case diare neno

83
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Secara umum kita mengenal diare akut, diare kronik dan sindrom disentri. Disebut diare akut bila diare berlangsung kurang dari 1 minggu, umumnya karena infeksi. Bila karena sesuatu hal diare infeksi berlanjut lebih dari 1 minggu kita menghadapi kasus diare melanjut. Bila diare melanjut tidak sembuh dan melewati 14 hari atau lebih, kita berhadapan dengan kasus diare persisten. Diare kronik adalah diare karena sebab apapun yang berlangsung 14 hari atau lebih; oleh karena itu diare persisten merupakan bagian dari diare kronik. Masalah diare kronik mungkin berbeda antar negara, misalnya penyakit Crohn, fibrosis kistik dan peyakit seliak merupakan penyakit dengan manifestasi diare kronik yang banyak ditemukan di negara Barat (Amerika dan Eropa), tetapi langka di Indonesia. Bila diare mengandung lendir dan darah maka disebut sindrom disentri. Di negara berkembang seperti Indonesia, karena prevalensi infeksi saluran cerna tinggi, sindrom disentri pertama dikaitkan dengan infeksi Shigella. Walaupun demikian perlu diingat bahwa sindrom disentri dapat disebabkan kuman invasive lain, seperti Yersinia

Upload: nenohasbie

Post on 14-Dec-2015

63 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

case diare neno ika bekasi

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Secara umum kita mengenal diare akut, diare kronik dan sindrom disentri. Disebut

diare akut bila diare berlangsung kurang dari 1 minggu, umumnya karena infeksi. Bila

karena sesuatu hal diare infeksi berlanjut lebih dari 1 minggu kita menghadapi kasus diare

melanjut. Bila diare melanjut tidak sembuh dan melewati 14 hari atau lebih, kita

berhadapan dengan kasus diare persisten.

Diare kronik adalah diare karena sebab apapun yang berlangsung 14 hari atau lebih;

oleh karena itu diare persisten merupakan bagian dari diare kronik. Masalah diare kronik

mungkin berbeda antar negara, misalnya penyakit Crohn, fibrosis kistik dan peyakit seliak

merupakan penyakit dengan manifestasi diare kronik yang banyak ditemukan di negara

Barat (Amerika dan Eropa), tetapi langka di Indonesia.

Bila diare mengandung lendir dan darah maka disebut sindrom disentri. Di negara

berkembang seperti Indonesia, karena prevalensi infeksi saluran cerna tinggi, sindrom

disentri pertama dikaitkan dengan infeksi Shigella. Walaupun demikian perlu diingat

bahwa sindrom disentri dapat disebabkan kuman invasive lain, seperti Yersinia

enterocolica, Campylobacter yeyuni, dan lain-lain. Bahkan alergi susu sapi dapat

menimbulkan gejala diare berdarah.

1.2. ANATOMI

Traktus Gastrointestinal Atas

Terdiri dari mulut, faring, esofagus,lambung.

Mulut terdiri mukosa bukal (kelenjar saliva, lidah , dan gigi )

Dibelakang mulut terdapat faring yang menuju ke sebuah saluran muskular yaitu

esofagus.

Terdapat gerakan peristaltik yaitu kontraksi dari muskulus untuk menurunkan makanan

ke esofagus , dan menembus diafragma menuju ke rongga abdomen.

Traktus Gastrointestinal bawah

Terdiri dari usus dan anus

Usus (intestines)

Usus kecil terdiri dari tiga bagian :

- Duodenum

- Jejunum

- Ileum

Usus Besar terdiri dari :

- Cecum (terdapat apendix yang menempel pada saecum )

- Colon (ascending colon, transverse colon, descending colon and sigmoid flexure)

- Rectum

Anus

Histologi

Struktur utama dari dinding gastrointestinal :

Traktus gastrointestinal mempunyai histolgi yang mirip satu sama lain dengan beberapa

kekhususan yang berhubungan dengan fungsinya secara anatomi. Traktus gastrointestinal dibagi

menjadi empat lapisan :

Mucosa

Submucosa

Muscularis externa (the external muscle layer)

Adventitia or serosa

Mukosa

Mukosa adalah lapisan paling dalam yang mengelilingi lumen. Lapisan ini berkontak langsung

dengan makanan, (bolus) dan mempunyai peran dalam absorpsi dan sekresi (proses penting

dalam pencernaan )

Mukosa dapat dibagi menjadi :

Epitel

Lamina propria

Muskularis

Tiap organ mempunyai spesialisasi , menghadapi pH yang rendah, mengabsorpsi berbagai

macam substansi dalam usus kecil, juga mengabsorpsi cairan dalam jumlah besar dalam usus

besar. Melihat dari kebutuhan ini struktur dari mukosa mempunyai invaginasi dari kelenjar

sekretori atau dapat juga melipat untuk memperluas area ( villi dan plika sirkularis )

Submukosa

Submukosa terdiri dari lapisan iregular dari jaringan penyambung dengan pembuluh darah besar,

limfatik, nervus yang bercabang ke mukosa dan muskularis. Terdiri pleksus meissner, pleksus

dari nervus terdapat pada lapisan dalam dari muskularis ekterna.

Muscularis externa

Muskularis ekterna terdiri dari lapisan sirkular di dalam dan longitudinal di bagian luar. Otot

sirkular mencegah makanan untuk kembali ke atas, dan lapisan longitudinal memperpendek

traktusnya. Kontraksi dari ketiga lapisan ini disebut peristaltik , yang mendorong bolus dan

makanan menuju ke GI tract.Diantara kedua lapisan otot ini terdapat pleksus Auerbachs.

Adventitia

Lapisan adventitia terdiri dari beberapa lapisan epitel. Saat adventitia berhadapan dengan lipatan

peritoneal, ia terbungkus dengan mesothelium yang disupport oleh jaringan penyambung

sehingga bersama-sama menjadi membran serosa.

Sistem Pencernaan

Dalam proses pencernaan terdapat dua proses utama yang terjadi :

Pencernaan secara Mekanik : makanan dalam ukuran yang besar diubah menjadi

bagian yang lebih kecil selagi dipersiapkan pencernaan secara kimia. Pencernaan

mekanik dimulai dimulut sampai ke gaster.

Pencernaan secara Kimia : dipegang oleh peran beberapa enzym yang memecah

makromolekuler ke molekul yang lebih kecil sehingga dapat lebih mudah diabsorpsi.

Pencernaan kimia dimulai dari saliva berlanjut sampai intestines.

Proses mastikasi

Pencernaan dimulai di mulut. Saliva membasahi makanan sementara gigi memotong-motong

makanan, sehingga dapat dengan mudah ditelan. Amilase enzim yang ditemukan di saliva, lalu

memecah pati menjadi gula yang lebih sederhana bahkan sebelum makanan meninggalkan

mulut. Jalur syaraf ikut berperan didalam ekskresi saliva yang memerlukan stimulasi reseptor

dari mulut, impuls sensorik ke batang otak dan impuls parasimpatis pada kelenjar ludah.

Menelan terjadi karena muskulus pada lidah dan mulut memindahkan makanan ke faring. Faring

adalah jalur untuk makanan dan air sepanjang lima inci . Terdapat juga lipatan kulit yang disebut

epiglotis yang menutup faring untuk mencegah makanan masuk ke trakea dan menyebabkan

tersedak. Untuk menelan diperlukan kerja sama 25 otot harus bekerja dalam waktu yang

bersamaan. Kelenjar saliva juga memproduksi 3 liter saliva per hari.

Lambung

Dinding dari gaster terdiri dari berjuta-juta kelenjar lambung yang mensekresi 400-800ml asam

lambung setiap akan makan. Beberapa sel yang ditemukan pada kelenjar lambung :

parietal cells

chief cells

mucus-secreting cells

hormone-secreting (endocrine) cells

Parietal cells

Sel parietal mensekresi

HCL

faktor intrinsik ini tergantung dari adanya vitamin B12 untuk diabsorpsi. defisiensi dari

faktor ini dapat menyebabkan anemia pernisiosa.

Chief Cells

Sel chief mensintesis dan mensekresi pepsinogen , precursor dari enzim proteolitik pepsin.

Usus Halus

Usus halus adalah bagian dimana proses kimia dan mekanik terbanyak terjadi. Bagian dari usus

halus yaitu villi bertugas untuk mengabsorpsi makanan ke kapiler. Sebagian besar dari absorpsi

nmengambil tempat di yeyenum dan ileum. Fungsi dari usus halus adalah pencernaan dari

protein menjadi peptida dan asam amino. Lemak diubah menjadi asam lemak dan gliserol.

Sedangkan kabohidrat didegradasi menjadi gula sederhana.

Tiga bagian utama dari usus halus adalah yaitu duodenum, yeyunum dan ileum.

Duodenum

Duodenum menghubungkan gaster dengan yeyenum. Ini adalah bagian pertama dan terpendek

dari usus halus. Duodenum terletak hampir seluruhnya retroperitoneal.

Jejunum

Jejunum adalah bagian dari usus halus, yang berlokasi dibagian akhir dari duodenum dan bagian

proksimal dari ileum. Yeyenum dan ileum digantungkan pada mesterika sehingga menyebabkan

mobilitas yang besar pada usus halus. Bagian dalam dari yeyenum terliputi oleh villi, yang

menyebabkan area lebih luas pada jaringan sehingga dapat mengabsorpsi lebih banyak. available

to absorb nutrients from the gut contents. Perbedaannya dengan ileum dari sel goblet yang lebih

sedikit dan kurangnya plak preyeri.

Ileum

Mempunyai fungsi mengabsorpsi vitamin 12 dan asam empedu. Terdapat vili pada

permukaannya. Sel epitelial yang terdapat sepanjang vili ini terdiri dari mikro vili. Sel yang

terdapat sepanjang ileum bertanggung jawab pada fase akhir dari pencernaan protein dan

kabohidrat. Vili terdiri dari kapiler yang asam amino dan glukosa dari pencernaan ke vena portal

hepatika. Ileum terminalis juga mengabsorpsi asam empedu dan penting dalam absorpsi vitamin

larut lemak (Vitamin A, D, E dan K).

Usus besar

Usus besar meluas dari akhir ileum sampai dengan anus. kira-kira sepanjang 5 kaki. Berbeda dari

usus halus karena diameternya lebih besar , poisisinya lebih tetap, terdapat appendik selain itu

muskulus longitudinalnya tidak terdapat pada usus besar, jadi hanya terdapat 3 pita longitudinal

yaitu taeniae.

Usus besar dibagi menjadi secum, colon rectum dan anal canal.

1.3. FISIOLOGI

Pola kontraksi

Pola dari kontraksi gastointestinal dapat dibagi menjadi dua yaitu peristaltik dan segmentasi

1. Peristalsis

Kontraksi terjadi dengan pola gelombang yang menuju ke bawah dari GI tract dari satu bagian ke

bagian lain. Dapat diselingi fase relaksasi lalu kemudian menggerakan bolus secara halus dengan

kecepatan 2-25 cm per detik. Kontraksi ini dipengaruhi oleh hormon , sinyal parakrin, dan

sistem nervus otonom.

2. Segmentasi

Proses ini terjadi oleh muskulus longitudinal yang berrelaksasi sementara muskulus sirkular

berkontraksi sehingga makanan tercampur. Pencampuran ini menyebabkan enzim dan makanan

dapat membentuk suatu kesatuan. Juga memperbanyak kontak dengan epitel sehingga dapat

diabsorpsi.

Sekresi

Setiap hari kira-kira 7 liter cairan disekresikan oelh sistem digestive. Cairan ini mengandung 4

komponen utama yaitu ion , enzim, mukus dan asam empedu.setengah dari cairan ini

disekresikan oleh kelenjar saliva, sisanya disekresi oleh sel epitelial traktus gastrointestinal.

Komponen terbanyak yang paling banyak disekresi adalah ion dan air yang juga pertama kali

disekresi kemudian diserap kembali oleh traktus. Ion yang disekresi terdiri dari H+, K+, Cl-,

HCO3- dan Na+. Kemudian air mengikuti perpindahan dari ion-ion ini. Gi tract dapat

melakukan pompa ion ini melalui suatu transpor aktif yang melibatkan protein . H+ dan Cl-

disekresi oleh sel parietal ke lumen dari gaster sehingga menyebabkan pH yang rendah. H+

dipompa oleh gaster dengan menukarnya dengan K+. Proses ini memerlukan ATP, selain itu CL-

mengiluti pertukaran positif dari H+ melalui chanel protein.

Sekresi HCO3- timbul untuk menetralisasi sekresi asam. Sebagian besar HCO3- datang dari sel

asinar parietal dalam bentuk NaHCO3.

