanggulangi secara cepat oleh tim
pemadam kebakaran.Namun masih terdapat alarm manual dengan tipe full
down yang terletak di samping pintu keluar control room local area ini.
242
Alarm manual ini memiliki tinggi 1,47 m dari lantai dan berjarak maksimal
20 m dari semua bagian area desalination plant.
Komponen yang tidak sesuai dengan NFPA 72 adalah alarm yang ada di area
desalination plant tidak terhubung dengan sprinkler. Saran yang dapat
diberikan adalah menyediakan sprinkler karena terdapat kemungkinan
terjadi kebakaran yang tidak terdeteksi oleh sarana proteksi aktif dan hanya
terlihat oleh karyawan saja.
3. Sprinkler
Sprinkler adalah alat pemancar air untuk pemadaman kebakaran yang
mempunyai tudung berbentuk deflektor pada ujung mulut pancarnya,
sehingga air dapat memancar ke semua arah secara merata (KEPMEN PU
No.10/KPTS/2000). Sedangkan menurut NFPA 13, sistem sprinkler untuk
tujuan perlindungan kebakaran, merupakan suatu sistem terpadu dari pipa
bawah tanah dan dia atas tanah yang dirancang sesuai dengan standar teknik
proteksi kebakaran.
Tidak terdapat sistem sprinkler yang terpasang di area desalination plant.
Menurut pihak K3, hal tersebut dikarenakan alat proteksi lainnya dirasakan
cukup untuk mencegah dan menanggulangi kejadian kebakaran. Apabila
terjadi kebakaran untuk area desalination plant mesin-mesin berada di luar
rungan sehingga dapat menggunakan APAR ataupun hidran untuk
menanggulanginya. Saran yang dapat diberikan adalah agar menyediakan
sprinkler karena terdapat kemungkinan terjadi kebakaran yang tidak
terdeteksi oleh sarana proteksi aktif dan hanya terlihat oleh karyawan saja.
243
4. Detektor
Menurut NFPA, detektor kebakaran otomatis adalah sebuah alat yang
didesain untuk mendeteksi adanya kebakaran dan melakukan tindakan.
Sedangkan menurut Permenaker PER.02/MEN/1983 peralatan pendeteksian
secara otomatis disebut juga dengan Fire Detector yang secara otomatis akan
mendeteksi kebakaran, kemudian mengaktifkan alarmnya.
Tidak terdapat detektor di area desalination plant. Rata-rata mesin di area ini
berada di luar ruangan, dan hanya diawasi oleh 2 orang karyawan dari ruang
control room local melalui display komputer. Area desalination plant
merupakan area produksi. Tentunya memiliki banyak bahan berbahaya yang
dapat menimbulkan risiko kebakaran.
Berdasarkan tabel 5.1 mengenai identifikasi potensi bahaya kebakaran, area
desalination plant memiliki potensi kebakaran komputer, kertas, kayu dan
listrik dari control room local serta MFO, oli, gas CO, besi dan baja dari
mesin produksi yang ada di area ini. Selain dengan besarnya potensi
kebakaran yang ada, di area ini karyawan yang bekerja setiap shift sangatlah
terbatas, yaitu hanya 3 orang. Apabila terjadi kebakaran dikhawatirkan tidak
dapat ditanggulangi dengan cepat karena jumlah karyawan yang terbatas.
Saran yang dapat diberikan adalah menyediakan sistem detektor yang sesuai
dengan kondisi area desalination plant untuk meminimalisir potensi
terjadinya kejadian kebakaran.
244
5. Hidran
Berdasarkan KEPMEN PU No.10/KPTS/2000, yang dimaksud dengan hidran
adalah alat yang dilengkapi dengan slang dan mulut pancar (nozzle) untuk
mengalirkan air bertekanan, yang digunakan bagi keperluan pemadaman
kebakaran. Sedangkan menurut NFPA 14, sistem pipa berdiri adalah
pengaturan dari pemipaan, katup, sambungan selang, dan peralatan bersatu
dipasang di sebuah bangunan atau struktur dengan sambungan selang yang
terletak di sedemikian rupa sehingga air dapat dialirkan atau disemprotkan
melalui selang dan nozzlel terpasang, yang bertujuan untuk
pemadaman kebakaran dan melindungi sebuah bangunan atau struktur dan
isinya selain untuk melindungi penghuni.
Berdasarkan tabel 5.10 area desalination plant memiliki tingkat pemenuhan
hidran halaman sebesar 100 %. Hidran halaman terletak di dekat water intake
dengan jarak 5-10 m ke area desalination plant. Saran yang dapat diberikan
adalah pemeriksaan rutin hidran agar tetap dilakukan secara continue sesuai
dengan standar minimal. Agar hidran selau berfungsi dengan baik dan siap
untuk digunakan kapanpun. Selain hal itu karena bencana selalu terjadi
secara tiba-tiba dan tidak dapat diprediksi, maka nozzle harus sudah dipasang
pada selang kebakaran. Sehingga kapan pun terjadi kebakaran yang tidak
dapat ditanggulangi oleh alat proteksi kebakaran lainnya, dapat langsung
menggunakan hidran.
245
6.4.2 Sarana Penyelamat Jiwa
Sarana penyelamatan adalah sarana yang dipersiapkan untuk
dipergunakan oleh penghuni maupun petugas pemadam kebakaran dalam
upaya penyelamatan jiwa manusia maupun harta-benda bila terjadi kebakaran
pada suatu bangunan gedung dan lingkungan. Sarana penyelamat jiwa tersebut
terdiri dari petunjuk jalan keluar, sarana jalan keluar, pintu darurat, tangga
darurat, penerangan darurat dan titik berkumpul.
1. Petunjuk Jalan Keluar
Petunjuk arah jalan keluar adalah tanda gambar dan tulisan dalam suatu
bangunan gedung atau industri yang memberikan petunjuk arah jalan keluar
dari lokasi. Biasanya ditempatkan di beberapa lokasi strategis, misalnya di
persimpangan jalan koridor atau lorong-lorong dalam lokasi gedung atau
bangunan industri. (Perda DKI No.03 tahun 1992)
Berdasarkan tabel 5.12 area desalination plant memiliki tingkat pemenuhan
petunjuk jalan keluar sebesar 100 %. Hal tersebut menunjukan bahwa
petunjuk jalan keluar yang berada di area desalination plant sudah sesuai
dengan NFPA 101 dan Kepmen PU No.10/KPTS/2000. Saran yang dapat
diberikan untuk pihak perusahaan adalah pemeliharaan petunjuk jalan keluar
sehingga tetap dapat berjalan sebagaimana fungsinya. Selain hal tersebut
sebaiknya pihak perusahaan membuat papan petunjuk jalan keluar dengan
ukuran yang lebih besar. Sehingga karyawan maupun pihak selain karyawan
dapat melihat tanda tersebut dengan mudah.
246
2. Sarana Jalan Keluar
Menurut NFPA 101, akses keluar adalah sebagian sarana jalan keluar yang
mengarah ke pintu masuk untuk keluar. Sedangkan dalam KEPMEN PU
No.10/KPTS/2000 tentang Ketentuan Tehnik Pengaman Terhadap Bahaya
Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan, Eksit atau jalan ke luar
adalah:
a. salah satu atau kombinasi dari berikut ini jika memberikan jalan ke luar
menuju ke jalan umum atau ruang terbuka:
1. bagian dalam dan luar tangga,
2. ramp,
3. lorong yang dilindungi terhadap kebakaran,
4. bukaan pintu yang menuju jalan umum atau ruang terbuka.
b. jalan ke luar horisontal atau lorong yang dilindungi terhadap kebakaran
yang menuju ke eksit horisontal.
Berdasarkan tabel 5.13 area desalination plant memiliki tingkat pemenuhan
sarana jalan keluar sebesar 66.66 %. Hal tersebut menunjukan bahwa sarana
jalan keluar yang ada di area desalination plant masih terdapat kekurangan
yang belum sesuai dengan NFPA 101. Komponen yang masih belum sesuai
dengan NFPA 101 adalah lebar minimal jalan keluar adalah 2 m, jumlah
jalan keluar terdapat lebih dari 1 dan letaknya berjauhan. Namun terdapat
pengecualian, sarana jalan keluar diperbolehkan dengan jumlah 1 buah
apabila semua karyawan yang berada di dalam area tesebut dapat dievakuasi
dengan aman selama terjadinya kejadian darurat.
247
Area desalination plant hanya memiliki 1 sarana jalan keluar. Jumlah
pegawai yang bekerja di area desalination plant setiap harinya adalah 3orang.
Saran yang dapat diberikan adalah agar tetap menjaga sepanjang sarana jalan
keluar agar tetap bersih dan bebas dari benda-benda yang dapat menghambat
proses evakuasi. Sehingga ketika tejadi keadaan darurat karyawan dapat
dengan segera dievakuasi dengan aman tanpa adanya hambatan.
3. Pintu Darurat
Menurut Puslitbang Departemen Pekerjaan Umum pintu kebakaran adalah
pintu-pintu yang langsung menuju tangga kebakaran dan hanya dipergunakan
apabila terjadi kebakaran. Sedangkan menurut NFPA 101, pintu darurat atau
pintu kebakaran adalah pintu yang dipergunakan sebagai jalan keluar untuk
usaha penyelamatan jiwa manusia pada saat terjadi kebakaran.
Berdasarkan tabel 5.14, pintu darurat yang berada di area desalination plant
memiliki tingkat pemenuhan sebesar 85.71 %. Hampir seluruh komponen
kesesuaian pintu darurat sudah dipenuhi. Namun para karyawan
menggunakan pintu tersebut untuk keluar masuk area setiap harinya. Saran
yang dapat diberikan untuk pihak perusahaan adalah memberlakukan pintu
darurat tersebut sesuai fungsinya, yaitu hanya digunakan ketika terjadi
kejadian darurat kebakaran saja. Maka ketika terjadi keadaan darurat
kebakaran para karyawan dapat mengevakuasi dirnya dengan segera melalui
pintu-pintu darurat tersebut.
248
4. Tangga Darurat
Tangga darurat atau tangga kebakaran digunakan sebagai sarana jalan jika
terjadi kebakaran. Menurut KEPMEN PU No.10/KPTS/2000, tangga
kebakaran adalah tangga yang direncanakan khusus untuk penyelamatan bila
terjadi kebakaran. Di area desalination tidak dilakukan pemeriksaan
mengenai tangga darurat. Hal tersebut dikarenakan area ini hanya terdiri dari
satu lantai saja.
5. Penerangan Darurat
Penerangan darurat merupakan penerangan untuk menerangi sepanjang jalur
evakuasi jika penerangan utama tidak berfungsi pada waktu terjadi
kebakaran, sehingga memudahkan usaha penyelamatan. Penerangan darurat
yang digunakan untuk sarana jalan keluar harus bersumber dari aliran listrik
yang dapat diandalkan dan dipertanggungjawabkan. Lampu darurat dipasang
pada tangga kebakaran, bordes, jalan penghubung dan jalan-jalan yang akan
dilalui pada saat evakuasi. (Perda DKI, 1992)
Area desalination tidak memiliki lampu darurat. Namun terdapat 3 sumber
listrik di area ini yaitu: AC listrik, DC listrik (batterai) dan diesel. AC listrik
digunakan sebagai sumber listrik utama yang digunakan untuk seluruh
kepentingan kegiatan yang berlangsung. Saran yang dapat diberikan adalah
agar perusahaan tetap menyediakan lampu darurat di area ini, walaupun
sudah ada 3 sumber listrik yang berbeda.
249
6. Tempat berhimpun
Suatu tempat di area sekitar atau di luar lokasi yang diperuntukan sebagai
tempat berhimpun dan dilakukan penghitungan saat terjadi keadaan darurat.
Tempat ini pula merupakan lokasi akhir yang dituju sebagaimana
digambarkan dalam rute evakuasi. Tempat berhimpun darurat harus aman
dari bahaya kebakaran dan lainnya. (NFPA 101)
Berdasarkan hasil pemeriksaan tempat berhimpun dengan menggunakan
daftar checklist NFPA 101, PLTU PT PJB UP Muara Karang memiliki
tingkat pemenuhan sebesar 100 %. Tempat berhimpun yang berada di area
PLTU terletak di depan gedung office dikarenakan tempat tersebut strategis.
Area-area PLTU lainnya berada di dekat gedung office tersebut. Sehingga
satu tempat berhimpun saja dirasa cukup. Namun desalination plant terletak
cukup jauh dari tempat berhimpun tersebut. Untuk mencapainya, karyawan
harus melewati area ground floor terlebih dahulu. Walaupun demikian
karyawan yang bekerja di area tersebut berada dalam jumlah sedikit dan
memahami kondisi lapangan sehingga dapat mencapai tempat berhimpun.
Saran yang dapat diberikan terhadap perusahaan adalah agar tetap
memelihara kondisi tempat berhimpun selalu dalam kondisi aman. perawatan
garis pembatas dan tanda petunjuk tempat berhimpun sehingga selalu dalam
keadaan baik dan dapat dilihat dengan mudah oleh karyawan.
250
6.4.3 Tingkat Pemenuhan Sistem Tanggap Darurat Kebakaran di Area
Desalination Plant
Berdasarkan tabel 5.17 rata-rata tingkat pemenuhan sistem tanggap darurat di
area desalination plan PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010 adalah
76.40 % yaitu cukup baik (C) dimana semua komponen sistem proteksi
kebakaran sudah terpasang tapi ada sebagian kecil instalasi yang tidak sesuai
dengan persyaratan.
