laporan kasus, mh, nurul fatimah

Upload: nurulfatimah

Post on 11-Feb-2018

330 views

Category:

Documents


12 download

TRANSCRIPT

  • 7/23/2019 Laporan Kasus, MH, Nurul Fatimah

    1/19

    0

    LAPORAN KASUS

    Morbus Hansen

    Oleh

    Nurul Fatimah (H1A 009 032)

    Pembimbing :

    Dr. Yunita Hapsari, Sp.KK

    KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU KESEHATAN

    KULIT DAN KELAMIN

    RUMAH SAKIT UMUM PROPINSI NTB - FAKULTAS KEDOKTERAN

    UNIVERSITAS MATARAM

    2013

  • 7/23/2019 Laporan Kasus, MH, Nurul Fatimah

    2/19

    1

    Kata Pengantar

    Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas karunia-Nya

    sehingga laporan kasus yang berjudul Kusta ini dapat terselesaikan. Tugas inidisusun untuk memenuhi syarat dalam rangka mengikuti kepaniteraan klini di

    bagian SMF/Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas

    Mataram Rumah Sakit Umum Propinsi NTB.

    Dalam penyusunan laporan kasus ini penulis memperoleh bimbingan serta

    dukungan dari berbagai pihak. Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini jauh

    dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran

    yang bersifat membangun untuk menyempurnakan tulisan ini.

    Mataram, 30 April 2013

    Penulis

  • 7/23/2019 Laporan Kasus, MH, Nurul Fatimah

    3/19

    2

    Daftar Isi

    Halaman Judul ............................................................................................................... 0

    Kata Pengantar............................................................................................................... 1

    Daftar Isi....................................................................................................................... 2

    Bab I Pendahuluan................................................................................................ 3

    Bab II Laporan Kasus........................................................................................... 5

    Bab III Pembahasan.............................................................................................. 8

    Ringkasan ............................................................................................................ 16

    Daftar Pustaka ..................................................................................................... 17

  • 7/23/2019 Laporan Kasus, MH, Nurul Fatimah

    4/19

    3

    Laporan Kasus

    Morbus Hansen

    Nurul Fatimah

    Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin

    FK UNRAM/RSUP NTB

    BAB I

    PENDAHULUAN

    Morbus hansen (MH/ kusta/lepra) merupakan penyakit infeksi yang kronik

    dan penyebabnya adalah mycobacterium leprae yang bersifat intraseluler obligat,

    menyerang saraf perifer sebagai afinitas pertama (primer), kulit dan jaringan

    tubuh lain, kecuali susunan saraf pusat. 1,2,3,4 Menurut World Health Organization

    (WHO), penyakit kusta diklasifikasikan menjadi dua yaitu tipe PB (pausi basiler)

    dan tipe MB (multi basiler).1,3

    Menurut WHO, diperkirakan jumlah penderita kusta baru di dunia pada

    tahun 2005 (di luar regional Eropa) adalah sekitar 296.499 orang. Dari jumlah

    tersebut terbanyak terdapat di regional Asia Tenggara : 201.635 kasus, diikuti

    regional Afrika : 42.814 kasus, regional Amerika : 47.780 kasus dan sisanya

    berada pada regional lain di dunia. Sementara di Indonesia ada tahun 2005 tercatat

    21.537 penderita kusta terdaftar, jumlah kasus baru sebanyak 19.695 penderita,

    8,74 % penderita mengalami cacat tingkat 2 serta 9,09 % di antaranya adalah

    penderita kusta anak. Menurut data kusta nasional tahun 2000, sebanyak 5 %

    penderita mengalami reaksi kusta.3

    Secara global terdapat 436.246 kasus didunia pada tahun 2008, dengan

    India dan Brazil sebagai penyumbang tertinggi dengan jumlah penderita masing-

    masing 83.041 dan 29.761 kasus dan di Indonesia menduduki peringkat tiga dunia

    sebagai penyumbang penderita baru kusta terbanyak yaitu 19.785 kasus.5

  • 7/23/2019 Laporan Kasus, MH, Nurul Fatimah

    5/19

    4

    Penyakit kusta dapat menyerang semua umur, anak-anak lebih rentan dari

    orang dewasa. Di Indonesia penderita anak-anak < 14 tahun didapatkan 11,39%,

    tetapi anak dibawah umur 1 tahun jarang sekali. Frekuensi tertinggi terdapat pada

