mh tipe tuberkuloid

Upload: dimaswiantadiguna

Post on 08-Mar-2016

24 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

mh tipe tuberkuloid

TRANSCRIPT

PRESENTASI KASUS

MORBUS HANSEN TIPE TUBERKULOID

DISUSUN OLEH :

Silvi Febriyanti Nugraheni 1010 221052MODERATOR :

Dr . Silvia Veronica, Sp.KK

Tanggal Presentasi 1 Oktober 2012Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Kulit Kelamin

RSPAD Gatot Soebroto

Periode 17 September 19 Oktober 2012STATUS PASIENI. IDENTITAS PASIEN

Nama

: Tn. SUmur

: 34 tahun

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Pekerjaan

: Pegawai Negeri SipilAlamat

: Cibubur, JakTimAgama

: Islam

Suku

: Jawa

Status

: Sudah menikahTanggal Periksa: 21 September 2012II. ANAMNESIS

Autoanamnesis pada hari kamis tanggal 21 September 2012Keluhan UtamaBercak - bercak kemerahan pada jari telunjuk kiriKeluhan Tambahan Terasa agak baal dan tebal pada jari telunjuk tangan kiri

Nyeri pada ujung jari telunjuk tangan kiri saat tersentuh Sendi-sendi pada jari tangan kiri terasa kaku

Ibu jari tangan kiri terasa kesemutan

Riwayat Perjalanan Penyakit

Pasien datang dengan keluhan bercak - bercak kemerahan pada jari telunjuk kiri sejak 6 bulan yang lalu. Awalnya hanya satu bercak kemerahan kecil, lama kelamaan bercak tersebut membesar dan bertambah menjadi 3 buah pada jari telunjuk tangan kirinya.

Pasien merasakan jari telunjuk tangan kirinya agak baal dan tebal dibandingkan jari tangan yang lainnya sejak 3 bulan yang lalu. Pasien masih dapat merasakan sedikit sensasi dingin ataupun panas. Selain itu pasien merasakan nyeri pada ujung jari telunjuk tangan kirinya saat disentuh. Sebelumnya, sejak kurang lebih 1 tahun yang lalu pasien merasakan kesemutan pada ibu jari dan jari telunjuk tangan kirinya. Selain itu sendi-sendi pada jari tangan kiri terasa kaku. Pasien mengakui jika sedang berkeringat jari telunjuk tangan kirinya tidak basah seperti jari yang lainnya. Pasien menyangkal adanya kerontokan alis dan bulu mata.

Pasien menyangkal orang-orang disekitarnya mempunyai keluhan yang sama dengannya. Pasien pernah berobat ke klinik untuk mengatasi keluhannya tersebut, diberi obat propolis. Saat ini pasien sedang menjalani pengobatan di poliklinik kulit dan kelamin RSPAD dan mengalami perbaikan.Riwayat Penyakit DahuluTidak adaRiwayat Penyakit Keluarga

Tidak adaIII. PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalis

Keadaan Umum : Baik

Kesadaran

: Compos mentis

Tanda-tanda vital

Tekanan Darah: 120/80mmHg

Frekuensi Nadi: 80x/menit

Frekuensi Napas: 20x/menit

Suhu

: Afebris

Kepala

: Normochepal, rambut hitam, distribusi merata

Mata

: Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-

THT

: Faring tidak hipremis, tonsil T1-T1 tenang

Leher: Pembesaran KGB (-)Thoraks

: Simetris

Cor

: Bunyi jantung I-II normal, gallop (-), murmur (-).

Pulmo

: Suara dasar vesikular +/+, wheezing (-), rhonki (-).

Abdomen:Cembung, supel, hepar dan lien tidak ada pembesaran, bisingusus (+) normal

Ekstrimitas : Akral hangat, tidak ada edema.IV. STATUS DERMATOLOGIKUS

Lokasi : Digiti II manus sinistraEffloresensi: Tampak lesi berupa plak eritematosa multiple, berbentuk tidak teratur, berbatas tegas sampai difus, berukuran lentikular sampai numular, asimetris.