6.5 Ground Floor
6.5.1 Sarana Proteksi Aktif
Menurut KEPMEN PU No.10/KPTS/2000, sarana proteksi kebakaran aktif
adalah sistem perlindungan terhadap kebakaran yang dilaksanakan dengan
mempergunakan peralatan yang dapat bekerja secara otomatis maupun
manual, digunakan oleh penghuni atau petugas pemadam kebakaran dalam
melaksanakan operasi pemadaman. Adapun yang termasuk kedalam sistem
proteksi kebakaran aktif, adalah: APAR, detektor kebakaran, alarm, sprinkler,
hidran.
1. APAR dan APAB
APAR merupakan alat pemadam api yang dapat dijinjing dengan berat yang
tidak melebihi 10 kg adapun media pemadam yang digunakan adalah air,
serbuk kimia, busa dan gas. APAR bersifat praktis dan mudah cara
penggunaannya, tapi hanya efektif untuk memadamkan kebakaran kecil atau
awal kebakaran sesuai dengan klasifikasi kebakarannya (Peraturan Menteri
251
Tenaga Kerja dan Transmigrasi No: PER.04/MEN/1980). Sedangkan
menurut NFPA 10, APAR adalah suatu peralatan ringan yang berisi tepung,
cairan atau gas yang dapat disemprotkan bertekanan untuk tujan pemadaman
kebakaran.
Berdasarkan tabel 5.19 APAR di area ground floor memiliki tingkat
pemenuhan sebesar 98.53 %. Area ground floor dengan luas 4.018,35 m2
memiliki potensi kebakaran tipe B, C dan D. Namun APAR yang tersedia
hanya mampu memadamkan kelas kebakaran tipe B dan C. Berdasarkan tabel
5.20, di area ground floor PLTU PT PJB UP Muara Karang tingkat
pemenuhan APAB sebesar 100 %. APAB di sediakan untuk area ground
floor yang mana area tersebut merupakan area produksi dengan jumlah
personel terbatas.
Saran yang dapat diberikan terhadap perusahaan adalah menyediakan APAR
khusus untuk memadamkan kelas kebakaran D dan agar tetap melakukan
pemeriksaan secara rutin yang sesuai dengan standar. Sehingga APAR selalu
dalam keadaan berfungsi dengan baik dan siap untuk digunakan. Jadi ketika
terjadi kebakaran, karyawan dapat menggunakannya untuk penanggulangan
dengan segera.
2. Alarm
PT PJB UP Muara Karang sudah memiliki alarm yang terintegrasi dengan
detektor. Alarm yang terdapat di area-area PLTU ini adalah alarm kebakaran
yang berupa audible dan visible alarm. Sedangkan berdasarkan cara
pengaktifannya, alarm yang terdapat di PLTU yaitu alarm manual dan panel
252
indikator kebakaran. Untuk area ground floor menggunakan tipe alarm
manual tipe full down.
Berdasarkan tabel 5.21 area ground floor memiliki tingkat pemenuhan alarm
sebesar 85.71 %. Terdapat satu buah alarm manual tipe push button di area
ground floor. Namun mesin-mesin yang berada di area ini terhubung dengan
panel indicator kebakaran yang berada di control room pusat 4, 5 di area
turbine floor. Maka ketika terjadi kebakaran dapat terdeteksi di control room
sehingga dapat dilakukan penanganan dengan segera.
Saran yang dapat diberikan adalah pemeriksaan tetap dilakukan secara rutin
dan dilakukan penambahan jumlah alarm manual sehingga memenuhi standar
tidak melebihi 30 m dari semua bagian bangunan. Karena terdapat
kemungkinan terjadi kebakaran yang tidak terdeteksi oleh sarana proteksi
aktif dan hanya terlihat oleh karyawan saja. Sehingga apabila terjadi hal yang
demikian karyawan dapat segera mencapai alarm untuk pemberitahuan
adanya kejadian kebakaran.
3. Sprinkler
Sprinkler adalah alat pemancar air untuk pemadaman kebakaran yang
mempunyai tudung berbentuk deflektor pada ujung mulut pancarnya,
sehingga air dapat memancar ke semua arah secara merata (KEPMEN PU
No.10/KPTS/2000). Sedangkan menurut NFPA 13, sistem sprinkler untuk
tujuan perlindungan kebakaran, merupakan suatu sistem terpadu dari pipa
bawah tanah dan dia atas tanah yang dirancang sesuai dengan standar teknik
proteksi kebakaran.
253
Berdasarkan tabel 5.22 area ground floor memiliki tingkat pemenuhan
sprinkler sebesar 100 %. Hal tersebut menunjukan seluruh komponen telah
terpenuhi. Jenis prinkler yang ada di area ground floor adalah glass bulb di
mesin diesel fire pump dan spray system yang ada di sekeliling mesin-mesin
produksi, salah satunya yaitu trafo. Jarak antar sprinkler yang ada berkisar
antara 2-4 m dan jarak dari sprinkler ke dinding antara 4-4.5 m. system
sprinkler yang ada sudah terhubung secara otomatis dengan panel indicator
kebakaran di control room. Sehingga ketika sprinkler bereaksi akibat adanya
kebakaran, langsung terlihat di panel indicator kebakaran dan alarm menyala
secara otomatis.
Saran yang dapat diberikan adalah perusahaan agar tetap melakukan
pemeriksaan sprinkler secara rutin sehingga selalu dalam keadaan baik dan
siap untuk digunakan. Jadi ketika terdeteksi adanya kebakaran dapat
ditanggulangi dengan segera untuk mencegah terjadinya kebakaran yang
lebih besar.
4. Detektor
Menurut NFPA, detektor kebakaran otomatis adalah sebuah alat yang
didesain untuk mendeteksi adanya kebakaran dan melakukan tindakan.
Sedangkan menurut Permenaker PER.02/MEN/1983 peralatan pendeteksian
secara otomatis disebut juga dengan Fire Detector yang secara otomatis akan
mendeteksi kebakaran, kemudian mengaktifkan alarmnya.
Berdasarkan tabel 5.23 area ground floor memiliki tingkat pemenuhan
detektor sebesar 100 %. Hal tersebut menunjukan bahwa detektor yang ada di
254
area ground floor telah memenuhi semua komponen. Di area ground floor
terdapat 20 buah detektor yang terpasang dengan rincian heat
detectorsebanyak 4 buah dan flame detector sebanyak 16 buah. Saran yang
dapat diberikan adalah agar tetap melakukan pemeriksaan fungsi detektor
secara rutin sehingga tetap berfungsi dengan baik. Sehingga risiko terjadinya
kejadian kebakaran dapat diminimalisir.
5. Hidran
Berdasarkan KEPMEN PU No.10/KPTS/2000, yang dimaksud dengan hidran
adalah alat yang dilengkapi dengan slang dan mulut pancar (nozzle) untuk
mengalirkan air bertekanan, yang digunakan bagi keperluan pemadaman
kebakaran. Sedangkan menurut NFPA 14, sistem pipa berdiri adalah
pengaturan dari pemipaan, katup, sambungan selang, dan peralatan bersatu
dipasang di sebuah bangunan atau struktur dengan sambungan selang yang
terletak di sedemikian rupa sehingga air dapat dialirkan atau disemprotkan
melalui selang dan nozzle terpasang, yang bertujuan untuk
pemadaman kebakaran dan melindungi sebuah bangunan atau struktur dan
isinya selain untuk melindungi penghuni.
Berdasarkan tabel 5.24 area ground floor memiliki tingkat pemenuhan hidran
gedung sebesar 80 %. Di area ground floor terdapat 7 buah hidran gedung
yang menempel pada dinding area. Sedangkan berdasarkan tabel 5.25 area
ground floor memiliki tingkat pemenuhan hidran halaman sebesar 100 %.
Hidran halaman terletak di dekat water intake dengan jarak 10 m ke area
ground floor. Hidran gedung yang tersedia tidak terdapat tata cara
255
penggunaannya dan seluruh nozzlenya belum terpasang pada selang
kebakaran. Maka saran yang dapat diberikan untuk perusahaan adalah agar
seluruh hidran yang ada diberikan petunjuk pemakaian, pemasangan nozzle
ke selang kebakaran dan pemeliharaan supaya hidran dapat langsung
digunakan ketika terjadi kebakaran.
6.5.2 Sarana Penyelamat Jiwa
Sarana penyelamatan adalah sarana yang dipersiapkan untuk
dipergunakan oleh penghuni maupun petugas pemadam kebakaran dalam
upaya penyelamatan jiwa manusia maupun harta-benda bila terjadi kebakaran
pada suatu bangunan gedung dan lingkungan. Sarana penyelamat jiwa tersebut
terdiri dari petunjuk jalan keluar, sarana jalan keluar, pintu darurat, tangga
darurat, penerangan darurat dan titik berkumpul.
1. Petunjuk Jalan Keluar
Petunjuk arah jalan keluar adalah tanda gambar dan tulisan dalam suatu
bangunan gedung atau industri yang memberikan petunjuk arah jalan keluar
dari lokasi. Biasanya ditempatkan di beberapa lokasi strategis, misalnya di
persimpangan jalan koridor atau lorong-lorong dalam lokasi gedung atau
bangunan industri. (Perda DKI No.03 tahun 1992)
Berdasarkan tabel 5.27 area ground floor memiliki tingkat pemenuhan
petunjuk jalan keluar sebesar 100 %. Hal tersebut menunjukan bahwa
petunjuk jalan keluar yang berada di area ground floor sudah sesuai dengan
NFPA 101 dan Kepmen PU No.10/KPTS/2000.
256
2. Sarana Jalan Keluar
Menurut NFPA 101, akses keluar adalah sebagian sarana jalan keluar
yang mengarah ke pintu masuk untuk keluar. Berdasarkan tabel 5.28 area
ground floor memiliki tingkat pemenuhan sarana jalan keluar sebesar 100 %.
Hal tersebut menunjukan bahwa sarana jalan keluar yang ada di area ground
floor sudah sesuai dengan NFPA 101.
3. Pintu Darurat
Menurut Puslitbang Departemen Pekerjaan Umum pintu kebakaran adalah
pintu-pintu yang langsung menuju tangga kebakaran dan hanya dipergunakan
apabila terjadi kebakaran. Sedangkan menurut NFPA 101, pintu darurat atau
pintu kebakaran adalah pintu yang dipergunakan sebagai jalan keluar untuk
usaha penyelamatan jiwa manusia pada saat terjadi kebakaran.
Berdasarkan tabel 5.29, pintu darurat yang berada di area ground floor
memiliki tingkat pemenuhan sebesar 85.71 %. Untuk pintu darurat yang ada
di area ini sudah memenuhi hamper seluruh komponen, namun para
karyawan menggunakan pintu tersebut untuk keluar masuk area setiap
harinya.
4. Tangga Darurat
Tangga darurat atau tangga kebakaran digunakan sebagai sarana jalan
jika terjadi kebakaran. Menurut KEPMEN PU No.10/KPTS/2000, tangga
kebakaran adalah tangga yang direncanakan khusus untuk penyelamatan bila
terjadi kebakaran.
257
Di area ground floor tidak dilakukan pemeriksaan mengenai tangga
darurat. Hal tersebut dikarenakan area ini hanya terdiri dari satu lantai saja.
5. Penerangan Darurat
Penerangan darurat merupakan penerangan untuk menerangi sepanjang
jalur evakuasi jika penerangan utama tidak berfungsi pada waktu terjadi
kebakaran, sehingga memudahkan usaha penyelamatan. Penerangan darurat
yang digunakan untuk sarana jalan keluar harus bersumber dari aliran listrik
yang dapat diandalkan dan dipertanggungjawabkan. Lampu darurat dipasang
pada tangga kebakaran, bordes, jalan penghubung dan jalan-jalan yang akan
dilalui pada saat evakuasi. (Perda DKI, 1992)
Area ground floor tidak memiliki lampu darurat. Namun terdapat 3
sumber listrik di area ini yaitu: AC listrik, DC listrik (batterai) dan diesel. AC
listrik digunakan sebagai sumber listrik utama yang digunakan untuk seluruh
kepentingan kegiatan yang berlangsung. Ketika AC listrik padam maka akan
langsung digantikan oleh diesel. Menurut salah satu karyawan bagian
produksi waktu perpindahan hingga listrik menyala kembali adalah sekitar 1
menit. Saran yang dapat diberikan adalah agar perusahaan tetap menyediakan
lampu darurat di area ini, walaupun sudah ada 3 sumber listrik yang berbeda.
6. Tempat berhimpun
Suatu tempat di area sekitar atau di luar lokasi yang diperuntukan sebagai
tempat berhimpun dan dilakukan penghitungan saat terjadi keadaan darurat.
Tempat ini pula merupakan lokasi akhir yang dituju sebagaimana
258
digambarkan dalam rute evakuasi. Tempat berhimpun darurat harus aman
dari bahaya kebakaran dan lainnya. (NFPA 101)
Berdasarkan hasil pemeriksaan tempat berhimpun dengan menggunakan
daftar checklist NFPA 101, PLTU PT PJB UP Muara Karang memiliki
tingkat pemenuhan sebesar 100%. Komponen-komponen yang telah dipenuhi
diantaranya yaitu: tersedia tempat berhimpun setelah evakuasi, tersedia
petunjuk tempat berhimpun, luas tempat berhimpun sesuai dengan minimal
0.3 m2/orang, dan kondisi tempat berhimpun aman.
Tempat berhimpun yang berada di area PLTU terletak di depan gedung office
dikarenakan tempat tersebut strategis. Area-area PLTU lainnya berada di
dekat gedung office tersebut. Sehingga satu tempat berhimpun saja dirasa
cukup.
