case report oma

32
BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Otitis Media Akut (OMA) merupakan peradangan pada sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba Eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid yang berlangsung mendadak yang disebabkan oleh invasi bakteri maupun virus ke dalam telinga tengah baik langsung maupun secara tidak langsung sebagai akibat dari infeksi. Prevalensi kejadian OMA banyak diderita oleh anak-anak maupun bayi dibandingkan pada orang dewasa tua maupun dewasa muda. Pada anak-anak makin sering menderita infeksi saluran nafas atas, makin besar pula kemungkinan terjadinya OMA disamping oleh karena sistem imunitas anak yang belum berkembang secara sempurna. Pada penelitian terhadap 112 pasien ISPA (6-35 bulan), didapatkan 30% mengalami otitis media akut dan 8% sinusitis. Epidemiologi seluruh dunia terjadinya otitis media pada usia 1 tahun sekitar 62%, sedangkan anak-anak berusia 3 tahun sekitar 83%. Di Amerika Serikat, diperkirakan 75% anak mengalami minimal satu episode otitis media sebelum usia 3 tahun dan hamper 1

Upload: annisa-azlika

Post on 26-Dec-2015

48 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

otitis media akut

TRANSCRIPT

Page 1: Case Report OMA

BAB I

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Otitis Media Akut (OMA) merupakan peradangan pada sebagian atau seluruh mukosa

telinga tengah, tuba Eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid yang berlangsung

mendadak yang disebabkan oleh invasi bakteri maupun virus ke dalam telinga tengah baik

langsung maupun secara tidak langsung sebagai akibat dari infeksi.

Prevalensi kejadian OMA banyak diderita oleh anak-anak maupun bayi dibandingkan

pada orang dewasa tua maupun dewasa muda. Pada anak-anak makin sering menderita infeksi

saluran nafas atas, makin besar pula kemungkinan terjadinya OMA disamping oleh karena

sistem imunitas anak yang belum berkembang secara sempurna. Pada penelitian terhadap 112

pasien ISPA (6-35 bulan), didapatkan 30% mengalami otitis media akut dan 8% sinusitis.

Epidemiologi seluruh dunia terjadinya otitis media pada usia 1 tahun sekitar 62%, sedangkan

anak-anak berusia 3 tahun sekitar 83%. Di Amerika Serikat, diperkirakan 75% anak mengalami

minimal satu episode otitis media sebelum usia 3 tahun dan hamper setengah dari mereka

mengalaminya tiga kali atau lebih. Di Inggris setidaknya 25% anak mengalami minimal satu

episode sebelum usia 10 tahun.

Otitis media akut terjadi karena faktor pertahanan tubuh yang terganggu, sumbatan dan

obstruksi pada tuba eustachius merupakan faktor penyebab utama dari otitis media sehingga

invasi kuman ke dalam telinga tengah juga gampang terjadi yang pada akhirnya menyebabkan

perubahan mukosa telinga tengah sampai dengan terjadinya peradangan berat.

1

Page 2: Case Report OMA

TUJUAN

Penyajian laporan kasus ini bertujuan untuk memberikan informasi kasus meningitis

bakterial/purulen, paralisis nervus fascialis sinistra, anemia defisiensi besi yang dirawat di

Rumah Sakit (RS) Arjawinangun pada tanggal 28 Agustus 2013.

2

Page 3: Case Report OMA

BAB II

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN

Pasien anak bernama H, umur 9 tahun, jenis kelamin laki-laki, beralamat Gempol,

Kabupaten Cirebon. Pasien masuk ke RS Arjawinangun pada tanggal 28 Oktober 2014. Pasien

merupakan anak dari tuan S, berumur 54 tahun bekerja sebagai tukang becak dengan pendidikan

terakhir sekolah dasar dan ibu pasien bernama nyonya M, berumur 47 tahun dengan pendidikan

terakhir pada sekolah dasar bekerja sebagai petani.

ANAMNESIS

Alloanamnesis pada ibu pasien tanggal 30 Oktober 2014

Dari anamnesis lebih lanjut diperoleh keterangan bahwa pasien datang ke Instalasi Gawat

Darurat (IGD) RS Arjawinangun dengan keluhan Nyeri Kepala. Nyeri kepala yang berdenyut

dirasakan sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS), Keluhan keluarnya cairan dari dalam

telinga sebelah kiri dirasakan oleh pasien, cairan kental, berwarna kuning dan berbau dirasakan

bersamaan dengan nyeri kepala. Saat datang ke IGD pasien dalam keadaan composmentis

dengan suhu tubuh 36,5ºC, pasien tidak mengalami deman, mual dan muntah.

Berdasarkan informasi lebih lanjut, sejak pasien berusia 5 tahun, pasien sering

mengalami keluhan keluarnya cairan dari dalam telinga namun tidak disertai nyeri kepala dan

keluhan menghilang jika diberi obat oleh dokter. Dalam pengakuannya, ibu pasien menyangkal

3

Page 4: Case Report OMA

bahwa ada anggota keluarga yang pernah mengalami keluhan seperti pasien. Pasien merupakan

anak kedelapan dari Sembilan bersaudara, Kakak pertama pasien Perempuan, meninggal ketika

usia 5 bulan dalam kandungan, kakak kedua pasien laki-laki, meninggal ketika usia 8 bulan

dalam kandungan, kakak ketiga pasien laki-laki, berusia 26 tahun, kakak keempat pasien laki-

laki, meninggal saat usia 8 bulan dalam kandungan, kakak kelima pasien laki-laki, berusia 21

tahun, kakak keenam pasien laki-laki, berusia 19 tahun, kakak ketujuh pasien perempuan, berusia

13 tahun dan adik pasien perempuan, meninggal saat usia 1 tahun.

