case tetanus - fix

43
LEMBAR PENGESAHAN Dengan hormat, Presentasi kasus pada kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Anak RSUD Bekasi periode 2 Juni 2014 – 9 Agustus 2014 dengan judul “Tetanus” yang disusun oleh : Nama : Andreas Surya NIM : 030.09.017 Telah disetujui dan diterima hasil penyusunannya oleh Yth : Pembimbing : dr. Rivai Usman, Sp.A Menyetujui, (dr. Rivai Usman, Sp.A) 1

Upload: devitaafriska

Post on 30-Jan-2016

284 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

a

TRANSCRIPT

Page 1: Case Tetanus - Fix

LEMBAR PENGESAHAN

Dengan hormat,

Presentasi kasus pada kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Anak RSUD Bekasi periode 2

Juni 2014 – 9 Agustus 2014 dengan judul “Tetanus” yang disusun oleh :

Nama : Andreas Surya

NIM : 030.09.017

Telah disetujui dan diterima hasil penyusunannya oleh Yth :

Pembimbing : dr. Rivai Usman, Sp.A

Menyetujui,

(dr. Rivai Usman, Sp.A)

1

Page 2: Case Tetanus - Fix

BAB I

ILUSTRASI KASUS

IDENTITAS

Data Pasien Ayah Ibu

Nama An. M. I Tn. T Ny. R

Umur 8 hari 32 tahun 30 tahun

Jenis Kelamin Laki-laki Laki-laki Perempuan

Alamat KP CISALAK RT 03/05 SUMUR BATU KOTA BEKASI

Agama Islam Islam Islam

Suku bangsa Jawa Jawa Jawa

Pendidikan - SMA SMA

Pekerjaan - Buruh Harian Lepas Ibu Rumah Tangga

Penghasilan - - -

Keterangan Hubungan dengan

orang tua : Anak

kandung

ANAMNESIS

Dilakukan secara Alloanamnesis pada hari Selasa, tanggal 1 Juli 2014

Keluhan Utama :

Kaku badan

Keluhan Tambahan :

Demam dan lemas

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien diantar oleh orang tuanya dengan keluhan badan kaku sejak 1 hari

sebelum masuk rumah sakit. Pasien saat itu dalam keadaan sadar, lalu badan pasien

tampak seperti kejang, pasien kaku dan mata tertutup selama kurang lebih 5 menit

kemudian pasien tertidur. Jumlah kejang pasien tidak terhitung oleh orang tuanya. Pasien

juga mengalami demam sejak 2 hari SMRS, mendadak, naik turun, panas tidak diukur,

2

Page 3: Case Tetanus - Fix

turun jika diberi obat. Ibu pasien merasa anaknya malas minum ASI sejak 1 hari SMRS.

Tidak ada mual muntah. BAB dan BAK pasien baik.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Penyakit Umur Penyakit Umur Penyakit Umur

Alergi - Difteria - Jantung -

Cacingan - Diare - Ginjal -

DBD - Kejang - Darah -

Thypoid - Maag - Radang paru -

Otitis - Varicela - Tuberkulosis -

Parotis - Operasi - Morbili -

.

Riwayat Penyakit Keluarga :

Tidak ada anggota keluarga yang mengalami penyakit yang serupa.

Riwayat Kehamilan dan Kelahiran :

KEHAMILAN Morbiditas kehamilan Tidak ditemukan kelainan

Perawatan antenatal Setiap bulan periksa ke

bidan (tetapi ibu pasien

tidak disuntik TT)

KELAHIRAN Tempat kelahiran Rumah Pasien

Penolong persalinan Dukun didampingi Bidan

Cara persalinan Spontan

Masa gestasi 39 Minggu

Keadaan bayi

Berat lahir 3300 gr

Panjang badan tidak diukur

Lingkar kepala tidak diukur

Langsung menangis

Nilai apgar tidak tahu

Tidak ada kelainan bawaan

Kesan : Riwayat kehamilan dan persalinan pasien tidak baik.

Riwayat Imunisasi :

3

Page 4: Case Tetanus - Fix

vaksin Dasar (umur)

BCG -

DPT

POLIO -

CAMPAK

HEPATITIS B -

Kesan : Imunisasi dasar tidak dilakukan

Riwayat Keluarga :

Ayah Ibu Anak pertama

Nama Tn. T Ny. R An. I. M

Perkawinan ke Pertama Pertama -

Umur 32 tahun 30 tahun 8 hari

Keadaan kesehatan Baik Baik

Kesan : Keadaan kesehatan kedua orang tua dalam keadaan baik.

Riwayat Sosial Ekonomi:

Pasien adalah anak pertama dari Tn.M yang bekerja sebagai Buruh harian lepas, dan

Ny.I yang bekerja sebagai ibu rumah tangga.

Kesan : Keadaan ekonomi keluarga Os tergolong menengah kebawah.

Riwayat Perumahan dan Sanitasi :

Tinggal dirumah kontrakan. Terdapat 1 kamar tidur dan 1 kamar mandi. Ventilasi kurang

baik, tidak memiliki jendela, cahaya matahari tidak masuk rumah, air minum dan air

mandi berasal dari air tanah yang ditampung menggunakan ember. Rumah pasien

terletak di rumah padat penduduk. Di sekitar perumahan sanitasi kurang baik terdapat

selokan yang jarang dibersihkan. Di rumah pasien tidak terdapat hewan peliharaan.

Kesan : Kesehatan lingkungan tempat tinggal pasien kurang baik.

PEMERIKSAAN FISIK

4

Page 5: Case Tetanus - Fix

Pemeriksaan Umum

Keadaan Umum : Tampak sakit berat

PAT:

A: Tone : tidak valid dinilai; Interactiveness: tertidur; Consolability: tenang;

Look (-) Speech (-)

B: NCH (-) Retraksi (-) Nasal kanul O2

C: Sianosis (-) CRT <2”

Anemis (-), ikterik (-), dypneu (-)

Heart Rate : 160 x/menit

Pernapasan : 44 x/menits

Suhu badan : 39,30C

Berat badan : 3600 gram

Panjang badan : 54 cm

Lingkar kepala : 36 cm

Lingkar dada : 30 cm

Pemeriksaan Khusus

Kepala

- Bentuk : Normocephali

- Rambut : Rambut hitam, tidak mudah dicabut, distribusi

merata

- Mata : Conjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil

isokor, RCL +/+, RCTL +/+

- Telinga : Normotia, membran timpani intak, serumen -/-

- Hidung : Bentuk normal, sekret -, nafas cuping hidung -/-

- Mulut : Faring hiperemis -, T1-T1, Trismus (+) ringan risus

sardonisus (-)

