cr 1 labiopalatoshichis

39
1 CASE REPORT SESSION POST LABIOPLASTY PADA PASIEN LABIOSCHIZIS UNILATERAL INCOMPLETE SINISTRA Disusun oleh : SELVI PRATIWI 0618011086 Pembimbing : drg. Welly Jozal SMF ILMU KESEHATAN MULUT RSUD Dr. H. ABDOEL MOELOEK BANDAR LAMPUNG OKTOBER 2011

Upload: selvi

Post on 21-Jul-2015

202 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

CASE REPORT SESSION

POST LABIOPLASTY PADA PASIEN LABIOSCHIZIS UNILATERAL INCOMPLETE SINISTRA

Disusun oleh : SELVI PRATIWI 0618011086

Pembimbing : drg. Welly Jozal

SMF ILMU KESEHATAN MULUT RSUD Dr. H. ABDOEL MOELOEK BANDAR LAMPUNG OKTOBER 20111

I . PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Labioschizis yang merupakan kelainan celah yang terdapat pada bibir dan biasa disebut dengan bibir sumbing biasanya timbul sebagai cacat bawaan sejak lahir. Kelainan ini terjadi akibat gangguan dalam proses penyatuan bibir atas pada masa embrio awal. Labioschizis yang ringan hanya tampak sebagai celah kecil di atas bibir atas dan tak terlihat jelas. Labioschizis berat dapat terjadi di kedua sisi bibir atas dan membentuk celah sampai ke lubang hidung dan langit-langit. Keadaan ini jelas mengganggu proses menghisap dan menelan, juga memudahkan terjadinya infeksi saluran pernapasan. Karena itu, perlu dioperasi untuk mengoreksi kelainan.

Kelainan celah atau biasa disebut dengan bibir sumbing merupakan cacat lahir yang paling umum keempat di Amerika dan mempengaruhi sekitar satu dari 700 kelahiran pertahun. Kelainan ini terjadi lebih jarang di antara Amerika Afrika. Celah bibir biasanya lebih sering pada anak laki-laki. Hal ini juga penting untuk mengetahui bahwa kebanyakan bayi lahir dengan celah yang dinyatakan sehat dengan tidak ada kelainan lahir lainnya.

2

Etiologi calah bibir adalah multifaktorial. Selain faktor genetik juga terdapat faktor non genetik dan lingkungan. Faktor yang mempengaruhi terjadinya celah bibir dan celah langit-langit mulut antara lain usia ibu saat melahirkan, perkawinan antara penderita bibir sumbing, defisiensi kebutuhan mineral dan vitamin saat hamil, stres emosional, radiasi serta adanya trauma saat hamil.

Celah bibir menyebabkan banyak masalah khususnya pada estetika dan merupakan tantangan khusus untuk komunitas medis dalam hal penanganannya terutama dengan jalan operasi.

1.2 Tujuan 1. Mengetahui lebih jelas mengenai labioschizis atau biasa disebut dengan bibir sumbing. 2. Mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya labioschizis atau biasa disebut dengan bibir sumbing. 3. Mengetahui penatalaksanaan yang tepat untuk pasien labioschizis.

3

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Labioschizis yang merupakan kelainan terdapatnya celah pada bibir atau biasa disebut dengan bibir sumbing adalah suatu ketidaksempurnaan pada

penyambungan bibir bagian atas, yang biasanya berlokasi tepat dibawah hidung. Celah yang membentang dari bibir atas kadang-kadang sampai lubang hidung, bisa unilateral atau bilateral. Celah bibir terjadi jika selama masa perkembangan janin, jaringan mulut atau bibir tidak terbentuk sebagaimana mestinya.

Labioschizis terjadi pada trimester pertama kehamilan karena tidak terbentuknya suatu jaringan di daerah tersebut. Semua yang mengganggu pembelahan sel pada masa kehamilan bisa menyebabkan kelainan tersebut, misal kekurangan zat besi, obat2 tertentu, radiasi. Tak heran kelainan bibir sumbing sering ditemukan di desa terpencil dengan kondisi ibu hamil tanpa perawatan kehamilan yang baik serta gizi yang buruk.

4

Bayi-bayi yang bibirnya sumbing akan mengalami gangguan fungsi berupa kesulitan menghisap ASI, terutama jika kelainannya mencapai langit-langit mulut. Jika demikian, ASI dari ibu harus dipompa dulu untuk kemudian diberikan dengan sendok atau dengan botol berlubang besar pada bayi yang posisinya tubuhnya ditegakkan. Posisi bayi yang tegak sangat membantu masuknya air susu hingga ke kerongkongan. Jika tidak tegak, sangat mungkin air susu akan masuk ke saluran napas mengingat refleks pembukaan katup epiglottis( katup penghubung mulut dengan kerongkongan) mesti dirangsang dengan gerakkan lidah, langitlangit, serta kelenjar liur.

Labioschizis juga menyebabkan mudah terjadinya infeksi di rongga hidung, tenggorokan dan tuba eustachius (saluran penghubung telinga dan tenggorokan) sebagai akibat mudahnya terjadi iritasi akibat air susu atau air yang masuk ke rongga hidung dari celah sumbingnya. Anak dengan bibir sumbing yang tidak diterapi juga mengakibatkan kesulitan berbicara.