PEMERIKSAAN TAMBAHAN Anestesi

Tes sensorik :

Tes raba: terdapat hiperestesi pada lesi di ujung jari tangan kiri Tes tajam tumpul: terdapat hipestesi lesi di jari telujuk tangan kiri Akromia(-) Alopesia (-)

Anhidrosis (+) pada semua lesi di jari telunjuk tangan kiri Atrofi (-) pada jari telunjuk tangan kiriPemeriksaan saraf tepiN. Auricularis magnus: menebal D/S (-/-), nyeri D/S (-/-)

N. Ulnaris

: menebal D/S (-/+), nyeri D/S (-/+)

N. Peroneus Lateralis : menebal D/S (-/-), nyeri D/S (-/-)

N.Tibialis Posterior : menebal D/S (-/-), nyeri D/S (-/-)

Pemeriksaan fungsi motorik

Lagoftalmus (-/-)Claw hand (-/-)

Wrist drop (-/-)

Foot drop (-/-)V. PEMERIKSAAN PENUNJANG Tes BTA dari cuping telinga dan lesi, hasil (-)

Histopatologi : Mikroskopik : Sediaan jaringan dilapisi epitel gepeng berlapis, kulit, subepitelial, pada dermis terdapat sebukan sel-sel limfohistiosit padat yang terdapat perineural, periglanduler serta terdapat sel-sel epiteloid dan multinuclear giant cellsKesimpulan : MH tipe tuberkuloid

VI. RESUME

Pasien Tn.S pria usia 34 tahun datang dengan bercak-bercak kemerahan pada jari telunjuk kiri sejak 6 bulan yang lalu. Jari telunjuk tangan kirinya agak baal dan tebal dibandingkan jari tangan yang lainnya sejak 3 bulan yang lalu. Pasien masih dapat merasakan sedikit sensasi dingin ataupun panas. Nyeri pada ujung jari telunjuk tangan kirinya saat disentuh. Sejak kurang lebih 1 tahun yang lalu merasakan kesemutan pada ibu jari dan jari telunjuk tangan kirinya. Sendi-sendi pada jari tangan kiri terasa kaku. Jika sedang berkeringat jari telunjuk tangan kirinya tidak basah seperti jari yang lainnya. Adanya kerontokan alis dan bulu mata disangkal. Pasien pernah berobat, diberi propolis. Saat ini pasien sedang menjalani pengobatan di poliklinik kulit dan kelamin RSPAD dan mengalami perbaikan.

Status generalis dalam batas normal. Pada status dermatologikus tampak lesi berupa plak eritematosa multiple, berbentuk tidak teratur, berbatas tegas sampai difus, berukuran lentikular sampai numular, asimetris. VII. DIAGNOSIS KERJAMorbus Hansen tipe TuberkuloidVIII. DIAGNOSIS BANDING

Tidak ada

IX. ANJURAN PEMERIKSAAN

Tidak adaX. PENATALAKSANAAN

1. Non medikamentosa Menjelaskan pada pasien bahwa penyakit ini bisa disembuhkan, tetapi pengobatan akan berlangsung lama sampai 6 bulan, untuk itu pasien harus rajin kontrol ke dokter dan sebaiknya tidak putus untuk berobat. Jika dalam masa pengobatan, tiba-tiba badan pasien menjadi demam, nyeri di seluruh tubuh, disertai bercak-bercak kemerahan, maka harus segera mencari pertolongan ke saranan pelayanan kesehatan. Menghindari kontak yang lama dan erat dengan individu lain.

2. Medikamentosaa. MDT PB AdultHari ke-1

Hari ke 2-28

Rifampicin caps. 600mg

- Dapsone tab. 100 mg- Dapsone tab.100 mgXI. PROGNOSIS

Quo ad vitam

: Bonam Quo ad Functionam: Bonam Quo ad sanationam: Dubia ad BonamTINJAUAN PUSTAKA

