case orthopedi.docx
DESCRIPTION
case orthopediTRANSCRIPT
STATUS ILMU PENYAKIT BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN TRISAKTI
SMF BEDAH
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOJA
Nama Mahasiswa : Yovita Devi Kornelin
NIM : 030.08.261
Dokter Pembimbing : Dr. Moch. Nagieb , Sp,OT
IDENTITAS PASIEN
Nama lengkap : Ny. SA Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 80 tahun Suku bangsa : Betawi
Status perkawinan : Menikah Agama : Islam
Pekerjaan : - Pendidikan : SMA
Alamat : Jakarta Utara Tanggal masuk RS : 21-05-2013
A. ANAMNESIS
Diambil secara alloanamnesis, tanggal 22 Mei 2013, pada pukul 10:00 WIB
Keluhan Utama : Nyeri tungkai kanan sejak 4 jam sebelum masuk rumah sakit.
Keluhan Tambahan : Tungkai kanan bengkak, terlihat lebih pendek dari tungkai kiri,
tidak dapat digerakkan maupun berjalan.
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang ke IGD RSUD Koja dengan keluhan nyeri tungkai kanan sejak 4 jam
sebelum masuk rumah sakit. Sebelumnya, pasien terjatuh didalam rumah akibat tersandung,
pasien terjatuh dengan posisi jatuh tengkurap miring ke kanan. Setelah kejadian pasien sadar
sepenuhnya, tidak muntah, dan tidak ada kesulitan bernapas. Pasien mengaku saat itu pasien
merasakan nyeri di tungkai kanan dan tungkai tidak dapat digerakkan maupun digunakan untuk
berjalan karena nyeri. Pasien merasa tungkai menjadi bengkak, kemerahan, lebih pendek dan
bengkok. Pasien mengaku tidak ada luka lecet pada tungkai kanan dan tungkai tidak dirasakan
kesemutan maupun baal. Kelima jari kaki kanan masih dapat digerakkan.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat mengalami trauma tungkai sebelumnya disangkal.
Penyakit jantung (-)
Hipertensi (+)
DM (+)
Asma (-)
Penyakit paru (-)
Alergi obat dan makanan (-)
Riwayat Keluarga :
Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan serupa.
HT (-), DM (-), asma (-), alergi (-)
Riwayat keganasan disangkal.
B. PEMERIKSAAN FISIK
PRIMARY SURVEY
A. Airway
Bebas /tidak ada sumbatan jalan nafas, lidah tidak jatuh ke belakang, stridor (-)
B. Breathing
Thorax : nafas spontan RR=18x/menit
Pulmo : Inspeksi : tidak ada gerakan hemithorax yang tertinggal saat bernafas,
jejas (-), deformitas (-).
Palpasi : nyeri tekan (-), vocal fremitus kanan dan kiri sama.
Perkusi : sonor.
Auskultasi : suara nafas kanan dan kiri sama.
Assessment : baik, tidak ada gangguan ventilasi.
Action : -
Reassessment : -
C. Circulation
Bibir : tidak sianosis
Ekstremitas : tidak sianosis, hangat
TD : 140/80 Nadi : 88x/menit
Assessment : sirkulasi baik
Action : -
Reassessment : -
D. Disability
Glasgow Coma Scale (GCS)
E4 M6 V5 score 15
Assessment : baik
Action : -
Reassessment : -
E. Exposure
Tungkai kanan : Luka lecet (-), edema (+), deformitas (+)
SECONDARY SURVEY
EXPOSURE
1. Status generalis
Keadaan umum: sakit sedang
Tanda vital : TD : 140/80 Nadi : 88x/menit
Suhu : 36,8°C RR : 18x/menit
Kepala : jejas (-), hematom (-), oedem (-)
Mata : jejas (-), hematom (-), oedem (-), conjungtiva anemis +/+, sclera ikterik
-/-, refleks cahaya langsung +/+, refleks cahaya tak langsung +/+
Hidung : jejas (-), hematom (-), oedem (-), darah (-)
Telinga : jejas (-), hematom (-), oedem (-), darah (-)
Tenggorokkan : faring hipermenis -/-, tonsil T1-T1 tenang
Mulut : bibir sianosis (-), kering (-)
Leher : jejas (-), hematom (-), oedem (-)
Thoraks :
pulmo
Inspeksi : jejas (-), deformitas (-), retraksi sela iga (-), gerak nafas tidak ada yang
tertinggal.
