case ii thallasemia

30
BAB I ILUSTRASI KASUS I. IDENTITAS PASIEN Nama : An. R Jenis Kelamin : Perempuan Usia : 5 tahun 4 bulan Alamat : Cikereteuw 3/5 Mekar Jaya Banjaran, Bandung Agama : Islam Tgl masuk RS : 23 April 2012 No. RM : 374545 IDENTITAS ORANG TUA Ayah Nama : Tn. S Usia : 34 tahun Pendidikan : SD Pekerjaan : Buruh Ibu Nama : Ny. N Usia : 31 tahun Pendidikan : SMP Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Hubungan pasien dengan orangtua : anak kandung II. ANAMNESIS 1

Upload: mochamad-husein

Post on 25-Oct-2015

22 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

zdfsd

TRANSCRIPT

Page 1: Case II Thallasemia

BAB I

ILUSTRASI KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : An. R

Jenis Kelamin : Perempuan

Usia : 5 tahun 4 bulan

Alamat : Cikereteuw 3/5 Mekar Jaya Banjaran, Bandung

Agama : Islam

Tgl masuk RS : 23 April 2012

No. RM : 374545

IDENTITAS ORANG TUA

Ayah

Nama : Tn. S

Usia : 34 tahun

Pendidikan : SD

Pekerjaan : Buruh

Ibu

Nama : Ny. N

Usia : 31 tahun

Pendidikan : SMP

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Hubungan pasien dengan orangtua : anak kandung

II. ANAMNESIS

Data diperoleh secara autoanamnesis dengan pasien dan alloanamnesis dari ibu pasien.

1. Keluhan Utama

Pucat sejak 1 minggu sebelum masuk Rumah Sakit (SMRS)

1

Page 2: Case II Thallasemia

2. Riwayat Penyakit Sekarang

Satu minggu sebelum masuk rumah sakit, pasien tampak pucat. Keluhan pucat

ini terjadi secara berulang dan pertama kali pasien tampak pucat kurang lebih sekitar

5 tahun yang lalu. Saat ini pasien sedang dalam terapi transfusi yang rutin dijalani

kurang lebih setiap 4 minggu di RSHS terutama jika pasien terlihat pucat. Menurut

keterangan ibunya, keluhan pucat paling terlihat di daerah muka, telapak tangan, dan

telapak kaki. Keluhan pucat disertai rasa cepat lelah. Keluhan disertai rasa pusing,

namun tidak sampai mengganggu konsentrasi belajar. Riwayat perdarahan seperti

mimisan, kecelakaan yang mengakibatkan keluar darah dari tubuh, perdarahan yang

sukar berhenti, adanya luka memar serta bintik kemerahan yang sering muncul di

kulit atau gejala muntah dan berak darah disangkal. Riwayat cacingan seperti pernah

melihat keluarnya cacing dari dubur atau terasa gatal di daerah sekitar dubur

disangkal. Riwayat mempunyai kebiasaan main di tanah atau pasir di luar rumah

tanpa menggunakan alas kaki disangkal. Keluhan sering demam, sering batuk pilek

atau pernah menderita sakit kuning juga disangkal. Pasien tidak mengeluh sering

kesemutan, merasa mati rasa ataupun sakit sendi di beberapa bagian tubuhnya. Nafsu

makan pasien tidak berkurang saat keluhan pucat pertama kali muncul tetapi

semenjak itu berat badan pasien susah naik.

Saat pasien berusia 4 bulan, tepatnya 5 tahun yang lalu saat keluhan pucat

pertama kali muncul. Pasien tampak sangat pucat yang disertai keluhan tampak lemah

dan lesu, tidak ada demam, tidak ada bintik-bintik merah di kulit, tidak ada mimisan

atau perdarahan di gusi, dan gejala batuk pilek dikatakan tidak ada. Pasien dibawa

berobat ke dokter tetapi pasien langsung dirujuk ke RSUD Soreang. Saat di rumah

sakit dinyatakan bahwa pasien mengalami kekurangan darah dengn Hb bernilai 4.

Pasien dirawat selama 2 hari kemudian pulang paksa karena alasan biaya. Selama

dirawat, pasien mendapatkan infus, obat (ibu pasien tidak tahu obat apa) dan transfusi

darah merah (ibu pasien lupa berapa banyak).

Saat usia 7 bulan pasien tampak sangat pucat kembali. Pasien dibawa berobat

ke dokter tetapi langsung dirujuk ke RSHS. Setelah dilakukan pemeriksaan lengkap,

pasien dinyatakan mengidap Talasemia dan membutuhkan transfusi. Setelah itu

pasien rutin menjalani terapi transfusi rata-rata setiap 4 minggu sekali atau jika pasien

tampak semakin pucat di RSHS. Selama transfusi pasien tidak dirawat, mendapatkan

transfusi darah merah sebanyak 1 kantong, vitamin C 1x1, asam folat 1x1, dan obat

2

Page 3: Case II Thallasemia

kelasi besi 3x1. Setelah dilakukan transfusi keluhan pucat berkurang dan kondisi

pasien membaik.

