case mandun

Upload: rahma-lionita-lamandawati

Post on 07-Mar-2016

234 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

konjungtivitis

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

Mata merah merupakan keluhan penderita yang sering kita dengar. Keluhan ini timbul akibat terjadinya perubahan warna bola mata yang sebelumnya berwarna putih menjadi berwarna merah. Pada mata normal sklera terlihat berwarna putih karena sklera dapat terlihat melalui bagian konjungtiva dan kapsul tenon yang tipis dan tembus sinar. Mata terlihat merah akibat melebarnya pembuluh darah konjungtiva yang terjadi pada peradangan mata akut, misalnya pada keratitis, iritis, glaukoma akut, dan konjungtivitis. Untuk memudahkan penentuan diagnosis penyakit penyebab mata merah, maka keluhanmata merah dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu mata merah dengan visus normal dan matamerah dengan visus menurun. Kemudian, mata merah dengan visus menurun terbagi lagi menjadidua yaitu merah tidak merata dan merah merata. Mata merah tidak merata dengan visus normal dapat disebabkan oleh episkleritis, skleritis, perdarahan subkonjungtiva, pterigium, pseudopterigium, konjungtivitis flikten, dan pinguekulitis iritans. Mata merah merata dengan visus normal dapat disebabkan oleh konjungtivitis bakterial, viral, maupun alergi. Ketiga konjungtivitis tersebut dapat dibedakan dari hasil anamnesis. Sedangkan penyebab mata merah dengan visus menurun antara lain, keratitis, iridosiklitis akut, glaukoma akut, ulkus kornea danendoftalmitis. Dalam menentukan diagnosis diperlukan data mengenai adanya faktor resiko pada pasien, gejala lain yang menyertai dan tanda objektif pada pemeriksaan seperti ditemukannya jaringan fibrovaskular berbentuk segitiga dengan puncak di kornea yang mengarah pada penyakit pterigium.BAB IILAPORAN KASUS

II.1.IdentifikasiNama : Bp. AUmur : 55 tahun Jenis kelamin: Laki-lakiAgama : IslamBangsa : IndonesiaPekerjaan : PetaniAlamat : Ngadi Luwih, MatesihNo. RM : 2286XX

II.2.Anamnesis (Autoanamnesis, 31 Oktober 2015 di Poli Mata) Keluhan Utama:Mata kiri merah dan nerocosRiwayat Perjalanan Penyakit: Pasien datang ke poli Mata RSUD Karanganyar dengan keluhan mata sebelah kiri merah dan nerocos. Keluhan dirasakan sejak satu hari sebelum pasien datang ke Rumah Sakit. Selain itu, pasien juga mengeluhkan mata terasa gatal, perih, bengkak dan berair. Cairan yang keluar tidak berwarna, tidak berbau, dan encer. Pasien juga merasakan mata sebelah kiri terasa mengganjal saat membuka dan menutup mata, akibat bengkaknya daerah mata yang merah.Pasien mengaku kemarin sore matanya kelilipan oleh debu ketika naik sepeda hendak perjalanan pulang kerumah dari sawah. Lalu, pasien berhenti dan mengucek-ngucek matanya, pasien sempat susah membuka matanya beberapa detik karena matanya terasa perih. Sudah diberikan obat tetes mata oleh pasien yang dibelinya di apotik namun pasien tidak ingat namanya apa. Dirasa keluhannya belum juga membaik lalu pasien berobat ke poli Mata RSUD Karanganyar.Riwayat Penyakit Dahulu: Riwayat penyakit mata: disangkal Riwayat memakai kacamata : disangkal Riwayat trauma : diakui (mengucek mata) Riwayat hipertensi : disangkal Riwayat diabetes melitus : disangkal Riwayat alergi: disangkal

Riwayat Penyakit Dalam Keluarga: Riwayat sakit serupa: disangkal Riwayat hipertensi: disangkal Riwayat diabetes melitus: disangkal Riwayat alergi: disangkal Riwayat Penyakit Pada Lingkungan Riwayat sakit serupa: disangkal II.3.Pemeriksaan FisikStatus GeneralisKeadaan umum: tampak sakit ringanKesadaran: compos mentisGizi: cukup

Status OftalmologikusNOPEMERIKSAAN MATAODOS

1VISUS6/156/15

2PALPEBRAEdema (-)Hiperemis (-)Nyeri Tekan (-)Blefarospasme (-)Lagoftalmus (-)Ektropion (-)Entropion (-)Lesi Kulit (-)Edema (+)Hiperemis (+)Nyeri Tekan (+)Blefarospasme (-)Lagoftalmus (-)Ektropion (-)Entropion (-)Lesi Kulit (-)

3KONJUNGTIVAHiperemis (-)Anemis (-)Infiltrat (-)Injeksi siliar (-)Injeksi Konjungtiva (-)Terdapat jaringan fibrovaskular pertengahan antara tepi pupil dan limbusHiperemis (+)Anemis (-)Infiltrat (-)Injeksi siliar (-)Injeksi Konjungtiva (+)Terdapat jaringan fibrovaskular pertengahan antara tepi pupil dan limbus

4KORNEAJernih (+)Edema (-)Infiltrat (-)Jernih (+)Edema (-)Infiltrat (-)

NOPEMERIKSAAN MATAODOS

5COAJernih (+)Kedalaman cukupJernih (+)Kedalaman cukup

6IRISEdema (-)Warna hitamEdema (-)Warna hitam

7PUPILBulatCentralRC D/I (+/+)Diameter 3mmBulatCentralRC D/I (+/+)Diameter 3mm

8LENSAJernihJernih

9FUNDUS MEDIATidak dilakukanTidak dilakukan

10PAPIL N.OPTICUSTidak dilakukanTidak dilakukan

11MACULA LUTEATidak dilakukanTidak dilakukan

12RETINATidak dilakukanTidak dilakukan

13TIOTidak dilakukanTidak dilakukan

14SISTEM LAKRIMASIEpifora (-)Lakrimasi (-)Epifora (+)Lakrimasi (+)

ODOS

II.4 Diagnosis KerjaODS Conjungtivitis e.c. BakterialODS Pterigium grade IIII.5Penatalaksanaan1. Medikamentosa C. tobroson ED MD / 2 jam dd gtt 1 ODS Opimox 500mg / 3x1 tab2. Non medikamentosa (Edukasi) Jangan menggosok-ngosok mata (mengucek-ngucek mata) Menghindari faktor pencetus seperti angin, debu ataupun benda asing dengan menggunakan kacamata untuk melindungi mataII.6PrognosisQuo ad vitam: ad bonamQuo ad functionam: ad bonamQuo ad visam: ad bonamQuo ad comesticam: dubia ad bonam

BAB IIITINJAUAN PUSTAKA1. Struktur Anatomi dari KonjungtivaKonjungtiva merupakan membran mukosa tipis yang membatasi permukaan dalam dari kelopak mata dan melipat ke belakang membungkus permukaan depan dari bola mata, kecuali bagian jernih di tengah-tengah mata (kornea). Membran ini berisi banyak pembuluh darah dan berubah merah saat terjadi inflamasi. Konjungtiva terdiri dari tiga bagian:1. Konjungtiva palpebralis : menutupi permukaan posterior dari palpebra dan dapat dibagi menjadi marginal, tarsal, dan orbital konjungtiva.a. Marginal konjungtiva memanjang dari tepi kelopak mata sampai sekitar2mm di belakang kelopak mata menuju lengkung dangkal, sulkus subtarsalis. Sesungguhnya merupakan zona transisi antara kulit dan konjungtiva sesungguhnya.b. Tarsal konjungtiva bersifat tipis, transparan, dan sangat vaskuler. Menempel ketat pada seluruh tarsal plate pada kelopak mata atas. Pada kelopak mata bawah, hanya menempel setengah lebar tarsus. Kelenjar tarsal terlihat lewat struktur ini sebagai garis kuning.c. Orbital konjungtiva berada diantara tarsal plate dan forniks.

