taslimah - fkik.pdf

123
UJI EFIKASI EKSTRAK BIJI SRIKAYA (Annona squamosal. L) SEBAGAI BIOINSEKTISIDA DALAM UPAYA INTEGRATED VECTOR MANAGEMENT TERHADAP Aedes aegypti SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) OLEH: TASLIMAH 109101000038 PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2014 M/1435 H

Upload: lephuc

Post on 12-Jan-2017

270 views

Category:

Documents


13 download

TRANSCRIPT

  • UJI EFIKASI EKSTRAK BIJI SRIKAYA (Annona squamosal. L)

    SEBAGAI BIOINSEKTISIDA DALAM UPAYA INTEGRATED

    VECTOR MANAGEMENT TERHADAP Aedes aegypti

    SKRIPSI

    Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

    Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)

    OLEH:

    TASLIMAH

    109101000038

    PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN

    PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

    FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

    UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

    JAKARTA

    2014 M/1435 H

  • ii

    FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

    PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

    KESEHATAN LINGKUNGAN

    Skripsi, Februari 2014

    Taslimah, NIM : 109101000038

    UJI EFIKASI EKSTRAK BIJI SRIKAYA (Annona squamosa L) SEBAGAI

    BIOINSEKTISIDA DALAM UPAYA INTEGRATED VECTOR

    MANAGEMENT TERHADAP Aedes aegypti

    (xx + 93 halaman + 11 tabel + 6 bagan + 1 grafik + 4 lampiran)

    ABSTRAK

    Aedes aegypti adalah salah satu nyamuk yang berperan sebagai vektor penyakit demam

    berdarah dengue. Salah satu upaya untuk mencegah meluasnya penyakit ini ialah dengan

    pengendalian vektor terpadu (IVM) melalui pemanfaatan bioinsektisida. Srikaya (Annona

    squamosa L) adalah salah satu spesies Annonaceae yang memiliki potensi bioinsektisida

    dengan kandungan kimia yang bersifat racun bagi nyamuk.

    Penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan desain studi post test only control

    group. Sampel penelitian ini ialah 200 ekor Aedes aegypti dewasa berusia 2-5 hari yang

    dibagi menjadi 5 kelompok perlakuan yaitu 0% (kontrol), 10%, 15%, 20%, dan 25% v/v.

    Masing-masing kelompok uji berisi 10 ekor Aedes aegypti dengan 4 kali replikasi. Data

    diperoleh dengan menganalisa waktu jatuh 90 (KT90) dan analisa probit untuk memperoleh

    nilai LC50. Serta analisa regresi dan korelasi antara probit dan LC50.

    Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi 0% (kontrol) tidak berpengaruh terhadap

    mortalitas Aedes aegypti. Nilai LC50 dari ekstrak biji srikaya (Annona squamosa L) yang

    dipaparkan pada Aedes aegypti ialah sebesar 14,710%. Hasil analisis korelasi dan regresi

    LC50 terhadap probit menunjukkan hubungan antara konsentrasi dan probit dengan nilai p =

    0.003 (p

  • iii

    kesehatan terkait penggunaan ekstrak biji srikaya oleh masyarakat sebagai alternatif

    pengganti insektisida sintetis.

    Kata kunci : Aedes aegypti, Annona squamosa, LC50, KT90, integrated vector

    management

    Daftar bacaan : 70 (1977-2013)

  • iv

    FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES

    DEPARTMENT OF PUBLIC HEALTH

    MAJOR OF ENVIRONMENTAL HEALTH

    Undergraduated thesis, Februari 2014

    Taslimah, NIM : 109101000038

    EFFICACY OF Annona squamosa L SEEDS EXTRACT AS

    BIOINSECTICIDE FOR ALTERNATIVE INTEGRATED VECTOR

    MANAGEMENT AGAINST Aedes aegypti

    (xx + 93 pages + 11 tables + 6 charts + 1 graphic + 4 attachments)

    ABSTRACT

    Aedes aegypti is a mosquito that played as a vector of dengue fever. One of the method to

    prevent the spread of dengue fever is by using bioinsecticide as integrated vector

    management (IVM). Custard apple (Annona squamosa L) is one of the species of

    Annonaceae with bioinsecticide potential that have chemical compounds with toxic effect

    against mosquitoes.

    This study was experimental study with post test only control group design. Two hundred

    samples of 2-5 days old adults Aedes aegypti were used in this experiment that be divided

    into 5 groups of experiment, which are 0% (control); 10%, 15% , 20%, and 25% v/v. Each

    group contains 10 Aedes aegypti with four replication. The results of this experiment were

    obtained by analyzing knockdown time 90 (KT90) every ten minutes in one hour and probit

    analysis were used to get LC50 values. Analysis of correlation and regresion were also done in

    order to get the relation between concentration and probit.

    The results showed that there was no mortality of Aedes aegypti in the concentration of 0%

    (control). LC50 values of Annona squamosa L seeds extract that applied to Aedes aegypti was

    14,710 %. The result of correlation and regresion analysis between concentration and probit

    showed the relations between concentration and probit with Pvalue = 0.003 (P

  • v

    spectrum area. Also the support and sosialization are needed from department of health about

    the using of Annona squamosa seeds extract by people as subtitute of sintetic insectiside.

    Keywords : Aedes aegypti, Annona squamosa, LC50, KT90, integrated vector

    management

    Reading List : 70 (1977-2013)

  • UJI EFIKASI EKSTRAK BIJI SRIKAYA (Annona sqaatnosal. L'1

    SEBAGAI BIOINSEKTISIDA DALAM UPAYA INTEGRATED VECTOR

    MANAGEMENT TERHADAP Aedes aegypti

    Skipsi

    Diajukan kepada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

    untuk Memenuhi Persyaratan Mernperoleh Celar

    $arjana Kesehatan Masyarakat

    oleh :

    I'tsl!rqpINIM: 109101000038

    Pembimbing I,

    dr. Y

    PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

    FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

    UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

    1435H12014M

    vi

  • PAIYIHA SIDANG UJIAN STRIPSI

    PROGRAM STI'DI KESEEATAN MASYARAKAT

    r.AKT'LTAS KDDOIffE,RAN DAN ILMU KESEEATAI{

    T'NTVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIT HIDAYATT'LLAH JAI(ARTA

    Jakarta, l3 fbruari 2014

    Penguji tr

    [-I^t'b-+]-t-

    MeilaniAnwar, M.Eoid

    i*{,I

    Penguji III

    vil

  • viii

    RIWAYAT HIDUP

    Nama : Taslimah

    Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 5 Agustus 1990

    Alamat : Jl. Pangeran Antasari Gg. Cempaka I RT 005

    RW 006 No. 4 Cipete Utara, Kebayoran

    Baru, Jakarta Selatan 12150

    Agama : Islam

    No. Telp : 08561826803

    Email : [email protected]

    RIWAYAT PENDIDIKAN

    1996 2002 : SDN 13 Pagi Jakarta

    2002 2005 : SMPN 250 Jakarta

    2005 2008 : SMAN 70 Jakarta

    2009 2014 : S1 Peminatan Kesehatan Lingkungan

    Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas

    Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

    Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

    mailto:[email protected]

  • ix

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur atas kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat serta

    hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam

    kita panjatkan untuk Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari zaman

    kebodohan hingga zaman yang terang benderang.

    Skripsi yang berjudul Uji Efikasi Ekstrak Biji Srikaya (Annona squamosa L)

    Sebagai Bioinsektisida Dalam Upaya Integrated Vector Management Terhadap Aedes

    aegypti ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

    Kesehatan Masyarakat (S.KM). Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi

    ini terdapat banyak kesulitan dan tidak akan terwujud tanpa bantuan, bimbingan serta

    dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis tidak

    lupa menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

    1. Ibu Siti dan (Alm) Mochamad Ali selaku orang tua penulis. Terima kasih atas

    segala kasih sayang dan doa selama ini. You are the best parents ever...

    2. Kakak-kakak penulis (Nurodin, Sopiah, Hasanah, Urpiah, Rodiah, Zahroh,

    dan Rosidi) terima kasih atas doa, dukungan moril dan materil yang diberikan

    kepada penulis.

    3. Bapak Prof. Dr. (hc). dr. M. K. Tadjudin, Sp. And. selaku dekan Fakultas

    Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

    Jakarta

    4. Ibu Ir. Febrianti, M.Si, selaku ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat

    FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

  • x

    5. Bapak Dr. Arif Sumantri, S.KM, M.Kes. selaku ketua Peminatan Kesehatan

    Lingkungan sekaligus sebagai pembimbing skripsi. Terima kasih atas semua

    nasihat, saran, dan motivasinya terhadap penulis.

    6. Bapak dr. Yuli Prapancha Satar, MARS, selaku dosen pembimbing skripsi.

    7. Ibu Catur Rosidati, S.KM, M.Kes, Ibu Dewi Utami Iriani, S.KM, M.Kes,

    Ph.D dan Ibu Meilani Anwar, M.Epid selaku penguji skripsi.

    8. Ibu Fahma selaku kepala Pusat Laboratorium Terpadu dan Ka Pipit selaku

    laboran Laboratorium Pangan.

    9. Bapak Zulkifli Rangkuti selaku dosen peminatan Kesehatan Lingkungan.

    Terima kasih atas semua kesempatan untuk mengenal dunia industri yang

    sebenarnya.

    10. Bapak Supriyanto atas bantuan dan dukungannya dalam menyediakan

    referensi bagi penulis.

    11. Sahabat-sahabat Kesmas 2009 khususnya KL09 (Nita, Ratna, Dilla, Fauziah,

    Ersa, Rudi, Agung, Morrys, Rahmi, Risma, Fauziah, Maya, Cita, Reni, Aan,

    Nisa, Tary, Yudi, dan Udin), Kimia09 serta ENVIHSA UIN Syarif

    Hidayatullah Jakarta

    12. Sahabat sahabatku (Vita, Malika, Desi, Nita, dan Ratna) atas doa, nasihat,

    motivasi dan bantuannya selama ini. I love you all..

    Semoga semua bantuan yang telah kalian berikan mendapat balasan

    yang setimpal dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak

    kekurangan dalam skripsi ini. Segala saran dan kritik yang membangun sangat

    penulis harapkan. Semoga hasil laporan ini dapat bermanfaat baik bagi penulis

    sendiri maupun bagi semua pihak. Terima Kasih...

    Wassalamualaikum....

