case oma fix
DESCRIPTION
jjkbTRANSCRIPT
Case Report Session
OTITIS MEDIA AKUT
Oleh :
Farisah Dini 1110313030
Zikra Alfa Sani 1110312125
Annisa Indriani Alamsyah 1210313015
Preseptor :
dr. Yan Edward, Sp. THT-KL (K)
Dr. Dolly Irfandy, Sp. THT-KL (K)
BAGIAN ILMU PENYAKIT TELINGA HIDUNG TENGGOROKAN BEDAH KEPALA DAN LEHER
RSUP Dr. M. DJAMIL PADANGFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG2016
1
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Anatomi Telinga
Telinga terdiri dari tiga bagian yaitu telinga luar, tengah, dan dalam.
Bagian luar dan tengah telinga menyalurkan gelombang suara dari udara ke
telinga dalam yang berisi cairan, untuk memperkuat energi suara dalam proses
tersebut.(1)
1.1.1 Anatomi Telinga Luar
Gambar 1 : Telinga luar
Telinga luar terdiri daun telinga (auricula) dan liang telinga (meatus
auditorius eksternus) sampai dengan gendang telinga (membran timpani). Pinna
merupakan bagian dari daun telinga, suatu lempeng tulang rawan elastin yang 2
berfungsi mengumpulkan gelombang suara dan menyalurkannya ke liang telinga.
(1) Liang telinga berbentuk huruf S dengan rangka tulang rawan pada sepertiga
bagian luar, sedangkan dua pertiga bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang.
Pada sepertiga bagian luar kulit telinga terdapat banyak kelenjar serumen yang
merupakan modifikasi dari kelenjar keringat. Kelenjar keringat terdapat pada
seluruh kulit liang telinga. Pada duapertiga bagian dalam hanya sedikit dijumpai
kelenjar serumen. (2)
1.1.2. Anatomi Telinga Tengah
Telinga tengah berbentuk kubus dengan batas luar yang merupakan
membran timpani, batas depan tuba eustachius, batas bawah vena jugularis dan
batas belakang adalah aditus ad antrum yakni bagian yang menghubungkan
telinga tengah dengan antrum mastoid.(2) Membran timpani merupakan batas
antara telinga luar dan telinga tengah. Membran timpani berbentuk bundar dan
cekung bila dilihat dari arah liang telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang
telinga. Secara anatomis membran timpani dibagi dalam 2 bagian yaitu pars tensa
atau membran propria dan pars flaksida atau membran Shrapnell, bagian atas
disebut pars flaksida sedangkan bagian bawah disebut pars tensa.(2) Bayangan
penonjolan bagian bawah maleus pada membran timpani disebut sebagai umbo.
Dari umbo bermula suatu refleks cahaya ke arah bawah yaitu pada pukul 7 untuk
membran timpani kiri dan pukul 5 untuk membran timpani kanan. Refleks
cahaya(cone of light) adalah cahaya dari luar yang dipantulkan oleh membran
timpani. Membran timpani dibagi dalam 4 kuadran, dengan menarik garis searah
dengan prosesus longus maleus dan garis yang tegak lurus pada garis itu di umbo,
3
sehingga didapatkan bagian atas-depan, atas-belakang, bawah-depan, serta bawah-
belakang, untuk menyatakan letak perforasi membran timpani.(2)
Tulang pendengaran di dalam telinga tengah saling berhubungan. Prosesus
longus maleus melekat pada membran timpani, maleus melekat pada inkus, dan
inkus melekat pada stapes. Stapes terletak pada tingkap lonjong yang
berhubungan dengan koklea. Tuba eustachius termasuk dalam telinga tengah yang
menghubungkan daerah nasofaring dengan telinga tengah. Tuba eustachius dalam
keadaan normal tertutup, dan akan terbuka dengan gerakan menguap, mengunyah,
atau menelan. Pembukaan tersebut memungkinkan tekanan udara di dalam telinga
tengah sama dengan tekanan atmosfer, sehingga tekanan di kedua sisi membran
timpani menjadi seimbang. Tuba eustachius menjadi penyebab terjadinya
penyebaran infeksi ke telinga tengah. (1)
Gambar 2. Anatomi telinga tengah
1.1.3. Anatomi Telinga Dalam
Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah
lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung
4
atau puncak koklea disebut helikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani
dengan skala vestibuli. Pada irisan melintang koklea tampak skala vestibuli
sebelah atas, skala timpani di sebelah bawah dan skala media (duktus koklearis)
berada diantaranya.(2) Skala vestibuli dan skala timpani berisi perilimfa, sedangkan
skala media berisi endolimfa. Dasar skala vestibuli disebut membran vestibuli
(Reissner’s membrane) sedangkan dasar skala media adalah membran basalis.
