dermato kel 3

Upload: mandisa-bun

Post on 06-Apr-2018

235 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/3/2019 dermato kel 3

    1/21

    TUGAS KELOMPOK DERMATOLOGI

    EPIDERMOLISIS BULOSA (EB)

    Oleh :Kelompok III Kelas C

    Dosen Pembimbing :

    Dr. Andi Hidayat. M. Biomed

    FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

    UNIVERSITAS PROF. DR. MOESTOPO

    JAKARTA

    2011

    1

  • 8/3/2019 dermato kel 3

    2/21

    Nama Anggota Kelompok :

    Haniel Walewangko (2005-11-128)

    Ririe Rizki Amalia (2008-11-125)

    Ririn Sofia Agustina (2008-11-126)

    Rizka Kirana (2008-11-127)

    Rizka Anindita (2008-11-128)

    Rizky Maulidi (2008-11-129)

    Ramadhani Ayumurthi (2008-11-130)

    Rosy Olivia (2008-11-131)

    Sabrina Fauzan (2008-11-132)

    Sheila Destaria M (2008-11-134)

    Shindy Mashita (2008-11-135)

    Sirtha Noor Suci (2008-11-136)

    Siti Athirah Binti Ramle (2008-11-137)

    Siti Babay Rohmah (2008-11-138)

    Siti Nur Dwiyanti (2008-11-139)

    Siti Uliya (2008-11-140)

    2

  • 8/3/2019 dermato kel 3

    3/21

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, kami mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi

    Universitas Prof.DR.Moestopo (Beragama) dapat menyelesaikan tugas makalah Dermatologi.

    Kami mengucapkan terima kasih kepada seluruh dosen pembimbing Dermatologi selaku

    pengajar mata kuliah Dermatologi di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Prof. DR. Moestopo

    (Beragama) yang telah membimbing serta mengarahkan kami dalam menyelesaikan makalah ini.

    Kemudian Kami ingin mengucapkan terimakasih kepada rekan-rekan sekelompok yang

    telah memberikan masukan terhadap materi di dalam makalah ini. Kami berharap makalah ini

    dapat memberikan informasi dan manfaat bagi kita semua. Tak ada gading yang tak retak oleh

    karena itu kritik dan saran kami harapkan untuk perbaikan makalah kami secara

    berkesinambungan.

    Jakarta, November 2011

    Penyusun

    BAB I

    3

  • 8/3/2019 dermato kel 3

    4/21

    PENDAHULUAN

    Epidermolisis Bulosa (EB) merupakan penyakit bulosa kronik yang diturunkan secara

    genetis, dapat timbul spontan atau timbul akibat trauma ringan. KOEBNER (1886)

    mengemukakan istilah ini untuk pertama kali, sedangkan PEARSON (1962) lebih menganjurkan

    istilah mechano bullous sesuai dengan terjadinya bula setelah adanya trauma. Demikian pula

    kemudian diketahui bahwa letak bula tidak selalu terletak di epidermis.

    EB berbeda dengan kelompok penyakit vesikobulosa kronik yang non herediter,

    diantaranya dermatitis herpetiformis Duhring, pemfigoid bulosa, dan pemfigus. Juga berbeda

    dengan penyakit dermatosis pustular subkornea, familial benign pemphigus dan herpesgestasiones.

    Seperti diketahui pada kulit bayi lebih mudah terjadi bula, sehingga trauma ringan di

    jalan lahir sudah cukup menyebabkan timbulnya bula.

    Penyakit ini cukup menimbulkan masalah dalam penanggulangannya, terutama segi

    perawatan untuk menghindari trauma dan infeksi serta perawatan terhadap komplikasi yang

    timbul kemudian.1

    BAB II

    EPIDERMOLISIS BULOSA

    4

  • 8/3/2019 dermato kel 3

    5/21

    II.1 Definisi2

    Epidermolisis bulosa (EB) merupakan penyakit bulosa kronik yang diturunkan secara

    genetik autosom, dapat timbul spontan atau disebabkan oleh trauma ringan.2

    Sinonim :Mechanobullous disease. Istilah epidermolisis sebenarnya kurang tepat, oleh karena

    mengandung arti lisis lapisan epidermis, yaitu terjadinya kegagalan perlekatan epidermis

    dengan dermis, namun dengan mikroskop elektron diketahui lisis pada EB dapat terjadi

    intra epidermal.3

    Epidermolisis bulosa dapat diklasifikasikan sebagai berikut :2

    1. Intraepidermal

    EB simpleks generalisata (Koebner)

