endang bukhori-fkik.pdf

93
HUBUNGAN FAKTOR RISIKO PEKERJAAN DENGAN TERJADINYA KELUHAN MUSCULOSKELETAL DISORDERS (MSDs) PADA TUKANG ANGKUT BEBAN PENAMBANG EMAS DI KECAMATAN CILOGRANG KABUPATEN LEBAK TAHUN 2010 SKRIPSI Oleh : ENDANG BUKHORI 105101003274 PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2010 M / 1431 H

Upload: syamsul-hidayat

Post on 04-Dec-2015

67 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: ENDANG BUKHORI-FKIK.pdf

HUBUNGAN FAKTOR RISIKO PEKERJAAN DENGAN TERJADINYA KELUHAN MUSCULOSKELETAL DISORDERS

(MSDs) PADA TUKANG ANGKUT BEBAN PENAMBANG EMAS DI KECAMATAN CILOGRANG KABUPATEN LEBAK

TAHUN 2010

SKRIPSI

Oleh : ENDANG BUKHORI

105101003274

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2010 M / 1431 H

Page 2: ENDANG BUKHORI-FKIK.pdf

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu

persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai

dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau

merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang

berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 24 Mei 2010

Endang Bukhori

i

Page 3: ENDANG BUKHORI-FKIK.pdf

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT Skripsi, Mei 2010 ENDANG BUKHORI, NIM 105101003274 HUBUNGAN FAKTOR RISIKO PEKERJAAN DENGAN KELUHAN MUSCULOSKELETAL DISORDERS (MSDs) PADA TUKANG ANGKUT BEBAN PENAMBANG EMAS DI KECAMATAN CILOGRANG KABUPATEN LEBAK – BANTEN TAHUN 2010 xii + 81 halaman, 17 tabel, 6 gambar, 2 bagan, 4 lampiran

ABSTRAK

Pada pekerjaan yang aktifitasnya bersifat manual, pekerja dituntut memiliki kemampuan fisik (khususnya otot dan tulang) agar bisa menghasilkan peran sesuai dengan yang diinginkan. Akan tetapi perlu diingat, bahwa manusia memiliki keterbatasan fisik sehingga memiliki kecenderungan untuk mengalami gangguan berkaitan dengan otot dan tulang. Musculoskeletal Disorders (MSDs) adalah sekumpulan gejala/gangguan yang berkaitan dengan jaringan otot, tendon, ligamen, kartilago, sistem syaraf, struktur tulang, dan pembuluh darah.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara faktor risiko pekerjaan dengan terjadinya keluhan MSDs pada tukang angkut beban penambang emas di Kecamatan Cilograng Kabupaten Lebak yang dilakukan selama bulan Februari sampai April 2010 dengan menggunakan desain studi Crossectional.

Hasil penelitian menunjukan bahwa keluhan MSDs menyerang 38 pekerja (79,2%). Adapun hasil uji statistik menunjukkan bahwa variabel risiko pekerjaan (Pvalue 0.029) dan variabel karakteristik umur (Pvalue 0.031) dengan alpha 5% diyakini memiliki hubungan dengan terjadinya keluhan MSDs.

Dengan demikian, sebaiknya pengusaha agar secepatnya menyusun teknik-teknik pencegahan melalui pemberlakukan sistem perorganisasian kerja, termasuk diantaranya mengatur waktu kerja dan waktu istirahat serta memberikan pelatihan khusus terkait prosedur pengangkutan yang baik dan benar kepada setiap pekerja agar risiko yang ditimbulkan bisa terus diminimalisir. Daftar Bacaan : 30 (1985 – 2009)

ii

Page 4: ENDANG BUKHORI-FKIK.pdf

FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM Undergraduated Thesis, May 2010 ENDANG BUKHORI, NIM 105101003274 RELATION OF WORK RISK FACTORS WITH MUSCULOSKELETAL DISORDERS (MSDs) COMPLAINT ON TRANSPORT WORKERS GOLD MINERS IN SUBDISTRICT CILOGRANG - BANTEN ON 2010 xii + 81 pages, 17 tables, 6 drawings, 2 charts, 4 attachments

ABSTRACT

At work in manual activities, workers are required to have the physical ability (especially muscle and bone) to be produced in accordance with the desired role. But keep in mind, that humans have physical limitations that have a tendency to experience problems associated with muscle and bone. Musculoskeletal Disorders (MSDs) are a set of symptoms / disorders associated with muscle tissue, tendons, ligaments, cartilage, nervous system, bone structure, and blood vessels. This study aims to determine the relationship between occupational risk factors with the occurrence of MSDs complaints on movers load of gold miners in District Cilograng - Banten conducted during February until April 2010 using a design Cross sectional study. The result showed that the MSDS complaint attacked 38 workers (79.2%). The results of statistical tests showed that the occupational risk variables (pvalue 0029) and variable characteristics of age (pvalue 0031) with an alpha of 5% is believed to have a relationship with the occurrence of MSDs complaints. Thus, employers should immediately arrange for the techniques of prevention through the implementation of the work perorganisasian system, including the set working time and rest periods and to provide specialized training related to procedures for the transportation of good and true to every worker for the risks that could continue to be minimized. List of Reference: 30 (1985 - 2009)

iii

Page 5: ENDANG BUKHORI-FKIK.pdf

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi Dengan Judul

HUBUNGAN FAKTOR RISIKO PEKERJAAN DENGAN TERJADINYA

KELUHAN MUSCULOSKELETAL DISORDERS (MSDs) PADA TUKANG

ANGKUT BEBAN PENAMBANG EMAS DI KECAMATAN CILOGRANG

KABUPATEN LEBAK – BANTEN TAHUN 2010

Telah disetujui, diperiksa dan dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi

Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Jakarta, 10 Juni 2010

Mengetahui,

Yuli Amran, SKM, MKM Pembimbing Skripsi I

Raihana N. Alkaff, MMA Pembimbing Skripsi II

iv

Page 6: ENDANG BUKHORI-FKIK.pdf

PANITIA SIDANG UJIAN SKRIPSI PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Jakarta, 10 Juni 2010

Penguji I

Yuli Amran, SKM, MKM

Penguji II

Raihana N. Alkaff, MMA

Penguji III

Hendra, MKKK

v

Page 7: ENDANG BUKHORI-FKIK.pdf

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Endang Bukhori

TTL : Sukabumi, 31 Januari 1988

Jenis Kelamin : Laki-laki

Status : Belum Menikah

Agama : Islam

No Telepon : 085697831631 / 087720829088 / (021) 95772652

Alamat : Jalan Raya Bayah - Pelabuhan Ratu KM 25,

Cikamunding Rt/Rw 01/02 Kecamatan Cilograng Kabupaten

Lebak – Banten 42398

E-mail / Fb / Fs : [email protected]

PENDIDIKAN FORMAL

1993 – 1999 : SDN 01 Cikamunding - Banten

1999 – 2002 : Mts Syamsul Ulum – Sukabumi - Jabar

2002 – 2005 : MA Syamsul Ulum – Sukabumi - Jabar

2005 – 2010 : Peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Program Studi Kesehatan Masyarakat

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

vi

Page 8: ENDANG BUKHORI-FKIK.pdf

LEMBAR PERSEMBAHAN

(Ingatlah) Ketika Yusuf berkata kepada ayahnya,

” Wahai ayahku! Sungguh, aku (bermimpi) melihat sebelas

bintang, matahari, dan bulan; kulihat semuanya sujud

kepadaku.” (Q.S YUSUF : 4)

- - - - - - - - - - -

Mulai hari ini, akan kutunjukan senyum terindahku pada dunia Agar semua yakin, bahwa aku memang sanggup

hadapi rintangan hidup

vii

Page 9: ENDANG BUKHORI-FKIK.pdf

KATA PENGANTAR

TIADA sanjungan yang patut dipersembahkan selain kepada Rabbul Izzati, zat

yang maha pencipta dari segala bentuk penciptaan. Zat yang maha agung dari segala

bentuk keagungan. Dialah pemilik taqdir kehidupan manusia, mahkamah Qadha dan

Qadhar yang tidak pernah tidur dan selalu dekat dengan hamba-Nya. Syukur senantiasa

terucapkan atas segala nikmat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi dengan judul “ Hubungan Faktor risiko Pekerjaan dengan Terjadinya Keluhan

Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada tukang angkut beban penambang emas di

Kecamatan Cilograng Kabupaten Lebak Tahun 2010”.

Teriring shalawat dan salam keharibaan manusia yang termulia dari yang paling

mulia, manusia yang tak pernah terjamah kenistaan, manusia kekasih sang Khalik,

Muhammad SAW.

Alhamdulillah, akhirnya penulis bisa merampungkan skripsi ini sebagai persyaratan

memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) pada Program Studi Kesehatan

Masyarakat, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penyusunan skripsi ini semata-mata bukanlah hasil usaha penulis saja, melainkan

banyak pihak yang telah memberikan bantuan, bimbingan, motivasi, dan semangat.

Untuk itu penulis merasa sangat pantas berterima kasih yang tak terhingga kepada :

1. Keluarga tercinta, khususnya mamah dan bapak yang selalu memberikan dukungan

baik moril maupun materil terutama do’a yang sangat luar biasa. Kakak serta adik-

adik tersayang trimakasih telah menjadi motivasi terbaik yang bisa membuat penulis

semakin semangat untuk menyelesaikan skripsi ini.

2. Bapak Prof. Dr. (hc). dr. M.K. Tadjudin, Sp.And, selaku dekan Fakultas dan Bapak

dr. Yuli P. Satar, MARS, selaku ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat (PSKM)

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta.

3. Ibu Iting Shofwati, ST, MKKK selaku dosen penanggung jawab peminatan K3 dan

dosen yang paling sabar juga pengertian namun selalu super sibuk yang senantiasa

viii

Page 10: ENDANG BUKHORI-FKIK.pdf

meluangkan waktunya untuk membimbing penulis meskipun bukan anak

bimbingannya. Terimakasih juga ibu atas pinjaman buku-bukunya.

4. Ibu Yuli Amran, SKM, MKM selaku pembimbing ke-I yang telah memberikan

perhatian, pengertian, penjelasan serta waktu untuk penulis. Terimakasih juga telah

mengerahkan seluruh ilmunya kepada penulis, mudah-mudahan dan insyaallah akan

sangat bermanfaat.

5. Ibu Raihana Nadra Alkaff, MMA selaku pembimbing ke-2 terimakasih telah menjadi

pembimbing yang baik dan sangat sangat sangat pengertian dan perhatian.

6. Seluruh dosen dan staf Program Studi Kesehatan Masyarakat (PSKM) Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta, trimakasih atas amalan ilmunya sehingga penulis bisa

menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

7. Teman-teman prodi kesmas K3 dan Gizi khususnya angkatan 2005. Special for gEnK

“d_ReeM” yang pada belum selesai, cepet nyusul dan tetep semangat…

8. Rekan-rekan pekerja tukang di Cikamunding serta teman-teman PONIT yang sejak

awal masuk kuliyah selalu memberikan dukungan.

9. Serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, trimakasih

trimakasih dan trimakasih yang sebanyak-banyaknya.

Selanjutnya tiada yang lebih diharapkan oleh penulis selain kemanfaatan dan

kemaslahatan terutama bagi perkembangan ilmu pengetahuan di bidang Kesehatan dan

Keselamatan Kerja (K3), khususnya mengenai risiko ergonomi di tempat kerja.

Terakhir, dengan sedikit menghela nafas, penulis dengan lantang mengucapkan

Terimakasih ya allah.

Alhamdulillahirobbil’alamin

Jakarta, Mei 2010

Penulis

ix

Page 11: ENDANG BUKHORI-FKIK.pdf

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN……………………………………………………… i ABSTRAK………………...………………………………………………………. ii ABSTRACT………………………..……………………………………………... iii PERNYATAAN PERSETUJUAN……………………………………………… iv PANITIA SIDANG………………………………………………………………. v DAFTAR RIWAYAT HIDUP ……..…………………………………………… vi LEMBAR PERSEMBAHAN…………..………………………………………… vii KATA PENGANTAR …………………………………………………………… viii DAFTAR ISI……………………………………………………………………… x DAFTAR TABEL………………………………………………………………… xiii DAFTAR GAMBAR……………………………………………………………… xiv DAFTAR BAGAN………………………………………………………………... xv BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang………………………………………………………… 1

B. Rumusan Masalah…………………………………………………….. 7

C. Pertanyaan Penelitian…………………………………………………. 7

D. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum…………………………………………...……….. 8

2. Tujuan Khusus…………………………………………………… 8

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi Pengusaha/Pekerja………………………………….…….... 9

2. Bagi Peneliti……………………………………………………… 9

3. Bagi Akademik…………………………………………….…..... 9

F. Ruang Lingkup………………………………………………………. 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Musculoskeletal Disorders (MSDs)……………………………….. 10

1. Pengertian MSDs………………………………………………. 10

2. Tahapan MSDs………………………………………………… 11

x

Page 12: ENDANG BUKHORI-FKIK.pdf

3. Dampak MSDs………………………………………………… 12

4. Pencegahan Keluhan MSDs…………………………………… 13

B. Faktor Risiko MSDs……………………………………………….. 15

1. Faktor Pekerjaan……………………………………………….. 15

2. Faktor Individu………………………………………………… 24

3. Faktor Lingkungan……………………………………………… 28

C. Penilaian Tingkat Risiko Ergonomi………………………………… 30

1. Rapid Uper Limb Assesment (RULA)………………………….. 30

2. Job Strain Index (JSI)…………………………………………… 31

3. Ergonomic Assesment Survey Metode (EASY)……………….... 32

4. Baselinde Risk Identification of

Ergonomi Factor (BRIEF)……………..……………………… 33

5. Rapid Entire Body Assesment (REBA)……………………….... 34

D. Kerangka Teori………………………..…………………………… 46

BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

A. Kerangka Konsep…………………………………..……………… 48

B. Definisi Operasional………………………………..……………... 50

C. Hipotesis…………………………………………………………… 52

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian……………………………………………… 53

B. Lokasi dan Waktu Penelitian……………………………………… 53

C. Populasi dan Sampel Penelitian…………………………………… 53

D. Pengumpulan Data………………………………………………… 54

E. Instrumen Penelitian………………………………………………. 54

F. Pengolahan Data………………………………………………….. 55

G. Analisis Data………………………………………………………. 56

xi

Page 13: ENDANG BUKHORI-FKIK.pdf

BAB V HASIL

A. Analisis Univariat………………………………………………….. 57

1. Gambaran Keluhan MSDs…………………………………….. 57

2. Gambaran Faktor Risiko Pekerjaan……………………………. 60

3. Gambaran Karakteristik Individu (Umur, Kebiasaan Merokok

dan Masa kerja) …………………………………………..…… 61

B. Analisis Bivariat…………………………………………………… 63

1. Hubungan Faktor Risiko Pekerjaan

Dengan Keluhan MSDs……………………………………….. 63

2. Hubungan Karakteristik Individu (Umur, Kebiasaan

Merokok dan Masa Kerja) dengan Keluhan MSDs…………… 64

BAB VI PEMBAHASAN

A. Keterbatasana Penelitian………………………………………….. 67

B. Keluhan MSDs…………………………………………………… 68

C. Hubungan Faktor Pekerjaan dengan Keluhan MSDs……………. 71

D. Hubungan Karakteristik Individu (Umur, Kebiasaan Merokok

dan Masa Kerja) dengan Keluhan MSDs………………………… 74

BABVII SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan…………………………………………………………. 81

B. Saran…………………………………………………………….... 82

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN - LAMPIRAN

xii

Page 14: ENDANG BUKHORI-FKIK.pdf

DAFTAR TABEL

No. Tabel Hal

2.1 Penilaian Skor Tabel A 39

2.2 Penilaian Skor Beban 40

2.3 Penilaian Skor Tabel B 42

2.4 Penilaian Skor Coupling 42

2.5 Penilaian Skor Tabel C 43

2.6 Penilaian Skor Aktivitas 44

2.7 Level Aksi Skor REBA 44

3.1 Definisi Operasional 50

5.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Keluhan MSDs

Tahun 2010

57

5.2 Distribusi Frekuensi Keluhan Berdasarkan Bagian Tubuh, Tingkat

Keparahan Dan Tingkat Keseringan Tahun 2010

58

5.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan

Tingkat Risiko Pekerjaan Tahun 2010

60

5.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan

Karakteristik Umur Tahun 2010

61

5.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan

Kebiasaan Merokok Tahun 2010

61

5.6 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan

Masa Kerja Tahun 2010

62

5.7 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Risiko Pekerjaan dengan

Keluhan MSDs Tahun 2010

63

5.8 Distribusi Responden Berdasarkan karakteristik umur dengan

Keluhan MSDs Tahun 2010

64

5.9 Distribusi Responden Berdasarkan Kebiasaan Merokok dengan

Keluhan MSDs Tahun 2010

65

xiii

Page 15: ENDANG BUKHORI-FKIK.pdf

5.10 Distribusi Responden Berdasarkan Masa Kerja dengan Keluhan

MSDs Tahun 2010

66

DAFTAR GAMBAR No.Gambar Hal

2.1 Penilaian Grup A Posisi Leher 38

2.2 Penilaian Grup A Posisi Punggung 38

2.3 Penilaian Grup A posisi Kaki 39

2.4 Penilaian Grup B Posisi Lengan Atas 40

2.5 Penilaian Grup B Posisi Lengan Bawah 41

2.6 Penilaian Grup B Posisi Pergelangan tangan 41

xiv

Page 16: ENDANG BUKHORI-FKIK.pdf

xv

DAFTAR BAGAN No.Bagan Hal

2.1 Kerangka Teori 46

3.1 Kerangka Konsep Penelitian 49

Page 17: ENDANG BUKHORI-FKIK.pdf

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Seiring dengan makin pesatnya kemajuan teknologi yang terus meningkat,

peran tenaga manusia sampai saat ini masih menjadi hal utama dan paling penting

dalam menghasilkan produksi, tidak sedikit proses produksi perusahaan yang masih

menggunakan alat-alat manual yang melibatkan manusia dalam pekerjaannya.