    kelompok umur antara 25-35 tahun.1

    Cara penularan kusta belum diketahui pasti, hanya berdasarkan anggapan

    klasik yaitu antara kontak langsung antara kulit yang lama. Angapan ke dua

    adalah melalui inhalasi, sebabM. Leprae masih dapat hidup beberapa hari dalam

    droplet.1,6 Kuman kusta dapat ditemukan di kulit, folikel rambut, kelenjar keringat

    dan air susu ibu, jarang ditemukan ada urin.1

    Reaksi kusta merupakan salah satu faktor resiko terjadi kecacatan

    sehingga diharapkan reaksi kusta yang terjadi pada penderita kusta dapat

    diketahui sedini mungkin dan penderita secepatnya mendapatkan penanganan

    serta terhidar dari kecacatan akibat reaksi tersebut.3

    Penyakit kusta dapat didiagnosis berdasarkan gambaran klinis,

    bakterioskopis, serologis dan histopatologis. Dari ketiganya diagnosis secara

    klinis yang terpenting dan paling sederhana. Hasil bakterioskopis memerlukan

    waktu paling sedikit 15-30 menit, sedangkan histopatologik 10-14 hari. Tes

    tambahan adalah tes lepromin untuk membantu penentuan tipe yang hasilnya akan

    diketahui setelah 3 minggu.1

    Melihat tingginya insidensi terjadinya penyakit kusta di masyarakat

    khususnya di Indonesia, maka penulis merasa perlu untuk membahas penyakit

    kusta sebagai bahan pembelajaran mengenai pengenalan awal reaksi kusta agar

    dapat sedini mungkin mencegah terjadinya kecacatan pada pasien penderita

    penyakit kusta. Tujuan pembuatan laporan kasus ini adalah untuk membahas

    kasus mengenai kusta yang meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan

    penunjang, penegakan diagnosis serta penatalaksanaan dan edukasi pada penderita

    kusta.

  • 7/23/2019 Laporan Kasus, MH, Nurul Fatimah

    6/19

    5

    BAB II

    LAPORAN KASUS

    KASUS

    Tn M, laki-laki umur 21 tahun bertempat tinggal di praya, datang ke poli

    kulit dan kelamin tanggal 27 April 2013 dengan keluhan utama bercak merah

    kehitaman yang mati rasa pada kaki dan tangan. Pasien mengaku bercak pada

    kulit dan mati rasa sudah dirasakan sejak 3 tahun yang lalu, awalnya bercak kulit

    agak pucat dan ada yang sewarna dengan kulit dan bercak berubah menjadi

    kemerahan kurang lebih sejak 1 bulan yang lalu, terasa bengkak dan panas.

    Pertama kali mati rasa dirasakan pasien pada jari telunjuk tangan kanan, kemudian

    ke kaki kiri dan kemudian ke tangan dan bercak kulit lainnya, pasien menyangkal

    adanya gatal dan nyeri pada bercak-bercak dikulit dan mengaku hanya merasa

    kesemutan. Pasien menyangkal adanya keluhan pada mata seperti penglihatan

    kabur, ataupun kelemahan pada otot seperti sulit menggenggam. Pasien mengaku

    tidak memiliki riwayat alergi makan maupun obat serta menyangkal adanya

    riwayat atopi pada diri pasien atau keluarga. Selama 3 tahun mengalami hal

    tersebut pasien mengaku tidak pernah berkunjung ke puskesmas atau rumah sakit

    untuk berobat karena berharap bercak dikulitnya akan sembuh sendiri. Pasien

    mengaku tidak pernah mengalami hal yang sama sebelumnya, dan menyangkal

    adanya keluarga atau orang disekitar rumahnya yang mengalami hal yang serupa.