    Jakarta, Februari 2014

    Taslimah

  • xi

    DAFTAR ISI

    HALAMAN

    LEMBAR PERNYATAAN .................................................................... i

    ABSTRAK................................................................................................ ii

    ABSTRACT.............................................................................................. iv

    LEMBAR PERSETUJUAN.................................................................... vi

    LEMBAR PENGESAHAN..................................................................... vii

    RIWAYAT HIDUP.................................................................................. viii

    KATA PENGANTAR.............................................................................. ix

    DAFTAR ISI............................................................................................. xi

    DAFTAR TABEL..................................................................................... xvi

    DAFTAR BAGAN................................................................................ xvii

    DAFTAR GRAFIK.................................................................................. xviii

    DAFTAR ISTILAH................................................................................. xix

    DAFTAR LAMPIRAN............................................................................ xx

    BAB I PENDAHULUAN......................................................................... 1

    A. Latar Belakang............................................................................... 1

    B. Rumusan Masalah.......................................................................... 7

    C. Batasan Masalah............................................................................. 8

    D. Pertanyaan Peneltian...................................................................... 8

  • xii

    E. Tujuan Penelitian............................................................................ 8

    1. TujuanUmum.......................................................................... 8

    2. Tujuan Khusus......................................................................... 9

    F. Manfaat Penelitian.......................................................................... 9

    BAB II TINJAUAN PUSTAKA.............................................................. 11

    A. Aedes aegypti.................................................................................. 11

    1. Taksonomi............................................................................... 11

    2. Morfologi................................................................................ 12

    3. Siklus Hidup............................................................................ 12

    4. Tempat Berkembang Biak (Breeding Place).......................... 15

    5. Perilaku Mencari Makan .... 15

    B. Bioinsektisida................................................................................. 16

    1. Bioinsektisida Nabati ................... 17

    2. Cara Kerja Bioinsektisida.................................................. 18

    C. Famili Annonaceae ................ 20

    1. Annona squamosa L ........................... 21

    2. Nama Tumbuhan ........ 21

    3. Taksonomi .......... 22

    4. Ciri-ciri Tanaman ................... 23

    5. Daerah Distribusi dan Habitat ............ 24

  • xiii

    6. Kandungan Kimia .......................................... 24

    7. Efektivitas Insektisida............................................................. 27

    D. Uji Toksisitas................................................................................. 29

    1. Lethal Concentration 50 (LC50)............................................... 29

    2. Knockdown Time 90 (KT90)..................................................... 30

    E. Uji Efikasi Insektisida.................................................................... 30

    F. Ekstraksi......................................................................................... 32

    G. Integrated Vector Management...................................................... 33

    H. Pola Air Tanah............................................................................... 34

    I. Kerangka Teori............................................................................... 37

    BAB III. ALUR PENELITIAN, DEFINISI OPERASIONAL, DAN

    HIPOTESIS................................................................................ 38

    A. Alur Penelitian................................................................................ 38

    B. Definisi Operasional....................................................................... 39

    C. Hipotesis......................................................................................... 41

    BAB. IV METODE PENELITIAN........................................................ 42

    A. Desain Penelitian............................................................................ 42

    B. Lokasi dan Waktu Penelitian.......................................................... 42

    C. Populasi dan Sampel...................................................................... 43

    1. Populasi................................................................................... 43

  • xiv

    2. Sampel..................................................................................... 43

    D. Alat dan Bahan............................................................................... 44

    1. Alat.............................. 44

    2. Bahan........... 45

    E. Alur Penelitian........................................ 46

    1. Pemeliharaan Aedes aegypti............................................. 46

    2. Ekstraksi Biji Srikaya.............................................................. 48

    3. Pengujian............................. 46

    a. Pembagian Kelompok....................................................... 51

    b. Uji Pendahuluan.... 52

    c. Uji Efikasi................... 54

    F. Pengumpulan Data..................................... 56

    1. Data Primer............................................................................. 56

    2. Data Sekunder......................................................................... 56

    G. Analisa dan Pengolahan Data.........................................................

    56

    BAB V. HASIL PENELITIAN............................................................... 58

    A. Pengaruh Ekstrak Biji Srikaya (Annona squamosa L) Terhadap

    Angka Kejatuhan dan Mortalitas Aedes aegypti............................ 58

    1. Angka Kejatuhan dan Mortalitas Aedes aegypti pada Konsentrasi 0% (Kontrol)....................................................... 59

    2. Angka Kejatuhan dan Mortalitas Aedes aegypti pada Konsentrasi 10%..................................................................... 60

  • xv

    3. Angka Kejatuhan dan Mortalitas Aedes aegypti pada Konsentrasi 15%..................................................................... 62

    4. Angka Kejatuhan dan Mortalitas Aedes aegypti pada Konsentrasi 20%..................................................................... 64

    5. Angka Kejatuhan dan Mortalitas Aedes aegypti pada Konsentrasi 25%..................................................................... 66

    B. Nilai KT90 dan LC50 Annona squamosa L.....................................

    68

    BAB VI. PEMBAHASAN........................................................................ 70

    A. Keterbatasan Penelitian.................................................................. 70

    B. Pengaruh Ekstrak Biji Srikaya (Annona squamosa L) Terhadap

    Angka Kejatuhan Aedes aegypti.................................................... 70

    C. Pengaruh Ekstrak Biji Srikaya (Annona squamosa L) Terhadap

    Mortalitas Aedes aegypti................................................................ 73

    D. Potensi Ekstrak Biji Srikaya (Annona squamosa L) Sebagai Bioinsektisida dalam Integrated Vector Management...................

    78

    BAB VII. KESIMPULAN DAN SARAN............................................... 82

    A. Kesimpulan.................................................................................... 82

    B. Saran..............................................................................................

    82

    DAFTAR PUSTAKA............................................................................... 84

  • xvi

    DAFTAR TABEL

    Hal

    Tabel 3.1 Definisi Operasional.......................................................................... 39

    Tabel 5.1 Data Angka Kejatuhan Aedes aegypti Setelah Penyemprotan Ekstrak

    Biji Srikaya pada Konsentrasi 0% (Kontrol)........................................... 59

    Tabel 5.2 Data Mortalitas Aedes aegypti Setelah Penyemprotan Ekstrak Biji

    Srikaya pada Konsentrasi 0% (Kontrol).................................................. 60

    Tabel 5.3 Data Angka Kejatuhan Aedes aegypti Setelah Penyemprotan Ekstrak

    Biji Srikaya pada Konsentrasi 10%......................................................... 61

    Tabel 5.4 Data Mortalitas Aedes aegypti Setelah Penyemprotan Ekstrak Biji

    Srikaya pada Konsentrasi 10%................................................................ 62

    Tabel 5.5 Data Angka Kejatuhan Aedes aegypti Setelah Penyemprotan Ekstrak

    Biji Srikaya pada Konsentrasi 15%......................................................... 63

    Tabel 5.6 Data Mortalitas Aedes aegypti Setelah Penyemprotan Ekstrak Biji

    Srikaya pada Konsentrasi 15%................................................................ 64

    Tabel 5.7 Data Angka Kejatuhan Aedes aegypti Setelah Penyemprotan Ekstrak

    Biji Srikaya pada Konsentrasi 20%......................................................... 65

    Tabel 5.8 Data Mortalitas Aedes aegypti Setelah Penyemprotan Ekstrak Biji

    Srikaya pada Konsentrasi 20%................................................................ 66

    Tabel 5.9 Data Angka Kejatuhan Aedes aegypti Setelah Penyemprotan Ekstrak

    Biji Srikaya pada Konsentrasi 25%......................................................... 67

    Tabel 5.10 Data Mortalitas Aedes aegypti Setelah Penyemprotan Ekstrak Biji

    Srikaya pada Konsentrasi 25%................................................................ 68

  • xvii

    DAFTAR BAGAN

    Hal

    Bagan 2.1 Kerangka Teori........ 37

    Bagan 3.1 Kerangka Konsep............ 38

    Bagan 4.1 Alur Pemeliharaan Aedes aegypti........ 47

    Bagan 4.2 Diagram Alir Ekstraksi Biji Srikaya........................ 50

    Bagan 4.3 Diagram Alir Uji Pendahuluan........................ 53

    Bagan 4.4 Diagram Alir Uji Efikasi..................................................... 55

  • xviii

    DAFTAR GRAFIK

    Hal

    Diagram 5.1 Persamaan Garis Rregresi LC50............................... 69

  • xix

    DAFTAR ISTILAH

    DBD DEMAM BERDARAH DENGUE

    IVM INTEGRATED VECTOR MANAGEMENT

    KT90 KNOCKDOWN TIME 90

    LC50 LETHAL CONCENTRATION 50

    WHO WORLD HEALTH ORGANIZATION

  • xx

    DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran 1 Surat Izin Pelaksanaan Penelitian

    Lampiran 2 Surat Keterangan Aedes aegypti

    Lampiran 3 Hasil Analisa Data

    Lampiran 4 Dokumentasi Penelitian

  • BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar belakang

    Nyamuk merupakan serangga yang hidup berdampingan dengan manusia

    tetapi berperan sebagai organisme penggangu maupun vektor penyakit (vector borne

    disease). Salah satu nyamuk yang berperan sebagai vektor penyakit ialah Aedes

    aegypti. Nyamuk ini merupakan vektor demam berdarah atau pembawa virus dengue

    yang menyebabkan penyakit DHF (Dengue Haemorragic Fever) (Sudrajat et.al,

    2011).

    Penyakit DHF atau DBD (Demam Berdarah Dengue) merupakan penyakit

    yang banyak ditemukan di daerah tropis dan sub-tropis terutama wilayah urban dan

    periurban. DBD pertama kali ditemukan di Asia Tenggara tahun 1950-an, tetapi sejak

    tahun 1975 hingga sekarang menjadi penyebab utama kematian pada anak-anak di

    negara-negara Asia (Kementrian Kesehatan RI, 2010). Berdasarkan data WHO, Asia

    Tenggara merupakan wilayah dengan kasus DBD terbanyak. Dimana setiap tahunnya

    terdapat sekitar 50-100 juta kasus DBD dan sebanyak 500.000 diantaranya

    memerlukan perawatan rumah sakit (SEARO (2008) dalam Rahayu et.al (2010).

    Sejak tahun 1968 hingga tahun 2009, WHO mencatat Indonesia sebagai

    negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara. Di Indonesia, DBD merupakan

    kasus endemik yang menyebar di seluruh wilayah Indonesia. Tercatat hingga tahun

  • 2

    2009, terdapat 158.912 kasus yang tersebar di 382 kabupaten/kota (Kementerian

    Kesehatan RI, 2010).

    Untuk mencegah meluasnya penyebaran penyakit ini, diperlukan suatu upaya

    pengendalian vektor. Namun, upaya pengendalian vektor saat ini lebih terpaku pada

    penggunaan bahan kimia sintetis. Bahan kimia tersebut umumnya digunakan sebagai

    insektisida rumah tangga baik semprot maupun bakar untuk mengendalikan

    penyebaran Aedes aegypti dewasa. Sayangnya, penggunaan zat kimia sebagai

    insektisida rumah tangga menyebabkan terjadinya resistensi Aedes aegypti terhadap

    insektisida tersebut (Profil Kesehatan Indonesia, 2010).

    Penggunaan bahan kimia untuk mengurangi populasi nyamuk awalnya banyak

    dipertimbangkan dalam banyak program kesehatan masyarakat. Tetapi hal tersebut

    menyebabkan terjadinya kegagalan program pengendalian nyamuk. Karena

    penggunaan insektisida kimia secara konstan sering membuat terganggunya sistem

    pengendalian biologis pada alam dan ledakan populasi serangga lainnya. Selain itu,

    penggunaan insektisida sintetis juga dapat menyebabkan terjadinya resistensi

    nyamuk, pencemaran lingkungan, dan keracunan pada manusia, mamalia, dan

    organime non target lainnya (Lee et.al (2001) dalam Assefa (2011)).

    Berdasarkan PerMenKes RI No. 374 Tahun 2010 Tentang Pengendalian

    Vektor, pengendalian vektor dapat dilakukan dengan pengelolaan lingkungan fisik

    atau mekanis, penggunaan agen biotik, kimiawi, baik terhadap vektor maupun tempat

    perkembangbiakannya dan/atau perilaku perubahan masyarakat serta dapat

    mempertahankan dan mengembangkan kearifan lokal sebagai alternatif.

  • 3

    Menguatkan apa yang tertuang dalam PerMenKes RI No.374 Tahun 2010

    diatas, US EPA (1998) dalam Assefa (2011) melalui integrated vector management

    (IVM) juga menerangkan cara pengendalian vektor. Integrated vector management

    atau manajemen vektor terpadu adalah bentuk pengendalian vektor yang

    mengkombinasikan antara biaya dan efektivitas pengendalian yang sesuai dengan

    permasalahan, kondisi lingkungan, dan keamanannya terhadap kesehatan manusia

    dan lingkungan.

    Integrated vector management memiliki resiko yang rendah dan lebih efektif

    karena mengkombinasikan satu atau lebih metode pengendalian vector. Kebaikan

    dalam IVM ialah adanya kombinasi antara penggunaaan bahan kimia dan non-kimia,

    dimana penggunaan bahan kimia menjadi alat terakhir dalam pengendalian vektor

    apabila penggunaan bahan non-kimia dinilai tidak berhasil (US EPA (1998) dalam

    Assefa (2011)).