Sehingga pada pekerjaan yang aktifitasnya bersifat manual handling atau pekerjaan

yang membutuhkan penanganan secara manual, manusia dituntut untuk mempunyai

kemampuan lebih agar bisa menghasilkan peran sesuai dengan yang diinginkan,

khususnya pada otot dan tulang karena otot dan tulang merupakan dua alat yang

sangat penting dalam bekerja. Namun demikian, menurut Sahab (1997) manusia

mempunyai kemampuan dan keterbatasan baik dari segi fisik, fisiologik maupun

psikologik. Oleh karena itu pada pekerjaan manual, sering ditemukan kasus-kasus

yang berkaitan dengan keluhan/gangguan pada sistem otot dan tulang

(Muskuloskeletal).

Menurut Grandjean yang dikutip oleh Tarwaka et al. (2004) keluhan

muskuloskeletal adalah keluhan pada bagian-bagian otot skeletal yang dirasakan

oleh seseorang mulai dari keluhan yang ringan sampai yang sangat fatal. Keluhan

hingga kerusakan inilah yang biasanya diistilahkan dengan keluhan musculoskeletal

disorders (MSDs) atau cidera pada sistem muskuloskeletal.

Page 18: ENDANG BUKHORI-FKIK.pdf

2

Musculoskeletal Disorders (MSDs) merupakan sekumpulan gejala yang

berkaitan dengan jaringan otot, tendon, ligamen, kartilago, sistem saraf, struktur

tulang, dan pembuluh darah. MSDs pada awalnya menyebabkan rasa sakit, nyeri,

mati rasa, kesemutan, bengkak, kekakuan, gemetar, gangguan tidur, dan rasa

terbakar (Humantech, 1995) yang pada akhirnya mengakibatkan ketidakmampuan

seseorang untuk melakukan pergerakan dan koordinasi gerakan anggota tubuh atau

ekstrimitas sehingga dapat mengakibatkan efisiensi kerja berkurang dan

produktivitas kerja menurun.

Suma’mur (1989) menjelaskan, bahwa keluhan-keluhan pada tulang

belakang yang dialami pekerja jika terus dibiarkan berpeluang besar menyebabkan

dislokasi bagian tulang punggung yang menimbulkan rasa sangat nyeri dan bisa

irreversible serta fatal. Rasa sakit yang mengganggu sistem muskuloskeletal pada

saat bekerja dapat menyebabkan pecahnya lempeng dan bahan atau bagian dalam

yang menonjol keluar serta mungkin menekan saraf-saraf di sekitarnya, hal tersebut

yang menyebabkan cidera atau bahkan menyebabkan kelumpuhan. Rasa nyeri pada

tubuh juga secara psikologis dapat menyebabkan menurunnya tingkat kewaspadaan

dan kelelahan akibat terhambatnya fungsi-fungsi kesadaran otak dan perubahan-

perubahan pada organ-organ di luar kesadaran sehingga berpotensi menimbulkan

kecelakaan dan penyakit akibat kerja.

Dampak yang diakibatkan oleh MSDs pada aspek produksi yaitu

berkurangnya output, kerusakan material produk yang hasil akhirnya menyebabkan

tidak terpenuhinya deadline produksi dan pelayanan yang tidak memuaskan. Selain

itu, biaya yang timbul akibat absensi pekerja akan menyebabkan penurunan

Page 19: ENDANG BUKHORI-FKIK.pdf

3

keuntungan, biaya pelatihan karyawan baru untuk menggantikan karyawan yang

sakit, biaya untuk menyewa jasa konsultan atau agensi dan biaya lainnya (Pheasant,

1991).

Pekerjaan-pekerjaan dan sikap kerja statis yang berpotensi mempercepat

timbulnya kelelahan dan nyeri pada otot-otot yang terlibat, jika berlangsung tiap hari

dan dalam waktu yang lama bisa menimbulkan sakit permanen dan kerusakan pada

otot, sendi, tendon, ligamen dan jaringan-jaringan lain. Pada pekerjaan mengangkat

dan mengangkut, efisiensi kerja dan pencegahan kerusakan tulang belakang harus

mendapat perhatian yang cukup (Suma’mur, 1989) karena aktifitasnya melibatkan

otot skeletal yang berpotensi menimbulkan kerusakan. Namun demikian timbulnya

keluhan yang dialami pekerja biasanya dianggap bukan sebagai masalah karena

penyakit yang ditimbulkan biasanya bersifat kronik (muncul dalam jangka waktu

panjang), padahal kerugian yang ditimbulkan selain rasa sakit bisa berwujud

hilangnya jam kerja, terhambatnya produksi dan lainnya (Budiono, 2003).

Dengan demikian masalah MSDs pada pekerja khususnya pada pekerja fisik

sudah sewajarnya mendapat perhatian khusus karena MSDs merupakan penyebab

terbesar hilangnya jam kerja akibat cidera/sakit di hampir setiap jenis industri

(National Safety Council, 1995 dalam Jannah, 2008). Selain itu, kasus-kasus yang

berkaitan dengan gangguan muskuloskeletal pada pekerja masih terus bermunculan.

Tarwaka, et al. (2004) menjelaskan, studi tentang MSDs pada berbagai

industri telah banyak dilakukan dan hasil studi menunjukan bahwa bagian otot yang

sering dikeluhkan adalah otot rangka yang meliputi otot leher, bahu, lengan, tangan,

jari, punggung, pinggang dan otot-otot bagian bawah. Menurut WHO (2007) dalam

Page 20: ENDANG BUKHORI-FKIK.pdf

4

Ariani (2008) Penyakit MSDs adalah penyakit akibat kerja terbesar di Eropa dan

diderita oleh jutaan pekerja. Departemen tenaga kerja U.S mencatat kasus MSDs

menyumbang 34% dari semua kasus sakit akibat kerja. Besarnya biaya kompensasi

yang dikeluarkan oleh perusahaan secara pasti belum diketahui. Namun demikian,

hasil estimasi yang dipublikasikan oleh NIOSH menunjukan bahwa biaya

kompensasi untuk keluhan otot skeletal sudah mencapai 13 milyar US dolar setiap

tahun. Biaya tersebut merupakan yang terbesar bila dibandingkan dengan biaya

kompensasi untuk keluhan/sakit akibat kerja lainnya (NIOSH, 1996 dalam Tarwaka,

et al. 2004).

Sementara menurut Chenoweth (1998), penelitian tentang kasus MSDs yang

telah dilakukan pada pekerja di U.S dari tahun 1983 smpai dengan tahun 2001

menunjukan peningkatan dan diprediksi akan terus meningkat sesuai dengan

berjalannya waktu sehingga melebihi setengah dari semua penyakit di tempat kerja.

Sedangkan di Australia, satu dari tiga injuri pada pekerja disebabkan oleh

pemindahan material secara manual yang mengakibatkan kehilangan kerja dan

diperkirakan biaya yang dikeluarkan mencapai 60 juta dolar Australia. Sedangkan

berdasarkan data yang disajikan dalam Sciene Daily (2003) work-related

musculoskeletal disorders merupakan sumbangan terbesar (65%) bagi PAK dan

menyedot biaya industri sampai 10 milyar dolar per tahun.

Di Indonesia, dari hasil studi Departemen Kesehatan dalam profil masalah

kesehatan di Indonesia tahun 2005 menunjukan bahwa sekitar 40.5% penyakit yang

diderita pekerja berhubungan dengan pekerjaannya. Gangguan yang dialami pekerja

menurut penelitian yang dilakukan terhadap 9.482 pekerja di 12 kabupaten/kota di

Page 21: ENDANG BUKHORI-FKIK.pdf

5

Indonesia umumnya berupa penyakit Musculoskeletal Disorders (16%),

kardiovaskuler (8%), gangguan saraf (5%), gangguan pernafasan (3%), dan

gangguan THT (1.5%) (Sumiati, 2007).

Penelitian yang dilakukan oleh Ariani (2009) pada tukang angkut barang

(porter) di stasiun kereta Jatinegara diperoleh hasil bahwa seluruh responden (106

orang) merasakan keluhan pada beberapa bagian tubuh, dan yang paling banyak

dikeluhkan adalah bagian kaki (31%) dan pinggang (23%), sedangkan sisanya

mengeluhkan pada bagian anggota tubuh lainnya.

Hasil studi pendahuluan yang dilakukan penulis pada 10 orang tukang angkut

beban dengan menggunakan Formulir Nordic Body Map (NBM), diperoleh hasil

bahwa sembilan orang mengalami keluhan pada beberapa bagian anggota tubuh

seperti pada bagian leher, punggung, kaki, serta beberapa bagian anggota tubuh

lainnya.

Musculosceletal Disorders (MSDs) terjadi sebagai akibat dari pekerjaan yang

tidak sesuai dengan kapasitas fisik pekerja sehingga pada akhirnya menyebabkan

kerusakan pada tubuh pekerja khususnya kerusakan pada sistem otot dan tulang

(OSHA, 2000). Demikian halnya pada pekerjaan mengangkat dan mengangkut yang

aktivitasnya melibatkan kemampuan fisik, berpotensi menimbulkan kerusakan pada

sistem otot skeletal (Suma’mur, 1989) sehingga perlu dilakukan upaya pencegahan

khusus dan perhatian yang cukup serius.

Bernard (1997) Mengemukakan bahwa postur tubuh yang tidak stabil (tidak

alamiah) menunjukan bukti yang kuat sebagai faktor yang berkontribusi terhadap

MSDs dan menimbulkan terjadinya gangguan pada leher, punggung dan bahu. Hal

Page 22: ENDANG BUKHORI-FKIK.pdf

6

ini diperkuat oleh pernyataan Chenowath (1998) bahwa MSDs terjadi sebagai akibat

dari suatu pekerjaan dengan postur janggal yang dilakukan secara berulang.

Peter Vi (2000) menjelaskan bahwa faktor pekerjaan seperti sikap kerja tidak

alamiah, aktivitas berulang dan peregangan otot yang berlebihan merupakan

penyebab utama terjadinya MSDs. Sementara itu, faktor lain seperti tekanan, getaran

dan mikroklimat dikategorikan sebagai penyebab sekunder dan jika terjadi dalam

waktu yang bersamaan atau membentuk kombinasi, akan meningkatkan risiko

terjadinya MSDs. Selain beberapa faktor di atas, karakteristik individu seperti umur,

jenis kelamin, kebiasaan merokok, kekuatan fisik dan antropometri diyakini pula

oleh para ahli dapat mempengaruhi risiko terjadinya keluhan otot skeletal (Tarwaka,

et al, 2004).

Beberapa penelitian menemukan bahwa MSDs terjadi akibat dari kombinasi

berbagai faktor. Sehingga Kuntodi (2008) menyimpulkan bahwa faktor risiko yang

biasanya muncul memberikan kontribusi terhadap terjadinya gangguan MSDs dapat

dikategorikan dalam tiga kategori yaitu faktor pekerjaan, faktor individu dan faktor

lingkungan. Faktor pekerjaan adalah faktor yang berasal dari pekerjaan itu sendiri

termasuk postur kerja, gerakan repetitif, penggunaan tenaga, dan karakteristik objek.

Faktor individu berupa umur, jenis kelamin, lama bekerja, dan antropometri (ukuran

tubuh). Sedangkan faktor lingkungan kerja terdiri dari vibrasi dan mikroklimat.

Page 23: ENDANG BUKHORI-FKIK.pdf

7

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan hasil studi pendahuluan dan uraian latar belakang di atas, dapat

disimpulkan bahwa masalah yang berkaitan dengan otot skeletal pada pekerja fisik

perlu mendapat perhatian khusus karena dapat menjadi masalah yang cukup serius.

Demikian halnya pada kegiatan pengangkutan, dimana aktivitasnya bersifat manual

dan sepenuhnya memerlukan kemampuan fisik, yang tentunya berpotensi

menimbulkan gangguan otot skeletal. Kondisi tersebut akan semakin diperparah

dengan adanya kombinasi dari faktor risiko lain yang timbul baik dari pekerja itu

sendiri maupun dari lingkungannya. Berangkat dari hal tersebut, penulis tertarik

melakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui hubungan faktor risiko

pekerjaan dengan terjadinya keluhan MSDs pada tukang angkut beban penambang

emas di Kecamatan Cilograng Kabupaten Lebak tahun 2010.

C. Pertanyaan Penelitian

a) Bagaimana gambaran keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada tukang

angkut penambang emas di Kecamatan Cilograng Kabupaten Lebak tahun 2010?

b) Bagaimana gambaran risiko pekerjaan (Berdasarkan metode REBA) pada tukang

angkut penambang emas di Kecamatan Cilograng Kabupaten Lebak tahun 2010?

c) Bagaimana gambaran karakteristik individu (umur, kebiasaan merokok, dan

masa kerja) pada tukang angkut penambang emas di Kecamatan Cilograng

Kabupaten Lebak tahun 2010?

d) Bagaimana hubungan antara risiko pekerjaan dengan keluhan MSDs pada tukang

angkut penambang emas di Kecamatan Cilograng Kabupaten Lebak tahun 2010?

Page 24: ENDANG BUKHORI-FKIK.pdf

8

e) Bagaimana hubungan antara karakteristik individu dengan keluhan MSDs pada

tukang angkut penambang emas di Kecamatan Cilograng Kabupaten Lebak

tahun 2010?

D. Tujuan

1. Tujuan Umum

Mengetahui hubungan faktor risiko pekerjaan dengan terjadinya keluhan

Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada tukang angkut beban penambang emas

di Kecamatan Cilograng Kabupaten Lebak tahun 2010.

2. Tujuan Khusus

a) Diketahuinya gambaran keluhan MSDs pada tukang angkut penambang emas

di Kecamatan Cilograng Kabupaten Lebak tahun 2010

b) Diketahuinya gambaran risiko pekerjaan (Berdasarkan metode REBA) pada

tukang angkut penambang emas di Kecamatan Cilograng Kabupaten Lebak

tahun 2010

c) Diketahuinya gambaran karakteristik individu (umur, kebiasaan merokok,

dan masa kerja) pada tukang angkut penambang emas di Kecamatan

Cilograng Kabupaten Lebak tahun 2010

d) Diketahuinya hubungan risiko pekerjaan dengan keluhan MSDs pada tukang

angkut penambang di Kecamatan Cilograng Kabupaten Lebak tahun 2010

e) Diketahuinya hubungan antara karakteristik individu dengan keluhan MSDs

pada tukang angkut penambang emas di Kecamatan Cilograng Kabupaten

Lebak tahun 2010

Page 25: ENDANG BUKHORI-FKIK.pdf

9

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi Instansi/Pekerja

Memberi gambaran tentang risiko pekerjaan manual dan kaitannya dengan

keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) serta membantu memberi masukan

dan motivasi untuk pekerja dalam melakukan pekerjaan ke arah yang lebih baik.

2. Bagi Peneliti

Menambah pengetahuan serta wawasan penelitian tentang faktor risiko ergonomi

di tempat kerja serta diharapkan dapat dijadikan sebagia acuan untuk dilakukan

penelitian selanjutnya.

3. Bagi Akademis

Sebagai referensi tambahan untuk pembelajaran khususnya yang berkaitan

dengan risiko MSDs pada pekerjaan yang bersifat manual.

F. Ruang Lingkup

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan faktor risiko pekerjaan

dengan terjadinya keluhan Muskuloskeletal Disorders (MSDs) pada tukang angkut

beban penambang emas di Kecamatan Cilograng Kabupaten Lebak karena dicurigai

memiliki kombinasi risiko MSDs yang cukup tinggi. Kegiatan ini dilaksanakan pada

bulan Februari – April 2010, oleh mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan jurusan Kesehatan Masyarakat UIN Jakarta dengan menggunakan data

primer yang diperoleh langsung dari tempat penelitian dengan desain studi cross

sectional.

Page 26: ENDANG BUKHORI-FKIK.pdf

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Musculoskeletal Disorders (MSDs)

1. Pengertian

Musculoskeletal Disorders (MSDs) merupakan sekumpulan

gejala/gangguan yang berkaitan dengan jaringan otot, tendon, ligamen, kartilago,

sistem saraf, struktur tulang, dan pembuluh darah. MSDs pada awalnya

menyebabkan sakit, nyeri, mati rasa, kesemutan, bengkak, kekakuan, gemetar,

gangguan tidur, dan rasa terbakar (OSHA, 2000).

Musculoskeletal Disorders (MSDs) adalah kelainan yang disebabkan

penumpukan cidera atau kerusakan-kerusakan kecil pada sistem muskuloskeletal

akibat trauma berulang yang setiap kalinya tidak bisa sembuh secara sempurna,

sehingga membentuk kerusakan cukup besar untuk menimbulkan rasa sakit

(Humantech, 1995).

MSDs bukanlah merupakan diagnosis klinis tapi merupakan label untuk

persepsi rasa sakit atau nyeri pada sistem muskuloskeletal. Keluhan

muskuloskeletal adalah keluhan pada bagian-bagian otot skeletal yang dirasakan

oleh seseorang mulai dari keluhan yang ringan sampai yang sangat fatal. Apabila

otot menerima beban statis secara berulang dan dalam waktu yang lama, akan

dapat menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligamen, dan tendon.