2.Konjungtiva bulbaris : menutupi sebagian permukaan anterior bola mata. Terpisah dari sklera anterior oleh jaringan episklera dan kapsula Tenon. Tepian sepanjang 3mm dari konjungtiva bulbar disekitar kornea disebut dengan konjungtiva limbal. Pada area limbus, konjungtiva, kapsula Tenon, dan jaringan episklera bergabung menjadi jaringan padat yang terikat secara kuat pada pertemuan korneosklera di bawahnya. Pada limbus, epitel konjungtiva menjadi berlanjut seperti yang ada pada kornea. Konjungtiva bulbar sangat tipis. Konjungtiva bulbar juga bersifat dapat digerakkan, mudah melipat ke belakang dan ke depan. Pembuluh darah dengan mudah dapat dilihat di bawahnya. Di dalam konjungtiva bulbar terdapat sel goblet yang mensekresi musin, suatu komponen penting lapisan air mata pre-kornea yang memproteksi dan memberi nutrisi bagi kornea.

3. Forniks : bagian transisi yang membentuk hubungan antara bagian posterior palpebra dan bola mata. Forniks konjungtiva berganbung dengan konjungtiva bulbar dan konjungtiva palpebra. Dapat dibagi menjasi forniks superior, inferior, lateral, dan medial forniks.

Konjungtiva memiliki tiga fungsi utama : Mempermudah pergerakan bola mata dikarenakan terdapat hubungan lepas antara konjungtiva bulbi dengan sklera, dan terdapat celah di antara jaringan konjungtiva forniks yang menyebabkan bola mata dapat bergerak bebas kesegala arah. Lapisan konjungtiva yang lembut dan lembab memperlancar dan mempermudah aliran selaput lendir mukus tanpa menimbulkan rasa sakit. Tear film berfungsi sebagai pelumas. Konjungtiva berfungsi sebagai proteksi terhadap zat-zat pathogen karena dibawah konjungtiva palpebra dan didalam forniks terdapat limfosit dan sel plasma. Juga terdapat substansi antibakterial, immunoglobulin, interferon dan prostaglandin yang membantu melindungi mata.

2. Konjungtivitis a. Definisi Konjungtivitis merupakan radang konjungtiva atau radang selaput lendir yang menutupi belakang kelopak dan bola mata. Reaksi inflamasi ini ditandai dengan dilatasi vaskular, infiltrasi seluler dan eksudasi. Konjungtivitis dapat dibedakan menjadi dua bentuk : Konjungtivitis akut yaitu reaksi peradangan yang muncul tiba-tiba dan diawali dengan satu mata (unilateral) serta dengan durasi kurang dari 4 minggu. Konjungtivitis kronis yaitu reaksi peradangan yang durasinya lebih dari 3 4 minggu.

b. Etiologi Konjungtivitis dapat disebabkan oleh berbagai macam hal, seperti :a. infeksi oleh virus atau bakteri.b. reaksi alergi terhadap debu, serbuk sari, bulu binatang.c. iritasi oleh angin, debu, asap dan polusi udara lainnya; sinar ultraviolet. d. pemakaian lensa kontak, terutama dalam jangka panjang.

c. Manifestasi KlinisGambaran klinis yang terlihat pada konjungtivitis dapat berupa mata merah dengan kelopak mata lengket akibat produksi sekret yang meningkat terutama pada pagi hari. Selain itu juga ditemukan photofobia, lakrimasi, pseudoptosis akibat kelopak mata membengkak, kemosis, hipertropi papil, folikel, membrane, pseudomembran, granulasi, flikten, mata merasa seperti adanya benda asing, sensasi seperti ada tekanan dan rasa panas serta kadang didapatkan adanya adenopati preaurikular. Pada konjungtivitis alergi ditemukan rasa gatal pada mata yang lebih dominan.Mata merah terjadi akibat adanya vasodilatasi dari pleksus subepitelial pembuluh darah konjungtiva. Folikel adalah nodul limfoid dengan vaskularisasi yang merupakan tanda dari infeksi virus ataupun reaksi autoimun di konjungtiva. Papil adalah dilatasi, telengiektasi pembuluh darah dengan sel-sel inflamasi di sekelilingnya, jika papil ditemukan unilateral, ini adalah tanda dari infeksi virus, sedangkan jika papil ditemukan bilateral merupakan tanda dari infeksi bakteri. Pseudomembran ditemukan pada infeksi staphylococcus, membrane ditemukan pada infeksi difteri, sedangkan plikten yang merupakan nodul dari sel-sel inflamasi kronis ditemukan pada infeksi TBC ataupun karena reaksi alergi. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabelvirusbakteriJamur dan parasitalergi

purulennonpurulen

SekretSedikitmengucursedikitsedikitsedikit

Air matamengucursedangsedangsedikitsedang

GatalSedikitsedikit--mencolok

Mata merahUmumUmumlokallokalumum

Nodul preaurikulerLazimJaranglazimlazim-

Pewarnaan usapanMonosit, limfositBakteri, PMNBakteri, PMNnegatifeosinofil

Sakit tenggorok dan panas yang menyertaiSewaktu-waktujarang---

d. Klasifikasi a. Konjungtivitis Karena agen infeksib. Konjungtivitis Imunologik (Alergik)c. Konjungtivitis Akibat Penyakit Autoimund. Konjungtivitis Kimia atau Iritatif

a. Konjungtivitis Karena agen infeksi1) Konjungtivitis BakterialTerdapat dua bentuk konjungtivitis bacterial: akut (dan subakut) dan menahun. Penyebab konjungtivitis bakteri paling sering adalah Staphylococcus, Pneumococcus, dan Haemophilus. Konjungtivitis bacterial akut dapat sembuh sendiri bila disebabkan mikroorganisme seperti Haemophilus influenza. Lamanya penyakit dapat mencapai 2 minggu jika tidak diobati dengan memadai. Konjungtivitis akut dapat menjadi menahun. Pengobatan dengan salah satu dari sekian antibacterial yang tersedia biasanya mengenai keadaan ini dalam beberapa hari. Konjungtivitis purulen yang disebabkan Neisseria gonorroeae atau Neisseria meningitides dapat menimbulkan komplikasi berat bila tidak diobati secara dinia) Tanda dan Gejala- Iritasi mata, - Mata merah, - Sekret mata, - Palpebra terasa lengket saat bangun tidur - Kadang-kadang edema palpebraInfeksi biasanya mulai pada satu mata dan menular ke sebelah oleh tangan. Infeksi dapat menyebar ke orang lain melalui bahan yang dapat menyebarkan kuman seperti seprei, kain, dll.