Palpasi : nyeri tekan (-), vocal fremitus kiri-kanan sama
Perkusi : sonor seluruh lapang paru
Auskultasi : suara nafas vasikuler, wheezing -/-, ronchi -/-
Cor : Bunyi jantung I dan II regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen :
Inspeksi : jejas (-), hematom (-), datar
Auskultasi : bising usus (+) normal
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), defans muscular (-), hepar dan lien tidak
teraba.
Perkusi : timpani
2. Status lokalis
Regio : Hip dextra
a. Look : deformitas (+) : external rotasi (+), shortening (+), abduksi (+)
Skin lost (-), excoriation wound (-), oedem (+), kemerahan (+),
balut (+), splint (+), rembes (-)
b. Feel : nyeri tekan (+), perabaan hangat,
NV distal : a. poplitea ++/++, parestesi (-), CRT <2”, pasase (-)
c. Move : ROM aktif (-), pasif tidak dinilai karena nyeri
C. LABORATORIUM
Tanggal 21/05/2013
Pemeriksaan Hasil Nilai normal
Hematologi :
Hb
Lekosit
Hematokrit
Trombosit
7,9 g/dL
10.800 /uL
24 %
188.000 / uL
12-16
3.900-10.000
34-45
182.000-369.000
Glukosa Sewaktu 221 mg/dL 60-100
Tanggal 22/05/2013
Pemeriksaan Hasil Nilai normal
Hematologi :
Hb
Lekosit
Hematokrit
Eritrosit
MCV (VER)
MCH (HER)
MCHC (KHER)
Hitung jenis :
Basofil
Eosinofil
Batang
Segmen
Limfosit
Monosit
Trombosit
LED
RDW
7,4 g/dL
7.400 /uL
22 %
2,55 juta/uL
88 fL
29 pg
33 g/dL
0 %
0 %
0 %
84 %
11 %
4 %
188.000 / uL
59 mm/jam
16,7
11,2-15,7
3.900-10.000
34-45
4,0-5,0
80-100
26-34
31-36
0-2
0-5
2-6
47-80
13-40
2-11
182.000-369.000
<15
11,6-14,8
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Foto Rontgen hip dextra : terdapat garis fraktur di intertrochanter
E. RESUME
Os datang dengan keluhan nyeri tungkai kanan sejak 4 jam sebelum masuk rumah sakit.
Sebelumnya, os terjatuh didalam rumah akibat tersandung, dengan posisi jatuh tengkurap miring
ke kanan. Os sadar sepenuhnya, tidak muntah, dan tidak ada kesulitan bernapas. Os merasakan
nyeri di tungkai kanan, tungkai tidak dapat digerakkan maupun berjalan. Tungkai menjadi
bengkak, kemerahan, lebih pendek dan bengkok. Tidak ada luka lecet pada tungkai kanan dan
tidak dirasakan kesemutan maupun baal. Kelima jari kaki kanan masih dapat digerakkan.
Pada pemeriksaan fisik status lokalis, regio hip dextra ; [LOOK] deformitas (+) : external
rotasi (+), shortening (+), abduksi (+) , Skin lost (-), excoriation wound (-), oedem (+),
kemerahan (+), balut (+), splint (+), rembes (-) ; [FEEL] nyeri tekan (+), perabaan hangat,
neurovaskuler distal : a. poplitea ++/++, parestesi (-), CRT <2”, pasase (-) ; [MOVE] ROM aktif
(-), pasif tidak dinilai karena nyeri.
Pada pemeriksaan penunjang, rontgen regio hip dextra ; terdapat garis fraktur di
intertrochanter.