4 hari SMRS, pasien datang ke poli anak RSUD Soreang untuk meminta

rujukan ke RSHS untuk melakukan transfusi. Oleh dokter, pasien disarankan untuk

melakukan transfusi di RSUD Soreang saja.

Kurang lebih 6 jam SMRS, pasien demam yang tidak terlalu tinggi. Diberi

obat penurunan panas dan demam turun. Batuk pilek disangkal. Buang air besar

(BAB) dan buang air kecil (BAK) dalam batas normal.

3. Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien pertama kali mengalami keluhan yang sama, yaitu pucat sejak usia 4 bulan.

4. Riwayat Penyakit Keluarga

- Ibu pasien mengatakan tidak ada keluarga pasien yang menderita penyakit serupa

dan tidak ada keluarga pasien yang menjalani transfusi darah seperti pasien.

- Riwayat sakit keganasan atau kelainan darah pada keluarga disangkal.

5. Silsilah/Ikhtisar Keturunan

6. Riwayat Pribadi

Riwayat Kehamilan

Kehamilan ini merupakan kehamilan yang kedua. Menurut keterangan ibunya, ia

mengandung 9 bulan. Ibu tidak pernah sakit yang serius selama hamil. Riwayat

minum jamu atau obat-obatan disangkal. Memeriksakan kehamilannya ke bidan

secara teratur dan mengkonsumsi vitamin yang diberikan oleh bidan. Saat hamil

3

Page 4: Case II Thallasemia

ibu mendapatkan suntikan anti-tetanus tetapi ibu lupa saat usia kehamilan berapa

diberikan.

Riwayat Persalinan

Pasien lahir spontan, cukup bulan, ditolong oleh bidan, langsung menangis, berat

lahir 4000 gram tetapi ibunya lupa panjang badan pasien.

Riwayat Pasca Lahir

Tidak ada keluhan

7. Riwayat Makanan

- ASI diberikan sejak lahir sampai usia 1 tahun 11 bulan

- Sejak usia 4 bulan diberikan susu formula hingga sekarang

- Kira-kira usia 6 bulan diberikan bubur dan buah-buahan (pisang)

- Sejak usia 1 tahun hingga sekarang diberikan makanan keluarga. Frekuensi

makan rata-rata 3 kali sehari sebanyak kurang lebih 1 piring dengan banyaknya

nasi kira-kira seukuran 1 mangkuk kecil. Lauk pauk yang diberikan biasanya

telur, tempe, tahu, ikan dan kadang-kadang daging ayam atau sapi, biasanya

pasien paling suka makan daging ayam dan telur.

8. Perkembangan

Ibu pasien tidak dapat menjelaskan pertumbuhan dan perkembangan anak secara

jelas. Ibu pasien hanya ingat, pasien merangkak saat usia 7 bulan dan berjalan saat

usia hampir 1 tahun.

9. Imunisasi

BCG : 1x, usia 2 bulan

DPT : 3x, usia lupa

Polio : 3x, usia lupa

Campak : 2x, usia 9 bulan dan 5 tahun

Hep.B : 3x, usia lupa

4

Page 5: Case II Thallasemia

10. Sosial Ekonomi dan Lingkungan

Sosial Ekonomi

Penghasilan ayah pasien tidak diberi tahu tetapi dikatakan cukup untuk memenuhi

kebutuhan sehari-hari keluarga.

Lingkungan

Pasien adalah anak kedua dari dua besaudara yang tinggal bersama kedua orang

tuanya. Sirkulasi udara dan pencahayaan rumah cukup baik.

III.PEMERIKSAAN FISIK

A. Pemeriksaan umum

1. Keadaan umum : Tampak sakit sedang

2. Kesadaran : Compos mentis

3. Tanda Vital

Frekuensi nadi : 110 x/menit

Frekuensi nafas : 21 x/menit

Suhu : 36oC (axila)

Tekanan darah : 100/60 mmHg

4. Status gizi

Berat badan : 14,5 kg

Tinggi badan : 101 cm

Status Gizi (Z-score)

BB/U : Sesuai

TB/U : Sesuai

BB/TB : Sesuai

B. Pemeriksaan khusus

Kepala

Tidak terdapat deformitas, rambut hitam, tidak mudah dicabut, facies cooley (-),

nyeri tekan sinus paranasal (-)

Mata

konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik, pupil bulat isokor, refleks cahaya +/+

Telinga

5

Page 6: Case II Thallasemia

Tidak terdapat deformitas, tidak terdapat tanda-tanda peradangan, nyeri tekan

tragus (-), tidak terdapat sekret

Hidung

Tidak terdapat deformitas, septum tidak deviasi, tidak terdapat sekret, Pernafasan

