case insomnia.docx

56
SMF/Lab Ilmu Kedokteran Jiwa Laporan Kasus Fakultas Kedokteran Umum Universitas Mulawarman INSOMNIA NON ORGANIK Disusun Oleh: OKKI MASITAH SYAHFITRI NASUTION NIM. 0708015043 Pembimbing: dr. Denny Jeffry Rotinusulu, Sp. KJ Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik SMF/lab Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Umum Universitas Mulawarman 0

Upload: aldyangri

Post on 14-Aug-2015

150 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: case insomnia.docx

SMF/Lab Ilmu Kedokteran Jiwa Laporan KasusFakultas Kedokteran UmumUniversitas Mulawarman

INSOMNIA NON ORGANIK

Disusun Oleh:OKKI MASITAH SYAHFITRI NASUTION

NIM. 0708015043

Pembimbing:dr. Denny Jeffry Rotinusulu, Sp. KJ

Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan KlinikSMF/lab Ilmu Kedokteran Jiwa

Fakultas Kedokteran UmumUniversitas Mulawarman

2011

0

Page 2: case insomnia.docx

BAB 1

PENDAHULUAN

Insomnia adalah gejala kelainan dalam tidur berupa kesulitan berulang

untuk tidur atau mempertahankan tidur walaupun ada kesempatan untuk itu.1

Gejala tersebut biasanya diikuti gangguan fungsional saat bangun dan beraktivitas

di siang hari. Sekitar sepertiga orang dewasa mengalami kesulitan memulai tidur

dan/atau mempertahankan tidur dalam setahun, dengan 17% di antaranya

mengakibatkan gangguan kualitas hidup.2 Sebanyak 95% orang Amerika telah

melaporkan sebuah episode dari insomnia pada beberapa waktu selama hidup

mereka. Di Indonesia, pada tahun 2010 terdapat 11,7% penduduk mengalami

insomnia.

Insomnia umumnya merupakan kondisi sementara atau jangka pendek.

Dalam beberapa kasus, insomnia dapat menjadi kronis. Hal ini sering disebut

sebagai gangguan penyesuaian tidur karena paling sering terjadi dalam konteks

situasional stres akut, seperti pekerjaan baru atau menjelang ujian. Insomnia ini

biasanya hilang ketika stressor hilang atau individu telah beradaptasi dengan

stressor. Namun, insomnia sementara sering berulang ketika tegangan baru atau

serupa muncul dalam kehidupan pasien.

Insomnia jangka pendek berlangsung selama 1-6 bulan. Hal ini biasanya

berhubungan dengan faktor-faktor stres yang persisten, dapat situasional (seperti

kematian atau penyakit) atau lingkungan (seperti kebisingan). Insomnia kronis

adalah setiap insomnia yang berlangsung lebih dari 6 bulan. Hal ini dapat

dikaitkan dengan berbagai kondisi medis dan psikiatri biasanya pada pasien

dengan predisposisi yang mendasari untuk insomnia.

Meskipun kurang tidur, banyak pasien dengan insomnia tidak mengeluh

mengantuk di siang hari. Namun, mereka mengeluhkan rasa lelah dan letih,

dengan konsentrasi yang buruk. Hal ini mungkin berkaitan dengan keadaan

fisiologis hyperarousal. Bahkan, meskipun tidak mendapatkan tidur cukup, pasien

dengan insomnia seringkali mengalami kesulitan tidur bahkan untuk tidur siang.

1

Page 3: case insomnia.docx

Insomnia kronis juga memiliki banyak konsekuensi kesehatan seperti

berkurangnya kualitas hidup, sebanding dengan yang dialami oleh pasien dengan

kondisi seperti diabetes, arthritis, dan penyakit jantung. Kualitas hidup meningkat

dengan pengobatan tetapi masih tidak mencapai tingkat yang terlihat pada

populasi umum. Selain itu, insomnia kronis dikaitkan dengan terganggunya

kinerja pekerjaan dan sosial.

Insomnia merupakan salah satu faktor risiko depresi dan gejala dari

sejumlah gangguan medis, psikiatris, dan tidur. Bahkan, insomnia tampaknya

menjadi prediksi sejumlah gangguan, termasuk depresi, kecemasan,

ketergantungan alkohol, ketergantungan obat, dan bunuh diri.

Insomnia sering menetap meskipun telah dilakukan pengobatan kondisi

medis atau kejiwaan yang mendasari, bahkan insomnia dapat meningkatkan resiko

kekambuhan penyakit primernya. Dalam hal ini, dokter perlu memahami bahwa

insomnia adalah suatu kondisi tersendiri yang membutuhkan pengakuan dan

pengobatan untuk mencegah morbiditas dan meningkatkan kualitas hidup bagi

pasien mereka.

2

Page 4: case insomnia.docx

BAB 2

LAPORAN KASUS PSIKIATRI

RIWAYAT PSIKIATRI

IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. Marfuah

Umur : 31 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Status perkawinan : Menikah

Pendidikan terakhir :

Pekerjaan : IRT

Suku :

Alamat :

Pasien datang bersama suami berobat ke Poliklinik Atma Husada Mahakam

Samarida

ANAMNESIS

Keluhan Utama:

Sulit Tidur

Riwayat perjalanan penyakit sekarang :

Autoanamnesis:

Kesulitan tidur dirasakan pasien sejak 2 bulan yang lalu, pasien kesulitan

memulai tidur dan saat terbangun pasien sering terjaga pada malam hari sampai

pagi hari. Pasien sudah mencoba memejamkan matanya namun tidak juga tertidur

sehingga pasien merasa lemas dan lesu dikeesokan harinya. Pasien merasa bahwa

sulit tidur dikarenakan pikiran pasien tentang penyakitnya yang tidak kunjung

sembuh. Penyakit ini dirasakan pasien saat hamil besar, pasien sering merasa

melayang dan merasa pusing. Oleh dokter spesialis kandungan, pasien diberitahu

bahwa pasien mengalami hipertensi dan harus menjalani operasi pada saat

3

Page 5: case insomnia.docx

melahirkan. Pasien menjalani operasi tanggal 1 desember 2011, sejak saat itu

keluhan pasien tidak kunjung berkurang, pasien tetap merasa pusing dan terasa

berat di kepala. Pasien juga mengaku mendengar perkataan orang bahwa

kemungkinan masih ada yang tersisa di dalam kandungannya, hal inilah yang

membuat pasien sering memikirkannya, merasa jengkel, kesal dan gelisah

sehingga pasien tidak dapat tidur dan dapat terbangun tiba-tiba. Kadang-kadang

pasien sering merasa kesal dengan bayinya ketika menangis tengah malam

sehingga bayi pasien dititipkan ke orang tuanya yang rumahnya bersebelahan.

Pasien sering dinasehati bahwa tidak perlu takut dan gelisah, namun pasien tetap

kepikiran tentang penyakitnya. Pasien sudah pernah dibawa ke dokter jantung dan

mendapatkan obat, namun obat yang diminum pasien merasa berdebar-debar.

Alloanamnesa: (oleh suami pasien)

Menurut suami, pasien memang takut dengan jarum suntik dan operasi. Hal

inilah yang mungkin menyebabkan pasien merasa trauma dan takut penyakitnya

tidak kunjung sembuh. Suami juga mengatakan pasien hanya tidur beberapa jam

namun terbangun dan tidak dapat tidur lagi.

Riwayat Medis dan Psikiatrik Lain

Gangguan mental dan lainnya

Pasien tidak memiliki riwayat gangguan mental dan emosi

Gangguan Psikosomatik

Pasien tidak memiliki riwayat gangguan psikosomatik

Kondisi Medis

Pasien tidak memiliki riwayat malaria, typhoid, dan trauma kepala. pasien

juga tidak memiliki riwayat epilepsi. Pasien memiliki riwayat operasi bulan

desember 2011.

Gangguan Neurologi

Pasien tidak memiliki riwayat gangguan neurologi.

