bronkopneumonia cr

31
BAB III TINJAUAN PUSTAKA DEFINISI Bronkopneumonia merupakan satu bentuk pneumonia, yaitu pneumonia lobularis. Bronkopneumonia didefinisikan sebagai peradangan akut dari parenkim paru pada bagian distal bronkiolus terminalis dan meliputi bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris, sakus alveolaris dan alveoli. Pneumonia merupakan infeksi yang mengenai parenkim paru. yang disebabkan oleh mikroorganisme, dan proses noninfeksi seperti aspirasi makanan atau asam lambung, benda asing, hidrokarbon, bahan lipoid dan pnemonitis akibat obat. Pneumonia digolongkan atas dasar anatomi seperti proses lobus atau lobularis, alveoler atau interstisial ANATOMI PARU Struktur dasar jalan nafas telah ada sejak lahir dan berkembang selama neonatus dan dewasa menjadi sistem bronkhopulmonal. Jalan nafas pada setiap usia tidak simetris. Apabila dibagi menjadi dua bagian, ada perbedaan bentuk dan jumlah cabang yang tergantung dari lokasinya. Variasi tersebut menyebabkan implikasi fisiologi yang berbeda. Alur yang berbeda menyebabkan perbedaan resistensi terhadap aliran udara, sehingga menyebabkan distribusi udara atau partikel yang terhisap

Upload: annisaa-fitriani

Post on 27-Jan-2016

37 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

case report

TRANSCRIPT

Page 1: Bronkopneumonia CR

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI

Bronkopneumonia merupakan satu bentuk pneumonia, yaitu pneumonia

lobularis. Bronkopneumonia didefinisikan sebagai peradangan akut dari parenkim

paru pada bagian distal bronkiolus terminalis dan meliputi bronkiolus respiratorius,

duktus alveolaris, sakus alveolaris dan alveoli.

Pneumonia merupakan infeksi yang mengenai parenkim paru. yang

disebabkan oleh mikroorganisme, dan proses noninfeksi seperti aspirasi makanan atau

asam lambung, benda asing, hidrokarbon, bahan lipoid dan pnemonitis akibat obat.

Pneumonia digolongkan atas dasar anatomi seperti proses lobus atau lobularis,

alveoler atau interstisial

ANATOMI PARU

Struktur dasar jalan nafas telah ada sejak lahir dan berkembang selama

neonatus dan dewasa menjadi sistem bronkhopulmonal. Jalan nafas pada setiap usia

tidak simetris. Apabila dibagi menjadi dua bagian, ada perbedaan bentuk dan jumlah

cabang yang tergantung dari lokasinya. Variasi tersebut menyebabkan implikasi

fisiologi yang berbeda. Alur yang berbeda menyebabkan perbedaan resistensi

terhadap aliran udara, sehingga menyebabkan distribusi udara atau partikel yang

terhisap tidak merata. Cabang dari bronkus mengalami pengecilan ukuran dan

kehilangan kartilago, yang kemudian disebut bronkhiolus. Bronkhiolus terminalis

membuka saat pertukaran udara dalam paru-paru.

Jalan nafas dilapisi oleh membran epitel yang berganti secara bertahap dari

epitel kolumner bertingkat bersilia di bronkus menjadi epitel kubus bersilia pada area

tempat pertukaran udara. Sillia berfungsi untuk menghantarkan mukus dari pinggir

jalan nafas ke faring. Sistem transport mukosilier ini berperan penting dalam

mekanisme pertahanan paru. Sel goblet pada trakhea dan bronkhus memproduksi

musin dalam retikulum endoplasma kasar dan apparatus golgi. Sel goblet meningkat

jumlahnya pada beberapa gangguan seperti bronkhitis kronis yang hasilnya terjadi

hipersekresi mukus dan peningkatan produksi sputum.

Unit pertukaran udara (terminal respiratory) terdiri dari bronkhiolus distal

sampai terminal : bronkhiolus respiratorius, duktus alveolaris dan alveoli.