Pada membran basalis terletak organ corti. Pada skala media terdapat bagian yang
disebut membran tektorial dan pada membran basal melekat sel rambut yang
terdiri dari sel rambut dalam, sel rambut luar, dan canalis corti yang membentuk
organ corti . (2)
Gambar 3 : Anatomi Telinga
1.2. Fisiologi Telinga5
Proses pendengaran berawal dari energi bunyi oleh daun telinga dalam
bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke koklea. Getaran
suara tersebut menggetarkan membran timpani diteruskan ke telinga tengah
melalui rangkaian tulang pendengaran (maleus, inkus, dan stapes). Rantai tulang
ini bergerak dengan frekuensi yang sama, memindahkan getaran dari membran
timpani ke jendela oval yang menghubungkan ke telinga dalam. Tulang-tulang
pendengaran itu yang akan mengamplifikasi getaran melalui daya ungkit tulang
pendengaran dan perkalian perbandingan luas membran timpani dan tingkap
lonjong.(1) Energi getar yang telah diamplifikasi akan diteruskan ke stapes yang
menggerakkan tingkap lonjong sehingga perilimfa pada skala vestibuli bergetar.
Getaran diteruskan melalui membrana Reissner yang mendorong endolimfa,
sehingga akan menimbulkan gerak relatif antar membran basilaris dan membra
tektorial. Proses ini merupakan rangsangan mekanik yang menyebabkan
terjadinya defleksi stereosillia sel-sel rambut sehingga kanal ion terbuka dan
terjadi pengelepasan ion bermuatan listrik. Keadaan ini menimbulkan proses
depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan neurotransmitter ke sinaps yang
akan menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius.(3)
Gambar 4. Fisiologi Pendengaran
6
1.3 Otitis Media Akut
Otitis media ialah peradangan sebagian atau seluruh mukosa liang telinga
tengah, tuba Eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. Otitis media terbagi
atas otitis media supuratif dan otitis media non-supuratif, dimana masing-masing
memiliki bentuk akut dan kronis. Otitis media akut termasuk dalam bentuk otitis
media supuratif.(2) Otitis media akut ialah peradangan telinga tengah yang
mengenai sebagian atau seluruh periosteum dan terjadi dalam waktu kurang dari 3
minggu. (2)
1.4 Epidemiologi
Otitis media pada anak-anak sering kali disertai dengan infeksi pada
saluran pernapasan atas. Epidemiologi seluruh dunia terjadinya otitis media pada
anak berusia 1 thn sekitar 62%, sedangkan anak-anak berusia 3 thn sekitar 83%.
Di Amerika Serikat, diperkirakan 75% anak mengalami minimal satu episode
otitis media sebelum usia 3 tahun dan hampir setengah dari mereka mengalaminya
tiga kali atau lebih.(4)
1.5 Etiologi
OMA sering terjadi akibat masuknya mikroba ke dalam telinga tengah
yang seharusnya steril, dikarenakan oleh mekanisme pertahanan tubuh (seperti
silia mukosa tuba eustachius, enzim dan antibody) terganggu. Gangguan
mekanisme pertahanan tubuh ini paling sering terjadi karena sumbatan dari tuba
eustachius.(2)
Faktor risiko terjadinya otitis media adalah umur (pada anak-anak lebih
sering), jenis kelamin (lebih sering pada laki-laki), ras, faktor genetik, status
7
sosioekonomi serta lingkungan, asupan air susu ibu (ASI) atau susu formula,
lingkungan merokok, kontak dengan anak lain, abnormalitas kraniofasialis
congenital yang menyebabkan gangguan fungsi tuba, status imunologi dimana
system imunnya menurun, infeksi bakteri atau virus di saluran pernapasan atas,
disfungsi tuba Eustachius, immatur tuba Eustachius dan lain-lain.(5) Pada anak
lebih sering teradi karena pada anak tuba eustachius nya pendek, lebar, dan
letaknya agak horizontal1.
Kuman penyebab utama pada OMA ialah bakteri piogenik, seperti
Streptokokus hemolitikus, stafilokokus aeureus, pneumokokus. Kadang – kadang
ditemukan juga Haemofilus influenza, E.coli, Streptococus anhemolitikus, proteus
vulgaris, dan pseudomonas aeruginosa. Hemofillus influenza sering ditemukan
pada anak usia dibawah 5 tahun.(2)
Gambar 5 Anatomi tuba eustachius anak dan dewasa
8
1.6 Patofisiologi dan Stadium
Otitis media sering diawali dengan infeksi pada saluran napas atas seperti
batuk, pilek, dan radang tenggorokan. Infeksi menyebar ke telinga tengah
melewati tuba Eustachius. Infeksi dari saluran nafas menyebar ke telinga tengah
melewati tuba Eustachius. Otitis media sering diawali dengan infeksi pada saluran
napas atas seperti batuk, pilek, dan radang tenggorokan. Infeksi menyebar ke
telinga tengah melewati tuba Eustachius. (3) Hal ini menyebabkan fungsi tuba
Eustachius sebagai pencegah invasi kuman ke telinga tengah terganggu. Kuman
dapat terus menyebar ke telinga tengah, terjadi proses radang dan edema hebat di
telinga tengah. Terbentuk sekret yang awalnya serosa lalu berubah menjadi
purulen yang makin lama bertambah banyak, hal ini menyebabkan bulging pada
membran timpani, hal ini akan bermanifestasi pada kehilangan pendengaran.
