susi erawati-fkik.pdf

100
TINGKAT PENGETAHUAN MASYARAKAT TENTANG BANTUAN HIDUP DASAR (BHD) DI KOTA ADMINISTRASI JAKARTA SELATAN Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep) Oleh SUSI ERAWATI NIM : 1111104000016 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1436 H/2015 M

Upload: phunghuong

Post on 30-Dec-2016

263 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: SUSI ERAWATI-FKIK.pdf

TINGKAT PENGETAHUAN MASYARAKAT TENTANG BANTUAN HIDUP DASAR (BHD) DI KOTA ADMINISTRASI JAKARTA SELATAN

Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)

Oleh

SUSI ERAWATI NIM : 1111104000016

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1436 H/2015 M

Page 2: SUSI ERAWATI-FKIK.pdf
Page 3: SUSI ERAWATI-FKIK.pdf

iii

FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES SCHOOL OF NURSING SYARIF HIDAYATULLAH STATE ISLAMIC UNIVRSITY OF JAKARTA

Undergraduate Thesis, July 2015

Susi Erawati, NIM: 111110400016

Public Knowledge Level of Basic Life Support (BLS) in South Jakarta Administration City

xxvi + 75 pages + 15 tables + 4 scheme + 5 attachments

ABSTRACT

Basic Life Support (BLS) is crucial to save lives when cardiac arrest occurs. Incidence of Out of Hospital Cardiac Arrest (OHCA) in the last three years in Asia-Pacific countries which Indonesia as a member that many as 60,000 cases. Survival is much more likely when OHCA’s victims receive Cardiopulmonary Resusciation (CPR) immediately from general public until medical team arrived. Therefore knowledge’s general public about basic life support is essential for research where knowledge is the domain in shaping one's actions. The aim is to describe level of knowledge of the general public in South Jakarta area on Basic Life Support (BLS). This study conducted on 246 respondents using a questionnaire designed by the American Heart Association, 2010. The results showed that knowledge level of public in South Jakarta about basic life support is good (52.8%). The level of knowledge is based on the characteristics of middle adulthood respondents (66.67%), female gender (56.83%), and primary school (81.48%) have a good knowledge. In general, respondents also have a good knowledge about the definition of BHD, danger theory, theories call for help, Only CPR techniques, and theories when to stop CPR. The public is expected to offset the knowledge possessed by improving skills in performing basic life support, one of them with periodical training, furthermore local Health Departement can facilitate this.

Keywords: Science, Society, Basic Life Support, Cardiac Pulmonary Resuscitation

Reference: 65 (years 1998-2015)

Page 4: SUSI ERAWATI-FKIK.pdf

iv

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Skripsi, Juli 2015

Susi Erawati, NIM: 111110400016

Tingkat Pengetahuan Masyarakat tentang Bantuan Hidup Dasar (BHD) di Kota Administrasi Jakarta Selatan

xxvi + 75 halaman + 15 tabel + 4 skema + 5 lampiran

ABSTRAK

Bantuan hidup dasar adalah dasar untuk menyelamatkan nyawa ketika terjadi henti jantung (cardiac arrest). Kejadian Out of Hospital Cardiac Arrest (OHCA) di beberapa negara yang tergabung dalam Asia-Pasifik salah satunya Indonesia dalam tiga tahun terakhir yakni sebanyak 60.000 kasus. Kelangsungan hidup jauh lebih mungkin ketika korban OHCA menerima Cardiopulmonary Resusciation (CPR) segera dari bystander (masyarakat awam) sembari menungu tim medis datang. Oleh karena itu pengetahuan pada masyarakat awam tentang bantuan hidup dasar merupakan hal yang penting untuk diteliti dimana pengetahuan merupakan domain dalam membetuk tindakan seseorang.Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran tingkat pengetahuan masyarakat umum di Wilayah Jakarta Selatan tentang Bantuan Hidup Dasar (BHD).Penelitian ini merupakan deskriptif kuantitatif yang dilakukan pada 246 responden dengan menggunakan kuesioner yang dibuat berdasarkan American Heart Association 2010. Hasil penelitian didapatkan bahwa secara umum tingkat pengetahuan masyarakat Jakarta Selatan tentang bantuan hidup dasar baik (52,8%). Tingkat pengetahuan berdasarkan karakteristik responden didapatkan dewasa tengah (66,67%), jenis kelamin perempuan (56,83%), dan latar belakang pendidikan SD/sederajat (81,48 %) memiliki pengetahuan yang baik. Secara umum responden juga memiliki pengetahuan yang baik tentang definisi BHD, teori danger, teori call for help, teknik CPR Only, dan teori saat untuk menghentikan RJP. Masyarakat diharapkan dapat mengimbangi pengetahuan yang dimiliki dengan meningkatkan keterampilan dalam melakukan bantuan hidup dasar salah satunya dengan mengikuti pelatihan secara berkala, selain itu diharapkan Dinas Kesehatan setempat dapat memfasilitasi hal tersebut. Kata kunci : Pengetahuan, Masyarakat, Bantuan Hidup Dasar, Resusitasi Jantung Paru

Referensi : 65 (tahun 1998-2015)

Page 5: SUSI ERAWATI-FKIK.pdf
Page 6: SUSI ERAWATI-FKIK.pdf
Page 7: SUSI ERAWATI-FKIK.pdf
Page 8: SUSI ERAWATI-FKIK.pdf

viii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : SUSI ERAWATI

Tempat, tanggal lahir : Jakarta, 25 Oktober 1992

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Status : Belum Menikah

Alamat : Jalan Kramat No.8 RT 001/02

Kel. Grogol Selatan Kec. Kebayoran Lama

Kota Administrasi Jakarta Selatatan

Kode pos 12220

HP : 085853639034

E-mail : [email protected]

Fakultas/Jurusan : Fakultas Kedokteran dan Imu Kesehatan/

Program Studi Ilmu Keperawatan

PENDIDIKAN

1. TK Budi Pangerti Grogol Selatan 1998-1999

2. Sekolah Dasar Negeri Grogol Selatan 04 Petang 1999-2005

3. Sekolah Menengah Pertama Negeri 48 Jakarta 2005-2008

4. Sekolah Menengah Atas Negeri 29 Jakarta 2008-2011

5. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2011-sekarang

ORGANISASI

1. BEM PSIKUIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2013-2014

Page 9: SUSI ERAWATI-FKIK.pdf

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat

dan hidayah-Nya serta shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW,

sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal skripsi dengan judul “Tingkat

Pengetahuan Masyarakat tentang Bantuan Hidup Dasar (BHD) di Kota

Administrasi Jakarta Selatan”.

Skripsi ini disusun sebagaimana untuk memenuhi salah satu syarat

mencapai gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,

sebagai sarana belajar menjadi peneliti, serta merupakan aplikasi dari ilmu-ilmu

yang telah dipelajari selama kuliah.

Penulis telah berupaya menyajikan suatu tulisan ilmiah yang rapi,

sistematik, dan insya Allah mudah dipahami oleh pembaca. Penulis menyadari

penyajian skripsi ini masih belum sempurna, hal tersebut didasari pengetahuan,

pengalaman, dan kemampuan penulis yang belum luas dan perlu banyak belajar.

Oleh karena itu penulis membutuhkan saran dan kritik yang membangun untuk

menyempurnakan skripsi ini.

Page 10: SUSI ERAWATI-FKIK.pdf

x

Dalam penyusunan skripsi banyak pihak yang telah memberikan

motivasi dan bantuan sehingga proposal skripsi ini dapat terselesaikan. Adapun

penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. DR.H.Arif Sumantri,S.KM.,M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran

dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Maulina Handayani.S.Kp,M.Sc selaku Ketua Program Studi Ilmu

Keperawatan dan Ernawati,S.Kp,M.kep,Sp.KMB selaku Sekretaris

Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jamaludin, S.Kp,M.Kep dan Ns. Waras Budi Utomo, S.Kep,M.KM

selaku Dosen Pembimbing, terima kasih kepada beliau yang telah

memberikan waktu dan ilmunya dalam proses penyusunan proposal

skripsi ini.

4. Ibu Maulina Handayani,S.Kp,M.Sc, selaku Dosen Pembimbing

Akademik, terima kasih kepada beliau yang telah memberikan arahan

selama proses perkuliahan.

5. Segenap Staf Pengajar dan Karyawan di Lingkungan Program Studi

Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta.

6. Segenap jajaran Staf dan Karyawan Akademik serta Perpustakaan

Fakultas yang telah membantu dalam pengadaan referensi sebagai

bahan rujukan proposal skripsi.

7. Orang tua saya, Bpk. Parmin dan Ibu Sunarti yang telah menuntun

saya hingga saat ini, kakak saya Sertu. Agus Setyawan yang senantiasa

Page 11: SUSI ERAWATI-FKIK.pdf

xi

memberikan semangat dan bimbingannya kepada saya,dan sepupu

saya Desy Tia Wahyuni yang senantiasa menemani dalam masa-masa

sulit ketika penyusunan skripsi.

8. Teman-teman seperjuangan saya di PSIK 2011 dan terkhusus untuk

Widiany Nurrahmah, Ratna Sari, Rifka Triasari, Tristi Agustin, Suci

Rahma Wardani, Dina Setya Rahma Kelrey, Ita Samtasiyah, dan Lilis

Zuhriyah yang telah menghibur, memberikan inspirasi, dan

memberikan semangat selama proses perkuliahan hingga saat ini.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih belum sempurna, namun

penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi yang memerlukannya.

Jakarta, Juli 2015

Susi Erawati

Page 12: SUSI ERAWATI-FKIK.pdf

xii

DAFTAR ISI

Halaman Judul .................................................................................................... i

Lembar Pernyataan ........................................................................................... ii

Abstract ............................................................................................................. iii

Abstrak ............................................................................................................... ii

Lembar Persetujuan .......................................................................................... v

Lembar Pengesahan .......................................................................................... vi

Pernyataan Pengesahan .................................................................................... vi

Daftar Riwayat Hidup .................................................................................... viii

Kata Pengantar ................................................................................................. ix

Daftar Singkatan ............................................................................................ xvii

Daftar Gambar ............................................................................................. xviii

Daftar Tabel .................................................................................................. xviii

Daftar Lampiran ............................................................................................. xix

BAB 1 PENDAHULUAN................................................................................... 1

A. Latar Belakang .......................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 6

C. Pertanyaan Penelitian ................................................................................ 7

D. Tujuan ....................................................................................................... 7

1.Tujuan Umum ..................................................................................... 7

2.Tujuan Khusus .................................................................................... 7

E. Manfaat Penelitian .................................................................................... 8

F. Ruang Lingkup Penelitian ......................................................................... 9

Page 13: SUSI ERAWATI-FKIK.pdf

xiii

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 10

A. Pengetahuan ............................................................................................ 10

1.Definisi ............................................................................................. 10

2.Tingkat Pengetahuan ...…………………………………………….. 11

B. Masyarakat .............................................................................................. 13

1.Definisi Masyarakat .......................................................................... 13

2.Masyarakat sebagai first responder .................................................... 13

C. Bantuan Hidup Dasar .............................................................................. 14

1.Definisi Bantuan Hidup Dasar ........................................................... 14

2.Pelaksana Tindakan Bantuan Hidup Dasar ......................................... 15

3.Pedoman Bantuan Hidup Dasar pada Dewasa menurut American Heart Association (AHA) 2010. ..................................................................... 16

4.Langkah Bantuan Hidup Dasar untuk Masyarakat Awam Menurut Resuscitation Council (UK) 2010 ......................................................... 18

5.Saat Untuk Mengehentikan RJP Menurut Pro Emergency (2011) ...... 20

6.Komplikasi yang Disebabkan RJP Menurut Pro Emergency (2011) .. 21

7.Posisi Pemulihan ............................................................................... 21

8.Gambaran Pelayanan Kegawatdaruratan dan Pertolongan Pertama menurut International Federation of Red Cross and Red Crescent Societies 2007 ...................................................................................... 23

D. Penelitian Terkait .................................................................................... 25

E. Kerangka Teori ....................................................................................... 28

BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ............ 29

A. Kerangka Konsep .................................................................................... 29

B. Definisi Operasional ................................................................................ 30

Page 14: SUSI ERAWATI-FKIK.pdf

xiv

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ........................................................ 34

A. Desain Penelitian ..................................................................................... 34

B. Lokasi dan Waktu Peneltian ................................................................... 34

C. Populasi dan Sampel ............................................................................... 35

1.Populasi ............................................................................................ 35

2.Sampel .............................................................................................. 35

D. Instrumen Penelitian ................................................................................ 37

E. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas .......................................................... 38

1.Uji Validitas ...................................................................................... 38

2.Uji Reliabilitas .................................................................................. 41

F. Langkah-langkah Pengumpulan Data ...................................................... 42

G. Etika Penelitian ....................................................................................... 44

H. Pengolahan Data ..................................................................................... 45

I. Analisis Data ........................................................................................... 46

J. Penyajian Data ........................................................................................ 47

BAB V HASIL PENELITIAN ......................................................................... 48

A. Karakteristik Responden ......................................................................... 48

1. Frekuensi Usia Responden di Jakarta Selatan .................................. 48

2 Frekuensi Jenis Kelamin Responden di Jakarta Selatan .................... 48

3. Frekuensi Pendidikan Terakhir Responden di Jakarta Selatan ......... 49

4. Sumber Informasi tentang Bantuan Hidup Dasar ............................ 50

B. Tingkat Pengetahuan Masyarakat tentang Bantuan Hidup Dasar (BHD) .. 50

C. Gambaran Tingkat Pengetahuan Masyarakat tentang Bantuan Hidup Dasar (BHD) berdasarkan Karakteristik Responden ................................................. 51

Page 15: SUSI ERAWATI-FKIK.pdf

xv

1. Tingkat Pengetahuan tentang Bantuan Hidup Dasar Berdasarkan Usia ..................................................................................................... 51

2. Tingkat Pengetahuan tentang Bantuan Hidup Dasar Berdasarkan Jenis Kelamin ............................................................................................... 52

3. Tingkat Pengetahuan tentang Bantuan Hidup Dasar Berdasarkan Pendidikan Terakhir ............................................................................ 53

D. Tingkat Pengetahuan Pengetahuan tentang Teori BHD ............................ 53

1. Tingkat Pengetahuan tentang Teori Definisi BHD ........................... 54

2. Tingkat Pengetahuan tentang Teori Danger ..................................... 55

3. Tingkat Pengetahuan tentang Teori Call for help ............................. 55

4. Tingkat Pengetahuan tentang Teori Teknik Kompresi (CPR Only) .. 56

5. Tingkat Pengetahuan tentang Teori Saat untuk Menghentikan RJP .. 56

BAB VI PEMBAHASAN ................................................................................. 58

A. Gambaran Karakteristik Masyarakat di Kota Administrasi Jakarta Selatan ........................................................................................................... 58

1. Usia ................................................................................................. 58

2. Jenis Kelamin .................................................................................. 59

3. Tingkat Pendidikan .......................................................................... 60

4. Sumber Informasi yang Digunakan .................................................. 60

B. Tingkat Pengetahuan Masyarakat tentang Bantuan Hidup Dasar (BHD) .. 61

C. Tingkat Pengetahuan Berdasarkan Karakteristik Masyarakat ................... 63

1. Tingkat Pengetahuan Responden tentang BHD Berdasarkan Usia .... 63

2. Tingkat Pengetahuan Responden tentang BHD Berdasarkan Jenis Kelamin ............................................................................................... 64

3. Tingkat Pengetahuan Responden tentang BHD Berdasarkan Pendidikan Terakhir ............................................................................. 65

