cr tonsilitis

Upload: noveliasitompul

Post on 07-Jan-2016

255 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

ADVISEDLY. LAPORAN KASUS

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN1.1 Latar BelakangTonsilitis kronis merupakan penyakit yang paling sering terjadi pada tenggorokan terutama pada usia muda. Penyakit ini terjadi disebabkan peradangan pada tonsil oleh karena kegagalan atau ketidaksesuaian pemberian antibiotik pada penderita tonsillitis akut (KurienM et Al, 2003). Ketidaktepatan terapi antibiotik pada penderita tonsillitis akut akan merubah mikro flora pada tonsil, merubah struktur pada kripta tonsil dan adanya infeksi virus menjadi factor predisposisi bahkan faktor penyebab terjadinya tonsillitis kronis (Dias EP, 2009).Tonsilitis kronis merupakan penyakit yang paling sering terjadi dari seluruh radang tenggorok yang berulang. Berdasarkan data epidemiologi penyakit THT di 7 provinsi (Indonesia) pada tahun 1994-1996, prevalensi Tonsilitis Kronis 4,6% tertinggi setelah Nasofaringitis Akut (3,8%). Sedangkan pada penelitian di RSUP Dr. Hasan Sadikin pada periode April sampai dengan Maret 1998 ditemukan 1024 pasien tonsillitis kronis atau 6,75% dari seluruh jumlah kunjungan (Undaya R, 1999 dalam Farokah, 2005). Sedangkan penelitian yang dilakukan di Malaysia pada Poli THT Rumah Sakit Sarawak selama 1 tahun dijumpai 8.118 pasien dalam jumlah penderita penyakit tonsillitis kronis menempati urutan keempat yakni sebanyak 657 (81%) penderita (Sing T, 2007).Tonsilitis dapat menyebar dari orang ke orang melalui kontak tangan, menghirup udara tetesan setelah seseorang dengan tonsillitis bersin atau berbagi peralatan atau sikat gigi dari orang yang terinfeksi. Anak-anak dan remaja berusia 5-15 tahun yang paling mungkin untuk mendapatkan tonsilitis, tetapi dapat menyerang siapa saja (NHS, 2010).Hanya sekitar 30% dari tonsillitis pada anak disebabkan oleh radang tenggorokan dan hanya 10% dari tonsillitis pada orang dewasa disebabkan oleh radang tenggorokan (Joseph Lauro, 2011).Tonsilitis Kronis menempati urutan kelima (10,5 persen pada laki-laki, 13,7 persen pada perempuan). Mengingat angka kejadian yang tinggi dan dampak yang ditimbulkan dapat mempengaruhi kualitas hidup anak, maka pengetahuan yang memadai mengenai tonsilitis kronis diperlukan guna penegakan diagnosis dan terapi yang tepat dan rasional.

BAB IILAPORAN KASUS

2.1. IDENTITAS PASIENNama: An DJenisKelamin: PerempuanUmur: 11 tahunAlamat: Way halimAgama: IslamSuku: LampungPekerjaan: PelajarStatus : Belum menikahTanggal Masuk: 10 September 2015Tanggal Pemeriksaan: 10 September 20152.2. ANAMNESISAuto dan alloanamnesa tanggal 10 September 2015 pukul 11.00 WIB di Poli THT.2.2.1. Keluhan utamaSering nyeri menelan yang hilang timbul.2.2.2. Riwayat penyakit sekarangSejak 1 tahun yang lalu pasien mengeluh sering nyeri menelan yang hilang timbul dan memberat sejak 1 bulan ini. Nyeri menelan dirasakan terutama saat menelan makanan. Pasien juga mengeluh perasaan tidak enak di tenggorokan dan bau mulut. Sebelumnya pasien juga mengeluh nyeri menelan disertai dengan sering demam, batuk, pilek dengan lendir putih yang kumat-kumatan dan hidung tersumbat. Ibu pasien mengatakan pasien menggorok saat tidur. Pasien tidak mengeluh nyeri pada kedua telinga, tidak ada kurang pendengaran dan tidak ada sakit kepala.

2.2.3. Riwayat penyakit dahulu dan riwayat pengobatanPasien memiliki riwayat pilek yang cukup lama dan hilang timbul sejak 1 bulan terakhir. Pasien telah berobat ke puskesmas dan diberi obat. 2 minggu SMRS, pasien pergi berobat ke dokter. Setelah diperiksa, pasien diberitahukan bahwa amandelnya membesar dan disarankan untuk dilakukan operasi pengangkatan amandel. Namun pasien belum mau dioperasi dan lebih memilih untuk diberi pengobatan mengurangi gejala. Seminggu yang lalu obatnya habis dan keluhan muncul lagi.2.2.4. Riwayat penyakit keluarga dan SosialTidak ada keluarga yang mengalami penyakit seperti ini.2.2.5. Riwayat alergiPasien mengaku tidak memiliki riwayat alergi makanan maupun obat-obatan.

