case tetraparese

45
Laporan kasus 1 TETRAPARESE Oleh : MINI OKTAVIANI 08101017 Pembimbing : dr. Elvina Zuhir, Sp.S KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

Upload: minni

Post on 14-Dec-2015

74 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

Case tetraparese

TRANSCRIPT

Laporan kasus 1

TETRAPARESE

Oleh :

MINI OKTAVIANI

08101017

Pembimbing :

dr. Elvina Zuhir, Sp.S

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR

BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

UNIVERSITAS ABDURRAB

RSUD BANGKINANG

2015

BAB 1

PENDAHULUAN

Tetraparese merupakan kelumpuhan atau kelemahan yang dapat

menyebabkan hilangnya atau berkurangnya sebagian fungsi motorik pada

keempat anggota gerak. Hal ini diakibatkan oleh adanya kerusakan yang diketahui

karena adanya lesi pada keempat anggota gerak, yakni lengan dan tungkai.1

Pusat Data Nasional Cedera Medula Spinalis (The National SpinalCord

Injury Data Research Centre) memperkirakan ada 10.000 kasus baru cedera

medula spinalis setiap tahunnya di Amerika Serikat. Angka insidensi paralisis

komplet akibat kecelakaan diperkirakan 20 per 100.000 penduduk, dengan angka

tetraparese 200.000 per tahunnya.2

Pada tetraparese terjadi kelumpuhan pada keempat anggota gerak tetapi

pada beberapa kasus tungkai dan lengan masih dapat digunakan atau jari-jari

tangan tidak dapat memegang kuat suatu benda tetapi jari-jari tersebut masih bisa

digerakkan, atau tidak bisa menggerakkan tangan tetapi lengannya masih bisa

digerakkan. Hal ini semua tergantung dari luas tidaknya kerusakan.2

2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. DEFINISI

Parese adalah suatu kondisi yang ditandai oleh berkurangnya fungsi

motorik pada suatu bagian tubuh akibat lesi pada mekanisme saraf atau otot.

Kelemahan merupakan hilangnya sebagian fungsi otot pada satu atau lebih

kelompok otot yang dapat menyebabkan gangguan mobilitas bagian yang terkena.

Sedangkan Tetraparese adalah kelumpuhan atau kelemahan yang menyebabkan

hilangnya sebagian fungsi motorik pada keempat anggota gerak. Hal ini

diakibatkan oleh adanya kerusakan otak, kerusakan tulang belakang pada tingkat

tertinggi (khususnya pada vertebra servikalis), kerusakan sistem saraf perifer,

kerusakan neuromuscular atau penyakit otot. Penyebab khas pada kerusakan ini

adalah trauma (seperti tabrakan mobil, jatuh atau sport injury) atau karena

penyakit (seperti mielitis transversal, polio, atau spina bifida).2

Parese pada anggota gerak dibagi menjadi 4 macam, yaitu :

Monoparese adalah kelemahan pada satu ekstremitas

Paraparese adalah kelemahan pada kedua ekstremitas bawah.

Hemiparese adalah kelemahan pada satu sisi tubuh yaitu satu ekstremitas

atas dan satu ekstremitas bawah pada sisi yang sama.

Tetraparese adalah kelemahan pada keempat anggota ekstremitas.2,3

2. EPIDEMIOLOGI

Tetraparese salah satunya disebabkan karena adanya cedera pada medula

spinalis. Menurut Pusat Data Nasional Cedera Medula Spinalis (The National

Spinal Cord Injury Data Research Centre) memperkirakan ada 10.000 kasus baru

cedera medula spinalis setiap tahunnya di Amerika Serikat. Angka insidensi

paralisis komplet akibat kecelakaan diperkirakan 20 per 100.000 penduduk,

dengan angka tetraparese 200.000 per tahunnya. Kecelakaan kendaraan bermotor

merupakan penyebab utama cedera medula spinalis.2

Cedera medula spinalis dapat dibagi menjadi komplet dan inkomplet

berdasarkan ada atau tidaknya fungsi yang dipertahankan di bawah lesi.

3

Pembagian ini penting untuk meramalkan prognosis dan penanganan

selanjutnya.3.4

3. ETIOLOGI

Berikut ini adalah penyebab umum dari tetraparase, yaitu :

- Trauma dengan lesi komplit atau inkomplit

- Infeksi seperti Guillain-Barre Syndrome, acute myelitis, polymielitis

- Kompresi spinal cord

- Gangguan metabolisme tubuh.

4. KLASIFIKASI

Tetraparese dapat disebabkan oleh karena kerusakan Upper Motor Neuron

(UMN) atau kerusakan Lower Motor Neuron (LMN). Kelumpuhan atau

kelemahan yang terjadi pada kerusakan Upper Motor Neuron (UMN) disebabkan

karena adanya lesi di medula spinalis. Kerusakan terjadi karena tekanan dari

vertebra atau diskus intervetebralis. Hal ini berbeda dengan lesi pada LMN yang

berpengaruh pada serabut saraf yang berjalan dari anterior medula spinalis sampai

ke otot.4

Pembagian tetraparese berdasarkan kerusakan topisnya, yaitu :

a. Tetraparese spastik

Tetraparese spastik terjadi karena kerusakan yang mengenai upper motor

neuron (UMN), sehingga menyebabkan peningkatan tonus otot atau hipertoni.

b. Tetraparese flaksid

Tetraparese flaksid terjadi karena kerusakan yang mengenai lower motor

neuron (LMN), sehingga menyebabkan penurunan tonus atot atau hipotoni.