D. Tingkat Pengetahuan Responden tentang Tahapan-tahapan BHD ............ 66

Page 16: SUSI ERAWATI-FKIK.pdf

xvi

1. Tingkat Pengetahuan tentang Teori Definisi BHD ........................... 66

2. Tingkat Pengetahuan tentang Teori Danger ..................................... 67

3. Tingkat Pengetahuan tentang Teori Call for help ............................. 68

4. Tingkat Pengetahuan tentang Teori Teknik Kompresi (CPR Only) .. 69

5. Tingkat Pengetahuan tentang Teori Saat untuk Menghentikan RJP . 69

E. Keterbatasan Penelitian ........................................................................... 70

BAB VII PENUTUP ........................................................................................ 72

A. Kesimpulan ............................................................................................. 72

B. Saran ....................................................................................................... 74

1. Bagi Masyarakat .............................................................................. 74

2. Bagi Dinas Kesehatan Setempat ...................................................... 74

3. Bagi Peneliti Selanjutnya ................................................................. 74

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 17: SUSI ERAWATI-FKIK.pdf

xvii

DAFTAR SINGKATAN

A-B-C : Airway-Breathing-Circulation

AED : Automated External Defibrillator

AHA : American Heart Association

BHD : Bantuan Hidup Dasar

BIN : Badan Inteligen Negara

BLS : Basic Life Support

C-A-B : Circulation-Airway-Breathing

CPR : Cardiopulmonary Resuscitation

KUHP : Kitab Undang-undang Hukum Pidana

OHCA : Out-of-hospital Cardiac Arrest

PMR :Palang Merah Remaja

RJP : Resusitasi Jantung Paru

ROSC : Return of Spontaneous Circulation

SCA : Sudden Cardiac Arresst

Satpol PP : Satuan Polisi Pamong Praja

SAR : Search and Rescue

UIN : Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

UK : United Kingdom

UU : Undang-undang

WHO : World Health Organization

Page 18: SUSI ERAWATI-FKIK.pdf

xviii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1: Algoritma bantuan hidup dasar dewasa untuk umum 19 Gambar 2.2: Recovery Position 22 Gambar 2.3: Kerangka Teori 28 Gambar 3.1: Kerangka Konsep 29

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel 30

Tabel 4.1 Kisi-kisi Instrumen BHD 37

Tabel 4.2 Interpretasi koefisioen reliabilitas 0-1 42

Tabel 5.1 Frekuensi Usia Responden di Jakarta Selatan 48

Tabel 5.2 Frekuensi Jenis Kelamin Responden di Jakarta Selatan 48

Tabel 5.3 Frekuensi Pendidikan Terakhir Responden di Jakarta Selatan 49

Tabel 5.4 Sumber Informasi tentang BHD 50

Tabel 5.5 Tingkat Pengetahuan Masyarakat tentang BHD 50

Tabel 5.6 Tingkat Pengetahuan tentang BHD Berdasarkan Usia 51

Tabel 5.7 Tingkat Pengetahuan tentang BHD Berdasarkan Jenis Kelamin 52

Tabel 5.8 Tingkat Pengetahuan tentang BHD Berdasarkan Pendidikan Terakhir 53 Tabel 5.9 Tingkat Pengetahuan tentang Teori Definisi BHD 54

Tabel 5.10 Tingkat Pengetahuan tentang Teori Danger 55

Tabel 5.11 Tingkat Pengetahuan tentang Teori Call for help 55

Tabel 5.12 Tingkat Pengetahuan tentang Teori Teknik Kompresi (CPR Only) 56

Tabel 5.13 Tingkat Pengetahuan tentang Teori Saat untuk Menghentikan RJP 56

Page 19: SUSI ERAWATI-FKIK.pdf

xix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Izin Studi Pendahuluan

Lampiran 2. Izin Pengambilan Data dan Penelitian

Lampiran 3. Uji validitas isi (Content Validity)

Lampiran 4. Kuesioner Penelitian

Lampiran 5. Hasil Olah SPSS

Page 20: SUSI ERAWATI-FKIK.pdf

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit jantung merupakan pembunuh terbesar nomer satu di dunia

(WHO,2012). Penyakit jantung pada orang dewasa yang sering ditemui

adalah penyakit jantung koroner dan gagal jantung (RISKESDAS,2013).

Angka kematian dunia akibat penyakit jantung koroner berkisar 7.4 juta

pada tahun 2012 (WHO, 2015). Penyakit jantung koroner (PJK) atau

disebut penyakit arteri koroner dapat menyebabkan masalah listrik yang

menyebabkan SCA (Sudden Cardiac Arrest) (National Heart Lung and

Blood Institute,2011). Sebagian besar kasus cardiac arrest terjadi pada

orang yang memiliki penyakit arteri koroner (Mayo Clinic,2012). Penyakit

arteri koroner adalah penyebab paling umum dari SCA pada orang berusia

lebih dari 35 tahun (Uscher,2014).

Prevalensi jantung koroner berdasarkan wawancara terdiagnosis

dokter di Indonesia sebesar 0,5 persen, dan berdasarkan terdiagnosis

dokter atau gejala sebesar 1,5 persen. Sedangkan prevalensi penyakit

jantung koroner di DKI Jakarta sebesar 0,7 persen pada umur ≥ 15 tahun

dimana Jakarta Selatan sebesar 0,6 persen berdasarkan wawancara

terdiagnosis dokter dan sebesar 2,0 persen (tertinggi pertama di DKI

Jakarta) berdasarkan terdiagnosis dokter dan gejala (RISKESDAS DKI

Jakarta, 2013). Artinya resiko terjadinya cardiac arrest karena penyakit

jantung koroner cukup tinggi khususnya di wilayah Jakarta Selatan.

Page 21: SUSI ERAWATI-FKIK.pdf

2

Cardiac arrest adalah hilangnya fungsi jantung pada seseorang secara

tiba-tiba yang mungkin atau tidak mungkin telah didiagnosis penyakit

jantung. Cardiac arrest terjadi ketika malfungsi sistem listrik jantung.

Pada cardiac arrest kematian terjadi ketika jantung tiba-tiba berhenti

bekerja dengan benar. Hal ini mungkin disebabkan oleh tidak normal, atau

tidak teratur, irama jantung (disebut aritmia) (American Heart

Association,2014).

Setiap tahun, layanan gawat darurat medis mengkaji adanya lebih dari

420.000 cardiac arrest terjadi luar rumah sakit di Amerika Serikat

(American Heart Association,2014). Pada tahun 2013 Layanan Medis

Darurat atau Emergency Medical Service (EMS) di Inggris berusaha

menyadarkan sekitar 28.000 kasus out-of-hospital cardiac arrest (OHCA)

(British Heart Foundation,2015). Kejadian Out of Hospital Cardiac Arrest

(OHCA) di beberapa negara yang tergabung dalam Asia-Pasifik salah

satunya Indonesia dalam tiga tahun terakhir yakni sebanyak 60.000 kasus

(Hock,2014). Sedangkan insiden cardiac arrest di Indonesia belum

didapatkan data yang jelas.

Sekitar 80% dari OHCA terjadi di rumah dan 20% di tempat

umum. Hanya sekitar 20% berada dalam 'irama shockable' (yaitu dapat

diobati dengan defibrilasi) pada saat EMS tiba. Ada banyak kasus OHCA

yang terjadi namun EMS tidak mencoba resusitasi karena pada saat

kedatangan, mereka menilai korban berada di luar resusitasi. Hal ini

karena korban telah meninggal selama beberapa jam, atau telah mengalami

trauma yang parah yang tidak kompatibel dengan kehidupan, atau karena

Page 22: SUSI ERAWATI-FKIK.pdf

3

kesempatan untuk memulai resusitasi tidak diambil lebih cepat sementara

EMS sedang dalam perjalanan. Jika bystander (pengamat atau masyarakat

awam) memiliki kepercayaan diri dan keterampilan untuk memanggil 999

(Emergency Call di Inggris) lebih cepat, memberikan resusitasi

kardiopulmoner yang efektif (CPR) sampai EMS tiba, dan saat yang tepat

menggunakan defibrilator akses publik, jumlah kasus di mana EMS bisa

mencoba resusitasi akan meningkat. (NHS England,2015)

Kelangsungan hidup jauh lebih mungkin ketika korban OHCA

menerima Cardiopulmonary Resusciation (CPR) segera dari bystander .

Oleh karena itu menghubungi Emergency Call dan CPR yang diberikan

segera oleh bystander dapat meningkatkan jumlah orang yang diberi

kesempatan bertahan hidup. Hal tersebut sejalan dengan beberapa data

yakni: angka korban OHCA yang selamat oleh bystander sebesar 31,7

persen (Sudden Cardiac Arrest Foundation,2015). Sedangkan menurut

American Heart Association (2015) sebesar 40,1% korban OHCA

.terselamatkan setelah dilakukan resusitasi jantung paru (RJP) oleh

bystander (American Heart Association,2015).

Frame menyatakan bahwa Bantuan Hidup Dasar (BHD) harus

diberikan pada korban-korban yang mengalami henti napas, henti jantung,

dan perdarahan. Keterampilan BHD dapat diajarkan kepada siapa saja.

Setiap orang dewasa seharusnya memiliki keterampilan BHD (Frame,

2010). Idealnya di dunia, semua orang akrab dengan teknik dasar

pertolongan pertama dan mengambil pelatihan teratur untuk memastikan

Page 23: SUSI ERAWATI-FKIK.pdf

4

pengetahuan tetap berjalan. (International Federation of Red Cross and

Red Crescent Societies, 2011).

Sering kali, bystander mungkin enggan untuk menawarkan bantuan

terutama CPR, karena takut jika mereka melakukan sesuatu yang "salah",

mereka kemudian akan dituntut atau digugat untuk luka (meskipun tidak

disengaja) atau kematian. Penundaan yang dihasilkan dalam perawatan

darurat dapat menjadi faktor penentu dalam kelangsungan hidup korban,

dan di sebagian besar negara, penundaan ini benar-benar tidak beralasan.

“Good Samaritan Law” akan dikenakan pada seseorang yang memberikan

bantuan (seperti pertolongan pertama, CPR, atau penggunaan AED) dalam

keadaan darurat kepada orang yang terluka dalam kapasitas sukarela, tanpa

mengharapkan kompensasi moneter, dan bukan dari penyelamat

profesional atau profesional medis. Sebagian besar negara memiliki versi

hukum di tempat, dengan beberapa variasi dalam rincian (CPR

Seattle,2015).

Hukum di Indonesia terkait kewenangan memberikan resusitasi

jantung paru atau bantuan hidup dasar oleh masayarakat awam belum

tersusun dengan baik, namun dalam perundang-undangan yang ada di

Indonesia ada beberapa pasal yang mencakup aspek tersebut sehingga

dapat dijadikan sebagai landasan atau dasar hukum dalam melakukan

resusitasi jantung paru yakni Pasal 531 KUH Pidana menyatakan: "Barang

siapa menyaksikan sendiri ada orang di dalam keadaan bahaya maut,

lalai memberikan atau mengadakan pertolongan kepadanya sedang

pertolongan itu dapat diberikannya atau diadakannya dengan tidak akan

Page 24: SUSI ERAWATI-FKIK.pdf

5

mengkhawatirkan, bahwa ia sendiri atau orang lain akan kena bahaya

dihukum kurungan selama-lamanya tiga bulan atau denda sebanyak-

banyaknya Rp. 4.500,- (Kitab Undang-undang Hukum Pidana)

Upaya peningkatan pengetahuan dan keterampilan masyarakat

dalam memberikan bantuan hidup dasar sudah pernah diteliti oleh

Nurchayati dkk, 2006. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui

keefektifan penerapan ipteks dalam peningkatan pengetahuan dan

keterampilan tentang pemberian bantuan hidup dasar pada keadaan gawat

darurat masyarakat nelayan di Kelurahan Cilacap Kecamatan Cilacap

Selatan Kabupaten Cilacap. Hasil penelitian tersebut terjadi peningkatan

pengetahuan dan keterampilan tentang pemberian bantuan hidup dasar

pada keadaan gawat darurat setelah dilakukan penerapan ipteks. Terdapat

24 nelayan (41,37%) yang sudah menyebarkan ilmu yang didapat dalam

pendidikan kesehatan kepada keluarganya dan 13 kapal nelayan yang

melaut (17,33%) minimal ada satu orang awak yang mengetahui tentang

pemberian bantuan hidup dasar (Nurchayati, Pranowo, & Jumaini, 2006).

Pengetahuan tentang CPR (Cardiopulmonary Resuscitation)

diantara masyarakat umum di negara Barat masih lemah (Rasmus A, 2000

dalam Cheung, Dr BMY,2003). Penelitian lain dilakukan oleh Rajapakse

dkk, 2010 tentang pengetahuan CPR di masyarakat Republik Slovenia,

hasilnya pengetahuan keterampilan resusitasi umumnya lemah, hanya

1,2% mengetahui jumlah kompresi, 2,2% mengetahui perbandingan

kompresi dan ventilasi yang benar pada dewasa, dan hanya tiga dari 500

subjek (0,6%) mengetahui keduanya (jumlah kompresi-ventilasi).

Page 25: SUSI ERAWATI-FKIK.pdf

6

Sedangkan di Indonesia sendiri peneliti belum menemukan

penelitian terkait gambaran pengetahuan masyarakat umum tentang

bantuan hidup dasar, namun sudah ada penelitian tentang hubungan

karakteristik polisi lalu lintas dengan tingkat pengetahuan bantuan hidup

dasar di Direktorat lalu Lintas Polda Sulawesi Utara yang dilakukan oleh

Lumangkun. Kumaat, & Rompas (2014). Hasil penelitian tersebut tidak

ada hubungan antara umur, jenis kelamin, pendidikan terakhir, dan masa

kerja polisi lalu lintas dengan tingkat pengetahuan BHD. Jadi dapat

disimpulkan tidak ada hubungan antara karakteristik polisi lalu lintas

dengan tingkat pengetahuan BHD (Lumangkun, Kumaat, & Rompas,

2014)

B. Rumusan Masalah

Tingginya prevalensi penyakit jantung koroner penyebab paling

umum terjadinya cardiac arrest khususnya di Jakarta Selatan

(RISKESDAS DKI Jakarta, 2013) maka pengetahuan dan kemampuan

masyarakat untuk melakukan bantuan hidup dasar dirasa perlu dikaji,

terlebih masyarakat adalah orang yang terpapar pertama kali dengan

kejadian cardiac arrest. Berdasarkan hal ini, penulis ingin mengetahui

bagaimana pengetahuan masyarakat tentang bantuan hidup dasar, atau

apakah mereka pernah terpapar pengetahuan tentang bantuan hidup dasar.

Inilah yang mendasari penulis untuk melakukan penelitian terkait

gambaran tingkat pengetahuan masyarakat tentang bantuan hidup dasar.

Page 26: SUSI ERAWATI-FKIK.pdf

7

C. Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana gambaran tingkat pengetahuan masyarakat di Jakarta

Selatan tentang bantuan hidup dasar?

2. Bagaimana gambaran karakteristik responden?

3. Apakah masyarakat pernah mendapatkan informasi terkait bantuan

hidup dasar? Jika Ya, darimana sumber informasi tersebut?

D. Tujuan

1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan

gambaran tingkat pengetahuan masyarakat umum di Wilayah Jakarta

Selatan tentang Bantuan Hidup Dasar (BHD).

2. Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah diketahuinya:

Karakteristik responden meliputi: usia, jenis kelamin, pekerjaan, dan

pendidikan terakhir.

a. Tingkat pengetahuan masyarakat tentang konsep bantuan

hidup dasar.

b. Tingkat pengetahuan masyarakat berdasarkan karakteristik

responden.

c. Sumber informasi yang didapatkan responden tentang

bantuan hidup dasar.

Page 27: SUSI ERAWATI-FKIK.pdf

8

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi Masyarakat di wilayah Jakarta Selatan

Membantu mengidentifikasi tingkat pengetahuan masyarakat

tentang bantuan hidup dasar dan sebagai kajian bagi masyarakat

untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilan tentang

bantuan hidup dasar.

2. Bagi Peneliti

Melatih peneliti untuk mengembangkan kemampuan dalam bidang

penelitian dan sebagai bentuk implementasi dari ilmu-ilmu yang

sudah dipelajari peneliti selama kuliah di Program Studi Ilmu

Keperawatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta khususnya ilmu

kegawat daruratan.

3. Bagi Pendidikan Keperawatan

Menjadi dasar bahwa Bantuan Hidup Dasar (BHD) atau Resusitasi

Jantung Paru (RJP) merupakan bagian penting pada kurikulum

pendidikan, diharapkan mahasiswa keperawatan mampu

melakukan hal tersebut dan menyebarkan pengetahuan yang

mereka miliki tentang bantuan hidup dasar kepada masyarakat lain

disekitarnya.

4. Bagi Profesi Keperawatan

Dengan mengetahui gambaran tingkat pengetahuan masyarakat

tentang bantuan hidup dasar maka salah satu peran perawat yakni

sebagai educator (pendidik) dapat mengidentifikasi metode

Page 28: SUSI ERAWATI-FKIK.pdf

9

pendidikan kesehatan seperti apa yang sesuai dengan masyarakat

ketika akan melakukan pelatihan kepada masyarakat.

F. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan oleh mahasiswi Program Studi Ilmu

Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta yang bertujuan mengetahui tingkat pengetahuan

masyarakat tentang bantuan hidup dasar di wilayah Jakarta Selatan. Jenis

penelitian ini deskriptif kuantitatif dengan menyebarkan kuesioner yang

dibuat berdasarkan teori tentang resusitasi jantung paru berdasarkan

American Heart Association 2010.

Page 29: SUSI ERAWATI-FKIK.pdf

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengetahuan

1. Definisi

Menurut Bloom (1908) dalam Efendi (2009), pengetahuan

merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah seseorang melakukan

pengindraan terhadap objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui

pancaindra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penghidu,

perasa, dan peraba. Tetapi sebagian besar pengetahuan manusia

diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif domain

merupakan hal yang sangat penting dalam membetuk tindakan

seseorang (overt behavior). Perilaku yang didasari pengetahuan

umumnya bersifat langgeng.

Proses adopsi perilaku, menurut Notoatmodjo S. (1977) dalam

Sunaryo (2004) yang mengutip pendapat Rogers (1974), sebelum

seseorang mengadopsi perilaku, didalam diri orang tersebut terjadi

suatu proses yang berurutan (akronim AIETA), yaitu:

a) Awareness (kesadaran), individu menyadari adanya stimulus.

b) Interest (tertarik), individu mulai tertarik pada stimulus.

c) Evaluation (menimbang-nimbang), individu menimbang-nimbang

tentang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Pada

proses ketiga ini subjek sudah memiliki sikap yang lebih baik lagi.

d) Trial (mencoba), individu sudah mulai mencoba perilaku baru.

Page 30: SUSI ERAWATI-FKIK.pdf

11

e) Adoption, individu telah berperilaku baru sesuai dengan

pengetahuan, sikap, dan kesadarannya terhadap stimulus.

Berdasarkan beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa

pengetahuan merupakan salah satu dasar terbentuknya perilaku pada

seseorang, sehingga ketika perawat menjalankan salah satu perannya

sebagai educator dalam pendidikan kesehatan maka hal yang perlu

dilakukan yakni memberikan pengetahuan atau informasi terkait tujuan

dari pendidikan kesehatan itu sendiri.

2. Tingkat Pengetahuan

Menurut Rogers (1974) dalam Efendi (2009) pengetahuan yang

tercakup dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan sebagai

berikut:

a) Tahu (know). Tahu diartikan sebagai pengingat akan suatu

materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam

pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall)

sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau

rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu

merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja

untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari

antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan,

menyatakan, dan sebagainya.

b) Memahami (comprehension). Memahami diartikan sebagai

suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang

objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi

Page 31: SUSI ERAWATI-FKIK.pdf

12

tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek

atau materi tersebut harus dapat menjelaskan, menyebutkan

contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap

objek yang dipelajari.

c) Aplikasi (application). Aplikasi diartikan sebagai kemampuan

untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi

atau kondisi sebenarnya. Aplikasi di sini dapat diartikan

sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus,

metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi

yang lain.

d) Analisis (analysis). Analisis adalah suatu kemampuan untuk

menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-

komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi dan

masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini

dapat dilihat dari penggunaan kata kerja seperti dapat

menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan,

mengelompokkan, dan sebagainya.

e) Sintesis (synthetic). Sintesis menunjuk kepada suatu

kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-

bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan

kata lain, sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun

formulasi baru dari formulasi-formulasi yang telah ada.

Contohnya, dapat menyusun, merencanakan, ,meringkaskan,

Page 32: SUSI ERAWATI-FKIK.pdf

13

menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau

rumusan-rumusan yang telah ada.

f) Evaluasi (evaluation). Evaluasi ini berkaitan dengan

kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian

terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian tersebut

didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau

menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

B. Masyarakat

1. Definisi Masyarakat

Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang saling bergaul,

saling berinteraksi (Koentjaraningrat, (1990) dalam Effendy, Nasrul

(1998) .masyarakat merupakan kesatuan-kesatuan hidup manusia yang

dalam bahasa Inggrisnya dipakai istilah society, yang berarti kawan.

Ciri-ciri suatu masyarakat seperti yang dikemukakan oleh

Koentjaraningrat (1990) adalah sebagai berikut:

a) Interaksi antar warga-warganya

b) Adat istiadat, norma-norma, hukum-hukum dan aturan-aturan khas

yang mengatur seluruh pola tingkah laku warga kota atau desa.

c) Suatu komunitas dalam waktu

d) Suatu rasa identitas kuat yang mengikat semua warga

2. Masyarakat sebagai first responder

Orang awam menurut perannya dalam masyarakat dibedakan

menjadi dua (Pro Emergency, 2011) :

Page 33: SUSI ERAWATI-FKIK.pdf

14

a) Orang awam biasa

Orang awam biasa atau masyarakat umum biasanya adalah

orang yang berada paling dekat dengan lokasi kejadian. Apabila

kejadian terjadi di jalan raya maka yang pertama kali menemukan

korban adalah pengendara kendaraan, pejalan kaki, anak sekolah,

pedagang disekitar lokasi dan lain-lain. Apabila kejadian di lokasi

pabrik maka yang menemukan penderita adalah karyawan yang

bekerja ditempat tersebut. Secara spontan sebagian dari mereka

akan melakukan pertolongan terhadap korban sesuai dengan

pengetahuannya.

b) Orang awam khusus

Orang awam khusus maksudnya adalah orang yang bekerja

pada pelayanan masyarakat atau mempunyai tanggung jawab

terhadap keamanan dan kenyamanan masyarakat yaitu Polisi,

pemadam kebakaran,, Satpol PP, Satuan Pengamanan (SATPAM),

Tim SAR dan tentara. Sesuai dengan tanggungjawabnya kepada

masyarakat orang awam khususnya seharusnya dilatih khusus

untuk melakukan pertolongan kepada penderita gawat darurat

dilokasi kejadian.

C. Bantuan Hidup Dasar

1. Definisi Bantuan Hidup Dasar

Basic Life Support (BLS) atau bantuan hidup dasar adalah

dasar untuk menyelamatkan nyawa ketika terjadi henti jantung.

Page 34: SUSI ERAWATI-FKIK.pdf

15

Aspek dasar dari BLS meliputi pengenalan langsung terhadap

sudden cardiac arrest (SCA) dan aktivasi sistem tanggap darurat,

cardiopulmonary resuscitation (CPR) atau resusitasi jantung paru

(RJP) dini, dan defibrilasi cepat dengan defibrillator eksternal

otomatis/ automated external defibrillator (AED). Pengenalan dini

dan respon terhadap serangan jantung dan stroke juga dianggap

sebagai bagian dari BLS (Berg et al, 2010).

Resusitasi Jantung Paru (RJP) adalah suatu tindakan

darurat, sebagai usaha untuk mengembalikan keadaan henti napas

dan atau henti jantung (yang dikenal dengan kematian klinis) ke

fungsi optimal, guna mencegah kematian biologis (Muttaqin,

2009). Tujuan pemberian bantuan hidup dasar menurut Pro

Emergency (2011) adala berusaha memberikan bantuan sirkulasi

sistemik, beserta ventilasi dan oksigenasi tubuh secara efektif dan

optimal sampai didapatkan kembali sirkulasi sistemik spontan atau

telah tiba bantuan dengan peralatan yang lebih lengkap untuk

melaksanakan tindakan bantuan hidup jantung lanjutan.

2. Pelaksana Tindakan Bantuan Hidup Dasar

Setiap orang bisa menjadi penyelamat untuk korban cardiac

arrest. Keterampilan CPR dan penerapannya tergantung pada

pelatihan, pengalaman, dan keyakinan yang dimiliki penyelamat.

Penekanan dada merupakan dasar dari CPR . Semua penyelamat

meskipun belum pernah mengikuti pelatihan harus memberikan

Page 35: SUSI ERAWATI-FKIK.pdf

16

kompresi dada untuk semua korban serangan jantung. Karena

pentingnya, penekanan dada menjadi tindakan CPR awal untuk

semua korban tanpa memandang usia. Tim penyelamat yang

mampu harus menambahkan ventilasi untuk kompresi dada

(Travers et al ,2010).

Selama bertahun-tahun, CPR telah berkembang dari teknik

yang dilakukan hampir secara eksklusif oleh dokter dan profesional

kesehatan. Hari ini keterampilan menyelamatkan nyawa cukup

mudah dilakukan bagi siapa saja yang ingin belajar. Namun,

penelitian telah menunjukkan bahwa beberapa faktor yang

menghalangi masyarakat untuk melakukan tindakan, yakni rasa

takut bahwa mereka akan melakukan kesalahan saat CPR, takut

tanggung jawab hukum, dan takut infeksi dari melakukan mulut ke

mulut. Keefektifan CPR yang diberikan segera setelah cardiac

arrest memiliki dua atau tiga kesempatan korban dapat bertahan

hidup, tetapi hanya 32 persen dari korban cardiac arrest

mendapatkan CPR dari penyelamat. Sayangnya, kurang dari

delapan persen orang yang menderita cardiac arrest di luar rumah

sakit dapat bertahan hidup (American Heart Association,2011).

3. Pedoman Bantuan Hidup Dasar pada Dewasa menurut

American Heart Association (AHA) 2010.

Pedoman AHA (2010) mengatur ulang langkah RJP dari

“A-B-C” menjadi “C-A-B”, sehingga memungkinkan setiap

Page 36: SUSI ERAWATI-FKIK.pdf

17

penolong memulai kompresi dada sesegera mungkin. Pada menit-

menit awal korban mengalami henti jantung, dalam darah pasien

masih terkandung residu oksigen dalam bentuk ikatan

oksihemoglobin yang dapat diedarkan dengan bantuan sirkulasi

buatan melalui kompresi dada. Dengan perubahan urutan ke CAB,

kompresi dada akan dimulai lebih cepat dan penundaan karena

ventilasi menjadi minimal. Pedoman baru ini berisi beberapa

rekomendasi yang didasarkan pada pembuktian ilmiah, yaitu:

a) Pengenalan segera henti jantung tiba-tiba (suddent cardiac

arrest) didasarkan pada pemeriksaan kondisi unresponsive dan

tidak adanya napas normal.

b) Perubahan pada RJP berlaku pada korban dewasa, anak dan bayi

kecuali bayi baru lahir.

c) “Look, Listen, and Feel” telah dihilangkan dari algoritme BHD.

d) Kecepatan kompresi dada 100 x/menit.

e) Kedalaman kompresi dada menjadi 2 inchi (5 cm)

f) Penolong terus melakukan RJP hingga terjadi return of

spontaneous circulation (ROSC).

Algoritma basic life support (BLS) bagi dewasa menurut

Berg et al (2010) secara umum adalah suatu kerangka kerja

konseptual untuk semua tingkat penyelamat di semua tempat.

Menekankan komponen kunci yang dapat dan harus penyelamat

lakukan. Ketika menemui korban serangan jantung mendadak

dewasa, penyelamat tunggal pertama harus menyadari bahwa

Page 37: SUSI ERAWATI-FKIK.pdf

18

korban telah mengalami serangan jantung, berdasarkan tidak

adanya respon dan kurangnya pernapasan normal.

Setelah pengenalan, penyelamat harus segera mengaktifkan

sistem tanggap darurat (misal:118), mendapatkan AED /

defibrillator jika tersedia, dan mulai CPR dengan penekanan dada.

Jika AED tidak ada, penyelamat langsung ke CPR. Jika penyelamat

lainnya hadir, penyelamat pertama harus mengarahkan mereka

untuk mengaktifkan sistem tanggap darurat dan mendapatkan AED

/ defibrilator; penyelamat pertama harus mulai CPR segera. Ketika

AED / defibrillator tiba, pasang bantalan jika mungkin, tanpa

mengganggu penekanan dada dan menghidupkan AED. AED akan

menganalisis ritme dan langsung memberikan kejutan (yaitu,

upaya defibrilasi) atau melanjutkan CPR. Jika AED atau

defibrilator tidak tersedia, melanjutkan CPR tanpa henti sampai

penyelamat berpengalaman mengambil alih.

4. Langkah Bantuan Hidup Dasar untuk Masyarakat Awam

Menurut Resuscitation Council (UK) 2010

a) Pastikan korban, orang disekitar, dan Anda aman.

b) Cek respon korban:

1. Jika tidak ada respon

2. Tidak bernapas

3. Napas tidak normal (megap-megap)

Page 38: SUSI ERAWATI-FKIK.pdf

19

c) Minta seseorang untuk memanggil ambulan (misal: 118) dan

membawa AED jika tersedia. Jika Anda sendirian, gunakan

telepon genggam Anda untuk memanggil ambulan.

d) Jika Anda belum terlatih atau tidak mampu memberikan

bantuan ventilasi, hanya berikan kompresi dada minimal 100

kali per menit (30 kali kompresi).

e) Lanjutkan pemberian RJP sampai:

1. Penolong terlatih tiba dan mengambil alih,

2. Korban mulai menunjukkan kesadaran kembali, misalnya

batuk, membuka mata, berbicara, atau bergerak dan mulai

bernapas normal, atau

3. Anda sudah lelah.

Urutan pemberian bantuan hidup dasar bagi masyarakat umum:

Gambar 2.1: Algoritma

bantuan hidup dasar

dewasa untuk umum.

Sumber : American Heart

Association, 2010.

Page 39: SUSI ERAWATI-FKIK.pdf

20

5. Saat Untuk Menghentikan RJP menurut Pro Emergency

(2011)

Ada beberapa alasan kuat bagi penolong untuk mengentikan

RJP antara lain:

a) Penolong sudah melakukan bantuan secara optimal mengalami

kelelahan atau jika petugas medis sudah tiba di tempat

kejadian.

b) Penderita yang tidak berespon setelah dilakukan bantuan

hidup jantung lanjutan minimal 20 menit

c) Adanya tanda-tanda kematian pasti.

Ada beberapa tanda yang menunjukkan bahwa penderita

sudah mati biologis yakni:

a. Kebiruan (livor mortis)

Tanda merah tua sampai kebiruan pada bagian

tubuh yang terbawa (kalau penderita dalam keadaan

terlentang, pada pingang bagian terbawah).

b. Kekakuan (rigor mortis)

Anggota tubuh dan batang tubuh kaku, mulai empat

jam, menghilang setelah 10 jam.

c. Pembusukan yang nyata, terutama bau busuk

d. Cedera yang tidak memungkinkan penderita hidup seperti

terputusnya kepala, dll.

Page 40: SUSI ERAWATI-FKIK.pdf

21

6. Komplikasi Yang Disebabkan RJP Menurut Pro Emergency

(2011)

Walaupun dilakukan dengan benar, RJP dapat menyebabkan

komplikasi:

a) Patahnya tulang iga terutama pada orang tua.

b) Pneumotoraks (udara dalam ronga dada, tetapi di luar paru,

sehingga menyebabkan penguncupan paru-paru)

c) Hemotoraks (darah dalam rongga dada, namun di luar paru,

sehingga menyebabkan penguncupan pada paru-paru).

d) Luka dan memar pada paru-paru

e) Luka pada hati dan limpa

f) Distensi abdomen (perut kembung) akibat dari peniupan yang

salah.

7. Posisi Pemulihan (Recovery Position)

Menurut NHS (2014) ada beberapa variasi dalam posisi

pemulihan, masing-masing memiliki tujuan. Tidak ada satu posisi

tunggal yang sempurna untuk semua korban. Posisi harus stabil,

setengah lateral dengan kepala dependen dan tidak ada tekanan

yang menghalangi pada dada.

Untuk menempatkan seseorang dalam posisi pemulihan:

a) Berlutut di lantai di salah satu sisi korban

b) Tempatkan lengan terdekat dari Anda ke kanan tubuh korban

diluruskan ke arah kepala

Page 41: SUSI ERAWATI-FKIK.pdf

22

c) Selipkan tangan korban yang lain di bawah sisi kepala mereka,

sehingga punggung tangan mereka menyentuh pipi mereka

d) Menekuk lutut terjauh dari Anda ke sudut kanan

e) Memiringkan korban ke arah penolong dengan hati-hati

dengan menarik lutut yang ditekuk

f) Lengan atas harus mendukung kepala dan lengan bawah akan

menahan agar korban tidak bergulir terlalu jauh

g) Membuka jalan napas korban dengan memiringkan kepala dan

membuka dagu dengan perlahan

h) Periksa bahwa tidak ada yang menghalangi jalan napas korban

i) Tetap bersama korban sembari memonitor pernapasan dan

denyut nadi terus menerus sampai bantuan tiba

j) Jika memungkinkan ubah ke posisi miring yang lain setelah 30

menit

Gambar 2.2: Recovery Position

Sumber : American Heart Association, 2010.

