case orthopedi.docx

25
STATUS ILMU PENYAKIT BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN TRISAKTI SMF BEDAH RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOJA Nama Mahasiswa : Yovita Devi Kornelin NIM : 030.08.261 Dokter Pembimbing : Dr. Moch. Nagieb , Sp,OT IDENTITAS PASIEN Nama lengkap : Ny. SA Jenis kelamin : Perempuan Umur : 80 tahun Suku bangsa : Betawi Status perkawinan : Menikah Agama : Islam Pekerjaan : - Pendidikan : SMA Alamat : Jakarta Utara Tanggal masuk RS : 21- 05-2013 A. ANAMNESIS Diambil secara alloanamnesis, tanggal 22 Mei 2013, pada pukul 10:00 WIB Keluhan Utama : Nyeri tungkai kanan sejak 4 jam sebelum masuk rumah sakit.

Upload: yovita-devi-kornelin

Post on 30-Nov-2015

26 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

case orthopedi

TRANSCRIPT

STATUS ILMU PENYAKIT BEDAH

FAKULTAS KEDOKTERAN TRISAKTI

SMF BEDAH

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOJA

Nama Mahasiswa : Yovita Devi Kornelin

NIM : 030.08.261

Dokter Pembimbing : Dr. Moch. Nagieb , Sp,OT

IDENTITAS PASIEN

Nama lengkap : Ny. SA Jenis kelamin : Perempuan

Umur : 80 tahun Suku bangsa : Betawi

Status perkawinan : Menikah Agama : Islam

Pekerjaan : - Pendidikan : SMA

Alamat : Jakarta Utara Tanggal masuk RS : 21-05-2013

A. ANAMNESIS

Diambil secara alloanamnesis, tanggal 22 Mei 2013, pada pukul 10:00 WIB

Keluhan Utama : Nyeri tungkai kanan sejak 4 jam sebelum masuk rumah sakit.

Keluhan Tambahan : Tungkai kanan bengkak, terlihat lebih pendek dari tungkai kiri,

tidak dapat digerakkan maupun berjalan.

Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien datang ke IGD RSUD Koja dengan keluhan nyeri tungkai kanan sejak 4 jam

sebelum masuk rumah sakit. Sebelumnya, pasien terjatuh didalam rumah akibat tersandung,

pasien terjatuh dengan posisi jatuh tengkurap miring ke kanan. Setelah kejadian pasien sadar

sepenuhnya, tidak muntah, dan tidak ada kesulitan bernapas. Pasien mengaku saat itu pasien

merasakan nyeri di tungkai kanan dan tungkai tidak dapat digerakkan maupun digunakan untuk

berjalan karena nyeri. Pasien merasa tungkai menjadi bengkak, kemerahan, lebih pendek dan

bengkok. Pasien mengaku tidak ada luka lecet pada tungkai kanan dan tungkai tidak dirasakan

kesemutan maupun baal. Kelima jari kaki kanan masih dapat digerakkan.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Riwayat mengalami trauma tungkai sebelumnya disangkal.

Penyakit jantung (-)

Hipertensi (+)

DM (+)

Asma (-)

Penyakit paru (-)

Alergi obat dan makanan (-)

Riwayat Keluarga :

Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan serupa.

HT (-), DM (-), asma (-), alergi (-)

Riwayat keganasan disangkal.

B. PEMERIKSAAN FISIK

PRIMARY SURVEY

A. Airway

Bebas /tidak ada sumbatan jalan nafas, lidah tidak jatuh ke belakang, stridor (-)

B. Breathing

Thorax : nafas spontan RR=18x/menit

Pulmo : Inspeksi : tidak ada gerakan hemithorax yang tertinggal saat bernafas,

jejas (-), deformitas (-).

Palpasi : nyeri tekan (-), vocal fremitus kanan dan kiri sama.

Perkusi : sonor.

Auskultasi : suara nafas kanan dan kiri sama.

Assessment : baik, tidak ada gangguan ventilasi.