b) Pemeriksaan Laboratorium Pada kebanyakan kasus konjungtivitis bacterial, organism dapat diketahui dengan pemeriksaan mikroskopik terhadap kerokan konjungtiva yang dipulas dengan pulasan Gram atau Giemsa; pemeriksaan ini mengungkapkan banyak neutrofil polimorfonuklear. Kerokan konjungtiva untuk pemeriksaan mikroskopik dan biakan disarankan untuk semua kasus dan diharuskan jika penyakit itu purulen, bermembran atau berpseudomembran. Studi sensitivitas antibiotika juga baik, namun sebaiknya harus dimulai terapi antibiotika empiric. Bila hasil sensitifitas antibiotika telah ada, tetapi antibiotika spesifik dapat diteruskan.

c) Komplikasi dan SekuelBlefaritis marginal menahun sering menyertai konjungtiva stafilokokus kecuali pada pasien sangat muda yang bukan sasaran blefaritis. Parut konjungtiva dapat terjadi pada konjungtivitis pseudomembranosa dan pada kasus tertentu yang diikuti ulserasi kornea dan perforasi. Ulserasi kornea marginal dapat terjadi pada infeksi N gonorroeae, N konchii, N meningitides, H aegyptus, S gonorrhoeae berdifusi melalui kornea masuk camera anterior, dapat timbul iritis toksik.

d) TerapiTerapi spesifik terhadap konjungtivitis bacterial tergantung temuan agen mikrobiologiknya. Sambil menunggu hasil laboratorium, dokter dapat mulai dengan terapi topical antimikroba. Pada setiap konjungtivitis purulen, harus dipilih antibiotika yang cocok untuk mengobati infeksi N gonorroeae, dan N meningitides. Terapi topical dan sistemik harus segera dilkasanakan setelah materi untuk pemeriksaan laboratorium telah diperoleh. Pada konjungtivitis purulen dan mukopurulen akut, saccus konjungtiva harus dibilas dengan larutan garam agar dapat menghilangkan secret konjungtiva. Untuk mencegah penyebaran penyakit ini, pasien dan keluarga diminta memperhatikan secara khusus hygiene perorangan.

e) Perjalanan dan PrognosisKonjungtivitis bakteri akut hampir selalu sembuh sendiri, infeksi dapat berlangsung selama 10-14 hari; jika diobati dengan memadai, 1-3 hari, kecuali konjungtivitis stafilokokus (yang dapat berlanjut menjadi blefarokonjungtivitis dan memasuki tahap mnehun) dan konjungtivitis gonokokus (yang bila tidak diobati dapat berakibat perforasi kornea dan endoftalmitis). Karena konjungtiva dapat menjadi gerbang masuk bagi meningokokus ke dalam darah dan meninges, hasil akhir konjungtivitis meningokokus adalah septicemia dan meningitis.Konjungtivitis bacterial menahun mungkin tidak dapat sembuh sendiri dan menjadi masalah pengobatan yang menyulitkan.

2) Konjungtivitis Virusa) Konjungtivitis Folikuler Virus AkutDemam Faringokonjungtival Tanda dan gejalaDemam Faringokonjungtival ditandai oleh demam 38,3-40 C, sakit tenggorokan, dan konjungtivitis folikuler pada satu atau dua mata. Folikuler sering sangat mencolok pada kedua konjungtiva dan pada mukosa faring. Mata merah dan berair mata sering terjadi, dan kadang-kadang sedikit kekeruhan daerah subepitel. Yang khas adalah limfadenopati preaurikuler (tidak nyeri tekan). Laboratorium Demam faringokonjungtival umumnya disebabkan oleh adenovirus tipe 3 dan kadang kadang oleh tipe 4 dan 7. Virus itu dapat dibiakkan dalam sel HeLa dan ditetapkan oleh tes netralisasi. Dengan berkembangnya penyakit, virus ini dapat juga didiagnosis secara serologic dengan meningkatnya titer antibody penetral virus. Diagnosis klinis adalah hal mudah dan jelas lebih praktis.Kerokan konjungtiva terutama mengandung sel mononuclear, dan tak ada bakteri yang tumbuh pada biakan. Keadaan ini lebih sering pada anak-anak daripada orang dewasa dan sukar menular di kolam renang berchlor. Terapi Tidak ada pengobatan spesifik. Konjungtivitisnya sembuh sendiri, umumnya dalam sekitar 10 hari.

b) Keratokonjungtivitis Epidemika Tanda dan gejalaKeratokonjungtivitis epidemika umumnya bilateral. Awalnya sering pada satu mata saja, dan biasanya mata pertama lebih parah. Pada awalnya pasien merasa ada infeksi dengan nyeri sedang dan berair mata, kemudian diikuti dalam 5-14 hari oleh fotofobia, keratitis epitel, dan kekeruhan subepitel bulat. Sensai kornea normal. Nodus preaurikuler yang nyeri tekan adalah khas. Edema palpebra, kemosis, dan hyperemia konjungtiva menandai fase akut. Folikel dan perdarahan konjungtiva sering muncul dalam 48 jam. Dapat membentuk pseudomembran dan mungkin diikuti parut datar atau pembentukan symblepharon. Konjungtivitis berlangsung paling lama 3-4 minggu. Kekeruhan subepitel terutama terdapat di pusat kornea, bukan di tepian, dan menetap berbulan-bulan namun menyembuh tanpa meninggalkan parut. Keratokonjungtiva epidemika pada orang dewasa terbatas pada bagian luar mata. Namun, pada anak-anak mungkin terdapat gejala sistemik infeksi virus seperti demam, sakit tenggorokan, otitis media, dan diare. Laboratorium Keratokonjungtiva epidemika disebabkan oleh adenovirus tipe 8, 19, 29, dan 37 (subgroub D dari adenovirus manusia). Virus-virus ini dapat diisolasi dalam biakan sel dan diidentifikasi dengan tes netralisasi. Kerokan konjungtiva menampakkan reaksi radang mononuclear primer; bila terbentuk pseudomembran, juga terdapat banyak neutrofil. Penyebaran Transmisi nosokomial selama pemeriksaan mata sangat sering terjadi melalui jari-jari tangan dokter, alat-alat pemeriksaan mata yang kurang steril, atau pemakaian larutan yang terkontaminasi. Larutan mata, terutama anestetika topical, mungkin terkontaminasi saat ujung penetes obat menyedot materi terinfeksi dari konjungtiva atau silia. Virus itu dapat bertahan dalam larutan itu, yang menjadi sumber penyebaran. Pencegahan Bahaya kontaminasi botol larutan dapat dihindari dengan dengan memakai penetes steril pribadi atau memakai tetes mata dengan kemasan unit-dose. Cuci tangan secara teratur di antara pemeriksaan dan pembersihan serta sterilisasi alat-alat yang menyentuh mata khususnya tonometer juga suatu keharusan. Tonometer aplanasi harus dibersihkan dengan alcohol atau hipoklorit, kemudian dibilas dengan air steril dan dikeringkan dengan hati-hati. Terapi Sekarang ini belum ada terapi spesifik, namun kompres dingin akan mengurangi beberapa gejala. kortikosteroid selama konjungtivitis akut dapat memperpanjang keterlibatan kornea sehingga harus dihindari. Agen antibakteri harus diberikan jika terjadi superinfeksi bacterial.