Dalam keterangan lebih lanjut, selama kehamilan, ibu pasien rutin kontrol ke bidan dan

imunisasi TT sebanyak 2 kali, namun tidak pernah control kedokter spesialis kandungan untuk di

USG. Pada saat persalinan anak dilahirkan pada umur 9 bulan, pervaginam, dibantu oleh bidan

dengan berat lahir 3500 gr dan panjang badan 50 cm. menurut ibu pasien setelah dilahirkan anak

langsung menangis kuat, gerak aktif, tidak mengalami sesak, dan kebiruan setelah lahir.

Pasien diberikan ASI (Air Susu Ibu) sejak usia 0-18 bulan tanpa diberikan susu tambahan.

Menurut keterangan ibu pasien sejak berusia 0-1 bulan pasien lebih banyak tidur dan mulai

menangis. Saat usia 2 bulan bayi mengepalkan jari-jari tangan dan terkejut oleh suara keras tiba-

tiba, memiringkan kepala sesaat saja dan mengucapkan “oh” dan “ah”, tersenyum, serta

menegakkan kepala masih harus dibantu. Dari keterangan tambahan ibu pasien, Pasien diberikan

imunisasi dasar lengkap di pos yandu.

Berdasarkan keterangan tambahan dari ayah dan ibu pasien, pasien tinggal bersama ayah,

ibu, serta kakak pasien. Ayah seorang tukang becak dan ibu seorang petani dengan penghasilan

tidak tentu setiap harinya. Tinggal di rumah dengan ukuran 12×7 m2, 2 kamar, ventilasi dan

cahaya cukup, KM dan WC di dalam rumah, sumber air sumur. Rumah berada di lingkungan

padat penduduk.

4

Page 5: Case Report OMA

PEMERIKSAAN FISIK

1. Pemeriksaan Umum (Tanggal 27 Agustus 2013)

Pasien datang dengan keadaan umum tampak sakit sedang dengan somnolen, tanda vital

pasien ditemukan nadi 135 kali per menit, nadi teratur, dan isi cukup. Sedangkan hasil

pemeriksaan suhu 38.2º C dan hasil pemeriksaan pernapasan 29 kali per menit. Berat

badan 4,7 kg dan panjang badan 50 cm.

Status gizi pada pasien ini dilihat dari berat badan atas dibandingkan dengan

umur. Badan terlihat gemuk dan tidak tampak edema. Berdasarkan kurva Center of

Disease Control (CDC) BB x 100% = 4.7 x 100% = 134 %

TB 3.5

Kesimpulan status gizi pasien ini adalah obesitas

2. Pemeriksaan Khusus

Pada pemeriksaan khusus didapatkan kulit pasien berwarna sawo matang, tidak

ada sikatrik, tidak tampak ikterus, dan tidak ada petekie. Bentuk kepala, normal, rambut

hitam, tidak mudah dicabut, ubun- ubun besar menonjol. Bentuk kedua bola mata kanan

kiri normal, palpebra superior dan inferior tidak edema, kedudukan kedua bola mata dan

bentuk alis mata kanan dan kiri simetris, terdapat tanda eyes doll movement pada mata

kanan dan kiri, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, kornea jernih, pupil bulat

isokor diameter 3mm, reflek cahaya positif. Telinga bentuk normal, simetris kanan dan

kiri, dan tidak tampak serumen. Bentuk hidung simetris, deviasi septum tidak ada, secret

tidak ada. Bentuk mulut tidak ada kelainan. Bibir merah dan tidak kering, sianosis tidak

5

Page 6: Case Report OMA

ada, tidak ada tremor. Tonsil T1-T1, tenang, tidak hiperemis, faring tidak hiperemis.

Leher tidak ada kelainan, kelenjar getah bening tidak teraba membesar, trakea ditengah .

Pada pemeriksaan torak didapatkan inspeksi, bentuk dada normal, simetris dalam

keadaan statis dan dinamis. Pada pemeriksaan palpasi didapatkan fremitus vokal dan

taktil simetris kanan dan kiri, tidak ada krepitasi, tidak ada fraktur dan tidak ada massa.

Pada pemeriksaan perkusi tidak dilakukan, sedangkan hasil dari pemeriksaan auskultasi

suara nafas vesikuler, dan tidak ada wheezing dan ronki. Pada pemeriksaan palpasi teraba

pulsasi iktus kordis. Pada pemeriksaan perkusi tidak dilakukan, sedangkan pada

pemeriksaan auskultasi terdengar bunyi jantung I-II regular, tidak ada murmur dan

gallop.

Pada pemeriksaan abdomen, didapatkan inspeksi abdomen cembung dan tidak

tampak gambaran vena kolateral. Pada auskultasi terdengar bising usus normal. Pada

pemeriksaan perkusi terdengar timpani diseluruh lapang abdomen, tidak ditemukan

adanya shifting dullness. Pada palpasi teraba supel. Nyeri tekan tidak ada, nyeri lepas

tidak ada, dan tidak terdapat undulasi.

