ppt mandun

36
Case Report SEORANG LAKI-LAKI USIA 42 TAHUN DENGAN EPISTAKSIS ET CAUSA HIPERTENSI Pembimbing : KRH. dr. H. Djoko Sindhusakti Widyodiningrat, Sp.THT - KL (K), MBA., MARS., M.Si, Audiologist Dr. dr. H. Iwan Setiawan Adji, Sp. THT - KL Diajukan Oleh : Rahma Lionita Lamandawati, S.Ked J 510155092 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2015

Upload: rahma-lionita-lamandawati

Post on 02-Dec-2015

217 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

nhg

TRANSCRIPT

Case ReportSEORANG LAKI-LAKI USIA 42

TAHUN DENGAN EPISTAKSIS ET CAUSA HIPERTENSI

  

Pembimbing :KRH. dr. H. Djoko Sindhusakti Widyodiningrat,

Sp.THT - KL (K), MBA., MARS., M.Si, Audiologist

Dr. dr. H. Iwan Setiawan Adji, Sp. THT - KL

Diajukan Oleh :Rahma Lionita Lamandawati, S.Ked

J 510155092

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2015

Nama : Bp. S Umur : 42 tahun Jenis kelamin : Laki-laki Alamat : Kebak Kramat Agama : Islam Suku : Jawa Tanggal masuk RS: 2 Oktober 2015 No. Register : 3489xx

Identitas Pasien

Anamnesis

Keluar darah dari lubang hidung sebelah kanan

Keluhan utama

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke IGD RSUD Karanganyar dengan keluhan keluar darah dari lubang hidung sebelah kanan sejak ± 3 jam sebelum masuk rumah sakit. Darah yang keluar berwarna merah segar, perdarahan yang terjadi secara spontan, sulit berhenti, kira-kira perdarahannya terjadi sekitar 10 menitan, darah juga dirasa mengalir ke tenggorokan, dan berulang lebih dari 3 kali. Total darah yang keluar ±¼ gelas belimbing. Darah tidak berhenti keluar walaupun pasien sudah memencet hidungnya.

Pasien mengaku tidak pernah mengalami trauma benturan maupun mengorek-ngorek hidung. Pasien merasakan badan pasien lemas, pusing cekot-cekot setelah mimisan. Selain itu, pasien juga mengeluh leher terasa cengeng, mual(-), dan muntah (-). Keluhan pilek, hidung tersumbat, rasa gatal atau panas pada hidung serta perdarahan pada bagian tubuh lain tidak dikeluhkan oleh pasien.

Pasien tidak mengekuhkan nyeri telinga, telinga berdenging disangkal, penurunan pendengaran disangkal, telinga gatal disangkal, telinga terasa penuh disangkal, keluar cairan dari telinga disangkal.

Keluhan lain seperti batuk, nyeri tenggorok, nyeri telan, sulit menelan, rasa gatal ditenggorokan, rasa mengganjal ditenggorokan dan sakit gigi juga disangkal oleh pasien

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

Riwayat keluhan yang sama : diakui (± 3 bulan yang lalu)Riwayat hipertensi : disangkal (pasien tidak pernah memeriksakan diri)

Riwayat DM : disangkalRiwayat opname : disangkalRiwayat asma : disangkalRiwayat alergi makanan : disangkalRiwayat alergi obat : disangkal

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA

Riwayat hipertensi : disangkalRiwayat DM : disangkalRiwayat asma : disangkalRiwayat sakit serupa : disangkalRiwayat Alergi obat & makanan : disangkal

PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum : Tampak lemasKesadaran : Compos Mentis

Vital SignTekanan Darah : 180/100 mmHgNadi : 90 kali/menit Respirasi : 24 kali/menit Suhu : 36,8 oC

Kepala :

• Konjungtiva anemis (-/-)• Sklera ikterik tidak

ditemukan

Leher :

• peningkatan JVP tidak ditemukan,

• pembesaran kelenjar limfe tidak ditemukan.

PEMERIKSAAN FISIK THORAK Pulmo

• simetris, gerak dada kanan dan kiri bersamaan, retraksi intercostal (-/-)

Inspeksi :

• Fremitus DEPAN

Palpasi• Fremitus

belakang

PalpasiN N

N N

N N

N N

N N

N N

Perkusi Auskultasi

sonor Sonor

sonor Sonor

sonor Sonor

DEPAN

SDV

+ +

+ +

+ +

DEPAN

Wheezing (-/-)Rhonki (-/-)

Ekstremitas : akral hangat (+), turgor kulit baik, oedema (-), deformitas (-)

Telinga

Inspeksi AD : Bentuk telinga normal, deformitas (-),

bekas luka (-), bengkak (-), hiperemis (-), serumen (-)

AS : Bentuk telinga normal, deformitas (-), bekas luka (-), bengkak (-), hiperemis (-), serumen (-)

2. Palpasi AD : tragus pain (-) AS : tragus pain (-)

Status Lokalis

3. Otoskopi AD : CAE edema (-), hiperemis (-), serumen (+),

membran timpani tampak utuh. AS : CAE edema (-), hiperemis (-), serumen (+),

membran timpani tampak utuh.

