daftar isi.docx

38
REFERAT ILMU KEDOKTERAN FORENSIK INFORM CONSENT PADA GANGGUAN JIWA Diajukan guna memenuhi tugas dan melengkapi syarat dalam menempuh Program pendidikan Profesi Dokter Disusun Oleh : 1. Rini Herlina 1220221124 FK UPN 2. Anasthasia Nelyana 1220221133 FK UPN 3. Yudistira 1220221137 FK UPN Dosen Penguji : dr. Gatot, SH, SpF,F, M.kes Dosen Pembimbing : dr. Bianti H. Machroes

Upload: netra-mada

Post on 28-Dec-2015

45 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: DAFTAR ISI.docx

REFERAT ILMU KEDOKTERAN FORENSIK

INFORM CONSENT PADA GANGGUAN JIWA

Diajukan guna memenuhi tugas dan melengkapi syarat dalam menempuh

Program pendidikan Profesi Dokter

Disusun Oleh :

1. Rini Herlina 1220221124 FK UPN

2. Anasthasia Nelyana 1220221133 FK UPN

3. Yudistira 1220221137 FK UPN

Dosen Penguji : dr. Gatot, SH, SpF,F, M.kes

Dosen Pembimbing : dr. Bianti H. Machroes

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL FAKULTAS KEDOKTERAN NIVERSITAS DIPONEGORO RUMAH SAKIT

UMUM PUSAT DOKTER KARIADI SEMARANG PERIODE 1 JULI – 27 JULI 2013

Page 2: DAFTAR ISI.docx

KATA PENGANTAR

Kami panjatkan puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang berkat rahmat dan hidayah-Nya kami dari dokter muda Fakutas Kedokteran UPN Veteran Jakarta dapat menyelesaikan referat dengan judul “Informed Consent pada Gangguan Jiwa” pada waktunya.

Referat ini dibuat oleh para dokter muda Fakultas Kedokteran UPN Veteran Jakarta demi memenuhi tugas dalam menempuh kepaniteraan di bagian Ilmu Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang. Kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Dr. Gatot Suharto, SH, Sp.F, M.Kes selaku dosen penguji dalam referat ini.

2. Dr. Bianti H. Machroes selaku residen pembimbing yang telah memberikan saran dan koreksi dalam penyusunan referat ini.

3. Teman-teman dokter muda dan semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan referat ini.

Untuk penutup, kami berharap agar referat ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Tak ada gading yang tak retak karena kami yakin referat ini masih memiliki kekurangan. Maka dari itu kami meminta maaf sebesar-besarnya jika dalam penyusunan referat ini banyak terjadi kesalahan.

Semarang, Juli 2013

Tim Penyusun

2

Page 3: DAFTAR ISI.docx

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN MUKA.............................................................................. 1

KATA PENGANTAR........................................................................... 2

DAFTAR ISI ........................................................................................ 3

BAB I PENDAHULUAN................................................................. 4

A. LATAR BELAKANG.................................................. 4

B. PERMASALAHAN..................................................... 4

C. TUJUAN....................................................................... 5

BAB II INFORMED CONSENT PADA GANGGUAN JIWA.....

A. INFORMED CONSENT............................................... 6

1. Definisi...................................................................... 7

2. Hak-Hak Pasien....................................................... 8

3. Fungsi Informed Consent....................................... 8

4. Bentuk Informed Consent....................................... 8

5. Tujuan Informed Consent....................................... 10

6. Dasar Hukum Informed Consent........................... 11

B. GANGGUAN JIWA...................................................... 12

1. Definisi...................................................................... 12

2. Faktor Penyebab...................................................... 12

3. Proses Diagnosis Gangguan Jiwa.......................... 13

4. Klasifikasi................................................................. 15

C. INFORMED CONSENT PADA GANGGUAN JIWA

1. Alur Informed Consent......................................... 19

2. Bentuk Form............................................................ 21

BAB III KESIMPULAN............................................................. 23

DAFTAR PUSTAKA............................................................................ 25

3

Page 4: DAFTAR ISI.docx

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Informed consent mengandung pengertian pernyataan setuju terhadap

tindakan diagnostik atau terapeutik yang bersifat invasif, setelah mendapat

penjelasan tentang tujuan, tata cara, risiko, alternatif tindakan medis yang akan

dilakukan, perkiraan biaya serta informasi tentang prognosis penyakit apabila

tindakan medis tersebut dilakukan. Dokter yang akan melakukan tindakan medis

berkewajiban memberikan informasi dan penjelasan yang diperlukan, disesuaikan

dengan latar belakang pendidikan, sosial-ekonomi pasien.

Apabila seorang pasien membutuhkan suatu tindakan invasif untuk

diagnostik maupun terapeutik, maka dokter wajib memberikan penjelasan tentang

segala yang berkaitan dengan tindakan tersebut, temasuk risiko yang melekat

padanya. Pasien atau keluarga terdekatnya mempunyai hak untuk bertanya dan

meminta penjelasan kepada dokter tersebut. Apabila mereka telah memahami

penjelasan dokter dan menyetujui tindakan tersebut, maka yang bersangkutan

diminta menandatangani lembar inform consent (persetujuan tindakan medis).