Leher : KGB tidak membesar, kelenjar tiroid tidak

membesar

Thorax

- Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris

- Palpasi : Gerak napas simetris, vocal fremitus simetris

5

Page 6: Case Tetanus - Fix

- Perkusi : Sonor dikedua lapang paru

- Auskultasi : Pulmo SN vesikuler, ronki -/-, wheezing -/-

Cor BJ I & II normal, murmur -, gallop -

Abdomen

- Inspeksi : Perut datar, distensi (+), Organomegali (-)

- Auskultasi : Bising usus 3x/menit

- Palpasi : Keras, nyeri tekan -, hepar dan lien tidak teraba

membesar, turgor kulit normal

- Perkusi : Shifting dullness -, nyeri ketok -

Kulit : Ikterik -, petechie -, mottled -

Ekstremitas : Akral hangat, sianosis -, edema –, kaku +

Ballard Score & Physical Maturity

Ballard Score : 18

6

Jumlah score: 35 -> 38-39 minggu

Page 7: Case Tetanus - Fix

Physical Maturity : 17

Kurva Lubchenco :

Berat badan : 3300 gr

Jumlah minggu : 39 minggu

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium darah

Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal

HEMATOLOGI

Darah rutin

LED 55 Mm 0-10

Leukosit 10.1 ribu/uL 5-10

Hemoglobin 15 g/dL 11-14,5

Hematokrit 41.5 % 37-47

7

SMK (Sesuai Untuk Masa Kehamilan)

Page 8: Case Tetanus - Fix

Trombosit 313 ribu/uL 150-400

KIMIA KLINIK

GDS 63 mg/dL 60-110

Natrium 144 mmol/L 135-145

Kalium 5,0 mmol/L 3,5-5,0

Clorida 110 mmol/L 94-111

RESUME

Anamnesis

Pasien diantar oleh orang tuanya dengan keluhan badan kaku sejak 1 hari

sebelum masuk rumah sakit. Pasien saat itu dalam keadaan sadar, lalu badan pasien

tampak seperti kejang, pasien kaku dan mata tertutup selama kurang lebih 5 menit

kemudian pasien tertidur. Jumlah kejang pasien tidak terhitung oleh orang tuanya. Pasien

juga mengalami demam sejak 2 hari SMRS, naik turun, panas tidak diukur. Nafsu pasien

berkurang dinilai dari kekuatan meminum ASI. Tidak ada mual muntah. BAB dan BAK

pasien baik.

Pemeriksaan fisik

Keadaan umum : Tampak sakit berat

Abdomen : Palpasi teraba keras.

Pemeriksaan penunjang

Laboratorium darah

LED 55 Mm 0-10

Leukosit 10.1 ribu/uL 5-10

Hemoglobin 15 g/dL 11-14,5

Hematokrit 41.5 % 37-47

DIAGNOSIS KERJA

8

Page 9: Case Tetanus - Fix

Tetanus

DIAGNOSIS BANDING

Kejang Demam

Status Epileptikus

PENATALAKSANAAN

Non medikamentosa

1. Tirah baring

2. Edukasi kepada orangtua tentang penyakit yang diderita

3. Rawat NICU

Medikamentosa

IVFD NS

Cinam 3x250mg

Amikacin 2x25mg

Anti Tetanus Serum 10.000 ui

Diazepam 75mg/24 jam

Paracetamol 3x40mg

Terapi suportif

·        Bebaskan jalan nafas

·       Hindarkan aspirasi dengan menghisap lendir perlahan-lahan & memindah-mindahkan

posisi pasien)

·        Pemberian oksigen

·        Perawatan dengan stimulasi minimal

·        Pemberian cairan dan nutrisi adekuat, bila perlu dapat dipasang sonde nasogastrik,

asal tidak memperkuat kejang

·        Pemantauan/monitoring kejang dan tanda penyulit

PROGNOSIS

9

Page 10: Case Tetanus - Fix

Ad vitam : Dubia ad bonam

As fungsionam : Dubia ad bonam

Ad sanationam : Dubia ad bonam

FOLLOW UP

TANGGAL 02/07/2014

S : GDS :80mg/dL

T : 37.50C

A : Nasal kanul, retraksi (-), Saturasi O2 98%

B : HR : 148x/menit, mottled - , cyanosis -

L : -

E : -

P : IVFD NS

Cinam 3x250mg

Amikacin 2x25mg

Anti Tetanus Serum 10.000 ui

Diazepam 75mg/24 jam

Paracetamol 3x40mg

TANGGAL 03/07/2014

S : GDS :76mg/dL

T : 36.80C

A : Nasal kanul, retraksi (-), Saturasi O2 100%

B : HR : 146x/menit, mottled - , cyanosis -

L : -

E : -

P : IVFD NS

Cinam 3x250mg

Amikacin 2x25mg

Anti Tetanus Serum 10.000 ui

Diazepam 75mg/24 jam

10

Page 11: Case Tetanus - Fix

Paracetamol 3x40mg

TANGGAL 04/07/2014

S : GDS :86mg/dL

T : 36.50C

A : Nasal kanul, retraksi (-), Saturasi O2 99%

B : HR : 140x/menit, mottled - , cyanosis -

L : -

E : -

P : IVFD NS

Cinam 3x250mg

Amikacin 2x25mg

Anti Tetanus Serum 10.000 ui

Diazepam 75mg/24 jam

Paracetamol 3x40mg

TANGGAL 05/07/2014

S : GDS :84mg/dL

T : 36.60C

A : Nasal kanul, retraksi (-), Saturasi O2 100%

B : HR : 140x/menit, mottled - , cyanosis -

L : -

E : -

P : IVFD NS

Cinam 3x250mg

Amikacin 2x25mg

Anti Tetanus Serum 10.000 ui

Diazepam 75mg/24 jam

Paracetamol 3x40mg

BAB I

11

Page 12: Case Tetanus - Fix

PENDAHULUAN

Tetanus neonatorum merupakan suatu istilah yang digunakan untuk

mendeskripsikan terjadinya penyakit tetanus pada neonatus (bayi berusia 3-28 hari).1,2