Cuping Hidung (-)

Mulut

Tidak terdapat perioral cyanosis, faring tidak hiperemis, tonsil T1-T1, perdarahan

(-), karies gigi (+)

Leher

KGB tidak teraba membesar, retraksi suprasternal (-)

Thorak

Paru

- Inspeksi : Pergerakan simetris kanan dan kiri, retraksi intercostal (-)

- Palpasi : Fremitus taktil dan vokal simetris

- Perkusi : Sonor diseluruh lapang paru

- Auskultasi : Vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-, slem -/-

Jantung

- Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat

- Palpasi : Iktus kordis teraba

- Perkusi : batas jantung normal

- Auskultasi : Bunyi jantung I dan II normal, gallop (-), murmur (-)

Abdomen

- Inspeksi : Abdomen datar, retraksi epigastrium (-)

- Palpasi : Abdomen lembut, nyeri tekan epigastrium (-),

: Hepar teraba 1 jari di bawah arcus costae dan 1 jari di bawah

Processus Xiphoidehus

: lien tidak teraba membesar

- Perkusi : Timpani, Nyeri ketok (-), ruang traube kosong

- Auskultasi : Bising usus (+) normal

Ekstermitas

6

Page 7: Case II Thallasemia

Akral hangat, CRT< 2 detik, edema (-), kekuatan otot pada seluruh ekstremitas

adalah 5

Kulit

Ptekia (-), ekimosis(-), hematoma(-)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Darah Rutin (13 April 2012)

Hematologi Hasil Nilai RujukanHb 7,1 g/dl 12-16 g/dlHematokrit 21 % 37-43 %

Leukosit 13.000/mm3 5.000-12.000/mm3

Trombosit 368.000/ mm3 150.000 – 400.000/mm3

V. RINGKASAN DATA DASAR

A. Anamnesis

Seorang anak perempuan, usia 5 tahun 4 bulan, tampak pucat sejak 1 minggu

SMRS. Keluhan pucat ini terjadi secara berulang dan pertama kali pasien tampak

pucat kurang lebih sekitar 5 tahun yang lalu. Saat ini pasien sedang dalam terapi

transfusi yang rutin dijalani kurang lebih setiap 4 minggu terutama jika pasien terlihat

pucat. Setelah sakit, berat badan pasien tidak terlalu banyak mengalami peningkatan.

Kurang lebih 6 jam SMRS, pasien demam yang tidak terlalu tinggi. Diberi obat

penurun panas dan demam turun.

B. Pemeriksaan Fisik

KU : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis

Nadi : 110 x/menit

RR : 21 x/menit

Suhu : 36 oC (axilla)

TD : 110/60 mmHg

Kepala

Facies cooley (-)

7

Page 8: Case II Thallasemia

Mata

Konjungtiva anemis

Abdomen

- Hepar teraba 1 jari di bawah arcus costae dan 1 jari di bawah Processus

Xiphoidheus (hepatomegali)

- Lien tidak teraba membesar, ruang traube kosong

C. Pemeriksaan Penunjang

Darah Rutin (13 April 2012)

Hematologi Hasil Nilai RujukanHb 7,1 g/dl 12-16 g/dlHematokrit 21 % 37-43 %

Leukosit 13.000/mm3 5.000-12.000/mm3

Trombosit 368.000/ mm3 150.000 – 400.000/mm3

VI. DIAGNOSIS BANDING

- Talasemia

- Anemia defisiensi besi

VII. DIAGNOSIS KERJA

- Talasemia

- Observasi febris

VIII. PENATALAKSANAAN

- TD IV

- Transfusi PRC 200 cc

- Lasix 14 mg IV

- Cefadroxil 2 x ¾ C P.O

- Paracetamol 3 x ¼ C P.O

IX. USULAN PENGELOLAAN

8

Page 9: Case II Thallasemia

Usulan Pemeriksaan

- SADT

- Besi serum, TIBC, dan feritin serum

- Elektroforesis hemoglobin

Rencana Terapi

- Transfusi darah dengan PRC (packed red cell) 10-15 cc/kgbb, berarti pasien diberikan

transfusi PRC sebanyak 145cc – 217,5 cc.

- Saat transfusi diberikan juga furosemid 1 mg/kgbb iv, pasien diberikan furosemid

14,5mg yang diberikan masing-masing 7 mg diawal transfusi dan 7 mg dipertengahan

transfusi.

- Asam folat 1 x 1 mg/hari P.O

- Vitamin E 2 x 200 IU/hari

- Vitamin C 2-3 mg/kgbb/hari, berarti pasien diberikan Vitamin C 1 x 29-43,5 mg/hari

P.O

- Kelasi besi dimulai bila kadar feritin serum 1000 ng/ml atau bila sudah menerima 3-

5 liter darah atau setelah 10-20 kali transfusi. Diberikan deferioksamin 30-50

mg/kgbb/hari, 5-7 kali seminggu subkutan selama 8-12 jam dengan syringe pump.