Banyaknya kasus dugaan malpraktik yang muncul di media, apabila

ditelusuri berhubungan dengan praktik informed consent. Dokter “merasa” telah

memberi penjelasan, pasien juga telah menandatangani lembar informed consent,

namun manakala hasil terapi tidak sesuai harapan, pasien atau keluarganya

menyatakan belum diberi penjelasan.

B. PERMASALAHAN

Dalam pengisisan informed consent kita terkendala apabila pasien adalah

sesorang yang menderita gangguan jiwa. Permasalahan yang kami temui antara

lain:

1. Apa yang dimaksud dengan informed consent pada gangguan jiwa ?

2. Fungsi informed consent pada gangguan jiwa ?

4

Page 5: DAFTAR ISI.docx

3. Bagaimana tata cara pembuatan informed consent pada pasien gangguan

jiwa?

4. Dasar hukum ?

C. TUJUAN

1. Mengetahui informed consent pada gangguan jiwa

2. Mengetahui fungsi informed consent pada gangguan jiwa

3. Mengetahui tata cara pembuatan informed consent pada gangguan jiwa

4. Mengetahui dasar hukum informed consent

5

Page 6: DAFTAR ISI.docx

BAB II

INFORMED CONSENT PADA GANGGUAN JIWA

A. INFORMED CONSENT

Hubungan pasien, dokter dan rumah sakit selain berbentuk sebagai ikatan

atau hubungan medis, juga berbentuk sebagai ikatan atau hubungan hukum.

Sebagai hubungan medis maka hubungan medis itu akan diatur oleh kaidah-

kaidah medis, sedangkan sebagai hubungan hukum akan diatur oleh kaidah-

kaidah hukum.

Memasuki abad ke-20 telah tumbuh bidang hukum yang bersifat khusus

(lex spesialis) salah satunya tentang kesehatan, yang berakar dari pelaksanaan hak

asasi manusia memperoleh kesehatan (the right to health care).

Masing-masing pihak yaitu yang memberikan pelayanan (medical

provider) dan yang menerima pelayanan (medical receivers) mempunyai hak dan

kewajiban yang harus dihormati. Dalam ikatan demikianlah masalah persetujuan

tindakan medis (informed consent) muncul, di satu sisi tim dokter mempunyai

kewajiban untuk melakukan tindakan medis, di lain pihak pasien atau keluarga

pasien mempunyai hak mendapatkan penjelasan atau informasi tentang apa yang

akan dilakukan dokter. Tak selalu apa yang harus dilakukan dokter sejalan dengan

keinginan pasien atau keluarga, karena pertimbangan budaya, kepercayaan, psikis,

keuangan, agama pertimbangan keluarga dll.

Sebagai acuan hukum internasional untuk membuat hukum nasional

diantaranya : Declaration of Lisbon (1981) dan Patients's Bill of Right (American

Hospital Assosiation 1972) pada intinya menyatakan bahwa " pasien mempunyai

hak menerima dan menolak pengobatan, dan hak untuk menerima informasi dari

dokternya sebelum persetujuan atas tindakan medis " yang berkaitan dengan

menentukan nasib sendiri (The Right to Self Determinalion). Akhirnya Indonesia

telah mempunyai kaidah-kaidah yang perlu segera dipahami baik oleh providers

ataupun receivers dalam membuat, merencanakan ataupun melaksanakan

"Inforrmed Consent (IC)" sehingga tak perlu lagi ada tuntutan atau gugatan

6

Page 7: DAFTAR ISI.docx

malpraktik medis yaitu peraturan menteri kesehatan NO. 585/Menkes/Peratau/IX

tentang persetujuan tindakan medis (PTM) atau Informed Consent (IC).

1. Definisi Informed consent

Informed Consent adalah suatu proses yang menunjukan komunikasi yang

efektif antara dokter dan pasien, dan bertemunya pemikiran tentang apa yang akan

dan apa yang tidak akan dilakukan terhadap pasien. Informed Consent dilihat dari

aspek hukum bukanlah sebagai perjanjian antara kedua belah pihak, melainkan

lebih ke arah persetujuan sepihak atas layanan yang ditawarkan pihak lain.

Apabila seorang pasien membutuhkan suatu tindakan invasif untuk

diagnostik maupun teraupetik, maka dokter wajib memberikan penjelasan tentang

segala hal yang berkaitan dengan tindakan tersebut, termasuk resiko yang melekat

padanya (inherent risk). Pasien atau keluarga terdekatnya mempunyai hak untuk

bertanya dan meminta penjelasan kepada dokter tersebut. Apabila mereka telah

memahami penjelasan dokter dan menyetujui tindakan tersebut, maka yang

bersangkutan diminta menandatangani lembar Informed Consent (persetujuan

tindakan medis).

2. Hak-Hak Pasien

1. Hak untuk memperoleh informasi mengenai penyakit-penyakitnya dan

tindakan apa yang hendak dilakukan dokter terhadap dirinya.