Keluhan hingga kerusakan inilah yang biasanya diistilahkan dengan keluhan

Page 27: ENDANG BUKHORI-FKIK.pdf

11

musculoskeletal disorders (MSDs) atau cidera pada sistem muskuloskeletal

(Grandjean, 1993; Lemastars, 1996 dalam Tarwaka, et al. 2004).

Secara garis besar keluhan otot dapat dikelompokan menjadi dua (Tarwaka,

et al. 2004) yaitu:

1. Keluhan sementara (reversible), yaitu keluhan otot yang terjadi pada saat otot

menerima beban statis, namun demikian keluhan tersebut akan segera hilang

apabila pembebanan dihentikan, dan

2. Keluhan menetap (persistent), yaitu keluhan otot yang bersifat menetap,

walaupun pembebanan kerja telah dihentikan, namun rasa sakit pada otot

masih terus berlanjut.

2. Tahapan Musculoskeletal Disorders (MSDs)

Gejala yang menunjukkan tingkat keparahan MSDs (Oborne,1995) dapat

dilihat dari tingkatan sebagai berikut:

1. Tahap pertama

Timbulnya rasa nyeri dan kelelahan saat bekerja tetapi setelah beristirahat

akan pulih kembali dan tidak mengganggu kapasitas kerja.

2. Tahap kedua

Rasa nyeri tetap ada setelah semalaman dan mengganggu waktu istirahat

3. Tahap ketiga

Rasa nyeri tetap ada walaupun telah istirahat yang cukup, nyeri ketika

melakukan pekerjaan yang berulang, tidur menjadi terganggu, kesulitan

menjalankan pekerjaan yang akhirnya mengakibatkan terjadinya inkapasitas.

Page 28: ENDANG BUKHORI-FKIK.pdf

12

3. Dampak Musculoskeletal Disorders (MSDs)

Suma’mur (1989) menjelaskan, bahwa keluhan-keluhan pada tulang

belakang yang dialami pekerja jika terus dibiarkan berpeluang besar

menyebabkan dislokasi bagian tulang punggung yang menimbulkan rasa sangat

nyeri dan bisa irreversible serta fatal. Rasa sakit yang mengganggu sistem

muskuloskeletal pada saat bekerja dapat menyebabkan pecahnya lempeng dan

bahan atau bagian dalam yang menonjol keluar serta mungkin menekan saraf-

saraf di sekitarnya, hal tersebut yang menyebabkan cidera atau bahkan

menyebabkan kelumpuhan. Rasa nyeri pada tubuh juga secara psikologis dapat

menyebabkan menurunnya tingkat kewaspadaan dan kelelahan akibat

terhambatnya fungsi-fungsi kesadaran otak dan perubahan-perubahan pada

organ-organ di luar kesadaran sehingga berpotensi menimbulkan kecelakaan dan

penyakit akibat kerja

Sedangkan pada aspek ekonomi perusahaan, dampak yang diakibatkan oleh

MSDs yaitu (Pheasant, 1991) :

1. Pada aspek produksi yaitu berkurangnya output, kerusakan material, produk

yang hasil akhirnya menyebabkan tidak terpenuhinya deadline produksi,

pelayanan yang tidak memuaskan, dll.

2. Biaya yang timbul akibat absensi pekerja yang akan menyebabkan penurunan

keuntungan, biaya untuk pelatihan karyawan baru yang menggantikan

karyawan yang sakit, biaya untuk menyewa jasa konsultan atau agensi.

3. Biaya pergantian karyawan (turn over) untuk recruitment dan pelatihan.

4. Biaya lainnya (opportunity cost).

Page 29: ENDANG BUKHORI-FKIK.pdf

13

4. Pencegahan Keluhan Musculosceletal Disorders (MSDs)

Berdasarkan rekomendasi dari Occupational Safety and Health

Administration (OSHA) dalam Tarwaka, et al (2004), tindakan ergonomik untuk

mencegah adanya sumber penyakit adalah melalui dua cara yaitu rekayasa teknik

(desain stasiun dan alat kerja) dan rekayasa manajemen (kriteria dan organisasi

kerja).

1. Rekayasa Teknik

Rekayasa teknik pada umumnya dilakukan melalui pemilihan beberapa

alternatif sebagai berikut:

a. Eliminasi, yaitu dengan menghilangkan sumber bahaya yang ada. Hal ini

jarang dilakukan mengingat kondisi dan tuntutan pekerjaan yang

mengharuskan untuk menggunakan peralatan yang ada.

b. Substitusi, yaitu mengganti alat/bahan lama dengan alat/bahan baru yang

aman, menyempurnakan proses produksi dan menyempurnakan prosedur

penggunaan peralatan.

c. Partisi, yaitu melakukan pemisahan antara sumber bahaya dengan

pekerja.

d. Ventilasi, yaitu menambah ventilasi untuk mengurangi risiko sakit.

2. Rekayasa Manajemen

Rekayasa manajemen dapat dilakukan melalui tindakan berikut:

a. Pendidikan dan pelatihan agar pekerja lebih memahami lingkungan dan

alat kerja sehingga diharapkan dapat melakukan penyesuaian dan inovatif

Page 30: ENDANG BUKHORI-FKIK.pdf

14

dalam melakukan upaya-upaya pencegahan terhadap risiko sakit akibat

kerja.

b. Pengaturah waktu kerja dan istirahat yang seimbang, dalam arti

disesuaikan dengan kondisi lingkungan kerja dan karakteristik pekerjaan,

sehingga dapat mencegah paparan yang berlebihan terhadap sumber

bahaya.

c. Pengawasan yang intensif, agar dapat dilakukan pencegahan secara lebih

dini terhadap kemungkinan terjadinya risiko sakit akibat kerja.

Selain pencegahan-pencegahan di atas, tempat kerja yang ergonomi perlu

juga diperhatikan. Ergonomi adalah ilmu yang penerapannya berusaha untuk

menyerasikan pekerjaan dan lingkungan terhadap orang atau sebaliknya dengan

tujuan tercapainya produktivitas dan efisiensi yang setinggi-tingginya melalui

pemanfaatan faktor manusia seoptimal-optimalnya. Ergonomi yang bersasaran

akhir efisiensi dan keserasian kerja memiliki arti penting bagi tenaga kerja, baik

secara subyek maupun obyek. Sasaran ergonomi adalah seluruh tenaga kerja,

baik pada sektor modern maupun pada sektor tradisional dan informal. Pada

sektor tradisional, pekerjaan pada umumnya dilakukan dengan tangan dan

memakai peralatan serta dalam sikap-sikap badan dan cara-cara kerja yang

secara ergonomis dapat diperbaiki (Suma’mur, 1989).

Page 31: ENDANG BUKHORI-FKIK.pdf

15

B. Faktor Risiko Musculoskeletal Disorders (MSDs)

Secara pasti hubungan sebab dan akibat faktor penyebab timbulnya MSDs

sulit untuk dijelaskan, karena banyak faktor yang mempengaruhinya dan dalam

banyak kesempatan MSDs terjadi akibat dari kombinasi dari berbagai faktor

tersebut. Adapun faktor risiko yang biasanya muncul memberikan kontribusi

terhadap timbulnya MSDs (Kuntodi, 2008) dapat dikategorikan dalam tiga kategori

yaitu faktor pekerjaan, faktor individu dan faktor lingkungan. Faktor pekerjaan

meliputi; postur kerja (postur janggal dan postur statis), penggunaan tenaga,

pergerakan repetitif dan karakteristik objek. Fakor karakteristik individu terdiri dari;

umur, jenis kelamin, kebiasaan merokok, kekuatan fisik dan Indeks Masa Tubuh

(IMT). Sedangkan faktor lingkungan terdiri dari; vibrasi/getaran dan mikroklimat

(Bridger, 1995; Bernard & Cohen et al, 1997; OSHA & Peter Vi, 2000; Kumar

2001).

1. Faktor Pekerjaan

a. Postur Janggal

Postur janggal adalah deviasi dari gerakan tubuh atau anggota gerak

yang dilakukan oleh pekerja saat melakukan aktifitas kerja secara berulang-

ulang dan dalam waktu yang relatif lama. Gerakan postur janggal merupakan

salah satu faktor risiko terjadinya gangguan, penyakit, atau cedera pada

sistem otot rangka. Gangguan, penyakit, atau cidera pada sistem

musculoskeletal hampir tidak pernah terjadi secara langsung, akan tetapi

lebih merupakan suatu akumulasi dari benturan kecil maupun besar secara

Page 32: ENDANG BUKHORI-FKIK.pdf

16

terus-menerus dan dalam jangka waktu yang relatif lama (Cohen, et al,

1997).

Dalam ukuran jarak atau dimensi pada dasarnya setiap orang

memiliki keinginan untuk melakukan kegiatannya dalam postur yang

optimal. Postur tubuh yang tidak stabil (tidak alamiah) menunjukan bukti

yang kuat sebagai faktor yang berkontribusi terhadap MSDs dan

menimbulkan terjadinya gangguan leher, punggung dan bahu (Bernard,

1997).

Sikap kerja tidak alamiah adalah sikap kerja yang menyebabkan

posisi bagian-bagian tubuh bergerak menjauhi posisi alamiah, misalnya

pergerakan tangan terangkat, punggung terlalu membungkuk, kepala

terangkat dsb. Semakin jauh posisi bagian tubuh dari pusat gravitasi tubuh,

maka semakin tinggi pula risiko terjadinya keluhan otot skeletal. Sikap kerja

tidak alamiah ini pada umumnya karena karakteristik tuntutan tugas, alat

kerja dan stasiun kerja tidak sesuai dengan kemampuan dan keterbatasan

pekerja (Grandjen, 1993; Anis & McCnville,1996; Waters & Aderson, 1996;

& Manuaba, 2000 dalam Tarwaka, et al, 2004).

Postur janggal pada leher (Cohen, et al, 1997):

1) Menunduk ke arah depan sehingga sudut yang di bentuk oleh garis

vertikal dengan sumbu ruas tulang leher > 20o.

2) Tengadah, setiap postur dari leher yang mendongak ke atas atau ekstensi.

Page 33: ENDANG BUKHORI-FKIK.pdf

17

3) Miring, setiap gerakan dari leher yang miring, baik ke kanan maupun ke

kiri, tanpa melihat besarnya sudut yang dibentuk oleh garis vetikal

dengan sumbu dari ruas tulang leher.

4) Rotasi leher, setiap postur leher yang memutar, baik ke kanan dan atau ke

kiri, tanpa melihat berapa derajat besarnya rotasi yang dilakukan.

Postur janggal pada punggung :

1) Membungkuk, postur punggung membungkukkan badan hingga

membentuk sudut 20o terhadap vertikal dan berputar.

2) Rotasi badan, berputar (twisting) adalah adanya rotasi dan torsi pada

tulang punggung (gerakan, postur, posisi badan yang berputar baik ke

arah kanan, kiri) dimana garis vertikal menjadi sumbu tanpa

memperhitungkan berapa derajat besarnya rotasi yang dilakukan.

3) Miring, memiringkan badan (bending) dapat didefinisikan sebagai fleksi

dari tulang punggung, deviasi bidang median badan dari garis vertikal,

tanpa memperhitungkan besarnya sudut yang dibentuk, biasanya dalam

arah ke depan atau ke samping.

Untuk postur janggal pada kaki adalah bertumpu di atas satu kaki atau

tidak seimbang. Sedangkan postur janggal pada bahu :

1) Aduksi adalah posisi bahu menjahui garis tengah atau vertikal tubuh.

2) Abduksi adalah posisi bahu mendekati garis tengah atau vertikal tubuh.

3) Fleksi adalah posisi bahu diangkat menuju kearah vertikal tubuh, depan

dada.

Page 34: ENDANG BUKHORI-FKIK.pdf

18

4) Ekstensi adalah posisi bahu menjauhi arah vertikal tubuh, atau lengan

berada di belakang badan.

Postur janggal pada lengan:

1) Fleksi adalah posisi lengan bawah diangkat menuju kearah vertikal tubuh,

depan dada. Fleksi penuh pada siku terkuat pada sudut 90o.

2) Ekstensi adalah posisi lengan bawah menjauhi arah vertikal tubuh, atau

lengan berada dibelakang badan. Ekstensi penuh pada siku adalah

besarnya sudut yang dibentuk oleh sumbu lengan atas dan sumbu lengan

bawah >135o.

Postur janggal pada pergelangan tangan :

1) Deviasi radial adalah postur tangan yang miring ke arah ibu jari.

2) Deviasi ulnar adalah postur tangan yang mering ke arah kelingking.

3) Ekstensi pergelangan tangan adalah posisi tangan yang menekuk ke arah

punggung tangan di ukur dari sudut yang dibentuk oleh lengan bawah dan

sumbu tangan sebesar > 45o.

4) Fleksi pergelangan tangan adalah posisi tangan yang menekuk kearah

telapak, diukur dari sudut yang dibentuk oleh lengan bawah dan sumbu

tangan sebesar >45o.

Perputaran (rotasi) pergelangan tangan yang berisiko adalah

melakukan perputaran keluar (supinasi) daripada perputaran ke dalam

(pronasi).

Page 35: ENDANG BUKHORI-FKIK.pdf

19

b. Postur Statis

Postur statis yaitu pada saat persendian tidak bergerak. Hal tersebut tidak

hanya membatasi pemasukan nutrisi dan oksigen, tetapi juga membatasi

pembuangan metabolisme. Oleh sebab itu, postur statis sangat dianjurkan untuk

dihindari (Nurmianto, 1998)

Postur statis merupakan postur saat kerja fisik dalam posisi yang sama

dimana pergerakan yang terjadi sangat minimal. Kondisi ini memberikan

peningkatan beban pada otot dan tendon yang menyebabkan kelelahan. Aliran darah

yang membawa nutrisi dan oksigen, serta pengangkutan sisa metabolisme pada otot

terhalang. Gerakan yang dipertahankan > 10 detik dinyatakan sebagai postur statis

(Cohen at al, 1997).

Posisi tubuh dapat menyebabkan rasa tidak nyaman dan kelelahan jika

dipertahankan untuk jangka waktu yang lama. Berdiri misalnya, adalah postur tubuh

alami, dan dengan sendirinya tidak menimbulkan bahaya kesehatan tertentu.

Namun, bekerja untuk waktu lama dalam posisi berdiri dapat menyebabkan sakit

kaki, kelelahan otot umum, dan sakit punggung (OSHA, 2002).

c. Penggunaan Tenaga

Pekerjaan membutuhkan penggunaan tenaga untuk menempatkan beban yang

tinggi untuk otot, tendon, ligamen, dan sendi. Pekerjaan yang menggunakan tenaga

besar dapat membebani otot, tendon, ligamen, dan sendi. Peregangan otot yang

berlebihan pada umumnya sering dikeluhkan oleh pekerja dimana aktivitas kerjanya

menuntut pengerahan tenaga yang besar seperti aktivitas mengangkat, mendorong,

menarik, dan menahan beban yang berat. Peregangan otot yang berlebihan ini terjadi

Page 36: ENDANG BUKHORI-FKIK.pdf

20

karena pengerahan tenaga yang diperlukan melampaui kekuatan optimum otot.

Apabila hal serupa sering dilakukan, maka dapat mempertinggi risiko terjadinya

keluhan otot, bahkan dapat menyebabkan cideranya otot skeletal (tarwaka et al,

2004).

Dalam banyak peristiwa, tenaga akan menjadi paling besar jika sebanyak-

banyaknya otot berkontraksi. Sikap tubuh yang bertalian dengan pengerahan tenaga

yang paling besar dengan pengerahan tenaga yang paling besar bagi gerakan-gerakan

tertentu adalah sebagai berikut (Suma’mur, 1989):

1) Rotasi (perputaran) tangan ke arah dalam paling kuat jika dimulai dengan telapak

tangan berada pada keadaan rotasi ke luar secara penuh (supsinasi penuh)

2) Rotasi tangan ke arah luar paling kuat jika dimulai dengan telapak tangan berada

pada keadaan rotasi ke dalam secara penuh (rotasi penuh)

3) Ekstensi siku (perentangan lengan terhadap siku) paling kuat jika dimulai pada

posisi fleksi penuh

4) Fleksi siku (dengan tangan terbuka) terkuat pada sudut 90° (efek pengungkit)

5) Pada pekerjaan mendorong dengan tangan sambil duduk, kekuatan terbesar

didapat pada keadaan siku bersudut 150-160° dan dengan pegangan tangan pada

jarak kira-kira 66 cm dari daratan sandaran pinggang

6) Sambil duduk, kekuatan mendorong lebih besar dari pada menarik, apabila

sandaran pinggang dan injakan kaki disediakan dengan memadai. Kekuatan

menarik terbesar didapat dengan lengan pada keadaan ekstensi dan pegangan

tangan diantara 18-23 cm di atas dataran duduk

Page 37: ENDANG BUKHORI-FKIK.pdf

21

7) Secara ungkitan, tenaga terbesar dalam posisi duduk diperoleh jika pegangan

tangan berada pada ketinggian diantara bahu dan siku, sedangkan pada posisi

berdiri pegangan harus setinggi bahu.

8) Pada posisi berdiri, kekuatan lebih besar pada menarik ke belakang daripada

mendorong ke depan. Gerakan-gerakan ke depan lebih kuat pada kegiatan

mendorong daripada kegiatan menarik.

9) Sambil duduk, kekuatan terhadap pedal terbesar didapat pada fleksi lutut 160°

dan fleksi sendi kaki 120°. Sikap istirahat terbesar diperoleh dengan fleksi lutut

105-135°.

