data referat

Upload: dian

Post on 04-Mar-2016

11 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

da

TRANSCRIPT

CASE DAN REFERAT KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA DALAM PROGRAM STUDI PROFESI DOKTERRUMAH SAKIT SENTRA MEDIKA CISALAK

Disusun Oleh:

Vicky Vendy (406148154)

Dian Kartika (406148160)

Dokter Pembimbing: dr. Ava Lanny Kawilarang, Sp.AFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA

PERIODE 13 APRIL 2015 20 JUNI 2015JAKARTAPRESENTASI KASUS

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA

RUMAH SAKIT SENTRA MEDIKA CISALAKI. IDENTITAS PASIEN

Nama

: An. M T H

Umur

: 3 tahun 10 bulan

Jenis Kelamin

: Laki - laki

Agama

: Islam

Alamat

: Jl. Perum pesona laguna B7 no 5. Kel Cilangkap, Depok.

Pendidikan

: -

Tanggal Masuk RS: Kamis, 7 Mei 2015

Pukul

: 10.59

II. ANAMNESISAlloanamnesa didapat dari ibu pasien pada tanggal 7 Mei 2015

Keluhan Utama

: BAB, panas tinggi, penurunan kesadaran, lemasKeluhan Tambahan

: batuk, kejang, biru

Orang Tua pasien mengatakan pasien BAB cair 2 hari 6-10x/hari, 2 hari SMRS >10x, ampas sedikit, darah (-), lendir (+), warna coklat kehijauan, os lemas, BAK jarang, intake sulit, muntah (-), tubuh dingin dan basah

Panas tinggi 2 hari, tidak turun dengan pemberian obat panas, kejang di IGD +/- 5menit, post iktal pasoen lemas, riwayat kejang (-)

Batuk berdahak 1 minggu, 2 hari SMRS batuk bertambah, ps pernah di inhalasi, sesak (-), riwayat asma (-)

III. PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalis

Keadaan Umum: Os tampak sakit berat

Kesadaran

: Apatis

Tanda Vital

: Suhu

= 41.2oC

TD

= 60/24

HR = 197 x / menit, lemah

RR = 72 x / menit, kusmaul

Berat Badan

: 10,5 kg

PEMERIKSAAN SISTEMATIS

Kepala dan muka :

Facies mongoloid

Mata cekung +/+, sclera ikterik (-), konjungtiva anemis (-)

Pupil isokhor, reflex cahaya +/+

PCH

Bibir sianosis (+)

NGT : kecoklatan

Kaku kuduk (-)

Thorax :

Pergerakan dinding dada simetris statis dan dinamis

Retraksi (-)

Cor Bj I-II murni

Murmur (-)

Gallop (-)

Pulmo :

Pernafasan bronkovesikuler

Ronkhi (+) / (+)

Wheezing (+) / (+)

Slym (+) /(+)

Abdomen :

Datar, supel

Turgor menurun

Hepar 1 jari dibawah arcus costae

Limpa tidak teraba

Peristaltic +

Extremitas :Akral dingin

CRT>2 detik

Neurologis :

Reflex patologis (-)

Reflex fisiologis normal

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium pada tanggal 7 Mei 2015 pukul 11.16

Jenis PemeriksaanHasilSatuanNilai Normal

Glukosa sewaktu59mg/dl 50% untuk memperoleh saturasi > 92%.

Kebutuhan akan ventilasi mekanik invasif atau non-invasif.

Disfungsi neurologis

Glasgow come scale < 11, atau perubahan status mental akut disertai penurunan GCS > 3 dari batas normal.

Disfungsi Hematologi

Jumlah Trombosit < 80.000/mm3, atau menurun > 50% dari jumlah trombosit tertinggi yang tercatat selama 3 hari terakhir.

Disfungsi Renal

Kadar kreatinin serum > 2 kali di atas nilai normal menurut umur.14 Kriteria acute renal failure pada neonatus yaitu jika kadar ureum darah mencapai > 20 mg/dl. Disfungsi Hepar

Kadar alanin transaminase > 2 kali di atas nilai normal menurut umur.Diagnosis

Pengenalan dini syok septik sangat esensial untuk memperoleh outcome yang baik. Syok septik merupakan suatu diagnosis klinis, yang ditandai oleh adanya perfusi yang menurun. Stadium awal syok septik dapat dikenali dengan ditemukan takikardi, bounding pulse, serta perubahan kesadaran. Stadium lebih lanjut dapat ditemukan waktu pemanjangan pengisian kapiler, dan akhirnya tanda lambat yang timbul adalah hipotensi. Syok septik harus didiagnosis secara klinis sebelum timbulnya hipotensi, yaitu hipotermi, atau hipertermi, perubahan status mental, vasodilatasi perifer (warm shock) atau vasokontriksi dengan capillary refill > 3 detik (cold shock). Ambang batas denyut jantung yang berhubungan dengan meningkatnya mortalitas pada bayi dengan keadaan critically ill adalah HR < 90 x/menit atau > 160x/menit.Syok septik harus dicurigai pada bayi baru lahir yang mengalami takikardi, respiratory distress, malas menetek, tonus buruk, sianosis, takipnea, diare, atau penurunan perfusi, khususnya dengan adanya riwayat ibu dengan korioamnionitis atau ketuban pecah lama. Pemeriksaan laboratorium lengkap harus dilakukan pada pasien syok septik, meliputi pemeriksaan darah lengkap, urinalisis, dan elektrolit, serta mencari sumber infeksi dengan pemeriksaan rontgen toraks. Pemeriksaan kultur dari darah dan urin juga dilakukan, pungsi lumbal untuk kultur cairan serebrospinal (CSF), dan kultur yang secara klinis diperlukan atau sesuai indikasi dapat membantu menegakan diagnosis. Petanda biologis sebagai suatu respon terhadap infeksi yang meningkat salah satunya adalah C-reactive protein (CRP) yang membutuhkan waktu 12-24 jam untuk mencapai kadar dalam darah yang dapat di ukur.[1,8,9,10]Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang pada syok septik terdiri dari diagnose tanda-tanda fisik serta mikrobiologi untuk mengetahui etiologi seperti kultur dan pewarnaan gram. Pemeriksaan darah lengkap, hitung trombosit, protrombin, D-dimer, gas darah, profil hati dan ginjal merupakan pemeriksaan lain yang diperlukan. darah menunjukkan jumlah sel darah putih yang banyak atau sedikit, dan jumlah faktor pembekuan yang menurun.[1,8]Penatalaksanaan