2. Hak untuk memperoleh jawaban atas pertanyaan yang diajukannya.

3. Hak untuk memperoleh alternatif lain (jika ada).

4. Hak untuk menolak usul tindakan yang hendak dilakukan

3. Fungsi Informed Consent

Adapun fungsinya antara lain :

1. Promosi dari hak otonomi perorangan

2. Proteksi dari pasien dan subjek

3. Mencegah terjadinya penipuan atau paksaan

7

Page 8: DAFTAR ISI.docx

4. Menimbulkan rangsangan kepada profesi medis untuk mengadakan

introspeksi terhadap diri sendiri (Self Secrunity)

5. Promosi dari keputusan-keputusan yang rasional

6. Keterlibatan masyarakat (dalam memajukan prinsip otonomi sebagai salah

satu nilai sosial dan mengadakan pengawasan dalam penyelidikan bio-

medis)

4. Bentuk Informed Consent

Informeci consent memiliki beberapa persyaratan atau elemen , yaitu :

1. Threshold elements

Elemen ini sebenarnya tidak tepat dianggap sebagai elemen oleh karena

sifatnya lebih ke arah syarat, yaitu pemberi consent haruslah orang yang

kompeten. Kompeten disini diartikan sebagai kapasitas untuk membuat

keputusan. Secara hukum seseorang dianggap kompeten adalah apabila

telah dewasa, sadar dan berada dalam keadaan mental yang tidak berada

dibawah pengampuan. Dewasa diartikan sebagai usia telah mencapai 21

tahun atau telah pernah menikah Sedangkan keadaan mental yang

dianggap tidak kompeten adalah apabila ia mempunyai penyakit mental

sedemikian rupa atau perkembangan mentalnya terbelakang, sehingga

kemampuan membuat keputusannya terganggu.

2. Information elements

Elemen ini terdiri dari 2 bagian yaitu pengungkapan dan pemahaman.

Pengertian berdasarkan pemahaman membawa konsekuensi kepada tenaga

medis untuk memberikan informasi sedemikian rupa agar pasien dapat

mencapai pemahaman yang adekuat.

Undang-undang praktek kedokteran mengatur bahwa informasi yang harus

disampaikan setidaknya meliputi :

Diagnosis dan tatacara tindakan medis

Tujuan tindakan medis yang dilakukan

Alternatif tindakan lain dan risikonya

8

Page 9: DAFTAR ISI.docx

Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi

Prognosis terhadap tindakan

3. Consent elements

Terdiri dari 2 bagian yaitu : kesukarelaan atau kebebasan dan persetujuan.

Kesukarelaah mengharuskan tidak adanya tipuan, paksaan. pasien juga

harus bebas dari tekanan yang dilakukan tenaga medis yang bersikap

seolah-olah akan dibiarkan apabila tidak menyetujui tawarannya.

Informed Consent terbagi dalam

1. Expressed Consent (bisa lisan atau tertulis bersifat khusus)

Dalam bentuk ini sifat atau luas jangkauan pemberian pelayanan pengobatan

sudah ditawarkan oleh sang dokter yang dilakukan secara nyata dan jelas, baik

secara tertulis maupun secara lisan. Pernyataan tertulis diperlukan apabila

dibutuhkan bukti dikemudian hari, umumnya pada tindakan yang invasif atau

yang berisiko mempengaruhi kesehatan pasien secara bermakna. Permenkes

tentang persetujuan tindakan medis menyatakan bahwa semua jenis tindakan

operatif harus memperoleh persetujuan tertulis. Misalnya pemeriksaan

vaginal, pencabutan kuku, tindakan pembedahan atau operasi, ataupun

pengobatan serta tindakan invasif.

2. Implied Contract

Dalam bentuk ini adanya kontrak disimpulkan dari tindakan-tindakan para

pihak. Timbulnya bukan karena adanya persetujuan, tetapi dianggap ada oleh

hukum berdasarkan akal sehat dan keadilan. Implied contract terbagi atas 2,

yaitu :

a. Implied constructive (keadaan biasa)

Merupakan tindakan yang biasa dilakukan, telah diketahui, telah

dimengerti oleh masyarakat umum, sehingga tidak perlu lagi dibuat

tertulis. Misalnya pengambilan darah untuk laboratorium, suntikan, atau

hecting luka terbuka.

9

Page 10: DAFTAR ISI.docx

b. Implied emergency

Dinyatakan implied emergency dinyatakan bila pasien dalam kondisi

gawat darurat sedangkan dokter perlu tindakan segera untuk

menyelamatkan nyawa pasien, sementara pasien dan keluarganya tidak

bisa membuat persetujuan segera. Seperti kasus syok anafilaktik sesak

nafas, henti nafas, henti jantung.

5. Tujuan Informed Consent

Adapun tujuannya adalah sebagai berikut :

1. Perlindungan pasien untuk segala tindakan medis, perlakuan medis tidak

diketahui atau disadari pasien dan keluarga, yang seharusnya tidak

dilakukan ataupun merugikan serta membahayakan diri pasien.