Rencana edukasi dan diet

- Mengurangi konsumsi bahan makanan yang menjadi sumber besi seperti hati, daging,

kuning telur, polong, biji-bijian utuh, udang, tiram, dan sayuran berwarna hijau tua.

- Mengonsumsi makanan yang dapat menurunkan absorbsi besi misalnya sereal, teh

hitam, kopi, produk susu.

- Susu sapi/kambing mempunyai kandungan besi yang lebih rendah dari pada susu

formula.

- Menganjurkan ibunya untuk tetap menjaga keseimbangan nutrisi anaknya dengan cara

memberi makanan yang sehat dan bergizi untuk memperbaiki gizi anaknya.

X. PROGNOSIS

Quo ad vitam : dubia ad bonam

Quo ad functionam : dubia ad malam

9

Page 10: Case II Thallasemia

BAB II

PEMBAHASAN

1. Mengapa pasien didiagnosis sebagai talasemia ?

Pasien perempuan usia 5 tahun datang dengan keluhan pucat. Pucat pada pasien telah

berlangsung selama kurang lebih 5 tahun sehingga pucatnya adalah pucat kronik. Dari

keluhan ini dapat dipikirkan adanya anemia kronik.

o Pada pasien tidak ditemukan riwayat perdarahan sehingga anemia karena

perdarahan dapat disingkirkan.

o Pasien tidak memiliki riwayat mudah memar, perdarahan yang sulit berhenti

maka diagnosa ITP dan hemofilia dapat disingkirkan.

o Pasien jarang sakit-sakitan sehingga kemungkinan mengalami anemia karena

penyakit kronis dapat disingkirkan.

o Pasien tidak mengeluh sering kesemutan ataupun mengalami mati rasa pada

bagian tubuhnya sehingga kemungkinan mengalami anemia yang disebabkan

kekurangan vitamin B12 dapat disingkirkan.

o Pada pasien didapatkan gangguan pertumbuhan yang dapat merupakan akibat dari

anemia kronik. Anemia kronik yang dipikirkan disini yaitu talasemia dan anemia

defisiensi besi. Akan tetapi karena nafsu makan pasien baik dan memiliki prestasi

di sekolah yang sangat baik, kemungkinan untuk mengalami anemia defisiensi

besi sangat kecil walaupun masih ada kemungkinan kearah anemia defisiensi besi

karena belum dilakukan pemeriksaan SADT, besi serum, TIBC, dan Feritin

serum.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva pucat, hepar teraba 1 cm dibawah

arkus costae. Dari data pemeriksaan fisik tersebut, diagnosis kemungkinan besar

kearah talasemia.

Pada hasil pemeriksaan darah rutin didapatkan kadar hemoglobin 7,1 g/dl dan

hematokrit 21% mendukung kearah anemia tetapi tidak dapat ditentukan morfologi

anemianya karena tidak dilakukan pemeriksaan sediaan hapus darah tepi.

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang kemungkinan

besar diagnosa kerja dari pasien ini adalah talasemia walaupun untuk memastikan

diagnosa pasti talasemia diperlukan pemeriksaan penunjang yang lain.

10

Page 11: Case II Thallasemia

Pada anamnesis juga didapatkan bahwa pasien panas badan sejak 6 jam SMRS yang

tidak terlalu tinggi dan tidak disertai keluhan lain, saat datang ke RS, pasien sudah

tidak panas badan tetapi dari hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan peningkatan

leukosit yaitu 13.000/mm3, sehingga ditambahkan diagnosis observasi febris.

2. Bagaimana terapi pada pasien ini ?

Setelah didiagnosis maka pasien mendapatkan pengobatan berupa transfusi darah

(PRC) sesuai dengan kadar Hb dan berat badan, furosemid, asam folat, vitamin C dan

vitamin E. Setelah tranfusi beberapa kali dilakukan pemeriksaan kadar ferritin. Ketika

kadar ferritin mencapai >1000 ng/ml maka pasien mendapat pengobatan kelasi besi

berupa desferoksamin. Pemberian furosemid disini bertujuan untuk mencegah

terjadinya overload cairan yang akan memperberat beban jantung. Pemberian asam

folat bertujuan untuk memenuhi kebutuhannya yang meningkat dalam memproduksi

sel darah merah sedangkan vitamin E bertujuan untuk memperpanjang umur sel darah

merah. Sedangkan pemberian vitamin C bertujuan untuk meningkatkan ekskresi besi

dalam urin.