Tujuan penanganan syok adalah untuk menjaga tekanan perfusi. Berdasarkan suatu penelitian menyatakan bahwa penanganan syok early goal-directed resuscitation dapat meningkatkan angka harapan hidup penderita syok septik. Penggunaan ekspansi volume dan agen inotropik diperlukan untuk mencapai perfusi renal dan jaringan yang adekuat. Pada tahap awal digunakan penggunaan volume ekpansi cairan, berikutnya digunakan agen inotropik. Dopamin dan dobutamin merupakan obat-obatan inotropik yang digunakan untuk mengatasi syok pada neonatus. Penggunaan kortikosteroid diberikan jika ekspansi volume dan agen inotropik tidak dapat mengatasi syok. Terapi kortikosteroid intravena pada sepsis masih kontroversial. Suatu penelitian menunjukkan penggunaan dosis tunggal dapat dilakukan pada hipotensi refrakter tanpa menyebabkan reaksi simpang pada neonatus, tetapi berdasarkan tinjauan penelitian lain menyebutkan tidak terdapat cukup bukti untuk mendukung pemberian rutin steroid pada hipotensi neonatus.

Terapi antibiotik empiris diberikan setelah pengambilan spesimen untuk kultur, yang dianjurkan adalah antibiotik broad spectrum, seperti ampisilin intravena dan gentamisin. Vankomisin dapat diberikan menggantikan ampisilin, jika diduga adanya infeksi stafilokokus (sering pada neonatus yang berusia lebih dari 3 hari dengan monitoring invasif menggunakan kateter atau chest tube). Beberapa institusi menganjurkan penggunaan sefotaksim, terutama jika terdapat infeksi sistem saraf pusat, penggunaan vankomisin menggantikan gentamisin untuk mencegah nefrotoksisitas. Dipertimbangkan penggunaan ini terutama pada kuman gram negatif yang spesifik dan jika terdapat resistensi.

Pemberian intravena imunoglobulin (IVIG), penggunaannya masih kontroversial. Pada beberapa tinjauan terkini ditemukan bahwa penggunaannya dapat menurunkan mortalitas sepsis sebesar 3%. IVIG diketahui dapat membatasi kerusakan jaringan yang dicetuskan oleh aktivasi faktor komplemen dan merubah komplek imun inflammatory potential soluble. Beberapa institusi memberikan dosis tunggal IVIG pada neonatus, seperti Veronate (antistafilokokus IVIG spesifik), tetapi pemberiannya tidak terbukti efektif sehingga hal ini memerlukan evaluasi lebih lanjut.[1,3,8,10]Tata Laksana Syok menurut rekomendasi IDAI No.:004/Rek/PP IDAI/III/2014 antara lain :[11]1. Kecepatan dalam memberikan penanganan syok sangat penting, makin lama dimulainya tindakan resusitasi makin memperburuk prognosis.

2. Prioritas utama yang harus segera dilakukan adalah pemberian oksigen aliran tinggi, stabilisasi jalan nafas, dan pemasangan jalur intravena, diikuti segera dengan resusitasi cairan. Apabila jalur intravena perifer sukar didapat, jalur intraoseus (IO) segera dimulai.

3. Setelah jalur vaskular didapat, segera lakukan resusitasi cairan dengan bolus kristaloid isotonik (Ringerlactate,normalsaline) sebanyak 20 mL/kg dalam waktu 5-20 menit.

4. Pemberian cairan dapat diulang untuk memperbaiki tekanan darah dan perfusi jaringan. Pada syok septik mungkin diperlukan cairan 60 mL/kg dalam 30-60 menit pertama.

5. Pemberian cairan hanya dibatasi bila diduga penyebab syok adalah disfungsi jantung primer.

6. Apabila setelah pemberian 20-60 mL/kg kristaloid isotonik masih diperlukan cairan, pertimbangkan pemberian koloid. Darah hanya direkomendasikan sebagai pengganti volume yang hilang pada kasus perdarahan akut atau anemia dengan perfusi yang tidak adekuat meskipun telah mendapat 2-3 x 20 mL/kg bolus kristaloid.

7. Pada syok septik, bila refrakter dengan pemberian cairan, pertimbangkan pemberian inotropik.

8. Dopamin merupakan inotropik pilihah utama pada anak, dengan dosis 5-10 gr/kg/menit. Apabila syok resisten dengan pemberian dopamin, tambahkan epinefrin (dosis 0,05-0,3 gr/kg/menit) untukcold shockatau norepinefrin (dosis 0,05-1 gr/kg/menit) untukwarm shock.

