case retinoblastomafix
TRANSCRIPT
Case report season
Retinoblastoma
Oleh:
Defriani Zalerti (07120081)
Desfarina (07120005)
Perseptor:
Dr. H. Getry Sukmawati, SpM. (K)
BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA
RSUP DR. M. DJAMIL PADANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2012
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Retinoblastoma merupakan tumor ganas primer intraokuler yang berasal dari lapisan
sensoris retina dan paling sering terjadi pada anak-anak. Insidennya berkisar antara 1: 14.000
sampai dengan 1:34.000 kelahiran hidup. Di Rumah Sakit Dr. M. Jamil Padang, pada tahun
1988-2005 didapatkan 125 kasus, berarti didapatkan 7 pasien per tahun. Apabila tumor
mengenai satu mata disebut dengan unilateral retinoblastoma dan bila terjadi pada kedua
mata disebut bilateral retinoblastoma.1
Hampir 75% kasus unilateral dan 25% bilateral, sekitar 90% pasien retinoblastoma
tidak mempunyai riwayat keluarga terhadap penyakitnya, hanya 10% yang mempunyai
riwayat keluarga seperti orang tua , paman, kakek-neneknya dan apabila pasien ini punya
riwayat keluarga retinoblastoma, maka sering terjadi bilateral Pertumbuhan tumor ini dapat
secara endopitik yaitu pertumbuhan kedalam korpus vitreus, sehingga dapat terlihat
permukaan retina berwarna putih, massa berkelompok dan terdapat pembuluh darah di
permukaannya. Dapat juga tumbuh secara eksopitik yaitu pertumbuhan kearah sub retinal,
dan akan terlihat massa epitel dengan multi lobules.1
Terapi retinoblasmatoma bertujuan untuk mempertahankan visus, bola mata,
kosmetik mata , serta kehidupan. Terapi konservatif dapat berupa foto koagulasi, krioterapi,
radioterapi, dan kemoterapi. Sedangkan terapi bedah dapat berupa enukleasi dan eksenterasi. 1
1.2 Batasan Masalah
Case Report Session ini membahas mengenai definisi, epidemiologi, etiologi,
klasifikasi, patofisiologi, diagnosis, penatalaksanaan, komplikasi dan prognosis dari
retinoblastoma.
1.3 Tujuan Penulisan
Penulisan Case Report Session ini bertujuan menambah pengetahuan para dokter
muda mengenai retinoblastoma.
1.4 Metode Penulisan
Penulisan Case Report Session ini menggunakan metode tinjauan pustaka dengan
mengacu pada berbagai literatur.
2
BAB II
LAPORAN KASUS
Seorang anak perempuan berusia 2 tahun 8 bulan dirawat di bangsal mata RS Dr M
Djamil Padang pada tanggal 1 Januari 2012 dengan :
Keluhan Utama:
Mata kanan menonjol keluar sejak 1 bulan yang lalu.
Riwayat Penyakit Sekarang:
Mata kanan menonjol keluar sejak 1 bulan yang lalu. Makin lama makin menonjol,
dan dirasakan nyeri
Pada saat pasien berumur 1,5 tahun, pada mata kanan pasien tampak seperti mata
kucing
Pasien dibawa berobat ke dokter umum di Painan dan diberi obat tetes yang dipakai
4x sehari, namun setelah pemakaian obat tersebut, mata pasien menjadi merah,
kemudian lama-kelamaan berubah menjadi kehijauan
Dua bulan kemudian pasien dibawa ke RSUP Dr. M. Djamil Padang karena mata
pasien dirasakan semakin memerah, dan dokter menyarankan segera dikemoterapi,
namun orang tua pasien tidak bersedia.
Sejak 5 bulan yang lalu, mata kanan pasien mulai tidak dapat melihat.
Pada mata kiri tampak seperti mata kucing sejak 8 bulan yang lalu.
Tidak ada keluhan sakit kepala.
Riwayat pengobatan tradisional disangkal.
Kelainan mata lain tidak ada
Demam tidak ada
Penurunan berat badan dratis tidak ada
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien tidak pernah menderita penyakit yang sama sebelumnya.
3
Riwayat Penyakit Keluarga :
Kakak pertama pasien menderita malformasi anorektal dan kakak kedua pasien
meninggal karena penyakit paru.
Tidak ada anggota keluarga yang memiliki riwayat penyakit yang sama.
Pemeriksaan fisik
Status Generalis :
Keadaan Umum : sedang
Nafas : 30 x /menit
Suhu : 37 0C
Tekanan Darah : tidak diperiksa
Status Opthalmologi OD OS
Visus tanpa koreksi 0 5/5
Visus dengan koreksi - -
Refleks fundus - -
Silia/supersilia Trikriasis (-),
Madarosis (-)
Trikriasis (-),
Madarosis (-)
Palpebra superior
Palpebra inferior
Tampak massa sebesar ± 20x20 mm, nyeri (+)
Edem (-),
Hiperemis (-)
Aparat lakrimalis Sukar dinilai Normal
Status Opthalmologi OD OS
Konjungtiva tarsalis
Konjungtiva forniks
Hiperemis (+), krusta (+) Hiperemis (-)
4
Konjungtiva bulbi
Sklera Sukar dinilai Putih
Kornea Sukar dinilai Bening, bagian nasal tertutup massa putih, ukuran 1mm dari limbus
Kamera Okuli Anterior Sukar dinilai Cukup dalam
Iris Sukar dinilai Coklat, rugae(+)
Status Opthalmologi OD OS
Pupil Sukar dinilai Bulat, reflek cahaya (+), diameter 3 mm
Lensa Sukar dinilai bening
Tekanan bulbus okuli Sukar dinilai normal (palpasi)
Fundus :
papil optikus
retina
macula
aa: vv
Tidak tembus Tampak massa dengan pembuluh darah diatasnya
Posisi bola mata Protusio Ortho
Gerakan bulbus okuli Terbatas Bebas kesegala arah
5
DIAGNOSIS KERJA:
Retinoblastoma ODS
TERAPI
- Eksentrasi
- Kemoterapi
- Radioterapi
BABII
DISKUSI
Telah dilaporkan seorang pasien perempuan usia 2 tahun 8 bulan dirawat di bangsal
mata RS Dr. M. Djamil Padang sejak tanggal 1 Januari 2012 dengan diagnose
Retinoblastoma ODS. Diagnosa ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
6
Dari anamnesis didapatkan keluhan utama pasien yaitu mata kanan menonjol keluar
sejak 1 bulan yang lalu.Mata ini makin lama makin menonjol, dan dirasakan nyeri. Pada
saat pasien berumur 1,5 tahun, pada mata kanan pasien tampak seperti mata kucing. Pasien
dibawa berobat ke dokter umum di Painan dan diberi obat tetes yang dipakai 4x sehari,
namun setelah pemakaian obat tersebut, mata pasien menjadi merah, kemudian lama-
kelamaan berubah menjadi kehijauan. Dua bulan kemudian pasien dibawa ke RSUP Dr. M.
Djamil Padang karena mata pasien dirasakan semakin memerah, dan dokter menyarankan
segera dikemoterapi, namun orang tua pasien tidak bersedia. Sejak 5 bulan yang lalu, mata
kanan pasien mulai tidak dapat melihat. Pada mata kiri tampak seperti mata kucing sejak 8
bulan yang lalu. Pasien tidak mengeluhkan sakit kepala. Anggota keluarga pasien tidak ada
yang memiliki riwayat penyakit yang sama.