Pada pemeriksaan genitalia eksterna, tampak jenis kelamin perempuan, labia

mayor tampak menutupi labia minor, tidak hiperemis, tidak keluar sekret. Pada

pemeriksaan ekstremitas atas dan bawah didapatkan akral hangat, tidak terdapat edema.

Sianosis tidak terlihat pada keempat ekstremitas serta terdapat hemiparesis bagian tubuh

kanan.Pada pemeriksaan lebih lanjut tidak ditemukan reflek patologis maupun tanda

rangsang meningeal.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

6

Page 7: Case Report OMA

RESUME

DIAGNOSIS PASTI

RENCANA PENGELOLAAN

PROGNOSIS

PEMANTAUAN

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

Anatomi Telinga

Anatomi Telinga Luar

Telinga luar terdiri dari aurikula dan kanalis auditorius eksternus dan dipisahkan dari

telinga tengah oleh membrana timpani. Aurikula berfungsi untuk membantu pengumpulan

gelombang suara. Gelombang suara tersebut akan dihantarkan ke telinga bagian tengah melalui

kanalis auditorius eksternus. Tepat di depan meatus auditorius eksternus terdapat sendi temporal

mandibular. 1,2

Kanalis auditorius eksternus panjangnya sekitar 2,5 sentimeter. Sepertiga lateral

mempunyai kerangka kartilago dan fibrosa padat tempat kulit melekat. Dua pertiga medial

tersusun atas tulang yang dilapisi kulit tipis. Kanalis auditorius eksternus berakhir pada

membrana timpani. Kulit dalam kanal mengandung kelenjar khusus, glandula seruminosa, yang

mensekresi substansi seperti lilin yang disebut serumen. Serumen mempunyai sifat antibakteri

dan memberikan perlindungan bagi kulit. 2

Anatomi Telinga Tengah

Bagian atas membrana timpani disebut pars flaksida, sedangkan bagian bawah pars tensa.

Pars flaksida mempunyai dua lapisan, yaitu bagian luar ialah lanjutan epitel kulit liang telinga

dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, seperti epitel mukosa saluran napas. Menurut

Sherwood, pars tensa mempunyai satu lapisan lagi di tengah, yaitu lapisan yang terdiri dari serat

7

Page 8: Case Report OMA

kolagen dan sedikit serat elastin yang berjalan secara radier di bagian luar dan sirkuler di bagian

dalam. 2,3

Di dalam telinga tengah terdapat tulang-tulang pendengaran yang tersusun dari luar ke

dalam, yaitu maleus, inkus, dan stapes. Tulang pendengaran di dalam telinga tengah saling

berhubungan. Prosesus longus maleus melekat pada membrana timpani, maleus melekat pada

inkus, dan inkus melekat pada stapes. Stapes terletak pada tingkap oval yang berhubungan

dengan koklea. Hubungan antara tulang-tulang pendengaran merupakan persendian. Tuba

eustachius termasuk dalam telinga tengah menghubungkan daerah nasofaring dengan telinga

tengah. 2,3

Anatomi Telinga Dalam

Koklea bagian tulang dibagi menjadi dua lapisan oleh suatu sekat. Bagian dalam sekat ini

adalah lamina spiralis ossea dan bagian luarnya adalah lamina spiralis membranasea.Ruang yang

mengandung perilimfe terbagi dua, yaitu skala vestibuli dan skala timpani. Kedua skala ini

bertemu pada ujung koklea yang disebut helikotrema. 2

Skala vestibuli berawal pada foramen ovale dan skala timpani berakhir pada foramen

rotundum. Pertemuan antara lamina spiralis ossea dan membranasea kearah perifer membentuk

suatu membrana yang tipis yang disebut membrana Reissner yang memisahkan skala vestibuli

dengan skala media (duktus koklearis). Duktus koklearis berbentuk segitiga, dihubungkan

dengan labirin tulang oleh jaringan ikat penyambung periosteal dan mengandung end organ dari

nervus koklearis dan organ Corti. Duktus koklearis berhubungan dengan sakkulus dengan

perantaraan duktus Reuniens. 4

Organ Corti terletak di atas membrana basilaris yang mengandung organel-organel yang

penting untuk mekenisma saraf perifer pendengaran. Organ Corti terdiri dari satu baris sel

rambut dalam yang berisi kira-kira 3000 sel dan tiga baris sel rambut luar yang berisi kira-kira

12.000 sel. Sel-sel ini menggantung lewat lubang-lubang lengan horisontal dari suatu jungkat-

jangkit yang dibentuk oleh sel-sel penyokong. Ujung saraf aferen dan eferen menempel pada

ujung bawah sel rambut. Pada permukaan sel rambut terdapat strereosilia yang melekat pada

suatu selubung yang cenderung datar yang dikenal sebagai membrana tektoria. Membrana

tektoria disekresi dan disokong oleh limbus.2,4

8

Page 9: Case Report OMA

Gambar 2.1. Anatomi Telinga

Fisiologi Pendengaran

Getaran suara ditangkap oleh daun telinga yang diteruskan ke liang telinga dan mengenai

membrana timpani sehingga membrana timpani bergetar. Getaran ini diteruskan ke tulang-tulang

pendengaran yang berhubungan satu sama lain. Selanjutnya, stapes menggerakkan foramen ovale

yang juga menggerakkan perilimfe dalam skala vestibuli. Getaran diteruskan melalui membrana