BAB II

DIARE

2.1. DEFINISI DIARE

Diare adalah defekasi encer lebih dari tiga kali sehari dengan/tanpa darah dan/atau lendir

dalam tinja. Diare akut adalah diare yang terjadi secara mendadak dan berlangsung kurang dari 7

hari pada bayi dan anak yang sebelumnya sehat.

Berikut adalah tabel besar volume yang diabsorbsi oleh usus setiap harinya.

Bilamana terjadi ketidakseimbangan misalnya kurang penyerapan maupun sekresi yang

berlebih, maka akan terjadi diare.

2.2. EPIDEMIOLOGI

Meskipun angka kematian diare menurun dari 4.5 juta kematian pada tahun 1979 menjadi

1.6 juta pada tahun 2002 di negara berkembang, tetapi angka kejadian diare akut masih masuk

urutan 5 besar dari penyakit yang sering menyerang anak. Di Indonesia, angka kejadian diare

akut diperkirakan masih sekitar 60 juta episode setiap tahunnya, dan 1-5% diantaranya

berkembang menjadi diare kronis.

2.3. PATOFISIOLOGI

Mekanisme Daya tahan tubuh

Infeksi virus atau bakteri tidak selamanya akan menyebabkan diare karena tubuh

mempunyai mekanisme daya tahan tubuh. Usus adalah organ utama yang berfungsi sebagai

front terdepan terhadap invasi dari bebagai bahan yanga berbahaya, yang masuk ke dalam

lumen usus. Bahan ini antara lain adalah mikroorganisme, antigen toksin, dll. Jika bahan ini

dapat menembus barier mekanisme daya tahan tubuh dan masuk ke dalam sirkulasi sistemik,

terjadilah bermacam-macam reaksi seperti infeksi, alergi atau keadaan autoimunitas.

Daya tahan tubuh ( host defence mekanisme )

1. Non imunologis

a. Flora usus

Bakteri yang terdapat usus normal ( flora usus normal ), dapat mencegah pertumbuhan

yang berlebihan dari kuman pathogen yang secara potensial dapat menyebabkan

penyakit.

Sejak lahir usus sudah dihuni oleh bermacam mikroorganisme yang merupakan flora

usus yang normal. Penggunaan antibiotika dalam jangka panjang dapat menganggu

keseimbangan flora usus, menyebabkan pertumbuhan yang berlebihan dari kuman non

patogen yang mungkin juga telah resisten terhadap antibiotika

Pertumbuhan kuman patogen dalam usus akan dihambat karena adanya persaingan

dengan flora usus normal

Hal ini terjadi karena adanya kompetisi terhadap substrat yang mempengaruhi

pertumbuhan kuman yang optimal ( ph menurun, daya oksidasi – reduksi menurun ,dsb )

atau karena terbentuknya zat anti bakteri terhadap kuman patogen yang disebut

Colicines.

b. Sekresi usus

Mucin ( glikoprotein dalam usus ) dari kelenjar ludah penting untuk mencegah

perlekatan kuman streptokokus , stafilokokus dan laktobasilus pada mukosa mulut

sehingga pertumbuhan kuman tersebut dapat dihambat dan dengan sendirinya

mengurangi jumlah mikroorganisme yang masuk ke dalam lambung.

Mucin serupa dapat pula dalam mucus yang dikeluarkan oleh sel spitel usus atau

disekresi oleh usus secara kompetitif mencegah melekatnya dan berkembangbiaknya

mikroorganisme pada epitel usus. Selain itu mucin juga dapat mencegah penetrasi zat

yang toksik seperti allergen , enterotoksin.

c. Pertahanan lambung

Asam lambung dan pepsin mempunyai peran penting sebagai penahan masuknya

mikroorganisme , toksin dan antigen ke dalam usus.

d. Gerak peristaltik

Gerak peristaltik merupakan suatu hal yang sangat penting dalam usaha mencegah

perkembangbiakkan bakteri dalam usus, dan juga ikut mempercepat pengeluaran

bakteri bersama tinja. Hal ini terlihat bila karena sesuatu sebab gerak peristaltik

terganggu ( operasi, penyakit, kelainan bawaan , dsb ) sehingga menimbulkan stagnasi

isi usus.

e. Filtrasi hepar

Hepar, terutama sel Kupfer dapat bertindak sebagai filtrasi terhadap bahan yang

berbahaya yang diabsorpsi oleh usus dan mencegah bahan bahan yang berbahaya tadi

masuk ke dalam sirkulasi sistemik.

f. Lain-lain

- Lisosim , mempunyai daya bakteriostatik

- Garam empedu membantu mencegah perkembangbiakkan kuman

- Natural antibody ; menghambat perkembangbiakan beberapa bakteri patogen, tetapi

tidak menganggu perumbuhan flora usus normal. Natural antibodies ini mungkin

merupakan hasil dari reaksi cross immunity terhadap antigen yang sama yang

terdapat pula pada beberapa mikroorganisme.

2. Pertahanan imunologi lokal

Saluran pencernaan dilengkapi dengan system imunologik terhadap penetrasi antigen ke

dalam epitel usus. Limfosit dan sel plasma terdapat dalam jumlah yang berlebihan dalam

usus, baik sebagai bagian dari plaque Peyeri di ileum dan appendix, maupun tersebar secara

difus di dalam lamina propria usus kecil dan usus besar. Reaksi imunologik sistemik. Reaksi

ini terjadi karena rangsangan antigen dari permukaan epitel usus.

Yang termasuk dari pertahanan imunologik lokal adalah :

a. Secretory Immunoglobulin A ( SIgA )

Ig A diketahui terbanyak terdapat pada sekresi ekstrenal sedangkan IgG dalam cairan

tubuh internal . Struktur SIgA berlainan dengan antibodi yang terdapat dalam serum,

berbentuk dimer dari Ig A yang diikat oleh rantai polipeptida . Dimer Ig A ini dibuat

dalam sel plasma yang terdapat di bawah permukaan epitel usus yang kemudian akan

diikat lagi oleh suatu glikoprotein yang dinamakan Secretory Componen ( SC ).

Dengan ikatan yang terakhir ini SIgA akan lebih tahan terhadap pengrusakan oleh

enzim proteolitik ( tripsin dan kemotripsin ) yang terdapat dalam usus.

Bagaimana proses proteksi dari SIgA ini yang sesunguhnya belum jelas, walaupun ada

yang menyatakan bahwa SiGA yang terdapat dalam lapisan mukosa usus halus dapat

mencegah melekatnya mikroorganisme dan antigen pada epitel usus sehingga bakteri

tidak dapat berkembangbiak.

b. Cell Mediated Immunity ( CMI )

Dikemukan bahwa peranan limfosit dalam CMI terletak pada plaque Peyeri diileum .

Walaupun demikian peranan CMI dalam proteksi usus masih dalam penelitian .

c. Lain-lain Immunoglobulin

IgG terdapat dalam jumlah kecil dalam usus dan mudah rusak dalam lumen usus.

Hanya bila mukosa usus mengalami peradangan IgG bersama-sama dengan sel plasma

terdapat dalam jumlah yang cukup banyak dalam usus dan merupakan proteksi temporer

terhadap kerusakan usus lebih lanjut. IgM dapat menggantikan fungsi IgA bila karena

sesuatu sebab terjadi defisiensi IG A . Ig E tidak jelas peranannya dalam proteksi usus

Mekanisme yang terjadi pada diare dapat dibedakan menjadi 5 cara. Akan tetapi,

bukan berarti pada satu kejadian diare pasti hanya melalui satu mekanisme, sebab lebih

dari satu mekanisme ini dapat terjadi pada saat yang sama. Kelima mekanisme primer

terjadinya diare adalah sebagai berikut :

Dengan melihat tabel di atas, terjadinya diare akut sendiri terjadi melalui 4 kemungkinan bila

kita melihat dari contoh penyebabnya, yaitu mekanisme sekresi, peningkatan motilitas,

berkurangnya area permukaan (lumen) usus, dan invasi pada lapisan mukosa usus.

Mekanisme dasar yang menimbulkan diare adalah :

1. Gangguan Osmotik

Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan

tekanan osmotik dalam rongga usus yang meninggi, sehingga terjadi pergeseran air dan

elektrolit ke dalam rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan ini akan merangsang

usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare.

2. Gangguan sekresi

Akibat rangsangan tertentu (misal oleh toksin) pada dinding usus akan terjadi

peningkatan sekresi air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya diare timbul

karena terdapat peningkatan isi rongga usus.

3. Gangguan motilitas usus

Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap

makanan, sehingga timbul diare. Sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan

menyebabkan bakteri tumbuh berlebihan yang selanjutnya dapat menimbulkan diare pula.

Baik akut maupun kronis, diare akan menyebabkan kehilangan air dan elektrolit atau

dehidrasi yang akan berpengaruh terhadap keseimbangan asam basa terganggu, kemudian

gangguan gizi akibat kelaparan, hipoglikemia serta gangguan sirkulasi darah.

Faktor Predisposisi

Malnutrisi mempunyai kolerasi yang positif dengan lama dan beratnya diare,

Pada saat anak menderita diare, sering terjadi gangguan nutrisi akibat penurunan berat

badan dalam waktu singkat.

Menurunnya aktivitas enzim usus, dan hilangnya integritas usus.

Kerusakan mukosa usus yang berkepanjangan mempertahan kan lingkaran setan

malnutrisi - diare - malabsorbsi.

Pemberian makanan tambahan yang terlalu dini dan tidak tepat

Ketidaktersediaan ASI

Tidak cukup tersedianya air bersih

Kurangnya sarana MCK

Higiene perseorangan dan lingkungan yang buruk

Cara penyimpanan dan penyediaan makanan yang tidak higienis

Cara penyapihan bayi yang tidak baik

Sosial ekonomi yang kurang baik

Pendidikan ibu yang kurang

Budaya yang tidak sesuai dengan kenyataan

PENYEBAB

PENYAKIT

DIARE

Infeksi

Malabsorpsi

Alergi

Keracunan

Imuno defisiensi

Sebab-sebab lain

Bakteri

Virus

Parasit

Shigella, Salmonella,

E.coli, Golongan Vibrio

Bacillus cereus, Clostridium perfringers, Staphy lococcus aureus, Camplyobacter, Adenovirus

Protozoa, Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Balantidium coli

Cacing perut, Ascaris, Trichuris, Strnglyloides

Jamur, Candida

Keracunan bahan-bahan kimia

Keracunan oleh bracun yang dikandung dan di produksi

Jasad renik Jasad renik

Ikan, buah-buahan,

Sayur-sayuran

PATOGENESIS DIARE

VIRUS ( Rota, Entero , Adenovirus, dll )

V. Cholera dan E. Colli Shigella Salmonella

Menembus dinding usus

Tidak Menembus dinding usus

Menembus dinding usus Menembus dinding usus

Kerusakan sel Enterotoksin Kerusakan jaringan Sedikit kerusakan

jaringan

iNfeksi lokal ATP --- c-AMPBerlipat ganda dalam sel

epitelBerlipat ganda dalam sel

epitel

Diare Diare sekresiInfeksi lokal dan

sistemikInfeksi lokal dan

sistemik

Sel darah ± Sel darah --Leukosit ++++ Eritrosit +++++

Leukosir ++ , Monosit ++Eri trosit ±

Sebagai akibat diare baik akut maupun kronik akan terjadi:

1. Kehilangan air (dehidrasi)

Dehidrasi terjadi karena kehilangna iar (output) lebih banyan dari pada pemasukan air

(input), merupakan penyebab terjadinya kematian pada diare. Pembangian derajat dehidrasi

serta gejala-gajala dehidrasi dapat dilihat

2. Gangguan keseimbangan asam-basah (metabolic osisosis)

Metabolik asidosis ini terjdi karena :

Kehilangan Na-bikarbonat bersama tinja

Adanya ketosis kelaparan. Metabolisme lemah tidak sempurna sehingga benda keton

tertimbun dalam tubuh.

Terjadi penimbunan asam laktat karena adanya anoksia jaringan.

Produk metabolisme yang bersifat asam meningkat karena tidak dapat dikeluarkan oleh

ginjal (terjadi oliguria/anuria).

Pemindahan ion Na dan cairan ekstra seluler ke dalam cairan intracellular.

Secara klinis asidosis dapat diketahui dengan memperhatikan pewrnafasan,

pernafasan bersifat cepat, teratur dan dalam yang disebut pernafasan kuszmaull. Menurut

penelitian sutoto (1974), kehilangan kompenen basah ini (base deficit) pada penderita

dehidrasi berat mencapai 17,7 mEq/L.

3. Pernafasan Kusmaull

Pernafasan kusmaull ini merupakan homeostasis respiratorik, adalah usaha dari tubuh

untuk mempertahankan pH darah. Mekanisme terjadinya pernafasan kusmaull ini dapat

diterangkan dengan mempergunakan ekweasi Henderson hasselbach.

