case fix
DESCRIPTION
case forensikTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kematian hanya dapat dialami oleh organisme hidup. Secara medis, kematian merupakan
suatu proses dimana fungsi dan metabolisme sel organ-organ internal tubuh terhenti. Setiap
sel tubuh memiliki perbedaan waktu untuk mengalami kematian sel yang disebabkan oleh
perbedaan metabolisme seluler didalamnya. Pada tubuh akan terjadi kematian sel demi sel
dan kematian secara keseluruhan akan terjadi dalam beberapa jam.1
Memperkirakan saat kematian yang mendekati ketepatan mempunyai arti penting,
khususnya bila dikaitkan dengan proses penyidikan. Dengan demikian penyidik dapat lebih
terarah dan selektif dalam melakukan pemeriksaan terhadap tersangka tindak pidana. Banyak
cara yang dapat digunakan dalam memperkirakan saat kematian salah satunya adalah
penggunaan cairan sinovial. Dalam beberapa tahun terakhir, sebagian besar karya-karya telah
terkonsentrasi pada perubahan biokimia yang terjadi dalam cairan tubuh yang berbeda, tetapi
penelitian terbaru dari cairan sinovial telah menarik perhatian ahli biokimia forensik dan
patologis.1,2
Pemeriksaan kimia post mortem dari cairan tubuh terbatas pada bagian – bagian
tertentu yang tidak terlalu terekspos autolysis, seperti darah. Bagian – bagian tersebut
misalnya rongga sendi pada lutut dimana cairan sinovial dapat diambil dalam jumlah cukup
dengan melakukan pungtuasi pada sendi.2 Diperkirakan bahwa zat kimia pada cairan sinovial
post mortem dapat digunakan untuk memperkitakan interval post mortem yang lebih akurat.
Walaupun jarang digunakan sebagai penelitian postmortem, cairan sinovial dapat digunakan
sebagai substitusi jika vitreous humor tidak tersedia.
1.2 Tujuan Penulisan
Penulisan makalah ini bertujuan untuk menambah pengetahuan tentang hubungan
cairan sendi post mortem dikaitkan dengan waktu kematian serta sebagai salah satu tugas
kepaniteraan klinik bagian forensik.
1
1.3 Batasan Masalah
Makalah ini membahas tentang definisi cairan sinovial dan fungsinya, serta
perubahan–perubahan yang ditemukan pada cairan sinovial dikaitkan dengan waktu
kematian.
1.4 Metode Penulisan
Makalah ini disusun menggunakan metode tinjauan kepustakaan yang merujuk ke
berbagai literatur.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Cairan Sendi (Sinovial)
Cairan sinovial adalah cairan yang dihasilkan oleh membran sinovial pada kapsul
sendi. Cairan ini merupakan transudat dari air dan zat terlarut dari darah dan oleh karena itu
memiliki komposisi serupa dengan cairan interstisial jaringan pada umumnya. Cairan ini
memberi nutrisi pada tulang rawan sendi yang tidak mengandung pembuluh darah.3
Karakteristiknya adalah sangat kental dan jernih seperti kuning telur, tidak membeku, dan
tidak bewarna atau bewarna kekuningan.3,4
Kapsul sendi terdiri dari 2 lapisan, yaitu5 :
1. Lapisan terluar : terbentuk dari jaringan ikat fibrosa rapat bewarna putih yang
memanjang sampai bagian periosteum tulang yang menyatu pada sendi.
2. Lapisan terdalam : membran sinovial yang melapisi keseluruhan sendi, kecuali pada
kartilago artikular.