    Pasien merupakan rujukan dari puskesmas praya. Pada riwayat sosial di satu

    psukesmas tempat berobat pertama kali, pasien mengaku ada pasien lain yang

    menderita hal yang sama, tetapi pasien tidak kenal dan tidak pernah berhubungan

    dengan orang tersebut.

    Pada pemeriksaan fisik keadaan umum pasien baik, kesadaran (GCS) compos

    mentis (E4V5M6), dari inspeksi tidak terlihat kelainan ekspresi wajah, tidak

    terlihat lagoftalmus, tidak terlihat madarosis, tidak terlihat saddle nose, dan tidak

    terlihat facies leonina. Pemeriksaan saraf tepi : pada N. Facialis tidak ditemukan

    lagoftalmus atau kehilangan ekspresi wajah; pada N. Trigeminus ditemukan

    anestesia pada bercak kulit pada wajah, rekleks kornea dan konjungtiva normal

  • 7/23/2019 Laporan Kasus, MH, Nurul Fatimah

    7/19

    6

    dengan menutup mata spontan; N. Aurikularis magnnus : ditemukan adanya

    perbesaran saraf; N. Ulnaris tidak ditemukan clawhandpada jari kelingking dan

    jari manis, serta atrofi dari otot tenar maupun hipotenar anestesi pada jari

    kelingking dan jari manis tangan kanan dan kiri; N. Medianus tidak ditemukan

    clawhandpada ibu jari, telunjuk dan jari tengah, anestesi pada ujung anterior ibu

    jari, tenlunjuk dan jari tengah tangan kanan, smentara tangan kiri tidak anestesi;

    N. Radialis tidak ditemukan adanya tangan gantung (wrist drop), ditemukan

    anestesi pada ujung proksimal jari telunjuk tangan sebelah kanan sementara

    tangan kiri tidak anestesi, mampu mengekstensikan jari-jari dan pergelangan

    tangan; N. Poplitea lateralis tidak ditemukan kaki gantung (foot drop) dan

    ditemukan anestesi pada dorsum pedis; N. Tibialis posterior tidak ditemukan

    adanya claw toes, ditemukan anestesi pada telapak kaki kanan, dan beberapa titik

    di kaki sebelah kiri. Ditemukan kelainan saraf otonom pada tes Gunawan pada

    lesi di tangan dan di kaki.

    Status dermatologis, regio: ekstremitas superior, inferior dextra et sinistra,

    torakalis posterior, facialis, abdomen bagian lateral. UKK regio ekstremitas

    superior dextra et sinistra : terdapat plak eritema multipel dengan bentuk tidak

    beraturan, ukuran terbebesar berdiameter 10 cm, anestesi (+). Regio thorakalis

    posterior : terdapat plak eritema multipel yang tertutup skuama halus, anestesi (-).

    Regio ekstremitas inferior dextra et sinistra: tampak makula eritema multipel,

    ukuran bervariasi anestesi (+). Regio Facialis : tampak plak eritema multipel,

    diameter 2 cm, anestesi (+).

    Adapun diagnosis banding yang di ajukan adalah kusta, psoriasis vulagaris,

    pitiriasis rosea.

    Adapun pemeriksaan penunjang yang di ajukan pada kasus ini adalah

    Pemeriksaan bakterioskopik (kerokan jaringan kulit pada cuping telinga dan lesi

    kulit yang anestesia) untuk mengetahui hasil tes BTA serta jumlah indeks bakteri

    (IB) dan indeks morfologi (IM) pada sediaan dengan hasil pemeriksaan IB cuping

    telinga +2, IB lesi kulit +3 dan IM 60%. Pemeriksaan penunjang lain adalah

    pemeriksaan histopatologik yang bertujuan untuk menemukan sel datia langhans

    serta tuberkel, pemeriksaan serologik yang bertujuan untuk mengecek antibodi

  • 7/23/2019 Laporan Kasus, MH, Nurul Fatimah

    8/19

    7

    anti phenolic glycolipid-1 (PGL-1) dan antibodi antiprotein 16 kD serta 35 kD,

    dan tes lepromin untuk menentukan tipe kusta, tetapi ketiga pemeriksaan terakhir

    tidak dilakukan, karena untuk mendiagnosis penyakit kusta, diagnosis secara

    klinis yang terpenting dan paling sederhana adalah bakterioskopik dan tidak

    memerlukan waktu lama.