4. Garpu Tala

Kesimpulan: Telinga dalam batas normal

Telinga Kanan (AD) Telinga Kiri (AS)

Rinne : positif Rinne : positif

Webber : tidak terdapat lateralisasi

Webber : tidak terdapat lateralisasi

Schwabach : sama dengan pemeriksa

Schwabach : sama dengan pemeriksa

Inspeksi : deformitas (-), bekas luka (-), sekret (-) Palpasi : krepitasi (-), nyeri tekan (-)

Rhinoskopi anterior

ND : Kavum nasi lapang (+), Sekret darah mengalir (+),

sumber perdarahan sulit dievaluasi, mukosa hiperemis (+),

concha media dan inferior hipertrofi (-), septum nasi

deviasi (-), discharge (-), udema (-), massa di rongga

hidung (-)

NS : kavum nasi lapang (+), mukosa hiperemis (-),

concha media dan inferior hipertrofi (-), septum nasi

deviasi (-), discharge (-), udema (-), massa di rongga

hidung (-)

Hidung

Rinoskopi posterior

Dinding belakang : N/NMuara tuba eustachii : N/NAdenoid : N/NTumor : (-/-)

Status Lokalis (Tenggorok) Inspeksi mukosa faring hiperemis (-), granulasi (-), tonsil tidak membesar (-), tonsil hiperemis (-), uvula tidak membengkak, uvula ditengah, tonsil T1-T1 Palpasilimfadenopati (-), nyeri tekan (-)

Laringoskopi indirekEpiglotis : dbnAritenoid : dbnGerak plika vokalis : dbnSubglotis : dbnTumor : tidak ada

Status Lokalis (Kepala-Leher)

Kepala : dbnLeher : Nyeri tekan

submandibula (-), PKGB (-)

2 Oktober 2015

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan

HEMATOLOGI

Hemoglobin 9,2 (L) 14,00 – 18,00 g/dl

Hematokrit 28,5 (L) 42,00 – 52,00 %

Leukosit 9,58 5-10 103/ ul

Trombosit 269 150-300 103/ ul

Eritrosit 3,89 (L) 4,50 – 5,50 103/ ul

MPV 7,7 6,5 – 12,00 fL

PDW 15,3 9,0 – 17,0

INDEX

MCV 71,6 (L) 82,0 – 92,0 fL

MCH 23,1 (L) 27,0 – 31,0 Pg

MCHC 32,3 32,0 – 37,0 g/dl

HITUNG JENIS

Limfosit% 26,8 25,0 – 40,0 %

Monosit% 2,5 (L) 3,0 – 9,0 %

Eosinofil% 1,1 0,5 – 5,0 %

Basofil% 0,6 0,0 – 1,0 %

Gran% 57,7 50,0 – 70,0 %

GULA DARAH

Glukosa Darah Sewaktu 84 70-150 mg/dl

Pemeriksaan Laboratorium

Dari hasil endoskopi tampak sumber perdarahan dari a.spenopalatina

Pemeriksaan Endoskopi

Epistaksis Posterior et causa Hipertensi stage II

Diagnosis Klinis

PENATALAKSANAAN

1. Tindakan penghentian perdarahan : Tampon perdarahan

2. Medikamentosa:Infus RL 20 tpmInj. Ranitidin 1amp/12jamInj. Asam Tranexamat 1 amp/12 jamInj. Norages 1amp/8jamCaptopril 2x25 mgAmlodipin 1x10mgObservasi KU dan Vital sign serta epistaksis berulang

PROGNOSIS

Ad vitam : ad bonamAd sanationam : dubia ad bonamAd fungtionam : ad bonam

DEFINISI

Epistaksis

keluarnya darah dari hidung, merupakan suatu keluhan atau tanda, bukan penyakit. Dapat bersifat primer atau sekunder, spontan atau akibat rangsangan dan berlokasi disebelah anterior atau posterior

Anatomi Fisiologi

Pembuluh darah utama di hidung berasal dari arteri karotis interna (AKI) dan karotis eksterna (AKE), yakni :

1. Arteri sphenopalatina, cabang terminal arteri maksilaris yang berjalan melalui foramen sphenopalatina yang memperdarahi septum tiga perempat posterior dan dinding lateral hidung.