c) Konjungtivitis Virus Herpes Simpleks Tanda dan gejalaKonjungtivitis virus herpes simplex biasanya merupakan penyakit anak kecil, adalah keadaan yang luar biasa yang ditandai pelebaran pembuluh darah unilateral, iritasi, bertahi mata mukoid, sakit, dan fotofobia ringan. Pada kornea tampak lesi-lesi epithelial tersendiri yang umumnya menyatu membentuk satu ulkus atau ulkus-ulkus epithelial yang bercabang banyak (dendritik). Konjungtivitisnya folikuler. Vesikel herpes kadang-kadang muncul di palpebra dan tepian palpebra, disertai edema hebat pada palpebra. Khas terdapat sebuah nodus preaurikuler yang terasa nyeri jika ditekan. LaboratoriumTidak ditemukan bakteri di dalam kerokan atau dalam biakan. Jika konjungtivitisnya folikuler, reaksi radangnya terutama mononuclear, namun jika pseudomembran, reaksinya terutama polimorfonuklear akibat kemotaksis dari tempat nekrosis. Inklusi intranuklear tampak dalam sel konjungtiva dan kornea, jika dipakai fiksasi Bouin dan pulasan Papanicolaou, tetapi tidak terlihat dengan pulasan Giemsa. Ditemukannya sel sel epithelial raksasa multinuclear mempunyai nilai diagnostic.Virus mudah diisolasi dengan mengusapkan sebuah aplikator berujung kain kering di atas konjungtiva dan memindahkan sel-sel terinfeksi ke jaringan biakan. Terapi Jika konjungtivitis terdapat pada anak di atas 1 tahun atau pada orang dewasa, umunya sembuh sendiri dan mungkin tidak perlu terapi. Namun, antivirus local maupun sistemik harus diberikan untuk mencegah terkenanya kornea. Untuk ulkus kornea mungkin diperlukan debridemen kornea dengan hati-hati yakni dengan mengusap ulkus dengan kain kering, meneteskan obat antivirus, dan menutupkan mata selama 24 jam. Antivirus topical sendiri harus diberikan 7 10 hari: trifluridine setiap 2 jam sewaktu bangun atau salep vida rabine lima kali sehari, atau idoxuridine 0,1 %, 1 tetes setiap jam sewaktu bangun dan 1 tetes setiap 2 jam di waktu malam. Keratitis herpes dapat pula diobati dengan salep acyclovir 3% lima kali sehari selama 10 hari atau dengan acyclovir oral, 400 mg lima kali sehari selama 7 hari.Untuk ulkus kornea, debridmen kornea dapat dilakukan. Lebih jarang adalah pemakaian vidarabine atau idoxuridine. Antivirus topical harus dipakai 7-10 hari. Penggunaan kortikosteroid dikontraindikasikan, karena makin memperburuk infeksi herpes simplex dan mengkonversi penyakit dari proses sembuh sendiri yang singkat menjadi infeksi yang sangat panjang dan berat.

d) Konjungtivitis Hemoragika Akut Epidemiologi Semua benua dan kebanyakan pulau di dunia pernah mengalami epidemic besar konjungtivitis konjungtivitis hemoregika akut ini. Pertama kali diketahui di Ghana dalam tahun 1969. Konjungtivitis ini disebabkan oleh coxackie virus A24. Masa inkubasi virus ini pendek (8-48 jam) dan berlangsung singkat (5-7 hari). Tanda dan Gejala Mata terasa sakit, fotofobia, sensasi benda asing, banyak mengeluarkan air mata, merah, edema palpebra, dan hemoragi subkonjungtival. Kadang-kadang terjadi kemosis. Hemoragi subkonjungtiva umumnya difus, namun dapat berupa bintik-bintik pada awalnya, dimulai di konjungtiva bulbi superior dan menyebar ke bawah. Kebanyaka pasien mengalami limfadenopati preaurikuler, folikel konjungtiva, dan keratitis epithelial. Uveitis anterior pernah dilaporkan, demam, malaise, mialgia, umum pada 25% kasus. Penyebaran Virus ini ditularkan melalui kontak erat dari orang ke orang dan oleh fomite seperti sprei, alat-alat optic yang terkontaminasi, dan air. Penyembuhan terjadi dalam 5-7 hari Terapi Tidak ada pengobatan yang pasti.