2.3. PEMERIKSAAN FISIKDilakukan tanggal 10 September 2015 pukul 11.00 WIB di Poli THT.2.3.1. Status GeneralisKeadaan umum : BaikKesadaran: Compos mentisBeratbadan: 24 kgTinggiBadan: 125 cmStatus Gizi: Cukup2.3.2. Tanda vital Tensi: 110/70Nadi: 89 x/menitRespirasi : 24 x/menitSuhu : 36,5 C

2.3.3. Status Lokalis2.3.3.1. Pemeriksaan telingaNo.Pemeriksaan TelingaTelinga kananTelinga kiri

1.TragusNyeri tekan (-), edema (-) Nyeri tekan (-), edema (-)

2.Daun telingaBentuk dan ukuran dalam batas normal, hematoma (-), nyeri tarik aurikula (-)Bentuk dan ukuran dalam batas normal, hematoma (-), nyeri tarik aurikula (-)

3.Liang telinga Serumen (+), hiperemis (-), furunkel (-), edema (-), otorhea (-)Serumen (+), hiperemis (-), furunkel (-), edema (-), otorhea (-)

4.Membran timpani

Intak. Retraksi (-), bulging (-), hiperemi (-), edema (-), perforasi (-), cone of light (+)

Intak. Retraksi (-), bulging (-), hiperemi (-), edema (-), perforasi (-), cone of light (+)

2.3.3.2. Pemeriksaan hidung

PemeriksaanhidungDextraSinistra

HidungBentuk normalBentuk normal

SekretMukoserousMukoserous

Mukosa konka mediaHiperemis(-), hipertrofi (-)Hiperemis(-), hipertrofi(-)

Mukosa konka inferiorHiperemis(-), hipertrofi (-)Hiperemis(-), hipertrofi(-)

Meatus mediaHiperemis(-), hipertrofi (-)Hiperemis(-), hipertrofi(-)

Meatus inferiorHiperemis(-), hipertrofi (-)Hiperemis(-), hipertrofi(-)

SeptumDeviasi (-)Deviasi (-)

Massa(-)(-)

2.3.3.3. Pemeriksaan Tenggorokan

BibirMukosa bibir basah, berwarna merah muda (N)

MulutMukosa mulut basah berwarna merah muda

GeligiWarna kuning gading, caries (-),gangren(-)

GinggivaWarna merah muda, sama dengan daerah sekitar

LidahTidak ada ulkus, pseudomembrane (-), dalam batas normal

UvulaBentuk normal, hiperemi (+), edema (-)

Palatum moleUlkus (-), hiperemi (-)

FaringMukosa hiperemi (-), reflex muntah (+), membrane (-)

Tonsila palatineKananKiri

UkuranT3T3

WarnaHiperemis(+)Hiperemis(+)

PermukaanTidak rataTidak rata

KripteMelebarMelebar

Detritus(+)(+)

Peri TonsilAbses (-)Abses (-)

Fossa Tonsillaris dan Arkus Faringeushiperemi (+)hiperemi (+)

2.4. PEMERIKSAAN PENUNJANGLaboratorium: Darah lengkap, bleeding time, cloting time.2.5. DIAGNOSISTonsilitis kronis2.6. DIAGNOSIS BANDINGTonsilo faringitis kronis

2.7. RENCANA TERAPI 2.7.1. Obat-obatan Cefadroxil 250 mg 2x sehari selama 5-7 hari Paracetamol sirup (120mg/5ml)

2.7.2. Pembedahan Tonsilektomi.2.8. Edukasi pasien2.8.1. Untuk sementara hindari makanan yang berminyak, manis, pedas, dan lainnya yang dapat mengiritasi tenggorokan. Begitu pula dengan minuman dingin.2.8.2. Menjaga higiene mulut.2.8.3. Datang kembali untuk kontrol setelah 5 hari, untuk melihat perkembangan penyembuhan.2.8.4. Sarankan keluarga untuk menjaga kesehatan pasien dan mempertimbangkan untuk melakukan operasi pengangkatan amandel atau tonsilektomi jelaskan indikasi, dan komplikasinya.

BAB IIIPEMBAHASANPasien datang dengan keluhan nyeri dan sulit menelan yang sebelumnya diawali oleh demam, batuk, dan pilek. Ketika dimintai keterangan lebih lanjut, pasien mengaku sejak dulu sudah sering merasa sulit menelan. Saat dilakukan pemeriksaan pada daerah tenggorok, terlihat tonsil membesar T3 (dextra) dan T3 (sinistra) dengan tampilan hiperemis, bengkak, kripte melebar, dan terlihat detritus. Keterangan tersebut dapat digunakan sebagai acuan untuk mendiagnosa pasien dengan tonsillitis kronis eksaserbasi akut. Hal ini diperkuat dengan riwayat infeksi yang sedang diderita pasien saat ini yaitu demam, batuk, dan pilek yang menandakan adanya eksaserbasi akut. Dilihat dari ukurannya T3 dan T3, keadaan pasien merasa kesulitan untuk makan dan minum, dan seringnya keadaan ini kambuh dalam 1 bulan terakhir, maka disarankan untuk dilakukan operasi tonsilektomi. Namun sebelum dilakukan tonsilektomi, peradangan pada tonsil ditenangkan terlebih dahulu dengan terapi medikamentosa sembari memberi waktu keluarga untuk mempertimbangkan persetujuan operasi. Ketika nanti telah ada persetujuan untuk dilakukannya tonsilektomi dan saat kontrol kembali keadaan tonsil sudah tenang, maka dapat dipersiapkan untuk operasi, mulai dengan pemeriksaan laboratorium untuk mengecek darah lengkap, bleeding time dan clotting time.

