case rmr wainem fix

43
BAB I STATUS PASIEN I. IDENTITAS PASIEN Nama : Ny. W Jenis Kelamin : Perempuan Umur : 55 tahun Alamat : Ngrayun Agama : Islam Suku : Jawa Pekerjaan : Buruh tani Tanggal masuk RS : 8 April 2015 Tanggal pemeriksaan : 9 April 2015 Tanggal Operasi : 9 April 2015 II. ANAMNESA A. Keluhan utama : Nyeri perut kanan bawah B. Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang dengan keluhan nyeri pada perut kanan bawah yang sudah sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Nyeri yang dirasakan hilang timbul terutama pada saat sedang berjalan. Nyeri tersebut terkadang menjalar ke ulu hati dan perut bagian kiri. Nyeri perut yang dirasakan pasien membuat pasien sulit tidur pada malam 1

Upload: rimarahmadipta

Post on 09-Dec-2015

271 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

mmmm

TRANSCRIPT

Page 1: Case RMR Wainem Fix

BAB I

STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. W

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 55 tahun

Alamat : Ngrayun

Agama : Islam

Suku : Jawa

Pekerjaan : Buruh tani

Tanggal masuk RS : 8 April 2015

Tanggal pemeriksaan : 9 April 2015

Tanggal Operasi : 9 April 2015

II. ANAMNESA

A. Keluhan utama :

Nyeri perut kanan bawah

B. Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang dengan keluhan nyeri pada perut kanan bawah yang

sudah sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Nyeri yang

dirasakan hilang timbul terutama pada saat sedang berjalan. Nyeri

tersebut terkadang menjalar ke ulu hati dan perut bagian kiri. Nyeri

perut yang dirasakan pasien membuat pasien sulit tidur pada malam

hari. Sebelum datang ke rumah sakit, pasien sudah berobat ke mantri

tetapi tidak ada perbaikan.

Pasien kadang merasakan mual, nafsu makan menurun, dan

demam. Tidak terdapat rasa ingin muntah. BAK normal, tidak nyeri,

warna kuning jernih. BAB normal, tidak nyeri, warna kuning

kecoklatan.

1

Page 2: Case RMR Wainem Fix

C. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat Asma : disangkal

Riwayat Alergi : disangkal

Riwayat Hipertensi : ya

Riwayat Penyakit Jantung/Paru : disangkal

Riwayat Diabetes Mellitus : disangkal

Riwayat Sakit Ginjal/Liver : disangkal

Riwayat Maag : ya

Riwayat Operasi sebelumnya : disangkal

Riwayat sakit serupa : disangkal

D. Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat Alergi dalam keluarga : disangkal

Riwayat Asma dalam keluarga : disangkal

Riwayat Hipertensi dalam keluarga : ibu mengalami hipertensi

Riwayat DM dalam keluarga : disangkal

E. Anamnesis Sistem

Sistem Serebrospinal : Pusing (-), Demam (-)

Sistem Respirasi : Batuk (-), Pilek (-), Sesak napas (-)

Sistem Kardiovaskuler : Nyeri dada (-), Pucat (-)

Sistem Digestivus : Mual (+), Muntah (-), BAB lancar

Sistem Urogenital : BAK lancar, Nyeri berkemih (-)

Sistem Muskuloskeletal : nyeri sendi (-) dan nyeri otot (-)

III. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan dilakukan pada tanggal 9 April 2015 di bangsal

Flamboyan RSUD Dr Harjono Ponorogo.

A. Status Generalis

Keadaan Umum : Baik

Status Gizi : Obesitas

2

Page 3: Case RMR Wainem Fix

Kesadaran : Compos mentis, GCS E4V5M6

Vital Sign :

TekananDarah : 160/80mmHg

Nadi : 80x/menit

RR : 22x/menit

Suhu : 37,3oC per axilla

B. Pemeriksaan fisik

a) Kepala/Leher

Jejas (-),nyeri tekan (-), hematom (-), rhinorea (-), pembesaran

kelenjar getah bening (-).

b) Mata

Konjungtiva : Anemis(-/-)

Sklera : Ikterus(-/-)

Pupil : Reflek cahaya (+/+), isokor (+/+)

Palpebra : Edema (-/-)

c) Thoraks

Dinding thoraks : Jejas (-)

Paru

- Inspeksi : Gerakan pernafasan simetris kanan dan kiri

- Palpasi : Ketinggalan gerak (-), Fremitus (N)

- Perkusi :

Sonor Sonor

Sonor Sonor

Sonor Sonor

- Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), rhonki(-/-),

wheezing (-/-)

3

Page 4: Case RMR Wainem Fix

Jantung

- Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak

- Palpasi : Iktus kordis teraba kuat angkat pada SIC V

sinistra sisi medial linea midclavicula

sinistra

- Perkusi : Batas jantung tidak membesar

Batas kiri jantung

Atas : SIC II sinistra di sisi lateral linea

parasternalis sinistra.

Bawah : SIC V sinistra di sisi medial linea

midclavicula sinistra.

Batas kanan jantung

Atas : SIC II dextra di sisi lateral linea

parasternalis dextra.