Dari pemeriksaan fisik pada mata kanan, visus 0, posisi bola mata protusio, tampak
massa sebesar 20 x 20 mm, nyeri (+). Pada mata kiri, visus 5/5, kornea bening, bagian nasal
tertutup massa putih, ukuran 1mm dari limbus, pada fundus tampak massa dengan
pembuluh darah di atasnya.
Pada mata kanan sudah terjadi protusio (bola mata menonjol keluar) akibat
pembesaran tumor intraokuler dan ekstra okuler, sehingga penatalaksanaan pada pasien ini
adalah eksenterasi pada mata kanan yang diikuti dengan kemoterapi dan radioterapi.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Anatomi Retina
Retina merupakan lembaran jaringan saraf berlapis yang tipis dan semi transparan
yang melapisi bagian dalam dua pertiga posterior dinding bola mata. Retina membentang
7
ke anterior hamper sejauh korpus siliare dan berakhir pada ora serata dengan tepi tidak rata.
Pada orang dewasa, ora serata berada sekitar 6,5 mm di belakang garis Schwalbe pada sisi
temporal dan 5,7 mm pada sisi nasal. Permukaan luar retina sensoris bertumpuk dengan
lapisan epitel berpigmen retina sehingga juga berhubungan dengan memban Bruch, koroid
dan sclera. 2
Lapisan-lapisan retina mulai dari sisi dalam, adalah sebagai berikut :2
1. Membran limitans interna
2. Lapisan serat saraf yang mengandung akson-akson sel ganglion yang
berjalan menuju nervus optikus
3. Lapisan sel ganglion
4. Lapisan pleksiform dalam yang mengandung sambungan sel ganglion
dengan sel amakrin dan sel bipolar
5. Lapisan inti dalam badan-badan sel bipolar, amkrin dan horizontal
6. Lapisan pleksiform luar, yang mengandung sambungan sel bipolar dan
sel horizontal dengan fotoreseptor
7. Lapisan inti luar sel fotoreseptor
8. Membran limitans eksterna
9. Lapisan fotoreseptor segmen dalam dan luar batang dan kerucut
10. Epitel pigmen retina (RPE)
8
Gambar 1. Lapisan Kornea
Membran Bruch merupakan membrane basalis epitel pigmen retina. Retina
mempunyai tebal 0,1 mm pada ora serrata dan 0,56 mm pada kutub posterior. Di tengah-
tengah retina posterior terdapat macula berdiameter 5,5-6 mm, yang secara klinis
dinyatakan sebagai daerha yang dibatasi oleh cabang-cabang pembuluh darah temporal.
Daerah ini ditetapkan oleh ahli anatomi sebagai area centralis, yang secara histologist
merupakan bagian retina yang ketebalan lapisan sel ganglionnya melebihi satu lapis.2
Makula lutea secara anatomis didefinisikan sebagai daerah berdiameter 3 mm yang
mengandung pigmen luteal kuning (xantofil). Fovea yang berdiameter 1,5 mm ini ,
merupakan zona avaskuler retina pada angiografi fluoresens. Secara histologist, fovea
ditandai sebagai daerah yang mengalami penipisan lapisan inti luarvtanpa disertai lapisan
parenkim lain. Hal ini terjadi karena akson-akson sel fotoreseptor berjalan miring (lapisan
serabut Henle) dan lapisan-lapisan retina yang lebih dekat dengan permukaan dalam retina
lepas secara sentrifugal.2
Di tengah, 4 mm lateral dari diskus optikus, terdapat foveola yang berdiameter 0,25
mm dan secara klinis tampak jelas dengan oftalmoskop sebagai cekungan yang
9
menimbulkan pantulan khusus. Foveola merupakan bagian retina yang paling tipis (0,25
mm) dan hanya mengandung fotoresepyor kerucut. Gambaran histologist fovea dan foveola
ini memungkinkan diskriminasi visual yang tajam. Foveola memberikan ketajaman visual
yang optimal.2
Retina menerima darah dari dua sumber yaitu koriokapilaris dan cabang-cabang dari
arteria centralis retina. Koriokapilaris berada tepat di luar membrane Bruch dan mendarahi
sepertiga luar retina, termasuk lapisan pleksiform luar, lapisan inti luar, fotoreseptor dan
lapisan epitel pigmen retina. Cabang-cabang dari arteri centralis retina mendarahi dua
pertiga dalam retina.2
Fovea seluruhnya didarahi oleh koriokapilaris dan rentan terhadap kerusakan yang
tidak dapat diperbaiki bila retina mengalami ablasi. Pembuluh darah retina mempunyai
lapisan endotel yang tidak berlubang dan membentuk sawar-darah retina. Lapisan endotel
pembuluh koroid berlubang-lubang. Sawar darah retina sebelah luar terletak setinggi
lapisan epitel pigmen retina.2
3.2 Anatomi Vitreus
Vitreus menempati 80% dari volume mata. Vitreus adalah matriks jernih yang
terdiri dari kolagen, asam hialuronat, dan air. Badan vitreus terdiri dari 2 bagian utama
yaitu pusat ( inti) vitreus dan kortikal vitreus (bagian terluar dari vitreus). Bagian anterior
permukaan badan vitreus adalah membran hyaloid anterior. Di dasar vitreus terdapat serat-
serat kolagen yang sangat padat, mereka tertanam ke suatu area yang meluas dari 2 mm
anterior dan 3 mm posterior ke ora serrata.4
Vitreus mengisi ruang yang dibatasi oleh lensa, retina dan diskus optikus.
Permukaan luar vitreus ( membrane hyaloid) normalnya berkontak dengan struktur-struktur
berikut, yaitu kapsul lensa posterior, serat-serat zonula, pars plana lapisan epitel, retina,
dam caput nervi optici. Vitreus mengandung air sekitar 99%. Sisa 1 % meliputi dua
komponen yaitu kolagen dan asam hialuronat yang member bentuk dan konsistensi mirip
gel pada vitreus karena kemampuannya mengikat banyak air.2
10
Gambar 3. Vitreus
3.3 Definisi Retinoblastoma
Retinoblastoma merupakan tumor ganas primer intraokuler yang berasal dari lapisan
sensoris retina.1 Retinoblastoma adalah tumor neuroblastik yang secara biologi mirip
dengan neuroblastoma dan meduloblastoma.4
3.4 Epidemiologi Retinoblastoma
Retinoblastoma merupakan tumor tersering pada anak-anak dan tumor solid
terbanyak dengan insiden 1:14.000 sampai 1:20.000 kelahiran hidup. Retinoblastoma
didiagnosis pada tahun-tahun pertama kehidupan dalam keluarga dan kasusnya bilateral dan
antara usia 2-3 tahun biasanya kasusnya unilateral. Untuk anak usia yang lebih dari 5 tahun
umumnya jarang namun bisa terjadi. Pertumbuhan retinoblastoma yang difus dan
infiltrative biasanya unilateral dan non herediter. Ditemukan pada anak yang usianya lebih
dari 5 tahun.3
3.5 Etiologi Retinoblastoma
Retinoblastoma disebabkan oleh mutasi gen RB1, yang terletak pada lengan panjang
kromosom 13 pada locus 14 (13q14) dan kode protein pRB, yang berfungsi sebagai
supresor pembentukan tumor. pRB adalah nukleoprotein yang terikat pada DNA (Deoxiribo
Nucleid Acid) dan mengontrol siklus sel pada transisi dari fase G1 sampai fase S,dengan
demikian pRB dapat menghambat proliferasi sel. 3
Jalur Rb dan p53 saling berhubungan melalui penekan tumor p14ARF.