    Prinsip dasar penerapan konsep pengendalian terpadu vektor adalah program

    manajemen lingkungan sehat untuk pengendalian sarang nyamuk (PSN), surveilans

    epidemiologi dan entomologis, kajian bioekologi serangga vektor, pengembangan

    teknologi anternatif, sosialisasi dan program aksi kesehatan lintas instansi, dan

    partisipasi aktif masyarakat (Supartha, 2008).

    Dengan adanya permasalahan terkait timbulnya resistensi vektor akibat

    penggunaan bahan kimia sintetis, diperlukan suatu bentuk pengendalian vektor yang

    baru dan berdasarkan prinsip pengembangan teknologi alternatif dari IVM untuk

    mencegah terjadinya resistensi vektor. Salah satu cara tersebut ialah dengan

  • 4

    menggunakan bahan alami sebagai insektisida atau lebih dikenal dengan

    bioinsektisida.

    Bioinsektisida atau insektisida hayati adalah suatu jenis insektisida yang

    berasal dari bahan alami misalnya binatang, tanaman, bakteri, dan mineral tertentu

    (US EPA (2002) dalam Sastrosiswojo (2002)).

    Bioinsektisida atau insektisida hayati pada saat ini semakin banyak

    dimanfaatkan dalam pengendalian hama maupun vektor karena memiliki beberapa

    kelebihan, antara lain tidak membunuh organisme non target karena memiliki

    spesifikasi target, tidak berbahaya bagi manusia, mamalia dan ikan serta tidak

    meninggalkan residu terhadap lingkungan. Selain itu bioinsektisida juga murah, dan

    mudah aplikasinya. Dukungan dari para peneliti terhadap bioinsektisida ini juga

    sangat besar, terbukti dengan banyaknya hasil uji efikasi mengenai pemanfaatan

    bioinsektisida sebagai agen pengendali hayati (Herminanto et.al (2004); Asmaliyah

    (2005)).

    Uji efikasi merupakan suatu proses pengujian obat atau bahan kimia untuk

    mengetahui manfaatnya terhadap kesehatan dengan menggunakan placebo atau

    hewan uji yang diujikan dalam kondisi yang ideal seperti uji coba klinik yang

    dikontrol dengan ketat (Thaul, 2012).

    Uji efikasi kini banyak dilakukan oleh para peneliti khususnya mengenai

    pemanfaatan bioinsektisida yang terbuat dari tanaman. Sehingga memungkinkan

    adanya temuan baru maupun pengembangan penelitian terkait jenis-jenis tanaman

  • 5

    yang berpotensi sebagai bioinsektisida. Salah satu jenis tanaman yang kini banyak

    digunakan dalam pengembangan bioinsektisida melalui uji efikasi ialah srikaya.

    Annona squamosa atau lebih dikenal dengan nama srikaya adalah salah satu

    tanaman dari spesies Annonaceae yang dapat dimanfaatkan sebagai bioinsektisida

    dan telah diverifikasi potensial. Tanaman ini banyak ditemukan di dataran rendah

    hingga ketinggian kurang lebih 800 m dpl dan banyak dibudidayakan di ladang serta

    di halaman rumah (Setiawati et. al, 2008).

    Kandungan zat kimia alami yang terkandung dalam srikaya antara lain

    acetogenin, squamocin, bullatacin, annonacin dan neoannonacin. Senyawa kimia

    tersebut dapat bersifat sebagai insektisida, racun kontak, penolak (repellent), dan

    penghambat makan (antifeedant) bagi hama maupun organisme pengganggu lainnya.

    Adapun kandungan zat kimia aktif yang terdapat biji srikaya yaitu 42-45% lemak,

    annonain, dan resin yang bekerja sebagai racun perut dan racun kontak terhadap

    serangga (Kardinan, 2001).

    Penelitian yang dilakukan terhadap larva Aedes aegypti menunjukkan bahwa

    ekstrak biji A. squamosa dapat digunakan sebagai insektisida. Berdasarkan penelitian

    tersebut, tingkat kematian larva Aedes aegypti tertinggi tercapai pada dosis 1 % yaitu

    dengan persentase angka kematian 100% dan dosis 0,1 % dengan persentase angka

    kematian 96% (Sundari dan Wulandari, 2005).

    Selain itu, uji laboratorium yang dilakukan oleh Kempraj dan Bhat (2011)

    menunjukkan bahwa ekstrak biji srikaya memiliki efek toksisitas akut terhadap Aedes

    albopictus dewasa melalui uji bioassay dengan nilai LC50 dan LC90 kurang dari 70

  • 6

    g/mL dengan konsentrasi 15,21 dan 60,38g/mL. Dimana hal tersebut menunjukkan

    level toksisitas tertinggi terhadap Aedes albopictus dewasa yang diuji. Sementara

    penelitian lain yang dilakukan oleh Intaranongpai et.al. (2006) menunjukkan bahwa

    ekstrak heksana biji srikaya efektif dalam membunuh kutu rambut secara in vitro.

    Penelitian lain yang dilakukan oleh Assefa (2011) menunjukkan bahwa

    ekstrak aseton dan heksana dari biji A. squamosa memiliki aktivitas larvasida yang

    tinggi terhadap Anopheles arabiensi. Yaitu dengan tingkat kematian masing-masing

    96% dan 98% pada pengujian laboratorium dan 90% dan 87,5% pada pengujian semi

    lapang dengan konsentrasi hingga 100 ppm yang dipaparkan selama 24 jam.

    Sedangkan penelitian oleh Sharma et.al (2011) menunjukkan bahwa ekstrak

    etanol Annona squamosa memiliki efek larvasida dan adultisida terhadap Aedes

    aegypti dengan persentase kematian 70% dan 63%.

    Dari uraian beberapa hasil penelitian diatas telah diketahui bahwa ekstrak biji

    srikaya memiliki efek toksisitas terhadap beberapa jenis seranggga hama, nyamuk,

    maupun organisme pengganggu lainnya. Namun, sejauh ini penelitian efek toksisitas

    ekstrak biji srikaya melalui uji efikasi terhadap Aedes aegypti lebih banyak pada

    tahap larva saja. Oleh karena itu, hal tersebut mendorong peneliti untuk mengetahui

    lebih lanjut mengenai manfaat biji srikaya (Annona squamosa) sebagai bioinsektisida

    dalam mengendalikan vektor demam berdarah dengue yaitu Aedes aegypti dewasa

    melalui uji efikasi.

  • 7

    B. Rumusan masalah

    Aedes aegypti merupakan salah satu vektor penyebaran penyakit DBD. Oleh

    karena itu perlu dilakukan pemberantasan Aedes aegypti untuk memutus mata rantai

    penyebaran penyakit tersebut. Namun, pengendalian vektor DBD yang dilakukan

    dengan pemakaian insektisida rumah tangga baik insektisida semprot (spray) ataupun

    bakar dapat mempercepat terjadinya resistensi vektor dan menimbulkan

    permasalahan lingkungan. Oleh karena itu dibutuhkan suatu bentuk pengendalian

    vektor yang baru dan berdasarkan prinsip pengembangan teknologi alternatif dari

    IVM untuk mencegah terjadinya resistensi vektor dan salah satunya ialah dengan

    pemanfaatan insektisida yang terbuat dari biji srikaya (Annona squamosa).

    Penelitian terkait efek toksisitas ekstrak biji srikaya terhadap serangga hama

    maupun vector melalui uji efikasi telah banyak dilakukan. Namun uji efikasi efek

    toksisitas biji srikaya terhadap Aedes aegypti lebih banyak pada tahap larva saja. Oleh

    karena itu, diperlukan suatu penelitian untuk mengetahui efek toksisitas biji srikaya

    (Annona squamosa) sebagai bioinsektisida dalam mengendalikan vektor DBD yaitu

    Aedes aegypti dewasa.

    Berdasarkan uraian diatas, dapat dirumuskan permasalahan penelitian yaitu

    Uji Efikasi Ekstrak Biji Srikaya (Annona squamosa) Sebagai Bioinsektisida Dalam

    Upaya Integrated Vector Management Terhadap Aedes aegypti.

  • 8

    C. Batasan masalah

    Penelitian ini dibatasi pada pengukuran berbagai konsentrasi ekstrak biji

    srikaya (Annona squamosa) yang dipaparkan terhadap Aedes aegypti dewasa untuk

    mengetahui potensinya sebagai bioinsektisida berdasarkan nilai LC50 dan KT90 dalam

    upaya integrated vector management melalui uji efikasi.

    D. Pertanyaan Penelitian

    1. Apakah ekstrak biji sikaya (Annona squamosa) berpotensi sebagai

    bioinsektisida terhadap Aedes aegypti dalam upaya integrated vector

    management?

    2. Berapakah lethal concentration 50 (LC50) dari ekstrak biji srikaya (Annona

    squamosa) yang dipaparkan terhadap Aedes aegypti pada uji efikasi?

    3. Berapakah Knockdown Time 90 (KT90) dari ekstrak biji srikaya (Annona

    squamosa) yang dipaparkan terhadap Aedes aegypti pada uji efikasi?

    E. Tujuan Penelitian

    1. Tujuan umum

    Mengetahui potensi penggunaan ekstrak biji srikaya (Annona squamosa)

    sebagai bioinsektisida dalam upaya integrated vector management terhadap Aedes

    aegypti.

  • 9

    2. Tujuan khusus

    1. Mengetahui nilai lethal concentration 50 (LC50) dari ekstrak biji srikaya

    (Annona squamosa) yang dipaparkan terhadap Aedes aegypti melalui uji

    efikasi.

    2. Mengetahui Knockdown Time 90 (KT90) dari ekstrak biji srikaya (Annona

    squamosa) yang dipaparkan terhadap Aedes aegypti melalui uji efikasi.

    F. Manfaat Penelitian

    1. Mahasiswa

    Sebagai pembelajaran dan pengamalan ilmu pengetahuan dalam bidang kesehatan

    lingkungan melalui pemanfaatan bahan-bahan alami seperti tumbuhan dalam

    pemberantasan dan pengendalian vektor penyakit khususnya DBD.

    2. Masyarakat

    Sebagai pengetahuan dan informasi mengenai bahan alami dari tumbuhan yang dapat

    dimanfaatkan sebagai bioinsektisida sebagai pengganti pestisida sintetis dalam

    memberantas vektor penyakit DBD.

    3. Peneliti Lain

    Sebagai pengetahuan, pengalaman, maupun referensi dalam pengembangan penelitian

    serupa maupun lanjutan terkait pengendalian vektor dengan menggunakan berbagai

    tumbuhan yang berpotensi sebagai bioinsektisida.

  • 10

    4. Dinas Kesehatan

    Sebagai informasi dan bahan pertimbangan dalam pemecahan masalah dan

    pengambilan kebijakan dalam program pengendalian vektor DBD dan melakukan

    pengembangan penelitian lanjutan terkait sosialisasi hasil penelitian kepada

    masyarakat.

  • 11

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    A. Aedes aegypti

    Aedes aegypti adalah nyamuk yang termasuk dalam subfamili Culicinae,

    famili Culicidae. Jenis nyamuk ini dapat membawa virus Dengue penyebab penyakit

    demam berdarah dengue (DBD). DBD adalah suatu penyakit yang dapat menyerang

    anak-anak termasuk bayi serta orang dewasa. Penyakit ini ditandai dengan demam

    mendadak, perdarahan di kulit dan bagian tubuh lainnya, dan dapat menyebabkan

    kematian (Ishartadiati, 2012)

    1. Taksonomi

    Klasifikasi dan identifikasi Aedes aegypti menurut Boror et.al, (1989) dalam

    Ishartadiati (2012) adalah sebagai berikut :

    Kingdom : Animalia

    Filum : Arthropoda

    Kelas : Insekta

    Ordo : Diptera

    Famili : Culicidae

    Sub family : Culicinae

    Genus : Aedes

  • 12

    Spesies : Aedes aegypti

    2. Morfologi

    Aedes aegypti dewasa memiliki ukuran yang lebih kecil dibandingkan dengan

    ukuran nyamuk Culex quinquefasciatus. Memiliki warna dasar hitam dengan garis-

    garis putih di bagian badan yaitu pada bagian punggung (mesonotum) dan juga

    kakinya. Nyamuk jantan memiliki ukuran yang lebih kecil daripada nyamuk betina

    serta terdapat rambut-rambut tebal pada antenanya (Djakaria (2000) dalam

    Ishartadiati (2012)).