Page 2: Bronkopneumonia CR

Gamabr 1 : anatomi respirasi

Gambar 2. Lobus pernafasan

Pulmo dekstra lebih pendek dan lebih berat dibanding pulmo sinistra. Pulmo dekstra

dan sinistra dibagi oleh alur yang disebut incissura interlobaris dalam beberapa

Lobus Pulmonis. Pulmo dekstra dibagi menjadi 3 lobi, yaitu:

1. Lobus Superior

Dibagi menjadi 3 segmen: apikal, posterior, inferior

2. Lobus Medius

Page 3: Bronkopneumonia CR

Dibagi menjadi 2 segmen: lateralis dan medialis

3. Lobus Inferior

Dibagi menjadi 5 segmen: apikal, mediobasal, anterobasal, laterobasal,

posterobasal

Pulmo sinistra dibagi menjadi 2 lobi, yaitu:

1. Lobus Superior

Dibagi menjadi segmen: apikoposterior, anterior, lingularis superior, lingularis

inferior.

2. Lobus Inferior

Dibagi menjadi 4 segmen: apikal, anteromediobasal, laterobasal, dan

posterobasal

.

Gambar 3. Lobus dan segmentasi paru

EPIDEMIOLOGI

Pneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan utama

pada anak di negara berkembang. Pneumonia merupakan penyebab utama morbiditas

dan mortalitas anak berusia di bawah lima tahun. Diperkirakan hampir seperlima

kematian anak di seluruh dunia, lebih kurang 2 juta anak balita, meninggal setiap

tahun akibat pneumonia, sebagian besar terjadi di afrika dan asia tenggara. Menurt

Page 4: Bronkopneumonia CR

survei kesehatan nasional tahun 2001, 27% kematian bayi dan 22,8 % kematian balita

di indonesia disebabkan oleh penyakit sistem respiratorius, terutama pneumonia.

Insidensi pneumonia pada anak < 5 tahun di negara maju adalah 2-4 kasus/100

anak/tahun, sedangkan dinegara berkembang 10-20 kasus/100 anak/tahun dan

biasanya disebabkan oleh streptococcus pneumonia. . Pneumonia menyebabkan lebih

dari 5 juta kematian per tahun pada balita di negara berkembang.

Pola bakteri penyebab pneumonia biasanya berubah sesuai dengan distribusi

umur pasien. Di negara berkembang, pneumonia pada anak terutama disebabkan oleh

bakteri. Namun secara umum bakteri yang berperan penting dalam pneumonia adalah

Streptococcus pneumoniae, Haemophillus influenzae, Staphylococcus aureus,

streptokokus grup B, serta kuman atipik Chlamydia pneumoniae dan Mycoplasma

pneumonia.

KLASIFIKASI

Berdasarkan lokasi lesi di paru

bronkopneumonia Interstitial Pneumonia lobaris

Lokasi: lobularis

Roentgen: infiltrate

Ronchie selalu terdengar

Dullness -

Insterstitial

Pendataran diafragma dan

hiperinflasi

Ronki ±, wheezing +

Dullness -

Segmental/lobus

Konsolidasi

Ronki + saat kongesti dan

resolusi

Dullness +

Berdasarkan asal infeksi

- di dapat dari masyarakat

- di dapat dari rumah sakit

Berdasarkan etiologi penyebab

- pneumonia bakteri

- pneumonia virus

- pneumonia mikoplasma

- pneumonia jamur

Berdasarkan karakteristik penyakit

- pneumonia tipikal

- pneumonia atipikal

Berdasarkan lama penyakit

Page 5: Bronkopneumonia CR

- pneumonia akut

- pneumonia persisten

ETIOLOGI

Etiologi pneumonia sulit dipastikan karena kultur sekret bronkus merupakan tindakan

yang sangat invasif sehingga tidak dilakukan. Patogen penyebab pneumonia pada

anak bervariasi tergantung :

Usia

Status lingkungan

Kondisi lingkungan (epidemiologi setempat, polusi udara)

Status imunisasi

Faktor pejamu (penyakit penyerta, malnutrisi)

Faktor infeksi

Usia pasien merupakan peranan penting pada perbedaan dan kekhasan pneumonia

anak, terutama dalam spectrum etiologi, gambaran klinis dan strategi pengobatan.