11
a. Dalam retinoblasts normal, protein Rb mengikat promotor dari gen p14ARF dan
menekan transkripsi. Dalam retinoblasts yang normal ditemukan rendahnya kadar
protein p53 yang terikat pada dua regulator negatif dari p53 disebut MDM2 dan
MDMX. Gen p53 target penting untuk mediasi keluarnya sel dan siklus kematian sel.
b. Dalam sel retina yang kekurangan Rb, terjadi aktivasi transkripsi p14ARF dan akan
berikatan dengan MDM2, p53 yang bebas aktif melakukan transkripsi gen penting
untuk mengatur siklus keluar sel dan kematian sel. Dengan cara ini, sel yang
mengalami stres onkogenik dieliminasi dan ini membantu untuk mencegah inisiasi
tumor. MDMX tidak terikat oleh p14ARF.
c. Pada retinoblasts yang defisiensi Rb, gen MDMX diperbanyak dan protein MDMX
dan mRNA menumpuk. Hal ini menyebabkan inaktivasi p53, dan akumulasi p14ARF
tidak dapat menekan MDMX karena tidak efisien mengikat protein MDMX.
12
Gambar 4. Jalur Rb dan p53 yang saling berhubungan melalui suppressor tumor p14ARF.3
.
Gambar 5. Mutasi Gen Rb1 pada Retinoblastoma3
Sekitar 60 % kasus retinoblastoma berkembang dari mutasi somatik non hereditary dari
kedua alel RB1 cel dalam retina. Mutasi ini umumnya menghasilkan tumor unifocal dan
unilateral. Dalam 40% pasien lainnya, mutasi terjadi pada 1 dari 2 alel RB1 yang
diwariskan dari orangtua yang terkena (l0%) atau terjadi secara spontan dalam 1 gamet.
Mutasi somatic yang kedua terjadi pada 1 atau lebih sel retina, sehingga multisentrik dan
biasanya pembentukan tumor bilateral.3
13
Gambar 6. Fokus pertumbuhan retinoblastoma6
Gambar 7. Konseling Genetik pada Retinoblastoma4
3.6 Faktor Risiko Retinoblastoma3
1. Usia orang tua
Peningkatan usia orang tua dikaitkan dengan meningkatnya risiko retinoblastoma
bilateral. Berdasarkan hipotesis terbaru, usia ayah dihubungkan dengan peningkatan mutasi
new germ cell dengan cara peningkatan mutasi pembagian spermatosit.Sebelumnya
berdasarkan penelitian dari Belanda mengatakan bahwa semakin tua usia orang tua,baik
ayah maupun ibu akan meningkatkan risiko anaknya menderita retinoblastoma bilateral tapi
tidak unilateral.
2. In Vitro Fertilization (IVF)
Sebuah penelitian mengenai retinoblastoma di Belanda (2003) mengatakan bahwa
anak yang lahir melalui In Vitro Fertilization (IVF) atau yang dikenal sebagai bayi tabung
memiliki resiko menderita retinoblastoma 5-7 kali lipat.
3. UV Exposure
Peningkatan exposure UV akan meningkatkan kemungkinan mutasi dan
perkembangan tumor di retina.
4. Ibu yang terpapar sinar-X saat hamil
5. Nutrisi
14
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa asupan nutrisi selama kehamilan mungkin
relevan untuk perkembangan PNET tumor, seperti neuroblastoma, medulloblastoma, dan
retinoblastoma. Studi kasus-kontrol oleh Bunin dkk di AS menemukan secara signifikan
efek pelindung terhadap kedua penyakit, baik unilateral (OR 0,4; p = 0,02) dan bilateral
(OR 0,2, p = 0,02) untuk ibu yang mengkonsumsi multivitamin selama kehamilan (Bunin et
al. 1989). Studi kasus-kontrol di Meksiko ditemukan bahwa ibu dengan diet rendah
sayuran, folat, lutein, dan vitamin B6 dalam asupan selama kehamilan dikaitkan dengan
risiko 2-4 kali lipat dari memiliki anak dengan retinoblastoma sporadis (Orjuela et al.
2005).
Penurunan asupan nutrisi ini, yang diperlukan untuk metilasi, sintesis DNA, dan
fungsi retina, dapat meningkatkan risiko untuk memiliki anak dengan sporadis
retinoblastoma. Penelitian lain menemukan peningkatan risiko untuk perkembangan
neuroblastoma dan medulloblastoma berhubungan dengan ibu yang asupan mikronutrien
lebih rendah selama kehamilan (Bunin et al. 1993; Olshan et al. 2002; Prancis et al. 2003).
6. Agen Virus
Protein retinoblastoma PRB yang umumnya tidak ada dan tidak efektif dalam
retinoblastoma sebagai akibat dari mutasi RB1, dapat dilemahkan oleh tiga protein virus
Protein virus protein E7 human papilloma dari Virus (HPV), antigen T dari virus SV40,
dan yang E1A antigen adenovirus. Mereka berpotensi untuk menonaktifkan PRB. DNA
sekuens dari subtipe HPV onkogenik (16 dan 18) yang dideteksi pada sekitar sepertiga dari
sampel beku segar tumor retinoblastoma yang diteliti di pusat Meksiko, menunjukkan
peran infeksi HPV (Orjuela et al. 2000b).
3.7 Patogenesis Retinoblastoma3
Retinoblastoma dimulai dari sensoris retina, meluas ke retina termasuk didalamnya
rongga vitreus. Sel asal retinoblastoma masih belum diketahui, tetapi merupakan retinoblast
dengan aktivitas mitosis dan laju apoptosis yang tinggi. Bentuk retinoblastoma terbanyak
adalah tumor putih keabu-abuan dengan gambaran seperti pucat, lunak, dan konsistensi
yang rapuh. Bercak putih terang dihubungkan dengan kalsifikasi yang ditemukan di seluruh
tumor.
15
Gambar 8. Mata dengan retinoblastoma3
Bentuk retinoblastoma tergantung dari pola pertumbuhan tumor,yaitu:3
a. Endophytic Retinoblastoma
Tumor ini berasal dari retina dan tumbuh kedalam rongga vitreus, tumor ini
cenderung untuk sepenuhnya mengisi rongga dan menghasilkan bola mengambang
tumor disebut vitreus seeds. Jika tumor tidak diobati, akhirnya dapat mengenai
bagian anterior dari mata mencapai konjungtiva. Pada daerah ini tumor dapat
menembus pembuluh limfatik dan bermetastasis ke kelenjar getah bening regional.
Terlihat permukaan retina berwarna putih sampai krem yang berubah sampai
batas membran internal, massa berkelompok (individual sel atau fragmen tumor
yang terpisah dari massa utama dan terdapat pembuluh darah di permukaannya.
Penyebaran ke vitreus mungkin ringan atau lokal dan bisa juga luas yang
gambarannya mirip dengan endoftalmitis. vitreous seeds mungkin juga memasuki
16
bilik mata depan, yang dapat berkumpul di iris membentuk nodule atau menempati
bagian inferior membentuk Pseudohypopyon.
