crs rm kane agli amri.docx
DESCRIPTION
strokeTRANSCRIPT
I.1. IDENTITAS PASIEN
- Nama : Tn. Ayi
- Usia : 55 Tahun
- Jenis Kelamin : Laki-laki
- Pekerjaan : Buruh
- Alamat : Karencong
- Status Nikah : Menikah
- Agama : Islam
- Suku : Sunda
- Dirawat yang ke dua kali
- Masuk RS tanggal :
27 Oktober 2013
- Tanggal Permeriksaan :
31 Oktober 2013
I.2. ANAMNESIS
Autoanamnesis dan Heteroanamnesis (Istri Pasien)
KU : Lemas lengan kanan dan kaki kanan.
Sejak 3 bulan yang lalu pasien mengalami lemas pada lengan atas dan kaki
kanan. Lemas muncul secara tiba-tiba ketika pasien sedang duduk. Menurut
penuturan istri pasien, keluhan disertai dengan nyeri kepala dan mual tanpa
disertai dengan muntah. Mulut pasien menjadi mencong, pasien berbicara menjadi
tidak jelas, sulit menelan, sering tersedak, dan sering tidak dapat menahan BAK,
Keluhan kejang disangkal oleh pasien. Keluhan pasien tersebut tidak diobati.
Menurut penuturan pasien, pasien masih bisa merasakan sentuhan dan masih bisa
menggerakan lengan dan kaki kanannya sedikit.
1
2
Dua minggu sebelum masuk rumah sakit, pasien mengalami kesulitan bernafas
(sesak nafas). Menurut penuturan istri pasien, sesak nafas yang pasien alami
semakin hari semakin bertambah parah. Satu hari sebelum masuk rumah sakit,
keluhan sesak pada pasien bertambah parah sehingga keluarga pasien
memutuskan membawa pasien ke IGD.
Keluhan ini adalah keluhan yang pernah dirasakan oleh pasien 9 tahun yang
lalu. Saat itu pasien mengalami lemas pada lengan kanan dan kaki kanan ketika
sedang beraktivitas/bekerja menangkap ikan. Keluhan terjadi secara tiba – tiba
dan membuat pasien tidak sadarkan diri. Pasien dirawat selama 2 minggu dirumah
sakit, namun keluarga pasien meminta pulang paksa sebelum pasien sembuh total
karena faktor biaya. Sejak 9 tahun yang lalu hingga 3 bulan yang lalu, pasien
hanya dirawat oleh keluarganya dirumah dan sempat mengalami perbaikan.
Pasien dapat kembali berjalan walaupun bagian tubuh sebelah kanan yang lemas
tidak sepenuhnya sembuh.
Pasien memiliki riwayat hipertensi yang tidak terkontrol yang diketahui pasien
sejak pasien berusia 46 tahun. Pasien sebelumnya adalah perokok berat, setiap kali
merokok 2 bungkus perhari, namun telah berhenti sejak 9 tahun yang lalu.
Riwayat penyakit gula darah disangkal, riwayat trauma pada kepala disangkal.
Kedua orang tua pasien memiliki hipertensi dan meninggal dunia akibat stroke.