2. Arteri palatina desenden memberikan cabang arteri palatina mayor, yang berjalan melalui kanalis incisivus palatum durum dan menyuplai bagian inferoanterior septum nasi. Sistem karotis interna melalui arteri oftalmika mempercabangkan arteri ethmoid anterior dan posterior yang mendarahi septum dan dinding lateral superior.

Etiologi

Lokal

- Trauma- Infeksi- Neoplasma- Kelainan kongenital- Pengaruh lingkungan

Sistemik

- Kelainan darah - Penyakit kardiovaskuler- infeksi akut - Gangguan endokrin

1. Epistaksis anteriorberasal dari Pleksus Kiesselbach, merupakan sumber perdarahan paling sering dijumpai anak-anak. Dapat juga berasal dari arteri ethmoid anterior. Perdarahan dapat berhenti sendiri (spontan) dan dapat dikendalikan dengan tindakan sederhana

LOKASI EPISTAKSIS

2. Epistaksis posterior

berasal dari arteri sphenopalatina dan arteri ethmoid posterior. Perdarahan cenderung lebih berat dan jarang berhenti sendiri, sehingga dapat menyebabkan anemia, hipovolemi dan syok. Sering ditemukan pada pasien dengan penyakit kardiovaskular.

Patofisiologi

Epistaksis anteriorKebanyakan berasal dari pleksus Kiesselbach di septum bagian anterior atau dari a. etmoidalis anterior. Perdarahan pada septum anterior bisanya ringan, diakibatkan karena keadaan mukosa yang hiperemis atau kebiasaan mengorek hidung, seringkali berulang dan dapat berhenti dengan sendirinya.

Epistaksis posteriorEpistaksis posterior disebabkan oleh rupturnya pembuluh darah yang berada di posterior cavum nasi, tersering yaitu arteri sphenopalatina. Salah satu penyebab rupturnya adalah karena kemungkinan pasien mengidap hipertensi. Hipertensi akan menyebabkan dinding pembuluh darah akan melemah dan melebar karena tekanan yang besar dalam waktu yang lama. Dinding pembuluh darah menjadi lebih lemah dari seharusnya, sehingga lebih mudah terjadi ruptur.

1. pendarahan yang bervariasi, dari ringan hingga berat

2. perdarahan dapat berasal dari anterior maupun posterior, ditelan ataupun diludahkan, 

3. perdarahan hilang timbul atau terus menerus

4. hemoptisis atau hematemesis

5. pasien kadang datang dengan kondisi syok yang hebat

Gambaran Klinis

Pemeriksaan

- Rinoskopi anterior - Rinoskopi posterior

- Pengukuran tekanan darah

- Rontgen sinus dan CT-Scan atau MRI

-Endoskopi hidung

PenatalaksanaanTiga prinsip utama  yaitu :1. menghentikan perdarahan2. mencegah komplikasi3. mencegah berulangnya epistaksis.Tahapan :1. Perbaiki keadaan umum penderita2. Pada epistaksis ringan, perdarahan dapat dihentikan

dengan cara duduk dengan kepala ditegakkan, kemudian cuping hidung ditekan ke arah septum selama beberapa menit

3. Tentukan sumber perdarahan dengan memasang tampon anterior

4. Pada epistaksis anterior, dilakukan kaustik dengan larutan nitras argenti 20%-30%, asam trikloroasetat 10% atau dengan elektrokauter. Sebelum kaustik diberikan analgesia topikal terlebih dahulu.

KomplikasiAkibat

epistaksis

- Perdarahan yang hebat dapat mengakibatkan aspirasi darah ke saluran napasan bawah, syok, anemia dan gagal ginjal.

- Hipotensi, hipoksia, iskemia serebri, insufisiensi koroner hingga infark miokard

Akibat penanganan

epistaksis (tampon)

- Rinosinusitis, otitis media dan septicemia

- Hemotimpanum

- Air mata berdarah (bloody tears)

-Nekrosis mukosa hidung

Prognosis

90% kasus epistaksis anterior dapat berhenti sendiri. Pada pasien hipertensi dengan/tanpa arteriosklerosis, biasanya perdarahan hebat, sering kambuh dan prognosisnya buruk.

Pembahasan

Pada hasil anamnesis, keterangan tentang jumlah perdarahan, frekuensi, dan tidak berhenti dengan pencet hidung mendukung hipotesis epistaksis posterior. Dari status generalis pasien tampak dalam keadaan yang baik (tidak syok) ditinjau dari tanda vitalnya, hanya saja Tekanan darah yang didapatkan pada pasien 180/100 mmHg dan termasuk hipertensi grade II. Hipertensi pada pasien ini dapat menunjukkan causa dari epistaksis posterior yang diderita oleh pasien tersebut.

Prinsip penanganan epistaksis adalah menghentikan perdarahan, mencegah komplikasi dan mencegah

berulangnya epistaksis.

Terima Kasih