b. Konjungtivitis Imunologik (Alergik)Reaksi Hipersensitivitas Humoral Langsung

1) Konjungtivitis Demam Jerami (Hay Fever) Tanda dan gejalaRadang konjungtivitis non-spesifik ringan umumnya menyertai demam jerami (rhinitis alergika). Bianya ada riwayat alergi terhadap tepung sari, rumput, bulu hewan, dan lainnya. Pasien mengeluh tentang gatal-gatal, berair mata, mata merah, dan sering mengatakan bahwa matanya seakan-akan tenggelam dalam jaringan sekitarnya. Terdapat sedikit penambahan pembuluh pada palpebra dan konjungtiva bulbi, dan selama serangan akut sering terdapat kemosis berat (yang menjadi sebab tenggelamnya tadi). Mungkin terdapat sedikit tahi mata, khususnya jika pasien telah mengucek matanya. Laboratorium Sulit ditemukan eosinofil dalam kerokan konjungtiva Terapi Meneteskan vasokonstriktor local pada tahap akut (epineprin, larutan 1:1000 yang diberikan secara topical, akan menghilangkan kemosis dan gejalanya dalam 30 menit). Kompres dingin membantu mengatasi gatal-gatal dan antihistamin hanya sedikit manfaatnya. Respon langsung terhadap pengobatan cukup baik, namun sering kambuh kecuali anti-gennya dapat dihilangkan. 2) Konjungtivitis Vernalis Definisi Penyakit ini, juga dikenal sebagai catarrh musim semi dan konjungtivitis musiman atau konjungtivitis musim kemarau, adalah penyakit alergi bilateral yang jarang.1,3 Penyakit ini lebih jarang di daerah beriklim sedang daripada di daerah dingin. Penyakit ini hamper selalu lebih parah selama musim semi, musim panas dan musim gugur daripada musim gugur. Insiden Biasanya mulai dalam tahun-tahun prapubertas dan berlangsung 5 10 tahun. Penyakit ini lebih banyak pada anak laki-laki daripada perempuan. Tanda dan gejalaPasien mengeluh gatal-gatal yang sangat dan bertahi mata berserat-serat. Biasanya terdapat riwayat keluarga alergi (demam jerami, eczema, dan lainnya). Konjungtiva tampak putih seperti susu, dan terdapat banyak papilla halus di konjungtiva tarsalis inferior. Konjungtiva palpebra superior sering memiliki papilla raksasa mirip batu kali. Setiap papilla raksasa berbentuk polygonal, dengan atap rata, dan mengandung berkas kapiler. Laboratorium Pada eksudat konjungtiva yang dipulas dengan Giemsa terdapat banyak eosinofil dan granula eosinofilik bebas. Terapi Penyakit ini sembuh sendiri tetapi medikasi yang dipakai terhadap gejala hanya member hasil jangka pendek, berbahaya jika dipakai untuk jangka panjang. steroid sisremik, yang mengurangi rasa gatal, hanya sedikit mempengharuhi penyakit kornea ini, dan efek sampingnya (glaucoma, katarak, dan komplikasi lain) dapat sangat merugikan. Crmolyn topical adalah agen profilaktik yang baik untuk kasus sedang sampai berat. Vasokonstriktor, kompres dingin dan kompres es ada manfaatnya, dan tidur di tempat ber AC sangat menyamankan pasien. Agaknya yang paling baik adalah pindah ke tempat beriklim sejuk dan lembab. Pasien yang melakukan ini sangat tertolong bahkan dapat sembuh total. 3) Konjungtivitis Atopik Tanda dan gejalaSensasi terbakar, bertahi mata berlendir, merah, dan fotofobia. Tepian palpebra eritemosa, dan konjungtiva tampak putih seperti susu. Terdapat papilla halus, namun papilla raksasa tidak berkembang seperti pada keratokonjungtivitis vernal, dan lebih sering terdapat di tarsus inferior. Berbeda dengan papilla raksasa pada keratokonjungtivitis vernal, yang terdapat di tarsus superior. Tanda-tanda kornea yang berat muncul pada perjalanan lanjut penyakit setelah eksaserbasi konjungtivitis terjadi berulangkali. Timbul keratitis perifer superficial yang diikuti dengan vaskularisasi. Pada kasus berat, seluruh kornea tampak kabur dan bervaskularisasi, dan ketajaman penglihatan. Biasanya ada riwayat alergi (demam jerami, asma, atau eczema) pada pasien atau keluarganya. Kebanyakan pasien pernah menderita dermatitis atopic sejak bayi. Parut pada lipatan-lipatan fleksura lipat siku dan pergelangan tangan dan lutut sering ditemukan. Seperti dermatitisnya, keratokonjungtivitis atopic berlangsung berlarut-larut dan sering mengalami eksaserbasi dan remisi. Seperti keratokonjungtivitis vernal, penyakit ini cenderung kurang aktif bila pasien telah berusia 50 tahun. Laboratorium Kerokan konjungtiva menampakkan eosinofil, meski tidak sebanyak yang terlihat sebanyak pada keratokonjungtivitis vernal. Terapi Atihistamin oral termasuk terfenadine (60-120 mg 2x sehari), astemizole (10 mg empat kali sehari), atau hydroxyzine (50 mg waktu tidur, dinaikkan sampai 200 mg) ternyata bermanfaat. Obat-obat antiradang non-steroid yang lebih baru, seperti ketorolac dan iodoxamid, ternyata dapat mengatasi gejala pada pasien-pasien ini. Pada kasus berat, plasmaferesis merupakan terapi tambahan. Pada kasus lanjut dengan komplikasi kornea berat, mungkin diperlukan transplantasi kornea untuk mengembalikan ketajaman penglihatannya.

Reaksi Hipersensitivitas Tipe Lambat 4) Phlyctenulosis DefinisiKeratokonjungtivitis phlcytenularis adalah respon hipersensitivitas lambat terhadap protein mikroba, termasuk protein dari basil tuberkel, Staphylococcus spp, Candida albicans, Coccidioides immitis, Haemophilus aegyptus, dan Chlamydia trachomatis serotype L1, L2, dan L3. Tanda dan Gejala Phlyctenule konjungtiva mulai berupa lesi kecil yang keras, merah, menimbul, dan dikelilingi zona hyperemia. Di limbus sering berbentuk segitiga, dengan apeks mengarah ke kornea. Di sini terbentuk pusat putih kelabu, yang segera menjadi ulkus dan mereda dalam 10-12 hari. Phlyctenule pertama pada pasien dan pada kebanyakan kasus kambuh terjadi di limbus, namun ada juga yang di kornea, bulbus, dan sangat jarang di tarsus. Phlyctenule konjungtiva biasanya hanya menimbulkan iritasi dan air mata, namun phlyctenule kornea dan limbus umumnya disertai fotofobia hebat. Phlyctenulosis sering dipicu oleh blefaritis aktif, konjungtivitis bacterial akut, dan defisiensi diet. TerapiPhlyctenulosis yang diinduksi oleh tuberkuloprotein dan protein dari infeksi sistemik lain berespon secara dramatis terhadap kortikosteroid topical. Terjadi reduksi sebagian besar gejala dalam 24 jam dan lesi hilang dalam 24 jam berikutnya. Antibiotika topical hendaknya ditambahkan untuk blefarikonjungtivitis stafilokokus aktif. Pengobatan hendaknya ditujukan terhadap penyakit penyebab, dan steroid bila efektif, hendaknya hanya dipakai untuk mengatasi gejala akut dan parut kornea yang menetap. Parut kornea berat mungkin memerlukan tranplantasi. 5) Konjungtivitis Ringan Sekunder terhadap Blefaritis kontakBlefaritis kontak yang disebabkan oleh atropine, neomycin, antibiotika spectrum luas, dan medikasi topical lain sering diikuti oleh konjungtivitis infiltrate ringan yang menimbukan hyperemia, hipertropi papiler ringan, bertahi mata mukoid ringan, dan sedikit iritasi. Pemeriksaan kerokan berpulas giemsa sering hanya menampakkan sedikit sel epitel matim, sedikit sel polimorfonuklear dan mononuclear tanpa eosinofil. Pengobatan diarahkan pada penemuan agen penyebab dan menghilangkannya. Blefaritis kontak dengan cepat membaik dengan kortikosteroid topical, namun pemakaiannya harus dibatasi. Penggunaan steroid jangka panjang pada palpebra dapat menimbulkan glaucoma steroid dan atropi kulit dengan telangiektasis yang menjelekkan.

c. Konjungtivitis Akibat Penyakit Autoim1) Keratokonjungtivitis SiccaBerkaitan dgn. Sindrom Sjorgen (trias: keratokonj. sika, xerostomia, artritis). Gejala:- khas: hiperemia konjungtivitis bulbi dan gejala iritasi yang tidak sebanding dengan tanda-tanda radang.- Dimulai dengan konjungtivitis kataralis - Pada pagi hari tidak ada atau hampir tidak ada rasa sakit, tetapi menjelang siang atau malam hari rasa sakit semakin hebat.- Lapisan air mata berkurang (uji Schirmer: abnormal)- Pewarnaan Rose bengal uji diagnostik. Pengobatan:- air mata buatan vitamin A topikal - obliterasi pungta lakrimal.