Terdapat papan tanda penunjuk yang di cat hijau dengan warna dasar putih
untuk memberitahukan letak tempat berhimpun. Luasnya adalah 100 m2
dengan garis pemabatas cat warna kuning, sedangkan jumlah kapasitas
karyawan 108 orang yang bekerja setiap harinya. Kondisi tempat berhimpun
tersebut termasuk aman karena terletak jauh dari plant produksi. Hal-hal
tersebut sesuai dengan standar NFPA yang menyebutkan bahwa tersedia
petunjuk tempat berhimpun, luas tempat berhimpun sesuai dengan minimal
0.3 m2/orang dengan kondisi aman.
Saran yang dapat diberikan terhadap perusahaan adalah agar tetap
memelihara kondisi tempat berhimpun selalu dalam kondisi aman. perawatan
259
garis pembatas dan tanda petunjuk tempat berhimpun sehingga selalu dalam
keadaan baik dan dapat dilihat dengan mudah oleh karyawan.
6.5.3 Tingkat Pemenuhan Sistem Tanggap Darurat Kebakaran di Area Ground
Floor
Berdasarkan tabel 5.31 rata-rata tingkat pemenuhan sistem tanggap darurat di
area ground floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010 adalah 76.40%
yaitu Cukup Baik (C) dimana semua komponen sistem proteksi kebakaran sudah
terpasang tapi ada sebagian kecil instalasi yang tidak sesuai dengan persyaratan.
6.6 Mezzanine Floor
6.6.1 Sarana Proteksi Aktif
Menurut KEPMEN PU No.10/KPTS/2000, sarana proteksi kebakaran aktif
adalah sistem perlindungan terhadap kebakaran yang dilaksanakan dengan
mempergunakan peralatan yang dapat bekerja secara otomatis maupun
manual, digunakan oleh penghuni atau petugas pemadam kebakaran dalam
melaksanakan operasi pemadaman. Adapun yang termasuk kedalam sistem
proteksi kebakaran aktif, adalah: APAR, detektor kebakaran, alarm, sprinkler,
hidran.
1. APAR dan APAB
APAR merupakan alat pemadam api yang dapat dijinjing dengan berat yang
tidak melebihi 10 kg adapun media pemadam yang digunakan adalah air,
serbuk kimia, busa dan gas. APAR bersifat praktis dan mudah cara
260
penggunaannya, tapi hanya efektif untuk memadamkan kebakaran kecil atau
awal kebakaran sesuai dengan klasifikasi kebakarannya (Peraturan Menteri
Tenaga Kerja dan Transmigrasi No: PER.04/MEN/1980). Sedangkan
menurut NFPA 10, APAR adalah suatu peralatan ringan yang berisi tepung,
cairan atau gas yang dapat disemprotkan bertekanan untuk tujan pemadaman
kebakaran.
Berdasarkan tabel 5.33 APAR di area mezzanine floor memiliki tingkat
pemenuhan sebesar 98.53 %. Area mezzanine floor dengan luas 4.018,35 m2
memiliki potensi kebakaran tipe B, C dan D. namun APAR yang tersedia
hanya mampu memadamkan kelas kebakaran tipe B dan C. Sedangkan
berdasarkan tabel 5.34, di mezzanine floor PLTU PT PJB UP Muara Karang
tingkat pemenuhan APAB sebesar 100 %.
Saran yang dapat diberikan terhadap perusahaan adalah menyediakan APAR
khusus untuk memadamkan kelas kebakaran D dan agar tetap melakukan
pemeriksaan secara rutin yang sesuai dengan standar. Sehingga APAR selalu
dalam keadaan berfungsi dengan baik dan siap untuk digunakan. Jadi ketika
terjadi kebakaran, karyawan dapat menggunakannya untuk penanggulangan
dengan segera.
2. Alarm
PT PJB UP Muara Karang sudah memiliki alarm yang terintegrasi dengan
detektor. Alarm yang terdapat di area-area PLTU ini adalah alarm kebakaran
yang berupa audible dan visible alarm. Sedangkan berdasarkan cara
pengaktifannya, alarm yang terdapat di PLTU yaitu alarm manual dan panel
261
indikator kebakaran. Untuk area mezzanine floor tipe alarm yang dugunakan
adalah alarm manual tipe full down.
Berdasarkan tabel 5.35 area mezzanine floor memiliki tingkat pemenuhan
alarm sebesar 71.42 %. Di area ini semua mesin terhubung dengan panel
indikator kebakaran control room 4, 5. Dimana panel tersebut terhubung
dengan detektor-detektor yang ada di setiap mesin-mesin produksi. Jadi
ketika terjadi kebakaran karyawan mengetahui area/ mesin mana yang
mengalami kebakaran sehingga dapat ditanggulangi secara cepat oleh tim
pemadam kebakaran. Komponen yang belum dipenuhi di area ini adalah
Tidak terdapat sprinkler di area ini dan Alarm memiliki jarak maksimal 36 m
dari semua bagian area mezzanine floor.
Saran yang dapat diberikan adalah pemeriksaan tetap dilakukan secara rutin
dan dilakukan penambahan jumlah alarm manual sehingga memenuhi standar
tidak melebihi 30 m dari semua bagian bangunan. Karena terdapat
kemungkinan terjadi kebakaran yang tidak terdeteksi oleh sarana proteksi
aktif dan hanya terlihat oleh karyawan saja. Sehingga apabila terjadi hal yang
demikian karyawan dapat segera mencapai alarm untuk pemberitahuan
adanya kejadian kebakaran.
3. Sprinkler
Sprinkler adalah alat pemancar air untuk pemadaman kebakaran yang
mempunyai tudung berbentuk deflektor pada ujung mulut pancarnya,
sehingga air dapat memancar ke semua arah secara merata (KEPMEN PU
No.10/KPTS/2000). Sedangkan menurut NFPA 13, sistem sprinkler untuk
262
tujuan perlindungan kebakaran, merupakan suatu sistem terpadu dari pipa
bawah tanah dan dia atas tanah yang dirancang sesuai dengan standar teknik
proteksi kebakaran.
Setelah dilakukan pemeriksaan, tidak terdapat sistem sprinkler yang
terpasang di area mezzanine floor. Saran yang dapat diberikan adalah agar
menyediakan sprinkler karena terdapat kemungkinan terjadi kebakaran yang
tidak terdeteksi oleh sarana proteksi aktif dan hanya terlihat oleh karyawan
saja.
4. Detektor
Menurut NFPA, detektor kebakaran otomatis adalah sebuah alat yang
didesain untuk mendeteksi adanya kebakaran dan melakukan tindakan.
Sedangkan menurut Permenaker PER.02/MEN/1983 peralatan pendeteksian
secara otomatis disebut juga dengan Fire Detector yang secara otomatis akan
mendeteksi kebakaran, kemudian mengaktifkan alarmnya.
Berdasarkan tabel 5.36 area mezzanine floor memiliki tingkat pemenuhan
detektor sebesar 100 %. Hal tersebut menunjukan bahwa detektor yang ada di
area mezzanine floor telah memenuhi semua komponen. Di area mezzanine
floor terdapat 18 buah detektor yang terpasang dengan rincian heat
detectorsebanyak 14 buah dan smoke detector sebanyak 4 buah. Tidak
terdapat flame detector mengikuti kondisi lapangan yang menyesuaikan
dengan kondisi peralatan yang ada di area ini.
Saran yang dapat diberikan terhadapa perusahaan adalah pemeriksaan tetap
dilakukan secara rutin. Sehingga detektor selalu dalam keadaan baik.
263
5. Hidran
Berdasarkan KEPMEN PU No.10/KPTS/2000, yang dimaksud dengan
hidran adalah alat yang dilengkapi dengan slang dan mulut pancar (nozzle)
untuk mengalirkan air bertekanan, yang digunakan bagi keperluan
pemadaman kebakaran. Sedangkan menurut NFPA 14, sistem pipa berdiri
adalah pengaturan dari pemipaan, katup, sambungan selang, dan peralatan
bersatu dipasang di sebuah bangunan atau struktur dengan sambungan selang
yang terletak di sedemikian rupa sehingga air dapat dialirkan atau
disemprotkan melalui selang dan nozzlel terpasang, yang bertujuan untuk
pemadaman kebakaran dan melindungi sebuah bangunan atau struktur dan
isinya selain untuk melindungi penghuni.
Berdasarkan tabel 5.37 area mezzanine floor memiliki tingkat pemenuhan
hidran gedung sebesar 80 %. Komponen yang belum dipenuhi di area ini
tidak terdapat petunjuk cara penggunaan hidran dan seluruh nozzle hidran
gedung belum terpasang pada selang kebakaran. Mezzanine floor merupakan
area yang terletak di atas area ground floor. Maka tidak perlu melakukan
pemeriksaan hidran halaman di area ini.
Saran yang dapat diberikan adalah pemeriksaan rutin hidran agar tetap
dilakukan secara continue sesuai dengan standar minimal. Agar hidran selau
berfungsi dengan baik dan siap untuk digunakan kapanpun. Selain hal itu
karena bencana selalu terjadi secara tiba-tiba dan tidak dapat diprediksi,
maka nozzle harus sudah dipasang pada selang kebakaran. Sehingga kapan
264
pun terjadi kebakaran yang tidak dapat ditanggulangi oleh alat proteksi
kebakaran lainnya, dapat langsung menggunakan hidran.
6.6.2 Sarana Penyelamat Jiwa
Sarana penyelamatan adalah sarana yang dipersiapkan untuk
dipergunakan oleh penghuni maupun petugas pemadam kebakaran dalam
upaya penyelamatan jiwa manusia maupun harta-benda bila terjadi kebakaran
pada suatu bangunan gedung dan lingkungan. Sarana penyelamat jiwa tersebut
terdiri dari petunjuk jalan keluar, sarana jalan keluar, pintu darurat, tangga
darurat, penerangan darurat dan titik berkumpul.
1. Petunjuk Jalan Keluar
Petunjuk arah jalan keluar adalah tanda gambar dan tulisan dalam suatu
bangunan gedung atau industri yang memberikan petunjuk arah jalan keluar
dari lokasi. Biasanya ditempatkan di beberapa lokasi strategis, misalnya di
persimpangan jalan koridor atau lorong-lorong dalam lokasi gedung atau
bangunan industri. (Perda DKI No.03 tahun 1992)
Berdasarkan tabel 5.39 area mezzanine floor memiliki tingkat pemenuhan
petunjuk jalan keluar sebesar 100 %. Hal tersebut menunjukan bahwa
petunjuk jalan keluar yang berada di area mezzanine floor sudah sesuai
dengan NFPA 101 dan Kepmen PU No.10/KPTS/2000.
Saran yang dapat diberikan untuk pihak perusahaan adalah pemeliharaan
petunjuk jalan keluar sehingga tetap dapat berjalan sebagaimana fungsinya.
Selain hal tersebut sebaiknya pihak perusahaan membuat papan petunjuk
265
jalan keluar dengan ukuran yang lebih besar. Sehingga karyawan maupun
pihak selain karyawan dapat melihat tanda tersebut dengan mudah.
2. Sarana Jalan Keluar
Menurut NFPA 101, akses keluar adalah sebagian sarana jalan keluar yang
mengarah ke pintu masuk untuk keluar. Berdasarkan tabel 5.40 area
mezzanine floor memiliki tingkat pemenuhan sarana jalan keluar sebesar 100
%. Hal tersebut menunjukan bahwa sarana jalan keluar yang ada di area
mezzanine floor sudah sesuai dengan NFPA 101.
Saran yang dapat diberikan adalah agar tetap menjaga sepanjang sarana jalan
keluar agar tetap bersih dan bebas dari benda-benda yang dapat menghambat
proses evakuasi. Sehingga ketika tejadi keadaan darurat karyawan dapat
dengan segera dievakuasi dengan aman tanpa adanya hambatan.
3. Pintu Darurat
Menurut Puslitbang Departemen Pekerjaan Umum pintu kebakaran adalah
pintu-pintu yang langsung menuju tangga kebakaran dan hanya dipergunakan
apabila terjadi kebakaran. Sedangkan menurut NFPA 101, pintu darurat atau
pintu kebakaran adalah pintu yang dipergunakan sebagai jalan keluar untuk
usaha penyelamatan jiwa manusia pada saat terjadi kebakaran.
Berdasarkan tabel 5.41, pintu darurat yang berada di area mezzanine floor
memiliki tingkat pemenuhan sebesar 85.71 %. Komponen yang belum
dipenuhi di area ini adalah pintu hanya digunakan khusus pada saat keadaan
darurat. Para karyawan menggunakan pintu tersebut untuk keluar masuk area
setiap harinya.
266
Saran yang dapat diberikan untuk pihak perusahaan adalah memberlakukan
pintu darurat tersebut sesuai fungsinya, yaitu hanya digunakan ketika terjadi
kejadian darurat kebakaran saja. Maka ketika terjadi keadaan darurat
kebakaran para karyawan dapat mengevakuasi dirnya dengan segera melalui
pintu-pintu darurat tersebut
4. Tangga Darurat
Tangga darurat atau tangga kebakaran digunakan sebagai sarana jalan jika
terjadi kebakaran. Menurut KEPMEN PU No.10/KPTS/2000, tangga
kebakaran adalah tangga yang direncanakan khusus untuk penyelamatan bila
terjadi kebakaran.