MORBUS HANSEN

Morbus Hansen juga dikenal dengan nama lepra, penyakit kusta, leprosy, Hansens disease, dan Hanseniasis.1 Kusta merupakan penyakit tertua yang sampai sekarang masih ada. Kusta berasal dari bahasa India Kustha, dikenal sejak 1400 tahun sebelum masehi. Kusta merupakan penyakit yang sangat ditakuti oleh masyarakat karena dapat menyebabkan ulserasi, mutilasi dan deformitas. Penderita kusta tidak hanya menderita akibat penyakitnya saja tetapi juga karena dikucilkan masyarakat sekitarnya.1Kusta merupakan penyakit infeksi yang kronik, dan penyebabnya ialah Mycobacterium Leprae yang bersifat intrasellular obligat. Mycobacterium leprae ini ditemukan oleh G.A. HANSEN pada tahun 1874 di Norwegia. Mycobacterium Leprae merupakan basil tahan asam dan tahan alkohol, dengan pewarnaan giemsa akan menunjukkan hasil Gram positif (berwarna ungu) dan tidak dapat dikultur dalam media buatan. Saraf perifer sebagai afinitas pertama, lalu kulit dan mukosa traktus respiratorius bagian atas, kemudian dapat ke organ lain kecuali susunan saraf pusat.1Hanya sedikit orang yang akan terjangkit kusta setelah kontak dengan penderita, hal ini disebabkan karena adanya imunitas. Mycobacterium Leprae termasuk kuman obligat intraseluler dan sistem kekebalan yang efektif adalah sistem kekebalan seluler. Faktor fisiologik seperti pubertas, menopause, kehamilan, serta faktor infeksi dan malnutrisi dapat meningkatkan perubahan klinis penyakit kusta. Sebagian besar (95%) manusia kebal terhadap kusta, hampir sebagian kecil (5%) dapat ditulari. Dari 5% yang tertular tersebut, sekitar 70% dapat sembuh sendiri dan hanya 30% yang dapat menjadi sakit.1

Keluhan utama biasanya sebagai akibat kelainan saraf tepi, yang dalam hal ini dapat berupa bercak pada kulit yang mati rasa, rasa tebal, kesemutan, kelemahan otot-otot dan kulit kering akibat gangguan pengeluaran kelenjar keringat. Gejala klinis yang terjadi dapat berupa kelainan pada saraf tepi, kulit, rambut, otot, tulang, mata, dan testis.1A. DEFINISIPenyakit kusta (Penyakit Hansen) adalah infeksi granulomatuosa kronik pada manusia yang menyerang jaringan superfisial, terutama kulit dan saraf perifer. Penyakit kusta adalah salah satu penyakit menular yang menimbulkan masalah yang sangat kompleks. Masalah yang dimaksud bukan hanya dari segi medis tetapi meluas sampai masalah sosial, ekonomi, budaya.1

B. ETIOLOGI

Kuman penyebabadalah Mycobacterium leprae. Kuman ini bersifat obligat intrasel, aerob, tidak dapat dibiakkan secara in vitro , berbentuk basil Gram positif dengan ukuran 3-8 m x 0,5m, bersifat tahan asam dan alkohol.1 Tumbuh dengan baik pada jaringan yang lebihdingin(kulit,sistem sarafperifer,hidung,cupingtelinga, anteriorchamber of eye, saluran napas atas, kaki,dan testis), dan tidak mengenai area yang hangat (aksila, inguinal, kepala,garis tengah punggung).1 Kuman ini memunyai afinitas terhadap makrofag dan sel Schwann, replikasi yang lambat di sel Schwann menstimulasi cell-mediated immune response, yang menyebabkan reaksi inflamasi kronik, sehingga terjadi pembengkakkan di perineurium, dapat ditemukan iskemia, fibrosis, dan kematian akson.2 Mycobacterium leprae dapat bereproduksi maksimal pada suhu 27C 30C, tidak dapat dikultur secara invitro, menginfeksi kulit dan sistem saraf kutan. Tumbuh dengan baik pada jaringan yang lebihdingin(kulit,sistem sarafperifer, hidung,cupingtelinga, anteriorchamber of eye, saluran napas atas, kaki,dan testis), dan tidak mengenai area yang hangat (aksila, inguinal, kepala,garis tengah punggung).3C. EPIDEMIOLOGI

Prevalensi kusta di dunia dilaporkan hanya < 1 per 10.000 populasi (sesuai dengan target resolusi WHO mengenai eliminasi kusta). Paling banyak terjadi pada daerah tropis dan subtropis. 86% dilaporkan terjadi di 11 negara, Bangladesh,Brazil, China,Congo,Etiopia,India, Indonesia,Nepal, Nogeria, Filipina, Tanzania. Namun prevalensi lepra berkurang sejak dimulai adanya MDT pada tahun 1982. Pada pertengahantahun 2000, jumlah penderita kusta terdaftar di Indonesia sebanyak 20.7042orang,banyakditemukandiJawaTimur,Jawa Barat, Sulawesi Selatan, dan Irian Jaya.1,3