(HCO3)

Ekweasi Henderson – Hasselbach: pH = pK +-------------

H2Co3

Untuk sistem bikarbonat, nilai pK ini konstan, yaitu 6,1. Hal ini berarti pH tergantung

pada ratio bikarbonat dan karbonat,tidak tergantung dari konsentrasi mutlak bikarbonat dan

karbonat. Dalam keadaan normal NaHCO3 27mEq/L (=60 vol %) dan kadar H2CO3 =

1,35mEq/L (=3 vol%). Selama ratio 20:1 ini konstan maka pH-pun akan tetap 7,4.

Bila kadar bikarbonat turun, maka kadar karbonatpun harus turun pula supaya ratio

bikarbonat : karbonat tetap 20 : 1. untuk mempertahnkan ratio ii, maka sebagian asam

karbonat akan diubah menjadi H2O dan CO2 serta kelebihan CO2 akan dikeluarkan dengan

bernafas lebih cepat dan dalam (pernafasan kusmaull).

4. Hipoglikemia

Hipoglikemia terjadi pada 2-3% dari anak-anak yang menderita diare. Pada anak-

anak dengan gizi cukup/baik, hipoglikemia ini jarang terjadi, lebih sering terjadi pada anak

yang sebelumya sudah menderita KKP. Hal ini terjadi karena :

a. Penyimpanan/persediaan glikogen dalam hati terganggu.

b. Adanya gangguan absorpsi glukaosa (walaupun jarang terjadi).

Gejala hipoglikemia akan muncul jika kadar glukosa darah menurun sampai 40mg%

pada bayi dan 50mg% pada anak-anak. Gejala-gejala hipoglikemia tersebut dapat berupa:

lemas, apatis, peka rangsang tremor, berkeringat, pucat shok, kejang sampai koma. Terjadinya

hipoglekimia ini perlu dipertimbangkan jika terjadi kejang yang tiba-tiba tanpa adanya panas

atau penyakit lain yang disertai dengan kejang.

5. Gangguan Gizi

Sewaktu anak menderita diare, sering terjadi gangguan gizi dengan akibat terjadinya

penurunan berat badan dalam waktu yang singkat. Hal ini disebabkan Karena:

a. Makanan sering dihentika oleh orang tua karena takut diare dan/atau muntahnya

bertambah hebat. Orang tua sering hanya memberikan air the saja (teh diet).

b. Walaupun susu diteruskn, sering diberikan dengan pengenceran dan susu yang diencer ini

dibrikan terlalu lama.

c. Makanan yang diberikan sering tidak dapat dicerna dan diabsorpsi dengan baik karena

adanya hiperperistaltik.

6. Gangguan Sirkulasi

Sebagai akibat diare dengan/tanpa disertai muntah, dapat terjadi gangguan sirkulasi

darah berupa renjatan (syok) hipovolemik. Akibatnya perfusi jaringan berkurang dan terjadi

hipoksia, Asidosis bertambah berat, dapat mengakibatkan perdarahan dalam otak, kesdadaran

menurun (Soporokomatosa) dan bila tidak segera ditolong penderita dapat meninggal

2.4. DIARE AKUT

Diare akut adalah defekasi encer lebih dari 3x sehari, dengan/tanpa darah dan/atau lender

dalam tinja yang berlangsung kurang dari 1 minggu.

Etiologi

70 – 90 % penyebab diare saat ini sudah dapat diketahui dengan pasti. Penyebab dari

diare ini dapat dibagi menjadi 2 bagian ialah penyebab tidak langsung atau faktor-faktor yang

dapat mempermudah atau mempercepat terjadinya diare. Ditinjau dari sudut patofisiologi,

penyebab diare akut dapat dibagi dalam 2 golongan.

1. Diare sekresi (secretory diarrhea), disebabkan oleh:

Infeksi Virus, kuman-kuman pathogen dan apatogen.

Hiperperistaltik usus halus yang dapat disebabkan oleh bahan-bahan kimia, makanan

(misalnya keracunan makanan, makanan yang pedas, terlalu asam), gangguan psikis

(ketakutan, gugup), gangguan saraf, hawa dingin, alergi dan sebagainya.

Defisiensi imum terutama SIgA (secretory Immunoglobulin A) yang mengakibatkan

terjadinya berlipatgandanya bakteri/flora usus dan jamur, terutama Candida.

2. Diare Osmotik (osmotic diarrhea) disebabkan oleh:

Malabsorpsi makanan

KKP (kekurangan kalori protein)

BBLR (bayi berat badan lahir rendah) dan bayi baru lahi

a. Kolera

Pada daerah yang belum terjangkit biasanya yang diserang adalah orang dewasa

laki-laki, beberapa saat kemudian perbandingan laki-laki dan wanita sama banyak,

sedangkan anak-anak masih sedikit. Tetapi didaerah yang sudah menjadi endemis lebih

banyak anak daripada dewasa.

Vibrio cholerae

- Kolera klasik (kebanyakan di India serkitar sungai Gangga)

- Kolera EL or (kebanyakan di Indonesia dan sekitarnya)

Klinis sukar dibedakan, ada yang mengatakan klasik lebih parah tetapi ada yang

mengatakan sama saja. Di India ada kalanya kolera klasik dan EIT or berada di satu

daerah. Perbedaan biasanya hanya bisa dengan laboratorium.

Vibrio kolera termasuk bakteri yang non-invansif yang juga mengeluarkan

toksion, tetapi kuman tetap berada diluar dan tidak masuk kedalam dinding usus maupun

pembuluh darah atau jaringan. Entoroksin yang dikeluarkan akan merangsasng adenyl

cyclase yang mempengaruhi ATP menjadi cyclic AMP dan ini merubah fungsi sel epitel

dan mengeluarkan air serta elektrolit yang banyak sekali, sehingga timbul hipermotilitas

dari usus dan timbul diare yang hebat.

Manifestasi klinis

Masa inkubasi antara 6 jam hingga 72 jam , kadang-kadang sampai 7 hari.Ini

kemudian diikuti dengan diare yang profus dan mendadak tanpa tanda mengejan

(tenesmus) atau rasa nyeri.Kotorannya akan menjadi tambah jernih dengan bintik-bintik

mukus melapung dan ini menyerupai air tajin disebut rice water stool. Kemudian disusul

muntah-muntah, Tetapi hal ini dapat terjadi sebelum diare.Penderita muntahkan isi

lambung tanpa mengeluarkan tenaga yang banyak dan tanpa mual, muntahan ini banyak

megandung kuman kolera. Warna dan konsistensi muntahan mirip dengan tinja.

Pada pemeriksaan penderita biasanya didapatkan suhu rektal sedikit meningkat

(38 C), tetapi dapat turun lebih dari normal bila syoknya bertambah progresif. Penderita

tampak gelisah, mata cekung , kulit tampak lebih gelap dan lembab serta turgor

menurun. Jari-jari tangan menjadi keriput dan ini disebut wash womans hans. Dengan

bertambah beratnya dehidrasi penderita menjadi sangat haus, tambah gelisah dan dapat

terjadi kejang-kejang otot abdomen dan extremitas. Tekanan darah menurun dan nadi

tidak teraba, produki urin menurun, dapat terjadi pernapasan yang cepat dengan berbagai

derajat.

Walaupun dapat terjadi somnolent dan apatis tapi jarang terjadi penurunan

kesadaran yang lebih berat. Jika penderita tersebut cacingan, maka yang dapat keluar

bersama tinjanya. Gejala diare ini berlangsung 1-10 hari, bila tanpa terapi dan penderita

akan meninggal, tanda-tanda pertama dari penyembuhanadalam didapat ampas dari

tinjanya.

b. Escherichia coli

E.coli dikemukakan sejak 100 tahun yang lalu dan terdapat dalam tinja. Sukar

dibedakan tipe mana yang menyebabkan diare sebab sebagian tidak mengganggu. E.coli

terdapat sebagai komersal dalam usus manusia mulai dari lahir sampai meninggal.

Walaupun umumnya tidak berbahaya, tetapi beberapa jenis dapat menyebabkan

gastroenteristis.

E.coli yang menyebabkan diare dapat dibagi menjadi 5 golongan:

a. Enteropathogenic (EPEC) tipe klasik.

b. Enterotoxigeuic (ETEC) clorela like.

c. Enteroinvasive (EIEC) bacillary dysentery like.

d. Enterohemolitik (EHEC ) shigella like toxin

e. Enteroadherent (EAEC )

EPEC banyak disebut sebagai penyebab epidemic enteritis yang utama pada bayi.

Kemudian ternyata bahwa pada kasus-kasus enteritis terbanyak disebabkan karena E.coli

Toxigenic (ETEC) (Carpenter, 1980). Muntah-muntah dapat terjadi pada awal penyakit

dan diare yang menyertainya sepat menjadi hebat. Pada bayi gejala diare sukar dibedakan

dengan kolera, yang diserang anak dibawah 6 bulan. Bayi cepat jatuh dalam dehidrasi dan

syok kadang-kadang disertai panas tinggi. Pada bayi banyak terjadi komplikasi-

komplikasi yang berupa bronkopneumonia, septikaemia dan sebagainya.

Pada kasus-kasus ringan, suhu tidak tinggi, bayi sering rewel dan irritable,

sedangkan tinja cair dan kehijauan. Pada sebagian kecil kasus-kasus, diare disebabkan

karena EIEC yang menyerupai Shigella(Dysentry like) Dan ditandai dengan panas badan,

tenesmum, serta darah dan lender dalam tinjanya.

Carrier State dilaporkan sebanyak 1-2% dan kuman E.coli dapat Dieksresi untuk

berbulan-bulan lamanya tanpa gejala-gejala atau pada suatu saat mendadak timbul gejala-

gejala klinis yang nyata.

c. Shigella

Ada dua bentuk: a. Bentuk diare (air)

b. Bentuk disentri.

Shigellosis bentuk diare pada permulaan diawali dengan panas tinggi dengan tinja

yang banyak, sedangkan yang bentuk disenti biasanya tinjanya tidak banyak dan

mengandung lender serta darah. Shigella bentuk diare dapat sembuh spontan tetapi dapat

juga berlangsung terus dan menjadi bentuk disentri. Karena infeksi ini bersifat lokal,

Septikemia jarang didapatkan. Dari tahun 1900-1953 hanya dilaporkan sebanyak 37

kasus Shigella di USA.

Epidemiologi secara meluas jarang terjadi. Lebih sering adalah timbul sedikit-

sedikit di beberapa tempat. Berebeda dengan Typhoid, bacillary dysentery adalah water

born. Keberhasilan makanan, kebersihan lingkungan hidup, hygiene sanitasi yang baik

sangat pentingterhadap pencegahan penularan penyakit ini. Menurut umur, frekwensinya

rendah pada 6 bulan pertama, meningkat pada bulan-bulan selanjutnya, sampai beberapa

tahun. Penyakit ini sering kali berat dan fatal bila terjadi pada early infacy, tetapi lebih

ringan pada anak-anak dengan umur lebih dari 3 tahun.

Karena penyakit ini menyebar dari manusia ke manusia dengan berbagai faktor

seperti makanan, air, lalat, maka disamping penderita sebagai sumber pwnularan, carrier

berlangsung lebih dari 1 bulan.carrierdari hasil shiga lebih persisten daripada Shigella

flexnen. Kuman-kuman ini dapat dikeluarkan malalui tinja berselang-seling (intermiten),

sehingga menambah kesukaran untuk menemukannya pada kultur.

Patologi

Disentri adalah suatu local infection terutama mengenai usus besar. Dapat pula

mengenai ileum bagian bawah, di mana biasanya kerusakannya lebih ringan. Mukosa

daripada usus menebal, hiperemis, beradang dan edematous; dapat tertutup besar

ukurannya. Ulkus-ulkus ini menembus ke dalam sub mukosa. Jarang terjadi perforasi.

Penyembuhan daripada ulkus biasanya sempurna. Kelenjar mesenterium dapat

membesar, tetapi limpa tidak.

Patogenesis

Shigellosis seringkali digambarkan sebagai disentri dengan tinja mengandung

darah, mukun dan pus, sedangkan klinis sering ditemukan diare yang cair 1-2 hari

pertama yang menggambarkan suatu small bowel bagian distal ke arah usus besar

(kolon). Jadi pada 1-2 hari pertama terjadi ilenitis dengan gejala watery diarrhea

kemudian disususl dengan colitis yang tinjanya mengandung darah dan mukus.