    EB simpleks lokalisata (Weber-Cockayne)

    EB hepertiformis (Dowling-Meara)

    EB simpleks (Ogna)

    EB simpleks dengan pigmentasi mottled

    EB simpleks dengan distrofi otot

    2. Junctional (intralamina lucida)

    EBJ atrophicans generalisata gravis (Herlitz; EB letalis)

    EBJ atrophicans generalisata mitis

    EBJ atrophicans lokalisata

    EBJ atrophicans inversa

    EBJ progressif

    EBJ dengan atresia pylorus

    Generalized atrophic benign EB (GABEB)

    EBJ sikatrisial

    3. Dermolitik atau distrofik (sublamina densa)

    Bentuk Dominan : Dystrophic EB, hyperplastic variant (Cockayne-Touraine)

    Dystrophic EB, albopapuloid variant (Pasini)

    Sindrom Bart

    Transient Bullous dermolysis of the newborn

    Acrokeratotic poikiloderma (Weaty-Kindler)

    5

  • 8/3/2019 dermato kel 3

    6/21

    Bentuk resesif :

    Generalisata (gravis/mitis)

    Localized

    Inverse

    Bauer dan Eriggaman (1979) membagi EB atas Non-Scarring EB dan Scarring EB.

    Berdasarkan modifikasi dari Hurwitz S, EB dapat diklasifikasikan berdasarkan atas hasil

    pemeriksaan mikroskop electron seperti tertera dalam tabel 1 berikut ini1,4 :

    II.2 Etiologi dan Epidemiologi

    Etiologi

    Etiologi dan patogenesis terjadinya lisis belum dapat diketahui. Adanya aktifitas

    enzim sitolitik atau terjadinya mutasi struktur protein yang sensitif terhadap perubahan

    6

  • 8/3/2019 dermato kel 3

    7/21

    suhu sebagai pemicu timbulnya EB simpleks telah dikemukakan, juga diduga oleh karena

    berkurangnya jumlah hemidesmosom pada epidermolisis bulosa junctional.3

    Para penulis mengemukakan beberapa dugaan, antara lain :1

    1. Epidermolisis bulosa simleks diduga terjadi akibat :

    a. Pembentukan enzim sitolisis dan terjadi pembentukan protein abnormal yang

    sensitive terhadap perubahan suhu panas.

    b. Akibat mutasi gen pembentuk keratin pada lapisan epidermis

    c. Mutasi gen plektin, yakni protein yang terdapat di membran basal

    (hemidesmosom)

    2. Epidermolisis bulosa letalis herlitz, beberapa pendapat mengemukakan akibat

    a. Kurangnya jumlah hemidesmosom sehingga attachment plaque tidak berfungsi

    dengan baik.

    b. Membran yang abnormal sel menjadi pecah dan mengeluarkan enzim proteolitik

    sehingga menyebabkna terbentuknya celah pada lamina lusida.

    3. Sindrom bart mungkin terjadi karena adanya perlekatan kulit fetus dengan amnion

    yang disebut pita sinomart.

    4. Epidermolisis distrofik, kemungkinan anchoring fibril dan jaringan kolagen

    mempunyai peranan yang penting. Pada epidermolisis bulosa distrofik resesif terjadi

    peningkatan aktivitas kolagenase, sedangkan pada yang dominan umumnya tidak terjadi

    peningkatan kolagenase.

    Epidemiologi

    Prevalensi EB diperkirakan mencapai 1:50.000 kelahiran, sedangkan bentuk EB yang

    berat diduga 1:500.000 populasi per tahun. Insiden epidermolisis bulosa simpleks (EBS)

    timbul dalam 1:500.000 kelahiran hidup. Rook memperkirakan insiden EEB yang

    autosomal resesif adalah 1 dalam 300.000 kelahiran hidup sedangkan EB bentuk autosomal

    dominan 1 dalam 50.000 kelahiran hidup. Kasus EB di Norwegia adalah 54 dalam 1 juta

    kelahiran hidup, di jepang 7,8 kasus tiap 1 juta kelahiran hidup dan Kroasia 9,6 kasus tiap

    1 juta kelahiran hidup.