Tetanus neonatorum merupakan suatu penyakit yang berbahaya dan memilki tingkat

morbiditas yang tinggi. Data WHO tahun 2005 menunjukan Tetanus neonatorum

merupakan penyebab dari 14 % kematian neonatus di dunia.3

Clostridium tetani merupakan bakteri yang menyebabkan terjadinya penyakit

tetanus, di mana pada bayi baru lahir infeksi terutama terjadi melalui luka saat

pemotongan tali pusat atau akibat proses partus yang kurang steril. Proses partus dan

penanganan tali pusat yang kurang steril memungkinkan adanya infeksi bakteri sehingga

membahayakan baik bagi si bayi maupun ibu melahirkan.1,3,4 Hal inilah yang

menyebabkan 90% kasus tetanus neonatorum terjadi di negara negara yang kurang dan

masih berkembang, di mana standar kesehatan masih sangat rendah dan fasilitas

kesehatan yang layak tidak tersedia atau terbatas.1,3,4

Terapi pada tetanus neonatorum meliputi pemberian antitoksin tetanus, pelemas

otot dan pemberian makanan intravena.4 Selain itu juga dapat diberikan anti microbial,

debridement luka dan penanganan jalan napas pasien.4

Pencegahan penyakit ini sebenarnya sangat mudah dan menjadi fokus utama

WHO, yaitu dengan pemberian vaksin pada ibu sebelum atau selama masa kehamilan;

proses partus serta penanganan paska melahirkan yang steril. WHO telah mencanangkan

program eliminasi tetanus maternal dan tetanus neonatorum sejak tahun 1989. Program

ini telah berhasil dilaksanakan oleh negara-negara maju dan sebagian negara berkembang

sehingga tetanus neonatorum sangat jarang ditemukan di negara-negara tersebut.4

Keterbatasan ekonomi di negara-negara kurang berkembang menyebabkan

tingginya jumlah kasus tetanus neonatorum. Fasilitas kesehatan yang terbatas dan

rendahnya pengetahuan masyarakat akan masalah ini tetap menjadikan tetanus

neonatrum sebuah problematika kesehatan pada neonatal.1,4

12

Page 13: Case Tetanus - Fix

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI

Kata tetanus berasal dari bahasa Yunani tetanos yang berarti kencang atau

tegang.1 Tetanus merupakan suatu infeksi akut yang ditandai kondisi spastik paralisis

yang disebabkan oleh neurotoksin yang dihasilkan oleh Clostridium tetani. Tetanus

berdasarkan gejala klinisnya dapat dibagi menjadi 3 bentuk, yaitu tetanus generalisasi

(umum), tetanus local dan tetanus sefalik. Bentuk tetanus yang paling sering terjadi

adalah tetanus generalisasi dan juga merupakan bentuk tetanus yang paling berbahaya.1,3,4

Neonatal (berasal dari neos yang berarti baru dan natus yang berarti lahir)2

merupakan suatu istilah kedokteran yang digunakan untuk menggambarkan masa sejak

bayi lahir hingga usia 28 hari kehidupan.1,2

Tetanus neonatorum merupakan suatu bentuk tetanus generalisasi yang terjadi

pada masa neonatal.3,4

ETIOLOGI

Penyakit ini disebabkan oleh infeksi neorutoksin (tetanospasmin) yang dihasilkan

bakteri Clostridium tetani pada masa neonatal. Umumnya infeksi terjadi akibat proses

partus dan penanganan tali pusat yang kurang steril.1,3 Penyakit ini khususnya terjadi

pada bayi dengan ibu yang belum mendapatkan imunisasi tetanus sebelumnya1,3

Pada tahun 1884, Arthur Nicolaier berhasil mengisolasi bakteri Clostridium

tetani yang hidup bebas dan pada tahun 1889 Kitasato Shibasaburo berhasil mengisolasi

bakteri ini dari manusia. Vaksin tetanus (Tetanus toxoid) pertama kali pada tahun 1924

oleh P Descombey.1

EPIDEMIOLOGI

Tetanus merupakan suatu masalah kesehatan di berbagai belahan dunia dengan

taraf ekonomi rendah. Jumlah kasus tetanus neonatorum dapat dikatakan berbanding

terbalik dengan kondisi sosial ekonomi suatu negara. Semakin baik taraf sosial ekonomi

suatu begara semakin sedikit pula jumlah kasus tetanus neonatorum di negara tersebut,

demikian juga sebaliknya.

Tetanus neonatorum saat ini merupakan suatu penyakit yang dapat dikatakan

langka di banyak negara maju dan berkembang, di mana proses partus yang steril dan

13

Page 14: Case Tetanus - Fix

pemberian vaksin tetanus secara umum telah disosialisasikan dan dilaksanakan sebagai

suatu prosedur kesehatan wajib. Amerika Serikat memilki insiden tetanus neonatorum

yang sangat rendah yaitu 0,01/1000 kelahiran sejak tahun 1967.5

Tetanus neonatorum terjadi sama banyaknya baik pada laki-laki maupun wanita

(1:1), usia ibu yang paling sering mengalami tetanus maternal adalah antara usia 20-30

tahun (berbanding lurus dengan usia melahirkan terbanyak). 90 % kasus tetanus

neonatorum dan tetanus maternal terjadi pada partus yang dilakukan di luar fasilitas

kesehatan (di rumah, dukun, dsb).6

Tetanus neonatorum memilki tingkat morbiditas yang tinggi, dimana > 50%

kasus tetanus neonatorum berakhir dengan kematian. Menurut data UNICEF, setiap 9

menit, seorang bayi meninggal akibat penyakit ini.6 WHO menyatakan bahwa tetanus

neonatorum merupakan poenyebab dari 14 % kematian neonatus di seluruh dunia.7

Tetanus neonatorum dan tetanus maternal merupakan suatu kesatuan dan dengan

dieliminasinya tetanus neonatorum, maka tetanus pada ibu melahirkan secara tidak

langsung juga dieliminasi.5,6 Pada tahun 1989, WHO mencanangkan suatu program

dengan target pada tahun 1995, penyakit tetanus pada maternal-neonatus dapat

dieliminasi dan pada tahun 2005 penyakit ini bukan lagi sebuah masalah kesehatan

masyarakat dunia.8 Eliminasi dianggap tercapai jika jumlah kasus tetanus neonatorum <1

kasus / 1000 kelahiran.6,8 Program ini meliputi program vaksin toxoid tetanus dan

penyediaan fasilitas kesehatan yang memenuhi standard dan sosialisasi tentang penyakit

ini di seluruh dunia.6,8

Penurunan drastis kematian neonatus akibat tetanus berhasil dicapai sejak

diberlakukannya program WHO tersebut, di mana pada tahun 1980, menurut data WHO

dilaporkan 800.000 neonatus meninggal akibat tetanus, dan kemudian pada tahun 2002

menurun menjadi 180.000 neonatus yang meninggal akibat penyakit ini.9 Kasus tetanus

neonatorum berkurang drastis setiap tahunnya dan pada tahun 2009, jumlah kematian

neonatus akibat tetanus adalah 61.000.9,10

Hingga saat ini, Maternal-Neonatal Tetanus (MNT) masih belum berhasil

dieliminasi secara menyeluruh, di mana pada tahun 2009, penyakit ini masih merupakan

suatu masalah kesehatan 57 negara di dunia, terutama di Asia dan Afrika, termasuk di

antaranya adalah Indonesia.6,9 Sekitar 1 juta kasus tetanus dilaporkan dari seluruh dunia