Suatu protein eksotoksin yang dikeluarkan oleh shiga baccilus dysentery telah

terkenal sejak 1903 (Conrad H. 1903). Toxin ini digolongkan sebagai neurotoksin oleh

karena pemberian parenteral pada kelinci, menyebabkan paralysis, perdarahan serebral

dan spinal cord dan menyebabkan kamatian.

Proteinnya berbeda dengan lipopolisakarida andotoksin dalam hal : tak tahan

panas, mengendap dengan tricholor acitis acid, sintetis berkurang dalam suasana

anaerobic, dapat dihasilkan oleh strain yang mengalami defisiensi lipopolisakarida.

Flexner, Sweet (1945), menyatakan bahwa terjadinya ulsera pada usus disebabkan

oleh karena absorbsi dari toksin yang dikeluarkan oleh basil ini melalui dinding usus.

Penyelidikan oleh La Brec, Formal (1961), dan Takeuchi dengan menggunakan

mikroskopelektron menunjukkan bahwa basil disentri yang virulen dapat menembus sel-

sel epitel sampai ke lamina propria.

Gejala Klinis

Masa inkubasi berbeda-beda, dari beberapa jam sampai 1 minggu. Lebih sering

antara 2-4 hari. Gejalanya timbul mendadak dengan panas antara 39,5-40 derajat celcius,

disertai muntah-muntah (47%), nyeri pada perut, rangsang meningeal sering didapatkan.

Kemudian disusul dengan diare encer tanpa darah dalam 6-24 jam pertama. 12-72 jam

sesudah permulaan penyakit.

d. Salmonella

Infeksi dengan salmonella kebanyakan melalui makanan atau minuman yang

tercemar kuman salmonella. Baerbagai sindrom klinik dapat ditimbulkan oleh golongan-

golongan salmonella.

Yang paling sering dilaporkan sebagai penyebab diare : typhimurium. Diare yang

hebat dapat timbul sejak awal penyakit dan tinja dapat berupa air dan mengandung lendir,

pus dan darah. Separuh dari kasus-kasus dilaporkan menjadi baik dalam beberapa hari,

sedang sebagian lainnya diare berlangsung terus tanpa mempengaruhi keadaan umum

penderita. Walaupun carrier satae tidak permanent seperti pada salmonella typhii,

salmonella dapat berada dalam tinja untuk berbulan-bulan lamanya, terutama pada bayi.

Pengobatan dengan antibiotika pada salmonella enteritidies dapat menyebabkan carrier

state seperti tersebut diatas.

Antibiotika tidak mempengaruhi perjalanan penyakit. Sehubungan dengan ini ada

yang memberikan gejala-gejala sistemik disamping gastroenteritis pada bayi-bayi muda di

mana chloramphenicol merupakan obat termurah (50-100mg/kgBB/hari) walaupun

terakhir resistensi salmonella enteritis terhadap obat ini mencapai 50% (Surabaya,1978).

Trimetropim-sulfamethoxazole dapat diberikan dengan dosis ; 4-6mg/kgBB/hari.

Golongan-golongan nitrofurantoin, fultrexin (30mg/kgBB/hari) mempunyai resistensi

yang rendah (Surabaya, 1978 : 7%). Sedangkan untuk golongan thiamphenicol,

amoxicillin dan ampicillin resistensi adalah 70-100%.

e. Vibrio Campylobacter

Pada tahun 1931 V. Campylobacter fetus sub-species jejuni dikaetuhi oleh Yones

dan Little sebagai penyebab diare yang akut pada sapi, domba dan ayam yang cukup

hebat. Tahun 1946, Levy melaporkan bahwa kuman yang seperti vibrio ini dapat

menyebabkan infeksi pada manusia dan 20 tahun kemudian 100 kasus dilaporkan

dengankultur positif disebabkan oleh kuman berbentuk vibrio yang dikenal sebagai

campylobacter fetus (Blaser – Martin)

Patofisiologi

Dilkasifikasikan dalam 3 kategori :

a. Diare non inflammatory (mirip kolera)

b. Keradangan mukosa (Proses invasive)

c. Panas Enterik (bactermia and disseminated focal infection).

Gejala-gejala

Gejala-gejalanya berupa :

- malaise dan anoreksia

- kolik dan nyeri terutama di perut kanan bawah

- panas (37,5-40 derajat celcius) kadang-kadang konvulasi

- diare dengan darah segar

- muntah (30%)

- diare (95%) sebagian besar sembuh dalam 1-2 minggu, kira-kira 7% lebih dari 3

minggu

- hepatomegali hanya kadang-kadang

- kadang-kadang ada dehidrasi dengan hiponatremia.

Laboratorium

- Tinja : ditemukan leukosit

- Darah : leukositosis 13,000-22000/mm2

Shift to the left.

f. Virus

Sejak belasan tahun terakhir ini telah banyak kemajuan mengenai virus diketahui

sebagai penyebab dari diare. Sebagian basar disebabkan oleh Rotavirus, sedangkan Nordwalk-

virus hanya 1/3 dari kasus virus, tetapi sisanya disebabkan Adenovirus, Calcivirus, Astrovirus

dan Coronavirus. Terakhir sebagian besar dari penyebab diare pada sapi, babi dan anjing.

Kira-kira 20-30% sukar ditentukan penyebabnya, penentuan diagnosis yang paling

tepat ialah dengan amikroskop, tetapi makan banyak waktu dan tidak ada pada semua tempat

untuk pemeriksaannya. Maka itu sekarang pemeriksaan yang paling mudah dan dapat

dilaksanakan di mana-mana yaitu dengan Enzymm linked immunosorbent assay (ELISA),

Begitu pula Nordwalk-virus, diagnosa ditentukan dengan ELISA walaupun tidak rutin.

Rotavirus menjangkit terutama pada anak 9-12 bulan hampir 50% dari kasus

(Davidson, 1975). Sebagian besar tak perlu masuk rumah sakit. Di daerah tropis terdapat

selama sepanjang tahun, dengan kebanyakan pada musim agak dingin. Di daerah sub-tropis

dan eropa, biasanya kedapatan pada musim dingin. Penyebabnya melalui fecal-oral-route.

Dalam tinja bisa sampai 8 hari

Nordwalk-virus biasanya tidak ada musiman yang terserang. Biasanya seluruh

kaluarga, sekolah, asrama dan sebagainya. Rotavirus dan Nordwalk-virus biasanya yang

diserang sel epitel yang sudah sempurna. Villi menjadi pendek sedangkan anggota menjadi

panjang. Terjadinya diare ada gangguan transport glucose-stimulated Na+ dan penurunan

aktivitas Na+ K+ ATP-ase (Davidson, 1977) dan tidak melalui stimulasi adenylcyclase.

2.5. DIARE KRONIK

Istilah kronik digunakan bila diare melanjut sampai 2minggu atau lebih dan kehilangan

berat badan atau tidak bertambah berat badan selama masa tersebut. Arasu dkk. (1979)

menggunakan batas waktu bukan 2 minggu, melainkan 1 bulan. Banyak nama diberikan untuk

diare kronik seperti persistent diarrhoea, protracted diarrhea, intractable diarrhea dan lain

sebagainya.

2.5.1. Klasifikasi diare kronik

Klasifikasi diare kronik yang biasa dipakai berdasarkan atas sifat tinja berair,

berlemak, berdarah sehingga lebih dapat membantu dalam menghadapi masalahnya

a. Watery stools atau tinja berair

1. Gastroenteropati alergi

o Alergi protein susu sapi (CMPA atau CMPSE)

o Alergi protein kedele

2. Defisiensi disakaridase

- Defisiensi lactase – sering sekunder

- Defisiensi sukrase – isomaktosa

3. Defek imum primer

4. Infeksi usus oleh virus, bakteri dan parasit (Giardia)

5. CSBS (contaminated small bowel syndrome)

- Obstruksi usus, blind loops, malrotasi, short bowel syndrome, dan sebagainya

- Penyakit Hirschsprung, enterokolitis

6. Persitent potenteriting diarrhea dengan atau tanpa intoleransi karbohidrat

7. Diare sehubungasn dengan penyakit endokrin :

- Hiperparatiroidism

- Insufisiensi adrenal

2.5.2. Patofisiologi

Kerusakan mukosa

Berkurangnya permukaan mukosa atau kerusakan permukaan mukosa dapat

mengakibatkan terganggunya permeabilitas air dan elektrolit. Pada celiac sprue terdapat

hilangnya daerah permukaan dan menurunnya effective pore size mukosa jejunum yang

nyata.

Kerusakan epitel usus halus yang difus terjadi pada kebanyakan tipe enteritis

karena infeksi, penyakit crohn dan pada penyakit-penyakit kolon seperti kolitisulseratif,

colitis granulomatous dan colitis infeksi.

Motilitas usus yang abnormal

Kelainan motilitas usus menyebabkan gangguan digesti dan/ atau absorpsi.

Berkurangnya motilitas memudahkan terjadinya statis dan bakteri tumbuh lampau,

sedangkan kenaikan motilitas akan mengakibatkan transitnutrisi yang cepat di usus dan

menimbulkan kontak lama dengan mukosa yang inadekuat. Berkurangnya motilitas usus

terdapat pada diabetes dan akleroderma. Motilitas usus yang betrambah berhubungan

dengan isi usus yang meninggi (seperti pada diare asmotik). Inflamasi usus dan keadaan-

keadaan terdapatnya circulating humoral agents (seperti prostaglandin dan serotonin)

yang meningkat secara aktif. Pada short bowel syndrome (sering pasca-bedah), terdapat

daerah permukaan absorpsi yang indekuat dikombinasi dengan transit cepat yang akan

mengakibatkan diare. Hipersekresi lambung pada transent hypergasrtinemia juga dapat

menghasilkan diare segera sesudah operasi. Bayi dengan usus halus kurang dari 40cm

jarang dapat hidup, terutama bila valvula ileosekal direseksi.

Sindrom diare kronik

Kebanyakan bayi dengan severe, protracted diarrhoea akan menunjukkan

perubahan mukosa usus halus berupa atrofi vilus. Kehilangan nutrien yang melanjut dan

masuknya kalori yang inadekuat mengakibatkan deplesi protein yang bermakna dan

malnutrisi. Pada terjadinya deplesi protein. Regenerasi morfologik dan fungsional usus

halus akan terganggu, ini menimbulkan malabsorpsi yang menyeluruh dan diare yang

terus menerus, dan terjadilah lingkaran setan.

Mekanisme lain

Defisiensi seng (Zn) berhubungan dengan diare kronik seperti pada akrodermatitis

enteropatik. Mekanisme diare pada gastroenteropati alergik masih perlu diselidiki,

walaupun terdapat alasan untuk menduga bahwa mukosa rusak dan fungsi terganggu. Hal

ini dibahas pada pembahasan alergi susu sapid an cow’s milk protein sensitive

enteropathy, CMPSE.

2.6. DIAGNOSIS DIARE

2.6.1. MENILAI DERAJAT DEHIDRASI

PENILAIAN A B C

Lihat

Keadaan Umum

Mata

Rasa haus

Baik, sadar

N

Minum biasa, tidak

haus

Gelisah, rewel

Cekung

Haus, ingin minum

banyak

Lesu, tdk sadar

Sangat cekung dan

kering

Malas minum/ tidak

bisa minum

Periksa turgor kulit Kembali cepat Kembali lambat Kembali sangat

lambat

Derajat dehidrasi Tanpa dehidrasi Dehidrasi ringan/

sedang

Bila ada 1 tanda di

tambah 1 atau lebih

tanda lain

Dehidrasi berat

Bila ada 1 tanda di

tambah 1 atau lebih

tanda lain

Terapi Rencana terapi A Rencana terapi B Rencana terapi C

Dehidrasi

Keadaan dimana cairan tubuh yang keluar melebihi cairan yang masuk ke dalam tubuh.

Berdasarkan jumlah cairan yang hilang derajat dehidrasi dapat dibagi menjadi

Tanpa dehidrasi : bila kehilangan cairan < 5% berat badan

Dehidrasi ringan - sedang bila kehilangan cairan diantara 5% - 10% berat badan

Dehidrasi berat bila kehilangan cairan > 10% berat badan

Derajat dehidrasi berdasarkan tonisitas cairan

1. Dehidrasi Isotonik : tidak ada perubahan konsentrasi elektrolit darah.

2. Dehidrasi Hipotonik : konsentrasi elektrolit darah turun.

3. Dehidrasi Hipertonik : konsentrasi elektrolit darah naik, biasanya disertai rasa haus dan

gejala neurologis.