Riwayat Kebiasaan

Tidak ada kebiasaan merokok maupun minum alkohol

4

Page 6: case insomnia.docx

Gambaran Kepribadian

Pasien merupakan pribadi yang senang bergaul, mudah sekali berteman.

Faktor Pencetus

Memikirkan penyakitnya yang tidak kunjung sembuh

Riwayat perkawinan

Pasien sudah menikah, melahirkan anak pertama 2 bulan yang lalu

Riwayat sosial ekonomi

Pasien berasal dari keluarga ekonomi menengah ke bawah.

Riwayat penyakit keluarga

Tidak ada keluarga pasien yang memiliki keluhan serupa dengan pasien,

ayah pasien juga mengalami hipertensi

Riwayat Religius

Pasien rajin beribadah

Hubungan dengan keluarga dan lingkungan

Pasien mempunyai hubungan yang baik dengan anggota keluarganya.

Genogram

Pasien merupakan anak ke 4 dari 6 bersaudara sudah menikah tetapi belum

mempunyai anak.

Keterangan :

5

Page 7: case insomnia.docx

= Laki-laki = menunjukkan pasien

= Perempuan

= Perempuan yang sudah meninggal

= Perempuan dengan gangguan tidur

STATUS PRAESENS

a. Status Internus

Keadaan umum : Tenang

Kesadaran : Compos mentis

Tanda vital

Tekanan darah : 100/70 mmHg

Frekuensi nadi : 98 x/ menit, reguler kuat angkat

Frekuensi nafas : 22 x/menit

Suhu : 36,5 0 C

Keadaan gizi : Baik

Kulit : Anhidrosis

Kepala : Alopesia (-), Trauma (-)

Mata : Anemis (-) Ikterik (-) Pupil isokor

Hidung : Deviasi Septum (-) Rhinorrhea (-)

Telinga : Sekret (-) Pendengaran normal

Mulut Tenggorokan : Higiene baik, Hiperemi faring (-)

Leher : Pembesaran KGB (-) Deviasi trakea (-)

Toraks : Simetris

Jantung : Cor dalam batas normal

Paru : Pulmo dalam batas normal

Abdomen : Distensi (-) soefl

Hepar Lien : Pembesaran (-)

Ruang Trobe : Timpani

Bising Usus : Normal, Mettalic Sound (-)

Ekstremitas : Akral hangat, edema (-)

b. Status Neurologikus

6

Page 8: case insomnia.docx

Panca indera : Tidak didapatkan kelainan

Tanda meningeal : Tidak didapatkan kelainan

Tekanan intrakranial : tidak didapatkan kelainan

Mata :

Gerakan : normal, strabismus (-)

Pupil : isokor 3mm/3mm, midriasis (-)

Diplopia : Tidak ada

Visus : secara kasar normal

c. Status Psikiatrikus

a. Penampilan

1. Identifikasi pribadi : cukup pandai bergaul, kooperatif, dan sedikit

tertutup.

2. Perilaku dan aktivitas psikomotor : Psikomotor dalam batas normal

3. Gambaran umum : tenang, kooperatif, terdapat kontak mata

b. Bicara

Cukup banyak bicara intonasi sesuai

c. Mood dan Afek

1. Mood stabil

2. Afek sesuai

d. Fikiran dan Persepsi

1. Bentuk fikiran

I. Produktivitas Normal

II. Kelancaran berfikir / ide cepat

III. Gangguan bahasa (-)

2. Isi fikiran :tidak ada gangguan , berpikir tentang kesembuhan

penyakitnya

3. Gangguan berpikir

I. Waham (-)

II. Flight of ideas (-)

4. Gangguan persepsi

I. Halusinasi : Auditorik (-) Visual (-)

7

Page 9: case insomnia.docx

II. Deprsonalisasi dan Derealisasi (-)

5. Mimpi dan fantasi (-)

e. Sensorik

1. Kesadaran : Composmentis

2. Orientasi

I. Waktu (+)

II. Orang (+)

III. Tempat (+)

3. Konsentrasi dan Berhitung (+)

4. Ingatan

I. Masa dahulu (+)

II. Masa kini (+)

III. Segera (+)

5. Pengetahuan (+)

6. Kemampuan berpikir abstrak (+)

7. Tilikan diri derajat VI

8. Penilaian

I. Penilaian sosial (+)

II. Penilaian terhadap test (+)

IKHTISAR & KESIMPULAN PEMERIKSAAN PSIKIATRI

A. Keadaan Umum

o Kesadaran : compos mentis

o Sikap : kooperatif

o Tingkah laku : Tenang

o Perhatian : baik

o Inisiatif : baik

o Ekspresi wajah : Afek sesuai

o Verbalisasi : (+) lancar

B. Keadaan Spesifik

8

Page 10: case insomnia.docx

Keadaan Afek

o Afek : sesuai

o Arus Emosi : Stabill

Keadaan dan fungsi Intelek

o Daya Ingat : baik

o Konsentrasi : baik

o Orientasi : baik

o Insight : baik

Keadaan Proses berpikir

o Bentuk fikiran : cepat

o Arus fikiran : koheren

o Isi : waham (-)

Keadaan sensasi dan persepsi

o Halusinasi : (-) visual dan auditori

o Ilusi : (-)

Keadaan intelektual dan perbuatan

o Kegaduhan umum : (-)

o Deviasi seksual : (-)

Psikomotor : normal

Kemauan : ADL (+) Mandiri

C. Diagnosis

Formulasi Diagnosis

Seorang laki-laki, usia 31 tahun, beragama Islam, status menikah, SMEA,

tinggal di Samarinda. Datang berobat ke Poli RSKD Atma Husada

Mahakam Samarinda diantar oleh istri pasien yang tinggal serumah pada

hari Kamis, 11 Januari 2012 Pukul 10.45 WITA

Pada proses autoanamnesis, pasien mengalami sulit tidur sejak 3 tahun

yang lalu. Pasien mengaku apabila sulit tidur pasien mudah marah dan

sulit mengontrol emosinya tetapi pasien masih melakukan aktivitas fisik

9

Page 11: case insomnia.docx

harian seperti biasanya. Hal ini semakin mengganggu sejak 2 minggu

belakangan ini. Faktor pencetus menurut pasien adalah masalah ekonomi

keluarga dimana penghasilan pasien tidak cukup untuk memenuhi

pengeluarannya.

Riwayat trauma (-) kejang (-), penyakit infeksi (-)

Riwayat konsumsi alkohol (+) dan Napza (+)

Riwayat mengkonsumsi rokok (+)

Pada pemeriksaan psikiatri didapatkan penampilan rapi, tenang,

kooperatif, atensi (+), orientasi (+), emosi stabil, dan afek sesuai, proses

berfikir cepat, koheren, waham (-), halusinasi visual dan auditorik (-), ilusi

(-), kemauan ADL mandiri, intelegensi kesan cukup, psikomotor dalam

batas normal. Pasien merupakan pribadi yang senang bergaul, mudah

sekali berteman namun tertutup dan mudah tersinggung.

D. Diagnosis Multiaksial

Aksis I : F.51.0 Insomnia non organik

Aksis II : Tidak ada diagnosis untuk aksis ini

Aksis III : Tidak ada diagnosis untuk aksis ini

Aksis IV : Masalah ekonomi

Aksis V : GAF 90-81 gejala minimal berfungsi baik, cukup puas, tidak

lebih dari masalah harian biasa.

E. Usulan Pemeriksaan

EEG, darah lengkap, dan urine lengkap

F. Penatalaksanaan

Psikofarmakoterapi

Alganax 0-1/2-1

Psikoterapi

G. Prognosis

10

Page 12: case insomnia.docx

Dubia ad bonam

11

Page 13: case insomnia.docx

BAB 3

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Fisiologi Tidur

Tidur merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang memiliki fungsi

perbaikan dan homeostatik (mengembalikan keseimbangan fungsi-fungsi normal

tubuh) serta penting pula dalam pengaturan suhu dan cadangan energi normal.

