gina kholisoh-fkik.pdf

88
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI VIABILITAS ENKAPSULASI Lactobacillus casei MENGGUNAKAN MATRIKS KAPPA KARAGENAN TERHADAP SIMULASI CAIRAN ASAM LAMBUNG SKRIPSI GINA KHOLISOH NIM : 1111102000123 FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI FARMASI JAKARTA JANUARI 2016

Upload: lamhanh

Post on 11-Jan-2017

254 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: gina kholisoh-fkik.pdf

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

UJI VIABILITAS ENKAPSULASI Lactobacillus casei

MENGGUNAKAN MATRIKS KAPPA KARAGENAN

TERHADAP SIMULASI CAIRAN ASAM LAMBUNG

SKRIPSI

GINA KHOLISOH

NIM : 1111102000123

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA

JANUARI 2016

Page 2: gina kholisoh-fkik.pdf

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

UJI VIABILITAS ENKAPSULASI Lactobacillus casei

MENGGUNAKAN MATRIKS KAPPA KARAGENAN

TERHADAP SIMULASI CAIRAN ASAM LAMBUNG

SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

Farmasi

GINA KHOLISOH

NIM : 1111102000123

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA

JANUARI 2016

Page 3: gina kholisoh-fkik.pdf

iii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah benar hasil karya saya sendiri,

dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk

telah saya nyatakan dengan benar

Page 4: gina kholisoh-fkik.pdf

iv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING

Nama : Gina Kholisoh

NIM : 1111102000123

Program Studi : Farmasi

Judul Skripsi : Uji Viabilitas Enkapsulasi Lactobacillus casei

Menggunakan Matriks Kappa Karagenan terhadap

Simulasi Cairan Asam Lambung

Page 5: gina kholisoh-fkik.pdf

v UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI

Skripsi ini diajukan oleh :

Nama : Gina Kholisoh

NIM : 1111102000123

Program Studi : Farmasi

Judul Skripsi : Uji Viabilitas Enkapsulasi Lactobacillus casei

Menggunakan Matriks Kappa Karagenan terhadap

Simulasi Cairan Asam Lambung

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan penguji dan diterima

sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar

Sarjana Farmasi pada Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan

Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

Ditetapkan di : Ciputat

Tanggal : 11 Desember 2015

Page 6: gina kholisoh-fkik.pdf

vi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

ABSTRAK

Nama : Gina Kholisoh

Program Studi : Farmasi

Judul Skripsi : Uji Viabilitas Enkapsulasi Lactobacillus casei

Menggunakan Matriks Kappa Karagenan terhadap

Simulasi Cairan Asam Lambung

Kappa karagenan merupakan polisakarida yang dapat digunakan sebagai

matriks pada enkapsulasi protein dan bakteri probiotik. Proses enkapsulasi bakteri

dengan polimer kappa karagenan dilakukan untuk melindungi bakteri

Lactobacillus casei yang tidak dapat bertahan lama pada lingkungan yang sangat

asam agar tetap dapat bertahan hidup saat terpapar kondisi asam lambung dan

dapat hidup di usus. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh

konsentrasi kappa karagenan sebagai enkapsulator terhadap viabilitas bakteri

Lactobacillus casei setelah diinkubasi dalam simulasi cairan asam lambung.

Proses enkapsulasi pada penelitian ini dilakukan dengan metode ekstrusi

menggunakan matriks kappa karagenan konsentrasi 2%; 1,75% dan 1,5%.

Mikrokapsul yang dihasilkan diukur diameter, dievaluasi jumlah sel Lactobacillus

casei yang terenkapsulasi dalam matriks kappa karagenan dan dievaluasi

viabilitasnya terhadap simulasi cairan asam lambung (0,2% NaCl; HCl 0,08 M;

pH 1,598) selama 60 menit dengan suhu 37°C. Diameter mikrokapsul yang

terbetuk beragam dan berada pada rentang 1,474 mm sampai 2,551 mm. Jumlah

sel Lactobacillus casei yang terenkapsulasi dalam matriks kappa karagenan

konsentrasi 2%; 1,75% dan 1,5% berturut-turut yaitu 3,8075 x 108

koloni/gram;

3,58165 x 108

koloni/gram dan 2,83 x 108

koloni/gram. Setelah dilakukan uji

dalam simulasi cairan asam lambung, hasil yang didapatkan menunjukkan bahwa

mikrokapsul kappa karagenan konsentrasi 2% dapat mempertahankan viabilitas

bakteri yang terjerap di dalamnya sebesar 2,3373 x 108

koloni/gram. Sedangkan

mikrokapsul kappa karagenan konsentrasi 1,5% dan 1,75% belum dapat

mempertahankan viabilitas bakteri yang terjerap, dimana jumlah bakteri yang

hidup < 30 koloni/gram. Dari data hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa

kappa karagenan dengan konsentrasi 2% dapat mempertahankan viabilitas bakteri

Lactobacillus casei sebesar 61,388% dari jumlah sel yang terenkapsulasi setelah

diinkubasi dalam simulasi cairan asam lambung.

Kata Kunci : Lactobacillus casei, kappa karagenan, enkapsulasi, asam

lambung, simulasi cairan asam lambung.

Page 7: gina kholisoh-fkik.pdf

vii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

ABSTRACT

Name : Gina Kholisoh

Major : Pharmacy

Title : Viability Test of Lactobacillus casei Encapsulation

Using Kappa Carrageenan as a Matrix Against

Simulated Gastric Juice

Kappa carrageenan is a polysaccharide that can be used as the

encapsulation matrix of protein and probiotic bacteria. Bacteria encapsulation

process using polymer kappa carrageenan is done to protect the Lactobacillus

casei bacteria that can not survive long in the highly acidic environment in order

to remain able to survive when exposed to acidic conditions of the stomach and

can live in the intestines. The purpose of this research is to determine the effect of

the concentration of kappa carrageenan as encapsulator on the viability of

Lactobacillus casei bacteria after incubation in the simulated gastric juice. The

encapsulation process in this research is done by extrusion method using kappa

carrageenan concentration 2%; 1,75% and 1,5%. The resulting microcapsules

were measured the diameter, evaluated the amount of Lactobacillus casei cells are

encapsulated in a kappa carrageenan matrix and evaluated viability of the

simulated gastric juice (0.2% NaCl; 0.08 M HCl; pH 1,598) for 60 minutes at

temperature 37° C. Diameter of microcapsules are diverse and they are in the

range 1,474 mm to 2,551 mm. The number of Lactobacillus casei cells

encapsulated in 2%; 1,75% and 1,5% kappa carrageenan matrix respectively are

3,8075 x 108 colonies/gram; 3.58165 x 10

8 colonies/gram and 2.83 x 10

8

colonies/gram. After being tested in simulated gastric juice, the results obtained

showed that 2% kappa carrageenan microcapsules can maintain the viability of the

bacteria are entrapped in it amounted to 2,3373 x 108 colonies/gram. Whereas

1,5% and 1,75% kappa carrageenan microcapsules have not been able to maintain

the viability of the bacteria that are entrapped, which the amount of bacteria that

live < 30 colonies/gram. From the research data showed that concentration of

kappa carrageenan 2% can maintain the viability of the Lactobacillus casei

bacteria amounted to 61,388% of the encapsulated cells total after incubation in

simulated gastric juice.

Keywords : Lactobacillus casei, kappa carrageenan, encapsulation, stomach

acid, Simulated Gastric Juice (SGJ).

Page 8: gina kholisoh-fkik.pdf

viii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Allah SWT, atas segala limpahan rahmat dan

karunia yang telah diberikan kepada saya sehingga dapat menyelesaikan

penyusunan skripsi ini dengan baik. Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad

SAW beserta keluarga, para sahabat serta umatnya. Penulisan skripsi dengan judul

―Uji Viabilitas Enkapsulasi Lactobacillus casei Menggunakan Matriks Kappa

Karagenan terhadap Simulasi Cairan Asam Lambung‖ dilakukan dalam

rangka memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi

Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Dalam proses menyelesaikan skripsi ini, banyak pihak yang telah berperan

memberikan bantuan, dukungan serta bimbingan kepada penulis. Oleh karena itu,

ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada :

1. Ibu Ofa Suzanti Betha, M. Si., Apt. dan Ibu Nelly Suryani, Ph. D., Apt.

sebagai dosen pembimbing, yang dengan sabar memberikan ilmu, bimbingan,

waktu, saran, serta dukungan kepada penulis.

2. Kementrian Agama, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan dan Pemerintah

Kabupaten Musi Banyuasin selaku pemberi beasiswa, sehingga penulis dapat

menempuh pendidikan di Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan

Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Dr. Arief Soemantri, S.K.M., M. Kes, selaku Dekan Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta.

4. Bapak Yardi, Ph.D.,Apt, selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta.

5. Seluruh dosen Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta atas ilmu yang telah diberikan

selama penulis menempuh pendidikan.

Page 9: gina kholisoh-fkik.pdf

ix UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

6. Laboran-laboran Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta atas dukungan dan kerjasama

selama kegiatan penelitian.

7. Kedua orang tua, Ibunda Wastri Kimarna, S. Ag., Ayahanda Drs. Subhan,

adik-adik saya Fatih Fadhil, Nailah Afifah, Amirah Sonia, dan seluruh

keluarga besar yang selalu memberikan kasih sayang, semangat, doa yang

tidak pernah putus, serta dukungan baik moril maupun materil.

8. Sahabat-sahabatku Muhammad Reza, Meri Rahmawati dan Fitria Ulfa yang

telah meluangkan waktu untuk memberikan ilmu, ide dan saran dalam

penulisan skripsi.

9. Sahabat-sahabat dan teman satu perjuangan Henny Pradikaningrum dan

Qurry Mawaddana atas ide dan saran dalam penulisan dan penyusunan

skripsi. Khoirunnisa Robbani, Ayu Diah Gunardi, Nicky Annisiana Fortunita,

Wina Oktaviana, Muhamad Syahid Ali, Hana Nuryana, Isnaini Kholifatur

Rodliyah atas kebersamaan, bantuan, semangat dan motivasi sejak awal

perkuliahan sampai saat ini.

10. Sahabat-sahabat Farmasi angkatan 2011 yang tidak bisa disebutkan satu

persatu, atas persaudaraan dan kebersamaan kita selama menuntut ilmu di

bangku perkuliahan.

Mudah-mudahan Allah SWT., senantiasa membalas segala bantuan segala

kebaikan dan bantuan yang telah diberikan dalam menyelesaikan studi dan

penyusunan skripsi ini. Penulis berharap semoga penyusunan skripsi ini dapat

diterima. Saran dan kritik membangun sangat diharapkan dalam rangka

penyempurnaan. Semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi perkembangan

ilmu pengetahuan.

Ciputat, 28 Desember 2015

Penulis

Page 10: gina kholisoh-fkik.pdf

x UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK

Page 11: gina kholisoh-fkik.pdf

xi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL .................................................................................... ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ....................................... iii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ....................................... iv

HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI ..................................................... v

ABSTRAK .................................................................................................... vi

ABSTRACT ................................................................................................... vii

KATA PENGANTAR .................................................................................. viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ............. x

DAFTAR ISI ................................................................................................ xi

DAFTAR TABEL ........................................................................................ xiii

DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xv

DAFTAR SINGKATAN .............................................................................. xvi

BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................ 1

1.1. Latar Belakang .............................................................................. 1

1.2. Batasan Penelitian dan Rumusan Masalah ................................... 4

1.2.1. Batasan Penelitian .............................................................. 4

1.2.2. Rumusan Masalah .............................................................. 4

1.3. Tujuan Penelitian .......................................................................... 4

1.4. Manfaat Penelitian ........................................................................ 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 5

2.1. Bakteri Asam Laktat ..................................................................... 5

2.2. Lactobacillus casei ....................................................................... 8

2.3. Probiotik ....................................................................................... 10

2.4. Pengukuran Pertumbuhan Mikroorganisme ................................. 13

2.4.1 Pengukuran Pertumbuhan Mikroorganisme secara

Langsung ............................................................................ 13

2.4.2.Pengukuran Pertumbuhan Mikroorganisme secara

tidak Langsung ................................................................... 15

2.5. Teknik Enkapsulasi ...................................................................... 16

2.5.1 Definisi ............................................................................... 16

2.5.2 Komponen Enkapsulasi ...................................................... 18

2.5.3 Teknik Enkapsulasi ............................................................ 19

2.6. Kappa Karrageenan ...................................................................... 23

BAB 3 METODE PENELITIAN ................................................................ 28

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ...................................................... 28

3.2. Alat ............................................................................................... 28

3.3. Bahan ............................................................................................ 28

3.4. Prosedur Kerja .............................................................................. 29

3.4.1. Preparasi Alat ..................................................................... 29

3.4.2. Preparasi Bakteri Lactobacillus casei................................. 29

3.4.2.1. Pembuatan Medium MRS Broth (DeMan

Rogosa Sharpe) ..................................................... 29

Page 12: gina kholisoh-fkik.pdf

xii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3.4.2.2. Pembuatan Medium MRS Agar (DeMan Rogosa

Sharpe) .................................................................. 29

3.4.2.3. Peremajaan Biakan Murni Bakteri Lactobacillus

casei) ..................................................................... 29

3.4.2.4. Pewarnaan Bakteri ................................................ 30

3.4.3.Preparasi Proses Enkapsulasi ............................................. 31

3.4.3.1. Pembuatan Suspensi Bakteri .................................. 31

3.4.3.2. Pembuatan Larutan Matriks Kappa Karagenan ..... 31

3.4.4. Proses Enkapsulasi Bakteri ............................................... 32

3.4.5. Perhitungan Sel Bakteri dalam Mikrokapsul .................... 32

3.4.6. Pengukuran Viskositas dan Diameter Mikrokapsul .......... 33

3.4.7. Uji Viabilitas terhadap Keadaan pH Lambung ................. 33

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................ 35

4.1. Pewarnaan Bakteri Lactobacillus casei ....................................... 35

4.2. Pengukuran Viskositas dan Diameter Mikrokapsul .................... 36

4.3. Viabilitas Lactobacillus casei setelah Dilakukan Proses

Enkapsulasi.................................................................................. 40

4.4. Viabilitas Lactobacillus casei setelah Diinkubasi dalam

Simulasi Cairan Asam Lambung (Simulated Gastric Juice)....... 42

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................ 47

5.1. Kesimpulan .................................................................................. 47

5.2. Saran ............................................................................................ 47

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 48

LAMPIRAN .................................................................................................. 56

Page 13: gina kholisoh-fkik.pdf

xiii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Morfologi Bakteri Lactobacillus casei ............................................ 10

Tabel 2.2 Mikroba yang sering digunakan sebagai Probiotik ......................... 12

Tabel 2.3 Kelarutan dan Kandungan Gelatin dari Iota, Kappa dan

Lambda Karagenan .......................................................................... 26

Tabel 2.4 Stabilitas Masing – Masing Karagenan ........................................... 27

Tabel 4.1 Viskositas Larutan Kappa Karagenan ............................................. 37

Tabel 4.2 Diameter Mikrokapsul Kappa Karagenan ....................................... 39

Tabel 4.3 Hasil Perhitungan Bakteri Awal dan Bakteri setalah Dilakukan

Proses Enkapsulasi .......................................................................... 41

Tabel 4.4 Jumlah Bakteri setelah Proses Enkapsulasi dan Bakteri Setelah

Proses Diinkubasi dalam Simulasi Cairna Asam Lambung ........... 43

Page 14: gina kholisoh-fkik.pdf

xiv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Jalur Metabolisme Homofermentatif .......................................... 6

Gambar 2.2 Struktur Kimia Kappa Karagenan .............................................. 25

Gambar 4.1 Bentuk Koloni Bakteri Lactobacillus casei secara Visual ......... 35

Gambar 4.2 Hasil Pewarnaan Bakteri Lactobacillus casei............................. 36

Gamber 4.3 Grafik Nilai Viskositas Larutan Kappa Karagenan .................... 37

Gambar 4.4 Bentuk Mikrokapsul Kappa Karagenan...................................... 38

Page 15: gina kholisoh-fkik.pdf

xv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Alur Penelitian ........................................................................ 56

Lampiran 2. Proses Sterilisasi Alat dan Bahan ........................................... 57

Lampiran 3. Hasil Analisa Hubungan Antara Konsentrasi dan Jumlah

Bakteri Setelah Proses SGJ dengan Menggunakan Uji

Korelasi Bivariat ..................................................................... 58

Lampiran 4. Hasil Analisa Data dengan Uji Normalitas ............................. 58

Lampiran 5. Hasil Analisa T-Test dan Frequencies (Mikrokapsul

Kappa Karagenan dan Mikrokapsul Tanpa Bakteri

Konsentrasi 2%) ..................................................................... 60

Lampiran 6. Hasil Analisa T-Test dan Frequencies (Mikrokapsul

Kappa Karagenan dan Mikrokapsul Tanpa Bakteri

Konsentrasi 1,75%) ................................................................ 61

Lampiran 7. Hasil Analisa T-Test dan Frequencies (Mikrokapsul

Kappa Karagenan dan Mikrokapsul Tanpa Bakteri

Konsentrasi 1,5%) .................................................................. 62

Lampiran 8. Hasil Perhitungan Persen Efisiensi Enkapsulasi

Lactobacillus casei dengan Matriks Kappa Karagenan ......... 63

Lampiran 9. Hasil Perhitungan Persen Penurunan Jumlah Bakteri ............ 63

Lampiran 10. Kadar Air ................................................................................ 64

Lampiran 11. Contoh Perhitungan Koloni Bakteri ....................................... 64

Lampiran 12. Hasil TPC Bakteri Lactobacillus casei ................................... 65

Lampiran 13. Hasil TPC setelah Proses Enkapsulasi .................................... 66

Lampiran 14. Hasil TPC setelah Diinkubasi dalam Simulasi Cairan

Asam Lambung ....................................................................... 67

Lampiran 15. Gambar Alat dan Bahan Penelitian ......................................... 68

Lampiran 16. Sertifikat Analisa Bakteri Lactobacillus casei ....................... 70

Lampiran 17. Sertifikat Analisa Kappa Karagenan....................................... 71

Page 16: gina kholisoh-fkik.pdf

xvi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR SINGKATAN

1. Cfu : Colony Forming Units

2. MRS : de Man Rogosa Sharpe

Page 17: gina kholisoh-fkik.pdf

1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bakteri Asam Laktat (BAL) dikenal juga sebagai bakteri probiotik,

karena penggunaanya secara umum untuk probiotik. Diantara strain

bakteri asam laktat adalah bakteri Lactobacillus sp. Lactobacillus sp. tidak

memiliki kemampuan untuk bertahan hidup pada tingkat keasaman dan

konsentrasi empedu yang tinggi pada GIT dan juga suhu yang tinggi pada

proses pengolahan susu. (Conway, Gorbach, & Goldin, 1987; Gardiner

dkk, 2000; Hood & Zottola, 1988; Lankaputhra & Shah, 1995; Shah &

Jelen, 1990; Silva, Carvahlo, Teixeira, & Gibbs, 2002 dalam Mandal, S.,

A. K. Puniya, K. Singh, 2006).

Lactobacillus casei merupakan salah satu strain bakteri asam laktat

dengan tingkat aplikasi dan penggunaan yang cukup banyak, baik di dalam

makanan, minuman dan pengobatan. Lactobacillus casei dapat

mengurangi keparahan dan durasi diare, menstimulasi sistem imun pada

usus dan memiliki sifat antimikroba yang kuat (Figueroa-Gonzales,

Ivonne, Guillermo Quijano, Gerardo Ramirez, 2011), serta dapat

mengaktivasi sistem kekebalan mukosa (Perdigon, G, dkk, 1999 dalam

Islam dkk, 2010). pH optimum yang dapat ditoleransi oleh Lactobacillus

casei berada pada kisaran pH 3-5 (Broadbent dkk, 2010).