Reissner yang mendorong endolimfe dan membrana basalis ke arah bawah. Perilimfe dalam

skala timpani akan bergerak sehingga foramen rotundum terdorong ke arah luar.2,4

Pada waktu istirahat, ujung sel rambut Corti berkelok dan dengan terdorongnya

membrana basal, ujung sel rambut itu menjadi lurus. Rangsangan fisik ini berubah menjadi

rangsangan listrik akibat adanya perbedaan ion Natrium dan Kalium yang diteruskan ke cabang-

cabang nervus vestibulokoklearis. Kemudian meneruskan rangsangan itu ke pusat sensorik

pendengaran di otak melalui saraf pusat yang ada di lobus temporalis.2,3

9

Page 10: Case Report OMA

Otitis Media Akut

Definisi

Otitis media akut (OMA) adalah peradangan telinga tengah dengan gejala dan tanda-tanda yang

bersifat cepat dan singkat. Gejala dan tanda klinik lokal atau sistemik dapat terjadi secara lengkap atau

sebagian, baik berupa otalgia, demam, gelisah, mual, muntah, diare, serta otore, apabila telah terjadi

perforasi membran timpani. Pada pemeriksaan otoskopik juga dijumpai efusi telinga tengah. Terjadinya

efusi telinga tengah atau inflamasi telinga tengah ditandai dengan membengkak pada membran timpani

atau bulging, mobilitas yang terhad pada membran timpani, terdapat cairan di belakang membran

timpani, dan otore. Paling sering otitis media akut dipertimbangkan sebagai spektrum berkelanjutan dari

otitis media yang mempengaruhi anak pada usia muda, dengan hasil akhir lainnya menjadi otitis media

dengan efusi. 2,3,5

Epidemiologi

Bayi dan anak mempunyai resiko paling tinggi untuk mendapatkan otitis media. Insidensinya

sebesar 15-20 % dengan puncaknya terjadi antara umur 6-36 bulan dan 4-6 tahun. Insiden penyakit ini

mempunyai kecenderungan untuk menurun sesuai fungsi umur setelah usia 6 tahun. Insiden tertinggi

dijumpai pada laki-laki, kelompok social ekonomi rendah, anak-anak dengan celah pada langit-langit

serta anomali kraniofasial lain dan pada musim dingin atau hujan.5

Pada anak, makin sering anak terserang infeksi saluran nafas atas makin besar kemungkinan

terjadinya otitis media akut. Pada bayi terjadinya otitis media akut dipermudah oleh karena tuba

eustachius pendek, lebar, dan agak horizontal.2,6

Etiologi

Etiologi dari OMA adalah:

1. Bakteri

Bakteri piogenik merupakan penyebab OMA yang tersering. Menurut penelitian, 65-75% kasus OMA

dapat ditentukan jenis bakteri piogeniknya melalui isolasi bakteri terhadap kultur cairan atau efusi

telinga tengah. Kasus lain tergolong sebagai non-patogenik karena tidak ditemukan mikroorganisme

penyebabnya. Tiga jenis bakteri penyebab otitis media tersering adalah Streptococcus pneumoniae

10

Page 11: Case Report OMA

(40%), diikuti oleh Haemophilus influenzae (25-30%) dan Moraxella catarhalis (10-15%). Kira-kira 5%

kasus dijumpai patogen-patogen yang lain seperti Streptococcus pyogenes (group A beta-hemolytic),

Staphylococcus aureus, dan organisme gram negatif. Staphylococcus aureus dan organisme gram negatif

banyak ditemukan pada anak dan neonatus yang menjalani rawat inap di rumah sakit. Haemophilus

influenzae sering dijumpai pada anak balita. Jenis mikroorganisme yang dijumpai pada orang dewasa

juga sama dengan yang dijumpai pada anak-anak.5

2. Virus

Virus juga merupakan penyebab OMA. Virus dapat dijumpai tersendiri atau bersamaan dengan bakteri

patogenik yang lain. Virus yang paling sering dijumpai pada anak-anak, yaitu respiratory syncytial virus

(RSV), influenza virus, atau adenovirus (sebanyak 30-40%). Kira-kira 10-15% dijumpai parainfluenza virus,

rhinovirus atau enterovirus. Virus akan membawa dampak buruk terhadap fungsi tuba Eustachius,

menganggu fungsi imun lokal, meningkatkan adhesi bakteri, menurunkan efisiensi obat antimikroba

dengan menganggu mekanisme farmakokinetiknya. Dengan menggunakan teknik polymerase chain

reaction (PCR) dan virus specific enzyme-linked immunoabsorbent assay (ELISA), virus-virus dapat

diisolasi dari cairan telinga tengah pada anak yang menderita OMA pada 75% kasus.5

Patogenesis

Telinga tengah biasanya steril, meskipun terdapat mikroba di nasofaring dan faring. Secara

fisiologik terdapat mekanisme pencegahan masuknya mikroba ke dalam telinga tengah oleh silia mukosa

tuba eustachius, enzim dan antibody. Karena ada sesuatu yang mengganggu tuba eustachius, maka

fungsinya akan terganggu, sehingga pencegahan invasi kuman ke dalam telinga tengah juga terganggu,

akibatnya kuman masuk ke dalam telinga tengah dan terjadi peradangan.1,2,5,6

Infeksi pertama hanya mengenai lapisan mukosa dan submukosa kavum timpani, tidak

mengenai tulang. Pada anak-anak infeksi dapat mengenai kedua telinga. Akibat infeksi, mukosa menjadi

edem, silia paralise dan tuba eustachius tertutup. Udara dalam kavum timpani diabsorpsi, hingga

menyebabkan tekanan negatif dalam kavum timpani. Hal ini menyebabkan retraksi membran timpani

dan mengiritasi membran mukosa untuk memproduksi cairan eksudat.5,6

Bila volume eksudat bertambah banyak akan menaikkan tekanan cairan dalam kavum timpani

dan menyebabkan bertambahnya rasa sakit. Absorpsi toksin menyebabkan pireksia dan malaise.