    Diagnosis kerja : Kusta tipe MB dengan Reaksi tipe 1, derajat kecacatan 0

    Terapi

    Dosis perbulan : Rifampicin 600 mg

    Clofazimine 300 mg (lamprene)

    Dapson 100 mg

    Dosis perhari : Dapsone 100 mg

    Clofazimine 50 mg

    Keterangan penggunaan obat: Pengobatan penderita kusta tipe MB dewasa

    dengan 12 blister dalam waktu 12-18 bulan (1 blister untuk 1 bulan). Hari pertamakonsumsi dosis bulanan didepan petugas, hari ke 2-28 dilanjutkan dengan dosis

    harian, lalu kembali kontrol dan kembali mengkonsumsi dosis bulanan sampai 12

    bulan.

    Saran : teratur dalam minum obat, jika obat habis segera datang kontol

    untuk mendapatkan obat, segera kontrol jika terdapat keluhan tambahan seperti

    lemah otot, tidak kuat menggenggam, sulit menutup mata, dll.

    Prognosis :

    - Ad vitam : Bonam- Ad functionam : Dubia- Ad sanationam : Dubia- Ad cosmetic : Dubia

  • 7/23/2019 Laporan Kasus, MH, Nurul Fatimah

    9/19

    8

    BAB III

    PEMBAHASAN

    Diagnosis kusta pada pasien ini dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis

    dari anamnesis dan pemeriksaan fisik. Identitas pasien seorang laki-laki usia 21

    tahun, sesuai dengan literatur yang mengatakan bahwa penyakit kusta dapat

    menyerang semua umur, tetapi umur pasien tidak masuk dalam umur dengan

    frekuensi tinggi menderita kusta yaitu 25-35 tahun.1 Sementara dari literatur lain

    menyatakan bahwa umur dengan frekuensi tertinggi menderita kusta adalah 20-30

    tahun dan menurun pada umur diatasnya.5 Jadi dari anamnesis usia pasien 21

    tahun sudah termasuk dalam usia yang memiliki frekuensi tinggi menderita kusta.

    Pasien berjenis kelamin laki-laki sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa

    jenis kelamin laki-laki memiliki prevalensi lebih tinggi menderita kusta dibanding

    wanita.5,8

    Diagnosis kusta dilakukan dengan mencari kelainan yang berhubungan

    dengan saraf tepi dan kelainan yang tampak pada kulit. Tanda utama atau cardinal

    signpenyakit kusta yaitu: 5,6,8,9

    a. Lesi (kelainan kulit) yang mati rasa, yaitu kelainan aau lesi kulithipopigmentasi, erithematous dan anestesi.

    b. Penebalan saraf tepi yang disertai dengan gangguan fungsi saraf yangdiakibatkan oleh adanya neuritis perifer, gangguan fungsi sensoris (mati

    rasa), gangguan fungsi motorik (kelemahan otot atau kelumpuhan) dan

    gangguan saraf otonom (kulit kering dan retak)

    c. Adanya bakteri tahan asam (BTA) didalam kerokan kulit (BTA positif)Seseorang dinyatakan sebagai penderita kusta apabila terdapat satu atau lebih

    tanda cardinal.

    Dari anamnesis didapatkan keluhan bercak-bercak kulit merah kehitaman

    yang mati rasa yang di rasakan sudah sejak 3 tahun yang lalu. Hal ini

    menunjukkan bahwa terdapat kelainan saraf sensoris berupa anestesi/hipoanestesi,

    dan pada pemeriksaan fisik didapatkan penebalan saraf tepi yaitu N. Aurikularis

  • 7/23/2019 Laporan Kasus, MH, Nurul Fatimah

    10/19

    9

    magnus serta dari hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil BTA positif.