F. DIANOGSIS KERJA
Close fracture of the right intertrochanter evans stable
G. PENATALAKSANAAN
a. Non-medikamentosa
Pertahankan splint
b. Medikamentosa
IVFD RL 20 tpm
Tramadol 3x50 mg iv
Ranitidin 2x50 mg iv
c. Operatif
H. PROGNOSIS
Ad Vitam: bonam
Ad Sanationam: dubia ad bonam
Ad Functionam: dubia ad bonam
TINJAUAN PUSTAKA
Klasifikasi fraktur ada dua jenis yaitu fraktur tertutup dan fraktur terbuka. Fraktur
tertutup yaitu bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Sedangkan
fraktur terbuka yaitu bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena
adanya perlukaan di kulit. Bentuk-bentuk perpatahan antara lain transfersal, oblique, spiral,
kompresi atau crush, comminuted dan greenstick (Mansjoer, 2000).
Fraktur lebih sering terjadi pada laki-laki daripada perempuan dengan umur dibawah 45
tahun dan sering berhubungan dengan olah raga, pekerjaan atau luka yang disebabkan oleh
kendaraan bermotor. Mobilisasi yang lebih banyak dilakukan oleh laki-laki menjadi penyebab
tingginya resiko fraktur. Sedangkan pada orang tua, perempuan lebih sering mengalami fraktur
daripada laki-laki yang berhubungan dengan meningkatnya insiden osteoporosis yang terkait
dengan hormon pada menopause (Apley, 1995).
Fraktur intertrochanter femur merupakan salah satu dari 3 tipe fraktur panggul. Fraktur
intertrochanter terjadi diantara 2 trochanter dimana trochanter mayor terdapat musculus gluteus
medius dan minimus (ekstensi dan abduksi panggul) dan trochanter minor dimana terdapat
musculus iliopsoas (fleksi panggul) (Evans & McGrory, 2001).
A. Anatomi Femur
Femur, tulang terpanjang dan terberat dalam tubuh, meneruskan berat tubuh dari os coxae
kepada tibia sewaktu kita berdiri. Caput femoris menganjurkan ke arah craniomedial dan agak ke
ventral sewaktu bersendi dengan acetabulum. Ujung proximal femur terdiri dari sebuah caput
femoris, dan 2 trochanter (trochanter mayor dan trochanter minor) (Moore, 2002). Area
intertrochanter dari femur adalah bagian distal dari collum femur dan proksimal dari batang
femur. Area ini terletak di antara trochanter mayor dan trochanter minor (Goodman, 2011).
Caput femoris dan collum femoris membentuk sudut (1150-1400) terhadap poros panjang corpus
femoris; sudut ini bervariasi dengan umur dan jenis kelamin. Corpus femur berbentuk lengkung,
yakni cembung ke arah anterior. Ujung distal femur, berakhir menjadi 2 condylus, yaitu
epicondylus medialis dan epicondylus lateralis yang melengkung bagaikan ulir (Moore, 2002).
Gambar 1. Anatomi femur Gambar 2. Pembuluh darah pada femur
B. Definisi Fraktur
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas dari tulang, sering diikuti oleh kerusakan jaringan
lunak dengan berbagai macam derajat, mengenai pembuluh darah, otot dan persarafan (Evans,
2001). Definisi fraktur intertrochanter femur adalah terputusnya kontinuitas tulang pada area di
antara trochanter mayor dan trochanter minor yang bersifat ekstrakapsular (Apley, 1995).
Banyak terjadi pada orang tua terutama pada wanita (diatas usia 60 tahun ). Biasanya
trauma ringan, jatuh kepleset,daerah pangkal paha ke bentur lantai. Hal ini dapat dapat terjadi
karena pada wanita tua, tulang sudah mengalami osteoporosis post menopause. Pada orang
dewasa dapat terjadi fraktur ini disebabkan oleh trauma dengan kecepatan tinggi (tabrakan
motor).
C. Klasifikasi Fraktur Femur
Ada 2 tipe fraktur femur, yaitu :
1. Fraktur intrakapsuler
Terjadi didalam tulang sendi, panggul dan kapsula
Melalui kepala femur
Hanya dibawah kepala femur
Melalui leher dari femur
2. Fraktur ekstrakapsuler
Terjadi diluar sendi dan kapsul, melalui trochanter femur yang lebih besar atau yang
lebih kecil atau pada daerah intertrochanter.