2.2 Fisiologi Cairan Sendi
Cairan sendi (sinovia) adalah lapisan cairan tipis yang mengisi ruang sendi normal,
cairan sendi ini memberikan nutrisi esensial dan membersihkan sisa metabolism dari
kondrosit di dalam rawan sendi. Selain itu sinovia juga berfungsi sebagai pelumas dan
perekat. Sinovia (cairan sendi) normal berwarna kekuningan, bening mengandung leukosit
dan tidak membeku karena tidak mengandung fibrinogen. Cairan sendi mempunyai viskositas
yang tinggi. Hal ini disebabkan karena cairan sendi mengandung asam hyaluronat yang
disekresi oleh fibroblast-like B cells didalam sinovium. Sinovium adalah jaringan yang
menutupi seluruh permukaan sendi, kecuali weight bearing surface sendi diartrodial manusia
normal.6
3
Gambar 1. Sendi synovial. Sendi synovial biasanya terdiri dari kartilago, sinovium dan cairan
synovial.6
Cairan sendi normal adalah ultra filtrate atau dialisat dari plasma. Dengan demikian
kadar ion – ion dan molekul – molekul kecil ekivalen dengan kadarnya di dalam plasma,
sedang protein kadarnya lebih rendah. Cairan sendi juga mengandung leukosit biasanya
normal < 200 sel/mm dengan jumlah sel PMN < 25%, glukosa normal kadar glukosa di
cairan sendi < 10% dari glukosa darah dan asam organic seperti asam laktat dan asam
suksinat.6
4
Tabel 1. Gambaran Analisis Cairan Sendi Normal6
Cairan Sendi Nilai Normal
PH 7,3 – 7,43
Jumlah Leukosit 13 – 180
PMN 0 – 25
Limfosit 0 – 78
Monosit 0 – 71
Sel sinovia 0 – 12
Protein Total g/dl 1,2 – 3,0
Albumin (%) 56 – 63
Globulin (%) 37 – 44
Hyaluronat g/dl 0,3
2.3 Perubahan Cairan Sendi Setelah Mati
Dalam beberapa tahun terakhir, sebagian besar karya-karya telah terkonsentrasi pada
perubahan biokimia yang terjadi dalam cairan tubuh yang berbeda, tetapi penelitian terbaru
dari cairan sendi telah menarik perhatian ahli biokimia forensik dan patologis. Cairan sinovial
merupakan kompartemen cairan yang baik untuk diselidiki dalam ilmu reumatologi dan
banyak dijadikan sebagai buku pegangan analisis cairan sendi yang tersedia. Namun hanya
sedikit penelitian yang menyangkut kepentingan hukum medikolegal pada cairan synovial.
Studi berkaitan dengan estimasi interval postmortem sesuai dengan perjalanan waktu
aktivitas ion kalium dalam cairan sinovial kadaver.7
Dalam penelitian ini cairan sinovial disedot dari sendi lutut dengan prosedur standar
sesuai diadopsi oleh DJU Plesis (1975) dari 123 kasus dengan waktu yang diketahui sejak
kematian yang menjadi sasaran mediko otopsi hukum di kamar mayat dari Departemen
Kedokteran Forensik dan toksikologi di Mahatma Gandhi Institute of Medical Sciences,
Sevagram selama periode satu tahun Jan 2004-Desember 2004. Kondisi untuk eksklusi
adalah, Mayat, yang disimpan dalam cold storage, Kasus cedera lutut, kondisi infektif sendi
(rematik, arthritis dll) dan waktu yang tidak diketahui kematian dibuang. Sampel, di mana
cairan sinovial berawan, berdarah, kuning sampai kehijauan berawan, keruh dan perdarahan
di dalam dibuang.7
5
Burkahrd Madea et al (2001) mempelajari cairan sinovial dan vitreous humor, dan
membandingkan kedua cairan. Kalium, natrium, klorida, kalsium, kreatinin, glukosa, urea
dianalisis. Hasilnya konsentrasi kalium dalam cairan sinovial menunjukkan sedikit lebih
tinggi dari vitreous humor namun kedua cairan kompartemen menunjukkan peningkatan
kadar kalium dalam kursus hampir sejajar. Sahoo PC; 1998 mempelajari 84 kasus dan
menunjukkan kadar kalium dalam cairan sinovial meningkat sampai 48 jam setelah
kematiannya. Akibatnya menunjukkan, cairan sinovial dapat digunakan sebagai alat
pemeriksaan post mortem. Evaluasi data dalam hal program waktu selama periode
postmortem berguna. Kalium memiliki korelasi cukup tinggi dan positif dengan selang
waktu. Analisis cairan sinovial merupakan hal yang sedikit lebih rumit karena viskositas yang
lebih tinggi.7
Cairan synovial terdiri dari (oleh Moro D.S dan Arryo M. C, 1985) glukosa, urea,
nitrogen, asam urat, total protein, albumin, alkaline phosphatase, asam laktat dehidrogenase
dan GOT dalam kaitannya dengan penyebab kematian dan mengamati bahwa parameter
biokimia cairan sinovial yang dimodifikasi. meskipun ini modifikasi terkait lebih langsung
dengan durasi proses patologis yang mengarah ke kematian daripada dengan sifat proses itu
sendiri. Tingkat natrium dan glukosa dalam cairan sinovial pada mayat memiliki perubahan
yang tidak teratur dengan peningkatan dalam waktu sejak kematian dan tidak ada yang
signifikan korelasi ada untuk sodium dan glukosa dalam kaitannya dengan waktu sejak
kematian dan tidak ada yang pasti. Persamaan bisa berkembang tanpa pengaruh umur, seks
dan penyebab kematian lebih konsentrasi glukosa dan ion natrium dengan waktu sejak
kematian.7,8
Perbandingan premoterm dan posmoterm cairan telah menunjukkan komponen tetap
relatif konstan, yang diprediksi mengalami perubahan dan telah banyak digunakan untuk
diagnostik. 2 Setelah kematian , banyak perubahan physiochemical seperti Algor mortis , rigor
mortis , hypostasis dan dekomposisi terjadi mengarah ke pembubaran semua jaringan lunak .
