laporan kasus mh

25
MORBUS HANSEN Definisi Morbus Hansen merupakan penyakit infeksi kronik yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae yang bersifat intraselular obligat. Saraf perifer sebagai afinitas pertama, lalu kulit dan mukosa traktus respiratorius bagian atas, kemudian dapat ke organ lain kecuali ke susunan saraf pusat. Epidemiologi Cara penularan penyakit morbus hansen belum diketahui secara pasti, hanya berdasarkan anggapan klasik yaitu melalui kontak langsung antar kulit yang lama dan erat. Anggapan lain adalah secara inhalasi, karena M. leprae dapat hidup dalam beberapa hari dalam droplet. Masa tunasnya bervariasi antara 40 hari sampai 40 tahun, umumnya beberapa tahun, rata-rata 3-5 tahun. Penyebab penyakit kusta dari suatu tempat ke tempat lain disebabkan oleh perpindahan penduduk yang terinfeksi tersebut. Masuknya kusta ke pulau-pulau Melanesia termasuk Indonesia diperkirakan terbawa oleh orang-orang China. Distribusi penyakit ini di tiap negara berbeda-beda. Faktor-faktor yang perlu di pertimbangkan adalah patogenesis kuman penyebab, cara penularan, keadaan 1

Upload: bobby-rojas

Post on 06-Aug-2015

53 views

Category:

Documents


14 download

DESCRIPTION

case report

TRANSCRIPT

Page 1: laporan kasus MH

MORBUS HANSEN

Definisi

Morbus Hansen merupakan penyakit infeksi kronik yang disebabkan oleh

Mycobacterium leprae yang bersifat intraselular obligat. Saraf perifer sebagai

afinitas pertama, lalu kulit dan mukosa traktus respiratorius bagian atas, kemudian

dapat ke organ lain kecuali ke susunan saraf pusat.

Epidemiologi

Cara penularan penyakit morbus hansen belum diketahui secara pasti,

hanya berdasarkan anggapan klasik yaitu melalui kontak langsung antar kulit yang

lama dan erat. Anggapan lain adalah secara inhalasi, karena M. leprae dapat hidup

dalam beberapa hari dalam droplet. Masa tunasnya bervariasi antara 40 hari

sampai 40 tahun, umumnya beberapa tahun, rata-rata 3-5 tahun.

Penyebab penyakit kusta dari suatu tempat ke tempat lain disebabkan oleh

perpindahan penduduk yang terinfeksi tersebut. Masuknya kusta ke pulau-pulau

Melanesia termasuk Indonesia diperkirakan terbawa oleh orang-orang China.

Distribusi penyakit ini di tiap negara berbeda-beda.

Faktor-faktor yang perlu di pertimbangkan adalah patogenesis kuman

penyebab, cara penularan, keadaan sosial ekonomi dan lingkungan, varian genetik

yang berhubungan dengan kerentanan, perubahan imunitas, dan kemungkinan

adanya reservoir diluar manusia.

Penderita yang mengandung M. Leprae sampai 103 per gram jaringan,

penularannya tiga sampai sepuluh kali lebih besar dibandingkan dari penderita

yang hanya mengandung 107 basil per gram jaringan.

Kuman penyebab kusta dapat di temukan di kulit, folikel rambut, kelenjer

keringat, dan air susu ibu, jarang di dapat dalam urin. Sputum dapat banyak

mengandung M. Leprae yang berasal dari traktus respiratorius atas. Tempat

implantasi tidak selalu menjadi tempat lesi pertama. Dapat menyerang semua

Umur dimana anak- anak lebih rentan dari pada orang dewasa. Di Indonesia

penderita anak-anak dibawah umur 14 tahun di dapatkan ± 13%, tetapi anak

1

Page 2: laporan kasus MH

dibawah umur 1 tahun jarang sekali. Frekuensi tertinggi pada kelompok umur 25-

35 tahun.

Jumlah kasus kusta di dunia selama 12 tahun terakhir telah menurun 85%

di sebagian besar negara atau diwilayah endemis. Pada awal 1997 ditemukan

kurang lebih 890.000 penderita. Di Indonesia jumlah kasus kusta yang tercatat

pada akhir maret 1997 adalah 31.699 orang, distribusi juga tidak merata, dimana

yang tertinggi antara lain di Jawa Timur, Jawa Barat dan Sulawesi Selatan.