Etiologi pneumonia pada neonatus dan bayi kecil meliputi Streptococcus grup B dan

bakteri gram negatif seperti E.colli, pseudomonas sp, atau Klebsiella sp. Pada bayi

yang lebih besar dan balita pneumoni sering disebabkan oleh Streptococcus

pneumonia, H. influenzae, Stretococcus grup A, S. aureus, sedangkan pada anak yang

lebih besar dan remaja, selain bakteri tersebut, sering juga ditemukan infeksi

Mycoplasma pneumoniae 2. Daftar etiologi pneumonia pada anak sesuai dengan usia

yang bersumber dari data di Negara maju dapat dilihat di tabel.

Usia Etiologi yang sering Etiologi yang jarang

Lahir - 20 hari

Bakteri Bakteri

E.colli Bakteri anaerob

Streptococcus grup B Streptococcus grup D

Listeria monocytogenes Haemophillus influenza

Streptococcus pneumonie

Virus

CMV

HMV

3 miggu – 3 bulan Bakteri Bakteri

Page 6: Bronkopneumonia CR

Clamydia trachomatis Bordetella pertusis

Streptococcus pneumoniae Haemophillus influenza tipe

B

Virus Moraxella catharalis

Adenovirus Staphylococcus aureus

Influenza Virus

Parainfluenza 1,2,3 CMV

4 bulan – 5 tahun Bakteri Bakteri

Clamydia pneumoniae Haemophillus influenza tipe

B

Mycoplasma pneumoniae Moraxella catharalis

Streptococcus pneumoniae Staphylococcus aureus

Virus Neisseria meningitides

Adenovirus Virus

Rinovirus Varisela Zoster

Influenza

Parainfluenza

5 tahun – remaja Bakteri Bakteri

Clamydia pneumoniae Haemophillus influenza

Mycoplasma pneumoniae Legionella sp

Streptococcus pneumoniae Staphylococcus aureus

Virus

Adenovirus

Epstein-Barr

Rinovirus

Varisela zoster

Influenza

Parainfluenza

Tabel 1. Daftar etiologi pneumonia pada anak sesuai dengan kelompok usia

Faktor non-infeksi

Terjadi akibat disfungsi menelan atau refluks esophagus meliputi :

Page 7: Bronkopneumonia CR

Bronkopneumonia hidrokarbon :

Terjadi oleh karena aspirasi selama menelan muntah atau sonde lambung. zat

hidrokarbon seperti pelitur, minyak tanah, dan bensin.

Bronkopneumoni lipoid :

Terjadi akibat pemasuksn obat yang mengandung minyak secara intranasal,

termasuk jeli petroleum. Setiap keadaan yang mengganggu mekanisme menelan

seperti palatoskizis, pemberian makanan dengan posisi horizontal, atau

pemaksaan pemberian makanan seperti minyak ikan pada anak yang sedang

menangis. Keparahan penyakit tergantung pada jenis minyak yang terinhalasi.

Jenis minyak binatang yang mengandung asam lemak tinggi bersifat paling

merusak contohnya seperti susu dan minyak ikan

PATOGENESIS

Dalam keadaan sehat pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan

mikroorganisme, keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan paru.

Terdapatnya bakteri di dalam paru merupakan ketidakseimbangan antara daya tahan

tubuh, sehingga mikroorganisme dapat berkembang biak dan berakibat timbulnya

infeksi penyakit.

Masuknya mikroorganisme ke dalam saluran nafas dan paru dapat melalui berbagai

cara, antara lain :

1. Inhalasi langsung dari udara

2. Aspirasi dari bahan-bahan yang ada di nasofaring dan orofaring.

3. Perluasan langsung dari tempat-tempat lain.

4. Penyebaran secara hematogen.

Mekanisme daya tahan traktus respiratorius sangat efisien untuk mencegah infeksi

yang terdiri dari :

1. Susunan anatomis rongga hidung.

2. Jaringan limfoid di nasofaring.

3. Bulu getar yang meliputi sebagian besar epitel traktus respiratorius dan sekret

lain yang dikeluarkan oleh sel epitel tersebut.