Rasa kantuk berkaitan erat dengan hipotalamus dalam otak. Dalam keadaan badan

segar dan normal, hipotalamus ini bekerja baik sehingga mampu memberi respon

normal terhadap perubahan tubuh maupun lingkungannya. Namun, setelah badan

lelah usai bekerja keras seharian, ditambah jam rutin tidur serta sesuatu yang

bersifat menenangkan di sekelilingnya, seperti suara burung berkicau, angin

semilir, kasur dan bantal empuk, udara nyaman, dll., kemampuan merespon tadi

berkurang sehingga menyebabkan seseorang mengantuk. Disini yang berperan

adalah suatu zat yang disebut GABA (Gamma Aminobutyric Acid), merupakan

asam amino yang berfungsi sebagai neurotransmiter (penghantar sinyal saraf).

Sebenarnya tidur tidak sekedar mengistirahatkan tubuh, tapi juga

mengistirahatkan otak, khususnya serebral korteks, yakni bagian otak terpenting

atau fungsi mental tertinggi, yang digunakan untuk mengingat, memvisualkan,

serta membayangkan, menilai dan memberikan alasan sesuatu.

Dikatakan sehat dan normal bila begitu naik ke atas tempat tidur dengan

tatanan rapi, bantal enak dan empuk, kurang lebih selang 30 menit sudah tertidur,

bahkan ada orang begitu mencium bantal dalam 3-5 menit langsung tertidur.

Salah satu kriteria yang digunakan adalah “Siklus Kleitman”, yang terdiri dari

aktivitas bangun / aktivitas harian dan siklus tidur yang juga dikenal sebagai

activity / rest cycle. Siklus ini terdiri dari Rapid Eye Movement (REM) dan Non-

Rapid Eye Movement (NREM). Sebenarnya bentuk pola tidur dapat dibedakan

dengan memperhatikan pergerakan bola mata yang dimonitor selama fase tidur.

Secara obyektif, EEG dapat digunakan untuk mencatat fase REM maupun NREM

12

Page 14: case insomnia.docx

selama tidur. Tidur yang dipengaruhi oleh NREM ditandai dengan gelombang

EEG yang bervoltase tinggi tetapi berfrekuensi rendah, sedangkan tidur yang

dipengaruhi oleh REM ditandai oleh gambaran EEG yang berfrekuensi tinggi

tetapi bervoltase rendah.

Siklus dari Kleitman akan berulang selama periode tidur setiap pengulangan

diserati dengan pemendekan fase 3-4 dari NREM yang disebut SWS (Slow Wave

Sleep) sedangkan lama REM lebih panjang. Kenyenyakan tidur sebenarnya

tergantung pada lamanya fase-fase yang dilalui dari fase pertama sampai fase

empat dari NREM. Sedangkan fase ini berjalan cepat, maka orang itu belum tidur

nyenyak.

Pada usia lanjut, jumlah tidur yang dibutuhkan setiapa hari akan makin

berkurang dan disertai fragmen-fragmen tidur yang banyak sehingga jumlah SWS

makin berkurang dan ini menunjukkan bahwa mereka mengalami masa tidur yang

tidak terlalu nyenyak.

Tidur dibagi menjadi 2 tipe yaitu:

1. Tipe Rapid Eye Movement (REM)

2. Tipe Non Rapid Eye Movement (NREM)

Fase awal tidur didahului oleh fase NREM yang terdiri dari 4 stadium, lalu

diikuti oleh fase REM. Keadaan tidur normal antara fase NREM dan REM

terjadi secara bergantian antara 4-7 kali siklus semalam. Bayi baru lahir total tidur

16-20jam/hari, anak-anak 10-12 jam/hari, kemudian menurun 9-10 jam/hari pada

umur diatas 10 tahun dan kira-kira 7-7,5 jam/hari pada orang dewasa.

Tahap tidur normal orang dewasa adalah sebagai berikut :

- Stadium 0 adalah periode dalam keadaan masih bangun tetapi mata

menutup. Fase ini ditandai dengan gelombang voltase rendah, cepat, 8-12

siklus per detik. Tonus otot meningkat. Aktivitas alfa menurun dengan

13

Page 15: case insomnia.docx

meningkatnya rasa kantuk. Pada fase mengantuk terdapat gelombang alfa

campuran.

- Stadium 1 disebut onset tidur. Tidur dimulai dengan stadium NREM.

Stadium 1 NREM adalah perpindahan dari bangun ke tidur. Ia menduduki

sekitar 5% dari total waktu tidur. Pada fase ini terjadi penurunan aktivitas

gelombang alfa (gelombang alfa menurun kurang dari 50%), amplitudo

rendah, sinyal campuran, predominan beta dan teta, tegangan rendah,

frekuensi 4-7 siklus per detik. Aktivitas bola mata melambat, tonus otot

menurun, berlangsung sekitar 3-5 menit. Pada stadium ini seseorang

mudah dibangunkan dan bila terbangun merasa seperti setengah tidur.

- Stadium 2 ditandai dengan gelombang EEG spesifik yaitu didominasi

oleh aktivitas teta, voltase rendah-sedang, kumparan tidur dan kompleks

K. Kumparan tidur adalah gelombang ritmik pendek dengan frekuensi 12-

14 siklus per detik. Kompleks K yaitu gelombang tajam, negatif, voltase

tinggi, diikuti oleh gelombang lebih lambat, frekuensi 2-3 siklus per menit,

aktivitas positif, dengan durasi 500 mdetik. Tonus otot rendah, nadi dan

tekanan darah cenderung menurun. Stadium 1 dan 2 dikenal sebagai tidur

dangkal. Stadium ini menduduki sekitar 50% total tidur.

- Stadium 3 ditandai dengan 20%-50% aktivitas delta, frekuensi 1-2 siklus

per detik, amplitudo tinggi, dan disebut juga tidur delta. Tonus otot

meningkat tetapi tidak ada gerakan bola mata.

- Stadium 4 terjadi jika gelombang delta lebih dari 50%. Stadium 3 dan 4

sulit dibedakan. Stadium 4 lebih lambat dari stadium 3. Rekaman EEG

berupa delta. Stadium 3 dan 4 disebut juga tidur gelombang lambat atau

tidur dalam. Stadium ini menghabiskan sekitar 10%-20% waktu tidur total.

Tidur ini terjadi antara sepertiga awal malam dengan setengah malam.

Durasi tidur ini meningkat bila seseorang mengalami deprivasi tidur.

REM ditandai dengan rekaman EEG yang menyerupai tahap pertama, yang

terjadi bersamaan dengan gerak bola mata yang cepat dan penurunan level muscle

tone. Periode REM akan disertai dengan frekuensi pernafasan dan frekuensi

jantung yang berfluktuasi. Periode ini dikenal sebagai desynchronized sleep.

14

Page 16: case insomnia.docx

Pada orang dewasa muda normal periode tidur NREM berakhir kira-kira 90

menit sebelum periode pertama REM, periode ini dikenal sebagai periode REM

laten. Rangkaian dari tahap tidur selama tahap awal siklus adalah sebagai berikut :

NREM tahap 1,2,3,4,3, dan 2; kemudian terjadi periode REM. Jumlah siklus

REM bervariasi dari 4 sampai 6 tiap malamnya, tergantung pada lamanya tidur.

Siklus tidur lebih pendek pada bayi dibandingkan pada orang dewasa.

Periode REM pada bayi berkisar antara 50-60 menit pada awalnya, yang lama-

kelamaan akan meningkat. Siklus tidur dewasa berlangsung 70-100 menit selama

masa remaja.

Pola tidur berubah sepanjang kehidupan seseorang.Pola tidur-bangun berubah sesuai dengan bertambahnya umur. Pada masa

neonatus sekitar 50% waktu tidur total adalah tidur REM. Lama tidur sekitar 18

jam. Pada usia satu tahun lama tidur sekitar 13 jam dan 30 % adalah tidur REM.

