case mh
DESCRIPTION
morbus hansenTRANSCRIPT
Case Report Session
Morbus Hansen
OLEH :
Fatimah Putri Az Zahra 1010311014
Reki Wijaya
Meilani
PRESEPTOR :
dr. Qaira Anum, Sp.KK, FINSDV
BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN
RSUP DR. M. DJAMIL PADANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
2015
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Morbus Hansen (MH) adalahpenyakitmenularkronis yang disebabkanoleh
Mycobacterium leprae yang pertama-tama menyerang saraf tepi selanjutnya dapat menyerang
kulit, mukosamulut, saluran nafas bagian atas, system retikuloendotelial, mata, otot, tulang,
cuping telinga, dan testis. Padakebanyakan orang yang terinfeksi dapat asimpomatis, namun
pada sebagian kecil memperlihatkan gejala dan mempunyai kecendrungan untuk menjadi
cacat, khususnya tangan dan kaki.1,2
Epidemiologi
Kusta terdapat di sekitar 120 negara di seluruh dunia,terutama di daerah tropis dan
subtropis dengan hotspot diAfrika Tengah, sebagian Asia dan Brasil. Tujuan WHO adalah
untuk mengurangi (yaitu kurang dari 1kasus terdaftar per 10000 penduduk) penyakit di
seluruh duniapada tahun 2000 belum terpenuhi, namun kejadian ini perlahan-lahan menurun,
dan kurang dari seperempat juta diagnosa barudibuat setiap tahun.
Etiologi
Disebabkan oleh kuman Mycobacterium leprae ditemukan pertama kali oleh sarjana
Norwegia GH Armauer Hansen pada tahun 1873. Kuman ini bersifat gram positif, tidak
bergerak dan tidak berspora, tahan asam, berbentuk batang, dengan ukuran 1-8µ, lebar 0,2-
0,5 µ, bias anya berkelompok dan ada yang tersebar satu-satu, basil intraseluler obligat yang
terutama dapat berkembang biak dalam sel Schwann saraf, makrofag kulit, dan tidak dapat
dikultur dalam media buatan. Adanya distribusi lesi yang secara klinik predominan pada
kulit, mukosa hidung, dan saraf perifer superficial menunjukkan pertumbuhan basil ini
cenderung menyukai temperature kurang dari 37ºC. Masa belah diri kuman ini memerlukan
waktu yang sangat lama dibandingkan dengan kuman lain yaitu 12-21 hari,.Oleh karena itu
masa tunas menjadi lama yaitu rata-rata 2-5 tahun.2
Patogenesis
Meskipun cara masuk M.leprae ke dalam tubuh masih belum diketahui dengan pasti,
beberapa penelitian telah memperlihatkan bahwa yang tersering ialah melalui kulit yang lecet
pada bagian tubuh yang bersuhu dingin dan melalui mukosa nasal. Bila kuman masuk
kedalam tubuh maka tubuh akan bereaksi dengan mengeluarkan makrofag untuk
memfagositnya.
Pada MH tipe LL terjadi kelumpuhan sistem imunitas selular, dengan demikian
makrofag tidak mampu menghancurkan kuman sehingga kuman dapat bermultifkasi dengan
bebas yang kemudian dapat merusak jaringan.
Pada MH tipe TT kemampuan fungsi sistem imunitas seluler tinggi, sehingga
makrofag sanggup menghancurkan kuman. Sayangnya setelah semua kuman difagositosis,
makrofag akan berubah menjadi sel epiteloid yang tidak bergerak aktif dan kadang – kadang
bersatu membentuk sel datia Langhans, bila infeksi ini tidak segera diatasi akan terjadi reaksi
berlebihan dan masa epiteloid akan menimbulkan kerusakan saraf dan jaringan sekitarnya.
Sel Schwann merupakan sel target untuk pertumbuhan M.leprae, disamping itu sel
Schwann berfungsi sebagai demielinisasi dan hanya sedikit fungsinya sebagai fagositosis.
Jadi, bila terjadi gangguan imunitas tubuh dalam sel Schwann, kuman dapat bermigrasi dan
beraktivasi. Akibatnya aktifitas regenerasi saraf berkurang dan terjadi kerusakan saraf yang
progresif.4
Kontak
Infeksi non infeksi
Subklinis
95%
sembuh
70%
Intermediate (I)
30 %
Determinate
I TT Ti BT BB BL Li LL
Gambar 1. patogenesis MH
Klasifikasi 2
Klasifikasi umum :
Klasifikasi Madrid
- Intermediet
- Tuberkuloid
- Borderline-dimorphous
- Lepromatosa
Klasifikasi Ridley-jopling
- Tuberkuloid
- Boderline tuberkuloid
- Mid-borderline
- Borderline lepromatous
- Lepromatosa
Klasifikasi WHO dan Modifikasi WHO
- Pausibasilar (PB)
Hanya MH tipe I, TT dan sebagian besar BT dengan BTA negatif menurut
kriteria Ridley dan Jopling atau tipe I dan T menurut klasifikasi madrid.
- Multibasilar (MB)
Termasuk MH tipe LL, BL, BB dan sebagian BT menurut kriteria Ridley dan
Jopling atau B dan L menurut Madrid dan semua tipe MH dengan BTA
positif.