Gambar 9. Endophytic Retinoblastoma3
b. Exophitic Retinoblastoma
Tumor berasal dari retina berkembang ke ruang subretina dan sering
menyebabkan serosa detachment of the retina. Tumor ini dapat menyerang koroid
melalui membran Bruch. Terlihat massa epitel dengan multi lobules berwarna
kuning, Pertumbuhan retinoblastoma eksofitik sering dihubungkan dengan
akumulasi cairan subretina yang dapat mengaburkan tumor dan sangat mirip ablasio
retina eksudatif yang memberi kesan suatu Coats disease lanjut. Sel retinoblastoma
mempunyai kemampuan untuk implant dimana sebelumnya jaringan retina tidak
terlibat dan tumbuh. Dengan demikian membuat kesan multisentris pada mata
dengan hanya tumor primer tunggal.
17
Gambar 10. Exophytic Retinoblastoma3
c. Gabungan Endophytic dan Exophitic Retinoblastoma
Tumor yang besar memberikan gambaran pertumbuhan endophytic dan
exophytic.
18
Gambar 11. Endophytic and Exophytic Retinoblastoma3
Ada bentuk lain yang kurang umum seperti ekstensif nekrotik, dimana tidak hanya tumor
menunjukkan lebih dari nekrosis 90% tetapi juga intra-okular jaringan seperti sebagai
ciliary body, koroid, dan retina.
Gambar 12. Necrotic Retinoblastoma3
19
3.8 Manifestasi Klinis1
Leukokoria
Merupakan gejala klinis yang paling sering ditemukan pada retinoblastoma intra
okuler yang dapat mengenai satu atau kedua mata. Gejala ini sering disebut seperti
”mata kucing”. Hal ini disebabkan oleh refleksi cahaya dari tumor yang berwarna
putih disekitar retina. Warna putih mungkin terlihat pada saat anak melirik atau
dengan pencahayaan pada waktu pupil dalam keadaan semi midriasis terjadi karena
proses kalsifikasi intraretina pada pertumbuhan tumor. Leukokoria terjadi karena
ada kandungan masa putih menutupi refleks merah pupil.
Strabismus
Strabismus merupakan gejala dini yang sering ditemukan setelah leukokoria.
Strabismus ini muncul bila lokasi tumor pada daerah makula sehingga mata tidak
dapat terfiksasi. Strabismus dapat juga terjadi apabila tumornya berada diluar
makula tetapi massa tumor sudah cukup besar
Mata merah
Mata merah ini sering berhubungan dengan glaukoma sekunder yang terjadi akibat
retinoblastoma. Apabila sudah terjadi glaukoma maka dapat diprediksi sudah terjadi
invasi tumor ke nervus optikus. Selain glaukoma, penyebab mata merah ini dapat
pula akibat gejala inflamasi okuler atau periokuler yang tampak sebagai selulitis
preseptal atau endoftalmitis. Inflamasi ini disebabkan oleh adanya tumor yang
nekrosis
Buftalmus
Buftalmus merupakan gejala klinis yang berhubungan dengan peningkatan Tekanan
Intra Okuler akibat tumor yang bertambah besar.
Pupil midriasis
Gejala ini terjadi karena tumor yang telah mengganggu sistem syaraf parasimpatik
Proptosis
Bola mata menonjol kearah luar akibat pembesaran tumor intra dan ekstra okuler
20
Gambar 13. Leukocoria3
Gejala dan tanda Presentase
Refleks mata kucing / leukokoria 56%
Strabismus 20%
Esotropia 11%
Exotropia 9%
Mata merah dan terasa nyeri dengan glaucoma 7%
Pandangan kabur 5%
Pemeriksaan rutin 3%
Selulitis orbital 3%
Midriasis unilateral 2%
Iridis heterokromia 1%
Hyphema 1%
Gambaran dismorfik 0,5%
Anoreksia, gagal tumbuh 0.5%
Tabel 1. Gejala dan Tanda Retinoblastoma (tabel ini dimodifikasi dari Abramson DH,
Frank CM, Susman M, et al: presenting sign of retinoblastoma. J. pediatr 1998 Mar ; 132
( 3 Pt I ) : 505-8)7
21
3.9 Klasifikasi Retinoblastoma
Klasifikasi retinoblastoma menurut Reese-Ellwoth3
Group I
a) Tumor soliter ukuran 4 diameter papil nervus optikus pada atau dibelakang ekuator
b) Tumor multipel ukuran 4 diameter papil nervus optikus pada atau dibelakang
ekuator
Group II
a) Tumor soliter ukuran 4 – 10 diameter papil nervus optikus pada atau dibelakang
ekuator
b) Tumor multipel ukuran 4 – 10 diameter papil nervus optikus pada atau dibelakang
ekuator
Group III
a) Beberapa lesi pada anterior sampai ekuator
b) Tumor soliter ukuran lebih besar dari 10 diameter papil nervus optikus di posterior
sampai ekuator
Group IV
a) Tumor multipel lebih dari 10 diameter papil nervus optikus
b) Beberapa lesi dari anterior ke oraserata
Group V
a) Tumor masif setengah atau lebih retina
b) Vitreous seeding
Gambar 14.1.6 Gambar 14.2.6 Gambar 14.3.6
Tumor soliter <4 DD pada Tumor multipel <4 DD pada Anterior segmen-invasi vitreus
atau di belakang equator atau di belakang equator
22
Klasifikasi Internasional Retinoblastoma menurut Kiss et all 20083
A. Tumor yang tidak lebih dari 3 mm jauh dari fovea dan nervus optikus
B. Setiap tumor yang tidak termasuk ke dalam kategori A, tanpa adanya vitreus
seeding, cairan subretina <5mm berasal dari dasar tumor
C. Tumor dengan fokal vitreus seeding atau cairan subretina yang kurang dari satu
kuadran
D. Masif atau difus vitreus seeding, massa subretina yang luas
E. Mata yang tidak bisa lagi diselamatkan, neovaskular glaukoma, tumor mengenai
lensa, tumor segmen anterior, penyakit paru-paru, infiltrasi difus retinoblastoma
Staging Internasional retinoblastoma menurut Chantada and Dot 20063
Stage 0: Patients treated conservatively (subject to presurgical ophthalmologic
classifications)
Stage I: Eye enucleated, completely resected histologically
Stage II: Eye enucleated, microscopic residual tumor
Stage III: Regional extension
(a) overt orbital disease
(b) preauricular or cervical lymph node extension
Stage IV: Metastatic disease
(a) hematogenous metastasis:
(1) single lesion
(2) multiple lesions
(b) CNS extension:
(1) prechiasmatic lesion
(2) CNS mass
(3) leptomeningeal disease
Di RS Dr M Jamil Padang :1
• Stadium 1 : tumor terbatas pada bola mata
a. Dini : belum terdapat leukokoria, biasanya ditemukan secara kebetulan
b. Advanced intra okuler (leukokoria)
23
• Stadium 2 : proptosis
a. Tampak pembesaran kelenjar limfe regional
b. Disertai pembesaran kelenjar limfe regional
- Proptosis dengan pembesaran kelenjar limfe preaurikuler
- Proptosis dengan pembesaran kelenjar limfe preaurikuler dan leher
• Stadium 3 : tumor dengan metastase jauh
3.10 Pemeriksaan penunjang3
a) Pemeriksaan laboratorium
Spesimen darah harus diambil tidak hanya dari pasien tetapi juga dari orang
tua untuk analisa DNA : RB gene, serum carcinoembrionik antigen (CEA),
serum alpha fetoprotein.