d. Konjungtivitis Kimia atau Iritatif1) Konjungtivitis Iatrogenik Pemberian Obat TopikalKonjungtivitis folikular toksik atau konjungtivitis non-spesifik infiltrate, yang diikuti pembentukan parut, sering kali terjadi akibat pemberian lama dipivefrin, miotika, idoxuridine, neomycin, dan obat-obat lain yang disiapkan dalam bahanpengawet atau vehikel toksik atau yang menimbulakan iritasi. Perak nitrat yang diteteskan ke dalam saccus conjingtiva saat lahir sering menjadi penyebab konjungtivitis kimia ringan. Jika produksi air mata berkurang akibat iritasi yang kontinyu, konjungtiva kemudian akan cedera karena tidak ada pengenceran terhadap agen yang merusak saat diteteskan kedalam saccus conjungtivae.Kerokan konjungtiva sering mengandung sel-sel epitel berkeratin, beberapa neutrofil polimorfonuklear, dan sesekali ada sel berbentuk aneh. Pengobatan terdiri atas menghentikan agen penyebab dan memakai tetesan yang lembut atau lunak, atau sama sekali tanpa tetesan. Sering reaksi konjungtiva menetap sampai berminggu-minggu atau berbulan-bulan lamanya setelah penyebabnya dihilangkan.

2) Konjungtivitis Pekerjaan oleh Bahan Kimia dan IritansAsam, alkali, asap, angin, dan hamper setiap substansi iritan yang masuk ke saccus conjungtiva dapat menimbulkan konjungtivitis. Beberapa iritan umum adalah pupuk, sabun, deodorant, spray rambut, tembakau, bahan-bahan make-up, dan berbagai asam dan alkali. Di daerah tertentu,asbut (campuran asap dan kabut) menjadi penyebab utama konjungtivitis kimia ringan. Iritan spesifik dalam asbut belum dapat ditetapkan secara positif, dan pengobatannya non-spesifik. Tidak ada efek pada mata yang permanen, namun mata yang terkena seringkali merah dan terasa mengganggu secara menahun. Pada luka karena asam, asam itu mengubah sifat protein jaringan dan efek langsung. Alkali tidak mengubah sifat protein dan cenderung cepat menyusup kedalam jaringan dan menetap di dalam jaringan konjungtiva. Disini mereka terus menerus merusak selama berjam-jam atau berhari-hari lamanya, tergantung konsentrasi molar alkali tersebut dan jumlah yang masuk. Perlekatan antara konjungtiva bulbi dan palpebra dan leokoma kornea lebih besar kemungkinan terjadi jika agen penyebabnya adalah alkali. Pada kejadian manapun, gejala utama luka bahan kimia adalah sakit, pelebaran pembuluh darah, fotofobia, dan blefarospasme. Riwayat kejadian pemicu biasanya dapat diungkapkan.Pembilasan segera dan menyeluruh saccus conjungtivae dengan air atau larutan garam sangat penting, dan setiap materi padat harus disingkirkan secara mekanik. Jangan memakai antidotum kimiawi. Tindakan simtomatik umum adalah kompres dingin selama 20 menit setiap jam, teteskan atropine 1% dua kali sehari, dan beri analgetika sistemik bila perlu. Konjungtivitis bacterial dapat diobati dengan agen antibakteri yang cocok. Parut kornea mungkin memerlukan transplantasi kornea, dan symblepharon mungkin memerlukan bedah plastic terhadap konjungtiva. Luka bakar berat pada kojungtiva dan kornea prognosisnya buruk meskipun dibedah. Namun jika pengobatan memadai dimulai segera, parut yang terbentuk akan minim dan prognosisnya lebih baik

e. DiagnosisDiagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan klinis dengan menggunakan slit lamp dan pemeriksaan laboratorium. Anamnesis yang penting pada pasien konjungtivitis adanya riwayat kontak dengan penderita yang sama, riwayat alergi, riwayat hiegienitas, dan riwayat kontak dengan bahan iritan.Disamping itu juga perlu dilakukan pemeriksaan diagnostik seperti :- Ketajaman penglihatan- Pemeriksaan slit lamp-Pewarnaan sekret mata dengan Giemsa dan Metylen Blue untuk mengetahui penyebabnya bakteri atau virus dan pemberian KOH untuk yang dicurigai disebabkan jamur- Kultur kerokan konjungtiva

f. Pemeriksaan Penunjang Pewarnaan sekret dengan Giemsa, prosedur yang dilakukan antara lain- Ambil sekret yang menumpuk di konjungtiva foniks, letakkan di object glass, keringkan slide dengan udara selama 15 menit- Fiksasi dengan methanol 95% selama 5-10 menit- Keringkan- Buat campuran dengan mencampurkan setiap 2 tetes larutan Giemsa kedalam setiap milimeter air suling buffer. Rendam slide kedalamcampuran selama 15 menit- Cuci kedalam air suling buffer- Keringkan

Pewarnaan gram dengan Gentian Violet- Fiksasi slide dengan pewarnaan ringan (api)- Aliri dengan Gentian Violet (15 detik )- Bilas dengan air mengalir- Aliri dengan grams iodin /lugol (15 detik)- Bilas dengan air mengalir- Aliri dengan alkohol 96% sekilas- Bilas dengan air mengalir- KeringkanHasil yang terlihat dibawah mikroskop adalah :Pada pemeriksaan gram untuk membedakan gram positif atau gram negatif, sedangkan untuk pemeriksaan giemsa untuk membedakan infeksi virus atau bakteri.

g. Diagnosis BandingDiagnosis banding konjungtivitis berdasarkan gambaran klinis :TandaBakterialViralAlergikToksikTRIC

Injeksi konjungtivitisMencolok Sedang Ringan-sedangRingan-sedang Ringan-sedang

Hemoragi ++---

TandaBakterialViralAlergikToksikTRIC

Kemosis +++/-+++/-+/-

Eksudat Purulen atau mukopurulenJarang, airBerserabut (lengket), putih-Berserabut (lengket)

Pseudomembran +/-+/----

Papil +/--+-+/-

Folikel -+-++

Nodus preaurikuler

Panus

(sumber : Sidarta I. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta. FKUI. Edisi Ketiga. 2010. hal. 122)