Selain itu telinga juga akan terasa nyeri akibat peradangan yang terjadi. Dan yang
paling berat, cairan yang terlalu banyak tersebut akhirnya dapat merobek gendang
telinga karena tekanannya (perforasi).(6) OMA dapat berkembang menjadi otitis
media supuratif kronis apabila gejala berlangsung lebih dari 2 bulan, hal ini
berkaitan dengan beberapa faktor antara lain higiene, terapi yang terlambat,
pengobatan yang tidak adekuat, dan daya tahan tubuh yang kurang baik.(6)
Berdasarkan perubahan mukosa telinga tengah sebagai akibat infeksi otitis media
akut dapat dibagi dalam 5 stadium; (2)
Stadium Otitis Media Akut
1. Stadium Oklusi Tuba Eustachius
9
Tanda adanya oklusi tuba Eustachius ialah gambaran retraksi
membran timpani akibat terjadinya tekanan negatif di dalam telinga
tengah, akibat absorpsi udara. Kadang-kadang membran timpani tampak
normal (tidak ada kelainan) atau berwarna keruh pucat. Efusi mungkin
telah terjadi, tetapi tidak dapat di deteksi. Stadium ini sukar dibedakan
dengan otitis media serosa yang disebabkan oleh virus ataupun alergi.(2)
2. Stadium Hiperemis (Pre-Supurasi)
Pada stadium hiperemis,tampak pembuluh darah yang melebar di
membran timpani atau seluruh membran timpani tampak hiperemis serta
edema. Sekret yang telah terbentuk mungkin masih bersifat eksudat yang
serosa sehingga sukar terlihat.(2)
3. Stadium Supurasi
Edema yang hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel
epitel superfisial, serta terbentuknya eksudat yang purulen di kavum
timpani menyebabkan membran timpani menonjol (bulging) ke arah liang
telinga luar. Pada keadaan ini pasien tampak sangat sakit, nadi dan suhu
meningkat, serta rasa nyeri telinga bertambah hebat. Apabila tekanan
nanah di kavum timpani tidak berkurang, maka terjadi iskemia, akibat
tekanan pada kapiler-kapiler, serta timbul tromboflebitis pada vena-vena
kecil dan neksrosis mukosa dan submukosa. Nekrosis ini pada membran
timpani terlihat sebagai daerah yang lembek dan berwarna kekuningan. Di
tempat ini biasanya akan terjadi ruptur.(2)
10
Bila tidak dilakukan insisi membran timpani (miringotomi) pada
stadium ini, maka kemungkinan besar membran timpani akan ruptur dan
nanah keluar ke liang telinga luar. Dengan melakukan miringotomi, luka
insisi akan meutup kembali sedangkan apabila terjadi ruptur, maka lubang
tempat ruptur (perforasi) tidak mudah menutup kembali.(2)
4. Stadium Perforasi
Karena beberapa sebab seperti terlambatnya pemberian antibiotika
atau virulensi kuman yang tinggi, maka dapat terjadi ruptur membran
timpani dan nanah keluar mengalir dari telinga tengah ke telinga luar.
Anak yang tadinya gelisah sekarang menjadi tidur dengan tenang, suhu
badan turun, dan anak dapat tertidur nyenyak. Keadaan ini disebut dengan
otitis media akut stadium perforasi.(2)
5. Stadium Resolusi
Bila membran timpani tetap utuh, maka keadaan membran timpani
perlahan-lahan akan normal kembali. Bila sudah terjadi perforasi, maka
sekret akan berkurang dan akhirnya kering. Bila daya tahan tubuh baik
atau virulensi kuman rendah, maka resolusi dapat terjadi walaupun tanpa
pengobatan.(2)
11
Gambar 6. Patofisiologi OMA
1.7 Gejala Klinik
Gejala klinik otitis media supuratif akut (OMA) tergantung dari stadium
penyakit dan umur penderita. (2)
Bayi dan anak kecil
- Gejalanya : demam tinggi bisa sampai 39,5⁰C (stadium supuratif)
merupakan tanda khas, anak gelisah, sulit tidur, tiba-tiba menjerit saat
tidur, diare, kejang-kejang, dan kadang-kadang anak memegang telinga
yang sakit. Bila ruptur membran timpani, maka sekret mengalir ke liang
telinga, suhu tubuh turun dan anak tertidur tenang.
