laporan kasus mh
DESCRIPTION
case reportTRANSCRIPT
MORBUS HANSEN
Definisi
Morbus Hansen merupakan penyakit infeksi kronik yang disebabkan oleh
Mycobacterium leprae yang bersifat intraselular obligat. Saraf perifer sebagai
afinitas pertama, lalu kulit dan mukosa traktus respiratorius bagian atas, kemudian
dapat ke organ lain kecuali ke susunan saraf pusat.
Epidemiologi
Cara penularan penyakit morbus hansen belum diketahui secara pasti,
hanya berdasarkan anggapan klasik yaitu melalui kontak langsung antar kulit yang
lama dan erat. Anggapan lain adalah secara inhalasi, karena M. leprae dapat hidup
dalam beberapa hari dalam droplet. Masa tunasnya bervariasi antara 40 hari
sampai 40 tahun, umumnya beberapa tahun, rata-rata 3-5 tahun.
Penyebab penyakit kusta dari suatu tempat ke tempat lain disebabkan oleh
perpindahan penduduk yang terinfeksi tersebut. Masuknya kusta ke pulau-pulau
Melanesia termasuk Indonesia diperkirakan terbawa oleh orang-orang China.
Distribusi penyakit ini di tiap negara berbeda-beda.
Faktor-faktor yang perlu di pertimbangkan adalah patogenesis kuman
penyebab, cara penularan, keadaan sosial ekonomi dan lingkungan, varian genetik
yang berhubungan dengan kerentanan, perubahan imunitas, dan kemungkinan
adanya reservoir diluar manusia.
Penderita yang mengandung M. Leprae sampai 103 per gram jaringan,
penularannya tiga sampai sepuluh kali lebih besar dibandingkan dari penderita
yang hanya mengandung 107 basil per gram jaringan.
Kuman penyebab kusta dapat di temukan di kulit, folikel rambut, kelenjer
keringat, dan air susu ibu, jarang di dapat dalam urin. Sputum dapat banyak
mengandung M. Leprae yang berasal dari traktus respiratorius atas. Tempat
implantasi tidak selalu menjadi tempat lesi pertama. Dapat menyerang semua
Umur dimana anak- anak lebih rentan dari pada orang dewasa. Di Indonesia
penderita anak-anak dibawah umur 14 tahun di dapatkan ± 13%, tetapi anak
1
dibawah umur 1 tahun jarang sekali. Frekuensi tertinggi pada kelompok umur 25-
35 tahun.
Jumlah kasus kusta di dunia selama 12 tahun terakhir telah menurun 85%
di sebagian besar negara atau diwilayah endemis. Pada awal 1997 ditemukan
kurang lebih 890.000 penderita. Di Indonesia jumlah kasus kusta yang tercatat
pada akhir maret 1997 adalah 31.699 orang, distribusi juga tidak merata, dimana
yang tertinggi antara lain di Jawa Timur, Jawa Barat dan Sulawesi Selatan.
Etiologi
Penyakit kusta disebabkan oleh kuman yang dinamakan sebagai
mikrobakterium, dimana mikrobakterium ini adalah kuman aerob, tidak
membentuk spora, berbentuk batang yang tidak mudah diwarnai namun jika
diwarnai akan tahan terhadap dekolorisasi oleh asam atau alkohol sehingga oleh
karena itu dinamakan sebagai basil “tahan asam”. Selain banyak membentuk
safrifit, terdapat juga golongan organisme patogen (misalnya Microbacterium
tubercolose, mycrobakterium leprae) yang menyebabkan penyakit menahun
dengan menimbulkan lesi jenis granuloma infeksion.
Patogenesis
M. leprae merupakan parasit obligat intraselular yang terutama terdapat
pada sel makrofag disekitar pembuluh darah superficial pada dermis atau sel
Schwann di jaringan saraf. Bila kuman M. leprae masuk kedalam tubuh, maka
tubuh bereaksi mengeluarkan makrofag ( berasal dari sel monosit darah, sel
mononuklear, histiosit) untuk memfagositnya.