Viabilitas bakteri probiotik merupakan hal penting yang harus

diperhatikan agar bakteri probiotik dapat memberikan efek terapetik pada

tubuh. Untuk dapat bermanfaat pada manusia, probiotik harus dapat

bertahan hidup saat melewati lambung dan harus dapat berkoloni di usus

(Del Piano, 2011). Secara umum nilai minimum yang harus dipenuhi

sekitar 106-10

7 cfu (colony forming units)/gram bakteri dalam sediaan

probiotik (FAO/WHO, 2001 dalam M, Firdaus, Setijawati D,

Kartikaningsih, 2014).

Salah satu cara untuk mencegah kerusakan dan berkurangnya

jumlah bakteri asam laktat dalam probiotik adalah dengan melakukan

Page 18: gina kholisoh-fkik.pdf

2

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

proses enkapsulasi. Proses enkapsulasi telah banyak digunakan dalam

industri kimia, farmasi dan makanan dalam tujuan untuk melindungi

senyawa aktif dari kondisi lingkungan (oksigen, air, asam, interaksi

dengan bahan-bahan lain), yang dapat mempengaruhi stabilitas selama

pemrosesan, untuk memberikan pelepasan terkontrol atau untuk mengubah

sifat fisik, mengurangi kekakuan selama penyimpanan atau transportasi

(Boonyai, Bhandhari, & Howes, 2004; Palzer, 2005; Fuchs dkk, 2006;

Werner, Jones, Paterson, Archer, & Pearce, 2007 dalam Carranza, Paola

Hernández, dkk, 2013). Selain itu, probiotik yang beredar di pasaran

dalam bentuk cairan, kurang efisien dalam hal stabilitas saat penyimpanan

maupun dalam pengemasan dan kemungkinan untuk ditumbuhi bakteri

lain lebih besar dibandingkan dalam bentuk serbuk (Tamime, 1989).

Sehingga probiotik dalam bentuk cairan perlu dibuat dalam bentuk sediaan

padat (Yulinery, 2012).

Teknik dalam proses enkapsulasi meliputi metode ekstrusi, spray

drying, freeze drying dan teknik emulsi. Dalam penelitian ini digunakan

metode ekstrusi untuk menghindari suhu dan tekanan yang ekstrim saat

proses spray drying (Selmer-Olsen, Sorhaug, Birkeland, & Pehrson, 1999;

Teixeira, 1979 dalam Anal, K. A. dan Harjinder Singh, 2007) dan dari

lingkungan yang tidak menguntungkan seperti temperatur yang rendah

saat freeze drying, yang dapat mengakibatkan berkurangnya viabilitas

bakteri (Desmond C, Stanton C, dkk, 2001).

Beragam polimer telah digunakan dalam proses enkapsulasi

sebagai enkapsulator untuk melindungi mikroorganisme probiotik. Matriks

enkapsulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah kappa karagenan.

Penelitian sebelumnya oleh Tosa, Tetsuya, dkk (1979) menunjukkan

bahwa polimer kappa karagenan efektif dan dapat digunakan sebagai

matriks dalam proses imobilisasi beragam enzim dan sel bakteri. Secara

umum, kappa karagenan digunakan sebagai zat pengemulsi, basis gel,

agen penstabil, agen pensuspensi, agen lepas lambat, agen peningkat

viskositas. Kappa karagenan telah digunakan untuk mikroenkapsulasi

protein dan bakteri probiotik. Beads hidrogel kappa karagenan juga telah

Page 19: gina kholisoh-fkik.pdf

3

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

digunakan dalam sistem pelepasan terkontrol. Kappa karagenan

merupakan polimer pembentuk gel yang kuat. Umumnya kappa karagenan

yang digunakan dalam enkapsulasi pada konsentrasi 0,02-2,0% (Rowe,

Raymond C., Paul J. Sheskey, Marian E. Quinn, 2009). Penambahan ion

kalium menginduksi pembentukan struktur tiga dimensi dari sruktur heliks

yang terbentuk dengan adanya air sehingga dihasilkan cairan kental dan

tidak dapat dituang (Krasaekoopt dkk, 2003).

Hasil penelitian Tsen, Jen-Horng, dkk (2003) melaporkan bahwa

imobilisasi sel bakteri Lactobacillus acidophillus dengan matriks kappa

karagenan menggunakan metode ekstrusi dapat melindungi sel bakteri

pada media pisang dari kondisi yang merugikan dengan menghasilkan

fermentasi yang lebih baik dan lebih efisien (108 cfu (colony forming

units)/mL) dibandingkan dengan sel bebas tanpa proses enkapsulasi (106

cfu (colony forming units)/ml). Penelitian selanjutnya menjelaskan

pengaruh penggunaan kappa karagenan dengan metode SRC dan RC pada

kondisi pH 2 dan pH 7 terhadap viabilitas bakteri Lactobacillus

acidophiluus. Didapatkan rata-rata viabilitas tertinggi Lactobacillus

acidophilus pada metode RC dengan konsentrasi polimer 1%, kondisi pH

7 dan viabilitas sebesar 3,476 cfu (colony forming units)/ml (log).

Berdasarkan hasil tersebut, untuk mendapatkan viabilitas terbaik dan

mencapai standar viabilitas 107 cfu (colony forming units)/ml, maka perlu

ditingkatkan konsentrasi polimer yang digunakan (Setijawati, Dwi, dkk,

2012).

Penelitian ini melakukan proses enkapsulasi bakteri Lactobacillus

casei menggunakan polimer kappa karagenan dengan metode ekstrusi.

Proses enkapsulasi yang diterapkan pada bakteri diharapkan dapat

membantu menjaga viabilitas yang sesuai dengan standar WHO 107 cfu

(colony forming units)/gram ketika melewati asam lambung dan mencapai

usus (FAO/WHO, 2001 dalam M, Firdaus, Setijawati D, Kartikaningsih,

2014). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh

konsentrasi kappa karagenan terhadap viabilitas bakteri Lactobacillus

casei setelah diinkubasi dalam simulasi cairan asam lambung.

Page 20: gina kholisoh-fkik.pdf

4

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

1.2 Batasan Penelitian dan Rumusan Masalah

1.2.1 Batasan Penelitian

Batasan penelitian yang dilakukan yaitu untuk menguji kemampuan

polimer kappa karagenan sebagai matriks tunggal dalam

mempertahankan viabilitas bakteri Lactobacillus casei setelah

dilakukan pengujian terhadap simulasi cairan asam lambung.

1.2.2 Rumusan Masalah Penelitian

Dari penulusuran literatur, keadaan pH lambung menjadi salah satu

faktor penting yang akan mempengaruhi kemampuan hidup bakteri

asam laktat. Untuk meminimalkan kerusakan bakteri dan

memperbaiki viabilitasnya, maka dilakukan proses enkapsulasi.

Sehingga penelitian ini dimaksudkan untuk menguji pengaruh

konsentrasi kappa karagenan terhadap viabilitas bakteri

Lactobacillus casei setelah diinkubasi dalam simulasi cairan asam

lambung.

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi

kappa karagenan terhadap viabilitas bakteri Lactobacillus casei setelah

diinkubasi dalam simulasi cairan asam lambung.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan data ilmiah dan

informasi mengenai konsentrasi optimal kappa karagenan yang dapat

mempertahankan viabilitas bakteri Lactobacillus casei yang terenkapsulasi

dalam matriks kappa karagenan setelah dilakukan pengujian terhadap

simulasi cairan asam lambung.

Page 21: gina kholisoh-fkik.pdf

5 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bakteri Asam Laktat

Bakteri asam laktat (BAL) adalah kelompok bakteri gram positif

berbentuk kokus atau batang, tidak membentuk spora, pada umumnya

tidak motil, bersifat anaerob, katalase negatif dan oksidase positif, dengan

asam laktat sebagai produk utama fermentasi karbohidrat. Sifat-sifat

khusus bakteri asam laktat adalah mampu tumbuh pada kadar gula,

alkohol, dan garam yang tinggi, mampu memfermentasikan monosakarida

dan disakarida (Syahrurahman, 1994).

Bakteri asam laktat merupakan bakteri yang biasa digunakan

sebagai probiotik. Bakteri ini bersifat nonpatogenik, nontoksikogenik,

gram positif, anaerobik, tidak menghasilkan spora, bakteri penghasil asam

laktat yang diproduksi dari fermentasi karbohidrat (Desai, 2008).

Klasifikasi bakteri asam laktat dalam genus yang berbeda sebagian

besar didasarkan pada perbedaan morfologi, cara fermentasi glukosa,

pertumbuhan pada suhu yang berbeda, dan konfigurasi dari asam laktat

yang dihasilkan, kemampuan untuk tumbuh pada konsentrasi garam tinggi,

dan toleransi terhadap asam atau basa (Desai, 2008). Karakteristik penting

yang digunakan untuk membedakan genus bakteri asam laktat yaitu

dengan cara fermentasi glukosa yaitu pada saat keterbatasan konsentrasi

glukosa dan faktor pertumbuhan (asam amino, vitamin dan prekursor asam

nukleat) serta terbatasnya ketersediaan oksigen. Dengan kondisi tersebut,

bakteri asam laktat dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu bersifat

homofermentatif (yang mengubah glukosa hampir seluruhnya menjadi

asam laktat) dan heterofermentatif (yang mengubah glukosa fermentasi

menjadi asam laktat, etanol/asam asetat, dan CO2) (Sharpe, 1979 dalam

Desai, 2008).

Page 22: gina kholisoh-fkik.pdf

6

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Bakteri asam laktat dapat dibedakan atas 2 kelompok berdasarkan

hasil fermentasinya, yaitu :

1. Bakteri homofermentatif : glukosa difermentasi menghasilkan asam

laktat sebagai satu-satunya produk. Bakteri dalam kelompok ini akan

mengubah heksosa menjadi asam laktat dalam jalur Embden-Meyerhof

(EM) dan tidak dapat memfermentasikan pentosa atau glukonat, asam

laktat menjadi satu-satunya produk. (Prescott dkk, 2002 dalam

Kusuma, Sri Agung Fitri, 2009) Contoh : Streptococcus, Pediococcus,

dan beberapa Lactobacillus.

Gambar 2.1 Jalur Metabolisme Homofermentatif [Sumber : Prescott dkk, 2002 dalam Kusuma, Sri Agung Fitri, 2009]

2. Bakteri heterofermentatif: glukosa difermentasikan selain

menghasilkan asam laktat juga memproduksi senyawa-senyawa

lainnya yaitu etanol, asam asetat dan CO2. Heksosa difermentasikan

menjadi asam laktat, karbon dioksida, dan etanol (atau asam asetat

sebagai akseptor elektron alternatif). Pentosa lalu diubah menjadi

laktat dan asam asetat. Contoh : Leuconostoc dan beberapa spesies

Lactobacillus (Prescott dkk, 2002 dalam Kusuma, Sri Agung Fitri,

2009).

Page 23: gina kholisoh-fkik.pdf

7

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Mikroorganisme mengalami fase pertumbuhan. Terdapat empat

macam fase pertumubuhan mikroorganisme (Pratiwi, 2008) :

a. Fase lag (fase adaptasi) : fase penyesuaian mikroorganisme pada suatu

lingkungan baru. Ciri fase lag adalah tidak adanya peningkatan jumlah

sel, namun terdapat peningkatan ukuran sel. Durasi fase lag

tergantung pada kondisi dan jumlah awal mikroorganisme dan media

pertumbuhan.

b. Fase log (fase eksponensial) : fase mikroorganisme tumbuh dan

membelah pada kecepatan maksimum, tergantung pada genetika

mikroorganisme, sifat media, dan kondisi pertumbuhan. Hal yang

dapat menghambat laju pertumbuhan adalah bila satu atau lebih nutrisi

dalam kultur habis, sehingga hasil metabolisme yang bersifat racun

akan tertimbun dan menghambat pertumbuhan.

c. Fase stasioner : pertumbuhan mikroorganisme berhenti dan terjadi

keseimbangan antara jumlah sel yang membelah dengan jumlah sel

yang mati. Pada fase ini terjadi akumulasi produk buangan yang

toksik. Pada sebagian besar kasus, pergantian sel terjadi dalam fase

toksik.

d. Fase kematian : Jumlah sel mati meningkat. Faktor penyebabnya

adalah ketidaktersediaan nutrisi dan akumulasi produk buangan yang

toksik.

Anguirre dan Colins (1993) menyatakan bahwa bakteri asam laktat

terdiri atas 4 genus, yaitu Lactobacillus, Streptococcus, Leuconostoc, dan

Pediococcus. Genus Lactobacillus mempunyai ciri-ciri : bakteri berbentuk

batang/rod, gram positif, dan uji katalase negatif (Hardianingsih, Riani,

dkk, 2006).

Berikut merupakan beberapa jenis bakteri asam laktat antara lain

sebagai berikut (Sumanti, 2008 dalam Nasution, Fatimah Sari, 2012) :

1. Streptococcus thermophilus, Streptococcus lactis dan Streptococcus

cremoris. Semuanya ini adalah bakteri gram positif, berbentuk bulat

(coccus).

Page 24: gina kholisoh-fkik.pdf

8

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Pediococcus cerevisae. Bakteri ini adalah gram positif berbentuk bulat,

khususnya terdapat berpasangan atau berempat (tetrads). Bakteri ini

berperan penting dalam fermentasi daging dan sayuran.

3. Leuconostoc mesenteroides dan Leuconostoc dextranicum. Bakteri ini

adalah gram positif berbentuk bulat yang terdapat secara berpasangan

atau rantai pendek.

4. Lactobacillus lactis, Lactobacillus acidophilus, Lactobacillus

bulgaricus, Lactobacillus plantarum, Lactobacillus delbrueckii.

Organisme-organisme ini adalah bakteri gram positif, berbentuk

batang dan sering berbentuk pasangan dan rantai dari sel-selnya.

2.2 Lactobacillus casei

Lactobacillus termasuk golongan bakteri asam laktat yang sering

dijumpai pada makanan fermentasi, produk olahan ikan, daging, susu, dan

buah-buahan (Napitupulu dkk., 1997 dalam Hardianingsih, Riani dkk,

2006). Strain Lactobacillus penting bagi banyak fermentasi makanan dan

normal mikroflora usus. Beberapa strain Lactobacillus memiliki

karakteristik yang diharapkan dan fungsional (Saxelin dkk, 1996 dalam

Desai, 2008).

Lactobacillus merupakan bakteri gram positif, tidak berspora, tidak

motil, anaerob fakultatif , kadang-kadang mikroaerofilik, sedikit tumbuh di

udara tapi bagus pada keadaan di bawah tekanan oksigen rendah, dan

beberapa anaerob pada isolasi (Holt, dkk, 1994 dalam Suryani, Yoni,

Astuti, Bernadeta Oktavia, Siti Umniyati, 2010). Anaerob fakultatif

menggunakan oksigen sebagai pernapasan, dan akseptor terminal elektron

(Pratiwi, 2008). Bakteri yang termasuk dalam anggota Lactobacillus casei

merupakan bakteri gram-positif, anaerobik fakultatif, katalase-negatif,

heterofermentatif fakultatif, berbentuk batang dan tidak membentuk spora

dan dapat diisolasi dari banyak habitat (misalnya, daging, susu, produk

susu, makanan atau minuman asam dan limbah) (Saxelin dkk, 1996 dalam

Desai, 2008). Koloni pada media agar biasanya 2-5 mm, cembung, entire,

buram (opaque) dan tanpa pigmen. Tumbuh optimum pada suhu 30-40⁰C

Page 25: gina kholisoh-fkik.pdf

9

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(Stamer, 1979 dalam Suryani, Yoni, Astuti, Bernadeta Oktavia, Siti

Umniyati, 2010) . Lactobacillus tersebar luas di lingkungan, terutama pada

hewan, produk makanan dan sayur-sayuran. Bakteri Lactobacillus

biasanya dapat hidup di saluran usus burung dan mamalia, vagina mamalia

serta tidak bersifat patogen (Desai, 2008).

Lactobacillus plantarum dan Lactobacillus casei dapat aktif pada

pH rendah dan menghasilkan asam laktat dalam jumlah banyak sehingga

pada makanan ternak dapat membantu menyimpan energi. Media

pemeliharaan isolat Lactobacillus adalah media MRS (de Man Rogosa

Sharpe) agar (Oxoid), sedangkan media preculture dan pertumbuhan

bakteri uji adalah media MRS Broth (Oxoid) (Hardianingsih, Riani dkk,

2006).

Lactobacillus mempunyai potensi yang besar sebagai produk

probiotik karena keunggulannya dibanding bakteri asam laktat lainnya

(Davis dan Gasson. 1981; Muriana dan Klaenhammer, 1987 dalam

Hardianingsih, Riani, dkk, 2006). Sifat yang menguntungkan dari bakteri

Lactobacillus dalam bentuk probiotik adalah dapat digunakan untuk

mendukung peningkatan kesehatan. Bakteri tersebut berperan sebagai flora

normal dalam sistem pencernaan. Fungsinya adalah untuk menjaga

keseimbangan asam dan basa sehingga pH dalam kolon konstan

(Hardianingsih, Riani dkk, 2006). Contoh bakteri golongan Lactobacillus

yang digunakan sebagai probiotik yaitu Lactobacillus acidophilus,

Lactobacillus casei, Lactobacillus fermentum, Lactobacillus plantarum

Lactobacillus reuteri, Lactobacillus gasseri, Lactobacillus johnsonoo,

Lactobacillus paracasei, Lactobacillus plantarum, Lactobacillus

rhamnosus, dan lain-lain (Ma¨kinen & Bigret, 1993 dalam Anal, Kumar

Anil dan Harjinder Singh, 2007).

