cor pulmonal

18
BAB I PENDAHULUAN Cor pulmonal didefinisikan sebagai perubahan dalam struktur dan fungsi dari ventrikel kanan yang disebabkan oleh adanya gangguan primer dari system pernapasan. Hipertensi pulmonal merupakan factor penghubung tersering antara disfungsi paru-paru dan jantung dalam cor pulmonal. Meskipun cor pulmonal seringkali berlangsung kronis dengan progress yang lambat, onset akut cor pulmonal dapat memburuk dengan komplikasi yang dapat mengancam jiwa. Cor pulmonal mempunyai insidensi sekitar 6-7 % dari seluruh kasus penyakit jantung dewasa di Amerika Serikat, dengan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) karena bronchitis kronis dan emfisema menjadi penyebab lebih dari 50% kasus cor pulmonale. Sebaliknya, cor pulmonale akut biasanya menjadi kelainan sekunder akibat adanya emboli paru massif. Tromboemboli paru akut adalah penyebab paling sering dari cor pulmonale akut yang mengancam jiwa pada orang dewasa. Terdapat sekitar 50.000 angka kematian di Amerika Serikat dalam setahun akibat emboli paru dan sekitar setengahnya terjadi dalam satu jam pertama akibat gagal jantung kanan. Secara global, insidensi cor pulmonale bervariasi antar tiap negara, tergantung pada prevalensi merokok, polusi udara, 1

Upload: ahmad-lani-andriana

Post on 24-Jul-2015

1.011 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Cor Pulmonal

BAB I

PENDAHULUAN

Cor pulmonal didefinisikan sebagai perubahan dalam struktur dan fungsi dari

ventrikel kanan yang disebabkan oleh adanya gangguan primer dari system pernapasan.

Hipertensi pulmonal merupakan factor penghubung tersering antara disfungsi paru-paru dan

jantung dalam cor pulmonal. Meskipun cor pulmonal seringkali berlangsung kronis dengan

progress yang lambat, onset akut cor pulmonal dapat memburuk dengan komplikasi yang

dapat mengancam jiwa.

Cor pulmonal mempunyai insidensi sekitar 6-7 % dari seluruh kasus penyakit

jantung dewasa di Amerika Serikat, dengan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) karena

bronchitis kronis dan emfisema menjadi penyebab lebih dari 50% kasus cor pulmonale.

Sebaliknya, cor pulmonale akut biasanya menjadi kelainan sekunder akibat adanya

emboli paru massif. Tromboemboli paru akut adalah penyebab paling sering dari cor

pulmonale akut yang mengancam jiwa pada orang dewasa. Terdapat sekitar 50.000 angka

kematian di Amerika Serikat dalam setahun akibat emboli paru dan sekitar setengahnya

terjadi dalam satu jam pertama akibat gagal jantung kanan.

Secara global, insidensi cor pulmonale bervariasi antar tiap negara, tergantung pada

prevalensi merokok, polusi udara, dan factor resiko lain untuk penyakit paru-paru yang

bervariasi.

1

Page 2: Cor Pulmonal

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi 1,2

Cor pulmonal didefinisikan sebagai perubahan dalam struktur dan fungsi dari

ventrikel kanan yang disebabkan oleh adanya gangguan primer dari system pernapasan.

Hipertensi pulmonal merupakan factor penghubung tersering antara disfungsi paru-paru dan

jantung dalam cor pulmonal. Kelainan pada ventrikel kanan yang disebabkan oleh adanya

kelainan utama pada ventrikel kiri tidak dianggap sebagai cor pulmonal, tetapi cor pulmonal

dapat berkembang dan menjadi penyebab berbagai proses penyakit pada kardiopulmonal.

Meskipun cor pulmonal seringkali berlangsung kronis dengan progress yang lambat, onset

akut cor pulmonal dapat memburuk dengan komplikasi yang dapat mengancam jiwa.