    7

  • 8/3/2019 dermato kel 3

    8/21

    II.3 Gejala Singkat Penyakit dan Pemeriksaan Kulit (Lokalisasi dan

    Efloresensi)

    Diagnosis EB secara klinis ditegakan terutama dilihat melalui lokasi bula, terbentuk,

    yaitu tempat yang mudah mengalami trauma.1

    1. Epidermolisis Bulosa Simpleks

    Pada EBS, bula yang terbentuk terjadi di tempat trauma dan terletak intraepidermal.

    Penyakit ini diturunkan secara autosomal dominan. Umumnya timbul vesikel, bula, dan

    milia di sendi tangan, siku, lutut, dan kaki (daerah predileksi terkena trauma).

    Berdasarkan kesepakatan Badan Registrasi Epidermolisis Bulosa Nasional Amerika

    terdapat 9 tipe EBS, beberapa diantaranya yang sering dijumpai tercantum di table 1 di

    atas.

    a. EBS lokalisata (Weber-Cockayne)

    Disebut juga recurrent bullous eruption of the hand and feet. Dapat terjadi pada anak-

    anak dan dewasa. Gambaran klinik EBS lokalisata berupa bula berdinding tebal dan

    sembuh tanpa pembentukkan jaringan parut. Bula terbentuk di stratum spinosum

    telapak tangan dan kaki, sedangkan kuku jarang terkena. Untuk mukosa dan gigi tidak

    terkena. Pembentukkannya memerlukan tekanan atau gesekan yang kuat (ambang

    rangsang tinggi). Mekanisme bula berhubungan dengan pembentukan enzim sitolitik

    dan berkaitan dengan diskeratosis.

    8

  • 8/3/2019 dermato kel 3

    9/21

    b. EBS generalisata (Koebner)

    Umumnya terjadi pada tahun pertama setelah lahir, akibat trauma melewati jalan

    lahir. Pada perubahan suhu (musim panas), bula dapat timbul dan disertai

    hiperhidrosis Palmaris dan plantaris. Tempat predileksi pada bayi adalah occiput,

    punggung, dan kaki. Kuku dapat terkena (20%) yang mengakibatkan kuku terlepas,

    tetapi umumnya dapat tumbuh kembali tanpa distrofik. Sedangkan pada anak-anak

    umumnya terjadi pada tempat-tempat terkena gesekan pakaian. Setelah usia 3 tahun,

    bula lebih terbatas ditangan dan kaki sering disertai hiperhidross dn hyperkeratosis.

    c. EBS herpetiformis (Dowling Meara)

    Gambaran klinis ditandai adanya bula bergerombol, terjadi pada saat lahir atau

    beberapa saat setelah lahir, dapat disertai keratoderma plamoplantar dan peradangan

    serta pembentukan milia sementara. Terkadang timbul bula hemorrhagic di tangan

    dan kaki. Meskipun mukosa mulut dan kuku dapat tumbuh kembali, kadang disertai

    distrofi. Saat neonatal, dapat menyerupai bentuk distrofik berat atau bentuk

    junctional, karena bula yang luas diseluruh badan dan dapat mengancam kehidupan.Setelah usia 6-7 tahun di palmoplantar berkembang menjadi hyperkeratosis.

    9

  • 8/3/2019 dermato kel 3

    10/21

    d. EBS Ogna

    Terjadi pada bayi, ditandai bula serosa atau hemorrhagik ditangan dan kaki atau

    dimana saja, sembuh tanpa meninggalkan bekas. Pada EBS ogna onkogrifosis pada

    ibu jari kaki, kecenderungan mengalami hematom dan secara genetic berkaitan

    dengan lokus erythrocyte glutamic pyruvic transaminase (GPT).

    e. EBS dengan pigmentasi mottled

    Satu keluarga di Swedia dengan sifat gen autosomal dominan pernah dilaporkan

    menderita EBS, dimana anggota keluarga yang lahir menderita macula hiper dan

    hipopigmentasi yang berkurang perlahan. Penelitian secara ultrastruktural

    menunjukan adanya vakuolisasi di lapisan sel basal.2

    f. EBS dengan distrofik otot.