Etiologi

Penyakit kusta disebabkan oleh kuman yang dinamakan sebagai

mikrobakterium, dimana mikrobakterium ini adalah kuman aerob, tidak

membentuk spora, berbentuk batang yang tidak mudah diwarnai namun jika

diwarnai akan tahan terhadap dekolorisasi oleh asam atau alkohol sehingga oleh

karena itu dinamakan sebagai basil “tahan asam”. Selain banyak membentuk

safrifit, terdapat juga golongan organisme patogen (misalnya Microbacterium

tubercolose, mycrobakterium leprae) yang menyebabkan penyakit menahun

dengan menimbulkan lesi jenis granuloma infeksion.

Patogenesis

M. leprae merupakan parasit obligat intraselular yang terutama terdapat

pada sel makrofag disekitar pembuluh darah superficial pada dermis atau sel

Schwann di jaringan saraf. Bila kuman M. leprae masuk kedalam tubuh, maka

tubuh bereaksi mengeluarkan makrofag ( berasal dari sel monosit darah, sel

mononuklear, histiosit) untuk memfagositnya.

Pada kusta tipe LL terjadi kelumpuhan sistem imunitas selular, dengan

demikian makrofag tidak mampu menghancurkan kuman sehingga kuman

bermultiplikasi dengan bebas, yang kemudian dapat merusak jaringan.

Pada kusta tipe TT kemampuan fungsi sistem imunitas selular tinggi,

sehingga makrofag sanggup menghancurkan kuman. Namun setelah kuman di

fagositosis, makrofag akan berubah menjadi sel epiteloid yang tidak bergerak aktif

dan kadang-kadang bersatu membentuk sel datia Langhans. Bila infeksi ini tidak

2

Page 3: laporan kasus MH

segera diatasi segera akanterjadi reaksi berlebihan dan massa epiteloid akan

menimbulkan kerusakan saraf dan jaringan sekitarnya.

Sel Schwann merupakam sel target untuk pertumbuhan M. leprae,

disamping itu sel Schwann berfungsi sebagai demielinisasi dan sedikit fungsinya

sebagai fagositosis. Jadi, apabila terjadi gangguan imunitas tubuh dalam sel

Schwann, kuman dapat bermigrsi dan beraktivasi sehingga aktivasi regenerasi

saraf berkurang dan terjadi kerusakan saraf yang progresif.

Gejala Klinis

Diagnosis penyakit kusta didasarkan gambaran klinis, bakterioskopis, dan

histopatologis. Diantara ketiganya, diagnosis klinis merupakan yang terpenting

dan paling sederhana. Hasil bakerioskopis memerlukan waktu paling sedikit 15-30

menit, sedangkan histopatologik 10-14 hari. Menuturt Ridley dan Jopling gejala

klinis penyakit kusta adalah :

1. Tipe tuberkuloid (TT)

Lesi ini mengenai kulit dan saraf. Lesi kulit bisa satu atau beberapa, dapat

berupa makula atau plakat, batas tegas dan pada bagian tengah di temukan

lesi regresi atau central healing. Permukaan lesi dapat bersisik dengan tepi

yang meninggi, bahkan dapat menyerupai gambaran psoriasis atau tinea

sisinata. Dapat disertai penebalan saraf perifer yang biasanya teraba,

kelemahan otot, dan sedikit rasa gatal. Adanya infiltrasi tuberkuloid dan

tidak adanya kuman merupakan tanda respon imun yang adekuat terhadap

kusta.

2. Tipe borderline tuberculoid (BT)

Lesi paa tipe ini menyerupai tipe TT, yakni berupa makula atau plak yang

sering disertai lesi satelit di tepinya. Jumlah lesi dapat satu atau beberapa,

tetapi gambaran hipopigmentasi, kekeringan kulit atau skuama tidak

sejelas tipe tuberkuloid. Adanya gangguan saraf tidak seberat tipe

tuberkuloid, dan biasanya asimetris. Lesi satelit biasanya ada dan terletak

dekat saraf perifer yang menebal.