Pada kusta tipe LL terjadi kelumpuhan sistem imunitas selular, dengan
demikian makrofag tidak mampu menghancurkan kuman sehingga kuman
bermultiplikasi dengan bebas, yang kemudian dapat merusak jaringan.
Pada kusta tipe TT kemampuan fungsi sistem imunitas selular tinggi,
sehingga makrofag sanggup menghancurkan kuman. Namun setelah kuman di
fagositosis, makrofag akan berubah menjadi sel epiteloid yang tidak bergerak aktif
dan kadang-kadang bersatu membentuk sel datia Langhans. Bila infeksi ini tidak
2
segera diatasi segera akanterjadi reaksi berlebihan dan massa epiteloid akan
menimbulkan kerusakan saraf dan jaringan sekitarnya.
Sel Schwann merupakam sel target untuk pertumbuhan M. leprae,
disamping itu sel Schwann berfungsi sebagai demielinisasi dan sedikit fungsinya
sebagai fagositosis. Jadi, apabila terjadi gangguan imunitas tubuh dalam sel
Schwann, kuman dapat bermigrsi dan beraktivasi sehingga aktivasi regenerasi
saraf berkurang dan terjadi kerusakan saraf yang progresif.
Gejala Klinis
Diagnosis penyakit kusta didasarkan gambaran klinis, bakterioskopis, dan
histopatologis. Diantara ketiganya, diagnosis klinis merupakan yang terpenting
dan paling sederhana. Hasil bakerioskopis memerlukan waktu paling sedikit 15-30
menit, sedangkan histopatologik 10-14 hari. Menuturt Ridley dan Jopling gejala
klinis penyakit kusta adalah :
1. Tipe tuberkuloid (TT)
Lesi ini mengenai kulit dan saraf. Lesi kulit bisa satu atau beberapa, dapat
berupa makula atau plakat, batas tegas dan pada bagian tengah di temukan
lesi regresi atau central healing. Permukaan lesi dapat bersisik dengan tepi
yang meninggi, bahkan dapat menyerupai gambaran psoriasis atau tinea
sisinata. Dapat disertai penebalan saraf perifer yang biasanya teraba,
kelemahan otot, dan sedikit rasa gatal. Adanya infiltrasi tuberkuloid dan
tidak adanya kuman merupakan tanda respon imun yang adekuat terhadap
kusta.
2. Tipe borderline tuberculoid (BT)
Lesi paa tipe ini menyerupai tipe TT, yakni berupa makula atau plak yang
sering disertai lesi satelit di tepinya. Jumlah lesi dapat satu atau beberapa,
tetapi gambaran hipopigmentasi, kekeringan kulit atau skuama tidak
sejelas tipe tuberkuloid. Adanya gangguan saraf tidak seberat tipe
tuberkuloid, dan biasanya asimetris. Lesi satelit biasanya ada dan terletak
dekat saraf perifer yang menebal.
3
3. Tipe midborderline (BB)
Merupakan tipe yang paling tidak stabil dari semua tipe dalam spektrum
penyakit kusta. Disebut juga sebagai bentuk dimorfik dan bentuk ini
jarang dijumpai. Lesi dapat berbentuk makula infiltratif. Permukaan lesi
mengkilap, batas lesi kurang jelas dengan jumlah lesi yang melebihi tipe
BT dan cenderung simetris. Bisa di dapatkan lesi punched out yang
merupakan ciri khas tipe ini.