    Dari tanda kardinal pada literatur terdapat tiga tanda yang positif pada pasien ini

    sehingga dapat di diagnosa sebagai pasien kusta.

    Agar terapi yang diberikan pada pasien sesuai, maka perlu ditentukan tipe

    kusta yang diderita sesuai dengan bagan diagnosis sebagai berikut :

    Bagan diagnosis klinis mennurut WHO :1,3,4

    PB MB

    Lesi kulit (makula datar,

    papul yang meninggi,

    nodus)

    - 1-5 lesi- Hipopigmentasi/eritema- Distribusi tidak simetris- Hilangnya sensasi yang

    jelas

    - > 5 lesi- Distribusi lebih

    simetris

    - Hilangnya sensasikurang jelas

    Kerusakan saraf

    (menyebabkan hilangnya

    sensasi/kelemahan otot

    yang dipersarafi oleh saraf

    yang terkena)

    Hanya satu cabang saraf Banyak cabang saraf

    Dari pemeriksaan fisik yang telah dilakukan, terlihat lesi kulit merah

    kehitaman yang mati rasa yang di rasakan sudah sejak 3 tahun yang lalu dengan

    predileksi pada regio ektremitas superior dan inferior dextra et sinistra, thorakalis

    posterior, fasialis dan lateral abdomen. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat

    kelainan saraf berupa kelainan sensoris yaitu anestesi/hipoanestesi mengenai

    banyak saraf dengan lesi kulit lebih dari lima tempat, sehingga mengarahkan

    diagnosis pada kusta tipe MB (multibasiler).

    Dari hasil anamnesis pada pasien, dicurigai pasien telah mengalami reaksi

    kusta yang terjadi sebelum pengobatan. Reaksi kusta sendiri memiliki definisi

    berupa gambaran episode akut dari perjalanan kronis penyakit kusta yang

    merupakan reaksi hipersensitifitas terhadap M. leprae yang menyebabkan

    gangguan dalam keseimbangan sistem imunologi.1,3Merupakan reaksi imun yang

    dapat terjadi sebelum, selama atau setelah pengobatan dengan MDT.9

  • 7/23/2019 Laporan Kasus, MH, Nurul Fatimah

    11/19

    10

    Dua komplikasi kusta adalah teaksi tipe 1 (reaksi reversal) dan Erythema

    Nodosum Leprosum (ENL). Kerusakan fungsi saraf didefinisikan sebagai

    penurunan fungsi sensorik dan motorik.9

    Reaksi reversal dikenali dengan adanya inflamasi akut pada lesi kulit atau

    saraf atau keduanya. Rekasi tipe 1 sering mengalami kekambuhan dan dapat

    menyebabkan kerusakan saraf yang lebih lanjut.9 Dapat terjadi pada penderita

    kusta tipe TB dan MB, terutama pada fase 6 bulan pertama pengobatan. 3 Dari

    anamnesis diketahui bahwa kurang lebih satu bulan yang lalu, pasien mengaku

    lesi pada kulit berubah warna menjadi lebih merah dan bengkak, hal tersebut

    dapat di curigai sebagai raksi kusta tipe 1 yang terjadi sebelum masa pengobatan,

    sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa lesi kulit dapat menjadi inflamasi

    akut dan edema serta mengalami ulserasi. Edema terjadi pada tangan, kaki dan

    wajah. 3,9,10.

    Sumber : 3, 10

    Sementara reaksi tipe 2 (ENL) sering terjadi pada penderita kusta tipe MB dan

    merupakan respon imun humoral, karena tingginya repon imun humoral

    penderita.3 Gejala ENL dapat terjadi perubahan nodul kemerahan, neuritis,

    gangguan fungsi saraf, gangguan konstitusi dan komplikasi pada organ tubuh

    lainnya.3,9

  • 7/23/2019 Laporan Kasus, MH, Nurul Fatimah

    12/19

    11

    Adapun langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk dapat segera

    mendiangnosa pasien yang mengalami reaksi kusta adalah sebagai berikut : 10

    1. Dignosa dini penyakit kusta dan segera melakukan pengobatan dengan MDT2. Mengidentifikasi pasien dengan resiko tinggi mengalami reaksi kusta.3. Edukasi pasien yang menderita kusta dan keluarga tentang pentingnya

    pengobatan yang tratur dan komplit.