Anak yang sudah bisa bicara
- Gejalanya : biasanya rasa nyeri dalam telinga, suhu tubuh tinggi, dan
riwayat batuk pilek sebelumya.
12
Anak lebih besar dan orang dewasa
- Gejalanya : rasa nyeri dan gangguan pendengaran (rasa penuh dan
pendengaran berkurang).
1.8 Diagnosis
1.8.1 Anamnesis
Pada anak yang sudah dapat berbicara keluhan utama adalah rasa nyeri di
dalam telinga, suhu tubuh yang tinggi. Biasanya terdapat riwayat batuk pilek
sebelumnya. Pada anak yang lebih besar atau pada orang dewasa, selain rasa nyeri
terdapat pula gangguan pendengaran berupa rasa penuh di telinga atau rasa kurang
dengar. Pada bayi dan anak kecil gejala khas OMA ialah suhu tubuh tinggi dapat
sampai 39,5oC (pada stadium supurasi), anak gelisah dan sukar tidur, tiba-tiba
anak menjerit waktu tidur, diare, kejang dan terkadang anak memegang telinga
yang sakit. Bila terjadi ruptur membran timpani, maka sekret mengalir ke liang
telinga luar, suhu tubuh turun dan anak mulai tertidur dengan tenang.(2)
Anak-anak dengan OMA biasanya hadir dengan riwayat onset yang cepat
dan gejala seperti otalgia, rewel pada bayi atau balita, otorrhea, dan/atau demam2,3.
Gejala laindari infeksi virus pernapasan atas,seperti batuk dan hidung tersumbat,
sering mendahului atau menyertai OMA dan tidak spesifik juga. Dengan
demikian, sejarah klinis saja tidak bisa untuk menilai adanya OMA, terutama pada
anak muda.3
1.8.2 Pemeriksaan Fisik13
Pemeriksaan telinga dengan menggunakan lampu kepala. Otoskop untuk
melihat gambaran membran timpani yang lebih jelas. Kultur sekret dari membran
timpani yang perforasi untuk mengetahui mikroorganisme penyebab.Ditemukan
tanda efusi (efusi: pengumpulan cairan disuatu rongga tubuh) di telinga tengah.
Efusi dibuktikan dengan adanya salah satu tanda menggembungnya membran
timpani (bulging), gerakan membran timpani yang terbatas, adanya bayangan
cairan di belakang membran timpani,cairan yang keluar dari membran timpani,
Adanya tanda/gejala peradangan telinga tengah yang dibuktikan dengan adanya
salah satu diantara tanda kemerahan pada membran timpani, nyeri telinga yang
mengganggu tidur dan aktivitas normal.
1.8.3 Pemeriksaan Penunjang
Efusi telinga tengah juga dapat dibuktikan dengan timpanosentesis
(penusukan terhadap gendang telinga). Namun pemeriksaan ini tidak dilakukan
pada sembarang anak. Indikasi perlunya timpanosentesis anatara lain OMA pada
bayi berumur di bawah 6 minggu dengan riwayat perawatan intensif di rumah
sakit, anak dengan gangguan kekebalan tubuh, anak yang tidak member
respon pada beberapa pemberian antibiotik atau dengan gejala sangat berat dan
komplikasi.(3) Untuk menilai keadaan adanya cairan di telinga tengah juga
diperlukan pemeriksaan timpanometeri pada pasien.(2)
14
1.9 Penatalaksanaan
Terapi otitis media akut tergantung pada stadium penyakitnya; (2)
1. Stadium Oklusi Tuba Eustachius
Terutama bertujuan untuk membuka kembali tuba Eustachius dari
sumbatan, sehingga tekanan negatif di telinga tengah menghilang. Diberi
obat tetes hidung HCl efedrin 0,5% dalam larutan fisiologik (anak <12
tahun) atauh HCl efedrin 1% dalam larutan fisiologik untuk yang berumur
di atas 12 tahun dan pada orang dewasa. Selain itu sumber infeksi harus
diobati Antibiotika diberikan bila penyebab penyakit adlah kuman, buka
oleh virus atau alergi.(2)
2. Stadium Hiperemis (Stadium Pre-Supurasi)
Pemberian antibiotika yang dianjurkan ialah golongan penisilin atau
ampisilin. Terapi awal diberikan penisilin intra muscular agar didapatkan
konsentrasi yang adekuat didalam darah, sehingga tidak terjadi mastoiditis
yang terselubung, gangguan pendengaran sebagai gejala sisa, dan
kekambuhan. Pada anak, ampisilin dengan dosis 50-100mg/kgBB per hari
dibagi dalam 4 dosis atau amoksisilin 40mg/kgB per hari dibagi dalam 3
dosis. Bila pasien alergi terhadap penisilin dapat diberi eritromisin dengan
dosis 40mg/kgBB per hari. Pemberian antibiotika dianjurkan diberi selama
7 hari. Selain itu dapat diberikan obat tetes hidung dan analgetika.(2)
3. Stadium supurasi
Pemberian antibiotika disertai miringotomi bila membran timpani masih
15
utuh. Dengan miringotomi gejala-gejala klinis lebih cepat hilang dan
ruptur dapat dihindari.(2)
4. Stadium Perforasi
Pada stadium ini sekret banyak keluar dan terkadang keluar secara
berdenyut (pulsasi), sekret yang banyak ini merupakan media yang baik
untuk pertumbuhan kuman, oleh karena itu sangat perlu dilakukan
pencucian tellinga untuk menghilangkan sekret. Pengobatan yang
diberikan adalah obat cuci telinga H2O2 3% selama 3-5 hari serta
antibiotika yang adekuat. Biasanya sekret akan hilang dan perforasi dapat
menutup kembali dalam waktu 7-10 hari. (2)
5. Stadium Resolusi
Pada stadium resolusi, maka membran timpani berangsur normal
kembali, sekret tidak ada lagi, dan perforasi membran timpani menutup.