Berdasarkan hasil pemeriksaan dengan menggunakan daftar checklist NFPA
101 dan KEPMEN PU No.10/KPTS/2000 area mezzanine floor memiliki
tingkat kesesuaian 0 %. Hal tersebut dikarenakan area ini terdiri lebih dari 2
lantai tidak memiliki tangga yang secara khusus digunakan untuk keadaan
darurat kebakaran. Tangga yang ada dipergunakan setiap hari oleh karyawan.
Saran yang dapat diberikan untuk perusahaan adalah agar menyediakan
tangga darurat yang khusus digunakan ketika terjadi kejadian darurat
kebakaran. Khususnya di area mezzanine floor karena area tersebut
merupakan area yang dihuni serta dilewati oleh banyak karyawan. Sehingga
ketika terjadi kebakaran karyawan dapat dengan segera menyelamatkan diri
dari lantai atas dengan menggunakan tangga darurat tersebut.
267
5. Penerangan Darurat
Penerangan darurat merupakan penerangan untuk menerangi sepanjang jalur
evakuasi jika penerangan utama tidak berfungsi pada waktu terjadi
kebakaran, sehingga memudahkan usaha penyelamatan. Penerangan darurat
yang digunakan untuk sarana jalan keluar harus bersumber dari aliran listrik
yang dapat diandalkan dan dipertanggungjawabkan. Lampu darurat dipasang
pada tangga kebakaran, bordes, jalan penghubung dan jalan-jalan yang akan
dilalui pada saat evakuasi. (Perda DKI, 1992)
Area mezzanine floor tidak memiliki lampu darurat. Namun terdapat 3
sumber listrik yaitu: AC listrik, DC listrik (batterai) dan diesel. AC listrik
digunakan sebagai sumber listrik utama yang digunakan untuk seluruh
kepentingan kegiatan yang berlangsung. Ketika AC listrik padam maka akan
langsung digantikan oleh diesel. Menurut salah satu karyawan bagian
produksi waktu perpindahan hingga listrik menyala kembali adalah sekitar 1
menit. Sedangkan DC listrik (batterai) digunakan untuk panel-panel mesin
yang ada di ruang relay area mezzanine serta monitor pengontrol mesin di
control room. Alat-alat tersebut harus terus menyala dan tidak boleh
kehilangan sumber listrik sedetik pun karena akan berakibat fatal. Saran yang
dapat diberikan adalah agar perusahaan tetap menyediakan lampu darurat di
area ini, walaupun sudah ada 3 sumber listrik yang berbeda.
6. Tempat berhimpun
Suatu tempat di area sekitar atau di luar lokasi yang diperuntukan sebagai
tempat berhimpun dan dilakukan penghitungan saat terjadi keadaan darurat.
268
Tempat ini pula merupakan lokasi akhir yang dituju sebagaimana
digambarkan dalam rute evakuasi. Tempat berhimpun darurat harus aman
dari bahaya kebakaran dan lainnya. (NFPA 101)
Berdasarkan hasil pemeriksaan tempat berhimpun dengan menggunakan
daftar checklist NFPA 101, PLTU PT PJB UP Muara Karang memiliki
tingkat pemenuhan sebesar 100 %. Komponen-komponen yang telah
dipenuhi diantaranya yaitu: tersedia tempat berhimpun setelah evakuasi,
tersedia petunjuk tempat berhimpun, luas tempat berhimpun sesuai dengan
minimal 0.3 m2/orang, dan kondisi tempat berhimpun aman.
Tempat berhimpun yang berada di area PLTU terletak di depan gedung office
dikarenakan tempat tersebut strategis. Area-area PLTU lainnya berada di
dekat gedung office tersebut. Sehingga satu tempat berhimpun saja dirasa
cukup.
Terdapat papan tanda penunjuk yang di cat hijau dengan warna dasar putih
untuk memberitahukan letak tempat berhimpun. Luasnya adalah 100 m2
dengan garis pemabatas cat warna kuning, sedangkan jumlah kapasitas
karyawan 108 orang yang bekerja setiap harinya. Kondisi tempat berhimpun
tersebut termasuk aman karena terletak jauh dari plant produksi. Hal-hal
tersebut sesuai dengan standar NFPA yang menyebutkan bahwa tersedia
petunjuk tempat berhimpun, luas tempat berhimpun sesuai dengan minimal
0.3 m2/orang dengan kondisi aman.
Saran yang dapat diberikan terhadap perusahaan adalah agar tetap
memelihara kondisi tempat berhimpun selalu dalam kondisi aman. perawatan
269
garis pembatas dan tanda petunjuk tempat berhimpun sehingga selalu dalam
keadaan baik dan dapat dilihat dengan mudah oleh karyawan.
6.6.3 Tingkat Pemenuhan Sistem Tanggap Darurat Kebakaran di Area
Mezzanine Floor
Berdasarkan tabel 5.43 rata-rata tingkat pemenuhan sistem tanggap
darurat di area mezzanine floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010
adalah 78.67 % yaitu Cukup baik (C) dimana semua komponen sistem proteksi
kebakaran sudah terpasang tapi ada sebagian kecil instalasi yang tidak sesuai
dengan persyaratan.
6.7 Turbine Floor
6.7.1 Sarana Proteksi Aktif
Menurut KEPMEN PU No.10/KPTS/2000, sarana proteksi kebakaran aktif
adalah sistem perlindungan terhadap kebakaran yang dilaksanakan dengan
mempergunakan peralatan yang dapat bekerja secara otomatis maupun
manual, digunakan oleh penghuni atau petugas pemadam kebakaran dalam
melaksanakan operasi pemadaman. Adapun yang termasuk kedalam sistem
proteksi kebakaran aktif, adalah: APAR, detektor kebakaran, alarm, sprinkler,
hidran.
1. APAR dan APAB
APAR merupakan alat pemadam api yang dapat dijinjing dengan berat yang
tidak melebihi 10 kg adapun media pemadam yang digunakan adalah air,
270
serbuk kimia, busa dan gas. APAR bersifat praktis dan mudah cara
penggunaannya, tapi hanya efektif untuk memadamkan kebakaran kecil atau
awal kebakaran sesuai dengan klasifikasi kebakarannya (Peraturan Menteri
Tenaga Kerja dan Transmigrasi No: PER.04/MEN/1980). Sedangkan
menurut NFPA 10, APAR adalah suatu peralatan ringan yang berisi tepung,
cairan atau gas yang dapat disemprotkan bertekanan untuk tujan pemadaman
kebakaran.
Berdasarkan tabel 5.45 APAR di area turbine floor memiliki tingkat
pemenuhan sebesar 98.53 %. Area turbine floor dengan luas 4.018,35 m2
memiliki potensi kebakaran tipe A, B, C dan D. namun APAR yang tersedia
hanya mampu memadamkan kelas kebakaran tipe A, B dan C. Sedangkan
berdasarkan tabel 5.46, di area turbine floor PLTU PT PJB UP Muara
Karang tingkat pemenuhan APAB sebesar 100 %.
Saran yang dapat diberikan terhadap perusahaan adalah menyediakan APAR
khusus untuk memadamkan kelas kebakaran D dan agar tetap melakukan
pemeriksaan secara rutin yang sesuai dengan standar. Sehingga APAR selalu
dalam keadaan berfungsi dengan baik dan siap untuk digunakan. Jadi ketika
terjadi kebakaran, karyawan dapat menggunakannya untuk penanggulangan
dengan segera
2. Alarm
PT PJB UP Muara Karang sudah memiliki alarm yang terintegrasi dengan
detektor. Alarm yang terdapat di area-area PLTU ini adalah alarm kebakaran
yang berupa audible dan visible alarm. Sedangkan berdasarkan cara
271
pengaktifannya, alarm yang terdapat di PLTU yaitu alarm manual dan panel
indikator kebakaran. Untuk area turbine floor tipe alarm yang digunakan
adalah alarm manual tipe full down . Panel indicator kebakaran diletakan di
control room PLTU 4,5 yang berada di area turbine floor.
Berdasarkan tabel 5.47 area turbine floor memiliki tingkat pemenuhan alarm
sebesar 85.71 %. Komponen yang belum dipenuhi di area ini adalah alarm
yang ada memiliki jarak maksimal 36 m dari semua bagian area turbine floor.
Saran yang dapat diberikan adalah pemeriksaan tetap dilakukan secara rutin
dan dilakukan penambahan jumlah alarm manual sehingga memenuhi standar
tidak melebihi 30 m dari semua bagian bangunan. Karena terdapat
kemungkinan terjadi kebakaran yang tidak terdeteksi oleh sarana proteksi
aktif dan hanya terlihat oleh karyawan saja. Sehingga apabila terjadi hal yang
demikian karyawan dapat segera mencapai alarm untuk pemberitahuan
adanya kejadian kebakaran.
3. Sprinkler
Sprinkler adalah alat pemancar air untuk pemadaman kebakaran yang
mempunyai tudung berbentuk deflektor pada ujung mulut pancarnya,
sehingga air dapat memancar ke semua arah secara merata (KEPMEN PU
No.10/KPTS/2000). Sedangkan menurut NFPA 13, sistem sprinkler untuk
tujuan perlindungan kebakaran, merupakan suatu sistem terpadu dari pipa
bawah tanah dan dia atas tanah yang dirancang sesuai dengan standar teknik
proteksi kebakaran.
272
Di PLTU PT PJB UP Muara Karang ada 2 jenis, yaitu wet pipe system dan
spray system. Sprinkler jenis wet pipe system diletakan di mesin-mesin
produksi yang biasanya digabung dengan heat detector. Jadi ketika mesin
sudah mengalami overheating, maka detektor akan mengirimkan sinyal
tentang adanya kebakaran langsung ke control room sekaligus serta
mengaktifkan sistem sprinkler yang ada di mesin tersebut. Sedangkan
sprinkler jenis spray system hanya ada di trafo.
Berdasarkan tabel 5.48 area turbine floor memiliki tingkat pemenuhan
sprinkler sebesar 100 %. Hal tersebut menunjukan seluruh komponen telah
terpenuhi. Saran yang dapat diberikan terhadap perusahaan adalah tetap
dilakukan pemeriksaan secara rutin sehingga sprinkler selalu dalam keadaan
baik dan siap digunakan ketika terjadi kejadian kebakaran.
4. Detektor
Menurut NFPA, detektor kebakaran otomatis adalah sebuah alat yang
didesain untuk mendeteksi adanya kebakaran dan melakukan tindakan.
Sedangkan menurut Permenaker PER.02/MEN/1983 peralatan pendeteksian
secara otomatis disebut juga dengan Fire Detector yang secara otomatis akan
mendeteksi kebakaran, kemudian mengaktifkan alarmnya.
Berdasarkan tabel 5.49 area turbine floor memiliki tingkat pemenuhan
detektor sebesar 100 %. Hal tersebut menunjukan bahwa detektor yang ada di
area turbine floor telah memenuhi semua komponen. Saran yang dapat
diberikan terhadap perusahaan adalah tetap dilakukan pemeriksaan secara
273
rutin sehingga detektor selalu dalam keadaan baik dan siap digunakan ketika
terjadi kejadian kebakaran.
5. Hidran
Berdasarkan KEPMEN PU No.10/KPTS/2000, yang dimaksud dengan hidran
adalah alat yang dilengkapi dengan slang dan mulut pancar (nozzle) untuk
mengalirkan air bertekanan, yang digunakan bagi keperluan pemadaman
kebakaran. Sedangkan menurut NFPA 14, sistem pipa berdiri adalah
pengaturan dari pemipaan, katup, sambungan selang, dan peralatan bersatu
dipasang di sebuah bangunan atau struktur dengan sambungan selang yang
terletak di sedemikian rupa sehingga air dapat dialirkan atau disemprotkan
melalui selang dan nozzlel terpasang, yang bertujuan untuk
pemadaman kebakaran dan melindungi sebuah bangunan atau struktur dan
isinya selain untuk melindungi penghuni.
Berdasarkan tabel 5.50 area turbine floor memiliki tingkat pemenuhan hidran
gedung sebesar 80 %. Komponen yang belum dipenuhi di area ini adalah
tidak terdapat petunjuk cara penggunaan hidran dan seluruh nozzle hidran
gedung belum terpasang pada selang kebakaran. Tidak terdapat hidran
halaman di area ini. Turbine floor merupakan area yang terletak di atas area
mezzanine floor. Maka tidak perlu melakukan pemeriksaan hidran halaman di
area ini.
Saran yang dapat diberikan adalah pemeriksaan rutin hidran agar tetap
dilakukan secara continue sesuai dengan standar minimal. Agar hidran selau
berfungsi dengan baik dan siap untuk digunakan kapanpun. Selain hal itu
274
karena bencana selalu terjadi secara tiba-tiba dan tidak dapat diprediksi,
maka nozzle harus sudah dipasang pada selang kebakaran. Sehingga kapan
pun terjadi kebakaran yang tidak dapat ditanggulangi oleh alat proteksi
kebakaran lainnya, dapat langsung menggunakan hidran.
6.7.2 Sarana Penyelamat Jiwa
Sarana penyelamatan adalah sarana yang dipersiapkan untuk
dipergunakan oleh penghuni maupun petugas pemadam kebakaran dalam
upaya penyelamatan jiwa manusia maupun harta-benda bila terjadi kebakaran
pada suatu bangunan gedung dan lingkungan. Sarana penyelamat jiwa tersebut
terdiri dari petunjuk jalan keluar, sarana jalan keluar, pintu darurat, tangga
darurat, penerangan darurat dan titik berkumpul.