2. Perlindungan tenaga kesehatan terhadap terjadinya akibat yang tidak

terduga serta dianggap meragukan pihak lain.Tak selamanya tindakan

dokter berhasil, terkadang justru malah merugikan pasien meskipun

dengan sangat hati-hati, sesuai dengan SOP (Persetujuan atau penolakan

tindakan medis yang harus dalam kebijakan dan prosedur). Peristiwa

tersebut bisa "Risk of Treatment " ataupun " Error Judgement ".

6. Dasar Hukum Informed Consent

Hubungan dokter-pasien berdasarkan atas kepercayaan.Hal ini

mengandung arti bahwa yang diberi kepercayaan harus berlaku jujur dan tidak

menyalah gunakannya. Ia pun berkewajiban untuk mengungkap fakta yang

sebenarnya. Hak pasien untuk menentukan apa yang dikehendaki terhadap

dirinya sendiri.

Adanya hubungan kontrak teraupetik antara dokter dan pasien. Dengan

demikian maka sudah logis bila pasien sebagai salah satu pihak juga harus

mengetahui tindakan medis apa yang hendak dilakukan terhadap dirinya.

1. UU No 36 Tahun 2009 tentang kesehatan pasal 56 :

10

Page 11: DAFTAR ISI.docx

a. Setiap orang berhak menerima atau menolak sebagian atau seluruh

tindakan pertolongan yang akan diberikan kepadanya setelah menerima

dan memahami informasi mengenai tindakan tersebut secara lengkap.

b. Hak menerima atau menolak sebagaimana dimaksud pada ayat 1 tidak

berlaku pada :

Penderita yang penyakitnya dapat secara cepat menular ke dalam

masyarakat yang lebih luas.

Keadaan seseorang yang tidak sadarkan diri.

Gangguan mental berat

c. Ketentuan mengenai hak menerima dan menolak sebagaimana dimaksud

pada ayat di atas. Diatur sesuai dengan ketentuan peraturan per undang-

undangan.

2. UU NO 29 tahun 2004 tentang praktik kedokteran pasal 45 ayat (1 - 6), Setiap

tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan oleh dokter

atau dokter gigi terhadap pasien harus mendapat persetujuan.

3. PP NO.18 tahun 1981 tentang bedah mayat anatomis serta transplantasi alat

atau jaringan tubuh manusia pada pasal 15 yang mengatur mengenai Donor

Hidup.

4. Permenkes No.585 tahun 1989 tentang persetujuan tindakan medis, dokter

melakukan tindakan medis tanpa informed consent dari pasien atau

keluarganya sanksi administrative berupa pencabutan izin praktiknya. Bila

tidak informed consent pasien dapat menuntut.

5. Fatwa Pengurus IDI No:319/PB/A.4/88 tertanggal 22 Februari 1988 tentang

informed consent.

6. UU NO 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit :

a. Pasal 29, Setiap rumah sakit mempunyai kewajiban memberikan informasi

yang benar tentang pelayanan rumah sakit kepada masyarakat

b. Pasal 32,

Setiap pasien mempunyai hak mendapat informasi tentang hak dan

kewajiban pasien.

11

Page 12: DAFTAR ISI.docx

Memberikan persetejuan atau menolak atas tindakan yang akan

dilakukan oleh tenaga kesehatan terhadap penyakit yang dideritanya.

c. Pasal 37, Setiap tindakan kedokteran yang dilakukan di rumah sakit harus

mendapat perstujuan pasien atau keluarganya.

B. GANGGUAN JIWA

1. Definisi

Gangguan jiwa merupakan salah satu masalah kesehatan yang sering kali

luput dari perhatian . Orang sengaja menghindari dan tidak mencari bantuan

bagi keluarganya yang mengalami masalah, kalangan medik yang tidak cukup

mudah menerima kasus gangguan jiwa pada praktiknya sehari-hari serta tidak

cukup tersedia sarana dan wahana bagi para penyandang gangguan jiwa untuk

pengobatan serta pemulihan. Di dunia, masalah gangguan jiwa secara umum

mengenai 28%-30% dari total dari total jumlah penduduk. Masalah-masalah

sekitar seperti gejala ekonomi, perang yang tak kunjung berhenti,ledakan

jumlah penduduk, ketatnya persaingan hidup, meyebabkan pasien yang

potensial menjadi betul-betul menjadi pasien yang mengalami gangguan

kejiwaan yang butuh penanganan medis.

Gangguan Jiwa adalah suatu kelompok gejala psikologik atau perilaku

yang dapat ditemukan secara klinis, yang disertai dengan penderitaan

(distress) pada kebanyakan kasus dan atau berkaitan dengan terganggunya

fungsi (disfungsi) seseorang. Penyimpangan atau konflik sosial saja tanpa

disfungsi seseorang tidak termasuk dalam gangguan jiwa yang didefinisikan di

sini.

2. Faktor Penyebab :

Gangguan jiwa dapat disebabkan oleh 3 aspek antara lain

1. Organobiologi

Contoh dari faktor organo biologi ini adalah, penyakit metabolic,

endocrine, biochemical, anoxia, degenerative, inflammatory, infectious,

12

Page 13: DAFTAR ISI.docx

autoimmune, vascular, trauma epilepsy, neoplasm, toxic, hydrocephalus,

hereditary.