2.2 Klasifikasi Pembagian berdasarkan International Classification of Disease (ICD), mencakup celah anatomis organ terlibat, lengkap atau tidak adanya celah, serta berdasarkan sisi yang terken.

5

Klasifikasi kelainan celah pada bayi berdasarkan organ terlibat (kelainan anatomik) yaitu : 1. Labioschizis jika celah hanya mengenai bibir 2. Gnatoschizis jika celah hanya mengenai gusi 3. Palatoschizis jika celah hanya mengenai palatum Berdasarkan lengkap atau tidaknya celah yang terbentuk, Labioschizis dibagi menjadi : 1. Complete, yaitu : jika celah hanya mengenai seluruh bagian bibir 2. Incomplete, yaitu : jika celah hanya mengenai sebagian bibir. Berdasarkan sisi yang terkena, labioschizis dibagi menadi dua macam, yaitu : 1. Unilateral : jika celah bibir hanya terkena satu sisi 2. Bilateral : jika celah bibir terkena pada dua sisi

Gambar1. Kelainan celah bibir

6

2.3 Insidensi Di Indonesia, jumlah tertinggi penderita kelainan ini terbanyak di Nusa Tenggara Timur yaitu enam sampai sembilan orang per 1.000 penduduk. Jumlah ini sangat tinggi bila dibanding kasus di Internasional yang hanya satu sampai dua orang per 1.000 penduduk.

Kebanyakan sumbing bibir terjadi pada pria (80%) daripada wanita, angka kejadiannya agak lebih tinggi dengan bertambahnya usia ibu, dan angka kejadian ini berbeda-beda pada kelompok penduduk yang berlainan.

Perbedaan letak celah juga memperlihatkan insidensi yang berbeda yaitu, labioschizis 21%, labiopalatoschizis 46%, dan palatoschizis 33%. Sedangkan pada kasus celah unilateral lebih sering mengenai sisi kiri (2:1) dan kasus celah unilateral lebih sering daripada bilateral (9:1).

2.4 Etiologi Terdapat banyak faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya celah bibir. Faktorfaktor tersebut, antara lain: 1. Faktor Genetik Tetapi faktor genetik yang berperan pada kasus-kasus celah bibir saja tanpa ada kelainan lainnya masih belum dapat dipastikan. Jika seseorang lahir

7

dengan adanya celah bibir kemungkinan orang tersebut mempunyai anak dengan celah juga tanpa adanya faktor-faktor lain yang mempengaruhi, meningkat dari 1 menjadi 14. Banyak kelainan celah yang diturunkan, walaupun tidak ditemukan adanya suatu sindrom pada keluarga tersebut. Apabila orangtuanya normal dan mempunyai seorang anak sumbing bibir, kemungkinan bayi berikutnya untuk mendapatkan cacat yang sama adalah 4%. Apabila dua saudara kandung terkena, resiko bagi anak berikutnya meningkat menjadi 9%. Akan tetapi apabila salah satu orangtuanya mengalami sumbing bibir, dan mereka mempunyai satu anak yang menderita cacat yang sama, kemungkinan anak berikutnya untuk terkena meningkat hingga 17%.

2. Faktor Lingkungan Terjadinya celah bibir ini dapat pula disebabkan oleh adanya interaksi antara lingkungan dan genetik. Faktor-faktor lingkungan tersebut antara lain : a. Kurangnya nutrisi, contohnya defisiensi Zn dan B6, vitamin pada waktu hamil, dan juga kekurangan asam folat. Penyebab utama bibir sumbing karena kekurangan seng (Zn) Bagi tubuh, seng sangat dibutuhkan enzim tubuh. Walau yang diperlukan sedikit, tapi jika kekurangan, berbahaya. Makanan yang mengandung seng antara lain daging, sayur-sayuran, dan air. Di NTT, airnya bahkan tak mengandung seng sama sekali. Konsumsi alkohol pada saat hamil. b. Konsumsi obat-obatan tertentu pada saat hamil, seperti antikonvulsan (fenitoin, garam valproat), steroid, metotreksat.8

c. Kurang terpenuhinya kebutuhan akan isotretionin. Isotretinoin adalah suatu retinoid. yang berarti bahwa Isotretinoin berasal dari Vitamin A. Isotretionin membantu dalam proses perumbuhan dan perkembangan janin dalam tubuh sehingga kekuranagn vitamin ini dapat menimbulkan masalah di kemudian hari. d. Infeksi pada trimester pertama kehamilan. 1. Rubella 2. Toxoplasma Proses terjadinya labioshcizis yaitu ketika kehamilan trimester I dimana terjadinya gangguan oleh karena beberapa penyakit seperti virus. Pada trimester I terjadi proses perkembangan pembentukan berbagai organ tubuh dan pada saat itu terjadi kegagalan dalam penyatuan atau pembentukan jaringan lunak atau tulang selama fase embrio. Apabila terjadinya kegagalan dalam penyatuan proses nasal medical dan maxilaris maka dapat mengalami labioshcizis (sumbing bibir) dan proses penyatuan tersebut akan terjadi pada usia 6-8 minggu. e. Kebiasaan merokok ibu Di dalam rokok terdapat berbagai macam zat karsinogenik yang dapat merusak perkembangan janin sehingga kebiasaan ibu meroko dapat memicu terjadinya kelainan dalam proses perkembangan dan pertumbuhan bayi/. f. Stres saat kehamilan Pada keaadaan tersebut, korteks adrenal menghasilkan hidrokortison yang berlebihan. Pada binatang percobaan, telah dibuktikan bahwa pemberian

9

hidrokortison yang tinggi pada keadaan hamil akan menyebabkan celah bibir.