1. Petunjuk Jalan Keluar
Petunjuk arah jalan keluar adalah tanda gambar dan tulisan dalam suatu
bangunan gedung atau industri yang memberikan petunjuk arah jalan keluar
dari lokasi. Biasanya ditempatkan di beberapa lokasi strategis, misalnya di
persimpangan jalan koridor atau lorong-lorong dalam lokasi gedung atau
bangunan industri. (Perda DKI No.03 tahun 1992)
Berdasarkan tabel 5.52 area turbine floor memiliki tingkat pemenuhan
petunjuk jalan keluar sebesar 100 %. Hal tersebut menunjukan bahwa
petunjuk jalan keluar yang berada di area turbine floorsudah sesuai dengan
NFPA 101 dan Kepmen PU No.10/KPTS/2000.
275
Saran yang dapat diberikan untuk pihak perusahaan adalah pemeliharaan
petunjuk jalan keluar sehingga tetap dapat berjalan sebagaimana fungsinya.
Selain hal tersebut sebaiknya pihak perusahaan membuat papan petunjuk
jalan keluar dengan ukuran yang lebih besar. Sehingga karyawan maupun
pihak selain karyawan dapat melihat tanda tersebut dengan mudah.
2. Sarana Jalan Keluar
Menurut NFPA 101, akses keluar adalah sebagian sarana jalan keluar yang
mengarah ke pintu masuk untuk keluar. Sedangkan dalam KEPMEN PU
No.10/KPTS/2000 tentang Ketentuan Tehnik Pengaman Terhadap Bahaya
Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan, Eksit atau jalan ke luar
adalah:
a. salah satu atau kombinasi dari berikut ini jika memberikan jalan ke
luarmenuju ke jalan umum atau ruang terbuka:
1. bagian dalam dan luar tangga,
2. ramp,
3. lorong yang dilindungi terhadap kebakaran,
4. bukaan pintu yang menuju jalan umum atau ruang terbuka.
b. jalan ke luar horisontal atau lorong yang dilindungi terhadap kebakaran
yang menuju ke eksit horisontal.
Berdasarkan tabel 5.53 area turbine floor memiliki tingkat pemenuhan sarana
jalan keluar sebesar 100 %. Hal tersebut menunjukan bahwa sarana jalan
keluar yang ada di area turbine floor sudah sesuai dengan NFPA 101. Saran
yang dapat diberikan adalah agar tetap menjaga sepanjang sarana jalan keluar
276
agar tetap bersih dan bebas dari benda-benda yang dapat menghambat proses
evakuasi. Sehingga ketika tejadi keadaan darurat karyawan dapat dengan
segera dievakuasi dengan aman tanpa adanya hambatan.
3. Pintu Darurat
Menurut Puslitbang Departemen Pekerjaan Umum pintu kebakaran adalah
pintu-pintu yang langsung menuju tangga kebakaran dan hanya dipergunakan
apabila terjadi kebakaran. Sedangkan menurut NFPA 101, pintu darurat atau
pintu kebakaran adalah pintu yang dipergunakan sebagai jalan keluar untuk
usaha penyelamatan jiwa manusia pada saat terjadi kebakaran.
Berdasarkan tabel 5.54, pintu darurat yang berada di area turbine floor
memiliki tingkat pemenuhan sebesar 85.71 %. Komponen yang belum
dipenuhi di area ini adalah para karyawan menggunakan pintu tersebut untuk
keluar masuk area setiap harinya. Saran yang dapat diberikan untuk pihak
perusahaan adalah memberlakukan pintu darurat tersebut sesuai fungsinya,
yaitu hanya digunakan ketika terjadi kejadian darurat kebakaran saja. Maka
ketika terjadi keadaan darurat kebakaran para karyawan dapat mengevakuasi
dirnya dengan segera melalui pintu-pintu darurat tersebut.
4. Tangga Darurat
Tangga darurat atau tangga kebakaran digunakan sebagai sarana jalan jika
terjadi kebakaran. Menurut KEPMEN PU No.10/KPTS/2000, tangga
kebakaran adalah tangga yang direncanakan khusus untuk penyelamatan bila
terjadi kebakaran.
277
Berdasarkan hasil pemeriksaan dengan menggunakan daftar checklist NFPA
101 dan KEPMEN PU No.10/KPTS/2000 area turbine floor memiliki tingkat
kesesuaian 0 %. Hal tersebut dikarenakan ini terdiri lebih dari 2 lantai tidak
memiliki tangga yang secara khusus digunakan untuk keadaan darurat
kebakaran. Tangga yang ada di area ini digunakan setiap hari oleh karyawan.
Saran yang dapat diberikan untuk perusahaan adalah agar menyediakan
tangga darurat yang khusus digunakan ketika terjadi kejadian darurat
kebakaran. Khususnya di area turbine floor, karena area tersebut merupakan
area yang dihuni serta dilewati oleh banyak karyawan. Sehingga ketika
terjadi kebakaran karyawan dapat dengan segera menyelamatkan diri dari
lantai atas dengan menggunakan tangga darurat tersebut.
5. Penerangan Darurat
Penerangan darurat merupakan penerangan untuk menerangi sepanjang jalur
evakuasi jika penerangan utama tidak berfungsi pada waktu terjadi
kebakaran, sehingga memudahkan usaha penyelamatan. Penerangan darurat
yang digunakan untuk sarana jalan keluar harus bersumber dari aliran listrik
yang dapat diandalkan dan dipertanggungjawabkan. Lampu darurat dipasang
pada tangga kebakaran, bordes, jalan penghubung dan jalan-jalan yang akan
dilalui pada saat evakuasi. (Perda DKI, 1992)
Area turbine floor tidak memiliki lampu darurat. Namun terdapat 3 sumber
listrik di area ini yaitu: AC listrik, DC listrik (batterai) dan diesel. AC listrik
digunakan sebagai sumber listrik utama yang digunakan untuk seluruh
kepentingan kegiatan yang berlangsung. Ketika AC listrik padam maka akan
278
langsung digantikan oleh diesel. Menurut salah satu karyawan bagian
produksi waktu perpindahan hingga listrik menyala kembali adalah sekitar 1
menit.
Saran yang dapat diberikan adalah agar perusahaan tetap menyediakan lampu
darurat di area ini, walaupun sudah ada 3 sumber listrik yang berbeda.
6. Tempat berhimpun
Suatu tempat di area sekitar atau di luar lokasi yang diperuntukan sebagai
tempat berhimpun dan dilakukan penghitungan saat terjadi keadaan darurat.
Tempat ini pula merupakan lokasi akhir yang dituju sebagaimana
digambarkan dalam rute evakuasi. Tempat berhimpun darurat harus aman
dari bahaya kebakaran dan lainnya. (NFPA 101)
Berdasarkan hasil pemeriksaan tempat berhimpun dengan menggunakan
daftar checklist NFPA 101, PLTU PT PJB UP Muara Karang memiliki
tingkat pemenuhan sebesar 100 %. Komponen-komponen yang telah
dipenuhi diantaranya yaitu: tersedia tempat berhimpun setelah evakuasi,
tersedia petunjuk tempat berhimpun, luas tempat berhimpun sesuai dengan
minimal 0.3 m2/orang, dan kondisi tempat berhimpun aman.
Tempat berhimpun yang berada di area PLTU terletak di depan gedung office
dikarenakan tempat tersebut strategis. Area-area PLTU lainnya berada di
dekat gedung office tersebut. Sehingga satu tempat berhimpun saja dirasa
cukup.
Terdapat papan tanda penunjuk yang di cat hijau dengan warna dasar putih
untuk memberitahukan letak tempat berhimpun. Luasnya adalah 100 m2
279
dengan garis pemabatas cat warna kuning, sedangkan jumlah kapasitas
karyawan 108 orang yang bekerja setiap harinya. Kondisi tempat berhimpun
tersebut termasuk aman karena terletak jauh dari plant produksi. Hal-hal
tersebut sesuai dengan standar NFPA yang menyebutkan bahwa tersedia
petunjuk tempat berhimpun, luas tempat berhimpun sesuai dengan minimal
0.3 m2/orang dengan kondisi aman.
Saran yang dapat diberikan terhadap perusahaan adalah agar tetap
memelihara kondisi tempat berhimpun selalu dalam kondisi aman. perawatan
garis pembatas dan tanda petunjuk tempat berhimpun sehingga selalu dalam
keadaan baik dan dapat dilihat dengan mudah oleh karyawan.
6.7.3 Tingkat Pemenuhan Sistem Tanggap Darurat Kebakaran di Area Turbine
Floor
Berdasarkan tabel 5.57 rata-rata tingkat pemenuhan sistem tanggap
darurat di area turbine floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010
adalah 86.56 % yaitu Baik (B) dimana semua komponen sistem proteksi
kebakaran berfungsi sempurna, sehingga gedung dapat digunakan secara
optimum, dimana para pemakai gedung dapat melakukan kegiatannya dengan
mendapat perlindungan dari kebakaran yang baik.
280
6.8 Office
6.8.1 Sarana Proteksi Aktif
Menurut KEPMEN PU No.10/KPTS/2000, sarana proteksi kebakaran aktif
adalah sistem perlindungan terhadap kebakaran yang dilaksanakan dengan
mempergunakan peralatan yang dapat bekerja secara otomatis maupun
manual, digunakan oleh penghuni atau petugas pemadam kebakaran dalam
melaksanakan operasi pemadaman. Adapun yang termasuk kedalam sistem
proteksi kebakaran aktif, adalah: APAR, detektor kebakaran, alarm, sprinkler,
hidran.
1. APAR dan APAB
APAR merupakan alat pemadam api yang dapat dijinjing dengan berat yang
tidak melebihi 10 kg adapun media pemadam yang digunakan adalah air,
serbuk kimia, busa dan gas. APAR bersifat praktis dan mudah cara
penggunaannya, tapi hanya efektif untuk memadamkan kebakaran kecil atau
awal kebakaran sesuai dengan klasifikasi kebakarannya (Peraturan Menteri
Tenaga Kerja dan Transmigrasi No: PER.04/MEN/1980). Sedangkan
menurut NFPA 10, APAR adalah suatu peralatan ringan yang berisi tepung,
cairan atau gas yang dapat disemprotkan bertekanan untuk tujan pemadaman
kebakaran.
Berdasarkan tabel 5.59 APAR di area office memiliki tingkat pemenuhan
sebesar 100 %. Area office dengan luas 836.6 m2 memiliki potensi kebakaran
tipe A, B, C, maka hal tersebut telah sesuai dengan standar karena APAR
yang disediakan di area ini merupakan APAR yang dapat memadamkan
281
kebakaran jenis A, B dan C. Tidak terdapat APAB di area ini, hal ini
dikarenakan jumlah karyawan yang bekerja paling banyak dibandingkan
area-area lainnya yaitu 82 orang.
Saran yang dapat diberikan terhadap perusahaan adalah tetap melakukan
pemeriksaan secara rutin yang sesuai dengan standar. Sehingga APAR selalu
dalam keadaan berfungsi dengan baik dan siap untuk digunakan. Jadi ketika
terjadi kebakaran, karyawan dapat menggunakannya untuk penanggulangan
dengan segera.
2. Alarm
PT PJB UP Muara Karang sudah memiliki alarm yang terintegrasi dengan
detektor. Alarm yang terdapat di area-area PLTU ini adalah alarm kebakaran
yang berupa audible dan visible alarm. Sedangkan berdasarkan cara
pengaktifannya, alarm yang terdapat di PLTU yaitu alarm manual dan panel
indikator kebakaran. Untuk area office tipe alarm yang digunakan adalah
alarm manual tipe push button.
Berdasarkan tabel 5.60 area office memiliki tingkat pemenuhan alarm sebesar
85.71 %. Komponen yang belum dipenuhi di area ini adalah alarm yang ada
belum terhubung secara otomatis dengan sprinkler. Saran yang dapat
diberikan adalah agar menyediakan sprinkler karena terdapat kemungkinan
terjadi kebakaran yang tidak terdeteksi oleh sarana proteksi aktif dan hanya
terlihat oleh karyawan saja.
282
3. Sprinkler
Sprinkler adalah alat pemancar air untuk pemadaman kebakaran yang
mempunyai tudung berbentuk deflektor pada ujung mulut pancarnya,
sehingga air dapat memancar ke semua arah secara merata (KEPMEN PU
No.10/KPTS/2000). Sedangkan menurut NFPA 13, sistem sprinkler untuk
tujuan perlindungan kebakaran, merupakan suatu sistem terpadu dari pipa
bawah tanah dan dia atas tanah yang dirancang sesuai dengan standar teknik
proteksi kebakaran.
Setelah dilakukan pemeriksaan, maka dapat diketahui bahwa tidak terdapat
system sprinkler yang terpasang di area office. Saran yang dapat diberikan
adalah agar menyediakan sprinkler karena terdapat kemungkinan terjadi
kebakaran yang tidak terdeteksi oleh sarana proteksi aktif dan hanya terlihat
oleh karyawan saja.
4. Detektor
Menurut NFPA, detektor kebakaran otomatis adalah sebuah alat yang
didesain untuk mendeteksi adanya kebakaran dan melakukan tindakan.
Sedangkan menurut Permenaker PER.02/MEN/1983 peralatan pendeteksian
secara otomatis disebut juga dengan Fire Detector yang secara otomatis akan
mendeteksi kebakaran, kemudian mengaktifkan alarmnya.