Tabel 1. perbedaan tipe PB dan MB menurut klasifikasi WHO1
PB MB
1.Lesi kulit (makula yang
datar, papul yang
meninggi, infiltrat, plak
eritem, nodus)
2.Kerusakan saraf
(menyebabkan hilangnya
sensasi/kelemahan otot
yang dipersarafi oleh
1-5 lesi
Hipopigmentasi/eritema
Distribusi tidak simetris
Hilangnya sensasi yang
jelas
Hanya satu cabang
> 5 lesi
Distribusi simetris
Hilangnya sensasi
kurang jelas
Banyak cabang saraf
saraf yang terkena) saraf
Manifestasi klinis4,5
Manifestasi klinis penyakit MH pada pasien mencerminkan tingkat kekebalan selular
pasien tersebut. Gejala dan keluhannya tergantung pada :
multifikasi dan diseminasi kuman M.leprae
respon imun penderita terhadap kuman M.leprae
komplikasi yang diakibatkan oleh kerusakan saraf perifer.
Ada 3 tanda kardinal, jika salah satunya ada, tanda tersebut telah cukup untuk
menetapkan diagnosis penyakit MH ini.
1. lesi kulit yang anestesi
2. penebalan saraf perifer
3. ditemukan M.leprae (bakteriologis positif)
Adapun klasifikasi yang banyak dipakai dalam bidang penelitian adalah klasifikasi
menurut Ridley dan Jopling yang mengelompokan penyakit MH menjadi 5 kelompok
berdasarkan gambaran klinis, bakteriologis, histopatologis, dan imunologis. 1
1. Tipe Tuberkuloid (TT)
Lesi ini mengenai baik kulit maupun saraf. Lesi kulit bisa satu atau beberapa, dapat
berupa makula atau plakat, batas jelas dan pada bagian tengah dapat ditemukan lesi
yang regrasi atau central healing. Permukaan lesi dapat bersisik dengan tepi yang
meninggi bahkan dapat menyerupai gambaran psoriasis atau tinea sirsinata. Dapat
disertai penebalan saraf perifer yang biasanya teraba, kelemahan otot, dan sedikit rasa
gatal. Adanya infiltrasi tuberkuloid dan tidak adanya kuman merupakan tanda
terdapatnya respon imun pejamu yang adekuat terhadap kuman MH
2. Tipe Boderline Tuberkuloid (BT)
Lesi pada tipe ini menyerupai tipe TT, yakni berupa makula atau plak yang sering
disertai lesi satelit di tepinya. Jumlah lesi dapat satu atau beberapa, tetapi
hipopigmentasi, kekeringan kulit atau skuama tidak sejelas tipe tuberkuloid.
Gangguan saraf tidak seberat tipe tuberkuloid, dan biasanya asimetris. Lesi satelit
biasanya ada dan terletak dekat saraf perifer yang menebal.
3. Tipe Mid Borderline (BB)
Merupakan tipe yang paling tidak stabil dari semua tipe dalam spektrum penyakit
MH. Merupakan bentuk dimorfik. Lesi dapat berupa makula infiltratif, permukaan
lesi dapat berkilap, batas lesi kurang jelas dengan jumlah lesi yang melebihi tipe BT
dan cenderung simetris. Lesi sangat bervariasi baik dalam ukuran, bentuk, ataupun
distribusinya. Bisa didapatkan lesi punched out yang merupakan ciri khas tipe ini.
4. Tipe Borderline Lepromatous (BL)
Lesi dimulai dengan makula. Awalnya hanya dalam jumlah sedikit dan dengan cepat
menyebar ke seluruh badan. Makula lebih jelas dan lebih bervariasi bentuknya. Papul
dan nodus lebih tegas dengan distribusi lesi yang hampir simetris dan beberapa nodus
tampaknya melekuk pada bagian tengah. Lesi bagian tengah sering tampak normal
dengan bagian pinggir dalam infiltrat lebih jelas dibandingkan dengan pingir luarnya,
dan beberapa plak tampak seperti punched out. Tanda-tanda kerusakan saraf berupa
kerusakan sensasi, hipopigmentasi, berkurangnya keringat, dan hilangnya rambut
lebih cepat muncul dibandingkan dengan tipe LL. Penebalan saraf dapat teraba pada
tempat-tempat penebalan saraf.
5. Tipe Lepromatosa (LL)
Jumlah lesi sangat banyak, simetris, permukaan halus, lebih eritematosa, berkilap,
berbatas tidak tegas, dan pada stadium dini tidak ditemukan anestesi dan anhidrosis.
Distribusi lesi khas, yakni di wajah, mengenai dahi, pelipis, dagu, cuping telinga,
sedangkan di badan mengenai bagian yang dingin, lengan, punggung tangan, dan
permukaan ekstensor tungkai bawah. Pada stadium lanjut terdapat penebalan kulit
yang progresif, cuping telinga menebal, garis muka menjadi kasar, dan cekung
membentuk facies leonina yang dapat disertai dengan madarosis, iritis, keratitis.
Lebih lanjut dapat terjadi deformitas hidung. Dapat dijumpai pembesaran kelenjar
limfe, orkitis yang selanjutnya dapat terjadi atrofi testis. Kerusakan saraf yang luas
menyebabkan gejala stocking and glove anaesthesia. Bila menjadi progresif, muncul
makula dan papula baru sedangkan lesi lama menjadi plakat dan nodus. Pada stadium
lanjut serabut-serabut saraf perifer mengalami degenerasi hialin atau fibrosis yang
menyebabkan anestesi dan pengecilan otot tangan dan kaki.