3

Page 4: laporan kasus MH

3. Tipe midborderline (BB)

Merupakan tipe yang paling tidak stabil dari semua tipe dalam spektrum

penyakit kusta. Disebut juga sebagai bentuk dimorfik dan bentuk ini

jarang dijumpai. Lesi dapat berbentuk makula infiltratif. Permukaan lesi

mengkilap, batas lesi kurang jelas dengan jumlah lesi yang melebihi tipe

BT dan cenderung simetris. Bisa di dapatkan lesi punched out yang

merupakan ciri khas tipe ini.

4. Tipe borderline lepromatous

Secara klasik lesi diawali dengan makula yang main lama makin menyebar

keseluruh badan. Dapat di temukan papul dan nodul dengan distribusi

yang hampir simetris. Lesi pada bagian tengah sering tampak normal

dengan pinggir dalam infiltrat lebih jelas di bandingkan dengan pinggir

luarnya, dan beberapa plak tampak seperti punched out. Kerusakan saraf di

tandai dengan hilangnya sensasi, hipopigmentasi, berkurangnya keringat

dan hilangnya rambut, dimana ini lebih cepat muncul di bandingkan tipe

LL. Penebalan saraf dapat teraba pada predileksi.

5. Tipe lepromatosa (LL)

Pada tipe ini di temukan jumlah lesi lebih banyak, simetris, permukaan

halus, lebih eritem, berkilap, batas tidak tegas dan pada stadium dini tidak

ditemukan anestesi dan anhidrosis. Distribusi lesi khas di wajah mengenai

dahi, pelipis, dagu, cuping telinga. Pada bagian badan mengenai bagian

badan yang dingin, lengan, pungung tangan, dan permukaan ekstensor

tungkai bawah. Pada stadium lanjut tampak penebalan kulit yag progresif,

cuping telinga menebal, garis muka menjadi kasar dan cekung membentuk

fasies leonina yang dapat disertai madarosis, iritis dan keratitis. Lebih

lanjut lagi dapat terjadi deformitas pada hidung. Dapat di jumpai

pembesaran kelenjar limfe, orkitis yang lama kelamaan menjadi atrofi

testis. Kerusakan saraf yang luas akan menyebabkan stocking & gloves

anaesthesia. Bila penyakit ini progresif, muncul makula dan papul baru,

sedangkan lesi lama menjadi plakat dan nodus.

4

Page 5: laporan kasus MH

Diagnosis

Untuk diagnosis kusta didasarkan pada penemuan tanda kardinal (utama), yaitu :

1. Bercak kulit yang mati rasa

Bercak hipopigmentasi atau eritematosa, mendatar (makula) atau meninggi

(plak). Mati rasa pada bercak bersifat total atau sebahagian saja terhadap

rasa raba, rasa suhu, dan rasa nyeri.

2. Penebalan saraf tepi

Dapat disertai rasa nyeri dan dapat juga disertai atau tanpa gangguan

fungsi saraf yang terkena, yaitu :

a. gangguan fungsi sensoris : mati rasa

b. gangguan fungsi otonom : paresis atau paralisis

c. gangguan fungsi otonom : kulit kering, retak, edema,

pertumbuhan rambut terganggu.

3. Ditemukan kuman tahan asam

Bahan pemeriksaan adalah hapusan kulit cuping telinga dan lesi kulit pada

bagian yang aktif, namun kadang-kadang bahan di peroleh dari biopsi kulit

atau saraf.

Untuk menegakkan diagnosis penyakit kusta, paling sedikit harus ditemukan satu

tanda kardinal. Bila tidak atau belum dapat ditemukan, maka kita hanya dapat

mengatakan tersangka kusta dan pasien perlu diamati dan diperiksa ulang setelah

3-6 bulan sampai diagnosis kusta dapat di tegakkan atau disingkirkan.

Penunjang diagnosis

1. Pemeriksaan bakterioskopik

Sediaan dibuat dari kerokan kulit atau usapan dan kerokan mukosa

hidung yang diwarnai dengan pewarnaan terhadap basil tahan asam antara

lain dengan ZIEHL-NEELSEN. Bakterioskopik negatif bukan berarti

seseorang tidak mengandung M. leprae.