5. FISIOLOGI SISTEM SARAF

A. Anatomi Vertebra

Tulang belakang atau vertebra adalah tulang tidak beraturan yang

membentuk punggung yang mudah digerakkan. Terdapat 33 tulang vertebra pada

manusia yakni 7 tulang cervical, 12 tulang thorax (thoraks atau dada), 5 tulang

lumbal, 5 tulang sacral, dan 4 tulang membentuk tulang ekor (coccyx). Vertebra

4

terdiri atas dua bagian yakni bagian anterior yang terdiri dari badan tulang atau

corpus vertebrae, dan bagian posterior yang terdiri dari arcus vertebrae.2

Gambar 1. Tulang belakang

Medula spinalis mulai dari akhir medulla oblongata di foramen magnum

sampai konus medullaris di Tulang Belakang L1-L2. Medulla Spinalis berlanjut

menjadi Kauda Equina (di Bokong). Medula spinalis diperdarahi oleh 2 susunan

arteri yaitu arteri spinalis dan arteri radikularis. Arteri spinalis dibagi menjadi

arteri spinalis anterior dan posterior yang berasal dari arteri vertebralis, sedangkan

arteri radikularis dibagi menjadi arteri radikularis posterior dan anterior yang

dikenal juga ramus vertebromedularis arteria interkostalis. Medula Spinalis

disuplai oleh arteri spinalis anterior dan arteri spinalis posterior. Nervus spinalis

yang berasal dari medula spinalis melewati suatu lubang di vertebra yang disebut

foramen dan membawa informasi dari medula spinalis sampai ke bagian tubuh

dan dari tubuh ke otak.2

5

B. Fisiologi Sistem Saraf

Susunan neuromuskular terdiri dari Upper motor neuron (UMN) dan lower

motor neuron (LMN). Upper motor neurons (UMN) merupakan kumpulan saraf-

saraf motorik yang menyalurkan impuls dan area motorik di korteks motorik

cerebrum sampai inti-inti motorik di saraf kranial di batang otak sampai cornu

anterior medulla spinalis. Berdasarkan perbedaan anatomik dan fisiologik

kelompok UMN dibagi dalam susunan piramidal dan susunan ekstrapiramidal.

Susunan piramidal terdiri dari traktus kortikospinal dan traktus kortikobulbar.

Traktus kortikobulbar fungsinya untuk gerakan-gerakan otot kepala dan leher,

sedangkan traktus kortikospinal fungsinya untuk gerakan-gerakan otot tubuh dan

anggota gerak. Sedangkan lower motor neuron (LMN), yang merupakan

kumpulan saraf-saraf motorik yang berasal dari cornu anterior medulla spinalis

sampai ke efektor dilanjutkan ke berbagai otot dalam tubuh.2

6

Dari otak medula spinalis turun ke bawah kira-kira setinggi L1-L2 dan

dilindungi oleh cairan jernih yaitu cairan serebrospinal. Medula spinalis terdiri

dari berjuta-juta saraf yang mentransmisikan informasi elektrik dari dan ke

ekstremitas, badan, oragan-organ tubuh dan kembali ke otak. Otak dan medula

spinalis merupakan sistem saraf pusat dan yang menghubungkan saraf-saraf

medula spinalis ke tubuh adalah sistem saraf perifer. Medula spinalis terdiri atas

traktus ascenden (yang membawa informasi di tubuh menuju ke otak seperti

rangsang raba, suhu, nyeri dan gerak posisi) dan traktus descenden (yang

membawa informasi dari otak ke anggota gerak dan mengontrol fungsi tubuh).2

Motorneuron dengan aksonnya merupakan satu-satunya saluran bagi

impuls motorik yang dapat menggerakkan serabut otot. Bilamana terjadi

kerusakan pada motorneuron, maka serabut otot yang tergabung dalam unit

motoriknya tidak dapat berkontraksi, meskipun impuls motorik masih dapat

disampaikan oleh sistem pyramidal dan ekstrapiramidal kepada tujuannya.2

Upper Motor Neuron

UMN dibagi menjadi 2 sistem, yaitu:

1. Sistem Piramidal

- Serabut-serabut eferen berupa akson-akson neuron di girus precentralis

turun ke neuron-neuron yang menyusun inti saraf otak motorik, terbagi

menjadi 2 :

Di brain stem melalui traktus kortikobulbaris yang berfungsi untuk gerakan

otot-otot kepala serta leher.

Di kornu anterior medula spinalis melalui traktus kortikospinalis

mempersarafi sel-sel motorik batang otak secara bilateral, kecuali nervus VII

dan XII yang berfungsi untuk menyalurkan impuls motorik untuk gerakan-

gerakan tangkas otot-otot tubuh dan anggota gerak.

Kelainan traktus piramidalis setinggi :

Hemisfer : Hemiparese tipikal (gangguan ekstremitas sesisi dengan nervus

cranialis dan kontralateral terhadap lesi).

7

Batang otak : Hemiparesis alternans (gangguan ekstremitas kontralateral

terhadap lesi dan nervus cranialisnya).

Medulla spinalis : Tetraparese atau paraparese

2. Sistem Ekstrapiramidal

Dimulai dari serebral korteks, basal ganglia, subkortikal nukleus secara

tidak langsung ke spinal cord. Inti-inti yang menyusun ekstrapiramidal antara lain:

1. Korteks motorik tambahan (area 4s, 6, 8).

2. Ganglia basalis (Nucleus kaudatus, Putamen, Globus pallidus, substansia

nigra), Korpus subtalamikum (Luysii), Nucleus ventrolateralis Talami.

3. Nucleus ruber & substansia retikularis batang otak.

4. Cerebellum

Berfungsi untuk gerak otot dasar dan pembagian tonus secara harmonis,

mengendalikan aktifitas piramidal. Gangguan pada ekstrapiramidal seperti

kekakuan, rigiditas, ataksia, tremor, balismus, khorea, atetose.

Lower Motor Neuron

Merupakan neuron-neuron yang menyalurkan impuls motorik dari cornu

anterior medulla spinalis ke sel otot. Tiap motorneuron menjulurkan 1 akson yang

bercabang-cabang dan tiap cabangnya menpersarafi serabut otot. Otot untuk

gerakan tangkas terdiri dari banyak unit motorik yang kecil-kecil, sedangkan otot

untuk gerakan sederhana terdiri dari kesatuan motorik besar berjumlah sedikit.