Kornea berkabut terjadi setelah kematian dengan peningkatan intensitasnya sampai kornea
kehilangan turgor nya apakah kelopak mata tetap terbuka atau tidak. Thanatochemistry
adalah perubahan kimia yang terjadi setelah kematian . Hal ini digunakan untuk
menggambarkan perubahan yang terjadi dalam komposisi kimia dari mayat manusia secepat
kematian terjadi. Hal ini dapat memberikan kuantitatif pengukuran untuk menentukan
interval postmortem ( PMI ).7,8
Kalium merupakan salah satu analit postmortem yang dipilih untuk diselidiki.
Konsentrasi intraselular K+ setinggi 2-40 kali konsentrasi K+ dalam plasma. Setelah
6
kematian, kembali ke ekuilibrium terjadi pada tingkat yang stabil karena mekanisme
pemompaan tidak aktif dan dinding sel menjadi membran semipermeabel yang
memungkinkan K+ bocor melalui membran untuk mendekati keseimbangan. Hipoksantin
adalah produk degradasi vital metabolisme purin. Hal ini meningkatkan pada periode
postmortem dan terutama berdifusi dari retina ke pusat vitreous humor.7,8,10
2.4 Perkiraan Saat Kematian Berdasarkan Perubahan Cairan Sendi
Dalam 20 tahun terakhir cairan tubuh banyak digunakan untuk menetukan post
mortem interval, diantaranya cairan vitrous, cairan liquor dan cairan synovial. Dalam suatu
studi komparatif, menggunakan biokimia cairan synovial diantaranya sodium, potasium,
klorida, kalsium, kreatinin, glukose, and urea. Pada studi ini paramater yang digunakan
adalah potasium dan glukosa. Dalam penelitian lain oleh Nishat et,al. menjelaskan perkiraan
dari sodium dan glukosa pada cairan synovial yang didapat dari 123 sendi lutut kadaver
mengungkapkan tidak ada perubahan yang signifikan. Berbagai parameter yang banyak
digunakan untuk menilai cairan sendi untuk memperkirakan waktu kematian sampai saat ini
seperti glukosa, urea, nitrogen, asam urea, total protein, albumin, pospat alkalin dan asam
laktat dehidrogenase. Dari 84 kasus telah memperlihatkan potassium cairan synovial
meningkat hingga mencapai maksimum pada 48 jam setelah kematian.7,8
Banyak peneliti telah mempelajari tentang perubahan biokimia dilihat dari berbagai
aspek dengan berbagai hasil dan beberapa perdebatan, beberapa berpendapat cairan synovial
dianggap lebih terlindung dan kurang berpaparan terhadap perubahan atmosfer jika
dibandingkan dengan cairan tubuh yang lain seperti cairan serebrospinal dan darah. Dengan
demikian perubahan biokimia post mortem dari cairan synovial mungkin sangat membantu
dalam memperkirakan post mortem interval yang bisa dikatakan mendekati akurat.8
Hasil dari suatu studi tentang pengaruh umur, jenis kelamin, sebab kematian dan
konsentrasi glukosa dan sodium pada cairan synovial dan hubungannya dengan waktu
kematian menyimpulkan tidak ada hubungan secara langsung. Burkahrd Madea et al (2001)
meneliti cairan synovial dan cairan vitreus, tujuan penelitian adalah membandingkan kadar
potassium, natirum, klorida, kalsium, kreatinin, glukosa, dan analisa urea pada kedua cairan
ini, hasilnya didapatkan konsentrasi potassium pada cairan synovial memperlihatkan kadar
yang sedikit tinggi dibanding dengan konsentrasi potassium cairan vitreus, tetapi secara
keseluruhan peningkatan kadar potassium dari nilai normal terjadi pada kedua cairan ini.8,9
7
Pada jurnal Post Mortem Biochemistry- Sampling And Preservation dikatakan
pengambilan sampel dan persiapan cairan bilogkal untuk analisis setelah kematian
merupakan bagian penting pada pemeriksaan postmortem. Dimana analisis tersebut dapat
membantu dalam menentukan penyebab kematian dan waktu kematian. Cairan sendi paling
banyak diambil pada bagian supra-patear pouch, iaspirasi sebanyak 20-50mL. Cairan sinovial
harus segera diperiksa beberapa jam setelah diaspirasidalam. Jika penundaan memang tidak
dapt dihindari, maka sebaiknya cairan sendi disimpan dalam heparin.11
Menurut Sharana ghouda dalam Jurnal Determination of time since death by
estimating sodium and potassium levels in synovial fluid pemeriksaan cairan sinovial
berkaitan dengan berbagai cara kematian serta estimasi selang waktu setelah kematian.
