case mh azanin

38
TINJAUAN PUSTAKA I. Definisi Morbus Hansen (MH) adalah penyakit menular kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae yang pertama-tama menyerang saraf tepi selanjutnya dapat menyerang kulit, mukosa mulut, saluran nafas bagian atas, sistem retikulo endotelial, mata, otot, tulang, cuping telinga, dan testis. Pada kebanyakan orang yang terinfeksi dapat asimpomatis, namun pada sebagian kecil memperlihatkan gejala dan mempunyai kecendrungan untuk menjadi cacat, khususnya tangan dan kaki. 1,2 II. Etiologi Disebabkan oleh kuman Mycobacterium leprae ditemukan pertama kali oleh sarjana Norwegia GH Armauer Hansen pada tahun 1873. Kuman ini bersifat gram positif, tidak bergerak dan tidak berspora, tahan asam, berbentuk batang, dengan ukuran 1-8µ, lebar 0,2-0,5 µ, biasanya berkelompok dan ada yang tersebar satu-satu, basil

Upload: aazanin

Post on 01-Jul-2015

238 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Case MH Azanin

TINJAUAN PUSTAKA

I. Definisi

Morbus Hansen (MH) adalah penyakit menular kronis yang disebabkan

oleh Mycobacterium leprae yang pertama-tama menyerang saraf tepi selanjutnya

dapat menyerang kulit, mukosa mulut, saluran nafas bagian atas, sistem retikulo

endotelial, mata, otot, tulang, cuping telinga, dan testis. Pada kebanyakan orang

yang terinfeksi dapat asimpomatis, namun pada sebagian kecil memperlihatkan

gejala dan mempunyai kecendrungan untuk menjadi cacat, khususnya tangan dan

kaki.1,2

II. Etiologi

Disebabkan oleh kuman Mycobacterium leprae ditemukan pertama kali

oleh sarjana Norwegia GH Armauer Hansen pada tahun 1873. Kuman ini bersifat

gram positif, tidak bergerak dan tidak berspora, tahan asam, berbentuk batang,

dengan ukuran 1-8µ, lebar 0,2-0,5 µ, biasanya berkelompok dan ada yang tersebar

satu-satu, basil obligat intraseluler yang terutama dapat berkembangbiak dalam sel

Schwann saraf, makrofag kulit, dan tidak dapat dikultur dalam media buatan.

Adanya distribusi lesi yang secara klinik predomina pada kulit, mukosa hidung,

dan saraf perifer superfisial menunjukkan pertumbuhan basil ini cenderung

menyukai temperatur kurang dari 37ºC. Masa belah diri kuman ini memerlukan

waktu yang sangat lama dibandingkan dengan kuman lain yaitu 12-21 hari,. Oleh

karena itu masa tunas menjadi lama yaitu rata-rata 2-5 tahun.2

Page 2: Case MH Azanin

III. Cara penularan

MH dapat ditularkan dari penderita MH tipe multibasilar (MB) kepada

orang lain dengan cara penularan langsung. Cara penularan yang pasti belum

diketahui, tetapi sebagian besar para ahli berpendapat bahwa penyakit MH dapat

ditularkan melalui saluran pernafasan dan kulit.3

IV. Patogenesis

Meskipun cara masuk M.leprae ke dalam tubuh masih belum diketahui

dengan pasti, beberapa penelitian telah memperlihatkan bahwa yang tersering

ialah melalui kulit yang lecet pada bagian tubuh yang bersuhu dingin dan melalui

mukosa nasal. Bila kuman masuk kedalam tubuh maka tubuh akan bereaksi

dengan mengeluarkan makrofag untuk memfagositnya.

Pada MH tipe LL terjadi kelumpuhan sistem imunitas selular, dengan

demikian makrofag tidak mampu menghancurkan kuman sehingga kuman dapat

bermultifkasi dengan bebas yang kemudian dapat merusak jaringan.

Pada MH tipe TT kemampuan fungsi sistem imunitas seluler tinggi,

sehingga makrofag sanggup menghancurkan kuman. Sayangnya setelah semua

kuman difagositosis, makrofag akan berubah menjadi sel epiteloid yang tidak

bergerak aktif dan kadang – kadang bersatu membentuk sel datia Langhans, bila

infeksi ini tidak segera diatasi akan terjadi reaksi berlebihan dan masa epiteloid

akan menimbulkan kerusakan saraf dan jaringan sekitarnya.