Bila tidak terjadi stadium resolusi biasanya sekret akan terus mengalir
melalui perforasi membran timpani. Pada keadaan ini mpemberian
antibiotika dapat dilanjutkan smapai 3 minggu. Bila 3 minggu setelah
pengobatan sekret masih terlihat banyak keluar maka kemungkinan telah
terjadi komplikasi mastoiditis.(2)
Bila OMA berlanjut dengan keluarnya sekret dari telinga tengah
lebih dari 3 minggu, maka keadaan ini disebut otitis media supuratif sub-
akut. Bila perforasi menetap dan sekret tetap keluar lebih dari satu
setengah bulan atau 2 bulan, maka keadaan ini disebut otitis media
16
supuratif kronis. (2)
1.9.2 Miringotomi
Miringotomi adalah tindakan insisi pada pars tensa membran timpani, agar
terjadi drenase sekret dari telinga tengah ke liang telinga luar. Miringotomi
merupakan tindakan pembedahan kecil yang dilakukan secara a-vue (dilihat
langsung), anak harus tenang, dan dapat dikuasai, sehingga membran timpani
dapat dikuasai dengan baik. Lokasi miringotomi ialah di kuadran posterior
inferior karena didaerah ini tidak didapatkan tulang pendengaran. Untuk tindakan
ini harus menggunakan lampu kepala yang mempunyai sinar cukup terang,
memakai corong telinga, dan pisau khusus (miringotom) yang berukuran kecil dan
steril. (2)
1.10 Prognosis dan Komplikasi
Prognosis otitis media akut adalah dubia ad bonam, biasanya gejala
membaik dalam 24 jam dan dapat sembuh dalam 3 hari dengan pengobatan
yang adekuat, tetapi jika tidak diobati dengan benar, otitis media akut dapat
menimbulkan komplikasi mulai dari mastoiditis, kolesteatom, abses subperiosteal
sampai abses otak dan meningitis. Sekarang semua jenis komplikasi tersebut
biasanya didapat pada OMSK. Jika perforasi menetap dan secret tetap keluar lebih
dari 3 bulan maka keadaan ini disebut OMSK.(2)
BAB II
17
LAPORAN KASUS
2.1 Identitas Pasien
Nama / : An. M
Umur : 2 tahun
Jenis Kelamin : Laki - laki
Alamat : Purus IV
MR : 945497
2.2 Anamnesis
Alloanamnesis
Seorang pasien anak laki - laki , berusia 2 tahun datang diantar oleh
keluarganya ke Poli THT RSUP Dr. M. djamil Padang pada tanggal 10 Mei 2016
dengan:
Keluhan Utama
Nyeri telinga kiri sejak 5 jam sebelum masuk rumah sakit.
Riwayat Penyakit Sekarang
Nyeri telinga kiri sejak 5 jam sebelum masuk rumah sakit. Awalnya pasien
tiba -tiba terbangun dan menangis karena mengeluhkan telinga kiri terasa
nyeri.
Pendengaran berkurang tidak ada
18
Telinga berdengung tidak ada
Demam tidak ada
Riwayat pilek sejak 5 hari yang lalu.
Riwayat batuk sejak 2 hari yang lalu, batuk tidak berdahak.
Riwayat telinga berair tidak ada.
Riwayat trauma pada telinga tidak ada.