4. Refleks batuk.

5. Refleks epiglotis yang mencegah terjadinya aspirasi sekret yang terinfeksi.

6. Drainase sistem limfatis dan fungsi menyaring kelenjar limfe regional.

7. Fagositosis aksi limfosit dan respon imunohumoral terutama dari Ig A.

Page 8: Bronkopneumonia CR

8. Sekresi enzim – enzim dari sel-sel yang melapisi trakeo-bronkial yang bekerja

sebagai antimikroba yang non spesifik.

Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat melalui jalan nafas

sampai ke alveoli yang menyebabkan radang pada dinding alveoli dan jaringan

sekitarnya. Setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu proses

peradangan yang meliputi empat stadium, yaitu :

Algoritma 1 : Stadium bronkopneomonia

1. Stadium I (4 – 12 jam pertama/kongesti)

Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang

berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan

peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia

ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast

setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut

mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan

jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin

untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas

kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam

ruang interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan

alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak

yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas

Page 9: Bronkopneumonia CR

ini dalam darah paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan

saturasi oksigen hemoglobin.

2. Stadium II (48 jam berikutnya)

Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah

merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai bagian

dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya

penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah

dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau

sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung

sangat singkat, yaitu selama 48 jam.

3. Stadium III (3 – 8 hari)

Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih

mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin

terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel.

Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat

karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler

darah tidak lagi mengalami kongesti.

4. Stadium IV (7 – 11 hari)

Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan

mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag

sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.

Page 10: Bronkopneumonia CR

Algoritma 2 : patofisiologi brokhopneomonia

Page 11: Bronkopneumonia CR

MANIFESTASI KLINIS

Sebagian besar gambaran klinis pneumonia pada anak berkisar antara ringan hingga

sedang. Hanya sebagian kecil yang berat, mengancam jiwa dan mungkin terdapat

komplikasi sehingga memerlukan perawatan di rumah sakit. Beberapa faktor yang

mempengaruhi gambaran klinis pneumonia pada anak adalah inmaturitas anatomik

dan imunologik, mikroorganisme penyebab yang luas, gejala klinis yang tidak khas

terutama pada bayi.

Gambaran klinis pneumonia pada bayi dan anak bergantung pada berat ringannya

infeksi, tetapi secra umum adalah sebagai berikut:

Gambaran infeksi umum :

Demam, sakit kepala, gelisah, malaise, penurunan nafsu makan, keluhan

gastrointestinal seperti mual, muntah, atau diare.

Gambaran gangguan respiratorius:

Batuk, sesak nafas, retraksi dada, takipneu, nafas cuping hidung, merintih,

sianosis.

PEMERIKSAAN FISIK

Dalam pemeriksaan fisik penderita bronkhopneumoni ditemukan hal-hal sebagai

berikut :

Pada setiap nafas terdapat retraksi otot epigastrik, interkostal, suprasternal, dan

pernapasan cuping hidung.

Pada palpasi ditemukan vokal fremitus yang simetris.

Konsolidasi yang kecil pada paru yang terkena tidak menghilangkan getaran

fremitus selama jalan napas masih terbuka, namun bila terjadi perluasan

infeksi paru (kolaps paru/atelektasis) maka transmisi energi vibrasi akan

berkurang.

Pada perkusi tidak terdapat kelainan

Pada auskultasi ditemukan crackles sedang nyaring.

Crackles ( rhonki ) dihasilkan oleh gelembung-gelembung udara yang melalui

sekret jalan napas/jalan napas kecil yang tiba-tiba terbuka.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Page 12: Bronkopneumonia CR

1. Pemeriksaan radiologi

Kelainan foto rontgen toraks tidak selalu berhubungan dengan gambaran klinis.

Biasanya dilakukan pemeriksaan rontgen toraks posisi AP. Foto rontgen toraks

AP dan lateral hanya dilakukan pada pasien dengan tanda dan gejala klinik

distres pernapasan seperti takipnea, batuk dan ronki, dengan atau tanpa suara

napas yang melemah.

Secara umum gambaran foto toraks terdiri dari :

Infiltrat interstitial, ditandai dengan peningkatan corakan

bronkovaskular, peribronchial cuffing, dan hiperaerasi.

Infiltrat alveolar, merupakan konsolidasi paru dengan air bronchogram.