Bawah : SIC IV dextra di sisi lateral linea

parasternalis dextra.

- Auskultasi : Suara Jantung I-II regular, Bising jantung

tidak ditemukan.

d) Abdomen

Inspeksi : distensi (-)

Auskultasi : Peristaltik (+) N

Perkusi : Timpani pada 4 kuadran abdomen (+)

Palpasi : Nyeri tekan (+) titik Mc Burney, Rovsing sign

(+), Psoas sign (+), Obturator sign (+), teraba

masa pada regio iliaka kanan.

e) Ekstremitas

Atas : edema tidak ditemukan, akral hangat.

Bawah : edema tidak ditemukan, akral hangat.

4

Page 5: Case RMR Wainem Fix

C. Status Lokalis

Abdomen :

Inspeksi : distensi (-)

Auskultasi : Peristaltik (+) N

Perkusi : Timpani pada 4 kuadran abdomen (+)

Palpasi : Nyeri tekan (+) titik Mc Burney, Rovsing sign

(+), Psoas sign (+), Obturator sign (+), teraba

masa pada regio iliaka kanan.

RESUME PASIEN

Pasien datang dengan keluhan nyeri pada perut kanan bawah yang

sudah sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Nyeri yang

dirasakan hilang timbul terutama pada saat sedang berjalan dan

terkadang menjalar ke ulu hati dan perut bagian kiri. Sebelum masuk

rumah sakit, pasien sudah berobat ke mantra namun tidak ada

perubahan.

Pasien merasakan nafsu makan menurun dan sedikit demam. BAK

normal, tidak nyeri, warna kuning jernih. BAB normal, tidak nyeri,

warna kuning kecoklatan.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum baik, kesadaran

compos mentis. Tekanan darah 160/80, nadi 90x / menit, RR 22x/menit

dan suhu tubuh per axiler 37,3 0C. Pada pemeriksaan regio kepala,

leher, thorax dan ekstremitas dalam batas normal. Pemeriksaan

abdomen pada inspeksi terlihat abdomennya normal, auskultasi

terdengar bising usus yang normal, palpasi pada abdomen terdapat

nyeri pada titik Mc. Burney dan teraba massa pada regio iliaka kanan,

psoas sign (+), rovsing sign (+), dan obturator sign (+).

Hasil pemeriksaan penunjang pada pemeriksaan darah lengkap

didapatkan hasil leukosit yang meningkat yaitu, 17000 dan pada

5

Page 6: Case RMR Wainem Fix

pemeriksaan USG abdomen didapatkan abses atau masa pada regio

iliaka kanan.

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

A. Pemeriksaan Darah Lengkap

Parameter Hasil Nilai Normal

WBC 17,3 x 103 /µL 4.0 – 10.0 103 /µL

Lymph# 1,2 x103 /µL 0.8 – 4.0 103 /µL

Mid# 0,9 x 103 /µL 0.1 – 0.9 103 /µL

Gran# 15,2 x 103 /µL 2.0 – 7.0 103 /µL

Lymph% 7,1 % 20.0 – 40.0 %

Mid% 5,2 % 3.0 – 9.0 %

Gran% 87,7 % 50.0 – 70.0 %

HGB 13,1 gr/Dl 11.0 – 16.0 gr/dL

RBC 4,82 x 106 /µL 3.5 – 5.5 103 /µL

HCT 38,8 % 37.0 – 50.0 %

MCV 80,5 Fl 82.0 – 95.0 fL

MCH 27,2 Pg 27.0 – 31.0pg

MCHC 33,8 gr/dL 32.0 – 36.0 gr/dL

RDW – CV 13,6 % 11.5 – 14.5 %

RDW – SD 44,1 fL 35.0 – 56.0fL

PLT 369 x103/µL 100 – 300 . 103

CT 9 menit 5-11menit

BT 3 menit 1 – 5 menit

GDA 150 < 140 mg/dl

DBIL 0,19 mg/dl 0-0,35 mg/dl

TBIL 0.86 mg/dl 0,2- 1,2 mg/dl

SGOT 27,5 U/l 0-38 U/l

SGPT 12,4 U/l 0-40 U/l

ALP 243 U/l 98-279 U/l

Gamma GT 33,4 U/l 10-54 U/l

TP 7 g/dl 6,6-8,3 g/dl

6

Page 7: Case RMR Wainem Fix

ALB 3,7 g/dl 3,5-5,5 g/dl

Glob 3,3 g/dl 2-3,9 g/dl

UREA 25,34 mg/dl 10-50 mg/dl

CREATININ 1, 01 mg/dl 0,7-1,4 mg/dl

UA 6,2 mg/dl 3,4-7 mg/dl

Kesan : leukositosis

B. Pemeriksaan ECG

Kesan : ECG dalam batas normal

C. Pemeriksaan USG Abdomen

7

Page 8: Case RMR Wainem Fix

8

Page 9: Case RMR Wainem Fix

Kesan : Terdapat abses pada appendiks

V. ASSESMENT/ DIAGNOSIS KERJA

Diagnosis kerja : Periappendikular Infiltrate

Diagnosis post operasi : Periappendikular Infiltrate

Diagnosis banding : Gastroenteritis, KET, Limfadenitis Mesenterica,

Divertikulosis Meckel

VI. PLANNING

a. Planning Diagnosis : Pemeriksaan darah lengkap, USG abdomen

b. Planning Terapi

Medikamentosa :