Cartney (1997) melaporkan bahwa bakteri probiotik menjaga

kesehatan usus, membantu penyerapan makanan, produksi vitamin, dan

mencegah pertumbuhan bakteri patogen. Selain itu dapat meningkatkan

fungsi sistem kekebalan tubuh, metabolisme kolesterol, karsinogenesis,

dan menghambat penuaan (Hardianingsih, Riani dkk, 2006). Heprer, G.

Page 26: gina kholisoh-fkik.pdf

10

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Fried, R. St Jean (1979) menyatakan bahwa pemberian suplemen yoghurt

selama satu minggu, dapat menurunkan serum kolesterol pada manusia.

Yoghurt dan susu menurunkan kolesterol setelah menginduksi

hiperkolesterolemia kelinci. Yoghurt lebih besar memberi pengaruh dari

pada susu (Hardianingsih, Riani dkk, 2006).

Tabel 2.1 Morfologi Bakteri Lactobacillus casei

Bentuk sel Batang dengan ukuran 0,7-1,1 μm x 2,0-4,0 μm

Sensitivitas SO2 : Ya

pH : 4-5 (Pratiwi, 2008)

Pemanasan : tidak dapat ditoleransi pada suhu di

atas 45oC.

Etanol : Ya. Pertumbuhan bakteri dan

metabolisme gula menurun karena etanol

meningkat.

Medium MRS agar/broth.

Kondisi

pertumbuhan

bakteri

Suhu 37oC dan 5% CO2 untuk keadaan

lingkungan.

Suhu penyimpanan -80oC atau di bawahnya (keadaan beku), dan 2

oC-

8oC (keadaan dingin)

[Sumber : University of California, 2014; Anonim, 2014]

2.3 Probiotik

Bakteri Asam Laktat dikenal juga sebagai bakteri probiotik, karena

penggunaanya secara umum untuk probiotik. Secara umum probiotik

didefinisikan sebagai mikroba hidup yang digunakan sebagai suplemen

makanan dan dapat menguntungkan inangnya dengan meningkatkan

keseimbangan mikrobial pencernaan (Fuller, 1989 dalam Desai, 2008).

Probiotik dirancang untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel, dan

pelarut yang digunakan dalam proses mikroenkapsulasi harus tidak

beracun (Gbassi, Gildas K dan Thierry Vandamme : 2012). Bakteri

probiotik diakui sebagai bakteri baik dan ramah, bermanfaat untuk

mengurangi potensi bakteri berbahaya dari usus (Gillian, Y. 2008).

Salah satu syarat bakteri probiotik dapat memberikan manfaat

kesehatan yaitu jumlah bakteri harus tersedia minimum 106 cfu/gram

Page 27: gina kholisoh-fkik.pdf

11

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

dalam produk makanan (Doleyres dan Lacroix, 2005 dalam Chávarri, M.,

dkk 2010) atau 107 cfu/gram (Lee dan Salminen, 1995 dalam Chávarri,

M., dkk 2010) atau dimakan dalam jumlah yang cukup untuk

menghasilkan asupan harian 108 cfu/ml (Lopez-Rubio dkk, 2006 dalam

Chávarri, M., dkk 2010).

Pada dasarnya konsumsi sel bakteri hidup dapat diperoleh dari tiga

sumber yaitu (1) produk-produk susu fermentasi seperti yogurt yang

mengandung sel Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus termophilus

serta susu acidophilus yang mengandung Lactobacillus acidophilus; (2)

suplemen makanan dan minuman dengan satu atau beberapa macam

mikroba yang bermanfaat seperti Lactobacillus acidophilus, Lactobacillus

reuteri, Lactobacillus casei dan Bifidobacteria serta (3) sebagai produk

farmasi yaitu konsentrat sel dalam bentuk tablet, kapsul atau granula.

Probiotik ini dapat memberikan manfaat kesehatan seperti meningkatkan

resistensi terhadap penyakit infeksi seperti diare, menurunkan tekanan

darah dan kolesterol, mereduksi alergi, intoleransi glukosa, meningkatkan

sistem imun tubuh dan manfaat lainnya (Harmayani dkk, 2001).

Viabilitas merupakan jumlah sel hidup yang diperkirakan sebagai

ukuran konsentrasi sel yang ada dalam produk (Yulinery dkk, 2009).

Viabilitas menunjukkan ketahanan yang baik terhadap pengaruh

lingkungan. Probiotik harus dapat mempertahankan kelangsungan

hidupnya selama tiga tahap kritis yaitu : (1) pada saat penyimpanan; (2)

pada saat proses pembuatan menjadi makanan yang fungsional dan (3) saat

transit melalui lambung dan usus kecil (Figueroa-Gonzales, Ivonne,

Guillermo Quijano, Gerardo Ramirez, 2011). Faktor-faktor yang

mempengaruhi pertumbuhan dan viabilitas bakteri probiotik diantaranya

kondisi fisiologis, suhu, pH, aktivitas air dan oksigen (Neha dkk, 2012

dalam Utami, 2013). Viabilitas probiotik dalam produk dipengaruhi oleh

beberapa faktor seperti pH, pasca-pengasaman (selama penyimpanan)

dalam produk fermentasi, produksi hidrogen peroksida, toksisitas oksigen

(perembesan oksigen melalui kemasan) dan suhu penyimpanan

(Kailasapathy, 2002 dalam Martin, M.J., dkk, 2013). Sejumlah faktor-

Page 28: gina kholisoh-fkik.pdf

12

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

faktor tersebut perlu diperhatikan untuk mendapat efek maksimal dari

probiotik yang dikonsumsi (Neha dkk, 2012 dalam Utami, 2013).

Tabel 2.2 Mikroba yang Sering Digunakan sebagai Probiotik

BAL (Bakteri Asam Laktat) Selain Spesies

BAL Lactobacillus Bifidobacterium Spesies BAL yang

lain

Lactobacillus

acidophilus

Bifidobacterium

adolescentis

Enterococcus

faecalis

Bacillus cereus

var.toyoi

Lactobacillus

casei

Bifidobacterium

animalis

Enterococcus

faecium

Escherichia coli

strain nissle

Lactobacillus

amylovorus

Bifidobacterium

bifidum

Lactococcus lactis Proptonibacterium

freudenreichii

Lactobacillus

delbrueckii

subsp

bulgaricus

Bifidobacterium

breve

Leuconostoc

mesenteroides

Saccharomyces

cerevisiae

Lactobacillus

reuteri

Bifidobacterium

infantis

Pediococcus

acidilactici

Saccharomyces

boulardii

Lactobacillus

paracasei

Bifidobacterium

lactis

Streptococcus

thermophilus

Lactobacillus

gallinarum

Bifidobacterium

longum

Sporolactobacillus

inulimus

Lactobacillus

johnsonii

Lactobacillus

gasseri

Lactobacillus

rhamnosus

Lactobacillus

plantarum

[Sumber : Holzapfel, dkk, 2001]

Menurut Food and Agriculture Organization/World Health

Organization (FAO/WHO) (2001 dalam Utami, 2013), idealnya strain

probiotik seharusnya memiliki sifat sebagai berikut :

1. Tidak kehilangan sifat aslinya selama masa penyimpanan.

2. Secara normal berada di saluran pencernaan manusia.

3. Harus dapat bertahan hidup, dapat melawan pertahanan barrier

lambung, tahan terhadap kerja pencernaan dari getah lambung,

enzim pencernaan dan garam empedu dan berkoloni di usus. Untuk

Page 29: gina kholisoh-fkik.pdf

13

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

alasan inilah, dosis efektif minimal yang sangat indikatif karena

sangat bergantung pada biakan dan preparat yang digunakan, yakni

107 cfu/hari.

4. Harus bisa melekat dan berkoloni dengan sel intestinal. Struktur

membran bakteri berperan dalam mekanisme perlekatan dan

berpasangan langsung dengan mukosa, pemukaan protein dan

mungkin saja dengan yang beberapa lainnya yang berlendir.

5. Harus menimbulkan fungsi metabolik pada level pencernaan, yang

bermanfaat bagi kesehatan manusia dan antagonis mikroorganisme

patogen dengan memproduksi zat anti mikrobial.

6. Tidak menimbulkan reaksi berbahaya (tidak patogen) terhadap

sistem imun atau bahaya lainnya dan juga dinyatakan aman

(melalui status GRAS tertulis ―dinyatakan aman‖).

7. Resistensi terhadap antibiotik.

8. Harus dikelola dalam dosis yang adekuat dan dan memiliki rasio

efikasi biaya yang tepat dan seimbang (Malago dkk, 2011 dalam

Utami, 2013).

9. Syarat lainnya adalah tidak bersifat patogen dan aman jika

dikonsumsi. Strain probiotik juga harus tahan dan tetap hidup

selama proses pengolahan makanan dan penyimpanan, mudah

diaplikasikan pada produk makanan dan tahan terhadap proses

psikokimia pada makanan (Prado dkk, 2008 dalam Utami, 2013).

2.4 Pengukuran Pertumbuhan Mikroorganisme

Pertumbuhan mikroorganisme dapat diukur berdasarkan

konsentrasi sel (jumlah sel per satuan isi kultur) ataupun densitas sel (berat

kering dari sel-sel per satuan isi kultur). Pertumbuhan mikroorganisme

dapat diukur dengan dua cara, yaitu secara langsung dan tidak langsung

(Pratiwi, 2008).

Page 30: gina kholisoh-fkik.pdf

14

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.4.1 Pengukuran Pertumbuhan Mikroorganisme secara Langsung

2.4.1.1 Pengukuran Menggunakan Bilik Hitung (Counting Chamber).

Pada pengukuran ini, untuk bakteri digunakan bilik

hitung Petroff-Hausser, sedangkan untuk mikroorganisme

eukariot digunakan hemositometer. Keuntungan menggunakan

metode ini adalah mudah, murah, cepat, dan dapat diperoleh

informasi tentang ukuran dan morfologi mikroorganisme.

Kerugiannya adalah populasi mikroorganisme yang digunakan

harus banyak (minimum berkisar 106 cfu/ml), karena

pengukuran dengan volume dalam jumlah sedikit tidak dapat

membedakan antara sel hidup dan sel mati, serta kesulitan

menghitung sel yang motil (Pratiwi, 2008).

2.4.1.2 Pengukuran Menggunakan Electric Counter.

Pada pengukuran ini suspensi mikroorganisme dialirkan

melalui lubang kecil (orifice) dengan bantuan aliran listrik.

Elektroda yang ditempatkan pada dua sisi orifice untuk

mengukur tahanan listrik pada saat bakteri melalui orifice. Pada

saat inilah sel terhitung. Keuntungan: hasil dapat diperoleh

dengan lebih cepat dan lebih akurat, serta dapat menghitung sel

dengan ukuran lebih besar. Kerugian: metode ini tidak bisa

digunakan untuk menghitung bakteri karena adanya gangguan

debris, filamen, dan sebagainya, serta tidak dapat membedakan

antara sel hidup dan sel mati (Pratiwi, 2008).

2.4.1.3 Pengukuran Menggunakan Plating Technique.

Metode perhitungan jumlah sel tampak dan didasarkan

pada asumsi bahwa bakteri hidup akan tumbuh, membelah, dan

memproduksi satu koloni tunggal. Satuan perhitungan yang

digunakan adalah cfu (colony forming unit) dengan cara

membuat seri pengenceran sampel dan menumbuhkan sampel

pada media padat. Pengukuran dilakukan pada plate dengan

Page 31: gina kholisoh-fkik.pdf

15

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

jumlah koloni berkisar 25-250 atau 30-300. Keuntungan:

sederhana, mudah, dan sensitif karena menggunakan colony

counter sebagai alat hitung dan dapat digunakan untuk

menghitung mikroorganisme pada sampel makanan, air,

ataupun tanah. Kerugian : harus digunakan media yang sesuai

dan perhitungannya yang kurang akurat karena satu koloni

tidak selalu berasal dari satu individu sel (Pratiwi, 2008).

2.4.1.4 Pengukuran Menggunakan Teknik Filtrasi Membran

(Membrane Filtration Technique)

Sampel akan dialirkan pada suatu sistem penyaring

membran dengan bantuan vacum. Bakteri yang terperangkap

selanjutnya ditumbuhkan pada media yang sesuai dan jumlah

koloni dihitung. Keuntungan teknik filtrasi dapat menghitung

sel hidup dan sistem penghitungannya langsung. Kerugian

teknik filtrasi tidak ekonomis (Pratiwi, 2008).

2.4.2 Pengukuran Pertumbuhan Mikroorganisme secara tidak

Langsung

2.4.2.1 Pengukuran Kekeruhan/Turbidity

Bakteri yang bermultifikasi pada media cair akan

menyebabkan media menjadi keruh. Alat yang digunakan

untuk pengukuran adalah spektrofotometer atau kolorimeter

dengan cara membandingkan densitas optik (optical density)

antara media tanpa pertumbuhan bakteri dan media dengan

pertumbuhan bakteri (Pratiwi, 2008).

2.4.2.2 Pengukuran Aktivitas Metabolik

Metode ini berdasarkan pada asumsi bahwa jumlah

produk metabolik tertentu, misalnya asam atau CO2,

menunjukkan jumlah mikroorganisme yang terdapat di dalam

media. Misalnya pengukuran produksi asam untuk menentukan

jumlah vitamin yang dihasilkan mikroorganisme (Pratiwi,

2008).

Page 32: gina kholisoh-fkik.pdf

16

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.4.2.3 Pengukuran Berat Sel Kering (BSK)

Biasanya digunakan untuk mengukur pertumbuhan

fungi berfilamen. Miselium fungi dipisahkan dari media dan

dihitung sebagai berat kotor. Miselium selanjutnya dicuci dan

dikeringkan dengan alat pengering (desikator) dan ditimbang

beberapa kali hingga mencapai berat konstan yang dihitung

sebagai berat sel kering (BSK) (Pratiwi, 2008).

2.5 Teknik Enkapsulasi

2.5.1 Definisi

Enkapsulasi adalah proses mengelilingi senyawa aktif

dengan matriks dalam bentuk partikel untuk mencapai efek tertentu

yang diinginkan, seperti imobilisasi atau isolasi, perlindungan atau

stabilisasi, pelepasan terkontrol, dan perubahan sifat fisik (Chan,

Lee, Ravindra, & Poncelet 2009 dalam Chan, Eng-Seng, dkk,

2010). Enkapsulasi adalah suatu proses dimana sel-sel

dipertahankan dalam matriks enkapsulasi atau membran.

Enkapsulasi probiotik telah diteliti untuk meningkatkan

kelangsungan hidup mereka dalam produk makanan dan saluran

usus (Rao, Shiwnarain, & Maharaj, 1989 dalam Krasaekoopt, W.,

Bhandari, B., & Deeth, H., 2004).

Enkapsulasi ditujukan untuk menstabilkan sel, berpotensi

meningkatkan kelangsungan dan stabilitas mereka selama

produksi, penyimpanan dan penanganan. (Vidhyalakshmi, dkk,

2009 dalam Gbassi, Gildas K dan Thierry Vandamme, 2012).

Enkapsulasi dapat melindungi materi dari pengaruh lingkungan,

mencegah degradasi karena radiasi cahaya atau oksigen dan juga

memperlambat terjadinya evaporasi (Risch,1995). Senyawa yang

dienkapsulasi disebut bahan inti yang berupa zat aktif. Senyawa

yang meliputi bahan inti bisa berfungsi sebagai pelapis maupun

membran. Produk dari proses mikroenkapsulasi dinamakan

mikrokapsul (Poshadri, A. dan Aparna Kuna, 2010).

Page 33: gina kholisoh-fkik.pdf

17

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Agar probiotik dapat memberikan manfaat pada manusia,

probiotik harus dapat bertahan hidup saat melewati lambung dan

harus dapat berkoloni di usus (Del Piano, 2011). Probiotik harus

dapat bertahan selama perjalanan melalui perut, kemudian hancur

di dalam usus untuk melepaskan sel. Untuk itu, pemilihan teknik

enkapsulasi dan biometrial enkapsulasi sangat penting untuk

menentukan efektivitas bagian pelindung probiotik. Hal yang perlu

dipertimbangkan dalam memilih biomaterial untuk enkapsulasi

probiotik adalah: (a) sifat fisikokimia (komposisi kimia, morfologi,

kekuatan mekanik, stabilitas dalam cairan lambung dan usus; (b)

uji toksikologi; (c) manufaktur dan sterilisasi proses (Gbassi,

Gildas K dan Thierry Vandamme, 2012).

Keuntungan dari teknik enkapsulasi (Lachman, 1994 dalam

Hasan, Nurhasni, 2012) yaitu:

1. Dengan adanya lapisan dinding polimer, bahan inti akan

terlindung dari pengaruh lingkungan luar.

2. Dapat mencegah perubahan warna dan bau serta dapat menjaga

stabilitas bahan inti yang dipertahankan dalam jangka waktu

yang lama.

3. Dapat dicampur dengan komponen lain yang berinteraksi

dengan bahan inti.

Kerugian dari teknik enkapsulasi (Lachman,1994 dalam

Hasan, Nurhasni, 2012), yaitu :

1. Biasanya penyalutan bahan inti oleh polimer kurang sempurna

atau tidak merata sehingga akan mempengaruhi pelepasan

bahan inti dari mikrokapsul.

2. Dibutuhkan teknologi mikroenkapsulasi.

3. Harus dilakukan pemilihan polimer penyalut dan pelarut yang

sesuai dengan bahan inti agar diperoleh hasil mikrokapsul yang

baik.

Faktor–faktor yang mempengaruhi keberhasilan proses

enkapsulasi adalah sifat fisiko kimia bahan inti dan bahan penyalut,

Page 34: gina kholisoh-fkik.pdf

18

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

tahap enkapsulasi, sifat dan struktur dinding mikrokapsul serta

kondisi pembentukan mikrokapsul. Ukuran diameter partikel yang

terbentuk tergantung pada ukuran bahan inti, jenis dan konsentrasi

yang digunakan (Marzuki, Ismail, 2012).

2.5.2 Komponen Enkapsulasi

Bahan–bahan yang digunakan pada proses enkapsulasi pada

prinsipnya ada tiga jenis, yaitu :

1. Bahan Inti

Bahan inti dapat didefinisikan sebagai bahan spesifik yang

akan disalut, dapat berupa padatan maupun cairan. Komposisi

bahan inti dapat bervariasi, biasanya mengandung (10–95)%

berat inti (Benita, 1996 dalam Marzuki, Ismail, 2012). Bahan–

bahan yang digunakan sebagai inti adalah obat, enzim aktif, sel

hidup, agrokimia, zat pemberi rasa, pewangi, dan tinta. Bahan

inti yang tersalut dapat mencapai 99% (Benita, 1996 dalam

Marzuki, Ismail, 2012). Tingkat pelepasan bahan inti, terutama

ditentukan oleh struktur kimia, ketebalan film kapsul dan

ukuran mikrokapsul tersebut. Kecepatan pelepasan isi kapsul

dapat dikontrol dengan mengontrol konsentrasi bahan penyalut

yang dipakai (Lee, dkk, 1999 dalam Marzuki, Ismail, 2012).