Karena tonisitas darah terutama ditentukan oleh kadar natrium di dalam plasma, maka biasanya

penentuan jenis dehidrasi tersebut dilakuakan berdasarkan kadar natrium tersebut, yaitu :

1. Dehidrasi Isotonik, bila kadar natrium plasma 130 - 150 mEq/l dan dapat disebut juga

sebagai dehidrasi isonatremia

2. Dehidrasi Hipotonik, bila kadar natrium dalam plasma kurang dari 130 mEq/l dan dapat

disebut juga sebagai dehidrasi hiponatremia

3. Dehidrasi Hipertonik, bila kadar natrium plasma lebih dari 130 - 150 mEq/l dan dapat disebut

juga sebagai dehidrasi hipernatremia

Tanda klinik dehidrasi berat

o Rasa haus

o Berat badan turun

o Kulit, bibir, dan lidah kering

o Saliva menjadi kental

o Turgor kulit dan tonus berkurang

o Mata dan ubun - ubun cekung

o Pembentukan urin berkurang

o Anak menjadi apatis

o Gelisah kadang disertai kejang

o Timbul gejala asidosis

o Syok dengan nadi dan jantung yang berdenyut cepat dan lemah

o Tekanan darah menurun

o Kesadaran menurun

o Pernafasan kussmaul

2.6.2. Anamnesis

Anamnesis pada diare kronik sangat penting bukan saja untuk mengetahui lamanya

diare, tetapi kalau mungkin harus dapat mengungkap penyebab terjadinya diare kronik, derajat

beratnya malabsorbsi , menemukan adanya penyakit yang mendasari diare kronik, menentukan

derajat malnutrsisid an failure to thrive.karena itu selain anamnesis mengenai diare akut, harus

ditanyakan pula:

* Penanganan yang telah dilaksanakan

* Makanan yang diberikan sebelum dan sesudah diare, serta reaksi pada pemberian makanan

tersebut

* Obat-obatan yang diberikan

* Kemampuan pencernaan sebelum dan selama sakit untuk menentukan adanaya intoleransi .

dalam praktek ditentukan melalui uji challenging dan withdrawal ( uji tantang dan henti )

2.6.3. Pemeriksaan Fisik

2.6.3.1Nutrisi

Karena pada umumnya penderita diare kronik sudah menderita KEP, penentuan

status nutrisi sangat penting. Kekurangan mikronutrien , seperti vitamin A dan Zinc dapat

memperpanjang lamanya diare, tetapi sering manifestasi klinis kekurangan

mikronutrien ini belum muncul . Memeriksa kadar mikronutrien ini relative mahal dan

sukar. Oleh karena tu dalam praktek, tanpa pemeriksaan lebih dahulu, semua penderita

diare kronik diberi suplementasi mikronutrien tertentu

Kemampuan makan anak dinilai berdasarkan riwayat makan sewaktu sehat dan

riwayat makan selama sakit, keadaan umum serta pengamatan, untuk sampai pada

kesimpulan cara dan bentuk pemberian makanan. Apakah sepenuhnya dapat diberikanan

makanan enteral atau memerlukan makanan parenteral. Apakah bentuk makanan yang

diberikan cair, saring, lunak atau biasa.

Kemampuan pencernaan anak dinilai berdasarkan riwayat makan sewaktu sehat

dan selama sakit, dihubungkan dengan manifestasi klinis yang muncul sewaktu diberi

makanan tersebut untuk sampai pada dugaan apakah ada intoleransi terhadap jenis

makanan tertentu.

2.6.3.2 Status hidrasi

Pada diare kronik dengan KEP hati-hati dalam penentuan hidrasi karena adanya

indicator dehidrasi yang menganggu penentuan derajat dehidrasi.

2.6.4. Pemeriksaan Laboratorium

Secara umum pemeriksaan penunjang pada diare akut tidak rutin dilakukan,

hanya pada kondisi tertentu saja. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara

lain pemeriksaan darah, tinja, urin dan uji hydrogen nafas.

Pemeriksaan darah

Pemeriksaan darah ruutin seperti hemoglobin, hematokrit, leukosit, trombosit dan

hitung jenis dapat dilakukan apabila dicurigai adanya infeksi lains eperti infeksi saluran

pernafasan atas termasuk infeksi telinga. Pemeriksaan gula darah dan elektrolit seperti

natrium, kalium, kalsium, magnesium dilakukan pada keadaan ensefalopati metabolic.

Pemeriksaan analisa gas darah dilakukan pada keadaan klinis yang diduga adanya

asidosis metabolic dengan gejala pernafasan cepat dan dalam ( pernafasan Kusmaull ).

Pemeriksaan ureum dan kreatinin dilakukan pada keadaan dengan dugaan adanya

gangguan fungsi ginjal akibat adanya perfusi ginjal yang menurun seeprti syok.

Pemeriksaan tinja

a. Pemeriksaan makroskopis

Mencakup warna tinja, konsistensi, bau, adanya lendir, darah, adanya

busa. Warna tinja tidak terlalu banyak berkolerasi denganpenyebab diare. Warna

hijau tua berhubungan dengan adanya empedu akibat warna empedu yang

didekonjugasi oleh bakteri anaerob pada keadaan overgrowth bakteri. Warna

merah akibat adanya darah pada tinja atau obat yang dapat menyebabkan warana

merah pada tinja seperti rifamisin. Konsistensi tinja dapat cair, lembek dan padat.

Tinja yang berbusa menunjukkkan adanya gas dalam tinja akibat fermentasi

bakteri. Tinja yang berminyak, lengket dan berkilat menunjukkan adanya lemak

dalam tinja. Lendir dalam tinja mengambarkan keadaan di kolon khususnya

akibat bakteri. Tinja yang sangat berbau menggambarkan adanya fermentasi oleh

bakteri anaerob di kolon. Darah yang bercampur dalam tinja menujukkan gejala

disentri.

b. Malabsorbsi laktosa

Pada diare akut sering terjadi defisiensi enzim lactase sekunder akibat

rusaknya mikrofil mukosa usus halus yang banyak mengandung enzim lactase.

Enzim lactase merupakan enzim yang bekerja memecah laktosa menjadi glukosa

dan galaktosa, yang selanjutnya diserap di mukosa usus halus. Salah satu cara

untuk menentukan adanya malbsorpsi laktosa adalah dengan pemeriksaan clinitest

dikombinasi dengan pemeriksaan pH tinja. Pemeriksaan clinitest dilakukan

dengan prisip melihat adanya perubahan reaksi warna yang terjadi antara tinja

yang diperiksa dengan tablet clinitest. Prinsip pemeriksaan ini adalah terdapatnya

reduktor dalam tinja yang mengubah cupli sulfat menjadi cupro (sebaiknya tidak

lebih dari 1 jam). Sepuluh tetes air dan 5 tetes bagian cair tinja diteteskan ke

dalam gelas tabung dari Ames, kemudian ditambah : tablet clinitest. Setelah 60

detik maka perubahan warna yang terjadi dicocokkan dengan warna standar. Biru

berarti negative, kuning tua berarti positif kuat (+ + + + = 2 % ), anatar kuning

dan biru terdapat variasi warna hijau kekuning-kuningan ( + = ½ % ), (++= ¾ %),

(+++=1%). Pemeriksaan pH tinja menggunakan kertas lakmus dapat dilakukan

untuk menentukan adanya asam dalam tinja . Asam dalam tinja tersebut adalah

asam lemka rantai pendek yang dihasilkan karena fermentasi laktosa yang tidak

diserap di usus halus sehingga masuk ke usus besar yang banyak mengandung

bakteri komensal. Bila ph tinja< 6 dapat dianggap sebagai malabsorbsi laktosa .

c. Malabsorbsi lemak

Adalah suatu keadaan dimana terdapat gangguan absorbs lemak dalam

usus sehingga lemak keluar secara berlebihan dalam tinja. Terdapatnya lemak

dalam tinja lebih dari 5 orang sehari disebut sebagai steatore. Pasase usus yang

meningkat pada diare akut dapat menyebabkan gangguan absorbs lemak.

Adanya bakteri anaerob dalam saluran cerna akan meguraikan kembali garam

empedu yang terkonkugasi menjadi garam empedu dekonyungasi, sehingga

emulsifikasi lemak di usus halus akan terganggu dan berakibat absorpsi lemak

yang terganggu. Adanya lemak dapat diperiksa dengan cara pewarnaan tinja

dengan Sudan III yang mengandung alcohol untuk mengeluarkan lemak agar

dapat diwarnai. Secara mokroskopis denagn pembesaran 40 kali dicari butiran

lemak dengan warna kuning atau jingga. Penilaian berdasarkan 3 kriteria yaitu:

(+) bila tampak sel lemak kecil dengan jumlah kurang dari 100 buah per

lapang pandang atau sel lemak memenuhi 1/3 sampai ½ lapang pandang.

(+ +) bila tampak sel dengan jumlah lebih dari 100 per lapang pandang atau

sel memenuhi lebih dari ½ lapang pandang.

(+ + +) bila didapatkan sel lemak memenuhi seluruh lapang pandang.

d. Infeksi bakteri

Infeksi bakteri invasive ditandai dengan ditemukannya sejumlah besar

leukosit dalam tinja yang menunjukkan adanya inflamasi. Pemeriksaan leukosit

tinja dengan cara mengambil bagian tinja yang berlendir seujung lidi dan

diberikan ½ tetes eosin atau NaCl lalu dilihat dengan mikroskop cahaya :

Bila leukosit 1-5/LPB : (-)

Leukosit 5-10/LPB : (+1 )

10-20/LPB : (+2 )

> ½ LPB : (+3 )

Memenuhi seluruh LPB : (+4 )

e. Infeksi parasit

Pemeriksaan parasit paling baik dilakukan pada tinja yang segar. Dengan

memakai batang lidi atau tusuk gigi ambillah sedikit tinja dan emulsikan dengan

tetesan NaCl fisiologis, demikian juga dilakukan dengna larutan Iodoium.

Pengambilan tinja cukup sedikit saja agar kaca penutup tidak mengapung tetapi

menutupi sediaan sehingga tidak terdapat gelembung udara. Periksalah dahulu

sediaan tak berwarna atau NaCl fisiologis , karena telur cacaing dan bentuk

trofozoit dan protozoa akan lebih mudah dilihat. Bentuk kista lebih mudah dilihat

dengan pewarnaan Iodiu. Pemeriksaan dimulai dengan pembesaran obyektif 10 x,

40 x, untuk menentukan spesiesnya.

Pemeriksaan urin

Pemeriksaan BJ urin dapat membantu menilai adanya dehidrasi pada

penderita diare apabila terdapat keraguan terhadap status hidrasi penderita. BJ urin

normal adalah 1.010-1.030, apabila fungsi ginjal baik dalam keadaan dehidrasi BJ

urin akan meningkat . Bila terdapat dugaan infeksi saluran kemih ( ISK ),

pemeriksaan urin sebaiknya dilakukan untuk menilai adanya leukosit dalam urin.

Uji hydrogen nafas

Adalah pemeriksaan yang didasarkan atas peningkatan kadar hydrogen dalam

udara eskpirasi. Gas hydrogen dalam udara ekspirasi berasal dari hasil fermentasi

bakteri terhadap substrat baik di kolon maupun usus halus. Fermentasi bakteri di usus

besar terjadi karena adanya substrat yang tidak diabsorbsi di usus halus, sehingga

turun ke kolon yang mengandung bakteri komensal. Substrat yang tidak diabsorbsi

tersebut seperti laktosa atau fruktosa akan difermentasikan oleh bakteri komensal

mengahasilkan asam lemak rantai pendek ( short chain fatty acid )Beberapa molekul

alcohol dan gas hydrogen tersebut dengan cepat akan diserap masuk ke dalam

sirkulasi darah lalu masuk ke paru-paru dan dikeluarkan melalui udara nafas.

Fermentasi bakteri di usus halus terjadi karena adanya bakterial overgrowth,

yang didefinisikan sebagai terdapatnya koloni atau spesiesnya koloni > 106 U/ml,

cairan usus halus yang seharusnya relative steril sebelum pemeriksaan uji hydrogen

nafas, penderita dipuasakna 4-6 jam, lalu diambil sampel udara nafas dengan cara

meniup (pada bayi dengan menggunakan sungkup) pada lat yang dapat menghitung

kadar hydrogen nafas sebgai kadar awal hydrogen nafas. Lalu diberikan larutan

glukosa 2 g/kgBB dengan kosnsentrasi 20 % setelah itu diambil sampel udara seperti

sebelumnya setiap 30 menit selama 2-3 jam. Peningkatan kadar hydrogen nafas < 20

ppm atau 10-20 ppm disertai gejala klinis ( kembung, diare, muntah, diare )disebut

positif. Apabila peningkatan tersebut diperoleh pada 30 menit pertama yang berarti

fermentasi laktosa oleh bakteri sudah terjadi di usus halus dan disimpulkan sebagai

bacterial overgrowth. Peningkatan yang terjadi > 2 jam menunjukkan adanya laktosa

yang tidak diabsorbsi di usus halus, sehingga masuk ke kolon dan difermentasi oleh

bakteri di kolon menghasilkan hydrogen yang ditangkap oleh alat.