1. Infuse RL 20 tpm

2. Meropenem 2 x 1

3. Metronidazole 3 x 500

4. Ketorolac 2 x 30

5. Ranitidine 2 x 1

Operasi : Laparotomi Appendektomi

VII. FOLLOW UP

1. H+1 pasien MRS (tanggal 9 April 2015)

S : Pasien mengeluh nyeri pada perut kanan bawah, nyeri kadang

menjalar hingga ulu hati, untuk berjalan terasa nyeri pada perut

kanan bawah, mual dan muntah (-), BAB (+), BAK (+).

O : KU : Baik

TD : 160 / 80

N : 80x / menit

S : 37,3 °C

Status Lokalis Abdomen :

Inspeksi : distensi (-)

9

Page 10: Case RMR Wainem Fix

Auskultasi : peristaltik (+) N

Palpasi : nyeri tekan pada titik Mc. Burney, teraba massa pada

regio iliaka kanan.

Perkusi : timpani pada 4 kuadran abdomen

A : Susp. Periappendicular Infiltrat (PAI)

P : USG Abdomen, Infus RL 20 tpm, persiapan operasi (puasa).

2. H +2 pasien post OP Laparotomi appendektomi ( tanggal 11 April

2015)

S : Pasien mengeluh meras nyeri pada bekas operasi, flatus (+), belum

BAB, BAK (+), mual muntah (-), kembung (-).

O : KU : Baik

TD : 160/100

N : 84x / menit

S : 36,5°C

Status Lokalis :

Perdarahan bekas operasi (-), jahitan (+), Drain : ± 2 cc

Urine : ± 200 cc

A : Post operasi hari ke 2 et causa Periappendicular Infiltrate

P : Rawat Luka

Infus RL 20 tpm

Meropenem 2x1

Metronidazole 3x500

Ketorolac 2x30

Ranitidine 2x1

3. H+3 pasien post OP ( tanggal 12 April 2015)

S : Pasien mengeluh nyeri pada bekas operasi, belum BAB, flatus (+),

mual muntah (-)

O : KU : Baik

TD : 180/100 mmHg

N : 80x/minute

10

Page 11: Case RMR Wainem Fix

S : 36°C

Status Lokalis :

Luka sedikit nyeri, jahitan (+), perdarahan (-), pus (-), drainase

darah (+) ±1cc, urine normal.

A : Post op hari ke 3 et causa Periappendicular Infiltrat

P : Rawat Luka

Infuse 20 tpm

Meropenem 2x1

Metronidazole 3x500

Ketorolac 2x30

Ranitidine 2x1

4. H+4 Post Operasi (tanggal 13 April 2015)

S : Pasien mengeluh sedikit nyeri bekas operasi, BAB (+), BAK (+)

O : KU : Baik

TD : 170/100

N : 80x / menit

S : 36°C

Status Lokalis :

Perdarahan pada bekas operasi (-), pus (-), jahitan (+), drainase

darah (-).

A : Post operasi hari ke 4 et causa Periapendicular Infiltrat

P : Rawat Luka

Rencana pulang

Infus RL 20 tpm

Meropenem 2x1

Metronidazole 3x500

Ketorolac 2x30

Ranitidine 2x1

BAB II

11

Page 12: Case RMR Wainem Fix

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Appendisitis adalah infeksi bakterial pada appendiks vermiformis

karena tersumbatnya lumen oleh fekalith (batu feces), hiperplasi jaringan

limfoid, dan cacing usus. Obstruksi lumen merupakan penyebab utama

appendicitis. Erosi membran mukosa appendiks dapat terjadi karena

parasit seperti Entamoeba histolytica, Trichuris trichiura, dan Enterobius

vermikularis.

Periappendicular Infiltrat (PAI) adalah proses radang apendiks yang

penyebarannya dapat dibatasi oleh omentum dan usus-usus dan

peritoneum disekitarnya sehingga membentuk massa (appendiceal mass).

Umumnya massa apendiks terbentuk pada hari ke-4 sejak peradangan

mulai apabila tidak terjadi peritonitis umum.

2.2 Anatomi

Appendiks merupakan organ yang berbentuk tabung dengan

panjang kira-kira 10 cm (kisaran 3-15 cm) dan berpangkal di sekum.

Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar di bagian distal.

Namun, pada bayi appendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya

dan menyempit kea rah ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab

rendahnya insidens appendicitis pada usia tersebut.

12

Page 13: Case RMR Wainem Fix

Gambar 1. Appendix normal dan appendix inflamasi

Letak basis appendiks berada pada posteromedial sekum pada

pertemuan ketiga taenia koli, kira-kira 1-2 cm di bawah ileum. Dari ketiga

taenia tersebut terutama taenia anterior yang digunakan sebagai penanda

untuk mencari basis appendiks. Basis apendiks terletak di fossa iliaka

kanan, bila diproyeksikan ke dinding abdomen, terletak di kuadran kanan

bawah yang disebut dengan titik Mc Burney.