Pola impuls motoric dari lintasan pyramidal menyalurkan impuls ke

system output striatal extrapiramidal, fungsinya untuk menghambat α-γ-

motoneuron. Bila hubungan antara UMN dan LMN diputus, motoneuron masih

bisa menggerakkan otot, akan tetapi gerakannya tidak sesuai dan cenderung

reflektorik. Namun bila motoneuronnya yang rusak, impuls tetap disampaikan,

namun otot yang terhubungan tidak bisa digerakkan sehingga menimbulkan atrofi

otot

8

C. Gangguan Medulla Spinalis Cedera Traumatik Terjadi ketika benturan fisik eksternal seperti yang diakibatkan oleh

kecelakaan, jatuh atau kekerasan yang dapat merusak medula spinalis. Cord Injury Medicine, cedera medula spinalis traumatik mencakup fraktur,

dislokasi dan kontusio dari kolum vertebra.

Cedera Non Traumatik Terjadi akibat penyakit, infeksi atau tumor mengakibatkan kerusakan pada

medula spinalis. Faktor penyebab dari cedera medula spinalis mencakup penyakit motor

neuron, myelopati spondilotik, penyakit infeksius dan inflamatori, penyakit neoplastik, penyakit vaskuler, kondisi toksik dan metabolik dan gangguan kongenital dan perkembangan.

9

6. PATOGENESIS

Tetraparese dapat disebabkan karena kerusakan Upper Motor Neuron

(UMN) atau kerusakan Lower Motor Neuron (LMN). Kelumpuhan atau

kelemahan yang terjadi pada kerusakan Upper Motor Neuron (UMN) disebabkan

karena adanya lesi di medula spinalis. Kerusakannya bisa dalam bentuk jaringan

scar, atau kerusakan karena tekanan dari vertebra atau diskus intervetebralis. Hal

ini berbeda dengan lesi pada LMN yang berpengaruh pada serabut saraf yang

berjalan dari cornu anterior medula spinalis sampai ke otot.

Pada columna vertebralis terdapat nervus spinalis, yaitu nervus servikal,

thorakal, lumbal, dan sacral. Kelumpuhan berpengaruh pada nervus spinalis dari

servikal dan lumbosakral yang dapat menyebabkan kelemahan atau kelumpuhan

pada keempat anggota gerak. Ada dua tipe lesi, yaitu lesi komplit dan inkomplit.

Lesi komplit dapat menyebabkan kehilangan kontrol otot dan sensorik secara total

dari bagian dibawah lesi, sedangkan lesi inkomplit mungkin hanya terjadi

kelumpuhan otot ringan (parese) dan atau mungkin kerusakan sensorik. Lesi pada

UMN dapat menyebabkan parese spastic sedangkan lesi pada LMN menyebabkan

parese flacsid.

a. Lesi di Upper Motor Neuron

Tiap lesi di medula spinalis yang merusak daerah jaras kortikospinal

lateral menimbulkan kelumpuhan Upper Motor Neuron (UMN) pada otot-otot

bagian tubuh yang terletak di bawah tingkat lesi. Lesi transversal medula spinalis

pada tingkat servikal, misalnya C5 mengakibatkan kelumpuhan Upper Motor

Neuron (UMN) pada otot-otot tubuh yang berada dibawah C5, yaitu sebagian

otot-otot kedua lengan yang berasal yang berasal dari C.6 sampai C.8, lalu otot-

otot thoraks dan abdomen serta otot kedua tungkai yang mengakibatkan

kelumpuhan parsial dan defisit neurologi yang tidak masif di seluruh tubuh. Lesi

yang terletak di medula spinalis tersebut maka akan menyebabkan kelemahan atau

kelumpuhan keempat anggota gerak yang disebut tetraparese spastic.

10

b. Lesi di Lower Motor Neuron

Lesi transversal yang merusak segmen C5 ke bawah itu tidak hanya

memutuskan jaras kortikospinal lateral, melainkan ikut memotong segenap

lintasan asendens dan desendens lain. Disamping itu kelompok motoneuron yang

berada didalam segmen C5 kebawah ikut rusak. Ini berarti bahwa pada tingkat lesi

kelumpuhan itu bersifat Lower Motor Neuron (LMN) dan dibawah tingkat lesi

bersifat Upper Motor Neuron (UMN).

Motoneuron-motoneuron di kornu anterior dapat mengalami gangguan

secara selektif atau terlibat dalam satu lesi bersama dengan bangunan

disekitarnya, sehingga dikenal sindrom lesi di kornu anterius, sindrom lesi yang

selektif merusak motoneuron dan jaras kortikospinal, sindrom lesi yang merusak

motoneuron dan funikulus anterolateralis dan sindrom lesi di substantia grisea

sentralis. Lesi ini biasanya disebabkan karena adanya infeksi, misalnya

poliomielitis. Pada umumnya motoneuron-motoneuron yang rusak didaerah

servikal dan lumbalis sehingga kelumpuhan LMN adalah anggota gerak. Pada

umumnya bermula dibagian distal tungkai kemudian bergerak ke bagian

proksimalnya. Kelumpuhannya meluas ke bagian tubuh atas, terutama otot-otot

kedua lengan. Kelainan fungsional sistem saraf tepi dapat disebabkan kelainan

pada saraf di sumsum tulang belakang atau kelainan sepanjang saraf tepi sendiri.

Salah satu penyakit dengan lesi utama pada neuron saraf perifer adalah

polineuropati.

Lesi di otot dapat berupa kerusakan struktural pada serabut otot atau

selnya yang disebabkan infeksi. Karena serabut otot rusak, kontraktilitasnya

hilang dan otot tidak dapat melakukan tugasnya. Penyakit di otot bisa berupa

miopati dan distrofi, dapat menyebabkan kelemahan di keempat anggota gerak

biasanya bagian proksimal lebih lemah dibanding distalnya. Ketika kelemahan

otot menjadi nyata, terdapat pembengkakan dan nekrosis-nekrosis serabut otot.

Kelemahan otot (atrofi otot) dapat kita jumpai pada beberapa penyakit.