Waktu tidur menurun dengan tajam setelah itu. Dewasa muda membutuhkan

waktu tidur 7-8 jam dengan NREM 75% dan REM 25%. Kebutuhan ini menetap

sampai batas lansia.

Banyak penelitian menunjukkan bahwa peristiwa tidur dipengaruhi oleh

beberapa hormon antara lain serotonin, asetilkolin, dan dopamin yang saling

berinteraksi dalam menidurkan dan membangunkan seseorang.

Keadaan jaga atau bangun sangat dipengaruhi oleh sistim ARAS

(Ascending Reticulary Activity System). Bila aktifitas ARAS ini meningkat orang

tersebut dalam keadaan tidur. Aktifitas ARAS menurun, orang tersebut akan

dalam keadaan tidur. Aktifitas ARAS ini sangat dipengaruhi oleh aktifitas

neurotransmiter seperti sistem serotoninergik, noradrenergik, kholinergik,

histaminergik.

• Sistem serotonergik

Hasil serotonergik sangat dipengaruhi oleh hasil metabolisme asam amino

trypthopan. Dengan bertambahnya jumlah tryptopan, maka jumlah serotonin yang

terbentuk juga meningkat akan menyebabkan keadaan mengantuk / tidur. Bila

serotonin dari trypthopan terhambat pembentukannya, maka terjadi keadaan tidak

15

Page 17: case insomnia.docx

bisa tidur / jaga. Menurut beberapa peneliti lokasi yang terbanyak sistem

serotogenik ini terletak pada nukleus raphe dorsalis di batang otak, yang mana

terdapat hubungan aktifitas serotonis dinukleus raphe dorsalis dengan tidur REM.

• Sistem Adrenergik

Neuron-neuron yang terbanyak mengandung norepineprin terletak di

badan sel nukleus cereleus di batang otak. Kerusakan sel neuron pada lokus

cereleus sangat mempengaruhi penurunan atau hilangnya REM tidur. Obat-obatan

yang mempengaruhi peningkatan aktifitas neuron noradrenergik akan

menyebabkan penurunan yang jelas pada tidur REM dan peningkatan keadaan

jaga.

• Sistem Kholinergik

Sitaram et al (1976) membuktikan dengan pemberian prostigimin intra

vena dapat mempengaruhi episode tidur REM. Stimulasi jalur kholihergik ini,

mengakibatkan aktifitas gambaran EEG seperti dalam keadaan jaga. Gangguan

aktifitas kholinergik sentral yang berhubungan dengan perubahan tidur ini terlihat

pada orang depresi, sehingga terjadi pemendekan latensi tidur REM. Pada obat

antikolinergik (scopolamine) yang menghambat pengeluaran kholinergik dari

lokus sereleus maka tamapk gangguan pada fase awal dan penurunan REM.

• Sistem histaminergik

Pengaruh histamin sangat sedikit mempengaruhi tidur.

• Sistem hormon

Pengaruh hormon terhadap siklus tidur dipengaruhi oleh beberapa hormon

seperti ACTH, GH, TSH, dan LH. Hormon hormon ini masing-masing disekresi

secara teratur oleh kelenjar pituitary anterior melalui hipotalamus patway. Sistem

ini secara teratur mempengaruhi pengeluaran neurotransmiter norepinefrin,

dopamin, serotonin yang bertugas mengatur mekanisme tidur dan bangun.

16

Page 18: case insomnia.docx

Beberapa orang secara normal adalah petidur yang normal yang

memerlukan tidur kurang dari enam jam setiap malam dan yang berfungsi secara

adekuat. Petidur lama adalah mereka yang tidur lebih dari sembilan jam setiap

malamnya untuk dapat berfungsi secara adekuat.

Tidur dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal yang

dimaksud disini adalah irama biologis tubuh, dimana dalam periode 24 jam, orang

dewasa tidur sekali, kadang 2 kali. Sedangkan faktor eksternal dipengaruhi oleh

siklus terang gelap, rutinitas harian, periode makan, dan penyelaras eksternal

lainnya. Faktor-faktor inilah yang membentuk siklus 24 jam.

3.2 Definisi Insomnia

Menurut DSM-IV, Insomnia didefinisikan sebagai keluhan dalam hal

kesulitan untuk memulai atau mempertahankan tidur atau tidur non-restoratif yang

berlangsung setidaknya satu bulan dan menyebabkan gangguan signifikan atau

gangguan dalam fungsi individu. The International Classification of Diseases

mendefinisikan Insomnia sebagai kesulitan memulai atau mempertahankan tidur

yang terjadi minimal 3 malam/minggu selama minimal satu bulan. Menurut The

International Classification of Sleep Disorders, insomnia adalah kesulitan tidur

yang terjadi hampir setiap malam, disertai rasa tidak nyaman setelah episode tidur

tersebut. Jadi, Insomnia adalah gejala kelainan dalam tidur berupa kesulitan

berulang untuk tidur atau mempertahankan tidur walaupun ada kesempatan untuk

melakukannya. Insomnia bukan suatu penyakit, tetapi merupakan suatu gejala

yang memiliki berbagai penyebab, seperti kelainan emosional, kelainan fisik dan

pemakaian obat-obatan. Insomnia dapat mempengaruhi tidak hanya tingkat energi

dan suasana hati tetapi juga kesehatan, kinerja dan kualitas hidup.

3.3 Klasifikasi

Berikut ini adalah gangguan tidur menurut DSM-IV-TR.

I. GANGGUAN TIDUR PRIMER

I.1 Dissomnia

17

Page 19: case insomnia.docx

I.1.a Insomnia primer

I.1.b Hipersomnia primer

I.1.c Narkolepsi

I.1.d Gangguan tidur berhubungan dengan pernafasan

I.1.e Gangguan tidur irama sirkadian (gangguan jadwal tidur-bangun)

I.1.f Dissomnia yang tidak ditentukan

I.2 Parasomnia

II.2.a Gangguan mimpi buruk

II.2.b Gangguan teror tidur

II.2.c Gangguan tidur berjalan

II.2.d Parasomnia yang tidak ditentukan

II. GANGGUAN TIDUR YANG BERHUBUNGAN DENGAN GANGGUAN

MENTAL LAIN

II.1 Insomnia berhubungan dengan gangguan aksis I atau aksis II

II.2 Hipersomnia berhubungan dengan gangguan aksis I atau aksis II

III. GANGGUAN TIDUR LAIN

III.1 Gangguan tidur karena kondisi medis umum

III.1.a Kejang epilepsi; asma berhubungan dengan tidur

III.1.b Nyeri kepala kluster & hemikrania paroksismal kronik berhubungan

dengan tidur

III.1 c Sindrom menelan abnormal berhubungan dengan tidur

18

Page 20: case insomnia.docx

III.1.d Asma berhubungan dengan tidur

III.1.e Gejala kardiovaskuler berhubungan dengan tidur

III.1.f Refluks gastrointestinal berhubungan dengan tidur

III.1.g Hemolisis berhubungan dengan tidur (Hemoglobinuria Nokturnal

Paroksismal)

III.2 Gangguan tidur akibat zat

III.2.a Pemakaian obat hipnotik jangka panjang

III.2.b Obat antimetabolit

III.2.c Obat kemoterapi kanker

III.2.d Preparat tiroid

III.2.e Anti konvulsan

III.2.f Anti depresan

III.2.g Obat mirip hormon Adenokortikotropik (ACTH); kontrasepsi oral;

alfa metil dopa; obat penghambat beta.

Klasifikasi Insomnia

Insomnia Primer

Insomnia primer ini mempunyai faktor penyebab yang jelas. insomnia atau

susah tidur ini dapat mempengaruhi sekitar 3 dari 10 orang yang menderita

insomnia. Pola tidur, kebiasaan sebelum tidur dan lingkungan tempat tidur

seringkali menjadi penyebab dari jenis insomnia primer ini.