    Bentuk EBS ini berkaitan dengan penyakit neuromuscular onset lambat, diturunkan

    secara autosomal resesif. Disebabkan oleh mutasi dari gen plektin, dimana

    penderitanya tidak mempunyai plektin di dalam kulit dan otot. Distrofi oto progresif

    dapat terjadi saat anak-anak atau kemudian hari.2

    10

  • 8/3/2019 dermato kel 3

    11/21

    2. EB tipejunctional

    EBjunctionalmerupakan tipe EB dimana pembentukan bula terjadi lamina lusida di taut

    dermoepidermal, tipe EB yang paling berat serta mengancam kehidupan. Diturunkan

    secara resesif autosom. Pemeriksaan dengan immunoperoksidase memeperlihatkan bula

    diatas kolagen tipe IV.1

    a. Herlitz

    Merupakan bentuk paling berat diantara tipe junctional, ditandai dengan bula-bula

    besar, terutama di bokong, badan dan kepala tanpa meninggalkan sikatriks dan milia,

    kecuali bila diikuti infeksi sekunder. Hampir 50% pasien meninggal dunia sebelum

    usia 2 tahun. Namun sebagian dapat hidup sampai dewasa. Tangan dan kaki tidak

    terkena, mukosa dapat terkena dan menyebabkan atresia pilorik. Perioral dapat

    terbentuk bula, sedangkan bibir tidak terkena, pita suara laring dapat terkena

    kemudian. Kuku dapat terkena serta terlepas dan disertai paronikia. Tanda khas :

    adanya dysplasia gigi serta permukaannya berbenjol-benjol (cobblestone

    appearance). EB herlitz dapat menyebabkan retardasi mental dan anemia.1

    11

  • 8/3/2019 dermato kel 3

    12/21

    B. EBJunction non-letal (Mittis, non-Herlitz)

    Dimulai dengan pembentukan bula serosa atau hemorrhagic saat lahir dan

    meninggalkan kulit yang rapuh, tanpa meninggalkan sikatriks dan milia. Umumnya

    dapat terjadi alopesia, distrofik kuku, hyperkeratosis palmplantar. Mukosa dapat

    diserang tetapi tidak sampai meyebabkan striktur. Pada tipe ini tidak terjadi retardasi

    mental dan anemia. EB non letal dapat sembuh dengan bertambahnya umur.1

    C. EBJunctionaltipe inversa

    Terjadi pada saat lahir atau masa neonatal, secara klinis mirip dengan pioderma

    generalisata, kemudian pembentukan bula lebih banyak di aksila, lehel, inguinal dan

    perianal (inversa).1

    3. EB Distrofik

    EB distrofik diklasifikasikan berdasarkan penurunan genetic, yaitu bentuk dominan dan

    resesif. Biasanya bentuk resesif merupakan bentuk yang lebih berat. Pada EBD terjadi

    dermiolisis sehingga nama epidermolisis bulosa menjadi kurang tepat.1

    a. EBD Dominan

    12

  • 8/3/2019 dermato kel 3

    13/21

    Penyakit ini diturunkan secara autosomal dominan. Terjadi pada saat lahir atau

    segera setelah lahir, pada 20% kasus terjadi sebelum usia 1 tahun. Secara klinis

    terlihat bula, terutama di bagian dorsal ekstremitas dan meninggalkan bekas

    sikatriks, pembentukan milia, distrofi atau hilangnya kuku. Bula timbul terbatas

    pada ekstremitas, jarang menyebar. Terjadinya lesi di badan yang mirip sikatriks,

    dengan warna seperti daging (albupapuloid), timbul spontan tanpa didahului

    trauma, merupakan varian dari EBDD.5

    b. EBD Resesif

    Diturunkan secara autosomal resesif dan bervariasi dari ringan sampai berat, dan

    mengenai mukosa. EBDR terbagi atas bentuk ringan lokalisasa (Mitis), berat

    (gravis, Hallopeau-Siemens), dan bentuk varian inversa. Tipe resesif generalisata,

    mukosa esophagus dapat terkena yang menyebabkan terjadinya striktura.