3. Bagaimana prognosis pada pasien ini ?

Quo ad vitam : dubia ad bonam

Pasien ini rutin menjalani terapi transfusi darah sehingga anak akan tumbuh normal

sampai decade ke 4-5.(8)

Quo ad functionam : dubia ad malam

Transfusi yang dijalani pasien akan menimbulkan komplikasi hemosiderosis/iron

overload yang akan mengenai berbagai organ.(8)

11

Page 12: Case II Thallasemia

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 PENDAHULUAN

Talasemia pertama kali dideskripsikan pada tahun 1925 ketika Thomas B. Cooley

menggambarkan lima orang anak dengan anemia berat, splenomegali, dan adanya kelainan

tulang yang tidak biasa dengan menyebutnya sebagai gangguan eritroblastik atau anemia

mediterania karena sirkulasi sel darah merah bernukleus dan karena seluruh pasiennya

beretnis Italia dan Yunani.(1)

Pada tahun 1932, Whippel dan Bradford menciptakan istilah Talasemia dari bahasa

yunani dari kata Thalassa yang berarti laut (Mediterania) dan emia yang berarti berhubungan

dengan darah.(1)

3.2 DEFINISI

Talasemia merupakan penyakit kelainan genetik yang diturunkan secara resesif,

ditandai dengan adanya defisiensi (berkurang atau tidak ada) pembentukan rantai globin

spesifik dari Hb.(1,2,3,4)

3.3 EPIDEMIOLOGI

Meskipun β-talasemia memiliki >200 mutasi, kebanyakan jarang ditemukan. 3% dari

populasi dunia adalah karier gen β-talasemia, dan di Asia Tenggara 5-10% dari populasi

adalah karier gen α-talasemia. Di Amerika diperkirakan terdapat 2000 individu dengan β-

talasemia.(3)

3.4 PATOFISIOLOGI

Talasemia ialah gangguan darah karena faktor genetik. Untuk memahami efek

talasemia, maka harus diketahui pembuatan sel darah merah. Darah membawa oksigen dari

paru-paru ke jaringan tubuh. Oksigen tersebut berada pada suatu unsur dari sel darah merah

yang dinamakan hemoglobin.(5)

Hemoglobin terbuat dari dua unsur protein yang berbeda, yang disebut globin alpha

dan beta. Pembuatan protein globin tersebut, berada pada bagian kromosom yang berbeda.

Jika ada kesalahan pada kromosom gen, maka akan terjadi penurunan produksi dari gen

tersebut.(5)

12

Page 13: Case II Thallasemia

Darah orang dewasa, mengandung 3 jenis hemoglobin. Komponen utama dari Hb

dewasa adalah Hb A dengan struktur molekular α2β2, hemoglobin minor mengandung rantai γ

pada (Hb janin atau Hb F) dan δ (Hb A2). Gen untuk rantai globin terdapat pada 2 kelompok

yaitu ε, δ, β, di kromosom 11 dan ζ, α pada kromosom 16.(5,6)

Hemoglobin embrio tertentu biasanya hanya diekspresikan pada eritroblas kantung

kuning telur. Gen globin beta diekspresikan pada kadar rendah dalam awal kehidupan janin,

tetapi perubahan utama menjadi Hb dewasa terjadi setelah 3-6 bulan setelah kelahiran pada

saat sintesis rantai γ sebagian besar digantikan dengan rantai β.(5,6)

Normalnya, terdapat 4 gen α-globin dan 2 gen β-globin untuk membentuk protein

globin tetramik yang kemudian akan bergabung dengan bagian heme untuk membentuk

hemoglobin utama yang ditemukan di sel darah merah HbA (α2β2).(2)

Pada individu dengan β-thalassemia terdapat dua kemungkinan yaitu tidak

terbentuknya β-globin secara total (β0-thalassemia) atau berkurang sebagian (β+-thalassemia).

Pada thalassemia α, α-globin juga dapat total maupun sebagian berkurang.(3)

Ketika salah satu rantai polipeptida berkurang, hal ini akan menyebabkan rantai yang

lain menjadi relatif berlebih sehingga mengakibatkan eritropoesis yang tidak efektif,

presipitasi hemoglobin yang tidak stabil dan hemolisis yang mengakibatkan destruksi sel

darah merah intramedula.(2)

3.5 KLASIFIKASI dan MANIFESTASI KLINIS

3.5.1 Talasemia-α

13

Page 14: Case II Thallasemia

Alfa globin memiliki 4 gen pada kromosom 16

Syndrome Usual Genotype Alpha Gene

Number

Clinical Features

Normal αα/αα 4 Normal

Silent carrier α-/αα 3 Normal

Alpha-thalassemia

trait

α-/α- 2 Anemia mikrositik

ringan

HbH disease --/αα 1 Anemia mikrositik

sedang,

splenomegali,

jaundice

Homozygous alpha

thalassemia

--/-- 0 Fetal hydrops sebagai

akibat dari anemia

berat

Bagan. α-Talasemia

Bagan. α-Talasemia

3.5.2 Talasemia-β

Beta globin memiliki 2 gen pada kromosom 11.