Page 42: SUSI ERAWATI-FKIK.pdf

23

8. Gambaran Pelayanan Kegawatdaruratan dan Pertolongan

Pertama menurut International Federation of Red Cross and

Red Crescent Societies 2007

Urutan Layanan Darurat terdiri dari tindakan

menyelamatkan nyawa yang diikuti dengan urutan tertentu:

peringatan kecelakaan, pertolongan pertama, transportasi dan

membawa ke perawatan medis terdekat. Tindakan harus dilakukan

dalam hitungan menit setelah kecelakaan karena berpacu dengan

waktu. Hal ini membutuhkan sumber daya. Jika salah satu bagian

yang hilang, urutan akan rusak dan bantuan darurat tidak akan

diberikan dengan benar. Meskipun dedikasi staff emergency medis

besar pada negar-negara di dunia, pelayanan kegawatdaruratan

tidak bekerja dengan baik, misalnya kesalahan sistem. Nomor

telepon gawatdarurat yang spesifik harus ada, dimana masyarakat

memiiki pengetahuan dan kebebasan menghubungi langsung

dengan pelayanan gawat darurat. Semakin mudah dan cepat akses

telepon harus disediakan.

Kedua, terlalu sedikit orang yang memiliki pengetahuan

tentang pertolongan pertama yang tepat. Di jalan-jalan di seluruh

dunia, kemungkinan orang yang mampu mengambil tindakan

protektif segera dan memberikan bantuan hidup dasar di lokasi

kecelakaan sangat rendah. Ada kekurangan penyediaan transportasi

ambulans darurat, dengan atau tanpa fasilitas medis. Entah

Page 43: SUSI ERAWATI-FKIK.pdf

24

ambulans tidak tiba sama sekali atau mereka tiba di lokasi

kecelakaan terlambat. Akibatnya, korban kecelakaan jalan

umumnya diangkut ke rumah sakit menggunakan cara lain dan

sering dalam kondisi yang sangat buruk.

Ketiga, rumah sakit tidak dilengkapi peralatan penunjang

dan korban kecelakaan jalan sering tidak diterima untuk

mendapatkan perawatan. Bahkan di mana perawatan yang tepat

tersedia, banyak korban kecelakaan mungkin tidak dapat memiliki

akses ke sana untuk alasan keuangan kecuali teman-teman atau

keluarga dapat membayar di muka untuk pelayanan medis. Situasi

ini berlaku untuk kedua layanan medis di rumah sakit dan

ambulans.

Akses ke perawatan kesehatan dasar bagi masyarakat

umum tergantung pada keberadaan sistem asuransi sosial. Sistem

ini tidak ada di banyak negara. Korban kecelakaan jalan yang tidak

sadar, yang mungkin melayang-layang antara hidup dan mati

karena kecelakaan yang terjadi sekian mil jauhnya dari rumah

mereka, berada pada posisi yang kurang menguntungkan karena

mereka mungkin tidak dapat membuktikan bahwa mereka dapat

membayar pelayanan medis. Dengan demikian, pada dasarnya

meningkatkan layanan pertolongan darurat dan sistem medis

merupakan komponen penting untuk mencegah kematian

Page 44: SUSI ERAWATI-FKIK.pdf

25

kecelakaan jalan dan cacat jangka panjang di sebagian besar negara

di seluruh dunia.

Idealnya di dunia, semua orang mengenal teknik dasar

pertolongan pertama dan mengikuti pelatihan yang berkala untuk

memastikan bahwa pengetahuan ini tetap berjalan. Ini adalah

kebijakan yang dipromosikan oleh Palang Merah dan Bulan Sabit

Merah, yang menawarkan pelatihan pertolongan pertama kepada

masyarakat di seluruh dunia.

D. Penelitian Terkait

Penelitian dilakukan oleh Lontoh, Killing, & Wongkar (2013) dengan

judul “Pengaruh Pelatihan Teori Bantuan Hidup Dasar terhadap

Pengetahuan Resusitasi Jantung Paru Siswa-siswi SMA Negeri 1 Toili”.

Tujuan mengetahui pengaruh pelatihan bantuan hidup dasar terhadap

pengetahuan resusitasi jantung paru siswa-siswi SMA Negeri 1 Toili.

Metode penelitian yang digunakan desain penelitian One-Group Pre test-

post test Design untuk membandingkan pengetahuan RJP sebelum dan

sesudah pelatihan. Jumlah sampel yang digunakan yaitu 72 orang yang

terdiri dari 37 orang anggota pramuka dan 35anggota PMR (Palang Merah

Remaja). Analisis data dilakukan dengan menggunakan SPSS dan uji

hipotesis menggunakan Wilcoxon Signed Rank Test. Hasil. hasil uji

statistik Wilcoxon Signed Rank Test pada responden yaitu terdapat

pengaruh yang signifikan dimana nilai p-value =0,000 (á<0.05).

Kesimpulan. Secara statistik ada pengaruh yang signifikan pelatihan teori

Page 45: SUSI ERAWATI-FKIK.pdf

26

bantuan hidup dasar terhadap pengetahuan resusitasi jantung paru siswa-

siswi SMA Negeri 1 Toili.

Tidak hanya di Indonesia, penelitian tentang bantuan hidup dasar juga

pernah dilakukan oleh Pergola & Araujo (2009) di jalan raya pedesaan

negara bagian Sao Paulo yang berjudul “Laypeople and basic life

support”, pelatihan masayarakat awam untuk memberikan pertolongan

pertama dalam situasi kegawatan dan memberikan bantuan hidup dasar

(BHD) sangat penting untuk menyelamatkan nyawa dan menghindari

gejala sisa. Tujuan penelitian tersebut untuk mengidentifikasi pengetahuan

masyarakat awam tentang bantuan hidup dasar (BHD). Wawancara

terstruktur dilakukan dengan menggunakan bahasa non-teknis. sampel

terdiri dari 385 subyek. sebagian besar (57,1%) adalah perempuan dengan

lulusan tingkat pendidikan menengah dan tidak lulus pendidikan tinggi

(53,7%). Hasilnya hanya 9,9% mengetahui ventilasi mulut ke mulut;

84,2% mengetahui teknik kompresi dada, dan 79,9% di antaranya

mengetahui tujuannya. Hanya 14,5% mengetahui bagaimana posisi korban

untuk melakukan kompresi dada; 82,4% melaporkan frekuensi kompresi

dada di bawah per menit. Tidak memiliki informasi yang memadai dan

lembaga pelatihan bantuan hidup dasar (BHD) berdampak pada kesalahan

dalam memberikan pertolongan pertama kepada korban, dan

membahayakan resusitasi.

Adapula penelitian yang telah dilakukan oleh Rajapakse, Noc, &

Kersnik (2010) yang berjudul “Public knowledge of cardiopulmonary

resuscitation in Republic of Slovenia” hasilnya dari 500 responden yang

Page 46: SUSI ERAWATI-FKIK.pdf

27

diwawancarai, hampir 70% dari subyek telah menghadiri kursus CPR,

tetapi hampir 80% dari mereka melakukannya lebih dari 10 tahun yang

lalu. Kurang dari setengah dari subyek telah mengikuti pelatihan CPR

meliputi penyelamatan pernapasan (47%) pelatihan CPR mengetahui

keduannya (p <0,001). Pengetahuan tentang keterampilan resusitasi pada

umumnya rendah. Hanya tiga dari 500 responden mengetahui rasio

kompresi-ventilasi dengan benar (0,6%). Lokasi dan kekuatan yang benar

untuk kompresi dada dinyatakan masing-masing 37,6% dan 13,0%, hal

tersbut lebih sering pada kelompok yang mengikuti pelatihan CPR.

Page 47: SUSI ERAWATI-FKIK.pdf

28

E. Kerangka Teori

Gambar 2.3. Kerangka Teori

Keterangan:

Pengetahuan tentang BHD:

1. Definisi bantuan hidup

dasar

2. Langkah bantuan

hidup dasar untuk

masyarakat awam.

3. Posisi Pemulihan

Tingkat Pengetahuan:

1. Baik

2. Cukup

3. Kurang

= Variabel yang diteliti

Page 48: SUSI ERAWATI-FKIK.pdf

29

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN DEFINSI OPERASIONAL

A. Kerangka Konsep

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang terdiri dari varibel

orang yakni masyarakat tentang tingkat pengetahuan mereka terhadap bantuan

hidup dasar.

Gambar 3.1: Kerangka Konsep

Keteranga

Tingkat Pengetahuan BHD Masyarakat dengan

Karakteristik

Usia

Jenis kelamin,

Pendidikan terakhir

= Variabel yang diteliti

Page 49: SUSI ERAWATI-FKIK.pdf

30

B. Definisi Operasional

Tabel 3.1

Definisi Operasional Variabel

No Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Cara Ukur Hasil ukur Skala

1 Tingkat

Pengetahuan

tentang BHD

Pemahaman pengguna

jalan tentang usaha

untuk mengembalikan

keadaan henti napas

dan atau henti jantung

pada korban kecelakaan

lalu lintas, meliputi:

Kuesioner Responden

menjawab

kuesioner dengan

memilih salah

satu dari pilihan

jawaban “benar”

atau “salah”.

1. Baik= Jika persentase

jawaban benar 76%-

100% dari seluruh

pertanyaan.

2. Cukup= Jika persentase

jawaban benar 56%-

75% dari seluruh

Ordinal

Page 50: SUSI ERAWATI-FKIK.pdf

31

1. Pengenalan arrest

2. Meminta bantuan

untuk

menghubungi

ambulans gawat

darurat 118.

3. Melakukan RJP

hanya kompresi

saja

Kuesioner terdiri

dari 14

pernyataan.

Pemberian skor

menggunakan

skala Guttman:

Benar = 1

Salah = 0

pertanyaan.

3. Kurang= Jika persentase

jawaban benar < 56%

dari seluruh pertanyaan.

(Nursalam, 2008)

2. Usia Lamanya hidup

seseorang dihitung

mulai dari lahir sampai

ulang tahun terakhir.

Kuesioner Responden

menjawab dengan

menuliskan usia

pada kuesioner

jenis A (data

Usia dikategorikan menjadi:

1. Dewasa awal (18-40

tahun)

2. Dewasa tengah (41-

65 tahun.

Ordinal

Page 51: SUSI ERAWATI-FKIK.pdf

demografi). 3. Dewasa akhir (>66

tahun)

(Durkin.Kevin,t.th)

3. Jenis kelamin Perbedaan biologis dan

fisiologis yang

membedakan responden

antara laki-laki dan

perempuan

Kuesioner Responden

menjawab dengan

memilih salah

satu jenis kelamin

pada kuesioner

jenis A

1. laki-laki

2. Perempuan

Nominal

4. Pendidikan

terakhir

Jenjang sekolah yang

dicapai saat mengisi

kuesioner.

Kuesioner Responden

menjawab dengan

memilih salah

satu jenjang

1. Tidak Sekolah

2. Sekolah Dasar

(SD)/sederajat

3. Sekolah Menengah Atas

Ordinal

Page 52: SUSI ERAWATI-FKIK.pdf

33

pendidikan pada

kuesioner jenis A

(SMP)/sederajat

4. Sekolah Menengah Atas

(SMA)/sederajat

5. Perguruan Tinggi

Page 53: SUSI ERAWATI-FKIK.pdf

34

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan studi kuantitatif dengan desain deskriptif.

Penelitian deskriptif hanya menggambarkan atau memaparkan variabel-

variabel yang diteliti tanpa menganalisa hubungan antar variabel. Data hasil

penelitian disajikan dalam bentuk deskriptif agar pembaca dapat memahami

data tersebut dengan mudah (Dharma, 2011)

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada 13-30 Mei 2015 pada masyarakat yang

tinggal Jakarta Selatan. Alasan peneliti memilih wilayah Jakarta Selatan

sebagai lokasi karena tingginya proporsi penyakit jantung koroner di Jakarta

Selatan sebesar 2,0% berdasarkan diagnosis dokter dan gejala dibandingkan

lima wilayah DKI Jakarta lainnya, dimana penyakit jantung koroner

merupakan penyebab paling umum terjadinya cardiac arrest dan belum

pernah dilakukan penelitian mengenai tingkat pengetahuan masyarakat

tentang bantuan hidup dasar di wilayah Jakarta Selatan.

Page 54: SUSI ERAWATI-FKIK.pdf

35

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat yang berdomisili di

Wilayah Jakarta Selatan. Menurut Badan Pusat Statistik (2010) jumlah

penduduk di Jakarta Selatan usia 18->66 tahun berkisar 1.479.003 jiwa.

2. Sampel

Pengambilan sampel penelitian ini menggunakan teknik pertimbangan

atau purposive sampling. Dikatakan pengambilan sampel berdasarkan

pertimbangan bila cara pengambilan sampel dilakukan sedemikian rupa

sehingga kewakilannya ditentukan oleh peneliti berdasarkan pertimbangan

orang-orang yang telah berpengalaman (Budiarto, 2003).

Sampel dalam penelitian ini adalah masyarakat yang tinggal di

Wilayah Jakarta Selatan memenuhi kriteria inklusi:

a) Masyarakat baik laki-laki maupun perempuan kategori dewasa (>18

tahun).

b) Minimal pernah mendengar tentang bantuan hidup dasar atau resusitasi

jantung paru.

c) Masyarakat yang bersedia menjadi responden dalam penelitian ini.

Page 55: SUSI ERAWATI-FKIK.pdf

36

Perhitungan besarnya sampel dalam penelitian ini dihitung dengan

rumus berdasarkan proporsi yang dikemukakan oleh Issac & Michael

yakni sebagai berikut (Arikunto,2013):

Rumus: S=

Keterangan:

S = Ukuran sampel

N = Ukuran populasi

P = Proporsi dalam populasi

d = Ketelitian (error)

χ2 = harga table chi-kuadrat untuk ∞ (infinit) tertentu

Jika ditetapkan χ sebesar 1,96, d sebesar 0,05, P sebesar 2,0% dan N =

1.479.003 (jumlah penduduk di Jakarta Selatan usia 18->66 tahun), maka

besarnya sampel yang dihasilkan adalah:

S=

χ2NP (1-P)

d2 (N-1)+χ2P(1-P)

1,962 X 1.479.003 X 0,2 (1-0,2)

0,052 X (1.479.003-1) +1,962 X 0,2(1-0,2)

Page 56: SUSI ERAWATI-FKIK.pdf

37

S =

S = 245,82 dibulatkan menjadi 246 responden.

D. Instrumen Penelitian

Peneliti menggunakan kuesioner yang dikembangkan berdasarkan teori

tentang resusitasi jantung paru pada masyarakat awam (lay person) menurut

American Heart Association 2010. Kuesioner terdiri dari bagian A berupa

data demografi item 1-3 dan pada item pengkajian sumber informasi

responden tentang BHD pada item 4. Kemudian kuesioner bagian B berupa

pernyataan tentang teori BHD (item 1-14)

Cara pengukuran dilakukan dengan menggunakan kuesioner dengan skala

Guttman untuk variabel bebas pada item 1-14. Adapun semua pernyatan

merupakan pernyataan positif dan bernilai 1 untuk jawaban “benar” dan

bernilai 0 untuk jawaban “salah”.

Tabel 4.1

Kisi-kisi Instrumen Pengetahuan BHD

Komponen Favorable Jumlah Definisi BHD 1,2 2 Teori Danger 3,4 2 Meminta Bantuan (Call for help) 5 1 Teknik Kompresi (CPR Only) 6,7,8,9,10 5 Menghentikan RJP 11,12,13,14 4

909.078,068

3.698,119656

Page 57: SUSI ERAWATI-FKIK.pdf

38

Untuk analisis variabel pengetahuan tentang bantuan hidup dasar (item 1-

14) dikategorikan menjadi (Nursalam,2008):

a) Baik= Jika persentase jawaban benar 76%-100% dari seluruh pertanyaan.

b) Cukup= Jika persentase jawaban benar 56%-75% dari seluruh pertanyaan.

c) Kurang= Jika persentase jawaban benar < 56% dari seluruh pertanyaan.

E. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas

1. Uji Validitas

Validitas menunjukkan ketepatan pengukuran suatu instrumen artinya

suatu instrumen dikatakan valid apabila instrumen tersebut mengukur apa

yang seharusnya diukur. Uji validitas adala syarat mutlak bagi suatu alat

ukur agar dapat digunakan dalam suatu pengukuran (Dharma, 2011).

Menurut Gregory (2000) dalam Djaali & Muljon,Pudji (2007)

validitas isi menunjukkan sejauh mana pertanyaan, tugas atau butir dalam

suatu tes atau instrumen mampu mencerminkan keseluruhan konten atau

materi yang diujikan atau yang seharusnya dikuasai secara proprosional.

Penentuan proporsi dapat didasarkan pendapat (judgement) para ahli

dalam bidang yang bersangkutan. Jadi suatu tes akan mempunyai validitas

isi yang baik jika tes tersebut terdiri dari item-item yang mewakili semua

materi yang hendak diukur. Salah satu cara yang biasa dilakukan untuk

memperbaiki validitas isi suatu tes ialah dengan menggunakan blue-print

untuk menentukan kisi-kisi tes.

Page 58: SUSI ERAWATI-FKIK.pdf

39

Uji validitas pertama dilakukan pada tanggal 19 April 2015 bertempat

di RW 12 Kelurahan Grogol Selatan Kecamatan Kebayoran Lama Jakarta

Selatan. Peneliti memanfaatkan kegiatan rutin masyarakat yang diadakan

satu mingu sekali untuk menjaring responden. Adapun uji validitas

tersebut menggunakan Pearson Product Moment dimana jumlah item

pertanyaan pada kuesioner sebanyak 17 pertanyaan. Hasilnya didapatkan

dari 17 pertanyaan hanya ada delapan item pertanyaan yang valid.

Menurut Riwidikdo (2009) dikatakan valid jika hasil uji berdasarkan nilai

signifikasi (p) dibandingkan dengan = 5% dimana nilap p<0,05,

sehingga menunjukkan bahwa item tersebut valid. Adapun item

pertanyaan yang valid yakni nomer 1,3,4,5,8,13,16, dan 17.

Uji validitas kedua dilakukan pada tanggal 1-5 Mei 2015

menggunakan content validity atau validitas isi dengan meminta pendapat

pakar pada bidang yang sedang diteliti. Dalam melakukan uji validitas ini

peneliti mengkonsultasikan dengan tiga pakar di bidang Keperawatan

Gawat Darurat dan merupakan dosen di Program Studi Ilmu Keperawatan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Selain itu peneliti membuat kisi-kisi

pertanyaan berdasarkan teori resusitasi jantung paru menurut AHA 2010.

Adapun ketiga pakar tersebut antara lain:

a) Ns. Waras Budi Utomo, S.Kep,M.KM merupakan dosen mata

kuliah keperawatan gawat darurat sekaligus pembimbing dua.

Page 59: SUSI ERAWATI-FKIK.pdf

40

b) Ita Yuanita, S.Kp.,M.Kep dosen sekaligus koordintor mata kuliah

keperawatan gawat darurat.

c) Ratna Pelawati,S.Kp,M.Biomed memiliki sertifikat Intermediate

Emergency Nursing.

Berdasarkan hasil uji validitas isi, dari 17 pertanyaan pada

kuesioener pengetahuan tentang BHD tersisa 14 item pertanyaan.

Adapun beberapa item pertanyaan yang mengalami perubahan redaksi

maupun reduksi antara lain:

a) Item nomer 1,2,4, dan 5 mengalami perubahan redaksi.

b) Item nomer 6 mengalami reduksi karena tidak valid pada saat uji

Pearson, selain itu isi pertanyaan sudah terwakili pada item nomer

5.

c) Item nomer 7, 8, 10, 11, 12, 14, 15, dan 17 mengalami perubahan

redaksi dan perubahan nomer pertanyaan. Dimana perubahan

nomer pertanyaan secara berurutan yakni: nomer 7 diganti menjadi

nomer 6, nomer 8 diganti menjadi nomer 7, nomer 10 diganti

menjadi nomer 8, nomer 11 diganti menjadi nomer 9, nomer 12

diganti menjadi nomer 10, nomer 14 diganti menjadi nomer 12,

nomer 15diganti menjadi nomer 14, dan nomer 17 diganti menjadi

nomer 13.

Page 60: SUSI ERAWATI-FKIK.pdf

41

d) Item nomer 9 dan 16 mengalami reduksi karena pertanyaan pada

item tersebut tidak sesuai dengan teori American Heart

Association 2010.

2. Uji Reliabilitas

Reliabilitas adalah tingkat konsistensi dari suatu pengukuran,

reliabilitas menunjukkan apakah pengukuran mengasilkan data yang

konsisten jika instrumen digunakan kembali secara berulang

(Dharma,2011). Untuk mencari reliabilitas pada penelitian ini

menggunakan rumus K-R 20 dengan syarat jumlah butir pertanyaan

ganjil dan data yang digunakan memiliki skor 1 dan 0.

r11 =( )( ∑ )

Dengan keterangan:

r11 : reliabilitas instrumen

k : banyaknya butir pertanyaan

Vt : varians total

p : Proporsi ubjek yang menjawab betul pada sesuatu

butir (proporsi subjek yang mendapat skor 1)

p :

q : proporsisubjekyangmendapatskor0(1− p)

Page 61: SUSI ERAWATI-FKIK.pdf

42

Tabel 4.2

Interpretasi koefisien reliabilitas 0-1

Nilai Artinya Nilai alfa 1 Sangat sempurna Nilai alfa 0,8 Sangat bagus Nilai alfa 0,6 Bagus Nilai alfa 0,4 Cukup Nilai alfa < 0,4 Jelek

Sumber : Umar,2002 & Budiharto, 2008

Berdasarkan tabel tersebut peneliti menetukan kuesioner

dikatakan reliable jika nilai alfa minimal 0,6. Uji reliabilitas dilakukan

bersamaan dengan uji validitas pertama yakni pada tanggal 19 April

2015 bertempat di RW 12 Kelurahan Grogol Selatan Kecamatan

Kebayoran Lama Jakarta Selatan. Peneliti memanfaatkan kegiatan

rutin masyarakat yang diadakan satu mingu sekali untuk menjaring

responden. Didapatkan hasil nilai reliabilitas sebesar 0,95, karena >0,8

artinya reliabilitas sangat bagus.

F. Langkah-langkah Pengumpulan Data

1. Setelah proposal penelitian disetujui, kemudian peneliti mengajukan surat

ijin penelitian ke Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Peneliti menyebarkan link yang berisi form kuesioner online melalui

media sosial antara lain Facebook, Path, Whatsapp, Line, dan Broadcast

melalui BBM (Blackberry Messanger).

Page 62: SUSI ERAWATI-FKIK.pdf

43

3. Adapun alamat link yang dapat diakses users adalah

http://docs.google.com/document/d/1ZIoCopdFDC0SffdKwGzuhcMs

jBNfwKwp7vnjOnL-W1M/edit?usp=sharing

4. Peneliti membuka aktifasi form online sampai jumlah responden

terpenuhi.

5. Pengambilan data dimulai tanggal 13-30 Mei 2015.

6. Setelah membuka link tersebut, users diberikan tampilan awal berupa

penjelasan penelitian.

7. Pada dokumen “Penjelasan Penelitian” user yang bersedia menjadi

responden meng-klik link out yang berisi lembar kuesioner.

8. Responden yang bersedia kemudian mengisi seluruh pertanyaan yang ada

pada kuesioner.

9. Responden dipilih berdasarkan kriteria inklusi dan sampel yang

digunakan sebanyak 246 orang berdasarkan teknik purposive sampling.

10. Selama satu minggu atau sampai tanggal 20 Mei 2015, responden yang

terdaftar sebanyak 33 responden, karena jumlah tersebut masih < 50%

maka peneliti melakukan kunjungan rumah kepada warga yang tinggal di

wilayah Jakarta Selatan.

11. Teknis pengambilan data secara langsung kepada responden dilakukan

dengan beberapa cara antara lain kunjungan ke rumah-rumah warga dan

mengadakan kegiatan pemeriksaan kesehatan bagi warga dengan tidak

memungut biaya bagi yang bersedia menjadi responden penelitian.

Page 63: SUSI ERAWATI-FKIK.pdf

44

12. Tanggal 30 Mei 2015 jumlah responden sudah terpenuhi sebanyak 246

orang, kemudian peneliti menonakifkan form kuesioner online.

13. Kuesioner yang telah diisi kemudian diolah dan dianalisis oleh peneliti.

G. Etika Penelitian

Penelitian ini melibatkan manusia sebagai subjek penelitian maka

peneliti harus memahami prinsip-prinsip etika penelitian. Jika hal ini tidak

dilaksanakan, maka peneliti akan melanggar hak-hak (otonomi) manusia yang

kebetulan sebagai klien. Prinsip etik menurut ANA (American Nurse

Association) yang berkaitan dengan peran perawat sebagai peneliti adalah

sebagai berikut:

1. Otonomi

Prinsip ini berkaitan dengan kebebasan seseorang dalam menentukan

nasibnya sendiri (independen). Hak untuk memilih apakah ia

disertakan atau tidak dalam suatu proyek penelitian dengan memberi

persetujuannya atau tidak memberi persetujuannya dalam informed

consent. Untuk itu sebelum pengisian kuesioner subjek penelitian

diberikan penjelasan oleh peneliti terkait prosedur, tujuan, dan manfaat

penelitian, serta memberi kesempatan kepada subjek untuk bertanya

mengenai pertanyaan atau pernyataan dalam kuesioner.

2. Beneficence

Peneliti berupaya agar penelitian yang dilakukan mengandung prinsip

kebaikan (promote good). Adapun manfaat penelitian sebagaimana

Page 64: SUSI ERAWATI-FKIK.pdf

45

dijabarkan dalam bab 1 yakni membantu mengidentifikasi tingkat

pengetahuan pengguna jalan tentang bantuan hidup dasar dan sebagai

kajian bagi masyarakat untuk mengembangkan pengetahuan dan

keterampilan tentang bantuan hidup dasar.

3. Nonmaleficence

Penelitian ini insya Allah tidak menimbulkan kerugian fisik dan psikis

terhadap subjek penelitian. Responden diminta mengisi kuesioner

tanpa diberikan intervensi lain.

4. Confidentiality

Peneliti wajib merahasiakan data-data yang sudah dikumpulkan. Untuk

itu peneliti tidak akan menyebarkan luaskan idenitas responden kepada

siapapun yang tidak berwenang kecuali atas ijin responden. Kemudian

setelah pengolahan data selesai peneliti akan memusnahkan data yang

diperoleh dari responden.

H. Pengolahan Data

Data yang telah dikumpulkan diolah melalui tahapan sebagai berikut::

1. Penyuntingan (Editing)

Setelah kuesioner terkumpul, kemudian kuesioner dipilih antara yang

drop out atau tidak. Kuesioner yang drop out adalah kuesioner yang

tidak lengkap, tidak konsisten dan tidak jelas.

2. Pemberian Kode (coding)

Page 65: SUSI ERAWATI-FKIK.pdf

46

Pemberian kode pada data demografi untuk variabel usia adalah um,

variabel jenis kelamin adalah jk, variabel pendidikan terakhir adalah

pt, variabel “apakah responden pernah terpapar” adalah terpapar.

Sedangkan untuk kuesioner pengetahuan diberi kode p1 sampai p14

untuk pertanyaan nomer satu sampai 14.

3. Memasukkan data (data entry) atau Processing

Data yang sudah dilakukan pengkodean kemudian diproses agar data

dapat dianalisis. Data yang diperoleh kemudian dimasukkan ke dalam

master table dengan menggunakan software komputer.

4. Pembersihan Data (Cleaning)

Melakukan pengecekkan kembali bahwa seluruh data yang

dimasukkan ke dalam software statistik memiliki kesalahan atau tidak,

yaitu dengan mendeteksi data yang missing, mengetahui variasi data,

dan mendeteksi adanya data yang tidak konsisten

I. Analisis Data

Pada penelitian ini menggunakan analisis data univariat yang digunakan

untuk mendeskripsikan masing-masing variabel yang diteliti. Setiap variabel

yang diteliti dihitung nilai frekuensi dan persentasenya menggunakan

software computer. Analisis univariat pada penelitian ini dilakukan variabel

penelitian yang meliputi: 1) Karakteristik masyarakat di wilayah Jakarta

Selatan; 2) Tingkat pengetahuan masyarakat tentang bantuan hidup dasar; 3)

Gambaran tingkat pengetahuan masyarakat tentang bantuan hidup dasar

Page 66: SUSI ERAWATI-FKIK.pdf

47

berdasarkan karakteristik responden; 4) Tingkat pengetahuan tentang teori

BHD.

J. Penyajian Data

Dalam penelitian ini data disajikan dalam bentuk tabel tertutup pada setiap

variabel yang diteliti. Kemudian masing-masing tabel diinterpretasikan dalam

bentuk tulisan serta ditarik kesimpulan.

Page 67: SUSI ERAWATI-FKIK.pdf

48

BAB V

HASIL PENELITIAN

A. Karakteristik Responden

1. Frekuensi Usia Responden di Jakarta Selatan

Tabel 5.1

Frekuensi Usia Responden di Jakarta Selatan

Kategori Frekuensi Persentase (%) Dewasa awal (18-40 tahun) 186 75,6

Dewasa tengah (41-65 tahun) 60 24,4

Dewasa akhir (>66 tahun) 0 0

Total 246 100,0

Tabel 5.1 menunjukkan usia responden masuk dalam dua kategori

dewasa. Responden dalam kategori dewasa awal sebanyak 186 orang

(74,6%) dan dewasa tengah sebanyak 60 orang (24,4%). Data tersebut

menunjukkan mayoritas responden masuk dalam kategori dewasa awal

dan tidak ada responden yang masuk dalam kategori dewasa akhir.

2. Frekuensi Jenis Kelamin Responden di Jakarta Selatan

Tabel 5.2

Frekuensi Jenis Kelamin Responden di Jakarta Selatan

Jenis Kelamin Frekuensi Persentase (%)

Laki-laki 107 43,5

Perempuan 139 56,5

Total 246 100,0

Page 68: SUSI ERAWATI-FKIK.pdf

49

Tabel 5.2 menunjukkan jenis kelamin responden laki-laki sebanyak

107 orang (43,5%) sedangkan perempuan sebanyak 139 orang (56,5%).

Data tersebut menunjukkan mayoritas responden berjenis kelamin

perempuan.

3. Frekuensi Pendidikan Terakhir Responden di Jakarta Selatan

Tabel 5.3

Frekuensi Pendidikan Terakhir Responden di Jakarta Selatan

Pendidikan Terakhir Frekuensi Persentase (%)

Tidak sekolah 1 0,4 SD/sederajat 27 11,0 SMP/sederajat 39 15,9 SMA/sederajat 136 55,3 Perguruan Tinggi 43 17,5

Total 246 100,0

Tebel 5.3 menunjukkan karakteristik responden berdasarkan

pendidikan terakhir. Terdapat sebanyak 1 (0,4%) orang tidak sekolah,

lulusan sekolah dasar atau sederajat sebanyak 27 orang (11%), lulusan

sekolah menengah pertama atau sederajat sebanyak 39 orang (15,9%),

lulusan sekolah menengah atas atau sederajat sebanyak 136 orang

(55,3%), dan lulusan perguruan tinggi sebanyak 43 orang (17,5%). Data

tersebut menunjukkan mayoritas responden memiliki pendidikan terakhir

SMA dan terdapat satu responden yang tidak sekolah.

Page 69: SUSI ERAWATI-FKIK.pdf

50

4. Sumber Informasi tentang Bantuan Hidup Dasar

Tabel 5.4

Frekuensi Sumber Informasi tentang BHD

Sumber Informasi Frekuensi Persentase (%)

Buku 34 13,8 Media cetak 20 8,1 Media elektronik 120 48,8 Informasi dari orang lain 72 29,3

Total 246 100,0

Responden memperoleh informasi tentang BHD yang didapat dari

buku sebanyak 34 orang (13,8%%), dari media cetak sebanyak 20 orang

(8,1%), dari media elektronik sebanyak 120 orang (48,8%), dan informasi

dari orang sebanyak 72 orang (29,3%). Data tersebut menunjukkan

sebagian besar responden menerima informasi tentang bantuan hidup

dasar dari media elektronik.