Ada metode direk dan indirek untuk analisa gen retinoblastoma. Metode
direk bertujuan untuk menemukan mutasi inisial yang mempercepat
pertumbuhan tumor. Jadi, pemeriksaan ini menentukan apakah mutasi terjadi
pada sel benih pasien. Metode indirek dapat digunakan pada kasus dimana
mutasi awal tidak dapat terlokalisasi atau tidak jelas apakah mutasi tersebut
ada
Assay level Enzyme Humor Aqeous
Dapat digunakan untuk memperoleh informasi yang berguna pada pasien
dengan kecurigaan retinoblastoma. Laktat Dehidrogenase (LDH) adalah
enzim glikolitik yang menggunakan glukosa sebagai sumber energi. Enzim
ini terdapat dalam konsentrasi yang tinggi dalam sel yang aktif secara
metabolis. Secara normal, konsentrasinya di dalam serum dan aqeous humor
rendah. Pada pasien dengan retinoblastoma menunjukkan peningkatan
aktivitas LDH
Pemeriksaan cairan cerebrospinal dan sumsum tulang
b) Pencitraan
1. Computerized Tomography (CT scan) kranial dan orbital
Untuk melihat adanya kalsifikasi, ukuran serta perluasan tumor
24
Gambar 15. Axial CT scan with contrast demonstrating calcification in a
retinoblastoma of the left globe.6
2. Ultrasonografi
USG bertujuan untuk melihat kalsifikasi dan ukuran tumor
Gambar 16. Gambaran USG Retinoblastoma
3. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI untuk melihat adanya kalsifikasi, ukuran dan perluasan tumor. MRI
dapat berguna untuk memperkirakan derajat diferensiasi retinoblastoma
namun tidak spesifik CT-Scan karena kurangnya sensitivitas mendeteksi
kalsium. MRI juga berguna dalam mengidentifikasi retinoblastoma yang
berhubungan dengan perdarahan atau ablasio retina eksudatif.
4. Fluoresensi Angiografi
c) Biopsi
Dengan melakukan biopsi jarum halus maka tumor dapat ditentukan jenisnya.
Namun demikian tindakan ini dapat menyebabkan terjadinya penyebaran sel tumor
sehingga tindakan ini jarang dilakukan oleh dokter spesialis mata.
25
d) Pemeriksaan dengan anastesi umum
Bertujuan untuk melakukan pemeriksaan bola mata secara baik, yaitu menentukan
diameter kornea, tekanan intra okuler, pemeriksaan funduskopi serta melihat
pembuluh darah atau neovaskularisasi yang terjadi.
e) Lumbal pungsi
Pada pemeriksaan patologi anatomi akan terlihat adanya sel-sel tumor.
3.11 Gambaran Histologi Retinoblastoma3
Sel retinoblastoma adalah sel semi kolumnar inti besar yang padat dan sedikit
sitoplasma. Sel-sel retinoblastoma memiliki kecenderungan untuk menyusun diri mereka
sendiri dalam bentuk rosettes, fleuerettes dan pseudorosettes. Ada dua jenis rosettes yaitu
Flexner-Wintersteiner, and Homer-Wright rosettes
a. Flexner-wintersteiner Rosettes, yang terdiri dari lumen central yang
dikelilingi oleh sel kolumnar tinggi. Nukleus sel ini lebih jauh dari lumen.
b. Homer-Wright Rosettes, rosettes yang tidak mempunyai lumen dan sel
terbentuk mengelilingi masa proses eosinophilik
c. Flerettes adalah fokus sel tumor, yang mana menunjukkan differensiasi
fotoreseptor, kelompok sel dengan proses pembentukan sitoplasma dan
tampak menyerupai karangan bunga.3
Gambar 17. Histologi dari retinoblastoma 3
26
3.12 Metastasis3
Infiltrasi lansung tumor :
a. Saraf optik sampai otak
b. Koroid sampai ke jaringan lunak mata dan sampai ke tulang
Dispersi sel-sel tumor melalui ruang subarakhnoid nervus optikus
a. Menyeberangi nervus optikus
b. Ke dalam cairan serebrospinal otak dan sumsum tulang
Secara hematogen menyebar ke paru, tulang dan secara sekunder di otak
a. Invasi melalui orbita dan tulang
b. Invasi limfatik menyebar ke kelenjar getah bening
Penyebaran secara limfatik:
a. Tumor yang menyebar ke anterior sampai ke konjungtiva dan kelopak mata
b. Dari konjungtiva dan saluran limfe kulit menyebar ke sistem limfe regional
Sel tumor mungkin juga melewati kanal atau melalui slera untuk masuk ke orbita.
Perluasan ekstraokular dapat mengakibatkan proptosis sebagaimana tumor tumbuh dalam
orbita. Pada bilik mata depan, sel tumor menginvasi trabecular messwork, memberi jalan
masuk ke limphatik conjunctiva. Kemudian timbul kelenjar limfe preauricular dan cervical
yang dapat teraba. Tempat metastasis Retinoblastoma yang paling sering pada anak
mengenai tulang kepala, tulang distal, otak, vertebra, kelenjar limphe dan viscera abdomen.
3.13 Diagnosis Banding Retinoblastoma
a. Persistent hyperplastic primary vitreous (PHPV)PHPV merupakan anomali kongenital di mana vitreous primer gagal untuk regresi dalam uterin. Jaringan mesenkim sangat vaskular memelihara lensa berkembang selama kehidupan intrauterin. Jaringan mesenkim membentuk massa di belakang lensa. Sebuah membran abu-abu kuning retrolental dapat menghasilkan leukocoria, dengan kecurigaan berikutnya retinoblastoma. Bola matanya putih dan sedikit microphthalmic. Pasien tidak memiliki riwayat prematuritas atau pemberian oksigen. Jaringan fibrovascular retrolental dapat menyerang kapsul lensa, sehingga menyebabkan pembengkakan lensa dan glaukoma akut. Meskipun arteri hyaloid persistent bisa muncul, mata yang terkena memiliki retina normal dan mungkin visus baik jika membran dapat dibuka.6
b. Uveitis GranulomatosaRetinoblastoma lanjut dapat menghasilkan gambaran yang khas dari uveitis toksoplasma, dengan presipitat keratic muttonfat besar dan vitreous berawan dengan massa kekuningan yang mendasarinya (masquerade syndrome). Respon yang tampak dari kondisi ini untuk terapi steroid tidak boleh diambil sebagai indikasi bahwa ini
27
merupakan proses inflamasi, dan indeks kecurigaan yang tinggi harus dipertahankan sampai diagnosis akhir dibuat.6
c. Metastatic endophthalmitisEmboli septik dari infeksi bakteri di bagian lain dari tubuh dapat menjadi sumber endophthalmitis endogen pada anak-anak. Pasien-pasien ini mungkin memiliki leukocoria yang dapat dibedakan dari retinoblastoma.6
d. Pendarahan vitreousVitreous yang terisi oleh darah merupakan tanda yang jarang dari retinoblastoma. Pembuluh darah persisten dari sistem hyaloid dapat berdarah setelah trauma lahir; saat mengalami regresi, darah tidak ada dan fundus normal bisa terlihat. Penyakit perdarahan neonatus juga bisa disertai dengan perdarahan vitreous. Karena trauma contusive belum diketahui pada mata adalah penyebab paling umum dari perdarahan vitreous pada anak kecil, diagnosis mungkin cukup sulit. Ultrasonografi, MRI dan CT dapat membantu. Perdarahan di retina terjadi pada 20%-30% dari neonatus setelah melahirkan normal, tetapi jarang pada bayi yang lahir dengan operasi caesar. Ini biasanya self-limited dan menghilang selama beberapa bulan pertama kehidupan. Namun, jika terjadi perdarahan masif dan terjadi peningkatan, massa abu-abu yang menstimulasi retinoblastoma mungkin terjadi.6
e. Toxocara granulomaGranulomatosis larva disebabkan oleh reaksi granulomatosa sekitar larva cacing gelang Toxocara canis. Gambaran klinis berkisar dari nodul soliter retina yang tenang (yang dapat terlihat seperti retinoblastoma) untuk inflamasi akut dan luas dengan vitreous berawan. Jumlah larva yang masuk mata dan rute yang mereka ambil (koroid atau retina) tampaknya memainkan peran penting dalam manifestasi okular. Pada anak-anak, reaksi antigen-antibodi tampaknya terjadi. Larva paling sering masuk melalui arteri ciliary pendek, dan granuloma eosinofilik mengandung sebuah fragmen larva sering terdapat di daerah makula. Jika larva memasuki arteri centralis retina, mereka dapat mengajukan di retina perifer dan menghasilkan granuloma khas pada lokasi itu. Kami telah menemukan beberapa kasus seperti didiagnosis sebagai larva granulomatosis yang berespon baik dengan krioterapi intensif pada lesi perifer.