11

Tetraparese dapat dijumpai pada beberapa keadaan

a. Penyakit infeksi

- Mielitis transversa

Dapat menyebabkan satu sampai dua segmen medula spinalis yang rusak

sekaligus. Istilah mielitis tidak hanya digunakan jika medula spinalis mengalami

peradangan, namun juga jika lesinya mengalami peradangan dan disebabkan oleh

proses patologik yang mempunyai hubungan dengan infeksi. Serabut-serabut

asenden dan desenden panjang dapat terputus oleh salah satu lesi yang tersebar

luas, sehingga dapat menimbulkan kelumpuhan parsial dan defisit sensorik yang

tidak masif di seluruh tubuh atau yang dikenal dengan istilah tetraparese.

- Poliomielitis

Merupakan peradangan pada daerah medula spinalis yang mengenai

substantia grisea. Jika lesi mengenai medula spinalis setinggi servikal atas maka

dapat menyebabkan kelemahan pada anggota gerak atas dan bawah.

b. Polineuropati

Merupakan kelainan fungsi yang berkesinambungan pada beberapa saraf

perifer di seluruh tubuh. Kekurangan gizi dan kelainan metabolik juga bisa

menyebabkan polineuropati. Kekurangan vitamin B bisa mengenai saraf perifer

di seluruh tubuh, penyakit yang bisa menyebabkan polineuropati kronik

(menahun) adalah diabetes, gagal ginjal dan kekurangan gizi (malnutrisi) yang

berat. Polineuropati kronik cenderung berkembang secara lambat (sampai

beberapa bulan atau tahun).

Kelainan pada saraf perifer dijumpai sebagai berikut : tiga sampai empat

hari pertama pembengkakan dan menjadi irreguler dari selubung myelin. Hari ke

lima terjadi desintegrasi myelin dan pembengkakan aksis silinder. Pada hari ke

sembilan timbul limfosit, hari ke sebelas timbul fagosit dan pada hari ketiga belas

proliferasi Schwan sel. Kesemutan, mati rasa, nyeri terbakar dan ketidakmampuan

untuk merasakan getaran atau posisi lengan, tungkai dan sendi merupakan gejala

utama dari polineuropati kronik. Nyeri seringkali bertambah buruk di malam hari

dan bisa timbul jika menyentuh daerah yang peka atau karena perubahan suhu.

Ketidakmampuan untuk merasakan posisi sendi menyebabkan ketidakstabilan

12

ketika berdiri dan berjalan. Pada akhirnya akan terjadi kelemahan otot dan atrofi

(penyusutan otot). Kelumpuhan biasanya timbul sesudah tidak ada panas,

kelumpuhan otot biasanya bilateral dan simetris dengan tipe "lower motor

neuron” dengan penyebaran kelumpuhan yang bersifat ascending yaitu mulai dari

ekstrimitas bawah yang menjalar ke ekstrimitas atas, tetapi bisa pula descending

yaitu mulai dari ekstrimitas atas yang turun ke ekstrimitas bawah.

c. Sindrom Guillain Barre (SGB)

Adalah suatu kelainan sistem saraf akut dan difus yang mengenai radiks

spinalis dan saraf perifer, dan kadang-kadang juga saraf kranialis, yang biasanya

timbul setelah suatu infeksi. Manifestasi klinis utama dari SGB adalah suatu

kelumpuhan yang simetris tipe lower motor neuron dari otot-otot ekstremitas.

Manifestasi klinis utama adalah kelumpuhan otot-otot ekstremitas tipe

lower motor neuron. Pada sebagian besar penderita kelumpuhan dimulai dari

kedua ekstremitas bawah kemudian menyebar secara asenden ke badan, anggota

gerak atas dan saraf kranialis. Kadang-kadang juga bisa keempat anggota gerak

dikenai secara serentak, kemudian menyebar ke badan dan saraf kranialis.

Kelumpuhan otot-otot ini simetris dan diikuti oleh hiporefleksia atau

arefleksia. Biasanya derajat kelumpuhan otot-otot bagian proksimal lebih berat

dari bagian distal, tapi dapat juga sama beratnya, atau bagian distal lebih berat

dari bagian proksimal.

d. Miastenia Grafis

Miastenia grafis adalah penyakit neuromuskular yang menyebabkan otot

skelet menjadi lemah dan mudah lelah. Kelelahan atau kelemahan ini disebabkan

karena sirkulasi antibodi yang memblok acetylcholine receptors pada post sinaptik

neuromuscular junction, stimulasi penghambatan ini berpengaruh pada.

neurotransmiter asetilkolin. Manifestasi klinisnya dapat berupa kelemahan pada

otot yang mengatur pergerakan mata, kelemahan otot pada lengan dan tungkai,

perubahan ekspresi wajah, disfagia, dan disartria .

13

e. Amyotrophic Lateral Sclerosis (ALS)

Penyakit Amyotrophic Lateral Sclerosis (ALS) adalah suatu kelainan yang

progresif dari sistem saraf yang banyak terjadi pada orang dewasa dengan

penyakit motoneuron. Kondisi tersebut menyebabkan degenerasi saraf motorik

bagian atas (brain) dan saraf motorik bagian bawah (spinal cord) dengan

kombinasi tanda upper motor neuron (UMN) dan lower motor neuron (LMN).

7. MANIFESTASI KLINIS

a. Kelumpuhan UMN

Dicirikan oleh tanda-tanda kelumpuhan UMN, yakni sebagai berikut :

1. Tonus otot meninggi atau hipertonia

Gejala tersebut terjadi karena hilangnya pengaruh inhibisi korteks motorik

tambahan terhadap inti-inti intrinsik medulla spinalis. Hipertonia merupakan ciri

khas dari disfungsi komponen ekstrapiramidal susunan UMN. Hipertonia yang

mengiringi kelumpuhan UMN tidak melibatkan semua otot skeletal, tergantung

pada jumlah serabut penghantar impuls pyramidal dan ekstrapiramidal yang

terkena.

2. Hiperefleksia

Hiperefleksia merupakan keadaan setelah impuls inhibisi dari susunan

pyramidal dan ektrapiramidal tidak dapat disampaikan ke motoneuron.