2.5 Patofisiologi Di dalam kandungan, bibir atas terbentuk sejak minggu kelima kehamilan, dan perkembangan langit mulut sekitar minggu ke-8 sampai 12 dimulai dari sisi kanan dan kiri lidah mengarah ke atas. Normalnya jaringan tissue akan bertemu di tengah atas (membentuk langit-langit). Namun pada bibir sumbing

perkembangannya terganggu, jaringan tidak akan bertemu di tengah dan akhirnya membentuk celah pada mulut atas bayi, bisa berupa 1 celah (unilateral cleft lip) ataupun 2 celah (bilateral cleft lip).

Bibir terdiri atas dua lipatan daging yang membentuk gerbang mulut. Bibir atas dibentuk oleh pertumbuhan prominentia maksilaris arcus pharyngeus pertama ke medial. Prominentia maksilaris saling bertemu di garis tengah dan menyatu dengan prominentia nasalis medialis. Bibir bawah dibentuk dari kedua prominentia mandibukaris arcus pharyngeus. Prominentia ini tumbuh ke medial di bawah stomodeum, dan menyatu di garis tengah membentuk bibir bawah seutuhnya. Bibir di sebelah luar ditutupi oleh kulit dan di sebelah dalam ditutupi oleh selaput lendir (mukosa). Bibir berperan dalam pengucapan. Bibir juga berfungsi untuk menghisap dan menjaga agar makanan tetap berada di antara gigi atas dan gigi bawah.

10

Menurut Albery, perkembangan wajah terjadi pada minggu keempat setelah fertilisasi, dengan penampakan lima buah penonjolan atau swelling yang mengelilingi stomatodeum. Swellling ini disebut juga proccesus fascialis. Proccesus fasialis tersebut merupakan hasil akumulasi sel mesenkim yang berada di bawah permukaan epitel. Mesenkim ini merupakan ektomesenkimal dan berkontribusi terhadap perkembangan struktur orofasial, seperti saraf, gigi, tulang, mukosa, dan mulut. Swelling yang berada diatas stomatodeum disebut proccesus frontonasal dimana berkontribusi dalam perkembangan hidung dan juga bibir atas. Di bagian bawah dan di lateral stomatodeum terdapat dua buah processus mandibularis yang berkontribusi dalam perkembangan rahang bawah dan bibir. Di atas proccesus mandibularis terdapat proccesus maxilaris yang berkontribusi dalam perkembangan rahang atas dan bibir. Pada sisi inferior proccesus frontonasal akan muncul nasal (olfactory) palacodes. Proliferasi ektomesenkim pada tiap kedua sisi placode akan menghasilkan pembentukan medial dan lateral nasal proccesus. Diantara pasangan proccesus tersebut terdapat cekungan yaitu nasal pit yang merupakan primitive nostril.

Sedangkan menurut Petterson, perkembangan embriologi hidung, bibir dan langitlangit terjadi antara minggu ke-5 hingga ke-10. Pada minggu ke-5, tumbuh dua penonjolan dengan cepat yaitu proccesus nasalis lateral dan medial. Maxillary swelling secara bersamaan akan mendekati proccesus nasalis lateral dan medial tetapi tetap akan terpisah dengan batas groove yang jelas. Selama dua minggu selanjutnya proccesus maxillaris akan meneruskan pertumbuhannya ke arah

11

tengah dan menekan proccesus nasalis medial ke arah midline. Kedua penonjolan ini akan bersatu dengan proccesus maxilaris dan terbentuklah bibir.

Dari proccesus maxillaris akan tumbuh dua shhelflike yang disebut palatine shelves. Palatine shelves akan terbentuk pada minggu ke-6. Kemudian pada minggu ke-7, palatine shelves akan naik ke posisi horizontal di atas lidah dan berfusi satu sama lain membentuk palatum sekunder dan di bagian anterior penyatuan dua shelf inologui dengan triangular palatum primer, terbentuklah foramen insisivus.Penggabungan kedua palatine shelf dan penggabungan dengan palatum primer terjadi antara minggu ke-7 sampai minggu ke-10.

Celah pada paltum primer dapat terjadi karena kegagalan mesoderm untuk berpenetrasi ke dalam grooves diantara proccesus nasalis media sehingga proses penggabungan keduanya tidak terjadi. Sedangkan celah pada palatum sekunder diakibatkan karena kegagalan palatine shelf untuk berfusi satu sama lain. Berbagai hipotesis dikemukakan untuk menjelaskan kegagalan proses penyatuan. Pada embrio normal, epitel diantara proccesus nasalis medial dan lateral dipenetrasikan oleh mesenkim dan akan menghasilkan fusi diantara keduanya. Jika penetrasi tidak terjadi maka epitel akan terpisah dan membentuk celah. Defek yang muncul dapat bervariasi tingkat keparahannya. Apabila faktor etiologi dari pembentukan cleft terjadi pada akhir perkembangan, efeknya mungkin ringan. Namun, jika faktor etiologi muncul pada tahap awal perkembangan, cleft yang terjadi bisa lebih parah.