Insomnia Sekunder

Insomnia sekunder biasanya terjadi akibat efek dari hal lain, misalnya kondisi

medis. Masalah psikologi seperti perasaan bersedih, depresi dan dementia dapat

19

Page 21: case insomnia.docx

menyebabkan terjadinya insomnia sekunder ini pada 5 dari 10 orang. Selain itu

masalah fisik seperti penyakit arthritis, diabetes dan rasa nyeri juga dapat

menyebabkan terjadinya insomnia sekunder ini dan biasanya mempengaruhi 1

dari 10 orang yang menderita insomnia atau susah tidur. Insomnia sekunder juga

dapat disebabkan oleh efek samping dari obat-obatan yang diminum untuk suatu

penyakit tertentu, penggunaan obat-obatan yang terlarang ataupun

penyalahgunaan alkohol. Faktor ini dapat mempengaruhi 1-2 dari 10 orang yang

menderita insomnia.

3.4 Tanda dan Gejala Insomnia

Kesulitan untuk memulai tidur pada malam hari

Sering terbangun pada malam hari

Bangun tidur terlalu awal

Kelelahan atau mengantuk pada siang hari

Iritabilitas, depresi atau kecemasan

Konsentrasi dan perhatian berkurang

Peningkatan kesalahan dan kecelakaan

Ketegangan dan sakit kepala

Gejala gastrointestinal

3.5. Etiologi Insomnia

• Stres. Kekhawatiran tentang pekerjaan, kesehatan sekolah, atau keluarga

dapat membuat pikiran menjadi aktif di malam hari, sehingga sulit untuk

tidur. Peristiwa kehidupan yang penuh stres, seperti kematian atau penyakit

dari orang yang dicintai, perceraian atau kehilangan pekerjaan, dapat

menyebabkan insomnia.

• Kecemasan dan depresi. Hal ini mungkin disebabkan ketidakseimbangan

kimia dalam otak atau karena kekhawatiran yang menyertai depresi.

20

Page 22: case insomnia.docx

• Obat-obatan. Beberapa resep obat dapat mempengaruhi proses tidur,

termasuk beberapa antidepresan, obat jantung dan tekanan darah, obat alergi,

stimulan (seperti Ritalin) dan kortikosteroid.

• Kafein, nikotin dan alkohol. Kopi, teh, cola dan minuman yang mengandung

kafein adalah stimulan yang terkenal. Nikotin merupakan stimulan yang dapat

menyebabkan insomnia. Alkohol adalah obat penenang yang dapat membantu

seseorang jatuh tertidur, tetapi mencegah tahap lebih dalam tidur dan sering

menyebabkan terbangun di tengah malam.

• Kondisi Medis. Jika seseorang memiliki gejala nyeri kronis, kesulitan

bernapas dan sering buang air kecil, kemungkinan mereka untuk mengalami

insomnia lebih besar dibandingkan mereka yang tanpa gejala tersebut.

Kondisi ini dikaitkan dengan insomnia akibat artritis, kanker, gagal jantung,

penyakit paru-paru, gastroesophageal reflux disease (GERD), stroke, penyakit

Parkinson dan penyakit Alzheimer.

• Perubahan lingkungan atau jadwal kerja. Kelelahan akibat perjalanan jauh

atau pergeseran waktu kerja dapat menyebabkan terganggunya irama

sirkadian tubuh, sehingga sulit untuk tidur. Ritme sirkadian bertindak sebagai

jam internal, mengatur siklus tidur-bangun, metabolisme, dan suhu tubuh.

• 'Belajar' insomnia. Hal ini dapat terjadi ketika Anda khawatir berlebihan

tentang tidak bisa tidur dengan baik dan berusaha terlalu keras untuk jatuh

tertidur. Kebanyakan orang dengan kondisi ini tidur lebih baik ketika mereka

berada jauh dari lingkungan tidur yang biasa atau ketika mereka tidak

mencoba untuk tidur, seperti ketika mereka menonton TV atau membaca.3,8

3.6 Faktor Resiko Insomnia

Hampir setiap orang memiliki kesulitan untuk tidur pada malam hari tetapi

resiko insomnia meningkat jika terjadi pada:

Wanita. Perempuan lebih mungkin mengalami insomnia. Perubahan hormon

selama siklus menstruasi dan menopause mungkin memainkan peran. Selama

21

Page 23: case insomnia.docx

menopause, sering berkeringat pada malam hari dan hot flashes sering

mengganggu tidur.

Usia lebih dari 60 tahun. Karena terjadi perubahan dalam pola tidur, insomnia

meningkat sejalan dengan usia.

Memiliki gangguan kesehatan mental. Banyak gangguan, termasuk depresi,

kecemasan, gangguan bipolar dan post-traumatic stress disorder, mengganggu

tidur.

Stres. Stres dapat menyebabkan insomnia sementara, stress jangka panjang

seperti kematian orang yang dikasihi atau perceraian, dapat menyebabkan

insomnia kronis. Menjadi miskin atau pengangguran juga meningkatkan

risiko terjadinya insomnia.

Perjalanan jauh (Jet lag) dan Perubahan jadwal kerja. Bekerja di malam hari

sering meningkatkan resiko insomnia.1,4

3.7 Klasifikasi Insomnia

Gangguan insomnia biasa terjadi sebelum seseorang berusia 40 tahun tetapi

prevalensi tertinggi dijumpai pada usia di atas 65 tahun. Insomnia dapat

disebabkan oleh gangguan mental lainnya, penyakit organik atau akibat

penggunaan obat tertentu (insomnia sekunder) atau mungkin idiopatik (insomnia

primer).

Insomnia dikelompokan menjadi :

Insomnia primer, yaitu insomnia menahun dengan sedikit atau sama sekali

tidak berhubungan dengan berbagai stres maupun kejadian.

Insomnia sekunder, yaitu suatu keadaan yang disebabkan oleh nyeri,

kecemasan obat, depresi, atau stres yang hebat.

Insomnia primer cirinya ditandai dengan adanya kesulitan dalam memulai

atau mempertahankan tidur atau non restoratif atau tidur tidak nyenyak selama 1

bulan dan tidak disebabkan oleh gangguan mental, keadaan medikal umum, dan

penggunaan zat.

22

Page 24: case insomnia.docx

Insomnia sering terjadi di masyarakat umum dan lebih sering terjadi pada

pasien yang mengalami gangguan kejiwaan; meskipun hanya sedikit jumlah

orang-orang dengan insomnia yang berkonsultasi ke dokter. Kesulitan tidur lebih

sering terjadi pada orang tua, wanita, individu dengan pendidikan rendah dan

status ekonomi rendah, dan orang-orang dengan masalah medis kronis.

Transient insomnia sering terjadi pada orang yang biasanya tidur normal.

Bentuk insomnia ini terjadi bersamaan dengan adanya stres piskologis akut,

seperti saat kehilangan. Keadaan ini cenderung untuk sembuh sendiri.

Insomnia kronis adalah kesulitan tidur yang dialami hampir setiap malam

selama sebulan atau lebih. Salah satu penyebab kronik insomnia yang paling

umum adalah depresi. Penyebab lainnya adalah arthritis, gangguan ginjal, gagal

jantung, sleep apnea, sindrom restless legs, parkinson, dan hypertyroidism.

Namun demikian, insomnia kronis bisa juga disebabkan oleh faktor perilaku,

termasuk penyalahgunaan kafein, alkohol, dan substansi lain, siklus tidur/bangun

yang disebabkan oleh kerja lembur dan kegiatan malam hari lainnya, dan stres

kronik.