2. Epidemiologi 1,3

Meskipun prevalensi PPOK di Amerika Serikat terdapat sekitar 15 juta, prevalensi

yang tepat dari cor pulmonale sulit untuk ditentukan karena tidak terjadi pada semua kasus

PPOK, pemeriksaan fisik tidak sensitive untuk mendeteksi adanya hipertensi pulmonal.

Cor pulmonal mempunyai insidensi sekitar 6-7 % dari seluruh kasus penyakit

jantung dewasa di Amerika Serikat, dengan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) karena

bronchitis kronis dan emfisema menjadi penyebab lebih dari 50% kasus cor pulmonale.

Sebaliknya, cor pulmonale akut biasanya menjadi kelainan sekunder akibat adanya

emboli paru massif. Tromboemboli paru akut adalah penyebab paling sering dari cor

pulmonale akut yang mengancam jiwa pada orang dewasa. Terdapat sekitar 50.000 angka

kematian di Amerika Serikat dalam setahun akibat emboli paru dan sekitar setengahnya

terjadi dalam satu jam pertama akibat gagal jantung kanan.

Secara global, insidensi cor pulmonale bervariasi antar tiap negara, tergantung pada

prevalensi merokok, polusi udara, dan factor resiko lain untuk penyakit paru-paru yang

bervariasi.

2

Page 3: Cor Pulmonal

3. Etiologi dan Patogenesis 1,4

Cor pulmonale biasanya timbul kronis, namun terdapat 2 keadaan yang dapat

menyebabkan cor pulmonale akut, antara lain : emboli paru (lebih sering) dan sindrom

gangguan pernapasan akut (ARDS). Patofisiologi yang mendasari emboli paru dalam

menimbulkan cor pulmonale adalah adanya peningkatan mendadak resistensi pulmonal.

Dalam ARDS terdapat dua factor yang menyebabkan overload ventrikel kanan, yaitu proses

patologi dari sindrom itu sendiri dan adanya mekanisme ventilasi. Pada mekanisme

ventilasi, volume udara tidal yang semakin meninggi membutuhkan tekanan transpulmonal

yang lebih tinggi.

Dalam kasus cor pulmonale kronik pada umumnya terjadi hipertropi ventrikel kanan.

Dalam cor pulmonale akut dapat terjadi dilatasi ventrikel kanan. Dalam kasus ARDS, cor

pulmonale dapat berpotensi meningkatkan kemungkinan pergeseran shunt kanan ke kiri

melalui paten foramen ovale dan mempunyai prognosis yang lebih buruk.

Pelebaran atau hipertropi ventrikel kanan pada cor pulmonale kronis adalah efek

langsung dari kompensasi ventrikel akibat vasokonstriksi pulmonal kronis dan hipertensi

arteri pulmonalis yang menyebabkan peningkatan beban kerja ventrikel kanan. Ketika

ventrikel kanan tidak mampu lagi mengimbangi beban kerja melalui dilatasi atau hipertropi,

kegagalan ventrikel kanan dapat terjadi.

Beberapa mekanisme patofisiologis dapat menyebabkan hipertensi pulmonal yang

akan menyebabkan cor pulmonale, mekanisme tersebut antara lain :

1. Vasokonstriksi pulmonal akibat hipoksia alveolar atau asidemia darah, hal ini dapat

menyebabkan hipertensi pulmonal dan jika hipertensi pulmonal tersebut cukup parah

akan dapat menyebabkan cor pulmonale

2. Peningkatan viskositas darah yang menyebabkan kelainan pada darah seperti :

polisitemia vera, sickle cell disease, makroglobulinemia

3. Peningkatan aliran darah dalam vascular paru

4. Hipertensi pulmonal idiopatik primer

Mekanisme diatas dapat meningkatkan tekanan arteri pulmonalis.