2. Bahan Penyalut

Bahan penyalut yang digunakan untuk enkapsulasi harus

mampu memberikan suatu lapisan tipis yang kohesif dengan

bahan inti, dapat bercampur secara kimia dan tidak bereaksi

dengan bahan inti. Memberikan sifat penyalutan yang

diinginkan, seperti kekuatan, fleksibilitas, impermeabilitas,

sifat–sifat optik, dan stabilitas (Benita, 1996 dalam Marzuki,

Ismail, 2012). Contoh bahan penyalut yang biasa digunakan

adalah golongan polimer, resin larut air, resin tidak larut air,

resin enterik, serta lilin. Ketebalan penyalutan efektif bervariasi

Page 35: gina kholisoh-fkik.pdf

19

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

dari beberapa mikron, tergantung perbandingan penyalut

terhadap inti dan ukuran partikel (luas permukaan) dari bahan

inti (Benita, 1996 dalam Marzuki, Ismail, 2012).

3. Pelarut

Bahan penyalut perlu dilarutkan terlebih dahulu dalam suatu

pelarut sebelum dilakukan proses penyalutan, kecuali untuk

metode penyemprotan beku yang menggunakan lelehan

penyalut. Pelarut yang digunakan dapat berupa pelarut tunggal

maupun campuran (Lachman, 1986 dalam Marzuki, Ismail,

2012).

2.5.3 Teknik Enkapsulasi

Parameter dalam merancang suatu sediaan yang

terenkapsulasi yaitu : Sifat fisika dan kimia zat aktif, polimer

penyalut, medium enkapsulasi, tahap proses enkapsulasi, dan sifat

dinding kapsul.

Teknik enkapsulasi diantaranya emulsifikasi, spray

chilling, spray-drying, spray-cooling, ekstrusi, centrifugal

extrusion, fluidized bed coating, liposomal entrapment,

lyophilization, coacervation, centrifugal suspension separation,

cocrystallization dan inclusion complexation (Gibbs, dkk, 1999

dalam Poshadri, A. dan Aparna Kuna, 2010).

1. Teknik Emulsifikasi

Dalam metode emulsifikasi terdapat sedikitnya dua fase

yang yang tidak bercampur, menyebabkan salah satu fase

terdispersi dalam fase lainnya (Hasan, Nurhasni, 2012).

Emulsifikasi lebih mahal karena memerlukan bahan baku

tambahan seperti fase minyak dan emulsifier untuk

menstabilkan emulsi. Kesulitan teknik emulsifikasi dalam

pelaksanaannya yaitu ketidakstabilan emulsi, diperlukan

pengadukan yang kuat yang dapat merugikan sel-sel hidup,

Page 36: gina kholisoh-fkik.pdf

20

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

penggabungan acak sel ke dalam kapsul dan ketidakmampuan

untuk mensterilkan fase minyak jika harus bekerja pada kondisi

asepsis (Gbassi, Gildas K dan Thierry Vandamme : 2012).

2. Teknik Coacervation

Teknik coacervation merupakan proses pembuatan

mikrokapsul yang melibatkan pencampuran 2 fase polimer

yang bermuatan di dalam pelarut. Proses ini dibagi menjadi 3

tahap utama: (1) Preparasi dari fase terdispersi, yaitu bahan inti

didispersikan ke dalam larutan polimer yang bersifat kationik.

(2) Enkapsulasi dari material inti, yaitu larutan polimer kedua

yang bersifat anionik dimasukkan ke dalam larutan pertama.

(3) Stabilitas dari partikel yang telah dienkapsulasi, yaitu

endapan polimer kedua terbentuk pada bahan inti akibat

adanya perbedaan muatan. Mikrokapsul yang terbentuk

mengalami stabilisasi dengan perlakuan panas dan terjadi

sambung silang (Hasan, Nurhasni, 2012).

3. Teknik Spray Drying

Merupakan proses mikroenkapsulasi yang murah dan

awalnya digunakan untuk mengenkapsulasi fragrance atau

perasa. Bahan inti yang terdispersi dalam larutan polimer

dilewatkan melalui nozzle. Cairan yang keluar dari nozzle

membentuk tetesan dan mengalami proses solidifikasi akibat

udara panas yang dilewatkan (Hasan, Nurhasni, 2012)

Teknik ini melibatkan atomisasi emulsi atau suspensi

probiotik dan bahan pembawa dengan gas kering yang

dihasilkan oleh penguapan air yang cepat. Hasilnya akan

berupa serbuk kering. Proses spray drying dikontrol oleh aliran

gas, suhu dan produk itu sendiri (O‘Riordan K, dkk, 2001;

Vega C, Roos YH, 2006; dalam Rokka, 2010). Keuntungan

dari proses spray drying adalah pengoperasiannya

Page 37: gina kholisoh-fkik.pdf

21

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

menggunakan alat canggih. Kekurangannya adalah suhu tinggi

yang digunakan saat proses spray drying akan mengganggu

kultur bakteri probiotik yang dienkapsulasi. Proses spray

drying memerlukan ketepatan saat penambahan dan

pengkontrolan kondisi, seperti suhu inlet dan outlet

(Kailasapathy, 2002).

4. Teknik Freeze Drying

Teknik freeze drying termasuk teknik kering pada metode

mikroenkapsulasi probiotik. Pada umumnya, freeze drying

memiliki keuntungan, diantaranya dapat menurunkan rusaknya

sel probiotik dibandingkan dengan teknik lainnya. Namun,

metode ini relatif lebih mahal, dan sulit digunakan pada tingkat

industri (Mortazavian dkk, 2007). Teknik freeze drying terdiri

atas 3 langkah, yaitu :

a) Pembekuan

Probiotik bakteri akan dibekukan pada suhu -196oC dalam

cairan nitrogen. Es kemudian disublimasikan dan

selanjutnya proses pengeringan primer.

b) Pengeringan primer

Proses sublimasi es dengan vakum tinggi dan suhu tinggi.

Sublimasi merupakan fase transisi, dari wujud padat

menjadi gas, yang menyebabkan suhu dan tekanan di

bawah titik nol mutlak (0,01). Sekitar 95% air dihilangkan

pada langkah ini.

c) Pengeringan sekunder.

Penghilangan air sampai di bawah 4%, meningkatkan

penyimpanan jangka panjang, dan mencegah kerusakan

produk (Charalampopoulos, dkk, 2009).

Page 38: gina kholisoh-fkik.pdf

22

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

5. Teknik Spray Chilling

Material yang akan dikemas dicampur dengan carrier

dan diatomisasi dengan cara didinginkan atau dengan udara

dingin yang berbeda dengan spray drying (Risch, 1995 dalam

Poshadri, A. dan Aparna Kuna, 2010).

6. Teknik Ekstrusi

Dalam teknik ekstrusi, hidrokoloid dicampur dengan

probiotik. Campuran yang dihasilkan dimasukkan ke dalam

ekstruder, biasanya jarum suntik. Tekanan yang diberikan pada

plunger jarum suntik sehingga terbentuk tetesan dari isi jarum

suntik dan dimasukkan ke dalam larutan pembentuk gel,

dengan pengadukan yang perlahan. Teknik ekstrusi jauh lebih

mudah dilakukan jika dibandingkan dengan emulsifikasi.

Emulsifikasi memerlukan biaya yang lebih mahal karena

memerlukan bahan baku tambahan seperti fase minyak dan

agen pengemulsi untuk menstabilkan emulsi (Gbassi, Gildas K

dan Thierry Vandamme : 2012).

Teknik ekstrusi akan menghasilkan mikrokapsul yang

lebih beragam daripada teknik emulsifikasi. Umumnya,

diameter yang terbentuk antara 2-5 mm lebih besar dari yang

dibentuk dalam metode emulsi. Ukuran dan bentuk

mikrokapsul dipengaruhi oleh konsentrasi dan viskositas

larutan polimer, jarak antara jarum suntik dan larutan

pembentuk mikrokapsul serta ukuran diameter ekstruder yang

digunakan (Solanki, Himansu K, dkk, 2013).

Kelebihan metode ekstrusi adalah metode yang

digunakan sederhana dan murah, tidak ada kerusakan pada sel

probiotik, menjaga viabilitas probiotik tetap tinggi, tidak

melibatkan pelarut yang dapat merusak dan dapat dilakukan

dalam kondisi aerob dan anaerob (Solanki, Himansu K, dkk,

2013).

Page 39: gina kholisoh-fkik.pdf

23

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Kekurangan dari metode ekstrusi diantaranya sulit

digunakan untuk produksi skala besar karena pembentukan

lambat dalam pembentukan mikrokapsul, kerentanan

karbohidrat terhadap kerusakan dan cacat struktural, distribusi

ukuran yang lebih besar (Solanki, Himansu K, dkk, 2013) serta

terbatas dalam pemilihan polimer penyalut (S. Gouin, 2004;

Y. Zhou, dkk, 1998 dalam Solanki, Himansu K, dkk, 2013).

2.6 Kappa Karagenan

Karagenan adalah polisakarida alami yang diekstrak dari

makroalga laut dan umumnya digunakan sebagai makanan aditif.

Karagenan banyak digunakan dalam berbagai aplikasi makanan dan

semakin banyak digunakan dalam formulasi farmasi. Karagenan umumnya

dianggap sebagai bahan yang relatif tidak beracun dan tidak menyebabkan

iritasi bila digunakan dalam formulasi farmasi nonparenteral. Karagenan

dapat menginduksi respon inflamasi pada hewan laboratorium dan untuk

alasan ini sering digunakan dalam percobaan untuk meneliti obat anti-

inflamasi (Rowe, Raymond C., Paul J. Sheskey, Marian E. Quinn, 2009).

Secara umum, karagenan digunakan sebagai zat pengemulsi, basis

gel, agen penstabil, agen pensuspensi, agen lepas lambat, agen peningkat

viskositas. Karagenan digunakan dalam berbagai bentuk sediaan

nonparenteral, termasuk suspensi (basah dan rekonstitusi), emulsi, gel,

krim, lotion, obat tetes mata, supossitoria, tablet, dan kapsul. Jenis-jenis

karagenan yaitu kappa karagenan, iota karagenan, dan lamda karagenan.

Kappa karagenan merupakan agen pembentuk gel yang lebih kuat

dibandingkan iota karageenan, sedangkan lamda karagenan tidak bersifat

agen pembentuk gel (Rowe, Raymond C., Paul J. Sheskey, Marian E.

Quinn, 2009).

Karagenan banyak digunakan dalam berbagai aplikasi makanan

dan semakin banyak digunakan dalam formulasi farmasi. Karagenan

umumnya dianggap sebagai bahan yang relatif tidak beracun dan tidak

menyebabkan iritasi bila digunakan dalam formulasi farmasi

Page 40: gina kholisoh-fkik.pdf

24

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

nonparenteral. Karagenan dapat menginduksi respon inflamasi pada hewan

laboratorium, dan untuk alasan ini sering digunakan dalam percobaan

untuk meneliti obat anti-inflamasi (Rowe, Raymond C., Paul J. Sheskey,

Marian E. Quinn, 2009).

Karagenan merupakan polisakarida yang dihasilkan dari ekstraksi

alga merah (Rhodophyceae), digunakan sebagai bahan tambahan untuk

memperbaiki tekstur makanan (FTP UGM : 2002 dalam Febriani, Dian,

Sukenda, Sri Nuryati, 2013). Karagenan telah digunakan untuk

mikroenkapsulasi protein dan bakteri probiotik. Hidrogel terbentuk karena

sambung silang gelatin dan kappa karagenan untuk penghantaran bakteri

probiotik secara oral. Gel kompleks yang terbentuk menunjukkan

kemampuan pelindung tinggi terhadap asam lambung pada Lactobacillus

dan Lactococcus selama ± 1 skala log dibandingkan hidrogel. Hidrogel

lebih stabil selama penyimpanan 4°C. Beads hidrogel kappa karagenan

juga telah digunakan dalam sistem pelepasan terkontrol. Beads Hidrogel

kappa karagenan dan natrium alginat/kitosan digunakan sebagai pembawa

untuk loading obat dan sistem penghantaran terkendali (Rowe, Raymond

C., Paul J. Sheskey, Marian E. Quinn, 2009).

Karagenan ketika diambil dari sumber rumput laut yang tepat,

berwarna kuning-coklat sampai putih, bubuk kasar sampai halus yang

tidak berbau dan tidak berasa. Karagenan bersifat stabil, meskipun

higroskopis, polisakarida dan harus disimpan di tempat yang sejuk dan

kering. Karagenan dalam larutan memiliki stabilitas maksimum pada pH 9

dan tidak boleh dilakukan proses pemanasan pada pH di bawah 3,5. Asam

dan oksidator dapat menghidrolisis karagenan dalam larutan, yang

menyebabkan hilangnya sifat fisik melalui pembelahan obligasi glikosidik.

Hidrolisis asam tergantung pada pH, suhu dan waktu (Rowe, Raymond C.,

Paul J. Sheskey, Marian E. Quinn, 2009).

Kappa Karagenan mengandung ester sulfat 25% dan 3,6

anhidrogalaktosa sekitar 35%. Kappa Karagenan terdiri dari α-1,3-D-

galaktosa-4-sulfat dan β-1,4-3,6-anhidro-D-galaktosa (Glicksman, 1982

Page 41: gina kholisoh-fkik.pdf

25

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

dalam Apriani T, 2011). Struktur kimia kappa karagenan seperti tertera

pada gambar 2.2.

Gambar 2.2 Struktur Kimia Kappa Karagenan [Sumber : Glicksman, 1982 dalam Apriani T, 2011]

Iota karagenan dan kappa karagenan telah terbukti bermanfaat bagi

penurunan kadar gula darah pada tikus hiperglikemia yang mengalami

kerusakan pankreas akibat induksi aloksan (Wikanta, 2005). Telah

diketahui bahwa polisakarida dinding sel tanaman dan lignin tidak dapat

dicerna oleh enzim pencernaan mamalia, termasuk manusia, sehingga

keuntungan mengkonsumsi makanan berserat terutama yang larut air,

diantaranya dapat mengurangi atau menghambat laju kenaikan kadar

glukosa darah secara mendadak (Mayer, 1995; Dalimartha, 2002dalam

Wikanta, 2005).

Kappa karagenan dikenal sebagai agen pembentuk pelet yang baru

dalam pembentukan pelet dengan ekstrusi/sferonisasi dan memiliki sifat

pembentuk pellet terbaik. Kappa karagenan merupakan polimer

pembentuk gel yang kuat dan memiliki struktur tersier heliks sehingga

memungkinkan pembentukan gel. Umumnya kappa karagenan yang

digunakan dalam enkapsulasi pada konsentrasi 0,02-2,0% (Rowe,

Raymond C., Paul J. Sheskey, Marian E. Quinn, 2009). Gelasi kappa

karagenan umumnya tergantung pada perubahan suhu. Larutan karagenan

dipanaskan pada suhu 40-45⁰C dan gelasi terjadi dengan pendinginan

sampai suhu kamar. Mikrokapsul terbentuk setelah menjatuhkan campuran

polimer dan sel bakteri ke dalam larutan kalium klorida (KCl) (Anal,

Kumar Anil dan Harjinder Singh, 2007).

Page 42: gina kholisoh-fkik.pdf

26

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Diperlukan suhu yang tinggi berkisar antara (60-80⁰C) agar kappa

karagenan dapat larut dalam air. Beads mikrokapsul dapat terbentuk

dengan cara menjatuhkan campuran polimer dan sel ke dalam larutan KCl

atau CaCl2 (Klein & Vorlop, 1985 dalam Anal, Kumar Anil dan Harjinder

Singh, 2007). Penambahan ion kalium menginduksi pembentukan struktur

tiga dimensi dari sruktur heliks yang terbentuk dengan adanya air sehingga

dihasilkan cairan kental dan tidak dapat dituang. Penambahan ion

monovalen seperti kalium dalam bentuk KCl dapat membantu

pembentukan mikrokapsul gel karagenan (Krasaekoopt dkk, 2003 dalam

Mortazavian Amir, Seyed Hadi Razavi, Mohammad Reza Ehsani, Sara

Sohrabvandi, 2007).

Tabel 2.3 Kelarutan dan Kandungan Gelatin dari Iota, Kappa, dan Lambda

Karagenan

[Sumber : Rowe, Raymond C., Paul J. Sheskey, Marian E. Quinn, 2009]

Kappa Iota Lambda

Kelarutan dalam air

20⁰C

80⁰C

Hanya

garam Na

Hanya garam

Na

Larut

Larut Larut Larut

Gelatin

Kebutuhan Ion

Tekstur

Gelatin kembali setelah

shear

Stabilitas Asam

Sineresis

Freeze/Thaw stability

Sinergisme dengan gum

lainnya

K+ Ca2+ Tidak

membentuk

gel

Rapuh Elastis Tidak

membentuk

gel

Tidak Ya Tidak

> pH 3,8 > pH 3,8 -

Ya Tidak Tidak

Tidak Ya Ya

Ya Tidak Tidak

Page 43: gina kholisoh-fkik.pdf

27

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tabel 2.4 Stabilitas Masing-Masing Karagenan

Grade Stabilitas dalam pH

alkali dan netral

Stabilitas pada pH asam

Kappa Stabil Terhidrolisis pada larutan ketika

dipanaskan. Stabil dalam bentuk

gel

Iota Stabil Terhidrolisis pada larutan. Stabil

dalam bentuk gel

Lambda Stabil Terhidrolisis [Sumber : Rowe, Raymond C., Paul J. Sheskey, Marian E. Quinn, 2009]

Page 44: gina kholisoh-fkik.pdf

28 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Sediaan Steril,

Laboratorium Penelitian II, Laboratorium Farmakognosi dan Fitokimia,

Laboratorium Sediaan Padat dan Laboratorium Kimia Obat Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta pada bulan Mei sampai Oktober 2015.