9. Syok resisten katekolamin, dapat diberikan kortikosteroid dosis stres (hidrokortison 50 mg/m2/24jam).

10. Dobutamin dipergunakan apabila setelah resusitasi cairan didapatkan curah jantung yang rendah dengan resistensi vaskular sistemik yang meningkat, ditandai dengan ekstremitas dingin, waktu pengisian kapiler memanjang, dan produksi urin berkurang tetapi tekanan darah normal.

11. Pada syok septik, antibiotik harus diberikan dalam waktu 1 jam setelah diagnosis ditegakkan, setelah sebelumnya diambil darah untuk pemeriksaan kultur dan tes resistensi.

12. Sebagai terapi awal dapat digunakan antibiotik berspektrum luas sampai didapatkan hasil kultur dan antibiotik yang sesuai dengan kuman penyebab.

13. Target akhir resusitasi yang ingin dicapai merupakan petanda perfusi jaringan dan homeostasis seluler yang adekuat, terdiri dari: frekuensi denyut jantung normal, tidak ada perbedaan antara nadi sentral dan perifer, waktu pengisian kapiler < 2 detik, ekstremitas hangat, status mental normal, tekanan darah normal, produksi urin >1 mL/kg/jam, penurunan laktat serum.

14. Tekanan darah sebenarnya bukan merupakan target akhir resusitasi, tetapi perbaikan rasio antara frekuensi denyut jantung dan tekanan darah yang disebut sebagai syok indeks, dapat dipakai sebagai indikator adanya perbaikan perfusi.Syok HipovolemikSyok hipovolemik berarti syok yang disebabkan oleh berkurangnya volume intravaskuler. Kehilangan dari volume darah intravaskuler yang menyebabkan syok hipovolemik sejauh ini merupakan syok yang paling sering ditemukan pada anak - anak. Hal ini seringkali disebabkan oleh dehidrasi berat dengan gastroenteritis akut, Dengue Shock Syndrome, kerusakan renal pada diabetes mellitus, dan kehilangan darah dari perdarahan dan sepsis. Pada sepsis, terjadi hipovolemia relatif yang disebabkan oleh gangguan integritas dinding kapiler dan kebocoran cairan dari ruangan intravaskuler yang menyebabkan kehilangan ruang ketiga.[1,3,12]EtiologiEtiologi syok hipovolemik adalah

1. Dehidrasi

a. Intake yang kurang (minum kurang, anoreksia, hipodipsi karena hipotalamus terganggu)

b. Output meningkat:

Keringat banyak/insensible loss menigkat (hiperventilasi, panas tinggi)

Osmotic dieresis (diabetes insipidus, defisiensi A.D.H, penyakit ginjal kronis)

Kehilangan Na (Na loss nepropathy, pemakaian diuretic)

Kehilangan melalui saluran percernaan (diare, ileostomi, muntah, fistula)

2. Kehilangan darah

Trauma

Perdarahan gastrointestinal

Perdarahan intracranial

3. Kehilangan plasma

Luka bakarStadium - Stadium syok hipovolemik[1,3]Stadium% vol darah hilangTekanan DarahPengisian KapilerGejala Klinis

1

>15 %DipertahankanNormalStatus mental, respirasi, output urin normal

215 - 25%Sistolik dipertahankan,diastolik ditingkatkan,Tekanan nadi menurun.TertundaCemas, berkeringat , denyut nadi dan pernafasan meningkat, urin berkurang.

325-40%Sistolik turunTertundaTakikardi, takipneu, gangguan status mental, berkeringat, kulit pucat dan dingin, urin berkurang

4>40%Sistolik berkurang secara signifikanAbsenNadi lemah, kulit dingin berkeringat, penurunan kesadaran - koma, urin tidak ada.

Patofisiologi

Bila terjadi penurunan tekanan darah maka tubuh akan mengadakan respon untuk mempertahankan sirkulasi dan perfusi yang adekuat pada organ-organ vital melalui reflex neurohumoral. Sirkulasi tergantung pada volume darah yang beredar, tonus pembuluh darah, dan sistem pompa jantung. Gangguan dari salah satu fungsi tersebut dapat menyebabkan terjadinya syok. Mekanisme kompensasi terdiri dari: [5]1. Kemoreseptor

Respon baroreseptor mencapai respon maksimal bila tekanan darah menurun sampai 60mmHg, maka yang bekerja adalah kemoreseptor, yang terangsang bila terjadi hipoksia dan asidosis jaringan. Akibat rangsangan kemoreseptor ini adalah vasokonstriksi yang luas dan rangsangan pernafasan.2. Cerebral ischemic reseptor

Bila aliran darah ke otak menurun sampai 40

Heart rateTakikardia +Takikardia ++Taki/bradikardia

Tekanan SistolikNormalNormal/menurunTidak terukur

Nadi/volumeNormal/menurunMenurun +Menurun ++

Capillary refill

Normal/meningkat

3-5 detikMeningkat > 5 detikMeningkat ++

KulitDingin, pucatDingin/mottledDingin+/deadly pale

PernafasanTakipneuTakipneu +Sighing respiration

KesadaranGelisahLethargi

BereaksiReaksi - / hanya terhadap nyeri

DiagnosisAnak dengan kehilangan cairan ke luar tubuh akan menunjukkan tanda klasik dehidrasi seperti ubun-ubun besar cekung, mata cekung, mucosa kering, turgor kulit turun, capilary refill turun, akral dingin, dan penurunan kesadaran. Sedangkan anak dengan perpindahan cairan ke ruang interstitial menunjukkan tanda gangguan perfusi seperti capilary refill lambat, akral dingin, dan penurunan status mental tanpa adanya tanda lain yang dijumpai pada anak dehidrasi. Tekanan darah akan menurun bila terjadi kehilangan cairan lebih dari 30%. Pada syok akibat perdarahan hipotensi biasanya terjadi bila kehilangan darah lebih dari 40% volume. [1,3,12]Perkiraan Kehilangan Cairan dan Darah Berdasarkan Presentasi Penderita