4. Tipe borderline lepromatous
Secara klasik lesi diawali dengan makula yang main lama makin menyebar
keseluruh badan. Dapat di temukan papul dan nodul dengan distribusi
yang hampir simetris. Lesi pada bagian tengah sering tampak normal
dengan pinggir dalam infiltrat lebih jelas di bandingkan dengan pinggir
luarnya, dan beberapa plak tampak seperti punched out. Kerusakan saraf di
tandai dengan hilangnya sensasi, hipopigmentasi, berkurangnya keringat
dan hilangnya rambut, dimana ini lebih cepat muncul di bandingkan tipe
LL. Penebalan saraf dapat teraba pada predileksi.
5. Tipe lepromatosa (LL)
Pada tipe ini di temukan jumlah lesi lebih banyak, simetris, permukaan
halus, lebih eritem, berkilap, batas tidak tegas dan pada stadium dini tidak
ditemukan anestesi dan anhidrosis. Distribusi lesi khas di wajah mengenai
dahi, pelipis, dagu, cuping telinga. Pada bagian badan mengenai bagian
badan yang dingin, lengan, pungung tangan, dan permukaan ekstensor
tungkai bawah. Pada stadium lanjut tampak penebalan kulit yag progresif,
cuping telinga menebal, garis muka menjadi kasar dan cekung membentuk
fasies leonina yang dapat disertai madarosis, iritis dan keratitis. Lebih
lanjut lagi dapat terjadi deformitas pada hidung. Dapat di jumpai
pembesaran kelenjar limfe, orkitis yang lama kelamaan menjadi atrofi
testis. Kerusakan saraf yang luas akan menyebabkan stocking & gloves
anaesthesia. Bila penyakit ini progresif, muncul makula dan papul baru,
sedangkan lesi lama menjadi plakat dan nodus.
4
Diagnosis
Untuk diagnosis kusta didasarkan pada penemuan tanda kardinal (utama), yaitu :
1. Bercak kulit yang mati rasa
Bercak hipopigmentasi atau eritematosa, mendatar (makula) atau meninggi
(plak). Mati rasa pada bercak bersifat total atau sebahagian saja terhadap
rasa raba, rasa suhu, dan rasa nyeri.
2. Penebalan saraf tepi
Dapat disertai rasa nyeri dan dapat juga disertai atau tanpa gangguan
fungsi saraf yang terkena, yaitu :
a. gangguan fungsi sensoris : mati rasa
b. gangguan fungsi otonom : paresis atau paralisis
c. gangguan fungsi otonom : kulit kering, retak, edema,
pertumbuhan rambut terganggu.
3. Ditemukan kuman tahan asam
Bahan pemeriksaan adalah hapusan kulit cuping telinga dan lesi kulit pada
bagian yang aktif, namun kadang-kadang bahan di peroleh dari biopsi kulit
atau saraf.
Untuk menegakkan diagnosis penyakit kusta, paling sedikit harus ditemukan satu
tanda kardinal. Bila tidak atau belum dapat ditemukan, maka kita hanya dapat
mengatakan tersangka kusta dan pasien perlu diamati dan diperiksa ulang setelah
3-6 bulan sampai diagnosis kusta dapat di tegakkan atau disingkirkan.
Penunjang diagnosis
1. Pemeriksaan bakterioskopik
Sediaan dibuat dari kerokan kulit atau usapan dan kerokan mukosa
hidung yang diwarnai dengan pewarnaan terhadap basil tahan asam antara
lain dengan ZIEHL-NEELSEN. Bakterioskopik negatif bukan berarti
seseorang tidak mengandung M. leprae.
Untuk riset di periksa 10 tempat dan untuk rutin minimal 4-6
tempat, yaitu kedua cuping telinga bagian bawah tanpa melihat ada
5
tidaknya lesi di tempat tersebut, dan 2-4 tempat lain yang paling aktif,
yang paling eritromatosa dan paling infiltratif.
M. leprae tergolong basil tahan asam (BTA), akan tampak merah
pada sediaan. Dibedakan untuk batang utuh (solid), batang terputus
(fragmented), dan butiran (granular). Bentuk solid adalah basil hidup dan
berbahaya karena dapat berkembang biak dan menular ke orang lain,
sedangkan fragmented dan granular adalah bentuk mati.