14

Page 15: Case Tetanus - Fix

pada tahun 2010, dan lebih dari 50 % kematian akibat penyakit ini terjadi pada

neonatus.1

Gambar 1. Perkiraan WHO tentang Eliminasi Tetanus Neonatorum Dunia

Indonesia walaupun belum berhasil mengeliminasi tetanus neonatorum ini, juga

telah berhasil menekan secara drastis jumlah kasus penyakit ini. Pada tahun 1980, jumlah

kematian akibat tetanus neonatorum di Indonesia adalah 71.000 (8 % dari total kematian

akibat tetanus neonatorum di seluruh dunia pada saat itu).10 Pada tahun 2010, WHO

menyatakan bahwa daerah Jawa dan Bali (59 % dari populasi Indonesia) telah berhasil

bebas dari tetanus neonatorum.11 Survey pada daerah-daerah lainnya masih dalam proses,

dan diharapkan pada tahun 2015, Indonesia secara keseluruhan sudah bebas dari penyakit

ini.12 Selain itu, menurut survey jumlah daerah yang terlindungi dengan vaksin tetanus

toxoid, Indonesia telah berhasil meningkatkan jumlah perlindungan vaksin dari 79 %

pada tahun 1990 menjadi 89 % pada tahun 2010.10

MIKROBIOLOGI

Clostridium tetani merupakan suatu bakteri bersifat obligat anaerob, gram positif,

yang berasal dari genus Clostridium. Bakteri ini sering ditemukan pada tanah dan

15

Page 16: Case Tetanus - Fix

sebagai parasit di traktus intestinal mamalia. Bakteri ini memiliki 2 fase hidup, yang

pertama adalah dalam bentuk vegetative dan kemudian memproduksi endospora.11

C. tetani dalam bentuk vegetatif berbentuk batang, rentan terhadap oksigen dan

sangat sensitif terhadap panas.

Gambar 2 Bentuk vegetative C tetani

Bakteri ini kemudian akan menghasilkan endospora yang kemudian memberikan

karakteristik khas dari bakteri ini. Setelah menghasilkan endospora, C. tetani dapat

berbentuk seperti stik drum dan dapat bertahan terhadap panas, bahkan terhadap

antiseptik.11 Clostridium tetani dalam bentuk spora dapat bertahan hingga suhu 121oC

selama 0-15 menit. Spora ini juga dapat bertahan terhadap berbagai antiseptik. (cth:

phenol). Bentuk spora ini lah yang umumnya bersifat infektif. 11,12 Pada pewarnaan gram,

Clostridium tetani memberikan gambaran seperti raket tenis.11

16

Page 17: Case Tetanus - Fix

Gambar 3. C. tetani pada pewarnaan Gram.

Clostridium tetani menghasilkan 2 jenis eksotoksin, yaitu tetanolisin dan

tetanospasmin. Tetanolisin merupakan suatu eksotoksin yang bersifat sitolisin,

sedangkan tetanospasmin merupakan suatu neurotoksin dengan tingkat toksisitas teringgi

ke dua terhadap manusia, dengan batas lethal toksin 2,5 x 10-6 mg/kg berat badan.12

FAKTOR RESIKO

Faktor resiko yang mempengaruhi terjadinya tetanus neonatorum berhubungan

dengan rendahnya sterilisasi dan kebersihan dari proses partus, penanganan pasca

persalina yang tidak adekuat dan kurangnya pengetahuan dan sosialisasi vaksin tetanus

toxoid di berbagai negara miskin dan kurang berkembang.13

Faktor-faktor resiko tersebut mencakup faktor medis dan faktor non medis.

Faktor medis meliputi kurangnya standard perawatan prenatal (kurangnya perawatan

antenatal pada ibu hamil, kurangnya edukasi ibu hamil tentang pentingnya vaksinasi

tetanus toxoid), perawatan perinatal (kurang tersedianya fasilitas persalinan dan tenaga

medis sehingga banyak persalina dilakukan di rumah dan penggunaan alat-alat yang

tidak steril, termasuk dalam penanganan tali pusat) dan perawatan neonatal (neonatus

lahir dalam keadaan tidak steril, tingginya prematuritas, dsb).18 Faktor non medis sering

kali berhubungan dengan adat istiadat setempat (contoh: Beberapa suku di Pakistan

sering kali mengoleskan kotoran sapi pada lokasi pemotongan tali pusat).19

PATOFISIOLOGI

17

Page 18: Case Tetanus - Fix

Dalam kondisi normal, sistem muskuloskeletal akan bereaksi sesuai dengan

sinyal (aktif potensial) yang berasal dari neuron-neuron (eksitatorik dan inhibitorik). Sel-

sel neuron akan bereaksi terhadap suatu sinyal dengan menghasilkan neurotransmitter

dan dikeluarkan menggunakan suatu protein membrane (synaptobrevin) menuju saraf

motorik. Neurotransmiter tersebut kemudian menyampaikan sinyal tersebut dan saraf

motorik akan merangsang serat otot untuk bereaksi.17,20,21

Pada kontraksi otot skeletal, neuron eksitatorik akan mengeluarkan

neurotransmiter (cth: Asetilkolin) untuk menyampaikan sinyal eksitatorik ke motor

neuron yang merangsang otot untuk berkontraksi, sementara itu neuron inhibitorik juga

akan menghasilkan neurotransmitter (cth: GABA) untuk membatasi dan memodulasi

kontraksi yang terjadi, di mana pada saat satu bagian otot berkontraksi, pada saat

bersamaan terdapat otot lain yang relaksasi (antagonis refleks).20 Infeksi Clostridium

tetani menyebabkan neuron inhibitorik gagal mengeluarkan neurotransmitter inhibitori,

sehingga kontraksi yang terjadi tidak diimbangi dengan inhibisi otot yang lain.