Terjadi dibagian distal menuju leher femur tetapi tidak lebih dari 2 inci dibawah
trochanter kecil (Mardhiya, 2009).
Sedangkan klasifikasi untuk intertrochanter adalah berdasarkan stabilitas dari pola fraktur, yaitu
fraktur stabil (pola fraktur oblik standar) dan fraktur tidak stabil (pola fraktur oblik reverse)
(Evans, 2001).
Gambar 3. Klasifikasi fraktur femur
D. Etiologi Fraktur
1. Trauma
Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan otot yang tiba-tiba dan berlebihan,
yang dapat berupa pemukulan, penghancuran, penekukan, pemuntiran, atau penarikan.
Bila terkena kekuatan langsung, tulang dapat patah pada tempat yang terkena; jaringan
lunak juga pasti rusak. Bila terkena kekuatan tak langsung, tulang dapat mengalami
fraktur pada tempat yang jauh dari tempat yang terkena kekuatan itu; kerusakan jaringan
lunak di tempat fraktur mungkin tidak ada (Apley, 1995).
2. Kompresi
Retak dapat terjadi pada tulang, sama halnya seperti pada logam dan benda lain,
akibat tekanan berulang-ulang. Keadaan ini paling sering ditemukan pada tibia atau fibula
atau metatarsal, terutama pada atlet, penari, dan calon tentara yang jalan berbaris dalam
jarak jauh (Apley, 1995)
3. Patologik
Fraktur dapat terjadi karena tekanan yang normal apabila tulang itu lemah (misalnya
oleh tumor) atau apabila tulang itu sangat rapuh (misalnya pada penyakit paget dan
osteoporosis) (Apley, 1995).
E. Diagnosis
Untuk mendiagnosis fraktur, diperlukan adanya anamnesis, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan
penunjang, sebagai berikut:
1. Anamnesis
Biasanya terdapat riwayat cedera (bagaimana proses cederanya), diikuti dengan
ketidakmampuan menggunakan tungkai yang mengalami cedera. Setelah jatuh tidak
dapat berdiri, kaki lebih pendek dan lebih berotasi keluar dibandingkan pada fraktur
collum (karena fraktur bersifat ekstrakapsular) dan pasien tidak dapat mengangkat
kakinya (Apley, 1995).
2. Pemeriksaan Fisik
Sedangkan tanda-tanda lokal pada fraktur akan didapatkan, antara lain:
a. Penampilan (look)
Pembengkakan, memar, deformitas mungkin terlihat jelas, tetapi hal yang penting
adalah apakah kulit itu terlihat utuh atau tidak (Apley, 1995).
b. Rasa (feel)
Terdapat nyeri tekan setempat, tetapi perlu juga memeriksa bagian distal dari
fraktur untuk merasakan nadi dan menguji sensasi (Apley, 1995).
c. Gerakan (movement)
Krepitus dan abnormal dapat ditemukan, tetapi lebih penting untuk menanyakan
apakah pasien dapat menggerakkan sendi-sendi di bagian distal cedera (Apley,
1995).
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan radiologi pada panggul meliputi foto polos pelvis secara anteroposterior
(AP) dan area yang terkena cedera, dan dapat pula foto panggul secara lateral view. Pada
beberapa kasus, CT scan mungkin diperlukan (Goodman, 2011).
Gambar 4. Gambaran radiologi fraktur intertrochanter femur
F. Penyembuhan Fraktur
Proses penyembuhan suatu fraktur dimulai sejak terjadi fraktur, sebagai usaha tubuh untuk
memperbaiki kerusakan – kerusakan yang dialaminya. Penyembuhan dari fraktur dipengaruhi
oleh beberapa faktor lokal dan faktor sistemik, adapun faktor lokal:
a. Lokasi fraktur
b. Jenis tulang yang mengalami fraktur
c. Reposisi anatomis dan immobilasi yang stabil
d. Adanya kontak antar fragmen
e. Ada tidaknya infeksi
f. Tingkatan dari fraktur
Adapun faktor sistemik adalah :
a. Keadaan umum pasien
b. Umur
c. Malnutrisi
d. Penyakit sistemik.