BAB IVTINJAUAN PUSTAKA

A. Embriologi dan Anatomi Tonsil1. EmbriologiPada permulaan pertumbuhan tonsil, terjadi invaginasi kantong brakial ke II ke dinding faring akibat pertumbuhan faring ke lateral. Selanjutnya terbentuk fosa tonsil pada bagian dorsal kantong tersebut, yang kemudian ditutupi epitel. Bagian yang mengalami invaginasi akan membagi lagi dalam beberapa bagian, sehingga terjadi kripta. Kripta tumbuh pada bulan ke 3 hingga ke 6 kehidupan janin, berasal dari epitel permukaan. Pada bulan ke 3 tumbuh limfosit di dekat epitel tersebut dan terjadi nodul pada bulan ke 6, yang akhirnya terbentuk jaringan ikat limfoid. Kapsul dan jaringan ikat lain tumbuh pada bulan ke 5 dan berasal dari mesenkim, dengan demikian terbentuklah massa jaringan tonsil2. AnatomiTonsil merupakan suatu akumulasi dari limfonoduli permanen yang letaknya di bawah epitel yang telah terorganisir sebagai suatu organ. Berdasarkan lokasinya, tonsil dibagi menjadi; Tonsilla lingualis yang terletak pada radix linguae, Tonsilla palatina (tonsil) yang terletak pada ismus faucium antara arcus glossopalatinus dan arcus glossopharingicus, Tonsilla pharingica (adenoid) yang terletak pada dinding dorsal dari nasofaring, Tonsilla tubaria yang terletak pada bagian lateral nasofaring di sekitar ostium tuba auditiva dan Plaques dari peyer (tonsil perut), terletak pada ileum.Dari kelima macam tonsil tersebut, Tonsilla lingualis, Tonsilla palatina, Tonsilla pharingica, dan Tonsilla tubaria membentuk cincin jaringan limfe pada pintu masuk saluran nafas dan saluran pencernaan. Cincin ini dikenal dengan nama cincin waldeyer. Kumpulan jaringan ini melindungi anak terhadap infeksi melalui udara dan makanan. Jaringan limfe pada cincin waldeyer menjadi hipertrofi fisiologis pada masa kanak-kanak, adenoid pada umur 3 tahun dan tonsil pada umur 5 tahun dan kemudian menjadi atrofi pada masa pubertas.Tonsil palatina dan adenoid (tonsil faringeal) merupakan bagian terpenting dari cincin waldeyer. Tonsil palatina adalah masa jaringan limfoid yang terletak di dalam fossa tonsil pada kedua sudut orofaring dan dibatasi oleh pilar anterior (otot palatoglosus) dan pilar posterior (otot palatofaringeus). Palatoglosus mempunyai origo seperti kipas dipermukaan oral palatum mole dan berakhir pada sisi lateral lidah. Palatofaringeus merupakan otot yang tersusun vertical dan di atas melekat pada palatum mole, tuba eustachius dan dasar tengkorak. Otot ini meluas ke bawah sampai ke dinding atas esophagus. Otot ini lebih penting daripada palatoglosus dan harus diperhatikan pada operasi tonsil agar tidak melukai otot ini. Kedua pilar bertemu diatas untuk bergabung dengan palatum mole. Di inferior akan berpisah dan memasuki jaringan pada dasar lidah dan leteral dinding faring.

Gambar2 : CincinWaldeyerJaringan limfoid pada cincin waldeyer berperan penting pada awal kehidupan, yaitu sebagai daya pertahanan local yang setiap saat berhubungan dengan agen dari luar (makan, minum, bernafas) dan sebagai surveilens imun. Fungsi ini didukung secara anatomis dimana didaerah faring terjadi tikungan jalannya material yang melewatinya disamping itu bentuknya tidak datar, sehingga terjadi turbulensi khususnya udara pernafasan. Dengan demikian kesempatan kontak berbagai agen yang ikut dalam proses fisiologis tersebut pada permukaan penyusun cincin waldeyer itu semakin besar. (Soepardiet al, 2007)