3. Pterigium 1. Definisi Suatu pertumbuhan fibrovaskuler konjungtiva yang bersifat degenerative dan invasif. Pertumbuhan ini bisanya2. Pemeriksaan FisikTajam penglihatan dapat normal atau menurun. Pterigium muncul sebagai lipatan berbentuk segitiga pada konjungtiva yang meluas ke kornea pada daerah fisura interpalpebralis. Deposit besi dapat dijumpai pada bagian epitel kornea anterior dari kepala pterigium (stokers line). Kira-kira 90% pterigium terletak di daerah nasal. Perluasan pterigium dapat sampai medial dan lateral limbus sehingga menutupi visual axis, menyebabkan penglihatan kabur. Gangguan penglihatan terjadi ketika pterigium mencapai pupil atau menyebabkan kornea astigmatisme pada tahap regresif.Pterigium dibagi menjadi tiga bagian yaitu: body, apex (head), dan cap. Bagian segitiga yang meninggu pada pterigium dengan dasarnya ke arah limbus disebut body, bagian atasnya disebut apex, dan bagian belakang disebut cap. Subepitelial cap atau halo timbul pada tengah apex dan membentuk batas pinggir pterigium.Dalam penegakan diagnosis pterigium, sangat penting ditentukan derajat atau klasifikasi pterigium tersebut. Klasifikasi pterigium dibagi menjadi beberapa kelompok yaitu:a. Berdasarkan perjalanan penyakit1). Progresif pterigium: tebal dan vaskular dengan beberapa infiltrat di kornea di depan kepala pterigium (disebut cap dari pterigium)2). Regresif pterigium: tipis, atrofi, sedikit vaskular. Akhirnya menjadi bentuk membran tetapi tidak pernah hilang.b. Berdasarkan luas pterigium1). Derajat I : jika hanya terbatas pada limbus kornea2). Derajat II : jika sudah melewati limbus tetapi tidak melebihi dari 2 mm melewati kornea3). Derajat III : jika telah melebihi derajat 2 tetapi tidak melebihi pinggir pupil mata dalam keadaan cahaya (pupil dalam keadaan normal sekitar 3-4 mm)4). Derajat IV : jika pertumbuhan pterigium sudah melewati pupil sehingga mengganggu penglihatan

Gambar 3. Pterigium grade III, di mana pterigium telah melewati kornea lebih dari 2mm, namun belum melewati pupil. (sumber: www.icoph.org)

c. Berdasarkan pemeriksaan pembuluh darah dengan slitlamp1). T1 (atrofi): pembuluh darah episkleral jelas terlihat2). T2 (intermediate): pembuluh darah episkleral sebagian terlihat3). T3 (fleshy, opaque): pembuluh darah tidak jelas

Secara klinis pterigium dapat dibedakan dengan pinguekula dan pseudopterigium.

Pembeda PterigiumPinguekulaPseudopterigium

DefinisiJaringan fibrovaskular konjungtiva bulbi berbentuk segitigaBenjolan pada konjungtiva bulbiPerlengketan konjungtiba bulbi dengan kornea yang cacat

WarnaPutih kekuninganPutih-kuning keabu-abuanPutih kekuningan

LetakCelah kelopak bagian nasal atau temporal yang meluas ke arah korneaCelah kelopak mata terutama bagian nasalPada daerah konjungtiva yang terdekat dengan proses kornea sebelumnya

6: > = =

ProgresifSedangTidakTidak

Reaksi kerusakan permukaan kornea sebelumnyaTidak adaTidak adaAda

Pembuluh darah konjungtivaLebih menonjolMenonjolNormal

SondeTidak dapat diselipkanTidak dapat diselipkanDapat diselipkan di bawah lesi karena tidak melekat pada limbus

PuncakAda pulau-pulau Funchs (bercak kelabu)Tidak adaTidak ada (tidak ada head, cap, body)

HistopatologiEpitel ireguler dan degenerasi hialin dalam stromanyaDegenerasi hialin jaringan submukosa konjungtivaPerlengketan

Tabel 1. Diagnosis banding pterigium (dikutip dari Vaughan, Daniel G., Asbury Taylor, Riordan Eva-Paul. Oftalmologi Umum. Edisi 14.Jakarta:Widya Medika,2000,hal 5-6.111, Sidarta Ilyas, dkk. Ilmu Penyakit Mata edisi ke-2. 2002. Jakarta: Sagung Seto)

3. Penatalaksanaan PterigiumPrinsip penanganan pterigium dibagi 2, yaitu cukup dengan pemberian obat-obatan jika pterygium masih derajat 1 dan 2, sedangkan tindakan bedah dilakukan pada pterygium yang melebihi derajat 2. Tindakan bedah juga dipertimbangkan pada pterigium derajat 1 atau 2 yang telah mengalami gangguan penglihatan. Pengobatan tidak diperlukan karena bersifat rekuren, terutama pada pasien yang masih muda. Bila pterigium meradang dapat diberikan steroid atau suatu tetes mata dekongestan. Lindungi mata yang terkena pterigium dari sinar matahari, debu dan udara kering dengan kacamata pelindung. Bila terdapat tanda radang beri air mata buatan bila perlu dapat diberikan steroid . Bila terdapat delen (lekukan kornea) beri air mata buatan dalam bentuk salep. Bila diberi vasokonstriktor maka perlu control dalam 2 minggu dan bila telah terdapat perbaikan pengobatan dihentikan.Indikasi untuk eksisi pterigium adalah ketidaknyamanan yang menetap termasuk gangguan penglihatan, ukuran pterigium >3-4 mm, pertumbuhan yang progresif menuju tengah kornea atau visual axis dan adanya gangguan pergerakan bola mata. Eksisi pterigium bertujuan untuk mencapai keadaan normal yaitu gambaran permukaan bola mata yang licin. Teknik bedah yang sering digunakan untuk mengangkat pterigium adalah dengan menggunakan pisau yang datar untuk mendiseksi pterigium ke arah limbus. Walaupun memisahkan pterigium dengan bare sclera ke arah bawah pada limbus lebih disukai, namun tidak perlu memisahkan jaringan tenon secara berlebihan di daerah medial, karena kadang-kadang dapat timbul perdarahan oleh karena trauma tidak disengaja di daerah jaringan otot. Setelah dieksisi, kauter sering digunakan untuk mengontrol perdarahan.Lebih dari setengah pasien yang dioperasi pterigium dengan teknik simple surgical removal akan mengalami rekuren. Suatu teknik yang dapat menurunkan tingkat rekurensi hingga 5% adalah conjunctival autograft (Gambar 4). Dimana pterigium yang dibuang digantikan dengan konjungtiva normal yang belum terpapar sinar UV (misalnya konjungtiva yang secara normal berada di belakang kelopak mata atas). Konjungtiva normal ini biasaya akan sembuh normal dan tidak memiliki kecenderungan unuk menyebabkan pterigium rekuren.Pada pterigium derajat 3-4 dilakukan tindakan bedah berupa avulsi pterigium. Sedapat mungkin setelah avulsi pterigium maka bagian konjungtiva bekas pterigium tersebut ditutupi dengan cangkok konjungtiva yang diambil dari konjugntiva bagian superior untuk menurunkan angka kekambuhan. Tujuan utama pengangkatan pterigium yaitu memberikan hasil yang baiksecara kosmetik, mengupayakan komplikasi seminimal mungkin, angka kekambuhan yang rendah. Penggunaan Mitomycin C (MMC) sebaiknya hanya pada kasus pterigium yang rekuren, mengingat komplikasi dari pemakaian MMC juga cukup berat.