D. PATOGENESIS Masuknya M.Leprae ke dalam tubuh akan ditangkap oleh APC (Antigen Presenting Cell) dan melalui dua signal yaitu signal pertama dan signal kedua. Signal pertama adalah tergantung pada TCR- terkait antigen (TCR = T cell receptor) yang dipresentasikan oleh molekul MHC pada permukaan APC sedangkan signal kedua adalah produksi sitokin dan ekspresinya pada permukaan dari molekul kostimulator APC yang berinteraksi dengan ligan sel T melalui CD28. Adanya kedua signal ini akan mengaktivasi To sehingga To akan berdifferensiasi menjadi Th1 dan Th2. Adanya TNF dan IL 12 akan membantu differensiasi To menjadi Th1.4Th 1 akan menghasilkan IL 2 dan IFN yang akan meningkatkan fagositosis makrofag( fenolat glikolipid I yang merupakan lemak dari M.leprae akan berikatan dengan C3 melalui reseptor CR1,CR3,CR4 pada permukaannya lalu akan difagositosis) dan proliferasi sel B. Selain itu, IL 2 juga akan mengaktifkan CTL lalu CD8+.Di dalam fagosit, fenolat glikolipid I akan melindungi bakteri dari penghancuran oksidatif oleh anion superoksida dan radikal hidroksil yang dapat menghancurkan secara kimiawi. Karena gagal membunuh antigen maka sitokin dan growth factors akan terus dihasilkan dan akan merusak jaringan akibatnya makrofag akan terus diaktifkan dan lama kelamaan sitoplasma dan organella dari makrofag akan membesar, sekarang makrofag seudah disebut dengan sel epiteloid dan penyatuan sel epitelioid ini akan membentuk granuloma.4Th2 akan menghasilkan IL 4, IL 10, IL 5, IL 13. IL 5 akan mengaktifasi dari eosinofil. IL 4 dan IL 10 akan mengaktifasi dari makrofag. IL 4akan mengaktifasi sel B untuk menghasilkan IgG4 dan IgE. IL 4 , IL10, dan IL 13 akan mengaktifasi sel mast. Signal I tanpa adanya signal II akan menginduksi adanya sel T anergi dan tidak teraktivasinya APC secara lengkap akan menyebabkan respon ke arah Th2. Pada Tuberkoloid Leprosy, kita akan melihat bahwa Th 1 akan lebih tinggi dibandingkan denganTh2 sedangkan pada Lepromatous leprosy, Th2 akan lebih tinggi dibandingkan dengan Th1.4APC pada kulit adalah sel dendritik dimana sel ini berasal dari sum sum tulang dan melalui darah didistribusikan ke jaringan non limfoid. Sel dendritik merupakan APC yang paling efektif karena letaknya yang strategis yaitu di tempat tempat mikroba dan antigen asing masuk tubuh serta organ organ yang mungkin dikolonisasi mikroba. Sel denritik dalam hal untuk bekerja harus terlebih dulu diaktifkan dari IDC menjadi DC. Idc akan diaktifkan oleh adanya peptida dari MHC pada permukaan sel, selain itu dengan adanya molekul kostimulator CD86/B72, CD80/B7.1, CD38 dan CD40. Setelah DC matang, DC akan pindah dari jaringan yang inflamasi ke sirkulasi limfatik karena adanya ekspresi dari CCR7 ( reseptor kemokin satu satunya yang diekspresikan oleh DC matang). M. Leprae mengaktivasi DC melalui TLR 2 TLR 1 heterodimer dan diasumsikan melalui triacylated lipoprotein seperti 19 kda lipoprotein. TLR 2 polimorfisme dikaitkan dengan meningkatnya kerentanan terhadap leprosy.4

E. GAMBARAN KLINIS DAN KLASIFIKASI

Pada kusta, didapatkan3tanda kardinal,dimanajika salahsatunya ada, sudah cukupuntuk menetapkan diagnosis dari penyakit kusta, yakni : Lesi kulit yang anestesi ,penebalan sarafperifer,dan ditemukannya M.leprae sebagai bakteriologis positif. Masa inkubasinya 2 40 tahun (rata-rata 5 7 tahun). Onset terjadinya perlahan-lahan dan tidak ada rasa nyeri. Pertama kali mengenai sistem saraf perifer dengan parestesi dan baalyang persisten ataurekuren tanpaterlihat adanyagejalaklinis.1