3. Klonus

Tanda ini adalah gerak otot reflektorik, yang bangkit secara berulang-

ulang selama perangsangan masih berlangsung

4. Refleks patologi

Pada kerusakan UMN sering ditemukan reflex patologik, yang tidak

ditemukan pada orang normal.

5. Tidak ada atrofi pada otot-otot yang lumpuh

Rusaknya motoneuron dapat menyebabkan rusaknya serabut-serabut otot

yang tercakup dalam kesatuan motorik sehingga otot-otot yang terkena menjadi

kecil (atrofi). Dalam hal kerusakan serabut-serabut otot penghantar impuls

motorik UMN, tidak melibatkan motoneuron.

14

Tanda-tanda kelumpuhan UMN dapat ditemukan sebagian atau seluruhnya

setelah terjadinya lesi UMN.

b. Kelumpuhan LMN

Lesi paralitik di susunan LMN merupakan suatu lesi yang merusak

mptoneuron, akson, motor end plate, atau otot skeletal, sehingga tidak terdapat

gerakan apapun, walaupun impuls motorik tiba di motoneuron. Adapun tanda-

tanda kelumpuhan LMN yakni :

1. Seluruh gerakan, baik yang voluntar maupun yang reflector tidak dapat

dibangkitkan. Ini berarti bahwa kelumpuhan disertai oleh hilangnya reflex tendon

dan tidak adanya reflex patologis

2. Tonus otot menghilang

3. Atrofi otot cepat terjadi

8. DIAGNOSIS

a. Anamnesis

Anamnesis harus dilakukan secara cermat, rinci dan menyeluruh.

Anamnesis dapat menentukan lokasi lesi, misalnya lesi di medulla spinalis (nyeri

leher yang menjalar ke kedua anggota ekstremitas superior) yang merupakan

keadaan klinis yang sering ditemukan. Gambaran kelumpuhan akibat lesi paralitik

di susunan pyramidal komponen UMN susunan neuromuscular berbeda sekali

dengan lesi komponen LMN. Adapun tanda-tanda kelumpuhan UMN yaitu : tonus

otot meninggi (hipertoni), hiperefleksia, sering ditemukan klonus kaki, refleks

patologik dan tidak adanya atrofi pada otot yang lumpuh. Kelumpuhan tipe LMN

memiliki tanda-tanda seperti seluruh gerakan, baik yang voluntar maupun yang

reflektori tidak dapat dibangkitkan. Ini berarti bahwa kelumpuhan disertai dengan

hilangnya refleks tendon, tidak adanya refleks patologik, tonus otot menghilang

dan atrofi otot cepat terjadi.

b. Pemeriksaan fisik umum dan neurologis

Pada kasus ini, tujuan pemeriksaan adalah untuk mendeteksi pola

kelemahan yang berhubungan dengan otot. Proses yang lebih difus dapat

mengenai banyak saraf atau otot secara simultan, misalnya penyakit metabolik

15

atau inflamasi yang dapat menyebabkan kelemahan generalisata. Untuk

pemeriksaan otot dapat dipilih bagian otot yang penting, walaupun dapat juga

dilakukan semua pemeriksaan otot gerak lain. Pemilihan otot yang diperiksa

berdasarkan anamnesis atau bagian dari pemeriksaan fisik dimana kelemahan otot

dapat dilihat.

Lesi UMN berhubungan dengan pola kelemahan yang khas, tidak seperti

lesi LMN, Lesi UMN lebih berhubungan dengan gerakan volunter. Tes

koordinasi anggota gerak juga dapat memberikan informasi mengenai lokasi lesi.

Pemeriksaan refleks tendon juga merupakan metode langsung untuk menilai

refleks regang secara klinis. Kerusakan LMN akan menyebabkan penurunan atau

menghilangnya refleks ini sedangkan lesi UMN akan meningkatkan refleks ini.

Kegunaan utama pemeriksaan reflex tendon adalah untuk menentukan lokasi lesi

terutama lesi di medulla spinalis

c. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboraturium

Pada pemeriksaan darah rutin dapat dilihat nilai dari jumlah leukosit yang

dapat menunjukan adanya tanda-tanda infeksi yang merupakan petanda adanya

lesi akibat infeksi. Pemeriksaan kimia darah untuk mengetahui elektrolit tubuh

juga merupakan pemeriksaan yang penting untuk menilai lesi. Kelumpuhan

keempat anggota gerak yang bersifat LMN, mutlak motorik dianggap kelumpuhan

miogenik. Patofisiologi nya masih kurang jelas, tetapi secara klinis terbukti

mempunyai hubungan yang erat dengan ion kalium. Dikenal 3 macam paralisis

periodic. Yang pertama ialah paralisis periodik hipokalemik familial, kedua yaitu

paralisis periodic hiperkalemik familial dan yang ketiga adalah paralisis periodik

normokalemik. Perbedaan yang ditonjolkan oleh klasifikasi tersebut berdasarkan

kadar kalium dalam serum. Pada jenis hipokalemik familial, paralisis bangkit

pada waktu pagi hari atau setelah beristirahat atau setelah bekerja, atau setelah

makan makanan tinggi karbohidrat. Paralisis dapat berlangsung beberapa jam

bahkan sampai beberapa hari. Kadar kalium dibawah 3 mEq/L . pada jenis

hiperkalemik, kelumpuhan keempat anggota gerak bangkit selalu setelah bekerja.

Sebagian dengan miotonia atau sebagian tidak, paralisis biasanya tidak

berlangsung lama dan kadar kalium dalam serum lebih dari 4,2 mEq/L. Jenis

16

normokalemik sering menimbulkan kesukaran, baik dalam diagnosis maupun

terapi. Serangan paralisis nya sering bersifat total dan berlangsung lama.

Pemberian kalium dapat memperburuk keadaan.

Pemeriksaan Radiologis

Selain anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboraturium yang

mengarahkan ke diagnosis tetraparese tipe lower maupun upper motor neuron,

maka diperlukan pemeriksaan radiologi untuk menyingkirkan penyebab yang lain.