Pada 65 % kasus, apendiks terletak intraperitoneal. Kedudukan itu

memungkinkan apendiks bergerak dan ruang geraknya bergantung pada

13

Page 14: Case RMR Wainem Fix

panjang mesoapendiks penggantungnya. Pada kasus selebihnya, apendiks

terletak retroperitoneal, yaitu di belakang sekum, di belakang kolon

asendens, atau ditepi lateral kolon asendens. Gejala klinis apendisitis

ditentukan oleh letak apendiks. Terdapat beberapa posisi letak apendiks,

yaitu : retrocaecal, subcaecal, precaecal, pelvical, promontoric, pre illeal,

dan post illeal.

Gambar 2. Posisi appendix

Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n.vagus yang

mengikuti a.mesenterika superior dan a.apendikularis, sedangkan

persarafan simpatis berasal dari n.torakalis X. Oleh karena itu, nyeri

visceral pada apendisitis bermula disekitar umbilikus. Pendarahan

apendiks berasal dari a. apendikularis yang merupakan arteri tanpa

kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena trombosis pada infeksi,

apendiks akan mengalami gangrene.

14

Page 15: Case RMR Wainem Fix

2.3 Fisiologi

Appendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu secara

normal dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum.

Hambatan aliran lendir di muara appendiks tampaknya berperan pada

patogenesis appendicitis. Imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh

Gut Associated Lymphoid Tissue (GALT) yang terdapat disepanjang

saluran cerna termasuk appendiks ialah Imunoglobulin A (Ig-A).

Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi yaitu

mengontrol proliferasi bakteri, netralisasi virus, serta mencegah penetrasi

enterotoksin dan antigen intestinal lainnya. Namun, pengangkatan

appendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh sebab jumlah jaringan

sedikit sekali jika dibandingkan dengan jumlah di saluran cerna dan

seluruh tubuh.

2.4 Epidemiologi

Insidensi appendisitis di negara maju lebih tinggi daripada di

negara berkembang, tetapi beberapa tahun terakhir angka kejadiannya

menurun secara bermakna. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya

penggunaan makanan berserat dalam menu sehari-hari. Appendicitis dapat

ditemukan pada semua umur, hanya pada anak kurang dari satu tahun

jarang dilaporkan. Insidensi tertinggi pada kelompok umur 20-30 tahun,

setelah itu menurun. Insidensi pada laki-laki dan perempuan umumnya

sebanding, kecuali pada umur 20-30 tahun, insidensi lelaki lebih tinggi.

2.5 Etiologi

Obstruksi lumen merupakan penyebab utama apendisitis. Fecalith

merupakan penyebab tersering dari obstruksi apendiks. Penyebab lainnya

adalah hipertrofi jaringan limfoid, diet rendah serat, dan cacing usus

termasuk ascaris.  Penyebab lain yang diduga dapat menyebabkan

apendisitis adalah erosi mukosa apendiks karena parasit seperti E.

Histolytica. Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan

15

Page 16: Case RMR Wainem Fix

makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya

apendisitis. Konstipasi akan meningkatkan tekanan intrasekal, yang

berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya

pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semuanya akan mempermudah

terjadinya apendisits akut.

2.6 Patofisiologi

Obstruksi lumen apendik yang tertutup disebabkan oleh hambatan

pada bagian proksimalnya dan berlanjut pada peningkatan sekresi normal

dari mukosa apendik. Obstruksi tersebut mneyebabkan mucus yang

diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin lama mucus tersebut

makin banyak, namun elastisitas dinding appendiks mempunyai

keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan intralumen.

Tekanan tersebut akan menyebabkan apendiks mengalami

hipoksia, menghambat aliran limfe, terjadi ulserasi mukosa dan invasi

bakteri. Infeksi menyebabkan edema pada apendik dan iskemik. Bila

sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat sehingga

menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan

menembus dinding. Peradangan timbul meluas dan mengenai peritoneum

setempat sehingga menimbulkan nyeri didaerah kanan bawah. Keadaan ini

disebut dengan apendisitis supuratif akut.

Bila kemudian arteri terganggu akan terjadi infark dinding

apendiks yang diikuti dengan gangrene. Stadium ini disebut dengan

apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan

terjadi apendisitis perforasi. 

Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang

berdekatan akan bergerak kearah apendiks hingga timbul suatu massa local

yang disebut Periappendicular Infiltrat. Peradangan apendiks tersebut

dapat menjadi abses atau menghilang.

Periappendicular Infiltrat merupakan tahap patologi apendisitis

yang dimulai dimukosa dan melibatkan seluruh lapisan dinding apendiks

16

Page 17: Case RMR Wainem Fix

dalam waktu 24-48 jam pertama, ini merupakan usaha pertahanan tubuh

dengan membatasi proses radang dengan menutup apendiks dengan

omentum, usus halus, atau adneksa sehingga terbentuk massa

periapendikular. Didalamnya dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses

yang dapat mengalami perforasi. Jika tidak terbentuk abses, apendisitis

akan sembuh dan massa periapendikular akan menjadi tenang untuk

selanjutnya akan mengurai diri secara lambat. 

Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna,

tetapi akan membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan

dengan jaringan sekitarnya. Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan

berulang diperut kanan bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat meradang

akut lagi dan dinyatakan mengalami eksaserbasi akut. 

2.8 Manifestasi klinis

Appendisitis infiltrat didahului oleh keluhan  appendisitis akut

yang kemudian disertai adanya massa yang nyeri pada bagian regio iliaka

kanan massa periapendikular.

Gejala klasik appendicitis adalah nyeri samar – samar dan tumpul

yang merupakan nyeri visceral di daerah epigastrium di sekitar umbilicus.

Keluhan ini sering disertai mual dan kadang muntah, nafsu makan

semakin menurun, dan demam. Dalam waktu beberapa jam nyeri akan

berpindah ke kanan bawah ke titik Mc. Burney.

17

Page 18: Case RMR Wainem Fix

Disini nyeri terasa lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga

merupakan nyeri somatic setempat. Kadang tidak terdapat nyeri

epigastrium. Bila terdapat perangsangan peritoneum, pasien biasanya

mengeluh sakit perut bila berjalan atau batuk.

2.9 Diagnosis

a. Anamnesis

Untuk menegakkan diagnosis pada apendisitis didasarkan atas anamnesis

ditambah dengan pemeriksaan laboratorium sarta pemeriksaan penunjang

lainnya. Gejala appendisitis ditegakkan dengan anamnesis, ada 4 hal

penting yaitu :

o Nyeri mula – mula di epigastrium ( nyeri visceral ) yang

beberapa waktu kemudian menjalar ke perut kanan bawah.

o Muntah oleh karena nyeri visceral

o Demam

o Gejala lain adalah badan lemah dan kurang nafsu makan,

penderita nampak sakit, menghindarkan pergerakan pada

daerah perut.

18

Page 19: Case RMR Wainem Fix

b. Pemeriksaan fisik

1) Inspeksi

Kadang sudah terlihat waktu penderita berjalan sambil bungkuk

dan memegang perut. Penderita tampak kesakitan. Pada inspeksi

perut tidak ditemukan gambaran spesifik. Kembung sering terlihat

pada penderita dengan komplikasi perforasi. Penonjolan perut

kanan bawah bisa dilihat pada massa atau abses appendikuler.

2) Auskultasi

Peristaltik usus sering normal. Peristaltic dapat hilang pada ileus

paralitik karena peritonitis generalisata akibat appendisitis

perforata.

3) Palpasi

Dengan palpasi di daerah titik Mc. Burney didapatkan tanda-tanda

peritonitis lokal yaitu:

o Nyeri tekan (+) Mc. Burney

Pada palpasi didapatkan titik nyeri tekan kuadran bawah atau

titik Mc Burney dan ini merupakan tanda kunci diagnosis.

o Nyeri lepas (+) karena rangsangan peritoneum

Rebound tenderness (nyeri lepas tekan) adalah rasa nyeri yang

hebat (dapat dengan melihat mimik wajah) di abdomen kanan

bawah saat tekanan secara tiba-tiba dilepaskan, setelah

sebelumnya dilakukan penekanan yang perlahan dan dalam

dititik Mc Burney.

o Defans muskuler(+) karena rangsangan M.Rektus Abdominis

19

Page 20: Case RMR Wainem Fix

Defans muskuler adalah nyeri tekan seluruh lapangan abdomen

yang menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietal.

Pada appendiks letak retroperitoneal, defans muscular mungkin

tidak ada, yang ada nyeri pinggang.

4) Perkusi : timpani pada ke 4 kuadran abdomen (+)

c. Pemeriksaan khusus/tanda khusus

Rovsing sign

Penekanan perut kiri bawah terjadi nyeri perut kanan bawah,

karena tekanan merangsang peristaltic dan udara usus, sehingga

menggerakkan peritoneum sekitar appendix yang meradang

(somatic pain)

Blumberg sign

Disebut juga dengan nyeri lepas. Palpasi pada kuadran kiri bawah

atau kolateral dari yang sakit kemudian dilepaskan tiba-tiba, akan

terasa nyeri pada kuadran kanan bawah karena iritasi peritoneal

pada sisi yang berlawanan.

Psoas sign

Dilakukan dengan rangsangan muskulus psoas. Cara memeriksa :

Pasien miring kekiri, paha kanan dihiperekstensikan pemeriksa,

psoas sign (+) bila terasa nyeri perut kanan bawah.

20

Page 21: Case RMR Wainem Fix

Gambar 3. Cara melakukan Psoas Sign

Obturator sign

Dilakukan dengan menyuruh pasien tidur telentang, lalu dilakukan

gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul atau articulation

coxae. Obturator sign (+) bila terasa nyeri di perut kanan bawah.