Akibatnya baik otot agonis maupun antagonis mengalami kontraksi dan tidak terkontrol

sehingga terjadi spasme otot yang menjadi gambaaran khas pada tetanus.19,20

Clostridium tetani menghasilkan endospora yang membutuhkan kondisi

anaerobik untuk dapat berkembang.18 Jaringan yang nekrosis atau mengalami infeksi

merupakan lokasi yang sangat mendukung bagi tumbuhnya bakteri ini.18 Bakteri ini

biasanya masuk ke situs luka dan setelah melalui proses germinasi (berkisar antara 3-21

hari), bakteri ini akan menghasilkan 2 jenis exotoxin, yaitu tetanolisin dan

tetanospasmin. Tetanolisin yang dihasilkan oleh Clostridium tetani bersifat sitolisin, dan

mengawali infeksi bakteri ini dengan merusak jaringan-jaringan yang belum nekrosis dan

mengoptimalkan suasana anaerob yang terbentuk pada situs luka.17 Tetanospasmin

sebagai neurotoksin kemudian menjadi agen penyebab munculnya berbagai gejala klinis

pada tetanus.17

Tetanospasmin merupakan suatu neurotoksin yang berbentuk rantai polipeptida

ganda. Rantai polipeptida ini terdiri atas sebuah rantai polipeptida berat(100000 Da) dan

1 rantai polipeptida ringan(50.000 Da). Ke dua rantai tersebut dihubungkan oleh suatu

jembatan disulfida.3,17 Rantai polipeptida ringan (mengandung zinc metalloprotease) akan

berikatan dengan neuromuscular junction sedangkan rantai polipeptida berat

(mengandung suatu amino terminus yang berfungsi untuk memberi sinyal kepada sel)

18

Page 19: Case Tetanus - Fix

menyebabkan tetanospasmin dapat masuk ke dalam akson3,18 Tetanospasmin kemudian

masuk ke dalam sel hingga mencapai sistem saraf pusat secara intra-aksonal. Setelah

mencapai daerah intrasel, tetanospasmin dapat berdifusi keluar dari sel dan berikatan

dengan reseptor interneuron inhibitorik (pada medulla spinalis). Tetanospasmin akan

diendositosis ke dalam sel intraneuron inhibitorik ini.18,21

Gambar 4. susunan tetanospasmin

Di dalam sel, ikatan disulfida antara rantai polipeptida ringan dan berat akan

rusak akibat suasana asam, rantai polipeptida ringan kemudian akan masuk ke sitoplasma

sel intraneuron. Kandungan zinc metalloprotease yang terdapat pada rantai ringan ini

kemudian akan merusak synaptobrevin (protein membrane) yang dibutuhkan dalam

proses transportasi neurotransmitter dari sel interneuron menuju saraf motorik. Hal ini

menyebabkan pelepasan neurotransmitter inhibitori (terutama Gamma Amino Butric

Acid/GABA) tidak dapat dilakukan. Dihambatnya transport GABA ini menyebabkan

refleks antagonis otot skeletal menjadi hilang, akibatnya terjadi kontraksi otot tidak

terkontrol dan spasme dari otot-otot skeletal.3,18,20,21 Tetanospasmin selain merusak refleks antagonis pada sistem musculoskeletal, pada tahap lanjut, juga mengganggu refleks antagonis sistem

saraf simpatik, sehingga pada kondisi tersebut, pelepasan katekolamin storm atau disebhiper-adrenergik.14,22

Masa inkubasi pada bayi lebih cepat dibanding tetanus tipe lain yaitu berkisar antara 3-10

hari, dan biasanya bermanifestasi pada akhir minggu pertama atau awal minggu ke dua

pasca persalinan sehingga sering kali disebut sebagai penyakit hari ke tujuh (disease of

19

Page 20: Case Tetanus - Fix

the seventh day). Hal ini membantu membedakan tetanus neonatorum dengan penyakit

lain pada neonatus, di mana pada penyakit lain akan muncul gejala pada 2 hari pertama

kehidupan.1

GEJALA KLINIS

Manifestasi awal yang ditemukan pada tetanus neonatorum dapat dilihat ketika

bayi malas minum dan menangis yang terus menerus.7 Bayi kemudian akan kesulitan

hingga tidak sanggup menghisap dan akhirnya mengalami gangguan menyusu. Hal

tersebut menjadi tanda khas onset penyakit ini. Kekakuan rahang (trismus) mulai terjadi,

dan mengakibatkan tangisan bayi berkurang dan akhirnya berhenti. Mulai terjadi

kekakuan pada wajah (bibir tertarik kearah lateral, dan alis tertarik ke atas) yang disebut

risus sardonicus. Kaku kuduk, disfagia dan kekakuan pada seluruh tubuh akan menyusul

dalam beberapa jam berikutnya.7,18

Awalnya kekakuan tubuh yang terjadi bersifat periodik, dan dipicu oleh

rangsangan-rangsangan sensoris (suara atau sentuhan).1,7,18 Kemudian kejang akan

terjadi secara spontan dan akhirnya terus menerus. Spasme dan kejang berulang atau

terus menerus yang terjadi akan mempengaruhi sistem saraf simpatik sehingga terjadi

vasokonstriksi pada saluran napas dan akan terjadi apneu dan bayi menjadi sianosis. Hal

ini merupakan penyebab kematian terbesar pada kasus tetanus neonatorum.7,19,23

Pada saat spasme dan kejang berlangsung, kedua lengan biasanya akan fleksi

pada siku dan tertarik ke arah badan, sedangkan kedua tungkai dorsofleksi dan kaki akan

mengalami hiperfleksi. Spasme pada otot punggung menyebabkan punggung tertarik

menyerupai busur panah (opisthotonos).24

Jarak antara gejala pertama muncul sampai munculnya gejala berikutnya pada

kasus tetanus neonatorum disebut periode onset. Periode onset ini berperan penting

dalam menentukan prognosis penyakit ini. Semakin pendek periode onset ini, semakin

buruk prognosisnya.6 Periode onset pada neonatus lebih pendek dibandingkan dengan

pada anak atau dewasa (lebih ke arah beberapa jam daripada beberapa hari seperti pada

dewasa), hal ini mungkin disebabkan jarak akson yang lebih pendek sehingga infeksi

lebih cepat mencapai CNS.6

20

Page 21: Case Tetanus - Fix

Gambar 5. Opisthotonos dan Risus Sardonicus

KLASIFIKASI TETANUS

Tetanus berdasarkan tingkat keparahannya diklasifikasikan oleh Ablett menjadi

4 stadium.

Tabel 1. Klasifikasi tetanus oleh Ablett berdasarkan tingkat keparahannya 18

Stadium Gejala Klinis

1. Ringan Trismus ringan, spastic tanpa spasme, tanpa disertai disfagia

2. Sedang Trismus sedang, spasme mulai muncul, disfagia ringan, mulai ada gangguan

respiratori, Jumlah napas > 30 x/menit

3. Berat Trismus berat, spastic dan spasme seluruh tubuh, disfagia berat, jumlah

napas >140x/menit, mulai muncul apneu dan sistem simpatis mulai tergang

ditandai takikardi >120x/menit

4. Sangat berat Stadium 3 ditambah dengan gangguan sistem saraf simpatis berat termasuk

sistem kardiovaskuler

PEMERIKSAAN PENUNJANG

21

Page 22: Case Tetanus - Fix

Untuk mendiagnosa tetanus neonatorum adalah dengan melihat gambaran dan

gejala klinis yang ada. Pemeriksaan kultur jarang dilakukan karena ditemukan tidaknya

bakteri Clostridium tetani bukan merupakan suatu tanda karakterisitik pada infeksi

bakteri ini. Pemeriksaan dengan spatula lidah dapat digunakan untuk mendeteksi dini

penyakit ini. Hasil positif ditunjukan ketika spatula disentuhkan ke orofaring lalu terjadi

spasme pada otot maseter dan bayi menggigit spatula lidah.25

KOMPLIKASI

1. Laringospasme yaitu spasme dari laring dan/atau otot pernapasan menyebabkan

gangguan ventilasi. Hal ini merupakan penyebab utama kematian pada kasus

tetanus neonatorum.