Pemeriksaan laboratorium rutin / sederhana

Pada diare kronik pemeriksaan yang paling sederhana yang dapat dilakukan

dimanapun adalah melihat tinja, apakah tinja berdarah atau tidak . Pemeriksaan

laboratorium sederhana yang dapat dilaksanakan :

Pemeriksaan Indikasi Arti pemeriksaan dan apa

yang harus dicari

Makroskopis

tinja

Rutin Adanya darah menunjukkan

disentri, biasanya Shigella *

Mikroskopis

tinja

Diare akut dan kronik yang

tidak bereaksi terhadap

Adanya trofozoit dan atau

kista untuk mendiagnosis

pemberian cairan dan

makanan serta pengobatan

antimikroba

Anamnesis adanya infeksi

cacing

Giardiasis dan Amubiasis.

Adanya sel darah merah

sebagai bukti adanya kuman

invasive, misalnya Shigella

Adanya telur atau cacing

Biakan tinja

dan sensitivitas

Pengamatan etiologi diare

kronik ( terutama bila gizinya

buruk )

Adanya bakteri penyebab,

bersama –sama dengan

kepekaan terhadap antibiotika

Ph tinja dan zat

reduksi

Diare kronik yang

berhubungan dengan

intoleransi terhadap

karbohidrat

Sewaktu diberi oralit, tinja

yang keluar bertambah

banyak

Rendahnya pH ditambah

dengan adanya gula ( benedict

atau Clinitest tablet )

menunjukkan penyerapan

karbohidrat seperti laktosa ,

sukrosa dan glukosa yang

buruk **

Darah Rutin : analisis gas darah Adanya kelainan elektrolit

Gangguan fungsi ginjal

*: Pemeriksaan mikroskopik tinja lebih sensitive daripada pemeriksaan

makroskopis , tetapi untuk infeksi Shigella , pemeriksaan mikroskopis tidak lebih

spesifik jika dibandingkan dengan pemeriksaan makroskopis.

**: Adanya zat reduksi tidaklah secara otomatis menunjukkan adanya toleransi

secara klinis . hal ini harus dibuktikan dengan rekasi penderita bila bahan yang diduga

sebagai penyebab intoleransi tersebut dihilangkan dari dietnya

Pemeriksaan laboratorium lanjutan pada diare kronik / kronik

Indikasi Pemeriksaan Laboratorium

Malabsorbsi

- Karbohidrat

- Protein

- Lemak

- Ph Tinja

- Tes reduksi glukosa ( Clinitest )

- Breath hydrogen test

- Biopsi usus ( morfologi, penentuan

disakaridase)

- Tes toleransi , termasuk tes D

Xylose

- Analisis cairan duodenum ;

antittripsin, kemotripsin, pH,

enterokinase

- Serum tripsinogen

- Bentiro mide tes

- Α-1 antitripsin

- Analisis cairan duodenum : lipase ,

co lipase konsentrasi asam empedu

- Tes Van de Kamer

- Tes Absorbsi Lipiodol

- Biopsi usus

Evaluasi status imunisasi Respon humoral imun, tes defisiensi sel B, tes

defisiensi sel T, tes respon mucosal

Kontaminasi usus

Kerusakan hepar

Intubasi duodenum

CMPSE One hour xylose absorbsion test

Fosfatase lindi

Akrodermatitis enteropatika Serum Zinc ↓

Colitis alergika Eosinofilia di lamina propia ↑

Intractable diarrhea Biopsy usus ( atrofi mukosa )

Kelainan bawaan

(malrotasi, stenosis, Hirschprung )

Radiografi

2.7. TATALAKSANA

Pada saat seorang anak datang dengan keluhan diare, langkah-langkah atau penilaian mencakup :

1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang cermat

Melakukan anamnesis dengan teliti terutama tentang asupan peroral, frekuensi dan

volume tinja yang keluar, keadaan umu, aktivitas anak, dan frekuensi miksi/urine, data

kunjungan ketempat penitipan anak, daerah endemik diare, penggunaan antibiotik, kontak

dengan orang lain yang mempunyai gejala yang sama, asupan makanan laut dan sayuran

yang tidak dicuci, susu yang tidak dipasteurisasi, air yang terkontaminasi, atau daging yang

tidak dimasak, lama dan beratnya diare, konsistensi tinja, adanya lendir dan darah, gejala lain

yang berhubungan seperti demam, muntah, kejang.

Tabel : Simtom, gejala klinis, dan sifat tinja penderita diare karena infeksi usus.

RotavirusVibrio

cholera Salmonella Shigella

E. coli

enterotoksigenik

E. coli

enteroinvasif

Simtom & gejala

Mual &

muntah

Dari

permulaanJarang + Jarang - -

Panas + - + + - +

Sakit Tenesmus KolikTenesmus

Kolik

Tenesmus

KolikKadang-kadang

Tenesmus

Kolik

Sifat Tinja

Volume SedangSangat

banyakSedikit Sedikit Banyak Sedikit

FrekuensiSampai 10/

lebih

Hampir terus

menerusSering Sering sekali Sering Sering

Konsistensi Berair Berair Berlendir Kental berair Kental

Mukus Jarang Flacks + Sering + +

Darah - -Kadang-

kadangSering - +

Bau - AnyirBau telur

busukTak berbau Bau tinja Tidak spesifik

Warna Hijau kuningSeperti air

cucian berasHijau Hijau Tidak berwarna Hijau

Leukosit - - + + - +

2. Tentukan derajat dehidrasi

Tanpa dehidrasi : kekurangan cairan < 3% berat badan

Dehidrasi ringan - sedang bila kehilangan cairan diantara 3% - 9% berat badan

Dehidrasi berat bila kehilangan cairan > 9% berat badan

3. Memilih rencana pengobatan yang sesuai

prinsip pengobatan diare meliputi : terapi cairan, dietetik, terapi suportif, edukasi.

Tujuan pengobatan :

1. Mencegah dehidrasi

2. Mengatasi dehidrasi yang telah ada

3. Mencegah kekurangan nutrisi dengan memberikan makanan selama dan setelah diare

4. Mengurangi lama dan beratnya diare, serta berulangnya episode diare, dengan

memberikan suplemen zinc.

Tujuan pengobatan dengan cara mengikuti rencana terapi yang sesuai :

1.Rencana Terapi A

Terapi dilaksanakan dirumah untuk mencegah dehidrasi dan malnutrisi. Seorang anak dengan

diare tanpa tanda dehidrasi memerlukan cairan dan garam tambahan untuk mengganti cairan dan

elektrolit yang hilang untuk mencegah terjadinya dehidrasi. Beberapa hal yang harus diajarkan

kepada ibu untuk mencegah dehidrasi, malnutrisi dan saat merujuk:

Berikan anak cairan lebih dari biasanya untuk mencegah dehidrasi

Teruskan pemberian makanan pada anak untuk mencegah malnutrisi

Beri suplemen Zinc elemental (10 mg untuk anak usia <6 bulan dan 2 mg untuk anak usia >

6 bulan), selama 10-14 hari

Membawa anak ke dokter bila terdapat tanda-tanda dehidrasi atau masalah lainnya seperti

tinja cair keluar amat sering, muntah berulang, rasa haus meningkat, atau tidak makan atau

minum seperti biasanya.

Cairan rehidrasi oral (CRO)

Komposisi CRO sangat penting untuk memperoleh penyerapan yang optimal. Terapi CRO yang

dianjurkan oleh WHO selama dekade ini dengan menggunakan cairan elektrolit dan glukosa

telah berhasil menurunkan angka kematian akibat dehidrasi pada diare, karena kombinasi gula

dan garam dapat meningkatkan penyerapan cairan di usus. Sesuai dengan anjuran WHO saat ini

dianjurkan penggunaan CRO dengan komposisi seperti tabel berikut:

2. Rencana Terapi B

Pada dehirasi ringan-sedang, CRO diberikan dengan pemantauan yang dilakukan di ruang Rawat

Inap Sehari atau Pojok Upaya Rehidrasi Oral selama 3 jam. Penilaian kembali derajat dehidrasi,

apabila masukan minum dan makan baik, penderita dapat dipulangkan. Beberapa hal yang perlu

diperhatikan saat pemantauan, yaitu:

Jumlah CRO yang diberikan

Cara pemberian CRO

Pemantauan kemajuan terapi rehidrasi oral

Penghentian terapi CRO

Kapan rehidrasi oral dianggap gagal

Pemberian Zinc

Pemberian Makanan

3. Rencana Terapi C: terapi dehidrasi berat

Bila anak dapat minum, CRO dapat diberikan sampai cairan parenteral dapat diberikan. Cairan

parenteral yang diberikan adalah Ringer Laktat sebanyak 100 ml/kgBB dengan tahapan sebagai

berikut:

Air Tajin

Terdapat 3 cara pembuatan air tajin :

Cara tradisional. Kedalam air tanakan nasi diberkan tambahan air secuukupnya, kemdian

diambil diatasnya (cairan supernatan) dalam 200 ml cairan ini ditambahkan garam dapur

sebanyak ¼ sendok teh peras.

Cara mutakhir. Kedalam 3 liter air dimasukkan 100 gram atau 6 sendok makan munjung beras

dan dimasak dalam 45-60 menit. Tambahkan 1 takar sendok munjung garam dapur. Setelah

masak akan menberikan air tajin sebanyak 2 liter.

Cara terbaik. Kedalam 2 liter air ditambahkan tepung beras sebanyak 100 gram atau 6 sendok

makan munjung dan 5 gram atau 1 sendok teh munjung garam dapur. Setelah dimasak hingga

mendidih akan diperoleh air tajin yang siap untuk dipakai.

Cairan rehidrasi parenteral (CRP)

- DG aa (1 bagian larutan Darrow + 1 bagian glukosa 5%)

- RL g (1 bagian Ringer laktat + 1 bagian glukosa 5%)

- RL (Ringer laktat)

- 3 @ ( 1 bagian NaCl 0,9% + 1 bagian glukosa 5% + 1 bagian Na-laktat 1/6 mol/l)

- DG 1:2 (1 bagian larutan Darrow + 2 bagian glukosa 5%)

- RLg 1:3 (1 bagian ringer laktat + 3 bagian glukosa 5-10%)

Diberikan pada anak dengan dehidrasi karena masukan ( intake ) kurang, tanpa adanya

asidosis.

Cairan 4:1 (4 bagian glukosa 5-10% + 1 bagian NaHCO3 1½ % atau 4 bagian glukosa 5-

10% + 1 bagian NaCl 0,9%)

Diberikan pada neonatus dan bayi yang lahir dengan berat badan rendah.

Indikasi

Ringer Laktat

Pilihan pertama untuk diare

- Mengandung Natrium dan Kalium dengan konsentrasi yang cukup untuk memperbaiki

kehilangan elektrolit

- Mengandung laktat yang perlu untuk memperbaiki asidosis yang timbul

RL g

Digunakan pada diare dehidrasi berat.

RL g 1:3

Digunakan untuk diare dehidrasi berat karena masukan atau intake kurang tanpa asidosis.

DG aa

Diare dehidrasi berat pada :

- MEP

- Bronkopneumonia tanpa disertai kelainan jantung

- MEP ringan, sedang berat tipe marasmus, disertai bronkopneumonia tanpa kelainan

jantung

- MEP berat tipe marasmik kwashiorkor dan tipe kwashiorkor yang disertai

bronkopneumonia yang tanpa disertai kelainan jantung

- Kelainan jantung bawaan (congenital heart disease/ CHD)

- Diare dehidrasi berat yang disertai kejang

- Intake kurang yang disertai asidosis

3@

Digunakan pada diare dehidrasi berat : DG 1:2

Digunakan pada diare dehidrasi berat yang disertai kejang : Cairan 4:1

Digunakan untuk diare dehidrasi berat pada :

- Bayi baru lahir (neonatus) dengan berat badan 2-3 kg (kadar glukosa 5% pada cairan)

- Bayi yang berat badan kurang dari 2 kg (kadar glukosa 10% pada cairan)

Jalan pemberian cairan

a. Peroral untuk dehidrasi ringan, sedang dan tanpa dehidrasi dan bila anak mau minum serta

kesadaran baik.

b. Intragastrik untuk dehidrasi ringan, sedang atau tanpa dehidrasi, tetapi anak tidak mau

minum, atau kesadaran menurun.

c. Intravena untuk dehidrasi berat.