Sel Schwann merupakan sel target untuk pertumbuhan M.leprae,

disamping itu sel Schwann berfungsi sebagai demielinisasi dan hanya sedikit

fungsinya sebagai fagositosis. Jadi, bila terjadi gangguan imunitas tubuh dalam sel

Page 3: Case MH Azanin

Schwann, kuman dapat bermigrasi dan beraktivasi. Akibatnya aktifitas regenerasi

saraf berkurang dan terjadi kerusakan saraf yang progresif.4

Gambar 1. patogenesis MH

Kontak

Infeksi non infeksi

Subklinis

95%

sembuh

70%

Intermediate (I)

30 %

Determinate

I TT Ti BT BB BL Li LL

Klasifikasi 2

Klasifikasi umum :

Klasifikasi Madrid

- Intermediet

- Tuberkuloid

Page 4: Case MH Azanin

- Borderline-dimorphous

- Lepromatosa

Klasifikasi Ridley-jopling

- Tuberkuloid

- Boderline tuberkuloid

- Mid-borderline

- Borderline lepromatous

- Lepromatosa

Klasifikasi WHO dan Modifikasi WHO

- Pausibasilar (PB)

Hanya MH tipe I, TT dan sebagian besar BT dengan BTA negatif

menurut kriteria Ridley dan Jopling atau tipe I dan T menurut

klasifikasi madrid.

- Multibasilar (MB)

Termasuk MH tipe LL, BL, BB dan sebagian BT menurut kriteria

Ridley dan Jopling atau B dan L menurut Madrid dan semua tipe

MH dengan BTA positif.

Page 5: Case MH Azanin

Tabel 1. perbedaan tipe PB dan MB menurut klasifikasi WHO1

PB MB

1.Lesi kulit (makula

yang datar, papul yang

meninggi, infiltrat, plak

eritem, nodus)

2.Kerusakan saraf

(menyebabkan hilangnya

sensasi/kelemahan otot

yang dipersarafi oleh

saraf yang terkena)

1-5 lesi

Hipopigmentasi/

eritema

Distribusi tidak simetris

Hilangnya sensasi yang

jelas

Hanya satu cabang

saraf

> 5 lesi

Distribusi simetris

Hilangnya sensasi

kurang jelas

Banyak cabang saraf

V. Manifestasi klinis4,5

Manifestasi klinis penyakit MH pada pasien mencerminkan tingkat

kekebalan selular pasien tersebut. Gejala dan keluhannya tergantung pada :

multifikasi dan diseminasi kuman M.leprae

respon imun penderita terhadap kuman M.leprae

komplikasi yang diakibatkan oleh kerusakan saraf perifer.

Ada 3 tanda kardinal, jika salah satunya ada, tanda tersebut telah cukup untuk

menetapkan diagnosis penyakit MH ini.

1. lesi kulit yang anestesi

2. penebalan saraf perifer

3. ditemukan M.leprae (bakteriologis positif)

Page 6: Case MH Azanin

Adapun klasifikasi yang banyak dipakai dalam bidang penelitian adalah

klasifikasi menurut Ridley dan Jopling yang mengelompokan penyakit MH

menjadi 5 kelompok berdasarkan gambaran klinis, bakteriologis, histopatologis,

dan imunologis. 2,6

1. Tipe Tuberkuloid (TT)

Lesi ini mengenai baik kulit maupun saraf. Lesi kulit bisa satu atau

beberapa, dapat berupa makula atau plakat, batas jelas dan pada bagian

tengah dapat ditemukan lesi yang regrasi atau central healing. Permukaan

lesi dapat bersisik dengan tepi yang meninggi bahkan dapat menyerupai

gambaran psoriasis atau tinea sirsinata. Dapat disertai penebalan saraf

perifer yang biasanya teraba, kelemahan otot, dan sedikit rasa gatal.

Adanya infiltrasi tuberkuloid dan tidak adanya kuman merupakan tanda

terdapatnya respon imun pejamu yang adekuat terhadap kuman MH

2. Tipe Boderline Tuberkuloid (BT)

Lesi pada tipe ini menyerupai tipe TT, yakni berupa makula atau plak

yang sering disertai lesi satelit di tepinya. Jumlah lesi dapat satu atau

beberapa, tetapi hipopigmentasi, kekeringan kulit atau skuama tidak

sejelas tipe tuberkuloid. Gangguan saraf tidak seberat tipe tuberkuloid, dan

biasanya asimetris. Lesi satelit biasanya ada dan terletak dekat saraf perifer

yang menebal.