Dua petunjuk klinis menunjukkan diagnosis granulomatosis larva. Yang pertama adalah adanya inti putih berkilau di tengah granuloma, dan yang kedua adalah adanya untaian panjang, lurus, keabu-abuan-kekuningan yang memanjang ke vitreous. Ini jarang terlihat di retinoblastoma.
Tes ELISA toxocara serum atau penelitian vitreous dengan reaksi ELISA untuk antigen homolog Toxocara canis mungkin penting untuk diagnosis. Pengamatan serial selama periode beberapa minggu membedakan antara granuloma larva (yang tetap konstan dalam ukuran) dan retinoblastoma (yang tumbuh). Sebuah diagnosis histologis dapat mengaburkan karena fragmen larva yang dicerna dan hilang sepenuhnya dalam beberapa waktu.6
f. ToksoplasmosisTrias klasik dari toksoplasmosis kongenital yaitu korioretinitis, kalsifikasi intrakranial, dan hidrosefalus. Ini hasil dari infeksi transplasenta Toxoplasma gondii
28
selama kehamilan. Chorioretinal scar adalah tanda yang paling umum ditemukan dan dapat dilihat baik dalam retina perifer atau makula area. Diagnosis toksoplasmosis kongenital dapat dibuat dengan tes serologis yaitu dengan mengukur antibodi terhadap parasites. Lesi okuler dapat diobati dengan sulfadiazin, pirimetamin, dan kortikosteroid.6
g. KatarakKatarak anak dapat dikaitkan dengan bermacam-macam kelainan, termasuk infeksi intrauterin (sindrom rubella bawaan, toksoplasmosis kongenital), penyakit metabolik (galaktosemia, mannosidosis, Refsum sindrom), penyakit ginjal (sindrom Lowe, sindrom Alport), penyakit jaringan ikat (sindrom Marfan, homocystinuria ), gangguan dermatologi (sindrom Cockayne, Rothmund-Thomson sindrom), dan kelainan kromosom (trisomi, monosomi, penghapusan). Dengan menggunakan slit lamp biomicroscopy, diagnosis katarak anak dapat dibuat dengan pasti. Di mata dengan katarak padat menutupi pandangan fundus, pemeriksaan USG biomicroscopic dapat menilai dalam membedakan kelainan lain, termasuk ablasi retina dan intraokular tumor.6
h. Retinitis viralMeskipun jarang, retinitis dapat terjadi setelah infeksi virus pada anak yang imunokompeten. Sebagai contoh, setelah infeksi campak, retina dapat berkembang menjadi vaskulitis difus dengan makula star. Pada anak-anak immunocompromised, seperti orang-orang dengan infeksi HIV atau setelah transplantasi organ, mata dapat berkembang retinitis sitomegalovirus, meskipun hal ini tidak biasa seperti pada pasien dewasa.6
i. Norrie DiseasePenyakit ini merupakan displasia retina bilateral terkait-X. Hal ini paling sering ditemui pada laki-laki yang buta sejak lahir. Mata biasanya menjadi phthisical atau perkembangan dari displasia retina menjadi ablasi retina total. Gambaran klinis lainnya onsetnya lambat, yaitu kehilangan pendengaran, retardasi mental, dan mikrosefali.6
j. Displasia Retina Autosomal ResesifDisplasia retina adalah istilah patologis spesifik yang menggambarkan sindrom yang menyebabkan lipatan retina dan dystrophi retina dan berhubungan dengan anomali sistemik lainnya. Beberapa pasien menunjukkan trisomi 13. Anomali terkait termasuk agenesis otak, hidrosefalus, encephalocele, lissencephaly (otak halus), malformasi serebelum, bibir sumbing dan palatum, malrotasi usus, dan anomali jantung dan sistem vaskular. Sindrom yang disertai dengan displasia retina menjadi lebih baik digambarkan, displasia retina jangka panjang digunakan sebagai deskripsi histologis bukan sebagai gambaran klinis.6
k. Vitreoretinopati eksudatif dominan Temuan mata dalam kondisi ini dapat dibedakan dari retinopati prematuritas (ROP) dan 'Coats disease. Ini adalah penyakit pembuluh perifer kecil retina. Temuan klinis mencakup detachment vitreous posterior, snowflake vitreous opacity, perdarahan vitreous berulang, perpindahan makula, ablasi retina lokal, neovaskularisasi retina, katarak sekunder, dan penyakit paru-paru bulbi.6
29
l. Juvenille X-Linked RetinoschisisCacat utama dalam kondisi ini diperkirakan dalam sel Mueller (sel glial utama pada retina). Temuan klinis mencakup degenerasi retina kistik, split intraretinal, atrofi retina,detachment retina, sklerosis Choroidal, dan perdarahan di rongga schisis atau vitreous. Foveal schisis adalah penemuan yang paling umum dan terjadipadasemua orang yang terkena. Gen retinoschisis (XLRS1) telah ditemukan, dan mungkin terlibat dalam proses adhesi sel selama perkembangan retina.6
m. Retinochoroidal ColobomaRetinochoroidal Coloboma merupakan kelainan pada penutupan fisura janin. Tidak adanya retina dan koroid dipandang sebagai refleks putih (sclera telanjang). Kedua cacat yang didiagnosis dengan pemeriksaan di bawah anestesi. Retinochoroidal Coloboma bisa menjadi temuan terisolasi atau bagian dari suatu kondisi yang disebut CHARGE asosiasi. Penelitian terbaru pada anak-anak coloboma retinochoroidal mengungkapkan prevalensi penurunan ablasi retina dan Choroidal dalam mata dibandingkan dengan penelitian sebelumnya (dari sekitar 30% menjadi kurang dari 10%).6
n. Congenital Retina FoldBentuk sederhana dari congenital retina fold merupakan anomali terisolasi dalam diferensiasi retina. Ini memanjang dari kepala saraf ke retina perifer; kebanyakan kasus adalah unilateral. Anak-anak dengan kondisi ini adalah normal dalam aspek lainnya. Ketika fundus dapat jelas terlihat, kondisi ini dicatat tidak seperti retinoblastoma. Selama evaluasi, penting untuk mengenali bahwa lipatan yang sama juga dapat sekunder untuk ROP, trisomi 13-15, benda asing, dan peradangan granulomatosa.6
o. Myelinates Nerve FibersKetika serabut saraf mielin yang luas dan di atas kutub posterior, mereka mungkin menghasilkan refleks putih di pupil. Bila seorang anak diperiksa lengkap, diagnosis jelas.6
p. Miopia TinggiKetika ditandai dengan penipisan retina disertai dengan sabit rabun besar sekitar saraf, refleks putih mungkin terlihat. Hal ini mengarah pada kecurigaan retinoblastoma. Pemeriksaan yang cermat dengan optalmoskop tidak langsung dan retinoscopy mengungkapkan diagnosis yang benar.6
q. Coat’s DiseaseCoat’s disease adalah suatu kondisi nonhereditary yang ditemukan paling
sering pada laki-laki. Ini adalah anomali vaskular utama retina ditandai oleh telengiektasis, eksudat lipoprotein dalam retina dan ruang subretin. Kemudian, sebuah detachment dengan bahan putih atau kuning-merah muda padat dapat terlihat sebagai suatu retinoblastoma. Telengiektasis dan aneurisma sangat menyokong diagnosis penyakit Coats, tetapi juga terlihat pada retinoblastoma. Retina yang terlibat sering memiliki kemilau kuning kehijauan, dan bagian yang terpisah dari retina mungkin abu-abu gelap atau hitam sebagai akibat dari proliferasi dari epitel pigmen retina. Meskipun hal ini juga bisa menjadi fitur dari retinoblastoma, relatif jarang.