A. Pengobatan kausal

Pengobatan yang tepat terhadap kausa diare diberikan setelah diketahui penyebab diare

yang pasti. Jika kausa diare ini penyakit parenteral, diberikan antibiotika sistemik. Di Indonesia

diperkirakan kasus diare yang disebabkan oleh infeksi (termasuk virus) kira-kira 50-70%.

Menemukan kuman pada pemeriksaan mikroskopik umumnya sulit. Bila pada pemeriksaan tinja

ditemukan leukosit 10-20/LP (dengan pembesaran 200x), maka penyebab diare tersebut dapat

dianggap infeksi enteral. Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, pada penderita diare antibiotika

hanya boleh diberikan kalau :

- Ditemukan bakteri patogen pada pemeriksaan mikroskopik atau biakan

- Pada pemeriksaan makroskopik atau mikroskopik ditemukan darah pada tinja

- Secara klinis terdapat tanda-tanda yang menyokong adanya infeksi enteral

- Di daerah endemik kolera (diberi tetrasiklin)

- Pada neonatus jika diduga terjadi infeksi nosokomial

B. Pengobatan simptomatik

Obat-obat anti diare : Obat-obat yang berkhasiat menghentikan diare secara cepat seperti

antispasmodik/spasmolitik atau opium (Papaverin, Extractum Belladona, Loperamid,

Kodein, dan sebagainya. Justru akan memperburuk keadaan karena akan menyebabkan

terkumpulnya cairan di lumen usus dan akan menyebabkan terjadinya perlipat gandaan

(over growth) bakteri, gangguan digesti dan absorpsi. Obat ini hanya berkhasiat

menghentikan peristaltik saja. Diare terlihat tidak ada lagi, tetapi perut akan bertambah

kembung dan dehidrasi bertambah berat yang akhirnya dapat berakibat fatal untuk

penderita.

Adsorbents : Obat-obat adsorbents seperti kaolin, pektin, charcoal (norit, tabonal),

bismuth subbikarbonat, dan sebagainya, telah dibuktikan tidak ada manfaatnya.

Stimulans : Obat-obat stimulans seperti adrenali, nikotinamide, dan sebagainya tidak

akan memperbaiki renjatan atau dehidrasi karena penyebab dehidrasi ini adalah

kehilangan cairan (hipovolemik syok) seingga pengobatan yang paling tepat adalah

pemberian cairan secepatnya.

Antiemetik : Obat antiemetik seperti chlorpromazin (largactil) terbukti selain mencegah

muntah juga dapat mengurangi sekresi dan kehilangan cairan bersama tinja. Pemberian

dalam dosis adekuat (sampai dengan 1 mg/kgBB/hari) kiranya cukup bermanfaat.

Antipiretik : Obat antipiretik seperti preparat salisilat (asetosal, aspirin) dalam dosis

rendah (25 mg/tahun/kali) ternyata selain berguna untuk menurunkan panas yang terjadi

sebagai akibat dehidrasi atau panas karena infeksi penyerta, juga mengurangi sekresi

cairan yang keluar bersama tinja.

C. Terapi dietetik

Memuasakan penderita diare (hanya memberi air teh) dan sudah tidak dapat dilakukan

lagi karena akan memperbesar kemungkinan terjadinya hipoglikemia dan KKP. Sebagai

pegangan dalam melaksanakan pengobatan dietetik dipakai : Oralit, Breast feeding, Early

Feeding simultaneously with Education (O,B,E,S,E).

Cara memberi makanan :

1. Pada bayi dengan ASI

Asi dilanjutkan bersama-sama dengan oralit, dan diberi selang-seling. Pada bayi berumur > 4

bulan (sudah mendapat buah-buahan, makanan tambahan) dilanjutkan dengan fase

readaptasi, sedikit demi sedikit makanan diberikan kembali seperti sebelum sakit.

2. Pada bayi dengan susu formula

Diberikan oralit, diberikan selang-seling dengan susu formula. Jika bayi telah mendapat

makanan tambahan (umur > 4 bulan), makanan tambahan untuk sementara dihentikan,

diberikan sedikit demi sedikit mulai hari ke-3.

3. Untuk anak di bawah umur 1 tahun dan anak diatas 1 tahun dengan berat badan

badan kurang dari 7 kg.

jenis makanan :

Susu (asi atau susu formula yang mengandung laktosa rendah dan asam lemak tidak

jenuh).

Makanan setengah padat (bubur susu) atau makanan padat (nasi tim) bila anak tidak mau

minum susu karena di rumah sudah biasa diberi makanan padat.

Susu khusus yaitu susu yang tidak mengandung laktosa atau susu dengan asam lemak

berantai sedang/tidak jenuh, sesuai dengan kelainan yang ditemukan.

Caranya :

Hari 1 :

- Setelah rehidrasi segera diberikan makanan peroral

- Bila diberikan Asi atau susu formula, diare masih sering, hendaknya

diberikan tambahan oralit atau air tawar selang-seling dengan asi, misalnya:

2 x ASI/susu formula rendah laktosa, 1 x oralit/air tawar.

Hari 2-4 : ASI/susu formula rendah laktosa penuh.

Hari 5 : Dipulangkan dengan ASI/susu formula sesuai dengan kelainan yang

ditemukan (dari hasil pemeriksaan laboratorium).

Bila tidak ada kelainan, dapat diberikan susu biasa seperti SGM, Lactogen, Dancow,

dan sebagainya dengan menu makanan sesuai dengan umur dan berat badan bayi.

4. Untuk anak diatas 1 tahun dengan berat badan lebih dari 7 kg.

Jenis makanan :

Makanan padat atau makanan cair/susu dengan kebiasaan makan di rumah.

Caranya :

Hari 1 : Setelah rehidrasi segera diberikan makanan seperti ; buah (pisang), biskuit

dan Breda (bubur realimentasi daging ayam) dan ASI diteruskan (bila masih ada)

ditambah oralit.

Hari 2 : Breda, buah, biskuit, ASI.

Hari 3 : Nasi tim, buah, biscuit, dan ASI

Hari 4 : makanan biasa dengan ekstra kalori (11/2 kali kebutuhan)

Hari 5 : dipulangkan dengan nasehat makanan seperti hari 4.

DIARE MELANJUT

Penggantian cairan dan elektrolit

Biasanya jarang sampai dehidrasi berat, cukup diberikan oralit saja untuk dehidrasi

ringan atau sedang. Bila dehidrasi berat baru diperlukan cairan intravena.

Terapi gizi

Tujuan :

menghindari laktosa dalam diet.

Memberikan asupan energi, protein, vitamin dan mineral yang cukup.

Menghindari makanan yang memperburuk diarenya.

Memastikan asupan gizinya cukup untuk mengkoreksi kurang gizi.

Anak dengan usia < 6 bulan atau dengan dehidrasi perlu dirujuk dengan perawatan khusus

untuk mempertahankan hidrasinya, penggantian susu sapi, diet khusus, laboratorium untuk

identifikasi bakteri patogen atau protozoa dalam tinja atau prosedur lainnya. Untuk anak

yang > 6 bulan meneruskan pemberian ASI, menghindari pemberian laktosa dalam diet,

memastikan pemasukan energi yang cukup, menghindari makanan rendah kalori yang

diencerkan, menghindarkan makanan dengan osmolaritas tinggi (sangat manis atau

mengandung sukrosa), memberi makanan sedikit tapi sering (minimal 6 kali per hari),

memberi vitamin dan mineral (asam folat, vit B12, vit A, Zn, Fe). Tindakan ini dilakukan

selama 5 hari. Bila diare tidak berhenti, kirim anak ke rumah sakit, bila telah berhenti,

teruskan makananyang sama selama 1 minggu kemudian berangsur – angsur diperkenalkan

susu sapi atau makanan yang sesuai umurnya. Kemudian memberi makanan ekstra selama

sebulan atau sampai berat badannya terkoreksi.

TERAPI KOREKSI HIPONATREMIA

Banyaknya defisit natrium dapat dihitung dengan memakai rumus sebagai berikut:

Defisit Na = (140 - Serum Na) x BB x 0,6 mEq/L

Keterangan :

Defisit Na = defisit natrium dalam mEq/L

Angka 140 = kadar normal natrium serum; pilihan lain angka 135.

Serum Na = kadar serum pasien

BB = berat badan dalam Kg

Angka 0,6 = volume normal cairan tubuh (60% dari BB)

Pemberian tambahan natrium untuk mengganti kehilangan harus secara bertahap selama

24-48 jam sesuai dengan ekspansi volume. Umumnya pada hiponatremia ringan (kadar natrium

serum 120-130 mEq/L) cukup diberikan cairan isotonik dan tidak memerlukan koreksi. Pada

hiponatremia berat, mungkin disertai kejang, dapat diberikan larutan NaCl 3% dengan kecepatan

tetesan 1 mL/menit sampai maksimum 12 mL/kgBB selama 1-4 jam untuk menaikkan kadar

natrium serum sebesar 5-10 mEq/L.

Ketidakseimbangan Kalium ( Potassium imbalances)

HIPOKALEMIA

Pengobatan

Kekurangan kalium harus dihitung dan diganti perlahan-lahan dalam 72 jam atau lebih lama.

Bila fungsi ginjal memuaskan, kelebihan apapun dapat diekskresikan. Pada kadar kalium rendah

peroral dapat diberikan 1,5-3 gram KCl sehari atau secara intravena diberikan KCl 2-4

mEq/kgBB/24 jam. Pada hipokalemia berat dapat diberikan KCl 0,5-1 mEq/kgBB/jam melalui

intravenous fluid drips (maksimum 20 mEq/jam).

Ketidakseimbangan asam basa ( acid-base imbalances)

Koreksi Asidosis Metabolik

Bila asidosis hanya sedikit (CO2 combining power tidak kurang dari 40 vol% atau 18

mEq/l) maka keadaan tersebut akan dikoreksi oleh homeostasis tubuh sendiri bila diberi cukup

cairan dan elektrolit.

Bila CO2 combining power < 40 vol% atau 18 mEq/l, maka perlu dikoreksi dengan

memberikan natrium laktat atau natrium bikarbonat. Biasanya koreksi tidak langsung sampai

CO2 combining power menjadi normal, karena nilai normal sangat mudah dilampaui. Oleh

karena itu cukup dengan memberikan setengah jumlah alkali yang diperlukan untuk mencapai

nilai normal.

CO2 combining power dapat dinaikkan 1 vol% dengan 1,8 ml 1/6 mol natrium laktat per-

kg berat badan atau 0,0026 gram natrium bikarbonat per-kg berat badan.

Bikarbonat yang dibutuhkan biasanya dihitung dengan menggunakan rumus :

Kebutuhan NaHCO3 = 0,3 x kgbb x base excess

HIPOGLIKEMIA

TERAPI KOREKSI HIPOGLIKEMIA

Bila tidak ada serangan kejang, bolus glukosa 10 % intravena 200 mg/kg (2mL/kg)

efektif untuk menaikkan kadar glukosa darah. Bila ada kejang, 4 mL/ kg injeksi bolus glukosa 10

% terindikasi.

Pasca terapi pertama diberi infus glukosa 8 mg/kg/menit. Jika hipoglikemia terjadi lagi,

kecepatan infus harus ditambah sampai menggunakan glukosa 15-20 %. Jika infus glukosa 20 %

intravena tidak cukup untuk melenyapkan gejala dan mempertahankan kadar glukosa serum

normal, hidrokortison (2,5 mg/kg/6 jam) atau prednison (1 mg/kg/24 jam) harus juga diberikan.

Glukosa serum harus diukur setiap 2 jam setelah terapi dimulai sampai beberapa pengukuran

berada di atas 40 mg/dL. Selanjutnya, kadar harus diperiksa setiap 4-6 jam dan pengobatan

secara bertahap dikurangi dan akhirnya dihentikan bila glukosa serum telah berada pada kisaran

normal dan bayi tidak menampakan gejala selama 24-48 jam. Pengobatan biasanya diperlukan

selama beberapa hari sampai satu minggu, kadang-kadang selama beberapa minggu.

PENGOBATAN BERDASARKAN ETIOLOGI DIARE

Tabel : Terapi Antimikroba untuk Enteropatogen Bakteri

Organisme Agen Antimikroba

Vibrio cholera Tetrasiklin (40-50 mg/kgBB/hari)

Trimethoprim/Sulfamethoxazole (TMP/SMX) ({10 mg TMP + 50 mg

SMX}/kgBB/hari)

Salmonella Kloramfenikol (50-100 mg/kgBB/hari)

TMP/SMX ({10 mg TMP + 50 mg SMX}/kgBB/hari)

Shigella Ampicillin (100 mg/kgBB/hari)

Asam Nalidiksat (55 mg/kgBB/hari)

TMP/SMX ({10 mg TMP + 50 mg SMX}/kgBB/hari)

Escherichia coli TMP/SMX ({10 mg TMP + 50 mg SMX}/kgBB/hari)

TERAPI NUTRISI PADA ANAK

Untuk anak di bawah 1 tahun dan anak di atas 1 tahun dengan berat badan kurang dari 7

kg.