Dimana penulis melakukan penelitian dengan tujuan untuk menentukan interval postmortem
dan waktu kematian dengan memperkirakan kadar natrium dan kalium dalam cairan sendi.12
Estimasi natrium dan kalium dilakukan dengan sinar fotometri di systronic mediflame
dengan sinar photometer 127. Kadar natrium dan kalium dalam interval waktu yang berbeda
menunjukkan korelasi positif antara waktu sejak kematian dan tingkat natrium dan kalium
dalam cairan sinovial. Korelasi ini ditemukan tidak signifikan secara statistic. 12
Dalam kasus kematian karena cedera mekanis waktu rata-rata sejak kematiannya
adalah 19.38 jam. Tingkat rata-rata natrium dan kalium ditemukan menjadi 112.38mEq / L
dan 5.14mEq / L. Ada korelasi positif antara waktu sejak kematian dan tingkat sodium
(0,0502) dan kalium (0,4627). Hubungan antara waktu sejak kematian dan tingkat kalium
dalam cairan sinovial ditemukan signifikan secara statistik (P <0,05) pada kematian karena
cedera mekanis. 12
Madea dkk ( 2001) mempelajari keduanya, cairan sinovial dan humor vitreous .
Tujuannya adalah untuk membandingkan kadar kalium , natrium , klorida , kalsium ,
kreatinin , glukosa dan urea di kedua cairan . Disimpulkan bahwa konsentrasi kalium dalam
cairan sinovial menunjukkan sedikit meningkat dan lebih dari humor vitreous. Meskipun
demikian, kedua kompartemen cairan menunjukkan peningkatan konsentrasi kalium. Sahoo
P.C et al mengamati bahwa kadar kalium dalam sinovial menunjukkan kenaikan yang mantap
sampai maksimal 48 jam setelah kematian. 12
Hasil penelitian Sharana ghouda dkk. menunjukkan bahwa cairan sinovial dapat
digunakan sebagai alat pemeriksaan postmortem. Kalium memiliki korelasi positif dan cukup
8
tinggi dengan selang waktu kematian. Analisis cairan sinovial agak lebih rumit karena
viskositas yang lebih tinggi. Oleh karena itu formula pasti ini berkembang dengan kalium
dalam kaitannya dengan waktu sejak kematian akibat cedera mekanis. 12
Nishat A. Sheikh dkk. memperkirakan postmortem interval kematian dengan sodium
dan glukosa dalam cairan sendi, untuk mendapatkan petunjuk untuk keandalan dan untuk
menetapkan nilai acuan untuk cairan sinovial. Mereka edapatkan hasil Interval post mortem
berkisar 0-48 + Jam, kasus diklasifikasikan menurut interval waktu sejak kematian (gambar
1) pertama itu dapat dinyatakan bahwa pemeriksaan parameter adalah mungkin dengan bahan
yang dikumpulkan. Mereka juga menemukan tidak ada hubungan linear ada antara glukosa,
natrium dan waktu sejak kematian. Sodium dan Glukosa tidak memiliki korelasi positif
dengan selang waktu dan karenanya tidak ada formula yang pasti atau persamaan dapat
berkembang dalam kaitannya dengan memperkirakan waktu sejak kematian. 8
Sahoo P.C, 1998 mempelajari 84 kasus dan menemukankan kenaikkan signifikan
kalium sinovial hingga maksimum 48 jam dari kematian. Nishat A. Sheikh dkk mencoba
untukmempelajari berkorelasi efek usia, jenis kelamin, penyebab kematian terhdap
konsentrasi glukosa dan natrium dalam kaitannya dengan waktu sejak kematian. mereka
menyimpulkan bahwa tidak ada pengaruh usia, jenis kelamin dan penyebab kematian lebih
konsentrasi glukosa dan natrium ion dengan waktu sejak kematian. 8
Akhirnya mereka menyimpulkan tingkat sodium dan glukosa dalam kadaver cairan
sinovial memiliki perubahan yang tidak teratur dengan peningkatan dalam waktu sejak
kematian dan tidak ada korelasi yang signifikan untuk sodium dan glukosa dalam kaitannya