3. Tipe Mid Borderline (BB)

Merupakan tipe yang paling tidak stabil dari semua tipe dalam spektrum

penyakit MH. Merupakan bentuk dimorfik. Lesi dapat berupa makula

infiltratif, permukaan lesi dapat berkilap, batas lesi kurang jelas dengan

Page 7: Case MH Azanin

jumlah lesi yang melebihi tipe BT dan cenderung simetris. Lesi sangat

bervariasi baik dalam ukuran, bentuk, ataupun distribusinya. Bisa

didapatkan lesi punched out yang merupakan ciri khas tipe ini.

4. Tipe Borderline Lepromatous (BL)

Lesi dimulai dengan makula. Awalnya hanya dalam jumlah sedikit dan

dengan cepat menyebar ke seluruh badan. Makula lebih jelas dan lebih

bervariasi bentuknya. Papul dan nodus lebih tegas dengan distribusi lesi

yang hampir simetris dan beberapa nodus tampaknya melekuk pada bagian

tengah. Lesi bagian tengah sering tampak normal dengan bagian pinggir

dalam infiltrat lebih jelas dibandingkan dengan pingir luarnya, dan

beberapa plak tampak seperti punched out. Tanda-tanda kerusakan saraf

berupa kerusakan sensasi, hipopigmentasi, berkurangnya keringat, dan

hilangnya rambut lebih cepat muncul dibandingkan dengan tipe LL.

Penebalan saraf dapat teraba pada tempat-tempat penebalan saraf.

5. Tipe Lepromatosa (LL)

Jumlah lesi sangat banyak, simetris, permukaan halus, lebih eritematosa,

berkilap, berbatas tidak tegas, dan pada stadium dini tidak ditemukan

anestesi dan anhidrosis. Distribusi lesi khas, yakni di wajah, mengenai

dahi, pelipis, dagu, cuping telinga, sedangkan di badan mengenai bagian

yang dingin, lengan, punggung tangan, dan permukaan ekstensor tungkai

bawah. Pada stadium lanjut terdapat penebalan kulit yang progresif,

cuping telinga menebal, garis muka menjadi kasar, dan cekung

membentuk facies leonina yang dapat disertai dengan madarosis, iritis,

keratitis. Lebih lanjut dapat terjadi deformitas hidung. Dapat dijumpai

Page 8: Case MH Azanin

pembesaran kelenjar limfe, orkitis yang selanjutnya dapat terjadi atrofi

testis. Kerusakan saraf yang luas menyebabkan gejala stocking and glove

anaesthesia. Bila menjadi progresif, muncul makula dan papula baru

sedangkan lesi lama menjadi plakat dan nodus. Pada stadium lanjut

serabut-serabut saraf perifer mengalami degenerasi hialin atau fibrosis

yang menyebabkan anestesi dan pengecilan otot tangan dan kaki.

Tanda-tanda Penyakit Kusta

Tanda-tanda penyakit kusta bermacam-macam, tergantung dari tingkat atau

tipe dari penyakit tersebut. yaitu:

Adanya bercak tipis seperti panu pada badan/tubuh manusia

Pada bercak putih ini pertamanya hanya sedikit, tetapi lama-lama semakin

melebar dan banyak.

Adanya pelebaran syaraf terutama pada syaraf ulnaris, medianus,

auricularis, magnus serta peroneus.

Kelenjar keringat kurang bekerja sehingga kulit menjadi tipis dan

mengkilat.

Adanya bintil-bintil kemerahan (leproma, nodul) yarig tersebar pada kulit

Alis rambut rontok

Muka berbenjol-benjol dan tegang yang disebut facies leonina (muka

singa).