Proses penyembuhan fraktur terdiri dari beberapa fase, sebagai berikut :
1. Fase Reaktif
a. Fase hematom dan inflamasi
b. Pembentukan jaringan granulasi
2. Fase Reparatif
a. Fase pembentukan callus
b. Pembentukan tulang lamellar
3. Fase Remodelling
a. Remodelling ke bentuk tulang semula
Dalam istilah-istilah histologi klasik, penyembuhan fraktur telah dibagi atas penyembuhan
fraktur primer dan fraktur sekunder.
I. Proses penyembuhan fraktur primer
Penyembuhan cara ini terjadi internal remodelling yang meliputi upaya langsung oleh
korteks untuk membangun kembali dirinya ketika kontinuitas terganggu. Agar fraktur menjadi
menyatu, tulang pada salah satu sisi korteks harus menyatu dengan tulang pada sisi lainnya
(kontak langsung) untuk membangun kontinuitas mekanis.
Tidak ada hubungan dengan pembentukan kalus. Terjadi internal remodelling dari haversian
system dan penyatuan tepi fragmen fraktur dari tulang yang patah.
II. Proses penyembuhan fraktur sekunder
Penyembuhan sekunder meliputi respon dalam periostium dan jaringan-jaringan lunak
eksternal. Proses penyembuhan fraktur ini secara garis besar dibedakan atas 5 fase, yakni fase
hematom (inflamasi), fase proliferasi, fase kalus, osifikasi dan remodelling.
Fase Inflamasi : Tahap inflamasi berlangsung beberapa hari dan hilang
dengan berkurangnya pembengkakan dan nyeri.
Fase proliferasi : Kira-kira 5 hari hematom akan mengalami organisasi,
terbentuk benang-benang fibrin dalam jendalan darah, membentuk jaringan untuk
revaskularisasi, dan invasi fibroblast dan osteoblast.
Fase Pembentukan Kalus : Merupakan fase lanjutan dari fase hematom dan proliferasi
mulai terbentuk jaringan tulang yakni jaringan tulang kondrosit yang mulai tumbuh
atau umumnya disebut sebagai jaringan tulang rawan.
Stadium Konsolidasi : Dengan aktifitas osteoklast dan osteoblast yang terus
menerus, tulang yang immature (woven bone) diubah menjadi mature (lamellar bone).
Stadium Remodelling : Fraktur telah dihubungkan dengan selubung tulang yang
kuat dengan bentuk yang berbeda dengan tulang normal. Dalam waktu berbulan-bulan
bahkan bertahun-tahun terjadi proses pembentukan dan penyerapan tulang yang terus
menerus, lamella yang tebal akan terbentuk pada sisi dengan tekanan yang tinggi.
Gambar 5. Gambaran skematis fase penyembuhan tulang
G. Komplikasi fraktur
Komplikasi lokal pada fraktur dapat timbul secara dini maupun lanjut
1. Komplikasi dini pada fraktur
a. Tulang : infeksi
b. Jaringan lunak
Lepuh dan luka akibat gips
Otot dan tendon robek
Cedera vaskular (termasuk sindroma kompartemen)
Cedera saraf
Cedera visceral
c. Sendi
Hemartrosis dan infeksi
Cedera ligament
Algodistrofi
2. Komplikasi lanjut pada fraktur
a. Tulang
Nekrosis avaskular
Penyatuan lambat dan non-union
Mal-union
b. Jaringan lunak
Ulkus dekubitus
Miositis osifikans
Tendinitis dan rupture tendon
Tekanan dan terjepitnya saraf
Kontraktur volkmann
c. Sendi
Ketidakstabilan
Kekakuan
Algodistrofi
Pasien dengan fraktur intertrochanter femur mempunyai resiko menderita penyakit
tromboemboli dan mempunyai resiko kematian, sama halnya pada fraktur colum femur. Selain
itu resiko osteonekrosis dan non-union minimal, karena suplai darah yang baik pada regiofemur.