Konsolidasi dapat mengenai satu lobus disebut dengan pneumonia

lobaris, atau terlibat sebagai lesi tunggal yang biasanya cukup besar,

berbentuk sferis, berbatas yang tidak terlalu tegas, dan menyerupai lesi

tumor paru, dikenal sebagai round pneumonia.

Bronkopneumonia, ditandai dengan gambaran difus merata pada kedua

paru, berupa bercak-bercak infiltrat yang dapat meluas hingga daerah

perifer paru, disertai dengan peningkatan corakan peribronkial.

A. PNEUMOCOCCAL B. STAPHYLOCOCCUS

2. Pemeriksaan laboratorium

a. Leukositosis

Hitung leukosit dapat membantu membedakan pneumoni viral dan bakterial.

Page 13: Bronkopneumonia CR

Infeksi virus leukosit normal atau meningkat (tidak melebihi

20.000/mm3dengan limfosit predominan)

bakteri leukosit meningkat 15.000-40.000 /mm3dengan neutrofil yang

predominan.

Kadar leukosit berdasarkan umur:

Anak umur 1 bulan : 5000 - 19500

Anak umur 1-3 tahun : 6000 - 17500

Anak umur 4-7 tahun : 5500 - 15500

Anak umur 8-13 tahun: 4500 - 13500

Pada hitung jenis leukosit terdapat pergeseranke kiri serta peningkatan

LED.

b. Analisa gas darah menunjukkan hipoksemia dan hipokarbia, pada stadium

lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik.

c. Isolasi mikroorganisme dari paru, cairan pleura atau darah bersifat invasif

sehingga tidak rutin dilakukan.

DIAGNOSIS

Diagnosis ditegakkan bila ditemukan 3 dari 5 gejala berikut :

1. Sesak nafas disertai dengan pernafasan cuping hidung dan tarikan dinding

dada

Kriteria takipneu menurut WHO :

Anak umur < 2bulan : ≥ 60 x/menit

Anak umur 2-11 bulan : ≥ 50 x/menit

Anak umur 1-5 tahun : ≥ 40 x/menit

Anak umur ≥ 5 tahun : ≥ 30 x/menit

2. Panas badan

3. Ronkhi basah sedang nyaring (crackles)

4. Foto thorax

Menunjukkan gambaran infiltrat difus

5. Leukositosis

Pedoman diagnosis dan tatalaksana sederhana berdasarkan WHO :

Page 14: Bronkopneumonia CR

Bayi berusia di bawah 2 bulan

• Pneumonia

Bila ada napas cepat (> 60 x/menit) atau sesak napas

Harus dirawat dan diberikan antibiotik

• Bukan pneumonia

Tidak ada napas cepat atau sesak napas

Tidak perlu dirawat, cukup diberikan pengobatan simptomatis

Bayi dan anak usia 2 bulan – 5 tahun

• Pneumonia sangat berat

Bila ada sesak napas, sianosis sentral dan tidak sanggup minum

Harus dirawat dan diberikan antibiotik

• Pneumonia berat

Bila ada sesak napas, tanpa sianosis, dan masih sanggup minum

Harus dirawat dan diberikan antibiotic

• Pneumonia ringan

Bila tidak ada sesak napas

Ada napas cepat dengan laju napas

Tidak perlu dirawat, diberikan antibiotik oral.

• Bukan pneumonia

Bila tidak ada napas cepat dan sesak napas

Tidak perlu dirawat dan antibiotik, hanya diberikan pengobatan

simptomatis.

Tanda bahaya pada anak usia 2 bulan – 5 tahun adalah tidak mau minum, kejang,

kesadaran menurun, stridor, dan gizi buruk.

Tanda bahaya untuk bayi usia < 2 bulan adalah malas minum, kejang, kesadaran

menurun, stridor, mengi, dan demam/badan terasa dingin.