2. Psiko-edukatif

Gangguan jiwa disebabkan oleh krisis, konflik, frustrasi, tekanan, salah

asuh merupakan gangguan jiwa yang disebabkan faktor psiko-edukatif.

3. Sosio-kultural

Gangguan jiwa yang disebabkan oleh masalah sosio cultural antara lain"

problem dengan kelompok, problem dengan lingkungan, problem

pekerjaan, problem perumahan, problem pernikahan, problem ekonomi,

problem legal.

3. Proses Diagnosis Gangguan Jiwa

Proses diagnosis gangguan jiwa mengikuti proses klinis yang lazim

diiakukan dalam praktik kedokteran klinis, yaitu meliputi langkah-langkah

sebagai berikut:

1. Anamnesis

a. Alasan berobat

b. Riwayat gangguan sekarang

c. Riwayat gangguan dahulu

d. Riwayat perkembangan diri

e. Latar belakang social, keluarga pendidikan, pekerjaan, perkawinan, lain-

lain

2. Pemeriksaan

a. Fisik-diagnostik

b. Status mentalis

c. Laboratorium

d. Radiologi

e. Evaluasi psikologik

3. Diagnosis multiaksial

a. AksisI : Klinis

b. Aksis II : Kepribadian

13

Page 14: DAFTAR ISI.docx

c. Aksis III : kondisi medik

d. Aksis IV : Psiko-sosial

e. Aksis V : Taraf fungsi

4. Terapi

a. Farmakoterapi

b. Psikoterapi

c. Teraoi social

d. Terapi ukupasional

5. Tindak lanjut

a. Evaluasi terapi

b. Evaluasi diagnostik

Diagnosis yang di gunakan pada gangguan jiwa adalah diagnosis

multiaksial yang terdiri dari 5 aksis. Tujuan dari diagnosis multiaksial ini adalah:

1. Mencakup informasi yang komperhensif (gangguan jiwa kondisi medik

umum, masalah psikososial dan lingkungan, taraf fungsi secara global),

sehingga dapat membantu dalam:

a. Perencanaan terapi

b. Meramalkan outcome/prognosis

2. Format yang mudah dan sistematik sehingga dapat membantu dalam :

a. Menata dan mengkonsusmsikan informasi klinis

b. Menangkap kompleksitas situasi klinis

c. Menggambarkan heterogenitas individu dengan diagnose klinis yang sama

3. Memacu penggunaan model biopsikososial dalam klinis, pendidikan dan

penelitian

Klasifikasi gangguan Jiwa

Gangguan jiwa diklasifikasikan dalam :

1. The ICD-10 Classification of Mental and Behavioral Disorders: Clinical

description and diagnostic guidelines, WHO, 1992

2. DSM-IV (Diagnostic Statistical Manual for Mental and Behavioral

Disorders). APA, 1994

14

Page 15: DAFTAR ISI.docx

3. PPDGJ-III (Pedoman penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di

Indonesia), Depkes, 1993

4. S-PPDGJ-III (Suplemen PPDGJ-III), Depkes .95

Di Indonesia klasifikasi gangguan jiwa mengacu pada S-PPDGJ-III. Atas

dasar ini gangguan Jiwa dapat di klasifikasikan menjadi :

Gangguan Mental Organik F-0 Gangguan Mental Organik dan

Gangguan Mental Simptomatik

F-1 Gangguan Mental dan perilaku

akibat penggunaan zat psikoatif

Gangguan mental Psikotik F-2 Skizofrenia, gangguan skizotipal dan

gangguan waham

F-3 Gangguan Suasan perasaan (Mood)

Gangguan Neurotik dan

Gangguan Kepribadian

F-4 Gangguan neurotik, Gangguan

Somatoform, dan Gangguan terkait stress

F-5 gangguan perilaku yang

berhubungan dengan gangguan

fisisologis dan faktor fisisk

Gangguan masa kanan, remaja da

perkembangan

F-6 Gangguan kepribadian dan perilaku

masa dewasa

F-7 Retardasis mental

F-8 Gangguan pekembangan Psikologis

F-9 Gangguan perilaku dan Emosional

dengan onset biasanya pada masa kanak

dan remaja.

Tabel 1. Klasifikasi gangguan jiwa

F.0 Gangguan Mental Organik

Gangguan mentai organik adalah gangguan mental yang berkaitan dengan

penyakit

15

Page 16: DAFTAR ISI.docx

atau gangguan sistemik atau otak yang didiagnosa tersendiri. Termasuk gangguan

mental simptomatik dimana pengaruh terhadap akibat sekunder dari penyakit atau

gangguan sistemik di luar otak (ekstra cerebral).

Gambaran utama:

1. Gangguan fungsi kognitif ; misalnya daya ingat, daya pikir, gaya belajar.

2. Gangguan sensorium ; misalnya gangguan kesadaran dan perhatian.

3. Sindrom dengan manifestasi yang menonjol dalam bidang ; persepsi, isi

pikiran, suasana perasaan dan emosi.