Berdasarkan International Classification of Sleep Disordes yang

direvisi, insomnia diklasifikasikan menjadi:

a. Acute insomnia

b. Psychophysiologic insomnia

c. Paradoxical insomnia (sleep-state misperception)

d. Idiopathic insomnia

e. Insomnia due to mental disorder

f. Inadequate sleep hygiene

g. Behavioral insomnia of childhood

h. Insomnia due to drug or substance

i. Insomnia due to medical condition

j. Insomnia not due to substance or known physiologic condition,

unspecified (nonorganic)

23

Page 25: case insomnia.docx

k. Physiologic insomnia, unspecified (organic)

3.8 Diagnosis

Untuk mendiagnosis insomnia, dilakukan penilaian terhadap:

Pola tidur penderita.

Pemakaian obat-obatan, alkohol, atau obat terlarang.

Tingkatan stres psikis.

Riwayat medis.

Aktivitas fisik

Diagnosis berdasarkan kebutuhan tidur secara individual.

Untuk mendiagnosa insomnia, dilakukan penilaian terhadap : pola tidur

penderita, pemakaian obat-obatan, alkohol, atau obat terlarang, tingkatan stres

psikis, riwayat medis, aktivitas fisik

Insomnia cenderung bertambah kronis jika terjadi stres psikologi

(contohnya : perceraian, kehilangan pekerjaan) dan juga penggunaan

mekanisme pertahanan yang keliru. Gangguan tidur seringkali timbul sebagai

eksaserbasi yang dapat memberi petunjuk apakah berkaitan dengan peristiwa

hidup tertentukah? Atau mungkin disebabkan oleh etiologi lainnya. Demikian

pula riwayat pola tidur maupun siklus harian (rest/activity cycle) sangat

bermanfaat dalam menentukan suatu diagnosis. Insomnia juga dapat menjadi

suatu keluhan dari pasien yang sebenarnya menderita sleep apnea atau

myoclonus-nocturnal.

Pada pasien dengan insomnia primer harus diperiksa riwayat medis dan

psikiatrinya. Riwayat medis harus dinilai secara seksama, mengenai riwayat

penggunaan obat dan pengobatan.

Pengukuran sleep hygiene digunakan untuk memonitor pasien dengan

insomnia kronis. Pengukuran ini meliputi :

24

Page 26: case insomnia.docx

- Bangun dan pergi ke tempat tidur pada waktu yang sama setiap hari,

walaupun pada akhir pekan.

- Batasi waktu ditempat tidur setiap harinya.

- Tidak menggunakan tempat tidur sebagai tempat untuk membaca, nonton

TV atau bekerja.

- Meninggalkan tempat tidur dan tidak kembali selama belum mengantuk

- Menghindari tidur siang.

- Latihan minimal tiga atau empat kali tiap minggu (tetapi bukan pada sore

hari, kalau hal ini akan mengganggu tidur).

- Pemutusan atau pengurangan konsumsi alkohol, minuman yang

mengandung kafein, rokok dan obat-obat hipnotik-sedatif.

Banyak aspek dari program yang mungkin akan menyulitkan pasien.

Meskipun demikian, cukup banyak pasien yang termotivasi untuk

meningkatkan fungsinya dengan cara melakukan pengukuran ini.

• Kriteria “lama tidur” (kuantitas) tidak diguankan untuk menentukan

adanya gangguan, oleh karena luasnya variasi individual. Lama gangguan

yang tidak memenuhi kriteria di atas (seperti pada “transient insomnia”)

tidak didiagnosis di sini, dapat dimasukkan dalam reaksi stres akut (F43.0)

atau gangguan penyesuaian (F43.2)

Kriteria Diagnostik untuk Insomnia Primer menurut DSM-IV-TR

A. Keluhan yang menonjol adalah kesulitan untuk memulai atau

mempertahankan tidur, atau tidur yang tidak menyegarkan, selama

sekurangnya satu bulan.

B. Gangguan tidur (atau kelelahan siang hari yang menyertai) menyebabkan

penderitaan yang bermakana secara klinis atau gangguan dalam fungsi

sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain.

C. Gangguan tidur tidak terjadi semata-mata selama perjalanan narkolepsi,

gangguan tidur berhubungan pernafasan, gangguan tidur irama sirkadian,

atau parasomnia.

25

Page 27: case insomnia.docx

D. Gangguan tidak terjadi semata-mata selama perjalanan gangguan mental

lain (misalnya, gangguan depresi berat, gangguan kecemasan umum,

delirium).

E. Gangguan bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya,

obat yang disalahgunakan, medikasi) atau suatu kondisi medis umum.

Kriteria Diagnostik Insomnia Non-Organik berdasarkan PPDGJ

• Hal tersebut di bawah ini diperlukan untuk membuat diagnosis pasti:

a. Keluhan adanya kesulitan masuk tidur atau mempertahankan tidur, atau

kualitas tidur yang buruk

b. Gangguan minimal terjadi 3 kali dalam seminggu selama minimal 1 bulan

c. Adanya preokupasi dengan tidak bisa tidur dan peduli yang berlebihan

terhadap akibatnya pada malam hari dan sepanjang siang hari

d. Ketidakpuasan terhadap kuantitas dan atau kualitas tidur menyebabkan

penderitaan yang cukup berat dan mempengaruhi fungsi dalam sosial dan

pekerjaan

• Adanya gangguan jiwa lain seperti depresi dan anxietas tidak menyebabkan

diagnosis insomnia diabaikan.

• Kriteria “lama tidur” (kuantitas) tidak diguankan untuk menentukan adanya

gangguan, oleh karena luasnya variasi individual. Lama gangguan yang tidak

memenuhi kriteria di atas (seperti pada “transient insomnia”) tidak

didiagnosis di sini, dapat dimasukkan dalam reaksi stres akut (F43.0) atau

gangguan penyesuaian (F43.2)

3.9 Tatalaksana

1. Non Farmakoterapi

a. Terapi Tingkah Laku

Terapi tingkah laku bertujuan untuk mengatur pola tidur yang baru dan

mengajarkan cara untuk menyamankan suasana tidur. Terapi tingkah laku

26

Page 28: case insomnia.docx

ini umumnya direkomendasikan sebagai terapi tahap pertama untuk

penderita insomnia.

Terapi tingkah laku meliputi

- Edukasi tentang kebiasaan tidur yang baik.

- Teknik Relaksasi.

Meliputi merelaksasikan otot secara progresif, membuat biofeedback,

dan latihan pernapasan. Cara ini dapat membantu mengurangi

kecemasan saat tidur. Strategi ini dapat membantu Anda mengontrol

pernapasan, nadi, tonus otot, dan mood.

- Terapi kognitif.

Meliputi merubah pola pikir dari kekhawatiran tidak tidur dengan

pemikiran yang positif. Terapi kognitif dapat dilakukan pada konseling

tatap muka atau dalam grup.

- Kontrol stimulus

Terapi ini dimaksudakan untuk membatasi waktu yang dihabiskan untuk

beraktivitas.

- Restriksi Tidur.

Terapi ini dimaksudkan untuk mengurangi waktu yang dihabiskan di

tempat tidur yang dapat membuat lelah pada malam berikutnya.

b. Gaya hidup dan pengobatan di rumah

Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi insomnia :

Mengatur jadwal tidur yang konsisten termasuk pada hari libur

Tidak berada di tempat tidur ketika tidak tidur.

Tidak memaksakan diri untuk tidur jika tidak bisa.

Hanya menggunakan tempat tidur hanya untuk tidur.

Relaksasi sebelum tidur, seperti mandi air hangat, membaca, latihan

pernapasan atau beribadah

Menghindari atau membatasi tidur siang karena akan menyulitkan

tidur pada malam hari.

27

Page 29: case insomnia.docx

Menyiapkan suasana nyaman pada kamar untuk tidur, seperti

menghindari kebisingan

Olahraga dan tetap aktif, seperti olahraga selama 20 hingga 30 menit

setiap hari sekitar lima hingga enam jam sebelum tidur.