3
1.3. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tanda-tanda Vital
Nadi : 90x/menit, regular, equal, isi cukup
Respirasi : 22x/menit
Suhu : 36,7º C
Tekanan darah : 160/90 mmHg
Pemeriksaan Spesifik
1. Kulit : sianosis (-), jaundice (-), ptekiae (-).
2. Otot : Atrofi (-), hipertrofi (-)
3. Tulang : Deformitas (-), gibbus (-)
4. Sendi : Pembengkakan (-)
5. Kepala
• Bentuk : Simetris
• Rambut : Hitam, halus, tidak mudah rapuh
• Wajah : Simetris, flushing (-)
CN VII alis mata normal, menyeringai mencong ke kanan, mata menutup
sempurna
CN XII lidah menjulur agak mencong ke kanan
• Mata : Simetris, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik,
konjungtivitis flektinularis (-/-), air mata +/+
• Pupil : Bulat, isokor, refleks cahaya +/+
4
• Hidung : Simetris, epistaksis -/-, sekret -/-, PCH(-), plica
nasolabialis kanan (-)
• Telinga : Simetris, sekret -/-, membran timpani intak
• Mulut : mukosa mulut tidak hiperemis, perioral sianosis (-),oral
hygine baik
• Tonsil : T0-T0, tenang
• Faring : Tidak hiperemis
6. Leher
• KGB : Tidak ada pembesaran KGB
• Kelenjar Tiroid : Tidak ada pembesaran
• JVP : Tidak mengalami peningkatan
• Retraksi suprasternal (-)
• Otot sternocleidomastoid kanan lemah
7. Thorax
Paru
• Inspeksi : Bentuk dan pergerakan simetris, retraksi intercostal (-)
• Palpasi : Pergerakan simetris
• Perkusi : Sonor
• Auskultasi : VBS kanan = kiri, wheezing -/-, crackles -/-
Jantung
• Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
• Palpasi : Iktus kordis teraba di ICS IV LMCS
• Perkusi : dbn
5
• Auskultasi : S1-S2 murni reguler, murmur pada (-)
8. Abdomen
Inspeksi:
Datar, Massa abdomen (-), retraksi epigastrium (-)
Palpasi:
Lembut, NT (-) pada daerah epigastrik, ketok CVA (-), massa (-), Hepar
dan lien tidak teraba pembesaran, Ballotement ginjal tidak teraba
pembesaran, bladder tidak membesar.
Perkusi:
Tympani, Pekak samping (-), pekak pindah (-)
Auskultasi:
BU (+), normal
9. Ekstremitas:
Atas BawahEdema -/-
Sianosis (-)Deformitas (-)Akral hangatPtekhie (-)
Capillary refill < 2 detikBantalan tangan tidak pucat
terpasang IV cateter pada tangan kiri
Edema -/-Sianosis (-)
Deformitas (-)Akral Hangat
Ptekhie (-)Capillary refill < 2 detikBantalan kaki tidak pucat
Pemeriksaan Muscle strength :
3 52 5
Pemeriksaan ROM :
Penuh PenuhPenuh Penuh
6
Pemeriksaan Sensori :
+ ++ +
Pemeriksaan Reflex Fisiologis :
Bisep -/+
Trisep -/+
Brachioradialis -/+
Patella -/+
Achiles -/+
Refleks Patologis
Babinski :-/-
Chaddock : -/-
10. Anogenital
Terpasang urine catheter
1.4. DIAGNOSIS BANDING
Stroke Non Hemorraghik + decom cordis + HT grade II + Susp.
AKI
Stroke Non Hemorraghik + HT grade II
1.5. USULAN PEMERIKSAAN
• Laboratorium darah
• Foto thoraks
• CT scan
7
1.6. RESUME KASUS
Identitas
Tn. Ayi, 55 tahun
Keluhan Utama
Lemah pada ekstrimitas kanan atas dan bawah
Anamnesa (heteroanamnesa)
Sejak 3 bulan yang lalu pasien mengalami lemas pada lengan atas
dan kaki kanan. Lemas muncul secara tiba-tiba ketika pasien
sedang duduk. Menurut penuturan istri pasien, keluhan disertai
dengan nyeri kepala dan mual tanpa disertai dengan muntah. Mulut
pasien menjadi mencong, pasien berbicara menjadi tidak jelas, sulit
menelan, sering tersedak, dan sering tidak dapat menahan BAK.
Dua minggu sebelum masuk rumah sakit, pasien mengalami
kesulitan bernafas (sesak nafas). Menurut penuturan istri pasien,
sesak nafas yang pasien alami semakin hari semakin bertambah
parah Keluarga pasien tidak ada yang memilik keluhan serupa,
hanya saja kedua orangtua pasien memiliki penyakit darah tinggi.
Keluhan ini adalah keluhan yang pernah dirasakan oleh pasien 9
tahun yang lalu. Saat itu pasien mengalami lemas pada lengan
kanan dan kaki kanan ketika sedang beraktivitas/bekerja
menangkap ikan
Pasien memiliki riwayat hipertensi yang tidak terkontrol yang
diketahui pasien sejak pasien berusia 46 tahun. Pasien sebelumnya
8
adalah perokok berat, setiap kali merokok 2 bungkus perhari,
namun telah berhenti sejak 9 tahun yang lalu. Kedua orang tua
pasien memiliki hipertensi dan meninggal dunia akibat stroke.