Tanda – tanda Penyakit Kusta
Tanda-tanda penyakit kusta bermacam-macam, tergantung dari tingkat atau tipe dari
penyakit tersebut, yaitu:
Adanya bercak tipis seperti panu pada badan/tubuh manusia
Pada bercak putih ini pertamanya hanya sedikit, tetapi lama-lama semakin melebar
dan banyak.
Adanya pelebaran syaraf terutama pada syaraf ulnaris, medianus, auricularis,
magnusserta peroneus.
Kelenjar keringat kurang bekerja sehingga kulit menjadi tipis dan mengkilat.
Adanya bintil-bintil kemerahan (leproma, nodul) yang tersebar pada kulit
Alis rambut rontok
Muka berbenjol-benjol dan tegang yang disebut facies leonina (mukasinga).
Diagnosa Penyakit Kusta
Menyatakan (mendiagnosa seseorang menderita penyakit kusta menimbulkan
berbagai masalah baik bagi penderita, keluarga ataupun masyarakat disekitarnya). Bila ada
keraguan-raguan sedikit saja pada diagnosa, penderita harus berada dibawah pengamatan
hingga timbul gejala-gejala yang jelas, yang mendukung bahwa penyakit itu benar-benar
kusta. Diagnosa kusta dan klasifikasi harus dilihat secara menyeluruh dari segi :
a. Klinis
b. Bakteriologis
c. Immunologis
d. Histopatologis
Namun untuk diagnosis kusta di lapangan cukup dengan anamnesis dan pemeriksaan
klinis. Bila ada keraguan dan fasilitas memungkinkan sebaiknya dilakukan pemeriksaan
bakteriologis. Kerokan dengan pisau scalpel dari kulit, selaput lender hidung bawah atau dari
biopsi cuping telinga, dibuat sediaan mikrokopis padagelas alas dan diwarnai dengan teknis
Ziehl Neelsen. Biopsi kulit atau saraf yang menebal memberikan gambaran histologis yang
khas. Tes-tes serologic bukan treponema untuk sifilis sering menghasilkan positif palsu pada
lepra.
Pemeriksaan penunjang:
1. Pemeriksaan bakterioskopik
Pemeriksaan BTA dengan Ziehl-Nielsen
Bahan pemeriksaan diambil dari 4-6 tempat, yaitu kedua cuping telinga bagian bawah
dan 2 atau 4 lesi lain yang paling aktif berarti yang paling eritematosa dan paling
infiltratif.
Indeks Morfologi
Untuk menentukan persentasi BTA hidup atau mati
Rumus:
Jumlah BTA solid x 100 % = X %
Jumlah BTA solid + non solid
Guna: Untuk melihat keberhasilan terapi
Untuk melihat resistensi kuman BTA
Untuk melihat infeksiositas penyakit
Indeks Bakteri
UntukmenentukanklasifikasipenyakitLepra, denganmelihatkepadatan BTA
tanpamelihatkumanhidup (solid) ataumati (fragmented/ granular).
0 BTA -
1 – 10/ 100 L.P +1
1 – 10/ 10 L.P +2
1 – 10/ 1 L.P +3
10 – 100/ 1 L.P +4
100 – 1000/ 1 L.P +5
> 1000/ 1 L.P + 6
2. Pemeriksaan histopatologik
Untuk membedakan tipe TT & LL
• Pada tipe TT à ditemukan Tuberkel (Giant cell, limfosit)
• Pada tipe LL à ditemukan sel busa (Virchow cell/ sel lepra) yi histiosit dimana di
dalamnya BTA tidak mati, tapi berkembang biak membentuk gelembung. Ditemukan
lini tenang (subepidermal clear zone).
3. Pemeriksaan serologik
• Tes ELISA
• Uji MLPA (Mycobacterium Leprae Partikel Aglutination)
• ML dipstick
Pengobatan5
Paket terapi multiobat (MDT/Multi Drug Therapy)
Sampai pengembangan dapson, rifampin, dan klofazimin pada 1940an, tidak ada
pengobatan yang efektif untuk kusta. Namun, dapson hanyalah obat bakterisidal (pembasmi
bakteri) yang lemah terhadap M. leprae. Penggunaan tunggal dapson menyebabkan populasi
bakteri menjadi kebal. Pada 1960an, dapson tidak digunakan lagi.
Pencarian terhadap obat anti kusta yang lebih baik dari dapson, akhirnya menemukan
klofazimin dan rifampisin pada 1960an dan 1970an.Kemudian, Shantaram Yawalkar dan
rekannya merumuskan terapi kombinasi dengan rifampisin dan dapson, untuk mengakali
kekebalan bakteri. Terapi multiobat dan kombinasi tiga obat di atas pertama kali
direkomendasi oleh Panitia Ahli WHO pada 1981. Cara ini menjadi standar pengobatan
multiobat. Tiga obat ini tidak digunakan sebagai obat tunggal untuk mencegah kekebalan
atau resistensi bakteri.