12

Gambar 2. Embrio minggu ke-5

2.6 Manifestasi klinis Gejala yang timbul akibat celah bibir, antara lain : a. Gangguan estetika b. Pengucapan huruf yang kurang sempurna c. Pengisapan dot atau puting susu yang tidak maksimal sehingga bisa menyebabkan kurangnya nutrisi bayi bayi tersebut;

2.7 Penatalaksanaan a. Operatif

Penatalaksanaan tergantung pada kecacatan. Tingkat kecacatan juga mempengaruhi keberhasilan operasi. Prioritas pertama antara lain pada tekhnik pemberian nutrisi yang adekuat untuk mencegah komplikasi, fasilitas pertumbuhan dan perkembangan. Secara normal, anak mulai berlatih bicara pada usia 5-6 bulan dan terus berkembang sampai usia 2 tahun saat

13

kemampuan bicara anak akan lengkap dan berhenti. Atas pertimbangan itu, operasi bibir (labioplasty) ideal bila dilakukan pada usia 3-6 bulan sampai 2 tahun. Jika koreksi anatomi bibir sudah sempurna pada usia 6 bulan, pengucapan huruf bibir (B, F, M, P, V, W) tidak terganggu. Bila koreksi anatomi bibir dilakukan lewat dari usia 2 tahun maka ada risiko pengucapan huruf bibir tak sempurna dan menetap (meskipun masih dapat ditoleransi).

Penanganan untuk bibir sumbing adalah dengan cara operasi. Operasi dilakukan ketika bayi telah memiliki kombinasi usia, berat badan, panjang tubuh serta hemoglobin (sel darah merah) yang adekuat. Komposisi ini diperlukan untuk kesiapan operasi agar angka keberhasilan relative tinggi. Operasi ini dilakukan setelah bayi berusia dua bulan, dengan berat badan yang meningkat, dan bebas dari infeksi oral pada saluran napas dan sistemik.

Operasi juga harus dilakukan dengan sebaik-baiknya karena di bibir juga terdapat otot maupun arteri dan vena yang memperdarahinya sehingga apabila terdapat kesalahan dalam operasi dapat terjadi kelumpuhan bagi syaraf maupun otot tersebut. Adapun otot yang menujang bibir dan berada di sekitarnya, yaitu : m. Orbicularis oris, m.levator anguli oris, m. depressor septi nasi, m. buccinator, m.mentalis, m. depressor labii inferior, m. risorius, m. zygomaticus major.

Sedangkan, arteri dan vena yang meperdarahi bagian bibir, yaitu : a. Facialis, a. labialais superior-inferior, a. alveolaris superior posterior, a. alveolaris inferior, a. buccalis, a. palatina descendens dan v. labialis superior dan v. labialis inferior yang merupakan cabang dari v. facialis.

14

Gambar 3 . Post op labioschizis

Ada tiga tahap penanganan bibir sumbing yaitu : 1. Tahap sebelum operasi. Pada tahap ini harus dipersiapkan ketahanan tubuh bayi saat menerima tindakan operasi, asupan gizi yang cukup dilihat dari keseimbangan berat badan yang dicapai dan usia yang memadai. Patokan yang biasa dipakai adalah rule of ten meliputi :

1. Berat badan bayi minimal 10 pon, 2. Kadar Hb 10 g%, 3. Usia minimal 10 minggu, dan 4. Kadar leukosit minimal 10.000/ui.

Jika bayi belum mencapai rule of ten ada beberapa nasehat yang harus diberikan pada orang tua agar kelainan dan komplikasi yang terjadi tidak bertambah parah. Misalnya memberi minum harus dengan dot khusus dimana ketika dot dibalik susu dapat memancar keluar sendiri dengan jumlah yang15

optimal artinya tidak terlalu besar sehingga membuat bayi tersedak atau terlalu kecil sehingga membuat asupan gizi menjadi tidak cukup, jika dot dengan besar lubang khusus ini tidak tersedia bayi cukup diberi minum dengan bantuan sendok secara perlahan dalam posisi setengah duduk atau tegak untuk menghindari masuknya susu melewati langit-langit yang terbelah.Selain itu celah pada bibir harus direkatkan dengan menggunakan plester khusus non alergenik untuk menjaga agar celah pada bibir menjadi tidak terlalu jauh akibat proses tumbuh kembang yang menyebabkan menonjolnya gusi kearah depan (protrusio pre maksila) akibat dorongan lidah pada prolabium, karena jika hal ini terjadi tindakan koreksi pada saat operasi akan menjadi sulit dan secara kosmetika hasil akhir yang didapat tidak sempurna. Plester non alergenik tadi harus tetap direkatkan sampai waktu operasi tiba.