Pemeriksaan
Keadaan Umum : Sakit sedang
Tanda-tanda Vital
Tekanan darah : 160/90
Wajah : CN VII menyeringai mencong ke kanan, plica nasolabialis
kanan( -)
Otot sternocleidomastoid kanan lemah
Thorax dan abdomen dalam batas normal
Pemeriksaan Muscle strength :
3 52 5
Pemeriksaan Reflex Fisiologis :
Bisep -/+
Trisep -/+
Brachioradialis -/+
Patella -/+
Achiles -/+
1.7. Pemeriksaan Penunjang
Hasi lab :
Darah Rutin : dalam batas normal
9
Kimia Klinik (27 okt) : SGOT dan SGPT meningkat ( SGOT : 127,
SGPT : 142), Ureum dan Kreatinin meningkat ( Ureum : 62, kreeatinin:
1.83)
Hasil CT scan : susp. Lesi infark lama didaerah thalamus kanan dan
nucleus lentiformis kiri
Hasil Foto Thorax : susp. Cardiomegali dengan bendungan paru. Tak
tampak Kp aktif
1.8. DIAGNOSIS KERJA
Stroke Infark(Non Hemorraghic) + decom cordis + HT grade II + Susp. AKI
1.9. USULAN PENATALAKSANAAN
Terapi Umum :
Tirah baring
Diet rendah garam
Eksplorasi faktor resiko
Pantau vital sign
Rujuk ke Spesialis Rehabilitasi medis
Rujuk ke spesialis penyakit dalam
Rujuk ke spesialis saraf
Terapi Khusus :
obat-obatan ; Anti hipertensif ( ACE inhibitor) dan obat lainnya
seperti Piracetam injeksi 3 x 3gr, Citicoline injeksi 3x250mg
Rehabilitasi :
10
o Pencegahan komplikasi tirah baring lama
o Terapi Wicara
o Terapi Okupasi
o Fisioterapi
1.10. PEMBAHASAN KASUS
a) Apakah diagnosa pada Kasus sudah Tepat?
Stroke
Stroke adalah sindroma klinis dengan gejala berupa gangguan fungsi otak
secara fokal maupun global yang dapat menimbulkan kematian atau
kecacatan yang menetap lebih dari 24 jam, tanpa penyebab lain kecuali
gangguan vascular.
Beberapa gejala stroke berikut:
Perubahan tingkat kesadaran (mengantuk, letih, apatis, koma).
Kesulitan berbicara atau memahami orang lain.
Kesulitan menelan.
Kesulitan menulis atau membaca.
Sakit kepala yang terjadi ketika berbaring, bangun dari tidur,
membungkuk, batuk, atau kadang terjadi secara tiba-tiba.
Kehilangan koordinasi.
Kehilangan keseimbangan.
11
Perubahan gerakan, biasanya pada satu sisi tubuh, seperti kesulitan
menggerakkan salah satu bagian tubuh, atau penurunan keterampilan
motorik.
Mual atau muntah.
Kejang.
Sensasi perubahan, biasanya pada satu sisi tubuh, seperti penurunan
sensasi, baal atau kesemutan.
Kelemahan pada salah satu bagian tubuh.
12
Berdasarkan hasil CT scan menyatakan bahwa terdapat lesi infark lama
pada thalamus dan nucleus lentiformis
Decomp Cordis
Gagal jantung dalam bahasa yunani dikenal sebagai Decompensatio Cordis,
adalah suatu keadaan dimana jantung tidak dapat memompa darah ke jaringan
untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh, dan kemampuan tersebut hanya
ada kalau disertai dengan peninggian volume diastolik secara abnormal.
Faktor predeposisis dari gagal jantung adalah : penyakit yang menimbulkan
penurunan fimgsi ventrikel ( seperti : penyakit arteri koroner, hipertensi,
kardiomiopita, penyakit pembuluh darah, atau penyakit jantung congenital), dan
keadaan yang membatasi pengisisan ventrikel ( seperti : stenosis mitral,
kardiomiopita, atau penyakit perikardial ).