Riwayat memasukkan benda asing ketelinga, hidung, dan tenggorok
sebelumnya tidak ada
Riwayat alergi tidak ada
Riwayat pengobatan, pasien hanya diberi parasetamol yang dibeli sendiri
oleh orang tuanya.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak ada riwayat keluhan telinga, hidung, dan tenggorok sebelumnya
Riwayat penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga yang pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya.
Riwayat Pekerjaan, Sosial Ekonomi dan Kebiasaan
Pasien adalah seorang anak yang tinggal bersama keluarganya dan belum
berpenghasilan.
III. Pemeriksaan Fisik
19
Keadaan umum : sakit ringan
Kesadaran : komposmentis kooperatif
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 88x/menit
Nafas : 22x/menit
Suhu : 36,60C
Kepala : tidak ditemukan kelainan
Kelenjar getah bening : tidak ditemukan pembesaran
Kepala : normochepal
Rambut : hitam, tidak mudah rontok
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Paru : gerak dinding dada simetris kiri dan kanan.
Status lokalis THT:
20
1. Telinga
Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra
Daun Telinga
Kel. Kongenital Tidak ada Tidak ada
Trauma Tidak ada Tidak ada
Radang Tidak ada Tidak ada
Kel. Metabolik Tidak ada Tidak ada
Nyeri Tarik Tidak ada Tidak ada
Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada
Dinding liang
telinga
Cukup lapang (N) Cukup lapang Cukup lapang
Sempit
Hiperemi Tidak ada Tidak ada
Edema Tidak ada Tidak ada
Massa Tidak ada Tidak ada
Sekret /
Serumen
Bau Tidak ada Tidak ada
Warna Tidak ada Tidak ada
Jumlah Tidak ada Tidak ada
Jenis Tidak ada Tidak ada
Membran Timpani
Utuh
Warna bening Hiperemis
Refleks cahaya + +
Bulging - -
Retraksi + -
Atrofi - -
Perforasi Jumlah perforasi Tidak ada Tidak ada
Jenis Tidak ada Tidak ada
21
Kuadran Tidak ada Tidak ada
Pinggir Tidak ada Tidak ada
Mastoid
Tanda radang Tidak ada Tidak ada
Fistel Tidak ada Tidak ada
Sikatrik Tidak ada Tidak ada
Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada
Nyeri ketok Tidak ada Tidak ada
Tes Garpu tala
512 Hz
Rinne Positif Positif
Schwabach Sama Sama
Weber Tidak ada lateralisasi
Kesimpulan Tes garpu tala dalam batas normal
Audiometri Tidak dilakukan pemeriksaan
2. Hidung
Pemeriksaan Kelainan Dextra Sinistra
Hidung luar
Deformitas Tidak ada Tidak ada
Kelainan congenital Tidak ada Tidak ada
Trauma Tidak Ada Tidak ada
Radang Tidak ada Tidak ada
Massa Tidak ada Tidak ada
3. Sinus paranasal
22
Pemeriksaan Dextra Sinistra
Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada
Nyeri ketok Tidak ada Tidak ada
4. Rinoskopi Anterior
Vestibulum Vibrise Ada Ada
Radang Tidak ada Tidak ada
Kavum nasi Cukup lapang (N) Cukup lapang Cukup lapang
Sempit
Lapang
Sekret
Lokasi Kavum nasi Kavum nasi
Jenis Mukoid Mukoid
Jumlah Sedikit Sedikit
Bau Tidak ada Tidak Ada
Konka inferior Ukuran Eutrofi Eutrofi
Warna Merah muda Merah muda
Permukaan Licin Licin
Edema Tidak ada Tidak ada
Konka media Ukuran Eutrofi Eutrofi
Warna Merah muda Merah muda
Permukaan Licin Licin
Edema Tidak ada Tidak ada
Cukup lurus/deviasi Tidak ada deviasi
23
Septum
Permukaan Licin Licin
Warna Merah muda Merah muda
Spina Tidak ada Tidak ada
Krista Tidak ada Tidak ada
Abses Tidak ada Tidak ada
Perforasi Tidak ada Tidak ada
Massa Lokasi Tidak ada Tidak ada
Bentuk Tidak ada Tidak ada
Ukuran Tidak ada Tidak ada
Permukaan Tidak ada Tidak ada
Warna Tidak ada Tidak ada
Konsistensi Tidak ada Tidak ada
Mudah digoyang Tidak ada Tidak ada
Pengaruh
vasokonstriktor
Tidak ada Tidak ada
5. Rinoskopi Posterior : Sulitdilakukan
Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra
24
Koana
Cukup lapang (N)
Sempit
Lapang
Mukosa
Warna
Edem
Jaringan granulasi
Konka inferior
Ukuran
Warna
Permukaan
Edem
Adenoid Ada/tidak