Terapi di atas lumayan mahal, maka dari itu cukup sulit untuk masuk ke negara yang
endemik. Pada 1985, kusta masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di 122 negara. Pada
Pertemuan Kesehatan Dunia ke-44 di Jenewa, 1991, menelurkan sebuah resolusi untuk
menghapus kusta sebagai masalah kesehatan masyarakat pada tahun 2000, dan berusaha
untuk ditekan menjadi 1 kasus per 100.000. WHO diberikan mandat untuk mengembangkan
strategi penghapusan kusta.
Kelompok Kerja WHO melaporkan Kemoterapi Kusta pada 1993 dan
merekomendasikan dua tipe terapi multiobat standar. Yang pertama adalah pengobatan
selama 24 bulan untuk kusta lepromatosa dengan rifampisin, klofazimin, dan dapson. Yang
kedua adalah pengobatan 6 bulan untuk kusta tuberkuloid dengan rifampisin dan dapson.
Reaksi Kusta
Reaksi kusta : suatu keadaan gejala dan tanda radang akut lesi penderita kusta yang terjadi
dalam perjalanan penyakitnya, yang diduga disebabkan hipersensitivitas akut terhadap Ag
basil yang menimbulkan gangguan keseimbangan imunitas yang telah ada. Ada dua tipe
reaksi berdasarkan hipersensitivitas yang menyebabkannya ;
1. Tipe 1 : disebabkanolehhipersensitivitasseluler (Reversal Reaction)
2. Tipe 2 : disebabkanolehhipersensitivitas humoral(Eritema Leprosum Nodosum)
Manifestasi / gambaranklinisreaksikusta:
REAKSI TIPE 1
Organ yang diserang
Reaksi ringan Reaksi berat
Kulit Lesi kulit yang telah ada dan menjadi eritematosa.
Lesi yang telah ada menjadi eritematosa, timbul lesi baru yang kadang-kadang disertai panas dan malaise
Saraf Membesar, tidak nyeri fungsi tidak terganggu, berlangsung kurang dari 6 rainggu.
Membesar, nyeri, fungsi terganggu, berlangsung lebih dari 6 minggu.
Kulit dan saraf bersama-sama
Lesi yang telah ada menjadi lebih eritematosa, nyeri pada saraf berlangsung kurang dari 6 minggu.
Lesi kulit yang eritematosa disertai ulserasi atau edem pada tangan / kaki. Saraf membesar, nyeri, dan fungsinya terganggu, Berlangsung sampai 6 minggu atau lebih.
REAKSI TIPE 2
Organ yang diserang
Reaksi ringan Reaksi berat
Kulit Timbul sedikit nodus yang beberapa diantaranya terjadi ulserasi. Disertai demam ringan dan malaise.
Banyak nodus yang nyeri dan mengalamt ulserasi disertai demam tinggi dan malaise.
Saraf Saraf membesar tetapi nyeri dan fungsinya tidak terganggu.
Saraf membesar, nyeri, dan fungsinya terganggu.
Mata Tidak ada gangguan Nyeri, penumnan visus, dan merah di sekitar limbus.
Testis Lunak, tidak nyeri. Lunak, nyeri, dan membesar.
Kulit, sarafj mata, dan testis bersama-sama
Gejalanya seperti tersebut diatas.
Gejalanya seperti tersebut diatas disertai keadaan sakit yang keras dan nyeri yang sangat.
BAB II
ILUSTRASI KASUS
IDENTITAS PASIEN :
Nama : Tn. A
Umur : 64 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Petani Gambir (berhenti sejak 2 tahun yang lalu)
Status : Sudah menikah
Alamat : Sawah Baliak Laweh, Kec. Bungo Tanjuang
Agama : Islam
Suku : Minangkabau
Tanggal Pemeriksaan : 10 Oktober 2015
Nomor HP : 082285106002
Seorang pasien laki-laki berumur 64 tahun datang dengan:
KELUHAN UTAMA:
Tukak yang tidak sembuh-sembuh pada telapak kaki kanan dan kiri sejak 2 tahun yang lalu.
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG:
- Tukak yang tidak sembuh-sembuh pada telapak kaki kanan dan kiri sejak 2 tahun
yang lalu. Keluhan ini diawali dengan kesemutan dan mati rasa pada kedua kaki sejak
3 tahun yang lalu, kemudian diikuti dengan retak-retak pada kaki pasien, hingga
akhirnya muncul tukak pertama kali pada telapak kaki kanan dan kemudian muncul
tukak di telapak kaki kiri pasien.
- Kesemutan dan mati rasa mula-mula dirasakan pada tangan kanan sejak 3 tahun yang
lalu, kemudian meluas ke tangan kiri, kaki kanan, dan kaki kiri.
- Keluarga pasien juga mengeluhkan pasien sering tidak sadar jika sendalnya terlepas
ketika menaiki sepeda motor.
- Keluhan kesemutan dan mati rasa ini diawali dengan munculnya bercak-bercak putih
yang semakin lama semakin meluas sejak 4 tahun yang lalu. Bercak-bercak putih
tersebut awalnya muncul di bagian punggung lalu semakin lama semakin meluas
hingga ke pinggang kiri dan kanan, dada, leher, lengan atas kanan, dan lengan atas
kiri.