B. Tingkat Pengetahuan Masyarakat tentang Bantuan Hidup Dasar (BHD)

Tabel 5.5

Tingkat Pengetahuan Masyarakat tentang BHD

Tingkat Pengetahuan Frekuensi Persentase (%) Baik 130 52,8

Cukup 68 27,6 Kurang 48 19,5 Total 246 100,0

Tabel 5.5 menunjukkan tingkat pengetahuan masyarakat tentang bantuan

hidup dasar. Masyarakat memiliki pengetahuan baik sebanyak 130 orang

Page 70: SUSI ERAWATI-FKIK.pdf

51

(52,8%), pengetahuan cukup sebanyak 68 orang (27,6%), pengetahuan kurang

sebanyak 48 orang (19,5%). Data tersebut menunjukkan sebagian besar

responden memiliki tingkat pengetahuan yang baik tentang bantuan hidup

dasar.

C. Gambaran Tingkat Pengetahuan Masyarakat tentang Bantuan Hidup

Dasar (BHD) berdasarkan Karakterstik Responden

1. Tingkat Pengetahuan tentang Bantuan Hidup Dasar Berdasarkan

Usia

Tabel 5.6

Tingkat Pengetahuan tentang BHD Berdasarkan Usia

Kategori

Tingkat Pengetahuan Total Baik Cukup Kurang Dewasa awal (18-40 tahun)

90 (36,6%) 52 (21,1%) 44 (17,9%) 186 (75,6%)

Dewasa tengah (41-65 tahun)

40 (16,3%) 16 (6,5%) 4 (1,6%) 60 (24,4%)

Total 130 (52,8%) 68 (27,6%) 48 (19,5%) 246 (100,0%)

Tabel 5.6 menunjukkan tingkat pengetahuan tentang bantuan hidup

dasar responden berdasarkan kategori usia. Responden kategori dewasa

awal memiliki tingkat pengetahuan baik sebanyak 36,6%, pengetahuan

cukup 21,1%, dan pengetahuan kurang sebanyak 17,9%. Sedangkan

responden kategori dewasa tengah memiliki tingkat pengetahuan baik

sebanyak 16,3%, pengetahuan cukup sebanyak 6,5%, dan pengetahuan

kurang sebanyak 1,6%. Berdasarkan hasil tersebut sebagian besar

Page 71: SUSI ERAWATI-FKIK.pdf

52

responden dewasa awal dan dewasa akhir memiliki pengetahuan yang

baik tentang bantuan hidup dasar.

2. Tingkat Pengetahuan tentang Bantuan Hidup Dasar Berdasarkan

Jenis Kelamin

Tabel 5.7

Tingkat Pengetahuan tentang BHD Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin

Tingkat Pengetahuan Total Baik Cukup Kurang Laki-laki 51 (20,7%) 37 (15,0%) 19 (7,7%) 107 (43,5%)

Perempuan 79 (32,1%) 31 (12,6%) 29 (11,8%) 139 (56,5%)

Total 130 (52,8%) 68 (27,6%) 48 (19,5%) 246 (100,0%)

Tabel 5.7 menunjukkan tingkat pengetahuan tentang bantuan hidup

dasar responden berdasarkan jenis kelamin. Tingkat pengetahuan

responden laki-laki sebanyak 20,7% memiliki pengetahuan baik, sebanyak

15% memiliki pengetahuan cukup, sebanyak 7,7% memiliki pengetahuan

kurang, dan tingkat pengetahuan total responden laki-laki sebanyak

43,5%. Sedangkan tingkat pengetahuan responden perempuan sebanyak

32,1% memiliki pengetahuan baik, sebanyak 12,6% memiliki pengetahuan

cukup, sebanyak 11,8% memiliki pengetahuan kurang, dan tingkat

pengetahuan total responden perempuan sebanyak 56,5%. Berdasarkan

hasil tersebut sebagian besar responden baik laki-laki maupun perempuan

memiliki pengetahuan yang baik tentang bantuan hidup dasar.

Page 72: SUSI ERAWATI-FKIK.pdf

53

3. Tingkat Pengetahuan tentang Bantuan Hidup Dasar Berdasarkan

Pendidikan Terakhir

Tabel 5.8

Tingkat Pengetahuan tentang BHD Berdasarkan Pendidikan Terakhir

Pendidikan Terakhir

Tingkat Pengetahuan Total Baik Cukup Kurang Tidak Sekolah 0 (0%) 1 (0,4%) 0 (0)% 1 (0,4%)

Sekolah Dasar/sederajat 22 (8,9%) 4 (1,6%) 1 (0,4%) 27 (11,0%)

Sekolah Menengah Pertama/sederajat 24 (9,8%) 11 (4,5%) 4 (1,6%) 39 (16,3%)

Sekolah Menengah Atas/sederajat 63 (25,6%) 42 (17,1%) 31 (12,6%) 136

(54,9%)

Perguruan Tinggi 21 (8,5%) 10 (4,1%) 12 (4,9%) 43 (17,5%)

Tabel 5.8 menunjukkan tingkat pengetahuan tentang bantuan hidup

dasar berdasarkan pendidikan terakhir responden. Responden yang tidak

sekolah memiliki tingkat pengetahuan baik sebanyak 0%, cukup sebanyak

4%, dan kurang sebanyak 0%. Responden dengan pendidikan terakhir

sekolah dasar atau sederajat memiliki tingkat pengetahuan baik sebanyak

8,9%, cukup sebanyak 1,6%, dan kurang sebanyak 0,4%. Responden

dengan pendidikan terakhir sekolah menengah pertama atau sederajat

memilki tingkat pengetahuan baik sebanyak 9,8%, cukup sebanyak 4,5%,

dan kurang sebanyak 1,6%. Responden dengan pendidikan terakhir

sekolah menengah atas atau sederajat memiliki tingkat pengetahuan baik

sebanyak 25,6%, cukup sebanyak 17,1 % dan kurang sebanyak 12,6%.

Sedangkan responden dengan pendidikan terakhir perguruan tinggi

Page 73: SUSI ERAWATI-FKIK.pdf

54

memiliki tingkat pengetahuan baik sebanyak 8,5%, cukup sebanyak 4,1%

dan kurang sebanyak 4,9%.

Data tersebut menunjukkan responden yang tidak sekolah memiliki

pengetahuan cukup dan tidak ada yang memiliki pengetahuan baik

maupun kurang sedangkan sebagian besar responden dengan pendidikan

terakhir SD, SMP, SMA dan Perguruan Tinggi memiliki pengetahuan

yang baik tentang bantuan hidup dasar.

D. Tingkat Pengetahuan tentang Teori BHD

1. Tingkat Pengetahuan tentang Teori Definisi BHD

Tabel 5.9

Tingkat Pengetahuan tentang Teori Definisi BHD

Kategori Frekuensi Persentase (%)

Baik 184 74,8 Cukup 0 0 Kurang 62 25,2 Total 246 100,0

Tabel 5.9 menunjukkan tingkat pengetahuan masyarakat tentang

difinisi bantuan hidup dasar. Didapatkan hasil bahwa masyarakat memiliki

pengetahuan baik sebanyak 184 orang (74,8%) dan kurang sebanyak 62

orang (25,2%). Data tersebut menujukkan sebagian besar responden

memiiki pengetahuan yang baik tentang teori definisi BHD dan tidak ada

responden yang masuk dalam kategori pengetahuan cukup.

Page 74: SUSI ERAWATI-FKIK.pdf

55

2. Tingkat Pengetahuan tentang Teori Danger

Tabel 5.10

Tingkat Pengetahuan tentang Teori Danger

Tabel 5.10 menunjukkan tingkat pengetahuan masyarakat

tentangdanger. Didapatkan hasil bahwa masyarakat memiliki pengetahuan

baik sebanyak 178 orang (72,4%) dan kurang sebanyak 68 orang (27,6%).

Berdasarkan hal tersebut sebagian besar responden memiliki pengetahuan

yang baik tentang teori danger dan tidak ada responden yang masuk dalam

kategori pengetahuan cukup.

3. Tingkat Pengetahuan tentang Teori Call for Help

Tabel 5.11

Tingkat Pengetahuan tentang Teori Call for Help

Tabel 5.11 menunjukkan tingkat pengetahuan masyarakat tentang saat

yang tepat untuk meminta bantuan (call for help). Didapatkan hasil bahwa

masyarakat memiliki pengetahuan baik sebanyak 185 orang (75,2%) dan

kurang sebanyak 61 orang (24,8%). Berdasarkan hal tersebut sebagian besar

Kategori Frekuensi Persentase (%)

Baik 178 72,4

Kurang 68 27,6 Total 246 100,0

Kategori Frekuensi Persentase (%)

Baik 185 75,2 Cukup 0 0 Kurang 61 24,8 Total 246 100,0

Page 75: SUSI ERAWATI-FKIK.pdf

56

responden memiliki pengetahuan yang baik tentang teori call for help dan

tidak ada responden yang masuk dalam kategori pengetahuan cukup.

4. Tingkat Pengetahuan tentang Teori Teknik Kompresi (CPR Only)

Tabel 5.12

Tingkat Pengetahuan tentang Teori Teknik Kompresi (CPR Only)

Kategori Frekuensi Pesentase (%)

Baik 104 42,3 Cukup 50 20,3 Kurang 92 37,4 Total 246 100,0

Tabel 5.12 menunjukkan tingkat pengetahuan masyarakat tentang

teknik kompresi. Didapatkan hasil bahwa masyarakat memiliki

pengetahuan baik sebanyak 104 orang (42,3%), cukup sebanyak 50 orang

(20,3%) dan kurang sebanyak 92 orang (37,4%). Berdasarkan hal tersebut

didapatkan bahwa mayoritas responden memiliki pengetahuan yang baik

tentang teori tekni kompresi (CPR Only).

5. Tingkat Pengetahuan tentang Teori Saat untuk Menghentikan RJP

Tabel 5.13

Tingkat Pengetahuan tentang Teori Saat untuk Menghentikan RJP

Kategori Frekuensi Pesentase (%)

Baik 92 37,4 Cukup 67 27,2 Kurang 87 35,4 Total 246 100

Page 76: SUSI ERAWATI-FKIK.pdf

57

Tabel 5.13 menunjukkan tingkat pengetahuan masyarakat tentang

saat yang tepat untuk menghentikan RJP. Didapatkan hasil bahwa

masyarakat memiliki pengetahuan baik sebanyak 92 orang (37,4%), cukup

sebanyak 67 orang (27,2%), dan kurang sebanyak 87 orang (35,4%).

Berdasarkan hal tersebut sebagian besar responden memiliki pengetahuan

yang baik tentang teori “saat untuk menghentikan RJP”.

Page 77: SUSI ERAWATI-FKIK.pdf

58

BAB VI

PEMBAHASAN

Pembahasan pada penelitian ini difokuskan tentang karakteristik responden,

pengetahuan masyarakat tentang bantuan hidup dasar (BHD) di Kota Administrasi

Jakarta Selatan, dan sumber informasi yang digunakan responden. Pada akhir

pembahasan peneliti menyertakan keterbatasan penelitian.

A. Gambaran Karakteristik Masyarakat di Kota Administrasi Jakarta Selatan

1. Usia

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden masuk

dalam kategori dewasa awal yakni sebesar 75.6% sedangkan dewasa tengah

sebanyak 24,4%. Hal ini menggambarkan bahwa terdapat perbedaan proporsi

antara dewasa awal dan dewasa tengah.

Menurut seorang ahli psikologi perkembangan Santrock (1999) dalam

Dariyo (2004) orang dewasa muda termasuk masa transisi, diantaranya

transisi secara intelektual maupun peran sosial. Menurut anggapan Piaget

(dalam Crain, 1992;Miler,1993;Santrock, 1999; Paplia Olds & Feldman,

1998), kapasitas kognitif dewasa muda tergolong masa operasional formal

bahkan kadang-kadang mencapai masa post-operasi formal (Turner &

Helms,1995). Taraf ini menyebabkan, dewasa muda mampu memecahkan

masalah yang kompleks dengan kapasitas berfikir abstrak, logis, dan rasional.

Sedangkan berdasarkan peran sosial, sebagai anggota masyarakat, mereka

pun terlibat dalam aktivitas-aktivitas sosial. (Dariyo, 2004).

Page 78: SUSI ERAWATI-FKIK.pdf

59

Berdasarkan uraian tersebut terdapat beberapa hal yang mendasari

mayoritas responden adalah dewasa awal atau dewasa muda. Dilihat dari

aspek intelektual dewasa awal memiliki kapasitas intelektual yang baik

sehingga dewasa awal cenderung aktif untuk menambah pengetahuan yang

mereka miliki dan dari aspek peran sosial dewasa muda aktif bersosialiasi

sehingga ketika peneliti meminta bantuan untuk penelitian ini, maka orang

dewasa awal lebih antusias.

2. Jenis Kelamin

Hasil penelitian menunjukkan jenis kelamin responden laki-laki

sebanyak 107 orang (43,5%) sedangkan perempuan sebanyak 139 orang

(56,5%). Jika dibandingkan antara proporsi responden laki-laki dan

perempuan dengan proporsi penduduk Kota Administrasi Jakarta Selatan usia

18 sampai lebih dari 66 tahun, jumlah responden laki-laki sudah memenuhi

85,6% kuota sedangkan jumlah responden > 100% kuota.

Berdasarkan ringkasan pencapaian status MDGs di Indonesia pada

tujuan tiga yakni mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan. Upaya

untuk mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan telah mencapai

sasaran MDGs tahun 2015 (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional,

2011).

Proporsi perempuan yang lebih banyak pada penelitian ini

menunjukkan bahwa kesempatan perempuan dalam kesetaraan gender dan

pemberdayaan di Indonesia sudah teraktualisasi.

Page 79: SUSI ERAWATI-FKIK.pdf

60

3. Tingkat Pendidikan

Hasil penelitian pada responden dimana tingkat pendidikan responden

sebanyak 1 orang (0,4%) orang tidak sekolah, lulusan sekolah dasar atau

sederajat sebanyak 27 orang (11%), lulusan sekolah menengah pertama atau

sederajat sebanyak 39 orang (15,9%), lulusan sekolah menengah atas atau

sederajat sebanyak 136 orang (55,3%), dan lulusan perguruan tinggi

sebanyak 43 orang (17,5%).

Tingkat pendidikan rata-rata penduduk DKI Jakarta telah

menunjukkan kemajuan yang berarti. Hal ini diperlihatkan oleh angka

partisipasi kasar sekolah dasar (SD) yang pada tahun 1992 mencapai 104,2

%, dibadingkan tahun 1972 yang baru mencapai 68,9 %. Tingkat partisipasi

pendidikan ini didukung oleh ketersediaan sekolah dasar yang makin

meningkat. Indikator lain pada tingkat kabupaten/kota menunjukkan bahwa

tingkat buta huruf terendah terdapat di Kota Jakarta Selatan yakni sebesar

(2,3%) (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, 2011).

Berdasarkan uraian tersebut menggambarkan bahwa tingkat

pendidikan masyarakat Jakarta Selatan telah mengalami kemajuan, tercermin

bahwa mayoritas telah menyelesaikan pendidikan tingkat sekolah menengah

atas (SMA) atau pendidikan dasar dua belas tahun.

4. Sumber Informasi yang Digunakan

Sumber infomasi yang memiliki peran besar terhadap pengetahuan

responden adalah media elektronik yakni sebesar 120 orang (48,8%), disusul

Page 80: SUSI ERAWATI-FKIK.pdf

61

informasi dari orang sebanyak 72 orang (29,3%), buku sebanyak 34 orang

(13,8%%) dan dari media cetak sebanyak 20 orang (8,1%).

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Jones,G

Kirk. et al (2000) dimana sebanyak 96% responden belajar CPR dengan

efektif karena beberapa fakor salah satunya penggunaan televisi sebagai

sumber informasi tentang CPR.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Nava, Stefano et al (2008)

menyebutkan pengetahuan yang benar tentang CPR secara signifikan

berkorelasi dengan paparan “pendidikan” pada program televisi kesehatan,

tapi tidak pada cerita medis, koran, atau internet. Berdasarkan uraian tersebut

televisi sebagai salah satu media elektronik sangat berperan memberikan

informasi tentang bantuan hidup dasar.