11

Page 12: Case Report OMA

Bertambahnya tekanan dalam kavum timpani akan menyebabkan gangguan peredaran darah ke

membrane timpani. Bagian dari membrane timpani yang mendapat tekanan yang terbesar akan menjadi

nekrosis, trombosis kapiler dan akhirnya pecah. Nanah yang bercampur darah keluar dari telinga, sakit

segera hilang, suhu kembali normal.1,2

Jika organisme yang menyebabkan otitis media sangat virulen atau pasien dalam keadaan lemah,

infeksi akan berlanjut terus, ketulian akan bertambah. Cairan akan berubah lebih kuning dan berbau.

Perubahan ini oleh karena “pressure necrosis” dalam sel-sel mastoid yang menyebabkan destruksi

dinding sel.5,6

Stadium Otitis Media Akut

OMA dalam perjalanan penyakitnya dibagi menjadi lima stadium, bergantung pada

perubahan pada mukosa telinga tengah, yaitu stadium oklusi tuba Eustachius, stadium hiperemis

atau stadium pre-supurasi, stadium supurasi, stadium perforasi dan stadium resolusi.1,2

Gambar 2.2. Membran Timpani Normal

1. Stadium Oklusi Tuba Eustachius

Pada stadium ini, terdapat sumbatan tuba Eustachius yang ditandai oleh retraksi membran

timpani akibat terjadinya tekanan intratimpani negatif di dalam telinga tengah, dengan adanya

absorpsi udara. Retraksi membran timpani terjadi dan posisi malleus menjadi lebih horizontal,

refleks cahaya juga berkurang. Edema yang terjadi pada tuba Eustachius juga menyebabkannya

tersumbat. Selain retraksi, membran timpani kadang-kadang tetap normal dan tidak ada kelainan,

12

Page 13: Case Report OMA

atau hanya berwarna keruh pucat. Efusi mungkin telah terjadi tetapi tidak dapat dideteksi.

Stadium ini sulit dibedakan dengan tanda dari otitis media serosa yang disebabkan oleh virus dan

alergi. Tidak terjadi demam pada stadium ini.1,2

2. Stadium Hiperemis atau Stadium Pre-supurasi

Pada stadium ini, terjadi pelebaran pembuluh darah di membran timpani, yang ditandai

oleh membran timpani mengalami hiperemis, edema mukosa dan adanya sekret eksudat serosa

yang sulit terlihat. Hiperemis disebabkan oleh oklusi tuba yang berpanjangan sehingga terjadinya

invasi oleh mikroorganisme piogenik. Proses inflamasi berlaku di telinga tengah dan membran

timpani menjadi kongesti. Stadium ini merupakan tanda infeksi bakteri yang menyebabkan

pasien mengeluhkan otalgia, telinga rasa penuh dan demam. Pendengaran mungkin masih

normal atau terjadi gangguan ringan, tergantung dari cepatnya proses hiperemis. Hal ini terjadi

karena terdapat tekanan udara yang meningkat di kavum timpani. Gejala-gejala berkisar antara

dua belas jam sampai dengan satu hari. 1,2

Gambar 2.3. Membran Timpani Hiperemis

3. Stadium Supurasi

Stadium supurasi ditandai oleh terbentuknya sekret eksudat purulen atau bernanah di telinga

tengah dan juga di sel-sel mastoid. Selain itu edema pada mukosa telinga tengah menjadi makin hebat

dan sel epitel superfisial terhancur. Terbentuknya eksudat yang purulen di kavum timpani menyebabkan

membran timpani menonjol atau bulging ke arah liang telinga luar.1,2

Pada keadaan ini, pasien akan tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat serta rasa

nyeri di telinga bertambah hebat. Pasien selalu gelisah dan tidak dapat tidur nyenyak. Dapat

13

Page 14: Case Report OMA

disertai dengan gangguan pendengaran konduktif. Pada bayi demam tinggi dapat disertai muntah

dan kejang. 1,2

Stadium supurasi yang berlanjut dan tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan

iskemia membran timpani, akibat timbulnya nekrosis mukosa dan submukosa membran timpani.

Terjadi penumpukan nanah yang terus berlangsung di kavum timpani dan akibat tromboflebitis

vena-vena kecil, sehingga tekanan kapiler membran timpani meningkat, lalu menimbulkan

nekrosis. Daerah nekrosis terasa lebih lembek dan berwarna kekuningan atau yellow spot. 1,2

Keadaan stadium supurasi dapat ditangani dengan melakukan miringotomi. Bedah kecil ini

kita lakukan dengan menjalankan insisi pada membran timpani sehingga nanah akan keluar dari

telinga tengah menuju liang telinga luar. Luka insisi pada membran timpani akan menutup

kembali, sedangkan apabila terjadi ruptur, lubang tempat perforasi lebih sulit menutup kembali.