14

Page 15: Case II Thallasemia

1 gen abnormal Talasemia beta trait (minor) Anemia yang ringan atau

tanpa anemia (Hb 9-12

mg/dl), mikrositosis,

peningkatan hitung sel

darah merah.

2 gen abnormal Talasemia intermedia Anemia mikrositik dengan

hemoglobin biasanya

>7mg/dl, kegagalan

pertumbuhan,

hepatosplenomegali,

hiperbilirubinemia,

thalassemia facies

Talasemia beta mayor “anemia

cooley”

Anemia berat (Hb 1-6

mg/dl), biasanya ditahun

pertama kehidupan,

hepatosplenomegali, gagal

tumbuh.

Sindrom β-Talasemia

Homozigot β-Talasemia (Talasemia mayor,Cooley Anemia)

Jika tidak mendapat pengobatan maka anak-anak dengan talasemia beta akan

bergejala anemia berat, lemas, cardiac decompensation selama periode 6 bulan kedua

kehidupannya. Transfusi darah harus dilakukan terutama bulan kedua atau tahun

kedua kehidupan. Transfusi darah bergantung pada kemampuan anak untuk

mengkompensasi derajat anemianya. Kebanyakan penderita gagal mengkompensasi

ketika hemoglobin lebih rendah dari 4,0 g/dL. Terdapat juga lemas, nafsu makan

menurun, letargi. Gejala klinis pada pasien anak dengan talasemi berat yang terutama

terlihat di Negara maju adalah facies Cooley (maxillary hyperplasia, flat nasal bridge,

frontal bossing), patah tulang yang patologis, hepatosplenomegali dan kaheksia.

Limpa dapat menjadi begitu membesar sehingga menyebabkan kenyamanan

terganggu dan terjadi hipersplenisme sekunder. Gejala dari eritropoesis yang tidak

efektif ialah pelebaran ruang medular (perluasan masif dari sumsum wajah dan

tengkorak), hematopoeisis ekstramedula, dan kebutuhan kalori yang besar.(3)

15

Page 16: Case II Thallasemia

Anemia akan mengakibatkan peningkatan penyerapan besi pada saluran

pencernaan yang akan menyebabkan komplikasi pada akhirnya. Gejala-gejala akan

berkurang dengan dilakukannya transfusi darah. Transfusi darah maka akan

menyebabkan peningkatan kadar besi dalam darah yang akan menyebabkan banyak

gangguan. Hal ini dapat ditangani dengan pemberian kelasi besi. Tetapi

bagaimanapun terapi kelasi besi juga memiliki hubungan dengan berbagai komplikasi.

Gangguan pada endokrin dan jantung biasanya terjadi pada pasien dengan riwayat

transfusi berulang. Kelainan endokrin dapat berupa hipotiroid, gonadal failure,

hipoparatiroid dan diabetes mellitus. Kelainan jantung berupa CHF dan aritmia.

Tumbuh kembang juga terganggu dan pubertas terlambat.(3)

3.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG(8)

Kadar hemoglobin berkisar antara 3-9 gr/dl.

Apusan darah tepi : mikrositik, hipokrom, anisositosis, poikilositosis, polikromasi, sel

target, normoblast, fragmentosit,basophilic stipling.

Retikulositosis.

Indeks eritrosit : MCV, MCH, dan MCHC menurun.

Sumsum tulang : hyperplasia eritroid dan cadangan besi meningkat.

Red cell survival memendek.

Tes fragilitas osmotiK : eritrosit lebih tahan terhadap larutan salin hipotonik.

Elektroforesis hemoglobin : Hb F meningkat 10-98 %. Hb A bisa ada (pada β+) , bisa

tidak ada (pada β0). HbA2 sangat bervariasi kadang normal, meningkat atau rendah.

Bilirubin indirek meningkat

Ferritin serum meningkat

Saturasi transferin meningkat.

3.7 PENATALAKSANAAN

TRANSFUSI DARAH

Sebelum mendapat transfusi darah maka orang tua pasien dengan diagnosis β0-

thalassemia harus mendapat penjelasan bahwa pengobatan yang akan dijalani anak

mereka adalah pengobatan seumur hidup. Transfusi biasanya dilakukan setiap bulan

dengan target Hb sebelum transfusi >9.5 dan <10.5 g/dL, Sebelum dilakukan transfusi

pertama, idealnya harus diukur status besi dan folat, diberikan vaksin hepatitis B, dan

fenotip sel darah merah secara lengkap ditentukan, sehingga alloimunisasi yang

16

Page 17: Case II Thallasemia

timbul dapat dideteksi. Transfusi dengan dosis 10-15 mL/kgBB Packed Red Cells

(PRC).(3,7)