Untuk riset di periksa 10 tempat dan untuk rutin minimal 4-6

tempat, yaitu kedua cuping telinga bagian bawah tanpa melihat ada

5

Page 6: laporan kasus MH

tidaknya lesi di tempat tersebut, dan 2-4 tempat lain yang paling aktif,

yang paling eritromatosa dan paling infiltratif.

M. leprae tergolong basil tahan asam (BTA), akan tampak merah

pada sediaan. Dibedakan untuk batang utuh (solid), batang terputus

(fragmented), dan butiran (granular). Bentuk solid adalah basil hidup dan

berbahaya karena dapat berkembang biak dan menular ke orang lain,

sedangkan fragmented dan granular adalah bentuk mati.

Kepadatn BTA tanpa membedakan solid dan nonsolid pada sebuah

sediaan dinyatakan dengan Indeks Bakteri (IB) dengan nilai 0 sampai 6+

menurut Ridley. ) bila tidak ada BTA dalam 100 lapang pandang (LP).

1+ bila 1-10 BTA dalam 100 LP.

2+ bila 1-10 BTA dalam 10 LP.

3+ bila 1-10 BTA rata-rata dalam 1 LP.

4+ bila 11-100 BTA rata-rata dalam 1 LP.

5+ bila 101-1000 BTA rata-rata dalam 1 LP.

6+ bila > 1000 BTA rata-rata dalam 1 LP.

Indeks Morfologi (IM) adalah persentase bentuk solid

dibandingkan dengan jumlah solid dan non solid.

2. Pemeriksaan histopatologik

Gambaran histopatologik tipe tuberkuloid adalah tuberkel dan

kerusakan saraf yang lebih nyata, tidak ada basil atau hanya sedikit dan

nonsolid. Pada tipe lepramatosa terdapat kelim sunyi subepidermal

(subepidermal clear zone), yaitu daerah langsung dibawah epidermis yang

jaringannya tidak patologik. Didapati sel Virchow dengan banyak basil.

Pada tipe borderline terdapat campuran unsur-unsur tersebut.

3. Tes lepromin

Tes lepromin adalah tes nonspesifik untuk klasifikasi dan

prognosis kusta, tapi tidak untuk diagnosis, berguna untuk menunjukkan

sistim imun penderita terhadap M. leprae. 0,1 ml lepromin disiapkan dari

ekstrak basil organisme, disuntikkan intradermal, kemudian dibaca setelah

48 jam/ 2 hari (reaksi fernandez), atau 3- minggu (reaksi Matsuda).

6

Page 7: laporan kasus MH

Reaksi Fernandez positif bila terdapat indurasi dan eritem yang

menunjukkan kalau penderita bereaksi terhadap M. leprae yaitu respon

imun tipe lambat, ini seperti Mantoux test pada M. tuberculosis.

Reaksi Matsuda bernilai :

0 : papul berdiameter 3mm atau kurang.

+1 : papul berdiameter 4-6 mm.

+2 : papul berdiameter 7-10 mm.

+3 : papul berdiameter > 10 mm atau papul dengan ulserasi.

4. Pemeriksaan serologi

Pemeriksaan serologik ini dapat membantu apabila gejala klinis dan

bakteriologik tidak tidak jelas. Pemeriksaan serologi kusta didasarkan atas

terbentuknya antibodi pada tubuh seseorang yang terinfeksi M. leprae.

Macamnya adalah :

Uji MLPA (Mycobacterium Leprae Particle Aglutination).

Uji ELISA (Enzymed Linked Immunosorbent Assay).

ML dipstick (Mycobacterium Leprae Dipstick).

Pengobatan

Obat anti kusta yang paing banyak di pakai pada saat ini adalah DDS

(diamidodifenil sulfon), kemudian klofazimin, dan rifampisin. Tahun 1998 WHO

menambahkan 3 antibiotik lain untuk pengobatan alternatif, yaitu olfoksasin,

minosiklin, dan klaritomisin.