Penggunaan tenaga akan semakin besar, jika gerakan tubuh yang

membutuhkan pengerahan tenaga ditambah dengan berat beban objek yang harus

diangkat. Menurut ILO, beban maksimum yang diperbolehkan untuk diangkat oleh

seseorang adalah 23-25 Kg. Mengangkat beban yang terlalu berat akan

mengakibatkan tekanan diskus pada tulang belakang. Selain itu, berat beban juga

dapat menyebabkan kelelahan karena dipicu peningkatan tekanan pada diskus

intervertebralis (Bridger, 1995).

Risiko yang berkaitan dengan berat beban perlu memperhatikan durasi dan

frekuensi beban yang akan ditangani. Tangan, siku, bahu dan kaki hanya

diperbolehkan mengangkat beban kurang dari 4,5 kg. Sedangkan beban yang dijepit

pada tangan tidak boleh melebihi 0,9 kg dengan durasi tidak lebih dari 10 detik.

Durasi pada kaki tidak boleh dilakukan lebih dari 30% per hari (Humantech, 1995).

Page 38: ENDANG BUKHORI-FKIK.pdf

22

d. Pergerakan repetitif

Pergerakan repetitif pada aktifitas pekerjaan yang sama dapat memperburuk

akibat dari postur kerja janggal dan gangguan tenaga. Tendon dan otot dapat

memperbaiki efek peregangan atau penggunaan tenaga jika waktu yang dibagikan

cukup dalam penggunaannya. Bagaimanapun jika pergerakan meliputi otot yang

sama sering diulang, tanpa istirahat, kelelahan, dan ketegangan, dapat terakumulasi

menghasilkan kerusakan jaringan.

Pekerjaan repetitif dapat menyebabkan nyeri akibat akumulasi sampah

metabolisme dalam otot. Otot akan melemah dan spasme, yang biasanya terjadi pada

tangan/lengan bawah ketika melakukan pekerjaan repetitif. Dengan demikian

pekerjaan yang mengharuskan melakukan kegiatan berulang, gerakan yang kasar dan

kuat termasuk pekerjaan yang berisiko tinggi (Kroemer,1989 dalam Bridger, 1995).

Aktivitas berulang (tarwaka at al, 2004) adalah pekerjaan yang dilakukan

secara terus menerus seperti pekerjaan mencangkul, membelah kayu besar, angkat-

angkut dsb. Keluhan otot terjadi karena otot menerima tekanan akibat beban kerja

secara terus menerus tanpa memperoleh kesempatan untuk relaksasi

Menurut Sue Hignett dan Mc. Atamney (2000) penggunaan otot berisiko

apabila diindikasikan melakukan gerakan statis lebih dari 1 menit atau gerakan yang

dilakukan berulang-ulang sebanyak 4x atau lebih dalam satu menit. Oleh karena itu,

perlu diatur waktu-waktu istirahat khusus agar kemampuan kerja dan kesegaran

jasmani tetap dapat dipertahankan dalam batas-batas toleransi untuk mencegah

terjadinya kelelahan, penurunan kemampuan fisik dan memberi kesempatan tubuh

untuk melakukan pemulihan atau penyegaran (Tarwaka et al, 2004).

Page 39: ENDANG BUKHORI-FKIK.pdf

23

e. Karakteristik Objek

Karakteristik objek yang menjadi faktor risiko cidera otot skeletal antara lain:

1) Besar dan bentuk objek

Ukuran dan bentuk objek ikut mempengaruhi terjadinya gangguan otot

rangka. Ukuran objek harus cukup kecil agar dapat diletakkan sedekat mungkin

dari tubuh. Lebar objek yang besar dapat membebani otot bahu lebih dari 300-

400 mm, pajang lebih dari 350 mm dengan ketinggian lebih dari 450 mm.

Sedangkan bentuk objek yang baik harus memiliki pegangan, tidak ada sudut

tajam dan tidak dingin atau panas saat diangkat. Mengangkat objek tidak boleh

hanya dengan mengandalkan kekuatan jari, karena kemampuan otot jari terbatas

sehingga dapat cidera pada jari (Kumar, 2001).

2) Genggaman tangan

Kegiatan menggenggam dapat dibagi menjadi dua kategori utama (kumar,

2001) yaitu:

a. Power grip : dimana jari dapat menggenggam benda dengan fleksibel dan

mengapit dalam telapak tangan.

b. Pinch grip : dimana objek ditahan dengan ujung ibu jari dan satu atau lebih

jari lain, seperti saat menggunakan ujung jari, mencubit, menggenggam

kunci, pena dan lain-lain.

Page 40: ENDANG BUKHORI-FKIK.pdf

24

2. Faktor Individu

a. Umur

Guo et al, 1995; Chaffin, 1979 menyatakan bahwa pada umumnya keluhan

otot skeletal mulai dirasakan pada usia kerja yaitu 25-65 tahun. Pada umur 35

tahun sebagian besar pekerja mengalami peristiwa pertama dalam sakit

punggung, dan tingkat kelelahan akan terus bertambah sesuai dengan

bertambahnya umur. Hal ini terjadi karena pada umur setengah baya, kekuatan

dan ketahanan otot mulai menurun sehingga risiko terjadinya keluhan otot

meningkat.

Suatu penelitian yang dilakukan oleh betti’e, et al (1989) tentang kekuatan

statik otot pada pria dan wanita dengan usia antara 20 sampai dengan diatas 60

tahun. Penelitian difokuskan untuk otot lengan, punggung dan kaki. Hasil

penelitian menunjukan bahwa kekuatan otot maksimal terjadi pada saat umur

antara 20-29 tahun, selanjutnya terus terjadi penurunan sejalan dengan

bertambahnya umur. Pada saat umur mencapai 60 tahun, rerata kekuatan otot

menurun sampai 20 %. Pada saat kekuatan otot mulai menurun maka risiko

terjadinya otot akan meningkat. Riihimaki, et al (1989) menjelaskan bahwa umur

mempunyai hubungan yang sangat kuat dengan keluhan otot leher dan bahu,

bahkan ada beberapa ahli lainnya menyatakan bahwa umur merupakan penyebab

utama terjadinya keluhan otot (Tarwaka, et al. 2004).

Penelitian yang dilakukan oleh Hendra (2001) pada pekerja panen kelapa

sawit di PT X Sumatra Selatan menunjukan adanya hubungan antara umur

pekerja dengan keluhan MSDs. Demikian halnya penelitian yang dilakukan

Page 41: ENDANG BUKHORI-FKIK.pdf

25

Soleha (2009) pada operator plant PT. X menunjukkan adanya hubungan antara

umur dengan terjadinya keluhan MSDs.

b. Jenis Kelamin

Walaupun masih ada perbedaan pendapat dari beberapa ahli tentang

pengaruh jenis kelamin terhadap risiko keluhan otot skeletal, namun beberapa

hasil penelitian secara signifikan menunjukan bahwa jenis kelamin sangat

mempengaruhi tingkat risiko keluhan otot. Hal ini terjadi karena secara

fisiologis, kemampuan otot wanita memang lebih rendah dari pada pria. Astrand

dan Rodahl (1977) menjelaskan bahwa kekuatan otot wanita hanya sekitar dua

per tiga dari kekuatan otot pria, sehingga daya tahan otot pria pun lebih tinggi

dibandingkan dengan wanita. Hasil penelitian Betti’e, et al (1989) menunjukan

bahwa rerata kekuatan otot wanita kurang lebih hanya 60% dari kekuatan otot

pria, khususnya untuk otot lengan, punggung dan kaki. Hal ini diperkuat oleh

hasil penelitian Chiang et al, (1993), Bernard et al, (1994), Hales et al. (1994)

dan Johanson (1994) yang menyatakan bahwa perbandingan keluhan otot antara

pria dan wanita adalah 1:3. Dari uraian tersebut diatas, maka jenis kelamin perlu

dipertimbangkan dalam mendesain beban tugas (Tarwaka, et al. 2004).

c. Kebiasaan Merokok

Semakin lama dan semakin tinggi frekuensi merokok, semakin tinggi pula

tingkat keluhan yang dirasakan (Tarwaka, et al, 2004). Pengaruh kebiasaan

merokok ini masih diperdebatkan, namun beberapa penelitian menunjukan

bahwa perokok lebih memiliki kemungkinan menderita masalah punggung

daripada bukan perokok. Efeknya adalah hubungan dosis dan lebih kuat dari

Page 42: ENDANG BUKHORI-FKIK.pdf

26

pada yang diharapkan dari efek batuk. Risiko meningkat sekitar 20% untuk

setiap 10 batang rokok perhari (Pheasant, 1991).

Hubungan merokok dengan keluhan MSDs disebabkan karena batuk yang

meningkatkan tekanan pada perut dan menimbulkan ketegangan pada tulang

belakang atau punggung (Deyo and Bass 1989; Frymoyer at al. 1980; Troup at

al. 1987 dalam Bernard, 1997).

Penelitian yang dilakukan Ariani (2009) pada tukang angkut barang di

Stasiun Jatinegara Jakarta dan penelitian yang dilakukan Soleha (2009) pada

operator Cant Plan PT X menunjukkan adanya hubungan antara kebiasaan

merokok dengan keluhan MSDs.

d. Kekuatan Fisik

Kekuatan/kemampuan kerja fisik (Tarwaka, et al, 2004) adalah suatu

kemampuan fungsional seseorang untuk mampu melakukan pekerjaan tertentu

yang memerlukan aktivitas otot pada periode waktu tertentu. Lamanya waktu

aktivitas dapat bervariasi antara beberapa detik (untuk pekerjaan yang

memerlukan kekuatan) sampai beberapa jam (untuk waktu yang memerlukan

ketahanan).

Beberapa hasil penelitian menunjukan adanya hubungan yang signifikan,

namun penelitian lainnya menunjukan bahwa tidak ada hubungan antara

kekuatan fisik denga keluhan otot skeletal. Chaffin and Park (1973) yang

dilaporkan oleh NIOSH menemukan adanya peningkatan keluhan punggung

yang tajam pada pekerja yang melakukan tugas yang menuntut kekuatan

melebihi batas kekuatan otot pekerja. Bagi pekerja yang kekuatan ototnya

Page 43: ENDANG BUKHORI-FKIK.pdf

27

rendah, resiko terjadinya keluhan tiga kali lipat dari yang mempunyai kekuatan

tinggi. Sementara itu Betti’e, et al (1990) menentukan bahwa pekerja yang sudah

mempunyai keluhan pinggang mampu melakukan pekerjaan seperti pekerja

lainnya yang belum memiliki keluhan pinggang.

e. Masa Kerja

Masa kerja adalah panjangnya waktu terhitung mulai pertama kali pekerja

masuk kerja hingga saat penelitian berlangsung. Masa kerja memiliki hubungan

yang kuat dengan keluhan otot dan meningkatkan risiko Musculoskeletal

Disorders (MSDs), terutama untuk pekerjaan yang menggunakan kekuatan kerja

yang tinggi.

Cohen, et al (1997) menjelaskan bahwa masa kerja memiliki hubungan yang

kuat dengan keluhan otot dan meningkatkan risiko MSDs. Penelitian yang

dilakukan oleh Hendra; Rahardjo (2009) Pada 117 Pekerja Panen Kelapa Sawit

di PT “X” Sumatra Selatan menunjukan ada hubungan antara masa kerja (>4

tahun dan <4 tahun) dengan keluhan MSDs (OR: 2,755; CI: 1,184-6,412).

Demikian juga, penelitian yang dilakukan Soleha (2009) pada operator Cant Plan

PT X menunjukkan adanya hubungan antara masa kerja dengan keluhan MSDs.

f. Indeks Masa Tubuh (IMT)

Walaupun pengaruhnya relatif kecil, berat badan dan massa tubuh merupakan

faktor yang dapat menyebabkan terjadinya keluhan otot skeletal. Vessy, et al

(1990) menyatakan bahwa wanita yang gemuk mempunyai resiko 2x lipat

dibandingkan wanita kurus. Hal ini diperkuat oleh Wrner, et al (1994) yang

menyatakan bahwa bagi pasien yang gemuk (obesitas dengan masa tubuh lebih

Page 44: ENDANG BUKHORI-FKIK.pdf

28

dari 29) mempunyai resiko 2,5 lebih tinggi dibandingkan dengan yang kurus

(massa tubuh kurang dari 20) khususnya untuk otot kaki. Temuan lain

menyatakan bahwa pada tubuh yang tinggi umumnya sering menderita

keluhansakit punggung, tetapi tubuh tinggi tidak mempunyai pengaruh terhadap

keluhan pada leher , bahu pergelangan tangan.

Apabila dicermati, keluhan otot sekletal yang terkait dengan ukuran tubuh

lebih disebabkan oleh kondisi keseimbangan struktur rangka di dalam menerima

beban, baik beban berat tubuh maupun beban tambahan lainnya. Sebagai contoh,

tubuh yang tinggi pada umumnya mempunyai bentuk tulang yang langsing

sehingga secara biomekanik rentan terhadap beban tekanan dan rentan terhadap

tekukan, oleh karena itu mempunyai risiko yang lebih tinggi terhadap terjadinya

keluhan otot skeletal (Tarwaka, et al, 2004).

3. Faktor Lingkungan

a. Vibrasi

Vibrasi/getaran dengan frekuensi tinggi akan menyebabkan kontraksi otot

bertambah. Kontraksi statis ini menyebabkan peredaran darah tidak lancar,

penimbunan asam laktat meningkat dan akhirnya timbul rasa nyeri otot

(Suma’mur, 1982). Paparan vibrasi pada seluruh tubuh merupakan faktor risiko

yang dapat berkontribusi untuk menyebabkan cidera, khususnya di tulang

belakang dan leher serta punggung bagian bawah. Paparan jangka panjang akan

menyebabkan MSDs, diketahui gejala yang semakin progresif dimulai mati rasa

Page 45: ENDANG BUKHORI-FKIK.pdf

29

atau perubahan warna pada ujung beberapa jari tangan. Kemudian akan terjadi

penurunan rasa dan ketangkasan tangan (Budiono, 2004)

Paparan dari getaran lokal terjadi ketika bagian tubuh tertentu kontak

dengan objek yang bergetar, seperti kekuatan alat-alat yang menggunakan

tangan. Paparan getaran seluruh tubuh dapat terjadi ketika berdiri atau duduk

dalam lingkungan atau objek yang bergetar, seperti ketika mengoperasikan

kendaraan atau mesin yang besar (Cohen, et al, 1997).

b. Mikroklimat

Mikroklimat dalam lingkungan kerja menjadi sangat penting karena dapat

bertindak sebagai stressor yang menyebabkan strain kepada pekerja apabila tidak

dikendalikan dengan baik. Mikroklimat di tempat kerja terdiri dari unsur suhu

udara, kelembaban, panas radiasi dan kecepatan gerakan udara (Suma’mur, 1948

dan Bernard, 1996 dalam Tarwaka, et al, 2004). Bagi orang Indonesia, suhu yang

dirasa nyaman adalah berada antara 24˚C - 26˚C serta toleransi 2 – 3 ˚C di atas

atau di bawah suhu nyaman. Paparan suhu dingin yang berlebihan dapat

menurunkan kelincahan, kepekaan dan kekuatan pekerja sehingga gerakan

pekerja menjadi lamban, sulit bergerak yang disertai dengan menurunnya

kekuatan otot. Demikian juga dengan paparan udara yang panas. Beda suhu

lingkungan dengan suhu tubuh yang terlampau besar menyebabkan sebagian

energi yang ada dalam tubuh akan termanfaatkan oleh tubuh untuk beradaptasi

dengan lingkungan tersebut. Apabila hal ini tidak diimbangi dengan pasokan

energi yang cukup, maka akan terjadi kekurangan suplai energi ke otot. Sebagai

Page 46: ENDANG BUKHORI-FKIK.pdf

30

akibatnya, peredaran darah kurang lancar, suplai oksigen ke otot menurun.

Proses metabolisme karbohidrat terhambat dan terjadi penimbunan asam laktat

yang dapat menimbulkan rasa nyeri otot.

Dengan demikian jelas bahwa mikroklimat yang tidak dikendalikan dengan

baik akan berpengaruh terhadap tingkat kenyamanan pekerja dan gangguan

kesehatan, sehingga dapat meningkatkan beban kerja, mempercepat munculnya

kelelahan dan keluhan subjektif serta menurunkan produktivitas kerja (Tarwaka,

et al, 2004).

C. Penilaian Tingkat Risiko Ergonomi

Terdapat beberapa metode yang telah diperkenalkan para ahli dalam

mengevalusi ergonomi untuk menilai tingkat risiko MSDs di tempat kerja yaitu

dengan menggunakan metode pengukuran resiko ergonomi (Risk Assesment

Ergonomic). Berikut ini merupakan beberapa jenis dari metode pengukuran

ergonomi (Corlett E.N, 1998):

1. Rapid Uper Limb Assesment (RULA)

RULA adalah suatu cara yang digunakan untuk melihat postur, besarnya

gaya, dan pergerakkan yang menguhubungkan dengan jenis pekerjaan. Seperti

bekerja dengan computer, manufaktur, atau pekerjaan lainya dimana pekerja

bekerja selama posisi duduk atau berdiri tanpa berpindah tempat. RULA

memberikan sebuah kemudahan dalam menghitungkan rating dari beban kerja

otot dalam bekerja dimana orang mempunyai risiko pada bagian leher dan beban

kerja pada anggota tubuh bagian atas.