- Bercak-bercak putih tersebut disertai rasa gatal yang tidak hilang dengan garukan
kuku dan baru hilang setelah pasien menggaruknya sampai berdarah. Gatal terutama
dirasakan pada malam hari dan saat pasien berkeringat.
- Riwayat alis mata rontok ada sejak 2 tahun yang lalu.
- Riwayat rambut dan bulu mata rontok tidak ada.
- Riwayat kelopak mata tidak dapat menutup sempurna dan mata kering tidak ada.
- Riwayat penglihatan berkurang ada sejak 1 tahun yang lalu.
- Pasien mandi 2x sehari dan ganti baju 2x sehari.
- Riwayat kontak dengan penderita bercak-bercak putih mati rasa ada, yaitu tetangga
pasien.
- Riwayat kontak dengan penderita jari kaki dan tangan bengkok/buntung ada, tetangga
pasien.
- Riwayat kontak dengan orang yang minum obat paket ada, tetangga pasien.
- Riwayat demam yang disertai bentol-bentol merah yang nyeri di kulit tidak ada.
- Riwayat nyeri sendi tidak ada.
- Penurunan berat badan ada, tetapi pasien tidak tahu berapa kg penurunannya.
- Riwayat mendapat pengobatan jangka lama tidak ada.
- Pasien lahir dan tinggal di Nenan selama 18 tahun dan pindah ke Pekanbaru selama 1
tahun, kemudian pindah ke Maek pada tahun 1970 dan tinggal di Maek hingga
sekarang.
RIWAYAT PENGOBATAN:
- Pasien pernah berobat ke Puskesmas dan diberi kapsul warna hijau dan putih untuk
pengobatan tukak pada telapak kakinya, yang telah dikonsumsinya selama 2 tahun.
kapsul diminum 1x sehari, dan masih dikonsumsi hingga sekarang. Akan tetapi, tukak
pada telapak kaki pasien tidak kunjung sembuh setelah mengkonsumsi obat kapsul
tersebut.
- Pasien juga mengoleskan propolis® pada tukak di telapak kakinya tersebut. Pasien
mengoleskannya 2x sehari, dan sudah menggunakannya selama 3 bulam, akan tetapi,
tukak pada telapak kaki pasien tidak kunjung sembuh setelah mengkonsumsi obat
kapsul tersebut.
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU:
- Pasien tidak pernah menderita bercak-bercak putih yang disertai hilang rasa
sebelumnya.
- Pasien dikenal menderita penyakit DM sejak Desember 2014, dan tidak melakukan
kontrol secara teratur.
- Riwayat menderita batuk-batuk disangkal.
- Riwayat hipertensi disangkal.
RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA/ ATOPI / ALERGI:
- Tidak ada anggota keluarga yang menderita bercak-bercak putih yang disertai hilang
rasa.
- Tidak ada anggota keluarga yang menderita kelainan berupa pemendekan, kaku,
bengkok, ataupun buntung pada jari-jari tangan dan kaki.
- Tidak ada anggota keluarga yang menderita luka/ulkus yang tidak sembuh-sembuh.
- Tidak ada anggota keluarga yang menderita batuk-batuk lama.
- Riwayat bersin-bersin pada pagi hari tidak ada.
- Riwayat asma tidak ada.
- Riwayat alergi makanan tidak ada.
- Riwayat alergi obat tidak ada.
- Riwayat serbuk sari atau debu tidak ada.
- Riwayat mata merah, berarir, dan gatal tidak ada.
- Riwayat biring susu tidak ada.
- Riwayat galigato tidak ada.
RIWAYAT SOSIAL EKONOMI, PEKERJAAN DAN LINGKUNGAN:
- Pasien lahir di Nenan, dan pindah ke Pekanbaru pada usia 18 tahun. Setelah 1 tahun
tinggal di Pekanbaru, pasien pindah ke Maek, dan menetap di Maek sampai sekarang.
- Pasien sudah menikah, memiliki 1 orang istri, 4 orang anak (1 laki-laki dan 3
perempuan), serta 6 orang cucu (3 laki-laki dan 3 perempuan).
- Pasien tinggal di rumah berukuran ± 10 x 8 m, lantai rumah semen, dinding tembok,
atap seng. Jumlah kamar 3, ventilasi dan pencahayaan kurang.
- Jamban di luar rumah, sumber air dari sumur.
- Pasien tinggal di rumah berdua bersama istrinya.
- Pasien adalah seorang petani gambir di Maek, dan sudah berhenti bekerja sejak 2
tahun yang lalu.
- Istri pasien bekerja sebagai petani dan peternak ayam dengan penghasilan ± Rp
500.000 per bulan.
PEMERIKSAAN FISIK
STATUS GENERALISATA:
Keadaan Umum : tampak sakit ringan
Kesadaran : komposmentis kooperatif
Status gizi : BB = 60 kg
TB = 162 cm
BMI = 22,86 kg/m2
Kesan = Normoweight
Frekuensi nadi : diharapkan dalam batas normal
Frekuensi nafas : diharapkan dalam batas normal
Tekanan darah : diharapkan dalam batas normal
Suhu : diharapkan dalam batas normal
Rambut : tidak mudah dicabut
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik,
lagoftalmus tidak ada, madarosis tidak ada
Hidung : tidak ada deformitas
Pemeriksaan thorak : diharapkan dalam batas normal
Pemeriksaan abdomen : diharapkan dalam batas normal
Ekstremitas : tidak ditemukan kelainan
Kelenjar getah bening : diharapkan tidak terdapat perbesaran kgb
STATUS DERMATOLOGIKUS:
- Lokasi : dada, lengan atas kanan, lengan atas kiri, leher samping kiri, leher
samping kanan, leher belakang, punggung, pinggang kiri, pinggang
kanan, kaki kiri, dan kaki kanan.