1. Dapson (DDS)

Obat ini bersifat bakteriostatik dengan menghambat enzim dihidrofolat

sintetase. Tidak seperti pada kuman lain, dapson bekerja sebagai

antimetabolit PABA. Resistensi terhadap dapson timbul sebagai akibat

kandungan enzim sintetase yang terlalu tinggi pada kuman kusta. Dapson

diberikan sebagai dosis tunggal 50-100 mg/hari untuk dewasa, 2 mg/kgbb

untuk anak-anak. Pemberian obat ini 5-6 bulan, dimana efek samping yang

timbul seperti erupsi obat, anemia hemolitik, leukopenia, insomnia,

7

Page 8: laporan kasus MH

neuropatia, nekrolisis epidermal toksik, hepatitis dan methemoglobinemia.

Namun efek samping jarang di jumpai pada dosis lazim.

2. Klofazimin

Obat ini merupakan turunan zat warna iminoferazine dan mempunyai efek

bakteriostatik setara dengan dapson. Kerjanya diduga melalui gangguan

metabolisme radikal oksigen. Disamping itu obat ini mempunyai reaksi

anti inflamasi untuk reaksi kusta khususnya ENL. Dosis klofazimin

diberikan 50 mg/hari atau 100 mg tiga kali seminggu, sedankan untuk

anak-anak 1mg/kgbb setiap hari. Untuk mengurangi tipe 1 dan tipe 2

adalah 300 mg setiap bulan. Efek samping nya hanya pada dosis tinggi

berupa gangguan gastrointestinal (nyeri abdmen, diare, anoreksia, dan

vomitus).

3. Rifampisin

Merupakan obat yang ampuh pada saat ini untuk kusta yang bersifat

bakterisid. Rifampisin bekerja menghambat enzim polimerase RNA yang

berikatan secara irreversibel. Rifampisin diberikan dosis tunggal 600

mg/hari (atau 5-15 mg/kgbb). Pemberian dosis tingai seminggu sekali

(900-1200 mg) dapat menimbulkan flu like syndrome. Pemberian 600 mg

atau 1200 mg sebulan sekali di toleransi dengan baik. Efek samping yang

timbul seperti hepatotoksik, nefrotoksik, gejala gastrointestinal, erupsi

kulit.

Obat kusta alternatif lainya :

1. Ofloksasin

Merupakan obat turunan fluroquinolon yang paling efektif terhadap M.

leprae dibandingkan dengan siprofloksasin dan perfloksasin. Kerjanya

menghambat enzim girase DNA mikobakterium. Dosis optimal harian

adalah 400 mg. Efeksamping yang timbul seperti mual, diare, ganguan

saluran cerna lainnya, bebagai gangguan susunan saraf pusat, insomnia,

nyeri kepala, dizziness, nervousness, dan halusinasi. Namun efek samping

ini jarang sekali di temukan. Pengunaan harus hati-hati pada karena dapat

8

Page 9: laporan kasus MH

meyebabkan artropati. Selain ofloksasin dapat pula digunakan

levofloksasin dengan dosis 500 mg sehari.

2. Minosiklin

Merupakan kelompok tetrasiklin dimana efek bakterisidnya lebih tinggi

daripada klaritromisin dan lebih rendah dari rifampisin. Dosis harian 100

mg. Efek samping adalah pewarnaan gigi pada anak-anak, hiperpigmentasi

kulit dan membran mukosa. Tidak dianjurkan pada anak-anak dan masa

kehamilan.

3. Klaritomisin

Merupakan kelompok antibiotik makrolid yang bakterisid terhadap M.

leprae. Dosis harian 500 mg. Efek samping yang timbul seperti nausea,

vomitus, dan diare yang terbukti sering di temukan bila obat ini diberikan

dengan dosis 2000 mg.

9

Page 10: laporan kasus MH

ILUSTRASI KASUS

IDENTITAS PASIEN :

Nama : S

Umur : 23 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Tani

Alamat : Tarusan

Status : Belum menikah

Negeri Asal : Pesisir Selatan

Seorang pasien laki-laki berumur 23 tahun datang ke poliklinik Kulit dan

Kelamin RS Achmad Muchtar, Bukittinggi dengan;

KELUHAN UTAMA:

Bercak putih mati rasa pada kedua lengan atas dan kedua pergelangan tangan

sejak 4 bulan yang lalu.

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG:

Bercak putih mati rasa pada kedua lengan atas dan kedua pergelangan

tangan sejak 4 bulan yang lalu.