B. Tingkat Pengetahuan Masyarakat tentang Bantuan Hidup Dasar (BHD)

Tingkat pengetahuan masyarakat di Jakarta Selatan tentang bantuan hidup

dasar secara umum baik (52,8%). Penelitian lain yang dilakukan Pergola

(2009) menunjukkan sebagian kecil masyarakat memiliki pengetahuan yang

cukup tentang bantuan hidup dasar. Sedangkan penelitian yang dilkukan oleh

Rajapakse, Noc, & Kersnik (2010) pengetahuan tentang keterampilan

resusitasi pada umumnya rendah.

Perbedaan hasil penelitian yang dilakukan peneliti dengan dua penelitian

sebelumnya terjadi karena perbedaan kuesioner yang digunakan, pada dua

Page 81: SUSI ERAWATI-FKIK.pdf

62

penelitian terdahulu belum didasarkan rekomendasi American Heart

Assocation 2010.

Selama beberapa tahun, CPR berkembang dari teknik yang hanya

dilakukan oleh dokter dan tenaga kesehatan. Sekarang teknik penyelamatan

nyawa ini cukup mudah untuk dipelajari oleh siapapun. Bagaimanapun

penelitian menunjukkan beberapa faktor yang membatasi bystander untuk

melakukannya, meliputi ketakutan bahwa mereka akan melakukan CPR yang

salah, ketakutan tentang kewajiban hukum, dan ketakutan akan infeksi ketika

melakukan mouth-to-mouth (American Heart Assocation, 2010).

Rekomendasi sesuai 2010 AHA Guidelines for CPR & ECC (Emergency

Cardiovascuar Care) berlanjut menjadi lebih mudah bagi penyelamat

misalnya urutan A-B-C dirubah menjadi C-A-B, hal ini memungkinkan

kompresi dada dapat dilakukan lebih dini, selain itu “look,listen, and feel”

dihilangkan dari algoritme, dan masyarakat awam tidak diwajibkan

memberikan ventilasi bagi korban, sehingga lebih banyak masyarakat dapat

beraksi ketika terjadi kegawatdaruratan.

Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa rekomendasi

American Heart Assocation 2010 tentang hands-only CPR for bystander

dirasa lebih mudah dipelajari bagi masyarakat.

Page 82: SUSI ERAWATI-FKIK.pdf

63

C. Tingkat Pengetahuan Berdasarkan Karakteristik Masyarakat

1. Tingkat Pengetahuan Responden tentang BHD Berdasarkan Usia

Hasil penelitian menggambarkan responden terbagi menajadi dua

kelompok usia yakni dewasa awal (18-40 tahun) dan dewasa tengah (41-

65 tahun). Mayoritas responden di tiap kelompok usia memiliki tingkat

pengetahuan yang baik. Berdasarkan perbandingan tingkat pengetahuan

tentang bantuan hidup dasar pada kedua kelompok usia tersebut

didapatkan responden dewasa awal yang berpengetahuan baik sebanyak

90 orang (48,38%) dari total 186 orang sedangkan responden dewasa

tengah yang berpengetahuan baik sebanyak 40 orang (66,67%) dari total

60 orang, hal tersebut menunjukkan bahwa dewasa tengah memiliki

tingkat pengetahuan yang lebih baik. Hasil tersebut sejalan dengan

penelitian yang dilakukan oleh Sugianto, Kartika Mawar Sari (2013),

dimana tingkat pengetahuan yang baik tentang bantuan hidup dasar lebih

banyak dimiliki oleh responden dengan tahapan usia dewasa tengah

dibandingkan dengan dewasa awal.

Tuntutan kognitif dari kehidupan sehari-hari pada masa dewasa tengah

terkadang lebih menantang. Dewasa tengah adalah waktu untuk

memperluas tanggung jawab pada pekerjaan, kehidupan di masyarakat,

dan di rumah. Untuk menjalankan peran dengan efektif, dewasa tengah

perlu memperluas kemampuan intelektual meliputi akumulasi

pengetahuan, kemampuan berbicara, memori, kecepatan menganalisi

Page 83: SUSI ERAWATI-FKIK.pdf

64

informasi, penalaran, pemecahan masalah, dan keahlian di bidang mereka

masing-masing (Martin Mike & Zimprich. Daniel, 2005)

Penelitian yang dilakukan K.Warner Schgie (1996) dalam Martin

Mike & Zimprich. Daniel (2005) didapatkan bahwa crystallized

intelligence yang merupakan kemampuan tentang akumulasi pengetahuan

dan pengalaman, keputusan terbaik, dan penguasaan tehadap kaidah

sosial meningkat sampai usia dewasa tengah, selain itu verbal IQ

(termasuk crystallized intelligence) mencapai puncak antara usia 45-54

dan tidak menurun sampai usia 80 tahun.

Masa dewasa tengah perkembangan kognitif sudah matang ditambah

dengan kematangan emosional dan pengalaman. Beberapa hal tersebut

yang mendasari bahwa dewasa tengah memiliki pengetahuan yang baik

tentang bantuan hidup dasar (BHD).

2. Tingkat Pengetahuan Responden tentang BHD Berdasarkan Jenis

Kelamin

Hasil penelitian menunjukkan bahwa baik responden laki-laki maupun

perempuan memiliki pengetahuan yang baik tentang bantuan hidup dasar.

Namun jika dibandingkan antara kedua jenis kelamin disimpulkan bahwa

responden perempuan memiliki pengetahuan yang lebih baik (56,83%)

dibandingkan responden laki-laki (47,60%).

Penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Sopka.Sasa et

al (2013) setelah dilakukan pelatihan tentang BHD ternyata terjadi

peningkatan kemampuan pada partisipan perempuan. Adielsson, Anna

Page 84: SUSI ERAWATI-FKIK.pdf

65

(2011) menyatakan salah satu faktor predisposisi yang meningkatkan

outcome penyelamatan CPR yang dilakukan oleh masyarakat awam yakni

jenis kelamin perempuan.

Perbedaan kognitif antara perempuan dan laki-laki tidak selalu muncul

dalam berbagai bidang, ada kalanya menghilang di bidang lain, dan

ketika mereka muncul hanya sedikit yang terlihat (Santrock, John W.

2003). Kesimpulannya pada penelitian ini pengetahuan perempuan lebih

baik dibandingkan laki-laki namun belum tentu dalam bidang lain.

3. Tingkat Pengetahuan Responden tentang BHD Berdasarkan

Pendidikan Terakhir

Hasil penelitian menggambarkan bahwa responden dengan latar

belakang SD memiliki pengetahuan yang baik bila dibandingkan dengan

jenjang pendidikan yang lain yakni sebesar 81,48%. Hasil penelitian ini

tidak sesuai dengan teori Notoatmodjo (2003) dalam Hutapea,Elda

Lunera (2012) menyatakan bahwa orang-orang yang memiliki pendidikan

yang lebih tinggi akan memiliki pengetahuan yang lebih tinggi pula jika

dibandingkan dengan orang-orang yang memiliki pendidikan yang

rendah.

Perbedaan tersebut disebabkan belum adanya pendidikan tentang

bantuan hidup dasar yang di dapat dari berbagai jenjang pendidikan yang

ada di Indonesia. Sebenarnya pelatihan tentang bantuan hidup dasar dapat

diajarkan sejak dini, seperti halnya dalam penelitian yang dilakukan oleh

Petric. Jasna et al (2013) bahwa siswa sekolah dasar minimal kelas dua

Page 85: SUSI ERAWATI-FKIK.pdf

66

SD memiliki sikap positif terhadap pelatihan BHD, dan pelatihan tersebut

dapat meningkatkan kepercayaan, mengatasi ketakutan mereka

melakukan BHD, dan memungkinkan terjadinya peningkatan

penyelamatan korban cardiac arrest oleh orang awam.

D. Tingkat Pengetahuan Responden tentang Tahapan-tahapan BHD

1. Tingkat Pengetahuan tentang Teori Definisi BHD

Pengetahuan masyarakat tentang definisi bantuan hidup dasar baik,

terlihat dari hasil yakni sebanyak 184 orang (74,8%) menjawab benar tentang

definisi BHD. Tidak jauh berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh

Roshana.Shrestha et al (2012) bahwa sebagian besar responden (96,7 %)

mengetahui kepanjangan dari kata CPR.

Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Hutapea. Elda Lunera

(2012) dimana hasil penelitian tersebut didapatkan sebagian besar responden

memilki tingkat pengetahuan yang kurang (24 responden atau 52,2%) dan

tidak ada yang memiliki pengetahuan yang baik tentang definisi BHD.

Resusitasi Jantung Paru (RJP) adalah suatu tindakan darurat, sebagai

usaha untuk mengembalikan keadaan henti napas dan atau henti jantung

(yang dikenal dengan kematian klinis) ke fungsi optimal, guna mencegah

kematian biologis (Muttaqin, 2009).

Hasil penelitian tentang variabel definisi BHD menunjukkan bahwa

pengetahuan tentang variabel tersebut sudah baik dan diharapkan masyarakat

sebagai first responder terus memperbarui pengetahuan yang mereka miliki

Page 86: SUSI ERAWATI-FKIK.pdf

67

sehingga dapat menurunkan angka kematian akibat sudden cardiac arrest in

out-of-hospital.

2. Tingkat Pengetahuan tentang Teori Danger

Hasil penelitian tentang teori danger masyarakat memiliki

pengetahuan baik sebanyak 178 orang (72,4%) dan kurang sebanyak 68

orang (27,6%) dan untuk kategori cukup tidak ada.

Sebuah studi yang dilakukan oleh Oguntona. T S (2012) pada pekerja

pekerja pemakaman yang memiliki resiko bahaya yang sama dengan

penolong (aider) menunjukkan hasil bahwa pekerja tersebut memiliki

pengetahuan minimal yakni 50% tentang ketersediaan alat-alat perlindungan

dan prosedur keselamatan di lokasi bekerja.

Ketika akan menolong korban dalam kondisi emergency, penolong

penting untuk melakukan primary survey untuk mengkaji apakah korban

aman untuk tetap di lokasi atau perlu dipindahkan agar dapat memberikan

pertongan secara efektif. Dalam waktu yang sama penolong juga harus

memperhatikan keselamatan pribadi dan mengambil alat perlindungan diri.

(International Federation of Red Cross and Red Crescent, 2011)

Pengetahuan baik yang dimiliki responden tentang teori danger perlu

diaktualisasikan karena jika penolong mengabaikan tentang hal tersebut,

maka penolong juga berada dalam bahaya atau beresiko membahayakan diri

sendiri.

Page 87: SUSI ERAWATI-FKIK.pdf

68

3. Tingkat Pengetahuan tentang Teori Meminta Bantuan (Call for help)

Hasil penelitian menunjukkan responden memiliki pengetahuan yang

baik terhadap variabel saat yang tepat untuk meminta bantuan yakni sebesar

185 orang (75,2%). Penelitian ini didukung dengan penelitian lain bahwa

sebanyak 99% siswa (responden) mengetahui bagaimana menghubungi

Emergeny Medical Service (EMS) pada kasus cardiac arrest (Aaberg. Anne

Marie Roust et al, 2014). Penelitian lain yang tidak jauh berbeda yang

dilakukan oleh Setiawan. Agus Budi (2014) mengatakan bahwa gambaran

masyarakat tentang Yogya Emergency Service 118 (YES 118) di kecamatan

Wirobajan Kota Yogyakarta yaitu lebih banyak dengan kategori sedang, dan

sisanya dengan kategori baik dan kurang.

Ketika menemui korban serangan jantung mendadak dewasa,

penyelamat tunggal pertama harus menyadari bahwa korban telah mengalami

serangan jantung, berdasarkan tidak adanya respon dan kurangnya

pernapasan normal. Setelah pengenalan, penyelamat harus segera

mengaktifkan sistem tanggap darurat (Berg et al, 2010). Emegency Medical

Service System (EMSS) adalah suatu sistem yang berfokus pada pertolongan

pasien gawat darurat dari pra-rumah sakit sampai ke unit perawatan instensif

(WHO EURO, 2008 dalam Setiawan.Agus Budi, 2014).

Pengetahuan masyarakat yang baik tentang variabel saat yang tepat

untuk meminta bantuan diharapkan keterlambatan dalam memberikan bantuan

terhadap korban cardiac arrest dapat menurun.

Page 88: SUSI ERAWATI-FKIK.pdf

69

4. Tingkat Pengetahuan tentang Teori Teknik Kompresi (CPR Only)

Didapatkan hasil bahwa mayoritas masyarakat memiliki pengetahuan

baik tentang teknik kompresi yakni sebanyak 104 orang (42,3%). Sejalan

dengan hasil penelitian ini, sebanyak 66% siswa mengetahui dengan benar

rasio kompresi-ventilasi selama CPR yakni sebanyak 30:2 (Aaberg. Anne

Marie Roust et al, 2014).

Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Hutapea. Elda Lunera

(2012) hasil penelitian menggambarkan bahwa 69,6% atau 32 responden

memiliki pengetahuan dalam tingkatan kurang dan tidak ada responden yang

mewakili tingkatan pengetahuan baik dalam variabel ini.

Perbedaan yang terjadi pada hasil penelitian dikarenakan penelitian

yang dilakukan oleh Hutapea. Elda Lunera (2012) belum menggunakan

rekomendasi ANA 2010, sedangkan penelitian yang dilakukan peneliti telah

menggunakannya. Pedoman AHA (2010) mengatur ulang langkah RJP dari

“A-B-C” menjadi “C-A-B”, sehingga memungkinkan setiap penolong

memulai kompresi dada sesegera mungkin. Dengan perubahan urutan ke

CAB, kompresi dada akan dimulai lebih cepat dan penundaan karena

ventilasi menjadi minimal. Kecepatan kompresi dada 100 x/menit dengan

kedalaman kompresi dada menjadi 2 inchi (5 cm) (American Heart

Associaton, 2010).

5. Tingkat Pengetahuan tentang Teori Saat untuk Menghentikan RJP

Hasil menunjukkan tingkat pengetahuan masyarakat tentang saat yang

tepat untuk menghentikan RJP. Didapatkan hasil bahwa masyarakat memiliki

Page 89: SUSI ERAWATI-FKIK.pdf

70

pengetahuan baik sebanyak 92 orang (37,4%), cukup sebanyak 67 orang

(27,2%), dan kurang sebanyak 87 orang (35,4%), artinya masyarakat

mengetahui saat kapan saja bantuan hidup dasar dapat dihentikan.

Menurut American Red Cross (2011) lakukan CPR secara terus

menerus, jangan berhenti melakukan CPR kecuali terdapat salah satu dari

beberapa situasi diantaranya menemukan tanda-tanda kehidupan misalnya

bernapas, terdapat AED yang siap digunakan, ada penyelamat terlatih atau

tim EMS telah tiba, penolong kelelahan, dan situasi yang tidak aman untuk

dilakukan CPR.

Ada beberapa alasan kuat bagi penolong untuk menghentikan RJP

antara lain penolong sudah melakukan bantuan secara optimal mengalami

kelelahan atau jika petugas medis sudah tiba di tempat kejadian,penderita

yang tidak berespon setelah dilakukan bantuan hidup jantung lanjutan

minimal 20 menit serta adanya tanda-tanda kematian pasti.

Page 90: SUSI ERAWATI-FKIK.pdf

71

E. Keterbatasan Penelitian

Peneliti menyadari adanya keterbatasan dalam penelitian ini, antara lain:

1. Masyarakat yang dijadikan responden dalam penelitian ini belum

diproporsikan per wilayah kecamatan yang ada di Kota Administrasi

Jakarta Selatan, hanya terbatas di beberapa kecamatan saja.

2. Ketika melakukan observasi pada responden yang sedang mengisi

kuesioner, ada diantara responden yang bekerja sama menyelesaikan

pertanyaan pada kuesioner sehingga pengetahuan pribadi responden belum

terkaji dengan baik.

Page 91: SUSI ERAWATI-FKIK.pdf

72

BAB VII

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah

dijelaskan pada bab-bab sebelumnya, dapat ditarik beberapa

kesimpulan sebagai berikut:

1. Gambaran karakteristik masyarakat di Kota Administrasi

Jakarta Selatan yang menjadi responden dalam penelitian ini,

yaitu: mayoritas masyarakat masuk dalam kategori dewasa

awal (18-40 tahun) (75,6%), proporsi jenis kelmain perempuan

lebih banyak (56,5%) dibandingkan laki-laki dan masyarakat

mayoritas memiliki pendidikan terakhir SMA/sederajat

(55,3%).