Action : -

Reassessment : -

C. Circulation

Bibir : tidak sianosis

Ekstremitas : tidak sianosis, hangat

TD : 140/80 Nadi : 88x/menit

Assessment : sirkulasi baik

Action : -

Reassessment : -

D. Disability

Glasgow Coma Scale (GCS)

E4 M6 V5 score 15

Assessment : baik

Action : -

Reassessment : -

E. Exposure

Tungkai kanan : Luka lecet (-), edema (+), deformitas (+)

SECONDARY SURVEY

EXPOSURE

1. Status generalis

Keadaan umum: sakit sedang

Tanda vital : TD : 140/80 Nadi : 88x/menit

Suhu : 36,8°C RR : 18x/menit

Kepala : jejas (-), hematom (-), oedem (-)

Mata : jejas (-), hematom (-), oedem (-), conjungtiva anemis +/+, sclera ikterik

-/-, refleks cahaya langsung +/+, refleks cahaya tak langsung +/+

Hidung : jejas (-), hematom (-), oedem (-), darah (-)

Telinga : jejas (-), hematom (-), oedem (-), darah (-)

Tenggorokkan : faring hipermenis -/-, tonsil T1-T1 tenang

Mulut : bibir sianosis (-), kering (-)

Leher : jejas (-), hematom (-), oedem (-)

Thoraks :

pulmo

Inspeksi : jejas (-), deformitas (-), retraksi sela iga (-), gerak nafas tidak ada yang

tertinggal.

Palpasi : nyeri tekan (-), vocal fremitus kiri-kanan sama

Perkusi : sonor seluruh lapang paru

Auskultasi : suara nafas vasikuler, wheezing -/-, ronchi -/-

Cor : Bunyi jantung I dan II regular, murmur (-), gallop (-)

Abdomen :

Inspeksi : jejas (-), hematom (-), datar

Auskultasi : bising usus (+) normal

Palpasi : supel, nyeri tekan (-), defans muscular (-), hepar dan lien tidak

teraba.

Perkusi : timpani

2. Status lokalis

Regio : Hip dextra

a. Look : deformitas (+) : external rotasi (+), shortening (+), abduksi (+)

Skin lost (-), excoriation wound (-), oedem (+), kemerahan (+),

balut (+), splint (+), rembes (-)

b. Feel : nyeri tekan (+), perabaan hangat,

NV distal : a. poplitea ++/++, parestesi (-), CRT <2”, pasase (-)

c. Move : ROM aktif (-), pasif tidak dinilai karena nyeri

C. LABORATORIUM

Tanggal 21/05/2013

Pemeriksaan Hasil Nilai normal

Hematologi :

Hb

Lekosit

Hematokrit

Trombosit

7,9 g/dL

10.800 /uL

24 %

188.000 / uL

12-16

3.900-10.000

34-45

182.000-369.000

Glukosa Sewaktu 221 mg/dL 60-100

Tanggal 22/05/2013

Pemeriksaan Hasil Nilai normal

Hematologi :

Hb

Lekosit

Hematokrit

Eritrosit

MCV (VER)

MCH (HER)

MCHC (KHER)

Hitung jenis :

Basofil

Eosinofil

Batang

Segmen

Limfosit

Monosit

Trombosit

LED

RDW

7,4 g/dL

7.400 /uL

22 %

2,55 juta/uL

88 fL

29 pg

33 g/dL

0 %

0 %

0 %

84 %

11 %

4 %

188.000 / uL

59 mm/jam

16,7

11,2-15,7

3.900-10.000

34-45

4,0-5,0

80-100

26-34

31-36

0-2

0-5

2-6

47-80

13-40

2-11

182.000-369.000

<15

11,6-14,8

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Foto Rontgen hip dextra : terdapat garis fraktur di intertrochanter

E. RESUME

Os datang dengan keluhan nyeri tungkai kanan sejak 4 jam sebelum masuk rumah sakit.

Sebelumnya, os terjatuh didalam rumah akibat tersandung, dengan posisi jatuh tengkurap miring

ke kanan. Os sadar sepenuhnya, tidak muntah, dan tidak ada kesulitan bernapas. Os merasakan

nyeri di tungkai kanan, tungkai tidak dapat digerakkan maupun berjalan. Tungkai menjadi

bengkak, kemerahan, lebih pendek dan bengkok. Tidak ada luka lecet pada tungkai kanan dan

tidak dirasakan kesemutan maupun baal. Kelima jari kaki kanan masih dapat digerakkan.