Membran timpani mungkin tidak menutup kembali jikanya tidak utuh lagi. 1,2

Gambar 2.4. Membran Timpani Bulging dengan Pus Purulen

4. Stadium Perforasi

Stadium perforasi ditandai oleh ruptur membran timpani sehingga sekret berupa nanah yang

jumlahnya banyak akan mengalir dari telinga tengah ke liang telinga luar. Kadang-kadang pengeluaran

sekret bersifat pulsasi (berdenyut). Stadium ini sering disebabkan oleh terlambatnya pemberian

antibiotik dan tingginya virulensi kuman.1,4

Setelah nanah keluar, anak berubah menjadi lebih tenang, suhu tubuh menurun dan dapat

tertidur nyenyak. Jika membran timpani tetap perforasi dan pengeluaran sekret atau nanah tetap

berlangsung melebihi tiga minggu, maka keadaan ini disebut otitis media supuratif subakut. Jika

14

Page 15: Case Report OMA

kedua keadaan tersebut tetap berlangsung selama lebih satu setengah sampai dengan dua bulan,

maka keadaan itu disebut otitis media supuratif kronik. 1,4

Gambar 2.5. Membran Timpani Peforasi

5. Stadium Resolusi

Keadaan ini merupakan stadium akhir OMA yang diawali dengan berkurangnya dan

berhentinya otore. Stadium resolusi ditandai oleh membran timpani berangsur normal hingga

perforasi membran timpani menutup kembali dan sekret purulen akan berkurang dan akhirnya

kering. Pendengaran kembali normal. Stadium ini berlangsung walaupun tanpa pengobatan, jika

membran timpani masih utuh, daya tahan tubuh baik, dan virulensi kuman rendah. 1,2

Apabila stadium resolusi gagal terjadi, maka akan berlanjut menjadi otitis media supuratif

kronik. Kegagalan stadium ini berupa perforasi membran timpani menetap, dengan sekret yang

keluar secara terus-menerus atau hilang timbul. 1,2

O

titis media supuratif akut dapat menimbulkan gejala sisa berupa otitis media serosa. Otitis media serosa

terjadi jika sekret menetap di kavum timpani tanpa mengalami perforasi membran timpani.1,2

Gejala Klinis

Gejala klinis otitis media akut tergantung pada umur dan stadium penyakit. Pada anak-anak

yang sudah dapat berbicara keluhan utama adalah rasa nyeri di dalam telinga, keluhan disamping suhu

tubuh yang tinggi. Biasanya terdapat riwayat batuk pilek sebelumnya. Pada anak yang lebih besar atau

15

Page 16: Case Report OMA

pada orang dewasa,disamping rasa nyeri terdapat juga gangguan pendengaran berupa rasa perih di

telinga atau rasa kurang dengar. Pada bayi dan anak kecil gejala khas OMA ialah suhu tubuh tinggi dapat

sampai 39,5 0C (pada stadium supurasi), anak gelisah dan sukar tidur, tiba-tiba anak menjerit waktu

tidur, diare, kejang-kejang dan kadang-kadang anak memegang telinga yang sakit.7

OMA dapat dibedakan dari otitis media dengan efusi yang dapat menyerupai OMA. Efusi

telinga tengah (middle ear effusion) merupakan tanda yang ada pada OMA dan otitis media

dengan efusi. Efusi telinga tengah dapat menimbulkan gangguan pendengaran dengan 0-50

decibels hearing loss. 7,11

Tabel 1. Perbedaan Gejala dan Tanda Antara OMA dan Otitis Media dengan Efusi13,14

Gejala dan tanda Otitis Media AkutOtitis Media dengan

Efusi

Nyeri telinga (otalgia), menarik telinga

(tugging)

+ -

Inflamasi akut, demam + -

Efusi telinga tengah + +

Membran timpani membengkak

(bulging), rasa penuh di telinga

+/- -

Gerakan membran timpani berkurang

atau tidak ada

+ +

Warna membran timpani abnormal

seperti menjadi putih, kuning, dan biru

+ +

Gangguan pendengaran + +

Otore purulen akut + -

Kemerahan membran timpani,

erythema

+ -

Diagnosis

Menurut Kerschner (2007), kriteria diagnosis OMA harus memenuhi tiga hal berikut, yaitu:8,9,11

1. Penyakitnya muncul secara mendadak dan bersifat akut.

16

Page 17: Case Report OMA

2. Ditemukan adanya tanda efusi.

Efusi merupakan pengumpulan cairan di telinga tengah. Efusi dibuktikan dengan adanya

salah satu di antara tanda berikut, seperti menggembungnya membran timpani atau bulging,

terbatas atau tidak ada gerakan pada membran timpani, terdapat bayangan cairan di belakang

membran timpani, dan terdapat cairan yang keluar dari telinga.

3. Terdapat tanda atau gejala peradangan telinga tengah, yang dibuktikan dengan adanya salah

satu di antara tanda berikut, seperti kemerahan atau erythema pada membran timpani, nyeri

telinga atau otalgia yang mengganggu tidur dan aktivitas normal.

Menurut Rubin et al. (2008), keparahan OMA dibagi kepada dua kategori, yaitu ringan-sedang, dan

berat. Kriteria diagnosis ringan-sedang adalah terdapat cairan di telinga tengah, mobilitas membran

timpani yang menurun, terdapat bayangan cairan di belakang membran timpani, membengkak pada

membran timpani, dan otore yang purulen. Selain itu, juga terdapat tanda dan gejala inflamasi pada

telinga tengah, seperti demam, otalgia, gangguan pendengaran, tinitus, vertigo dan kemerahan pada

membran timpani. Tahap berat meliputi semua kriteria tersebut, dengan tambahan ditandai dengan

demam melebihi 39,0°C, dan disertai dengan otalgia yang bersifat sedang sampai berat.13

Efusi telinga tengah diperiksa dengan otoskop (alat untuk memeriksa liang dan gendang telinga

dengan jelas). Dengan otoskop dapat dilihat adanya gendang telinga yang menggembung, peubahan

warna gendang telinga menjadi kemerahan atau agak kuning dan suram, serta cairan di liang telinga.