DIAGNOSA BANDING

Diagnosis banding anak yang datang dengan keluhan batuk dan atau kesulitan

bernafas 9, yaitu :

DIAGNOSIS GEJALA YANG DITEMUKAN

Page 15: Bronkopneumonia CR

Bronkiolitis

episode pertama wheezing pada anak umur

< 2 tahun

hiperinflasi dinding dada

ekspirasi memanjang

gejala pada pneumonia juga dapat dijumpai

kurang atau tidak ada respon dengan

bronkodilator

Asma

riwayat wheezing berulang, kadang tidak

berhubungan dengan batuk dan pilek

hiperinflasi dinding dada

ekspirasi memanjang

berespon baik terhadap bronkodilator

Gagal jantung

peningkatan tekanan vena jugularis

denyut apeks bergeser kekiri

irama derap

bising jantung

crackles/ronki didaerah basal paru

pembesaran hati

Penyakit jantung bawaan

sulit makan atau menyusu

sianosis

bising jantung

pembesaran hati

Efusi / empyema

bila massif terdapat tanda pendorongan

organ intra toraks

pekak pada perkusi

Tuberculosis (TB)

riwayat kontak positif dengan pasien TB

dewasa

uji tuberculin positif (≥10 mm, pada

keadaan imunosupresi ≥ 5 mm)

pertumbuhan buruk/kurus atau berat badan

menurun

demam (≥ 2 minggu) tanpa sebaba yang

jelas

Page 16: Bronkopneumonia CR

batuk kronis (≥ 3 minggu)

pembengkakan kelenjar limfe leher, aksila,

inguinal yang spesifik. Pembengkakan

tulang/sendi punggung, panggul, lutut,

falang.

Pertusis

batuk paroksismal yang diikuti dengan

whoop, muntah, sianosis, atau apnu

bias tanpa demama

imunisasi DPT tidak ada atau tidak lengkap

klinis baik diantara episode batuk

Benda asing

riwayat tiba-tiba tersedak

stridor atau distress pernapasan tiba-tiba

wheeze atau suara pernapasan menurun

yang bersifat fokal

Pneumotoraks

awitan tiba-tiba

hipersonor pada perkusi disatu sisi dada

pergeseran mediastinum

Tabel 3. Diagnosis Banding Bronkhopneomoni

PENATALAKSANAAN

Sebelum memberikan obat ditentukan dahulu : Berat ringannya penyakit, riwayat

pengobatan sebelumnya dan respons terhadap pengobatan tersebut, adanya

penyakit yang mendasarinya.

Antibiotik awal (dalam 24-72 jam pertama) :

a. Neonatus dan bayi muda (< 2 bulan) :

- ampicillin + aminoglikosid (gentamisin)

- amoksisillin - asam klavulanat

- amoksisillin + aminoglikosid

- sefalosporin generasi ke-3

b. Bayi dan anak usia pra sekolah (2 bl-5 thn)

- beta laktam amoksisillin

- amoksisillin-amoksisillin klavulanat

Page 17: Bronkopneumonia CR

- golongan sefalosporin

- kotrimoksazol

- makrolid (eritromisin)

c. Anak usia sekolah (> 5 thn)

- amoksisillin/makrolid (eritromisin, klaritromisin,

azitromisin)

- tetrasiklin (pada anak usia > 8 tahun)

Karena dasar antibiotik awal di atas adalah coba-coba (trial and error) maka

harus dilaksanakan dengan pemantauan yang ketat, minimal tiap 24 jam sekali

sampai hari ketiga. Bila penyakit bertambah berat atau tidak menunjukkan

perbaikan yang nyata dalam 24-72 jam ganti dengan antibiotik lain yang lebih

tepat sesuai dengan kuman penyebab yang diduga (sebelumnya perlu diyakinkan

dulu ada tidaknya penyulit seperti empyema, abses paru yang menyebabkan

seolah-olah antibiotik tidak efektif)

Penderita imunodefisiensi atau ditemukan penyakit lain yang mendasari →

ampisilin + aminoglikosida (gentamisin), Hipersensitif dengan penisilin/ampisilin

: Eritromisin, sefalosporin (5-16% ada reaksi silang) atau linkomisin/klindamisin

Antibiotik selanjutnya ditentukan atas dasar pemantauan ketat terhadap respons

klinis dalam 24-72 jam pengobatan antibiotik awal Kalau penyakit menunjukkan

perbaikan → antibiotik diteruskan sampai dengan 3 hari klinis baik

(Pneumokokus biasanya cukup 5-7 hari, bayi < 2 bl biasanya 10-14 hari) Kalau

penyakit bertambah berat atau tidak menunjukkan perbaikan yang nyata dalam 72

jam → antibiotik awal dihentikan dan diganti dengan antibiotik lain yang lebih

tepat (sebelumnya perlu diyakinkan dulu tidak adanya penyulit seperti empiema,

abses, dll, yang menyebabkan seolah-olah antibiotik tidak efektif).