Ventrikel kanan memiliki dinding yang lebih tipis dibandingkan ventrikel kiri yang

lebih memiliki fungsi sebagai pompa volume dibandingkan pompa tekanan. Ventrikel kanan

3

Page 4: Cor Pulmonal

memiliki fungsi yang lebih baik dalam preload dibandingkan dengan afterload. Dengan

adanya peningkatan afterload, ventrikel kanan akan meningkatkan tekanan sistolik untuk

menjaga gradient. Pada titik tertentu, peningkatan tekanan arteri pulmonal lebih lanjut

menyebabkan dilatasi ventrikel kanan yang signifikan.

Adanya penurunan output ventrikel kanan dengan penurunan diastolic ventrikel kiri

menyebabkan penurunan output ventrikel kiri. Penurunan output ventrikel kiri menyebabkan

penurunan tekan darah di aorta dan menyebakan menurunnya aliran darah pada arteri

koronaria termasuk arteri koronaria kanan yang menyuplai darah ke dinding ventrikel kanan.

Hal ini menjadi suatu lingkaran setan antara penurunan output ventrikel kiri dan ventrikel

kanan.

4. Gambaran Klinis 1,5

A. Gejala

Manifestasi klinis dari cor pulmonale biasanya tidak spesifik. Beberapa gejala

bisanya tidak terlalu tampak pada stadium awal penyakit ini.

Pasien dapat mengeluhkan kelelahan, denyut jantung yang cepat dan batuk. Nyeri

dada juga dapat terjadi dan mungkin juga karena iskemik ventrikel kanan. Beberapa gejala

neurologis juga dapat timbul akibat menurunnya curah jantung dan hipoksemia.

Hemoptisis dapat terjadi akibat adanya rupture arteri pulmonalis yang berdilatasi

maupun terjadi atherosclerosis.

Pada tahap lanjut, dapat terjadi kongestif hepar sekunder karena kegagalan ventrikel

kanan menyebabkan anoreksia, rasa tidak nyaman pada perut kanan atas, serta kekuningan.

Peningkatan tekanan arteri pulmonalis dapat menyebabkan peningkatan tekanan

vena perifer dan tekanan kapiler. Dengan adanya peningkatan gradient tekanan hidrostatik

mengakibatkan terjadinya transudasi cairan yang terakumulasi menjadi edema perifer.

Penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR) dan filtrasi natrium karena

hipoksemia memainkan peran penting dalam edema perifer pada pasien dengan cor

pulmonale dengan peningkatan tekanan atrium kanan.

4

Page 5: Cor Pulmonal

B. Tanda

Dari pemeriksaan fisik dapat mencerminkan penyakit paru yang mendasari

terjadinya cor pulmonal seperti hipertensi pulmonal, hipertropi ventrikel kanan, dan

kegagalan ventrikel kanan. Peningkatan diameter dada, sesak yang tampak dengan retraksi

dinding dada, distensi vena leher dan sianosis dapat terlihat.

Pada auskultasi, lapangan paru dapat terdengar wheezing maupun ronkhi. Suara

jantung dua yang terpisah dapat terdengar pada tahap awal. Bising ejeksi sistolik diatas area

arteri pulmonalis dapat terdengar pada tahap penyakit yang lebih lanjut bersamaan dengan

bising regugirtasi pulmonal diastolic.

Pada perkusi, suara hipersonor dapat menjadi tanda PPOK yang mendasari

timbulnya cor pulmonal, asites dapat timbul pada kasus yang berat.

5. Diagnosis 1

Pendekatan umum untuk mendiagnosa cor pulmonal dan untuk menyelidiki

etiologinya dimulai dengan pemeriksaan laboratorium rutin, radiografi dada dan

elektrokardiografi. Echocardiografi juga memberikan informasi yang penting tentang

penyakit dan etiologinya. Kateterisasi jantung kanan adalah pemeriksaan yang paling akurat

untuk mengkonfirmasi diagnosis cor pulmonale dan penyakit yang mendasarinya.