- Distribusi : terlokalisir
- Bentuk : khas, tidak khas
- Susunan : tidak khas
- Batas : tegas, tidak tegas
- Ukuran : lentikuler sampai plakat
- Efloresensi :
a. Makula hipopigmentasi pada dada, lengan atas kanan, lengan atas kiri,
leher samping kiri, leher samping kanan, leher belakang, punggung,
pinggang kiri, pinggang kanan, punggung kaki kiri, dan pergelangan kaki
kiri.
b. Ulkus berukuran 3 cm x 2,5 cm, bentuk tidak khas, tepi tidak rata, dinding
bergaung, dasar jaringan granulasi, jaringan di sekitarnya tidak terdapat
tanda-tanda radang, pada sisi medial telapak kaki kanan.
c. Ulkus berukuran 0,5 cm x 1 cm, bentuk lonjong, tepi rata, dinding tidak
bergaung, dasar jaringan granulasi, jaringan di sekitarnya tidak terdapat
tanda-tanda radang, pada telapak ibu jari kaki kiri.
d. Ulkus berukuran 2 cm x 1 cm, bentuk tidak khas, tepi tidak rata, dinding
bergaung, dasar jaringan granulasi, jaringan di sekitarnya tidak terdapat
tanda-tanda radang, di antara ibu jari kaki kiri dan telunjuk kaki kiri.
e. Likenifikasi pada punggung kaki kiri.
- Jumlah lesi : > 5
Foto Pasien
Pemeriksaan Sensibilitas:
Rasa raba : anestesi di tangan kanan, tangan kiri, kaki kiri, dan
kaki kanan.
Rasa nyeri : anestesi di tangan kanan, tangan kiri, kaki kiri, dan
kaki kanan.
Rasa suhu : diharapkan terdapat anestesi di tangan kanan,
tangan kiri, kaki kiri, dan kaki kanan..
Pembesaran Saraf Perifer:
Nervus Kanan Kiri
N. aurikularis
magnus
tidak ada pembesaran dan
tidak nyeri
tidak ada pembesaran dan
tidak nyeri
N. Ulnaris terdapat pembesaran dan
nyeri
terdapat pembesaran dan
nyeri
N. peroneus komunis tidak ada pembesaran dan
tidak nyeri
tidak ada pembesaran dan
tidak nyeri
N. tibialis posterior tidak ada pembesaran dan
tidak nyeri
tidak ada pembesaran dan
tidak nyeri
Pemeriksaan Kekuatan Otot:
Musculus Kanan Kiri
M. Orbicularis oculi Kuat Kuat
M. Abductor digiti
minimi
Lemah Lemah
M. Interoseus dorsalis Kuat Kuat
M. Abductor policis
brevis
Kuat Kuat
M. Tibialis anterior Lemah Lemah
Pemeriksaan Saraf Otonom:
Anhidrosis : diharapkan tinta lebih tebal pada kulit normal.
Pemeriksaan kecacatan:
Kontraktur : ada, pada sendi pergelangan kaki kanan dan kiri
Mutilasi : tidak ada
Atrofi otot : tidak ada
Xerosis kutis : tidak ada
Absorbsi : tidak ada
Ulkus trofik : ada
Madarosis : ada
Lagoftalmus : tidak ada
Claw hand : tidak ada
Wrist drop : tidak ada
Dropped foot : tidak ada
Facies leonina : tidak ada
Status Venereologikus : diharapkan tidak ada kelainan
Kelainan selaput : Tidak ditemukan kelainan
Kelainan kuku :
- Lokasi : seluruh kuku jari kaki kanan, kuku jari I
kaki kiri, dan kuku III kaki kiri.
- Efloresensi : onycodistrofi (+), warna kuku kekuningan,
jaringan di sekitar kuku tidak terdapat tanda-
tanda peradangan.
Kelainan rambut : Tidak ditemukan kelainan
RESUME:
- Tukak yang tidak sembuh-sembuh pada telapak kaki kanan dan kiri sejak 2
tahun yang lalu. Keluhan ini diawali dengan kesemutan dan mati rasa pada
kedua kaki sejak 3 tahun yang lalu, kemudian diikuti dengan retak-retak
pada kaki pasien, hingga akhirnya muncul tukak pertama kali pada telapak
kaki kanan dan kemudian muncul tukak di telapak kaki kiri pasien.
- Kesemutan dan mati rasa mula-mula dirasakan pada tangan kanan sejak 3
tahun yang lalu, kemudian meluas ke tangan kiri, kaki kanan, dan kaki kiri.
- Keluarga pasien juga mengeluhkan pasien sering tidak sadar jika
sendalnya terlepas ketika menaiki sepeda motor.
- Keluhan kesemutan dan mati rasa ini diawali dengan munculnya bercak-
bercak putih yang semakin lama semakin meluas sejak 4 tahun yang lalu.