2. Tahapan operasi. Pada saat ini yang diperhatikan adalah soal kesiapan tubuh si bayi menerima perlakuan operasi, hal ini hanya bisa diputuskan oleh seorang ahli bedah. Usiaoptimal untuk operasi bibir sumbing (labioplasty) adalah usia 3 bulan . Usia ini

dipilih mengingat pengucapan bahasa bibir dimulai pada usia 5-6 bulan sehingga jika koreksi pada bibir lebih dari usia tersebut maka pengucapan huruf bibir sudah terlanjur salah sehingga kalau dilakukan operasi pengucapan huruf bibir tetap menjadi kurang sempurna. Sedangkan, operasiuntuk langit-langit (palatoplasty) optimal pada usia 18 20 bulan mengingat anak

aktif bicara usia 2 tahun dan sebelum anak masuk sekolah. Operasi yang dilakukan sesudah usia 2 tahun harus diikuti dengan tindakan speech teraphy karena jika tidak, setelah operasi suara sengau pada saat bicara tetap terjadi16

karena anak sudah terbiasa melafalkan suara yang salah, sudah ada mekanisme kompensasi memposisikan lidah pada posisi yang salah. Bila gusijuga terbelah (gnatoschizis) kelainannya menjadi labiognatopalatoschizis, koreksi untuk gusi dilakukan pada saat usia 8 9 tahun bekerja sama dengan dokter gigi ahli ortodonsi.

3. Tahap setelah operasi Penatalaksanaanya tergantung dari tiap-tiap jenis operasi yang dilakukan, biasanya dokter bedah yang menangani akan memberikan instruksi pada orang tua pasien misalnya setelah operasi bibir sumbing luka bekas operasi dibiarkan terbuka dan tetap menggunakan sendok atau dot khusus untuk memberikan minum bayi. Banyaknya penderita bibir sumbing yang datang ketika usia sudah melebihi batas usia optimal untuk operasi membuat operasi hanya untuk keperluan kosmetika saja sedangkan secara fisiologis tidak tercapai, fungsi bicara tetap terganggu seperti sengau dan lafalisasi beberapa huruf tetap tidak sempurna, tindakan speech teraphy pun tidak banyak bermanfaat.

b. Psikososial Penanggulangan di bidang ini meliputi, penanggulangan stres kedua orangtua, hubungan orangtua dan anak, menilai emosional dan perilaku anak, menilai penerimaan kosmetik, memantau fungsi sosial dan melakukan evaluasi perkembangan kognitif.

17

2.8 Komplikasi Komplikasi dari celah bibir bila tidak dioperasi adalah secara fisik membuat kesulitan dalam makan minum karena daya isap yang kurang maksimal dan banyak yang tumpah, gangguan kosmetik, dan gangguan bicara berupa suara sengau. Komplikasi yang dapat timbul pada operasi adalah pendarahan, obstruksi saluran pernapasan, infeksi, dan deviasi septum nasi. Pendarahan yang banyak jarang terjadi, tapi mungkin memerlukan operasi kembali untuk mengontrol pendarahan. Penyumbatan pernapasan juga jarang terjadi jika tidak ada pendarahan yang mengancam jiwa. Saluran harus dipantau secara hati-hati. Monitor saturasi O2 bisa digunakan di ruang perawatan atau pasien dapat dipantau dalam rang ICU.

Seperti disebutkan sebelumnya, pascabedah obstruksi jalan napas adalah komplikasi yang paling penting dalam periode pasca-operasi langsung. Situasi ini biasanya hasil dari prolaps dari lidah ke oropharynx sementara pasien tetap dibius dari anestesi. Intraoperative penempatan lidah tarikan jahitan membantu dalam pengelolaan situasi ini. Obstruksi jalan napas juga dapat menjadi masalah berkepanjangan karena perubahan pada saluran napas dinamika, terutama pada anak-anak dengan rahang kecil. Dalam beberapa kasus, penempatan dan pemeliharaan tracheotomy diperlukan perbaikan langit-langit mulut sampai selesai.

Intraoperative perdarahan adalah komplikasi yang potensial. Karena kaya suplai darah ke langit-langit, yang memerlukan transfusi darah yang signifikan dapat

18

terjadi. Ini dapat berbahaya pada bayi, dalam total volume darah yang rendah. Injeksi epinefrin sebelum insisi dan langit-langit intraoperative. Hidroklorida oxymetazoline, penggunaan material kemasan yang basah dapat mengurangi kehilangan darah. Untuk mencegah kehilangan darah pascaoperasi, wilayah langit-langit harus dikemas dengan Avitene atau agen hemostatic serupa.

19

III . STATUS PASIEN

3.1 Identitas Nama Umur : An. Azizahtu Rohima : 10 bulan

Jenis kelamin : perempuan No. RM MRS Agama Pekerjaan Alamat : 179962 : 12 Oktober 2011 : Islam : Turut orang tua : Jln. Sentot Ali Basa no.111 Sukarame

3.2 Anamnesis 1. Riwayat Perjalanan Penyakit Pasien dibawa ibu pasien ke RSAM pada tanggal 12 Juli 2011 dengan keluhan bibir atas anaknya terdapat celah atau sumbing dan ingin segera dioperasi secepatnya karena dari segi estetika tidak baik dan bayi menghisap kurang sempurna sehingga bisa menyebabkan intake yang tidak adekuat. Pada pasien ini terdapat celah pada bibir bagian atas yang terdapat tepat di bawah hidung dan mengarah ke arah kiri.

20

Keluhan ini sudah didapatkan sejak lahir dan ibu pasien juga sudah mengetahui kelainan ini dari bidan tempat ibu pasien melahirkan. Selama lahir hingga kini, pasien dirawat di rumah seperti anak normal seusianya. Pada usia 3 bulan, pasien dibawa berobat ke dokter dan disarankan untuk berobat ke dokter bedah mulut dioperasi pada usia lebih dan sama dengan usia kelahiran pasien yaitu 3 bulan. Tetapi orang tua pasien menginginkan anaknya untuk dioperasi pada usia 10 bulan dengan alasan bayi lebih siap kondisi fisik maupun psikologisnya. Dan kini, setelah pasien cukup besar, pasien dibawa berobat untuk dioperasi.