    4. Edukasi pasien dan keluarga tentang tanda dan gejala reaksi kusta dan neuritisdan memberitahukan pasien segera datang kontrol jika tanda dan gejala

    tersebut terlihat.

    5. Memantau dan melakukan sering melakukan pemeriksaan pada pasiendengan resiko tinggi setiap bulan untuk deteksi awal terjadinya reaksi da

    kerusakan saraf

    6. Pengobatan reaksi kusta yang tepat waktu dan rujukan yang tepat akanmembantu dalam pencegahan kecacatan akibat kusta.

    Kusta disebabkan oleh kuman tahan asam yang bentuknya sangat menyerupai

    tuberkulosis. Gambaran mikroskopik sebagai tuberkulosis yaitu terdapat sel-sel

    epiteloid, tuberkel tidak sebanyak seperti tuberkulosis dan sel datia, tetapi tidak

    pernah terjadi perkejuan, kuman tersebar diseluruh tubuh tetapi yang terpenting

    ialah di kulit dan di serabut saraf tepi.12

  • 7/23/2019 Laporan Kasus, MH, Nurul Fatimah

    13/19

    12

    Pada pasien ditemukan lesi yang berbentukpunch out yang merupakan lesi

    dengan hipopigmentasi berbentuk oval dibagian tengah berbatas jelas. Hal

    tersebut diudga terjadi akibat adanya reaksi inflamasi granulomatosa, sesuai

    dengan literatur yang menyatakan bahwa inflamasi granulomatosa kronik yaitu

    suatu inflamasi yang ditandai dengan kumpulan makrofag yang berubah bentuk

    menjadi nodular kecil. Makrofag yang berubah mempunyai banyak sitoplasma

    merah jambu dan disebutsel epiteloid. Sel-sel epiteloid dapat bersatu membentuk

    sel datia berinti banyak. Pada granuloma juga dapat ditemukan limfosit, sel

    plasma, neutrofil dan nekrosis sentral dan dapat terjadi salah satuya pada penyait

    kusta.13

    Sementara untuk mekanisme pengambilan sampel lesi pada cuping telinga

    menggunakan skapel steril. Setelah lesi tersebut didesinfeksi kemudian dijepit

    antara ibu jari dan jari telunjuk agar menjadi iskemik, sehingga kerokan jaringan

    mengandung sedikit mungkin darah. Irisan yang dibuat harus sampai di dermis,

    melampaui subepidermal clear zone agar mencapai jaringan yang diharapkan

    banyak mengandung sel Virchow (sel lepra) yang di dalamnya mengandung basil

    M.leprae. Kerokan jaringan itu dioleskan di gelas alas, difiksasi di atas api,

    kemudian diwarnai dengan pewarnaan Ziehl-Neelsen.14 Pada pengambilan sampel

    pada pasien, banyak darah yang ikut serta dalam kerokan kulit sehingga akan

    mempengaruhi pewarnaan dan interpretasi hasil indeks bakteri dan indeks

    morfologi karena sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa M. leprae