Pemeriksaan laboratorium: Hemoglobin dan hematokritPada fase awal renjatan syok karena perdarahan kadar Hb dan hematokrit masih tidak berubah, kadar Hb dan hematokrit akan menurun sesudah perdarahan berlangsung lama, karena proses autotransfusi. Hal ini tergantung dari kecepatan hilangnya darah yang terjadi. Pada syok karena kehilangan plasma atau cairan tubuh seperti pada DF atau diare dengan dehidrasi akatn terjadi haemokonsentrasi. UrinProduksi urin akan menuru, lebih gelap dan pekat. Berat jenis urin menigkat >1,020. Sering didapat adanya proteinuria Pemeriksaan Analisa Gas DarahpH, PaO2, PaCO2 dan HCO3 darah menurun. Bila proses berlangsung terus maka proses kompensasi tidak mampu lagi dan akan mulai tampak tanda-tanda kegagalan dengan makin menurunnya pH dan PaO2 dan meningkatnya PaCO2 dan HCO3. Terdapat perbedaan yang jelas antara PO2 dan PCO2 arterial dan vena. Pemeriksaan elektrolit serumPada renjatan sering kali didapat adanya gangguan keseimbangan elektrolit seperti hiponatremi, hiperkalemia, dan hipokalsemia terutama pada penderita dengan asidosis Pemeriksaan fungsi ginjal pemeriksaan BUN dan serum kreatinin penting pada renjatan terutama bila ada tanda-tanda gagal ginjal Pemeriksaan faal hemostasis Pemeriksaan yang lain untuk menentukan penyebab penyakit primerTatalaksana1. Bebaskan jalan nafas, oksigen, jika perlu bisa diberikan ventilator support.

2. Infus RL atau koloid 20 ml/kg BB dalam 10-15 menit, dapat diulang 2-3 kali. Bila akses vena sulit pada anak balita dapat dilakukan akses intraosseous di pretibia. Pada renjatan berat pemberian cairan dapat mencapai > 60 ml/kg BB dalam 1 jam. Bila resusitasi cairan sudah mencapai 2-3 kali tapi respons belum adekuat, maka dipertimbangkan untuk intubasi dan bantuan ventilasi. Bila tetap hipotensi sebaiknya dipasang kateter tekanan vena sentral (CVP).

3. Inotropik, indikasi : renjatan refrakter terhadap pemberian cairan, renjatan kardiogenik.

Dopamin: 2-5 tg/kg BB/ menit.

Epinephrine : 0,1 g/KgBB/menit iv, dosis bisa ditingkatkan bertahap sampai efek yang diharapkan, pada kasus-kasus berat bisa sampai 2-3 g/kg BB/ menit.

Dobutamin : 5 g/KgBB/menit iv, ditingkatkan bertahap sampai 20 g/KgBB/menit iv.

Norepinephrine : 0,1 g/KgBB/menit iv, dapat ditingkatkan sampai efek yang diharapkan.

4. Kortikosteroid

Kortikosteroid yang diberikan adalah hydrocortison dengan dosis 50 mg/KgBB iv bolus dilanjutkan dengan dosis yang sama dalam 24 jam secara continuous infusion.[1,3,11]Komplikasi Gagal ginjal akut ARDS (acute respiratory distress syndrome/shock lung) Depresi miokard-gagal jantung Gangguan koagulasi/pembekuan SSP dan Organ lainEvaluasi gejala sisa SSP sangat penting, mengingat organ ini sangat sensitif terhadap hipoksia yang dapat terjadi pada renjatan berkepanjangan. Renjatan ireversibel.Syok kardiogenik

Syok kardiogenik ditandai dengan kegagalan dari jantung sehingga mengakibatkan hipoperfusi global. Gangguan kontraktilitas mengakibatkan penurunan volume ejeksi dan curah jantung, mengakibatkan penurunan pengiriman oksigen.[1,3,12,13]EtiologiEtiologi syok kardiogenik: Infark miokard akut dengan kerusakan otot jantung Kerusakan katup jantung: stenosis mitral, insufisiensi mitral, stenosis katup aorta, insufisiensi katup aorta Gangguan irama jantung: atrial fibrilasi, ventrikular fibrilasi, ventrikular takhikardi Gangguan sistem konduksi hantaran listrik jantung: atrioventrikular blok, sinoaurikular blok.Syok kardiogenik ditandai oleh hal-hal berikut:

Tekanan arteri sistolik < 90 mmHg atau 30-60 mmHg dibawah batas bawah sebelumnya

Adanya bukti penurunan aliran darah ke sistem organ-organ utama :

Keluaran urin < 20 ml/jam, biasanya disertai penurunan kadar natrium dalam urin

Vasokonstriksi perifer yang disertai gejala kulit dingin dan lembab

Gangguan fungsi mental

Indeks jantung < 2,1 L/menit/m2

Syok kardiogenik disebabkan oleh abnormalitas dalam fungsi miokardium dan diekspresikan dengan cara penurunan kontraktilitas miokardium dan curah jantung dengan perfusi jaringan yang buruk. Mekanisme kompensasi dapat berkontribusi dalam progresivitas syok dengan menekan fungsi jantung lebih lanjut. Respon vasokonstriksi neurohormonal meningkatkan afterload dan menambahkan untuk kerja ventrikel yang menurun. Takikardi dapat mengganggu aliran darah koroner yang dapat menurunkan aliran oksigen ke miokardium.