Kepadatn BTA tanpa membedakan solid dan nonsolid pada sebuah
sediaan dinyatakan dengan Indeks Bakteri (IB) dengan nilai 0 sampai 6+
menurut Ridley. ) bila tidak ada BTA dalam 100 lapang pandang (LP).
1+ bila 1-10 BTA dalam 100 LP.
2+ bila 1-10 BTA dalam 10 LP.
3+ bila 1-10 BTA rata-rata dalam 1 LP.
4+ bila 11-100 BTA rata-rata dalam 1 LP.
5+ bila 101-1000 BTA rata-rata dalam 1 LP.
6+ bila > 1000 BTA rata-rata dalam 1 LP.
Indeks Morfologi (IM) adalah persentase bentuk solid
dibandingkan dengan jumlah solid dan non solid.
2. Pemeriksaan histopatologik
Gambaran histopatologik tipe tuberkuloid adalah tuberkel dan
kerusakan saraf yang lebih nyata, tidak ada basil atau hanya sedikit dan
nonsolid. Pada tipe lepramatosa terdapat kelim sunyi subepidermal
(subepidermal clear zone), yaitu daerah langsung dibawah epidermis yang
jaringannya tidak patologik. Didapati sel Virchow dengan banyak basil.
Pada tipe borderline terdapat campuran unsur-unsur tersebut.
3. Tes lepromin
Tes lepromin adalah tes nonspesifik untuk klasifikasi dan
prognosis kusta, tapi tidak untuk diagnosis, berguna untuk menunjukkan
sistim imun penderita terhadap M. leprae. 0,1 ml lepromin disiapkan dari
ekstrak basil organisme, disuntikkan intradermal, kemudian dibaca setelah
48 jam/ 2 hari (reaksi fernandez), atau 3- minggu (reaksi Matsuda).
6
Reaksi Fernandez positif bila terdapat indurasi dan eritem yang
menunjukkan kalau penderita bereaksi terhadap M. leprae yaitu respon
imun tipe lambat, ini seperti Mantoux test pada M. tuberculosis.
Reaksi Matsuda bernilai :
0 : papul berdiameter 3mm atau kurang.
+1 : papul berdiameter 4-6 mm.
+2 : papul berdiameter 7-10 mm.
+3 : papul berdiameter > 10 mm atau papul dengan ulserasi.
4. Pemeriksaan serologi
Pemeriksaan serologik ini dapat membantu apabila gejala klinis dan
bakteriologik tidak tidak jelas. Pemeriksaan serologi kusta didasarkan atas
terbentuknya antibodi pada tubuh seseorang yang terinfeksi M. leprae.
Macamnya adalah :
Uji MLPA (Mycobacterium Leprae Particle Aglutination).
Uji ELISA (Enzymed Linked Immunosorbent Assay).
ML dipstick (Mycobacterium Leprae Dipstick).
Pengobatan
Obat anti kusta yang paing banyak di pakai pada saat ini adalah DDS
(diamidodifenil sulfon), kemudian klofazimin, dan rifampisin. Tahun 1998 WHO
menambahkan 3 antibiotik lain untuk pengobatan alternatif, yaitu olfoksasin,
minosiklin, dan klaritomisin.
1. Dapson (DDS)
Obat ini bersifat bakteriostatik dengan menghambat enzim dihidrofolat
sintetase. Tidak seperti pada kuman lain, dapson bekerja sebagai
antimetabolit PABA. Resistensi terhadap dapson timbul sebagai akibat
kandungan enzim sintetase yang terlalu tinggi pada kuman kusta. Dapson
diberikan sebagai dosis tunggal 50-100 mg/hari untuk dewasa, 2 mg/kgbb
untuk anak-anak. Pemberian obat ini 5-6 bulan, dimana efek samping yang
timbul seperti erupsi obat, anemia hemolitik, leukopenia, insomnia,
7
neuropatia, nekrolisis epidermal toksik, hepatitis dan methemoglobinemia.