2. Fraktur dari tulang punggung atau tulang panjang akibat kontraksi otot berlebihan

yang terus menerus. Terutama pada neonatus, di mana pembentukan dan

kepadatan tulang masih belum sempurna

3. Hiperadrenergik menyebabkan hiperakitifitas sistem saaraf otonom yang dapat

menyebabkan takikardi dan hipertensi yang pada akhirnya dapat menyebabkan

henti jantung (cardiac arrest). Merupakan penyebab kematian neonatus yang

sudah distabilkan jalan napasnya.

4. Sepsis akibat infeksi nosokomial (cth: Bronkopneumonia)

5. Pneumonia Aspirasi (sering kali terjadi akibat aspirasi makanan ataupun

minuman yang diberikan secara oral pada saat kejang berlangsung)

KOMPLIKASI JANGKA PANJANG

22

Page 23: Case Tetanus - Fix

Pada sebuah penelitian, ditemukan deficit neurologis pada sebagian penderita

tetanus neonatorum yang selamat. Gejala yang muncul dapat berupa cerebral palsy,

gangguan perkembangan intelektual maupun gangguan perilaku.26 Gejala tersebut

didapatkan pada anak-anak berusia 7-12 tahun. Hal ini diperkirakan terjadi akibat anoxia

yang terjadi semasa kejang yang terjadi. 26 Namun demikian presentasi terjadinya

sequalae pada penyakit ini belum dapat dipastikan.

PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan tetanus neonatorum pada dasarnya sama dengan tetanus lainnya,

yaitu meliputi terapi suportif (sedasi, pelemas otot, dsb) selama tubuh berusaha

metabolisme neurotoxin, mencegah bertambahnya toxin yang mencapai CNS dan

berusaha membunuh kuman yang masih dalam bentuk vegetatif untuk mencegah

produksi tetanospasmin yang berkelanjutan.24 Perawatan di NICU mutlak diperlukan.7

Eliminasi kuman dalam bentuk vegetatif dilakukan dengan membersihkan situs

luka; debridement merupakan salah satu tindakan yang dapat dilakukan untuk

membersihkan luka, diharpakan dengan tindakan tersebut, suasana anaerobik yang

dibutuhkan kuman untuk germinasi dapat dihilangkan.18 Pemberian antibiotik diperlukan

untuk membunuh kuman bukan untuk netralisasi toksin. Penicillin G (100.000 U/kg/24

jam IV dibagi menjadi 4-6 kali pemberian selama 10-14 hari) merupakan salah satu

antibiotik pilihan,3 namun studi terbaru menemukan bahwa penicillin merupakan suatu

antagonis GABA sehingga dapat meningkatkan efek dari tetanospasmin, oleh karenanya

saat ini antibiotik pilihan adalah Metronidazole IV (30 mg/kg/hari, dengan dosis

maksimal 4 g/hari selama 10-14 hari).7

Netralisasi toksin dalam sirkulasi dilakukan dengan pemberian Tetanus

Immunoglobulin (TIG) 3000-6000 unit dosis tunggal intramuskular.7 Pada suatu

penelitian ditemukan bahwa dosis sebesar 500 unit memiliki efektifitas yang sama

dengan pemberian dosis yang lebih besar, namun hingga saat ini pemberian dosis TIG

3000-6000 unit (IM) masih menjadi rekomendasi resmi WHO.7,24 Jika sediaan TIG tidak

tersedia, pemberian anti-tetanus serum (ATS) dapat menjadi pilihan alternatif. ATS dapat

diberikan dengan dosis 10.000 unit dan pemberiannya dibagi menjadi 2 dosis ( ½ IM, ½

IV).3,7 Di negara-negara miskin dan berkembang, TIG masih sulit didapatkan karena

harganya yang mahal, sedangkan ATS karena harganya yang lebih murah lebih banyak

23

Page 24: Case Tetanus - Fix

digunakan. Penggunaan ATS harus didahului dengan uji desensitisasi terhadap antigen

serum yang terkandung di dalamnya karena sering menimbulkan reaksi alergi pada

penderita.7,24 Pemberian TIG ataupun ATS harus dilakukan secepatnya (maksimal 24 jam

setelah didiagnosis), karena toksin tidak dapat lagi dinetralisir oleh TIG atau ATS

apabila sudah mencapai medula spinalis.3,18

Terapi Suportif

Terapi suportif mutlak diperlukan dan memegang peranan penting dalam

menentukan tingkat mortalitas yang terjadi.

Hal pertama yang harus dilakukan adalah penanganan jalan napas. Penggunaan

ventilator merupakan pilihan utama. Selain itu pemberian muscle-relaxant atau sedative

dengan tujuan mengurangi spasme otot sekaligus melebarkan jalan napas. Obat yang

terbukti cukup efektif adalah benzodiazepine (cth: diazepam, midazolam).7,27 Diazepam

memiliki efek pelemas otot, anti anxietas dan sedasi. Hal itu menyebabkan diazepam

efektif digunakan dalam penanganan tetanus neonatorum.27 Pemberian diazepam

bervariasi untuk tiap individu, 0,1-0,8 mg/kg/hari PO dibagi dalam 3-4 dosis untuk

spasme ringan, dan 0,1-0,3 mg/kg IV dalam 4-8 jam untuk spasme sedang-berat.

Diazepam kemudian dititrasi untuk maintenance dose dengan dosis yang bervariasi dan

belum memiliki suatu standard resmi. Pada suatu laporan kasus, maintenance dose

diberikan 0,08 mg/kg IV setiap 4 jam dan midazolam 0,1 mg/kg/jam.27

Pemberian cairan harus diberikan untuk menggantikan cairan dan elektrolit.

Pemberian makanan secara oral dilarang, karena dapat menyebabkan aspirasi, oleh

karena itu, nutrisi diberikan secara parenteral atau via nasogastric tube (NGT). Pada

kasus neonatus dengan jalan napas yang tidak berhasil distabilkan atau intubasi yang

melebihi 10 hari, trakeostomi dapat dilakukan.25

Pencegahan/Profilaksis

1. Proses persalinan yang steril yang didukung tenaga medis dan peralatan

medis yang mendukung

2. Pendidikan dan pengarahan tentang pentingnya persalinan yang steril dan

sosialisasi vaksinasi tetanus pada ibu hamil khususnya yang belum mendapat

vaksinasi atau dengan riwayat vaksinasi yang belum jelas.