Antibiotik pengganti bergantung pada kuman penyebab

Pneumokokus : 3-16% sudah resisten dengan penisilin Diganti dengan

sefuroksim, sefotaksim, linkomisin atau vankomisin

H. influenzae : Diganti dengan sefuroksim, sefazolin, sefotaksim, eritromisin,

linkomisin atau klindamisin

S. aureus : Diganti dengan kloksasilin, dikloksasilin, flukloksasilin,

sefazolin, klindamisin atau linkomisin

Batang Gram (-) : Aminoglikosida (gentamisin, amikasin, dll)

Mikoplasma : Eritomisin, tetrasiklin (untuk anak > 8 th)

Page 18: Bronkopneumonia CR

Catatan : Gambaran klinis pneumonia dan dosis serta cara pemberian

antibiotik lihat tabel 34

Simtomatik (untuk panas badan dan batuk) Sebaiknya tidak diberikan terutama

pada 72 jam pertama, karena dapat mengacaukan interpretasi reaksi terhadap

antibiotik awal

Suportif O2 lembab 40% melalui kateter hidung diberikan sampai sesak nafas

hilang (analisis gas sampai dengan PaO2 ≥ 60 Torr)

Cairan, nutrisi dan kalori yang memadai : Melalui oral, intragastrik, atau infus.

Jenis cairan infus disesuaikan dengan keseimbangan elektrolit. Bila elektrolit

normal berikan larutan 1:4 (1 bagian NaCl fisiologis + 3 bagian dekstrosa 5%),

Asidosis (pH < 7,30) diatasi dengan bikarbonat i.v. Dosis awal : 0,5 x 0,3 x

defisit basa x BB (kg) → mEq, Dosis selanjutnya tergantung hasil pemeriksaan

pH dan kelebihan basa (base excess ) 4-6 jam setelah dosis awal. Apabila pH dan

kelebihan basa tidak dapat diperiksa, berikan bikarbonat i.v. = 0,5 x 2-3 mEq x

BB (kg) sebagai dosis awal, dosis selanjutnya tergantung gambaran klinis 6 jam

setelah dosis awal

Fisioterapi

OBAT CARA

PEMBERIAN

DOSIS FREK. (jam) INDIKASI

Gol. PENISILIN

Ampisilin

Amoksisilin

Tikarsilin

i.v., i.m.

p.o.

p.o.

i.v., i.m.

100-200

40-160

25-100

300-600

4-6

6

8

4-6

Pneumonia berat

disebabkan Gram

(+), Gram (-) ;

Bakteri anaerob

Fibrosis kistik

(kombinasi dengan

aminoglikosida)

Azlosilin

Neonatus <7 hr

Neonatus >7 hr

i.v. 300-600

50-150

200

4

12

4-8

Sama dengan

tikarsilin

Mezlosilin

Neonatus >2.000 g

Neonatus <2.000 g

i.v. 300

75

75

4

6-12

8-12

Sama dengan

tikarsilin

Page 19: Bronkopneumonia CR

Piperasilin i.v. 300 4 Sama dengan

tikarsilin

Oksasilin i.v. 150 4-6 Pneumonia, abses

paru, empiema,

trakeitis yang

disebabkan oleh S.

aureus

Kloksasilin i.v. 50-100 4-6

Dikloksasilin i.v. 25-80 4-6

GOL. SEFALOSPORIN

Sefalotin i.v. 75-150 6 Pneumonia oleh S.

aureus

(bila alergi penisilin)

Sefuroksim i.v. 100-150 6-8 Terapi awal infeksi

oleh

Sefotaksim

Seftriakson

i.v.

i.v., i.m.