Berdasarkan tabel 5.61 area office memiliki tingkat pemenuhan detektor
sebesar 100 %. Hal tersebut menunjukan bahwa detektor yang ada di area
office telah memenuhi semua komponen. Saran yang dapat diberikan adalah
pemeriksaan rutin detektor agar tetap dilakukan secara continue sesuai
283
dengan standar minimal. Agar detektor selalu berfungsi dengan baik dan
siap untuk digunakan kapanpun.
5. Hidran
Berdasarkan KEPMEN PU No.10/KPTS/2000, yang dimaksud dengan hidran
adalah alat yang dilengkapi dengan slang dan mulut pancar (nozzle) untuk
mengalirkan air bertekanan, yang digunakan bagi keperluan pemadaman
kebakaran. Sedangkan menurut NFPA 14, sistem pipa berdiri adalah
pengaturan dari pemipaan, katup, sambungan selang, dan peralatan bersatu
dipasang di sebuah bangunan atau struktur dengan sambungan selang yang
terletak di sedemikian rupa sehingga air dapat dialirkan atau disemprotkan
melalui selang dan nozzlel terpasang, yang bertujuan untuk
pemadaman kebakaran dan melindungi sebuah bangunan atau struktur dan
isinya selain untuk melindungi penghuni.
Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan, tidak terdapat hidran gedung
ataupun hidran halaman di area ini. Menurut salah seorang pihak K3 hal
tersebut dikarenakan alat proteksi lainnya sudah mencukupi untuk
memproteksi area office dari kejadian kebakaran.
Padahal hidran memiliki fungsi yang sangat penting dimana apabila sistem
proteksi aktif yang lainnya tidak mampu menanggulangi kebakaran, maka
untuk memadamkan api digunakan hidran. Saran yang dapat diberikan yaitu
menyediakan hidran di area ini.
284
6.8.2 Sarana Penyelamat Jiwa
Sarana penyelamatan adalah sarana yang dipersiapkan untuk
dipergunakan oleh penghuni maupun petugas pemadam kebakaran dalam
upaya penyelamatan jiwa manusia maupun harta-benda bila terjadi kebakaran
pada suatu bangunan gedung dan lingkungan. Sarana penyelamat jiwa tersebut
terdiri dari petunjuk jalan keluar, sarana jalan keluar, pintu darurat, tangga
darurat, penerangan darurat dan titik berkumpul.
1. Petunjuk Jalan Keluar
Petunjuk arah jalan keluar adalah tanda gambar dan tulisan dalam suatu
bangunan gedung atau industri yang memberikan petunjuk arah jalan keluar
dari lokasi. Biasanya ditempatkan di beberapa lokasi strategis, misalnya di
persimpangan jalan koridor atau lorong-lorong dalam lokasi gedung atau
bangunan industri. (Perda DKI No.03 tahun 1992)
Berdasarkan tabel 5.42 area office memiliki tingkat pemenuhan petunjuk
jalan keluar sebesar 100 %. Hal tersebut menunjukan bahwa petunjuk jalan
keluar yang berada di area officesudah sesuai dengan NFPA 101 dan Kepmen
PU No.10/KPTS/2000. Saran yang dapat diberikan untuk pihak perusahaan
adalah pemeliharaan petunjuk jalan keluar sehingga tetap dapat berjalan
sebagaimana fungsinya. Selain hal tersebut sebaiknya pihak perusahaan
membuat papan petunjuk jalan keluar dengan ukuran yang lebih besar.
Sehingga karyawan maupun pihak selain karyawan dapat melihat tanda
tersebut dengan mudah.
285
2. Sarana Jalan Keluar
Menurut NFPA 101, akses keluar adalah sebagian sarana jalan keluar yang
mengarah ke pintu masuk untuk keluar. Sedangkan dalam KEPMEN PU
No.10/KPTS/2000 tentang Ketentuan Tehnik Pengaman Terhadap Bahaya
Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan, Eksit atau jalan ke luar
adalah:
a. salah satu atau kombinasi dari berikut ini jika memberikan jalan ke luar
menuju ke jalan umum atau ruang terbuka:
1. bagian dalam dan luar tangga,
2. ramp,
3. lorong yang dilindungi terhadap kebakaran,
4. bukaan pintu yang menuju jalan umum atau ruang terbuka.
b. jalan ke luar horisontal atau lorong yang dilindungi terhadap kebakaran
yang menuju ke eksit horisontal.
Berdasarkan tabel 5.64 area office memiliki tingkat pemenuhan sarana jalan
keluar sebesar 100 %. Hal tersebut menunjukan bahwa sarana jalan keluar
yang ada sudah sesuai dengan NFPA 101. Saran yang dapat diberikan adalah
agar tetap menjaga sepanjang sarana jalan keluar agar tetap bersih dan bebas
dari benda-benda yang dapat menghambat proses evakuasi. Sehingga ketika
tejadi keadaan darurat karyawan dapat segera dievakuasi dengan aman tanpa
adanya hambatan.
286
3. Pintu Darurat
Menurut Puslitbang Departemen Pekerjaan Umum pintu kebakaran adalah
pintu-pintu yang langsung menuju tangga kebakaran dan hanya dipergunakan
apabila terjadi kebakaran. Sedangkan menurut NFPA 101, pintu darurat atau
pintu kebakaran adalah pintu yang dipergunakan sebagai jalan keluar untuk
usaha penyelamatan jiwa manusia pada saat terjadi kebakaran.
Berdasarkan tabel 5.65, pintu darurat yang berada di area office memiliki
tingkat pemenuhan sebesar 85.71 %. Komponen yang belum dipenuhi di area
ini adalah para karyawan menggunakan pintu tersebut untuk keluar masuk
area setiap harinya. Saran yang dapat diberikan untuk pihak perusahaan
adalah memberlakukan pintu darurat tersebut sesuai fungsinya, yaitu hanya
digunakan ketika terjadi kejadian darurat kebakaran saja. Maka ketika terjadi
keadaan darurat kebakaran para karyawan dapat mengevakuasi dirnya
dengan segera melalui pintu-pintu darurat tersebut.
4. Tangga Darurat
Tangga darurat atau tangga kebakaran digunakan sebagai sarana jalan jika
terjadi kebakaran. Menurut KEPMEN PU No.10/KPTS/2000, tangga
kebakaran adalah tangga yang direncanakan khusus untuk penyelamatan bila
terjadi kebakaran.
Berdasarkan hasil pemeriksaan dengan menggunakan daftar checklist NFPA
101 dan KEPMEN PU No.10/KPTS/2000 area office memiliki tingkat
kesesuaian 0 %. Hal tersebut dikarenakan area office yang terdiri lebih dari 2
lantai tidak memiliki tangga yang secara khusus digunakan untuk keadaan
287
darurat kebakaran. Tangga yang ada biasa digunakan oleh karyawan setiap
hari.
Saran yang dapat diberikan untuk perusahaan adalah agar menyediakan
tangga darurat yang khusus digunakan ketika terjadi kejadian darurat
kebakaran. Khususnya di area turbine floor, mezzanine floor dan office,
karena area tersebut merupakan area yang dihuni serta dilewati oleh banyak
karyawan. Sehingga ketika terjadi kebakaran karyawan dapat dengan segera
menyelamatkan diri dari lantai atas dengan menggunakan tangga darurat
tersebut.
5. Penerangan Darurat
Penerangan darurat merupakan penerangan untuk menerangi sepanjang jalur
evakuasi jika penerangan utama tidak berfungsi pada waktu terjadi
kebakaran, sehingga memudahkan usaha penyelamatan. Penerangan darurat
yang digunakan untuk sarana jalan keluar harus bersumber dari aliran listrik
yang dapat diandalkan dan dipertanggungjawabkan. Lampu darurat dipasang
pada tangga kebakaran, bordes, jalan penghubung dan jalan-jalan yang akan
dilalui pada saat evakuasi. (Perda DKI, 1992)
Penerangan darurat terletak di area office dengan jumlah 6 buah dengan
kekuatan 20 lux. Lampu tersebut dipasang di sepanjang sarana jalan keluar
dengan penempatan yang baik. Sehingga ketika kemungkinan salah satu
lampu mati tidak akan menyebabkan area menjadi gelap total. Lampu
tersebut selalu di charge ketika listrik dalam keadaan menyala. Sehingga saat
lampu padam lampu akan otomatis hidup dengan menggunakan sumber
288
batterai. Menurut pihak K3 lampu tersebut mampu menyala untu 8 jam.
Namun lampu tersebut berwarna putih, hal ini tidak sesuai dengan standar
NFPA 101 yang menyebutkan bahwa lampu harus berwarna kuning sehingga
dapat menembus asap serta tidak menyilaukan.
Saran yang dapat diberikan adalah agar perusahaan mengganti warna lampu
darurat dengan yang berwarna kuning. Sehingga ketika terjadi lampu padam
akibat kebakaran, karyawan bisa melihat dengan baik arah jalan keluar dan
proses evakuasi pun bisa berjalan dengan lancar.
6. Tempat berhimpun
Suatu tempat di area sekitar atau di luar lokasi yang diperuntukan sebagai
tempat berhimpun dan dilakukan penghitungan saat terjadi keadaan darurat.
Tempat ini pula merupakan lokasi akhir yang dituju sebagaimana
digambarkan dalam rute evakuasi. Tempat berhimpun darurat harus aman
dari bahaya kebakaran dan lainnya. (NFPA 101)
Berdasarkan hasil pemeriksaan tempat berhimpun dengan menggunakan
daftar checklist NFPA 101, PLTU PT PJB UP Muara Karang memiliki
tingkat pemenuhan sebesar 100 %. Komponen-komponen yang telah
dipenuhi diantaranya yaitu: tersedia tempat berhimpun setelah evakuasi,
tersedia petunjuk tempat berhimpun, luas tempat berhimpun sesuai dengan
minimal 0.3 m2/orang, dan kondisi tempat berhimpun aman.
Tempat berhimpun yang berada di area PLTU terletak di depan gedung office
dikarenakan tempat tersebut strategis. Area-area PLTU lainnya berada di
289
dekat gedung office tersebut. Sehingga satu tempat berhimpun saja dirasa
cukup.
Terdapat papan tanda penunjuk yang di cat hijau dengan warna dasar putih
untuk memberitahukan letak tempat berhimpun. Luasnya adalah 100 m2
dengan garis pemabatas cat warna kuning, sedangkan jumlah kapasitas
karyawan 108 orang yang bekerja setiap harinya. Kondisi tempat berhimpun
tersebut termasuk aman karena terletak jauh dari plant produksi. Hal-hal
tersebut sesuai dengan standar NFPA yang menyebutkan bahwa tersedia
petunjuk tempat berhimpun, luas tempat berhimpun sesuai dengan minimal
0.3 m2/orang dengan kondisi aman.
Saran yang dapat diberikan terhadap perusahaan adalah agar tetap
memelihara kondisi tempat berhimpun selalu dalam kondisi aman. perawatan
garis pembatas dan tanda petunjuk tempat berhimpun sehingga selalu dalam
keadaan baik dan dapat dilihat dengan mudah oleh karyawan.
6.8.3 Tingkat Pemenuhan Sistem Tanggap Darurat Kebakaran di Area Office
Berdasarkan tabel 5.68 rata-rata tingkat pemenuhan sistem tanggap darurat di
area office PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010 adalah 73.58 % yaitu
cukup baik (C) dimana komponen sudah terpasang tapi ada sebagian kecil
instalasi yang tidak sesuai dengan persyaratan.
290
6.9 Gudang
6.9.1 Sarana Proteksi Aktif
Menurut KEPMEN PU No.10/KPTS/2000, sarana proteksi kebakaran aktif
adalah sistem perlindungan terhadap kebakaran yang dilaksanakan dengan
mempergunakan peralatan yang dapat bekerja secara otomatis maupun
manual, digunakan oleh penghuni atau petugas pemadam kebakaran dalam
melaksanakan operasi pemadaman. Adapun yang termasuk kedalam sistem
proteksi kebakaran aktif, adalah: APAR, detektor kebakaran, alarm, sprinkler,
hidran.
1. APAR dan APAB
APAR merupakan alat pemadam api yang dapat dijinjing dengan berat yang
tidak melebihi 10 kg adapun media pemadam yang digunakan adalah air,
serbuk kimia, busa dan gas. APAR bersifat praktis dan mudah cara
penggunaannya, tapi hanya efektif untuk memadamkan kebakaran kecil atau
awal kebakaran sesuai dengan klasifikasi kebakarannya (Peraturan Menteri
Tenaga Kerja dan Transmigrasi No: PER.04/MEN/1980). Sedangkan
menurut NFPA 10, APAR adalah suatu peralatan ringan yang berisi tepung,
cairan atau gas yang dapat disemprotkan bertekanan untuk tujan pemadaman
kebakaran.
Berdasarkan tabel 5.70 APAR di area gudang memiliki tingkat pemenuhan
sebesar 98.53 %. Area gudang dengan luas 106.8 m2 memiliki potensi
kebakaran tipe B, C dan D. namun APAR yang tersedia hanya mampu
memadamkan kelas kebakaran tipe A, B dan C. Sedangkan berdasarkan tabel
291
5.71, di PLTU PT PJB UP Muara Karang tingkat pemenuhan APAB sebesar
100 %.
Saran yang dapat diberikan terhadap perusahaan adalah menyediakan APAR
khusus untuk memadamkan kelas kebakaran D dan agar tetap melakukan
pemeriksaan secara rutin yang sesuai dengan standar. Sehingga APAR selalu
dalam keadaan berfungsi dengan baik dan siap untuk digunakan. Jadi ketika
terjadi kebakaran, karyawan dapat menggunakannya untuk penanggulangan
dengan segera.