Bercak-bercak putih tersebut awalnya muncul di bagian punggung lalu
semakin lama semakin meluas hingga ke pinggang kiri dan kanan, dada,
leher, lengan atas kanan, dan lengan atas kiri.
- Bercak-bercak putih tersebut disertai rasa gatal yang tidak hilang dengan
garukan kuku dan baru hilang setelah pasien menggaruknya sampai
berdarah. Gatal terutama dirasakan pada malam hari dan saat pasien
berkeringat.
- Riwayat alis mata rontok ada sejak 2 tahun yang lalu.
- Riwayat penglihatan berkurang ada sejak 1 tahun yang lalu.
- Riwayat kontak dengan penderita bercak-bercak putih mati rasa ada.
- Riwayat kontak dengan penderita jari kaki dan tangan bengkok/buntung
ada.
- Riwayat kontak dengan orang yang minum obat paket ada.
- Riwayat nyeri sendi ada.
- Penurunan berat badan ada, tetapi pasien tidak tahu berapa kg
penurunannya.
- Pasien pernah berobat ke Puskesmas dan diberi kapsul warna hijau dan
putih untuk pengobatan tukak pada telapak kakinya, yang telah
dikonsumsinya selama 2 tahun. kapsul diminum 1x sehari, dan masih
dikonsumsi hingga sekarang. Akan tetapi, tukak pada telapak kaki pasien
tidak kunjung sembuh setelah mengkonsumsi obat kapsul tersebut.
- Pasien juga mengoleskan propolis® pada tukak di telapak kakinya
tersebut. Pasien mengoleskannya 2x sehari, dan sudah menggunakannya
selama 3 bulam, akan tetapi, tukak pada telapak kaki pasien tidak kunjung
sembuh setelah mengkonsumsi obat kapsul tersebut.
- Pasien lahir di Nenan, dan pindah ke Pekanbaru pada usia 18 tahun.
Setelah 1 tahun tinggal di Pekanbaru, pasien pindah ke Maek, dan menetap
di Maek sampai sekarang.
- Pasien sudah menikah, memiliki 1 orang istri, 4 orang anak (1 laki-laki dan
3 perempuan), serta 6 orang cucu (3 laki-laki dan 3 perempuan).
- Pasien tinggal di rumah berukuran ± 10 x 8 m, lantai rumah semen,
dinding tembok, atap seng. Jumlah kamar 3, ventilasi dan pencahayaan
kurang.
- Jamban di luar rumah, sumber air dari sumur.
- Pasien tinggal di rumah berdua bersama istrinya.
- Pasien adalah seorang petani gambir di Maek, dan sudah berhenti bekerja
sejak 2 tahun yang lalu.
- Istri pasien bekerja sebagai petani dan peternak ayam dengan penghasilan
± Rp 500.000 per bulan.
- Pada pemeriksaan fisik ditemukan lesi pada dada, lengan atas kanan,
lengan atas kiri, leher samping kiri, leher samping kanan, leher belakang,
punggung, pinggang kiri, dan pinggang kanan dengan distribusi
terlokalisir, bentuk khas dan tidak khas, susunan tidak khas, batas tegas
dan tidak tegas, ukuran lentikular sampai plakat, dan efloresensi berupa
makula hipopigmentasi. Jumlah > 5.
- Ditemukan ulkus berukuran 3 cm x 2,5 cm, bentuk tidak khas tepi tidak
rata, dinding bergaung, dasar jaringan granulasi, jaringan di sekitarnya
tidak terdapat tanda-tanda radang, pada sisi medial telapak kaki kanan.
- Ditemukan ulkus berukuran 0,5 cm x 1 cm, tepi rata, bentuk lonjong,
dinding tidak bergaung, dasar jaringan granulasi, jaringan di sekitarnya
tidak terdapat tanda-tanda radang, pada telapak ibu jari kaki kiri.
- Ditemukan ulkus berukuran 2 cm x 1 cm, bentuk tidak khas tepi tidak rata,
dinding bergaung, dasar jaringan granulasi, jaringan di sekitarnya tidak
terdapat tanda-tanda radang, di antara ibu jari kaki kiri dan telunjuk kaki
kiri.
- Likenifikasi pada punggung kaki kiri.
- Ditemukan onicodystrophy dan warna kuku kekuningan dengan jaringan
di sekitar kuku tidak terdapat tanda-tanda peradangan pada seluruh kuku
jari kaki kanan, kuku I kaki kiri, dan kuku III kaki kiri.
- Dari pemeriksaan sensibilitas raba dan nyeri, didapatkan anestesi pada
tangan kanan, tangan kiri, kaki kanan, dan kaki kiri.
- Didapatkan pembesaran dan nyeri tekan pada n. ulnaris kiri dan kanan.
- Dari pemeriksaan kekuatan otot didapatkan kelemahan pada m. abductor
digiti minimi kiri dan kanan serta m. tibialis anterior kiri dan kanan.
- Ditemukan kontraktur pada sendi pergelangan kaki kanan dan kiri, serta
ulkus trofik.