Padastadiumtersebutmungkinterdapaterupsikulitberupa makula dan bula yang bersifat sementara. Keterlibatan sistem saraf menyebabkan kelemahan otot, atrofi otot, nyeri neuritik yang berat, dan kontraktur tangan dan kaki. Gejala prodromal yang dapat timbul kadang tidakdikenali sampai lesi erupsi ke kutan terjadi.1

Sebagian besar pasien biasanya mengalami keluhan pada pertama kalinya adalah rasa baal, hilangnya sensori suhu sehingga tidak dapat membedakan panas dengan dingin. Selanjutnya, sensasi raba dan nyeri, terutama dialami pada tangan dan kaki, sehingga dapat terjadi kompliksi ulkus atau terbakar pada ekstremitasyang baal tersebut. Bagian tubuh lain yang dapat terkenakusta adalah daerah yang dingin, yaitu daerah mata, testis, dagu, cuping hidung, daun telinga, dan lutut.1

Klasifikasi Internasional : Klasifikasi Madrid (1953)1 Indeterminate (I) Tuberkuloid (T) Borderline-Dimorphous (B) Lepromatosa (L) Klasifikasi untuk kepentingan riset : Klaisfikasi Ridley-Jopling (1962)1 Tuberkuloid (TT) Borderline tuberkuloid (BT) Mid-borderline (BB) Borderline lepromatous (BL) Lepromatosa (LL)

Klasifikasi untuk kepentingan program kusta : Klasifikasi WHO(1981) dan modifikasi WHO (1988) 1 Pausibasiler (PB) Multibasiler (MB)

Tabel 1. BAGAN DIAGNOSIS KLINIS MENURUT WHO (1995) 1Pausibasiler (PB)Multibasiler (MB)

Jumlah lesi kulit1-5 lesi> 5 lesi

Kerusakan sarafHanya satu cabang sarafBanyak cabang saraf

Tabel 2. Gambaran Klinis, Bakteriologik, dan Imunologik Kusta Multibasilar (MB)2SifatLepromatous (LL)Borderline lepromatous (BL)Mid-borderline (BB)

LESI

BentukMakula, Infiltrat difus, Papul, NodulMakula, Plakat, PapulPlakat, Dome-shape, Punched out

JumlahTidak terhitung, praktis tidak ada kulit yang sehatSukar dihitung, masih ada kulit sehatDapat dihitung, kulit sehat jelas ada

DistribusiSimetrishampir simetrisasimetris

PermukaanHalus berkilatHalus berkilatAgak kasar, agak berkilat

BatasTidak jelasAgak jelasAgak jelas

AnestesiaBiasanya tak jelasTak jelasLebih jelas

BTA

Lesi kulitBanyak (ada globus)banyakAgak banyak

Sekret hidungBanyak (ada globus)Biasanya (-)(-)

Tes Lepromin(-)(-)Biasanya (-)

Tabel 3. Gambaran Klinis, Bakteriologik, dan Imunologik Kusta Pausibasilar (PB)2SifatTuberculoid (TT) Borderline tuberculoid (BT)Indeterminate (I)

LESI

BentukMakula saja, makula dibatasi infiltratMakula dibatasi infiltrat, infiltrat sajaHanya infiltrat

Jumlah 1, dapat beberapaBeberapa/1 dengan satelit1/beberapa

Distribusi AsimetrisMasih simetrisvariasi

Permukaan Kering bersisikKering bersisikHalus, agak berkilat

BatasJelas JelasDapat Jelas/dpt tdk Jelas

Anestesia JelasJelasTdk ada sampai tdk Jelas

BTA- Lesi kulitHampir selalu (-)(-) atau hanya 1+Biasanya (-)

Tes LeprominPositif kuat (3+)Positif lemahDapat positif lemah/ (-)

Tabel 4. Klasifikasi menurut Ridley dan Jopling1,2SifatLepromatous Leprosy (LL)Borderline Lepromatous (BL)Mid Borderline (BB)

Lesi

BentukMakula, Infiltrat Difus, Papul, NodulMakula, Plakat, PapulPlakat, Dome Shaped (Kubah), Punched Out

JumlahTidak terhitung, praktis tidak ada kulit sehatSukar dihitung, masih ada kulit sehatDapat dihitung, kulit sehat jelas ada