Indikasi Operasi pterigium1. Pterigium yang menjalar ke kornea sampai lebih 3 mm dari limbus2. Pterigium mencapai jarak lebih dari separuh antara limbus dan tepi pupil3. Pterigium yang sering memberikan keluhan mata merah, berair dan silau karena astigmatismus4. Kosmetik, terutama untuk penderita wanita.

Teknik PembedahanTantangan utama dari terapi pembedahan pterigium adalah kekambuhan, dibuktikan dengan pertumbuhan fibrovascular di limbus ke kornea. Banyak teknik bedah telah digunakan, meskipun tidak ada yang diterima secara universal karena tingkat kekambuhan yang variabel. Terlepas dari teknik yang digunakan, eksisi pterigium adalah langkah pertama untuk perbaikan. Banyak dokter mata lebih memilih untuk memisahkan ujung pterigium dari kornea yang mendasarinya. Keuntungan termasuk epithelisasi yang lebih cepat, jaringanparut yang minimal dan halus dari permukaan kornea.1. Teknik Bare ScleraMelibatkan eksisi kepala dan tubuh pterygium, sementara memungkinkan sclera untuk epitelisasi. Tingkat kekambuhan tinggi, antara 24 persen dan 89 persen, telah didokumentasikan dalam berbagai laporan.2. Teknik Autograft KonjungtivaMemiliki tingkat kekambuhan dilaporkan serendah 2 persen dan setinggi 40 persenpada beberapa studi prospektif. Prosedur ini melibatkan pengambilan autograft, biasanya dari konjungtiva bulbar superotemporal, dan dijahit di atas sclera yang telah di eksisipterygium tersebut. Komplikasi jarang terjadi, dan untuk hasil yang optimal ditekankan pentingnya pembedahan secara hati-hati jaringan Tenon's dari graft konjungtiva danpenerima, manipulasi minimal jaringan dan orientasi akurat dari grafttersebut. LawrenceW. Hirst, MBBS, dari Australia merekomendasikan menggunakan sayatan besar untukeksisi pterygium dan telah dilaporkan angka kekambuhan sangat rendah dengan teknikini.3. Cangkok Membran AmnionMencangkok membran amnion juga telah digunakan untuk mencegah kekambuhanpterigium. Meskipun keuntungkan dari penggunaan membran amnion ini belum teridentifikasi, sebagian besar peneliti telah menyatakan bahwa itu adalah membran amnion berisi faktor penting untuk menghambat peradangan dan fibrosis dan epithelialisai. Sayangnya, tingkat kekambuhan sangat beragam pada studi yang ada,diantara 2,6 persen dan 10,7 persen untuk pterygia primer dan setinggi 37,5 persen untukkekambuhan pterygia. Sebuah keuntungan dari teknik ini selama autograft konjungtiva adalah pelestarian bulbar konjungtiva. Membran Amnion biasanya ditempatkan di atas sklera , dengan membran basal menghadap ke atas dan stroma menghadap kebawah. Beberapa studi terbaru telah menganjurkan penggunaan lem fibrin untukmembantu cangkok membran amnion menempel jaringan episcleral dibawahnya. Lemfibrin juga telah digunakan dalam autografts konjungtiva.1

Terapi TambahanTingkat kekambuhan tinggi yang terkait dengan operasi terus menjadi masalah, dan terapi medis demikian terapi tambahan telah dimasukkan ke dalam pengelolaan pterygia. Studi telah menunjukkan bahwa tingkat rekurensi telah jatuh cukup dengan penambahan terapi ini, namun ada komplikasi dari terapi tersebut.MMC telah digunakan sebagai pengobatan tambahan karena kemampuannya untukmenghambat fibroblas. Efeknya mirip dengan iradiasi beta. Namun, dosis minimal yang aman dan efektif belum ditentukan. Dua bentuk MMC saat ini digunakan: aplikasi intraoperative MMC langsung ke sclera setelah eksisi pterygium, dan penggunaan obat tetes mata MMC topikal setelah operasi. Beberapa penelitian sekarang menganjurkan penggunaan MMC hanya intraoperatif untuk mengurangi toksisitas.Beta iradiasi juga telah digunakan untuk mencegah kekambuhan, karena menghambat mitosis pada sel-sel dengan cepat dari pterygium, meskipun tidak ada data yang jelas dari angka kekambuhan yang tersedia. Namun, efek buruk dari radiasi termasuk nekrosis scleral , endophthalmitis dan pembentukan katarak, dan ini telah mendorong dokter untuk tidakmerekomendasikan terhadap penggunaannya.

Untuk mencegah terjadi kekambuhan setelah operasi, dikombinasikan dengan pemberian:1. Mitomycin C 0,02% tetes mata (sitostatika) 2x1 tetes/hari selama 5 hari, bersamaan dengan pemberian dexamethasone 0,1% : 4x1 tetes/hari kemudian tappering off sampai 6minggu.2. Mitomycin C 0,04% (o,4 mg/ml) : 4x1 tetes/hari selama 14 hari, diberikan bersamaan dengan salep mata dexamethasone.3. Sinar Beta.4. Topikal Thiotepa (triethylene thiophosphasmide) tetes mata : 1 tetes/ 3 jam selama 6minggu, diberikan bersamaan dengan salep antibiotik Chloramphenicol, dan steroidselama 1 minggu.

Gambar 4. Prosedur Conjunctiva Autograft; (a).Pterygium, (b).Pterygium removed, (c).Leaving bare area, (d).Graft outlined, (e).Graft sutured into place (diambil dari www.baysideeyes.com.au diakses 21 Mei 2010)

4. KomplikasiPterigium dapat menyebabkan komplikasi seperti scar (jaringan parut) pada konjungtiva dan kornea, distorsi dan penglihatan sentral berkurang, scar pada rektus medial dapat menyebabkan diplopia.Komplikasi post eksisi pterigium, yaitu: Infeksi, reaksi benang, diplopia, scar kornea, conjungtiva graft longgar, dan komplikasi yang jarang termasuk perforasi bola mata, vitreous hemorrhage atau retinal detachment Penggunaan mytomicin C post dapat menyebabkan ectasia atau melting pada sklera dan kornea Komplikasi yang terbanyak pada eksisi pterigium adalah rekuren pterigium post operasi. Simple eksisi mempunyai tingkat rekuren yang tinggi kira-kira 50-80 %. Dapat dikurangi dengan teknik conjungtiva autograft atau amnion graft. Komplikasi yang jarang adalah malignant degenerasi pada jaringan epitel di atas pterigium.

5. Prognosis Penglihatan dan kosmetik pasien setelah dieksisi adalah baik. Rasa tidak nyaman pada hari pertama postoperasi dapat ditoleransi, kebanyakan pasien setelah 24 jam postop dapat beraktivitas kembali. Pasien dengan rekuren pterigium dapat dilakukan eksisi ulang dan graft dengan autograft atau transplantasi membran amnion.

27