KHELASI BESI

- Transfusional hemosiderosis menyebabkan banyak komplikasi pada talasemia

mayor.(3) Terapi khelasi besi digunakan untuk mengatasi kelebihan besi tersebut.(6)

- Penilaian akurat terhadap penimbunan besi sangat diperlukan untuk terapi yang

optimal.(3) Diagnosis kelebihan besi dalam tubuh didapat dengan melakukan

pemeriksaan kadar feritin serum, biopsi hati dan Magnetic Resonance Imaging

jantung.(5)

- Kadar feritin serum sangat berguna untuk penilaian keseimbangan kadar besi, tapi

tidak akurat dalam memprediksi penimbunan besi secara kuantitatif. Pemeriksaan

kadar besi dengan biopsi hati adalah metode standar dalam menilai kelebihan besi

secara akurat. Ferritometer dan MRI adalah alternatif yang lain. Meskipun

penilaian kuantitatif kelebihan besi di hati secara akurat memandu dalam

penggunaan khelasi besi, hal ini tidak mewakili perubahan kelebihan besi di

jantung.(3)

- Kadar feritin serum diperiksa setelah transfusi darah sudah mencapai 3000-5000

ml atau sudah menjalani 15-20x transfusi.(7)

- Apabila kadar feritin sudah mencapai > 1000 ng/ml maka dilakukan terapi kelasi

besi. Pada saat pemberian kelasi besi subkutan (deferioksamin) juga diberi

Vitamin C 2-3 mg/kg/hari.(7)

- Deferioksamin (desferal) mengkelasi besi kemudian dieksresikan ke urin dan

feses. Deferioksamin diberikan secara subkutan lebih dari 10-12 jam, 5-6 hari

seminggu. Efek sampingnya ialah ototoksik berupa tuli nada tinggi, perubahan

retina, dan displasia tulang dengan pemendekan trunkal. Jumlah deferosamine per

jam yang digunakan sehari lebih penting dari pada dosis tunggal dalam sehari.(3)

- Deferiprone ialah khelator besi baru yang disahkan oleh U.S Food and Drug

Administration untuk anak di atas usia 2 tahun. Deferiprone mungkin tidak

seefektif deferioksamine dalam mengkelasi besi dalam tubuh, tapi mungkin lebih

efektif dalam mengeluarkan besi dari jantung. Efek sampingnya yaitu neutropenia,

diperlukan hitung jenis sel tiap minggu.(3)

- Terapi kombinasi deferioksamin dan deferiprone jika kadar feritin >3000 ng/ml

yang bertahan minimal selama 3 bulan, adanya gangguan jantung/kardiomiopati

17

Page 18: Case II Thallasemia

akibat kelebihan besi, untuk jangka waktu tertentu (6-12 bulan) bergantung pada

kadar feritin dan fungsi jantung saat evaluasi.(7)

OBAT-OBATAN(7)

- Asam folat 2 x 1 mg/hari per oral.

- Vitamin E 2 x 100 IU untuk anak kurang dari 5 tahun, 2 x 200 IU untuk anak

lebih dari 5 tahun.

- Vitamin C 2-3 mg/kgbb/hari (maksimal 50 mg pada anak dibawah 10 tahun dan

100 mg pada anak diatas 10 tahun, tidak melebihi 200 mg/hari) dan hanya

diberikan saat pemakaian deferioksamin (DFO) untuk meningkatkan ekskresi

besi, tidak dipakai pada pasien dengan gangguan fungsi jantung.

- Vitamin D (50,000 IU tiap minggu sampai mencapai kadar normal) ini

diindikasikan bagi pasien yang memiliki 25-hydroxy vitamin D <20 ng/dL.

DIET(2,7)

- Mengurangi konsumsi bahan makanan sumber besi bentuk heme (berasal dari

hewan). Bentuk non heme berasal dari nabati. Sumber makanan yang

mengandung besi antara lain hati, daging, kuning telur, polong, biji-bijian utuh,

udang, tiram, dan sayuran berwarna hijau tua.

- Mengonsumsi makanan yang dapat menurunkan absorbsi besi misalnya sereal, teh

hitam, kopi, produk susu.

- Susu formula boleh dikonsumsi karena pada susu formula selain terdapat kadar

besi yang tinggi juga terdapat kadar kalsium yang tinggi. Bahan makanan lain

yang mengandung kalsium adalah ikan sardine, salmon, tiram, kerang, sayuran

berwarna hijau tua, kedelai

- Susu sapi/kambing mempunyai kandungan besi yang lebih rendah dari pada susu

formula.

LENGKAPI IMUNISASI

Imunisasi terhadap virus hepatitis B dan C perlu dilakukan untuk mencegah infeksi

virus tersebut melalui transfuse darah.