    3. Siklus Hidup

    a. Telur

    Seekor Aedes aegypti betina mampu meletakkan 80-100 butir telur setiap

    kali bertelur. Telurnya berbentuk lonjong dengan panjang sekitar 0,6 mm dan

    berat 0,0113 mg. Nyamuk Aedes aegypti meletakkan telurnya satu persatu

    dengan menempelkannya pada wadah perindukan yaitu wadah yang tergenang

    air bersih seperti tempat penampungan air, ruas bambu, lubang pohon, ban bekas,

    dan vas bunga (Hoedoyo (1993) dalam Setyowati (2013)).

    Telur akan berkembang dan menetas menjadi larva setelah 48 jam dalam

    lingkungan yang hangat dan lembab. Telur Aedes aegypti dapat bertahan dalam

    waktu yang lama dalam kondisi kering yaitu hingga 6 bulan. Setelah itu telur

    dapat ditetaskan dengan meletakkannya pada kontainer yang berisi air bersih.

  • 13

    Meskipun demikian, tidak semua telur dapat menetas dalam waktu yang sama

    (WHO/SEARO (1998); Depkes RI (2004)).

    b. Larva

    Larva Aedes aegypti melalui empat tahap dalam perkembangannya.

    Lamanya perkembangan larva tergantung pada suhu, ketersediaan makanan, dan

    kepadatan larva dalam wadah. Pada suhu yang rendah, perkembangan larva akan

    memerlukan waktu hingga beberapa minggu hingga menjadi dewasa

    (WHO/SEARO, 1998).

    Dalam keadaan yang optimal, perkembangan larva memelukan waktu 4-8

    hari untuk perkembangannya. Larva akan tumbuh menjadi larva instar I, II, III,

    dan IV secara berturut-turut. Larva instar I memiliki tubuh yang sangat kecil

    dengan panjang 1-2 mm, transparan, duri-duri pada dada belum begitu jelas dan

    siphon belum menghitam. Pada larva instar II, tubuhnya lebih besar dengan

    panjang 2,5-3,9 mm, duri pada dada belum begitu jelas, dan siphon telah

    menghitam. Larva instar IV, tubuh larva telah lengkap. Tubuh larva terdiri atas

    kepala, dada, dan perut. Pada bagian kepala terdapat antena dan mata sedangkan

    pada bagian perut terdapat rambut-rambut lateral, pada segmen kedelapan pada

    bagian perut terdapat siphon dan insang (Soegijanto (2006); Sekar Sari (2010);

    Setyowati (2013)).

    Larva Aedes aegypti bergerak lincah dan sangat sensitif terhadap rangsangan

    getar dan cahaya. Saat terjadi rangsangan, larva akan segera menyelam ke dasar

    tempat penampungan air dan akan muncul kembali ke permukaan air dalam

  • 14

    beberapa detik. Larva akan mengambil makanannya di dasar tempat penampungan

    air. Makanan larva berupa algae, protozoa, bakteri, dan spora jamur (Ashadi

    (1990) dalam Setyowati (2013)).

    c. Pupa

    Pupa merupakan tahapan yang tidak memerlukan makanan. Pupa nyamuk

    bergerak sangat aktif dan dapat berenang dengan mudah saat terganggu. Pupa

    bernapas dengan menggunakan tabung-tabung pernapasan yang terdapat pada

    bagian ujung kepala. Pupa Aedes akan menjadi dewasa dalam waktu 2-3 hari

    tergantung suhu. Saat berubah menjadi stadium dewasa, pupa akan naik ke

    permukaan air. Kemudian akan muncul retakan pada bagian belakang permukaan

    pupadan nyamuk dewasa akan keluar dari cangkang pupa (Achmadi, 2011).

    d. Dewasa

    Nyamuk dewasa yang baru keluar dari pupa akan beristirahat dalam waktu

    singkat untuk mengeringkan sayap dan badan sebelum terbang. Nyamuk jantan

    akan muncul sekitar satu hari sebelum kemunculan nyamuk betina. Nyamuk jantan

    akan menetap di dekat tempat perindukan, makan dari sari buah tumbuhan dan

    kawin dengan nyamuk betina yang muncul kemudian. Setelah kemunculan,

    nyamuk betina akan makan sari buah tumbuhan dan kawin. Setelah kawin nyamuk

    betina akan menghisap darah untuk memproduksi telur (Achmadi, 2011).

  • 15

    4. Tempat Berkembang Biak (Breeding Place)

    Aedes aegypti hidup di daerah pemukiman dan berkembang biak pada

    genangan air bersih buatan manusia (man made breeding place). Adapun tempat

    perindukannya dibedakan menjadi tempat perindukan sementara, tempat perindukan

    permanen, dan alamiah. Tempat perindukan sementara antara lain yaitu kaleng bekas,

    ban bekas, talang air, vas bunga, dan barang-barang yang dapat menampung air

    bersih. Tempat perindukan permanen ialah tempat yang merupakan penampungan air

    untuk keperluan rumah tangga seperti bak mandi, gentong air, bak penampung air

    hujan, dan reservoir air. Sedangkan tempat perindukan alamiah berupa genangan air

    yang terdapat pada lubang-lubang pohon (Chahaya (2003) dalam Ishartadiati (2012)).

    5. Perilaku Mencari Makan

    Aedes aegypti bersifat diurnal yaitu aktif pada pagi dan siang hari..Nyamuk

    yang menghisap darah hanyalah nyamuk betina. Hal tersebut dikarenakan nyamuk

    betina membutuhkan protein untuk pembentukan telur setelah kawin. Nyamuk Aedes

    aegypti betina memiliki kebiasaan menghisap darah pada pagi dan sore hari yaitu

    antara pukul 08.00 hingga 12.00 dan 15.00 hingga 17.00. Jenis darah yang disukai

    oleh nyamuk ini ialah darah manusia (Soegijanto (2006) dalam Sekar Sari (2010)).

    Setelah menghisap darah, nyamuk betina akan mencari tempat beristirahat

    yang aman untuk mengubah darah menjadi telur. Nyamuk betina biasanya beristirahat

    di tempat-tempat dengan vegetasi yang padat, lubang-lubang pohon, kandang hewan,

    atau bebatuan selama 2 hingga 4 hari hingga telur berkembang secara utuh. Setelah

  • 16

    itu nyamuk betina akan terbang dari tempat peristirahatannya pada sore atau malam

    hari untuk mencari tempat untuk meletakkan telur. Kemudian nyamuk betina akan

    menghisap darah lagi untuk mengulang siklus (Achmadi, 2011).

    B. Bioinsektisida

    Bioinsektisida merupakan jenis insektisida baru yang memanfaatkan

    organisme atau turunannya seperti tumbuhan transgenik, rekombinan Baculovirus,

    gabungan racun dari protein dan lemak yang ramah lingkungan dan merupakan suatu

    alternatif baru untuk menggantikan bahan kimia konvensional (Windley et.al, 2012).

    Sedangkan menurut Georgis (1996), bioinsektisida adalah suatu produk yang

    dihasilkan secara alami oleh organisme seperti jamur dan baculovirus; produk yang

    dihasilkan oleh serangga seperti feromon; dan produk yang dihasilkan oleh tumbuhan

    seperti azadirachtin atau neem.

    Tujuan dari pengembangan bioinsektisida adalah untuk membantu

    menanggulangi permasalahan lingkungan terkait dengan persistensi, penggunaan

    insektisida kimia yang semakin marak, dan menyediakan cara pengendalian baru

    terhadap serangga hama yang resisten terhadap insektisida. Selain itu, bioinsektisida

    memiliki potensi untuk meningkatkan kemampuan program pengendalian hama saat

    ini, dengan menunjukkan hubungan yang sinergis dengan teknik pengendalian hama

    terpadu yang sudah ada (Nauen et.al (2002) dalam Windley et.al (2012)).

  • 17

    1. Bioinsektisida Nabati

    Bioinsektisida nabati merupakan bioinsektisida yang berasal dari tumbuh-

    tumbuhan yang memiliki sifat insektisida sehingga mampu membunuh atau menolak

    serangga hama. Penggunaan bioinsektisida hayati tumbuhan merupakan salah satu

    alternatif pilihan. Secara alamiah nenek moyang telah mengembangkan bioinsektisida

    nabati dengan menggunakan tumbuhan yang ada di lingkungan pemukiman. Nenek

    moyang memakai bioinsektisida nabati atas dasar kebutuhan praktis dan disiapkan

    secara tradisional. Tradisi ini akhirnya hilang karena desakan teknologi yang tidak

    ramah lingkungan (Asmaliyah, 2005).

    Kearifan nenek moyang bermula dari kebiasaan menggunakan bahan jamu

    (empon-empon), tumbuhan bahan racun (gadung, ubi kayu hijau), tumbuhan

    berkemampuan spesifik (mengandung rasa gatal, pahit, bau spesifik, tidak disukai

    hewan/serangga atau tumbuhan lain berkemampuan khusus terhadap hama (biji

    srikaya, biji sirsak, biji mindi, biji dan daun mimba, dan lain-lain). Bahan tumbuhan

    dijamin aman bagi lingkungan karena cepat terurai di tanah dan tidak membahayakan

    hewan, manusia dan serangga non-target (Margino et.al, (2002); Asmaliyah (2005)).

    Beberapa bioinsektisida nabati yang sudah diaplikasikan pada aras petani,

    penelitian laboratorium, dan lapangan, diantaranya mimba (Azadirachtaindica),

    mindi (Melia azedarach), sirsak (Annona muricata), tembakau (Nicotianatabacum),

    jarak (Ricinus communis), bawang putih (Alliun sativum), Lombok (Capsicum

    fructescens), piretrum (Chrysanthemum cinerariaefolium), dan melakuka (Melaleuca

    bracteata). Sebagian besar bioinsektisida ini dimanfaatkan terhadap hama pada

  • 18

    tanaman pertanian, sedangkan pada tanaman kehutanan masih terbatas (Kardinan,

    2001).

    2. Cara Kerja Bioinsektisida

    Menurut Kardinan (2001), senyawa aktif yang terdapat dalam tumbuhan

    dapat digunakan sebagai bioinsektisida. Adapun senyawa aktif dalam bioinsektisida

    nabati tersebut dapat bersifat sebagai racun kontak, penghambat makan (anti feedant),

    penolak (repellent), penghambat pertumbuhan serangga (insect growth inhibitor).

    1. Penghambat Pertumbuhan (Insect Growth Regulators)

    Efek dari senyawa penghambat pertumbuhan terjadi dalam beberapa tahap.

    Pertama, molekul-molekul penghambat pertumbuhan menghambat metamorfosis,

    dengan kata lain, molekul tersebut mencegah metamorfosis pada saat yang tepat.

    Molekul lain memaksa serangga untuk bermetamorfosis lebih awal sehingga

    pemilihan tempat untuk bermetamorfosis tidak sesuai untuk serangga tersebut.

    Selanjutnya, beberapa molekul lainnya mempengaruhi hormon yang digunakan

    untuk bermetamorfosis sehingga serangga serangga akan mengalami malformasi

    yaitu steril, atau mati (Kardinan, 2001).

    2. Penghambat makan (Feeding deterrents)

    Penghambat makan merupakan salah satu bentuk pemanfaatan turunan dari

    tumbuhan yang digunakan untuk manajemen serangga hama. Penghambat makan

    adalah senyawa yang menyebabkan serangga tidak mau makan hingga

  • 19

    mati.Senyawa yang memiliki sifat seperti ini adalah terpenes dan senyawa yang

    umumnya diisolasi dari tumbuhan obat dari Afrika dan India (Kardinan, 2001).