50-200

50-100

6

12-24

patogen Gram (-) :

K. pneumoniae, E.

coli

Seftazidim i.v. 100-150 8 Diduga

Pseudomonas

aeruginosa

GOL. AMINOGLIKOSIDA

Gentamisin i.v., i.m. 5 8 Terapi inisial untuk

Pneumonia dan

abses paru karena

bakteri Gram (-)

Tobramisin i.v., i.m. 8-10 8

Amikasin i.v., i.m. 15-20 6-8 Patogen Gram (-)

resisten dengan

gentamisin dan

tobramisin

Netilmisin i.v. 4-6 12 Gram (-) yang

resisten terhadap

gentamisin

GOL. MAKROLID p.o. 30-50 6 M. pneumoniae, B.

Page 20: Bronkopneumonia CR

Eritromisin i.v. (infus

lambat)

40-70 6 pertussis, C.

diphtheriae, C.

trachomatis,

Legionella

pneumophila

Roksitromisin p.o. 5-8 12

Klaritromisin p.o. 2

Azitromisin p.o. 10 24

KLINDAMISIN i.v.

p.o.

15-40

10-30

6

6

S. aureus,

Streptokokus,

Pneumokokus yang

alergi penisilin dan

efalosporin Abses

paru karena bakteri

anaerob

KLORAMFENIKO

L

i.v. 75-100 6 Epiglotitis, abses

paru, pneumonia

Tabel 3. Dosis Harian Antibiotik untuk Pneumonia

KOMPLIKASI

Komplikasi biasanya sebagai hasil langsung dari penyebaran bakteri dalam

rongga thorax (seperti efusi pleura, empiema dan perikarditis) atau penyebaran

bakteremia dan hematologi. Meningitis, artritis supuratif, dan osteomielitis adalah

komplikasi yang jarang dari penyebaran infeksi hematologi.

PROGNOSIS

Sembuh total, mortalitas kurang dari 1 %, mortalitas bisa lebih tinggi

didapatkan pada anak-anak dengan keadaan malnutrisi energi-protein dan datang

terlambat untuk pengobatan.

Interaksi sinergis antara malnutrisi dan infeksi sudah lama diketahui. Infeksi

berat dapat memperjelek keadaan melalui asupan makanan dan peningkatan hilangnya

zat-zat gizi esensial tubuh. Sebaliknya malnutrisi ringan memberikan pengaruh

Page 21: Bronkopneumonia CR

negatif pada daya tahan tubuh terhadap infeksi. Kedua-duanya bekerja sinergis, maka

malnutrisi bersama-sama dengan infeksi memberi dampak negatif yang lebih besar

dibandingkan dengan dampak oleh faktor infeksi dan malnutrisi apabila berdiri

sendiri.

PENCEGAHAN

Penyakit bronkopneumonia dapat dicegah dengan menghindari kontak dengan

penderita atau mengobati secara dini penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan

terjadinya bronkopneumonia ini. Selain itu hal-hal yang dapat dilakukan adalah

dengan meningkatkan daya tahan tubuh kaita terhadap berbagai penyakit saluran

nafas seperti : cara hidup sehat, makan makanan bergizi dan teratur ,menjaga

kebersihan ,beristirahat yang cukup, rajin berolahraga, dll.

Melakukan vaksinasi juga diharapkan dapat mengurangi kemungkinan terinfeksi

antara lain:

Vaksinasi Pneumokokus

Vaksinasi H. Influenza diberikan pada anak sebelum anak sakit

Vaksinasi Varisela yang dianjurkan pada anak dengan daya tahan tubuh

rendah

Page 22: Bronkopneumonia CR

DAFTAR PUSTAKA

1. Garna, herry, dkk. 2005. Pedoman diagnosis dan terapi. Bandung : UNPAD

2. Hegar, badriul. 2010. Pedoman pelayanan medis. Jakarta : IDAI.

3. Latief, abdul, dkk. 2009. Pelayanan kesehetan anak di rumah sakit standar WHO. Jakarta : Depkes

4. Sastroasmoro, sudigdo, dkk. 2007. Panduan pelayanan medis dept. IKA. Jakarta : RSCM

5. Rahajoe, Nastini.N.2008.Buku Ajar Respirologi,Edisi 1.Jakarta : IDAI

6. Nelson .2000.Ilmu Kesehatan Anak, Edisi 15,Volume 2.Jakarta :EGC.