Awalnya, bercak putih muncul pada lengan kiri atas berbentuk bulat,

dengan ukuran sebesar uang logam kurang berasa. 1 minggu kemudian

pasien juga menemukan ada bercak putih lain pada lengan kanan atas dan

kurang berasa. 1 bulan kemudian muncul bercak putih pada kedua

pergelangan tangan yang kurang berasa

Bercak semakin meluas dan sekarang dirasakan mati rasa

Bercak tersebut kering, tidak bersisik dan tidak gatal

Riwayat timbul bercak merah disertai demam dan nyeri sendi saat bercak

muncul tidak ada

Penglihatan berkurang tidak ada, mata berair tidak ada

10

Page 11: laporan kasus MH

Pasien dapat menutup mata dengan sempurna

Riwayat rambut, bulu mata, dan alis mata rontok tidak ada

Hidung tersumbat tidak ada

Riwayat mulut mencong sebelumnya tidak ada

Rasa kesemutan pada kedua tangan dan kaki tidak ada

Jari-jari tangan dan kaki tidak ada yang bengkok dan kaku

Pasien masih bisa memasang kancing baju sendiri dan memegang gelas

tanpa terjatuh

Kulit terasa lebih kering dibandingkan sebelum sakit

Nyeri pada buah zakar tidak ada

Pasien tidak suka memakai baju berlapis-lapis

Pasien mandi 2x sehari dan ganti baju 2x sehari

Teman dekat pasien menderita penyakit kusta dan telah menyelesaikan

pengobatan

Pasien berdomisili di Pesisir Selatan

Pasien telah berobat ke poliklinik kulit dan kelamin RSUP DR.M.Djamil

Padang dan didiagnosis dengan kusta. Pasien mendapat obat neurodex dan

paket obat MDT selama 3 bulan, pasien minum obat secara teratur. Selama

pengobatan lesi tidak bertambah dan berkurang

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU:

Tidak pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya.

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA / ATOPI / ALERGI:

Tidak ada anggota keluarga dan kerabat dengan keluhan yang sama atau dengan

jari-jari tangan dan kaki yang putus disangkal.

PEMERIKSAAN FISIK

11

Page 12: laporan kasus MH

STATUS GENERALISATA:

Keadaan Umum : Tidak tampak sakit

Kesadaran : Kompos mentis

Status gizi : Cukup

Pemeriksaan thorak : Tidak ditemukan kelainan

Pemeriksaan abdomen : Tidak ditemukan kelainan

STATUS DERMATOLOGIKUS:

Lokasi : kedua lengan atas dan kedua pergelangan tangan

Distribusi : bilateral dan simetris

Bentuk : tidak khas

Susunan : tidak khas

Batas : tegas-tidak tegas

Ukuran : numuler-plakat

Efloresensi : makula hipopigmentasi

Status Venerologikus : Tidak ditemukan kelainan

Kelainan selaput : Tidak ditemukan kelainan

Kelainan kuku : Jaringan sekitar kuku tidak ditemukan kelainan

Kelainan rambut : Tidak ditemukan kelainan

Kelainan Kelenjar Limfe : Tidak ditemukan pembesaran KGB di axilla, regio

colli dan inguinal

Pemeriksaan Sensibilitas :

Rasa raba : anestesi di kedua lengan atas dan kedua pergelangan tangan

Rasa tusuk : anestesi di kedua lengan atas dan kedua pergelangan tangan

Rasa suhu : anestesi di kedua lengan atas dan kedua pergelangan tangan

Pembesaran Saraf Perifer :

12

Page 13: laporan kasus MH

N. aurikularis magnus : membesar, bilateral, tidak nyeri tekan

N. ulnaris : membesar, bilateral, kenyal, tidak nyeri tekan

N. medianus : tidak ada pembesaran

N. peroneus lateral : tidak ada pembesaran

N. tibialis posterior : tidak ada pembesaran

Pemeriksaan Motoris :

M. abd digiti minimi : 5/5

M. abd policis brevis : 5/5

M. introsseus dorsalis : 5/5

M. orbicularis oculi : 5/5

Pemeriksaan kecacatan :