Gambar3 : Tonsil palatinaAdapun struktur yang terdapat disekitar tonsila palatina adalah: (Soepardiet al, 2007) Anterior : arcus palatoglossus Posterior : arcus palatopharyngeus Superior : palatum mole Inferior : 1/3 posterior lidah Medial : ruang orofaring Lateral : kapsul dipisahkan oleh m. constrictor pharyngis superior oleh jaringan areolar longgar. A. carotis interna terletak 2,5 cm di belakang dan lateral tonsila.Adenoid atau tonsila faringeal adalah jaringan limfo epithelial berbentuk triangular yang terletak pada aspek posterior. Adenoid berbatasan dengan kavum nasi dan sinus paranasals pada bagian anterior, kompleks tuba eustachius- telinga tengah- kavum mastoid pada bagian lateral.Terbentuk sejak bulan ketiga hingga ketujuh embriogenesis. Adenoid akan terus bertumbuh hingga usia kurang lebih 6 tahun, setelah itu akan mengalami regresi. Adenoid telah menjadi tempat kolonisasi kumansejak lahir.Ukuran adenoid beragam antara anak yang satu dengan yang lain. Umumnya ukuran maximum adenoid tercapai pada usia antara 3-7 tahun. Pembesaran yang terjadi selama usia kanak-kanak muncul sebagai respon multi antigen seperti. virus, bakteri, alergen, makanan dan iritasi lingkungan.

Gambar 4. AdenoidFossa tonsil atau sinus tonsil dibatasi oleh otot-otot orofaring, yaitu batas anterior adalah otot palatoglosus, batas lateral atau dinding luarnya adalah otot konstriktor faring superior. Tonsil tidak mengisi seluruh fosa tonsilaris, daerah yang kosong di atasnya dikenal sebagai fossa supratonsilaris. Bagian luar tonsil terikat longgar pada muskulus konstriktor faring superior, sehingga tertekan setiap kali makan. Permukaan lateral tonsil melekat pada fasia faring yang sering juga disebut kapsul tonsil, sehingga mudah dilakukan diseksi pada tonsilektomi.(Soepardiet al, 2007)Tonsil mendapat vaskularisasi dari cabang-cabang a. karotis eksterna yaitu: a. maksilaris eksterna (a. fasialis) yang mempunyai cabang a. tonsilaris dan a. palatina asenden, a. maksilaris interna dengan cabangnya yaitu a.palatina desenden, a. lingualis dengan cabangnya yaitu a. lingualis dorsal dan a. faringeal asenden. a. tonsilaris berjalan ke atas di bagian luar m. konstriktor superior dan memberikan cabang untuk tonsil dan palatum mole. Arteri palatina asenden, mengirim cabang-cabangnya melalui m. konstriktor posterior menuju tonsil. Arteri faringeal asenden juga memberikan cabangnya ke tonsil melalui bagian luar m. konstriktor superior. Arteri lingualis dorsal naik ke pangkal lidah dan mengirim cabangnya ke tonsil, plika anterior dan plika posterior.

Gambar 5. perdarahan tonsilTonsil dipersarafi oleh nervus trigeminus dan glossofaringeus. Nervus trigeminus mempersarafi bagian atas tonsil melalui cabangnya yang melewati ganglion sfenopalatina yaitu nervus palatine. Sedangkan nervus glossofaringeus selain mempersarafi bagian tonsil, juga dapat mempersarafi lidah bagian belakang dan dinding faring. (Nurjanna Z, 2011)B. Fisiologi Tonsil Secara mikroskopik mengandung 3 unsur utama:1. Jaringan ikat/trabekula sebagai rangka penunjang pembuluh darah saraf.2. Folikel germinativum dan sebagai pusat pembentukan sel limfoid muda.3. Jaringan interfolikuler yang terdiri dari jaringan limfoid dalam berbagai stadiumTonsil (amandel) dan adenoid merupakan jaringan limfoid yang terdapat pada daerah faring atau tenggorokan. Keduanya sudah ada sejak anak dilahirkan dan mulai berfungsi sebagai bagian dari sistem imunitas tubuh setelah imunitas warisan dari ibu mulai menghilang dari tubuh anak.Pada saat itu (usia lebih kurang 1 tahun) tonsil dan adenoid merupakan organ imunitas utama pada anak, karena jaringan limfoid lain yang ada di seluruh tubuh belum bekerja secara optimal. Sistem imunitas ada 2 macam yaitu imunitas seluler dan humoral. Imunitas seluler bekerja dengan membuat sel (limfoid T) yang dapat memakan kuman dan virus serta membunuhnya. Sedangakan imunitas humoral bekerja karena adanya sel (limfoid B) yang dapat menghasilkan zat immunoglobulin yang dapat membunuh kuman dan virus. Kuman yang dimakan oleh imunitas seluler tonsil dan adenoid terkadang tidak mati dan tetap bersarang disana serta menyebabklan infeksi amandel yang kronis dan berulang (Tonsilitis kronis).C. Tonsilitis1. Definis Tonsilitis3Peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari cincin waldeyer. Cincin waldeyer terdiri atas susunan kelenjar limfa yang terdapat di dalam rongga mulut yaitu : tonsil faringeal (adenoid), tonsil palatine (tonsil fausial), tonsil lingual (tonsil pangkal lidah), tonsil tuba eustachius (lateral band dinding faring / Gerlachs tonsil)Penyebaran infeksi melalui udara (airbone droplets), tangan dan ciuman. Dapat terjadi pada semua umur, terutama anak-anak. Besar Tonsil T0 : tonsil telah diangkat T1 : tonsil di dalam fossa tonsilaris T2 : besar tonsil jarak arkus anterior dan uvula T3 : besar tonsil jarak arkus anterior dan uvula T4 : besar tonsil mencapai uvula atau lebih