    3. Penolak (Repellent)

    Penggunaan tanaman sebagai penolak serangga sudah lama diketahui

    namun tidak pernah mendapat perhatian khusus untuk dilakukan pengembangan

    lebih lanjut. Penggunaan tanaman sebagai repellent umumnya menggunakan

    tanaman dengan bau yang tidak enak atau memiliki efek iritan seperti bawang

    putih dan cabai. Contoh pemanfaatan kedua tanaman tersebut ialah penggunaan

    kedua tanaman tersebut oleh masyarakat Guatemala dan Costa Rika untuk

    melapisi kontainer dengan bubuk bawang putih dari serangan kumbang penggerek

    dan juga untuk menghalau tikus. Selain itu juga pemanfaatan adas (Foniculum

    vulgare), rue (Ruta graveolens) dan eucalyptus (Eucaliptus globolus) untuk

    menolak ngengat pakaian (Kardinan, 2001).

    4. Pengecoh (Confusants)

    Senyawa kimia dalam tumbuhan adalah tanda bagi serangga untuk

    menemukan sumber makanan mereka. Seperti pada kupu-kupu raja, dimana

    makanan yang dihasilkan oleh tumbuhan mengandung racun yang tinggi bagi

    organisme lain namun justru menarik kupu-kupu tersebut karena racunnya.

    Karakteristik inilah yang digunakan dalam integrated pest management (IPM)

    untuk membuat perangkap dan menyemprotkannya dengan menambahkan

    tumbuhan tertentu yang lebih menarik bagi serangga atau tumbuhan yang sama

    tetapi berasal dari area yang jauh sehingga serangga akan memiliki banyak

  • 20

    sumber rangsangan sehingga tidak dapat merusak tumbuhan. Pilihan lainnya yaitu

    membuat perangkap yang mengandung ekstrak tumbuhan sehingga serangga akan

    hinggap pada perangkap tersebut (Kardinan, 2001).

    C. Famili Annonaceae

    Annonaceae atau famili apel susu adalah salah satu famili besar dari sebagian

    besar tumbuhan tropis dan semak yang terdiri dari lebih dari 2300 jenis. Beberapa

    spesies tertentu digunakan secara tradisional sebagai obat cacing dan untuk anti kutu

    yang merupakan insektisida yang diperoleh dari ekstrak ranting Asimina triloba

    Dunal dan ekstrak biji srikaya (Annona squamosa L.) dan sirsak (A. muricata L.)

    (Rupprecht et.al (1990); McLaughlin et.al (1997) dalam Isman (2005).

    McLaughlin dan rekannya secara khusus telah mengisolasi lebih dari 100

    asetogenin dengan panjang gugus C-32 atau C-34 dan mengandung asam lemak 2-

    propanol. Zat kimia ini secara khusus ditemukan pada Annonaceae tidak hanya

    sebagai insektisida, tetapi juga berpotensi sebagai anti-tumor. Asetogenin adalah

    racun mitokondria, mencegah produksi energi seluler dengan cara serupa dengan

    rotenone yang dikenal sebagai insektisida botani dan racun ikan (McLaughlin et.al

    (1997) dalam Isman (2005)).

    Pendekatan lain terhadap pemanfaatan zat kimia alami ini adalah penggunaan

    ekstrak biji srikaya dan sirsak oleh negara-negara berkembang sebagai pelindung

    hasil panen. Sebagai contoh, kedua spesies ini secara luas ditanam di bagian timur

  • 21

    Indonesia sebagai buah yang dapat dimakan; sedangkan bijinya dimanfaatkan sebagai

    insektisida dengan biaya yang minimal (Isman, 2005).

    1. Annona squamosa L.

    Srikaya merupakan tanaman pendatang yang berasal dari Amerika Latin yaitu

    Peru. Buah ini ditemukan oleh para pelaut pengelana dari Eropa. Oleh pelaut Inggris

    tanaman ini dinamai sugar apple atau custard apple, yang berarti berasa seperti

    puding yang berbentuk seperti apel (Pinto et.al, 2005).

    Di Indonesia, srikaya telah dikenal sejak zaman penjajahan Belanda dengan

    nama buah nona sri.Srikaya yang tersebar di Indonesia saat ini adalah srikaya lokal

    dan srikaya yang berasal dari luar negeri yang telah lama beradaptasi.

    2. Nama Tumbuhan

    Nama ilmiah : Annona squamosa L.

    Nama Local : Arab (gishta); Bengali (ata); Creole (cachiman); Beldana

    (kannelappel); Inggris (sweet sop,custard apple,sugar apple); Filipina

    (atis); Perancis (cachiman canelle,pomme de cannelle,attier); Jerman

    (Rahm-Annone, Rahmapfel, Zimtapfel, Ssack); India (sitaphal,

    ata, sharifa);Indonesia (srikaya, atis); Italia (pomo canella); Jawa

    (sirkaja);Khmer (tiep baay,tiep srk); Laos (Sino-Tibetan) (khib);

    Malaysia (nona srikaya,sri kaya,buah nona); Cina (fan-li-chi);

    Portugis (atta,fructa doconde); Sansekerta (sitaphal); Spanyol

    http://kanaya.naist.jp/knapsack_jsp/result.jsp?sname=organism&word=Annona%20squamosa

  • 22

    (cdanongo, chirimoya, fructodoconde, ann, anona blanca, pinha,

    saramuya,anona); Swahili (mtomoko, mtopetope); Thailand (lanang

    ,makkhiap ,noina); Urdu (sharifa); Vietnam (na,mang c ta) (Orwa

    et.al, 2009).

    Nama Daerah : Delima bintang (Aceh); Seraikaya (Lampung); Srikaya

    (Minangkabau); Srikaya (Sunda); Srikaya (Jawa Tengah); Sarkaya

    (Madura); Srikaya (Dayak); Garaso (Bima); Ata (Timor); Sirikaya

    (Gorontalo); Atis (Manado); Sirikaya (Bugis); Sirikaya (Makasar);

    Atisi (Halmahera); Atis (Ternate); dan Atis (Tidore) (Setiawati et.al,

    2008).

    3. Taksonomi

    Klasifikasi srikaya (Annona squamosa L) menurut Setiawati et.al (2008) adalah

    sebagai berikut :

    Kingdom : Plantae

    Divisi : Spermatophyta

    Subdivisi : Angiospermae

    Kelas : Dicotyledonae

    Bangsa : Ranunculales

    Suku : Annonaceae

    Marga : Annona

    Jenis : Annona squamosa L.

  • 23

    4. Ciri-ciri Tanaman

    Annona squamosa adalah tumbuhan kecil dengan tinggi 3-7 meter, kulit

    pohon tipis, percabangan tidak beraturan, kulit kayu berwarna cokelat muda dengan

    lentisel dan kulit kayu bagian dalam berwarna kuning cerah dan sedikit pahit, daun

    tunggal, bertangkai kaku, letaknya berseling. Helai daun berbentuk lanset atau

    lonjong lanset dengan panjang 6-17 x 3-6 cm, ujung dan pangkal daun runcing, dasar

    lengkung, tepi rata, berwarna hijau pucat pada kedua permukaannya, sedikit berambut

    atau gundul. Rasanya pahit dan sedikit dingin. Panjang tangkai 0,4-2,2 cm (Orwa

    et.al, 2009).

    Bunga bergerombol pendek menyamping dengan panjang sekitar 2,5 cm,

    dengan jumlah 2-4 kuntum berwarna kuning kehijauan yang saling berhadapan pada

    tangkai kecil panjang berambut dengan panjang 2 cm, tumbuh pada ujung tangkai

    atau ketiak daun. Daun bunga bagian luar berwarna hijau, ungu pada bagian bawah,

    membujur dengan panjang 1,6-2,5 cm, lebar 0,6-0,75 cm. Daun bunga bagian dalam

    sedikit lebih kecil atau sama besar. Terdapat banyak serbuk sari, bergerombol putih,

    panjang kurang dari 1,6 cm, putik berwarna hijau muda. Tiap putik membentuk

    semacam benjolan, panjang putik 1,3-1,9 cm dan lebar 0,6-1,3 cm yang tumbuh

    menajdi kelompok-kelompok buah (Orwa et.al, 2009).

    Buah majemuk berbentuk bola atau kerucut menyerupai jantung, permukaan

    berbenjol-benjol, warna hijau berbintik putih, penampang 5-10 cm, menggantung

    pada tangkai yang cukup tebal. Jika masak, anak buah akan memisahkan diri satu

  • 24

    dengan yang lain, berwarna hijau kebiruan. Daging buah berwarna putih kekuningan

    dan terasa manis. Biji membujur di setiap karpel, berwarna coklat tua hingga hitam

    dengan panjang 1,3-1,6 cm (Orwa et.al, 2009).

    5. Daerah Distribusi dan Habitat

    Tanaman srikaya (Annona squamosa) tumbuh di dataran rendah sampai

    ketinggian 1000 m dari permukaan laut, terutama tanah-tanah berpasir sampai tanah-

    tanah lempung berpasir dengan system drainase yang baik pada pH 5,5 - 7,4.

    Tumbuhan ini menyukai iklim panas, tidak terlalu dingin atau banyak hujan.

    Tanaman ini tumbuh baik pada berbagai kondisi tanah yang tergenang dan

    beradaptasi baik terhadap iklim lembab dan panas. Tanaman ini tahan kekeringan dan

    akan tumbuh subur bila mendapat pengairan yang cukup. Di Jawa, tanaman ini

    ditanam sebagai tanaman buah (Sastrahidayat et.al (1991); George et.al (1992) dalam

    Setiawati et.al (2008)).

    6. Kandungan Kimia

    Tanaman srikaya mengandung squamosin, asimisin, aterospermidin,

    lanuginosin, alkaloid tipe asporfin (anonain) dan bisbenziltetrahidroisokinolin

    (retikulin). Selain itu, pada organ-organ tumbuhan ditemukan senyawa sianogen

    (Taylor dan Francis (1999); Petasai (1986) dalam Riata dan Anindyajati (2012)).

  • 25

    Pada pulpa buah yang telah dimasak ditemukan mengandung sitrulin, asam

    aminobutirat, ornitin, dan arginin. Sedangkan pada biji terkandung senyawa

    poliketida dan suatu senyawa turunan bistetreahidrofuran; asetogenin (skuamosin C,

    D, anonain, anonasin A, anonin I, IV, VI, VIII, IX, XVI, skuamostatin A, bulatasin,

    bulatasinon, skuamon, neoanonin B, neo desasetilurarisin, neo retikulasin A,

    skuamosten A, asimisin, sanonasin, anonastatin, neoanonin), diterpen, dan saponin.

    Isolasi dari biji didapati sekitar 30 jenis asetogenin seperti coumarinoligan,

    annotemoyin-1, annotemoyin-2, cholesterol, danglukopiranosida yang bersifat

    antimikobial dan sitotoksik (Anonim (2011) dalam Riata dan Anindyajati (2012)).

    Zat asetogenin seperti annonin atau annonasin, bulatasin, bulatasinon,

    skuamosin, asimisin, dan annonastatin merupakan kandungan kimia yang terpenting

    yang terdapat pada biji. Zat-zat tersebut memiliki efek toksik ketika dimakan oleh

    serangga dan dapat menghambat pertumbuhan, perkembangan, dan reproduksi

    serangga. Sitotoksik anonin dapat menyebabkan 70% kematian Aedes aegypti dengan

    konsentrasi 10 ppm. Hal tersebut terjadi karena zat anonin bekerja dengan

    menghambat pernapasan Aedes aegypti (Londershausen et al. (1991) dalam Pinto

    et.al (2005)).

    Sedangkan senyawa asetogenin lainnya, seperti asimisin dan squamosin

    bekerja dengan cara menghambat respirasi sel pada transpor elektron di dalam

    mitokondria sehingga menyebabkan habisnya cadangan energi (Zafra-Paolo et.al

    (1996) dalam Febrianni (2011)).