3.2 Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian sebagai berikut : Petri dish,

ose, gelas ukur 10 ml, 100 ml, erlemeyer 50 ml, erlemeyer 250 ml, beaker

glass 250 ml dan beaker glass 100 ml, spuit, syringe no. 22, pipet tetes,

tabung reaksi, batang pengaduk, pipet volumetrik, spatula, mikropipet 100-

200 μl dan 100-1000 μl, kaca arloji, cawan penguap, corong, tip, tabung

sentrifugasi, pinset, vortex, neraca analitik, mikroskop, oven, shaker

inkubator, inkubator, autoklaf, termometer, moisture balance, colony

counter, hot plate, stirrer, magnetik stirer, kaca obyek, lemari pendingin,

bunsen, Laminar Air Flow (LAF), pH meter, viskometer HAAKE Visco

Tester, kertas saring dan digimatic mikrometer sekrup Mitutoyo.

3.3 Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian sebagai berikut : Bakteri

yang berisi Lactobacillus casei ATCC 393 diperoleh dari perusahaan DIPA

Puspa Labsains, Media MRSA dan MRS Broth (Oxoid), Polimer Refined K-

Carrageenan Powder KR 1000 dari PT Java Biocolloid, KCl 0,3 M, NaCl

fisiologis 0,9%, aquadest steril, simulated gastric juice (0,08 M HCl dalam

0,2% NaCl dengan pH 1,598 tanpa pepsin), CaCO3, alkohol, reagen

pewarnaan gram (gentian violet, lugol, alkohol 96% dan safranin).

Page 45: gina kholisoh-fkik.pdf

29

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3.4 Prosedur Kerja

Prosedur kerja yang akan dilakukan adalah sebagai berikut:

3.4.1 Preparasi Alat

Semua peralatan gelas yang akan digunakan dalam

penelitian disterilkan. Proses sterilisasi terlampir (lampiran 2).

3.4.2 Preparasi Bakteri Lactobacillus casei

3.4.2.1 Pembuatan Medium MRS Broth (DeMan Rogosa Sharpe)

Sejumlah 52 gram serbuk MRS ditimbang dan kemudian

dilarutkan dalam 1 liter air destilasi dan dipanaskan sampai

melarut pada suhu 60⁰C. Lalu media disterilkan menggunakan

autoklaf pada suhu 121⁰C, tekanan 1 atm selama 15 menit.

Setelah dikeluarkan dari autoklaf, media didiamkan beberapa

saat (Oxoid, 1998).

3.4.2.2 Pembuatan Medium Agar MRS (DeMan Rogosa Sharpe)

Sejumlah 62 gram serbuk MRS ditimbang dan kemudian

dilarutkan dalam 1 liter air destilasi dan dipanaskan sampai

melarut. Lalu media disterilkan menggunakan autoklaf pada

suhu 121⁰C, tekanan 1 atm selama 15 menit. Setelah

dikeluarkan dari autoklaf, media didiamkan beberapa saat

(Oxoid, 1998).

3.4.2.3 Peremajaan Biakan Murni Bakteri Lactobacillus casei

Peremajaan biakan murni bakteri Lactobacillus casei

pada media agar MRS yaitu dilakukan dengan menggoreskan

satu ose yang telah mengandung bakteri Lactobacillus casei

secara zigzag pada media agar MRS, kemudian tabung media

ditutup dengan kapas. Selanjutnya, biakan bakteri

Lactobacillus casei diinkubasi pada suhu 37⁰C dalam

inkubator selama 24 - 48 jam sehingga didapatkan bakteri

stock.

Page 46: gina kholisoh-fkik.pdf

30

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3.4.2.4 Pewarnaan Bakteri

Bakteri Lactobacillus casei merupakan bakteri gram

positif, maka untuk melakukan pewarnaan bakteri gram

positif dilakukan dengan cara sebagai berikut :

a. Sediaan yang sudah dikerat diwarnai dengan karbol

kristal ungu selama satu menit. Bakteri akan berwarna

ungu, karena zat warna diserap dalam sel dan

protoplasma.

b. Zat warna dibuang dan diganti dengan larutan lugol

(larutan I2+KI) dibiarkan selama 45-60 detik. Pemberian

lugol menyebabkan terbentuknya komplek ungu kristal-

iodium yang berwarna ungu tengguli kotor.

c. Larutan lugol dibuang dan sediaan dicuci dengan alkohol

96% selama 30 detik atau digoyang-goyangkan sampai

tidak ada zat warna yang mengalir lagi. Pencucian dengan

alkohol menyebabkan terjadinya diferensiasi dari dua

macam kuman :

a) Kuman tetap berwarna ungu.

b) Kuman tidak berwarna, sebab zat warna

dilarutkan oleh alkohol dan keluar dari sel kuman.

d. Sediaan dicuci dengan air dan diwarnai dengan air-

fukhsin selama 1-2 menit. Sediaan dicuci, dikeringkan

dan diperiksa di bawah mikroskop. Fukhsin sebagai

pewarna kontras (counter-stain) mewarnai kuman yang

tidak berwarna menjadi warna merah.

e. Hasil dapat dibaca sebagai berikut :

a) Kuman gram positif berwarna ungu.

b) Kuman gram negatif berwarna merah (Staf

Pengajar FKUI, 1994).

Page 47: gina kholisoh-fkik.pdf

31

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3.4.3 Preparasi Proses Enkapsulasi

3.4.3.1 Pembuatan Suspensi Bakteri

Diambil satu ose kultur stock Lactobacillus casei

diinokulasi pada 10 mL medium MRS Broth. Bakteri

diinkubasi dalam medium MRS Broth selama 24 jam pada

suhu 37⁰C. Setelah itu, bakteri tersebut dipindahkan dalam

100 mL MRS Broth dan diinkubasi kembali pada kondisi

yang sama (Betha, 2014 ―dengan modifikasi‖).

Kemudian bakteri dipanen dengan cara

disentrifugasi pada 4400 rpm selama 10 menit pada suhu

4⁰C. Kemudian, supernatan dibuang dan endapan sel dicuci

dua kali dengan larutan NaCl fisiologis steril 0,9%,

sehingga didapatkan suspensi bakteri L.casei (Mandal, S.,

A. K. Puniya, K. Singh, 2006).

Perhitungan sel bakteri menggunakan metode plate

count. Bakteri yang telah dicuci dua kali dengan NaCl

fisiologis, kemudian diambil sebanyak 100 μL dan

disebarkan pada media MRS agar. Setelah itu, diinkubasi

selama 48 jam pada suhu 37⁰C (Woraharn, Sasimar dkk,

2010). Jumlah bakteri dihitung dengan rumus :

Cfu/ml = rata-rata total koloni

volume yang disebar ke cawan petri x faktor pengenceran

3.4.3.2 Pembuatan Larutan Matriks Kappa Karagenan

Untuk membuat larutan kappa karagenan, ditimbang

kappa karagenan sebanyak 1 gram; 0,875 gram dan 0,75

gram. Setelah itu, ditambahkan NaCl fisiologis 0,9%

sebanyak 40 mL ke dalam kappa karagenan yang telah

ditimbang, kemudian dipanaskan pada suhu 37⁰-60⁰C

sampai didapatkan larutan gel kappa karagenan. (Tsen,

Jen-Horng, Yeu-Pyng Lin, V. An-Erl King, 2003; Dinakar

P, Mistry VV dan J Dairy, 1994).

Page 48: gina kholisoh-fkik.pdf

32

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3.4.4 Proses Enkapsulasi Bakteri

Sebanyak 10 mL suspensi sel L.casei dan 40 mL larutan kappa

karagenan dicampurkan pada suhu ± 40⁰C, sehingga didapatkan

suspensi kappa karagenan dengan konsentrasi akhir 2%, 1,75% dan

1,5%. Kemudian suspensi dimasukkan ke dalam syringe dan

ditekan untuk membentuk mikrokapsul. Mikrokapsul ditampung

dalam larutan KCl steril 0,3 M (King dan Zall, 1983; Cassidy dkk,

1997 dalam Tsen Jen-Horng, Yeu-Pyng Lin, V. An-Erl King,

2003).

Mikrokapsul disimpan dalam larutan KCl 0,3 M pada suhu

10⁰C selama 2 jam (Tsen Jen-Horng, dkk, 2003). Mikrokapsul

yang terbentuk kemudian disaring dan dibilas dengan NaCl steril

0,9%.

3.4.5 Perhitungan Sel Bakteri dalam Mikrokapsul

Sebanyak 1 gram mikrokapsul (setiap konsentrasi 2%, 1,75%

dan 1,5%) disuspensikan kembali dalam 9 mL NaCl fisiologis

dengan distirer selama 20–25 menit hingga polimer mikrokapsul

pecah dan campuran berwarna kekeruhan, kemudian divortex

sampai homogen. Campuran homogen dibuat beberapa

pengenceran yang tepat, menggunakan NaCl 0,9%.

Kemudian enumerasi bakteri dilakukan dengan cara

mengambil 100 μL hasil pengenceran disebarkan pada media MRS

agar (Sohail, Asma dkk, 2010). Setelah itu, diinkubasi selama 48

jam pada suhu 37⁰C (Woraharn, Sasimar dkk, 2010). Sampel

dilakukan triplo. Total koloni dihitung dengan metode plate count

dan kepadatan bakteri setiap 1 gram mikrokapsul yang terbentuk

(cfu/gram) (M.J. Martin, 2013) dihitung dengan rumus :

Cfu/gram=rata-rata total koloni

volume yang disebar ke cawan petri x faktor pengenceran

Page 49: gina kholisoh-fkik.pdf

33

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Efisiensi persen penjerapan bakteri dari matriks kappa

karagenan dapat diperkirakan dengan rumus (Ardianto, Ari, 2011) :

P = populasi L.casei per gram mikrokapsul (cfu/gram

mikrokapsul)

Q = massa mikrokapsul yang dihasilkan dari total suspensi

biopolimer-sel yang digunakan (gram)

R = total L.casei didalam suspensi biopolimer-sel (cfu)

3.4.6 Pengukuran Viskositas dan Diameter Mikrokapsul

NaCl fisiologis 0,9% sebanyak 250 mL ditambahkan ke dalam

serbuk kappa karagenan yang telah steril masing-masing sebanyak

5 gram; 4,375 gram dan 3,75 gram. Kemudian dipanaskan pada

suhu 37⁰-60⁰C, sehingga didapatkan larutan gel kappa karagenan.

Pengukuran viskositas larutan kappa karagenan dengan konsentrasi

2%; 1,75% dan 1,5% dilakukan pada suhu 40⁰C menggunakan alat

viskometer HAAKE Visco Tester.

Mikrokapsul kappa karagenan dan mikrokapsul tanpa bakteri

yang telah terbentuk perlu diketahui diameternya. Sebanyak

masing–masing 15 mikrokapsul kappa karagenan dan mikrokapsul

tanpa bakteri diambil secara simple random, kemudian

diameternya diukur menggunakan digimatic mikrometer sekrup

Mitutoyo.

3.4.7 Uji Viabilitas terhadap Keadaan pH Lambung

Simulasi cairan asam lambung (Simulated Gastric Juice) :

terdiri dari 0,2% natrium klorida dengan pH 1,598 (adjust pH

dengan asam klorida 0,08 M) (Rao, Shiwnarain dan Maharaj, 1989

dalam Mokarram, R. R. : 2009).

1 gram mikrokapsul (setiap konsentrasi 2% ; 1,75% dan 1,5%)

dimasukkan dalam 10 ml SGJ, kemudian diinkubasi selama

Page 50: gina kholisoh-fkik.pdf

34

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

60 menit pada suhu 37°C (Charteris, Kelly, Morelli, & Collins,

1998 dalam Mandal, S. A. K. Puniya, K. Singh, 2006).

Setelah 60 menit, mikrokapsul dicuci dengan NaCl fisiologis

dan disuspensikan kembali. Campuran homogen dibuat beberapa

pengenceran yang tepat, menggunakan NaCl 0,9%. Kemudian

enumerasi bakteri dilakukan dengan cara mengambil 100 μL hasil

pengenceran disebarkan pada media MRS agar (Sohail, Asma,

dkk, 2010).

Setelah itu, diinkubasi selama 48 jam pada suhu 37⁰C

(Woraharn, Sasimar dkk, 2010). Total koloni dihitung dengan

metode Plate Count dan kepadatan bakteri setiap 1 gram

mikrokapsul yang telah diuji dengan SGJ (cfu/gram) (M. J. Martin,

2013) dihitung dengan rumus :

Cfu/gram=rata-rata total koloni

volume yang disebar ke cawan petri x faktor pengenceran

Page 51: gina kholisoh-fkik.pdf

35 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pewarnaan Bakteri Lactobacillus casei

Pengamatan secara visual terhadap bentuk koloni bakteri

Lactobacillus casei yaitu berbentuk bulat merata, halus dan berwarna

putih keruh (Gambar 4.1).

Pewarnaan bakteri dilakukan untuk memastikan bahwa koloni

yang terbentuk merupakan bakteri Lactobacillus casei. Bakteri

Lactobacillus casei merupakan bakteri gram-positif, anaerobik

fakultatif, katalase-negatif, heterofermentatif fakultatif, berbentuk

batang dan tidak membentuk spora, dapat diisolasi dari banyak habitat

(misalnya, daging, susu, produk susu, makanan atau minuman asam

dan limbah) (Saxelin dkk, 1996 Desai, 2008) dan sedikit tumbuh di

udara tapi bagus pada keadaan di bawah tekanan oksigen rendah (Holt

dkk, 1994 dalam Suryani, Yoni, dkk, 2010). Koloni pada media agar

biasanya 2-5 mm, cembung, entire, buram (opaque) dan tanpa pigmen.

(Stamer, 1979 dalam Suryani, Yoni, dkk, 2010).

Hasil pengamatan pewarnaan bakteri Lactobaciluus casei dengan

mikroskop pada gambar 4.2 menunjukkan warna biru – ungu karena

merupakan bakteri gram positif dengan bentuk basil, namun ada

beberapa yang berbentuk cocobacilli.

Gambar 4.1 Bentuk Koloni Bakteri Lactobaciluus casei secara Visual [Sumber : Koleksi Pribadi]

Page 52: gina kholisoh-fkik.pdf

36

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Gambar 4.2 Hasil Pewarnaan Bakteri Lactobaciluus casei [Sumber : Koleksi Pribadi]

4.2 Pengukuran Viskositas dan Diameter Mikrokapsul

Kappa karagenan disterilkan secara terpisah dengan NaCl fisiologis

dengan menggunakan autoklaf pada suhu 121⁰C selama 15 menit.

Konsentrasi kappa karagenan yang digunakan yaitu 2%, 1,75% dan

1,5%. Untuk membentuk larutan, kappa karagenan yang digunakan

dilarutkan pada suhu ± 40⁰-80⁰C, larutan akan membentuk gel dan

mengeras jika berada pada suhu di bawah 40⁰C. Pada saat proses

pencampuran suspensi bakteri dan larutan kappa karagenan digunakan

suhu 40⁰C dimana suhu tersebut masih dapat ditoleransi bakteri

Lactobacillus casei untuk bertahan hidup.

Larutan polimer kappa karagenan diukur viskositasnya

menggunakan viskometer HAAKE Visco Tester, dengan nomor

spindel 2 dan pada kecepatan 200 rpm, didapatkan nilai viskositas

seperti pada tabel 4.1. Konsentrasi 1,5% memiliki nilai viskositas

100,5; Konsentrasi 1,75% memiliki nilai viskositas 108,5 dan

Konsentrasi 2% memiliki nilai viskositas 135.

Viskositas setiap konsentrasi dari larutan kappa karagenan berbeda.

Berdasarkan grafik pada gambar 4.3, viskositas larutan kappa

karagenan meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi.

Konsentrasi Semakin tinggi konsentrasi kappa karagenan yang

digunakan, maka nilai viskositas juga semakin meningkat.

Page 53: gina kholisoh-fkik.pdf

37

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tabel 4.1 Viskositas Larutan Kappa Karagenan

Konsentrasi rpm No.

Spindel

Nilai Viskositas

(cps)

1,5% 200 R2 100,5

1,75% 200 R2 108,5

2% 200 R2 135

[Sumber : Koleksi Pribadi]

Gambar 4.3 Grafik Nilai Viskositas Larutan Kappa Karagenan [Sumber : Koleksi Pribadi]

Proses terbentuknya mikrokapsul gel kappa karagenan terjadi

setelah campuran polimer dan sel ke dalam larutan KCl atau CaCl2.

(Klein & Vorlop, 1985 dalam Anal, Kumar Anil dan Harjinder Singh,

2007). Berdasarkan hasil yang didapat pada penelitian ini, mikrokapsul

yang terbentuk tidak mudah hancur, cukup kuat, sedikit buram sampai

transparan. Bentuk mikrokapsul kappa karagenan (uji) dan

mikrokapsul tanpa bakteri (kontrol) sebagian besar sangat tidak

beraturan, ada yang berbentuk gepeng dan sebagian besar berbentuk

bulat dengan ukuran yang berbeda. Bentuk mikrokapsul kappa

karagenan dapat dilihat pada gambar 4.4.

0

20

40

60

80

100

120

140

160

0 1 2 3

Nilai Viskositas Larutan Kappa Karagenan

Nilai Viskositas

Nil

ai V

isk

osi

tas

(cp

s)

Konsentrasi (%)

Page 54: gina kholisoh-fkik.pdf

38

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Gambar 4.4 Bentuk Mikrokapsul Kappa Karagenan (Uji) dan

Mikrokapsul Tanpa Bakteri (Kontrol) [Sumber : Koleksi Pribadi]

Dengan adanya ion K+, mikrokapsul gel kappa karagenan yang

terbentuk kuat, gel bersifat rapuh, tahan lama, meningkatkan suhu

pelelehan dan pembentukan gel, serta membentuk gel yang opaque dan

semakin jernih dengan penambahan gula (FMC Biopolymer, 2007).

Penambahan ion kalium menginduksi pembentukan struktur tiga

dimensi dari sruktur heliks yang terbentuk dengan adanya air sehingga

dihasilkan cairan kental dan tidak dapat dituang (Krasaekoopt dkk,

2003).

Gel yang dihasilkan oleh kappa karagenan memiliki tekstur yang

solid. Kappa karagenan hanya memiliki satu gugus sulfat yang

berikatan dengan gugus galaktosa. Adanya gugus sulfat membuat

kappa karagenan menjadi bersifat anionik (bermuatan negatif).

Penambahan kation dapat membantu pembentukan gel karagenan.

Penambahan ion kalium (K+) pada kappa karagenan akan menetralkan

muatan dari karagenan tersebut. Kation tersebut akan berikatan dengan

sulfat. Hal ini menyebabkan dua rantai panjang karagenan bergerak

mendekat dan membentuk ikatan hidrogen dan akhirnya membentuk

double helix (Bubnis, 2000 dalam Santi Dwi Astuti dan Friska Citra

Agustia, 2011).