Faktor pencetus dari gagal jantung seperti :
a. Meningkatnya asupan garam.
b. Ketidakpatuhan menjalani pengobatan anti gagal jantung.
c. Infark miokard akut.
d. Serangan hipertensi.
e. Aritrnia akut.
13
f. Infeksi atau demam.
g. Emboli paru.
h. Anemia.
i. Tirotoksikosis.
j. Kehamilan.
k. Endokarditis infektif
Gejala yang paling sering dialami adalah berupa sesak nafas, yang semula pada
waktu mengduarkan tenaga, tetapi juga pada saat istirahat (berbaring) dalam kasus
yang lebih berat. Begitu pula udema di pergelangan kaki dengan vena memuai,
karena darah-balik terhambat kembalinya ke jantung. Sering kali perasaan sangat
letih dan kurang tenaga.
Menurut New York Heart Association (NYHA), membagi klasifikasi fungsional
gagal jantung dalam 4 kelas :
Kelas 1 : Bila pasien dapat melakukan aktivitas berat tanpa kelahan.
Kelas 2 : Bila pasien tidak dapat melakukan aktivitas lebih berat dari aktivitas
seharihari tanpa keluhan.
Kelas 3 : Bila pasien tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari tanpa keluhan.
Kelas 4 : Bila pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktivitas apapun dan
harus tirah baring.
Berdasarkan hasil foto thorax didapatkan terdapat pembesaran jantung dan
juga terdapat bendungan pada paru
Akut Kidney Injuri
14
Secara konseptual AKI adalah penurunan cepat (dalam jam hingga minggu)
laju filtrasi glomerulus (LFG) yang umumnya berlangsung reversibel, diikuti
kegagalan ginjal untuk mengekskresi sisa metabolisme nitrogen, dengan/ tanpa
gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.
Kriteria AKI berdasarkan Acute Kidney Injury Network (AKIN)
Pada pasien nilai ureum serta kreatinin meningkat sesuai dengan tahap 2.
b) Bagaimana Penatalaksanaan Rehabilitasi medik pada pasien ini?
Pelaksanaan Rehabilitasi Pada Pasien Stroke dengan Decomp Cordis
Decomp Cordis
Program latihan fisik rehabilitatatif bagi penderita gangguan jantung
bertujuan untuk mengoptimalkan kapasitas fisik tubuh, memberi penyuluhan
pada pasien dan keluarga dalam mencegah perburukan dan membantu pasien
untuk kembali dapat beraktivitas fisik seperti sebelum mengalami gangguan
jantung.
a. Manfaat Latihan Fisik Pada Penderita Gangguan Jantung.
15
• Mengurangi efek samping fisiologis dan psikologis tirah baring di rumah
sakit.
• Dapat dimanfaatkan untuk memonitor kondisi fisiologis penderita
• Mempercepat proses pemulihan dan kemampuan untuk kembali apda level
aktivitas sebelum serangan jantung.
b. Kontraindikasi Latihan Fisik
Selain memiliki manfaat yang vital, latihan fisik pada penderita gangguan
jantung dapat pula mencetuskan serangan ulang. Untuk meminimalisasi resiko
tersebut, latihan fisik di kontraindikasikan pada keadaaan:
c. Struktur Program Rehabilitasi
Secara tradisional program rehabilitasi dibagi menjadi :
• Fase I : Inpatient (di dalam rumah sakit)
• Fase II : Out-Patient (pulang dari rumah sakit sampai dengan 12 minggu
merupakan program dengan pengawasan)
• Fase III : Pemeliharaan
16
Program Inpatient
Program latihan inpatient dapat dilakukan sejak 48 jam setelah gangguan
jantung sepanjang tidak terdapat ada kontraindikasi. Latihan fisik yang dilakukan
terbatas pada aktivitas sehari-hari misalnya gerakan tangan dan kaki dan
pengubahan postur. Contoh aktivitas pada program inpatient adalah:
Program out-patient
Dilakukan segera setelah kepulangan pasien dari rumah sakit. Tujuan utama
dari program ini adalah untuk mengembalikan kemampuan fisik pasien pada
keadaan sebelum sakit. Seperti yang telah dikemukakan program rehabiliatasi
sebaiknya diawali beberapa hari sebelum fase I berakhir. Biasanya fase II dimulai
pada minggu kedua atau ketiga setelah serangan myocardial infark. Pada
prinsipnya, tujuan dari fase ini adalah untuk memberi latihan rehabilitasi fisik
seseorang penderita gangguan jantung agar dapat kembali melakukan aktivitas
sehari-hari seperti sedia kala. Contoh latihan terapi outpatient
1. Latihan I (Latihan Siku)
Cara :
• Berdiri dengan siku menekuk dan dikatupkan pada dada
17
• Luruskan siku ke arah depan.