Pada pemeriksaan fisik status lokalis, regio hip dextra ; [LOOK] deformitas (+) : external

rotasi (+), shortening (+), abduksi (+) , Skin lost (-), excoriation wound (-), oedem (+),

kemerahan (+), balut (+), splint (+), rembes (-) ; [FEEL] nyeri tekan (+), perabaan hangat,

neurovaskuler distal : a. poplitea ++/++, parestesi (-), CRT <2”, pasase (-) ; [MOVE] ROM aktif

(-), pasif tidak dinilai karena nyeri.

Pada pemeriksaan penunjang, rontgen regio hip dextra ; terdapat garis fraktur di

intertrochanter.

F. DIANOGSIS KERJA

Close fracture of the right intertrochanter evans stable

G. PENATALAKSANAAN

a. Non-medikamentosa

Pertahankan splint

b. Medikamentosa

IVFD RL 20 tpm

Tramadol 3x50 mg iv

Ranitidin 2x50 mg iv

c. Operatif

H. PROGNOSIS

Ad Vitam: bonam

Ad Sanationam: dubia ad bonam

Ad Functionam: dubia ad bonam

TINJAUAN PUSTAKA

Klasifikasi fraktur ada dua jenis yaitu fraktur tertutup dan fraktur terbuka. Fraktur

tertutup yaitu bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Sedangkan

fraktur terbuka yaitu bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena

adanya perlukaan di kulit. Bentuk-bentuk perpatahan antara lain transfersal, oblique, spiral,

kompresi atau crush, comminuted dan greenstick (Mansjoer, 2000).

Fraktur lebih sering terjadi pada laki-laki daripada perempuan dengan umur dibawah 45

tahun dan sering berhubungan dengan olah raga, pekerjaan atau luka yang disebabkan oleh

kendaraan bermotor. Mobilisasi yang lebih banyak dilakukan oleh laki-laki menjadi penyebab

tingginya resiko fraktur. Sedangkan pada orang tua, perempuan lebih sering mengalami fraktur

daripada laki-laki yang berhubungan dengan meningkatnya insiden osteoporosis yang terkait

dengan hormon pada menopause (Apley, 1995).

Fraktur intertrochanter femur merupakan salah satu dari 3 tipe fraktur panggul. Fraktur

intertrochanter terjadi diantara 2 trochanter dimana trochanter mayor terdapat musculus gluteus

medius dan minimus (ekstensi dan abduksi panggul) dan trochanter minor dimana terdapat

musculus iliopsoas (fleksi panggul) (Evans & McGrory, 2001).

A. Anatomi Femur

Femur, tulang terpanjang dan terberat dalam tubuh, meneruskan berat tubuh dari os coxae

kepada tibia sewaktu kita berdiri. Caput femoris menganjurkan ke arah craniomedial dan agak ke

ventral sewaktu bersendi dengan acetabulum. Ujung proximal femur terdiri dari sebuah caput

femoris, dan 2 trochanter (trochanter mayor dan trochanter minor) (Moore, 2002). Area

intertrochanter dari femur adalah bagian distal dari collum femur dan proksimal dari batang

femur. Area ini terletak di antara trochanter mayor dan trochanter minor (Goodman, 2011).

Caput femoris dan collum femoris membentuk sudut (1150-1400) terhadap poros panjang corpus

femoris; sudut ini bervariasi dengan umur dan jenis kelamin. Corpus femur berbentuk lengkung,

yakni cembung ke arah anterior. Ujung distal femur, berakhir menjadi 2 condylus, yaitu

epicondylus medialis dan epicondylus lateralis yang melengkung bagaikan ulir (Moore, 2002).

Gambar 1. Anatomi femur Gambar 2. Pembuluh darah pada femur

B. Definisi Fraktur

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas dari tulang, sering diikuti oleh kerusakan jaringan

lunak dengan berbagai macam derajat, mengenai pembuluh darah, otot dan persarafan (Evans,

2001). Definisi fraktur intertrochanter femur adalah terputusnya kontinuitas tulang pada area di

antara trochanter mayor dan trochanter minor yang bersifat ekstrakapsular (Apley, 1995).

Banyak terjadi pada orang tua terutama pada wanita (diatas usia 60 tahun ). Biasanya

trauma ringan, jatuh kepleset,daerah pangkal paha ke bentur lantai. Hal ini dapat dapat terjadi

karena pada wanita tua, tulang sudah mengalami osteoporosis post menopause. Pada orang

dewasa dapat terjadi fraktur ini disebabkan oleh trauma dengan kecepatan tinggi (tabrakan

motor).