Page 47: ENDANG BUKHORI-FKIK.pdf

31

Alat ini memasukan skor sebagai gambaran dari sebuah pekerjaan dari

rating postur, besar gaya, dan pergerakkan yang dihasilkan. Risiko adalah hasil

perhitungan suatu nilai/skor 1 (tinggi). Skor tersebut adalah dengan

menggolongkan menjadi 4 level gerakan dengan memberikan sebuah indikasi

kerangka waktu yang layak untuk mengekspektasi pengendalian risiko yang

diajukan.

Terdapat empat pokok utama penerapan RULA yaitu untuk :

a. Mengukur risiko MSDs, biasanya sebagai bagian dari investigasi ergonomi

secara luas.

b. Membandingkan beban otot dari desain saat ini dan modifikasi desain tempat

kerja.

c. Evaluasi hasil seperti produktivitas atau keserasian peralatan.

d. Pendidikan bagi pekerja tentang risiko MSDs yang ditimbulkan oleh

perbedaan postur dalam bekerja.

RULA menilai postur sebuah pekerjaan dan menghubungkan tingkat

risiko dalam kerangka waktu pendek dan tidak membutuhkan peralatan yang

rumit. RULA tidak didesain untuk menyediakan informasi secara detail, seperti

posisi jari yang mungkin relevan untuk melihat semua risiko kepada pekerja.

2. Job Strain Index (JSI)

JSI membagi pekerjaan menjadi tugas-tugas yang diukur atau menilai 6

variabel-variabel berikut yaitu intensitas penggunaan, durasi waktu penggunan per

siklus, jumlah dari kegiatan per menit, postur pergelangan tangan, kecepatan

Page 48: ENDANG BUKHORI-FKIK.pdf

32

pengunaan, dan durasi tugas per hari. JSI digunakan hanya untuk gerakan-gerakan

berulang pada tubuh bagian atas yaitu siku, lengan bawah, tangan, dan pergelangan

tangan.

3. Ergonomic Assesment Survey Metode (EASY)

Adalah suatu cara yang digunakan untuk menilai besarnya tingkat risiko

ergonomi terhadap kegiatan kerja. Metode ini terdiri dari 3 jenis survey yang

masing-masing memiliki skor berbeda. Ketiga skor tersebut yaitu; BRIEF (4 skor),

Employe survei (1 skor) dan Medical survei (2 skor).

Hasil akhir dari EASY Method berupa rating yang diperoleh dari

penjumlahan skor yang didapatkan dari ketiga survey tersebut maksimal (7 skor).

Rating tersebut akan menunjukkan prioritas pengendalian yang perlu dilakukan.

Semakin besar skornya, maka pengendaliannya pun semakin besar.

a. Employee Survey

Bertujuan untuk mengetahui keluhan nyeri pada pekerja yang dialami pada

saat melakukan kegiatan. Dalam survey ini dapat diketahui pada tahapan

kegiatan dimana yang paling berat (berisiko) untuk dikerjakan terkait dengan

keluhan yang selama ini muncul pada pekerja. Survey ini dapat dilakukan

dengan menyebarkan kuesioner atau wawancara dengan pekerja.

Hasil dari Employee Survey dapat memperkuat risiko yang didapat pada

BRIEF survey, namun belum dapat dijadikan justifikasi bahwa proses kerja yang

diamati memang merupakan gejala dapat skor 1 apabila pekerja mempunyai

keluhan dan mendapat skor 0 apabila tidak punya keluhan (Humantech, 1995).

Page 49: ENDANG BUKHORI-FKIK.pdf

33

b. Medical Survey

Medical Survey didapatkan dari hasil Medical Record kartu sakit, dan data

kunjungan pada poliklinik perusahaan atau pelayanan kesehatan (yankes) lain.

Hasil dari Medical Survey berupa data yang berisi hasil foto rontgen, riwayat

kesehatan tenaga kerja, dan hasil medical record tahunan.

Jika hasil survey ini didapat bahwa pekerja telah mengalami gangguan atau

kelainan pada sistem muskulo skeletal akibat pajanan pada pekerjaannya yang

menyebabkan pekerja harus beristirahat maka diberi skor 2. jika terjadi gangguan

kesehatan secara medis namun tidak sampai kehilangan hari kerja, maka

mendapat skor 1, dan jika tidak terjadi gangguan kesehatan secara medis skornya

adalah 0.

4. Baseline Risk Identification of Ergonomi Factor (BRIEF) survey

Adalah suatu alat yang digunakan untuk skrinning awal dengan

menggunakan sistem rating untuk mengidentifikasi bahaya ergonomi yang diterima

oleh pekerja dalam kegiatan sehari-hari. Dalam BRIEF survey terdapat 4 faktor

risiko ergonomi yang perlu diketahui yaitu:

a. Postur; sikap anggota tubuh janggal waktu menjalankan pekerjaan

b. Gaya; beban yang harus ditanggung oleh anggota tubuh saat melakukan postur

janggal dan melampaui batas kemampuan tubuh

c. Lama; lama waktu yang digunakan untuk melakukan gerakan pekerjaan dengan

postur janggal

d. Frekuensi; jumlah postur janggal yang berulang dalam satuan waktu

Page 50: ENDANG BUKHORI-FKIK.pdf

34

Dalam survey ini setiap faktor yang melanggar kriteria standar maka dapat

skor 1 (Humantech, 1995). Semakin banyak skor yang didapat dalam suatu

pekerjaan, maka pekerjaan tersebut semakin berisiko dan memerlukan

penanggulangan segera. Skor maksimal yang bisa didapat dalam survey ini yaitu

sebesar 4 skor.

5. Rapid Entire Body Assesment (REBA)

Hignett and McAtmeney (2000), telah mengembangkan untuk menilai jenis

postur pekerjaan yang tidak bisa diprediksi. Data yang dikumpulkan mengenai

postur tubuh, besarnya gaya yang digunakan, tipe pergerakan atau aksi gerakan

berulang dan rangkaian. Hasil dari skor REBA adalah untuk memperlihatkan sebuah

indikasi dari tingkat risiko dan kondisi penting untuk tindakan yang diambil.

Metode REBA dapat digunakan ketika mengidentifikasi penilaian ergonomi

di tempat kerja yang membutuhkan analisis postural lebih lanjut adalah diwajibkan

untuk:

a. Keseluruhan tubuh pekerja digunakan

b. Postur statis, dinamis, perubahan cepat atau stabil

c. Barang bernyawa atau tidak bernyawa yang sedang ditangani satunya sering

dilakukan atau tidak sering dilakukan

d. Dapat digunakan untuk menilai risiko pada modifikasi tempat kerja, peralatan,

atau risiko perilaku dari pekerjaan.

Penggunaan metode REBA adalah sebagai analisis postur yang cukup sensitif

untuk postur kerja yang sulit diprediksi dalam bidang kesehatan dan industri lainnya.

Page 51: ENDANG BUKHORI-FKIK.pdf

35

REBA melakukan Assesment pergerakan repetitif dan gerakan yang paling sering

dilakukan dari kepala sampai kaki. REBA digunakan untuk menghitung tingkat

risiko yang dapat terjadi sehubungan dengan pekerjaan yang dapat menyebabkan

MSDs, dengan menampilkan serangkaian tabel-tabel untuk melakukan penilaian

berdasarkan postur-postur yang terjadi dari beberapa bagian tubuh dan melihat beban

atau aktifitasnya. Perubahan nilai-nilai disediakan untuk setiap bagian tubuh yang

dimaksudkan untuk memodifikasi nilai dasar jika terjadi perubahan atau

penambahan faktor risiko dari setiap pergerakan yang dilakukan.

Kelebihan dari metode REBA adalah :

a. Merupakan metode yang cepat untuk menganalisa postur tubuh pada suatu

pekerjaan yang dapat menyebabkan risiko ergonomi.

b. Mengidentifikasi faktor-faktor risiko dalam pekerjaan (kombinasi efek dari otot

dan usaha, postur tubuh dalam pekerjaan, genggaman atau grip, peralatan kerja,

pekerjaan statis atau berulang-ulang).

c. Dapat digunakan untuk postur tubuh yang stabil maupun yang tidak stabil.

d. Skor akhir dapat digunakan dalam menyelesaikan masalah, untuk menentukan

prioritas penyelidikan dan perubahan yang perlu dilakukan.

e. Fasilitas kerja dan metode kerja yang lebih baik dapat dilakukan ditinjau dari

analisa yang telah dilakukan.

Sedangkan kelemahan menggunakan REBA adalah (Staton, et al, 2005) :

a. Hanya menilai aspek postur dari pekerja.

b. Tidak mempertimbangkan lingkungan kerja terutama yang berkaitan dengan

vibrasi, temperatur, dan jarak pandang.

Page 52: ENDANG BUKHORI-FKIK.pdf

36

5.1 Prosedur Penilaian REBA

Dalam prosedur penilaian dengan mengunakan metode REBA terdapat 6

tahap, yaitu (Staton, et al, 2005):

a. Mengamati Tugas (observasi pekerjaan)

Mengamati tugas untuk merumuskan sebuah penilaian tempat kerja ergonomi

yang umum, termasuk akibat dari tata letak dan lingkungan pekerjaan,

pengunaan peralatan-peralatan dan perilaku pekerja dengan menghitungkan

risiko. Jika memungkinkan, rekam data mengunakan kamera atau video.

b. Memilih Postur Untuk Penilaian

Menentukan postur mana yang akan digunakan untuk menganalisis

pengamatan pada langkah 1. Kriteria berikut ini dapat digunakan :

1) Postur yang paling sering diulang,

2) Postur yang lama dipertahankan,

3) Postur yang membutuhkan aktivitas otot atau tenaga paling besar,

4) Postur yang menyebabkan ketidaknyamanan,

5) Postur ekstrim, tidak stabil, terutama ketika tenaga dikerahkan,

6) Postur ditingkatkan melalui intervensi, pengukuran kendali atau perubahan

lainnya.

Keputusan dapat didasari pada satu atau lebih dari kriteria diatas. Kriteria untuk

memutuskan postur yang dianalisis harus dilaporkan dengan mencantumkan hasil

atau rekomendasi.

Page 53: ENDANG BUKHORI-FKIK.pdf

37

c. Memberi Nilai Pada Postur

Gunakan lembar penilaian dan nilai bagian tubuh untuk menilai postur. Nilai

awal adalah untuk Kelompok A yaitu punggung, leher, dan kaki. Kelompok B yaitu

lengan atas, lengan bawah, dan pergelangan tangan.

Untuk postur kelompok B dinilai terpisah untuk sisi kiri dan kanan. Catat poin

tambahan yang dapat ditambahkan atau dikurangi, tergantung pada posisi. Sebagai

contoh, dikelompok B lengan atas dapat ditunjang pada posisinya, sehingga nilainya

dikurangi 1 dari nilai lengan atas tersebut.

d. Memproses Nilai

Tabel A digunakan untuk mendapatkan nilai tunggal dari punggung, leher, dan

kaki. Nilai ini dicatat di tabel lembar penilaian dan ditambah dengan nilai beban

untuk mendapatkan nilai A. untuk tabel B merupakan penilaian dari lengan atas,

lengan bawah, dan pergelangan tangan. Bagian-bagian dari tabel B yang diukur yaitu

bagian kanan dan kiri. Nilai kemudian ditambah dengan nilai genggaman tanggan

untuk menghasilkan nilai B. nilai A dan B dimasukkan ke dalam tabel C, kemudian

didapatkan sebuah nilai tunggal, yaitu nilai C. kemudian diperolehlah nilai REBA

sesuai tabel level hasil REBA.

e. Menetapkan nilai REBA

Jenis aktivitas yang dilakukan diwakili oleh nilai aktivitas yang ditambahkan

dengan nilai C untuk memberi nilai REBA (akhir).

Page 54: ENDANG BUKHORI-FKIK.pdf

38

f. Menentukan action level

Nilai level risiko REBA kemudian dibandingkan dengan nilai level perubahan,

yaitu kumpulan nilai yang paling sering berhubungan untuk mengetahui tingkat

pentingnya membuat suatu perubahan.

g. Penilaian Ulang

Jika tugas berubah menjadi pengukuran pengendalian prosesnya dapat diulang.

Nilai REBA yang baru dapat dibandingkan dengan yang sebelumnya untuk

memonitor efektifitas perubahan.

Page 55: ENDANG BUKHORI-FKIK.pdf

48

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

A. Kerangka Konsep

Kerangka konsep ini mengacu kepada kerangka teori, sehingga keluhan

Musculoskeletal Disorders (MSDs) ditetapkan sebagai variabel terkait (dependen),

sedangkan faktor pekerjaan ditetapkan sebagai variabel bebas (independen) dengan

karakteristik individu dan faktor lingkungan sebagai variabel confounding nya.

Faktor pekerjaan yang terdiri dari postur kerja, penggunaan tenaga,

pergerakan repetitif dan karakteristik objek pengukurannya menggunakan metode

REBA (pengukuran risiko ergonomi berdasarkan postur, berat, coupling dan nilai

aktifitas).

Pada karakteristik individu seperti jenis kelamin tidak diukur karena seluruh

pekerja tukang angkut adalah laki-laki. Indeks Masa Tubuh (IMT) dan kekuatan fisik

pengukurannya harus menghitung penggunaan otot serta biomekanika tubuh dan

karena keterbatasan kemampuan yang dimiliki peneliti, kekuatan fisik tidak diambil

dengan alasan dikhawatirkan akan terjadi bias.

Sedangkan faktor lingkungan yang terdiri dari vibrasi/getaran dan

mikroklimat tidak dimasukan ke dalam analisis karena seluruh pekerja bekerja di

ruangan terbuka. Sehingga secara lebih jelas kerangka konsep dengan

mempertimbangkan alasan, kekurangan dan keterbatasan peneliti dapat dilihat

seperti pada bagan berikut:

Page 56: ENDANG BUKHORI-FKIK.pdf

49

Variabel Independen Variabel Dependen

Keluhan MSDs

Karakteristik Individu a. Umur b. Kebiasaan

merokok c. Masa kerja

Risiko Pekerjaan (Metode REBA)

Variabel Confounding

Bagan 3.1

Kerangka Konsep Penelitian

Page 57: ENDANG BUKHORI-FKIK.pdf

0

B. Definisi Operasional

Tabel 3.1

Definisi Operasional

No Variabel Definisi Alat Ukur Cara Ukur Hasil ukur Skala 1 Keluhan

Musculoskeletal Disorders (MSDs)

Rasa nyeri, pegal-pegal dan ketidaknyamanan pada sistem otot dan tulang yang dirasakan oleh pekerja/tukang angkut. (Tarwaka,et al. 2004)

Kuesioner Menyebarkan kuesioner kepada responden

1. Mengeluh, jika ada bagian tubuh yang dikeluhkan ≥ 1

2. Tidak mengeluh, jika tidak ada bagian tubuh yang dikeluhkan

Ordinal

2. Risiko Pekerjaan (REBA)

Skor akhir dari hasil mengidentifikasi pekerjaan dengan menggunakan metode REBA

1. Busur 2. Kamera 3. Stopwatch 4. Timbangan

Observasi, meliputi: 1. Pengambilan gambar

kegiatan pekerja dengan kamera dan menghitung gerakan dengan stopwatch.

2. Menimbang beban objek yang diangkut dengan timbangan

3. Mengidentifikasi postur pekerja dengan menggunakan metode REBA dan mengukur sudut menggunakan busur.

Skor akhir REBA :

1. Sangat tinggi (Skor 11-15) 2. Tinggi (Skor 8-10) 3. Sedang (Skor 4-7) 4. Rendah (Skor 2-3) 5. Sangat Rendah (Skor 1)

Ordinal

Page 58: ENDANG BUKHORI-FKIK.pdf

1

3. Umur Lamanya responden hidup dihitung sejak tahun kelahiran sampai penelitian berlangsung

Kuesioner Menyebarkan kuesioner kepada responden

1. ≥35 tahun 2. < 35 tahun (Tarwaka, et al. 2004)

Ordinal

4. Kebiasaan merokok

Banyaknya jumlah batang rokok yang dikonsumsi responden per hari

Kuesioner Menyebarkan kuesioner kepada responden

1. ≥ 10 batang rokok/hari 2. < 10 batang rokok/hari (Pheasant, 1991)

Ordinal

6 Masa kerja Lama bekerja sebagai pekerja tukang angkut beban (berdasarkan bulan) di tempat penelitian

Kuesioner Menyebarkan kuesioner kepada pekerja

1. Tinggi, jika masa kerjanya ≥ nilai median

2. Rendah, jika masa kerjanya < nilai median

Ordinal

Page 59: ENDANG BUKHORI-FKIK.pdf

C. Hipotesis

1. Ada hubungan antara faktor risiko pekerjaan (berdasarkan metode REBA) dengan

terjadinya keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada tukang angkut beban

penambang emas di Kecamatan Cilograng Kabupaten Lebak tahun 2010.

2. Ada hubungan antara faktor risiko individu (umur, kebiasaan merokok, dan masa

kerja) dengan terjadinya keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada tukang

angkut beban penambang emas di Kecamatan Cilograng Kabupaten Lebak tahun

2010.

Page 60: ENDANG BUKHORI-FKIK.pdf

53

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain studi cross

sectional (potong lintang), karena pada penelitian ini variabel independen dan

dependen akan diamati pada waktu (periode) yang bersamaan.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di lokasi pertambangan emas Desa Cikamunding

Kecamatan Cilograng Kabupaten Lebak Provinsi Benten selama bulan Februari -

April 2010.

C. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh pekerja tukang angkut beban di

lokasi pertambangan Kecamatan Cilograng Kabupaten Lebak tahun 2010 sebanyak

48 orang. Karena jumlah populasi tidak terlalu banyak, maka jumlah sampel diambil

sesuai dengan jumlah populasi atau teknik pengambilan sampel diambil secara

sampel jenuh.

Page 61: ENDANG BUKHORI-FKIK.pdf

54

D. Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Adapun data

yang dikumpulkan berupa karakteristik individu (umur, kebiasaan merokok dan

masa kerja), frekuensi keluhan MSDs, gambaran pekerjaan, postur kerja, beban

objek, coupling dan nilai aktifitas. Karakteristik individu dan frekuensi keluhan

MSDs diperoleh melalui pengisian kuesioner. Sedangkan gambaran pekerjaan,

postur kerja, beban objek, coupling dan nilai aktifitas diperoleh dengan cara

observasi langsung dan wawancara tak terstruktur di tempat penelitian.

E. Instrumen Penelitian

Jenis instrumen penelitian yang digunakan, meliputi:

1. Kuesioner, digunakan untuk memperoleh data karakteristik individu dan

gambaran keluhan MSDs pada responden. Kuesioner yang digunakan yaitu

kuesioner Nordic Body Map (NBM).

2. Kamera, digunakan untuk pengambilan gambar responden yang dibutukan dalam

pengukuran postur kerja.

3. Busur, untuk mengukur sudut postur kerja dalam gambar pada saat melakukan

pekerjaan.

4. Stop watch, untuk menghitung lamanya waktu dalam setiap kegiatan.

5. Timbangan, untuk mengukur berat objek yang diangkut oleh responden.

Page 62: ENDANG BUKHORI-FKIK.pdf

55

F. Pengolahan Data

Setelah kegiatan pengumpulan data, kemudian dilakukan pengolahan data

melalui beberapa tahapan, diantaranya:

1. Editing, yaitu kegiatan untuk memeriksa kelengkapan, kejelasan,

kesinambungan, dan keseragaman data.

2. Coding (memberikan kode data), yaitu merupakan kegiatan mengubah data

berbentuk kalimat menjadi kode angka untuk mempermudah pemasukan dan

pengolahan data.

a. Untuk variabel Keluhan Musculoskeletl Disorders (MSDs) diberi kode 1 jika

responden mengeluh (jumlah skor yang dikeluhkan ≥ 1) dan kode 2 jika

responden tidak mengalami keluhan.

b. Pada variabel risiko pekerjaan, pemberian kode dikategorikan berdasarkan

skor akhir REBA yaitu, skor 11-15 = sangat tinggi (kode 1), skor 8-10 =

tinggi (kode 2), skor 4-7 = sedang (kode 3), skor 2-3 = rendah (kode 4), dan

skor 1 = sangat rendah (kode 5).

c. Variabel umur diberi kode 1 jika umur ≥35 tahun dan kode 2 jika < 35 tahun.

d. Variabel kebiasaan merokok diberi kode 1 jika merokok ≥ 10 batang rokok

per hari dan kode 2 jika < 10 batang rokok per hari.

e. Variabel masa kerja dikategorikan rendah (kode 1), jika masa kerjanya ≥

nilai median dan tinggi (kode 2) jika masa kerjanya < nilai median.

3. Processing, yaitu memproses data dengan cara meng-entry ke dalam komputer.

4. Cleaning, merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang sudah

dimasukkan.

Page 63: ENDANG BUKHORI-FKIK.pdf

56

G. Analisis Data

1. Univariat

Analisis yang dilakukan untuk melihat/menjelaskan karakteristik serta

distribusi frekuensi dan persentase dari setiap variabel yang diteliti.

2. Bivariat

Analisis yang dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel

independen dan dependen dengan melakukan uji Chi Square yang merupakan

analisis hubungan variabel kategorik dengan batas kemaknaan α 0,05 estimasi

Confidential Interval (CI) 95%. Persamaan Chi Square:

(O - E) X2 =

E Keterangan :

X2 = Chi Square

O = Efek yang diamati

E = Efek yang diharapkan

Metode (analisis) ini untuk mendapatkan probabilitas kejadiannya. Jika Pvalue

> 0.05 maka Ho diterima dan Ha ditolak yang berarti tidak ada hubungan antara

kedua variable. Sebaliknya jika Pvalue < 0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima

yang berarti terdapat hubungan antara kedua variable.

Page 64: ENDANG BUKHORI-FKIK.pdf

57

BAB V

HASIL

A. Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan untuk melihat distribusi frekuensi dan persentase

dari setiap variabel yang meliputi gambaran keluhan Musculoskeletal Disorders

(MSDs), gambaran risiko pekerjaan, dan gambaran karakteristik individu (umur,

kebiasaan merokok dan masa kerja).

1. Gambaran Keluhan Musculoskelatal Disorders (MSDs)

Setelah diperoleh data yang dikumpulkan dengan cara pengisian

kuesioner, didapatkan hasil yang menggambarkan tentang distribusi keluhan

MSDs pada tukang angkut sebagai berikut:

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Keluhan MSDs Pada Tukang Angkut Beban

di Kecamatan Cilograng-Banten Tahun 2009

No. Keluhan MSDs Jumlah Persentase 1. Mengeluh 38 79.2% 2. Tidak mengeluh 10 20.8%

Total 48 100 %

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa distribusi keluhan

Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada tukang angkut beban yang mengeluh

sebanyak 38 orang (79.2%), dan tukang angkut yang tidak mengeluh sebanyak 10

orang (20.8%).

Page 65: ENDANG BUKHORI-FKIK.pdf

58

Hasil kuesioner Nordic Body Map (NBM) menunjukan frekuensi keluhan

berdasarkan bagian tubuh serta tingkat keparahan dan tingkat keseringan keluhan

yang dirasakan 38 pekerja seperti pada tabel berikut.

Diagram 5.2 Distribusi Frekuensi Keluhan MSDs Berdasarkan Bagian Anggota Tubuh, Tingkat Keparahan dan Tingkat Keseringan Pada Tukang Angkut Beban di

Kecamatan Cilograng-Banten Tahun 2010

Tingkat Keparahan Tingkat Keseringan No Bagian Tubuh Jumlah

Penderita 1 2 3 4 1 2 3 4 1 Leher 6 6 6 2 Bahu kiri 14 14 9 5 3 Bahu kanan 24 6 18 13 11 4 Lengan atas kiri 3 3 3 5 Punggung 21 9 12 2 2 17 6 Lengan atas kanan 5 5 5 7 Pinggang 20 14 6 20 8 Bokong 1 1 1 9 Lengan bawah knan 2 2 2 10 P. tangan kiri 2 2 2 11 P. tangan kanan 2 2 2 12 Jari tangan kiri 2 2 2 13 Jari tangan kanan 3 3 3 14 Paha kiri 5 5 4 1 15 Paha kanan 3 3 3 16 Lutut kiri 1 1 1 17 Lutut kanan 1 1 1 18 Betis kiri 11 11 8 3 19 Betis kanan 9 9 4 5 20 Jari kaki kiri 3 3 1 2 21 Jari kaki kanan 2 2 1 1

Jumlah 140 - 103 37 - 1 27 17 95 Ket :

Tingkat Keparahan 1. Ringan 2. Sedang 3. Parah 4. Sangat parah

Tingkat Keseringan 1. 1-2 kali/thn 2. 1-2 kali/bulan 3. 1-2 kali/minggu 4. setiap hari

Page 66: ENDANG BUKHORI-FKIK.pdf

59

Dari tabel 5.2 dapat diketahui bagian tubuh yang paling banyak

dikeluhkan oleh pekerja tukang angkut beban yaitu bagian bahu kanan sebanyak

24 orang, kemudian pekerja yang mengeluhkan pada bagian punggung sebanyak

21 orang dan yang mengeluhkan bagian pinggang sebanyak 20 orang, sedangkan

sisanya mengeluhkan pada bagian anggota tubuh lainnya.

Berdasarkan tingkat keparahan keluhan dapat diketahui bahwa sebanyak

103 dari 140 keluhan berada pada tingkat sedang (rasa nyeri akan hilang setelah

dilakukan istirahat), sedangkan sisanya berada pada tingkat yang parah (rasa nyeri

tetap ada meskipun pemebebanan dihentikan namun masih tetap bisa bekerja).

Berdasarkan tingkat keseringan keluhan, mayoritas pekerja mengaku

merasakan keluhan tersebut setiap hari, namun demikian ada juga beberapa

bagian tubuh yang dikeluhkan pekerja 1-2 kali/minggu atau 1-2 kali/bulan,

bahkan ada pekerja yang mengeluhkan bagian tubuhnya dengan tingkat

keseringan 1-2kali/tahun.

Page 67: ENDANG BUKHORI-FKIK.pdf

60

2. Gambaran Risiko Pekerjaan

Tingkat risiko pekerjaan pada kegiatan pengangkutan ditentukan sesuai

dengan hasil risiko terbesar yang diperoleh dari pengukuran berdasarkan metode

REBA. Dimana penilaian risiko tersebut dimulai dengan cara membagi 2 (dua)

kelompok postur anggota tubuh yaitu grup A (terdiri dari leher punggung dan

kaki) dan grup B (bahu, lengan dan pergelangan tangan). Postur grup A yang

dilakukan skoring menggunakan tabel A digabungkan dengan skor berat beban

yang diangkat pekerja, sedangkan postur grup B yang dilakukan skoring

menggunakan tabel B digabungkan dengan skor coupling atau genggaman tangan.

Dari hasil tersebut kemudian dipersilangkan dengan menggunakan skoring pada

tabel C. Selanjutnya skor tabel C digabungkan dengan skor aktivitas untuk

menentukan level risiko dan ini merupakan nilai akhir dari pengukuran risiko

pekerjaan.

Setelah dilakukan penilaian risiko pekerjaan (berdasarkan metode REBA),

dapat diketahui distribusi risiko pekerjaan pada tukang angkut seperti pada tabel

berikut:

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Risiko Pekerjaan (Berdasarkan Metode REBA) Pada Tukang

Angkut Beban Di Kecamatan Cilograng-Banten Tahun 2010

No. Risiko Pekerjaan (REBA)

Jumlah Persentase

1. Risiko sangat tinggi (skor 11-15) 21 43.8 %

2. Risiko tinggi (skor 8-10) 27 56.3 % Total 48 100 %

Page 68: ENDANG BUKHORI-FKIK.pdf

61

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa distribusi risiko pekerjaan pada

tukang angkut beban di Kecamatan Cilograng-Banten dengan tingkat risiko

pekerjaan sangat tinggi sebanyak 21 orang (43.8 %), sedangkan pada tukang

angkut dengan tingkat risiko pekerjaan tinggi sebanyak 27 orang (56.3%).

3. Gambaran Karakteristik Individu

a. Umur

Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Umur Pada Tukang Angkut Beban Penambang Emas

Di kecamatan Cilograng - Banten Tahun 2010

No. Umur Jumlah Persentase 1. ≥35 20 41.7% 2. <35 28 58.3%

Total 48 100 %

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa distribusi tukang angkut yang

berusia lebih atau sama dengan umur 35 tahun sebanyak 20 orang (41.7%) dan

pekerja yang berusia kurang dari 35 tahun sebanyak 28 orang (58.3%).

b. Kebiasaan Merokok

Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Merokok Pada Tukang Angkut Beban Penambang Emas

Di Kecamatan Cilograng-Banten Tahun 2010

No. Jumlah batang rokok/hari

Jumlah Persentase

1. ≥10 15 31.3% 2. <10 33 68.8%

Total 48 100 %

Page 69: ENDANG BUKHORI-FKIK.pdf

62

Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa distribusi tukang angkut yang

memiliki kebiasaan merokok lebih atau sama dengan 10 batang per hari

sebanyak 15 orang (31.3%) dan pekerja yang memiliki kebiasaan merokok

kurang dari 10 batang per hari sebanyak 33 orang (68.8%).

c. Masa Kerja

Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Masa Kerja Pada Tukang Angkut Beban Penambang

Emas Di Kecamatan Cilograng – Banten Tahun 2010

No. Masa Kerja Jumlah Persentase 1. ≥37 bulan 29 60.4% 2. <37 bulan 19 39.6%

Total 58 100 %

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa pekerja tukang angkut dengan

masa kerja tinggi (lebih atau sama dengan 37 bulan) sebanyak 29 orang

dengan persentase 60.4% dan pekerja dengan masa kerja rendah (kurang dari

37 bulan) sebanyak 19 orang dengan persentase 39.6%.

Page 70: ENDANG BUKHORI-FKIK.pdf

63

B. Analisis Bivariat

1. Hubungan Antara Risiko Pekerjaan Dengan Keluhan MSDs

Tabel 5.7 Distribusi Risiko Pekerjaan Dengan Keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs)

Pada Tukang Angkut Beban di Kecamatan Cilograng-Banten Tahun 2010

Keluhan MSDs Total No. Risiko Pekerjaan Mengeluh % Tidak

Mengeluh% N %

OR CI 95 %

P Value

1. Sangat

tinggi (11-15)

20 95.2 1 4.8 21 100

2. Tinggi (skor 8-

10) 18 66.7 9 33.3 27 100

Total 38 79.2 10 20.8 48 100

10.000 (1.151-86.876)

0.029

Hasil analisis hubungan risiko pekerjaan dengan keluhan Musculoskeletal

Disorders (MSDs) diperoleh bahwa ada sebanyak 20 dari 21 pekerja (95.2%) yang

berada pada tingkat risiko pekerjaan sangat tinggi (skor 11-15), termasuk kategori

mengeluh MSDs. Sedangkan pekerja dengan tingkat risiko pekerjaan tinggi (skor 8-

10) dan mengeluh MSDs, ada sebanyak 18 dari 27 pekerja (66.7%). Hasil uji statistik

menunjukan Pvalue 0.029 dengan derajat kemaknaan α 5 %, sehingga Pvalue lebih

kecil dari nilai alpa atau Ho ditolak, artinya ada perbedaan proporsi keluhan MSDs

antara pekerja dengan tingkat risiko pekerjaan sangat tinggi (skor 11-15) dan pekerja

yang bekerja pada tingkat risiko tinggi (skor 8-10) atau dengan kata lain ada

hubungan yang signifikan antara risiko pekerjaan dengan keluhan MSDs pada tukang

angkut beban penambang emas. Analisis keeratan hubungan dua variabel menunjukan

OR : 10.000 (95% CI = 1.151 - 86.876), artinya responden yang bekerja dengan

Page 71: ENDANG BUKHORI-FKIK.pdf

64

kategori risiko pekerjaan sangat tinggi memiliki peluang 10 kali untuk mengalami

keluhan MSDs dibandingkan pada responden dengan kategori risiko pekerjaan tinggi.

2. Hubungan Antara Karakteristik Individu (Umur, Kebiasaan Merokok dan

Masa Kerja) Dengan Keluhan MSDs

a. Umur dengan Keluhan MSDs

Tabel 5.8 Distribusi Umur Dengan Keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) Pada

Tukang Angkut Beban Di Kecamatan Cilograng - Banten Tahun 2010

Keluhan MSDs Total No. Umur Pekerja Mengeluh % Tidak

mengeluh % N %

OR CI 95 %

P Value

1. ≥ 35 tahun 19 95.0 1 5.0 20 100

2. < 35 tahun 19 67.9 9 32.1 28 100

Total 38 79.2 10 20.8 48 100

9.000 (1.036-78.168)

0.031

Hasil analisis hubungan umur dengan keluhan Musculoskeletal Disorders

(MSDs) pada tukang angkut beban diperoleh bahwa sebanyak 19 dari 20 pekerja (95

%) yang berumur di atas atau sama dengan 35 tahun, termasuk kategori mengeluh

MSDs. Sedangkan responden yang berumur kurang dari 35 tahun dan termasuk

kategori mengeluh MSDs, ada sebanyak 19 dari 28 pekerja (67.9%). Hasil uji statistik

menunjukan nilai Pvalue 0.031 dengan demikian Pvalue lebih kecil dari nilai α (5 %)

sehingga Ho ditolak, artinya ada perbedaan proporsi keluhan MSDs yang mengeluh

antara umur ≥35 tahun dengan umur <35 tahun. Dengan kata lain ada hubungan yang

signifikan antara umur pekerja dengan keluhan MSDs pada tukang angkut beban

penambang emas. Hasil analisis keeratan hubungan dua variabel menunjukan bahwa

Page 72: ENDANG BUKHORI-FKIK.pdf

65

OR : 9.000 (95%, CI=1.036-78.168), artinya responden yang berusia lebih atau sama

dengan 35 tahun memiliki peluang 9 (sembilan) kali untuk mengalami keluhan MSDs

dibandingkan pada responden yang berusia kurang dari 35 tahun.

b. Kebiasaan merokok dengan Keluhan MSDs

Tabel 5.9

Distribusi Kebiasaan Merokok Dengan Keluhan Musculoskeletal Disorders

(MSDs) Pada Tukang Angkut Di Kecamatan Cilograng-Banten Tahun 2010

Keluhan MSDs Total No. Kebiasaan merokok/hari Mengeluh % Tidak

mengeluh% N %

OR CI 95 %

P Value

1. ≥ 10 batang 12 80 3 20 15 100 2. < 10 batang 26 78.8 7 21.2 33 100

Total 38 79.2 10 20.8 48 100

1.077 (0.237-4.902)

1.000

Hasil analisis hubungan kebiasaan merokok dengan keluhan Musculoskeletal

Disorders (MSDs) pada tukang angkut beban diperoleh bahwa sebanyak 12 dari 15

pekerja (80%) dengan kebiasaan merokok ≥ 10 batang per hari adalah termasuk

kategori mengeluh MSDs. Sedangkan pekerja dengan kebiasaan merokok < 10 batang

per hari yang mengeluh MSDs sebanyak 26 dari 33 pekerja (78.8%). Hasil uji statistik

menunjukan nilai Pvalue 1.000, dengan demikian nilai Pvalue lebih besar dari nilai α

(0.05) sehingga Ho gagal ditolak, artinya tidak ada perbedaan proporsi keluhan MSDs

antara pekerja dengan kebiasaan merokok ≥10 batang per hari dan pekerja dengan

kebiasaan merokok <10 batang per hari pada tukang angkut beban di tempat

penelitian.