Jika konfirmasi diperlukan, umumnya dilakukan dengan otoskopi pneumatic (pemeriksaan telinga

dengan otoskop untuk melihat gendang telinga yang dilengkapi dengan pompa udara kecil untuk menilai

respon gendang telinga terhadap perubahan tekanan udara). Gerakan gendang telinga yang berkurang

atau tidak ada sama sekali dapat dilihat dengan pemeriksaan dini. Pemeriksaan ini meningkatkan

sensitivitas diagnosis OMA. Namun umumnya diagnosis OMA dapat ditegakkan dengan otoskop biasa.

Efusi telinga tengah juga dapat dibuktikan dengan timpanosentesis (penusukan terhadap gendang

telinga). Namun timpanosentesis tidak dilakukan pada sembarang anak. Indikasi perlunya

timpanosentesis antara lain adalah OMA pada bayi di bawah usia enam minggu dengan riwayat

perawatan intensif di rumah sakit, anak dengan gangguan kekebalan tubuh, anak yang tidak memberi

respon pada beberapa pemberian antibiotic, atau dengan gejala sangat berat dan komplikasi. 13

Penatalaksanaan

17

Page 18: Case Report OMA

Pengobatan OMA tergantung pada stadium penyakitnya. 8,9,11

1. Pengobatan

Penatalaksanaan OMA tergantung pada stadium penyakitnya. Pengobatan pada stadium

awal ditujukan untuk mengobati infeksi saluran napas, dengan pemberian antibiotik, dekongestan

lokal atau sistemik, dan antipiretik. Tujuan pengobatan pada otitis media adalah untuk

menghindari komplikasi intrakrania dan ekstrakrania yang mungkin terjadi, mengobati gejala,

memperbaiki fungsi tuba Eustachius, menghindari perforasi membran timpani, dan memperbaiki

sistem imum lokal dan sistemik.

Pada stadium oklusi tuba, pengobatan bertujuan untuk membuka kembali tuba Eustachius

sehingga tekanan negatif di telinga tengah hilang. Diberikan obat tetes hidung HCl efedrin 0,5 %

dalam larutan fisiologik untuk anak kurang dari 12 tahun atau HCl efedrin 1 % dalam larutan

fisiologis untuk anak yang berumur atas 12 tahun pada orang dewasa. Sumber infeksi harus

diobati dengan pemberian antibiotik.

Pada stadium hiperemis dapat diberikan antibiotik, obat tetes hidung dan analgesik.

Dianjurkan pemberian antibiotik golongan penisilin atau eritromisin. Jika terjadi resistensi, dapat

diberikan kombinasi dengan asam klavulanat atau sefalosporin. Untuk terapi awal diberikan

penisilin intramuskular agar konsentrasinya adekuat di dalam darah sehingga tidak terjadi

mastoiditis terselubung, gangguan pendengaran sebagai gejala sisa dan kekambuhan. Antibiotik

diberikan minimal selama 7 hari. Bila pasien alergi tehadap penisilin, diberikan eritromisin. Pada

anak, diberikan ampisilin 50-100 mg/kgBB/hari yang terbagi dalam empat dosis, amoksisilin

atau eritromisin masing-masing 50 mg/kgBB/hari yang terbagi dalam 3 dosis.

Pada stadium supurasi, selain diberikan antibiotik, pasien harus dirujuk untuk melakukan

miringotomi bila membran timpani masih utuh sehingga gejala cepat hilang dan tidak terjadi

ruptur.

Pada stadium perforasi, sering terlihat sekret banyak keluar, kadang secara berdenyut

atau pulsasi. Diberikan obat cuci telinga (ear toilet) H2O2 3% selama 3 sampai dengan 5 hari

serta antibiotik yang adekuat sampai 3 minggu. Biasanya sekret akan hilang dan perforasi akan

menutup kembali dalam 7 sampai dengan 10 hari.

Pada stadium resolusi, membran timpani berangsur normal kembali, sekret tidak ada lagi,

dan perforasi menutup. Bila tidak terjadi resolusi biasanya sekret mengalir di liang telinga luar

18

Page 19: Case Report OMA

melalui perforasi di membran timpani. Antibiotik dapat dilanjutkan sampai 3 minggu. Bila

keadaan ini berlanjut, mungkin telah terjadi mastoiditis.

2. Pembedahan

Terdapat beberapa tindakan pembedahan yang dapat menangani OMA rekuren, seperti

miringotomi dengan insersi tuba timpanosintesis, dan adenoidektomi.

a. Miringotomi

Miringotomi ialah tindakan insisi pada pars tensa membran timpani, supaya terjadi

drainase sekret dari telinga tengah ke liang telinga luar. Syaratnya adalah harus dilakukan secara

dapat dilihat langsung, anak harus tenang sehingga membran timpani dapat dilihat dengan baik.

Lokasi miringotomi ialah di kuadran posterior-inferior. Bila terapi yang diberikan sudah adekuat,

miringotomi tidak perlu dilakukan, kecuali jika terdapat pus di telinga tengah.