C. Klasifikasi Fraktur Femur

Ada 2 tipe fraktur femur, yaitu :

1. Fraktur intrakapsuler

Terjadi didalam tulang sendi, panggul dan kapsula

Melalui kepala femur

Hanya dibawah kepala femur

Melalui leher dari femur

2. Fraktur ekstrakapsuler

Terjadi diluar sendi dan kapsul, melalui trochanter femur yang lebih besar atau yang

lebih kecil atau pada daerah intertrochanter.

Terjadi dibagian distal menuju leher femur tetapi tidak lebih dari 2 inci dibawah

trochanter kecil (Mardhiya, 2009).

Sedangkan klasifikasi untuk intertrochanter adalah berdasarkan stabilitas dari pola fraktur, yaitu

fraktur stabil (pola fraktur oblik standar) dan fraktur tidak stabil (pola fraktur oblik reverse)

(Evans, 2001).

Gambar 3. Klasifikasi fraktur femur

D. Etiologi Fraktur

1. Trauma

Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan otot yang tiba-tiba dan berlebihan,

yang dapat berupa pemukulan, penghancuran, penekukan, pemuntiran, atau penarikan.

Bila terkena kekuatan langsung, tulang dapat patah pada tempat yang terkena; jaringan

lunak juga pasti rusak. Bila terkena kekuatan tak langsung, tulang dapat mengalami

fraktur pada tempat yang jauh dari tempat yang terkena kekuatan itu; kerusakan jaringan

lunak di tempat fraktur mungkin tidak ada (Apley, 1995).

2. Kompresi

Retak dapat terjadi pada tulang, sama halnya seperti pada logam dan benda lain,

akibat tekanan berulang-ulang. Keadaan ini paling sering ditemukan pada tibia atau fibula

atau metatarsal, terutama pada atlet, penari, dan calon tentara yang jalan berbaris dalam

jarak jauh (Apley, 1995)

3. Patologik

Fraktur dapat terjadi karena tekanan yang normal apabila tulang itu lemah (misalnya

oleh tumor) atau apabila tulang itu sangat rapuh (misalnya pada penyakit paget dan

osteoporosis) (Apley, 1995).

E. Diagnosis

Untuk mendiagnosis fraktur, diperlukan adanya anamnesis, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan

penunjang, sebagai berikut:

1. Anamnesis

Biasanya terdapat riwayat cedera (bagaimana proses cederanya), diikuti dengan

ketidakmampuan menggunakan tungkai yang mengalami cedera. Setelah jatuh tidak

dapat berdiri, kaki lebih pendek dan lebih berotasi keluar dibandingkan pada fraktur

collum (karena fraktur bersifat ekstrakapsular) dan pasien tidak dapat mengangkat

kakinya (Apley, 1995).

2. Pemeriksaan Fisik

Sedangkan tanda-tanda lokal pada fraktur akan didapatkan, antara lain:

a. Penampilan (look)

Pembengkakan, memar, deformitas mungkin terlihat jelas, tetapi hal yang penting

adalah apakah kulit itu terlihat utuh atau tidak (Apley, 1995).

b. Rasa (feel)

Terdapat nyeri tekan setempat, tetapi perlu juga memeriksa bagian distal dari

fraktur untuk merasakan nadi dan menguji sensasi (Apley, 1995).

c. Gerakan (movement)

Krepitus dan abnormal dapat ditemukan, tetapi lebih penting untuk menanyakan

apakah pasien dapat menggerakkan sendi-sendi di bagian distal cedera (Apley,

1995).

3. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan radiologi pada panggul meliputi foto polos pelvis secara anteroposterior

(AP) dan area yang terkena cedera, dan dapat pula foto panggul secara lateral view. Pada

beberapa kasus, CT scan mungkin diperlukan (Goodman, 2011).

Gambar 4. Gambaran radiologi fraktur intertrochanter femur

F. Penyembuhan Fraktur

Proses penyembuhan suatu fraktur dimulai sejak terjadi fraktur, sebagai usaha tubuh untuk

memperbaiki kerusakan – kerusakan yang dialaminya. Penyembuhan dari fraktur dipengaruhi

oleh beberapa faktor lokal dan faktor sistemik, adapun faktor lokal:

a. Lokasi fraktur

b. Jenis tulang yang mengalami fraktur

c. Reposisi anatomis dan immobilasi yang stabil

d. Adanya kontak antar fragmen

e. Ada tidaknya infeksi

f. Tingkatan dari fraktur

Adapun faktor sistemik adalah :

a. Keadaan umum pasien

b. Umur

c. Malnutrisi

d. Penyakit sistemik.