2. Sumber informasi yang paling banyak digunakan masyarakat

Jakarta Selatan yang menjadi responden untuk memperoleh

infomasi tentang bantuan hidup dasar (BHD) adalah media

elektronik yakni sebesar 60%. Hal ini dapat dijadikan dasar

dalam pelaksanaan pendidikan kesehatan kepada masyarakat

dimana memanfaatkan media elektronik untuk menyampaikan

informasi kesehatan.

3. Secara umum tingkat pengetahuan masyarakat Jakarta Selatan

tentang bantuan hidup dasar baik (52,8%). Tingkat

pengetahuan responden tersebut diharapakan dapat diimbangi

dengan keterampilan dalam melakukan bantuan hidup dasar

Page 92: SUSI ERAWATI-FKIK.pdf

73

terutama pada korban cardiac arret di luar lingkungan rumah

sakit sehingga nantinya keterlambatan dalam penanganan

korban dapat diminimalisir dan tentunya angka kematian dapat

menurun khususnya di wilayah Kota Administrasi Jakarta

Selatan.

4. Gambaran pengetahuan masyarakat tentang bantuan hidup

dasar berdasarkan karakteristik responden didapatkan bebarapa

hasil antara lain: dewasa tengah memiliki pengetahuan lebih

baik (66,67%) tentang bantuan hidup dasar jika dibandingkan

dewasa awal. Jenis kelamin perempuan memiliki pengetahuan

yang lebih baik (56,83%) dibandingkan jenis kelamin laki-laki,

kemudian latar belakang pendidikan SD/sederajat memiliki

pengetahuan yang baik bila dibandingkan dengan jenjang

pendidikan yang lain yakni sebesar 81,48 %.

5. Tingkat pengetahuan masyarakat tentang tahapan-tahapan

BHD dijabarkan melalui beberapa bahasan antara lain,

masyarakat memiliki pengetahuan yang baik tentang definisi

BHD yakni sebesar 74,8%, masyarakat memiliki pengetahuan

yang baik tentang teori danger sebesar 72,4%, masyarakat

memiliki pengetahuan yang baik tentang teori meminta bantuan

(call for help) sebesar 75,2%, pengetahuan masyarakat baik

tentang teknik kompresi (CPR only) yakni sebesar 42,3%, dan

memiliki pengetahuan yang baik tentang teori “saat yang tepat

untuk menghentikan RJP” yakni sebesar 37,4%.

Page 93: SUSI ERAWATI-FKIK.pdf

74

B. Saran

1. Bagi Masyarakat

Berdasarkan ciri-ciri masyarakat salah satunya saling tergantung satu

dengan lainnya dan pasal 531 KUHP diharapkan masyarakat dapat

mengimbangi pengetahuan yang dimiliki dengan meningkatkan

keterampilan dalam melakukan bantuan hidup dasar salah satunya

dengan mengikuti pelatihan secara berkala. Sehingga diharapkan

komplikasi akibat keterlambatan penanganan cardiac arrest di luar

lingkungan rumah sakit dapat diminimalisir.

2. Bagi Dinas Kesehatan Setempat

Diharapkan Dinas Kesehatan setempat mengadakan kegiatan

pembinaan atau pelatihan masyarakat guna meningkatkan pengetahuan

dan keterampilan tentang bantuan hidup dasar yang dimiliki. Di

samping itu bekerja sama dengan media elektronik nasional untuk

membuat iklan layanan masyarakat tentang pentingnya mengetahui

teknik bantuan hidup dasar.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

a. Peneliti selanjutnya diharapkan dapat melakukan penelitian dengan

wilayah yang lebih luas misalnya tingkat Provinsi DKI Jakarta,

sehingga nantinya akan tergambarkan lebih luas pengetahuan yang

dimiliki masyarakat.

b. Peneliti selanjutnya diharapkan dapat memproporsikan responden

yang digunakan berdasarkan data yang ada, sehingga proporsi

responden dapat mewakili sutau wilayah dengan lebih akurat.

Page 94: SUSI ERAWATI-FKIK.pdf

75

c. Peneliti selanjutnya diharapkan dapat mengubungkan pengetahuan

yang dimiliki dengan faktor-faktor lain yang mempengaruhi

sehingga penelitian menjadi lebih baik.

d. Apabila peneliti selanjutnya ingin memanfaatkan penggunaan

kuesioner online disarankan dalam proses pengisian kuesioner

diberi batasan waktu atau time limit sehingga membatasi responden

untuk tidak mencari jawaban dari sumber lain ketika proses

pengisian kuesioner berlangsung.

Page 95: SUSI ERAWATI-FKIK.pdf

xx

DAFTAR PUSTAKA

Aaberg, A. M., Larsen, C. E., Rasmussen, B. S., Hansen, C. M., & Larsen, J. M.(2014).Basic life support knowledge, self-reported skills and fears in Danish high school students and effect of a single 45-min training session run by junior doctors; a prospective cohort study. Resuscitation and Emergency Medicine:22-24.

Adielsson,Anna et al (2011). Increase in survival and bystander CPR in out-of- hospital shockable arrhythmia: bystander CPR and female gender are predictors of improved outcome. Experiences from Sweden in an 18-year perspective. Heart rhythm disorders

American Heart Association (2010). Diunduh dari http://www.heart.org/idc/groups/heartpublic/@wcm/@ecc/documents/downloadable/ucm_318152.pdf pada tanggal 15 September 2014.

American Heart Association (2011). CPR & Sudden Cardiac Arrest (SCA)

Fact Sheet, CPR Statistics. Dikutip dari http://www.heart.org/HEARTORG/CPRAndECC/WhatisCPR/CPRFactsandStats/CPR-Statistics_UCM_307542_Article.jsp pada tanggal 17 Oktober 2014.

American Heart Association (2014). About Cardiac Arrest. Dikutip dari

http://www.heart.org/HEARTORG/Conditions/More/CardiacArrest/About-Cardiac-Arrest_UCM_307905_Article.jsp pada tanggal 25 Maret 2015.

American Heart Association (2015). Cardiac Arrest Statistics. Dikutip dari

http://www.heart.org/HEARTORG/General/Cardiac-Arrest-Statistics_UCM_448311_Article.jsp pada tanggal 25 Maret 2015

American Red Cross.(2011). American Red Cross Basic Life Support for

Healthcare Providers Handbook.

Arikunto,Suharsimi.(2013).Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik-cet 15.Jakarta:Rineka Cipta

Badan Inteligen Negara. (2013, March 21). Diunduh dari

http://www.bin.go.id/awas/detil/197/4/21/03/2013/kecelakaan-lalu-lintas-menjadi-pembunuh-terbesar-ketiga pada tanggal 2 November 2014.

Page 96: SUSI ERAWATI-FKIK.pdf

xxi

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (2011). Laporan Pencapaian Tujuan Pembangunan MDGs Indonesia 2011

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (2011). Pembanguan Daerah: Pembanguan Daerah di DKI Jakarta

Badan Pusat Statistik. (2010). Dikutip dari http://sp2010.bps.go.id/ pada tanggal 14 Mei 2015

Berg RA, Hemphill R, Abella BS, Aufderheide TP, Cave DM, Hazinski MF,

Lerner EB, Rea TD, Sayre MR, Swor RA.(2010). Part 5: Adult basic life support: American Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care. Circulation.;122(suppl 3):S685–S705.

British Heart Foundation. (2015). Consensus Paper on Out-of-Hospital Cardiac Arrest in England. Dikutip dari https://www.bhf.org.uk/~/media/files/publications/ohca-consensus-paper.pdf pada tanggal 26 Maret 2015.

Budiarto, Eko.(2003). Metodologi Penelitian Kedokteran; sebuah pengantar.Jakarta:EGC

Budiharto. 2008. Metodologi Penelitian Kesehatan dengan Contoh Bidang Ilmu Kesehatan Gigi. Jakarta: EGC

Cheung, D. B. (2003). Knowledge of cardiopulmonary resuscitation among the public in Hong Kong:telephone questionnaire survey . Hong Kong Med J

:323-328.

Consensus Paper on Out of Hospital Cardiac Arrest in England.(2015). Diunduh dari https://www.resus.org.uk/pages/OHCA_consensus_paper.pdf pada tanggal 25 Maret 2015.

CPR Seattle.(2015). The Good Samaritan Law-How does that work,exactly?.

Dikutip dari http://www.cprseattle.com/blog/the-good-samaritan-law-how-does-that-work-exactly pada tanggal 25 Maret 2015

Dariyo, Agoes. (2004).”Psikologi Perkembangan Dewasa Muda”, Jakarta : Grasindo

Page 97: SUSI ERAWATI-FKIK.pdf

xxii

Dharma, Kelana Kusuma.(2011). Metodologi Penelitian Keperawatan: Pedoman Melaksanakan dan Menerapkan Hasil Penelitian). Jakarta: CV. Trans Info Media

Djaali & Muljono, Pudji.(2007). Pengukuran Dalam Bidang Penelitian. Jakarta:Grasindo

Djemari. (2003) dalam Riwidikdo, Handoko.(2011).Statistik Kesehatan Edisi 3. Jogjakarta: Mitra Cendikia Press.

Durkin, Kevin.(t.th). Adolescence and Adulthood. Dikutip dari

www.blackwellpublishing.com/intropsych/pdf/chapter10.pdf Efendi, Ferry. Makhfudli.(2009). Keperawatan Komunitas: Teori dan Praktik

dalam Keperawatan. Jakarta: Penerbit Salemba Medika. Effendy, Nasrul .(1998). Dasar-dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat.

Jakarta:EGC Frame, Scott B. (2010). PHTLS : Basic and Advanced Prehospital Trauma Life

Support.

Gérard LautrédouGérard Lautrédou. (2007). Practical guide on road safety. Switzerland: International Federation of Red Cross and Red Crescent Societies.

Hock, Marcus Ong Eng et al. (2014).PAN-Asian Network Promotes Regional

Cardiac Arrest Research. Emergency Physicians International. Dikutip dari http://www.epijournal.com/articles/129/pan-asian-network-promotes-regional-cardiac-arrest-research

Hutapea, Elda Lunera.(2012). Gambaran Tingkat Pengetahuan Polisi Lalu Lintas tentang Bantuan Hidup Dasar (BHD) di Kota Depok.

International Federation of Red Cross and Red Crescent Societies.(2011).

International First Aid and Resuscitation Guidelines 2011.

Jones, Kirk G. et al (2000). Public Expectations of Survival Following Cardiopulmonary Resuscitation.Academy Emergency Medicine, 48-53 dikutip dari http://www.onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1111/j.1553-2712.2000.tb01891.x/pdf

Page 98: SUSI ERAWATI-FKIK.pdf

xxiii

Kitab Undang-undang Pidana. Dikutip dari http://www.kontras.org/uu_ri_ham/Kitab%20Undangundang%20Hukum%20Pidana_KUHP.pdf

Lontoh, Christie. Kiling, Maykel. Wongkar, Djon. (2013). Pengaruh Pelatihan Teori Bantuan Hidup Dasar terhadap Pengetahuan Resusitasi Jantung Paru Siswa-siswi SMA Negeri 1 Toili.ejournal keperawatan,1-5.

Lumangkun, P. E., Kumaat, L. T., & Rompas, S. (2014). Hubungan Karakteristik Polisi Lalu Lintas dengan Tingkat Pengetahuan Bantuan Hidup Dasar (BHD) di Direktorat Lalu Lintas Polda Sulawesi Utara. 1-5.

Martin,Mike & Zimprich,Daniel. (2005). Cognitive Development in Midlife Chapter 6. Dikutip dari http://www.sagepub.com/upm-data/5433_Willis_I_Proof_Chapter_6.pdf

Mayo Clinic.(2012).Sudden Cardiac Arrest. Dikutip dari http://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/sudden-cardiac-arrest/basics/causes/con-20042982 pada tanggal 25 Maret 2015.

Muttaqin, A. (2009). Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan

Sistem Kardiovaskular. Jakarta: Salemba Medika.

National Heart Lung and Blood Institute. (2011). What Causes Sudden Cardiac Arrest. National Institute of Health. Dikutip dari http://www.nhlbi.nih.gov/health/health-topics/topics/scda/causes pada tanggal 25 Maret 2015.

Nava,Stefano.(2008).The influence of the media on COPD patients' knowledge regarding cardiopulmonary resuscitation. Diunduh dari http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/18686738 padatanggal 17 Juni 2015

NHS. (2014, July 16). Diunduh dari

http://www.nhs.uk/Conditions/Accidents-and-first-aid/Pages/The-recovery-position.aspx

Nurchayati, S., Pranowo, S., & Jumaini. (2006). Upaya Peningkatan Pengetahuan

Page 99: SUSI ERAWATI-FKIK.pdf

xxiv

dan Keterampilan Masyarakat dalam Memberikan Bantuan Hidup Dasar Pada Kejadian Gawat Darurat Kelautan di Kelurahan Cilacap Kecamatan Cilacap Selatan Kabupaten Cilacap Tahun 2006. Bantuan Hidup Dasar .

Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan:Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Jakarta:Salemba Medika

Oguntona, T S. (2012). Awareness and Use of Personnel Protective Equipment

(PPE) and Practice of Safety Precautions Among Funeral Home Workers in Lagos State. Transnational Journal of Science and Technology.

Pergola, A. M., & Araujo, I. E. (2009). Laypeople and basic life support. Cardiopulmonary resuscitation , 43(2):334-41.

Petric. Jasna et al.(2013). Students and parents attitude toward basic life support training in primary schools.Medical Education.376-80

Pro Emergency.(2011).Basic Trauma Life Support. Cibinong:Pro Emergency

Pusat Informasi Transportasi Perkotaan. (2010, November 24). Dipetik dari http://bstp.hubdat.dephub.go.id/index.php?mod=detilSorotan&idMenuKiri=345&idSorotan=54 pada tanggal 12 November 2014.

Rajapakse, R., Noc, M., & Kersnik, J. (2010). Public knowledge of cardiopulmonary resuscitation in Republic of Slovenia. Wiener Klin Wochenschr , 667-672.

Resuscitation Council (UK).(2010, Oktober). Diunduh dari http://www.resus.org.uk/pages/gl2010.pdf pada tanggal 23 November 2014.

Riskesdas.(2013). Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehtan, Republik Indonesia.

Riskesdas dalam angka DKI Jakarta.(2013). Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehtan, Republik Indonesia.

Page 100: SUSI ERAWATI-FKIK.pdf

xxv

Riwidikdo, Handoko.(2009).Statistik Kesehatan. Yogyakarta:Mitra Cendika Press Roshana,Shrestha.(2012). Basic life support: knowledge and attitude of

medical/paramedical professionals. Worls J Emerg Med.141-145

Santrock, John W.(2003). Adolescence. New York:Mc Graw Hill

Setiawan, Agus Budi.(2014). Gambaran Pengetahuan Masyarakat tentang Yogya Emergency Service 118 (YES 118) di Kecamatan Wirobrajan Kota Yogyakarta.

Sopka, Sasa et al (2013). Resuscitation training in small-group setting-gender matters. Scandinavian Journal of Trauma, Resuscitation and Emergency Medicine 2013:21:30

Sugianto, Kartika Mawar Sari.(2013).Gambaran Tingkat Pengetahuan Perawat tentang Bantuan Hidup Dasar di RSUD Ciawi Bogor: FIK UI

Sunaryo, (2004). Psikologi Untuk Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran

EGC.

Soar,Jasmeet et al. (2010). European Resuscitation Council Guidelines for Resuscitation 2010 . Resuscitation , 1434-1444.

Sudden Cardiac Arrest Foundation.(2015). Dikutip dari

http://www.sca-aware.org/sca-news/aha-releases-2015-heart-and-stroke-statistics pada tanggal 25 Maret 2015

Travers AH, Rea TD, Bobrow BJ, Edelson DP, Berg RA, Sayre MR, Berg MD, Chameides L, O'Connor RE, Swor RA. Part 4: CPR overview: (2010) American Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care. Circulation. 2010;122(suppl 3):S676–S684.

Uscher,Jen.(2014). Sudden Cardiac Arrest:Why it happens. Dikutip dari http://www.webmd.com/heart-disease/heart-failure/features/sudden-cardiac-arrest-why pada tanggal 25 Maret 2015.

WHO.(2012). 10 Caused Death.Dikutip dari http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs317/en/ pada tanggal 03 Maret 2015

WHO.(2015). Dikutip dari http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs310/en/index4.html pada tanggal 03 Maret 2015