Mikrokapsul kappa karagenan (uji) dan mikrokapsul tanpa bakteri

(kontrol) yang terbentuk kemudian diukur diameter menggunakan

digimatic mikrometer sekrup Mitutoyo. Mikrokapsul yang diukur

berjumlah lima belas untuk masing masing kelompok. Ukuran

Page 55: gina kholisoh-fkik.pdf

39

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

mikrokapsul uji dan mikrokapsul kontrol beragam. Ukuran

mikrokapsul kontrol yang diukur didapatkan berada pada rentang

1,474 mm sampai 1,887 mm, sedangkan mikrokapsul uji yang telah

diukur berada pada rentang 1,889 mm sampai 2,551 mm. Hasil

pengukuran diameter mikrokapsul masing – masing konsentrasi tertera

dalam tabel 4.2.

Tabel 4.2 Diameter Mikrokapsul Kappa Karagenan (Uji) dan

Mikrokapsul Tanpa Bakteri (Kontrol)

2% 1,75% 1,5%

Diameter

Kontrol

Diameter

Uji

Diameter

Kontrol

Diameter

Uji

Diameter

Kontrol

Diameter

Uji

1,544 mm 1,933 mm 1,597 mm 1,889 mm 1,474 mm 1,988 mm

1,576 mm 1,961 mm 1,681 mm 1,901 mm 1,614 mm 1,997 mm

1,612 mm 1,981 mm 1,720 mm 1,905 mm 1,627 mm 1,998 mm

1,618 mm 1,984 mm 1,736 mm 1,927 mm 1,745 mm 2,009 mm

1,620 mm 1,994 mm 1,762 mm 1,927 mm 1,756 mm 2,012 mm

1,639 mm 2,024 mm 1,793 mm 1,940 mm 1,829 mm 2,012 mm

1,663 mm 2,033 mm 1,808 mm 1,995 mm 1,832 mm 2,029 mm

1,680 mm 2,036 mm 1,827 mm 1,963 mm 1,832 mm 2,037 mm

1,684 mm 2,069 mm 1,832 mm 2,038 mm 1,838 mm 2,049 mm

1,701 mm 2,079 mm 1,859 mm 2,053 mm 1,842 mm 2,055 mm

1,724 mm 2,096 mm 1,861 mm 2,072 mm 1,864 mm 2,074 mm

1,742 mm 2,129 mm 1,869 mm 2,081 mm 1,869 mm 2,086 mm

1,751 mm 2,171 mm 1,869 mm 2,096 mm 1,869 mm 2,101 mm

1,883 mm 2,130 mm 1,879 mm 2,144 mm 1,874 mm 2,118 mm

1,887 mm 2,118 mm 1,882 mm 2,551 mm 1,875 mm 2,128 mm

[Sumber : Koleksi Pribadi]

Analisa diameter mikrokapsul kappa karagenan menggunakan

SPSS dengan metode One Sample T-Test. Hasil analisa diameter

mikrokapsul uji dan mikrokapsul kontrol masing–masing konsentrasi

dapat dilihat pada lampiran 5, 6 dan 7. Berdasarkan data tersebut,

didapatkan nilai signifikansi 0,000 dimana hal tersebut menunjukkan

bahwa diameter mikrokapsul kontrol dan mikrokapsul uji yang

terbentuk tidak seragam. Terjadi perbedaan ukuran diameter

Page 56: gina kholisoh-fkik.pdf

40

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

mikrokapsul kontrol dan mikrokapsul uji untuk setiap konsentrasinya.

Hal tersebut dapat dlihat melalui nilai perbedaan mean ketiga

konsentrasi. Konsentrasi 1,5% terjadi kenaikan ukuran diameter

mikrokapsul 1,782 menjadi 2,046; konsentrasi 1,75% terjadi kenaikan

ukuran diameter mikrokapsul 1,798 menjadi 2,032; konsentrasi 2%

terjadi kenaikan ukuran diameter mikrokapsul 1,688 menjadi 2,049.

Ukuran mikrokapsul yang beragam dipengaruhi oleh banyak

faktor, diantaranya yaitu: konsentrasi dan viskositas larutan polimer,

jarak antara jarum suntik dan larutan pembentuk mikrokapsul,

perbedaan tekanan saat pembentukan mikrokapsul melalui syringe,

tinggi rendahnya posisi syringe saat menjatuhkan mikrokapsul ke

dalam KCl, maupun ukuran diameter syringe yang digunakan dalam

proses ekstrusi (Jankowski, T., M. Zielinska, dan A.Wysakowska,

1997 dalam Solanki, Himansu K, dkk, 2013). Semakin besar nomor

syringe yang digunakan, semakin kecil ukuran mikrokapsul yang akan

dihasilkan. Bentuk mikrokapsul dapat terbentuk homogen jika

digunakan alat seperti peristaltic pump sehingga memudahkan dalam

pengerjaan proses enkapsulasi dengan metode ekstrusi.

4.3 Viabilitas Lactobacillus casei setelah Dilakukan Proses

Enkapsulasi

Salah satu cara meningkatkan viabilitas bakteri probiotik adalah

dengan proses enkapsulasi. Metode enkapsulasi yang digunakan adalah

metode ekstrusi untuk menghindari suhu ekstrim saat proses

enkapsulasi yang dapat mengurangi jumlah maupun viabilitas bakteri.

Jumlah sel bakteri awal sebelum dilakukan proses enkapsulasi adalah

2,03 x 109 koloni/ml untuk setiap konsentrasi. Untuk mengetahui

jumlah bakteri setelah proses enkapsulasi, mikrokapsul yang telah

terbentuk disuspensikan kembali untuk dapat dihitung.

Setelah dilakukan perhitungan, didapatkan jumlah bakteri setelah

dienkapsulasi yaitu berturut–turut dari konsentrasi 2%; 1,75%; dan

1,5% adalah 3,8075 x 108

koloni/gram; 3,58165 x 108

koloni/gram dan

Page 57: gina kholisoh-fkik.pdf

41

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2,83 x 108

koloni/gram. Jumlah hasil perhitungan bakteri tertera di

tabel 4.3. Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa terjadi penurunan

jumlah bakteri setelah dilakukan proses enkapsulasi.

Jumlah bakteri dari free cell yang digunakan dalam proses

enkapsulasi akan sangat mempengaruhi jumlah bakteri yang akan

terjerap ke dalam polimer. Semakin tinggi jumlah bakteri awal yang

digunakan, maka akan semakin tinggi jumlah bakteri yang akan

terjerap ke dalam polimer. Sehingga viabilitas bakteri setelah proses

enkapsulasi akan tetap terjaga sesuai dengan standar WHO 106-10

7

cfu/gram atau 7 cfu/gram (log) (FAO/WHO, 2001 dalam M, Firdaus,

Setijawati D, Kartikaningsih, 2014).

Tabel 4.3 Hasil Perhitungan Bakteri Awal dan Bakteri setelah

Dilakukan Proses Enkapsulasi

Konsentrasi

Mikrokapsul

L.Casei-

Kappa

Jumlah

Bakteri

Awal

(Koloni/ml)

Jumlah Bakteri

Setelah

Enkapsulasi

(Koloni/gram)

Persen

Efisiensi

Enkapsulasi

(%)

2% 2,03 x 109 3,8075 x 10

8 60,49

1,75% 2,03 x 109 3,58165 x 10

8 51,38

1,5% 2,03 x 109 2,83 x 10

8 48,10

[Sumber : Koleksi Pribadi]

Penjerapan jumlah bakteri saat proses enkapsulasi akan berbeda

antara masing-masing konsentrasi. Untuk melihat maksimum bakteri

yang seharusnya dapat terjerap ke dalam matriks, maka diperlukan

perhitungan efisiensi enkapsulasi. Berdasarkan hasil perhitungan

persen efisiensi enkapsulasi didapatkan hasil seperti yang tertera dalam

tabel 4.3. Maksimum bakteri yang dapat terjerap dalam masing-masing

konsentrasi mikrokapsul berbeda. Mikrokapsul konsentrasi 2%

memeliki efisiensi penjerapan sebesar 60,49%, mikrokapsul

konsentrasi 1,75% sebesar 51,38%, dan mikrokapsul 1,5% sebesar

48,10%. Pemilihan konsentrasi matriks kappa karagenan akan sangat

mempengaruhi efisiensi penjerapan. Semakin tinggi konsentrasi

Page 58: gina kholisoh-fkik.pdf

42

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

matriks kappa karagenan, maka semakin tinggi juga jumlah bakteri

yang dapat terjerap dalam matriks kappa karagenan.

Selama proses enkapsulasi berlangsung, banyak hal yang dapat

mempengaruhi penurunan viabilitas bakteri. Jumlah bakteri yang

terjerap ke dalam matriks kappa karagenan belum optimum dan tidak

semua bakteri dari free cell terjerap seluruhnya ke dalam matriks.

Suspensi bakteri dapat saja tertinggal di wadah maupun syringe saat

proses pembentukan mikrokapsul berlangsung. Sehingga tidak semua

bakteri dari awal proses enkapsulasi terjerap di dalam polimer kappa

karagenan.

Viabilitas bakteri saat proses enkapsulasi juga dipengaruhi oleh

suhu. Suhu pada saat pencampuran larutan polimer dan suspensi bakteri

harus sangat diperhatikan karena akan mempengaruhi viabilitas bakteri

dan jumlah bakteri yang dapat terjerap ke dalam matriks. Suhu yang

dapat ditoleransi oleh bakteri Lactobacillus casei untuk tumbuh

optimum yaitu pada suhu 30 - 40⁰C. Meskipun pada saat pencampuran

larutan polimer dan suspensi bakteri dilakukan pada suhu 40⁰C, masih

belum dapat dipastikan apakah semua bakteri Lactobacillus casei tetap

bertahan hidup suhu tersebut.

4.4 Viabilitas Lactobacillus casei setelah Diinkubasi dalam Simulasi

Cairan Asam Lambung (Simulated Gastric Juice)

Probiotik harus dapat bertahan hidup saat melewati lambung dan

harus dapat berkoloni di usus agar dapat memberikan efek terapetik

pada tubuh (Del Piano, 2011). Secara umum nilai minimum yang harus

dipenuhi sekitar 106-10

7 cfu/ml bakteri dalam sediaan (FAO/WHO,

2001 dalam M, Firdaus, Setijawati D, Kartikaningsih, 2014).

Lactobacillus spp. tidak memiliki kemampuan untuk bertahan hidup

pada konsentrasi asam dan empedu yang tinggi dimana biasa ditemui

di GIT dan juga suhu yang ekstrem saat pengolahan susu (Conway,

Gorbach, & Goldin, 1987;. Gardiner et al, 2000; Hood & Zottola,

1988; Lankaputhra & Shah, 1995; Shah & Jelen, 1990; Silva,

Page 59: gina kholisoh-fkik.pdf

43

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Carvalho, Teixeira, & Gibbs, 2002 dalam Mandal, S., A. K. Puniya, K.

Singh, 2006). Dengan keadaan tersebut, dikhawatirkan viabilitas

bakteri probiotik akan menurun sehingga tidak dapat memberikan efek

terapetik pada tubuh secara optimal dan tidak mencapai jumlah yang

seharusnya ketika mencapai usus. Namun, stabilitas probiotik dapat

ditingkatkan menggunakan carrier sehingga meningkatkan

kelangsungan hidup bakteri probiotik dalam produk, baik selama

proses dan ketika melewati GIT transit (Goderska, Zybals, &

Czarnecki, 2003 dalam Mandal, S., A. K. Puniya, K. Singh, 2006).

Pengujian viabilitas bakteri Lactobacillus casei terhadap simulasi

cairan asam lambung (simulated gastric juice) dilakukan selama satu

jam. Mikrokapsul diinkubasi dalam simulasi cairan asam lambung

dengan pH 1,596 selama 60 menit. Kemudian mikrokapsul

disuspensikan kembali untuk dihitung dengan jumlah koloni bakteri

dengan metode Plate Count. Bakteri yang tumbuh dan memenuhi

rentang (30-300) hanya pada mikrokapsul dengan konsentrasi 2%

dengan jumlah kepadatan koloni 2,3373475 x 108 koloni/gram dan

persen penurunan yang terjadi sebesar 38,612%. Sedangkan pada

mikrokapsul dengan konsentrasi 1,5% dan 1,75% bakteri yang tumbuh

sangat sedikit dan tidak memenuhi syarat untuk dapat dilakukan

perhitungan secara mikrobiologi.

Tabel 4.4 Jumlah Bakteri setelah Proses Enkapsulasi dan Bakteri setelah

Diinkubasi dalam Simulasi Cairan Asam lambung

Konsentrasi

Mikrokapsul

L.Casei-

Kappa

Jumlah Bakteri

Setelah

Enkapsulasi

(Koloni/gram)

Jumlah Bakteri Setelah

Dilakukan Uji Simulasi

Cairan Lambung

(Koloni/gram)

Persen

Penurunan

Jumlah

Bakteri (%)

2% 3,8075 x 108 2,3373475 x 10

8 38,612

1,75% 3,58165 x 108 Tidak dapat dihitung -

1,5% 2,83 x 108 Tidak dapat dihitung -

[Sumber : Koleksi Pribadi]

Page 60: gina kholisoh-fkik.pdf

44

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Penurunan jumlah bakteri yang terjadi pada simulasi cairan asam

lambung dikarenakan pH lambung yang sangat asam (1,596) yang akan

mempengaruhi kekuatan polimer kappa karagenan sebagai matriks

enkapsulasi bakteri Lactobacillus casei dan bentuk mikrosfer kappa

karagenan. Menurut Vidhyalakshmi, dkk (2009) dalam Ardianto, Ari,

(2011), material yang dienkapsulasi dapat dilepaskan dengan beberapa

cara seperti pemecahan dinding bahan pengkapsul, pelarutan bahan

pengkapsul, dan difusi melewati bahan pengkapsul.

Polimer kappa karagenan dalam larutan memiliki stabilitas

maksimum pada pH 9 dan tidak boleh dilakukan proses pemanasan

pada pH di bawah 3,5. Asam dan oksidator dapat menghidrolisis

karagenan dalam larutan, yang menyebabkan hilangnya sifat fisik

melalui pembelahan obligasi glikosidik. (Rowe, Raymond C., Paul J.

Sheskey, Marian E. Quinn, 2009). Polimer kappa karagenan yang dapat

terhidrolisis dalam keadaan asam mengakibatkan pemecahan dinding

polimer sebagai matriks enkapsulasi bakteri. Jika dinding matriks

pecah, maka bakteri dapat dapat keluar dari matriks, sehingga

menyebabkan bakteri berkontak langsung dengan asam lambung.

Semakin banyak bakteri yang berkontak lansung dengan asam lambung,

maka viabiltas bakteri juga semakin berkurang.

Larutan karagenan akan kehilangan viskositas dan kekuatan gel

dalam sistem pH dibawah 4,3. Efek ini disebabkan karena autohidrolisa

yang terjadi pada pH rendah, dimana karagenan pada suasana asam

akan memutuskan ikatan 3,6 Anhydro-Galaktosa (Hoffman, Russel and

Gidley, 1996 dalam Setijawati, Dwi, Susinggih Wijana, Aulani‘am,

Imam Santosa, 2012.). Jika kekuatan gel kappa karagenan menurun,

secara perlahan dapat merusak kemampuan polimer dalam melindungi

sel bakteri di dalamnya. Jika matriks tidak dapat mempertahankan

kekuatan gelnya, maka bakteri Lactobacillus casei dapat keluar dari

matriks, sehingga menyebabkan dapat bakteri berkontak langsung

dengan asam lambung. Kontak langsung bakteri dengan asam lambung

Page 61: gina kholisoh-fkik.pdf

45

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

tersebut, dapat menurunkan viabilitas bakteri Lactobacillus casei yang

tidak tahan asam.

Bentuk matriks dari polimer kappa karagenan juga mempengaruhi

kekuatan polimer dalam menjaga viabilitas sel yang terjerap. Bentuk

mikrosfer polimer kappa karagenan sebagai bahan penyalut jika

menggunakan metode ekstrusi adalah tipe matriks (Solanki, Himansu

K, dkk, 2013). Dimana ketika mikrosfer penyalut berbentuk matriks,

maka sel ataupun obat yang terjerap di dalam polimer tersebar merata,

baik di dalam polimer maupun tersebar di permukaan polimer. Sel

bakteri yang tersebar di permukaan polimer dapat berkontak langsung

dengan asam lambung sehingga viabilitas bakteri Lactobacillus casei

yang tidak tahan asam dapat menurun.

Setijawati, Dwi, Susinggih Wijana, Aulani‘am, Imam santosa,

melaporkan dalam Jurnal Teknologi Pangan Vol.3 No.1, Juni 2012,

Penggunaan Caragenan dengan Metode Proses Berbeda (Semi Refined

Carrageenan dan Refined Carrageenan) sebagai Bahan Pengenkapsulat

Lactobacillus acidophilus terhadap Viabilitas dan Struktur Mikrokapsul

secara In Vitro) bahwa metode proses Semi Refined Carrageenan dan

Refined Carrageenan memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap

viabilitas Lactobacillus acidophilus, tertinggi pada perlakuan Refined

Carrageenan sebesar 3,348 koloni/ml (log). Interaksi perlakuan

memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap viabilitas Lactobacillus

acidophilus, tertinggi didapatkan pada perlakuan Refined Carrageenan

pada kondisi pH 7 sebesar 3,476 koloni/ml (log). Disarankan

menggunakan caragenan jenis Eucheuma cottonii dengan metode

proses Refined Carrageenan, tetapi konsentrasi perlu ditingkatkan untuk

mencapai standar viabilitas 107 koloni/ml atau 7 koloni/ml (log). Dapat

disimpulkan bahwa penurunan pH akan diikuti dengan penurunan

viabilitas bakteri Lactobacillus casei, terutama pada pH dibawah 1,5.

Berdasarkan hasil penelitian di atas, semakin tinggi konsentrasi matriks,

semakin optimal kekuatan matriks dalam mempertahankan kekuatan

Page 62: gina kholisoh-fkik.pdf

46

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

gelnya untuk melindungi sel bakteri selama melewati cairan asam

lambung.

Hubungan antara konsentrasi dan viabilitas bakteri setelah proses

SGJ dalam penelitian ini dianalisa menggunakan Metode uji korelasi

(bivariat). Data antara konsentrasi dan data jumlah bakteri setelah

diinkubasi dalam media simulasi cairan asam lambung diuji

normalitasnya untuk melihat normal atau tidaknya data yang akan

digunakan. Berdasarkan hasil analisa dari uji normalitas (tertera pada

lampiran 4) disimpulkan bahwa data yang didapatkan terdistribusi

secara normal.