Proses penyembuhan fraktur terdiri dari beberapa fase, sebagai berikut :

1. Fase Reaktif

a. Fase hematom dan inflamasi

b. Pembentukan jaringan granulasi

2. Fase Reparatif

a. Fase pembentukan callus

b. Pembentukan tulang lamellar

3. Fase Remodelling

a. Remodelling ke bentuk tulang semula

Dalam istilah-istilah histologi klasik, penyembuhan fraktur telah dibagi atas penyembuhan

fraktur primer dan fraktur sekunder.

I. Proses penyembuhan fraktur primer

Penyembuhan cara ini terjadi internal remodelling yang meliputi upaya langsung oleh

korteks untuk membangun kembali dirinya ketika kontinuitas terganggu. Agar fraktur menjadi

menyatu, tulang pada salah satu sisi korteks harus menyatu dengan tulang pada sisi lainnya

(kontak langsung) untuk membangun kontinuitas mekanis.

Tidak ada hubungan dengan pembentukan kalus. Terjadi internal remodelling dari haversian

system dan penyatuan tepi fragmen fraktur dari tulang yang patah.

II. Proses penyembuhan fraktur sekunder

Penyembuhan sekunder meliputi respon dalam periostium dan jaringan-jaringan lunak

eksternal. Proses penyembuhan fraktur ini secara garis besar dibedakan atas 5 fase, yakni fase

hematom (inflamasi), fase proliferasi, fase kalus, osifikasi dan remodelling.

Fase Inflamasi : Tahap inflamasi berlangsung beberapa hari dan hilang

dengan berkurangnya pembengkakan dan nyeri.

Fase proliferasi : Kira-kira 5 hari hematom akan mengalami organisasi,

terbentuk benang-benang fibrin dalam jendalan darah, membentuk jaringan untuk

revaskularisasi, dan invasi fibroblast dan osteoblast.

Fase Pembentukan Kalus : Merupakan fase lanjutan dari fase hematom dan proliferasi

mulai terbentuk jaringan tulang yakni jaringan tulang kondrosit yang mulai tumbuh

atau umumnya disebut sebagai jaringan tulang rawan.

Stadium Konsolidasi : Dengan aktifitas osteoklast dan osteoblast yang terus

menerus, tulang yang immature (woven bone) diubah menjadi mature (lamellar bone).

Stadium Remodelling : Fraktur telah dihubungkan dengan selubung tulang yang

kuat dengan bentuk yang berbeda dengan tulang normal. Dalam waktu berbulan-bulan

bahkan bertahun-tahun terjadi proses pembentukan dan penyerapan tulang yang terus

menerus, lamella yang tebal akan terbentuk pada sisi dengan tekanan yang tinggi.

Gambar 5. Gambaran skematis fase penyembuhan tulang

G. Komplikasi fraktur

Komplikasi lokal pada fraktur dapat timbul secara dini maupun lanjut

1. Komplikasi dini pada fraktur

a. Tulang : infeksi

b. Jaringan lunak

Lepuh dan luka akibat gips

Otot dan tendon robek

Cedera vaskular (termasuk sindroma kompartemen)

Cedera saraf

Cedera visceral

c. Sendi

Hemartrosis dan infeksi

Cedera ligament

Algodistrofi

2. Komplikasi lanjut pada fraktur

a. Tulang

Nekrosis avaskular

Penyatuan lambat dan non-union

Mal-union

b. Jaringan lunak

Ulkus dekubitus

Miositis osifikans

Tendinitis dan rupture tendon

Tekanan dan terjepitnya saraf

Kontraktur volkmann

c. Sendi

Ketidakstabilan

Kekakuan

Algodistrofi

Pasien dengan fraktur intertrochanter femur mempunyai resiko menderita penyakit

tromboemboli dan mempunyai resiko kematian, sama halnya pada fraktur colum femur. Selain

itu resiko osteonekrosis dan non-union minimal, karena suplai darah yang baik pada regiofemur.