• Tekuk kembali siku.
• Ulangi sampai dengan 10 kali.
Gambar 1. Latihan Siku
2. Latihan Elevasi Lengan
Cara :
• Berdiri dengan siku menekuk di dada.
• Luruskan siku dan lengan ke arah atas
• Tekuk kembali ke posisi semula.
• Ulangi sampai dengan 10 kali
Gambar 2. Latihan lengan
3. Latihan Ekstensi lengan
Cara :
• Berdiri dengan siku menekuk ke arah dada.
• Lengan direntangkan ke arah disamping pinggang.
• Katupkan kembali lengan pada dada
• Ulangi sampai dengan 10 kali.
18
Gambar 3. Latihan Ektensi Lengan
4. Latihan Elevasi Lengan II
Cara :
• Berdiri dengan kaki membuka selebar bahu dan lengan disamping badan.
• Dengan tetap meluruskan siku angkat lengan keatas kepala.
• Turunkan lengan kembali ke samping badan.
• Ulangi sampai dengan 10 kali.
Gambar 4. Latihan Elevasi Lengan II
5. Latihan Lengan Gerak Melingkar
Cara :
• Berdiri dengan kaki membuka selebar bahu dan lengan disamping badan.
• Rentangkan tangan setinggi bahu.
• Gerakakan secara melingkar tangan dan lengan dengan arah depan dengan tetap
meluruskan siku.
• Ulangi sampai dengan 10 kali.
19
• Lakukan gerakan memutar kebelakang sampai dengan 10 kali
Gambar 5. Latihan Lengan Gerak Melingkar
6. Latihan Jalan Di Tempat (Mulai hari ke-5)
Cara:
• Berdiri dengan kaki membuka selebar bahu dengan lengan ditekuk ke depan
• Angkat satu kaki dengan menekuk lutut seperti saat berbaris.
• Ayunkan lengan untuk membantu menjaga keseimbangan
• Ulangi sampai dengan 10 kali.
Gambar 6. Latihan jalan di tempat
7. Latihan Menekuk Pinggang
Cara :
• Berdiri dengan kaki membuka selebar bahu
• Tekuk lengan sehingga tangan menyentuh pinggang kanan
• Pertahankan kaki dan punggung tetap lurus.
• Ulangi sampai dengan 10 kali.
• Tekuk lengan sehingga tangan menyentuh pinggang kiri.
• Ulangi sampai 10 kali
20
Gambar 7. Latihan Menekuk Pinggang
8. Latihan Memutar Pinggang
Cara:
• Berdiri dengan kaki membuka selebar bahu, tekuk lengan dan tempatkan tangan
di
pinggang
• Putar tubuh ke kanan dan kemudian kembali.
• Putar tubuh ke kiri dan kemudian kembali
• Ulangi sampai dengan 10 kali.
Gambar 8. Latihan Memutar Pinggang
9. Latihan Menyentuh Lutut (Mulai hari ke 7)
Cara:
• Berdiri dengan kaki membuka selebar bahu, lengan diangkat diatas kepala.
• Tekuk punggung sampai tangan menyentuh lutut.
• Angkat kembali lengan keatas kepala
• Putar tubuh ke kiri dan kemudian kembali
21
• Ulangi sampai dengan 10 kali.
Gambar 9. Latihan Menyentuh Lutut
10. Latihan Menekuk Lutut (Mulai Minggu ke-3)
Cara:
• Berdiri dengan kaki membuka selebar bahu, tangan menyentuh pinggang.
• Tekuk punggung ke depan dengan lutut juga menekuk.
• Kembali luruskan punggung
• Ulangi sampai dengan 10 kali.