Pemeriksaan rontgen thoraco-lumbal juga dapat membantu menegakkan

diagnosis.

9. PENATALAKSANAAN

Terapi Farmakologi

Tujuan pengobatan adalah mengobati gejala simptom dan memperbaiki

keadaan umum penderita. Pencegahan sebaiknya disesuaikan dengan faktor

pencetusnya, Bila faktor pencetusnya karena gangguan elektrolit, maka pemberian

cairan elektrolit yang sesuai selama serangan dapat mengurangi gejala.

Pengobatan yang dianjurkan adalah pemberian kalium per oral, jika keadaan berat

mungkin dibutuhkan pemberian kalium intra vena. Penderita mendapat

pengobatan pencegahan dengan menghindari faktor-faktor pencetus dan

pemberian preparat kalium peroral.

Terapi non farmakologi

Rehabilitasi secara komprehensif dengan melakukan fisioterapi yang

dilakukan setelah onset terbukti meningkatkan fungsi saraf motorik dengan

tetraparese

10. PROGNOSIS

Sekitar 60-70% pasien dengan tetraparalisis dapat sembuh tanpa cacat.

Faktor-faktor lain diduga berhubungan dengan prognosis pasien. Pasien yang

berusia 50 tahun atau lebih tua memiliki sekitar 30% pemulihan tanpa adanya

kecacatan. Pasien yang lebih muda memiliki pemulihan tanpa adanya kecacatan

lebih besar.

17

BAB III

STATUS PASIEN

A. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. A

Umur : 27 Tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Dusun Sialang

Pekerjaan : Satpol PP

Agama : Islam

Status Perkawinan : Belum Menikah

No. RM : 060361

Tanggal Masuk : 16 Juni 2015

Tanggal Periksa : 22 Juni 2015

B. ANAMNESIS : AUTO dan ALLOANAMNESIS

I. Keluhan Utama

Lemah keempat anggota gerak sejak 1 minggu yang lalu.

II. Riwayat Penyakit Sekarang

Kedua tangan dan kaki lemah sejak 1 minggu yang lalu. Kedua tangan dan

kedua kaki terasa lemah ketika akan digerakan. Kelemahan dirasakan

perlahan-lahan pada kedua tangan dan kaki, kedua kaki terasa lebih berat

dibandingkan dengan kedua tangan, untuk berdiri pasien dibantu oleh

keluarganya. Pasien juga mengalami keluhan muntah, frekuensi muntah

sebanyak lebih dari 3 kali dalam sehari, yang dimuntahkan adalah

makanan yang dimakan oleh pasien, setiap makanan yang dimakan selalu

dimuntahkan, pasien juga mengeluh BAB cair sebanyak 2 kali sejak 3 hari

yang lalu, keluhan ini sering terjadi beberapa kali dalam beberapa tahun

terakhir. Pasien juga mengalami keluhan nyeri ulu hati. BAK dalam batas

normal.

18

III. Riwayat Penyakit Dahulu

- Sekitar 3 bulan sebelum masuk rumah sakit psien pernah mengalami

keluhan lemah keempat anggota gerak, awalnya pasien merasakan ujung jari-

jari tangan dan kaki terasa kebas, pasien mengaku kedua tangan terasa

kesemutan lebih dahulu kemudian menjalar hingga kaki, keluhan ini dirasakan

pasien setelah berolahraga lari.

- Riwayat trauma disangkal

- Riwayat demam disangkal

- Riwayat batuk lama disangkal

- Riwayat BB menurun disangkal

- Riwayat menderita keganasan tidak ada.

IV. Riwayat Penyakit Keluarga :

- Tidak ada anggota keluarga pasien yang mengalami keluhan yang sama

- Tidak ada anggota keluarga yang memiliki riwayat menderita keganasan

- Tidak ada anggota keluarga yang memiliki riwayat batuk lama dan

mendapatkan pengobatan selama 6 bulan

V. Riwayat Pribadi dan Sosial :

- Riwayat pekerjaan sebagai satpol PP, riwayat minum alkohol (-), dan

merokok (+).

C. PEMERIKSAAN FISIK

I. Pemeriksaan Umum

Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos Mentis, GCS E4M6V5 = 15

Kooperatif : Baik

Keadaan gizi : Baik

Tinggi Badan : 165 cm

Berat Badan : 65 kg

19

Tanda Vital

- Tekanan darah : 120/80 mmHg- Frekuensi nadi : 80 x/menit- Frekuensi Pernafasan : 20 x/menit- Suhu : 36,4oC

Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut

Kelenjar Getah Bening

- Leher : Tidak teraba pembesaran KGB- Aksila : Tidak teraba pembesaran KGB- Inguinal : Tidak teraba pembesaran KGB

Thoraks

a. Paru-paruInspeksi : Pergerakan dinding dada simetris kanan dan kiri

Palpasi : Vokal fremitus sama kanan dan kiri

Perkusi : Sonor di kedua lapang paru

Auskultasi : Suara napas vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-

b. JantungInspeksi : Pulsasi ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : Pulsasi ictus cordis tidak teraba

Perkusi : Batas kanan jantung : ICS V linea sternalis dextra

Batas kiri jantung : ICS V linea midklavikula sinistra

Pinggang jantung : ICS III linea parasternalis sinistra

Auskultasi : BJ I dan II regular, murmur (-), gallop (-)

Abdomen

Inspeksi : Perut simetris kanan dan kiri, scar (-)

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Palpasi :Nyeri tekan epigastrium (+), nyeri lepas (-), hati dan limpa

tidak teraba membesar

Perkusi : Timpani diseluruh kuadran abdomen.