30
Kristal kolesterol berkilauan di ruang subretinal merupakan tahap akhir dari
penyakit Coats. Meskipun anomali vaskular pada penyakit Coats mungkin terjadi
pada saat lahir, lesi tidak menimbulkan gejala sampai ablasio retina dan penglihatan
sentral hilang, dengan kasus yang ditemukan pada usia rata-rata 6 sampai 8 tahun.6
Gambar 18. A. Coats' disease with exudation in the posterior pole. B. Peripheral retinal
telangiectasia responsible for the exudate. C. Fluorescein staining of the peripheral lesion.
(Courtesy of William Tasman, MD, Philadelphia, PA.)
Gambar 19. A. Total retinal detachment with Coats' disease. B. Total retinal detachment
with retinoblastoma. C. Comparison of CT scan between Coats' disease and
retinoblastoma. D. Type I regression. E. Type II regression. F. Type III regression
r. Retinopathy of Prematurity Retinopati prematuritas terjadi pada bayi prematur sebagai hasil dari efek racun oksigen pada retina yang avaskular. Anak-anak yang berat lahir normal dan yang belum diberikan oksigen kadang-kadang memiliki gambaran identik dengan ROP. Peningkatan daerah abu-abu yang tampak di perifer dan mungkin menyerupai retinoblastoma. Selain itu, ketika membran Retrolental lengkap ada, mungkin menghasilkan refleks putih di pupil. Kondisi ini biasanya bilateral dan simetris. Prosesus silia panjang di dalam membran Retrolental, bersama dengan riwayat prematuritas dan pemberian oksigen, menyokong diagnosis yang benar.6
31
s. Ablasi RetinaAblasi retina pada anak dapat menjadi bagian dari sindrom seperti sindrom Stickler, Ehlers-Danlos, displasia Kniest, dan incontinentia pigmenti. Baru-baru ini, ada laporan dari ablasi retina menyebabkan leukocoria pada anak dengan syndrome cincin kromosom 13. Sebuah laporan terbaru dari ablasi retina bawaan merupakan pola warisan autosomal resesif.6
Tabel 2. Diagnosis Banding Leukocoria4
Common Conditions
Heredity Visual Age at Diagnosis
Laterality Typical Features
Congenital Cataracts
Inherited (AD)(commonly)
Congenital (at birth)
bilateral AmblyopiaAssociated disease syndromes
Retinoblastoma SporadicInherited (AD)
< 1-3 y<1 y
BilateralUnilateral
Exophotyc or endophotyc growthCalcification on CT scan
PHPV Sporadic Congenital (at birth)
Unilateral Visible ciliary processRetrolental fibrovaskular plaqueIntraocular hemorrhage,ACG
Coat’s disease Sporadic 8-10 y Unilateral Massive subretinal exudationRetinal telengectasia
Retinopathy of prematurity
Sporadic 4-6 week bilateral Prematurity or low birth weightIncomplete retinal vascularizationNeovascularitation
Tabel 3. Typical Features of Common Condition Causing Leukocoria8
32
3.14 Penatalaksanaan Retinoblastoma
Penanganan retinoblastoma sangat tergantung pada besarnya tumor, bilateral,
perluasan ke jaringan ekstra okuler dan adanya tanda-tanda metastasis jauh.1
1. Fotokoagulasi laser
Fotokoagulasi laser sangat bermanfaat untuk retinoblastoma stadium sangat dini.
Dengan melakukan fotokoagulasi laser diharapkan pembuluh darah yang menuju ke tumor
akan tertutup sehingga sel tumor akan menjadi mati. Keberhasilan cara ini dapat dinilai
dengan adanya regresi tumor dan terbentuknya jaringan sikatrik korioretina. Cara ini baik
untuk tumor yang diameternya 4,5 mm dan ketebalan 2,5 mm tanpa adanya vitreous
seeding. Yang paling sering dipakai adalah Argon atau Diode laser yang dilakukan
sebanyak 2 sampai 3 kali dengan interval masing-masingnya 1 bulan.
2. Krioterapi
Krioterapi dapat dipergunakan untuk tumor yang diameternya 3,5 mm dengan
ketebalan 3 mm tanpa adanya vitreous seeding, dapat juga digabungkan dengan foto
koagulasi laser. Keberhasilan cara ini akan terlihat adanya tanda-tanda sikatrik korioretina.
Cara ini akan berhasil jika dilakukan sebanyak 3 kali dengan interval masing-masingnya 1
bulan.
3. Thermoterapi
Termoterapi dengan mempergunakan laser Infra red untuk menghancurkan sel-sel
tumor terutama untuk tumor-tumor ukuran kecil.
4. Radioterapi
Dapat digunakan pada tumor-tumor yang timbul kearah korpus vitreus dan tumor-
tumor yang sudah berinvasi ke nervus optikus yang terlihat setelah dilakukan enukleasi
bulbi. Dosis yang dianjurkan adalah dosis fraksi perhari 190 – 200 cGy dengan total dosis
4000 – 5000 cGy yang diberikan selama 4 sampai 6 minggu.
A. Radiasi sinar eksternal
Radiasi sinar eksternal merupakan pengobatan andalan pada retinoblastoma. Terapi
ini dilakukan pada kasus :
o Moderate isolated tumour
o Tumor kecil yang multipel
o Keterlibatan saraf optic
o Retinoblastoma bilateral Kasus-kasus yang tidak berespon dengan
pengobatan lokal seperti fotokoagulasi atau krioterapi
33
Keuntungan dari radiasi sinar eksternal dengan askselerator linear adalah kerusakan
pada mata yang diradiasi minimal dan mata yang lain bisa terproteksi. Mata diradiasi
selama 5 hari dalam satu minggu dengan dosis 250 cGy per hari, jumlah dosisnya berkisar
dari 2500-4500 cGy (4000-5000 rads). Semua kasus bilateral harus mendapat radiasi atau
radiasi yang dikombinasi dengan kemoterapi.