Berdasarkan nilai r atau pearson correlation (0,886 > 0,76) maka

derajat hubungan yang terjadi antara konsentrasi dan viabilitas bakeri

setelah diinkubasi dalam simulasi cairan asam lambung sangat kuat.

Sedangkan arah hubungan adalah positif karena nilai r positif, artinya

semakin tinggi konsentrasi maka semakin meningkat viabilitas bakeri

setelah diinkubasi dalam simulasi cairan asam lambung. Sesuai dengan

kriteria p-value pengujian dua arah (uji 2-arah) yaitu jika Nilai Sig.

0,333 > 0,05, maka H0 diterima.dan dapat pada populasi (dari mana

sampel tersebut diambil) secara statistik tidak ada hubungan yang

bermakna antara konsentrasi dan viabilitas bakeri setelah diinkubasi

dalam simulasi cairan asam lambung.

Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa konsentrasi tidak

berhubungan terhadap viabilitas bakeri setelah diinkubasi dalam

simulasi cairan asam lambung, meskipun derajat hubungan yang terjadi

sangat kuat dan arah hubungan positif.

Page 63: gina kholisoh-fkik.pdf

47 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Kappa karagenan dengan konsentrasi 1,5%; 1,75% dan 2% efektif dapat

digunakan sebagai matriks dalam proses enkapsulasi bakteri Lactobacillus

casei dengan nilai viablitas masing-masing 3,8075 x 108

koloni/gram;

3,58165 x 108 koloni/gram dan 2,83 x 10

8 koloni/gram.

2. Setelah diinkubasi dalam simulasi cairan asam lambung, kappa karagenan

dengan konsentrasi 2% dapat mempertahankan viabilitas bakteri

Lactobacillus casei pada media simulasi cairan asam lambung sebesar

2,3373 x 108

koloni/g dengan penurunan viabilitas sebesar 38,612%.

5.2 Saran

1. Dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai jumlah optimum bakteri

sebelum dilakukan proses enkapsulasi sehingga memenuhi jumlah

minimum standar probiotik sebesar 107-10

8 koloni/ml ketika mencapai

usus.

2. Dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai alat yang dapat digunakan

dalam teknik ekstrusi sehingga didapatkan diameter mikrokapsul yang

lebih seragam.

3. Dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai teknik pengeringan

mikrokapsul sehingga dapat memperkecil diameter dan mengurangi kadar

air dari mikrokapsul tersebut.

Page 64: gina kholisoh-fkik.pdf

48

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Laila Nuraini dan Ita Fauziah Ningsih. Produktivitas Etanol dari Molases

Menggunakan Bakteri Zymomonas mobilis dan Zymomonas mobilis

Termutasi dengan Teknik Immobilisasi Sel K-Karaginan. Laboratorium

Teknologi Biokimia. Teknik Kimia, FTI-ITS.

Anal, Kumar Anil dan Harjinder Singh. 2007. Recent Advances in

Microencapsulation of Probiotics for Industrial Applications and Targeted

Delivery. Trends Food Science and Technology 18 (5): 240–251.

Anonim. 2014. Lactobacillus casei. US: American Type Culture Collection.

Anguirre, M and M. Colins. 1993. Lactic Acid Bacteria and Human Clinical

Infection. Journal of Applied Bacteriology 75: 95-107.

Apriani. T, Sonya. 2011. Immobilized Growing Lactic Acid Bacteria with K-

Carrageenan-Locust Bean Gum Gel. Skripsi. Universitas Indonesia.

Ardianto, Ari. 2011. Enkapsulasi Lactobacillus casei Dengan Teknik Ekstrusi

Sebagai Starter Untuk Pembuatan Dadih Susu Sapi. Institute Pertanian

Bogor.

Audet, Pascal, Celine Paquin dan Christophe Lacroix. Immobilized Growing

Lactic Acid Bacteria with K-Carrageenan-Locust Bean Gum Gel. Appl

Microbiol Biotechnol (1988)29:11-18.

Benita, S., B. Magenheim, and P. Wehrl. 1996. The Use of Factorial Design in the

Development of Nanoparticulate Dosage Forms. Microencapsulation,

Methods and Industrial Applications. Mercel Ed. S. Benita. Marcel Dekker

Inc. New York. Chap. 5, pp. 93-132.

Betha, Ofa Suzanti. 2014. Uji Aktivitas Enzim Protease dari Bakteri Amobil

Bacillus licheniformis F11.4. JML Vol. 11 No.1: 98-101.

Broadbent, Jeff R, Rebecca L. Larsen, Virginia Deibel, James L. Steele. 2010.

Physiological and Transcriptional Response of Lactobacillus casei ATCC

334 to Acid Stress. J. Bacteriology Vol. 192: 2445-2458.

Bubnis, W.A. 2000. Carrageenan [terhubung berkala].

http://www.fmcbiopolymer.com [12 April 2009].

Carranza, Paola Hernández, Aurelio López-Malo dan María-Teresa Jiménez-

Munguía. 2013. Microencapsulation Quality and Efficiency of

Lactobacillus casei by Spray Drying Using Maltodextrin and Vegetable

Extracts. Journal of Food Research; Vol. 3, No. 1; 2014. ISSN 1927-0887

E-ISSN 1927-0895.

Page 65: gina kholisoh-fkik.pdf

49

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Cartney, M.M. 1997. Enzymes, Probiotics and Antioksidan. New York:

Mediterranean Synergy TM. Awarenness Corporation.USA.

Cassidy, M.B., Lee, H., Trevors, J.T., 1997. Survival and Activity of Lac-Lux

Marked Pseudomonas aeruginosa UG2Lr Cells Encapsulated in K-

Carrageenan over Four Years at 4°C. Journal of Microbiological Methods

30, 167–170.

Chan, Eng-Seng, dkk. 2010. Effects of Starch Filler on the Physical Properties of

Lyophilized Calcium–Alginate Beads and the Viability of Encapsulated

Cells. Carbohydrate Polymers 83 (2011) 225–232. © 2010 Elsevier Ltd.

All rights reserved. Doi :10.1016/j.carbpol. 2010.07.044.

Chávarri, M., Marañón, I., Ares, R., Ibáñez, F.C., Marzo, F., Villarán, M.D.C.,

2010. Microencapsulation of a Probiotic and Prebiotic in Alginate–

Chitosan Capsules Improves Survival in Simulated Gastro-Intestinal

Conditions. International Journal of Food Microbiology 142 (1–2): 185–

189.

Conway, P. L., Gorbach, S. L., & Goldin, B. R. 1987. Survival of Lactic Acid

Bacteria in the Human Stomach and Adhesion to Intestinal Cells. Journal

of Dairy Science, 70, 1–12.

Charalampopoulos, Dimitris, dan Robert A. Rastall. 2009. Prebiotics and

Probiotics Science and Technology. USA: Springer.

Del Piano, Mario, dkk. 2011. Is Microencapsulation The Future of Probiotic

Preparations? The Increased Efficacy of Gastro-Protected Probiotics. Gut

Microbes 2:2, 120-123; March/April 2011; © 2011 Landes Bioscience.

Desai, Ankur. 2008 . Strain Identification, Viability and Probiotics Properties of

Lactobacillus casei. School of Biomedical and Health Science Victoria

University, Werribee Campus Victoria Australia hal 3.

Desmond, C., Stanton, C., Fitzgerald, G. F., Collins, K., dan Ross, R. P. 2001.

Environmental Adaptation of Probiotic Lactobacilli Towards Improvement

of Performance During Spray Drying. International Dairy Journal, 11,

801-808. http://dx.doi.org/10.1016/S0958-6946(01)00121-2.

Dinakar, P., Mistry, V.V., 1994. Growth and Viability of Bifidobacterium bifidum

in Cheddar Cheese. J. Dairy Sci. 77, 2854–2864.

Donthidi, A. R., R. F. Tester dan K. E. Aidoo. 2010. Effect of Lecithin and Starch

on Alginate Encapsulated Probiotic Bacteria. Journal of

Microencapsulation, 2010; 27(1): 67–77.

Febriani, Dian, Sukenda, Sri Nuryati. 2013. Kappa-Karagenan sebagai

Imunostimulan untuk Pengendalian Penyakit Infectious Myonecrosis

(IMN) pada Udang Vaname Litopenaeus vannamei. Jurnal Akuakultural

Indonesia 12 (1), 77-85 (2013).

Page 66: gina kholisoh-fkik.pdf

50

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Figueroa-Gonzales, Ivonne, Guillermo Quijano, Gerardo Ramirez. 2011.

Probiotics and Prebiotics-Perspective and Challenges. J. Sci Food Agric

Vol. 91: 1341-1348.

Food and Agriculture Organisation of the United Nations and World Health

Organization. 2001. Health and Nutrition Properties of Probiotics in Food

including Powder Milk with Live Lactic Acid Bacteria. Report of a joint

FAO/WHO Expert Concultation on Evaluation of Health and Nutrition

Properties of Probiotics in Food including Powder Milk with Live Lactic

Acid Bacteria.

Fuller R. 1989. J Appl Bacteriol 66:365–378.

Gbassi, Gildas K. dan Thierry Vandamme. 2012. Probiotic Encapsulation

Technology: From Microencapsulation to Release into the Gut.

Pharmaceutics 2012, 4, 149-163; doi: 10.3390/pharmaceutics4010149.

ISSN 1999-4923. www.mdpi.com/journal/pharmaceutics

Gillian, Y. 2008. Symbiosis : The Bacteria Diet. Nat. Rev. Microbiol. 6: 174-175.

Hardiningsih, Riani, Rostiati Nonta Refina Napitupulu, Titin Yulinery. 2006.

Isolasi dan Uji Resistensi Beberapa Isolat Lactobacillus pada pH Rendah.

Jurusan Biologi FMIPA UNS Surakarta. Biodiversitas ISSN: 1412-033X.

Volume 7, Nomor 1, Halaman 15-17.

Harmayani. Ngatirah. Rahayu, Endang. Utami, Tyas. 2001. Ketahanan dan

Viabilitas Probiotik Bakteri Asam Laktat Selama Proses Pembuatan

Kulture Kering dengan Metode Freeze Drying dan Spray Drying. Jurnal

Teknologi Pangan Vol XII Universitas Gajah Mada hal 126.

Hasan, Nurhasni. 2012. Studi Formulasi dan Karakterisasi Sediaan Gel Bioadhesi

Vagina dari Mikrokapsul Ekstrak Etanol Propolis Trigona sp. Tesis.

Universitas Hasanuddin.

Heprer, G. Fried, R. St Jean. 1979. Hypocholesterolemic effect of yoghurt and

milk. American Journals of Clinical Nutrition 32:19-24.

Holzapfel, W.H., Haberer, P., Geisen, R., Björkroth, J., Schillinger, U. 2001.

Taxonomy and Important Features of Probiotic Microorganisms in food

and Nutrition. American Journal of Clinical Nutrition Vol. 73 (2 Suppl.):

365S–373S.

Islam, Mohammad Ariful, Cheol-Heui Yun, Yun-Jaie Choi, Chong-Su Cho. 2010.

Microencapsulation of Live Probiotic Bacteria. J. Microbiol. Biotechnol.

Vol. 20 (10): 1367-1377.

Jankowski, T., M. Zielinska, dan A.Wysakowska. 1997. ―Encapsulation of Lactic

Acid Bacteria with Alginate/Starch Capsules” Biotechnology Techniques.

Vol. 11, no. 1, pp. 31–34, 1997.

Page 67: gina kholisoh-fkik.pdf

51

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Kailasapaty, Kaila. 2002. Microencapsulation of Probiotic Bacteria: Technology

and Potential Applications. Curr. Issues Intest. Microbiol. Vol 3: 39-48.

Kailasapathy, K. 2006. Survival of Free and Encapsulated Probiotic Bacteria and

Their Effect on the Sensory Properties of Yoghurt. LWT e Food Science

Technology, 39, 1221e1227.

King, V.A.-E., Zall, R.R., 1983. Ethanol Fermentation of Whey Using

Polyacrylamide and K-Carrageenan Entrapped Yeasts. Journal of General

and Applied Microbiology 29, 379– 393.

Krasaekoopt, W., Bhandari, B., & Deeth, H. The Influence of Coating Materials

on Some Properties of Alginate Beads and Survivability of

Microencapsulated Probiotic Bacteria. International Dairy Journal 14

(2004) 737–743.

Krasaekoopt W, Bhandari B, Deeth H. 2003. Evaluation of Encapsulation

Techniques of Probiotics for Yoghurt. Int Dairy J. 13: 3-13.

Kusuma, Sri Agung Fitri. 2009. Bakteri Asam Laktat. Universitas Padjadjaran.

Lachman L., H.A. Lieberman & J.L. Kanig. 1986. The Theory and Practice of

Industrial Pharmacy. Lea & Febringer. Philadelphia : Marcell Dekker, Inc.

860-892.

Lankaputhra, W. E. V., & Shah, N. P. 1995. Survival of Lactobacillus

acidophilus and Bifidobacterium spp. in the Presence of Acid and Bile

Salts. Cultured Dairy Products Journal, 30, 2–7.

Li, X. Y., Chen, X. G., Cha, D. S., Park, H. J., & Liu, C. S. 2009.

Microencapsulation of a Probiotic Bacteria with Alginate-Gelatin and its

Properties. Journal of Microencapsulation, 26: 315-324.

Lopez-Rubio, A., Gavara, R., Lagaron, J.M., 2006. Bioactive Packaging: Turning

Foods into Healthier Foods through Biomaterials. Trends Food Sci.

Technol. 17, 567–575.

M, Firdaus, Setijawati D, Kartikaningsih. 2014. The Effect of Lactobacillus

Acidophilus Microcapsule which Encapsulated by Kappa Caragenan

Toward In Vivo Functional Test. Research Journal of Life Science E-

ISSN: 2355-9926. Agustus-2014 Volume 01 No. 01 http://rjls.ub.ac.id

Malago, J.J. 2011. Probiotic Bacteria and Enteric Infections-Cytoprotection by

Probiotic Bacteria. New York: Springer.

Mandal, S., A.K. Puniya, K. Singh. 2006. Effect of Alginate Concentration on

Survival of Microencapsulated Lactobacillus casei NCDC-298.

International Dairy Journal volume 16: 1190-1195.

Page 68: gina kholisoh-fkik.pdf

52

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Martin, M.J., F. Lara-Villoslada, M.A. Ruiz a, M.E. Morales, 2013. Effect of

Unmodified Starch on Viability of Alginate-Encapsulated Lactobacillus

fermentum CECT5716. LWT - Food Science and Technology 53 (2013)

480e486.

Marzuki, Ismail. 2012. Pelepasan Terkendali Kalium Klorida dalam Mikrosfer

Kitosan dengan Metode Tautan Silang. Skripsi. Universitas Indonesia.

Mokarram, R.R., S.A. Mortazavi, M.B. Habibi Najafi, F. Shahidi. The Influence

of Multi Stage Alginate Coating on Survivability of Potential Probiotic

Bacteria in Simulated Gastric and Intestinal Juice. Food Research

International 42 (2009) 1040–1045.

Mortazavian Amir, Seyed Hadi Razavi, Mohammad Reza Ehsani, Sara

Sohrabvandi. 2007. Principles and Methods of Microencapsulation of

Probiotic Microorganisms. Department of Food Science and Engineering,

Faculty of Biosystem Engineering, Campus of Agriculture. University of

Tehran, Iranian Journal of Biotechnology (IJB) 2007;5(1):1-18.

Napitupulu N.R., A. Kanti, T. Yulinery, R. Hardiningsih, dan Julistiono, H. 1997.

DNA Plasmid Lactobacillus Asal Makanan Fermentasi Tradisional yang

Berpotensi dalam Pengembangan Sistem Inang Vektor untuk Bioteknologi

Pangan. Jurnal Mikrobiologi Tropis 1: 91-96.

Nasution, Fatimah Sari. 2012. Identifikasi dan Karakterisasi Bakteri Asam Laktat

pada Kotoran Ayam Broiler sebagai Agensi Probiotik. Skripsi. Universitas

Negeri Medan.

Neha, Arora. Kamaljit, Singh. Ajay, Bilandi. Tarung, Garg. 2012. Probiotic as

Effective Treatment of Disease. International Research Journal Of

Pharmacy : India ISSN : 2230-8407 hal 98.

Neish, A.S., Gewirtz, A.T., Zeng, H., Young, A.N., Hobert, M.E., Karmali, V.,

dkk. 2000. Prokaryotic Regulation of Epithelial Responses by Inhibition of

Ikappa B-alpha Ubiquitination. Science 289: 1560-1563.

Nilsson, Kjell, dkk. 1983. A General Method for the Immobilization of Cells with

Preserved Viability. Pure and Applied Biochemistry, University of Lund,

Chemical Center,. P.O. Box 740, S-22007 Lund, Sweden. Eur J Appl

Microbiol Biotechnol (1983) 17:319-326.

Nuraini Ali, Laila dan Ita Fauziah Ningsih. Produktivitas Etanol Dari Molases

Menggunakan Bakteri Zymomonas mobilis Dan Zymomonas mobilis

Termutasi dengan Teknik Immobilisasi Sel K-Karaginan.

http://digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-10567 Paper.pdf

Page 69: gina kholisoh-fkik.pdf

53

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

O‘Riordan, K., Andrews, D., Buckle, K., and Conway, P. 2001. Evaluation of

Microencapsulation of a Bifidobacterium Strain with Starch as an

Approach to Prolonging Viability during Storage. J. Appl. Microbiol. 91:

1059-1066.

Poshadri, A. dan Aparna Kuna. Microencapsulation Technology: A Review. J.Res.

Angrau 38(1)86-102, 2010.

Prado, F. C., J. L. Parada, A. Pandey, and C. R. Soccol. 2008. Trends in Non-

Dairy Probiotic Beverages. Food Res. Int. 41: 111-123.

Pratiwi, Sylvia T. 2008. Mikrobiologi Farmasi. Jakarta: Erlangga.

Prescott LM, Harley JP, and Kelin DA. 2002. Microbiology, Bacteria: The Low

G+C Gram Positives 5th

Edition. Boston: McGraw Hill: 529-530.

Rao, A. V., Shiwnarain, N., & Maharaj, I. 1989. Survival of Microencapsulated

Bifidobacterium pseudolongum in Simulated Gastric and Intestinal Juices.

Canadian Institute of Food Science and Technology Journal, 22(4), 345–

349.

Risch, S.J. 1995. Encapsulation: Overview of Uses and Techniques. In

Encapsulation and Controlled Release of Food Ingredient. ACS

Symposium Series 590. Washington, DC: American Chemical Society. pp.

1-7.

Rokka, Susanna dan Pirjo Rantamaki. 2010. Protecting Probiotic Bacteria by

Microencapsulation: Challenges for Industrial Applications. Eur Food Res

Technol Vol. 231:1-12.