Gangguan mental organik menggunakan dua kode. Yaitu, sindrom

psikopatologi, milasnya demensia dan gangguan yang mendasari misalnya

penyakit Alzheimer.

F.1 Gangguan Mental dan Perilaku akibat zat

Gangguan yang bervariasi luas dan berbeda keparahannya (dari intoksikasi

tanpa Komplikasi Dan penggunium yang merugikan sampai gangguan psikotik

yang jelas dan dimemensia, tetapi semua itu diakibatkan oleh karena penggunaan

satu atau lebih zat psikoaktif dengan atau tanpa resep dokter.

Identifikasi zat psikoaktif yang digunakan dapat ditakukan berdasarkan

laporan individu, analisis objektif dari urin, darah dan sebagainya. Bukti lain

(adanya sampel obat yang ditemukan pada pasien, tanda dan gejala klinis, atau

laporan dari pihak ketiga).

F.2 Skizofrenia, Gangguan Skizopatial dan Gangguan Waham

Skizofrenia adalah suatu deskripsi sindrom dengan variasi penyebab dan

perjalanan penyakit yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada

perimbangan pengaruh genetik, fisik dan sosial budaya. Pada umumnya ditandai

oleh penyimpangan yang fundamental dan karakteristik dari pikiran dan persepsi,

serta oleh afek yang tidak wajar atau tumpul Kesadaran yang jernih dan

kemampuan intelektual biasanya tetap terpelihara walaupun kemunduran kognitif

tertentu dapat berkembang kemudian Gangguan waham meliputi serangkaian

ganguan dengan waham-waham yang berlangsung lama, sebagai satu-satunya

16

Page 17: DAFTAR ISI.docx

gejala klinis yang khas dan paling mencolok dan tidak dapat digolongkan sebagai

gangguan mental organik, skizofrenik atau gangguan afektif. Pentingnya faktor

genetik, ciri-ciri kepribadian dan situasi kehidupan dalam pembentukan gangguan

kelompok ini tidak pasti dan bervariasi.

F.3 Gangguan Suasana Perasaan

Kelainan fundamental dari kelompok gangguan ini adalah perubahan

suasana Perasaan (mood) atau afek. biasanya kearah depresi atau ke arah elasi.

Perubahan afek ini biasanya disertai suatu perubahan pada keseluruhan tingkat

aktifitas, dan kebanyakan gejala lainya adalah sekunder terhadap perubahan itu,

atau mudah dipahami hubungannya dengan perubahan tersebut.

Gangguan afektif di bedakan menurut:

1. Episode tunggal atau multipel

2. Tingkat keparahan gejala

a. Mania dengan gej alapsikotik + mania tanpa gej ala psikotik + hipomania

b. Depresi ringan, sedang, berat tanpa gejala psikotik ) berat dengan gejaia

psikotik

3. Dengan atau tanpa gejala somatik

F.4 Gangguan Neurotik, Gangguan Somatoform dan Gangguan Terkait Stress

Gangguan neurotik, gangguan somatoform dan gangguan terkait stress, di

kelompokan menjadi satu dengan alasan bahwa dalam sejarahnya ada hubungan

dengan perkembangan konsep neurosis dan berbagai kemungkinan penyebab

psikologis.

F.5 Gangguan Perilaku Yang Bcrhubungan Dengan Gangguan tfisiologis

dan Faktor Fisik

Dalam golongan ini, tergabung gangguan makan, ganguan tidur non organik,

gangguan seksual bukan disebabkan oleh gangguan atau penyakit organik,

gangguan mental dan perilaku yang berhubungan dengan masa nifas,

penyalahgunaan zat yang tidak menyebabkan ketergantungan dan sindroma

17

Page 18: DAFTAR ISI.docx

perilaku yang tertentu yang berhubungan dengan gangguan fisiologik dan faktor

fisik

F.6 Gangguan Kepribadian dan Perilaku Masa Dewasa

Blok ini mencakup berbagai kondisi klinis yang bermakna dan pola

prilaku yang cenderung menetap, dan merupakan ekspresi dari pola hidup yang

khas dari seseorang dan cara-cara berhubungan dengan diri sendiri maupun orang

lain. Beberapa kondisi dan pola perilaku tersebut berkembang sejak dini dari masa

pertumbuhan dan perkembangan dirinya sebagai hasil interaksi faktor-faktor

konstitusi dan pengalaman hidup, sedangkan yang lainnya "didapat" pada masa

kehidupan selanjutnya

F.7 Refardasi Mental

Retardasi mental adalah suatu perkembangan jiwa yang tehenti atau tidak

lengkap.Yang terutama ditandai oleh terjadinya hendaya keterampilan selama

masa perkembangan, sehingga berpengaruh terhadap tingkat kecerdasan secara

menyeluruh, misalnya kemampuan kognitif bahasa, motorik dan sosial.