DistribusiSimetrisHampir SimetrisAsimetris

PermukaanHalus BerkilatHalus BerkilatAgak Kasar/berkilat

BatasTidak JelasAgak JelasAgak Jelas

AnastesiaBiasanya Tak JelasTak JelasLebih Jelas

BTA

Lesi KulitBanyak (ada globus)BanyakAgak Banyak

Sekret HidungBanyak (ada globus)Biasanya NegatifNegatif

Tes LeprominNegatifNegatifBiasanya Negatif

F. DIAGNOSIS

Diagnosis penyakit kusta didasarkan gambaran tanda dan gejala yang dimiliki. Di antara semuanya, diagnosis secara klinislah yang terpenting dan paling sederhana. Hasil pemeriksaan bakteri memerlukan waktu yang paling sedikit 15-30 menit, sedang pemeriksaan sel memerlukan 3-7 hari. Kalau masih memungkinkan, baik juga dilakukan tes lepromin (Mitsuda) untuk membantu penentuan tipe, yang hasilnya baru dapat diketahui setelah 3-4 minggu.1G. PENATALAKSANAAN

Tujuan utama yaitu memutuskan mata rantai penularan untuk menurunkan insiden penyakit, mengobati dan menyembuhkan penderita, mencegah timbulnya penyakit, untuk mencapai tujuan tersebut, strategi pokok yg dilakukan didasarkan atas deteksi dini dan pengobatan penderita. Dapson, diamino difenil sulfon bersifat bakteriostatik yaitu menghalangi atau menghambat pertumbuhan bakteri. Lamprene atau Clofazimin, merupakan bakteriostatik dan dapat menekan reaksi kusta.Rifampicin, bakteriosid yaitu membunuh kuman. Rifampicin bekerja dengan cara menghambat DNA- dependent RNA polymerase pada sel bakteri dengan berikatan pada subunit beta.1

Regimen pengobatan kusta disesuaikan dengan yang direkomendasikan oleh WHO/DEPKES RI (1981) dengan memakai regimen pengobatan MDT (multi drug therapy). Kegunaan MDT untuk mengatasi resistensi Dapson yang semakin meningkat, mengatasi ketidakteraturan penderita dalam berobat, menurunkan angka putus obat pada pemakaian monoterapi Dapson, dan dapat mengeliminasi persistensi kuman kusta dalam jaringan.1

H. RehabilitasiRehabilitasi mencakup semua tindakan yang bertujuan untuk mengurangi dampak kecacatan bagi seorang individu, yang memungkinkan dia untuk mencapai kemerdekaan, integrasi sosial, kualitas hidup yang lebih baik dan aktualisasi diri.5Strategi untuk rehabilitasi melibatkan multi-sektoral / pendekatan multidisiplin, melibatkan medis, kesejahteraan sosial dan sektor pendidikan dan layanan rujukan yang baik oleh departemen rehabilitasi, unit bedah rekonstruksi, dan rehabilitasi berbasis masyarakat atau (CBR) program, dll. rehabilitasi sebagai bagian dari perawatan kesehatan primer.5Pada akhir tahun 1978, WHO dan UNICEF konferensi tentang "Perawatan Kesehatan Primer" diadakan di Alma-Ata dengan partisipasi dari pejabat kesehatan dan organisasi non-pemerintah dari seluruh negara di dunia. Konferensi ini memiliki pengaruh besar pada posisi rehabilitasi. Deklarasi akhir termasuk laporan.5"Perawatan Kesehatan Primer" adalah perawatan kesehatan esensial berdasarkan praktis, metode ilmiah dan diterima secara sosial dan teknologi yang dibuat universal accesible kepada individu dan keluarga di masyarakat melalui partisipasi penuh dan dengan biaya yang masyarakat dan negara mampu mempertahankan setiap tahap perkembangan mereka dalam semangat kemandirian dan penentuan nasib sendiri.5Itu merupakan bagian integral dari sistem kesehatan baik negara, yang merupakan fungsi pusat dan fokus utama, dan pembangunan sosial dan ekonomi secara keseluruhan masyarakat.5Itu adalah tingkat pertama dari kontak individu, keluarga dan masyarakat dengan Sistem Kesehatan Nasional membawa perawatan kesehatan sedekat mungkin dengan tempat orang tinggal dan bekerja, dan merupakan elemen pertama dari proses kesehatan melanjutkan perawatan.5Pelayanan kesehatan primer berfokus pada :