Page 73: ENDANG BUKHORI-FKIK.pdf

66

c. Masa kerja dengan Keluhan MSDs

Tabel 5.10 Distribusi Masa Kerja Dengan Keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) Pada

Tukang Angkut Beban Di Kecamatan Cilograng-Banten Tahun 2010

Keluhan MSDs Total No. Masa Kerja Mengeluh % Tidak

mengeluh% N %

OR CI 95 %

P Value

1. >=37 Bulan 24 82.8 5 17.2 29 100

2. <37 Bulan 14 73.7 5 26.3 19 100 Total 38 79.2 10 20.8 48 100

1.714 (0.421-6.979)

0.487

Hasil analisis hubungan masa kerja dengan keluhan Musculoskeletal

Disorders (MSDs), diperoleh bahwa sebanyak 24 dari 29 pekerja (82.8%) memiliki

masa kerja tinggi (≥ 37 bulan) dan termasuk kategori mengeluh MSDs. Sedangkan

pekerja yang memiliki masa kerja rendah (< 37 bulan) dan termasuk kategori

mengeluh MSDs adalah sebanyak 14 dari 19 pekerja (73.7%). Hasil uji statistik

menunjukan Pvalue 0.487 dengan demikian Pvalue lebih besar dari α (5 %) sehingga

Ho gagal ditolak, artinya tidak ada perbedaan proporsi keluhan MSDs antara pekerja

dengan masa kerja ≥37 bulan dan pekerja dengan masa kerja <37 bulan atau dengan

kata lain tidak ada hubungan yang signifikan antara masa kerja dengan keluhan

MSDs pada tukang angkut beban di tempat penelitian.

Page 74: ENDANG BUKHORI-FKIK.pdf

67

BAB VI

PEMBAHASAN

A. Keterbatasan Penelitian

Data yang diperoleh pada penelitian ini adalah data primer dengan

menggunakan kuesioner dan observasi. Terdapat beberapa keterbatasan dalam

penelitian ini, yaitu :

1. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional, sehingga tidak dapat

menjelaskan hubungan sebab akibat dan hanya menjelaskan hubungan

keterkaitan. Meskipun demikian, desain ini dipilih karena paling sesuai dengan

tujuan penelitian, serta efektif dari segi waktu dan biaya.

2. Pada penelitian ini tidak memasukan variabel lingkungan, karena seluruh

responden bekerja di ruangan terbuka. Namun demikian, pengukuran suhu

lingkungan tetap dilakukan untuk mengetahui tingkat paparan yang ada di lokasi

pengangkutan.

3. Hasil kuesioner sangat dipengaruhi tingkat kejujuran dan tingkat persepsi

keluhan, sehingga gambaran karakteristik individu dan gambaran keluhan MSDs

yang diperoleh tergantung dari tingkat kejujuran dan persepsi keluhan yang

dirasakan responden.

4. Pengambilan gambar untuk mengukur tingkat risiko pekerjaan tidak dari segala

arah dan tidak pada setiap kegiatan, tetapi hanya pada arah dan pada kegiatan

yang diperlukan saja.

Page 75: ENDANG BUKHORI-FKIK.pdf

68

B. Keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs)

Musculoskeletal Disorders(MSDs) adalah kelainan yang disebabkan

penumpukan cidera atau kerusakan-kerusakan kecil pada sistem muskuloskeletal

akibat trauma berulang yang setiap kalinya tidak bisa sembuh secara sempurna,

sehingga membentuk kerusakan cukup besar untuk menimbulkan rasa sakit

(Humantech, 1995). Keluhan muskuloskeletal adalah keluhan pada bagian-bagian

otot skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan yang ringan sampai

yang sangat fatal (Tarwaka et al, 2004).

Hasil penelitian yang dilakukan pada tukang angkut beban penambang emas

di Kecamatan Cilograng Kabupaten Lebak - Banten, diperoleh hasil bahwa terdapat

38 orang (79.2%) dari 48 pekerja yang merasakan keluhan MSDs. Berdasarkan hasil

Nordic Body Map (NBM) diketahui terdapat 5 (lima) bagian tubuh yang paling

banyak dikeluhkan pekerja yaitu bagian bahu, punggung, pinggang, betis dan leher.

Namun demikian berdasarkan tingkat keparahan, seluruh pekerja yang mengalami

keluhan (38 orang) mengaku bahwa keluhan tersebut termasuk ke dalam kategori

sedang dan masih bisa melakukan pekerjaan setelah diberikan waktu istirahat.

Tarwaka, et al (2004) menguraikan bahwa MSDs bukanlah merupakan

diagnosis klinis tapi merupakan label untuk persepsi rasa sakit atau nyeri pada sistem

muskuloskeletal, sehingga keluhan MSDs yang dialami pekerja tukang angkut sangat

bergantung pada persepsi rasa sakit yang dialaminya. Vander Zanden (1988) dalam

Smet (1994) berpendapat bahwa diantara 9 dari 10 orang menganggap dirinya ada

dalam kondisi kesehatan yang baik, akan tetapi pada kenyataannya terdapat 1 dari 4

orang menderita penyakit kronis. Hal ini menimbulkan asumsi penulis, bahwa masih

Page 76: ENDANG BUKHORI-FKIK.pdf

69

ada kemungkinan dari responden lain yang sebenarnya mengalami gangguan tapi

tidak mengaku merasakan adanya keluhan MSDs. Selain itu pada pekerja yang

merasakan keluhan MSDs dimana seluruhnya mengaku berada pada tingkat keluhan

dengan kategori sedang, ada kemungkinan bahwa pada kenyataannya keluhan yang

dirasakan termasuk ke dalam kategori keluhan yang cukup parah (tidak mampu

melakukan pekerjaan). Namun, karena adanya kebutuhan ekonomi yang menuntut

untuk tetap bekerja, pada akhirnya keluhan yang dirasakan dianggap merupakan

keadaan yang biasa. Dengan demikian, keluhan yang dirasakan oleh responden pada

saat dilakukan penelitian sangat bergantung pada tingkat kejujuran dan tingkat

persepsi keluhan yang dirasakannya.

Para ahli berpendapat bahwa MSDs terjadi sebagai akibat dari kombinasi

berbagai faktor yaitu pekerjaan, pekerja dan lingkungan. Namun pada penelitian ini,

faktor lingkungan tidak dimasukan ke dalam analisis karena seluruh pekerja bekerja

di ruangan terbuka. Disamping itu, faktor lingkungan yang terdiri dari vibrasi/getaran

dan mikroiklimat di lokasi pengangkutan diyakini tidak memiliki pengaruh yang kuat

terhadap terjadinya keluhan MSDs. Di lokasi pengangkutan tidak ditemukan getaran

yang berisiko, demikian halnya paparan suhu di lokasi pengangkutan yang berkisar

antara 25,6 ˚C – 27,1 ˚C adalah termasuk suhu normal. Karena menurut Tarwaka, et

al (2004), paparan suhu berlebihanlah (baik dingin maupun panas) yang dapat

menurunkan kelincahan, kekuatan dan kepekaan pekerja sehingga gerakan menjadi

lamban, sulit bergerak yang disertai dengan menurunnya kekuatan otot.

Cohen, et al (1997) mengungkapkan bahwa gangguan penyakit atau cidera

pada sistem MSDs hampir tidak pernah terjadi secara langsung akan tetapi lebih

Page 77: ENDANG BUKHORI-FKIK.pdf

70

merupakan suatu akumulasi dari benturan kecil maupun besar secara terus menerus

dan dalam jangka waktu yang relatif lama. Dengan demikian, adanya keluhan yang

dirasakan oleh tukang angkut, tentu bukan hanya disebabkan karena pekerjaan yang

sekarang saja melainkan juga karena pekerjaan sebelumnya yang kegiatannya bersifat

manual yang memiliki peranan penting untuk menimbulkan MSDs.

Manual Handling adalah setiap kegiatan yang membutuhkan penggunaan

tenaga yang dikeluarkan oleh seseorang untuk mengangkat, menurunkan, mendorong,

menarik, membawa, memindahkan, memegang atau menahan benda hidup atau benda

mati (OSHA, 2000). Jika hal tersebut berlangsung tiap hari dan dalam waktu yang

lama, bisa menimbulkan sakit permanen dan kerusakan pada otot, sendi, tendon,

ligamen dan jaringan-jaringan lain (Suma’mur, 1989).

Pada kegiatan pengangkutan beban di lokasi pertambangan, aktifitas kerjanya

bersifat manual handling sehingga setiap tahapan kegiatan sepenuhnya memerlukan

kemampuan fisik pekerja. Bagian-bagian tubuh yang paling banyak dilibatkan dalam

pengangkutan yaitu bahu, leher, lengan, punggung dan kaki dimana bagian-bagian

tubuh tersebut adalah bagian tubuh yang paling banyak dikeluhkan pekerja. Penelitian

yang dilakukan oleh Bernard (1997), aktifitas manual memiliki peranan penting

berkontribusi terhadap MSDs serta menimbulkan gangguan pada leher, punggung dan

bahu.

Adanya responden yang tidak mengalami keluhan MSDs pada saat dilakukan

penelitian karena berdasarkan hasil wawancara, responden mengaku sudah bisa

beradaptasi dengan pekerjaan dan lingkungannya. Namun demikian, saran yang bisa

dijadikan pertimbangan untuk meminimalisir terjadinya keluhan MSDs tersebut, bagi

Page 78: ENDANG BUKHORI-FKIK.pdf

71

pengusaha sebaiknya agar secepatnya memberlakukan sistem perorganisasian kerja,

seperti mengatur waktu kerja dan waktu istirahat yang seimbang yang diperlukan

untuk memelihara kesetimbangan energi dan pemulihan kemampuan pekerja,

sehingga dapat mencegah paparan risiko yang berlebihan.

C. Hubungan Faktor Pekerjaan dengan Keluhan MSDs

Faktor risiko pekerjaan pada penelitian ini dihitung berdasarkan analisis yang

dilakukan dengan menggunakan metode REBA (pengukuran risiko ergonomi

berdasarkan postur kerja, beban, coupling, dan aktivitas fisik). Pada kegiatan

pengangkutan beban di lokasi pertambangan, tidak ada aturan khusus yang

diberlakukan terkait prosedur pengangkutan beban, sehingga postur yang terbentuk

pada saat melakukan pengangkutan berbeda-beda sesuai dengan selera masing-

masing.

Hasil observasi dan hasil perhitungan akhir dari penilaian dengan

menggunakan metode REBA, diperoleh hasil bahwa responden dengan risiko

pekerjaan sangat tinggi (skor 11-15) sebanyak 21 orang, sedangkan responden yang

bekerja dengan risiko pekerjaan tinggi (skor 7-10) sebanyak 27 orang, sehingga level

aksi yang dianjurkan dari risiko pekerjaan berdasarkan metode REBA pada

kegiatan/pekerjaan yang termasuk kategori risiko tinggi dan sangat tinggi adalah

harus dirubah secepatnya atau bahkan perlu dirubah sekarang juga.

Hasil uji statistik antara risiko pekerjaan dengan keluhan MSDs pada tukang

angkut beban menunjukan Pvalue 0.029 (derajat kemaknaan α 5 %), artinya ada

hubungan antara tingkat risiko pekerjaan dengan keluhan MSDs, dimana pada

Page 79: ENDANG BUKHORI-FKIK.pdf

72

responden dengan kategori pekerjaan sangat tinggi memiliki risiko 10 kali untuk

mengalami keluhan MSDs dari pada responden dengan kategori pekerjaan tinggi.

Kegiatan pengangkutan (aktifitas fisik) berhubungan dengan postur kerja,

gerakan repetitif, beban objek serta nilai aktivitas yang semuanya berpotensi

menimbulkan gangguan. Terlebih pada kegiatan pengangkutan beban di lokasi

pertambangan tidak ada aturan khusus yang diberlakukan terkait prosedur

pengangkutan beban, sehingga postur yang terbentuk pada saat melakukan

pengangkutan berbeda-beda sesuai dengan selera masing-masing pekerja dan

umumnya cenderung melakukan postur kerja yang menjauhi sikap alamiah tubuh

disertai dengan terjadinya postur statis otot yang cukup lama yang dampaknya tidak

hanya membatasi pemasukan nutrisi dan oksigen saja, tetapi juga membatasi

pembuangan metabolisme (Nurmianto, 1998).

Sikap kerja tidak alamiah adalah sikap kerja yang menyebabkan posisi bagian-

bagian tubuh bergerak menjauhi posisi alamiah, misalnya pergerakan tangan

terangkat, punggung terlalu membungkuk, kepala terangkat dan sebagainya. Dimana

postur tubuh yang tidak stabil (tidak alamiah) tersebut menunjukan bukti yang kuat

sebagai faktor yang berkontribusi terhadap MSDs dan menimbulkan terjadinya

gangguan leher, punggung dan bahu (Bernard, 1997). Cohen, at al (1997)

menjelaskan bahwa postur statis dapat memberikan penempatan beban pada otot dan

tendon yang menyebabkan kelelahan lebih cepat dan berpotensi menyebabkan

gangguan pada otot dan tulang.

Bagi pekerja, adanya aktivitas pengangkutan beban merupakan suatu kegiatan

yang sangat berarti karena dapat dijadikan sebagai sumber mata pencaharian yang

Page 80: ENDANG BUKHORI-FKIK.pdf

73

dapat meningkatkan penghasilan ekonomi. Padahal, perlu disadari bahwa setiap

pekerjaan memiliki tingkat risiko yang berbeda-beda. Demikian halnya pada kegiatan

manual seperti pangangkutan beban memiliki kecenderungan risiko untuk mengalami

gangguan pada otot dan tulang, dan jika risiko tersebut tidak diimbangi dengan

teknik-teknik pencegahan yang sesuai, akan memberikan dampak yang jika terus

dibiarkan akan menjadi bahaya yang lebih besar lagi seperti terjadinya penumpukan

cidera dan kerusakan pada sistem muskulo skeletal.

Dengan demikian, agar risiko pekerjaan yang dihadapi tidak menjadi semakin

besar, sebaiknya pihak pengusaha memberikan pelatihan khusus terkait prosedur

pengangkutan beban yang baik dan benar kepada pekerja baru atau pekerja lama,

serta melakukan pengawasan rutin guna memantau program yang dicanangkan

sehingga pekerja tidak lagi melakukan kegiatan pengangkutan dengan membentuk

postur yang cenderung seenaknya. Suma’mur (1989) menguraikan bahwa cara

mengangkut dan mengangkat yang baik harus memenuhi dua prinsip berikut:

1. Beban diusahakan menekan pada otot tungkai yang kuat dan sebanyak mungkin

otot tulang belakang yang lebih lemas dibebaskan dari pembebanan.

2. Momentum gerak badan dimanfatkan untuk mengaali gerakan.

Selanjutnya Silalahi (1985), memberikan contoh cara mengangkat beban yang

ergonomis adalah sebagai berikut:

1. Pegangan harus tepat dengan semua jari-jari

2. Punggung harus diluruskan, dan beban harus diambil oleh otot tungkai

keseluruhan

3. Kaki diletakan pada jarak yang enak

Page 81: ENDANG BUKHORI-FKIK.pdf

74

4. Dagu ditarik ke belakang agar punggung bisa tegak lurus

5. Berat badan digunakan untuk mengimbangi berat beban

6. Lengan harus dekan dengan badan dan dalam posisi lurus

7. Beban sedekat mungkin berada pada garis vertikal yang melalui pusat gravitas

tubuh.

Dengan diadakannya pendidikan dan pelatihan khusus yang diberikan kepada

pekerja, selanjutnya pekerja akan lebih memahami lingkungan dan alat kerja dengan

baik sehingga diharapkan dapat melakukan penyesuaian dan inovatif dalam

melakukan upaya-upaya pencegahan ke arah yang lebih baik lagi.

D. Hubungan Karakteristik Individu (Umur, Kebiasaan Merokok dan Masa Kerja)

dengan Keluhan MSDs

1. Umur

Guo et al. 1995; Chaffin, 1979 dalam Tarwaka, et al (2004) menyatakan

bahwa pada umur 35 tahun sebagian pekerja mengalami peristiwa pertama dalam

sakit punggung dan tingkat kelelahan akan semakin bertambah sesuai dengan

bertambahnya umur. Selain itu, pertambahan umur akan disertai dengan

penurunan kapasitas fisik seseorang yang ditandai dengan menurunnya kekuatan

otot. Penelitian yang dilakukan oleh betti’e, et al (1989) tentang kekuatan statik

otot pada pria dan wanita dengan usia antara 20 sampai dengan diatas 60 tahun.

Hasil penelitian menunjukan bahwa kekuatan otot maksimal terjadi pada saat

umur antara 20-29 tahun, selanjutnya terus terjadi penurunan sejalan dengan

bertambahnya umur.