Peningkatan aliran darah sentral disebabkan oleh retensi cairan dan sodium dan juga pengosongan ventrikel yang tidak sempurn selama sistole menyebabkan peningkatan volume dan tekanan ventrikel kiri, yang mana mengganggu aliran darah subendokardial. Sebagai mekanisme kompensasi yang diatasi, ventrikel kiri yang gagal menghasilkan peningkatan volume dan tekanan diastolik akhir, yang mana menyebabkan peningkatan tekanan atrial kiri, yang menyebabkan edema pulmoner. Urutan ini juga berkontribusi pada kegagalan ventrikel kanan karena peningkatan tekanan arteri pulmoner dan peningkatan afterload ventrikel kanan. DiagnosisSyok kardiogenik dapat didiagnosa dengan mengetahui adanya tanda-tanda syok dan dijumpai adanya penyakit jantung, seperti infark miokard yang luas, gangguan irama jantung, rasa nyeri daerah torak, atau adanya emboli paru, tamponade jantung, kelainan katub atau sekat jantung. Tand and gejala

Syok kardiogenik ditandai dengan :

1. Tekanan sistolik rendah (kurang dari 90mHg). Kriteria hemodiamik syok kardiogenik adalah hipotensi terus menerus (tekanan darah sistolik < 90 mmHg lebih dari 90 menit) dan bekurangnya cardiac index (15 mmHg). 2. Produksi urin kurang dari 20 ml/jam

3. Meningkatnya adrenalin, glucose, free fatty acid cortisol, renin, angiotensin plasma serta menurunnya kadar insulin plasma. 4. Gangguan status mental5. Akral dingin

6. Aritmia yang serius, berkurangnya aliran darah koroner, meningkatnya laktat kardial.

DiagnosisDiagnosis dapat juga ditegakkan sebagai berikut:

a. Tensi turun : sistolis < 90 mmHg atau menurun lebih dari 30-60 mmHg dari semula, sedangkan tekanan nadi < 30 mmHg.

b. Tekanan di atrium kanan (tekanan vena sentral) biasanya tidak turun, normal, rendah sampai meninggi. Tekanan diatrium kiri (tekanan kapiler baji paru) rendah sampai meninggi.c. Curah jantung, indeks jantung < 2,1 liter/menit/m2. d. Asidosis.

Pemeriksaan penunjangPemeriksaan Penunjang:

a. Serum elektrolit, fungsi ginjal dan fungsi hepar.

b. Analisa gas darah arteri, dapat menggambarkan keseimbangan asam basa dan kadar oksigen.

c. Hitung jenisd. Enzim Jantung

e. Pemeriksaan serial kadar laktat untuk menentukan prognosis dan hipoperfusi.TatalaksanaPenatalaksanaan Syok Kardiogenik: 1. Berikan oksigen 8 - 15 liter/menit dengan menggunakan masker untuk mempertahankan PO2 70 - 120 mmHg2. Dopamin dan dobutamin (inotropik dan kronotropik) apabila perfusijantung tidak adekuat. Dosis dopamin 2-15 mikrogram/kg/m. Dobutamin 2,5-10 mikrogram/kg/m: bila ada dapat juga diberikan amrinon IV.

3. Morfin sulfat 4-8 mg IV, bila nyeri.

4. Anti ansietas, bila cemas.

5. Digitalis, bila takiaritmi dan atrium fibrilasi.

6. Sulfas atropin, bila frekuensi jantung < 50x/menit.

7. Norepinefrin 2-20 mikrogram/kg/m.

8. Diuretik/furosemid 40-80 mg untuk kongesti paru dan oksigenasi jaringan.

Syok AnafilaktifAdalah suatu reaksi anafilaksis berat yang disertai dengan insufisiensi sirkulasi. Anafilaksis merupakan kondisi alergi di mana curah jantung dan tekanan arteri seringkali menurun dengan hebat. [1,3,13]EtiologiEtiologi: Makanan : kacang, telur, susu, ikan laut, buah. Obat-obat : penicillin, sulpha, immunoglobin (IVIG), serum, NSAID Allergen immunotherapy Gigitan atau sengatan serangga Latex Vaksin Exercise induce Anafilaksis idiopatik : anafilaksis yang terjadi berulang tanpa diketahui penyebabnya PatofisiologiMekanisme anafilaksis melalui beberapa fase :a. Fase Sensitisasi, yaitu waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan Ig E sampai diikatnya oleh reseptor spesifik pada permukaan mastosit dan basofil. Alergen yang masuk lewat kulit, mukosa, saluran nafas atau saluran makan di tangkap oleh Makrofag. Makrofag segera mempresen-tasikan antigen tersebut kepada Limfosit T, dimana akan mensekresikan sitokin (IL-4, IL-13) yang menginduksi Limfosit B berproliferasi menjadi sel Plasma (Plasmosit). Sel plasma memproduksi Immunoglobulin E (Ig E) spesifik untuk antigen tersebut. Ig E ini kemudian terikat pada receptor permukaan sel Mast (Mastosit) dan basophil. b. Fase Aktivasi, yaitu waktu selama terjadinya pemaparan ulang dengan antigen yang sama. Mastosit dan Basofil melepaskan isinya yang berupa granula yang menimbulkan reaksi pada paparan ulang . Pada kesempatan lain masuk alergen yang sama ke dalam tubuh. Alergen yang sama tadi akan diikat oleh Ig E spesifik dan memicu terjadinya reaksi segera yaitu pelepasan mediator vasoaktif antara lain histamin, serotonin, bradikinin dan beberapa bahan vasoaktif lain dari granula yang di sebut dengan istilah preformed mediators. Ikatan antigen-antibodi merangsang degradasi asam arakidonat dari membran sel yang akan menghasilkan Leukotrien (LT) dan Prostaglandin (PG) yang terjadi beberapa waktu setelah degranulasi yang disebut Newly formed mediators.