Brodsky grading scale Grade 0 : Tonsil dibelakang dinding laring anterior Grade 1 : Tonsil terlihat menutupi 25% luas orofaring Grade 2 : Tonsil terlihat menutupi 25-50% luas orofaring Grade 3 : Tonsil terlihat menutupi 51-75% luas orofaring Grade 4 : Tonsil terlihat menutupi >75% luas orofaring

Modified 3 Grade scale Grade 1 : Tonsil mencapai 33% dari lebar orofaring Grade 2 :Tonsil mencapai 34-66% dari lebar orofaring Grade 3 : Tonsil mencapai >66% dari lebar orofaring

Derajat 1 (N) : tonsil berada di belakang pilar tonsilar Derajat 2 : tonsil berada di antara pilar dan uvula Derajat 3 : tonsil mendekati uvula Derajat 4 : satu/kedua tonsil melebar hingga ke garis tengah orofaring hingga menyentuh uvula.

2. Epidemiologi TonsilitisTonsilitis akut dapat terjadi pada seluruh usia, sering dialami oleh anak dengan insiden tertinggi pada usia 5-6 tahun. Sejauh ini belum ada penelitian lengkap mengenai keterlibatan faktor genetik maupun lingkungan yang berhasil dieksplorasi sebagai faktor risiko penyakit Tonsilitis Kronis. Pada penelitian yang bertujuan mengestimasi konstribusi efek faktor genetik dan lingkungan secara relatif penelitiannya mendapatkan hasil bahwa tidak terdapat bukti adanya keterlibatan faktor genetik sebagai faktor predisposisi penyakit Tonsilitis Kronis (Kvestad, 2005).a. Umur Data epidemiologi menunjukkan bahwa penyakit Tonsilitis Kronis merupakan penyakit yang sering terjadi pada usia 5-10 tahun dan dewasa muda usia 15-25 tahun. Dalam suatu penelitian prevalensi karier Group A Streptokokus yang asimptomatis yaitu: 10,9% pada usia kurang dari 14 tahun, 2,3% usia 15-44 tahun, dan 0,6 % usia 45 tahun keatas (Edgren, 2004). Menurut penelitian yang dilakukan di Skotlandia, usia tersering penderita Tonsilitis Kronis adalah kelompok umur 14-29 tahun, yakni sebesar 50 % (Hannafort, 2004). Sedangkan Kisve pada penelitiannya memperoleh data penderita Tonsilitis Kronis terbanyak sebesar 294 (62 %) pada kelompok usia 5-14 tahun (Kisve, 2009)5.b. Jenis KelaminPada penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Serawak di Malaysia diperoleh 657 data penderita Tonsilitis Kronis dan didapatkan pada pria 342 (52%) dan wanita 315 (48%) (Sing, 2007). Sebaliknya penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Pravara di India dari 203 penderita Tonsilitis Kronis, sebanyak 98 (48%) berjenis kelamin pria dan 105 (52%) berjenis kelamin wanita (Awan , 2009)5.c. SukuSuku terbanyak pada penderita Tonsilitis Kronis berdasarkan penelitian yang dilakukan di poliklinik rawat jalan di rumah sakit Serawak Malaysia adalah suku Bidayuh 38%, Malay 25%, Iban 20%, dan Chinese 14%53. Patofisiologi Tonsilitis AkutTerjadinya tonsilitis dimulai saat bakteri masuk ke tonsil melalui kripte kriptenya, secara aerogen (melalui hidung, droplet yang mengandung bakteri terhisap oleh hidung kemudian nasofaring terus ke tonsil), maupun secara foodvorn yaitu melalui mulut bersama makanan.Bakteri atau virus memasuki tubuh melalui hidung atau mulut, tonsil berperan sebagai filter atau penyaring yang menyelimuti organisme berbahaya, sel-sel darah putih ini akan menyebabkan infeksi ringan pada tonsil. Hal ini akan memicu tubuh untuk membentuk antibody terhadap infeksi yang akan datang, akan tetapi kadang-kadang tonsil sudah kelelahan menahan infeksi atau virus. Infeksi bakteri dari virus inilah yang menyebabkan tonsillitis

4. Patofisiologi Tonsilitis KronikKarena prosess radang berulang yang timbul maka selain epitel mukosa juga jaringan limfoid terkikis, sehingga pada proses penyembuhaqn jaringan limfoid diganti dengan jaringan parut yang akan mengalami pengerutan sehingga kripti melebar. Secara krinis kritik ini tampak diisi oleh deadtritus. Proses berjalan terus sehingga menembus kapsul tomsil dan akhirnya menimbulkan perekatan dengan jaringan disekitar fosa tonsilaris. Pada anak proses ini disertai dengan pembesaran kelenjar limfa subamandibula.Kuman menginfiltrasi lapisan epitel, bila epitel terkikis maka jaringan limfoid superficial mengadakan reaksi. Terdapat pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit poli morfonuklear. Proses ini secara klinik tampak pada korpus tonsil yang berisi bercak kuning yang disebut detritus. Detritus merupakan kumpulan leukosit, bakteri dan epitel yang terlepas, suatu tonsillitis akut dengan detritus disebut tonsilitis falikularis, bila bercak detritus berdekatan menjadi satu maka terjadi tonsilitis lakunaris.