  • 26

    Senyawa asetogenin lainnya seperti asimisin efektif terhadap serangga hama

    seperti A. aegypti, A. vittatum, A. gossypii, Colliphora vicina, Epilachna varivertis,

    Tetranychus urticae, dan nematoda Caenohrbiditis elegans. Senyawa tersebut

    diketahui memiliki 256 isomer dimana bulatasin ialah komponen yang paling toksik.

    Bulatasin dapat menyebabkan 80% kematian A.aegypti, A. gossypii dan Diabrotica

    undecimpunctata dengan konsentrasi 1, 10, atau 24 ppm secara berturut-turut. Isomer

    lain yang juga memiliki sifat toksik yang tinggi ialah bulatasinon. Beberapa isomer

    dari asetogenin tersebut bisa digunakan sebagai repelent (Li et.al (1990); Herndanez

    dan Angel (1997) dalam Kulsum (1998)).

    Selain itu, pada biji juga ditemukan asetogenin seperti skuamosinin A,

    skuamosin B, C, D, E, F, G, H, I, J, K, L, M, N; skuamostatin B, asam lemak, asam

    amino, dan protein. Komposisi asam lemak penyusun minyak lemak biji srikaya

    terdiri dari metal palmitat, metal stearat, metil linoleat (Riata dan Anindyajati, 2012).

    Pada daun terdapat kandungan senyawa alkaloid tetrahidroisokuinolin,

    p-hidroksibenzil-6-7-dihidroksi-1,2,3,4-tetrahidroisokinolin (dimetilkoklaurin =

    higenamin). Bunga mengandung asam kaur-1,6-ene-1,9-oat sebagai komponen aktif.

    Akarnya mengandung senyawa flavonoid, borneol, kamfer, terpen, alkaloid anonain,

    saponin, tannin, dan polifenol, kulit kayu mengandung flavonoid, borneol, kamfer,

    terpen, dan alkaloid anonain (Riata dan Anindyajati, 2012).

  • 27

    7. Efektitivas Insektisida

    Wardhana et.al (2004) mengemukakan bahwa biji srikaya mengandung

    squamosin dan annonain yang merupakan golongan asetogenin. Dimana kedua

    senyawa tersebut berpengaruh terhadap saluran cerna larva serta dapat menghambat

    pertumbuhan larva lalat Chrysoma bezziana.

    Penggunaan ekstrak biji srikaya sangat nyata mempengaruhi aktivitas makan

    ulat krop kubis. Konsentrasi tertinggi (15 cc/l) nyata mengurangi selera makan

    serangga uji. Penurunan aktivitas makan serangga uji terlihat pada peningkatan

    konsentrasi ekstrak dari 3-15 cc/l persentase penurunannya sebesar 91,99-97,87

    persen. Dimana hal tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi ekstrak

    menyebabkan kondisi tubuh ulat semakin lemah dan berakibat turunnya nafsu makan

    (Herminanto, et.al, 2004).

    Biji srikaya bersifat efek racun kontak yang efektif terhadap larva B.

    microplus pada konsentrasi 5% (ekstrak air); 0,50% (ekstrak metanol) dan 0,75%

    (ekstrak heksana). Ekstrak metanol biji srikaya (tanpa kulit) mempunyai nilai

    konsentrasi letal lebih rendah dan waktu letal yang lebih pendek daripada ekstrak

    heksana (Wardhana et. al. 2005).

    Formulasi campuran ekstrak Piper retrofractum dan Annona squamosa serta

    campuran ekstrak Aglaia odorata dan Annona squamosa menunjukkan efikasi yang

    tinggi dan lebih efektif dibandingkan deltamethrin. Diantara kedua formulasi tersebut

    campuran Piper retrofractum dan Annona squamosa 0,1% lebih efektif terhadap

    larva P.xylostella daripada larva C. pavonana, sedangkan campuran ekstrak Aglaia

  • 28

    odorata dan Annona squamosa 0,1% menunjukkan efektivitas yang sama terhadap

    terhadap larva P.xylostella dan larva C. pavonana. Pengujian dengan kedua

    formulasi tersebut menunjukkan hasil yang signifikan dalam mengurangi kerusakan

    pada kubis dibandingkan dengan penggunaan deltametrin. Selain itu pengujian

    dengan formulasi campuran Piper retrofractum dan Annona squamosa 0,1% dapat

    meningkatkan produksi hasil panen kubis (Dadang et.al, 2009).

    Dari suatu studi yang dilakukan untuk mengetahui efektivitas potensi

    insektisida ekstrak biji srikaya (Annona squamosal L.) terhadap larva dan kumbang

    Tribolium castaneum dewasa dari strain Raj, CR 1, FSS II, dan CTC-12, diketahui

    bahwa ekstrak biji srikaya dalam pelarut spirtus memiliki toksisitas paling tinggi

    terhadap strain Raj (LD50 = 0,03g cm-2

    ) dibandingkan dan toksisitas terendah yaitu

    pada pelarut methanol terhadap strain FSS II (LD50 = 15,697g cm-2

    ). Begitu pula

    dengan hasil pengujian terhadap kumbang Tribolium castaneum dewasa, ekstrak biji

    srikaya dengan pelarut spirtus memiliki tingkat toksisitas tertinggi terhadap strain

    CTC-12 sementara toksisitas terendah yaitu pada pelarut aseton terhadap strain CR1.

    (Khalequzzaman dan Sultana, 2006).

    Hasil pengujian dari ekstrak etanol dari biji Annona squamosa dan Annona

    muricata terhadap Spodoptera litura, diketahui bahwa ekstrak etanol biji Annona

    squamosa 20 kali lebih efektif dibandingkan ekstrak etanol biji Annona muricata.

    (Leatemia dan Isman, 2004).

    Menurut Londerhausen et al.(1991) dalam Kulsum (1998), terdapat tiga

    senyawa yang cukup aktif dalam biji srikaya yaitu annonin I (squamosin), annonin

  • 29

    III, dan annonin IV. Annonin I lebih efektif dibandingkan dengan annonin lainnya.

    Gejala yang dapat dilihat setelah aplikasi terhadap serangga uji adalah serangga

    berkurang keaktifannya.

    D. Uji Toksisitas

    1. Lethal Concentration 50 (LC50)

    LC50 (Median Lethal Concentration) yaitu konsentrasi yang menyebabkan

    kematian sebanyak 50% dari organisme uji yang dapat diestimasi dengan grafik dan

    perhitungan, pada suatu waktu pengamatan tertentu, misalnya LC50 48 jam, LC50 96

    jam sampai waktu hidup hewan uji (Dhahiyat dan Djuangsih (1997) dalam Rossiana

    (2006)) .

    Uji toksisitas dibedakan dalam beberapa klasifikasi. Klasifikasi menurut

    waktu, yaitu uji hayati jangka pendek (short term bioassay), jangka menengah

    (intermediate bioassay) dan uji hayati jangka panjang (long term bioassay).

    Klasifikasi menurut metode penambahan larutan atau cara aliran larutan, yaitu uji

    hayati statik (static bioassay), pergantian larutan (renewal biossay), mengalir (flow

    trough bioassay). Klasifikasi menurut maksud dan tujuan penelitian adalah

    pemantauan kualitas air limbah, uji bahan atau satu jenis senyawa kimia, penentuan

    toksisitas serta daya tahan dan pertumbuhan organisme uji. Adapun untuk mengetahui

    nilai LC50 digunakan uji statik. Dalam penentuan nilai LC50 terbagi dalam dua tahapan

    penelitian yaitu (Rossiana, 2006):

  • 30

    Uji Pendahuluan. Untuk menentukan batas kritis konsentrasi yaitu konsentrasi

    yang dapat menyebabkan kematian terbesar mendekati 50% dan kematian

    terkecil mendekati 50%.

    Uji Lanjutan. Setelah diketahui batas kritis, selanjutnya ditentukan konsentrasi

    akut berdasarkan seri logaritma konsentrasi yang dimodifikasi (Rochini et. al.

    (1982) dalam Rossiana (2006)).

    2. Knockdown Time 90 (KT90)

    Knockdown Time 90 (KT90) atau waktu jatuh 90 ialah waktu yang dibutuhkan

    untuk dapat menyebabkan hingga 90% kejatuhan pada hewan uji (Komisi Pestisida,

    2012).

    Berdasarkan kriteria efikasi oleh Komisi Pestisida, suatu formulasi akan

    dinyatakan efektif apabila Knockdown Time 90 (KT90) paling lama 30 menit untuk

    formulasi waterbase.

    E. Uji Efikasi Insektisida

    Uji efikasi merupakan suatu proses pengujian obat atau bahan kimia untuk

    mengetahui manfaatnya terhadap kesehatan dengan menggunakan placebo atau

    hewan uji yang diujikan dalam kondisi yang ideal seperti uji coba klinik yang

    dikontrol dengan ketat (Thaul, 2012).

  • 31

    Uji efikasi insektisida adalah suatu pengujian kekuatan atau daya bunuh

    insektisida yang digunakan untuk pemberantasan vektor secara kimiawi terhadap

    nyamuk maupun larva atau jentik (Kustiamah, 2010).

    Kriteria efikasi insektisida yang dilakukan di laboratorium ditentukan

    berdasarkan persentase kelumpuhan dan kematian serangga uji pada periode waktu

    tertentu. Koreksi angka kelumpuhan dan kematian dilakukan apabila angka

    kelumpuhan dan kematian pada kelompok kontrol berkisar antara 5%-15%. Yaitu

    dengan menggunakan rumus Abbott (Komisi Pestisida, 2012) :

    A1 = ()

    100 100%

    Keterangan :

    A1 = angka kematian/kejatuhan setelah dikoreksi

    A = angka kematian/kejatuhan pada perlakuan

    C = angka kematian/kejatuhan pada kontrol

    Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi daya atau kekuatan insektisida

    antara lain (Dadang, 2006) :

    a. Intrinsik

    Faktor intrinsik yaitu faktor yang berasal dari dalam insektisida itu sendiri yaitu

    kandungan senyawa, organisme sasaran, dosis, konsentrasi, dan formulasi.

    b. Aplikasi

    Faktor aplikasi antara lain alat aplikasi, waktu aplikasi, cara aplikasi, cara

    pencampuran, dan cara penyimpanan.

    c. Ekstrinsik

    Faktor ekstrinsik antara lain sinar matahari, suhu, hujan, dan angin.

  • 32

    F. Ekstraksi

    Ekstraksi merupakan suatu metode pemisahan komponen-komponen dari

    suatu bahan dimana komponen yang diinginkan akan larut ke dalam pelarut yang

    dipakai sedangkan komponen yang tidak larut akan tertinggal didalam bahan. Hasil

    ekstraksi (simplisia) yang diperoleh bergantung pada kandungan ekstrak yang

    terdapat pada bahan tersebut dan jenis pelarut yang digunakan. Hal-hal yang perlu

    dipertimbangkan dalam pemilihan pelarut adalah selektivitas, kapasitas, kemudahan

    pelarut tersebut untuk diuapkan. Dalam proses ekstraksi terdapat suatu prinsip

    kelarutan yang harus diperhatikan yaitu like dissolve like. Prinsip tersebumaksud

    dari prinsip tersebut ialah (1) pelarut polar akan melarutkan senyawa polar, demikian

    juga sebaliknya pelarut nonpolar akan melarutkan senyawa non-polar, (2) pelarut

    organik akan melarutkan senyawa organik (Khopkar (1990) dalam Yunita (2004)).

    Metode ekstraksi yang umum untuk mengekstrak bahan insektisida botani

    ialah ekstraksi dengan pelarut dan distilasi uap (penyulingan) dengan metode

    sokhlet. Tujuan metode ekstraksi ini adalah mengeluarkan bahan yang diinginkan dari

    sel-sel yang terkandung dalam bahan dengan proses difusi. Hasil ekstraksi yang

    diperoleh dari proses ini dipengaruhi oleh suhu, pH, ukuran bahan yang akan

    diekstraksi dan gerakan pelarut yang terjadi di sekitarnya (Darwiati (2009).