SPLENEKTOMI(7)

18

Page 19: Case II Thallasemia

Splenektomi dilakukan dengan indikasi, yaitu:

- Tanda-tanda hiperslenisme dini: kebutuhan transfusi sudah mencapai 200-250

ml/kgBB/tahun.

- Tanda-tanda hipersplenisme lanjut: pansitopenia

- Limpa >6 cm di bawah arkus kosta, yang menyebabkan rasa tidak nyaman

(membatasi gerak pasien dan menimbulkan tekanan intraabdominal yang

mengganggu nafas) dan mencegah terjadinya ruptur.

Sebagian besar pasien dengan talasemia beta yang berat akan mengalami

pembesaran limpa yang bermakna dan peningkatan kebutuhan sel darah merah

setiap tahunnya pada dekade pertama kehidupan.

Splenektomi dapat menurunkan kebutuhan sel darah merah sampai 30% pada

pasien yang indeks transfusinya melebihi 200 mL/kgBB/tahun. Waktu

pelaksanaan sebaiknya pada saat anak berusia lebih dari 5 tahun untuk

menghindari terjadinya kemungkinan infeksi. 2-3 minggu sebelum dilakukan

operasi, pasien sebaiknya diimunisasi HiB, Hepatitis B, dan pneumococcal. Selain

itu, fungsi hati terutma PT-APTT, fungsi ginjal, foto toraks, fungsi jantung, dan

uji fungsi paru juga dilakukan. Untuk antibiotik jika anak alergi penisilin maka

dapat diganti dengan eritromisin. Setelah operasi, waspadai terjaDInya

trombositosis 3 hari setelah operasi dan bahaya infeksi selama 2 tahun setelah

operasi. Jika trombosit >600.000 / μl sebaiknya dimulai pemberian aspirin dosis

rendah (1x80 mg oral).

TRANSPLANTASI SUMSUM TULANG

Transplantasi sumsum tulang telah menyembuhkan >1.000 pasien yang memiliki

talasemia mayor. Keberhasilan terbesar ketika transplantasi dilakukan pada saat usia

<15 tahun tanpa adanya penumpukan besi dan hepatomegali serta memiliki HLA

yang sesuai dengan donor.(3,7)

KOMPLIKASI TRANSFUSI PADA TALASEMIA

Hemosiderosis merupakan akibat terapi transfusi jangka panjang yang tidak

dapat dihindari karena dalam setiap 500 mL darah membawa 200 mg besi. Pada

individu normal, semua besi plasma terikat pada transferin. Kapasitas transferin untuk

19

Page 20: Case II Thallasemia

mengikat besi terbatas sehingga bila terjadi kelebihan besi seperti pada pasien

thalassemia, seluruh transferin akan berada dalam keadaan tersaturasi. Akibatnya besi

akan berada dalam plasma dalam bentuk tidak terikat (Non-Transferrin Bound Plasma

Iron) yang akan menyebabkan pembentukan radikal bebas hidroksil dan mempercepat

peroksidasi lipid membran in vitro.

Kelebihan besi akan terakumulasi dalam hati, namun efek paling fatal

disebabkan oleh akumulasi di jantung. Akibat-akibat dari penumpukan besi:

- Pada hati, bisa terjadi fibrosis dan sirosis, perdarahan

- Pada sel beta pankreas menyebabkan diabetes melitus

- Pada hipofisis, testis, dan ovarii menyebabkan retardasi pertumbuhan dan

hipogonadotropik hipogonadism

- Pada paratiroid, menyebabkan hipokalsemia dan osteoporosis

- Pada jantung, menyebabkan aritmia, miokarditis, dan gagal jantung

- Infeksi sekunder dari terapi transfusi adalah infeksi virus hepatitis dan infeksi

yarsinia enterocolitica.

20

Page 21: Case II Thallasemia

DAFTAR PUSTAKA

1. Rudolph, Colin D; Rudolph, Abraham; Hostetter, Margaret K. Rudolph’s

Pediatric 21st ed. McGraw-Hill. 2003.

2. Richard A. Polin, Mark F. Ditmar. Pediatric Secret’s 4th ed. Elsevier. 2007.

3. Kliegman, Behrman, Jenson, Stanton. Nelson Text Book of Pediatrics. 18th ed.

Saunders. 2007.

4. Garna, Herry, dkk. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak Edisi

ke-3. Bandung: Bag. Ilmu Kesehatan Anak FK UNPAD RSHS. 2005.

5. Thalassemia. Surface D. Cooley Anemia Foundation. New York.

6. Hoffbrand, Pettit, Moss. Kapita Selekta Hematologi Edisi 4. Jakarta: EGC. 2005

7. Sutaryo, Ugrasena, Windiastuti dkk. Buku Ajar Hematologi-Onkologi Anak.

Jakarta: IDAI. 2010.

8. Bakta I Made. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: EGC. 2006.

21