2. Alarm
PT PJB UP Muara Karang sudah memiliki alarm yang terintegrasi dengan
detektor. Alarm yang terdapat di area-area PLTU ini adalah alarm kebakaran
yang berupa audible dan visible alarm. Sedangkan berdasarkan cara
pengaktifannya, alarm yang terdapat di PLTU yaitu alarm manual dan panel
indikator kebakaran. Untuk area gudang tipe alarm yang digunakan adalah
alarm manual tipe full down.
Berdasarkan tabel 5.72 area gudang memiliki tingkat pemenuhan alarm
sebesar 100 %. Yang artinya seluruh komponen telah terpenuhi. Saran yang
dapat diberikan terhadap perusahaan adalah agar tetap melakukan
pemeriksaan secara rutin yang sesuai dengan standar. Sehingga alarm selalu
dalam keadaan berfungsi dengan baik dan siap untuk digunakan.
3. Sprinkler
Sprinkler adalah alat pemancar air untuk pemadaman kebakaran yang
mempunyai tudung berbentuk deflektor pada ujung mulut pancarnya,
292
sehingga air dapat memancar ke semua arah secara merata (KEPMEN PU
No.10/KPTS/2000). Sedangkan menurut NFPA 13, sistem sprinkler untuk
tujuan perlindungan kebakaran, merupakan suatu sistem terpadu dari pipa
bawah tanah dan dia atas tanah yang dirancang sesuai dengan standar teknik
proteksi kebakaran.
Berdasarkan tabel 5.73 area gudang memiliki tingkat pemenuhan sprinkler
sebesar 100 %. Hal tersebut menunjukan seluruh komponen telah terpenuhi.
Saran yang dapat diberikan terhadap perusahaan adalah agar tetap melakukan
pemeriksaan dan pemeliharaan secara rutin yang sesuai dengan standar.
Sehingga sprinkler selalu dalam keadaan berfungsi dengan baik dan siap
untuk digunakan.
4. Detektor
Menurut NFPA, detektor kebakaran otomatis adalah sebuah alat yang
didesain untuk mendeteksi adanya kebakaran dan melakukan tindakan.
Sedangkan menurut Permenaker PER.02/MEN/1983 peralatan pendeteksian
secara otomatis disebut juga dengan Fire Detector yang secara otomatis akan
mendeteksi kebakaran, kemudian mengaktifkan alarmnya.
Berdasarkan tabel 5.74 area gudang memiliki tingkat pemenuhan detektor
sebesar 100 %. Hal tersebut menunjukan bahwa detektor yang ada di area
gudang telah memenuhi semua komponen. Saran yang dapat diberikan
terhadap perusahaan adalah agar tetap melakukan pemeriksaan dan
pemeliharaan secara rutin yang sesuai dengan standar. Sehingga detektor
selalu dalam keadaan berfungsi dengan baik dan siap untuk digunakan.
293
5. Hidran
Berdasarkan KEPMEN PU No.10/KPTS/2000, yang dimaksud dengan hidran
adalah alat yang dilengkapi dengan slang dan mulut pancar (nozzle) untuk
mengalirkan air bertekanan, yang digunakan bagi keperluan pemadaman
kebakaran. Sedangkan menurut NFPA 14, sistem pipa berdiri adalah
pengaturan dari pemipaan, katup, sambungan selang, dan peralatan bersatu
dipasang di sebuah bangunan atau struktur dengan sambungan selang yang
terletak di sedemikian rupa sehingga air dapat dialirkan atau disemprotkan
melalui selang dan nozzlel terpasang, yang bertujuan untuk
pemadaman kebakaran dan melindungi sebuah bangunan atau struktur dan
isinya selain untuk melindungi penghuni.
Setelah dilakukan pemeriksaan di area gudang tidak terdapat hidran, baik
hidran gedung ataupun hidran halaman. Saran yang dapat diberikan terhadap
perusahaan adalah menyediakan hidran. Sehingga dapat meminimalisir
terjadinya kebakaran apabila tidak dapat ditanggulangi oleh alat pemadam
kebakaran lainnya.
6.9.2 Sarana Penyelamat Jiwa
Sarana penyelamatan adalah sarana yang dipersiapkan untuk
dipergunakan oleh penghuni maupun petugas pemadam kebakaran dalam
upaya penyelamatan jiwa manusia maupun harta-benda bila terjadi kebakaran
pada suatu bangunan gedung dan lingkungan. Sarana penyelamat jiwa tersebut
294
terdiri dari petunjuk jalan keluar, sarana jalan keluar, pintu darurat, tangga
darurat, penerangan darurat dan titik berkumpul.
1. Petunjuk Jalan Keluar
Petunjuk arah jalan keluar adalah tanda gambar dan tulisan dalam suatu
bangunan gedung atau industri yang memberikan petunjuk arah jalan keluar
dari lokasi. Biasanya ditempatkan di beberapa lokasi strategis, misalnya di
persimpangan jalan koridor atau lorong-lorong dalam lokasi gedung atau
bangunan industri. (Perda DKI No.03 tahun 1992)
Berdasarkan tabel 5.76 area gudang memiliki tingkat pemenuhan petunjuk
jalan keluar sebesar 100 %. Hal tersebut menunjukan bahwa petunjuk jalan
keluar yang berada di area gudang sudah sesuai dengan NFPA 101 dan
Kepmen PU No.10/KPTS/2000. Saran yang dapat diberikan untuk pihak
perusahaan adalah pemeliharaan petunjuk jalan keluar sehingga tetap dapat
berjalan sebagaimana fungsinya. Selain hal tersebut sebaiknya pihak
perusahaan membuat papan petunjuk jalan keluar dengan ukuran yang lebih
besar. Sehingga karyawan maupun pihak selain karyawan dapat melihat
tanda tersebut dengan mudah.
2. Sarana Jalan Keluar
Menurut NFPA 101, akses keluar adalah sebagian sarana jalan keluar yang
mengarah ke pintu masuk untuk keluar. Sedangkan dalam KEPMEN PU
No.10/KPTS/2000 tentang Ketentuan Tehnik Pengaman Terhadap Bahaya
Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan, Eksit atau jalan ke luar
adalah:
295
a. salah satu atau kombinasi dari berikut ini jika memberikan jalan ke luar
menuju ke jalan umum atau ruang terbuka:
1. bagian dalam dan luar tangga,
2. ramp,
3. lorong yang dilindungi terhadap kebakaran,
4. bukaan pintu yang menuju jalan umum atau ruang terbuka.
b. jalan ke luar horisontal atau lorong yang dilindungi terhadap kebakaran
yang menuju ke eksit horisontal.
Berdasarkan tabel 5.77 area gudang memiliki tingkat pemenuhan sarana jalan
keluar sebesar 66.66 %. Hal tersebut menunjukan bahwa sarana jalan keluar
yang ada di area gudang masih terdapat kekurangan yang belum sesuai
dengan NFPA 101. Komponen yang masih belum dipenuhi adalah hanya
terdapat satu jalan keluar dan jarak maksimal dari bangunan ke exit adalah
27.5 m.
Saran yang dapat diberikan adalah mengusahakan untuk membuat jalan
keluar lainnya dan agar tetap menjaga sepanjang sarana jalan keluar agar
tetap bersih dan bebas dari benda-benda yang dapat menghambat proses
evakuasi. Sehingga ketika tejadi keadaan darurat karyawan dapat dengan
segera dievakuasi dengan aman tanpa adanya hambatan.
3. Pintu Darurat
Menurut Puslitbang Departemen Pekerjaan Umum pintu kebakaran adalah
pintu-pintu yang langsung menuju tangga kebakaran dan hanya dipergunakan
apabila terjadi kebakaran. Sedangkan menurut NFPA 101, pintu darurat atau
296
pintu kebakaran adalah pintu yang dipergunakan sebagai jalan keluar untuk
usaha penyelamatan jiwa manusia pada saat terjadi kebakaran.
Berdasarkan tabel 5.78, pintu darurat yang berada di area gudang memiliki
tingkat pemenuhan sebesar 85.71 %. Komponen yang belum dipenuhi di area
ini adalah pintu darurat yang ada digunakan oleh karyawan untuk keluar
masuk area setiap harinya. Padahal menurut NFPA 101 pintu darurat hanya
digunakan khusus pada saat keadaan darurat saja.
Saran yang dapat diberikan untuk pihak perusahaan adalah memberlakukan
pintu darurat tersebut sesuai fungsinya, yaitu hanya digunakan ketika terjadi
kejadian darurat kebakaran saja. Maka ketika terjadi keadaan darurat
kebakaran para karyawan dapat mengevakuasi dirnya dengan segera melalui
pintu-pintu darurat tersebut.
4. Tangga Darurat
Tangga darurat atau tangga kebakaran digunakan sebagai sarana jalan jika
terjadi kebakaran. Menurut KEPMEN PU No.10/KPTS/2000, tangga
kebakaran adalah tangga yang direncanakan khusus untuk penyelamatan bila
terjadi kebakaran. Di area gudang tidak dilakukan pemeriksaan mengenai
tangga darurat. Hal tersebut dikarenakan area ini hanya terdiri dari satu lantai
saja.
5. Penerangan Darurat
Penerangan darurat merupakan penerangan untuk menerangi sepanjang jalur
evakuasi jika penerangan utama tidak berfungsi pada waktu terjadi
kebakaran, sehingga memudahkan usaha penyelamatan. Penerangan darurat
297
yang digunakan untuk sarana jalan keluar harus bersumber dari aliran listrik
yang dapat diandalkan dan dipertanggungjawabkan. Lampu darurat dipasang
pada tangga kebakaran, bordes, jalan penghubung dan jalan-jalan yang akan
dilalui pada saat evakuasi. (Perda DKI, 1992)
Berdasarkan hasil observasi di lapangan, area gudang sudah memiliki
penerangan darurat. Lampu penerangan darurat tersebut diletakan di
sepanjang jalan keluar dan di tempat-tempat di mana biasanya terdapat
karyawan. Lampu penerangan darurat tersebut memiliki baterai cadangan,
dengan stop kontak yang menyambung pada sumber listrik sehingga ketika
terjadi “trip“ akibat kebakaran, lampu akan menyala secara otomatis.
Berdasarkan tabel 5.79 area gudang memiliki tingkat pemenuhan penerangan
darurat sebesar 75 %. Komponen yang belum dipenuhi di area ini adalah
lampu darurat yang tersedia berwarna putih. Padahal seharusnya lampu
darurat yang tersedia berwarna kuning.
Saran yang dapat diberikan adalah agar perusahaan mengganti warna lampu
darurat dengan yang berwarna kuning. Sehingga ketika terjadi lampu padam
akibat kebakaran, karyawan bisa melihat dengan baik arah jalan keluar dan
proses evakuasi pun bisa berjalan dengan lancar.
6. Tempat berhimpun
Suatu tempat di area sekitar atau di luar lokasi yang diperuntukan sebagai
tempat berhimpun dan dilakukan penghitungan saat terjadi keadaan darurat.
Tempat ini pula merupakan lokasi akhir yang dituju sebagaimana
298
digambarkan dalam rute evakuasi. Tempat berhimpun darurat harus aman
dari bahaya kebakaran dan lainnya. (NFPA 101)
Berdasarkan hasil pemeriksaan tempat berhimpun dengan menggunakan
daftar checklist NFPA 101, PLTU PT PJB UP Muara Karang memiliki
tingkat pemenuhan sebesar 100 %. Komponen-komponen yang telah
dipenuhi diantaranya yaitu: tersedia tempat berhimpun setelah evakuasi,
tersedia petunjuk tempat berhimpun, luas tempat berhimpun sesuai dengan
minimal 0.3 m2/orang, dan kondisi tempat berhimpun aman.
Tempat berhimpun yang berada di area PLTU terletak di depan gedung office
dikarenakan tempat tersebut strategis. Area-area PLTU lainnya berada di
dekat gedung office tersebut. Sehingga satu tempat berhimpun saja dirasa
cukup. Namun area gudang terletak cukup jauh dari tempat berhimpun
tersebut. Untuk mencapainya, karyawan harus melewati area ground floor
terlebih dahulu. Walaupun demikian karyawan yang bekerja di area tersebut
berada dalam jumlah sedikit dan memahami kondisi lapangan sehingga dapat
mencapai tempat berhimpun.
Terdapat papan tanda penunjuk yang di cat hijau dengan warna dasar putih
untuk memberitahukan letak tempat berhimpun. Luasnya adalah 100 m2
dengan garis pembatas cat warna kuning, sedangkan jumlah kapasitas
karyawan 108 orang yang bekerja setiap harinya. Kondisi tempat berhimpun
tersebut termasuk aman karena terletak jauh dari plant produksi. Hal-hal
tersebut sesuai dengan standar NFPA yang menyebutkan bahwa tersedia
299
petunjuk tempat berhimpun, luas tempat berhimpun sesuai dengan minimal
0.3 m2/orang dengan kondisi aman.
Saran yang dapat diberikan terhadap perusahaan adalah agar tetap
memelihara kondisi tempat berhimpun selalu dalam kondisi aman. perawatan
garis pembatas dan tanda petunjuk tempat berhimpun sehingga selalu dalam
keadaan baik dan dapat dilihat dengan mudah oleh karyawan.
6.9.3 Tingkat Pemenuhan Sistem Tanggap Darurat Kebakaran di Area
Gudang
Berdasarkan tabel 5.81 rata-rata tingkat pemenuhan sistem tanggap darurat di
area gudang PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010 adalah 84.08 %
yaitu baik (B) dimana semua komponen sistem proteksi kebakaran berfungsi
sempurna, sehingga gedung dapat digunakan secara optimum, dimana para
pemakai gedung dapat melakukan kegiatannya dengan mendapat
perlindungan dari kebakaran yang baik.