Jenis makanan :

- Susu (ASI dan atau susu formula yang mengandung laktosa rendah dan asam lemak

tidak jenuh, misalnya LLM, Almiron)

- Makanan setengah padat (bubur susu) atau makanan padat (nasi tim) bila anak tidak

mau minum susu karena di rumah sudah biasa diberi makanan padat.

- Susu khusus yaitu susu yang tidak mengandung laktosa atau susu dengan asam lemak

berantai sedang/tidak jenuh, sesuai dengan kelainan yang ditemukan.

Caranya:

Hari 1 : - Setelah rehidrasi segera diberikan makanan peroral

- Bila diberi ASI atau susu formula, diare masih sering, hendaknya

diberikan tambahan oralit atau air tawar selang-seling dengan ASI,

misalnya : 2 x ASI/susu formula rendah laktosa, 1 x oralit/air tawar

atau 1 x ASI/susu formula rendah laktosa, 1 x oralit/air tawar.

Hari 2-4 : ASI/susu formula rendah laktosa, penuh.

Hari 5 : Dipulangkan dengan ASI/susu formula sesuai dengan kelainan yang

ditemukan (dari hasil pemeriksaan laboratorium).

Bila tidak ada kelainan, dapat diberikan susu biasa seperti SGM,

Lactogen, Dancow dan sebagainya dengan umur dan berat badan bayi.

Untuk anak di atas 1 tahun dengan berat badan lebih dari 7 kg.

Jenis makanan :

- Makanan padat atau makanan cair/susu sesuai dengan kebiasaan makan di rumah.

Caranya:

Hari 1 : Setelah rehidrasi segera diberikan makanan seperti buah (pisang), biscuit

dan Breda (bubur realimentasi daging ayam) dan ASI diteruskan (bila masih

ada) di tambah oralit.

Hari 2 : Breda, buah, biscuit, ASI

Hari 3 : Nasi tim, buah, biscuit, ASI

Hari 4 : Makan biasa dengan ekstra kalori (1½ kali kebutuhan)

Hari 5 : Dipulangkan dengan nasehat makanan seperti hari 4.

Penjelasan Kepada Keluarga Tentang Penanggulangan Diare pada Umumnya

Tiga cara dasar terapi di rumah adalah sebagai berikut :

1. Berikan anak lebih banyak cairan daripada biasanya untuk mencegah dehidrasi

a. Gunakan cairan rumah tangga yang dianjurkan seperti cairan oralit, makanan cair (sup,

air tajin, minuman yoghurt) atau air matang.

b. Berikan larutan ini sebanyak anak mau.

c. Teruskan pemberian larutan ini hingga diare berhenti

2. Berikan anak makanan untuk mencegah kurang gizi

a. Teruskan ASI atau susu yang biasa diberikan

b. Untuk anak < 6 bulan dan belum mendapat mekanan padat dapat diberikan susu yang

dicairkan dengan air yang sebanding selama 2 hari.

c. Bila anak > 6 bulan atau telah mendapat makanan padat :

- Berikan bubur atau campuran tepung lainnya, bila mungkin dicampur dengan kacang-

kacangan, sayur, daging atau ikan, tambahkan 1 atau 2 sendok teh minyak sayur tiap

porsi.

- Berikan sari buah segar atau pisang halus untuk menambah kalium.

- Berikan makanan yang segar, masak dan haluskan atau tumbuk dengan baik.

- Dorong anak untuk makan, berikan makanan sedikitnya 6 kali sehari.

- Berikan makanan yang sama setelah diare berhenti dan berikan makanan tambahan

setiap hari selama 2 minggu.

3. Bawa anak ke petugas kesehatan bila anak tidak membaik dalam 3 hari atau menderita

sebagai berikut :

a. Buang air besar cair sering kali

b. Muntah berulang-ulang

c. Sangat haus sekali

d. Makan atau minum sedikit; demam; tinja berdarah

BAB III

ZINC DAN PROBIOTIK

1. ZINC

Pemberian tablet Zinc merupakan salah satu mikronutrien yang penting dalam

tubuh. Lebih dari 90 macam enzim dalam tubuh memerlukan zinc sebagai kofaktornya

termasuk enzim superoksida dismutase ( Linder , 1999 ). Enzim ini berfungsi untuk

metabolism radikal bebas superoksida sehingga kadar radikal bebas ini dalam tubuh

berkurang. Pada proses inflamasi , kadar radikal bebas superoksida meningkat, sehingga

dapat merusak berbagai jenis jaringan, termasuk jaringan epitel dalam usus ( Cousins et

al,2006 ). Zinc juga berefek dalam menghambat enzim INOS ( Inducible nitric oxide

synthase ), dimana ekskresi enzim ini meningkat selama diare dan mengakibatkan

hipersekresi epitel usus. Zinc juga berperan dalam epitelisasi dinding usus yang

mengalami kerusakan morfologi dan fungsi selama sebagian besar kejadian diare.

Kerusakan morfologi epitel usus antara laib terjadi pada diare karena rotavirus yang

merupakan penyebab diare akut terbesar saat ini ( Wapnir, 2000 )

Pemberian zinc selama diare terbukti mampu mengurani lama dan tingkat

keparahan diare, mengurangi frekuensi buang air besar, mengurangi volume tinja serta

menurunkan kekambuhan kejadian diare pada 3 bulan berikutnya ( Black, 2003 ).

Zinc diberikan pada diare akut dengan dosis anak di bawah 6 bulan diberikan 10 mg ( ½

tablet ) zinc per hari sedangkan > 6 bulan diberikan 20 mg ( 1 tablet ). Pemberian

diteruskan sampai 10 hari walaupun keadaan diare sudah membaik.

Pada bayi, larutkan tablet dengan sedikit air matang, ASI peras atau larutan oralit.

Pada anak yang lebih besar talet dikunyah atau dilarutkan . Apabila setengah jam anak

muntah, setelah pemberian tablet Zinc berikan lagi tablet Zinc dengan potongan yang

lebih kecil dan diberikan beberapa kali sampai 1 dosis penuh.

2. PROBIOTIK

Koloni mikroflora adalah penting untuk kesehatan. Pertumbuhan dan

metabolisme dari banyak spesies bakteri yang menghuni usus besar utamanya tergantung

pada substrat yang tersedia dan kebanyakan berasal dari makanan . Probiotik merupakan

makanan suplemen yang mengandung mikobiota hidup yang mempunyai pengaruh yang

menguntungkan dengan memperbaiki kseimbangan mikroflora intestinal.Kolon manusia

diperkirakan mengandung > 10 11bakteri/gram tinja yang terdiri dari < 400 spesies.

Probiotik yang efektif harus memenuhi beberapa kriteria :

1. Memberikan efek yang menguntungkan pada pejamu

2. Tidak patogenik dan pejamu

3. Mengandung sejumlah besar sel hidup

4. Mampu bertahan dan melakukan kegiatan metabolism dalam usus

5. Tetap hidup selama dalam penyimpanan dan waktu digunakan

6. Mempunyai sifat sensori yang baik

7. Diisolasi dari pejamu

Efek kesehatan yang menguntungkan dari probiotik adalah :

1. Memperbaiki keluhan malabsorbsi laktosa

2. Meningkatkan ketahanan alami terhadap infeksi di usus

3. Supresi kanker

4. Mengurangi kadar kolesterol darah

5. Memperbaiki pencernaan

6. Stimulasi gastrointestinal;

Bakteri yang paling sering digunakan adalah yang memproduksi asam laktat terutama

lactobacilli dan bifidobacteria. Oragnisme ini patogen dan nontoksigenik mampu

bertahan selama penyimpanan dan tetap bisa hidup melewati lambung dan usus halus.

Saat ini probiotik dikonsumsi sebagai produk susu yang difermentasi seperti yoghurt atau

dalam biakan kering-beku.

Prebiotik adalah non-digestable food ingredient yang mempunyai pengaruuh baik

terhadap host dengan memicu aktivitas, pertumbuhan yang selektif terhadap satu jenis

atau lebih koloni bakteri sehingga konsumsi prebiotik akan merangsang pertumbuhan

mikroorganisme probiotik, salah satu yang digunakan adalah lactulosa untuk

meningkatkan jumlah lactobacilli dalam usus halus. Prebiotik lain adalah inulin dan

fruktooligosakarida ( FOS ) yang merangsang pertumbuhan Bifisobacteria.

Kemungkinan lain dalam pengaturan mikroflora usus adalah dengan kombinasi probiotik

dan prebiotik yang dikenal dengan sinbiotik misalnya Bifidobacteria + FOS, lactobacilli

+ lactitol, Bifidobacteria +GOS. Keuntungan pemakaian Bifisobacteria pada usus

dewasa dan bayi:

- Menghambat pertumbuhan kuman patogen

- Aktifitas imunomodulasi

- Restorasi flora usus setelah terapi antibiotic

- Produksi enzim pencernaan

- Memperbaiki diare oleh karena pemakaian antibiotika

- Represi rotavirus.

Meneruskan pemberian makanan dan minuman selama epidode diare adalah sangat

penting untuk mencegah atropi usus dan defisisnesi nutrisi. Produk fermentasi

merupakan sumber energy, proses fermentasi akan mengurangi konsentrasi laktosa dan

meningkatkan konsentrasi asam laktat, galaktose, asam amino bebas, asam lemak dan

vitamin B, disamping itu pemberian Lactobacilus dapat meningkatkan resistensi terhadap

reinfeksi dan normalisasi keseimbangan ekologi mikroflora usus.

Infeksi rotavirus menyebabkan gastroenteritis, dengan gejala yang khas berupa

diare akut dan vomiting. Lactobacilus GG suatu strain bakteri probiotik yang resisten

terhadap asam lambung dan asam empedu digunakan untuk pencegahan diare pada anak

dengan resiko tinggi di Negara yang sedang berkembang , secara signifikan dapat

menurunkan insiden diare pada bayi yang minum susu botol, tetapi tidak banyak

pengaruhnya pada kelompok yang minum ASI. Pemberian lactobacillus GG ( 1010-1011

cfu /hari ) memperpendek fase diare dari rata-rata 3,5 menjadi 2,5 hari pada anak yang di

rawat di RS . Penambahan Lactobacilus GG atau Lacidhophilus LB juga

menguntungkan karena dapat memperpendek perjalanan diare dan menurunkan

terjadinya diare persisten.Penelitian lain juga menunjukkan bahwa pemberian yoghurt

pada anak dengan intoleransi laktosa dapat menurunkan produksi H2.

Mekanisme efek probiotik pada diare berupa :

- Perubahan lingkungan mikro lumen usus ( pH, oksigen )

- Efek secara langsung terhadap kuman patogen dengan memproduksi bahan

antimikroba ( bacteriocins )

- Mencegah infeksi lewat kompetisi dengan virus patogen atau bakteri pada tempat

perlekatan dan reseptor sel epitel

- Meningktakan fungsi imunitas dan stimulasi sel imunomodulator

- Kompetisi nutrient.

DAFTAR PUSTAKA

Behrman, Richard E. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Vol 2. Ed 15. Jakarta : EGC, 1999.

Mansjoer, Arif. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Ed 3. Jakarta : Media Aesculapius, 2000.

Ngastiyah. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC, 1997.

Sachar, David B. Buku Saku Gastroenterologi. Jakarta : EGC, 1997.

Suharyono. Esensial Gastroenterologi Anak . Jakarta : Balai Penerbit FK UI, 1995.

A.H. Markum. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Jilid 1. Jakarta : Balai Penerbit FK UI, 1991.

Dep Kes R.I. Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan

Pemukiman. Buku Ajar Diare. Jakarta :1999.

Beers, Mark H. The Merck Manual. Eighteenth Edition. Whitehouse Station, NJ: Merck

Research Laboratories, 2006.

William W. Hay, Jr., MD. Current Diagnosis & Treatment in Pediatrics. Eighteenth Edition.

New York : Lange Medical Books/McGraw-Hill, 2007.

File:///H:/search %20diarrhoea/treatment_plans.htm.

Departement of Child and Adolescent Health and Development WHO. Management of acute

bloody diarrhea (Dysentry). The treatment of diarrhea: A manual for physicians and other

senior health workers. Edisi ke-4. Geneva : WHO, 2005.h.17-19.

WHO. The treatment of diarrhea: a manual for physicians and other health workers.

WHO/CDC/SER/80.2 rev 4. Geneva, Swizerland: World Health Organization ; 2005