Rowe, Raymond C., Paul J. Sheskey, Marian E. Quinn. 2009. Handbook of

Pharmaceutical Excipient 6th

Edition. USA: Pharmaceutical Press.

Santi Dwi Astuti dan Friska Citra Agustia. 2011. Produksi Selai Kecipir :

Pengaruh Kappa Karagenan, Konjak Glukomanan dan Pati Jagung

terhadap Sifat Fisikokima Produk. Universitas Jenderal Soedirman.

Sato, Tadashi, Yutaka Nishida, Tetsuya Tosa and Ichiro Chibata. February, 1979.

Aspartase Activity with K-Carrageenan Enzymic Properties And

Application For L-Aspartic Acid Production. Department of Biochemistry,

Research Laboratory of Applied Biochemistry. Tanabe Seiyaku Co. Ltd.,

16-89, Kashima-3-Chome, Yodogawa-ku, Osaka (Japan). Biochimica et

Biophysica Acta, 570 (1979) 179—186. © Elsevier/North-Holland

Biomedical Press.

Setijawati, Dwi, Susinggih Wijana, Aulani‘am, Imam Santosa. Juni, 2012.

Penggunaan Caragenan dengan Metode Proses Berbeda (SRC dan RC)

sebagai Bahan Pengenkapsulat Lactobacillus acidophilus terhadap

Viabilitas dan Struktur Mikrokapsul secara in Vitro. Jurnal Teknologi

Pangan Vol.3 No.1. Universitas Brawijaya, Malang.

Page 70: gina kholisoh-fkik.pdf

54

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Shah, N. P., & Jelen, P. 1990. Survival of Lactic Acid Bacteria and Their Lactases

under Acidic Conditions. Journal of Food Science, 55, 506–509.

Sohail, Asma, Mark S. Turner, Allan Coombes, Thor Bostrom, Bhesh Bhandari.

2010. Survivability of Probiotics Encapsulated in Alginate Gel

Microbeads using a Novel Impinging Aerosols Method. International

Journal of Food Microbiology vol. 145: 162-168.

Solanki, Himansu K, dkk. 2013. Development of Microencapsulation Delivery

System for Long-term Preservation of probiotics as Biotherapeutics Agent.

Hindawi Publishing Corporation. BioMed Research International. Volume

2013, Article ID 620719, 21 pages.

http://dx.doi.org/10.1155/2013/620719.

Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.1994. Buku Ajar

Mikrobiologi Kedoteran Edisi Revisi. Bagian Mikrobiologi FKUI. Jakarta :

Binarupa Aksara. ISBN 979-583-424-X.

Starling, Shane. 2014. Data Eater: EU Probiotic Yoghurt Market to Drop 4.5% by

2018; Supplements on the up. http://www.nutraingredients.com/Markets-

and-Trends/Data-eater-EU-probiotic-yoghurt-market-to-drop-4.5-by-2018-

supplements-on-the-up. Diakses pada tanggal 14 Februari 2015.

Suryani, Yoni, Astuti, Bernadeta Oktavia, Siti Umniyati. Isolasi dan Karakterisasi

Bakteri Asam Laktat dari Limbah Kotoran Ayam sebagai Agensi Probiotik

dan Enzim Kolesterol Reduktase. Prosiding Seminar Nasional Biologi 3

Juli 2010. ‗Biologi dan Pengembangan Profesi Pendidik Biologi‘. ISBN :

978-602-97298-0-1.

Syahrurahman, Agus. 1994. Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta:

Penerbit Binarupa Aksara.

Tamime, AY dan Robinson NK. 1989. Yoghurt Science and Technology. Oxford:

Pergamon Press.

Tosa, Tetsuya, dkk. 1979. Immobilization of Enzymes and Microbial Cells Using

Carrageenan as Matrix. Biotechnology and Bioengineering, Vol. XXI, Pp.

1697- 1709 (1979) @1979 John Wiley & Sons, Inc.

Tsen, Jen-Horng, Yeu-Pyng Lin, V. An-Erl King. June, 2003. Fermentation of

Banana Media by Using K-Carrageenan Immobilized Lactobacillus

acidophilus. International Journal of Food Microbiology 91 (2004) 215–

220. www.elsevier.com/locate/ijfoodmicro.

University of California, 2014. Lactobacillus casei. Error! Hyperlink reference not

valid.enology/winemicro/winebacteria/lactobacillus_casei.html.

Utami, Fauziah. 2013. Pengaruh Suhu Terhadap Daya Tahan Hidup Bakteri pada

Sediaan Probiotik. Skripsi: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.

Page 71: gina kholisoh-fkik.pdf

55

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Wikanta, Thamrin, Rahma Damayanti, Lestari Rahayu. 2008. Pengaruh

Pemberian Κ-Karagenan dan ί-Karagenan Terhadap Penurunan Kadar

Glukosa Darah Tikus Hiperglikemia. Jurnal Pascapanen dan Bioteknologi

Kelautan dan Perikanan Vol. 3 No. 2, Desember 2008.

Woraharn, Sasimar, Chaiyavat Chaiyasut, Busabun Sirithunyalug, Jakkapan

Sirithunyalug. April, 2010. Survival Enhancement of Probiotic

Lactobacillus plantarum CMU-FP002 by Granulation and Encapsulation

Techniques. African Journal of Microbiology Research Vol. 4(20) pp.

2086-2093, 18 October, 2010. ISSN 1996-0808 ©2010 Academic

Journals. http://www.academicjournals.org/ajmr.

Yulinery, Titin. Yulianto, Eko. Nurhidayat, Novik. 2006. Uji Fisiologis

Probiotik Lactobacillus sp. Mar 8 yang Telah Dienkapsulasi dengan

Menggunakan Spray Dryer untuk Menurunkan Kolesterol. Bidang

Mikrobiologi, Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan

Indonesia (LIPI). ISSN: 1412-033X. Biodiversitas 7 (2) : 118 – 122.

Yulinery, Titin dan N. Nurhidayat. 2012. Analisis Viabilitas probiotik

Lactobacillus Terenkapsulasi dalam Penyalut Dekstrin dan Jus Markisa

(Passiflora edulis). Bidang Mikrobiologi: LIPI J. Tek. Ling Vol. 13: 109-

121.

Page 72: gina kholisoh-fkik.pdf

56

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 1. Alur Penelitian

PROSEDUR KERJA

Preparasi Bakteri

Lactobacillus casei

Preparasi Alat

Proses Sterilisasi Alat dan Bahan

Uji Viabilitas terhadap

Simulasi Cairan Asam

Lambung

Pembuatan Medium

MRS Broth (DeMan

Rogosa Sharpe)

Pembuatan Medium Agar

MRS (DeMan Rogosa

Sharpe)

Perhitungan Sel Bakteri

dalam Mikrokapsul

Proses Enkapsulasi Bakteri

Pembuatan Suspensi

Bakteri

Peremajaan Biakan Murni

Bakteri Lactobacillus casei

Pembuatan Larutan

Matriks kappa

karagenan

Preparasi Proses

Enkapsulasi

Pewarnaan Bakteri

Pengukuran Viskositas dan

Diameter Mikrokapsul

Page 73: gina kholisoh-fkik.pdf

57

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 2. Proses Sterilisasi Alat dan Bahan

Peralatan gelas non-presisi seperti petri dish, batang pengaduk, spatula,

erlemeyer, beaker glass, tabung reaksi, kaca arloji, pinset logam, batang

pengaduk, cawan penguap, corong, dibungkus dengan kertas roti dan kemudian

disterilkan dengan oven pada suhu 170⁰C selama 2 jam.

Peralatan gelas presisi seperti gelas ukur, pipet, corong beserta kertas

saring, spuit, syringe, tip, tabung sentrifugasi, pipet tetes tanpa karet, pipet

volumetrik, magnetik stirer, dan kertas saring, dibungkus dengan kertas roti

kemudian disterilkan dengan autoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit.

Peralatan yang disterilisasi dengan cara direbus adalah : karet pipet tetes.

Sedangkan ose disterilisasi dengan nyala api bunsen.

Bahan – bahan seperti Media MRSA dan MRS Broth (Oxoid), Polimer

Refined K-Carrageenan Powder KR 1000 dari PT Java Biocolloid, KCl 0,3 M,

NaCl fisiologis 0,9%, aquadest steril, simulated gastric juice (0,08 M HCl dalam

0,2% NaCl dengan pH 1,5 tanpa pepsin), disterilkan dengan autoklaf pada suhu

121°C selama 15 menit.

Page 74: gina kholisoh-fkik.pdf

58

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 3. Hasil Analisa Hubungan Antara Konsentrasi dan Jumlah

Bakteri Setelah Proses SGJ dengan Menggunakan Metode Uji Korelasi

(Bivariat)

[DataSet1] E:\\SPSS\Data TPC.sav

Correlations

Konsentrasi

Bakterisetelah

SGJ

Konsentrasi Pearson Correlation 1 .866

Sig. (2-tailed) .333

N 3 3

Bakterisetelah

SGJ

Pearson Correlation .866 1

Sig. (2-tailed) .333

N 3 3

Lampiran 4. Hasil Analisa Data dengan Uji Normalitas

[DataSet1] E:\\SPSS\Data TPC.sav

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Konsentrasi 3 100.0% 0 .0% 3 100.0%

BakterisetelahSGJ 3 100.0% 0 .0% 3 100.0%

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Konsentrasi .175 3 . 1.000 3 1.000

BakterisetelahSGJ .385 3 . .750 3 .000

a. Lilliefors Significance Correction

Page 75: gina kholisoh-fkik.pdf

59

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(Lanjutan Hasil Analisa Data dengan Uji Normalitas)

Descriptives

Statistic Std. Error

Konsentrasi Mean 1.7500 .14434

95% Confidence

Interval for Mean

Lower Bound 1.1290

Upper Bound 2.3710

5% Trimmed Mean .

Median 1.7500

Variance .062

Std. Deviation .25000

Minimum 1.50

Maximum 2.00

Range .50

Interquartile Range .

Skewness .000 1.225

Kurtosis . .

Descriptives

Bakterisetelah

SGJ

Mean 7.79E7 7.791E7

95% Confidence

Interval for Mean

Lower Bound -2.57E8

Upper Bound 4.13E8

5% Trimmed Mean .

Median .00

Variance 1.821E16

Std. Deviation 1.349E8

Minimum 0

Maximum 2.E8

Range 2.E8

Interquartile Range .

Skewness 1.732 1.225

Kurtosis . .

Page 76: gina kholisoh-fkik.pdf

60

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 5. Hasil Analisa T-Test dan Frekuensi (Diameter Mikrokapsul

Kappa Karagenan dan Mikrokapsul Tanpa Bakteri Konsentrasi 2%)

[DataSet1] F:\SPSS\Data Diameter 2%.sav

One-Sample Statistics

N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

DKontrol 15 1.68827 .099161 .025603

Duji 15 2.04920 .070831 .018288

One-Sample Test

DKontrol DUji

Test Value =

0

T 65.939 112.049

Df 14 14

Sig. (2-tailed) .000 .000

Mean Difference 1.688267 2.049200

95% Confidence Interval

of the Difference

Lower 1.63335 2.00998

Upper 1.74318 2.08842

[DataSet1] F:\SPSS\Data Diameter 2%.sav

Frekuensi

Statistics

DKontrol DUji

N Valid 15 15

Missing 0 0

Mean 1.68827 2.04920

Std. Error of Mean .025603 .018288

Median 1.68000 2.03600

Std. Deviation .099161 .070831

Variance .010 .005

Range .343 .238

Minimum 1.544 1.933

Maximum 1.887 2.171

Page 77: gina kholisoh-fkik.pdf

61

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 6. Hasil Analisa T-Test dan Frekuensi (Diameter Mikrokapsul

Kappa Karagenan dan Mikrokapsul Tanpa Bakteri Konsentrasi 1,75%)

[DataSet2] F:\SPSS\Data Diameter 1,75%.sav

One-Sample Statistics

N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

DKontrol 15 1.79833 .084017 .021693

DUji 15 2.03213 .164938 .042587

One-Sample Test

DKontrol DUji

Test Value = 0 t 82.899 47.718

df 14 14

Sig. (2-tailed) .000 .000

Mean Difference 1.798333 2.032133

95% Confidence Interval

of the Difference

Lower 1.75181 1.94079

Upper 1.84486 2.12347

[DataSet2] F: \SPSS\Data Diameter 1,75%.sav

Frekuensi

Statistics

DKontrol DUji

N Valid 15 15

Missing 0 0

Mean 1.79833 2.03213

Std. Error of Mean .021693 .042587

Median 1.82700 1.99500

Std. Deviation .084017 .164938

Variance .007 .027

Range .285 .662

Minimum 1.597 1.889

Maximum 1.882 2.551

Page 78: gina kholisoh-fkik.pdf

62

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 7. Hasil Analisa T-Test dan Frekuensi (Diameter Mikrokapsul

Kappa Karagenan dan Mikrokapsul Tanpa Bakteri Konsentrasi 1,5%)

[DataSet2] F:\SPSS\Data Diameter 1,5%.sav

One-Sample Statistics

N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

DKontrol 15 1.78267 .120140 .031020

Duji 15 2.04620 .045924 .011858

One-Sample Test

DKontrol DUji

Test Value = 0 t 57.468 172.565

df 14 14

Sig. (2-tailed) .000 .000

Mean Difference 1.782667 2.046200

95% Confidence Interval

of the Difference

Lower 1.71614 2.02077

Upper 1.84920 2.07163

[DataSet2] F: \SPSS\Data Diameter 1,5%.sav

Frekuensi

Statistics

DKontrol DUji

N Valid 15 15

Missing 0 0

Mean 1.78267 2.04620

Std. Error of Mean .031020 .011858

Median 1.83200 2.03700

Std. Deviation .120140 .045924

Variance .014 .002

Range .401 .140

Minimum 1.474 1.988

Maximum 1.875 2.128

Page 79: gina kholisoh-fkik.pdf

63

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 8. Hasil Perhitungan Persen Efisiensi Enkapsulasi Lactobacillus casei dengan Matriks Kappa Karagenan

Konsentrasi Volume Suspensi

Bakteri yang

ditambahkan

Jumlah

koloni/ml

Suspensi

Bakteri

Jumlah Total

Sel dalam

Suspensi

Biopolimer

(cfu) = (R)

Populasi Sel

Setelah

Enkapsulasi

(koloni/gram)

= (P)

Massa

Mikrokapsul

yang

Dihasilkan

(gram) = (Q)

Efisiensi

Enkapsulasi

2% 10 ml 2,03 x 109 2,03 x 10

10 38,075 x 10

8 32,251 gram 60,49%

1,75% 10 ml 2,03 x 109 2,03 x 10

10 35,8165 x 10

8 29,125 gram 51,38%

1,5% 10 ml 2,03 x 109 2,03 x 10

10 28,3 x 10

8 34,505 gram 48,10%

Lampiran 9. Hasil Perhitungan Persen Penurunan Jumlah Bakteri

Konsentrasi

Mikrokapsul

L.Casei-Kappa

Jumlah Bakteri

Setelah Enkapsulasi

(Koloni/gram) = A

Jumlah Bakteri Setelah

Dilakukan Uji Simulasi Cairan

Lambung (Koloni/gram) = B

Persen

Penurunan

Jumlah Bakteri

(%)

2% 3,8075 x 108 2,3373475 x 10

8 38,612

%P = A−B

A x 100%

Keterangan : %P = Penurunan (%)

Page 80: gina kholisoh-fkik.pdf

64

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 10. Kadar Air

Lampiran 11. Contoh Perhitungan Koloni Bakteri

Diketahui : Jumlah koloni dalam suspensi bakteri Lactobacillus casei pada

pengenceran 10-6

yaitu 92 koloni dan 80 koloni.

Penyelesaian :

Cfu/ml = rata-rata total koloni

volume yang disebar ke cawan petri x faktor pengenceran

Jumlah koloni pada pengenceran 10-6

=

Jumlah koloni pada pengenceran 10-6

=

Konsentrasi % Kadar Air Rata-Rata % Kadar Air

2% 94,08

94,21 94,34

1,75% 94,11

94,045 93,98

1,5% 94,59 94,72

94,85

92 + 80 = 172 = 86 koloni

2 2

86 = 86 = 86 x 107

koloni/ml

10-1

x 10-6

10-7

Page 81: gina kholisoh-fkik.pdf

65

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 12. Hasil TPC Bakteri Lactobacillus casei

Pengenceran 10-4

Pengenceran 10-5

Pengenceran 10-6

Pengenceran 10-2

Pengenceran 10-3

Pengenceran 10-7

Page 82: gina kholisoh-fkik.pdf

66

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 13. Hasil TPC setelah Proses Enkapsulasi

Konsentrasi 2% Pengenceran 10-5

Konsentrasi 2% Pengenceran 10-6

Konsentrasi 1,5% Pengenceran 10-6

Konsentrasi 1,5% Pengenceran 10-5

Konsentrasi 1,75% Pengenceran 10-6

Konsentrasi 1,75% Pengenceran 10-5

Page 83: gina kholisoh-fkik.pdf

67

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 14. Hasil TPC setelah Diinkubasi dalam Simulasi Cairan Asam

Lambung

Konsentrasi 2% Pengenceran 10-2

Konsentrasi 2% Pengenceran 10-4

Konsentrasi 2% Pengenceran 10-6

Konsentrasi 2% Pengenceran 10-6

Konsentrasi 2% Pengenceran 10-5

Konsentrasi 2% Pengenceran 10-5

Page 84: gina kholisoh-fkik.pdf

68

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 15. Gambar Alat dan Bahan Penelitian

Timbangan Analitik pH meter

Hot Plate Stirer

Moisture Balance

Mikroskop Optik

Spuit dan Syringe Autoklaf

Inkubator

Oven

Page 85: gina kholisoh-fkik.pdf

69

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lanjutan (Gambar Alat dan Bahan Penelitian )

MRS Agar Steril

MRS Agar

Hasil Resuspensi

Colony Counter Mikropipet Laminar Air Flow

(LAF)

Mikrokapsul Kappa Karagenan

Hasil Pewarnaan Bakteri gram positif,

berwarna ungu kebiruan, dan berbentuk

basil

Page 86: gina kholisoh-fkik.pdf

70

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 16. Sertifikat Analisa Bakteri

3941 Ryan Street. Lake Charles, LA 70605, 800-255-6730, 913-888-0939. www.remel.com www.remel.com

Page 87: gina kholisoh-fkik.pdf

71

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 17. Sertifikat Analisa Kappa Karagenan

Page 88: gina kholisoh-fkik.pdf

72

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(Lanjutan Sertifikat Analisa Kappa Karagenan)