Muara tuba
eustachius
Tertutup secret
Edem mukosa
Massa
Lokasi
Ukuran
Bentuk
Permukaan
Post Nasal Drip Ada/tidak
Jenis
6. Orofaring dan Mulut
Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra
25
Palatum mole +
Arkus faring
Simetris/tidak Simetris Simetris
Warna Merah muda Merah muda
Edema Tidak ada Tidak ada
Bercak/eksudat Tidak ada Tidak ada
Dinding Faring Warna Merah muda Merah muda
Permukaan Licin Licin
Tonsil Ukuran T1 T1
Warna Merah muda Merah Muda
Permukaan Licin Licin
Kripti Tidak melebar Tidak melebar
Detritus Tidak ada Tidak ada
Eksudat Tidak ada Tidak ada
Perlengketan
dengan pilar
Tidak ada Tidak ada
Peritonsil Warna Merah muda Merah muda
Edema Tidak ada Tidak ada
Abses Tidak ada Tidak ada
Tumor Lokasi
Tidak ada
Bentuk
Ukuran
Permukaan
Konsistensi
Gigi Karies/radiks Ada Ada
Kesan Hygiene mulut kurang
26
Lidah
Warna Merah muda
Bentuk Normal
Deviasi Tidak ada
Massa Tidak ada
7. Laringoskopi Indirek : Sulit dinilai
Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra
Epiglotis
Bentuk
Warna
Edema
Pinggir rata/tidak
Massa
Ariteniod
Warna
Edema
Massa
Gerakan
Ventrikular band
Warna
Edema
Massa
Plica vokalis
Warna
Gerakan
Pingir medial
27
Massa
Subglotis/trakea Massa
Sekret
Sinus piriformis Massa
Sekret
Valekula Massa
Sekret ( jenisnya )
IV. Diagnosis Kerja
- Otitis media akut stadium hiperemis aurikula dextra
- Otitis media akut stadium oklusi aurikula sinistra
VI. Diagnosa Banding
- Otitis media dengan efusi (OME)
VII. Tatalaksana
- Amoxicilin syr 3 x 1 ( 7 hari)
- Pseudoefedrin syr 3 x 1 cth
- Ambroxol syr 3x 1 cth
VIII. Prognosis
Quo ad vitam : bonam
28
Quo ad sanam : bonam
Quo ad fungsional : bonam
RESUME
29
Anamnesis
Nyeri telinga kiri sejak 5 jam sebelum masuk rumah sakit. Awalnya pasien
tiba -tiba terbangun dan menangis karena mengeluhkan telinga kiri terasa
nyeri.
Riwayat pilek sejak 5 hari yang lalu.
Riwayat batuk sejak 2 hari yang lalu, batuk tidak berdahak.
Pemeriksaan Fisik :
Telinga kiri : membran timpani hiperemis, reflek cahaya (+),
retraksi (-), bulging (-), atrofi (-).
Telinga kanan : membran timpani bening, reflek cahaya (+),
retraksi (+), bulging (-), atrofi (-).
Hidung : kavum nasi cukup lapang, terdapat sekret mukoid,
dengan jumlah sedikit dan tidak berbau.
Diagnosis
- Otitis media akut stadium hiperemis aurikula dextra
- Otitis media akut stadium oklusi aurikula sinistra.
Tatalaksana
- Amoxicilin syr 3 x 1 ( 7 hari)
- Pseudoefedrin syr 3 x 1 cth
- Ambroxol syr 3x 1 cth
Prognosis
30
- Quo ad vitam : bonam
- Quo ad sanam : bonam
- Quo ad functionam: bonam
DISKUSI
31
Telah dilaporkan pasien anak berumur 2 tahun datang ke Poli THT RSUP
M. DJAMIL diantar oleh keluarga dengan diagnosis otitis media akut stadium
hiperemis aurikula dextra dan otitis media akut stadium oklusi aurikula sinistra.
Berdasarkan anamnesa didapatkan pasien datang dengan keluhan utama
nyeri telinga kiri sejak 5 jam sebelum masuk rumah sakit. Awalnya pasien tiba -
tiba terbangun dan menangis karena mengeluhkan telinga kiri terasa nyeri.
Riwayat demam tidak ada, namun pasien pilek sejak 5 hari yang lalu dan batuk
sejak 2 hari yang lalu, batuk tidak berdahak. Riwayat telinga berair tidak ada,
trauma pada telinga tidak ada. Riwayat memasukkan benda asing ketelinga,
hidung, dan tenggorok sebelumnya tidak ada.
Otitis media ialah peradangan sebagian atau seluruh mukosa liang telinga
tengah, tuba Eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. Secara
epidemiologi, otitis media pada anak-anak sering kali disertai dengan infeksi pada
saluran pernapasan atas. Pada kasus ini pasien berusia 2 tahun dan memiliki
riwayat infeksi pada saluran pernapasan atas sebelumnya berupa pilek sejak 5
hari yang lalu dan batuk sejak 2 hari yang lalu.