21

Page 22: Case RMR Wainem Fix

Gambar 4. Cara melakukan Obturator Sign

d. Pemeriksaan penunjang

1) Pemeriksaan laboratorium

o Pemeriksaan darah : pada laboratorium darah terdapat

leukositosi ringan ( 10.000 – 18.000/mm3) yang didominasi

>75% oleh sel Polimorfonuklear (PMN), netrofil (shift to the

22

Page 23: Case RMR Wainem Fix

left) dimana terjadi pada 90% pasien. Hal ini biasanya terdapat

pada pasien dengan akut appendisitis dan apendisitis tanpa

komplikasi. Sedangkan leukosit >18.000/ mm3 meningkatkan

kemungkinan terjadinya perforasi apendiks dengan atau tanpa

abses. Pada periappendicular infiltrate terdapat peningkatan

LED.

2) USG

Merupakan pemeriksaan yang akurat untuk menentukan

diagnosis appendisitis. Tekniknya tidak mahal, dapat dilakukan

dengan cepat, tidak invasif, tidak membutuhkan kontras dan dapat

digunakan pada pasien yang sedang hamil karena tidak

mengganggu paparan radiasi. Secara sonografi, appendiks

diidentifikasikan sebagai “blind end”, tanpa peristaltik usus.

Kriteria sonografi untuk mendiagnosis appendisitis akut adalah

adanya noncompressible appendiks sebesar 6 mm atau lebih pada

diameter anteroposterior, adanya appendicolith, interupsi pada

kontinuitas lapisan submukosa, dan cairan atau massa

periappendiceal. Temuan perforasi appendisitis termasuk cairan

pericecal loculated, phlegmon (sebuah definisi penyakit lapisan

struktur dinding appendiks) atau abses, lemak pericecal menonjol,

dan kehilangan keliling dari layer submukosa.

False (+) dapat ditemukan pada adanya dilatasi tuba falopii

dan pada pasien yang obese hasilnya bisa tidak akurat,

divertikulum Meckel, divertikulitis cecal, penyakit radang usus,

penyakit radang panggul, dan endometriosis. Sedangkan false (-)

didapatkan pada appendiks.

23

Page 24: Case RMR Wainem Fix

3) Scoring Appendisitis

Skor Alvarado

Semua penderita dengan suspek appendisitis akut dibuat skor alvarado

dan diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu : skor <6 dan skor >6.

Selanjutnya dilakukan appendektomi, setelah operasi dilakukan

pemeriksaan PA terhadap jaringan apendiks dan hasilnya

diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu : radang akut dan bukan

radang akut.

Keterangan Alvarado score :

Interpretasi dari Modified Alvarado Score :

1 – 4 sangat mungkin bukan appendisitis akut

5 – 7 sangat mungkin appendisitis akut

8 – 10 pasti appendisitis akut

24

Page 25: Case RMR Wainem Fix

Penanganan berdasarkan skor Alvarado :

1 – 4 : observasi

5 – 7 : antibiotik

8 – 10 : operasi dini

2.10 Diagnosis Banding

a. Gastroenteritis

Pada gastroenteritis, mual-muntah dan diare mendahului rasa sakit.

Sakit perut lebih ringan dan tidak berbatas tegas. Hiperperistaltik

sering ditemukan. Panas dan leukositosis kurang menonjol

dibandingkan dengan appendisitis.

b. Limfadenitis mesenterica

Biasanya didahului oleh enteritis atau gastroenteritis. Ditandai dengan

nyeri perut yang samar-samar terutama disebelah kanan, dan disertai

dengan perasaan mual-muntah.

c. Peradangan pelvis

Tuba Fallopi kanan dan ovarium terletak dekat appendiks. Radang

kedua organ ini sering bersamaan sehingga disebut salpingo-ooforitis

atau adnesitis. Untuk menegakkan diagnosis penyakit ini didapatkan

riwayat kontak seksual. Suhu biasanay lebih tinggi daripada

appendisitis dan nyeri perut bagian bawah lebih difus. Biasanya

disertai dengan keputihan. Pada colok vaginal jika uterus diayunkan

maka akan terasa nyeri.

d. Kehamilan Ektopik

25

Page 26: Case RMR Wainem Fix

Adanya riwayat terhambat menstruasi dengan keluhan yang tidak

menentu. Jika terjadi ruptur tuba atau abortus diluar rahim dengan

perdarahan akan timbul nyeri yang mendadak difus di daerah pelvis

dan mungkin akan terjadi syok hipovolemik. Pada pemeriksaan colok

vaginal didapatkan nyeri dan penonjolan kavum douglas, dan pada

kuldosentesis akan di dapatkan darah.

e. Diverticulitis Meckel

Meskipun diverculitis biasanya terletak di perut bagian kiri, tetapi

kadang-kadang dapat juga terjadi di sebelah kanan. Jika terjadi

peradangan dan ruptur pada diverticulum gejala klinis akan sukar

dibedakan dengan gejala-gejala appendisitis.

f) Batu ureter atau batu ginjal

Adanya riwayat kolik dari pinggang ke perut menjalar ke inguinal

kanan merupakan gambaran yang khas. Hematuria sering ditemukan.