24

Page 25: Case Tetanus - Fix

3. Imunisasi pada ibu hamil merupakan fokus primer dalam pencegahan tetanus

neonatorum

VAKSINASI TETANUS

Vaksin terdiri dari mikroorganisme atau komponen seluler yang bertindak

sebagai antigen. Pemberian vaksin menstimulasi produksi antibodi dengan protein

spesifik. Pemberian vaksin tetanus toksoid dilakukan untuk profilaksis jika riwayat

vaksin tidak diketahui atau kurang dari 3 kali imunisasi TT.1

Imunisasi tetanus pada wanita masa subur (12 atau 15 tahun sampai 45 tahun)

atau sedang mengandung merupakan cara pencegahan tetanus neonatorum yang paling

mudah dan efektif.7 Melalui imunisasi tetanus lengkap, proteksi terhadap infeksi tetanus

mencapai lebih dari 90%.

Wanita tanpa adanya riwayat imunisasi tetanus harus diberikan dua dosis tetanus

toxoid (TT) atau difteri tetanus toxoid (Td) atau DPT (difteri pertusis tetanus) dengan

jarak antar dosis minimal 4 minggu. Dosis ke 3 diberikan 6-12 bulan kemudian, dosis ke

4 satu tahun sesudah pemberian dosis ke 3, dan dosis ke 5, 1 tahun setelah pemberian

dosis ke 4.8

Pada wanita yang sudah pernah diimunisasi 1 kali baik dengan TT, Td, atau DPT,

dapat diberikan booster setiap 10 tahun.8

Pada wanita hamil dengan riwayat imunisasi yang jelas, harus diberikan vaksin

pertama secepatnya dan disusuli oleh dosis ke 2 maksimal 3 minggu sebelum

melahirkan.8

Wanita yang sudah mendapat 2 dosis vaksin pada kehamilan sebelumnya harus

diberikan dosis ke 3 pada kehamilan berikutnya. Dosis ke 3 ini dapat memberikan

perlindungan hingga 5 tahun.8

Tabel 2 Rekomendasi jadwal imunisasi tetanus toxoid (TT) dan tetanus dan difteri toxoid (Td) untuk wanita pada masa subur yang belum divaksinasi

Dosis Jadwal Pemberian

TT1 atau Td1 Pada kontak pertama atau sedini mungkin saat kehamilan

25

Page 26: Case Tetanus - Fix

TT2 atau Td2 Paling sedikit 4 minggu setelah dosis pertama

TT3 atau Td3 6-12 bulan setelah dosis kedua atau pada kehamilan berikutnya

TT4 atau Td4 1-5 tahun setelah dosis ketiga atau saat kehamilan berikutnya

TT5 atau Td5 1-10 tahun setelah dosis keempat atau saat kehamilan berikutnya

Tabel 3 Efikasi vaksin tetanus toxoid berdasarkan dosis

Dosis Interval minimum antar dosis

Percent protected Durasi proteksi

TT1 - - -

TT2 4 minggu 80% 3 tahun

TT3 6 bulan 95% 5 tahun

TT4 1 tahun 99% 10 tahun

TT5 1 tahun 99% Mungkin seumur hidup

PERAWATAN PERSALINAN DAN PASCA PERSALINAN

Perawatan persalinan dan pasca persalinan yang bersih dan steril secara

signifikan dapat menurunkan jumlah infeksi perinatal, termasuk di dalamnya tetanus

neonatorum. Persalinan yang bersih didefinisikan sebagai suatu persalinan yang dibantu

oleh tenaga medis di dalam suatu institusi medis atau dilakukan di rumah dengan

bantuan bidan dengan prosedur persalinan yang higienis (memastikan kebersihan tangan,

tali pusat, perineum, dan semua substans yang digunakan).7

DIAGNOSIS BANDING

Tetanus neonatorum memilki ciri khas, namun demikian, beberapa kelainan lainnya

dapat menyebabkan kejang pada neonatus dan harus dapat dibedakan dari tetanus

neonatorum.8 Secara umum penyebab kejang pada neonatus dapat dibagi menjadi 3

kategori:

1. Kongenital (anomaly cerebral)

2. Perinatal (komplikasi persalinan, trauma perinatal, anoxia, perdarahan

intracranial)

26

Page 27: Case Tetanus - Fix

3. Postnatal (infeksi dan gangguan metabolisme)

Kerusakan otak oleh karena gangguan kongenital atau perinatal dapat menyebabkan

spasticity, gerakan tubuh yang jerky, dan kejang. Cerebral contusion, umumnya

berhubungan dengan trauma pada saat persalinan atau kesulitan obstetrik lainnya, dan

terjadi pada bayi cukup bulan. Sindrom kerusakan otak sering menyebabkan laxness of

mouth and tongue; refleks hisap hilang, dan bayi tidak dapat menelan sejak lahir. Tidak

ada kondisi yang menyebabkan trismus seperti tetanus.

Infeksi terpenting saat neonatus adalah meningitis, umumnya berhubungan

dengan septicemia. Meningitis neonatorum dapat disebabkan oleh Streptococcus grup B,

Escherichia coli, Lysteria monocytogenes, atau Klebsiella-Enterobacter-Serratia. Dua

infeksi pertama mencakup 70% penyebab infeksi sistemik oleh bakteri pada neonatus.

Bayi dengan meningitis datang dengan letargi, kejang, episode apneu, sulit minum,

hipotermi atau hipertermi, dan, kadang, respiratory distress pada minggu pertama.

Gejala yang sering ditemukan adalah ubun-ubun besar yang tegang.

Infeksi streptococcus grup B dapat mengenai bayi dengan berat badan lahir

rendah (BBLR). Onset gejala dapat awal, dalam 48 jam pertama kehidupan, atau telat,

antara 10 hari sampai 4 bulan. Apneu merupakan gejala pertama yang sering ditemukan

dan pneumonia dengan gagal napas dapat terjadi.

Trismus tidak terdapat pada penyakit-penyakit di atas, dan sifat kejang berbeda

dengan yang disebabkan oleh tetanus. Kejang pada kondisi di atas umumnya terjadi

dengan gerakan yang lebih lambat dalam waktu yang lebih singkat dan umumnya hanya

mengenai satu bagian tubuh. Pada tetanus neonatorum, tidak ditemukan ubun-ubun

tegang.