Page 82: ENDANG BUKHORI-FKIK.pdf

75

Hasil uji statistik pada tukang angkut diperoleh nilai Pvalue 0.031 (α 5%)

artinya ada hubungan antara umur dengan keluhan MSDs, dimana responden yang

berumur lebih atau sama dengan 35 tahun memiliki risiko 9 (sembilan) kali untuk

mengalami keluhan MSDs dibanding responden dengan umur kurang dari 35

tahun. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Riihimaki, et al

(1989) bahwa umur mempunyai hubungan yang sangat kuat dengan keluhan otot

leher dan bahu, bahkan ada beberapa ahli lainnya menyatakan bahwa umur

merupakan penyebab utama terjadinya keluhan otot (Tarwaka, et al, 2004).

Penelitian yang sama dilakukan oleh Hendra (2001) pada Pekerja Panen

Kelapa sawit di PT ”X” Sumatra Selatan yang menunjukan adanya hubungan

antara umur pekerja dengan keluhan MSDs. Demikian juga, penelitian yang

dilakukan Soleha (2009) pada Operator Plant PT. ”X” menunjukkan adanya

hubungan antara umur dengan terjadinya keluhan MSDs.

Dengan demikian, untuk mengurangi risiko terjadinya MSDs yang

ditimbulkan akibat dari karakteristik umur, sebaiknya pihak pengusaha agar lebih

memperhatikan karakteristik atau kondisi fisik pekerja, salah satunya dengan cara

mengurangi berat beban yang harus diangkut khususnya oleh pekerja yang

berumur lebih dari 35 tahun karena semakin bertambahnya umur, kekuatan fisik

pekerja akan berkurang.

Page 83: ENDANG BUKHORI-FKIK.pdf

76

2. Kebiasaan Merokok

Beberapa penelitian menunjukan bahwa perokok lebih memiliki

kemungkinan menderita masalah punggung daripada bukan perokok. Hubungan

merokok dengan keluhan MSDs disebabkan karena batuk yang meningkatkan

tekanan pada perut dan menimbulkan ketegangan pada tulang belakang atau

punggung (Deyo and Bass 1989; Frymoyer at al. 1980; Troup at al. 1987 dalam

Bernard, 1997). Pendapat lain tentang mekanisme merokok dengan kejadian

MSDs adalah nikotin yang masuk bisa mempengaruhi berkurangnya aliran darah

ke jaringan. Selain itu merokok dapat pula menyebabkan kekurangan kandungan

mineral pada tulang sehingga menyebabkan nyeri akibat keretakan/ kerusakan

pada tulang (Bernard et al, 1997).

Hasil uji statistik pada tukang angkut beban menunjukan tidak ada

perbedaan proporsi antara responden dengan kebiasaan merokok lebih atau sama

dengan 10 batang per hari dan responden dengan kebiasaan merokok kurang dari

10 batang per hari atau dengan kata lain tidak ada hubungan yang signifikan

antara kebiasaan merokok dengan keluhan MSDs. Hal ini berbeda dengan

penelitian yang dilakukan Soleha (2009) pada Operator Cant Plan PT “X” yang

menerangkan bahwa penelitian tersebut menunjukkan adanya hubungan antara

kebiasaan merokok dengan keluhan MSDs.

Hasil observasi yang dilakukan penulis dapat digambarkan bahwa

responden biasanya melakukan kegiatan secara bersama-sama. Demikian pula

pada saat santai/waktu istirahat memiliki kecenderungan yang sama untuk

merokok. Namun demikian, jumlah konsumsi rokok berbeda-beda pada setiap

Page 84: ENDANG BUKHORI-FKIK.pdf

77

responden sehingga jika dilihat dari jumlah konsumsi masing-masing seharusnya

tiap individu memiliki efek/bahaya yang berbeda-beda dari bahaya merokok,

karena semakin banyak mengkonsumsi rokok untuk setiap harinya (>10 batang)

semakin tinggi pula risiko yang akan diterimanya (Pheasant, 1991). Akan tetapi,

peningkatan risiko yang diterima perokok pada pekerja tukang angkut tidak hanya

terjadi pada responden dengan kebiasaan merokok > 10 batang/hari saja,

melainkan responden yang merokok kurang dari 10 batang/hari pun memiliki

risiko yang sama karena semua responden hidup dalam lingkungan yang sama dan

memiliki kecenderungan untuk menghisap asap rokok dari responden lainnya

(sebagai perokok pasif).

Asap rokok yang dihisap baik sebagai perokok aktif maupun perokok pasif

dapat menurunkan kapasitas paru-paru sehingga kemampuan untuk

mengkonsumsi oksigen menurun, dan apabila yang bersangkutan harus

melakukan tugas yang menuntut pengerahan tenaga, akan mudah lelah karena

kandungan oksigen dalam darah rendah, pembakaran karbohidrat terhambat,

terjadi tumpukan asam laktat dan akhirnya timbul rasa nyeri otot (Tarwaka, et al,

2004). Namun demikian, efek yang ditimbulkan dari bahaya rokok bersifat

kronik, sehingga ada kecurigaan penulis bahwa pada saat dilakukan penelitian,

bahaya rokok belum mampu menimbulkan efek yang berarti bagi kualitas fisik

pekerja.

Saran yang bisa diberikan, sebaiknya pekerja agar bisa mengurangi jumlah

konsumsi rokok per hari nya dan atau menghindari asap rokok yang ditimbulkan

dari lingkungannya.

Page 85: ENDANG BUKHORI-FKIK.pdf

78

3. Masa Kerja

Masa kerja adalah panjangnya waktu terhitung mulai pertama kali pekerja

masuk kerja hingga saat penelitian berlangsung (Ariani, 2008). Cohen, et al

(1997) menjelaskan bahwa masa kerja memiliki hubungan yang kuat dengan

keluhan otot dan meningkatkan risiko MSDs. Penelitian yang dilakukan oleh

Hendra; Rahardjo (2009) Pada 117 Pekerja Panen Kelapa Sawit di PT “X”

Sumatra Selatan menunjukan ada hubungan antara masa kerja (>4 tahun dan <4

tahun) dengan keluhan MSDs.

Pada penelitian ini masa kerja dikategorikan berdasarkan nilai median

karena pendistribusian masa kerja merupakan distribusi tidak normal (menceng

kiri) dan dikategorikan menjadi masa kerja tinggi (bekerja ≥ 37 bulan) serta masa

kerja rendah (bekerja < 37 bulan).

Masa kerja yang dihitung dan masuk ke dalam analisis, hanya berdasarkan

lamanya responden bekerja di tempat penelitian saja, sedangkan kegiatan dengan

risiko sama yang dijalani responden sebelum bekerja di tempat penelitian tidak

dimasukan ke dalam perhitungan analisis karena seluruh pekerja memiliki

pengalaman yang sama yaitu sudah terbiasa melakukan kegiatan pengangkutan

sebelum bekerja menjadi tukang angkut di tempat penelitian.

Hasil uji statistik menunjukan tidak ada perbedaan proporsi keluhan MSDs

antara masa kerja tinggi dengan masa kerja rendah atau dengan kata lain tidak ada

hubungan yang signifikan antara masa kerja dengan keluhan MSDs. Hal ini

terjadi karena pada responden dengan masa kerja rendah juga ada yang

mengalami keluhan MSDs.

Page 86: ENDANG BUKHORI-FKIK.pdf

79

Hasil observasi menunjukkan bahwa kegiatan pengangkutan yang

dilakukan responden selain di tempat penelitian, responden juga melakukan

kegiatan pengangkutan di tempat lain seperti mengangkut kayu bakar, bertani dan

pekerjaan lain yang termasuk ke dalam pekerjaan dengan tingkat risiko berat.

Seperti yang dijelaskan Suma’mur (1997) bahwa pekerjaan kehutanan dan

perkayuan termasuk menebang, memotong kayu dan mengapak adalah

menyangkut kerja fisik dan termasuk tingkat risiko sangat berat, sehingga waktu

istirahat sangat diperlukan untuk pemulihan.

Sama halnya dengan risiko pengangkutan beban yang dilakukan di lokasi

pertambangan, pada kegiatan pengangkutan kayu bakar yang dilakukan responden

juga memiliki potensi untuk menimbulkan gangguan, karena menurut Suma’mur

(1989) biasanya permulaan keluhan dari penderita kelainan lempeng antarrus

tulang belakang adalah pada saat melakukan pekerjaan mengangkut. Selain itu

menurut Silalahi (1985), jika tubuh manusia mengangkat dan membawa suatu

beban, seluruh tubuh mengalami ketegangan, sehingga pembuluh darah mengecil.

Keadaan ini mengurangi aliran darah yang membawa oksigen dan gula ke seluruh

tubuh, akibatnya akan merasa letih sehingga tulang belakang dan otot akan

merasa saikt, dan bagian tubuh yang paling berpengaruh dan dapat cidera pada

saat mengangkat dan membawa adalah tulang punggung.

Dengan demikian, baik responden dengan masa kerja yang tinggi maupun

responden dengan masa kerja rendah di tempat penelitian (lokasi pertambangan)

memiliki risiko yang sama untuk menimbulkan MSDs yang mungkin timbul baik

dari pengangkutan beban yang dilakukan di lokasi pertambangan maupun keluhan

Page 87: ENDANG BUKHORI-FKIK.pdf

80

MSDs yang mungkin juga timbul dari pengangkutan kayu bakar yang dilakukan

responden di luar lokasi pertambangan, karena terlalu banyak/sering mengangkat

dapat menyebabkan gangguan otot dan pungung (Silalahi, 1985).

Saran yang dapat dipertimbangkan untuk meminimalisir risiko terjadinya

keluhan MSDs akibat masa kerja pada tukang angkut beban yaitu, sebaiknya agar

pekerja tidak memaksakan diri untuk melakukan pengangkutan jika kekuatan

yang dimiliki sudah tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan otot yang diperlukan,

selain itu agar pekerja lebih memperhatikan waktu istirahat atau perlu mengatur

waktu-waktu istirahat khusus agar kemampuan kerja dan kesegaran jasmani tetap

dapat dipertahankan dalam batas-batas toleransi yang dimaksudkan untuk

mencegah terjadinya kelelahan, penurunan kemampuan fisik dan memberi

kesempatan tubuh untuk melakukan pemulihan atau penyegaran (Tarwaka et al,

2004).

Page 88: ENDANG BUKHORI-FKIK.pdf

81

BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

1. Terdapat sebanyak 38 pekerja (79.2%) tukang angkut beban penambang emas di

Kecamatan Cilograng Kabupaten Lebak yang mengalami keluhan

Musculoskeletal Disorders (MSDs).

2. Berdasarkan perhitungan metode REBA, sebanyak 21 pekerja (43.8%) yang

bekerja pada tingkat risiko pekerjaan sangat tinggi.

3. Berdasarkan karakteristik individu (umur, kebiasaan merokok dan masa kerja),

ada sebanyak 20 pekerja (41.7%) yang berusia ≥35 tahun, 15 pekerja (31.3%)

yang memiliki kebiasaan merokok ≥10 batang per hari dan ada sebanyak 29

pekerja (60.4%) yang bekerja lebih atau sama dengan 37 bulan.

4. Ada hubungan antara faktor risiko pekerjaan dan karakteristik umur pekerja

dengan terjadinya keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs).

5. Tidak ada hubungan antara karakteristik individu (kebiasaan merokok dan masa

kerja) dengan terjadinya keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs).

Page 89: ENDANG BUKHORI-FKIK.pdf

82

B. Saran

1. Bagi Pengusaha

a. Agar secepatnya memberlakukan sistem pengorganisasian kerja termasuk

diantaranya mengatur waktu kerja dan waktu istirahat yang seimbang. Hal ini

diperlukan sebagai upaya pencegahan paparan yang berlebihan dari risiko

kegiatan pengangkutan

b. Sebaiknya berat beban yang harus diangkat agar diperkecil. Hal ini diperlukan

sebagai upaya meminimalisir risiko yang harus dihadapi pekerja khususnya

yang berumur lebih dari 35 tahun, dimana kekuatan ototnya akan terus

mengalami penurunan.

c. Memberikan pelatihan khusus berkaitan dengan prosedur pengangkutan yang

baik dan benar kepada seluruh pekerja

2. Bagi Penelitian selanjutnya

Diharapkan pada variabel yang berhubungan yang meliputi variabel pekerjaan

dan variabel umur agar dapat dilakukan penelitian lebih lanjut yang bisa

menjelaskan hubungan kausal (sebab-akibat). Selain itu, diharapkan untuk

mengikutsertakan variabel lain yang diduga berhubungan dengan keluhan MSDs

tapi tidak diteliti penulis pada penelitian ini.

Page 90: ENDANG BUKHORI-FKIK.pdf

DAFTAR PUSTAKA

Ariani (2008). Gambaran Risiko Msuculoskeletal Disorders (MSDs) Pada Tukang Angkut barang (porter) di Stasiun Jatinegara jakarta Tahun 2008. Skripsi. Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.

Bernard, BP. (ed), et al. (1997). Musculoskeletal Disorders And Workplace Factors : A

Chemichal Review of Epidemiologic Evidence For Work-Related MSDs of Neck, Upper Extremity And Low Back. U.S Departement of Health and Human Services, PH Service for Disease Control and Prevention, National Institute For Occupational Safety And Health.

Bridger, R.S. (1995). Introduction to Ergonomics. Singapore: mcGraww Hill, Inc. Budiono, Sugeng et al. (2003). Bunga Rampai Hiperkes dan kecelakaan Kerja”.

Semarang: Badan Penerbit Universitas Dipenogoro. Chenoweth. D.H (1998), Worksite Health Promotion. Human Kinetics; USA Cohen, Alexander L. et al. (1997). Elements of Ergonomics Programs. A Primer Based

on Workplace Evaluations of Musculoskeletal Disorders. Amerika: U.S Departement of Health and Human Services. NIOSH

Corlett, E.N. (1998). The Occupational Ergonomics Handbook. London:CRC Press. DiNardi, Salvatore R. (1997). The Occupational Environment-its Evaluation and Control.

Virginia: American Industrial Hygiene Assosiation. Hastono PH. (2001) Modul Analisis Data. Depok; UI Hendra; Rahardjo (2009). Risiko Ergonomi dan Keluhan Musculoskeletal Disorders

(MSDs) pada Pekerja Panen Kelapa Sawit Tahun 2009. Prosiding Seminar Nasional Ergonomi IX c TI-UNDIP. Available: http://staff.ui.ac.id/internal/13225581/publikasi/D11.Pdf kamis, 31 Desember 2009 pukul 11:13 WIB

Hignett, S and McAtamney (2001) Rapid Entire Body Assessment (REBA), Applied

Ergonomics. D. L. Kimbler: Clemson University. Available http://www.clemson.edu/ces/departments/ie/documents/kimbler/cureba.pdf Kamis, 31 Desember 2009 pukul 10:24 WIB

Humantech Inc. (1995). Applied Ergonomic Training Manual. Berkeley Vale Australia :

Protector and Gamble Inc.

Page 91: ENDANG BUKHORI-FKIK.pdf

Jannah, Nur (2008). Analisis Risiko Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada Pekerja Divisi kasir, Groceri, dan Receiving Giant Hypermarket Cimanggis tahun 2008. Skripsi. Jakarta: Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah

Kuntodi (2008), Cumulative Trauma Disorders (CTDs). Available

http://konsulhiperkes.wordpress.com/2008/12/31/cumulative-trauma-disorers-ctds/ Kamis, 31 Desember 2009 pkl 10:48

Kumar, Shrawan. (2001). Biomechanics in Ergonomics. Taylor&Francis, London. LaDao, Josep (1994). Occupational Helath and Safety. Illionis. National Safety Council. Levy, Barry et al (1983). Occupational Health Recognizing and Preventing Work Related

Disease. USA: Doubleday and Company Inc Nur (2009), Rapid Entire Body Assessment. Available http://nur-

www.blogspot.com/2009/05/rapid-entire-body-assessment-reba.html Nurmianto, Eko. (2004). Ergonomi Konsep Dasar dan Aplikasinya. Edisi ke 2. Surabaya:

Guna Widya. Oborne, David (1995). Ergonomic at Work. Chicester, UK. Jhon willey & Sons, Ltd OSHA. (2002). Ergonomic: The Study of work. US Departement of Labor Occupational

Safety and Health Administration. OSHA 3125. Pheasant, Stephen. (1991). Ergonomics, Work, and Health. Aspen Publiser Inc, USA. Sahab, Syukri (1997). Teknik Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Jakarta: PT

Bina Sumber Daya Manusia. Silalahi, dkk (1985). Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: PT.

Pustaka Binaman Pressindo. Smet, Bart (1994). Psikologi Kesehatan. Jakarta: PT. Gramedia Widiasaran Indonesia Soleha, Siti (2009). Hubungan Faktor Risiko Ergonomi dengan Keluhan Musculoskeletal

(MSDs) pada Operator Cant Plant PT. X Plant Ciracas Jakarta TimurTahun 2009. Skripsi. Jakarta: Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah

Suma’mur P.K. (1989). Ergonomic Untuk Meningkatkan Produktifitas Kerja. Jakarta:

Prestasi Pustaka.

Page 92: ENDANG BUKHORI-FKIK.pdf

Sumiati. (2007). Analisis Risiko Low Back Pain (LBP) pada Perawat Unit Darurat dan Ruang Operasi di RS. Prikasih Jakarta Selatan. Skripsi; Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia.

Staton et al, (1997). Handbook of Human Factors and Ergonomics Methods. London:

CRC Press. Tarwaka et al (2004), Ergonomi Untuk K3 dan Produktivitas. UNIBA Press; Surakarta.

Page 93: ENDANG BUKHORI-FKIK.pdf

LAMPIRAN - LAMPIRAN