Page 9: Case MH Azanin

VI. Diagnosis

Menyatakan (mendiagnosa seseorang menderita penyakit kusta

menimbulkan berbagai masalah baik bagi penderita, keluarga atapun masyarakat

disekitarnya). Bila ada keraguan-raguan sedikit saja pada diagnosa, penderita

harus berada dibawah pengamatan hingga timbul gejala-gejala yang jelas, yang

mendukung bahwa penyakit itu benar-benar kusta. Diagnosa kusta dan

kelasifikasi harus dilihat secara menyeluruh dari segi :

a. Klinis

b. Bakteriologis

c. Immunologis

d. Histopatologis

Namun untuk diagnosa kusta di lapangan cukup dengan anamnesis dan

pemeriksaan klinis. Bila ada keraguan dan fasilitas memungkinkan sebaiknya

dilakukan pemeriksaan bakteriologis. Kerokan dengan pisau skalpel dari kulit,

selaput lendir hidung bawah atau dari biopsi kuping telinga, dibuat sediaan

mikrokopis pada gelas alas dan diwarnai dengan teknis Ziehl Neelsen. Biopsi kulit

atau saraf yang menebal memberikan gambaran histologis yang khas. Tes-tes

serologik bukan treponema untuk sifilis sering menghasilkan positif palsu pada

lepra.

Page 10: Case MH Azanin

Pemeriksaan penunjang:

1. Pemeriksaan bakterioskopik

Pemeriksaan BTA dengan Ziehl-Nielsen

Bahan pemeriksaan diambil dari 4-6 tempat, yaitu kedua cuping telinga

bagian bawah dan 2 atau 4 lesi lain yang paling aktif berarti yang paling

eritematosa dan paling infiltratif.

Indeks Morfologi

Untuk menentukan persentasi BTA hidup atau mati

Rumus:

Jumlah BTA solid x 100 % = X %

Jumlah BTA solid + non solid

Guna: Untuk melihat keberhasilan terapi

Untuk melihat resistensi kuman BTA

Untuk melihat infeksiositas penyakit

Indeks Bakteri

Untuk menentukan klasifikasi penyakit Lepra, dengan melihat kepadatan

BTA tanpa melihat kuman hidup (solid) atau mati (fragmented/ granular).

0 BTA -

1 – 10/ 100 L.P +1

1 – 10/ 10 L.P +2

1 – 10/ 1 L.P +3

10 – 100/ 1 L.P +4

100 – 1000/ 1 L.P +5

> 1000/ 1 L.P + 6

2. Pemeriksaan histopatologik

Untuk membedakan tipe TT & LL

Page 11: Case MH Azanin

• Pada tipe TT à ditemukan Tuberkel (Giant cell, limfosit)

• Pada tipe LL à ditemukan sel busa (Virchow cell/ sel lepra) yi histiosit

dimana di dalamnya BTA tidak mati, tapi berkembang biak membentuk

gelembung. Ditemukan lini tenang (subepidermal clear zone).

3. Pemeriksaan serologik

• Tes ELISA

• Uji MLPA (Mycobacterium Leprae Partikel Aglutination)

• ML dipstick

VII. Pengobatan5

Paket terapi multiobat (MDT/Multi Drug Therapy)

Sampai pengembangan dapson, rifampin, dan klofazimin pada 1940an,

tidak ada pengobatan yang efektif untuk kusta. Namun, dapson hanyalah obat

bakterisidal (pembasmi bakteri) yang lemah terhadap M. leprae. Penggunaan

tunggal dapson menyebabkan populasi bakteri menjadi kebal. Pada 1960an,

dapson tidak digunakan lagi.

Pencarian terhadap obat anti kusta yang lebih baik dari dapson, akhirnya

menemukan klofazimin dan rifampisin pada 1960an dan 1970an.Kemudian,

Shantaram Yawalkar dan rekannya merumuskan terapi kombinasi dengan

rifampisin dan dapson, untuk mengakali kekebalan bakteri. Terapi multiobat dan

kombinasi tiga obat di atas pertama kali direkomendasi oleh Panitia Ahli WHO

pada 1981. Cara ini menjadi standar pengobatan multiobat. Tiga obat ini tidak

digunakan sebagai obat tunggal untuk mencegah kekebalan atau resistensi bakteri.

Page 12: Case MH Azanin

Terapi di atas lumayan mahal, maka dari itu cukup sulit untuk masuk ke

negara yang endemik. Pada 1985, kusta masih menjadi masalah kesehatan

masyarakat di 122 negara. Pada Pertemuan Kesehatan Dunia ke-44 di Jenewa,

1991, menelurkan sebuah resolusi untuk menghapus kusta sebagai masalah

kesehatan masyarakat pada tahun 2000, dan berusaha untuk ditekan menjadi 1

kasus per 100.000. WHO diberikan mandat untuk mengembangkan strategi

penghapusan kusta.