Menghindari kafein, alkohol, dan nikotin

Menghindari makan besar sebelum tidur

Cek kesehatan secara rutin

Jika terdapat nyeri dapat digunakan analgesik

2. Farmakologi

Pengobatan insomnia secara farmakologi dibagi menjadi dua golongan

yaitu benzodiazepine dan non-benzodiazepine.

a. Benzodiazepine (Nitrazepam,Trizolam, dan Estazolam)

b. Non benzodiazepine (Chloral-hydrate, Phenobarbital)

Pemilihan obat, ditinjau dari sifat gangguan tidur :

- Initial Insomnia (sulit masuk ke dalam proses tidur)

Obat yang dibutuhkan adalah bersifat “Sleep inducing anti-insomnia”

yaitu golongan benzodiazepine (Short Acting)

Misalnya pada gangguan anxietaS

- Delayed Insomnia (proses tidur terlalu cepat berakhir dan sulit masuk

kembali ke proses tidur selanjutnya)

Obat yang dibutuhkan adalah bersifat “Prolong latent phase Anti-

Insomnia”, yaitu golongan heterosiklik antidepresan (Trisiklik dan

Tetrasiklik)

Misalnya pada gangguan depresi

- Broken Insomnia (siklus proses tidur yang normal tidak utuh dan

terpecah-pecah menjadi beberapa bagian (multiple awakening).

Obat yang dibutuhkan adalah bersifat “Sleep Maintining Anti-

Insomnia”, yaitu golongan phenobarbital atau golongan

benzodiazepine (Long acting).

Misalnya pada gangguan stres psikososial.

28

Page 30: case insomnia.docx

Pengaturan Dosis

- Pemberian tunggal dosis anjuran 15 sampai 30 menit sebelum pergi

tidur.

- Dosis awal dapat dinaikkan sampai mencapai dosis efektif dan

dipertahankan sampai 1-2 minggu, kemudian secepatnya tapering off

(untuk mencegah timbulnya rebound dan toleransi obat)

- Pada usia lanjut, dosis harus lebih kecil dan peningkatan dosis lebih

perlahan-lahan, untuk menghindari oversedation dan intoksikasi

- Ada laporan yang menggunakan antidepresan sedatif dosis kecil 2-3

kali seminggu (tidak setiap hari) untuk mengatasi insomnia pada usia

lanjut

Lama Pemberian

- Pemakaian obat antiinsomnia sebaiknya sekitar 1-2 minggu saja, tidak

lebih dari 2 minggu, agar resiko ketergantungan kecil. Penggunaan

lebih dari 2 minggu dapat menimbulkan perubahan “Sleep EEG” yang

menetap sekitar 6 bulan lamanya.

- Kesulitan pemberhetian obat seringkali oleh karena “Psychological

Dependence” (habiatuasi) sebagai akibat rasa nyaman setelah

gangguan tidur dapat ditanggulangi.

Efek Samping

Supresi SSP (susunan saraf pusat) pada saat tidur

Efek samping dapat terjadi sehubungan dengan farmakokinetik obat anti-

insomnia (waktu paruh) :

- Waktu paruh singkat, seperti Triazolam (sekitar 4 jam) gejala

rebound lebih berat pada pagi harinya dan dapat sampai menjadi panik

- Waktu paruh sedang, seperti Estazolam gejala rebound lebih ringan

- Waktu paruh panjang, seperti Nitrazepam menimbulkan gejala

“hang over”, Hang over adalah efek sisa yang disebabkan adanya

29

Page 31: case insomnia.docx

akumulasi dari sisa metabolit aktif. Jika ini terjadi pada pengendara

kendaraan bermotor, resiko terjadinya kecelakaan meningkat lebih

dari lima kali lipat. pada pagi harinya dan juga “intensifying daytime

sleepiness”

Penggunaan lama obat anti-insomnia golongan benzodiazepine dapat

terjadi “disinhibiting effect” yang menyebabkan “rage reaction”

Interaksi obat

- Obat anti-insomnia + CNS Depressants (alkohol dll) menimbulkan

potensiasi efek supresi SSP yang dapat menyebabkan “oversedation

and respiratory failure”

- Obat golongan benzodiazepine tidak menginduksi hepatic microsomal

enzyme atau “produce protein binding displacement” sehingga jarang

menimbulkan interaksi obat atau dengan kondisi medik tertentu.

- Overdosis jarang menimbulkan kematian, tetapi bila disertai alkohol

atau “CNS Depressant” lain, resiko kematian akan meningkat.

Perhatian Khusus

- Kontraindikasi :

o Sleep apneu syndrome

o Congestive Heart Failure

o Chronic Respiratory Disease

- Penggunaan Benzodiazepine pada wanita hamil mempunyai risiko

menimbulkan “teratogenic effect” (e.g.cleft-palate abnormalities)

khususnya pada trimester pertama. Juga benzodiazepine dieksresikan

melalui ASI, berefek pada bayi (penekanan fungsi SSP)

3.10 Komplikasi

Tidur sama pentingnya dengan makanan yang sehat dan olahraga yang

teratur. Insomnia dapat mengganggu kesehatan mental dan fisik.

30

Page 32: case insomnia.docx

Gambar 1. Komplikasi Insomnia

Komplikasi insomnia meliputi

Gangguan dalam pekerjaan atau di sekolah.

Saat berkendara, reaksi reflex akan lebih lambat. Sehingga meningkatkan

reaksi kecelakaan.

Masalah kejiwaan, seperti kecemasan atau depresi

Kelebihan berat badan atau kegemukan

Daya tahan tubuh yang rendah

Meningkatkan resiko dan keparahan penyakit jangka panjang, contohnya

tekanan darah yang tinggi, sakit jantung, dan diabetes.

3.11 Prognosis

Prognosis umumnya baik dengan terapi yang adekuat dan juga terapi pada

gangguan lain spt depresi dll. Lebih buruk jika gangguan ini disertai skizophrenia

31

Page 33: case insomnia.docx

BAB 4

PEMBAHASAN

a. DIAGNOSIS

Fakta TeoriAnamnesis Pasien laki-laki, usia 31 tahun Gejala-gejala : sulit untuk memulai

tidur,sering terbangun pada malam hari, gelisah, mudah marah , lesu, kurang berkonsentrasi.

Keluhan dirasakan sejak 3 tahun yang lalu

Riwayat Penyakit Dahullu Riwayat trauma (-), kejang (-),

DBD (+) Riwayat konsumsi alkohol (+) dan

Napza (+) Riwayat merokok (+) Tidak pernah dirawat di Rumah

Sakit JiwaStatus Psikiatrikus Kesan umum rapi Kontak verbal (+) sulit, kontak

visual (+) Kesadaran orientasi tempat, waktu

dan orang tidak ada gangguan, Atensi (+)

Emosi stabil, afek normal Proses berfikir, intelegensia cukup Kemauan mandiri Psikomotor normal

Insomnia adalah keluhan dalam hal kesulitan untuk memulai atau mempertahankan tidur atau tidur non-restoratif yang berlangsung setidaknya satu bulan dan menyebabkan gangguan signifikan atau gangguan dalam fungsi individu. Insomnia dapat mempengaruhi tidak hanya tingkat energi dan suasana hati tetapi juga kesehatan, kinerja dan kualitas hidup. Penyebab dari insomnia itu sendiri terdiri dari berbagai penyebab seperti kelainan emosional, kelainan fisik, dan pemakaian obat-obatan.

Sulit tidur sering terjadi, baik pada usia muda maupun usia lanjut; dan seringkali timbul bersamaan dengan gangguan emosional, seperti kecemasan, kegelisahan, depresi, atau ketakutan. Kadang seseorang sulit tidur hanya karena badan dan otaknya tidak lelah.