    tergolong basil tahan asam (BTA), akan tampak merah pada sediaan, spesimen

    yang diambil tidak boleh terdapat darah karena akan menggangu pewarnaan dan

    hasil interpretasi.14

    Diagnosa banding yang di ajukan pertama pada pasien ini adalah psoriasis

    vulgaris karena memberikan gambaran effloresensi yang sama yaitu ruam kulit

    yang eritem dan tertutup skuama. Tetapi biasanya pada pasien dengan psoriasis

    lesi kulit tertutup oleh skuama tebal dan memiliki gejala klinis gatal dan panas

    pada lesi. Pada predileksi, lesi upertama pada psoriasis akan muncul pada tempat

    yang mudah terkena trauma seperti siku, lutut, sakrum, dan genetalia. Dan untuk

  • 7/23/2019 Laporan Kasus, MH, Nurul Fatimah

    14/19

    13

    menyingkirkan psoriasis sebagai diagnosis dapat dilaukan pemeriksaan Karsvlek

    phenomena, Autpitz sign, dan Kobner phenomena.1,2

    Gambar

    Diagnosis banding yang selnjutnya pada pasien ini adalah pitiriasis rosea

    karena memberikan gambaran effloresensi yang sama yaitu ruam kulit yang

    eritem dan tertutup skuama halus. Tetapi pada pasien ini ruam kulit tidak

    memberikan gambaran ruam yang searah dengan lipatan tubuh.1,2 Pitiriasis rosea

    adalah penyakit kulit yang belum diketahui penyebabanya, dimulai dengan lesi

    inisial yang berbentuk eritema dan skuama halus, kemudian disusul oleh lesi yang

    lebih kecil pada badan, lengan, paha atas, dan tersusun mengikuti lipatan kulit.

    Lesi pertama (Herald patch), umunya dibadan, solitar, bentuknya oval dan anular,

    diameter kira-kira 3 cm, lalu diikuti oleh lei berikutnya yang susunannya sejajar

    dengan kosta menyerupai pohon cemara terbalik.1

    Gambar

    Penatalaksanaan pada kusta tipe MB pada pasien ini adalah pemberian dosis

    bulanan yang terdiri dari rifampisisn 600 mg, clofazimine 300 mg, dapson 100

  • 7/23/2019 Laporan Kasus, MH, Nurul Fatimah

    15/19

    14

    mg, dan dosis harian terdiri dari dapson 100 mg dan clofaziine 50 mg. Dengan

    atauran pemakaian dosis bulanan di minum pada hari pertama dilanjutkan pada

    hari ke 28 dan begitu seterusnya selama 12 bulan, serta dosis harian yang

    diminum selama 12 bulan dengan toleransi 6 bulan.3,4,6,7,8,11

    Lampiran gambar

    Gambar 1, lesi pada ekstremitas superior dektra et snistra

    Gambar 2, lesi pada ekstremitas superior dektra et snistra

    Gambar 3, lesi pada regio thorakalis posterior

  • 7/23/2019 Laporan Kasus, MH, Nurul Fatimah

    16/19

    15

    Gambar 4, regio Facialis

    Gambar 5, pemebsaran nervus aurikularis magnus

  • 7/23/2019 Laporan Kasus, MH, Nurul Fatimah

    17/19

    16

    RINGKASAN

    Telah dilaporkan sebuah temuan kasus dengan diagnosis Kusta tipe MB

    berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang di RSUPNTB pada tanggal 27 April 2013 yang dialami oleh seorang pasien laki-laki, Tn

    M umur 21 tahun bertempat tinggal di praya, pasien dengan keluhan utama bercak

    merah kehitaman yang mati rasa pada kaki dan tangan. Pasien mengaku bercak

    pada kulit dan mati rasa sudah dirasakan sejak 3 tahun yang lalu, awalnya bercak

    kulit agak pucat dan ada yang sewarna dengan kulit dan bercak berubah menjadi

    kemerahan kurang lebih sejak 1 bulan yang lalu. Pertama kali mati rasa dirasakan

    pasien pada jari telunjuk tangan, kemudian ke kaki kiri dan kemudian ke tangan

    dan bercak kulit lainnya, pasien menyangkal adanya gatal dan nyeri pada bercak-

    bercak dikulit dan mengaku hanya merasa kesemutan. Pasien menyangkal adanya

    keluhan pada mata seperti penglihatan kabur, ataupun kelemahan pada otot seperti

    sulit menggenggam. Selama 3 tahun mengalami hal tersebut pasien mengaku

    tidak pernah berkunjung ke puskesmas atau rumah sakit untuk berobat karena

    berharap bercak dikulitnya akan sembuh sendiri. Pasien merupakan rujukan dari

    puskesmas praya. Pada riwayat sosial di satu puskesmas tempat berobat pertama

    kali, pasien mengaku ada pasien lain yang menderita hal yang sama, tetapi pasien

    tidak kenal dan tidak pernah berhubungan dengan orang tersebut. Dari

    pemeriksaan fisik, terlihat lesi kulit yang tersebar di regio ektremitas superior dan