5. Perbedaan Tonsilitis akut dan kronik

Tabel 1Perbedaan Tonsilitis Akut dan Tonsilitis Kronik

Tonsilitis AkutTonsilitis Kronik

Onset cepat, terjadi dalam beberapa hari, hingga beberapa mingguOnset lama, beberapa bulan hingga beberapa tahun (menahun)

Penyebab kuman streptokokus beta hemolitikus grup A, pneumokokus, streptokokus viridian, dan streptokokus piogenes.Penyebab tonsillitis kronik sama halnya dengan tonsillitis akut, namun kadang-kadang bakteri berubah menjadi bakteri golongan gram negatif

Tonsil hiperemis & edemaTonsil membesar / mengecil tidak edema

Kripte tidak melebarKripte melebar

Detritus + / -Detritus +

6. Tonsilitis Akuta. Tonsilitis ViralGejala tonsillitis viral lebih menyerupai commond cold yang disertai rasa nyeri tenggorok. Penyebab yang paling sering adalah virus Epstein Barr. Terapinya istirahat, minum cukup, analgetika,dan antivirus diberikan jika gejala berat.b. Tonsilitis BakterialRadang akut tonsil dapat disebabkan kuman grup A Streptokokus B hemolitikus yang dikenal sebagai strept throat, pnemokokus, streptokokus viridian, dan streptokokus piogenes. Infiltrat bakteri pada lapisan epitel jaringan tonsil akan menimbulkan reaksi radang berupa keluarnya leukosit polimorfonuklear sehingga terbentuk detritus. Detritus ini merupakan kumpulan leukosit, bakteri yang mati, dan epitel yang terlepas. Secara klinis, detritus ini mengisi kriptus tonsil dan tampak sebagai bercak kuning.Bentuk tonsilitis akut dengan detritus yang jelas disebut tonsilitis folikularis. Bila bercak-bercak detritus ini menjadi satu dan membentuk alur-alur maka terjadi tonsilitis lakunaris. Bercak detritus ini dapat melebar sehingga terbentuk membran semu (pseudomembran) yang menutupi tonsil.Gejala dan tanda yang sering ditemukan adalah nyeri tenggorok dan nyeri waktu menelan, demam tinggi, rasa lesu, nyeri di sendi-sendi, tidak nafsu makan, dan rasa nyeri di telinga (otalgia). Rasa nyeri di telinga ini karena nyeri alih (referred pain) melalui nervus glosofaringius (N. IX). Pada pemeriksaan, tampak tonsil yang membengkak, hiperemis, dan terdapat detritus berbentuk folikel, lakuna, atau tertutup oleh membran semu (pseudomembran). Kelenjar submandibula membengkak dan nyeri tekan. Terapi Antibiotik spektrum lebar penisilin, antipiretik, analgesik dan obat kumur yang mengandung desinfektan.Komplikasi Pada anak-anak, tonsilitis akut sering menimbulkan komplikasi menjadi otitis media akut. Komplikasi yang lainnya adalah abses peritonsil, abses parafaring, sepsis, bronkitis, nefritis akut, miokarditis, dan artritisAkibat hipertrofi tonsil akan menyebabkan pasien bernapas melalui mulut, tidur mendengkur (ngorok), gangguan tidur karena terjadinya sleep apnue yang dikenal dengan Obstructive Sleep Apnea Syndrom (OSAS).