    Terkenanya konjungtiva dan kornea menyebabkan terjadinya gangguan

    penglihatan. Rambut dapat mengalami sikatrisial alopecia. Lesi pada kuku dan

    jari dapat terjadi diikuti pembentukan jaringan parut, sehingga jari-jari dapat

    menjadi satu (digital fusion). Sendi lutut, siku dan pergelangan tangan dapatmengalami kontraktur.5

    13

  • 8/3/2019 dermato kel 3

    14/21

    c. Sindrom yang berkaitan dengan EB distrofik:

    - Sindrom Bart

    Bula terbentuk di bagian dermal memberan basal, menyebabkan erosi di

    ekskremitas, intertrigonosa, leher dan bokong, sembuh spontan dan meninggalkan

    bekas hipopigmentasi.1

    - Epidermolisis bulosa akuista

    Bula terbentuk di sub epidermis di bawah membrane basal, mengenai telinga,

    siku, tangan, lutut, mukosa, dan kuku yang mengalami distrofik. EBA dapat

    timbul pada usia apapun, tapi biasanya di jumpai pada masa dewasa.1

    14

  • 8/3/2019 dermato kel 3

    15/21

    - Sindrom Kindler

    Mirip dengan poikiloderma progresif, mengenai wajah dan leher disertai

    fotosensitifitas. Terjadi pembentukan bula congenital di akral, atrifi yang luas,

    sindaktili, hioerkeratosis, dan palmoplantar.1

    - Dermatosis bulosa yang transien

    Mungkin terjadi akibat reaksi autoimun saat ibu hamil atau saat neonatus. Bula

    terbentuk spontan dan sembuh spontan berhubungan dengan kolagen tipe VII.

    II.4 Pemeriksaan Pembantu/Laboratorik1

    Pada EB tipe tertentu dapat dilakukaan pemeriksaan :

    1. Pemeriksaan histopatologik dengan mikroskop elektron merupakan baku emas untuk

    kepastian diagnosis, seperti pada EBS generalisata (Koebner) dan EB junctional (tipe

    Herlitz). Pada EBS generalisata tampak celah di supra basal. Pada tipe herlitz tampak

    bula di lamina lusida disertai berkurangnya jumlah dan berubahnya struktur

    epidesmosom.

    2. Pemeriksaan imunofluoresens dengan pewarnaan antibodi monoklonal terhadap molekul

    taut dermoepidermal dapat memastikan tipe EBS.

    II.5 Differensial Diagnosa

    Epidermolisis bulosa mirip dengan beberapa penyakit, diantaranya :

    1. Impetigo neonatarum1

    Merupakan varian impetigo bulosa yang terdapat pada neonatus. Kelainan kulit berupa

    bula hipopin tetapi lokasinya menyeluruh dan dapat disertai demam.

    2. Pemfigoid bulosa

    Penderita biasanya usia lanjut (>60 tahun). keadaan umum baik, atau juga sakit ringan.

    Sering disertai rasa gatal, kelainan kulit terutama bula yang bercampur dengan vesikel,

    berdinding tegang, terkadang hemoragik, dengan daerah sekitar kemerahan.

    15

  • 8/3/2019 dermato kel 3

    16/21

    Lokasi : bagian fleksor seperti ketiak dan lipat paha, mulut.

    Efloresensi : bula numular sampai plakat, berisi cairan jernih dengan dinding tegang yang

    terkadang hemoragik. Jika bula pecah terlihat daerah erosif numuler hingga plakat,

    bentuk tidak teratur.3

    3. Pemfigus foliaseus

    Merupakan penyakit kronik dan remesinya temporer. Penyakit dimulai dengan vesikel

    atau bula berukuran kecil, berdinding kendur yang kemudian pecah menjadi erosi dan

    eksudatif. Khas : eritema menyeluruh yang disertai banyak skuama kasar, dengan bula

    kendur hanya sedikit. Penderita mengeluh gatal dan badan menjadi berbau busuk.

    Lokasi : kulit kepala, wajah, dada, dan daerah seboroik bersifat simetris.

    Efloresensi : eritema menyeluruh di sekitar skuama kasar, vesikel atau bula lentikular

    berdinding kendur hanya sedikit, dengan daerah erosif genreralisata.3

    4. Dermatitis herpetiformis

    Biasanya menyerang penderita usia muda (20-40 tahun). keluhan gatal dan rasa terbakar

    merupakan awal penyakit diikuti timbulnya lesi kulit berupa macula atau papula eritem

    dan keadaan berupa urtika.