Kelompok Kerja WHO melaporkan Kemoterapi Kusta pada 1993 dan

merekomendasikan dua tipe terapi multiobat standar. Yang pertama adalah

pengobatan selama 24 bulan untuk kusta lepromatosa dengan rifampisin,

klofazimin, dan dapson. Yang kedua adalah pengobatan 6 bulan untuk kusta

tuberkuloid dengan rifampisin dan dapson.

REAKSI KUSTA

Page 13: Case MH Azanin

Reaksi kusta merupakan suatu keadaan gejala dan tanda radang akut lesi

penderita kusta yang terjadi dalam perjalanan penyakitnya, yang diduga

disebabkan hipersensitivitas akut terhadap Ag basil yang menimbulkan gangguan

keseimbangan imunitas yang telah ada. Ada dua tipe reaksi berdasarkan

hipersensitivitas yang menyebabkannya ;

1.   Tipe I       : disebabkan oleh hipersensitivitas seluler (Reversal Reaction)

2.  Tipe 2 : disebabkan oleh hipersensitivitas humoral(Eritema Leprosum

Nodosum)

Manifestasi / gambaran klinis reaksi kusta:

REAKSI TIPE 1

Organ yang

diserang

Reaksi ringan Reaksi berat

Kulit Lesi kulit yang telah ada dan

menjadi eritematosa.

Lesi yang telah ada menjadi

eritematosa,

timbul lesi baru yang kadang-

kadang disertai panas dan malaise

Saraf Membesar, tidak nyeri fungsi

tidak terganggu

berlangsung kurang dari 6

rainggu.

Membesar, nyeri, fungsi terganggu,

berlangsung lebih dari 6 minggu.

Kulit dan saraf

bersama-sama

Lesi yang telah ada mejadi

lebih eritematosa,

nyeri pada saraf berlangsung

kurang dari 6 minggu.

Lesi kulit yang eritematosa disertai

ulserasi atau edem pada tangan /

kaki. Saraf membesar, nyeri, dan

fungsinya terganggu,

Berlangsung sampai 6 minggu atau

lebih.

REAKSI TIPE 2

Page 14: Case MH Azanin

Organ            

yang diserang

Reaksi ringan Reaksi berat

Kulit Timbul    sedikit   nodus  

yang beberapa   diantaranya

terjadi ulserasi. Disertai

demam ringan dan malaise.

Banyak nodus yang nyeri dan

mengalamt    ulserasi    disertai

demam tinggi dan malaise.

Saraf Saraf membesar  tetapi  nyeri

dan fungsinya tidak

terganggu.

Saraf membesar,   nyeri,   dan

fungsinya terganggu.

Mata Tidak ada gangguan Nyeri, penumnan  visus,  dan merah

di sekitar limbus.

Testis Lunak, tidak nyeri. Lunak, nyeri, dan membesar.

Kulit,   sarafj  

mata, dan testis

bersama-sama

Gejalanya     seperti    

tersebut diatas.

Gejalanya    seperti     tersebut diatas

disertai keadaan  sakit yang  keras 

dan   nyeri   yang sangat.

PRESENTASI KASUS

Page 15: Case MH Azanin

IDENTITAS

Nama : Ny. J

Umur : 46 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat :DusunPukai,

Mentawai

Agama : Islam

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Negeri asal : Mentawai

Status : Menikah

ANAMNESIS

Seorang pasien perempuan, 46 tahun, datang ke poliklinik Kulit & Kelamin RS

M.Djamil tanggal 29 Maret 2011 dengan :

Keluhan utama :

Benjol-benjol kemerahan di kedua lengan, wajah, bahu kiri, kedua tungkai, sejak

± 6 bulan yang lalu

Riwayat penyakit sekarang :

Benjol-benjol kemerahan diseluruh tubuh sejak ± 6 bulan yang lalu

Benjol kemerahan awalnya terdapat di lengan kanan, lama-kelamaan

menyebar ke lengan kiri, wajah, kedua tungkai, dan bahu kiri. Benjol yang

timbul kadang-kadang terasa nyeri dan gatal.