2. Riwayat Kehamilan Pasien merupakan anak pertama. Selama hamil, ibu pasien mengaku tidak pernah jatuh ataupun meminum obat-obatan tertentu selain obat yang diberikan oleh bidan, tidak mengkonsumsi alkohol, tidak sedang menderita suatu penyakit tertentu, tidak mengalami darah tinggi saat hamil dan mengaku tidak pernah dirontgen saat hamil. Selain itu, konsumsi makanan, sayuran, dan lauk pauk, selama hamil juga diakui tidak mengalami masalah. Selama hamil, ibu pasien mengaku rajin mengkonsultasikan kehamilannya kepada bidan terdekat, imunisasi selama hamil sudah lengkap. Saat melahirkan, ibu pasien dibantu oleh bidan. Pasien lahir cukup bulan dengan persalinan normal, yaitu 9 bulan 2 hari dengan

21

berat lahir 3,2 kg dan panjang badan saat lahir ibu pasien lupa. Usia ibu pasien saat hamil adalah 27 tahun. 3. Riwayat Penyakit Keluarga Ibu pasien mengaku bahwa di dalam keluarganya belum ada yang menderita penyakit serupa.

3.3 Pemeriksaan Fisik a. General Survey Riwayat asma, diabetes melitus, kelainan pebekan darah, pemyakit jantung bawaan dan darah tinggi disangkal oleh ibu pasien. Berat badan pasien saat ini adalah 9,5 kg.

b. Ekstra Oral Simetris, tak ada kelainan.

c. Intra Oral 1. Oral higiene : Tidak dinilai 2. Bibir : terdapat celah pada labium superius sinistra

3. Mukosa bukal : Tidak ada kelainan 4. Ginggiva 5. Lidah : Tidak ada kelainan : Tidak ada kelainan

6. Dasar mulut : Tidak ada kelainan 7. Palatum 8. Oklusi : Tidak ada kelainan : tidak dapat dinilai

22

9. Gigi geligi Kuadran 5

: Kuadran 6

5 4 3 2 1 5 4 3 2 1 Kuadran 8

1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 Kuadran 7

Gambar 4. Foto pasien pre operasi labioplasti

23

d. Status Lokalis Gigi Karies Sondasi Dingin Perkusi :::: tidak dilakukan : tidak dilakukan

Tekanan : tidak dilakukan Palpasi : tidak dilakukan

Mobilitas : tidak dilakukan Pocket : tidak dilakukan

Jaringan sekitar : Inspeksi : terdapat celah pada labium superius yang mengarah lebih ke sinistra

3.4 Diagnosa Banding Labioschizis unilateral incomplete sinistra Labioschizis bilateral incomplete sinistra

3.5 Diagnosa Labioschizis unilateral incomplete sinistra

24

3.6 Rencana Perawatan

Pro pemeriksaan laboratorium Pro rontgen thoraks Pro konsul pre operasi Pro labioplasty Pro medikasi post labioplasty Konseling : 1. Menjelaskan tentang hasil pemeriksaan yang telah dilakukan. 2. Menjelaskan rencana perawatan yang akan dilakukan. 3. Melakukan inform consent. 4. Menjelaskan tentang rencana tindakan operasi yaitu mengenai operasi bibir sumbing. 5. Menjelaskan mengenai pentingnya menjaga higiene mulut, evaluasi secara periodik mengenai keadaan psikologis.

3.7 Terapi a. Labioplasty pada tanggal 13 Oktober 2011 b. Medikamentosa : Post operasi hari labioplasty : - Amoksisiklin inj 3 x 125 mg (skin tes dulu) - Sanmol syrup 3 x 1 cth

25

3.8 Konseling a. Menjelaskan hasil pemeriksaan yang telah dilakukan b. Menjelaskan rencana terapi yang akan dilakukan c. Menjelaskan tentang tindakan operasi yang akan dilakukan d. Edukasi post labioplasty e. Evaluasi secara periodik mengenai keadaan psikologis

3.9 Prognosis Quo ad vitam Quo ad functionam Quo ad sanationam : dubia ad bonam : dubia ad bonam : dubia ad bonam

26

FOLLOW UP

Rabu, 12 Oktober 2011

Subjektif Objektif

: Pendarahan (-), nyeri (-) : Keadaan umum baik HR : 112 x/menit RR : 20 x/menit T : 36,2 C

Assasment Treatment

: Pre op labioplasty : Amoksicilin 3x125 mg Sanmol syrup 3 x 1 cth

Kamis, 13 Oktober 2011

Subjektif Objektif

: Pendarahan (-), nyeri (-) : Keadaan umum baik HR : 120 x/menit RR : 20 x/menit T : 36 C

Assasment

: Post op labioplasty

27

Treatment

: Amoksicilin 3x125 mg Sanmol syrup 3 x 1 cth

Jumat, 14 Oktober 2011

Subjektif Objektif

: Pendarahan (-), nyeri (-) : Keadaan umum baik HR : 112 x/menit RR : 20 x/menit T : 36,2 C