H. Terapi Fraktur
1. Operatif
Open Reduction Internal Fixation (ORIF)
2. Rehabilitasi Medik
Rehabilitasi medik untuk terapi fraktur intertrochanter meliputi :
Waktu Treatment
Hari pertama sampai 1 minggu
- Tindakan pencegahan Menghindari passive ROM
- Range of Motion (ROM) Active ROM pada hip dan knee dengan fleksi, ekstensi, abduksi dan adduksi
- Kekuatan otot Isometric exercises pada m.gluteus dan m.quadriceps
- Aktivitas fungsional Transfer ke stand-pivot jika non-weight bearing. Jika weight bearing, ekstremitas yang dipengaruhi, digunakan selama transfer. Menggunakan alat bantu untuk ambulasi.
- Weight bearing Weight bearing sesuai toleransi untuk fraktur yang stabil. Toe-touch sampai partial weight bearing atau non-weight bearing untuk fraktur tidak stabil.
- Tindakan pencegahan
2 Minggu Menghindari berdiri pada kaki yang cedera tanpa bantuan. Menghindari passive ROM.
- Range of Motion Active ROM pada hip dan knee. Hip difleksikan mencapai 900.
- Kekuatan otot Isometric exercises pada glutei, quadriceps dan hamstrings.
- Aktivitas fungsional Tergantung pada weight bearing, patien melakukan tranfer stand-pivot atau menggunakan ekstremitas tang dterkena selama transfer. Untuk ambulasi, menggunakan alat bantu.
- Weight bearing Tergantung prosedur, weight bearing sesuai toleransi. Non-weight bearing sampai partial weight bearing, sampai toe-touch untuk fraktur yang tidak stabil.
4 sampai 6 minggu - Tindakan pencegahan Menghindari puntiran atau putaran pada sisi fraktur.
- Range of Motion Active, active-assistive ROM pada hip dan knee.
- Kekuatan otot Isometric exercises pada glutei, quadriceps dan hamstrings. Active resistive exercise pada quadriceps, glutei dan hamstrings, jika gerak sendi mempuntai toleransi yang baik.
- Aktivitas fungsional Tergantung dari weight bearing, transfer stand-pivot atau weight bearing sesuai toleransi pada ekstremitas yang terkena selama transfer. Ambulasi dengan alat bantu.
- Weight bearing Weight bearing sesuai toleransi untuk fraktur yang stabil. Partial weight bearing, non-weight bearing sampai toe-touch untuk fraktur yang tidak stabil.
8 sampai 12 minggu - Tindakan pencegahan Tidak ada
- Range of Motion Melanjutkan active, active-asisstive ROM. Memulai passive ROM dan pemanasan pada hip dan knee.
- Kekuatan otot Progressive resistive exercises pada hip dan knee.
- Aktivitas fungsional Pasien menggunakan ekstremitas yang diliputi dengan weight bearing sesuai toleransi atau weight bearing yang penuh selama transfer dan ambulasi. Menghentikan penggunaan alat bantu.
- Weight bearing Penuh
12 sampai 16 minggu Tidak berubah (Hoppenfeld, 1999)
DAFTAR PUSTAKA
Apley, A.G.,L. Solomon. 1995. Buku Ajar Ortopedi Fraktur Sistem Apley. Edisi 7. Jakarta:
Widya Medika.
Brotzman S, 1996. Clinical Orthopaedic Rehabilitation. Missouri : Mosby
Evans, P.J., B.J McGrory. 2001. Fracture of The Proximal Femur. ME: Orthopaedic Associates
of Portland.
Goodman, M.S. 2011. Intertrochanteric Hip Fracture Treatment and Management. Diakses at
www.medscape.com
Hoppenfeld, S., 1999. Treatment and Rehabilitation of Fractures. New York: Lippincott
Williams & Wilkins
Mansjoer, Arif,. 2000. Kapita Selekta Kedokteran jilid 2 edisi 3. Media Aesculapius : FKUI.
Mardhiya, W.R. 2009. Fraktur Femur. Pekanbaru : Universitas Riau.
Moore, K.L., A.M.R. Agur. 2002. Essensial Clinical Anatomy. Jakarta: Hipokrates.
Pratt, E. et al. 2001. Open Reduction and Internal Fixation. In Rehabilitation for The Post
Surgical Orthopedic Patient. Missouri: Mosby Elsevier. Pp 309-13
Sjamsuhidajat, R., de Jong, Wim. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta: EGC