Bercak kehitaman di wajah sejak ± 1,5 tahun yang lalu, sejak pasien mulai

mengkonsumsi obat paket yang diberikan oleh dokter di puskesmas di tempat

pasien.

Pendengaran terasa berkurang sejak ± 1,5 tahun yang lalu

Bulu mata dan alis rontok sejak sejak ± 1,5 tahun yang lalu

Page 16: Case MH Azanin

Rambut rontok ada sejak ± 1,5 tahun yang lalu

Riwayat mati rasa pada kulit yang sakit ada, 1,5 tahun yang lalu, namun

terasa semakin berkurang sejak pasien mengkonsumsi obat paket

Penglihatan berkurang tidak ada

Riwayat kelopak mata tidak dapat menutup sempurna disangkal

Riwayat mengalami mulut mencong disangkal

Riwayat menderita borok disangkal

Pasien tidak pernah dirawat di rumah sakit sebelumnya

Nyeri pada sendi tidak ada

Pasien tidak pernah berdomisili di daerah lain, pasien tinggal bersama suami ,

anak- anak dan saudara-saudaranya. Warga yang tinggal di kampungnya ada

yang menderita penyakit seperti pasien, tetapi telah berpindah ke daerah lain

3 tahunyang lalu.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Pasien sebelumnya telah didiagnosa menderita penyakit kusta tipe MB oleh

dokter di puskesmas di Muara Sikabaluan, Mentawai sekitar ± 1,5 tahun yang

lalu. Pasien diberi obat paket MDT MB berwarna merah sebanyak 12 paket

dan telah dinyatakan sembuh oleh dokter yang mengobati pasien . Pasien

berobat teratur dan patuh minum obat secara teratur. Pasien dikirim dari

puskesmas karena muncul benjol-benjol kemerahan di kulit pasien setelah 6

bulan berhenti dari pengobatan .

Pasien tidak pernah mendapat imunisasi BCG waktu kecil.

Riwayat Penyakit Keluarga :

Page 17: Case MH Azanin

Tidak ada anggota keluarga yang menderita cacat anggota tubuh, mati rasa,

dan benjol-benjol yang menahun seperti pasien.

Tidak ada anggota keluarga yang mendapat obat paket.

Riwayat Sosial Ekonomi :

Pasien tinggal di mentawai sejak lahir, tamatan sekolah dasar dan bekerja

sebagai seorang pedagang makanan di lapau di dekat rumah pasien dengan

penghasilan ± Rp. 500,000 sebulan

Keluarga pasien termasuk sosial ekonomi menengah ke bawah

Rumah semipermanen, dengan 2 kamar didalam dan berdekatan dengan

rumah lainnya

Di rumah tinggal bersama suami, dan 4 orang anak

Pasien tidak ada mengikuti kegiatan pengajian maupun sosial lainnya

Pemeriksaan Fisik

Status generalisata :

Keadaan umum : tampak sakit sedang

Kesadaran : CMC

Nadi : 82 x/menit

Nafas : 20 x/menit

Berat badan : 43 kg

Tinggi badan : 150 cm

Status gizi : kurang ( BMI = 19)

Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

Page 18: Case MH Azanin

Hidung : tidak ada deformitas

Thoraks : dalam batas normal

KGB regional : tidak teraba pembesaran KGB di leher, ketiak, dan lipat

paha

STATUS DERMATOLOGIKUS

Lokasi : lengan kanan dan kiri, punggung kanan, bahu kiri, pipi

kiri, kedua tungkai,

Distribusi : Generalisata

Bentuk/susunan : bulat / tidak khas

Batas : tegas

Ukuran : milier - lentikuler

Effloresensi : plak hiperpigmentasi, nodul eritem

Jumlah lesi : > 5

Pemukaan : halus berkilat

Gangguan sensibilitas :

Rasa tusuk : hipoestesi pada lesi

Rasa raba : hipoestesi pada lesi

Rasa suhu : tidak diperiksa

Pembesaran saraf perifer :

Page 19: Case MH Azanin

N. Aurikularis magnus dextra dan sinistra : tidak teraba pembesaran,

konsistensi kenyal dan lunak, nyeri (-)

N. Ulnaris dextra dan sinistra : pembesaran pada N. ulnaris

dextra, konsistensi kenyal dan lunak, nyeri (-)