Assasment Treatment

: Post op labioplasty hari ke-1 : Amoksicilin 3x125 mg Sanmol syrup 3 x 1 cth Konsul Sp. BM

Pemeriksaan laboratorium tanggal 10 oktober 2011-10-16 Hematologi Hb Ht LED Leukosit : 9,9 gr/dl :: 5 mm/jam : 9.100/ul (13,5-18 gr/dl) (40-54%) (0-10 mm/jam) (4.500-10.700/ul)

28

Hitung Jenis : o Basofil o Eosinofil o Batang o Segmen o Limfosit o Monosit :0% : 1% :0% : 24% : 66 % :9% : 473.000 (0-1%) (1-3%) (2-6%) (50-70%) (20-40%) (2-8%) (150.000-400.000/ul)

Trombosit

Kimia Darah SGOT SGPT Ureum Creatinin GDS : 48 U/L : 32 : 14 : 0,5 : 95 (6-30 U/L) (6-45 U/L) (10-40 mg/dl) (0,7-1,3 mg/dl) (70-200 mg/dl)

Urine Lengkap Warna urine Kejernihan Berat Jernih PH Erytrosit Epitel : kuning : jernih : 1015 :6 : 2-3/LPB :+ (kuning) (jernih) (1005-1030) (5-8) (5/LPB)

29

Rontgen Thorax tanggal 10 Oktober 2011 Hasil Hasil Konsul pre-op: Konsul anak : Acc op labioplasty Keadaan Umum baik Tidak ditemukan kelainan dari pemeriksaan fisik dari jantung dan paru-paru. Konsul Anestesi : Acc op Labiopasty Pasien ASA I : Pulmo dalam batas normal dan besar cor normal

Gambar 5. Foto pasien dan ibunya

30

Gambar 6. Foto pasien post labioplasty

31

Laporan Operasi

Operasi tanggal 12 Oktober 2011 Pukul 09.00-09.45 WIB Diagnosa pre-op Diagnosa post-op Tindakan Jenis Anestesi Indikasi operasi Macam Operasi Therapi post op : Labioschizis unilateral incomplete sinistra : Labioschizis unilateral incomplete sinistra : Labioplasty : Narkose umum : Rekonstruksi : Labioplasty : Amoksicilin 3x125 mg Sanmol syrup 3 x 1 cth

32

IV. PEMBAHASAN

1. Apakah diagnosa pada pasien ini sudah tepat ? Penegakkan diagnosa pada kasus ini adalah berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik.

Pada anamnesa, pasien datang dibawa ibu pasien dengan keluhan anaknya terdapat celah pada bibir atas yang lebih mengarah ke arah kiri tapi celah ini tidak sampai ke rongga hidung walaupun begitu, dari segi estetika tetap tidak baik dan juga pada proses penghisapan pada puting susu kurang sempurna sehingga dapat menyebabkan intake yang inadekuat dan akhirnya kurang sempurnanya kecukupan gizi dari pasien tersebut.

Pada hasil pemeriksaan fisik terdapat celah yang mengenai sebagian bibir atas sampai tepat dibawah hidung dan celah tersebut megarah lebih ke arah kiri tidak sampai ke bagian pipi maupun ke bagian hidung. Sehingga didiagnosa labioschizis unilateral incomplete sinistra.

2. Apakah etiologi kelainan pada pasien ini? Penyebab dari kelainan ini tidak dapat dipastikan dengan tepat karena ada banyak faktor yang berperan. Pada pasien ini kelainan celah bibir yang ditemukan bukanlah suatu sindrom tetapi merupakan suatu kasus

33

tersendiri. Pada kasus demikian menurut penelitian, biasanya melibatkan faktor genetik dan lingkungan. Pada pasien ini tidak dapat ditemukan faktor genetik (herediter) yang mendukung berdasarkan anamnesa ibu dan ayah pasien. Riwayat kelainan seperti ini pada keluarga disangkal oleh ayah dan ibu pasien. Pada kasus ini faktor lingkungan yang dapat menyebabkan terjadinya kelainan adalah faktor obat-obatan. Ibu pasien rutin meminum jamu sebelum kehamilan anak pertamanya. Ibu pasien baru mengetahui bahwa ia sedang hamil pada saat usia kandungannya beranjak 2 bulan sehingga pada waktu usia kandungannya dibawah 2 bulan ibu pasien tetap rutin meminum jamu. Dari anamnesa ini, maka perkiraan penyebab dari kelainan bawaan pasien adalah akibat penggunaan jamu pada kehamilan trimester pertama yang akan mengganggu proses pembentukan organ misalnya terdapatnya kelainan celah pada bibir pasien tersebut.