    Lokasi : tempat predileksi yang khas adalah kedua siku, lutut, daerah sakral, lengan

    bagian ekstensor, dapat juga terkena pada daerah kepala, wajah, badan, dan lipat aksila.

    menge Dapat juga mengenai laring dan selaput lendir yang akan mengalami atrofi,

    sehingga didapatkan gejala enteritis berupa diare dan malabsorbsi pada 20% penderita.4

    Efloresensi : diatas makula atau papul timbul vesikel yang mula-mula kecil berdinding

    tegang dan tak mudah pecah, berisi cairan jernih pada mulanya dan jarang terjadi bula

    besar.3

    II.6 Penatalaksanaan

    Penatalaksanaan Umum

    16

  • 8/3/2019 dermato kel 3

    17/21

    a. Perawatan Kulit

    Berikan penjelasan dan edukasi pada keluarga, orangtua pasien, atau perawat. Sedapat-

    dapatnya menghindari trauma dan mengurangi gesekan. Dalam memilih pakaian dan

    mainan pilih yang ringan dan lembut. Hindari pengunaan plester, untuk jari dapat

    digunakan tubular bandage sehingga mengcegah terjadinya fusi jari-jari. Bula dirawat

    dengan cara menusuknya dengan jarum steril dan membiarkan atap bula sebagai

    pelindung.

    Pada anak-anak sebaiknya dipilih jenis sepatu kulit yang lunak, hindari sepatu yang

    sempit dan upayakan ruang sepatu yang cukup untuk bergerak tanpa menimbulkan lecet.

    Kaos kaki dari bahan katun yang dapat menyerap keringat, pengunaan kaos kaki

    membantu menghindari trauma akibat gesekan.

    Suhu lingkungan diusahakan agar cukup dingin karena bula mudah terjadi pada suhu

    panas. Bila memungkinkan tempat tidur yang lunak (matras air) dan seprai yang halus

    agar terhindar dari gesekan. Perawatan jari tangan harus dilakukan secara hati-hati,

    upayakan mencegah terjadinya fusi dan kontraktur dengan mengatur posisi jari dan

    sendi.1

    b. Makanan

    Sebaiknya diberikan makanan tinggi kalori tinggi protein dalam bentuk yang lembut atau

    cair serta mudah ditelan, terutama bila terdapat luka di mukosa mulut. Pada bayi

    penggunaan dot (bottle fed) dapat menimbulkan gelembung dan luka di mulut, untuk

    mencegah trauma sebaiknya bayi disuapi dengan memakai sendok. Pemberian makanan

    dapat sedikit demi sedikit, frekuensi makanan dapat lebih dari 3x pemberian, mengingat

    gesekan waktu makan menyebabkan rasa nyeri sehingga hanya sedikit yang tertelan. Pada

    bayi baru lahir dengan EB berat atau letalis, pemberian makanan melalui nasogastric

    feeding atau intravena bergantung pada kondisi. Perlu dipertimbangkan setiap tindakan

    tersebut dapat merupakan trauma.1

    17

  • 8/3/2019 dermato kel 3

    18/21

    Pentalaksanaan khusus

    - Sistemik

    Pemberian kortikosteroid bermanfaat pada kasus yang berat dan fatal untuk mencegah

    mutilasi, distrofik, serta life saving. MOYNAHAN melaporkan pemberian dosis awal

    tinggi (140-160 mg prednisone/hari) untuk menyelamatkan kehidupan neonates,

    pengobatan dengan pengamatan yang ketat, dosis diturunkan segera untuk mencegah

    terjadinya sepsis. Vitamin E dapat menghambat aktivitas kolagenase atau merangsang

    produksi enzim lain yang dapat merusak kolagenase. dosis efektif 600-2000 iu/hari.

    Pengobatan lain adalah difenilhidantoin 2,5-5,0 mg/kg BB/hari, dosis maksimal 300

    mg/hari. Obat ini juga menghambat aktifitas kolagenase. Apabila diperlukan antibiotic

    sistemik dapat diberikan (antibiotic tidak diberikan secara rutim).

    - Lokal

    Sebagai pengobatan topical dapat digunakan kortikosteroid potensi sedang dan antibiotic

    bila terdapat infeksi sekunder dan untuk mencegah perlengketan krusta dengan sprei dan

    pakaian. Glutaraldehyd 5% 3x/hari dapat membantu mengurangi gesekan pada tangan

    dan kaki.

    II.7 Prognosis

    Epidermolisis bulosa simpleks mempunyai prognosis baik, karena EBS dapat

    berlangsung terus sepanjang hidup tapi biasanya sesudah 3 tahun hanya tangan dan kaki

    yang terkena, akan ada perbaikan pada masa remaja dan akan sembuh tanpa pembentukan

    jaringan ikat, namun pada bentuk EBS herpetiformis yang menyerang neonatal mempunyai

    prognosis buruk yang dapat mengancam kehidupan, karena bula yang luas di seluruh

    badan.