Gangguan metabolik meliputi hipoglikemi – terutama pada bayi BBLR atau bayi

dari ibu dengan diabetes – dan hipokalsemi. Insidens hipokalsemi pada neonatus tinggi

pada hari pertama, kedua, atau ketiga kehidupan, dan akhir minggu pertama.

Hypocalcemic tetany pada bayi baru lahir dapat menimbulkan kejang dan laringospasme.

Kejang berbeda dengan yang disebabkan oleh tetanus, dan umumnya disertai tremor dan

muscle twitching, sedangkan hipokalsemi tidak menimbulkan trismus atau rigiditas

seluruh tubuh yang dilihat pada tetanus. Bayi dengan hypocalcemic tetany kelihatan

normal di antara episode kejang.

27

Page 28: Case Tetanus - Fix

PROGNOSIS

Prognosis bergantung pada masa inkubasi, waktu yang dibutuhkan dari inokulasi

spora hingga gejala muncul, dan waktu dari pertama kali munculnya gejala hingga

spasme tetanik yang pertama.28 Statistik terbaru menunjukkan tingkat mortalitas pada

tetanus ringan-sedang mencapai 6%. Sedangkan tetanus berat memiliki tingkat mortalitas

60%. 7

Suatu sistem penilaian untuk menilai prognosis dari tetanus dibuat oleh sebuah

tim dari Senegal. Semakin tinggi nilai yang didapat, semakin buruk prognosisnya.28

Tabel 4. Sistem skor untuk menentukan prognosis Tetanus

Nomor Faktor Prognosis 1 point 0 point

1 Masa Inkubasi < 7 hari >7 hari

2 Masa Onset < 2 hari >2hari

3 Situs masuk kuman (port of entry) Umbilikus, uterus,

luka bakar, fraktur

terbuka, injeksi

intramuskular

Situs lain atau tidak

diketahui

4 Spasme yang muncul mendadak,

dan bertambah buruk (paroxysm)

ya Tidak

5 Suhu (diukur melalui rectal) >38,4o C ≤38,4o C

6 Nadi : pada dewasa :

pada neonatus :

> 120x/menit

> 150x/ menit

<120x/menit

<150x/menit

REFERENSI

1. Hinfey BP. eMedicine: Infectious Disease,Tetanus. Last updated January 28,

2011. Diambil dari eMedicine website:

http://emedicine.medscape.com/article/229594-overview.

2. Mosby's Medical Dictionary, 8th edition. © 2009, Elsevier.

28

Page 29: Case Tetanus - Fix

3. Arnon Stephen. Tetanus (Clostridium tetani). In: Behrman RE, Kliegman RM,

Jenson HB. Nelson Textbook of Pediatrics. 17thed. p 951-953. Philadelphia PA:

W.B. Saunders; 2004

4. Neonatal Tetanus Elimination: Field Guide.1st Edition., Washington PAHO.1993

5. Grossman Mosses. Tetanus. In: Rudolph AM, Hoffman JIE, Rudolph CD.

Rudolph’s Pediatrics.20th ed. p 612-614. Stamford, Connecticut: Appleton and

Lange; 1996

6. Bardenheier B, Prevots DR, Khetsuriani N, Wharton M. Tetanus surveillance --

United States, 1995-1997. In: CDC surveillance summaries (July). MMWR

1998;47(no. SS-2):1-13.

7. Neonatal Tetanus Elimination: Field Guide.2nd Edition., Washington PAHO.2005

8. Maternal and Neonatal Tetanus. Diambil dari website UNICEF:

http://www.unicefusa.org/work/health/tetanus/

9. Maternal and Neonatal Tetanus Elimination by 2005, WHO/V&B/02.09

10. Tetanus in Immunization surveillance, assessment and monitoring.2010.Diambil

dari website WHO:

http://www.who.int/immunization_monitoring/disease/tetanus/en/index.html

11. Indonesia: WHO and UNICEF estimates of immunization coverage, 1997-2009.

WHO immunization monitoring 2010.

12. Regional Jawa Bali mencapai eliminasi tetanus maternal dan neonatal.2010.

diambil dari: http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/1281-

regional-jawa-bali-mencapai-eliminasi-tetanus-neonatal-dan-maternal-.html

13. Ryan KJ.Clostridium tetani. In: Sherris Medical Microbiology, 4th ed. Ray CG

(editors).McGraw Hill.2004

14. Tetanus. In Epidemiology and Prevention of Vaccine-Preventable Diseases (The

Pink Book), 9th ed. p 273-275. Public Health Foundation.2006

15. MH Roper, JH Vandelaar, FL Gasse. Maternal and Neonatal Tetanus. Lancet.

2008 Feb 2;371(9610):385-6.

16. Tetanus in Immunization, vaccines and biologicals.2008.Diambil dari website

WHO: http://www.who.int/immunization/topics/tetanus/en/index.html

29

Page 30: Case Tetanus - Fix

17. Tetanus in Immunization surveillance, assessment and monitoring.2010.Diambil

dari website WHO:

http://www.who.int/immunization_monitoring/disease/tetanus/en/index.html

18. Handel MJ, Protheroe RT, Cook MT. Tetanus: a review of the literature.2001. Br

J Anaesth ; 87: 477–87

19. Ilic M, et al. Neonatal tetanus: a report of a case.2010. Turk J Pediatr; 52: 404-

408

20. Suleman O. Mortality from tetanus neonatorum in Punjab (Pakistan).1982. Pak

Pediatr J, 6(2-3):15-83

21. Animaton of Tetanospasmin mechanism.W. W. Norton & Company:

Microbiology Animations

22. Todar K. Pathogenic Clostridia, including Botulism and Tetanus. In: Todar’s

online textbook of bacteriology.2011

23. Haddad El Boutros, Hanrahan Jill, Assi Maha. Tetanus: the Forgotten Disease. A

case report.2007. KUMC; p: 9-14.

24. Wassilak SGF, Roper MH, Kretsinger K, Orenstein WA. Tetanus Toxoid. In:

Plotkin S, Orenstein W, Offit P. Vaccines 5th ed. p 806-809. Elsevier

Saunders.2006

25. Eldich RF, et al. Management and treatment of Tetanus.2003. J Long Term Eff

Med; 13(3), 139-154

26. Teknetzi P, Manios S, Katsouyanopoulos V. Neonatal tetanus-long term residual

handicaps.Arch Dis Child 58:68-69, 1983

27. Khoo BH, Less EL, Lam KL. Neonatal tetanus treated with high dose diazepam.

Arch Dis Child 1978;53:737–739.

28. Wassilak SGF, Roper MH, Kretsinger K, Orenstein WA. Tetanus Toxoid. In:

Plotkin S, Orenstein W, Offit P. Vaccines 5th ed. p 820-823. Elsevier

Saunders.2006

30