Retardasi mental dapat terjadi dengan atau tanpa gangguan jiwa atau tanpa

gangguan fisik lainnya. Hendaya perilaku adaptif selalu ada, tetapi dalam

lingkungan sosial terlindung dimana sarana pendukung cukup tersedia"

hendaknya ini mungkin tidak tampak sama sekali pada penyandang RM ringan

F.8 Gangguan Perkembangan Psikologis

Gangguan-gangguan yang termasuk dalam golongan ini urnumnya

mempunyai gambaran sebagai berikut:

1. Onset bervariasi selama masa bayi atau kanak-kanak

2. Adanya hendaya atau kelambatan fungsi-fungsi yang berhubungan erat

dengan kematangan biologis dari susunan syaraf pusat

3. Berlangsung secara terus menerus tanapa adanya remisi dan kekambuhan yang

khas bagi banyak gangguan jiwa

18

Page 19: DAFTAR ISI.docx

Pada sebagian besar kasus fungsi-fungsi yang dipengaruhi termasuk

basaha. keterampilan "visuo-spatial" dan atau koordinasi raotorik. Yang khas

adalah hendayanya

berkurang secara progresif (walaupun defisit yang lebih ringan sering menetap

sampai masa dewasa).

F.9 Gangguan Perilaku dan Emosional Dengan Onset Biasanya Pada Masa

Kanak dan Remaja

Yang termasuk dalam golongan ini adalah gangguan hiperkinetik. Gangguan

tingkah laku, gangguan camputar tingkah laku dan emosi , gangguan emosional

dengan onset khas pada masa kanak kanak, gangguan sosial dengan onset khas

pada masa kanak dan gangguan TIC Gangguan perilaku dan emosional lainnya

dengan onset biasanya pada masa kanak dan remaja.

C. INFORMED CONSENT PADA GANGGUAN JIWA

Informed consent pada gangguan jiwa memiliki pengertian yang sama pada

informed Consent umumnya. Menurut PERMENKES RI tentang persetujuan

tindakan medik bab IV pasal 9 ayat 2 disebutkan bahwa bagi pasien dewasa yang

menderita gangguan mental, persetujuan diberikan oleh orangtua/wali/kurator.

19

Page 20: DAFTAR ISI.docx

PASIEN

ORANG TUA WALI ATAU SAUDARA KANDUNG

INFORMASI

DOKTER

SETUJU

TANDA TANGAN SETUJU

MENOLAK

TANDA TANGAN MENOLAK

KEPUTUSAN(INFOMED CONSENT)

1. Bagan Informed Consent

20

Page 21: DAFTAR ISI.docx

RUMAH SAKIT ISLAM INDONESIA

Jl . Kaliurang Km 14,5 Yogyakarta 55584Telp (0274) 896448

PERSETUJUAN TINDAKAN MEDIK

Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama :________________________________________

Umur / Jenis Kelamin :_____________________/Laki-laki/Perempuan

Alamat :________________________________________

Bukti diri/KTP :________________________________________

Menyatakan dengan sesungguhnya telah memberikan

PERSETUJUAN

Untuk dilakukan tindaka medik berupa_______________________________

Terhadap diri saya sendiri */anak*/Isteri*/Ayah*/Ibu*saya dengan

Nama :________________________________________

Umur / Jenis Kelamin :____________/Laki-laki/Perempuan

Alamat :________________________________________

Rawat di :________________________________________

Nomor Rekam medik :________________________________________

Yang tujuan, sifat dan perlunya tinakan medik tersebut diatas,serta risiko yang

dapat ditimbulkannya dan upaya mengatasinya telah cukup dijelaskan oleh

dokter dan telah saya mengerti sepenuhnya.

Yogyakarta, Tgl___bln_____Tahun

DokterTanda Tangan

Nama Lengkap

Saksi Dari Rumah SakitTanda Tangan

Nama Lengkap

Yang Membuat Pernyataan

Tanda Tangan

Nama Lengkap

Saksi dari keluarga pasien

Tanda tangan___________________

Nama Lengkap

21

Page 22: DAFTAR ISI.docx

SURAT PENOLAKAN

Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama.............................................................................................................................................................................................................................................................

Umur /jenis kelamin....................................................tahun, kali-laki/perempuan*)

Alamat...................................................................................................../..................

Dengan ini menyatakan sesungguhnya :

TELAH MENOLAK

Untuk diteruskan : Rawat Nginap /ICU

Untuk dikeluarkan : Operasi / Tindakan medic

Terhadap : Diri sendiri Isteri Suami

Anak Orak Tua Lainnya

Nama;....................................................................................................................................................................................................................................

Umur /jenis kelamin................................................................... .tahun, laki-laki

Alamat

....................................................................................................................................

....................................................................................................................................

Ruangan

....................................................................................................................................

....................................................................................................................................

22

Page 23: DAFTAR ISI.docx

BAB III

KESIMPULAN

Informed consent pada gangguan jiwa adalah suatu izin atau pemyataan

setuju dari orang tua/wali yang sah/kurator yang diberikan dengan bebas dan

rasional, sesudah mendapatkan informasi dari dokter dan sudah dimengerti oleh

orang tua/wali yang sah.