Foto polos abdomen atau urografi intravena dapat memastikan

penyakit tersebut.

2.11 Komplikasi

a. Perforasi

Keterlambatan diagnosis, merupakan faktor utama yang berperan

dalam terjadinya perforasi apendiks. Insidens perforasi pada penderita di

atas usia 60 tahun dilaporkan sekitar 60%. Faktor yang mempengaruhi

tingginya insidens perforasi pada orang tua adalah gejalanya yang samar,

keterlambatan berobat, adanya perubahan anatomi apendiks berupa

penyempitan lumen dan arteriosklerosis. Inidens tinggi pada anak

disebabkan oleh dinding apendiks yang masih tipis, anak kurang

komunikatif sehingga memperpanjang waktu diagnosis dan proses

26

Page 27: Case RMR Wainem Fix

pendindingan kurang sempurna akibat perforasi yang cepat dan omentum

anak belum berkembang.

Perforasi apendiks akan mengakibatkan peritonitis purulenta yang

ditandai dengan demam tinggi, nyeri makin hebat yang meliputi seluruh

perut dan perut menjadi tenggang dan kembung. Nyeri tekan dan defans

muskuler terjadi di seluruh perut, mungkin disertai dengan pungtum

maksimum di regio iliaka kanan, peristaltik usus dapat menurun sampai

menghilang akibat adanya ileus paralitik.

Perlu dilakukan laparotomi dengan insisi yang panjang, supaya

dapat dilakukan pencucian rongga peritoneum dari pus maupun

pengeluaran fibrin yang adekuat secara mudah serta pembersihan kantong

nanah.Akhir-akhir ini, mulai banyak dilaporkan pengelolaan apendisitis

perforasi secara laparoskopi apendiktomi.Pada prosedur ini, rongga

abdomen dapat dibilas dengan mudah. Hasilnya dilaporkan tidak berbeda

jauh dibandingkan dengan laparotomi terbuka.

b. Appendicular infiltrat

Appendicular infiltrat adalah Appendicular infiltratadalah

infiltrat/massa yang terbentuk akibat mikro atau makro perforasi dari

Appendix yang meradang yang kemudian ditutupi oleh omentum, usus

halus atau usus besar.Umumnya massa Appendix terbentuk pada hari ke-4

sejak peradangan mulai apabila tidak terjadi peritonitis umum. Massa

Appendix lebih sering dijumpai pada pasien berumur lima tahun atau lebih

karena daya tahan tubuh telah berkembang dengan baik dan omentum

telah cukup panjang dan tebal untuk membungkus proses radang.

2.12 Penatalaksanaan

Pada massa periapendikuler yang perdindingannya belum

sempurna, dapat terjadi penyebaran pus ke seluruh rongga peritoneum, jika

27

Page 28: Case RMR Wainem Fix

perforasi, diikuti peritonitis purulenta generalisata. Oleh karena itu disarankan

massa periapendikuler yang masih bebas (mobile) segera dioperasi.

Pada massa periapendikuler yang terfiksir dan perdindngan sempurna,

pada dewasa dirawat dahulu dan diberi antibiotik sambil diawasi suhu tubuh,

ukuran massa dan luasnya peritonitis. Bila sudah tidak ada demam, massa

periapendikuler hilang dan leukosit normal, (yang disebut stadium afroid)

penderita dapat dioperasi elektif 2-3 bulan kemudian agar perdarahan akibat

perlengketan dapat ditekan sekecil mungkin. Bila terjadi perforasi akan

terbentuk abses apendiks. Hal ini ditandai dengan kenaikan suhu dan frekuensi

nadi, bertambahnya nyeri dan pembengkakan massa dan kenaikan leukosit.

Apendektomi direncanakan pada infiltrat apendikuler tanpa pus yang

ditenangkan. Sebelumnya pasien diberi antibiotik kombinasi yang aktif

terhadap kuman aerob dan anaerob. Baru setelah keadaan tenang yaitu sekitar

6-8 minggu, dilakukan apendektomi. Jika sudah jadi abses dianjurkan drainase

saja. Apendektomi dikerjakan setelah 6-8 minggu kemudian. Jika tidak ada

keluhan apapun, dan pemerikasaan fisik maupun laboratorium tidak ada

radang atau abses, dapat dipertimbangkan membatalkan tindakan bedah.

Pasien ini dilakukan terapi konservatif dan baru dilakukan

laparotomi appendiktomi setelah 6 minggu. Appendik ditemukan menebal,

inflamasi dengan mengalami perlengketan dalam jaringan peri-

appendicular.Terapi konservatif dilakukan sampai pada stadium tenang

(afroid). Stadium Afroid (tenang) yaitu pada saat massa mengecil/ hilang,

nyeri tekan hilang, suhu normal, dan LED < 30 mm/ jam.

Terapi konservatif kemudian operasi elektif (Infiltrat):

-     Bed rest total posisi Fowler (anti Trandelenburg)

-     Diet rendah serat

-     Antibiotika yang massif, Metronidazol.