Namun efek samping jarang di jumpai pada dosis lazim.
2. Klofazimin
Obat ini merupakan turunan zat warna iminoferazine dan mempunyai efek
bakteriostatik setara dengan dapson. Kerjanya diduga melalui gangguan
metabolisme radikal oksigen. Disamping itu obat ini mempunyai reaksi
anti inflamasi untuk reaksi kusta khususnya ENL. Dosis klofazimin
diberikan 50 mg/hari atau 100 mg tiga kali seminggu, sedankan untuk
anak-anak 1mg/kgbb setiap hari. Untuk mengurangi tipe 1 dan tipe 2
adalah 300 mg setiap bulan. Efek samping nya hanya pada dosis tinggi
berupa gangguan gastrointestinal (nyeri abdmen, diare, anoreksia, dan
vomitus).
3. Rifampisin
Merupakan obat yang ampuh pada saat ini untuk kusta yang bersifat
bakterisid. Rifampisin bekerja menghambat enzim polimerase RNA yang
berikatan secara irreversibel. Rifampisin diberikan dosis tunggal 600
mg/hari (atau 5-15 mg/kgbb). Pemberian dosis tingai seminggu sekali
(900-1200 mg) dapat menimbulkan flu like syndrome. Pemberian 600 mg
atau 1200 mg sebulan sekali di toleransi dengan baik. Efek samping yang
timbul seperti hepatotoksik, nefrotoksik, gejala gastrointestinal, erupsi
kulit.
Obat kusta alternatif lainya :
1. Ofloksasin
Merupakan obat turunan fluroquinolon yang paling efektif terhadap M.
leprae dibandingkan dengan siprofloksasin dan perfloksasin. Kerjanya
menghambat enzim girase DNA mikobakterium. Dosis optimal harian
adalah 400 mg. Efeksamping yang timbul seperti mual, diare, ganguan
saluran cerna lainnya, bebagai gangguan susunan saraf pusat, insomnia,
nyeri kepala, dizziness, nervousness, dan halusinasi. Namun efek samping
ini jarang sekali di temukan. Pengunaan harus hati-hati pada karena dapat
8
meyebabkan artropati. Selain ofloksasin dapat pula digunakan
levofloksasin dengan dosis 500 mg sehari.
2. Minosiklin
Merupakan kelompok tetrasiklin dimana efek bakterisidnya lebih tinggi
daripada klaritromisin dan lebih rendah dari rifampisin. Dosis harian 100
mg. Efek samping adalah pewarnaan gigi pada anak-anak, hiperpigmentasi
kulit dan membran mukosa. Tidak dianjurkan pada anak-anak dan masa
kehamilan.
3. Klaritomisin
Merupakan kelompok antibiotik makrolid yang bakterisid terhadap M.
leprae. Dosis harian 500 mg. Efek samping yang timbul seperti nausea,
vomitus, dan diare yang terbukti sering di temukan bila obat ini diberikan
dengan dosis 2000 mg.
9
ILUSTRASI KASUS
IDENTITAS PASIEN :
Nama : S
Umur : 23 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Tani
Alamat : Tarusan
Status : Belum menikah
Negeri Asal : Pesisir Selatan
Seorang pasien laki-laki berumur 23 tahun datang ke poliklinik Kulit dan
Kelamin RS Achmad Muchtar, Bukittinggi dengan;
KELUHAN UTAMA:
Bercak putih mati rasa pada kedua lengan atas dan kedua pergelangan tangan
sejak 4 bulan yang lalu.
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG:
Bercak putih mati rasa pada kedua lengan atas dan kedua pergelangan
tangan sejak 4 bulan yang lalu.