dengan waktu sejak kematian dan tidak ada yang pasti persamaan dapat berkembang tanpa
pengaruh umur, seks dan penyebab kematian lebih konsentrasi glukosa dan ion natrium
dengan waktu sejak kematian. 8
Nishat A. Sh dalam Estimation of postmortem interval according to time course of
potassium ion activity in cadaveric synovial fluid memperkirakan selang postmortem dari
kadar kalium dalam cairan sendi. 10
Analisis nilai kalium dengan penyebab kematian dalam kaitannya dengan waktu sejak
kematian , tidak ada korelasi bisa dibuat dalam penyakit termal dan asphyxial karena kurang
jumlah kasus yang telah dipelajari. Tapi cedera mekanik , keracunan dan Natural
menyebabkan rumus itu berkembang dalam kaitannya dengan penyebab yang spesifik. 10
9
Ia mendapatkan hubungan kadar kalium dengan waktu kematian sebagai berikut: 10
1. Dalam kasus kematian akibat cedera mekanik, formula pasti telah berkembang
dengan kalium dalam kaitannya dengan waktu sejak kematian .
Yt = 13.12 + 0,20 ( K + )
2. Dalam kasus kematian akibat keracunan , formula yang telah berkembang dengan
kalium dalam kaitannya dengan waktu sejak kematian
Yt = 5.44 + 2.03 ( K + )
3. Dalam kasus kematian karena penyebab alami , formula yang telah berkembang
dengan kalium dalam kaitannya dengan waktu sejak kematian .
Yt = -5,16 + 3,97 ( K + )
Yt = 5.28 + 2.20 ( k + )
Dimana k + = konsentrasi kalium dalam cairan sinovial di mEq / L
Yt = diperkirakan kali sejak kematian.
5.28 = nilai statistik konstan.
2.20 = koefisien regresi .
Ia menyimpulkan ada positif co - hubungan yang signifikan untuk ion kalium dalam
kaitannya dengan waktu sejak kematian dan persamaan yang pasti bisa berevolusi untuk
perhitungan interval postmortem . Standarisasi yang ketat dari metode eksperimen
kemungkinan akan menghasilkan persamaan yang lebih akurat . Penelitian ini menekankan
perlunya penelitian lebih lanjut tentang cairan sendi , dengan sifat pengaruh suhu lingkungan
dan sejumlah besar kasus kedua kematian alami dan tidak wajar . Persamaan kami dapat
digunakan dan dapat membantu peneliti untuk sampai pada diagnosis tertentu dalam
berhubungan perubahan biokimia cairan sinovial dalam kaitannya dengan waktu dan
penyebab kematian , yang bisa melalui lebih banyak cahaya pada pemecahan masalah medico
legal yang berkaitan dengan waktu kematian . Akurasidapat diperoleh dengan menggunakan
prosedur yang digariskan dalam penelitian ini. 10
10
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Perkiraan waktu kematian adalah salah satu masalah yang paling penting bagi
kedokteran forensik dan kepentingan hukum. Perubahan fisik dan biokimia postmortem
dievaluasi bersama-sama dalam memperkirakan waktu kematian. Sebuah kompartemen
terisolasi mirip dengan vitreous humor adalah cairan sinovial, yang hingga kini masih jarang
digunakan untuk analisa kimia postmortem.
Ion kalium dalam cairan sinovial digunakan untuk estimasi interval postmortem dan
untuk menetapkan nilai referensi untuk cairan sinovial. Terdapat hubungan positif yang
signifikan untuk ion kalium dalam kaitannya dengan waktu kematian dan persamaan pasti
bisa berevolusi untuk perhitungan interval postmortem.
Aktivitas total LDH meningkat secara linear dan signifikan secara statistik setelah
kematian dan peningkatan konsentrasi alkali fosfatase terjadi hampir 2 kali dan pada 8 jam
paska kematian dan 3 kali pada 18 jam paska kematian.
Dengan mengambil plasma manusia normal sebagai standar, cairan sinovial postmortem
selanjutnya ditandai dengan beberapa perubahan.
11