Efek samping dariiradiasi terbagi atas :
Jangka pendek : konjungtiva dan kulit memerah, madarosis, mata kering.
Jangka panjang : katarak, retinopati, neuropati optic, mata kering, pertumbuhan
orbita terganggu dan neoplasma sekunder.
B. Plak radiasi (Brakiterapi)
Plak radiasi yang sering digunakan adalah iodine 125, iridium 192, ruthenium 106.
Radon and cobalt 60 jarang digunakan. Terapi ini diindikasikan pada mata dengan nodul
yang besar, terlokalisir, dan terisolasi tanpa keterlibatan nervus potik atau macula. Terapi
ini bisa digunakan pada kasus dengan pengobatan primer (krioterapi,fotokoagulasi atau
radiasi sinar eksternal) gagal. Tujuan dari terapi ini adlah untuk memberikan radiasi sebesar
40 cGy pada apeks tumor. Terapi ini lebih singkat dibanding radiasi eksternal yaitu selama
2 setengah hari.
5. Kemoterapi
Indikasinya adalah pada tumor yang sudah dilakukan enukleasi bulbi yang pada
pemeriksaan patologi anatomi terdapat tumor pada khoroid dan atau mengenai nervus
optikus. Kemoterapi juga diberikan pada pasien yang sudah dilakukan eksenterasi dan
dengan metastase regional atau metastase jauh. Kemoterapi juga dapat diberikan pada
tumor ukuran kecil dan sedang untuk menghindarkan tindakan radioterapi. Retinoblastoma
Study Group menganjurkan penggunaan Carboplastin, vincristine sulfate dan etopozide
phosphate. Beberapa peneliti juga menambahkan cyclosporine atau dikombinasikan dengan
regimen kemoterapi carboplastin, vincristine, etopozide phosphate. Teknik lain yang dapat
digabungkan dengan metode kemoterapi ini adalah:
a. Kemotermoterapi, dimana setelah dilakukan kemoreduksi dilanjutkan dengan
termoterapi. Cara ini paling baik untuk tumor- tumor yang berada pada fovea dan
nervus optikus dimana jika dilakukan radiasi atau fotokoagulasi laser dapat
berakibat terjadinya penurunan visus.
b. Kemoradioterapi, adalah kombinasi antara kemoterapi dan radioterapi yang dapat
dipergunakan untuk tumor-tumor lokal dan sistemik.
34
Anak-anak yang mendapat obat kemoterapi secara intravena setiap 3-4 minggu untuk 4-9
siklus kemoterapi.
6. Enukleasi bulbi
Enukleasi bulbi dilakukan apabila tumor sudah memenuhi segmen posterior bola
mata. Apabila tumor telah berinvasi kejaringan sekitar bola mata maka dilakukan
eksenterasi. Tumor masih intra okular. Ada kehilangan penglihatan yang mencolok Dalam
kasus bilateral, satu mata selalu lebih parah daripada yang lain. Enukleasi dianjurkan untuk
tumor yang lebih parah. Enukleasi bilateral jika tidak ada visus dari salah satu mata yang
bisa diselamatkan atau modus lain seperti kemoterapi dan radiasi tidak mungkin dilakukan.
Gambar 18. Enukleasi bulbi
Berdasarkan ukuran tumor, penatalaksanaan dapat dibagi:1
1. Tumor kecil
Ukuran tumor kecil dari 2 diameter papil nervus optikus tanpa infiltrasi ke korpus
vitreus atau sub retinal. Dapat dilakukan fotokoagulasi laser, termoterapi, krioterapi
dan kemoterapi
2. Tumor Medium
a. Brakiterapi untuk tumor ukuran kecil dari 8 diameter papil nervus optikus
terutama yang tidak ada infiltrasi ke korpus vitreous, juga dipergunakan
untuk tumor-tumor yang sudah mengalami regresi
b. Kemoterapi
c. Radioterapi. Sebaiknya hal ini dihindarkan karena komplikasinya dapat
mengakibatkan katarak , radiasi retinopati
35
3. Tumor besar
a. Kemoterapi untuk mengecilkan tumor dan ditambah pengobatan lokal
seperti krioterapi dan fotokoagulasi laser yang bertujuan untuk
menghindarkan enukleasi atau radioterapi. Tindakan ini juga memberikan
keuntungan apabila terdapat tumor yang kecil pada mata sebelahnya.
b. Enukleasi bulbi dilakukan apabila tumor yang diffuse pada segmen posterior
bola mata dan yang mempunyai resiko tinggi untuk terjadinya rekurensi
4. Tumor yang sudah meluas ke jaringan ekstra okuler maka dilakukan eksenterasi dan
diikuti dengan kemoterapi dan radioterapi.
5. Tumor yang sudah bermetastasis jauh, hanya diberikan kemoterapi saja.
Gambar 20. Diagram Penatalaksanaan Retinoblastoma Unilateral3
36
Gambar 21. Diagram Penatalaksanaan Retinoblastoma Bilateral3
3.15 Follow Up
Pemantauan pasien dengan retinoblastoma dan anggota keluarga mereka sangat
penting. Bahkan pasien dengan tumor unilateral ynifokal memiliki kesempatan hampir
20% pengembangan retinoblastoma di mata satunya lagi. Risiko ini adalah berkurang
dengan usia dan menurun setelah usia 24 bulan. Jika retinoblastoma adalah bentuk
herediter, pasien dan saudara harus diperiksa setiap 4 bulan sampai usia 3 atau 4 tahun dan
kemudian setiap 6 bulan sampai usia 6 tahun.
3.16 Prognosa Retinoblastoma
Prognosis retinoblastoma tergantung kepada klasisfikasi tumor tersebut:
Group I : sangat baik
Group II : baik
Group III : meragukan
Group IV : tidak baik
Gropu V : sangat tidak baik
37
DAFTAR PUSTAKA
1. Rahman, Ardizal. Deteksi Dini dan Penatalaksanaan Retinoblastoma. The 4th Sumatera
Ophtalmologist Meeting hold on January 4th-7th 2006.
2. Vaughan DG, Asbury T, Eva PR. Anatomi dan Embriologi Mata. Dalam : Oftalmologi
Umum. Widya Medika. Jakarta: 2006.
3. Galindo, RC, Wilson, MW. Retinoblastoma. Springer. London : 2010.
4. Scuta GL, Cantor LB, Weiss JS. Ocular and Periocular Tumors in Childhood. Dalam:
Pediatric Ophtalmology and Strabismus. San Fransisco : Lifelong Education of The
Ophtalmologist. 2011-2012.
5. Mukherjee, PK. Retinoblastoma. Dalam : Pediatric Ophtalmology. New Age
International. New Delhi: 2005.
6. Boxrud, CA, Atchaneeyasakul. Retinoblastoma. Dalam : Duane’s Ophtalmology.
Diakses dari: www.oculist.net pada tanggal 10 Januari 2012.
7. Isidiro, MA. Retinoblastoma. Diakses dari: http://emedicine.medscape.com/ pada
tanggal 10 Januari 2012.
8. Doulos, Stella, dkk. Leukocoria. Dalam : Pediatric Ophtalmology a Clinical Guide.
Newyork. Thieme: 2000.
38