Awalnya, bercak putih muncul pada lengan kiri atas berbentuk bulat,
dengan ukuran sebesar uang logam kurang berasa. 1 minggu kemudian
pasien juga menemukan ada bercak putih lain pada lengan kanan atas dan
kurang berasa. 1 bulan kemudian muncul bercak putih pada kedua
pergelangan tangan yang kurang berasa
Bercak semakin meluas dan sekarang dirasakan mati rasa
Bercak tersebut kering, tidak bersisik dan tidak gatal
Riwayat timbul bercak merah disertai demam dan nyeri sendi saat bercak
muncul tidak ada
Penglihatan berkurang tidak ada, mata berair tidak ada
10
Pasien dapat menutup mata dengan sempurna
Riwayat rambut, bulu mata, dan alis mata rontok tidak ada
Hidung tersumbat tidak ada
Riwayat mulut mencong sebelumnya tidak ada
Rasa kesemutan pada kedua tangan dan kaki tidak ada
Jari-jari tangan dan kaki tidak ada yang bengkok dan kaku
Pasien masih bisa memasang kancing baju sendiri dan memegang gelas
tanpa terjatuh
Kulit terasa lebih kering dibandingkan sebelum sakit
Nyeri pada buah zakar tidak ada
Pasien tidak suka memakai baju berlapis-lapis
Pasien mandi 2x sehari dan ganti baju 2x sehari
Teman dekat pasien menderita penyakit kusta dan telah menyelesaikan
pengobatan
Pasien berdomisili di Pesisir Selatan
Pasien telah berobat ke poliklinik kulit dan kelamin RSUP DR.M.Djamil
Padang dan didiagnosis dengan kusta. Pasien mendapat obat neurodex dan
paket obat MDT selama 3 bulan, pasien minum obat secara teratur. Selama
pengobatan lesi tidak bertambah dan berkurang
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU:
Tidak pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya.
RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA / ATOPI / ALERGI:
Tidak ada anggota keluarga dan kerabat dengan keluhan yang sama atau dengan
jari-jari tangan dan kaki yang putus disangkal.
PEMERIKSAAN FISIK
11
STATUS GENERALISATA:
Keadaan Umum : Tidak tampak sakit
Kesadaran : Kompos mentis
Status gizi : Cukup
Pemeriksaan thorak : Tidak ditemukan kelainan
Pemeriksaan abdomen : Tidak ditemukan kelainan
STATUS DERMATOLOGIKUS:
Lokasi : kedua lengan atas dan kedua pergelangan tangan
Distribusi : bilateral dan simetris
Bentuk : tidak khas
Susunan : tidak khas
Batas : tegas-tidak tegas
Ukuran : numuler-plakat
Efloresensi : makula hipopigmentasi
Status Venerologikus : Tidak ditemukan kelainan
Kelainan selaput : Tidak ditemukan kelainan
Kelainan kuku : Jaringan sekitar kuku tidak ditemukan kelainan
Kelainan rambut : Tidak ditemukan kelainan
Kelainan Kelenjar Limfe : Tidak ditemukan pembesaran KGB di axilla, regio
colli dan inguinal
Pemeriksaan Sensibilitas :
Rasa raba : anestesi di kedua lengan atas dan kedua pergelangan tangan
Rasa tusuk : anestesi di kedua lengan atas dan kedua pergelangan tangan
Rasa suhu : anestesi di kedua lengan atas dan kedua pergelangan tangan
Pembesaran Saraf Perifer :
12
N. aurikularis magnus : membesar, bilateral, tidak nyeri tekan
N. ulnaris : membesar, bilateral, kenyal, tidak nyeri tekan
N. medianus : tidak ada pembesaran
N. peroneus lateral : tidak ada pembesaran
N. tibialis posterior : tidak ada pembesaran
Pemeriksaan Motoris :
M. abd digiti minimi : 5/5
M. abd policis brevis : 5/5
M. introsseus dorsalis : 5/5
M. orbicularis oculi : 5/5
Pemeriksaan kecacatan :
Mutilasi : tidak ada
Atrofi otot : tidak ada
Xerosis kutis : ada
Ulkus trofik : tidak ada
Madarosis : tidak ada
Lagoftalmus : tidak ada
Claw hand : tidak ada
Wrist drop : tidak ada
Dropped foot : tidak ada
Facies leonine : tidak ada
PEMERIKSAAN PENUNJANG :
Darah : tidak diperiksa
Urin : tidak diperiksa
Feses : tidak diperiksa
Pemeriksaan bakterioskopik
DIAGNOSIS KERJA:
Morbus Hansen tipe BT
13
PENATALAKSANAAN :
Terapi Umum:
Menjelaskan pada pasien bahwa penyakit kusta bukan merupakan penyakit
kutukan dan menganjurkan kepada pasien untuk berobat secara teratur
Lindungi kaki dengan selalu memakai alas kaki, alas kaki yang cocok
adalah yang empuk di bagian dalamnya, keras di bagian bawah supaya
benda tajam tidak dapat menembusnya, ada tali pada bagian belakang
sehingga tidak mudah lepas.