DIAGNOSIS KERJA:
Morbus Hansen tipe LL + kecacatan derajat I
DIAGNOSIS BANDING:
Morbus Hansen tipe BL
PEMERIKSAAN PENUNJANG
PEMERIKSAAN RUTIN:
Pemeriksaan BTA:
Pewarnaan Ziehl Neelsen: dari cuping telinga dextra (-), dari cuping telinga
sinistra (-)
Hasil: Didapatkan BTA (-)
PEMERIKSAAN ANJURAN:
Pemeriksaan histopatologik
Pemeriksaan serologik
Lepromin test
DIAGNOSIS:
Morbus Hansen tipe LL + Kecacatan Derajat I
TERAPI
Umum:
• Menjelasan mengenai penyakit (penyebab, penularan dan komplikasi) dan
pengobatan pada pasien dan keluarga, serta kontrol rutin tiap bulan ke
Puskesmas, berobat teratur sampai dinyatakan sembuh.
• Menjelaskan pada pasien bahwa daerah yang mati rasa merupakan tempat
risiko terjadinya luka, dan luka merupakan tempat masuknya kuman
sehingga hindari luka dengan cara memakai alas kaki saat bepergian.
• Menjelaskan pada pasien bahwa efek samping obat menyebabkan warna
buang air kecil berwarna merah, mata menjadi kuning, warna kulit
menjadi merah kecokelatan sehingga pasien tidak perlu khawatir.
• Memberitahu pada pasien jika terdapat efek samping obat seperti nyeri
perut, mual muntah, berat badan yang menurun drastis dalam waktu
singkat segera kembali ke Puskesmas untuk mendapat penanganan
selanjutnya.
• Jika penyakit bertambah parah segera kembali ke Puskesmas.
Khusus:
hari 1 : Rifampisin 600 mg (2 x 300 mg)
Klofazimin 300 mg (3 x 100 mg)
Dapson 100 mg
hari 2-28 : Klofazimin 50 mg/hari
Dapson 100 mg/hari
Diberikan sebanyak 12 paket. Setiap bulannya diberikan 1 paket.
PROGNOSIS:
Quo Ad Sanam : dubia ad bonam
Quo Ad Vitam : dubia ad bonam
Quo Ad Kosmetikum : dubia ad malam
Quo Ad Functionam : dubia ad malam
BAB III
DISKUSI
Seorang pasien laki-laki berusia 64 tahun datang ke dengan keluhan tukak yang
tidak sembuh-sembuh pada telapak kaki kanan dan kiri sejak 2 tahun yang lalu.
Berdasarkan anamnesis, dan pemeriksaan fisik, diagnosis yang mungkin
ditegakkan adalah morbus Hansen tipe LL. Berdasarkan teori, lesi morbus Hansen
tipe LL dapat berupa makula, infiltrat difus, papul, ataupun nodus, dengan jumlah
yang tidak terhitung, dan distribusi simetris. Permukaan lesi halus berkilat, batas
tidak jelas, dan anesthesia tidak ada sampai tidak jelas. Pada pasien ini ditemukan
lesi pada dada, lengan atas kanan, lengan atas kiri, leher samping kiri, leher
samping kanan, leher belakang, punggung, pinggang kiri, dan pinggang kanan
dengan distribusi terlokalisir, bentuk khas dan tidak khas, susunan tidak khas,
batas tegas dan tidak tegas, ukuran lentikular sampai plakat, dan efloresensi
berupa makula hipopigmentasi, dengan jumlah sangat banyak (>5). Pada pasien
ini juga didapatkan anestesi pada kedua tangan dan kakinya (stocking gloves
anesthesia) yang merupakan tanda khas pada morbus Hansen tipe LL. Selain itu,
juga didapatkan pembesaran dan nyeri tekan pada n. ulnaris kiri dan kanan,
kelemahan pada m. abductor digiti minimi kiri dan kanan, serta m. tibialis anterior
kiri dan kanan, yang artinya telah terjadi penekanan dan pendesakan jaringan
sekitar oleh granuloma yang terbentuk sebagai reaksi terhadap M. leprae
(deformitas primer). Pada pasien juga ditemukan kontraktur pada sendi
pergelangan kaki kanan dan kiri serta ulkus di telapak kaki kanan dan kirinya,
yang merupakan deformitas sekunder yang terjadi akibat deformitas primer
(terutama kerusakan saraf).
Berdasarkan pemeriksaan BTA
Untuk penatalaksaan pasien
DAFTAR PUSTAKA
1. Kosasih A, dkk. 2007. Kusta dalam Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: FKUI. Hal 73-88
2. Wolff, Klaus.Richard Allen Johnson.Arturo P. Saavedra. 2013. Leprosy dalam Fitzpatrick’s Color Atlas and Synopsis Of Clinical Dermatology Seventh Edition. . New York: Mc Graw Hill. Hal 569-574.
3. James, William D. Timothy G. Berger. Dirk M Elston. Isaac M Neuhaus. 2011. Hansen’s disease dalam Andrews’ Diseases ofthe SkinClinical Dermatology. Philadelphia : Elsevier.
4. Delphine J. Lee, Thomas H. Rea, &Robert L. Modlin. 2012. Leprosy dalam Fitzpatrick’sDermatology inGeneral MedicineEighth Edition. New York: Mc Graw Hill. Hal 2253-2263
5. Siregar Prof Dr RS, SpKK. 2002. Kusta (Lepra) dalam Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Jakarta: EGC. Hal 154-163