Ekstremitas

Superior : Akral hangat, CRT < 2 detik, edema -/-, kelemahan +/+

Inferior : Akral hangat, CRT < 2 detik, edema -/-, kelemahan +/+20

II. Status Neurologis

a. Tanda Rangsang Selaput Otak :

- Kaku Kuduk : Negatif

- Brudzinski I : Negatif

- Brudzinski II : Negatif

- Tanda Kernig : Negatif

b. Tanda Peningkatan Tekanan intracranial :

Pupil : Isokor

c. Pemeriksaan Saraf Kranial :

N.I (N. Olfactorius)

Penciuman Kanan Kiri

Subyektif Normosmia Normosmia

Obyektif dengan bahan Normosmia Normosmia

N.II (N. Opticus)

Penglihatan Kanan Kiri

Tajam penglihatan Kesan normal Kesan normal

Lapang pandang Dalam batas normal Dalam batas normal

Melihat warna Kesan normal Kesan normal

Funduskopi Tidak dilakukan Tidak dilakukan

N.III (N. Occulomotorius)

Kanan Kiri

Bola mata Normal Normal

Ptosis Tidak ada Tidak ada

Gerakan bulbus Normal Normal

Strabismus Tidak ada Tidak ada

Nistagmus Tidak ada Tidak ada

Ekso/Endophtalmus Tidak ada Tidak ada

Pupil :

21

Bentuk

Refleks cahaya

Rrefleks akomodasi

Refleks konvergensi

Bulat

Positif

Normal

Normal

Bulat

Positif

Normal

Normal

N. IV (N. Trochlearis)

Kanan Kiri

Gerakan mata ke bawah Normal Normal

Sikap bulbus Normal Normal

Diplopia Tidak ada Tidak ada

N. V (N. Trigeminus)

Kanan Kiri

Motorik :

- Membuka mulut

- Menggerakkan rahang

- Menggigit

- Mengunyah

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Sensorik :

- Divisi Optalmika- Refleks kornea

- Sensibilitas

- Divisi Maksila

Refleks masseter

- Sensibilitas

- Divisi Mandibula

- Sensibilitas

Normal

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Normal

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Dalam batas normal

N. VI (N. Abduscen)

22

Kanan Kiri

Gerakan mata lateral Normal Normal

Sikap bulbus Normal Normal

Diplopia Tidak Tidak

N. VII (N. Facialis)

Kanan Kiri

Raut wajah Normal Normal

Sekresi air mata Normal Normal

Fisura palpebra Normal Normal

Menggerakkan dahi Normal Normal

Menutup mata Normal Normal

Mencibir/bersiul Normal Normal

Memperlihatkan gigi Normal Normal

Sensasi lidah 2/3 depan Normal Normal

N. VIII (N. Vestibulocochlearis)

Kanan Kiri

Suara berbisik Baik Baik

Detik arloji Baik Baik

Renne test Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Webber test Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Scwabach test :

- Memanjang- Memendek

Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Nistagmus :

- Pendular

- Vertikal

- Siklikal

Hiperakusis

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

N. IX (N. Glossopharingeus)

23

Kanan Kiri

Sensasi lidah 1/3 belakang Normal Normal

Refleks muntah/Gag reflek Normal Normal

N. X (N. Vagus)

Kanan Kiri

Arkus faring Normal Normal

Uvula Normal Normal

Menelan Bisa Bisa

Artikulasi Normal Normal

Suara Normal Normal

Nadi 78 x/menit 78 x/menit

N. XI (N. Assesorius)

Kanan Kiri

Menoleh ke kanan Normal Normal

Menoleh ke kiri Normal Normal

Mengangkat bahu ke kanan Normal Normal

Mengangkat bahu ke kiri Normal Normal

N. XII (N. Hipoglossus)

Kanan Kiri

Kedudukan lidah di dalam Normal Normal

Kedudukan lidah dijulurkan Normal Normal

Tremor Tidak ada Tidak ada

Fasikulasi Tidak ada Tidak ada

Atrofi Tidak ada Tidak ada

d. Pemeriksaan Koordinasi dan keseimbangan

Cara berjalan Tidak dapat Tes jari-hidung Dalam Batas 24

dilakukan Normal

Romberg test Dalam Batas

Normal

Tes jari-jari Dalam Baas

Normal

Stepping test Daam Batas

Normal

Tes Tumit-Lutut Dalam BataS

normal

Tandem Walking test Dalam Batas

Normal

Disfagia Dalam Batas

Normal

Rebound phenomen Dalam Batas

Normal

Supinasi-pronasi Dalam Batas

Normal

Ataksia Dalam batas

normal

e. Pemeriksaan Fungsi Motorik

A. Berdiri dan Berjalan Kanan Kiri

Gerakan spontan Tidak ada Tidak ada

Tremor Tidak ada Tidak ada

Atetosis Tidak ada Tidak ada

Mioklonik Tidak ada Tidak ada

Khorea Tidak ada Tidak ada

Bradikinesia Tidak ada Tidak ada

Ekstremitas Superior Inferior Kanan Kiri Kanan Kiri

Gerakan Lemah Lemah Lemah LemahKekuatan 4,4,4,4 4,4,4,4 3,3,3,3 3,3,3,3

Atrofi Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak adaTonus Hipotoni Hipotoni Hipotoni Hipotoni

f. Pemeriksaan SensibilitasSensibilitas taktil Normal Sensibilitas nyeri NormalSensibilitas termis Normal

25

Sensibilitas kortikal Normal Stereognosis NormalPengenalan 2 titik Normal Pengenalan rabaan Normal

g. Sistem RefleksRefleks Fisiologis Kanan Kiri

Kornea Normal NormalBerbangkis Normal NormalLaring Normal Normal Masseter Normal Normal Dinding perutAtas Normal NormalBawah Normal NormalTengah Normal NormalBiseps + +

Triseps + +

APR + +

KPR + +

Bulbokavernosus Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Kremaster Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Sfingter Normal Normal

Refleks Patologis Kanan KiriLengan Hoffman-Tromner Negatif NegatifTungkai

Babinski Negatif Negatif

Chaddoks Negatif Negatif

Oppenheim Negatif Negatif

Gordon Negatif Negatif

Schaeffer Negatif Negatif

Klonus kaki Negatif Negatif

h. Fungsi Otonom- Miksi : Normal- Defekasi : Normal

26

- Sekresi keringat : Normal

i. Fungsi LuhurKesadaran Tanda DemensiaReaksi bicara Baik Reflek glabella Tidak ada Fungsi intelek Baik Reflek snout Tidak ada