Pada pasien dengan cor pulmonale kronis, rontgen dada dapat menunjukkan

pembesaran pembuluh darah paru sentral. Hipertensi pulmonal harus dicurigai jika diameter

pembuluh arteri pulmonalis kanan lebih dari 16 mm dan arteri pulmonalis kiri lebih dari 18

mm. Pembesaran ventrikel kanan menyebabkan peningkatan diameter transversal dari

bayangan jantung ke kanan pada proyeksi posteroanterior dan mengisi ruang udara

restrosternal pada proyeksi lateral. Pada pemeriksaan dengan elektrokardiograph, tampak

adanya hipertropi ventrikel kanan.

6. Diagnosis Banding 1

Dalam mendiagnosa cor pulmonale, penting untuk mempertimbangkan kemungkinan

penyakit tromboemboli dan hipertensi pulmonal sebagai etiologi. Diagnosis banding lain

untuk cor pulmonale antara lain :

1. Gagal jantung kongestif

5

Page 6: Cor Pulmonal

2. Perikarditis konstriktif

3. Kardiomiopati infiltrative

4. Stenosis pulmonal

5. Gagal jantung kanan akibat infark ventrikel kanan

6. Gagal jantung kanan akibat penyakit jantung bawaan

7. Defek septum ventrikel

7. Penatalaksanaan 1,6

Terapi medis untuk cor pulmonale kronis umumnya difokuskan pada pengobatan

penyakit paru yang mendasari dan meningkatkan oksigenasi serta fungsi ventrikel kanan

dengan meningkatkan kontraktilitas ventrikel kanan dan mengurangi vasokonstriksi

pulmonal. Pada kasus cor pulmonale akut dilakukan terapi untuk menstabilkan

hemodinamika pasien. Pada cor pulmonale akut dengan gagal ventrikel kanan meliputi

pemberian cairan dan vasokonstriktor untuk mempertahankan tekanan darah yang cukup.

Untuk tromboemboli paru yang berat pertimbangkan pemberian antikoagulasi, agen

trombolitik dan embolectomy terutama jika kolaps sirkulasi tidak dapat dicegah. Juga

pertimbangkan pemberian bronkodilator dan pengobatan infeksi pada pasien dengan

penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), dan agen steroid ataupun imunosupresant pada

penyakit infiltratif dan fibrosis paru.

Terapi oksigen, diuretic, vasodilator dan antikoagulasi merupakan modalitas berbeda

yang dapat digunakan pada terapi jangka panjang cor pulmonale kronik. Terapi oksigen

sangat penting pada pasien dengan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) yang

mendasarinya. Pada cor pulmonale, tekanan parsial oksigen (PaO2) cenderung berada

dibawah 55 mmHg dan menurun lebih lanjut pada saat beraktivitas ataupun tidur. Terapi

oksigen dapat mengurangi vasokonstriksi pulmonal akibat hipoksia yang kemudian dapat

meningkatkan curah jantung, meredakan hipoksemia jaringan dan meningkatkan perfusi

ginjal. Pada suatu penelitian dengan percobaan terapi oksigen nocturnal secara acak

menunjukkan bahwa terapi oksigen dengan aliran rendah yang terus menerus untuk pasien

dengan PPOK berat memberikan penurunan angka kematian yang signifikan.

Secara umum pada pasien dengan PPOK terapi oksigen jangka panjang dianjurkan

ketika PaO2 kurang dari 55 mmHg atau saturasi O2 kurang dari 88%. Namun, pada kasus

6

Page 7: Cor Pulmonal

cor pulmonale dengan gangguan fungsi mental maupun fungsi kognitif, terapi oksigen dapat

dilakukan meskipun PaO2 lebih dari 55 mmHg atau saturasi O2 lebih dari 88%.

Diuretik dapat digunakan untuk mengurangi peningkatan volume pengisian ventrikel

kanan pada pasien dengan cor pulmonale kronik. Agen ini dapat meningkatkan fungsi kedua

ventrikel kanan dan kiri. Namun, diuretic dapat menimbulkan efek yang merugikan

hemodinamik jika tidak digunkan secara hati-hati. Deplesi volume yang berlebihan dapat

menyebabkan penurunan curah jantung.