    Keanekaragaman senyawa yang dapat diekstraksi biasanya membutuhkan

    serangkaian ekstraksi yang hasilnya memberikan ciri awal komposisinya. Adapun

    hal-hal yang mempengaruhi kandungan zat ekstraktif dalam tanaman diantaranya

  • 33

    adalah umur, tempat tumbuh, genetik, jenis pelarut yang digunakan dan kecepatan

    pertumbuhan (Fengel dan Wegener (1995) dalam Darwiati (2009)).

    G. Integrated Vector Management

    Integrated Vector Management (IVM) atau pengendalian vektor terpadu

    adalah proses pengambilan keputusan yang rasional untuk optimisasi penggunaan

    segala sumber daya dalam pengendalian vektor. Tujuan dari pendekatan IVM ialah

    untuk berkontribusi dalam pencapaian tujuan global dalam pengendalian penyakit

    akibat vektor dengan membuat pengendalian vektor yang lebih efisien, ekonomis,

    ramah lingkungan dan berkelanjutan. Penggunaan IVM membantu program

    pengendalian vektor untuk menemukan dan menggunakan lebih banyak temuan

    lapangan untuk meningkatkan intervensi yang tepat dan bekerja sama dengan sektor

    kesehatan dan sektor lain seperti rumah tangga dan masyarakat (WHO, 2012).

    Konsep pengendalian vektor terpadu serupa dengan konsep pengendalian

    hama terpadu yaitu dengan mengintegrasikan cara-cara pengendalian yang potensial

    secara efektif, ekonomis dan ekologis untuk menekan populasi serangga vektor pada

    aras yang dapat ditoleransi. Konsep pengendalian tersebut dapat diterapkan pada jenis

    serangga vektor penyakit lain selain Ae. Aegypti dan Ae. Abopictus yang berhubungan

    dengan penyakit tular vektor pada manusia (Oka (1995) dalam Supartha, 2008).

    Di Amerika, cara pengendalian terpadu vektor tersebut dikonsepkan tidak

    hanya untuk vektor DBD yang ditularkan oleh Ae. Aegypti tetapi juga untuk

    pengendalian populasi vektor penyakit lain seperti tikus, jenis nyamuk lain dan juga

  • 34

    lalat dengan pertimbangan matang melalui fisik, kimia dan hayati (Lloyd (2003)

    dalam Supatha (2008)).

    Prinsip dasar IVM adalah surveilans epidemiologi dan entomologis,

    manajemen lingkungan sehat, kajian bioekologi serangga vektor, sosialisasi dan

    program aksi kesehatan lintas instansi, partisipasi aktif masyarakat. Prinsip tersebut

    juga menyangkut usaha mencari dan menyusun cara-cara alternatif yang kompatibel

    dan efektif mengendalikan vektor dan penyakit (Supartha, 2008).

    Pendekatan IVM menyediakan beragam alternatif biologis yang dapat

    digunakan sebagai pengganti bahan kimia antara lain pengendalian biologis,

    biopestisida, botanikal, semi-kimia, dan organisme transgenik. Dari beberapa jenis

    pengendalian tersebut, metode pengendalian biologis dan biopestisida ataupun

    botanikal adalah metode yang paling sering digunakan sebagai pengganti penggunaan

    pestisida kimia (SP-IPM, 2006).

    H. Pola Air Tanah

    Proses alami yang berpengaruh terhadap perjalanan pestisida dalam tanah

    dapat dikelompokkan antara lain luas penyerapan, pencucian, penguapan, degradasi

    dan penyerapan oleh tanaman. Banyak senyawa pestisida terserap oleh tanaman atau

    partikel tanah liat dan material organik pada tanah. Tetapi sebagian senyawa pestisida

    yang tidak terserap akan menguap melalui permukaan daun, partikel tanah, dan

    kelembaban tanah. Penurunan senyawa pestisida di dalam tanah disebabkan oleh

    adanya proses metabolit oleh mikroba dan/atau proses kimia yang secara cepat

  • 35

    memecah senyawa pestisida menjadi komponen-komponen kecil seperti amonia dan

    kabon dioksida (UNEP, 2003).

    Proses pelemahan senyawa pestisida pada tanah seperti penyerapan,

    penguapan dan degradasi sangat dipengaruhi oleh kondisi tanah. Daerah yang

    memiliki kontur tanah liat dan bahan organik serta populasi mikroba aktif dengan

    kadar tinggi lebih cepat mengurai residu pestisida dibandingkan dengan jenis tanah

    lainnya. Meskipun jumlah residu pestisida di tanah dapat berkurang akibat proses

    degradasi, namun sebagian residu tersebut dapat bergerak masuk ke dalam

    permukaan air tanah (UNEP, 2003).

    Sistem air tanah merupakan sistem yang dinamis dimana air tanah secara terus

    menerus bergerak turun secara perlahan dari daerah yang terisi penuh yaitu daerah

    dengan permukaan yang lebih tinggi ke daerah dengan air tanah yang lebih sedikit

    seperti dataran rendah. Pada sistem akuifer yang lebih besar, dibutuhkan waktu

    puluhan hingga ratusan tahun agar air bisa melewati lapisan subterania dalam siklus

    hidrologi. Sedangkan pada lapisan batuan kapur kecepatan pergerakan air dapat

    mencapai hingga beberapa km/jam (UNEP, 2003).

    Karakteristik hidrolik beberapa jenis akuifer, khususnya bentuk patahan,

    aliran air, serta daya serap tanah dapat menaikkan kecepatan pergerakan pestisida dari

    permukaan tanah untuk masuk ke dalam zona air tanah dangkal. Evaluasi potensi

    pencemaran pestisida pada air tanah tergantung pada banyaknya senyawa pestisida

    yang mengalami pencucian ke dalam air tanah. Konsentrasi dan waktu yang

    dibutuhkan oleh residu pestisida untuk dapat memasuki permukaan air tanah

  • 36

    tergantung pada jumlah residu, jenis senyawa pestisida, kondisi cuaca saat

    pengaplikasian dan frekuensi aplikasi, afinitas karbon organik, bentuk molekul dan

    struktur pestisida, mobilitas dan persistensi senyawa dan kondisi hidrogeologis

    (UNEP (2003), Lapworth et. al (2006)).

  • 37

    I. Kerangka Teori

    Bagan 2.1 Kerangka Teori

    (Londershausen et.al (1991) dan Prijono (1994) dalam Wardhana et. al (2004);

    Kardinan, 2001)

    Menghambat

    respirasi sel pada

    mitokondria Aedes

    aegypti

    KT90 dan LC50

    Ae. aegypti

    Mengurangi

    aktivitas makan

    Ades aegypti

    Racun kontak Anti feedant

    Lethal

    Aedes aegypti

    Inaktivasi Aedes

    aegypti

    Fumigant

    Ekstrak Biji Srikaya

    Aplikasi spraying pada

    Aedes aegypti

  • BAB III

    ALUR PENELITIAN, DEFINISI OPERASIONAL, DAN HIPOTESIS

    A. Alur Penelitian

    Larva

    (2-8 hari)

    Pupa

    (2-3 hari)

    Ae. aegyptidewasa

    (2-5 hari)

    Telur

    (1-2 hari)

    Telur Aedes aegypti

    10 ekor Aedes aegypti dewasa dimasukkan ke tiap kotak perlakuan hingga berusia 2-5 hari

    dengan diberi makan larutan gula

    Breeding Aedes aegypti

    Konsentrasi

    0 %

    Konsentrasi

    10 % Konsentrasi

    15 %

    Konsentrasi

    20 %

    Konsentrasi

    25 %

    Aplikasi spraying terhadap Aedes aegypti

    Observasi & analisis Aedes aegypti yang jatuh setiap 10 menit selama 60 menit

    Analisis efikasi KT90 dan LC50

    Observasi & Analisis Aedes aegypti yang mati pada jam ke-1 hingga jam ke-6 dan jam ke-24

  • B. Definisi Operasional

    TABEL 3.1

    DEFINISI OPERASIONAL

    No. Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala

    Ukur

    1.

    Ekstrak biji

    Annona

    squamosa

    Sediaan yang diperoleh dari biji

    Annona squamosa yang telah

    diekstraksi dengan metode

    distilasi uap dan diencerkan

    dengan pelarut heksana hingga

    didapat konsentrasi yang

    diinginkan.

    Pengukuran

    persentase

    pelarut dan

    ekstrak biji

    srikaya

    Gelas ukur

    dan

    Makropipet

    1. 0 %

    2. 10 %

    3. 15 %

    4. 20 %

    5. 25 %

    Dalam perbandingan

    volume/volume (v/v)

    Ordinal

    2. Aedes aegypti

    Aedes aegypti dewasa berusia 2-5

    hari yang dipelihara dari telur dan

    diberi makan larutan gula.

    Observasi Lup Ekor Rasio

  • 40

    3.

    Lethal

    Concentration

    50 (LC50)

    Konsentrasi yang diturunkan

    yang dapat menyebabkan

    kematian 50% dari populasi

    organisme.

    (07/Permentan/Sr.140/2/2007)

    Analisa

    Statistik

    Probit

    Probit

    Analysis

    SPSS 16.0

    Volume/volume Ratio

    4. Knockdown

    Time 90 (KT90)

    Waktu yang dibutuhkan untuk

    dapat menyebabkan hingga 90%

    kejatuhan dari hewan uji (Komisi

    Pestisida, 2012)

    Observasi

    Stopwatch

    dan Lembar

    Pengamatan

    Menit Rasio

    5. Mortalitas Ae.

    Aegypti

    Jumlah Ae. Aegypti yang mati

    setelah diberi perlakuan dari

    berbagai konsentrasi ekstrak biji

    srikaya

    Observasi

    Lembar

    pengamatan Ekor Rasio

  • C. Hipotesis

    1. Ekstrak biji srikaya (Annona squamosa) berpotensi sebagai bioinsektisida

    dalam upaya Integrated Vector Management terhadap Aedes aegypti.

    2. Ekstrak biji srikaya (Annona squamosa) berpotensi sebagai bioinsektisida

    terhadap Aedes aegypti berdasarkan nilai LC50 pada uji efikasi.

    3. Ekstrak biji srikaya (Annona squamosa) berpotensi sebagai bioinsektisida

    terhadap Aedes aegypti berdasarkan nilai KT90 pada uji efikasi

  • 42

    BAB IV

    METODE PENELITIAN

    A. Desain Penelitian

    Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni (true experiment)

    dengan rancangan post test dengan kelompok kontrol (post test only control group

    design). Desain penelitian ini dipilih karena tidak dilakukan pretest terhadap sampel

    sebelum perlakuan. Sampel yang digunakan pada kelompok eksperimen dan

    kelompok kontrol dianggap sama sebelum mendapat perlakuan. Penelitian dengan

    cara ini memungkinkan peneliti untuk melakukan pengukuran pengaruh perlakuan

    (intervensi) pada kelompok eksperimen yang satu dengan cara membandingkannya

    dengan kelompok eksperimen yang lain dan kelompok control (Imron dan Munif,

    2010).

    B. Lokasi dan Waktu Penelitian

    Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ekologi dan Laboratorium Pangan

    Pusat Laboratorium Terpadu Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

    Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus hingga Desember 2013.

  • 43

    C. Populasi dan Sampel

    1. Populasi

    Populasi pada penelitian ini adalah Aedes aegypti dewasa steril. Nyamuk

    dewasa didapat dengan memelihara telur Aedes aegypti yang diperoleh dari

    Laboratorium Parasitologi dan Entomologi Kesehatan Fakultas Kedokteran Hewan

    IPB. Larva akan diberi fish food sebagai makanan hingga berubah menjadi Aedes

    aegypti dewasa.