Mutilasi : tidak ada

Atrofi otot : tidak ada

Xerosis kutis : ada

Ulkus trofik : tidak ada

Madarosis : tidak ada

Lagoftalmus : tidak ada

Claw hand : tidak ada

Wrist drop : tidak ada

Dropped foot : tidak ada

Facies leonine : tidak ada

PEMERIKSAAN PENUNJANG :

Darah : tidak diperiksa

Urin : tidak diperiksa

Feses : tidak diperiksa

Pemeriksaan bakterioskopik

DIAGNOSIS KERJA:

Morbus Hansen tipe BT

13

Page 14: laporan kasus MH

PENATALAKSANAAN :

Terapi Umum:

Menjelaskan pada pasien bahwa penyakit kusta bukan merupakan penyakit

kutukan dan menganjurkan kepada pasien untuk berobat secara teratur

Lindungi kaki dengan selalu memakai alas kaki, alas kaki yang cocok

adalah yang empuk di bagian dalamnya, keras di bagian bawah supaya

benda tajam tidak dapat menembusnya, ada tali pada bagian belakang

sehingga tidak mudah lepas.

Sering memeriksa kaki jika ada yang luka atau lecet sedikit apapun

Segera rawat dan istirahatkan kaki (jangan diinjakkan) jika ada luka,

memar atau lecet.

Memakai sarung tangan jika bekerja dengan benda tajam atau panas

Memakai kacamata untuk melindungi mata

Tangan dan kaki direndam, disikat dan diminyaki agar tidak kering dan

pecah

Jika anggota keluarga yang lain mempunyai gejala yang sama segera

dibawa ke rumah sakit.

Terapi Khusus:

Rifampisin 600 mg/bulan

Klofazimin 300mg/bulan dilanjutkan 100mg/hari

DDS 100 mg/hari

Neurodex 3x1 tab

PROGNOSIS:

Quo Ad Sanam : bonam

Quo Ad Vitam : bonam

14

Page 15: laporan kasus MH

Quo Ad Kosmetikum : bonam

Quo Ad Functionam : bonam

DISKUSI

15

Page 16: laporan kasus MH

Seorang pasien laki-laki umur 23 tahun datang ke poli kulit dan kelamin

RS. DR. M. Djamil Padang tanggal 19 November 2009 dengan diagnosis kerja

Morbus Hansen tipe BT. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan

pemeriksaan fisik. Berdasarkan anamnesis didapatkan bercak putih mati rasa pada

kedua lengan atas sejak 4 bulan yang lalu, Awalnya, bercak putih muncul pada

lengan kiri atas berbentuk bulat, dengan ukuran sebesar uang logam kurang

berasa. Semakin lama bercak putih semakin luas dan juga muncul di lengan kanan

serta pergelangan tangan yang dirasakan mati rasa. Kulit dirasakan kering, dan

teman dekat pasien menderita penyakit kusta dan telah menyelesaikan

pengobatan.

Pada pemeriksaan fisik ditemukan makula hipopigmentasi, di kedua

lengan atas dan pergelangan tangan dengan batas tegas dan tidak tegas, bentuk

dan susunan tidak khas, ukuran numular-plakat yang menyebar secara bilateral

dan simetris. Pemeriksaan sensibilitas rasa raba, rasa tusuk, dan rasa suhu di

dapatkan anestesi di kedua lengan atas dan pergelangan tangan.

Pasien diterapi secara umum dan khusus. Secara umum di berikan

penjelasan, nasehat dan saran tentang penyakit kusta nya. Secara khusus pasien di

terapi dengan pemberian MDT MB : rifampisin 600 mg/bulan, klofazimin

300mg/bulan dilanjutkan 100mg/hari, DDS 100 mg/hari dan neurodex 3x1

tablet/hari.

DAFTAR PUSTAKA

16

Page 17: laporan kasus MH

1. Kosasih A, Wisnu IM, Sjamsoe-Daili E, Menaldi SL, 2008. Kusta. Dalam

Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Jakarta. Edisi ke 5. Hal 73-88.

2. Sjamsoe-Daili E,Menaldi SL, Ismiarto SP, Nilasari H, 2008. Kusta. Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. Edisi 2.

3. Amirudin MD, 2000. Penyakit Kusta. Dalam Ilmu Penyakit Kulit dan

Kelamin. Hipokrates. Jakarta. Cetakan I. Hal 260-271.

17