Gambar 10. Latihan Menekuk Lutut
Fase Pemeliharaan
Beberapa hal yang harus diperhatikan untuk melanjutkan ke fase pemeliharaan
adalah kapasitas fungsional pasien, status klinis serta tingkat pengetahuan pasien
tentang gangguan jantung yang dialaminya.
22
Program latihan pada fase pemeliharaan pada dasarnya sama dengan individu
normal dengan penekanan pada latihan jenis aerobik.
Stroke
Secara umum rehabilitasi pada stroke dibedakan dalam beberapa fase.
Pembagian ini dalam rehabilitasi medis dipakai sebagai acuan untuk menentukan
tujuan (goal) dan jenis intervensi rehabilitasi yang akan diberikan, yaitu:
1. Stroke fase akut: 2 minggu pertama pasca serangan stroke
2. Stroke fase subakut: antara 2 minggu-6 bulan pasca stroke
3. Stroke fase kronis: diatas 6 bulan pasca stroke
Rehabilitasi Stroke Fase Akut
Pada fase ini kondisi hemodinamik pasien belum stabil, umumnya dalam
perawatan di rumah sakit, bisa di ruang rawat biasa ataupun di unit stroke.
Dibandingkan dengan perawatan di ruang rawat biasa, pasien yang di rawat di unit
stroke memberikan outcome yang lebih baik. Pasien menjadi lebih mandiri, lebih
mudah kembali dalam kehidupan sosialnya di masyarakat dan mempunyai
kualitas hidup yang lebih baik.
Rehabilitasi Stroke Fase Subakut
Pada fase ini kondisi hemodinamik pasien umumnya sudah stabil dan
diperbolehkan kembali ke rumah, kecuali bagi pasien yang memerlukan
penanganan rehabilitasi yang intensif. Sebagian kecil (sekitar 10%) pasien pulang
dengan gejala sisa yang sangat ringan, dan sebagian kecil lainnya (sekitar 10%)
pasien pulang dengan gejala sisa yang sangat berat dan memerlukan perawatan
orang lain sepenuhnya. Namun sekitar 80% pasien pulang dengan gejala sisa yang
23
bervariasi beratnya dan sangat memerlukan intervensi rehabilitasi agar dapat
kembali mencapai kemandirian yang optimal.
Pada fase subakut pasien diharapkan mulai kembali untuk belajar melakukan
aktivitas dasar merawat diri dan berjalan. Dengan atau tanpa rehabilitasi, sistim
saraf otak akan melakukan reorganisasi setelah stroke. Reorganisasi otak yang
terbentuk tergantung sirkuit jaras otak yang paling sering digunakan atau tidak
digunakan. Melalui rehabilitasi, reorganisasi otak yang terbentuk diarahkan agar
mencapai kemampuan fungsional optimal yang dapat dicapai oleh pasien, melalui
sirkuit yang memungkinkan gerak yang lebih terarah dengan menggunakan
energi/tenaga se-efisien
Intervensi rehabilitasi pada stroke fase subakut ditujukan untuk:
1. Mencegah timbulnya komplikasi akibat tirah baring
2. Menyiapkan/mempertahankan kondisi yang memungkinkan pemulihan
fungsional yang paling optimal
3. Mengembalikan kemandirian dalam melakukan aktivitas sehari-hari
4. Mengembalikan kebugaran fisik dan mental
Mencegah Komplikasi Akibat Tirah Baring
Pasien yang pulang ke rumah sebelum mencapai kemampuan duduk stabil
serta mulai belajar berdiri dan jalan, cenderung akan lebih lama masa tirah
baringnya di rumah. Pemulihan fungsional mempunyai “periode emas” yang
terbatas waktunya; stimulasi yang diberikan pada 3 bulan pertama akan lebih
memberikan hasil dibandingkan fase kronis, dan tentu tidak boleh disia-siakan.
Pasien harus diberikan motivasi untuk selalu aktif melakukan aktivitas sesuai
24
dengan kemampuan yang ada. Terapi latihan diprogramkan dengan durasi dan
frekuensi latihan secara bertahap ditingkatkan.