Informed consent adalah suatu media penjelasan dari dokter kepada pasien

mengenai tindakan medis yang akan dilakukan. Pasien juga berhak menyetujui

atau tidak tindakan medis tersebut. lnformed consent merupakan perlindungan

hukum untuk pasien maupun dokter dalam melakukan tindakan medis sesuai

dengan prosedur standar operasional. Informed consent juga merupakan pemacu

bagi profesi medis untuk selalu memberikan penjelasan secara lengkap dan benar.

Di sisi lain, informed consent dapat dijadikan alat pengawasan bagi masyarakat

mengenai tindakan medis yang dilakukan oleh profesi medis.

Tata cara pelaksanaan informed consent:

1. Penjelasan informed consent diberikan oieh dokter yang akan melakukan

tindakan medis kepada pasien itu sendiri, orang tua/wali yang sah.

2. Pasien harus dalam kondisi siap untuk diberikan penjelasan.

3. Pasien harus sadar dan bebas dari pengaruh obat atau tekanan pada saat

diberikan penjelasan.

4. Dokter harus menjamin bahwa tindakan atau pengobatan sesuai dengan

prosedur.

5. Pasien harus mendapatkan penjelasan sejelas mungkin.

6. Pasien diberikan kesempatan untuk bertanya dan mendapatkan jawaban.

Dasar hukum informed consent :

1. UU No 36 Tahun 2009 tentang kesehatan pasal 56 :

a. Setiap orang berhak menerima atau menolak sebagian atau seluruh

tindakan pertolongan yang akan diberikan kepadanya setelah menerima

dan memahami informasi mengenai tindakan tersebut secara lengkap.

b. Hak menerima atau menolak sebagaimana dimaksud pada ayat 1 tidak

berlaku pada :

23

Page 24: DAFTAR ISI.docx

Penderita yang penyakitnya dapat secara cepat menular ke dalam

masyarakat yang lebih luas.

Keadaan seseorang yang tidak sadarkan diri.

Gangguan mental berat

c. Ketentuan mengenai hak menerima dan menolak sebagaimana dimaksud

pada ayat di atas. Diatur sesuai dengan ketentuan peraturan per undang-

undangan.

2. UU NO 29 tahun 2004 tentang praktik kedokteran pasal 45 ayat (1 - 6), Setiap

tindakan kedokteran atau kedoketeran gigi yang akan dilakukan oleh dokter

atau dokter gigi terhadap pasien harus mendapat persetujuan.

3. PP NO.18 NO.1981 tentang bedah mayat anatomis serta transplantasi alat atau

jaringan tubuh manusia pada pasal 15 yang mengatur mengenai Donor Hidup.

4. Permenkes No.585 tahun 1989 tentang persetujuan tindakan medis, dokter

melakukan tindakan medis tanpa informed consent dari pasien atau

keluarganya sanksi administratif berupa pencabutan izin praktiknya. Bila tidak

informed consent pasien dapat menuntut.

5. Fatwa Pengurus IDI No:319/PB/A.4/88 tertanggal 22 Februari 1988 tentang

informed consent.

6. UU NO 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit

a. Pasal 29, Setiap rumah sakit mempunyai kewajiban memberikan informasi

yang benar tentang pelayanan rumah sakit kepada masyarakat

b. Pasal 32,

Setiap pasien mempunyai hak mendapat informasi tentang hak dan

kewajiban pasien.

Memberikan perstejuan atau menolak atas tindakan yang akan

dilakukan oleh tenaga kesehatan terhadap penyakit yang dideritanya.

c. Pasal 37, Setiap tindakan kedokteran yang dilakukan di rumah sakit harus

mendapat perstujuan pasien atau keluarganya.

7.

24

Page 25: DAFTAR ISI.docx

DAFTAR PUSTAKA

1. Suharto,G.Aspek Medisolegal Praktik Kedokteran.Semarang.Badan Penerbit

Universitas Diponegoro.2008 hlm 8- 13

2. HS,Hartono, Suharto,G, Wijaya. Pemahaman Etik Medikolegal. Semarang.

Badan Penerbit Universitas Diponegoro.2008. hlm 97- 1 05

3. Suwandi,J. Dokter,Pasien, dan Hukum.Jakarta.Balai Penerbit Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia. 1996.hhn 20

4. Guwandi,J. Informed Consent & Informed Refusal4fr edition. Jakarta. Balai

Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.2006. hlrn 1,5, l0-1,14-

5,17-9,234,119- 25,129-30

5. Sinaga, BR. Skizofrenia dan Diagnosa Banding. Jakarta: Balai Penerbit

FKUI. 2007. hlm 1-3

6. Maslim, Rusdi. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari

PPDGJ III. Jakarta: Balai Penerbit FK-Unika Atmajaya. 2003 hlm 9-12,22,36,

46, 60. 72, 89. L02,120-2, 134-5,

7. Permenkes 585/1989 tentang persehrjuan tindakan medis

8. UU Kesehatan

9. UU Rumah sakit

10. UU Praktek Kedokteran

11. http ://hukumkesehatan.com/informedconsent.html

25