    inferior dextra et sinistra, thorakalis posterior, fasialis dan lateral abdomen,

    dengan UKK patch eritem dan plak eritem yang tertutup kuama halus. Diagnosa

    kerja kusta tipe MB yang ditegakkan berdasarkan gambaran klinis melalui

    anamnesis dan pemeriksaan fisik, serta hasil pemeriksaan labratorium yang

    menunjukkan hasil BTA positif dengan indeks bakteri (IB) pada telinga +2 dan IB

    pada kulit +3, serta indeks mofologi (IM) 60%.Pengobatan yang diberikan pada

    pasien dibagi dalam dua jenis, dosis bulanan yang terdiri dari Rifampisisn 600

    mg, Clofazimine 300 mg dan dapson 100 mg. Dosis harian terdiri dari Dapsone

    100 mg dan Ckofazimine 50 mg.

  • 7/23/2019 Laporan Kasus, MH, Nurul Fatimah

    18/19

    17

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Kosasih A, Wisnu I.M, Sjamsoe-Daili E.S, Menaldi S.L (Editors). Ilmupenyakit kulit dan kelamin, 6th ed. Jakarta: Fakultas KedokteranUniversitas Indonesia; 2011.73-88

    2. Murtiastutik D, Ervianti E, Agusni I, Suyoso S (Editors). Atlas penyakitkulit & kelamin, 2nd ed. Surabaya: FK Unair; 2009.41-56

    3. Purwanto. Faktor-Faktor Risiko yang Berpengaruh Terhadap TerjadinyaReaksi Kusta. Semarang; 2008

    4. Daili E.S.S, Menaldi S.L, Wisnu I.M. Penyakit Kulit yang Umum diIndonesia; Sebuah Pengantar Bergambar. PT Medical Multimedia

    Indonesia: Jakata; tt.51-9

    5. Rambey M.A. Hubungan Jenis Kelamin Dengan Kejadian Cacat Tingkat 2pada Penderita Kusta di Kabupaten Lamongan Tahun 2011-2012. Depok;

    2012

    6. Wolff K, Johnson RA, Suurmond D. Fitzpatricks color atlas & synopsisof clinical dermatology, 5th ed. Austria: McGraw-Hills; 2007. 1786-96

    7. Burns T, Breathnach S, Cox N, Griffiths C (Editors). Rooks Textbook ofDermatology. Blackwell Publishing: Singapore ;2010.1469-18

    8. The Internstional Federation of Anti-Leprosy Asscociation (ILEP). How toDiagnose and Treat Leprosy. DS Print & Reesign; London: 2002

    9. Kahawita I.P, Wwalker S.L, Lockwood D.N.J. Leprosy Type 1 Reactionand Erythema Nodosum Leprosum. Anais Brasileiros de Dermatologia.

    2008. 75-82

    10.Directorate General of Health Service.Training Manual for MedicalOfficers. Nasional Leprosy Eradication Program: New Delhi. 2009

    11.Gawkrodger D.J. Dermatology an Ilustrated Colour Text. British LibraryCataloguin in Publication : China; 2003.56

  • 7/23/2019 Laporan Kasus, MH, Nurul Fatimah

    19/19

    18

    12.Setyawan S. Himawan S. (editors). Patologi. Fakultas KedokteranUniversitas Indonesia : Depok;1973 (73)

    13.Robins S.L, Cotran R.S, Kumar V. Saputra L (editors). Intisari Patologi.Binarupa Aksara; Jakarta ;2009 (26-7)

    14.The Internstional Federation of Anti-Leprosy Asscociation (ILEP).Bagaimana Melakukan Pemeriksaan Skin Smear pada Lepra. DS Print &

    Reesign; London: 2003