c. Fase efektor adalah waktu terjadinya respon yang kompleks (anafilaksis) sebagai efek mediator yang dilepas mastosit atau basofil dengan aktivitas farmakologik pada organ organ tertentu. Histamin memberikan efek bronkokonstriksi, meningkatkan permeabilitas kapiler yang nantinya menyebabkan edema, sekresi mukus dan vasodilatasi. Serotonin meningkatkan permeabilitas vaskuler dan bradikinin menyebabkan kontraksi otot polos. Platelet activating factor (PAF) berefek bronchospasme dan meningkatkan permeabilitas vaskuler, agregasi dan aktivasi trombosit. Beberapa faktor kemotaktik menarik eosinofil dan neutrofil. Prostaglandin yang dihasilkan menyebabkan bronchokonstriksi, demikian juga dengan Leukotrien. Tanda dan gejalaGejala kardiovaskular : hipotensi/renjatanGejala saluran nafas : sekret hidung, hidung gatal, udema hipopharing/laring, gejala asma.Gejala Intestinal : kolik abdomen, kadang-kadang disertai muntah dan diare.Gejala SSP

: pusing, sincope, gangguan kesadaran sampai koma.Kulit

: pruritus, erithema, urtikaria dan angioedema.Diagnosis Anamnesis : mendapatkan zat penyebab anafilaksis (injeksi, minum obat, disengat hewan, makan sesuatu atau setelah test kulit ), timbul biduran mendadak, gatal dikulit, suara parau sesak, sulit nafas, lemas, pusing, mual,muntah sakit perut setelah terpapar sesuatu.

Fisik diagnostik

Analisa gas darah menunjukkan adanya asidosis dan rendahnya konsentrasi oksigen dan pemeriksaan Hematologi Foto rontgen: Hiperinflasi dengan atau tanpa atelektasis karena mukus plug,

EKG : Gangguan konduksi, atrial dan ventrikular disritmia atau menunjukkan ketidakteraturan irama jantung, menunjukkan suplai darah yang tidak memadai ke otot jantung.

Tatalaksana

1. Resusitasi2. Adrenalin 1% : 0,01 ml/kgBB diberikan intramuskuler. Bila tidak ada perbaikan, diulang 10 15 menit kemudian (maksimal 3 kali)3. Infus RL/NaCl 0,9 % atau cairan koloid 20 ml/kgBB bila dengan adrenalin belum menunjukkan perbaikan perfusi jaringan.4. Bronkodilator pada penderita yang menunjukkan gejala seperti asma. Aminophylline intravena atau adrenergic bronkodilator (albuterol, terbutalin) parenteral atau nebulizer.5. Antihistamin :6. Diphenhydramine 2 mg/kgBB im atau iv atau 5 mg/kgBB per oral.7. Chlortrimeton untuk gejala-gejala kulit seperti urtikaria, angioderma, pruritus8. Kortikosteroid : hydrcortisone 6 8 mg/kgBB/6 8 jam9. Kortikosteroid hanya diberikan pada renjatan refrakter, urtiaria persisten, atau angioderma yang masih menetap setelah fase akut teratasi.Syok Neurogenik

Syok neurogenik merupakan kegagalan pusat vasomotor. Syok neurogenik terjadi karena hilangnya tonus pembuluh darah secara mendadak di seluruh tubuh. Syok neurogenik juga dikenal sebagai syok spinal. Bentuk dari syok distributif, hasil dari perubahan resistensi pembuluh darah sistemik yang diakibatkan oleh cidera pada sistem saraf (seperti: trauma kepala, cedera spinal, atau anestesi umum yang dalam).[1,3]Etiologi

Penyebabnya antara lain : 1. Trauma medula spinalis.2. Rangsangan oleh penggunaan obat anestesi spinal/lumbal.

3. Trauma kepala (terdapat gangguan pada pusat otonom).4. Rangsangan nyeri yang hebat pada fraktur tulang.Syok ObstruktifPada syok obstruktif , terjadi obstruksi aliran darah seperti pada penyakit jantung kongenital seperti koartasio aorta, penyakit jantung yang didapat seperti hipertrofik kardiomiopati , ataupun tahanan pada aliran balik vena seperti dalam tension pneumothorax atau tamponade jantung. hal ini mengakibatkan fase penurunan curah jantung , berperan sebagai jalur umumnya dari fase - fase syok yang mempengaruhi perfusi dan pengiriman oksigen jaringan.[14]Obstruksi jantung sisi kiri

Syok obstruksi juga dapat terjadi pada lesi jantung spesifik yang mempunyai aliran darah yang bergantung pada duktus. Ada beberapa lesi jantung sebelah kiri yang bergantung pada aliran darah duktus melalu duktus arteriosus persisten untuk mempertahankan sirkulasi sistemik seperti koartasio aorta, stenosis katup aorta, arkus aorta yang terganggu dan sindrom hipoplastik jantung kiri.