Sering memeriksa kaki jika ada yang luka atau lecet sedikit apapun
Segera rawat dan istirahatkan kaki (jangan diinjakkan) jika ada luka,
memar atau lecet.
Memakai sarung tangan jika bekerja dengan benda tajam atau panas
Memakai kacamata untuk melindungi mata
Tangan dan kaki direndam, disikat dan diminyaki agar tidak kering dan
pecah
Jika anggota keluarga yang lain mempunyai gejala yang sama segera
dibawa ke rumah sakit.
Terapi Khusus:
Rifampisin 600 mg/bulan
Klofazimin 300mg/bulan dilanjutkan 100mg/hari
DDS 100 mg/hari
Neurodex 3x1 tab
PROGNOSIS:
Quo Ad Sanam : bonam
Quo Ad Vitam : bonam
14
Quo Ad Kosmetikum : bonam
Quo Ad Functionam : bonam
DISKUSI
15
Seorang pasien laki-laki umur 23 tahun datang ke poli kulit dan kelamin
RS. DR. M. Djamil Padang tanggal 19 November 2009 dengan diagnosis kerja
Morbus Hansen tipe BT. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Berdasarkan anamnesis didapatkan bercak putih mati rasa pada
kedua lengan atas sejak 4 bulan yang lalu, Awalnya, bercak putih muncul pada
lengan kiri atas berbentuk bulat, dengan ukuran sebesar uang logam kurang
berasa. Semakin lama bercak putih semakin luas dan juga muncul di lengan kanan
serta pergelangan tangan yang dirasakan mati rasa. Kulit dirasakan kering, dan
teman dekat pasien menderita penyakit kusta dan telah menyelesaikan
pengobatan.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan makula hipopigmentasi, di kedua
lengan atas dan pergelangan tangan dengan batas tegas dan tidak tegas, bentuk
dan susunan tidak khas, ukuran numular-plakat yang menyebar secara bilateral
dan simetris. Pemeriksaan sensibilitas rasa raba, rasa tusuk, dan rasa suhu di
dapatkan anestesi di kedua lengan atas dan pergelangan tangan.
Pasien diterapi secara umum dan khusus. Secara umum di berikan
penjelasan, nasehat dan saran tentang penyakit kusta nya. Secara khusus pasien di
terapi dengan pemberian MDT MB : rifampisin 600 mg/bulan, klofazimin
300mg/bulan dilanjutkan 100mg/hari, DDS 100 mg/hari dan neurodex 3x1
tablet/hari.
DAFTAR PUSTAKA
16
1. Kosasih A, Wisnu IM, Sjamsoe-Daili E, Menaldi SL, 2008. Kusta. Dalam
Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Jakarta. Edisi ke 5. Hal 73-88.
2. Sjamsoe-Daili E,Menaldi SL, Ismiarto SP, Nilasari H, 2008. Kusta. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. Edisi 2.
3. Amirudin MD, 2000. Penyakit Kusta. Dalam Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin. Hipokrates. Jakarta. Cetakan I. Hal 260-271.
17