Calsium channel blockers dapat digunakan sebagai vasodilator arteri pulmonalis

yang telah terbukti keampuhannya dalam pengobatan jangka panjang cor pulmonale kronis

yang diakibatkan oleh hipertensi arteri pulmonalis. Glikosida jantung seperti digitalis dapat

digunakan pada gagal ventrikel kanan karena dapat meningkatkan fungsi ventrikel kanan

namun harus digunankan secara hati-hati dan dihindari selama episode akut cor pulmonale.

Indikasi utama pemberian antikoagulan oral dalam pengobatan cor pulmonale adalah adanya

tromboemboli yang mendasari ataupun adanya hipertensi arteri pulmonal primer.

Methilxanthin seperti teofilin dapat digunakan sebagai pengobatan tambahan untuk cor

pulmonale kronis dengan penyakit paru obstruktif kronis (PPOK). Selain efek bronkodilator

methilxanthine dapat meningkatkan kontraktilitas miokard dan menyebabkan efek

vasodilatasi ringan pada paru. Teofilin memiliki efek inotropik lemah, dengan demikian

dapat meningkatkan ejeksi ventrikel kanan dan kiri. Teofilin dosis rendah disarankan untuk

mendapatkan efek antiinflamasi yang membantu untuk mengontrol penyakit paru yang

mendasari seperti penyakit paru obstruktif kronik (PPOK).

Agonis beta selektif memiliki keuntungan tambahan sebagai bronkodilator dan efek

mukosiliar. Epoprostenol, treprostinil, dan iloprost adalah analog prostasiklin dan memiliki

efek vasodilator yang kuat. Epoprostenol dan treprostinil diberikan secara intravena dan

iloprost sebagai inhaler. Bosentan yang merupakan antagonis reseptor endotelin-A dan

endotelin-B diindikasikan untuk hipertensi arteri pulmonalis termasuk hipertensi pulmonal

primer. Dalam uji klinis, bosentan meningkatkan kapasitas, penurunan laju kerusakan klinis,

dan peningkatan hemodinamika. Sildenafil merupakan inhibitor PDE5 telah dipelajari secara

intensif dan telah disetujui untuk pengobatan hipertensi pulmonal. Sildenafil secara selektif

dapat merelaksasikan otot polos pembuluh darah vascular paru. Warfarin merupakan

antikoagulan yang dianjurkan pada pasien dengan resiko tinggi tromboemboli. Peran

7

Page 8: Cor Pulmonal

menguntungkan dari penggunaan antikoagulan dalam mengurangi gejala dan angka

kematian pada pasien telah dibuktikan dalam beberapa penelitian.

8. Komplikasi 1

Komplikasi cor pulmonale termasuk sinkop, hipoksia, edema bahkan kematian.

9. Prognosis 1,11

Prognosis cor pulmonale bergantung pada patologi yang mendasarinya.

Perkembangan cor pulmonale sebagai hasil dari penyakit paru primer biasanya mempunyai

prognosis yang lebih buruk. Sebagai contoh, pasien dengan penyakit paru obstruktif kronik

(PPOK) yang berkembang menjadi cor pulmonale memiliki kesempatan 30% untuk

bertahan hidup 5 tahun, namun apakah cor pulmonale memiliki nilai prognostic yang

independen atau hanya mencerminkan tingkat keparahan yang mendasari PPOK tersebut

atau penyakit paru lainnya masih belum jelas. Prognosis pada kasus akut karena emboli paru

berat ataupun sindrom gangguan pernapasan akut belum pernah terbukti bergantung pada

ada atau tidaknya cor pulmonale, namun dalam satu penelitian menunjukkan bahwa pada

kasus emboli paru, kor pulmonal dapat menjadi prediktor kematian di rumah sakit. Para

peneliti telah mengumpulkan data demografi, komorbiditas, dan data manifestasi klinis pada