Tanda dan gejala insomnia adalah: Kesulitan untuk memulai tidur

pada malam hari Sering terbangun pada malam hari Bangun tidur terlalu awal Kelelahan atau mengantuk pada

siang hari Iritabilitas, depresi atau kecemasan Konsentrasi dan perhatian

berkurang Peningkatan kesalahan dan

kecelakaan Ketegangan dan sakit kepala

32

Page 34: case insomnia.docx

Gejala gastrointestinal Kriteria Diagnostik Insomnia Non-Organik berdasarkan PPDGJ

• Hal tersebut di bawah ini diperlukan untuk membuat diagnosis pasti:

a. Keluhan adanya kesulitan masuk tidur atau mempertahankan tidur, atau kualitas tidur yang buruk

b. Gangguan minimal terjadi 3 kali dalam seminggu selama minimal 1 bulan

c. Adanya preokupasi dengan tidak bisa tidur dan peduli yang berlebihan terhadap akibatnya pada malam hari dan sepanjang siang hari

d. Ketidakpuasan terhadap kuantitas dan atau kualitas tidur menyebabkan penderitaan yang cukup berat dan mempengaruhi fungsi dalam sosial dan pekerjaan

• Adanya gangguan jiwa lain seperti depresi dan anxietas tidak menyebabkan diagnosis insomnia diabaikan.

• Kriteria “lama tidur” (kuantitas) tidak diguankan untuk menentukan adanya gangguan, oleh karena luasnya variasi individual. Lama gangguan yang tidak memenuhi kriteria di atas (seperti pada “transient insomnia”) tidak didiagnosis di sini, dapat dimasukkan dalam reaksi stres akut (F43.0) atau gangguan penyesuaian (F43.2)

33

Page 35: case insomnia.docx

Berdasarkan anamnesa yang diperoleh secara autoanamnesa maupun

alloanamnesa yang dialami pasien mencakup sebagian besar dari gejala gangguan

tidur insomnia. Untuk mendiagnosa insomnia, dilakukan penilaian terhadap : pola

tidur penderita, pemakaian obat-obatan, alkohol, atau obat terlarang, tingkatan

stres psikis, riwayat medis, aktivitas fisik. Gejala utama dari insomnia adalah

Penderita mengalami kesulitan untuk tertidur atau sering terjaga di malam hari

dan sepanjang hari merasakan kelelahan.

Insomnia cenderung bertambah kronis jika terjadi stres psikologi

(contohnya : perceraian, kehilangan pekerjaan) dan juga penggunaan mekanisme

pertahanan yang keliru. Gangguan tidur seringkali timbul sebagai eksaserbasi

yang dapat memberi petunjuk apakah berkaitan dengan peristiwa hidup tertentu

atau mungkin disebabkan oleh etiologi lainnya. Demikian pula riwayat pola tidur

maupun siklus harian (rest/activity cycle) sangat bermanfaat dalam menentukan

suatu diagnosis. Insomnia juga dapat menjadi suatu keluhan dari pasien yang

sebenarnya menderita sleep apnea atau myoclonus-nocturnal.

b. PENATALAKSANAAN

Fakta Teoria. Farmakoterapi

Alganax 0-1/2-0

b. Psikoterapi

a. Farmakoterapi - Benzodiazepine : nitrazolam,

triazolam, estazolam- Non bezodiazepine : Cholaral

hydrate, phenobarbitalb. Psikoterapi

- Terapi kognitif perilaku- Terapi suportif

.

Farmakoterapi yang diberikan pada pasien ini kurang sesuai dengan yang

ada diliteratur. Berdasarkan teori yaitu Pemilihan obat, ditinjau dari sifat

gangguan tidur :

34

Page 36: case insomnia.docx

- Initial Insomnia (sulit masuk ke dalam proses tidur)

Obat yang dibutuhkan adalah bersifat “Sleep inducing anti-insomnia” yaitu

golongan benzodiazepine (Short Acting) Misalnya pada gangguan anxietas

- Delayed Insomnia (proses tidur terlalu cepat berakhir dan sulit masuk

kembali ke proses tidur selanjutnya). Obat yang dibutuhkan adalah bersifat

“Prolong latent phase Anti-Insomnia”, yaitu golongan heterosiklik

antidepresan (Trisiklik dan Tetrasiklik) Misalnya pada gangguan depresi.

- Broken Insomnia (siklus proses tidur yang normal tidak utuh dan terpecah-

pecah menjadi beberapa bagian (multiple awakening). Obat yang

dibutuhkan adalah bersifat “Sleep Maintining Anti-Insomnia”, yaitu

golongan phenobarbital atau golongan benzodiazepine (Long acting).

Misalnya pada gangguan stres psikososial.

Indikasi penggunaan obat anti insomnia terutama pada kasus transient dan

shortterm Insomnia, sangat berhati-hati pada kasus longterm insomnia. Selalu

diupayakan untuk mencari penyebab dasar dari gangguan tidur dan pengobatan

ditujukan pada penyebab dasar tersebut. Obat golongan Benzodiazepine tidak

menyebabkan REM supression dan rebound. Efek samping dari penggunaan obat

anti insomnia berhubungan dengan farmakokinetiknya dimana obat dengan waktu

paruh singkat (sekitar 4jam ex.triazolam) gejala rebound lebih berat pada pagi

harinya dan sampai menjadi panik. Waktu paruh sedang (Estazolam) gejala

rebound lebih ringan, dan waktu Paruh panjang (nitrazepam) menimbulkan gejala

hang over pada pagi harinya dan juga intensifying day time sleepiness.

Penggunaan lama obat anti isomnia golongan nezodiazepine dapat terjadi

disinhibitting effect yang menyebabkan rage reaction (perilaku penyerang dan

ganas).

35

Page 37: case insomnia.docx

C. PROGNOSIS

Fakta TeoriBonam Prognosis umumnya baik dengan

terapi yang adekuat dan juga terapi pada gangguan lain.

Pada pasien ini prognosis adalah bonam apabila dengan terapi yang adekuat

dan sesuai dengan jenis dari insomnia. Selalu diupayakan untuk mencari dasar

dari penyebab gangguan tidur tersebut dan mengobati pada penyebab dasar

tersebut.

36

Page 38: case insomnia.docx

BAB 5

KESIMPULAN

Insomnia merupalan kesulitan untuk masuk tidur, kesulitan dalam

mempertahankan tidur, atau tidak cukup tidur. Insomnia dapat disebabkan oleh

berbagai faktor seperti stres, kecemasan berlebihan, pengaruh makanan dan obat-

obatan, perubahan lingkungan, dan kondisi medis. Insomnia didiagnosis dengan

melakukan penilaian terhadap pola tidur penderita, pemakaian obat-obatan,

alkohol, atau obat terlarang, tingkatan stres psikis, riwayat medis, aktivitas fisik,

dan kebutuhan tidur secara individual.

Insomnia dapat ditatalaksana dengan cara farmakologi dan non farmakologi,

bergantung pada jenis dan penyebab insomnia. Obat-obatan yang biasanya

digunakan untuk mengatasi insomnia dapat berupa golongan benzodiazepin

(Nitrazepam, Trizolam, dan Estazolam), dan non benzodiazepine (Chloral-

hydrate, Phenobarbital). Tatalaksana insomnia secara non farmakologis dapat

berupa terapi tingkah laku dan pengaturan gaya hidup dan pengobatan di rumah

seperti mengatur jadwal tidur.

Page 39: case insomnia.docx

DAFTAR PUSTAKA

Kaplan, Sadock, Grebb. Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan Prilaku Psikiatri

Klinis Jilid Satu. Jakarta: Binarupa Aksara, 1997.

Maramis, W.E, Ilmu Kedokteran Jiwa, Airlangga Press, Surabaya, 2009

Maslim, Rusdi. 2001. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya.

Maslim, Rusdi. 2001. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya.

Tomb, David A. 2004. Buku Saku Psikiatri Ed 6. Jakarta: EGC

Zeidler, M.R. 2011. Insomnia. Editor: Selim R Benbadis.

(http://www.emedicina.medscape.com/article/1187829.com Diakses

tanggal 10 Januari 2012)