28

Page 29: Case RMR Wainem Fix

-     Metronidazol

-     Monitor :  Infiltrat, tanda2 peritonitis(perforasi), suhu tiap 6 jam,

LED, AL -> bila baik -> mobilisasi -> pulang

Indikasi dilakukan terapi konservatif:

1. Peningkatan nadi pada tahap awal

2. Demam yang menetap lebih dari 36 jam

3. Nyeri yang menetap

4. Peningkatan ukuran massa pada area yang mengalami nyeri tekan

5. Adanya fluktuasi, atau oedema (namun jarang) dan kemerahan pada kulit

6. Adanya obstruksi usus yang berat.

Antibiotika sebelum pembedahan diberikan pada semua pasien dengan

apendisitis, antibiotika profilaksis mengurangi insidensi komplikasi infeksi

apendisitis. Pemberian antibiotika dihentikan setelah 24 jam selesai

pembedahan. Antibiotika berspektrum luas diberikan secepatnya sebelum ada

biakan kuman. Pemberian antibiotika untuk infeksi anaerob sangat berguna

untuk kasus-kasus perforasi apendisitis . Antibiotika diberikan selama 5 hari

setelah pembedahan atau melihat kondisi klinis penderita. Kombinasi

antibiotika yang efektif melawan bakteri aerob dan anaerob spektrum luas

diberikan sebelum dan sesudah pembedahan. Kombinasi ampisilin

(100mg/kg), gentamisin (7,5mg/kg) dan klindamisin (40mg/kg) dalam dosis

terbagi selama 24 jam cukup efektif untuk mengontrol sepsis dan

menghilangkan komplikasi apendisitis perforasi.  Metronidazol aktif terhadap

bakteri gram negatif dan didistribusikan dengan baik ke cairan tubuh dan

jaringan. Obat ini lebih murah dan dapat dijadikan pengganti klindamisin.

 Keputusan pembedahan mudah diambil saat pasien dalam waktu 8-

10 hari dengan nyeri, pembengkakan naik-turun di fossa iliaka kanan, bisa

juga terdapat pus dan dapat dikeluarkan melalui insisi kecil pada tempat yang

utama. Masalah pembedahan yang utama timbul pada pasien pada hari ketiga

hingga kedelapan saat appendik telah melekat ke jaringan sekitarnya yang

29

Page 30: Case RMR Wainem Fix

dapat rusak selama proses appendiktomi yang sulit dengan adanya

kemungkinan perluasan sepsis intraperitoneal. Terapi lain yang dapat diajukan

adalah terapi konservatif atau non-operatif. Idealnya dilakukan saat pasien

punya riwayat appendicitis akut selama tiga hari atau lebih, saat tidak adanya

gannguan sistemik dan saat massa local dengan nyeri tekan terbatas pada fossa

iliaka kanan dan saat obstruksi usus tidak ada. Jika tidak ada indikasi

pengobatan konservatif maka dapat dikontrol dengan pemberian cairan

intravena dan gastric suction.

Pembedahannya adalah dengan apendektomi, yang dapat dicapai

melalui insisi Mc Burney . Tindakan pembedahan pada kasus apendisitis akut

dengan penyulit peritonitis berupa apendektomi yang dicapai melalui

laparotomi.

30

Page 31: Case RMR Wainem Fix

DAFTAR PUSTAKA

1. De Jong,.W., Sjamsuhidajat, R., 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. EGC. Jakarta.

2. Schwartz, Spencer, S., Fisher, D.G., 1999. Principles of Surgery sevent edition. Mc-Graw Hill a Division of The McGraw-Hill Companies. Enigma an Enigma Electronic Publication.

3. Tzanakis NE, Efstathiou SP, Danulidis K, et al. A new approach to accurate diagnosis of acute appendicitis. World J Surg. Sep 2005;29(9):1151-6, discussion 1157. 

4. Alvarado A. A practical score for the early diagnosis of acute appendicitis. Ann Emerg Med. May 1986;15(5):557-64

5. Bickell NA, Aufses AH, Rojas M. How time affects the risk of rupture in appendicitis. J Am Coll Surg. Mar 2006;202(3):401-6.

6. Abou-Nukta F, Bakhos C, Arroyo K, et al. Effects of delaying appendectomy for acute appendicitis for 12 to 24 hours. Arch Surg. May 2006;141(5):504-6; discussioin 506-7. 

7. Liang MK, Lo HG, Marks JL. Stump appendicitis: a comprehensive review of literature. Am Surg. Feb 2006;72(2):162-6.

8. Mansjoer,A., dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid Kedua. Penerbit Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.

9. Owen TD, Williams H, Stiff G, Jenkinson LR, Rees BI. Evaluation of the Alvarado score in acute Appendicitis. Retrieved at June 25th 2007. From: http://www.pubmedcentral.nih.gov/picrender.fcgi?artid=1294889&blobtype=pdf

10. Jaffe BM, Berger DH. The Appendix. In: Schwartz’s Principles of Surgery Volume 2. 8th edition. Ed: Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR, Dunn DL, Hunter JG, Pollock RE. New York: McGraw Hill Companies Inc. 2005:1119-34

31