    2. Sampel

    Sampel dalam penelitian ini adalah Aedes aegypti dewasa yang berusia 2-5

    hari masa hidup nyamuk berdasarkan kriteria WHO. Jumlah sampel yang digunakan

    ialah masing-masing 10 ekor nyamuk untuk masing-masing pengujian (WHO,2006).

    Dimana jumlah replikasi pengujian sebanyak empat kali (Komisi Pestisida, 2012).

    Dengan begitu jumlah sampel yang dibutuhkan dalam penelitian ini ialah 10 x 5 x 4 =

    200 ekor nyamuk.

    Kriteria Inklusi

    1. Aedes aegypti dewasa

    2. Berumur 2-5 hari

    3. Nyamuk kenyang larutan gula sebelum diberi perlakuan

    Kriteria Eksklusi

    1. Nyamuk mati sebelum perlakuan

  • 44

    2. Nyamuk berumur >5 hari

    D. Alat dan Bahan

    1. Alat

    Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu :

    Neraca analitik

    Pipet

    Gelas ukur

    Beaker glass

    Blender atau juicer

    Batang pengaduk

    Vacuum rotary evaporator

    Kertas label

    Alumunium foil

    Kawat kasa

    Kain kasa

    Kertas saring

    Baskom

    Labu ukur

    Alat semprot tangan (hand sprayer)

    Stopwatch

  • 45

    Gelas pemeliharaan

    Lembar pengamatan

    Kotak perlakuan berukuran 20 cm x 20 cm x 20 cm

    2. Bahan

    Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu :

    Pelarut heksana. Jenis pelarut ini dipilih berdasarkan sifat dari senyawa

    aktif biji srikaya yang akan digunakan dalam penelitian ini. Sifat senyawa

    aktif biji srikaya yang digunakan dalam penelitian ini merupakan senyawa

    polar yang terlarut dalam lemak pada biji srikaya. Selain itu, heksana juga

    cukup aman dan memiliki titik didih yang relatif rendah dibandingkan

    pelarut lain sehingga menghemat waktu ekstraksi. Oleh karena itu

    digunakan heksana yang merupakan pelarut non polar untuk melarutkan

    senyawa aktif pada biji srikaya.

    Biji srikaya (Annona squamosa L) yang diperoleh dari buah srikaya yang

    telah matang. Biji yang digunakan memiliki kulit biji berwarna coklat tua

    hingga kehitaman yang mengkilat.

    Air suling atau aquadest

    Aedes aegypti dewasa berusia 2-5 hari yang diperoleh dari hasil rearing.

    Kapas

    Fish food

  • 46

    Gula pasir

    E. Alur Penelitian

    1. Pemeliharaan Aedes aegypti

    Nyamuk dewasa diperoleh dengan memelihara telur Aedes aegypti yang

    diperoleh dari Laboratorium Parasitologi dan Entomologi Kesehatan Fakultas

    Kedokteran Hewan IPB. Adapun proses pemeliharaannya ialah sebagai berikut :

    1. Masukkan telur Aedes aegypti yang diperoleh dari Laboratorium Parasitologi

    dan Entomologi Kesehatan FKH IPB ke dalam toples berisi air suling.

    2. Atur suhu dan kelembaban ruangan. Yaitu pada suhu berkisar antara 25

    32oC dengan kelembaban 70-90% (Komisi Pestisida, 2012).

    3. Setelah 3 hari, ganti air dalam toples pemeliharaan dengan air suling yang

    baru dan beri fish food sebagai makanan larva. Kemudian tutup dengan kain

    kasa (Aradilla, 2010; Sekar Sari, 2010).

    4. Dilakukan pemelihaan larva selama 3-5 hari dengan memberi makan fish food

    setiap hari.

    5. Dilakukan pemantauan terhadap masing-masing gelas pemeliharaan yang

    berisi larva untuk memastikan bahwa tidak ada larva yang mati hingga

    berubah menjadi pupa.

    6. Setelah 3 hari, kemudian pisahkan larva yang telah berubah menjadi pupa ke

    dalam gelas plastik dan tutup kembali dengan kain kasa.

  • 47

    7. Setelah pupa berubah menjadi nyamuk dewasa, nyamuk dipindahkan ke

    dalam kotak perlakuan dan dipelihara hingga berusia 2-5 hari dengan diberi

    makan larutan gula (Sekar Sari, 2010).

    Bagan 4.1 Alur Pemeliharaan Nyamuk Aedes aegypti

    Setelah 3 hari, dipisahkan larva yang telah berubah menjadi pupa ke dalam gelas

    pemeliharaan dan tutup kembali dengan kain kasa.

    Dipindahkan nyamuk ke dalam kotak perlakuan dan dipelihara hingga berusia 2-5 hari

    dengan diberi makan larutan gula

    Dimasukkan telur Aedes aegypti ke dalam nampan berisi air bersih

    Atur suhu dan kelembaban ruangan. Yaitu pada suhu berkisar antara

    25 32oC dengan kelembaban 70%-90%

    Setelah 3 hari, dipindahkan masing-masing 10 ekor larva Aedes aegypti ke dalam 20 buah

    gelas pemeliharaan yang berisi air bersih dan beri fish food sebagai makanan larva.

    Kemudian tutup dengan kain kasa.

    Dilakukan pemelihaan larva selama 3-5 hari dengan memberi makan fish food setiap hari.

    Dilakukan pemantauan terhadap masing-masing gelas pemeliharaan yang berisi larva

    untuk memastikan bahwa tidak ada larva yang mati hingga berubah menjadi pupa

  • 48

    2. Ekstraksi Biji Srikaya

    Biji srikaya diperoleh dari tanaman srikaya yang tumbuh di Kecamatan

    Kebayoran Baru, Jakarta Selatan dan Kelurahan Pisangan, Ciputat. Kedua daerah

    tersebut banyak ditumbuhi tanaman srikaya sehingga dipilih sebagai daerah untuk

    mendapatkan biji srikaya.

    Adapun biji srikaya yang digunakan ialah biji yang tua, ditandai dengan

    warna kulit biji yang hitam mengkilat. Biji srikaya yang didapat dikering-anginkan

    dengan sinar matahari. Setelah benar-benar kering, biji srikaya digiling halus hingga

    berbentuk serbuk kering.

    Selanjutnya dilakukan pembuatan ekstrak biji srikaya dengan menggunakan

    pelarut heksana. Pembuatan ekstrak heksana biji srikaya dilakukan dengan

    mencampurkan sebanyak 643 g serbuk biji srikaya dan 1000 ml heksana.

    Kemudian diaduk menggunakan orbital shaker selama 24 jam. Campuran

    serbuk biji srikaya dan heksana disaring sehingga diperoleh supernatan. Ampasnya

    dicampur 600 ml heksana dan diaduk selama 1 jam. Larutan tersebut disaring lagi dan

    ditampung ke dalam labu Erlenmeyer bercampur dengan hasil saringan pertama

    (Prijono (1994) dalam Wardhana et.al (2004)).

    Selanjutnya supernatan yang telah didapat dipindahkan kedalam labu

    evaporator dan diuapkan dengan suhu 60C. Proses ekstraksi dihentikan setelah

    semua senyawa heksana menguap dan didapat ekstrak biji srikaya berupa larutan

    kental berwarna kuning.

  • 49

    Setelah didapat larutan induk ekstrak biji srikaya, kemudian dilakukan

    pengenceran menggunakan heksana. Ekstrak dicampur dengan heksana hingga

    diperoleh volume 100 ml yang dibuat dengan perbandingan v/v (volume per volume)

    yang dinyatakan dalam persen.

  • 50

    Bagan 4.2.Diagram Alir Ekstraksi Biji Srikaya

    (Wardhana et.al, (2004); Sekar Sari (2010); Aradilla (2010); Kempraj & Bhat (2011))

    9

    6b

    6 a

    Pengenceran dengan pelarut heksana

    Konsentrasi

    10 %

    Konsentrasi

    20 %

    Konsentrasi

    25 %

    Konsentrasi

    15 %

    Konsentrasi

    0 %

    Disaring dengan kertas saring

    Ampas hasil penyaringan dicampur

    dengan 600 mL heksana

    Disaring kembali dengan kertas saring

    Supernatan

    Dikering-anginkan di bawah sinar matahari

    643gr Biji Srikaya (A. Squamosa. L)

    Ekstrak biji Srikaya

    Diekstraksi dengan 1000 mL heksana

    Dicampur kembali dalam labu

    erlenmeyer

    Diblender hingga halus

    Di uapkan dengan vacuum rotary evaporator

    4

    5

    7

    8

    10

    11

    1

    2

    3

  • 51

    3. Pengujian

    a. Pembagian Kelompok

    Setelah didapatkan larutan ekstrak biji srikaya dari proses ekstraksi,

    selanjutnya dilakukan pengelompokan terhadap Aedes aegypti yang diuji. Sebanyak

    200 ekor Aedes aegypti dewasa berusia 2-5 hari dibagi menjadi 5 kelompok yang

    terdiri dari 10 ekor untuk masing-masing konsentrasi uji dengan empat kali replikasi.

    Adapun mekanisme pembagiannya ialah sebagai berikut :

    R1 :

    R2 :

    R3 :

    R4 :

    Keterangan :

    R1 : Replikasi ke-1

    R2 : Replikasi ke-2

    0%

    (Kontrol)

    25% 15% 10% 20%

    0%

    (Kontrol)

    25% 15% 10% 20%

    0%

    (Kontrol)

    25% 15% 10% 20%

    0%

    (Kontrol)

    25% 15% 10% 20%

  • 52

    R3 : Replikasi ke-3

    R4 : Replikasi ke-4

    Konsentrasi 0% (kontrol) : pelarut heksana 100 ml

    Konsentrasi 10% : 10 ml ekstrak biji srikaya + 90 ml pelarut heksana

    Konsentrasi 15% : 15 ml ekstrak biji srikaya + 85 ml pelarut heksana

    Konsentrasi 20% : 20 ml ekstrak biji srikaya + 80 ml pelarut heksana

    Konsentrasi 25% : 25 ml ekstrak biji srikaya + 75 ml pelarut heksana

    b. Uji Pendahuluan

    Setelah dilakukan pembuatan larutan ekstrak biji srikaya, selanjutnya

    dilakukan uji pendahuluan. Uji pendahuluan dilakukan untuk menentukan batas kritis

    konsentrasi yaitu konsentrasi yang dapat menyebabkan kematian terbesar mendekati

    50% dan kematian terkecil mendekati 50%. Uji pendahuluan dilakukan dengan satu

    kali pengulangan pada empat kelompok yang mendapat perlakuan dan satu kontrol.

    Adapun uji pendahuluan dilakukan dengan cara :

    Mengisi kotak perlakuan yang terbuat dari kawat kasa berukuran 20 cm x 20

    cm x 20 cm dengan masing-masing 10 ekor nyamuk dewasa yang berusia

    antara 2-5 hari dari gelas pemeliharaan dan diberi makan larutan gula 10%.

    Menyemprotkan berbagai konsentrasi ekstrak biji srikaya dengan konsentrasi

    0; 10% ; 15%; 20%; dan 25% yang diperoleh dari hasil pengenceran pada tiap

    kotak perlakuan pada setiap sisi kotak perlakuan.

  • 53

    Diamati jumlah nyamuk yang jatuh setiap 10 menit hingga menit ke-60

    (WHO (2009); Komisi Pestisida (2012)).

    Diamati dan dihitung jumlah nyamuk yang mati pada jam ke-1 hingga jam ke-

    6 dan jam ke-24.

    Bagan 4.3. Diagram Alir Uji Pendahuluan

    Diisi masing-masing kotak perlakuan yang terbuat dari kawat kasa berukuran 10

    cm x 20cm x 20 cm dengan 10 ekor Aedes aegypti dewasa yang berusia antara 2-5

    hari dari gelas pemeliharaan dan diberi makan larutan gula.

    Aplikasi spraying ekstrak biji srikaya

    Konsentrasi

    0 ml

    Dilakukan pen