N. Peroneus lateral dextra dan sinistra : tidak teraba pembesaran,

konsistensi kenyal dan lunak, nyeri (-)

Tes kekuatan otot : kanan kiri

M. orbicularis oculi : 5 5

M. abductor digiti minimi : 4 5

M. interoseous dorsalis : 5 5

M. abductor pollicis brevis : 5 5

M. tibialis anterior : 5 5

Kelainan lain-lain :

Kontraktur : tidak ada

Mutilasi : tidak ada

Atrofi otot : tidak ada

Xerosis kutis : ada

Absorbsi : tidak ada

Ulkus neurotrofik : tidak ada

Madarosis : ada

Lagophtalmus : tidak ada

Claw hand : tidak ada

Page 20: Case MH Azanin

Wrist drop : tidak ada

Dropped foot : tidak ada

Facies leonina : tidak ada

Status venereologikus : tidak diperiksa

Kelainan selaput lendir : tidak ditemukan kelainan

Kelainan kuku : tidak ditemukan kelainan

Kelainan rambut : rontok dan tipis

Pemeriksaan anjuran :

Pemeriksaan BTA

Lobulus telinga kiri : ( + 4)

Lobulus telinga kanan : ( +4 )

Lesi di lengan kiri : ( + 2 )

Lesi di bahu kiri : ( + 2)

Page 21: Case MH Azanin

Diagnosis :

- Morbus Hansen tipe BL relaps( Borderline Lepromatosa )

Diagnosis Banding :

Morbus Hansen tipe LL ( Lepromatosa)

Pemeriksaan anjuran :

Pemeriksaan labor : pemeriksaan darah lengkap dan kimia darah

Pemeriksaan histopatologik

Pemeriksaan serologik

Terapi

Umum :

Penjelasan mengenai penyakit (penyebab, penularan dan komplikasi) dan

pengobatan pada pasien dan keluarga, serta kontrol rutin tiap bulan ke poli

klinik Kulit dan Kelamin, berobat teratur sehingga dinyatakan sembuh.

Menjelaskan pada pasien bahwa daerah yang kurang berasa merupakan

tempat resiko terjadinya luka, dan daerah yang luka merupakan port d’entree

bakteri, sehingga sebaiknya menghindari luka.

Memberitahukan pada pasien bahwa penggunaan Rifampicin menyebabkan

warna buang air kecil berwarna merah sehingga pasien tidak perlu khawatir.

Menjelaskan kepada pasien agar selalu mengerdipkan mata dengan tujuan

agar mata tidak kering dan memakai kaca mata ketika hari berangin untuk

mengelakkan mata dari debu

Page 22: Case MH Azanin

Khusus :

Paket MH tipe MB warna merah

- Hari I : - Rifampisin 2 X 300 mg

- Klofazimin 3 X 100 mg

- Dapson 1 X 100mg

- Hari 2-28 : - klofazimin 1 X 50 mg

- Dapson 1 X 100 mg

Prognosis :

Quo ad sanam : dubia ad bonam

Quo ad vitam : bonam

Quo ad kosmetikum : dubia ad bonam

Quo ad functionam : bonam

Page 23: Case MH Azanin
Page 24: Case MH Azanin
Page 25: Case MH Azanin
Page 26: Case MH Azanin
Page 27: Case MH Azanin
Page 28: Case MH Azanin

DAFTAR PUSTAKA

1. Kosasih A, dkk. 2007. Kusta dalam Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: FKUI. Hal 73-88

2. Morbus Hansen. Diakses dari http://id//emedicine.org/morbus-hansen.html, diunduh pada tanggal 24 Maret 2011

3. Mycobacteriumleprae.Diaksesdarihttp://bacteria//emedtv.com/Mycobacterium-leprae.html diunduh pada tanggal 24 Maret 2011

4. Leprosy. Diakses dari http://emedicine.medscape.com/article/1104977-overview, diunduh pada tanggal 24 Maret2011

5. Kusta. Diakses dari http://id.wikipedia.org//wiki//kusta, diunduh pada tanggal 24 Maret 2011

6. Siregar Prof Dr RS, SpKK. 2002. Kusta (Lepra) dalam Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Jakarta: EGC. Hal 154-163

Page 29: Case MH Azanin

29