H. Terapi Fraktur

1. Operatif

Open Reduction Internal Fixation (ORIF)

2. Rehabilitasi Medik

Rehabilitasi medik untuk terapi fraktur intertrochanter meliputi :

Waktu Treatment

Hari pertama sampai 1 minggu

- Tindakan pencegahan Menghindari passive ROM

- Range of Motion (ROM) Active ROM pada hip dan knee dengan fleksi, ekstensi, abduksi dan adduksi

- Kekuatan otot Isometric exercises pada m.gluteus dan m.quadriceps

- Aktivitas fungsional Transfer ke stand-pivot jika non-weight bearing. Jika weight bearing, ekstremitas yang dipengaruhi, digunakan selama transfer. Menggunakan alat bantu untuk ambulasi.

- Weight bearing Weight bearing sesuai toleransi untuk fraktur yang stabil. Toe-touch sampai partial weight bearing atau non-weight bearing untuk fraktur tidak stabil.

- Tindakan pencegahan

2 Minggu Menghindari berdiri pada kaki yang cedera tanpa bantuan. Menghindari passive ROM.

- Range of Motion Active ROM pada hip dan knee. Hip difleksikan mencapai 900.

- Kekuatan otot Isometric exercises pada glutei, quadriceps dan hamstrings.

- Aktivitas fungsional Tergantung pada weight bearing, patien melakukan tranfer stand-pivot atau menggunakan ekstremitas tang dterkena selama transfer. Untuk ambulasi, menggunakan alat bantu.

- Weight bearing Tergantung prosedur, weight bearing sesuai toleransi. Non-weight bearing sampai partial weight bearing, sampai toe-touch untuk fraktur yang tidak stabil.

4 sampai 6 minggu - Tindakan pencegahan Menghindari puntiran atau putaran pada sisi fraktur.

- Range of Motion Active, active-assistive ROM pada hip dan knee.

- Kekuatan otot Isometric exercises pada glutei, quadriceps dan hamstrings. Active resistive exercise pada quadriceps, glutei dan hamstrings, jika gerak sendi mempuntai toleransi yang baik.

- Aktivitas fungsional Tergantung dari weight bearing, transfer stand-pivot atau weight bearing sesuai toleransi pada ekstremitas yang terkena selama transfer. Ambulasi dengan alat bantu.

- Weight bearing Weight bearing sesuai toleransi untuk fraktur yang stabil. Partial weight bearing, non-weight bearing sampai toe-touch untuk fraktur yang tidak stabil.

8 sampai 12 minggu - Tindakan pencegahan Tidak ada

- Range of Motion Melanjutkan active, active-asisstive ROM. Memulai passive ROM dan pemanasan pada hip dan knee.

- Kekuatan otot Progressive resistive exercises pada hip dan knee.

- Aktivitas fungsional Pasien menggunakan ekstremitas yang diliputi dengan weight bearing sesuai toleransi atau weight bearing yang penuh selama transfer dan ambulasi. Menghentikan penggunaan alat bantu.

- Weight bearing Penuh

12 sampai 16 minggu Tidak berubah (Hoppenfeld, 1999)

DAFTAR PUSTAKA

Apley, A.G.,L. Solomon. 1995. Buku Ajar Ortopedi Fraktur Sistem Apley. Edisi 7. Jakarta:

Widya Medika.

Brotzman S, 1996. Clinical Orthopaedic Rehabilitation. Missouri : Mosby

Evans, P.J., B.J McGrory. 2001. Fracture of The Proximal Femur. ME: Orthopaedic Associates

of Portland.

Goodman, M.S. 2011. Intertrochanteric Hip Fracture Treatment and Management. Diakses at

www.medscape.com

Hoppenfeld, S., 1999. Treatment and Rehabilitation of Fractures. New York: Lippincott

Williams & Wilkins

Mansjoer, Arif,. 2000. Kapita Selekta Kedokteran jilid 2 edisi 3. Media Aesculapius : FKUI.

Mardhiya, W.R. 2009. Fraktur Femur. Pekanbaru : Universitas Riau.

Moore, K.L., A.M.R. Agur. 2002. Essensial Clinical Anatomy. Jakarta: Hipokrates.

Pratt, E. et al. 2001. Open Reduction and Internal Fixation. In Rehabilitation for The Post

Surgical Orthopedic Patient. Missouri: Mosby Elsevier. Pp 309-13

Sjamsuhidajat, R., de Jong, Wim. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta: EGC