Tension PneumotoraksPneumotoraks didefinisikan sebagai akumulasi udara di ruang pleural, ruangan yang normalnya diisi dengan sejumlah kecil cairan pleural. Tamponade kardiakKantung perikardum yang membungkus jantung biasanya tidak berisi penuh dan akumulasi dari cairan sedikitpun dapat menyebabkan tamponade kardiak. ketika perubahan cairn perikardial akut biasanya simptomatik, akumulasi kronik dari cairan dapat terjadi dengan sedikit ataupun tanpa perubahan hemodinamik, dengan perikardial yang perlahan lahan membentang untuk mengakomodasi kelebihan cairan. Syok Distributif

Bentuk syok ini terlihat pada anafilaksis, cidera neurologis (spinal shock), dan akibat pemberian golongan obat tertentu (vasodilator berlebihan). mekanisme yang terlibat bukan merupakan kehilangan cairan intravaskuler absolut, namun vasodilatasi yang tidak tepat, disfungsi endotel dengan kebocoran kapiler, dan kehilangan tonus vaskuler, ataupun kombinasi ketiga hal tersebut. Pada syok septik dan anafilaktik, kebocoran cairan intravaskuler ke ruang interstisial dan vasodilatasi menyebabkan peningkatan kapasitas intravaskuler yang memicu syok hipovolemik yang mana menurunkan preload. syok terjadi disebabkan maldistribusi dari volume jaringan intravaskuler yang mengakibatkan gangguan pengiriman oksigen.[1,2,3]BAB III

KESIMPULAN DAN SARANSyok adalah suatu sindrom klinis kegagalan akut fungsi sirkulasi yang menyebabkan ketidakcukupan perfusi jaringan dan oksigenasi jaringan, dengan akibat gangguan mekanisme homeostasis. Syok terdiri dari tiga tahapan mulai dari tahap kompensasi, dekompensasi, dan ireversibel.Syok septik pada anak-anak masih merupakan tantangan bagi penyedia layanan kesehatan, baik di departemen darurat maupun unit perawatan intensif. Diagnosis dini yang memungkinkan intervensi terapeutik yang cepat sangatlah penting dalam upaya menekan angka morbiditas dan mortalitas. Pedoman pengelolaan syok septik telah diterbitkan dan secara teratur diperbarui oleh badan-badan internasional yang diakui.

Meskipun kemajuan yang luar biasa telah dibuat dalam tatalaksana syok septik pada anak, tetapi penelitian lebih lanjut masih diperlukan untuk meningkatkan hasil jangka pendek dan panjang dari pasien berisiko tinggi ini.

BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

1. Behrman et al. Nelson Textbooks Of Pediatrics. Ed.17. 2006

2. IDAI. Pedoman Pelayanan Medis; 2009.

3. Sinniah, Davendralingam. "Shock in children."International e-Journal of Science, Medicine and Education (IeJSME)6.Suppl 1 (2012): S129-S136 [Cited 18 June 2015]. Available from : http://web.imu.edu.my/ejournal/approved/17.Review_davendra_s129-s136.pdf4. Shock; 2015. Available from : https://en.wikipedia.org/wiki/Shock_(circulatory)

5. Guyton & Hall. Buku Ajar Fisiologi Edisi 11. EGC: Jakarta. 2006

6. PALS Algorithms; 2011 [cited 19 June 2015]. Available from : http://www.uwhealth.org/files/uwhealth/docs/pdf4/EEC/pals_algorithms.pdf 7. WHO. Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. 2011

8. Shantanam S. Pediatric Septic; 2014 [cited 5 June 2015]. Available from : http://emedicine.medscape.com/article/972559-overview9. Weiss S, Pomerantz W. Septic shock: Rapid recognition and initial resuscitation in children; 2015[cited 5 June 2015]. Available from : http://www.uptodate.com/contents/septic-shock-rapid-recognition-and-initial-resuscitation-in-children10. Bibban p, Gaffuri M, Spaggiari S et al. Early recognition and management of septic shock in children; 2012 [ cited 5 June 2015]. Available from : http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3357612/11. IDAI. Tata Laksana Syok; 2014 [ cited 5 June 2015]. Available from : http://idai.or.id/professional-resources/rekomendasi/tata-laksana-syok.html12. McKiernan, Christine A., and Stephen A. Lieberman. "Circulatory Shock in Children An Overview."Pediatrics in Review26.12 (2005): 451-460 [cited 18 June 2015]. Available from : http://medstation.yale.edu/picu/files/www/Articles/Shock/Pediatric%20Shock.pdf13. Resuscitation Council (UK). Emergency Treatment Anaphylactic Reactions. 2013 [cited 18 June 2015]. Available from : http://www.pennine-gp-training.co.uk/Anaphylaxis.pdf14. Morgan, Carrie, and Derek S. Wheeler. "Obstructive Shock."Open Pediatric Medicine Journal7.1 (2013): 35-37 [cited 18 June 2015]. Available from : http://benthamopen.com/contents/pdf/TOPEDJ/TOPEDJ-7-35.pdf

GASTROENTERITIS DENGAN DEHIDRASI BERAT

BAB I

PENDAHULUAN

Gastroenteritis akut tetap menjadi penyebab signifikan morbiditas dan mortalitas pasien anak, baik di Amerika Serikat dan di seluruh dunia. Di Amerika Serikat, gastroenteritis merupakan kondisi lebih dari 1,5 juta kunjungan dokter tahunan pada 200.000 rumah sakit dan sekitar 300 kematian anak setiap tahunnya disebabkan oleh gastroenteritis. Dampak keuangan GE anak juga signifikan dengan lebih dari 900.000 hari di rumah sakit dan biaya langsung lebih dari $ 2 miliar per tahun dalam sistem kesehatan AS.