c. Tonsilitis MembranosaPenyakit yang termasuk dalam golongan tonsilitis membranosa adalah, antara lain:1) Tonsilitis difteria) PenyebabFrekuensi penyakit ini sudah menurun karena keberhasilan imunisasi pada bayi dan anak. Penyebab tonsilitis difteri adalah Corynebacterium diphteriae, kuman yang termasuk gram positif dan dapat mengenai saluran napas bagian atas yaitu hidung, faring, dan laring. Tidak semua orang yang terinfeksi oleh kuman ini akan menjadi sakit. Keadaan ini tergantung pada titer anti toksin dalam darah seseorang. Titer anti toksin sebesar 0,03 per cc darah dapat dianggap cukup memberikan dasar imunitas. Tonsilitis difteri sering ditemukan pada anak berusia kurang dari 10 tahun dan frekuensi tertinggi pada usia 2-5 tahun walaupun pada usia dewasa masih mungkin menderita penyakit ini.b) Gejala dan tandaGambaran klinik dibagi dalam 3 golongan yaitu:Gejala umum, seperti juga gejala infeksi lainnya yaitu kenaikan suhu tubuh biasanya subfebris, nyeri kepala, tidak nafsu makan, badan lemah, nadi lambat, serta keluhan nyeri menelan.Gejala lokal, yang tampak adalah berupa tonsil membengkak ditutupi bercak putih kotor yang makin lama makin meluas dan bersatu membentuk membran semu (pseudomembran). Membran ini dapat meluas ke palatum mole, uvula, nasofaring, laring, trakea dan bronkus dan dapat menyumbat saluran napas. Membran semu ini melekat erat pada dasarnya, sehingga bila diangkat akan mudah berdarah. Pada perkembangan penyakit ini bila infeksinya berjalan terus, kelenjar limfa leher akan membengkak sehingga menyerupai leher sapi (bull neck).Gejala akibat eksotoksin, yang dikeluarkan oleh kuman difteri ini akan menimbulkan kerusakan jaringan tubuh yaitu pada jantung dapat terjadi miokarditis sampai decompensation cordis, mengenai saraf kranial menyebabkan kelumpuhan otot palatum dan otot-otot pernapasan, dan pada ginjal menimbulkan albuminoria.c) DiagnosisDiagnosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinik dan pemeriksaan preparat langsung kuman yang diambil dari pseudomembran tonsil yang dimana akan ditemukan kuman difteri ini.d) TerapiAnti Difteri Serum (ADS) diberikan segera tanpa menunggu hasil kultur dengan dosis tergantung dari umur dan beratnya penyakit, antibiotik spektrum luas, kortikosteroid, antipiretik digunakan jika perlu untuk menurunkan demam nya. Karena penyakit ini menular, pasien harus diisolasi. Perawatan non farmalokologi adalah istirahat di tempat tidur selama 2-3 minggu.

e) KomplikasiPenyakit ini dapat berlangsung cepat, pseudomembran akan menjalar ke laring dan menyebabkan gejala sumbatan. Makin muda usia pasien terkena penyakit ini maka akan makin cepat timbul komplikasi.

2) Tonsilitis septikPenyebab dari tonsilitis septik ialah Streptococcus haemoliticus yang terdapat dalam susu sapi sehingga dapat timbul epidemi. Di Indonesia, susu sapi dimasak dengan cara pasteurisasi terlebih dahulu sebelum diminum sehingga penyakit ini jarang ditemukan.3) Stomatitis ulseromembranosa (Angina Plaut Vincent)a) PenyebabPenyebab penyakit ini adalah kurangnya higienis mulut, defisiensi vitamin C, serta kuman sprilium dan basil fusiform.b) GejalaDemam sampai 39C, nyeri kepala, badan lemah, dan kadang-kadang terdapat gangguan pencernaan, rasa nyeri di mulut, hipersalivasi, gigi dan gusi mudah berdarah.c) PemeriksaanMukosa mulut dan faring hiperemis, tampak membran putih keabuan di atas tonsil, uvula, dinding faring, gusi serta prosesus alveolaris, foetor ex ore (mulut berbau) dan kelenjar submandibula membesar.d) Terapi Memperbaiki higienis mulut, antibiotik spektrum luas, vitamin C dan vitamin B kompleks.

7. Tonsilitis Kronika. PenyebabKuman penyebabnya sama dengan tonsilitis akut tetapi kadang-kadang kuman berubah menjadi kuman golongan Gram negativeb. Faktor predisposisiTimbulnya tonsilitis kronik adalah rangsangan yang menahun dari rokok, beberapa jenis makanan, higiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca, kelelahan fisik, dan pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuatc. PatologiKarena proses radang berulang yang timbul maka selain epitel mukosa juga jaringan limfoid terkikis, sehingga pada proses penyembuhan, jaringan limfoid diganti oleh jaringan parut yang akan mengalami pengerutan sehingga kripti melebar. Secara klinik, kripti ini tampak diisi oleh detritus. Proses berjalan terus sehingga menembus kapsul tonsil dan akhirnya menimbulkan perlekatan dengan jaringan di sekitar fossa tonsilaris.d. Gejala dan tandaPada pemeriksaan tampak tonsil membesar dengan permukaan yang tidak rata, kriptus melebar, dan beberapa kripti terisi oleh detritus. Rasa ada yang mengganjal di tenggorok, tenggorok dirasakan kering dan napas berbau.e. TerapiTerapi lokal ditujukan kepada higiene mulut dengan berkumur atau obat hisapf. KomplikasiRadang kronis tonsil dapat menimbulkan komplikasi ke daerah sekitarnya berupa rinitis kronis, sinusitis, atau otitis media secara perkontinuitatum. Komplikasi jauh terjadi secara hematogen atau limfogen dan dapat timbul endokarditis, artritis, nefritis, dan yang lainnya. Tonsilektomi dilakukan bila terjadi infeksi yang berulang atau kronik, gejala sumbatan serta kecurigaan neoplasma