Maksimum penggunaan sumber daya lokal, termasuk dukun dan pekerja komunitas kesehatan terlatih Partisipasi individu dan masyarakat Perawatan yang terjangkau dan dapat diakses Integrasi promosi pencegahan, pengobatan, dan rehabilitasi Koordinasi antara sektor kesehatan dan aspek lain dari masyarakat, seperti kesejahteraan sosial, perumahan dan pendidikan

I. REAKSI KUSTA

Reaksi kusta adalah suatu episode akut dalam perjalan kronis penyakit kusta yangdianggap sebagai suatu kelaziman atau bagian dari komplikasi penyakit kusta. Ada dua tipe reaksi dari kusta yaitu reaksi kusta tipe I dan reaksi kusta tipe II. Reaksi kusta tipe Isering disebut reaksi lepra non nodular merupakan reaksi hipersensitifitas tipe IV(Delayed Type Hipersensitivity Reaction ). Reaksi tipe I sering kita jumpai pada BT danBL. M. Leprae akan berinteraksi dengan limfosit T dan akan mengakibatkan perubahansistem imunitas selluler yang cepat. Hasil dari reaksi ini ada dua yaituupgradingreaction / reversal reaction , dimana terjadi pergeseran ke arah tuberkuloid (peningkatan sistem imunitas selluler) dan biasanya terjadi pada respon terhadap terapi, dan downgrading, dimana terjadi pergeseran ke arah lepromatous (penurunan sistem imunitas selluler) dan biasanya terjadi pada awal terapi.1

Bila reaksi tidak ditangani dengan cepat dan tepat maka dapat timbul kecacatan berupa kelumpuhan yang permanen seperti claw hand , drop foot , claw toes , dan kontraktur. Untuk mengatasi hal-hal tersebut diatas dilakukan pengobatan. Prinsip pengobatan reaksi Kusta yaitu immobilisasi / istirahat, pemberian analgesik dan sedatif, pemberian obat-obat anti reaksi, MDT diteruskan dengan dosis yang tidak diubah.1J. KomplikasiDi dunia, lepra mungkin penyebab tersering kerusakan tangan. Trauma dan infeksi kronik sekunder dapat menyebabkan hilangnya jari jemari ataupun ekstremitas bagian distal. Juga sering terjadi kebutaan. Fenomena lucio yang ditandai dengan artitis, terbatas pada pasien lepromatosus difus, infiltratif dan non noduler. Kasus klinik yang berat lainnya adalah vaskulitis nekrotikus dan menyebabkan meningkatnya mortalitas. Amiloidos sekunder merupakan penyulit pada penyakit leprosa berat terutama ENL kronik.4K. PrognosisSetelah program terapi obat biasanya prognosis baik, yang paling sulit adalah manajemen dari gejala neurologis, kontraktur dan perubahan pada tangan dan kaki. Ini membutuhkan tenaga ahli seperti neurologis, ortopedik, ahli bedah, prodratis, oftalmologis, physical medicine, dan rehabilitasi. Yang tidak umum adalah secondary amyloidosis dengan gagal ginjal dapat mejadi komplikasi.1

DAFTAR PUSTAKA

1. Kosasih, I Made Wisnu, Emmy Sjamsoe-Daili, Sri Linuwih Menaldi. Kusta. Dalam : Adhi Djuanda dkk. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi kelima.Jakarta : Fakultas Kedokteran UniversitasIndonesia.2007. P 73-882. Thomas H.Rea MD, Robert L Modlin MD. Leprosy. In : WolffKlaus, Doldsmith, Stevern,Barbara.FitzpatricksDermatologyin General Medicine 7 th ed.USA : McGraw Hill2008. P 1789-1796

3. Wolff, Klaus, Johnson, Richard A, Suurmond, Dick. Fitzpatrick's Color Atlas andSynopsisofClinicalDermatology 5 th ed. USA: McGraw-Hill. 2007. P665-6714. Dian I W. Pemeriksaan dan terapi morbus Hansen. Available at http://diyoyen.blog.friendster.com/2009/05/pemeriksaan-dan-terapi-morbus-hansen/. Diakses tanggal 20 Juli 2012.5. Kumar B, Kumar KH. IAL Textbook of Leprosy. 1st ed. New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publisher; 2010. Section 8, Rehabilitation and Social Issues; P.525-37.1