3. Apakah tatalaksana pada pasien ini sudah tepat? Penanganan pada pasien ini sudah tepat, yaitu : Konseling oleh dokter Spesialis Bedah Mulut tentang kelainan pada bayi serta menjelaskan mengenai rencana operasi yaitu labioplasty, serta mengenai cara memberi susu yang baik terhadap bayi yang mempunyai kelainan celah bibir dan menjelaskan pentingnya oral higiene. Operasi pada pasien ini adalah labioplasty. Pasien menjalankan operasi pada tanggal 13 Oktober 2011, pada umur 10 bulan. Pada

34

kasus ini keluarga membawa pasien berobat ke dokter Spesialis Bedah Mulut sedikit terlambat karena sesuai saran dokter umum lebih baik dilakukan operasi pada usia minimal 10 minggu atau 3 bulan dan kurang dari usia 6 bulan. Menurut teori, usia optimal untukoperasi bibir sumbing (labioplasty) adalah usia 3 bulan. Usia ini dipilih

mengingat pengucapan bahasa bibir dimulai pada usia 5-6 bulan sehingga jika koreksi pada bibir lebih dari usia tersebut maka pengucapan huruf bibir sudah terlanjur salah sehingga kalau dilakukan operasi pengucapan huruf bibir tetap menjadi kurang sempurna. Perawatan pasca bedah adalah dengan medikamentosa : Setelah operasi labioplasty, diperlukan pemberian medikamentosa, yaitu dengan pemberian antibiotik serta analgetik, serta edukasi mengenai kebersihan mulut dan perawatan rongga mulut, cara makan dan minum yang baik , menjelaskan kepada keluarga pasien mengenai anjuran kontrol ulang serta menjelaskan juga kepada keluarga pasien mengenai pentingnya speech therapy. . Amoksisilin digunakan untuk mengatasi infeksi yang disebabkan oleh bakteri gram negatif (Haemophilus Influenza, Escherichia coli, Proteus mirabilis, Salmonella). Amoksisilin juga dapat digunakan untuk mengatasi infeksi yang disebabkan oleh bakteri positif (seperti; Streptococcus pneumoniae, enterococci,

nonpenicilinase-producing staphylococci, Listeria) tetapi walaupun35

demikian, aminophenisilin, amoksisilin secara umum tidak dapat digunakan secara sendirian untuk pengobatan yang disebabkan oleh infeksi streprococcus dan staphilococcal. Amoxcicilin memiliki aktivitas spektrum yang luas terhadap organisme gram negatif maupun gram positif. Dosis amoxcicilin pada bayi dan anak bb kurang dari 20 kg = 25-75 mg/kg bb/hari dibagi 3 x pemberian. Pada pasien dengan BB 9,5 kg, maka perhitungan dosis yang diberikan : 25-75 mg/kg bb/hari x 9,5 kg = 237,5 712,5 mg/hari Pada pasien ini, diberikan amoxcicilin 3 x 125 mg, yang berarti dosis per harinya 375 mg/hari, sehingga dosis pemberian Amoxcicilin sudah tepat.

Parasetamol adalah golongan analgetik non narkotik yang mempunyai efek antipiretik dan analgetik. Paracetamol merupakan obat analgetik dan antipiretik pilihan pada anak-anak karena tidak ada efek samping selama dosis teraupetik pemberiannya tepat. Dosis parasetamol adalah 10-15 mg/kgBB/kali diberikan 3-4 kali sehari. Pada pasien dengan berat badan 9,5 kg maka perhitungan dosis pada pasien ini adalah : 10-15 mg/kgBB/kali x 9,5 kg = 950 142,5 mg/kali jadi dosisnya 120-180 mg/kali dengan 3-4 kali pemberian. Pada pasien ini diberikan Paracetamol 3x125 mg, sehingga dosis yang diberikan sudah tepat.

36

Perawatan pasca bedah dengan memberikan edukasi kepada ibu pasien mengenai kebersihan dan perawatan rongga mulut, posisi cara makan dan minum yang baik dengan memberi minum bayi menggunakan sendok, anjuran kontrol ulang, dan menjelaskan kepada keluarga pasien mengenai speech therapy.

37

V. KESIMPULAN

Diagnosis pasien pada kasus ini, berdasarkan anamnesis, dan hasil pemeriksaan fisik adalah labioscizis unilateral incomplete sinistra.

Faktor yang mempengaruhi terjadinya kelainan ini belum diketahui secara pasti.

Penatalaksanaan kasus

pada pasien ini

sudah tepat

bila

dibandingkan dengan teori-teori yang didapat.

38

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Fawzy, Dr. 2007.Sumbing Bibir Dan Celah LangitLangit Rongga Mulut . http://www.bedahplastik.com/cleft.html .Diakses pada tanggal 17 Oktober 2011.

Indonesian Children. 2009. BIBIR SUMBING : Penanganan Celah Bibir (Cleft Lips) Bibir sumbing (cheiloschisis) dan Celah Langit-langit (Cleft Palate/palatoschisis). http://koranindonesiasehat.wordpress.com/2009/12/02/bibir -sumbing-penanganan-celah-bibir-cleft-lips-bibir-sumbingcheiloschisis-dan-celah-langit-langit-cleftpalatepalatoschisis/.Diakses pada tanggal 18 Oktober 2011.

Jonojoni.2011.Sedikit Mengenal Celah Bibir dan Langitlangithttp://m.medicalera.com/jonojoni&t=14041. Diakses pada tanggal 17 Oktober 2011.

Latief, et all. 2001. Petunjuk Praktis Anestesiologi. FKUI. Jakarta.

Nelson. 2000. Ilmu Kesehatan Anak. EGC. Jakarta. Sadler, T.2000. Embriologi Kedokteran Langman. Edisi 7. EGC. Jakarta.

Tambunan, Taralan. 2005. Formularium Spesialistik Ilmu Keehatan Anak. IDAI. Jakarta.

39