Indikasi miringostomi pada anak dengan OMA adalah nyeri berat, demam, komplikasi

OMA seperti paresis nervus fasialis, mastoiditis, labirinitis, dan infeksi sistem saraf pusat.

Miringotomi merupakan terapi third-line pada pasien yang mengalami kegagalan terhadap dua

kali terapi antibiotik pada satu episode OMA. Salah satu tindakan miringotomi atau

timpanosintesis dijalankan terhadap anak OMA yang respon kurang memuaskan terhadap terapi

second-line, untuk menidentifikasi mikroorganisme melalui kultur.12

b. Timpanosintesis

Timpanosintesis merupakan pungsi pada membran timpani, dengan analgesia lokal

supaya mendapatkan sekret untuk tujuan pemeriksaan. Indikasi timpanosintesis adalah terapi

antibiotik tidak memuaskan, terdapat komplikasi supuratif, pada bayi baru lahir atau pasien yang

sistem imun tubuh rendah. Pipa timpanostomi dapat menurunkan morbiditas OMA seperti

otalgia, efusi telinga tengah, gangguan pendengaran secara signifikan dibanding dengan plasebo

dalam tiga penelitian prospertif, randomized trial yang telah dijalankan.13

c. Adenoidektomi

19

Page 20: Case Report OMA

Adenoidektomi efektif dalam menurunkan risiko terjadi otitis media dengan efusi dan OMA

rekuren, pada anak yang pernah menjalankan miringotomi dan insersi tuba timpanosintesis, tetapi hasil

masih tidak memuaskan. Pada anak kecil dengan OMA rekuren yang tidak pernah didahului dengan

insersi tuba, tidak dianjurkan adenoidektomi, kecuali jika terjadi obstruksi jalan napas dan rinosinusitis

rekuren.12,13

Komplikasi

Komplikasi dapat terjadi melalui perluasan infeksi secara anatomis. Hal-hal yang dapat terjadi antara

lain:

1. Mastoiditis. Biasanya terjadi pada pasien-pasien imunosupresi atau mereka yang menelantarkan

otitis media akut yang dideritanyaa.

2. Paralisis saraf fasialis. Saraf terkena akibat kontak langsung dengan materi purulen.

3. Labirinitis. Terjadi akibat perluasan infeksi ke dalam perilimfatik, keadaan ini akan menyebabkan

ketulian dan adanya vertigo.

4. Petrosis. Hampir semua tulang temporal memiliki sel-sel udara dalam apeks petrosa. Sel-sel ini

menjadi terinfeksi melalui perluasan langsung dari infeksi telinga tengah dan mastoid.

5. Komplikasi lain ke susunan saraf pusat. Antara lain: meningitis, abses otak, dan hidrosefalus

otitis.14

Prognosis

Prognosis untuk otitis media akut sangat baik bila ditangani dengan tepat dan cepat. Namun, bila terjadi

penumpukan cairan dalam rongga telinga dalam waktu yang lama maka ada kemungkian otitis media

yang diderita akan berubah menjadi kronis.15

20

Page 21: Case Report OMA

DAFTAR PUSTAKA

1. Djaafar, Z.A. Kelainan Telinga Tengah. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N, ed. Buku Ajar Ilmu Kesehatan

Telinga-Hidung-Tenggorok. Edisi ke-4. Jakarta. Gaya baru-FK UI. 2001; 49-58

2. Adams, G.L, Boies, L.R., Hilger, P.A. Alih bahasa Wijaya, Caroline. Buku Ajar Penyakit Telinga Hidung

Tenggorokan. Edisi ke 6. Jakarta. EGC. 1994

3. John, J.B. Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorokan, Kepala dan Leher. Edisi ke 13 jilid 2. 101-110

4. Keith, L.M. Penyakit Telinga, Hidung dan Tenggorokan. Jakarta. EGC. 1993

21

Page 22: Case Report OMA

5. Nelson, W.E., et. al. Ilmu Kesehatan Anak-Nelson. Edisi ke 12. Bagian ke 2. Jakarta. EGC. 1993

6. Mansjoer A, et. al. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid I, Edisi 3, Media Aesculapius, FK UI, Jakarta. 2001.

79-81

7. Otitis Media Akut. Available at: http://www.medicastore.com/med/detail/

8. Acute Otitis Media: Part II. Treatment in an Era of Incredasing Antibiotic Resistance. Available at:

http: www.aafp.org.afp/20000415.2410.html

9. Journal of Otitis Media Acute by Barley MK, available at URL:

http://www.oncologychannel.com.Headneck.nasaleavity.html

10. American academy of pediatrics. Diagnosis and Management of Acute Otitis Media. Available at:

http://pediatrics.aapublications.org/content/113/5/1451.full

11. Acute Otitis Media Author: John D Donaldson, MD. Available at:

http://emedicine.medscape.com/article/85931

12. Acute Otitis Media: overview and risk factors by: physicians committee for responsible medicine.

Available at: http://www.tcolincampbell.org/resources/article

13. Otitis Media Akut. Available at:

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25640/Chapter2.pdf

14. Guidelines and Protocols Advisory Committee. Acute otitis media and Otitis media with effusion.

Available at: www.beguidelines.ca/pdf/otitis.pdf

15. Clinical Practice Guidelines. Acute otitis media available at: http://www.rch.org.au/clinicalguide.pdf

22