6.10 Tingkat Pemenuhan Sistem Tanggap Darurat Kebakaran di PLTU PT PJB
UP Muara Karang
Berdasarkan tabel 5.82, rata-rata tingkat pemenuhan sistem tanggap
darurat di area produksi PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010 adalah
81.76 % yaitu baik (B) dimana semua komponen sistem proteksi kebakaran
berfungsi sempurna, sehingga gedung dapat digunakan secara optimum, dimana
300
para pemakai gedung dapat melakukan kegiatannya dengan mendapat
perlindungan dari kebakaran yang baik.
Area office memiliki tingkat pemenuhan yang paling kecil yaitu 73.58 %.
Hal tersebut dikarenakan tingkat pemenuhan sarana proteksi aktif dan sarana
penyelamat jiwa di area ini sangat rendah yaitu 55.10 % dan 76.78 %. Di area
office tidak terdapat sprinkler, hidran gedung dan halaman, tidak ada tangga
darurat, pintu darurat digunakan untuk akses keluar masuk dan lampu darurat
yang tersedia berwarna putih. Padahal karyawan yang bekerja di area ini setiap
harinya adalah 82 orang, paling banyak dibandingkan dengan area lainnya.
301
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan
1. Hasil identifikasi bahaya kebakaran yang ada di PLTU PT PJB UP Muara
Karang tahun 2010 adalah sebagai berikut:
a. Desalination Plant memiliki potensi bahaya kebakaran kelas A,B,C dan D.
b. Ground Floor memiliki potensi bahaya kebakaran kelas A,B,C dan D.
c. Mezzanine Floor memiliki potensi bahaya kebakaran kelas A,B,C dan D.
d. Turbine Floor memiliki potensi bahaya kebakaran kelas A,B,C dan D.
e. Office memiliki potensi bahaya kebakaran kelas A dan C.
f. Gudang memiliki potensi bahaya kebakaran kelas B,C dan D.
2. Gambaran tingkat pemenuhan sistem tanggap darurat kebakaran di tiap area
produksi PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010
NO. Area Produksi Manajemen
Tanggap
Darurat
Sarana
Proteksi
Aktif
Sarana
Penyelamat
Jiwa
Rata –
Rata
1. Desalination Plant 88.88 % 54.86 % 85.47 % 76.40 %
2. Ground Floor 88.88 % 94.89 % 90.17 % 91.31 %
3. Mezzanine Floor 88.88 % 74.99 % 72.14 % 78.67 %
4. Turbine Floor 88.88 % 94.04 % 76.78 % 86.56 %
5. Office 88.88 % 55.10 % 76.78 % 73.58 %
6. Gudang 88.88 % 71.23 % 92.14 % 84.08 %
302
3. Gambaran rata-rata tingkat pemenuhan sistem tanggap darurat kebakaran
yang ada di PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010 adalah sebesar
81.76 %. Berikut uraian komponen-komponen yang belum dipenuhi pada
setiap area produksi:
a. Desalination Plant
Simulasi kebakaran yang diinfokan terlebih dahulu kepada karyawan.
Tidak tersedia APAR jenis D.
Tidak tersedia sprinkler.
Pintu darurat digunakan untuk keluar masuk area setiap hari.
Tidak terdapat lampu darurat.
b. Ground Floor
Simulasi kebakaran yang diinfokan terlebih dahulu kepada karyawan.
Tidak tersedia APAR jenis D.
Jarak antar alarm melebihi 30 m.
Tidak terdapat tata cara penggunaan hidran dan nozzle belum
terpasang pada selang kebakaran
Pintu darurat digunakan untuk keluar masuk area setiap hari.
Tidak terdapat penerangan darurat
c. Mezzanine Floor
Simulasi kebakaran yang diinfokan terlebih dahulu kepada karyawan.
Tidak tersedia APAR jenis D.
Tidak terdapat sprinkler
Alarm memiliki jarak maksimal 36 m dari semua bagian area.
303
Tidak terdapat petunjuk cara penggunaan hidran dan seluruh nozzle
hidran gedung belum terpasang pada selang kebakaran.
Pintu darurat digunakan untuk keluar masuk area setiap hari.
Tidak terdapat tangga darurat
Tidak terdapat penerangan darurat
d. Turbine Floor
Simulasi kebakaran yang diinfokan terlebih dahulu kepada karyawan.
Tidak tersedia APAR jenis D.
Jarak alarm ke seluruh bagian area melebihi 30 m.
Tidak terdapat petunjuk cara penggunaan hidran dan seluruh nozzle
hidran gedung belum terpasang pada selang kebakaran.
Pintu darurat digunakan untuk keluar masuk area setiap hari.
Tidak terdapat tangga darurat
Tidak terdapat penerangan darurat
e. Office
Simulasi kebakaran yang diinfokan terlebih dahulu kepada karyawan.
Tidak terdapat sprinkler.
Tidak terdapat hidran
Pintu darurat digunakan untuk keluar masuk area setiap hari.
Tidak terdapat tangga darurat
Lampu darurat berwarna putih
304
f. Gudang
Simulasi kebakaran yang diinfokan terlebih dahulu kepada karyawan.
Tidak tersedia APAR jenis D.
Tidak terdapat hidran.
Hanya terdapat satu jalan keluar saja.
Pintu darurat digunakan untuk keluar masuk area setiap hari.
Lampu darurat berwarna putih
7.2 Saran
Sistem tanggap darurat kebakaran yang ada harus terpenuhi agar dampak dari
kebakaran dapat diminimalisir. Namun setelah dilakukan pemeriksaan terdapat
beberapa komponen yang belum terpenuhi. Maka perusahaan agar melakukan
hal-hal sebagai berikut:
1. Desalination Plant:
a. Agar dilakukan simulasi kebakaran dalam waktu yang tidak terduga dan
berbagai kondisi.
b. Menyediakan APAR khusus untuk memadamkan kelas kebakaran D
c. Menyediakan sprinkler.
d. Memberlakukan pintu darurat tersebut sesuai fungsinya, yaitu hanya
digunakan ketika terjadi kejadian darurat kebakaran saja.
e. Agar perusahaan tetap menyediakan lampu darurat.
305
f. Tetap melakukan pemeriksaan dan pemeliharaan terdapat seluruh alat
proteksi kebakaran dan sarana penyelamat jiwa sehingga selalu dalam
keadaan baik dan siap digunakan setiap saat.
2. Ground Floor
a. Agar dilakukan simulasi kebakaran dalam waktu yang tidak terduga dan
berbagai kondisi.
b. Menyediakan APAR khusus untuk memadamkan kelas kebakaran D
c. Menambah jumlah alarm yang ada.
d. Seluruh hidran yang ada diberikan petunjuk pemakaian, pemasangan
nozzle ke selang kebakaran.
e. Memberlakukan pintu darurat tersebut sesuai fungsinya, yaitu hanya
digunakan ketika terjadi kejadian darurat kebakaran saja.
f. Agar perusahaan tetap menyediakan lampu darurat.
g. Tetap melakukan pemeriksaan dan pemeliharaan terdapat seluruh alat
proteksi kebakaran dan sarana penyelamat jiwa sehingga selalu dalam
keadaan baik dan siap digunakan setiap saat.
3. Mezzanine Floor
a. Agar dilakukan simulasi kebakaran dalam waktu yang tidak terduga dan
berbagai kondisi.
b. Menyediakan APAR khusus untuk memadamkan kelas kebakaran D
c. Menyediakan sprinkler.
306
d. Menambah jumlah alarm yang ada.
e. Seluruh hidran yang ada diberikan petunjuk pemakaian, pemasangan
nozzle ke selang kebakaran.
f. Memberlakukan pintu darurat tersebut sesuai fungsinya, yaitu hanya
digunakan ketika terjadi kejadian darurat kebakaran saja.
g. Agar perusahaan tetap menyediakan tangga darurat.
h. Agar perusahaan tetap menyediakan lampu darurat.
i. Tetap melakukan pemeriksaan dan pemeliharaan terdapat seluruh alat
proteksi kebakaran dan sarana penyelamat jiwa sehingga selalu dalam
keadaan baik dan siap digunakan setiap saat.
4. Turbine Floor
a. Agar dilakukan simulasi kebakaran dalam waktu yang tidak terduga dan
berbagai kondisi.
b. Menyediakan APAR khusus untuk memadamkan kelas kebakaran D
c. Menambah jumlah alarm yang ada.
d. Seluruh hidran yang ada diberikan petunjuk pemakaian, pemasangan
nozzle ke selang kebakaran.
e. Memberlakukan pintu darurat tersebut sesuai fungsinya, yaitu hanya
digunakan ketika terjadi kejadian darurat kebakaran saja.
f. Agar perusahaan tetap menyediakan tangga darurat.
g. Agar perusahaan tetap menyediakan lampu darurat.
307
h. Tetap melakukan pemeriksaan dan pemeliharaan terdapat seluruh alat
proteksi kebakaran dan sarana penyelamat jiwa sehingga selalu dalam
keadaan baik dan siap digunakan setiap saat.
5. Office
a. Agar dilakukan simulasi kebakaran dalam waktu yang tidak terduga dan
berbagai kondisi.
b. Agar menyediakan sprinkler
c. Agar menyediakan hidran
d. Memberlakukan pintu darurat tersebut sesuai fungsinya, yaitu hanya
digunakan ketika terjadi kejadian darurat saja.
e. Agar perusahaan menyediakan tangga darurat.
f. Agar perusahaan menyediakan lampu darurat berwarna kuning yang
sesuai standar.
g. Tetap melakukan pemeriksaan dan pemeliharaan terdapat seluruh alat
proteksi kebakaran dan sarana penyelamat jiwa sehingga selalu dalam
keadaan baik dan siap digunakan setiap saat.
6. Gudang
a. Agar dilakukan simulasi kebakaran dalam waktu yang tidak terduga dan
berbagai kondisi.
b. Menyediakan APAR khusus untuk memadamkan kelas kebakaran D
c. Agar menyediakan hidran
308
d. Menambah jalan keluar lainnya
e. Memberlakukan pintu darurat tersebut sesuai fungsinya, yaitu hanya
digunakan ketika terjadi kejadian darurat kebakaran saja.
f. Agar perusahaan menyediakan lampu darurat berwarna kuning yang
sesuai standar.
g. Tetap melakukan pemeriksaan dan pemeliharaan terdapat seluruh alat
proteksi kebakaran dan sarana penyelamat jiwa sehingga selalu dalam
keadaan baik dan siap digunakan setiap saat.
Daftar Pustaka
Caldwell, Jack. Value Engineering, [serial online] 11 Juli 2006 [Accessed 22nd of October 2010]
Available on: http://technology.infomine.com/valueengineering/#_Toc140300551
Cooling, David A. Industrial Safety Management and Technology. New Jersey: Prentice Hall, Inc.1990
Depnaker. Bahan Training Keselamatan Kerja Penanggulangan Kebakaran.Jakarta: DEPNAKER- UNDP- ILO. 1987
ERMC (Emergency Response Management Consulting). [accessed 10th of July 2010] Available on: www.ru-ready.com
International Labour Organization (ILO). 1992. Encyclopedia of Occupational Health and Safety. Vol.I. Geneva
Ishikawa, Kaori. Introduction to Quality Control.Juse Pr 1990
Iskandar, Redion. Evaluasi Alat Proteksi Kebakaran Aktif dan Gambaran Pengetahuan Pekerja Mengenai Penggunaan Alat Proteksi Aktif di Gedung Wet Paint Production PT International Paint Indonesia Tahun 2008. UI. 2008
KEPMEN PU No.10/KPTS/2000 tentang Ketentuan Tehnik Pengaman Terhadap Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan
KEPMEN PU No.11/KPTS/2000 tentang Ketentuan Teknis Manajemen Penanggulangan Kebakaran Di Perkotaan
Puslitbang Departemen Pekerjaan Umum, Pd-T-11-2005-C tentang Pemeriksaan Keselamatan Kebakaran Bangunan Gedung, 2005
NFPA 10 tentang Standard For Portable Fire Checklist, 2010
NFPA 13 tentang Standard For Installation Of Sprinkler Checklist, 2010
NFPA 14 tentang Standard installation of Standpipe and Hose System and Hose System Checklist, 2010
NFPA 72 tentang Nation Fire Alarm Code Checklist, 2010
NFPA 101 tentang Life Safety Code Checklist, 2009
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No: PER.04/MEN/1980 tentang Syarat-syarat Pemasangan dan Pemeliharaan Alat Pemadam Api Ringan.
Perda DKI Jakarta No.3 tahun 1992 tentang Penanggulangan Bahaya Kebakaran dalam Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
Permenaker No.05/MEN/1996 tentang Pedoman Teknis Audit Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Purnomo, Heru. Asesmen Risiko Kebakaran Pasar-Pasar di Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Jurnal Teknologi, Edisi No.2 Tahun XXII, Juni 2008, 81-89 ISSN 0215-1685
Sahab, Syukri. Teknik Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja. PT Bina Sumber Daya Manusia. Jakarta. 1997
Suma’mur, P.K. Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan. Jakarta: PT Gunung Agung, 1997
T. Lewis, Bernard. The Facility Manager’s Emergency Preparedness Handbook. New York: Amacom. 2003
Towlson (1993)
UU No.24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana
World Health Organization (WHO). Risk Reduction and Emergency Preparedness. WHO Document Production Services, Geneva: Switzerland. 2007