    Pada EB tipe junctional, prognosis yang dijumpai umumnya buruk, karena sebagian

    besar pasien meninggal sebelum usia 2 tahun (tipe herlitz). Tipe herlitz juga dapat

    18

  • 8/3/2019 dermato kel 3

    19/21

    menyebabkan retardasi mental dan anemia, sedangkan untuk tipe EB non letal dapat

    sembuh dengan bertambahnya umur.

    Pada EB distrofik prognosisnya sulit ditentukan, karena gejala klinisnya lebih berat dari

    EB simpleks tetapi lebih ringan dari EB junctional, tetapi khusus pada EB distrofik resesif

    kematian dapat terjadi saat neonatus atau anak sudah disertai komplikasi.

    KESIMPULAN

    EB merupakan penyakit bulosa kronik yang diturunkan secara genetic autosom,

    dapat timbul spontan atau timbul akibat trauma ringan. Diagnosis EB ditegakkan

    19

  • 8/3/2019 dermato kel 3

    20/21

    berdasarkan anamnesis terjadinya penyakit dalam keluarga, resesif autosom dan dominan

    autosom, serta gejala dan tanda klinis.

    Dalam mendiagnosis EB secara klinis, lokalisasi bula yang terbentuk yaitu

    ditempat yang meudah mengalami trauma. Walaupun trauma ringan, seperti trauma di

    jalan lahir. Bula yang terbentuk biasanya jernih, kadang-kadang hemoragik, dan pada

    penyembuhan perlu diperhatikan apakah meninggalkan bekas jaringan parut. Sedangkan

    dari pemeriksaan penunjang, pemeriksaan histopatologik dengan mikroskop electron

    merupakan baku emas untuk kepastian diagnosis.

    EBS mempunyai prognosa lebib baik dibandingkan kedua EB lainnya karena

    dapat sembuh tanpa meninggalkan bekas. EBJ prognosisnya sangat buruk, dan EB

    distrofik berada di antara keduanya.

    Penatalaksanaan EB terdiri dari umum dan khusus. Pentalaksanaan umum yang

    diberikan yaitu menghindari trauma mekanik pada kulit yang dapat menimbulkan

    kekambuhan seperti : memakai pakaian dan mainan yang ringan dan lembut, selain itu

    juga menghindari penggunaan plester, untuk jari-jari dapat digunakan tubular bandage

    sehingga mencegah terjadinya fusi-fusi jari. Suhu lingkungan diusahakan cukup dingin

    karena bula mudah terjadi pada suhu panas. Bagian yang mengalami erosi diolesi krim

    atau salep antibiotic. Perawatan jari tangan harus dilakukan secara hati-hati dan upayakan

    mencegah terjadinya fusi dan kontraktur dengan mengatur posisi jari dan sendi. Makanan

    yang diberikan adalah makanan yang tinggi kalori tinggi protein dalam bentuk lembut

    atau cair serta mudah ditelan, terutama bila terdapat luka di mukosa mulut.

    Pentalaksanaan khusus yaitu dengan pemberian kortikosteroid sistemik

    bermanfaat pada kasus berat dan fatal untukl mencegah mutilasi atau distrofik serta life

    saving. Vitamin E dan difenihidantoin dapat menghambat aktifitas kolagenase dan

    merangsang produksi enzim lain yang dapat merusak kolagenase.

    DAFTAR PUSTAKA

    20

  • 8/3/2019 dermato kel 3

    21/21

    1. Aisah S. Epidermolisis Bulosa pada Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta : FKUI.

    1987. 129,177-181.

    2. Odom RB. James WD. Berger TG. Andrews Diseases of the skin clinical dermatology.

    8th edition. 1990. Wb.Saunders company.

    3. Siregar RS. Epidermolisis Bulosa dalam atlas bewarna saripati penyakit kulit.

    Jakarta:EGC . 2005. 200-1

    4. Tjipta GD. Nasution A. Cermin Dunia Kedokteran. Epidermolisis Bulosa. Laporan Kasus

    2001. http://www.kalbe.co.id

    5. Kariosentono H. Epidermolisis Bulosa dalam ilmu penyakit Kulit. Hipokrates. 2000. 141-

    4

    21

    http://www.kalbe.co.id/http://www.kalbe.co.id/http://www.kalbe.co.id/