8. Indikasi TonsilektomiIndikasi tonsilektomi dulu dan sekarang tidak berbeda, namun terdapat perbedaan prioritas relatif dalam menentukan indikasi tonsilektomi pada saat ini. Dulu tonsilektomi diindikasikan untuk terapi tonsilitis kronik dan berulang. Saat ini, indikasi yang lebih utama adalah obstruksi saluran napas dan hipertrofi tonsil.9 Untuk keadaan emergency seperti adanya obstruksi saluran napas, indikasi tonsilektomi sudah tidak diperdebatkan lagi (indikasi absolut). Namun, indikasi relatif tonsilektomi pada keadaan non emergency dan perlunya batasan usia pada keadaan ini masih menjadi perdebatan. Sebuah kepustakaan menyebutkan bahwa usia tidak menentukan boleh tidaknya dilakukan tonsilektomi.a. Indikasi Absolut Pembengkakan tonsil yang menyebabkan obstruksi saluran napas, disfagia berat, gangguan tidur dan komplikasi kardiopulmoner Abses peritonsil yang tidak membaik dengan pengobatan medis dan drainase Tonsilitis yang menimbulkan kejang demam Tonsilitis yang membutuhkan biopsi untuk menentukan patologi anatomi b. Indikasi Relatif Terjadi 3 episode atau lebih infeksi tonsil per tahun dengan terapi antibiotik adekuat Halitosis akibat tonsilitis kronik yang tidak membaik dengan pemberian terapi medis Tonsilitis kronik atau berulang pada karier streptokokus yang tidak membaik dengan pemberian antibiotik -laktamase resisten

Pada keadaan tertentu seperti pada abses peritonsilar (Quinsy), tonsilektomi dapat dilaksanakan bersamaan dengan insisi abses.8 Saat mempertimbangkan tonsilektomi untuk pasien dewasa harus dibedakan apakah mereka mutlak memerlukan operasi tersebut atau hanya sebagai kandidat. Dugaan keganasan dan obstruksi saluran nafas merupakan indikasi absolut untuk tonsilektomi. Tetapi hanya sedikit tonsilektomi pada dewasa yang dilakukan atas indikasi tersebut, kebanyakan karena infeksi kronik. Akan tetapi semua bentuk tonsilitis kronik tidak sama, gejala dapat sangat sederhana seperti halitosis, debris kriptus dari tonsil (cryptic tonsillitis) dan pada keadaan yang lebih berat dapat timbul gejala seperti nyeri telinga dan nyeri atau rasa tidak enak di tenggorok yang menetap. Indikasi tonsilektomi mungkin dapat berdasarkan terdapat dan beratnya satu atau lebih dari gejala tersebut dan pasien seperti ini harus dipertimbangkan sebagai kandidat untuk tonsilektomi karena gejala tersebut dapat mempengaruhi kualitas hidup walaupun tidak mengancam nyawa.8

9. Kontraindikasi Terdapat beberapa keadaan yang disebutkan sebagai kontraindikasi, namun bila sebelumnya dapat diatasi, operasi dapat dilaksanakan dengan tetap memperhitungkan imbang manfaat dan risiko. Keadaan tersebut adalah:8 1. Gangguan perdarahan 2. Risiko anestesi yang besar atau penyakit berat 3. Anemia 4. Infeksi akut yang beratTabel. 1 Indikasi Tonsilektomi dari berbagai sumberN oSumberIndikasi

1American Academy of Otolaryngology-Head and Neck Surgery (AAO-HNS)14Indikasi Absolut Pembengkakan tonsil yang menyebabkan obstruksi saluran napas, disfagia berat, gangguan tidur dan komplikasi kardiopulmoner Abses peritonsil yang tidak membaik dengan pengobatan medis dan drainase Tonsilitis yang menimbulkan kejang demamTonsilitis yang membutuhkan biopsi untuk menentukan patologi anatomiIndikasi Relatif Terjadi 3 episode atau lebih infeksi tonsil per tahun dengan terapi antibiotik adekuat Halitosis akibat tonsilitis kronik yang tidak membaik dengan pemberian terapi medis Tonsilitis kronik atau berulang pada karier streptokokus yang tidak membaik dengan pemberian antibiotik -laktamase resisten Hipertrofi tonsil unilateral yang dicurigai merupakan suatu keganasan

2Scottish Intercollegiate Guidelines Network55

Indikasi tonsilektomi pada anak dan dewasa berdasarkan bukti ilmiah, observasi klinis dan hasil audit klinis dimana pasien harus memenuhi semua kriteria di bawah: Sore throat yang disebabkan oleh tonsilitis 5 atau lebih episode sore throat per tahun Gejala sekurang-sekurangnya dialami selama 1 tahun. Keparahan episode sore throat sampai mengganggu pasien dalam menjalani fungsi kehidupan normal

3Evidence Based Medicine Guidelines56Tonsilitis bakterialis berulang (>4x/tahun). Dengan catatan hasil kultur bakteri harus dicantumkan dalam surat rujukan Tonsilitis akut dengan komplikasi: abses peritonsiler, septikemia. Pasien dengan abses peritonsiler berusia