Di seluruh dunia , AGE memprovokasi diperkirakan 125 juta kunjungan dokter, 9 juta rawat inap dan 1,8 juta kematian per tahun pada anak-anak kurang dari 5 tahun . Meskipun angka kematian di seluruh dunia dari penyakit ini tetap menjadi tantangan yang signifikan, tingkat kematian anak dari penyakit diare baru-baru ini secara substansial berkurang setelah kampanye di seluruh dunia untuk pengobatan anak-anak dengan terapi rehidrasi oral (ORT).[1]BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi

Gastroenteritis adalah peradangan pada lapisan usus yang disebabkan oleh virus , bakteri atau parasit sehingga menimbulkan gejala berupa diare, sakit perut, muntah, sakit kepala, demam dan menggigil.[2]Epidemiologi

Diare merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak didunia. Di Amerika Serikat 20-35juta episode diare terjadi pada 16.5juta anak berusia dibawah 5 tahun.[4]EtiologiInfeksi baik itu oleh virus, bakteri dan parasit merupakan penyebab diare tersering. Virus, terutama Rotavirus merupakan penyebab utama (60-70%) diare infeksi pada anak, sedangkan sekitar 10-20% adalah bakteri dan kurang dari 10% adalah parasit. Selain itu, diare juga dapat disebabkan oleh malabsorbsi, keracunan makanan, keganasan, defek anatomis, dll.[3,4]Patofisiologi

Keseimbangan cairan pada manusia tergantung pada sekresi dan reabsorpsi cairan dan elektrolit dalam usus. Diare terjadi ketika output cairan melebihi daya serap dari saluran pencernaan. Dua mekanisme utama pada gastroenteritis akut adalah kerusakan brushborder vili usus sehingga menyebabkan malabsorpsi dan terjadinya diare osmotic, pelepasan toxin yang mengikat reseptor enterosit spesifik sehingga terjadi pelepasan ion klorida ke dalam lumen usus yang menyebabkan diare sekretori.[5]Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala pada gastroenteritis terdiri dari : [5,6]1. Konsistensi feces cair (diare) dan frekuensi defekasi semakin sering

2. Muntah (umumnya tidak lama)

3. Demam (mungkin ada, mungkin tidak)

4. Kram abdomen, tenesmus

5. Membrane mukosa kering

6. Fontanel cekung (bayi)

7. Berat badan menurun

8. Malaise

Tatalaksana

Anamnesis

Riwayat pemberian makan anak sangat penting dalam melakukan tatalaksana anak dengan diare. Tanyakan juga hal-hal berikut:

Diare

- frekuensi buang air besar (BAB) anak

- lamanya diare terjadi (berapa hari)

- apakah ada darah dalam tinja

- apakah ada muntah

Laporan setempat mengenai Kejadian Luar Biasa (KLB) kolera

Pengobatan antibiotik yang baru diminum anak atau pengobatan lainnya

Gejala invaginasi (tangisan keras dan kepucatan pada bayi).

Pemeriksaan fisikCari:

Tanda-tanda dehidrasi ringan atau dehidrasi berat:

- rewel atau gelisah

- letargis/kesadaran berkurang

- mata cekung

- cubitan kulit perut kembalinya lambat atau sangat lambat

- haus/minum dengan lahap, atau malas minum atau tidak bisa minum.

Darah dalam tinja

Tanda invaginasi (massa intra-abdominal, tinja hanya lendir dan darah)

Tanda-tanda gizi buruk

Perut kembung.

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan tinja tidak rutin dilakukan pada diare akut, kecuali apabila ada tanda intoleransi laktosa dan kecurigaan amubiasis

Hal yang dinilai pada pemeriksaan tinja

Makroskopis : konsistensi, warna, lendir, bau

Mikroskopis : leukosit, eritrosit, parasit, bakteri

Kimia : pH, clinitest, elektrolit (Na, K, HCO3)

Analisis gas darah dan elektrolit bila secara klinis dicurigai adanya gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit.[7]Tatalaksana[6,7]

Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit[7]

Seng

Nutrisi

Medikamentosa

Edukasi

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

Gastroenteritis tetap menjadi penyebab signifikan morbiditas dan mortalitas pasien anak yang terutama disebabkan oleh virus. Terapi rehidrasi oral merupakan intervensi yang harus dimulai untuk mengatasi berbagai kegawatan berdasarkan derajat dehidrasi. Sehingga sangat penting bagi penyedia layanan kesehatan untuk memahami derajat dehidrasi serta penatalaksanaannya baik secara farmakologis dan non farmakologis serta pengobatan pada gejala penyerta gastroenteritis.

BAB IVDAFTAR PUSTAKA

1. Wooley W, Burton J. Pediatric Acute Gastroenteritis: Clinical Assessment, Oral Rehydration and Antiemetic Therapy; 2009 [cited 5 June 2015]. Available from : http://www.medscape.com/viewarticle/703533_1

2. U.S National Library of Medicine. Gastroenteritis; 2015 [cited 3 June 2015]. Available from : http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/gastroenteritis.html

3. IDAI. Menangani diare pada anak; 2014 [cited 4 June 2015]. Available from : http://idai.or.id/public-articles/klinik/keluhan-anak/bagaimana-menangani-diare-pada-anak.html

4. Behrman et al. Nelson Textbooks Of Pediatrics. Ed.17. 2006

5. Prescilla R, MD. Pediatric Gastroenteritis; 2014 [cited 4 June 2015]. Available from : http://emedicine.medscape.com/article/964131-overview#a0104

6. WHO. Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit; 2009.

7. IDAI. Pedoman Pelayanan Medis; 2009.

58