Penyebab utama terjadinya OMA ini adalah karena masuknya mikroba ke
dalam telinga tengah yang seharusnya steril, dikarenakan oleh mekanisme
pertahanan tubuh (seperti silia mukosa tuba eustachius, enzim dan antibodi)
terganggu. Gangguan mekanisme pertahanan tubuh ini paling sering terjadi karena
sumbatan dari tuba eustachius, dan salah satu faktor risikonya adalah infeksi
saluran pernafasan atas.
Gejala klinik otitis media supuratif akut (OMA) anak-anak biasanya
demam tinggi bisa sampai 39,5⁰C (stadium supuratif) merupakan tanda khas, anak
32
gelisah, sulit tidur, tiba-tiba menjerit saat tidur, diare, kejang-kejang, dan kadang-
kadang anak memegang telinga yang sakit dan pada anak yang sudah bisa bicara
gejalanya biasanya rasa nyeri dalam telinga, suhu tubuh tinggi, dan riwayat batuk
pilek sebelumya. Pada pasien ini gejala yang dikeluhkan adalah anak tiba-tiba
terbangun dan menangis dan mengeluhkan telinga kirinya nyeri. Demam tidak
ada, namun pasien pilek sejak 5 hari yang lalu dan batuk sejak 2 hari yang lalu.
Berdasarkan pemeriksaan fisik didapatkan telinga kiri,membran timpani
hiperemis, reflek cahaya (+), retraksi (-), bulging (-), atrofi (-). Pada telinga kanan
didapatkan, membran timpani bening, reflek cahaya (+), retraksi (+), bulging (-),
atrofi (-). Pada pemeriksaan hidung didapatkan kavum nasi cukup lapang, terdapat
sekret mukoid, dengan jumlah sedikit dan tidak berbau.
Berdasarkan perubahan mukosa telinga tengah sebagai akibat infeksi otitis
media akut dapat dibagi dalam 5 stadium. Pada pasien ini perubahan pada mukosa
telinga kiri adalah stadium hiperemis. Hasil pemeriksaan sesuai teori dimana
pada stadium ini membran timpani tampak hiperemis serta edema. Sedangkan
pada telinga kanan tampak retraksi membran timpani sesuai stadium oklusi.
Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik diatas maka diagnosis pada
pasien ini adalah otitis media akut stadium hiperemis aurikula dextra dan otitis
media akut stadium oklusi aurikula sinistra.
Diagnosa banding untuk pasien ini adalah otitis media dengan efusi
(OME), dimana pada OME juga dicetuskan karena adanya gangguan tuba
sehingga terjadi tekanan negatif pada telinga tengah, namun pada OME ditemukan
adanya efusi pada telinga tengah, tanpa disertai tanda-tanda inflamasi akut seperti
demam, karena pada OME biasanya tidak terdapat infeksi.
33
Terapi yang dapat diberikan pada stadium ini yaitu pemberian antibiotika.
Selain itu dapat diberikan obat tetes hidung dan analgetika. Pada anak, ampisilin
dengan dosis 50-100mg/kgBB per hari dibagi dalam 4 dosis atau amoksisilin
40mg/kgB per hari dibagi dalam 3 dosis. Pemberian antibiotika dianjurkan diberi
selama 7 hari. Pada pasien ini diberikan - Amoxicilin syr 3 x 1 (7 hari),
Pseudoefedrin syr 3 x 1 dan Ambroxol syr 3x 1.
Prognosis pada pasien ini adalah bonam karena pasien datang masih pada
stadium hiperemis dan oklusi, dengan pengobatan yang adekuat, penyembuhan
akan baik dan dapat kembali normal.
Daftar Pustaka
34
1. Guyton, Arthur C. & John E. Hall, 1997, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran,
Edisi 9, Editor: Irawati Setiawan. Jakarta; ECG:2001.p.178-182
2. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, et al. Buku Ajar Ilmu Kesehatan
THT. Edisi Keenam. Jakarta; Balai Penerbit FKUI; 2010. p. 145-153.
3. Adams GL, Boeis, LR, Higler PA. Buku Ajar Penyakit THT. Edisi
keenam. Jakarta; Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2000. p. 240-59.
4. Epidemiology of acute otitis media. Available at :
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/2732519
5. Kerschner, J.E., 2007. Otitis Media. In: Kliegman, R.M., ed. Nelson
Textbook of Pediatrics. 18th ed. USA: Saunders Elsevier.
6. Efiaty AS, Nurbaiti, Jenny B, Ratna DR. Buku Ajar Ilmu Kesehatan :
Telinga, Hidung, Tenggorokan Kepala Leher. Edisi keenam. Jakarta
FKUI, 2007: 10-14, 65-74.
35