582 pasien rawat inap pada unit gawat darurat maupun unit perawatan intensif dan

didiagnosa menderita emboli paru. Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa pada pasien

emboli paru dengan hemodinamik yang stabil factor-faktor berikut dapat menjadi predictor

independen kematian di rumah sakit, yaitu :

1. Usia yang lebih tua dari 65 tahun

2. Istirahat total selama lebih dari 72 jam

3. Menderita cor pulmonale kronis

4. Sinus takikardia

5. Takipneu

8

Page 9: Cor Pulmonal

BAB III

KESIMPULAN

Cor pulmonal didefinisikan sebagai perubahan dalam struktur dan fungsi dari

ventrikel kanan yang disebabkan oleh adanya gangguan primer dari system pernapasan.

Hipertensi pulmonal merupakan factor penghubung tersering antara disfungsi paru-paru dan

jantung dalam cor pulmonal. Terapi oksigen dapat meningkatkan hemodinamik paru,

kinerja ventrikel dan kelangsungan hidup pada pasien PPOK hipoksia dengan cor

pulmonale. Beta-2 agonis dan teofilin memiliki fungsi sebagai bronkodilator dan

mempunyai efek yang menguntungkan pada kinerja ventrikel kanan dan

hemodinamik sirkulasi paru. Vasodilator dapat dipertimbangkan bila terapi konvensional

seperti oksigen dan bronkodilator telah gagal untuk membalikkan

atau menghentikan perkembangan hipertensi arteri pulmonalis. Namun, vasodilator dapat

menghasilkan hipotensi sistemik sehingga menyebabkan kekacauan pertukaran gas dan

dapat kembali terjadi vasokonstriksi pulmonal hipoksia.

9

Page 10: Cor Pulmonal

DAFTAR PUSTAKA

1. Sovari AA. Cor Pulmonale: Overview of Cor Pulmonale Management. Medscape. 2011.

Available at http://emedicine.medscape.com/article/154062-overview#showall

2. Weitzenblum E, Chaouat A. Cor Pulmonale. Medscape. 2009;6(3): 177-185. Available

at http://www.medscape.com/medline/abstract/19643833

3. Han MK et all. Pulmonary disease and the heart. Medscape. 2007;116(25): 2992-3005.

Available at http://www.medscape.com/medline/abstract/18086941

4. Mekontso DA et all. Prevalence and prognosis of shunting across patent foramen ovale

during acute respiratory distress syndrome. Medscape. 2010;38(9): 1786-1792.

Available at http://www.medscape.com/medline/abstract/20601861

5. Fedullo PF et all. Chronic thromboembolic pulmonary hypertension. Medscape.

2001;345(20): 1465-1472. Available at

http://www.medscape.com/medline/abstract/11794196

6. Anderson JR, Nawarskas JJ. Pharmacotheurapetic management of pulmonary arterial

hypertension. Medscape. 2010;18(3): 148-162. Available at

http://www.medscape.com/medline/abstract/20395700

7. Singh TP et all. A randomized, placebo-controlled, double-blind, crossover study to

evaluate the efficacy of oral sildenafil therapy in severe pulmonary artery hypertension.

Medscape. 2006;151(4): 851. Available at

http://www.medscape.com/medline/abstract/16569546

8. Hoeper MM. Drug treatment of pulmonary arterial hypertension : current and future

agents. Medscape. 2005;65(10): 1337-1354. Available at

http://www.medscape.com/medline/abstract/15977967

9. Hanania NA et all. Tratments for COPD. Medscape. 2005;99. Available at

http://www.medscape.com/medline/abstract/16239101

10. Sitbon O et all. Long term response to calcium channel blockers in idhiopathic

pulmonary arterial hipetension. Medscape. 2005;111(23): 3105-3111. Available at

http://www.medscape.com/medline/abstract/15939821

10

Page 11: Cor Pulmonal

11. Volschan A et all. Predictors of hospital mortality in hemodynamically stable patients

with pulmonary embolism. Medscape. 2009;93(2): 135-140. Available at

http://www.medscape.com/medline/abstract/19838490

11