Reaksi emosi Baik Reflek menghisap Tidak adaReflek memegang Tidak adaRefleks palmomental Tidak ada

D. PEMERIKSAAN LABORATORIUM Darah lengkap- Hb : 10,4 gr%- Leukosit : 9.103/mm3- Hematokrit : 43%- Trombosit : 250.000- Gula darah sewaktu : 110 mg/dl Elektrolit - Chlorida 94 mEq/L (Rendah)- Kalium 2,7 mEq/L (Rendah)- Natrium 124 mEq/L (Rendah)

E. MASALAH

DIAGNOSIS

Diagnosis Klinis : Tetraparese flacsid

Diagnosis Topik : Lesi di Otot

Diagnosis Etiologi : Et causa Hipokalemia

Diagnosis Sekuder : Vomitting

RENCANA PEMERIKSAAN PENUNJANG

Rontgen thoraks

Foto Rontgen thorakolumbal

MRI

27

TERAPI

Medikamentosa

Infus NaCL 0,9% 20 tpm

KSR 1x1

Omeprazol 1x20mg

Propepsa Syrup 3x1

Edukasi

Makan-makanan yang mengandung kalium tinggi seperti buah

pisang barangan, minum air kepala atau minuman yang

mengandung ion tubuh

PROGNOSIS

Quo ad vitam : dubia ad bonam

Quo ad functionam : dubia ad bonam

Quo ad sanationam : dubia ad bonam

FOLLOW UP

Tanggal S O A P

2

3/06/201

5

Tangan

dan kaki

lemah (+)

T: 120/80 mmHgN: 84 x/menitS: 36,5° CP: 20 x/menit

Tetraparese etcausa hipokalemi

NaCL 0,9%, KSR 1x1 Omeprazol 1x20mg Propepsa Syrup 3x1 Fisioterapi

Tanggal S O A P

24/06/2015

Tangan dan kaki lemah (+)

T: 130/70 mmHgN: 82 x/menitS: 35,9° CP: 18 x/menit

Tetraparese etcausa hipokalemi

NaCL 0,9%, KSR 1x1 Omeprazol 1x20mg Propepsa Syrup 3x1 Fisioterapi

BAB IV

PEMBAHASAN

28

Seorang pasien laki-laki usia 27 tahun dengan keluhan lemah keempat

anggota gerak sejak 1 minggu yang lalu. Kedua tangan dan kedua kaki terasa

lemah ketika digerakan. Pasien juga mengalami keluhan muntah, frekuensi

muntah sebanyak lebih dari 3 kali dalam sehari, yang dimuntahkan adalah

makanan yang dimakan oleh pasien, setiap makanan yang masuk selalu

dimuntahkan, keluhan ini semakin sering sehingga pasien dibawa ke rumah sakit

RSUD Bangkinang. Pasien juga mengalami keluhan nyeri ulu hati. Demam tidak

ada. Keluhan lemah pertama kali dirasakan pasien sekitar 3 bulan sebelum masuk

rumah sakit, dimana pasien merasakan ujung jari-jari tangan dan kaki terasa

kebas, keluhan ini dirasakan pasien setelah berolahraga lari. Pasien kemudian

berobat ke dokter didekat rumahnya dan diberikan obat, tapi pasien lupa nama

obatnya, namun keluhan tidak berkurang. Riwayat kebiasaan pola makan tidak

teratur. Pada pemeriksaan fisik ditemukan parase atau kelemahan pada keempat

anggota ektremitas dan pada pemeriksaan neurologis ditemukan pemeriksaan

nervus kranialis dalam batas normal, kurangnya koordinasi dan keseimbangan

tubuh, refleks fisiologis menurun, refleks patologis tidak ditemukan, serta pada

pemeriksaan motorik ditemukan gerakan dan kekuatan otot lemah pada ektremitas

superior dan inferior, atrofi otot tidak ditemukan dan hipotoni pada keempat

anggota gerak. Pada pemeriksaan penunjang seperti darah rutin tidak ada

ditemukan tanda-tanda infeksi dan pada pemeriksaan elektrolit tubuh ditemukan

kalium, natrium dan chlorida rendah. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan

fisik pada pasien ini ditegakkan diagnosis sebagai tetraparase flaksid lesi di otot

yang mempunyai gejala seperti kekuatan otot yang berkurang, hilangnya refleks

tendon, tidak adanya refleks patologis, dan tonus otot menghilang.

Penatalaksanaan farmakologis yang diberikan pada pasien ini adalah pertama,

adalah terapi cairan elektrolit dengan pemberian cairan Nacl 0,9% 20 tetes

permenit, kemudian diberikan KSR tablet 1x1, Omeprazol 1x20mg, Propepsa

Syrup 3x1. Penatalaksanaan non-farmakologi dengan memberikan edukasi kepada

pasien dan keluarga agar menjaga pola makan pasien dan sebaiknya makan

makanan yang mengandung kalium yang tinggi secara rutin yang bertujuan untuk

meningkatkan fungsi motorik

29

DAFTAR PUSTAKA

30

1. Mardjono M, Sidharta P. 2008. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian

Rakyat. Hal 30-3.

2. Guyton AC, Hall JE. Fisiologi Saraf. 2008. Buku Ajar Fisiologi

Kedokteran. Edisi sebelas. Jakarta : EGC. Hal 55-62.

3. Lumbantobing SM. 2010. Neurologi klinik pemeriksaan fisik dan mental.

Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hal

20-5.

4. Harsono. 2010. Buku Ajar Neurologi Klinis. Jakarta : Gadjah Mada

University Press. Hal 44-7.

5. Priguna Sidharta M D Phd. 2008. Neurologi Klinis Dalam Praktek Umum.

Jakarta : Dian Rakyat. Hal 44-8

6. Sylvia A Price, Lorraine M Wilson . 2008. Buku ajar patofisiologi. Edisi

keenam. Jakarta : EGC. Hal 95-7.

31