Program-program rehabilitasi pada pasien pasca akut:
1. Fisioterapi
a. Stimulasi elektrikal untuk otot-otot dengan kekuatan otot (kekuatan 2 kebawah)
b. Diberikan terapi panas superficial (infra red) untuk melemaskan otot.
c. Latihan gerak sendi bisa pasif, aktif dibantuatau aktif tergantung dari kekuatan
otot.
d. Latihan untuk meningkatkan kekuatan otot.
e. Latihan fasilitasi / redukasi otot
f. Latihan mobilisasi.
2. Okupasi Terapi (aktifitas kehidupan sehari-hari/AKS)
Sebagian besar penderita stroke dapat mencapai kemandirian dalam AKS,
meskipun pemulihan fungsi neurologis pada ekstremitas yang terkena belum tentu
baik. Dengan alat Bantu yang disesuaikan, AKS dengan menggunakan satu tangan
secara mandiri dapat dikerjakan. Kemandirian dapat dipermudah dengan
pemakaian alat-alat yang disesuaikan.
3. Terapi Bicara
Penderita stroke sering mengalami gangguan bicara dan komunikasi. Ini
dapat ditangani oleh speech therapist dengan cara:
Latihan pernapasan ( pre speech training ) berupa latihan napas, menelan,
meniup, latihan gerak bibir, lidah dan tenggorokan.
Latihan di depan cermin untuk latihan gerakan lidah, bibir dan
mengucapkan kata-kata.
Latihan pada penderita disartria lebih ditekankan ke artikulasi
mengucapkan kata-kata.
Pelaksana terapi adalah tim medik dan keluarga.
4. Ortotik Prostetik
Pada penderita stroke dapat digunakan alat bantu atau alat ganti dalam
membantu transfer dan ambulasi penderita. Alat-alat yang sering digunakan antara
25
lain : arm sling, hand sling, walker, wheel chair, knee back slap, short leg brace,
cock-up, ankle foot orthotic (AFO), knee ankle foot orthotic (KAFO).
5. Psikologi
Semua penderita dengan gangguan fungsional yang akut akan melampaui
serial fase psikologis, yaitu: fase shok, fase penolakan, fase penyesuaian dan fase
penerimaan. Sebagian penderita mengalami fase-fase tersebut secara cepat,
sedangkan sebagian lagi mengalami secara lambat, berhenti pada salah satu fase,
bahkan kembali ke fase yang telah lewat. Penderita harus berada pada fase
psikologis yang sesuai untuk dapat menerima rehabilitasi.
6. Sosial Medik dan Vokasional
Pekerja sosial medik dapat memulai bekerja dengan wawancara keluarga,
keterangan tentang pekerjaan, kegemaran, sosial, ekonomi dan lingkungan hidup
serta keadaan rumah penderita.
Rehabilitasi Stroke Fase Kronis
Program latihan untuk stroke fase kronis tidak banyak berbeda dengan fase
sebelumnya
Penanganan Rehabilitasi Pada Pasien
Pada pasien terlebih dahulu menstabilkan kondisi dahulu. Untuk penanganan
awal pasien dilakukan pencegahan komplikasi karena tirah baring yang lama.
setelah keaadaan pasien stabil dilakukan latihan motorik dan juga terapi wicara.
Latihan dilakukan bertahap dan dikurangi dari biasanya karena pasien mengalami
gagal jantung.
26
DAFTAR PUSTAKA
1. Goetz Christopher G. Cerebrovascular Diseases. In : Goetz: Textbook
of Clinical Neurology, rd ed. Philadelphia : Saunders. 2007.
2. Ropper AH, Brown RH. Cerebrovascular Diseases. In : Adam and
Victor’s Priciples of Neurology. Eight edition. New York : Mc Graw-
Hill. 2005.
3. Kelompok Studi Stroke PERDOSSI. Pencegahan Primer Stroke.
Dalam : Guideline Stroke 2007. Jakarta.
4. Baehr M, Frotscher M. Duus’ : Topical Diagnosis in Neurology. 4th
revised edition. New York : Thieme. 2005.
5. Novita IA. Program Latihan Fisik Rehabilitatif Pada Penderita
Penyakit Jantung. Yogyakarta. 2007.
6. Rosiana PW. Rehabilitasi Stroke pada Pelayanan Kesehatan Primer.
Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 2, Pebruari 2009